draft pedoman ksp 240815 11.00

59
Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Ruang Lingkup 1.4. Landasan Hukum 1.5. Kedudukan Panduan BAB II KONSEP KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI 2.1. Pengertian dan Tujuan 2.1.1. Kerjasama dan Pemberdayaan 2.1.2. Kerjasama 2.1.3. Pemberdayaan 2.2. Ruang Lingkup 2.2.1. Kerjasama 2.2.2. Pemberdayaan 2.3. Urugensi dan Manfaat 2.3.1. Kerjasama 2.3.2. Pemberdayaan 2.4. Penanggung Jawab dan Pelaksana 2.4.1. Kerjasama 2.4.2. Pemberdayaan 2.5. Konsep Pembiayaan Kerjasama dan Pemberdayaan 2.6. Prinsip Dasar 2.6.1. Kerjasama 2.6.2. Pemberdayaan BAB III METODOLOGI KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI 3.1. Persiapan 3.1.1. Target dan Sasaran | i

Upload: ridho-bramulya-ikhsan

Post on 14-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang1.2. Maksud dan Tujuan1.3. Ruang Lingkup1.4. Landasan Hukum1.5. Kedudukan Panduan

BAB II KONSEP KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

2.1. Pengertian dan Tujuan2.1.1. Kerjasama dan Pemberdayaan2.1.2. Kerjasama2.1.3. Pemberdayaan

2.2. Ruang Lingkup2.2.1. Kerjasama2.2.2. Pemberdayaan

2.3. Urugensi dan Manfaat2.3.1. Kerjasama2.3.2. Pemberdayaan

2.4. Penanggung Jawab dan Pelaksana2.4.1. Kerjasama2.4.2. Pemberdayaan

2.5. Konsep Pembiayaan Kerjasama dan Pemberdayaan2.6. Prinsip Dasar

2.6.1. Kerjasama2.6.2. Pemberdayaan

BAB III METODOLOGI KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

3.1. Persiapan3.1.1. Target dan Sasaran3.1.2. Program dan Pendanaan

3.2. Bentuk Kerjasama3.2.1. Bargaining3.2.2. Kerukunan

| i

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

3.2.3. Kooptasi3.2.4. Koalisi3.2.5. Joint Venture

3.3. Manajemen Pelatihan3.3.1. Fasilitas3.3.2. Instruktur3.3.3. Job Training3.3.4. Pendanaan

3.4. Uji Kompetensi3.4.1. Pelayanan (Assesor)3.4.2. Ujian (Penilaian, Kelulusan)3.4.3. Lisensi/Virtual

3.5. Sertifikasi3.5.1. Sertifikasi Keahlian3.5.2. Sertifikasi Keahlian

3.6. Evaluasi dan Pelaporan3.6.1. Administrasi3.6.2. Database

BAB IV MEKANISME KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

4.1. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Jasa Konstruksi4.1.1. Tingkat Pusat4.1.2. Tingkat Provinsi4.1.3. Tingkat Kabupaten/Kota

4.2. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan Badan Usaha (Kontraktor) di Bidang Jasa Konstruksi

4.3. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan Lembaga Pendidikan Formal dalam Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Jasa Konstruksi

4.4. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan LPJK dalam Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Jasa Konstruksi

BAB V MONITORIG DAN EVALUASI 5.1. Prosedur Monitoring dan Evaluasi5.2. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

| ii

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB VI PELAPORAN6.1. Alur dan Jenis Pelaporan6.2. Database

| iii

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB IPENDAHULUAN

1.6. Latar Belakang

Dalam rangka penyiapan tenaga terampil dan profesional di bidang jasa konstruksi sebagai salah satu upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga kerja bidang konstruksi yang berkualitas secara nasional di dalam negeri maupun untuk kepentingan penempatan ke luar negeri, diperlukan adanya peran aktif pemerintah dalam proses yang mampu memberikan tolok ukur dan proses menyaring tenaga kerja yang memenuhi persyaratan sesuai dengan kompetensinya.

Keikutsertaan dari berbagai elemen terkait dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas diperlukan demi mencapai cita-cita yang tercantum dalam pasal 3 tujuan Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yaitu; (a) memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; (b) mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; serta (c) mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Dalam mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal dan berdaya saing maka keterlibatan badan usaha, institusi dan lembaga yang terkait terhadap penciptaan tenaga kerja bidang konstruksi untuk saling bahu-membahu dan saling sinergis dalam mewujudkan iklim yang baik dalam proses penyelenggaraan pembinaan, pelatihan dan pembelajaran serta sertifikasi bagi para calon maupun bagi para tenaga kerja bidang kontruksi yang berupaya meningkatkan kapasitasnya menjadi lebih terampil dan lebih profesional. Sinergitas yang diharapkan dalam mweujudkan iklim tersebut melalui jaminan terhadap proses pembinaan dan pelatihan yang berkualitas.

Sedangkan peran serta masyarakat sebagai penguna, pemanfaat maupun sebagai aktor dalam proses pembangunan yang di dukung oleh tenaga kerja konstruksi, merupakan elemen penting dalam mendukung iklim bagi proses penyelenggaraan pembinaan dan pelatihan tenaga kerja bidang konstruksi. Kebutuhan akan tenaga kerja bidang konstruksi apabila ditinjau pada populasi secara nasional memiliki pertumbuhan rata-rata tenaga kerja 6% atau sekitar 250 ribu orang, dan diantaranya hanya 5,3% dari Tenaga Kerja

| 1

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

nasional tersebut yang besertifikat atau masih kurang dari 10%. Kemampuan pemberdayaan tenaga kerja bidang konstruksi yang didukung oleh peran serta masyarakat merupakan salah satu upaya dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan kapasitas masyarakat untuk menunjang peningkatan tenaga kerja bidang konstruksi.

Diharapkan dengan adanya kerjasama dan pemberdayaan melalui Kementerian Pekrjaan Umum dan Perumahan Rakyat oleh Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Direktorat Kerjasama dan Pemberdayaan dengan perangkat pedoman sebagai acuan dalam Penyelenggaraan Kerjasama Dan Pemberdayaan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia Bidang Konstruksi, akan mampu mendorong peningkatan dan perbaikan terhadap jaminan kualitas dan kemudahan akan proses pembinaan dan pelatihan serta sertifikasi bagi tenaga kerja bidang konstruksi.

1.7. Maksud dan Tujuan

Pedoman ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan acuan kepada para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan kerjasama dan pemberdayaan bagi pembinaan terhadap sumberdaya manusia bidang konstruksi.

Sedangkan tujuan dari perdoman ini adalah:

1. Membantu dalam upaya penyelenggaraan kerjasama dan pemberdayaan terhadap pembinaan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi sesuai asas pemenuhan kebutuhan, pemerataan, profesional, hemat, akuntabel dan transparan.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pembinaan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi secara efektif dan efisien.

1.8. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penyelenggaraan kerjasama dan pemberdayaan terkait pembinaan dan pelatihan bidang konstruksi mencakup 7 lokus, yaitu:

1. Lokus Pemerintah2. Lokus Badan Usaha3. Lokus Pendidikan4. Lokus LPJK5. Lokus Masyakarat6. Lokus 7. Lokus

1.9. Landasan Hukum

| 2

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Landasan Hukum Terkait Implementasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) di Indonesia di antaranya adalah:

Undang-Undang:1) UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional 2) UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 3) UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara 4) UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab

Keuangan Negara 5) UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 6) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah

untuk kedua kalinya dengan UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

7) UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Daerah 8) UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025

Peraturan Pemerintah :1) PP No. 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-

2019 2) PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 3) PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 4) PP No. 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 5) PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 6) PP No. 8 Tahun 2006 Tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKKIP) 7) PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 8) PP No. 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kerjasama Daerah

Keputusan Presiden :1) Keputusan Presiden (Kepres) No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Peraturan Menteri :

| 3

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

1) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007

2) Permendagri No. 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah

3) Permendagri No. 69 Tahun 2007 Tentang Kerja Sama Pembangunan Perkotaan 4) Permendagri No. 22 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama

Daerah 5) Permendagri No. 23 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan

Kerjasama Antar Daerah. Di samping peraturan perundang-undangan di atas, ada beberapa Surat Edaran :1) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 120/1730/SJ Tanggal 13 Juli 2005; 2) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900/2677/SJ Tanggal 8 November 2007.

Peraturan Lembaga :1) Peraturan Nomor : 8 Tahun 2014 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional

Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Registrasi Ulang, Perpanjangan Masa Berlaku Dan Permohonan Baru Sertifikat Tenaga Kerja Ahli Konstruksi

2) Peraturan Nomor : 7 Tahun 2014 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Tentang : Perubahan Pertama Atas Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Tatacara Registrasi Konversi Sertifikat Badan Usaha Jasa Konstruksi

3) Peraturan Nomor : 6 Tahun 2014 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Tentang : Perubahan Pertama Atas Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi

1.10. Kedudukan Pedoman

| 4

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB IIKONSEP KERJASAMA DAN

PEMBERDAYAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

2.1. Pengertian dan Tujuan

2.1.1. Kerjasama dan Pemberdayaan

2.1.2. Kerjasama

Pengertian kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama merupakan interaksi yang paling penting karena pada hakikatnya manusia tidaklah bisa hidup sendiri tanpa orang lain sehingga ia senantiasa membutuhkan orang lain. Kerja sama dapat berlangsung manakala individu-individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerja sama guna mencapai kepentingan mereka tersebut.

