draf naskah akademik raqan aceh tentang sistem informasi ... · berdasarkan ketentuan umum uu kip...
TRANSCRIPT
DRAF
NASKAH AKADEMIK RAQAN ACEH
TENTANG
SISTEM INFORMASI ACEH TERPADU
DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN PERSANDIAN ACEH
TAHUN 2018
DRAFT
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN QANUN (RAQAN) ACEH
TENTANG SISTEM INFORMASI ACEH TERPADU
TIM PENYUSUN :
Amrizal J. Prang
Afrizal Tjoetra
Ghufron Ibnu Yasa
Miswar Fuady
Halimuddin
T. Zulfikar
Hendri Dermawan
Cut Samsiar Hanum
Zalsufran
DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN PERSANDIAN ACEH
TAHUN 2018
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 9
1.3 Maksud dan Tujuan 9
1.4 Metodologi Penelitian 10
1.5 Sistematikan Penulisan 11
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 12
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
18
BAB IV LANDASAN KEISLAMAN, FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN
YURIDIS
25
4.1. Landasan Keislaman 25
4.2. Landasan Filosofis 29
4.3. Landasan Sosiologis 30
4.4. Landasan Yuridis 31
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN QANUN
33
BAB VI PENUTUP 40
DAFTAR PUSTAKA 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Aceh merupakan salah satu badan publik negara sebagaimana
ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP). Pemerintah Aceh diamanatkan untuk memberikan pelayanan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan bertujuan untuk mensejahterakan,
menjaga perdamaian hingga tercapai kemandirian ekonomi dan politik
sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang secara transparan dan
akuntabel, Pemerintah Aceh perlu menyelenggarakan pemenuhan hak atas
informasi bagi publik. Asas pelayanan publik ini mengatur bahwa setiap informasi
publik di Aceh bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi
dan data. Informasi dan data publik harus dapat diperoleh dan diakses oleh
masyarakat dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dinyatakan bahwa perencanaan
pembangunan sebagai satu kesatuan tata cara untuk menghasilkan rencana-
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat
dan daerah.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mempunyai tujuan yang sangat
luas, yaitu untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar
waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah, menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
2
pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan1.
Dijelaskan pula tentang pendekatan-pendekatan dalam proses perencanaan2,
yaitu:
a. Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan presiden/kepala daerah
adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat memilih menentukan
pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan
masing-masing calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu rencana
pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang
ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah.
b. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan
menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan
kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
c. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan
semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka
adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
d. Sedangkan pendekatan atas-bawah/top-down dan bawah-atas/bottom-up
dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana
hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah
yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa.
Untuk menghasilkan perencanaan pembangunan yang baik, diperlukan
data yang akurat dan valid. Berdasarkan ketentuan umum UU KIP diketahui
bahwa informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk
membuat keputusan. Informasi berguna untuk pembuat keputusan karena
1 Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. 2Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
3
informasi menurunkan ketidakpastian atau meningkatkan pengetahuan informasi
menjadi penting, karena berdasarkan informasi itu para pengelola dapat
mengetahui kondisi obyektif instansi atau perusahaannya.
Sedangkan data dimaknai sebagai keterangan objektif tentang suatu fakta
baik dalam bentuk kuantitatif, kualitatif, maupun gambar visual (images) yang
diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang sudah terkumpul
dalam bentuk cetakan atau perangkat penyimpan lainnya. Informasi adalah data
sudah diolah yang digunakan untuk mendapatkan interpretasi tentang suatu fakta.
Informasi dan data yang baik dan valid sangat dibutuhkan dalam
perencanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat, sehingga dibutuhkan
pengelolaan data dan informasi secara baik dan terintegrasi terutama untuk
kepentingan melakukan pemetaan pada kebutuhan pembangunan masyarakat
menuju sejahtera, adil dan makmur. Informasi adalah data yang diolah sedemikian
rupa sehingga memiliki makna atau bentuk bagi penggunanya yang berguna untuk
membuat keputusan. Informasi berguna untuk pembuat keputusan karena
informasi menurunkan ketidakpastian atau meningkatkan pengetahuan. Informasi
menjadi penting, karena berdasarkan informasi itu para pengelola dapat
mengetahui kondisi obyektif instansi atau organisasinya.
Makna data menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
keterangan yang benar dan nyata atau disebut juga dengan keterangan atau bahan
nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Data
memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan manusia, termasuk
dalam pembangunan bangsa, negara dan daerah.
