draft paper pancasila

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup pasti mengalami siklus kehidupan yang diawali dengan proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri dengan kematian. Dalam proses tersebut, kematian memiliki misteri besar yang belum ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Secara umum, kematian adalah suatu topik yang ditakuti oleh publik. Namun, tidak demikian dalam kalangan medis dan kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat ditentukan tanggal kejadiannya. Membunuh bisa dilakukan secara legal, itulah euthanasia, pembunuhan yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan belum bisa diatasi dengan baik atau dicapainya kesepakatan yang diterima oleh berbagai pihak. Di satu pihak, tindakan euthanasia pada berbagai kasus dan keadaan memang diperlukan. Sementara di lain pihak, tindakan ini tidak diterima karena bertentangan dengan hukum, moral, dan agama. 1

Upload: khalimah-ganies

Post on 01-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Draft Paper Pancasila

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap makhluk hidup pasti mengalami siklus kehidupan yang diawali

dengan proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri

dengan kematian. Dalam proses tersebut, kematian memiliki misteri besar

yang belum ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Secara umum, kematian

adalah suatu topik yang ditakuti oleh publik. Namun, tidak demikian dalam

kalangan medis dan kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian

tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat

dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat ditentukan tanggal

kejadiannya. Membunuh bisa dilakukan secara legal, itulah euthanasia,

pembunuhan yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan belum bisa

diatasi dengan baik atau dicapainya kesepakatan yang diterima oleh berbagai

pihak. Di satu pihak, tindakan euthanasia pada berbagai kasus dan keadaan

memang diperlukan. Sementara di lain pihak, tindakan ini tidak diterima

karena bertentangan dengan hukum, moral, dan agama.

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi

penyakit yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan

merana dan sekarat. Dalam situasi demikian, tidak jarang pasien memohon

agar dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya

lagi atau di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga pasien

yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya

meminta kepada dokter atau perawat untuk tidak meneruskan pengobatan

atau bila perlu memberikan obat yang mempercepat kematian. Dari sinilah

istilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar terbebas

dari penderitaan atau mati secara baik.

1

Page 2: Draft Paper Pancasila

Dalam kasus tersebut, dilema muncul dan menempatkan dokter atau

perawat pada posisi yang serba sulit. Tenaga medis merupakan suatu profesi

yang mempunyai kode etik tersendiri sehingga mereka dituntut untuk

bertindak secara professional. Tenaga medis merasa mempunyai tanggung

jawab untuk membantu menyembuhkan penyakit pasien, sedangkan di pihak

lain, pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu juga

sudah sangat berubah. Dengan demikian, konsep kematian dalam dunia

kedokteran masa kini dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral,

hukum, dan kemampuan serta teknologi kesehatan yang sedemikian maju.

Sejauh ini, Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai

euthanasia dan hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan

yang menyetujui tentang euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang hal

tersebut. Pihak yang menyetujui tindakan euthanasia beralasan bahwa setiap

manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya

dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup mendukung,

yaitu alasan kemanusiaan. Dengan keadaan pasien yang tidak lagi

memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan

permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang

tidak memperbolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak

memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya karena masalah hidup dan mati

adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh

manusia. Secara umum, argumen pihak anti euthanasia adalah kita harus

mendukung seseorang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang

mengizinkan mereka untuk mati.

Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir karena sudut pandang yang

digunakan sangat bertolak belakang dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut

adalah masalah legalitas dari tindakan euthanasia.

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat

diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut, yaitu:

2

Page 3: Draft Paper Pancasila

1. Apa definisi Euthanasia?

2. Apa saja jenis-jenis Euthanasia?

3. Bagaimana Euthanasia dipandang dari segi etika, hukum, dan HAM?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pancasila mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dan diharapkan dapat

memenuhi tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan yang menyangkut masalah Euthanasia.

Secara terperinci, tujuan ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut,

yaitu:

1. Mengetahui definisi Euthanasia

2. Mengetahui jenis-jenis Euthanasia

3. Mengetahui permasalahan Euthanasia ditinjau dari segi etika, hukum,

dan HAM

D. Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan metode kepustakaan.

3

Page 4: Draft Paper Pancasila

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos.

Kata eu berarti baik, tanpa penderitaan  dan thanatos berarti mati. Secara

etimologis, euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka

dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk

menyebabkan kematian, akan tetapi untuk mengurangi atau meringankan

penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang

demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia

untuk mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak

menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya, dari segi kesusilaan dapat

dipertanggungjawabkan bila orang yang bersangkutan menghendakinya.

Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih

menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan. Dengan

demikian euthanasia dapat diartikan sebagai praktik pencabutan kehidupan

manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa

sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal. Sehingga, menurut

pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai

pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu

kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini

maknanya berkembang menjadi kematian atas dasar pilihan rasional

seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari euthanasia ini.

Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari kematian itu sendiri

telah menjadi kabur.

4

Page 5: Draft Paper Pancasila

B. Jenis-Jenis Euthanasia

Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya,

dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien, dan lain-lain. Secara

garis besar, euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia

aktif dan euthanasia pasif dan berdasarkan kondisi pasien, euthanasia dibagi

menjadi euthanasia volunteer dan euthanasia involunteer. Di bawah ini

dikemukakan beberapa jenis euthanasia, yaitu:

1. Euthanasia aktif

Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif

oleh dokter untuk mengakhiri hidup pasien yang dilakukan secara

medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang

bekerja cepat dan mematikan. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua

golongan, yaitu:

a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan

melalui tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung

mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan memberi tablet

sianida atau suntikan zat yang segera mematikan.

b. Euthanasia aktif tidak langsung, yaitu cara yang menunjukkan

bahwa tindakan medis yang dilakukan tidak akan langsung

mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan

tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut

oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.

2. Euthanasia pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau

mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk

mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan

meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.

3. Euthanasia volunter (Euthanasia secara sukarela)

Euthanasia jenis ini adalah penghentian tindakan pengobatan

atau mempercepat kematian atas permintaan sendiri. Adakalanya hal

5

Page 6: Draft Paper Pancasila

itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari pasien atau

bahkan bertentangan dengan pasien.

4. Euthanasia involunter (Euthanasia secara tidak sukarela)

Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan

pada pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk

menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap keluarga

pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan

pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.

C. Euthanasia Dipandang dari Segi Etika, Hukum, dan HAM

1. Euthanasia Dipandang dari Segi Etika

Suatu prinsip etika yang sangat mendasar adalah kita harus

menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghormatinya

dengan mutlak. Kita tidak boleh mengorbankan manusia kepada suatu

tujuan lain. Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai

‘kesucian kehidupan’ (The Sanctity of Life). Kehidupan manusia yang

suci harus selalu dihormati karena mempunyai nilai absolute.

Pada etika medis, tugas pokok para medis adalah memahami nilai-

nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan hidup, kesehatan, dan kematian

manusia. Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia,

sebab profesi ini bertujuan untuk menyembuhkan dan bukan untuk

merusak kehidupan. Sumpah Hipokrates yang kemudian menjadi sumpah

seluruh dokter di dunia jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan

memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai

hal ini kepada mereka yang memintanya.”

Dalam Pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang

Kewajiban Dokter kepada Pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Dengan demikian, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang

yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan

sembuh lagi. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan

6

Page 7: Draft Paper Pancasila

meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal dengan

hakikat itu.

Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan nomor: 434/Men.Kes/SK/X/1983 juga telah disebutkan pada

Pasal 10: “Setiap Dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya

melindungi hidup makhluk insani”. Sehingga dokter yang melakukan

tindakan euthanasia (khususnya euthanasia aktif) bisa diberhentikan dari

jabatannya karena melanggar kode etik tersebut.

Selain itu, di dalam Kode Etik Apoteker Bab II Pasal 9 telah

disebutkan bahwa, “Seorang Apoteker dalam melakukan praktik

kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati

hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.”

2. Euthanasia Dipandang dari Segi Hukum

Berdasarkan hukum di Indonesia, maka euthanasia adalah sesuatu

perbuatan yang melawan hukum. Hal ini dapat dilihat pada peraturan

perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa, "Barang siapa

menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang

disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara

selama-lamanya 12 tahun". Bunyi pasal ini juga dikuatkan oleh pasal-

pasal KUHP yang lain seperti Pasal 338, 340, 345, dan 359 yang secara

isinya dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam menjelaskan

perbuatan euthanasia dari sudut pandang hukum di Indonesia. Dengan

demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak

mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Farid

Anfasal Moeloek, dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah

Tempo, Selasa, 5 Oktober 2004, menyatakan bahwa Eutanasia atau

‘pembunuhan tanpa penderitaan’ hingga saat ini belum dapat diterima

dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.

7

Page 8: Draft Paper Pancasila

Ketua IDI juga menambahkan, "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai

dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang

masih berlaku yakni KUHP”.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat

dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan

sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana

yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif tedapat pada Pasal 344

KUHP. Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun

terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga

pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman

hukuman ini harus dihadapinya.

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, ada

beberapa pasal yang menyebutkan mengenai hal tersebut, yaitu:

Pasal 338 KUHP

“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,

dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya

lima belas tahun.”

Pasal 340 KUHP

“Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan

direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara

selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua

puluh tahun.”

Pasal 359 KUHP

“Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang

dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan

selama-lamanya satu tahun.”

Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum

yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi

kasus euthanasia, yaitu:

8

Page 9: Draft Paper Pancasila

Pasal 345 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk

membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau

memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara

selama-lamanya empat tahun.”

Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap

nyawa manusia dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita mengerti

bahwa sebenarnya pembentuk undang-undang pada saat itu (zaman

Hindia Belanda) telah menganggap bahwa nyawa manusia sebagai

miliknya yang paling berharga. Oleh sebab itu, setiap perbuatan  apapun

motif dan macamnya sepanjang perbuatan tersebut mengancam

keamanan dan keselamatan nyawa manusia akan dianggap sebagai suatu

kejahatan yang besar oleh negara.

Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan

agama, ras, warna kulit dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan

nyawa manusia Indonesia dijamin oleh undang-undang. Demikian halnya

terhadap masalah euthanasia ini.

3. Euthanasia Dipandang dari Segi Hak Asasi Manusia (HAM)

Euthanasia erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu

hak dasar yang dimiliki sejak lahir. Pengertian HAM sendiri beragam,

antara lain:

1. Menurut PBB, HAM adalah hak yang secara kodrati melekat

pada manusia, yang apabila tidak ada, kita tidak akan hidup

sebagai manusia.

2. Menurut Miriam Budiardjo, HAM adalah hak asasi yang

dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersama

dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan

masyarakat.

3. Menurut Pasal 1 Angka 1 UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM,

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

9

Page 10: Draft Paper Pancasila

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat.

Salah satu dari isi HAM adalah menyangkut hak hidup. Di sini

Euthanasia dianggap melanggar HAM, sebab bertentangan dengan hak

hidup manusia karena dengan sengaja memperpendek kehidupan

seseorang. Namun, dalam beberapa hal euthanasia juga dianggap sebagai

perwujudan dari hak untuk menentukan diri sendiri. Dari sinilah mulai

muncul pertikaian-pertikaian pendapat mengenai legal tidaknya

euthanasia di suatu negara.

Dengan adanya Declaration of Human Rights, hanya ada hak untuk

hidup. Hak untuk hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang

paling mendasar dan melekat pada diri manusia secara kodrat, berlaku

universal dan bersifat abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,

tetapi hak untuk mati belum ada pengaturannya, karena itulah euthanasia

merupakan suatu tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia dan

bertentangan dengan asas ketuhanan.

Pada prinsipnya, hak untuk hidup merupakan hak fundamental atau

hak asasi dari setiap manusia. Konstitusi kita yakni UUD 1945

melindungi hak untuk hidup ini dalam Pasal 28A UUD 1945 yang

menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Selain itu, pelaksanaan

HAM tidak bebas secara mutlak karena dibatasi dengan kewajiban dan

HAM orang lain.

10

Page 11: Draft Paper Pancasila

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Euthanasia bukan untuk menyebabkan kematian, akan tetapi untuk

mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang

menghadapi kematiannya.

b. Secara garis besar, Euthanasia dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu

euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia volunteer dan

euthanasia involunteer.

c. Dari segi etika, euthanasia dinilai bertentangan dengan prinsip etika

yaitu kehidupan manusia yang suci harus selalu dihormati karena

mempunyai nilai absolute.

d. Dari segi hukum, euthanasia dinilai sebagai suatu perbuatan yang

melawan hukum karena bertentangan dengan pasal 338, 340, 344,

345 dan 359 KUHP.

e. Dari segi HAM, euthanasia tidak bisa diterima karena hanya ada hak

untuk hidup dan tidak ada hak untuk mati, serta pelaksanaan HAM

tidak bersifat bebas secara mutlak.

B. Saran

Seperti yang telah disebutkan, bahwa tenaga medis sebisa mungkin

tidak melakukan euthanasia karena perbuatan tesebut termasuk

pembunuhan dan sesungguhnya yang berhak mengabil nyawa seseorang

hanyalah Tuhan YME bukan kita para manusia.

11

Page 12: Draft Paper Pancasila

DAFTAR PUSTAKA

Bara, Satria. 2012. Euthanasia. http://satriabara.blogspot.com. Rabu, 12

September 2012 jam 18.47 WIB.

Diah. 2011. Euthanasia. http://buhajikesehatan.blogspot.com. Rabu, 12 September

2012 jam 19.04 WIB.

Jusuf, Hanafiah. 2005. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta.

Latiffah, Ummu. 2011. Makalah Euthanasia. http://belajarsukes.blogspot.com. Rabu,

12 September 2012 jam 18.40 WIB.

Murtadlo, Ahmad Ashim. 2011. Makalah Euthanasia.

http://ashimmurtadlo.blogspot.com. Rabu, 12 September 2012 jam 19.00

WIB.

Octo. 2011. Etika Euthanasia. http://ligutfer27octo1991.blogspot.com. Rabu, 12

September 2012 jam 18.33 WIB.

12