Tujuan kerja sama adalah1: Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan

peningkatan produktivitas. Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih

produktif, efektif, dan efisien. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya operasionalisasi

akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.

Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.

Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.

Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.

1 Kusnadi. H. 2003. Masalah, Kerja sama, Konflik dan Kinerja

| 5

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan dan kedua pihak memberi kontribusi atau peran yang sesuai dengan kekuatan dan potensi masing-masing pihak, sehingga keuntungan atau kerugian yang dicapai atau diderita kedua

pihak bersifat proporsional, artinya sesuai dengan peran dan kekuatan masing-masing. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kerja sama, ada rasa senasib sepenanggungan antara pihak yang bermitra. Dalam hal ini risiko yang dihadapi termasuk resiko menderita kerugian dalam pengelolaan usaha ditanggung bersama antara pihak yang bermitra, sehingga resiko yang ditanggung masing-masing pihak menjadi berkurang.Adapun bentuk-bentuk kerja sama yang ada dalam masyarakat adalah sebagai berikut:1. Bargaining yaitu proses kerjasama dalam bentuk perjanjian pertukaran

kepentingan, kekuasaan, barang-barang maupun jasa antara dua organisasi atau lebih yang terjadi dibidang politik, budaya, ekonomi, hukum maupun militer.

2. Kerukunan yaitu suatu keadaan dimana sesama umat dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Kooptasi yaitu proses kerjasama yang terjadi di antara individu dan kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi atau negara dimana terjadi proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi untuk menciptakan stabilitas..

4. koalisi yaitu dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama kemudian melakukan kerjasama satu dengan yang lainnya untuk tujuan tersebut.

5. Joint Venture, kerjasama dua atau lebih organisasi perusahaan bisnis untuk pengerjaan proyek-proyek tertentu.

2.1.3. Pemberdayaan

Pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu seseorang mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri seseorang tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber

| 6

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian merupakan suatu kondisi yang dialami oleh seseorang yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

2.2. Ruang Lingkup

2.2.1. Kerjasama

2.2.2. Pemberdayaan

2.3. Urugensi dan Manfaat

2.3.1. Kerjasama

Manfaat kerjasama2, antara lain dibedakan atas:

a. Manfaat produktivitas

Produktivitas adalah suatu model ekonomi yang diperolah dari membagi output dengan input. Produktivitas = output : input

Dengan formulasi di atas dan sesuai dengan rumus 1 + 1 > 2 sebelumnya, maka produktivitas dikatakan meningkat bila dengan input yang tetap diperoleh output yang semakin besar Selain itu, produktivitas yang tinggi dapat diperoleh dengan cara mengurangi penggunaan input (dengan syarat tidak mengurangi kualitas), sehingga dengan output yang tetap dengan penggunaan input yang sedikit menunjukkan adanya peningkatan produktivitas.

b. Manfaat efisiensi

Manfaat efisiensi dapat diartikan sebagai dicapainya cara kerja yang hemat, tidak terjadi pemborosan, dan menunjukkan keadaan menguntungkan, baik dilihat dari segi waktu, tenaga maupun biaya.

Ini dapat dicapai karena dalam kerja sama mengikat pihak-pihak yang bekerja sama untuk mentaati segala kesepakatan, serta terjadi spesialisasi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing.

2 Moh. Jafar Hafsah (2000)

| 7

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Contoh:

Ada dua perusahaan atau dua wirausaha yang bekerja sama (mis. A dan B). Perusahaan atau wirausaha A memiliki kelebihan dalam modal berupa teknologi dan sarana produksi, namun tidak memiliki tenaga kerja yang cukup. Sedangkan, perusahaan atau wirausaha B memiliki tenaga kerja, namun kurang memiliki sarana produksi (modal) yang cukup. Oleh karena itu, dengan menggabungkan dua kelebihan dari perusahaan A dan B tersebut akan dapat dicapai penghematan tenaga maupun sarana produksi yang merupakan kekurangan atau kelemahan yang dimiliki kedua perusahaan. Tanpa kerja sama, maka perusahaan A tidak dapat mengoptimalkan modalnya karena tidak ada tenaga

kerja yang mengoperasikannya dan perusahaan B tidak dapat mempekerjakan tenaga kerjanya karena tidak adanya modal dan sarana produksi.

c. Manfaat jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

Sebagai akibat adanya manfaat produktivitas dan efisiensi, maka dengan kerja sama akan dicapai pula manfaat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Dengan adanya penggabungan dua potensi dan kekuatan untuk menutupi kelemahan dari masing-masing pihak yang bekerja sama (bermitra), maka akan dihasilkan tingkat produktivitas yang tinggi dan efisiensi serta efektivitas. Produktivitas menunjukkan manfaat kuantitas dan efisiensi serta efektivitas menunjukkan manfaat kualitas. Dengan kualitas dan kuantitas yang dapat diterima oleh pasar, maka akan dapat menjamin kontinuitas usaha.

d. Manfaat dalam risiko

Sebagaimana diuraikan pada kegiatan belajar 1, Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan dan kedua pihak memberi kontribusi atau peran yang sesuai dengan kekuatan dan potensi masing-masing pihak, sehingga keuntungan atau kerugian yang dicapai atau diderita kedua

pihak bersifat proporsional, artinya sesuai dengan peran dan kekuatan masing-masing. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kerja sama, ada rasa senasib sepenanggungan antara pihak yang bermitra. Dalam hal ini risiko yang dihadapi termasuk resiko menderita kerugian dalam pengelolaan usaha ditanggung bersama antara pihak yang bermitra, sehingga resiko yang ditanggung masing-masing pihak menjadi berkurang.

2.3.2. Pemberdayaan

| 8

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Pentingnya memberdayakan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, karena melalui daya yang melekat pada sumber daya manusia akan dapat dimanfaatkan berbagai sumber-sumber yang terdapat dalam organisasi dan berbagai aktivitas-aktivitas yang ditetapkan akan dapat digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana diharapkan.

Mengingat betapa pentingnya pemberdayaan sumber daya manusia, karena manfaatnya terhadap berbagai sumber-sumber lainnya dan mensinergikan setiap proses kegiatan organisasi, maka keberadaannya berperan antara lain:a. Sebagai alat manajemen dalam rangka memberdayakan berbagai sumber-

sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.b. Sebagai pembaharu manajemen, dalam rangka meningkatkan kinerja

organisasi.c. Sebagai inisiator terhadap organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang

guna meningkatkan dan mengembangkan organisasi.d. Sebagai mediator terhadap pihak-pihak lain dalam rangka meningkatkan

kinerja organisasi.e. Sebagai pemikir dalam rangka pengembangan organisasi.

2.4. Penanggung Jawab dan Pelaksana

2.4.1. Kerjasama

2.4.2. Pemberdayaan

2.5. Konsep Pembiayaan Kerjasama dan Pemberdayaan

2.6. Prinsip Dasar Kerjasama dan Pemberdayaan

Secara umum prinsip kerjasama dan pemberdayaan yang harus dipenuhi adalah :

1) ProfesionalDalam penyusunan rencana usaha dilakukan melalui mekanimse dan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan disiplin ilmu dan bidang keterampilan dan keahlian serta profesi yang diperlukan bagi pembangunan yang berkaitan dengan jasa konstruksi dengan mempertimbangkan berbagai kaedah-kaedah yang berlaku baik standar, peraturan dan norma hingga kebijakan sehingga dalam penyelnggaraan pembinaan, pelatihan serta peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi yang diperlukan dari berbagai bidang disiplin ilmu, keahlian, keterampilan dan profesi yang mumpuni dalam proses pelaksanaanya.

2) Transparan dan Akuntabel

| 9

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Proses dan mekanisme penyelenggaraan pembinaan, pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi dapat dipertanggungjawabkan dan terdokumentasi dengan baik dalam mendukung keterbukaan informasi.

3) EfektifPenyelenggaraan pembinaan, pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi yang lebih efektif dari segi kualitas dan kuantitas

4) Saling MenguntungkanPenyelenggaraan pembinaan, pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi dengan membangun kemiteraan, hubungan kerja dan peran aktif yang saling sinergis

5) BerkelanjutanPenyelenggaraan pembinaan, pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang konstruksi yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan (sustainable) yang ditandai dengan kesinambungan mutu dan kualitas serta jaminan ketahanan tenaga kerja yang berkualitas bagi kebutuhan pembangunan nasional

| 10

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB IIIMETODOLOGI KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN

KONSTRUKSI

3.1. Persiapan

3.1.1. Target dan Sasaran

Peningaktan kualitas dan kuantitas Tenaga Bidang Konstruksi yang terampilPenguatan kelembagaan yang berperan terhadap pembinaan SDM dan industri konstruksiTerciptanya keseimbangan dan kemiteraan usaha konstruksi yang sehat

• Perlindungan SDM; Keahlian bidang Konstruksi Tenaga kerja konstruksi

• Kelembagaan Turbinwas (pusat) Provinsi? Kabupaten? Perguruan tinggi & Lainnya

• Kompetisi Pembinaan Pelatihan & sertifikasi

• Pasar Konstruksi Kesiapan Tenaga kerja Penciptaan lapangan kerja

3.1.2. Program dan Pendanaan

3.2. Bentuk Kerjasama

3.2.1. Bargaining

Kerja sama bargaining merupakan bentuk kerja sama yang diperoleh dari suatu kesepakatan setelah terjadinya tawar-menawar atau kompromi oleh beberapa pihak bersangkutan untuk mencapai satu tujuan. Kerja sama bargaining umumnya

| 11

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

terjadi dalam bentuk kerja sama perdangangan, misalnya tercapainya kesepakatan harga setelah adanya proses tawar-menawar antara pembeli dan penjual.