Data merupakan bentuk yang masih mentah, belum dapat bercerita banyak
sehingga perlu diolah lebih lanjut. Data diolah melalui suatu metode untuk
menghasilkan informasi. Data dapat berbentuk simbol-simbol semacam huruf,
angka, bentuk suara, sinyak, gambar dan sebagainya. Data yang diolah melalui
suatu model menjadi informasi penerima kemudian menerima informasi tersebut,
membuat suatu keputusan dan melakukan tindakan yang berarti menghasilkan
4
suatu tindakan yang lain. Data tersebut akan ditangkap sabagai input, diproses
kembali lewat suatu model dan seterusnya membentuk suatu siklus.
Sistem data dan informasi adalah suatu sistem informasi yang diperlukan
bagi proses perencanaan untuk menghasilkan kebijakan dan keputusan tentang
rencana pembangunan, sasaran dan hasil-hasil yang telah dicapai. Proses
perencanaan memerlukan kualitas data dan statistik yang baik. Data dan statistik
yang berkualitas merupakan rujukan bagi upaya perumusan kebijakan dalam
menyusun perencanaan, melakukan pemantauan/monitoring dan mengevaluasi
program agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
Permasalahan saat ini belum terkelolanya data dan informasi
pembangunan secara optimal di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, bahkan
sampai tingkat gampong sehingga mengakibatkan proses perencanaan,
penganggaran dan pengambilan keputusan menjadi terhambat dan beresiko salah
sasaran atau bahkan gagal. Oleh karena itu, ketersediaan data dan statistik yang
andal merupakan salah satu kunci keberhasilan perencanaan.
Data dan informasi sangat dibutuhkan oleh suatu lembaga untuk dapat
mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari adanya
perubahan yang sedemikian cepat dan komplek. Penyusunan dokumen
perencanaan daerah sangat membutuhkan ketersediaan data dan informasi yang
valid, akurat, dan up to date. Sehingga tujuan pembangunan, yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat dicapai dengan efektif.
Kualitas suatu informasi tergantung dari tiga hal, yaitu akurat, berarti
informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan harus jelas mencerminkan
maksudnya. Kedua, tepat pada waktunya, berarti informasi yang diterima tidak
boleh terlambat. Sedangkan yang ketiga adalah relevan, berarti informasi tersebut
mempunyai manfaat dari pemakainya.Apabila tidak memenuhi ketiga kriteria
diatas, maka suatu informasi dapat dikatakan tidak baik atau tidak valid. Data dan
informasi yang valid, akurat, dan terkini ini memerlukan suatu sistem yang kita
bangun bersama. Alasan dibutuhkannya suatu data adalah untuk mengetahui
apakah ada persoalan atau tidak serta untuk memecahkan persoalan yang sudah
5
ada atau baru muncul, dan yang perlu diperhatikan data harus obyektif, yaitu
harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya supaya informasi lebih dapat
dipercaya atau benar, tepat waktu, tidak kadaluwarsa dan relevan dengan
kebutuhan.
Dengan demikian dalam menyusun perencanaan pembangunan dengan
tepat, sesuai dengan kebutuhan diperlukan data dan informasi yang akurat dan
valid. Hal ini sesuai dengan semangat otonomi daerah yang dituntut untuk
memanfaatkan sumber daya (resources) yang ada secara optimal, yaitu:
1. Adanya sistematis data yang akurat dan terintegrasi pada setiap tahapan
perencanaan yang lebih komprehensif.
2. Perlunya ketersediaan data yang valid, akurat, dan terkini dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah.
3. Perlunya dukungan koordinasi antar lembaga (seluruh Satuan Kerja
Perangkat Aceh-SKPA) dalam upaya pengumpulan data, validasi data dan
entry data pada aplikasi, agar aplikasi data dapat berjalan
berkesinambungan.
4. Perlunya penetapan metodologi penghitungan indeks data sektoral terutama
data sektoral yang menyangkut tentang keistimewaan/kekhususan Aceh.
5. Perlu dukungan dan pembinaan sdm yang bertugas entry data ke dalam
aplikasi secara terus menerus dan diperlukan transfer of knowledge antar
sumber daya manusia yang bertugas dalam entry data jika terjadi pergantian
personel.
6. Perlu adanya forum data di tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk
mendapatkan data yang valid, akurat, dan terkini dalam mendukung
pentingnya data dan informasi bagi perencanaan pembangunan di daerah.
Khusus dalam hal pengelolaan informasi untuk kepentingan publik dan
perencanaan pembangunan di Pemerintah Aceh, masih terdapat beberapa
kendala, diantaranya pemenuhan pelayanan terhadap kebutuhan informasi untuk
masyarakat, artinya banyak informasi yang seharusnya terbuka dan tersedia setiap
6
saat belum mampu disediakan oleh masing-masing SKPA, kabupaten/kota,
kecamatan dan gampong untuk mewujudkan penyelenggaraaan negara yang baik
seperti yang dijamin oleh UU KIP.