3.2.2. Kerukunan

Kerukunan merupakan salah satu bentuk kerja sama yang paling sederhana dan paling sering dilakukan di dalam lingkungan masyarakat. Contoh kerja sama kerukunan adalah gotong royong mendirikan rumah ibadah, membangun jembatan untuk kepentingan warga, membangun jalan desa, dan lain-lain.

Contoh lain dari kerja sama kerukunan adalah musyawarah. Musyawarah biasa dilakukan warga untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam lingkungan masyarakat seperti bagaimana mencari dana untuk peringatan HUT RI, musyawarah untuk memilih ketua RT, musyawarah untuk memberikan bantuan kepada para korban bencana alam, dan lain-lain

3.2.3. Kooptasi

Kooptasi merupakan salah satu bentuk kerja sama berupa diterimanya unsur-unsur baru dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya perpecahan atau keguncangan dalam tubuh organisasi. Contoh nyata kerja sama kooptasi adalah pemerintah Republik Indonesia menyetujui diterapkannya hukum Islam di Nangroe Aceh Darussalam untuk mencegah disintegrasi bangsa

3.2.4. Koalisi

Koalisi merupakan bentuk kerja sama perpaduan atau kombinasi antara dua belah pihak atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Contohnya koalisi antarfraksi di DPR, koalisi antara PSSI dan LPI untuk menyelamatkan sepak bola nasional, dan lain-lain.

3.2.5. Joint Venture

Joint venture merupakan bentuk kerja sama antara pihak asing dan pihak-pihak setempat dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu. Contoh joint venture adalah kerja sama antara PT Axxon Mobil Co. LTD dan Pertamina dalam mengelola proyek penambangan minyak di Blok Cepu

3.3. Manajemen Pelatihan

3.3.1. Fasilitas

3.3.2. Instruktur

3.3.3. Job Training

3.3.4. Pendanaan

| 12

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

3.4. Uji Kompetensi

3.4.1. Pelayanan (Assesor)

3.4.2. Ujian (Penilaian, Kelulusan)

3.4.3. Lisensi/Virtual

3.5. Sertifikasi

3.5.1. Sertifikasi Keahlian

3.5.2. Sertifikasi Keterampilan

3.6. Evaluasi dan Pelaporan

3.6.1. Administrasi

3.6.2. Database

| 13

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB IVMEKANISME KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN PEMBINAAN

KONSTRUKSI

4.1. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Jasa Konstruksi

4.1.1. Tingkat Pusat

A. Kerjasama dan Pemberdayaan di tingkat PusatKerjasama dan pemberdayaan di tingkat pusat ada dua bentuk yaitu pertama, kerjasama dalam menyusun regulasi/perundangan, dalam bentuk peraturan bersama kementrian dan lembaga negara terkait yang intinya memperlancar penyediaan tenaga kerja konstruksi dalam jumlah dan kualitas yang semakin meningkat. Keterkaitan kementrian dalam Kerjasama dan pemberdayaan tenaga terampil di bidang konstruksi yaitu kementrian pendidikan, kementrian ESDM, kementrian desa dan daerah tertinggal, kementrian dalam negeri, kementrian tenaga kerja, kementrian keuangan, kementrian luar negeri.

Kedua, pemerintah pusat bersama dengan lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikasi yang terstandar secara nasional maupun international.

B. Peraturan perundangan 1) Melakukan sinkronisasi perundangan yang ada disetiap kementrian dalam

menunjang penyediaan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi2) Bekerjasama dengan Kementrian keuangan dalam pengaturan dan penyediaan

alokasi anggaran pencetakan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi. 3) Bekerjasama dengan kementrian pendidikan dalam menyusun kurikulum yang

bertujuan untuk mencetak tenaga terampil di bidang konstruksi yang berkualitas.

4) Bekerjasama dengan kementrian tenaga kerja dalam menyusun peraturan tenaga terampil di bidang kosntruksi dan memberikan informasi tentang ketersediaan dan kebutuhan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi.

5) Bekerjasama dengan kementrian dalam negeri dalam menyusn peraturan kerjasama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penyediaan

| 14

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

tenaga terampil di bidang kontruksi, dan pengaturan wilayah dan daerah dalam penyediaan tenaga kerja terampil di bidang kontruksi, dan penyediaan anggaran pemerintah daerah untuk menydiakan tenaga kerja terampil.

6) Bekerjasama dengan kementrian ESDM dalam peraturan tenaga kerja terampil di bidang konstruski yang dipersyaratkan dalam pembangunan infrastruksut, dan memberi informasi pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan selama 5 tahun kedepan, dan memberikan informasi kebutuhan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan dalam membangun infrastruktur.

7) Bekerjasama dengan kementrian luar negeri dalam menyusun peraturan kerjasama pembangunan infrastruktur dengan luar negeri dan tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.

8) Bekerjasama dengan kementrian Desa dan Daerah tertinggal untuk memberi informasi tentang pembangunan infrastruktur yang dikerjakan di desa dan kebutuhan tenaga kerja terampil di bidang kontrsuksi, dan bekerja sama menyediakan sumberdaya manusia yang berada di desa untuk dilatih menjadi tenaga terampil di bidang konstruksi.

C. Standar sertifikasi 1) Bekerjasama dengan lembaga yang memiliki kewenangan menerbitkan sertifikasi

menyusun mekanisme penerbitan sertifikasi. Mekanisme ini mensyaratkan adanya uji kompentensi mulai dari sistem rekruitment, metode pelatihan, sistem monitoring dan evaluasi, dan sistem evaluasi/ujian pelatihan tenaga terampil.

2) Bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) menyusun peraturan dan mekanisme penerbitaan sertifikasi dengan melibatkan lembaga lain seperti assosiasi profesi, LPJK daerah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga yang telah menerbitkan sertifikasi.

4.1.2. Tingkat Provinsi

A. Kerjasama dan Pemberdayaan di Tingkat ProvinsiPemerintah Pusat dalam bekerjsama dengan pemerintah daerah di tingkat Provinsi lebih menekankan pada pembinaan, pelayanan dan pengawasan untuk menjamin daerah dalam menyediakan tenaga terampil di bidang kontrskusi.

Peningkatan SDM Konstruksi a) Pemerintah Pusat dan pemerintah tingkat Provinsi menyusun kesepakatan dalam

melaksanakan penyediaan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi di wilayahnya.

| 15

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

b) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama –sama menyediakan anggaran program dalam meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga terampil di bidang jasa konstruksi. Mekanisme penganggaran mengikuti peraturan yang berlaku.

c) Pemerintah Pusat melalui Balai yang ada di daerah bekerjasama dengan pemerintah daerah menyusun rencanan kerja dalam pencetakan tenaga instruktur/trainer di bidang konstruski.

d) Target pencetakan tenaga instruktur/pelatih di bidang jasa konstruksi ditetapkan dalam setiap tahun dengan jenis/spesifisikasi yang sesuai dengan standar.

e) Pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah melakukan pengawasan sebagi kontrol pada jumlah dan kualitas tenaga instruktur /pelatih bidang konstruksi yang berada di wilayah Provinsi

B. Program Pelatihan Konstruksi 1) Balai bersama dengan pemerintah daerah menyusun program pelatihan tenaga

intruktur / trainer di bidang jasa konstruksi sesuai target yang telah ditetapkan ditetapkannya.

2) Balai bersama pemerintah dearah menyusun jenis –jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana dan prasaraan dan kebutuhan jenis tenaga kerja terampil di bidang konstruksi.

3) Balai bersama dengan pemerintah daerah menyusun program pelatihan mulai dari rekruitment, metode pelatihan, uji komptensi dan evaluasi/ujian untuk mendapatkan tenaga yang terampil dan layak untuk diberi sertifikat.

4) Program pelatihan di tingkat Provinsi dalam bentuk TOT dimana Balai akan melatih tenaga kerja di bidang konstruksi menjadi trainer/instruktur.

5) Balai dan pemerintah daerah melibatkan LPJK, lembaga assesor, asssosiasi profesi dan perguruan tinggi menyusun sistem uji kompetensi sebagi dasar penerbitan sertifikasi bagi peserta TOT.

C. Proyek Pembangunan 1) Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah bersama-sama memperlancar proyek

pembangunan infrastruktur yang berada di wilayah Provinsi.2) Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah bersama sama sepakat dalam

melaksanakan proyek pembangunan melibatkan tenaga terampil yang telah dilatih.

3) Pemerintah daerah menyediakan proyek pembangunan untuk digunakan sebagai wadah pelatihan OJT.

| 16

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

4.1.3. Tingkat Kabupaten/Kota

A. Kerjasama dan Pemberdayaan di Tingkat Kabupaten/KotaPemerintah Pusat dalam kerjasama dan pemberdayaan pada tenaga bidang kontruksi adalah peningkatan sumberdaya tenaga terampil di bidang konstruksi di wilayah kabupaten dan secara khusus daerah melakukan pencetakan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi melalui mekanisme pelatihan mandiri. Dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah kanbupaten/kota bertindak sebagai pelayana, pembina, pengawas dalam setiap langkah mulai rekruitemnet sampai dengan tercetaknya tenaga terampil di bidang konstruksi.

B. Peningkatan SDM Kontruksi 1) Pemerintah Pusat dan pemerintah tingkat kabupaten/kota menyusun kesepakatan

dalam melaksanakan penyediaan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi di wilayahnya.

2) Pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota bersama –sama menyediakan anggaran program dalam meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga terampil di bidang jasa konstruksi. Mekanisme penganggaran mengikuti peraturan yang berlaku.

3) Pemerintah Pusat melalui Balai bekerjasama dengan Satker Dinas kabupaten /kota menyusun rencanan kerja dalam pencetakan tenaga kerja terampil di bidang konstruski. Balai menunjuk tenaga instruktur/trainer terlibat yang nantinya melakukan pelatihan mandiri pada tenaga terampil di bidang konstrukusi di tingkat kabupaten/kota.

4) Target rencana pencetakan tenaga kerja terampil di bidang jasa konstruksi ditetapkan dalam setiap tahun dengan jenis / spesifisikasi yang sesuai dengan standar.

5) Pemerintah pusat melalui Balai bekerjasama dengan Satker pemerintah kabupaten/kota melakukan pengawasan sebagi kontrol pada jumlah dan kualitas tenaga terampil bidang konstruksi yang berada di wilayah Provinsi

C. Program Pelatihan Konstruksi 1) Instruktur/trainer bersama dengan satker dinas pemerintah kabupaten/kota

menyusun program pelatihan mandiri tenaga kerja terampil di bidang jasa konstruksi sesuai target yang telah ditetapkan setiap tahunnya.

2) Instruktur/trainer bersama satker dinas pemerintah kabupaten/kota menyusun jenis–jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan

| 17

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

ketersediaan sarana dan prasaraan dan kebutuhan jenis tenaga kerja terampil di bidang konstruksi.

3) Instruktur/tainer bersama dengan satker dinas pemerintah kabupaten/kota menyusun program pelatihan dan mensosialisasikan mulai dari rekruitment, metode pelatihan, uji komptensi dan evaluasi/ujian untuk mendapatkan tenaga yang terampil dan layak untuk diberi sertifikat.

4) Instruktur/trainer melaksanakan pelatihan mandiri tenaga kerja trampil di bidang konstruksi dengan sistem OJT.

5) Instruktur/trainer bersama satker dinas melibatkan LPJK daerah, lembaga assesor, assosiasi profesi menyusun sistem uji kompetensi sebagai dasar kelayakan penerbitan sertifikat.

D. Proyek Pembangunan 1) Pemerintah Pusat dan pemerintah kabupaten/kota bersama-sama memperlancar

proyek pembangunan infrastruktur yang berada di wilayahnhya.2) Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah kabuapten/kota bersama sama sepakat

dalam melaksanakan proyek pembangunan melibatkan tenaga terampil yang telah dilatih.

3) Pemerintah daerah kabupaten/kota menyediakan proyek pembangunan untuk digunakan sebagai wadah pelatihan OJT.

4.1.4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan Evaluasi kerjasama dan pemberdayaan di bidang jasa konstruksi di tingkat pemerintahan dilakukan berdasar jenjang dan tingkatannya.

A. Tingkat pusat 1) Ditjen Bina Konstruksi dalam hal ini direktorat KSP melalukan pendataan

dan peraturan kebijakan yang berkait dengan tenaga jasa konstruksi. pendataan ini menyangkut jumlah dan jenis peraturan kebijakan yang telah diterbitkan unhtuk menjunjang kelancancaran pencetakan tenaga kerja di bidang konstruksi.

2) Melakukan monitoring jalannya program peningkatan tenaga jasa konstruksi berdara pertauran kebijakan yang telah diterbitkan.

3) Melakukan evaluasi secara internal dan antar kementrian terhadap peraturan kebijakan yang sekiranya menghambat jalannnya program.

4) Memperbaiki peraturan kebijakan guna memperlancar program penyeduaan tenaga terampil di bidang jasa konstruksi

| 18

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

B. Tingkat Provinsi 1) Pemerintah Provinsi bersama dengan balai melakukan monitoring

pelaksanaan program penyediaan tenaga instruktur/trainer terhadap peraturan, rencana, sarana dan prasarana, metode pelatihan yang telah disepakati.

2) Pemerintah Provinsi dan balai melakukan monitoring sistem perekrutan peserta latih

3) Pemerintah Provinsi dan balai melakukan monitoring jalannya pelatihan untuk trainer/instruktur jasa konstruksi.

4) Pemerintah Provinsi dan balai melakukan monitoring dalam pelaksanaan uji kompetensi yang melibatkan lembaga lain seperti LPJK, Assesor, assosiaasi profesi, perguruan tinggi.

5) Pemerintah Provinsi dan balai melakukan evaluasi tenaga instruktur/trainer yang telah lulus sertifikasi

6) Pemerintah Provinsi dan balai melakukan pendataan jumlah dan jenis tenaga instruktur /trainer bersertifikat yang ada di wilayahnya.

C. Tingkat Kabupaten/Kota1) Satker pemerintah daerah kabupaten/kota bersamam instruktur/traner

melakukan monitoring pelaksanaan program penyediaan tenaga instruktur/trainer terhadap peraturan, rencana, sarana dan prasarana, metode pelatihan yang telah disepakati.

2) Satker pemerintah daerah kabupaten/kota bersamam instruktur/traner melakukan monitoring sistem perekrutan peserta latih

3) Satker pemerintah daerah kabupaten/kota bersamam instruktur/traner melakukan monitoring jalannya pelatihan mandiri OJT untuk tenaga terampil di bidang jasa konstruksi.

4) Satker pemerintah daerah kabupaten/kota bersamam instruktur/traner melakukan monitoring dalam pelaksanaan uji kompetensi yang melibatkan lembaga lain seperti LPJK, Assesor, assosiaasi profesi, perguruan tinggi.

5) Satker pemerintah daerah kabupaten/kota bersamam instruktur/traner melakukan evaluasi tenaga terampil bidang jasa konstruksi telah lulus sertifikasi

6) Satker pemerintah daerah kabupaten/kota bersamam instruktur/traner melakukan pendataan jumlah dan jenis tenaga terampil di bidang jasa konstruksi yang telah tersertifikasi

4.1.5. Pelaporan

| 19

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Pelaporan program peningkatan tenaga terampil di bidang jasa konstruksi dilalkukan secara berjenjang mulai dari bawah, dari tingkat kabupaten/kota, ke pemerintah Provinsi dan terakhir ke pemerintah Pusat dalam hal ini Dir KSP.

A. Alur dan jenis pelaporan 1) Intrukstrur/trainer bersama Satker pemerintah daerah kabupaten/kota

melaporkan hasil pencetakan jumlah dan jenis tenaga kerja terampildi bidang kosntruksi ke Balai dan pemerintah Provinsi

2) Pemerintah proinsi dan balai melaporkan hasil pencetakan tenaga intrusktur/tariner kepada pemerintah pusat di Dir KSP

3) Pemerintah proinsi dan balai melaporkan kompilasi pencetakan tenaga tenaga kerja terampil di bidang konstruksi sesuai jumlah dan jenisnya ke Dir KSP

B. DatabaseDatabase dibuat mulai dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah tingkat Provinsi dan sampai pada tingkat pemerintah kabupaten/kota.

1) Database di tingkat pusat a) Jumlah dan jenis peraturan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan oleh

kementrian dan lembaga negara dalam rangka kerjasama dan pemberdayaan di bidang jasa konstruksi

b) Jumlah jenis lembaga sertifikasi yang terdaftar dan terakreditasi di tingkat nasional

c) Jumlah jenis lembaga sertifikasi yang terdaftar dan terakreditasi di tingkat daerah

d) Kompilasi jumlah tenaga trainer/instruktur laporan dari pemerintah Provinsi

e) Kompilasi jumlah tenaga kerja terampil bersertifikasi berdasara standar kompetensi

f) Proyek pembangunan fisik nasional yang melibatkan tenaga kerja di bidang konstruksi terampil bersertifikat

2) Database di tingkat Provinsi a) Jumlah pelatihan TOT untuk tenaga trainer/instruktur b) Jumlah tenaga calon trainer/instruktur yang dilatihc) Jumlah tenaga trainer/instruktur bersertifikatd) Kompilasi tenaga terampil jasa kontruksi bersertifikat dari laporan

kabupaten/kota sesuai dengan jenis standar kompetensinya.

| 20

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

e) Proyek pembangunan fisik yang berada di tingkat Provinsi dan nasional yang melibatkan tenaga kerja di bidang konstruksi terampil bersertifikat

3) Database di tingkat kabupaten/kota :a) Jumlah pelatihan mandiri setiap tahunnya b) Jumlah tenaga yang mengikuti pelatihan mandiric) Tenaga kerja terampil yang dilatihd) Tenaga kerja terampil yang dilatih dan bersertifikate) Tenaga kerja terampil sesuai dengan jenis standar kompetensi f) Proyek pembangunan fisik daerah kabupaten/kota yang melibatkan

tenaga kerja di bidang konstruksi terampil bersertifikat

4.2. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan Badan Usaha (Kontraktor) di Bidang Jasa Konstruksi

A. Manfaat Kerjasama dengan Badan Usaha (Kontraktor)Untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di bidang jasa kontruksi, pemerintah bekerjasama dengan Badan Usaha (Kontraktor) melalukan uji kompetensi dan penerbitan sertifikat. Dalam kerjasamanya kedua pihak sepakat akan meningkatkan kualitas tenaga kerja jasa konstruksi bersifat pemberdayaan. Dimana pemberdayaan tersebut diujudkan dalam bentuk penguatan tenagag kerja di bidang konstruksi dengan memberi label sertifikat yang berlaku secara nasional maupun international. Manfaat yang diperoleh dari kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (Kontraktor) adalah :1. Membantu Pemerintah dalam penyedian tenaga kerja jasa konstruksi yang handal,

berkuakitas dan punya daya saing di tingkat lokal, nasional maupun international. 2. Memperlancar target pemenuhan rencana ketersedian tenaga kerja bersertifikat di

bidang konstruksi berbagai tingkatan. 3. Kelembagaan Badan Usaha (Kontraktor) di tingkat daerah mampu memperlancar

terujudnya tenaga terampil lokal secara serentak dan merata di seluruh wilayah Indoensia.

4. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya dan potensi yang ada di daerah masing-masing dalam upaya melanjutkan serta mengembangkan usaha.

5. Meningkatkan kemampuan masing-masing daerah dalam menstimulasi mobilitas tenaga terampil di bidang jasa konstruksi, dan memperoleh manfaat dari tenaga terampil yang tersedia, serta sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja terampil di bidang jasa konstruksi.

B. Ruang Lingkup

| 21

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Lingkup Kesepakatan Kerjasama ini mencakup :a. Dirjen Bina Konstruksi melalui Balai menyusunan Program Pelatihan,

Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;b. Dirjen Bina Konstrksi melalui Balai mersiapan Materi Pelatihan, Pembekalan,

Bimbingan Teknis/Sertifikasi;c. Badan Usaha (Kontraktor) membantu Dirjen Bina Konstruksi melalui Balai

mempersiapkan program pembekalan/bibingan teknis.d. Dirjen Bina Konstruksi melalui Balai mempersiapkan tim Instruktur, tim Asesor dan

Lembaga pemberi sertifikasi;e. Badan Usaha (Kontraktor) mempersiapkan calon Peserta;f. Badan Usaha (Kontraktor) mempersiapkan tempat Pelaksanaan Pelatihan (training

workshop)/Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;g. Badan Usaha (Kontraktor) membantu melaksanakan uji kompetensi;h. Badan Usaha (Kontraktor) membantu menyusunan Laporan Pelakanaan Pelatihan,

Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;i. Badan Usaha (Kontraktor) membantu Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan,

Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;j. Badan Usaha (Kontraktor) mambantu menyiapkan Tenaga Teknik Bidang Konstruksi

Bersertifikat untuk kebutuhan dalam dan luar negeri;

C. Bentuk KerjasamaBentuk kerjasama dengan pihak Badan Usaha (Kontraktor) pada prinsipnya adalah membantu kelancaran kerjasama dan saling menguntungkan antara kedua pihak. Pilihan bentuk kerjasama didasarkan pada model kerjasama yang lazim sesuai peraturan yang berlaku dan secara legal formal tidak berpotensi memunculkan masalah. Pilihan model kerjasama merupakan hasil kesepakatan bersama antara kedua pihak antara pemerintah Dir.Dit KSP dengan LPJK yang tertuang dalam kontrak kerjasama.

D. Persyaratan Kerjasama dengan Pihak Badan Usaha (Kontraktor)Pelaksanaan Kerjasama antara Dir KSP dengan Pihak Badan Usaha (Kontraktor) dapat diprioritaskan untuk dilaksanakan apabila memenuhi beberapa persyaratan kelayakan suatu kerjasama, baik secara hukum, ekonomi dan sosial .

Untuk kerjasama Dir, KSP dengan Badan Usaha (Kontraktor) antara lain mencakup persyaratan :1. Kegiatan yang akan dikerjasamakan harus mendukung penyelenggaraan pemerintah

nasional dan daerah serta mendukung pemberdayaan masyarakat.2. Memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang melakukan kerjasama.

| 22

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

3. Apabila dalam pelaksanaan kerjasama membebani keuangan negara perlu mendapat persetujuan DPR dan apabila dalam waktu 90 hari kerja sejak tanggal diterbitkan surat tidak mendapat jawaban, dinyatakan telah memberikan persetujuan .

4. Pihak yang akan melakukan kerjasama dinilai sehat oleh Tim Kerjasama.5. Pihak yang akan kerjasama mempunyai kepastian hukum.6. Dalam menyusun perjanjian yang mengikat pemerintah agar berpedoman kepada

peraturan perundangan yang berlaku.7. Kerjasama yang akan dilaksanakan tidak bersifat politis dan tidak bernuansa KKN8. Apabila kerjasama yang akan dilakukan berupa peningkatan tenaga kerja di bidang

kontruksi maka perlu memperhatikan persyaratan lain seperti :a. Peraturan perundangan atau surat keterangan memeliki keweangan dalam

menerbitkan sertifikat untuk tenega kerja bidang konstruksi. b. Memiliki sistem uji kompetensi yang telah distandarisai secara nasional maupun

internasional.c. Penerbitan lembar sertifikat sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti jenis

kertas, logo, cap dan tanda tangan.

E. Tahapan Pelaksanaan Kerjasama dengan Pihak Badan Usaha (Kontraktor)1. Pelaksanaan kerjasama antara Dir KSP dengan Badan Usaha (Kontraktor) bersama-

sama membuat kontrak kerja yang mengikat sesuai dengan lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh pihak Badan Usaha (Kontraktor).

2. Bentuk kontrak kerjasama dapat mengambil salah satu metode yang prinsipnya dapat dijalankan dengan mudah dan saling menguntungkan antara pemerintah dengan Badan Usaha (Kontrakttor).

3. Menetapkan lingkup wilayah kerja program sertifikasi tenaga kerja dibidang jkasa konstruksi di seluruh propinsi yang memiliki Balai .

4. Badan Usaha (Kontraktor) melaksanakan tugas sesuai dengan lingkup kerja yang telah disepakati dan dimuat dalam kontrak kerja.

5. Badan Usaha (Kontraktor) Melaporkan hasil kerja sama dan keuangan kepada dir KSP.

F. Penyelesaian Perselisihan KerjasamaDalam tahap pelaksanaan kerjasama, tidak tertutup kemungkinan terjadi perselisihan antara pihak-pihak yang bekerjasama.

Jika hal ini terjadi maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam kontrak kerjasama dan dapat dilakukan dengan :1. Musyawarah antar pihak yang bekerjasama

| 23

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Dalam hal ini kedua belah pihak saling bermusyawarah untuk mencapai kata mufakat terhadap persolan yang dipersengketakan, sehingga keduanya merasa puas atas hasil musyawarah tersebut

2. Mediasi ADR (Alternatif Disputes Resolution)Menangani perselisihan dilakukan melalui penyelesaian damai dipimpin oleh seorang Mediator, cara ini akan efektif kalau para pihak mempunyai keinginan untuk menyelesaikan perselisihan dengan damai tanpa melibatkan Peradilan Umum. Jika ada pihak yang tidak mempunyai itikad baik dan tidak mau melaksanakan putusan perdamaian yang dilakukan mediator, maka hal ini tidak akan efektif sehingga perselisihan pokok tetap berjalan.

3. Peradilan UmumPenyelesaian perselisihan melalui Badan Peradilan Umum adalah sarana dan alternatif terakhir dalam upaya penyelesian sengketa. Kelebihan lembaga Peradilan Umum adalah tata caranya simple dan sudah umum diketahui oleh banyak pihak.

G. Pembinaan dan PengawasanUntuk mengawasi jalannya kerjasama dengan pihak Badan Usaha (Kontraktor) agar sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukannya perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan. sehingga dapat menilai akuntabilitas dan kinerja kerjasama, pihak dir KSP melakukan :1. Pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama dengan Badan Usaha (Kontraktor)

dalam melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi2. Bersama sama dengan Badan Usaha (Kontraktor) Nasional melakukan pembinaan

dan pengawasan Badan Usaha (Kontrator) daerah dan Balai untuk mendukung akuntabilitas dan transparansi dalam melakukan uji kompetensi dan sertifikasi.

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap peserta latih TOT pada saat proses pelatihan dalam menjamin kualitas TOT.

4. Pembinaan dan pengawasan kepada instruktur/traner dalam menjamin pelaksnaan pelatihan tenaga terampil di bidang jasa kontruksi sesuai dengan stndar kompetensi. .

H. Evaluasi KerjasamaEvaluasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menilai kinerja dari kemitraan, hak, dan kewajiban masing-masing pihak. Evaluasi yang dilakukan oleh Dir KSP untuk melihat kecocokan (manfaat) hasil kerjasama (kinerja) dengan perjanjian yang telah disepakati / kewajiban yang bekerjasama.

| 24

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Mengacu pada Perjanjian Kerjasama yang telah disepakati dan apabila ada ketidak sesuaian dalam pelaksanaannya maka para pihak dapat menghentikan/membatalkan/ mengalihkan perjanjian kerjasama.