Kondisi objektif yang sering terjadi pada pengelolaan data perencanaan
pembangunan Aceh adalah:
1. Masih lemahnya penyajian data sektoral, terutama kebutuhan data untuk
kepentingan perencanaan pembangunan di Pemerintah Aceh seperti data
gambaran umum daerah (data demografis, luas wilayah, batas wilayah,
potensi daerah dll);
2. Data sektoral pada SKPA yang tidak up todate dan tidak tepat waktu
penyediaannya sehingga sering terlambat pada saat dibutuhkan oleh
lembaga perencana pembangunan.
3. Terjadinya perbedaan dalam penyajian data yang sama dari sumber data
berbeda (SKPA, instansi vertikal dan BPS), terutama pada data
kependudukan dan kemiskinan;
4. Belum adanya metodologi baku penghitungan indek data sektoral terutama
sektor keistimewaan dan kekhususan Aceh.
5. Pengelola data secara struktural di Pemerintah Aceh belum ditetapkan,
sehingga belum ada penanggung jawab atau wali data yang akan melakukan
pembaruan, koordinasi, komunikasi dan penyediaan data, baik secara tepat
waktu maupun berkala.
Salah satu program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017-
2022 adalah melaksanakan pelayanan publik, yang mudah, cepat, berkualitas dan
berkeadilan melalui Sistem Informasi Aceh terpadu (SIAT). Hal ini sejalan
dengan UU KIP yang memberikan kewajiban pada badan publik untuk
membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi. Upaya ini
untuk memudahkan pengelolaan informasi publik secara baik dan efisien sehingga
dapat diakses dengan mudah oleh setiap orang dalam rangka menjalankan
7
kewajiban menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak
menyesatkan.
Terwujudnya sebuah SIAT terpadu ke semua sektor pembangunan dan
pelayanan masyarakat, maka seluruh informasi dan data yang berguna untuk
pembangunan dan pelayanan akan diperbarui dengan cepat, dapat diakses oleh
semua stakeholder melalui satu pintu, serta menjadi acuan bersama dalam
perencanaan pembangunan pada setiap tingkat pemerintahan. Sistem ini perlu
diupayakan untuk menghindari perencanaan pembangunan yang tidak efektif,
tidak efisien, dan tidak tepat sasaran akibat dari ketiadaan data yang valid dan
terintegrasi.
SIAT sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan terpadu dan mengikat
pengembangan pengelolaan informasi dan database di Aceh, yang digunakan
untuk pengambilan keputusan/kebijakan semua sektor pembangunan dan
pelayanan masyarakat dengan seluruh informasi yang berguna untuk
pembangunan dan pelayanan yang efektif, efisien, ekonomis serta menjadi acuan
perencanaan pembangunan pada setiap tingkatan pemerintahan.
Tiga kata kunci utama SIAT adalah integrasi sistem informasi, satu data
dan keterbukaan informasi publik. Integrasi sistem informasi adalah upaya
Pemerintah Aceh untuk menyediakan sistem informasi secara terpadu dan
terintegrasi dalam pemenuhan dan penggunaan data/database terhadap berbagai
layanan (government to goverment, government to citizen, government to bisnis
dan government to employee) Pemerintah Aceh yang berbasis elektronik. Melalui
layanan aplikasi sistem informasi terpadu dan terintegrasi diharapkan proses
pengelolaan data seperti menambahkan data, menghapus data dan merubah data
cukup dilakukan melalui satu pintu aplikasi saja.
Pengelolaan satu data dimaksudkan untuk proses perencanaan
pembangunan sebagai upaya Pemerintah Aceh dalam membangun bank data
yang terpadu dan terintegrasi dalam sebuah portal data daerah dengan format
terbuka seperti layaknya portal satu data pemerintah Indonesia dengan data go.id.
8
Portal data tersebut diharapkan menjadi acuan bersama oleh seluruh lembaga
pemerintahan dan non pemerintah di Aceh.
Setelah proses integrasi sistem informasi dan pengelolaan data secara
terpadu dilaksanakan di bagian hulu, fokus ketiga adalah keterbukaan informasi
publik. Proses ini merupakan bagian hilir dari alur proses SIAT. Ketentuan lebih
lanjut tentang pengelolaan keterbukaan informasi publik diatur dengan Qanun
tersendiri.
Naskah akademik tentang SIAT menjadi landasan penyusunan draf Qanun
SIAT yang akan memberikan jawaban dalam bentuk regulasi atas permasalahan
tentang data dan pengelolaannya, seperti belum optimalnya pengintegrasian data
pembangunan Aceh, sistem pengelolaan dan penyajian data masih parsial,
kebutuhan informasi data yang valid dan mudah diakses makin tinggi, kebutuhan
tersedianya informasi dan data secara konsisten dan berkesinambungan serta
belum adanya kelembagaan terhadap pengelolaan data sebagai kebutuhan
perencanaan pembangungan Aceh.