4.3. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan Lembaga Pendidikan di Bidang Jasa Konstruksi

A. Manfaat Kerjasama dengan Perguruan TinggiUntuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di bidang jasa kontruksi, pemerintah bekerjasama dengan Lembaga Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma dan Perguruan Tinggi) melalukan uji kompetensi dan penerbitan sertifikat. Dalam kerjasamanya kedua pihak sepakat akan meningkatkan kualitas tenaga kerja jasa konstruksi bersifat pemberdayaan. Dimana pemberdayaan tersebut diujudkan dalam bentuk penguatan tenagag kerja di bidang konstruksi dengan memberi label sertifikat yang berlaku secara nasional maupun international. Manfaat yang diperoleh dari kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma dan Perguruan Tinggi) adalah :

1. Membantu Pemerintah dalam penyedian tenaga kerja jasa konstruksi yang handal, berkuakitas dan punya daya saing di tingkat lokal, nasional maupun international.

2. Memperlancar target pemenuhan rencana ketersedian tenaga kerja bersertifikat di bidang konstruksi berbagai tingkatan.

3. Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma dan Perguruan Tinggi) mampu memperlancar terwujudnya tenaga terampil lokal secara serentak dan merata di seluruh wilayah Indoensia.

4. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya dan potensi yang ada di daerah masing-masing dalam upaya melanjutkan serta mengembangkan usaha.

5. Meningkatkan kemampuan masing-masing daerah dalam menstimulasi mobilitas tenaga terampil di bidang jasa konstruksi, dan memperoleh manfaat dari tenaga terampil yang tersedia, serta sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja terampil di bidang jasa konstruksi.

B. Ruang LingkupLingkup Kesepakatan Kerjasama dengan Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma dan Perguruan Tinggi) ini mencakup :1. Dirjen Bina Konstruksi melalui Balai menyusunan Program Pelatihan,

Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;

| 25

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

2. Dirjen Bina Konstrksi melalui Balai mersiapan Materi Pelatihan, Pembekalan, Bimbingan Teknis/Sertifikasi;

3. Lembaga Pendidikan membantu Dirjen Bina Konstruksi melalui Balai mempersiapkan program pembekalan/bibingan teknis.

4. Dirjen Bina Konstruksi melalui Balai mempersiapkan tim Instruktur, tim Asesor dan Lembaga pemberi sertifikasi;

5. Lembaga Pendidikan mempersiapkan calon Peserta;6. Lembaga pendidikan mempersiapkan tempat Pelaksanaan Pelatihan (training

workshop)/Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;7. Lembaga pendidikan membantu melaksanakan uji kompetensi;8. Lembaga pendidikan membantu menyusunan Laporan Pelakanaan Pelatihan,

Pembekalan/Bimbingan Teknis/Sertifikasi;9. Lembaga pendidikan mambantu Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan, Pembekalan/

Bimbingan Teknis/Sertifikasi;10. Lembaga pendidikan membantu menyiapkan Tenaga Teknik Bidang Konstruksi

Bersertifikat untuk kebutuhan dalam dan luar negeri;

C. Bentuk KerjasamaBentuk kerjasama dengan Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma dan Perguruan Tinggi) pada prinsipnya adalah membantu kelancaran kerjasama dan saling menguntungkan antara kedua pihak. Pilihan bentuk kerjasama didasarkan pada model kerjasama yang lazim sesuai peraturan yang berlaku dan secara legal formal tidak berpotensi memunculkan masalah. Pilihan model kerjasama merupakan hasil kesepakatan bersama antara kedua pihak antara pemerintah Dir. Dit KSP dengan LPJK yang tertuang dalam kontrak kerjasama.

D. Persyaratan Kerjasama dengan Pihak Lembaga PendidikanPelaksanaan Kerjasama antara Dir KSP dengan Pihak Lembaga Pendidikan dapat diprioritaskan untuk dilaksanakan apabila memenuhi beberapa persyaratan kelayakan suatu kerjasama, baik secara hukum, ekonomi dan sosial .

Untuk kerjasama Dir KSP dengan Lembaga Pendidikan antara lain mencakup persyaratan:

1. Kegiatan yang akan dikerjasamakan harus mendukung penyelenggaraan pemerintah nasional dan daerah serta mendukung pemberdayaan masyarakat.

2. Memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang melakukan kerjasama.

| 26

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

3. Apabila dalam pelaksanaan kerjasama membebani keuangan negara perlu mendapat persetujuan DPR dan apabila dalam waktu 90 hari kerja sejak tanggal diterbitkan surat tidak mendapat jawaban, dinyatakan telah memberikan persetujuan .

4. Pihak yang akan melakukan kerjasama dinilai sehat oleh Tim Kerjasama.5. Pihak yang akan kerjasama mempunyai kepastian hukum.6. Dalam menyusun perjanjian yang mengikat pemerintah agar berpedoman kepada

peraturan perundangan yang berlaku.7. Kerjasama yang akan dilaksanakan tidak bersifat politis dan tidak bernuansa KKN8. Apabila kerjasama yang akan dilakukan berupa peningkatan tenaga kerja di bidang

kontruksi maka perlu memperhatikan persyaratan lain seperti :a. Peraturan perundangan atau surat keterangan memeliki keweangan dalam

menerbitkan sertifikat untuk tenega kerja bidang konstruksi. b. Memiliki sistem uji kompetensi yang telah distandarisai secara nasional maupun

internasional.c. Penerbitan lembar sertifikat sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti jenis

kertas, logo, cap dan tanda tangan.

E. Tahapan Pelaksanaan Kerjasama dengan Pihak Lembaga Pendidikan1. Pelaksanaan kerjasama antara Dir KSP dengan lembaga Pendidikan bersama-sama

membuat kontrak kerja yang mengikat sesuai dengan lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh pihak lembaga pendidikan.

2. Bentuk kontrak kerjasama dapat mengambil salah satu metode yang prinsipnya dapat dijalankan dengan mudah dan saling menguntungkan antara pemerintah dengan lembaga pendidikan.

3. Menetapkan lingkup wilayah kerja program sertifikasi tenaga kerja dibidang jkasa konstruksi di seluruh propinsi yang memiliki Balai .

4. Lembaga pendidikan melaksanakan tugas sesuai dengan lingkup kerja yang telah disepakati dan dimuat dalam kontrak kerja.

5. Lembaga pendidikan melaporkan hasil kerja sama dan keuangan kepada dir KSP.

F. Penyelesaian Perselisihan KerjasamaDalam tahap pelaksanaan kerjasama dengan lembaga Pendidikan, tidak tertutup kemungkinan terjadi perselisihan antara pihak-pihak yang bekerjasama.

Jika hal ini terjadi maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam kontrak kerjasama dan dapat dilakukan dengan :

1. Musyawarah antar pihak yang bekerjasama

| 27

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Dalam hal ini kedua belah pihak saling bermusyawarah untuk mencapai kata mufakat terhadap persolan yang dipersengketakan, sehingga keduanya merasa puas atas hasil musyawarah tersebut

2. Mediasi ADR (Alternatif Disputes Resolution)

Menangani perselisihan dilakukan melalui penyelesaian damai dipimpin oleh seorang Mediator, cara ini akan efektif kalau para pihak mempunyai keinginan untuk menyelesaikan perselisihan dengan damai tanpa melibatkan Peradilan Umum. Jika ada pihak yang tidak mempunyai itikad baik dan tidak mau melaksanakan putusan perdamaian yang dilakukan mediator, maka hal ini tidak akan efektif sehingga perselisihan pokok tetap berjalan.

3. Peradilan Umum

Penyelesaian perselisihan melalui Badan Peradilan Umum adalah sarana dan alternatif terakhir dalam upaya penyelesian sengketa. Kelebihan lembaga Peradilan Umum adalah tata caranya simple dan sudah umum diketahui oleh banyak pihak.

G. Pembinaan dan PengawasanUntuk mengawasi jalannya kerjasama agar sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukannya perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan. sehingga dapat menilai akuntabilitas dan kinerja kerjasama, pihak dir KSP melakukan :1. Pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama dengan lembaga pendidikan dalam

melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi2. Pembinaan dan pengawasan terhadap peserta latih TOT pada saat proses pelatihan

dalam menjamin kualitas TOT.4. Pembinaan dan pengawasan kepada instruktur/traner dalam menjamin pelaksnaan

pelatihan tenaga terampil di bidang jasa kontruksi sesuai dengan stndar kompetensi. .

H. Evaluasi KerjasamaEvaluasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menilai kinerja dari kemitraan, hak, dan kewajiban masing-masing pihak. Evaluasi yang dilakukan oleh Dir KSP untuk melihat kecocokan (manfaat) hasil kerjasama (kinerja) dengan perjanjian yang telah disepakati / kewajiban yang bekerjasama.

Mengacu pada Perjanjian Kerjasama yang telah disepakati dan apabila ada ketidak sesuaian dalam pelaksanaannya maka para pihak dapat menghentikan/membatalkan/ mengalihkan perjanjian kerjasama.

| 28

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

4.4. Rancangan Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan dengan LPJK dalam Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Jasa Konstruksi

A. Manfaat Kerjasama dengan LPJKUntuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di bidang jasa kontrsuksi, pemerintah bekerjasama dengan LPJK melalukan uji kompetensi dan penerbitan sertifikat. Dalam kerjasamanya kedua pihak sepakat akan meningkatkan kualitas tenaga kerja jasa konstruksi bersifat pemberdayaan. Dimana pemberdayaan tersebut diujudkan dalam bentuk penguatan tenagag kerja di bidang konstruksi dengan memberi label sertifikat yang berlaku secara nasional maupun international. Manfaat yang diperoleh dari kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan LPJK adalah :

1. Membantu Pemerintah dalam penyedian tenaga kerja jasa konstruksi yang handal, berkuakitas dan punya daya saing di tingkat lokal, nasional maupun international.

2. Memperlancar target pemenuhan rencana ketersedian tenaga kerja bersertifikat di bidang konstruksi berbagai tingkatan.

3. Kelembagaan LPJK di tingkat daerah mampu memperlancar terujudnya tenaga terampil lokal secara serentak dan merata di seluruh wilayah Indoensia.

4. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya dan potensi yang ada di daerah masing-masing dalam upaya melanjutkan serta mengembangkan usaha.

5. Meningkatkan kemampuan masing-masing daerah dalam menstimulasi mobilitas tenaga terampil di bidang jasa konstruksi, dan memperoleh manfaat dari tenaga terampil yang tersedia, serta sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja terampil di bidang jasa konstruksi.

B. Ruang Lingkup KerjasamaLingkup kerjasma dengan pihak LPJK disesuaikan dengan kewenangan LPJK dalam bidang pengembangan jasa konstruksi adalah menerbitkan sertifikat untuk tenaga jasa bidang konstruksi di berbagai tingkatan sesuai standar kompetensi.

Secara rinci ruang lingkup kerjasama ini adalah : 1. LPJK menyusun uji kompetensi bagi tenaga instruktur/trainer di tingkat Provinsi.2. LPJK menususn uji kompetensi untuk tenaga terampil di bidang jasa konstrsuksi

sesuai dengan jenis standar kompetensi.3. Bersama dengan Balai melakukan monitoring dan menilai jalannnya pelatihan

Instruktur/trainer TOT di tingkat Provinsi. 4. Bersama dengan Instruktur/trainer melakukan monitoring dan menilai jalanya

pelatihan tenaga terampil dalam berbagai metode pelatihan. 5. Menerbitkan sertifikat untuk trainer/instruktur setelah dinyatakan lulus sebagai

tranier/instruktur TOT.

| 29

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

6. Menerbitkan sertifikat untuk tenaga terampil di bidang jasa konstruksi setelah dinyatakan lulus sesuai dengan standar kompetensi.

7. Melaporkan kepada pihak Dir KSP tentang jumlah trainer /intruktur yang bersertifikat, serta jumlah dan jenis tenaga terampil yang telah disertifikasi.

C. Bentuk KerjasamaBentuk kerjasama pada prinsipnya adalah membantu kelancaran kerjasama dan saling menguntungkan antara kedua pihak. Pilihan bentuk kerjasama didasarkan pada model kerjasama yang lazim sesuai peraturan yang berlaku dan secara legal formal tidak berpotensi memunculkan masalah. Pilihan model kerjasama merupakan hasil kesepakatan bersama antara kedua pihak antara pemerintah Dir.Dit KSP dengan LPJK yang tertuang dalam kontrak kerjasama.

D. Persyaratan Kerjasama dengan Pihak LPJKPelaksanaan Kerjasama antara Dir KSP dengan Pihak LPJK dapat diprioritaskan untuk dilaksanakan apabila memenuhi beberapa persyaratan kelayakan suatu kerjasama, baik secara hukum, ekonomi dan sosial.

Untuk kerjasama Dir, KSP dengan LPJK antara lain mencakup persyaratan :9. Kegiatan yang akan dikerjasamakan harus mendukung

penyelenggaraan pemerintah nasional dan daerah serta mendukung pemberdayaan masyarakat.

10. Memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang melakukan kerjasama.

11. Apabila dalam pelaksanaan kerjasama membebani keuangan negara perlu mendapat persetujuan DPR dan apabila dalam waktu 90 hari kerja sejak tanggal diterbitkan surat tidak mendapat jawaban, dinyatakan telah memberikan persetujuan.

12. Pihak yang akan melakukan kerjasama dinilai sehat oleh Tim Kerjasama.13. Pihak yang akan kerjasama mempunyai kepastian hukum.14. Dalam menyusun perjanjian yang mengikat pemerintah agar

berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku.15. Kerjasama yang akan dilaksanakan tidak bersifat politis dan tidak

bernuansa KKN16. Apabila kerjasama yang akan dilakukan berupa peningkatan tenaga

kerja di bidang kontruksi maka perlu memperhatikan persyaratan lain seperti :

d. Peraturan perundangan atau surat keterangan memeliki keweangan dalam menerbitkan sertifikat untuk tenega kerja bidang konstruksi.

| 30

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

e. Memiliki sistem uji kompetensi yang telah distandarisai secara nasional maupun internasional.

f. Penerbitan lembar sertifikat sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti jenis kertas, logo, cap dan tanda tangan.

E. Tahapan Pelaksanaan Kerjasama dengan Pihak LPJK6. Pelaksanaan kerjasama antara Dir KSP dengan lembaga LPJK bersama-sama

membuat kontrak kerja yang mengikat sesuai dengan lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh pihak LPJK.

7. Bentuk kontrak kerjasama dapat mengambil salah satu metode yang prinsipnya dapat dijalankan dengan mudah dan saling menguntungkan antara pemerintah dengan LPJK.

8. Menetapkan lingkup wilayah kerja program sertifikasi tenaga kerja dibidang jkasa konstruksi di seluruh Provinsi yang memiliki Balai.

9. LPJK melaksanakan tugas sesuai dengan lingkup kerja yang telah disepakati dan dimuat dalam kontrak kerja.

10. LPJK Melaporkan hasil kerja sama dan keuangan kepada dir KSP.

F. Penyelesaian Perselisihan KerjasamaDalam tahap pelaksanaan kerjasama, tidak tertutup kemungkinan terjadi perselisihan antara pihak-pihak yang bekerjasama.

Jika hal ini terjadi maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam kontrak kerjasama dan dapat dilakukan dengan :1. Musyawarah antar pihak yang bekerjasama

Dalam hal ini kedua belah pihak saling bermusyawarah untuk mencapai kata mufakat terhadap persolan yang dipersengketakan, sehingga keduanya merasa puas atas hasil musyawarah tersebut

2. Mediasi ADR (Alternatif Disputes Resolution)Menangani perselisihan dilakukan melalui penyelesaian damai dipimpin oleh seorang Mediator, cara ini akan efektif kalau para pihak mempunyai keinginan untuk menyelesaikan perselisihan dengan damai tanpa melibatkan Peradilan Umum. Jika ada pihak yang tidak mempunyai itikad baik dan tidak mau melaksanakan putusan perdamaian yang dilakukan mediator, maka hal ini tidak akan efektif sehingga perselisihan pokok tetap berjalan.

3. Peradilan Umum

| 31

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Penyelesaian perselisihan melalui Badan Peradilan Umum adalah sarana dan alternatif terakhir dalam upaya penyelesian sengketa. Kelebihan lembaga Peradilan Umum adalah tata caranya simple dan sudah umum diketahui oleh banyak pihak.

G. Pembinaan dan PengawasanUntuk mengawasi jalannya kerjasama agar sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukannya perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan. sehingga dapat menilai akuntabilitas dan kinerja kerjasama, pihak dir KSP melakukan :1. Pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama dengan LPJK dalam melaksanakan uji

kompetensi dan sertifikasi2. Bersama sama dengan LPJK Nasional melakukan pembinaan dan pengawasan LPJK

daerah dan Balai untuk mendukung akuntabilitas dan transparansi dalam melakukan uji kompetensi dan sertifikasi..

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap peserta latih TOT pada saat proses pelatihan dalammenjamin kualitas TOT.

4. Pembinaan dan pengawasan kepada instruktur/traner dalam menjamin pelaksnaan pelatihan tenaga terampil di bidang jasa kontruksi sesuai dengan stndar kompetensi..

H. Evaluasi KerjasamaEvaluasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menilai kinerja dari kemitraan, hak, dan kewajiban masing-masing pihak. Evaluasi yang dilakukan oleh Dir KSP untuk melihat kecocokan (manfaat) hasil kerjasama (kinerja) dengan perjanjian yang telah disepakati / kewajiban yang bekerjasama.

Mengacu pada Perjanjian Kerjasama yang telah disepakati dan apabila ada ketidak sesuaian dalam pelaksanaannya maka para pihak dapat menghentikan/membatalkan/ mengalihkan perjanjian kerjasama.

4.5. Pedoman Kerjasama dan Pemberdayaan untuk Masyarakat Melalui Pelatihan Mandiri

A. Target dan sasaran : 1) Masyarakat yang bekerja di bidang jasa konstruksi, dalam hal ini tenaga tukang

sebagai sasaran utama sebagai yang dilatih dan kemudian diberi sertifikat terampil.2) Pihak yang bekerjasama adalah satker dinas kabpuaten/kota dengan intrukstur dan

mandor pendamping, Balai dan LPJK pihak lain yang melakukan uji kompetensi dan sertifikasi.

B. Trainer dan pendamping :

| 32

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

1) Trainer ini diambil dari hasil TOT di tingkat propinsi (balai) yang sudah mendapat sertifikat instruktur/pelatih.

2) Pendamping adalah mandor tukang yang telah dilatih secara TOT oleh Instruktur/ trainer di tingkat kabupaten.

C. Tahap kerjasama :1) Satker Dinas kabupaten/kota dengan instruktur/trainer dan mandor membuat

kesepakatan dalam bentuk kontrak. Kontrak kerja yang diberikan kepada Instruktur/ traner dan mandor selaku pendamping adalah pencetakan tenaga tukang terampil yang layak untuk diberi sertifikat.

2) Satker dinas Kabupaten/kota bersama trainer dan mandor melakukan sosialisasi program peningktan sumberdaya tenaga terampil di bidang jasa konstruksi.

3) Penyiapan proposal yang diajukan oleh trainer/mandor kepada satjer dinas daerah kabupaten/kota yang berisi : a) Usulan proyek pembangunan fisik yang nanatinya diapakai wadah untuk OJTb) Calon tukang yang disediakan minimal berjumlah 5 orang c) rencana kerja muali persiapan berupa penyediaan tempat OJT, peraltan dan

biaya yang dibutuhkan, metode pelatihan dan pendampingan, dan rencana uji kompetensi.

D. Pelaksanaan Pelatihan OJT1) Perisapan kerja berupa pengenalan APD, pengenalan potensi bahaya, etika kerja, cara

membuat laporan hasil kerja.2) Material dan peralatan yaitu bahan material dan peralatan yang dibutuhkan 3) Lokasi kerja berdasarkan gambar kerja dan lokasi penugasan kerja4) Pelaksanaan kerja materi pelatihan dan tahapan disesuaikan dengan bidang dengan

mengacu pada modul setiap bidang.

E. Uji kompetensi 1) Dalam uji komptensi ini dilakukan pihak yang memiliki kemampuan, dalam hal ini

Balai memiliki keweangan dalam melakukan uji kompetensi, selain itu pemerintah telah membuat kesepakatan kerjasama dengan lembaga LPJK untuk melakukan uji komptensi dan penerbitan sertifikat

2) Uji kompetensi dilakukan sesuai dengan standar uji kompetensi tenaga termapil jasa kontruksi sesuai dengan jenis bidangnya.

F. Pelaporan pendampingan

| 33

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Laporan disusun sesuai dengan proposal yang diajukan, kemudian setiap minggu pihak Intruktur/mandor pendamping membuat laporan kemajuan, laporan keuangan dan hasil pendampingan kepada Satker Dinas kabupaten/kota

| 34

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB VMONITORIG DAN EVALUASI

5.1. Prosedur Monitoring dan Evaluasi

Keberhasilan suatu program kerjasama dapat dilihat dari kesesuaian antara perencanaan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai sesuai tujuan utama program. Untuk dapat mengetahui capaian program dan menyusun tingkat keberhasilan pelaksanaan program perlu disusun suatu instrumen monitoring dan evaluasi sebagai alat ukur.

Instrumen MONEV ini harus disusun sebagai langkah awal dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring ditujukan untuk memperoleh fakta, data dan informasi tentang pelaksanaan kegiatan serta untuk melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan indikator-indikator yang telah direncanakan. Temuan dari hasil monitoring akan menjadi dasar untuk menilai hasil pelaksanaan kegiatan.

Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program kerjasama yang dibuat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya sesuai dengan perencanaan dan indikator keluaran, adakah hambatan yang terjadi dan bagaimana para pelaksana program kerjasama mampu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap kegiatan yang sedang berlangsung merupakan langkah pengendalian yang baik dalam penentuan keberhasilan pelaksanaan suatu kerjasama.

Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk: Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan tentang kegiatan yang

dilaksanakan; Mendapatkan gambaran tentang capaian program; Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan

selama kegiatan; Menyajikan fakta dan nilai yang perlu diperhatikan

Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan monitoring karena informasi yang dihasilkan dari kegiatan monitoring dijadikan dasar untuk menilai pelaksanaan kegiatan. Evaluasi diarahkan untuk mengukur capaian dan mengontrol arah pelaksanaan kegiatan.

Secara lebih terperinci evaluasi bertujuan untuk: Menilai keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan; Menentukan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan program

| 35

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan; Memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program;

Media untuk menentukan arah program dan pendekatan yang tepat untuk mencapai sasaran dengan baik.

5.2. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sualu program kerjasama harus memenuhi mekanisme sebagai berikut:1) Berorientasi pada hasil (Result Based Monitoring).

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengukur hasil yang mg1n dicapai. Hasil monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan untuk perbaikan atau peningkatan program kerjasama secara substansi dan administrasi.

2) Mengacu pada kriteria keberhasilan.Monitoring dan evaluasi seharusnya dilaksanakan mengacu pada kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan dilakukan bersama antara para tim pelaksana monitoring dan evaluasi, para pelaksana program kerjasama, Kementerian/Lembaga terkait, badan usaha, dan lain sebagainya.

3) Mengacu pada asas manfaat.Monitoring dan evaluasi sudah seharusnya dilaksanakan dengan manfaat yang jelas. Manfaat tersebut adalah berupa saran, masukan atau rekomendasi untuk perbaikan program kerjasama di masa mendatang.

4) Dilakukan secara obyektif.Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif untuk melaporkan hasil temuannya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan.

Pelaksanaan kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kerjasama dan Pemberdayaan dilakukan dengan beberapa tahapan mekanisme berikut:1) Perencanaan

Menganalisa kesesuaian setiap usulan program kerjasama dengan stakeholder terkait dengan peraturan perundangan yang berlaku, meliputi kesesuaian dengan RPJM, tupoksi pengusul, kelengkapan dokumen yang disyaratkan, adanya dokumen perencanaan dan anggaran berupa Annual Work Plan (AWP), kelayakan usulan dan ketersediaan dana pendamping, kesesuaian program/kegiatan dengan indikator output.

2) Perikatan

| 36

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

Melakukan review dan pencermatan terhadap dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak apakah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan apakah isi dokumen dapat menghasilkan manfaat bagi kedua belah pihak dan meminimalisir dampak-dampak negatif di masa yang akan datang.

3) Persiapan dan PerencanaanBerdasarkan perikatan yang telah disepakati, para pelaksana memahami dan mencermati butir-butir perjanjian sebagai landasan pelaksanaan kegiatan. Pada tahapan ini dilakukan pengecekan apakah ada koordinasi dan konsultasi antar stakeholder dalam menyusun pengorganisasian kegiatan, pembagian tugas dan wewenang dan penyusunan rencana kerja yang jelas antar pelaksana dan terjadi pembagian kerja yang pasti dan jelas.

4) PelaksanaanTahapan ini untuk mengetahui: Ketersediaan SDM dalam mengelola program kerjasama. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan dokumen perencanaan yang telah

disepakati bersama.5) Monitoring dan Evaluasi

Tahapan ini untuk mengetahui: Pelaksanaan fasilitasi kegiatan monitoring dan evaluasi oleh Komponen

Pelaksana dan Pemda. Keterlibatan K/L Teknis terkait dalam kegiatan monitoring & evaluasi. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara rutin dan terkoordinasi. Penyusunan dokumen pelaporan sebagai hasil monitoring dan evaluasi.

6) Identifikasi Masalah dan HambatanTahapan ini untuk mengetahui: Kendala dan hambatan yang dihadapi dan upaya-upaya yang dilakukan.

7) Pasca Program dan Tindak LanjutTahapan ini untuk m engetahu i: Keberhasilan program kerjasama dan manfaatnya bagi masyarakat. Kesesuaian hasil kerjasama yang dicapai dengan harapan Pemeriritah dan

masyarakat. Rencana tindak lanjut pasca program/keberlanjutan program. Inventarisasi dan pengelolaan aset sebagai hasil kerjasama.

| 37

Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama dan Pemberdayaan

BAB VIPELAPORAN

6.1. Alur dan Jenis Pelaporan

Adanya format baku pelaporan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemahaman pengisian format pelaporan tersebut oleh komponen pelaksana. Penyampaian pelaporan pelaksanaan program kerjasama secara triwulanan oleh

Komponen Pelaksana kepada pihak terkait kerjasama.

6.2. Database

Database dibuat untuk memberikan informasi kepada semua pihak , di tingkat pusat , propinsi dan kabupaten/kota, BU, LPJK, masyarakat dan selalu dilakukan pemutakhiran data setiap tri wulan. Informasi yang tertuang dalam data base adalah sebagai berikut:

a) Jumlah dan jenis peraturan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan oleh kementrian dan lembaga negara dalam rangka kerjasama dan pemberdayaan di bidang jasa konstruksi

b) Jumlah jenis lembaga sertifikasi yang terdaftar dan terakreditasi baik ditingkat di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota

c) Jumlah jenis lembaga sertifikasi yang terdaftar dan terakreditasi baik ditingkat di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota

d) Kompilasi jumlah tenaga trainer/instruktur yang dilatihe) Kompilasi Jumlah tenaga trainer/instruktur bersertifikatf) Kompilasi jumlah tenaga kerja terampil bersertifikasi berdasara standar kompetensig) Proyek pembangunan fisik nasional yang melibatkan tenaga kerja di bidang

konstruksi terampil bersertifikat h) Kompilasi Jumlah pelatihan TOT untuk tenaga trainer/instruktur i) Jumlah pelatihan mandiri setiap tahunnya j) Jumlah tenaga yang mengikuti pelatihan mandirik) Jumlah Tenaga kerja terampil yang dilatihl) Jumlah Tenaga kerja terampil yang dilatih dan bersertifikatm) Jumlah Tenaga kerja terampil sesuai dengan jenis standar kompetensi

| 38