Payung hukum SIAT digunakan dalam pengelolaan informasi dan data
untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian pembangunan Aceh, sebagai dasar
analisis kebijakan pembanguan yang terintegrasi antara Pemerintah Pusat,
9
Provinsi Aceh dan Kabupaten/kota juga sebagai dasar untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam mengakses data dan informasi di Pemerintah
Aceh.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penyusunan naskah akademik rancangan
qanunAceh tentang SIAT mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu:
1. Bagaimanakah menyusun peraturan mengenai pengelolaan data dan
informasi terpadu di Aceh?
2. Mengapa harus ada pengaturan terkait dengan pengelolaan data dan
informasi terpadu untuk pembangunan di Aceh?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan keislaman, filosofis,
sosiologis, dan yuridis dalam pembentukan rancangan qanun mengenai
SIAT di Aceh?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan dalam rancangan aanun mengenai SIAT di Aceh?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penyusunan naskah akademik rancangan qanun SIAT
sebagai berikut:
a. Merumuskan permasalahan yang dihadapi mengenai SIAT di Aceh, serta
cara-cara mengatasi permasalahannya.
b. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan rancangan qanun sebagai solusi permasalahan terkait dengan
SIAT di Aceh.
c. Merumuskan pertimbangan atau landasan keislaman, filosofis, sosiologis,
dan yuridis pembentukan rancangan qanun mengenai SIAT di Aceh.
d. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dalam rancangan qanun mengenai SIAT di
Aceh.
10
Penyusunan naskah akademik ini bertujuan sebagai acuan atau referensi
penyusunan rancangan qanun inisiatif Pemerintah Aceh. Berikutnya, rancangan
qanun ini sebagai acuan pada saat pembahasan bersama antara Pemerintah Aceh
dan DPRA untuk masuk dalam Program Legislasi Aceh. Sehingga optimalisasi
pelayanan masyarakat yang baik, perencanaan pembangunan yang berkualitas dan
pengendalian pembangunan yang efektif, melalui pengelolaan data pembangunan
daerah yang akurat, mutakhir, terintegrasi, lengkap, akuntabel, dinamis, handal,
sahih, mudah diakses dan berkelanjutan dapat diwujudkan.
1.4 Metodologi Penelitian
Penyusunan naskah akademik ini dilaksanakan dengan 3 (tiga) metode,
yakni metode kajian kepustakaan(library research),kajian partisipatif
(participatory research), dan kajian lapangan (field research). Kajian kepustakaan
dilakukan dengan mengkaji literatur dan buku-buku yang berkaitan untuk
pengelolaan pemerintahan demokratis dengan menerapkan prinsip-prinsip
transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan partisipasi masyarakat.
Selain itu juga mengkaji dokumen-dokumen publik seperti: Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, keputusan
presiden, qanun, dan keputusan lainnya yang berkaitan dengan transparansi
penyelenggaraan pemerintahan dan partisipasi masyarakat.
Metode kajian partisipatif meliputi serangkaian kegiatan yang dilakukan
melalui diskusi dan konsultasi publik. Kegiatan ini dalam rangka menyerap dan
merumuskan berbagai aspirasi dan kebutuhan para pihak yang berkaitan dengan
Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh(multistakeholders)
menyangkut masalah transparansi penyelenggaraan pemerintahan dan partisipasi
masyarakat.
Metode kajian lapangan dilakukan dengan cara mengamati keadaan yang
terjadi di Aceh, termasuk merujuk data yang dihasilkan oleh Bidang Teknologi
11
dan Informatika serta Bidang E-Government di Dinas Komunikasi, Informatika
dan Persandian Aceh.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan naskah akademik ini dibagi dalam enam bab, diawali dengan
Bab I tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, identifikasi masalah,
tujuan dan maksud, serta metodologi penelitian. Berikutnya, Bab II memuat
tentang kajian teoritis dan praktik empiris.
Seterusnya Bab III berisi tentang evaluasi dan analisis peraturan
perundang-undangan terkait dengan pengelolaan data dalam pembangunan.
Selanjutnya, Bab IV terdiri atas landasan keislaman, filosofis, sosiologis dan
yuridis. Sedangkan Bab V mengatur tentang jangkauan, arah pengaturan, dan
ruang lingkup materi muatan qanun. Dan, Bab VI merupakan bab penutup yang
terdiri atas kesimpulan dan saran serta daftar pustaka dan lampiran.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Melihat Data Statistik Aceh tahun 2017 (semester 2 Sepetember) dimana
angka kemiskinannya masih berada pada 15,92% diatas rata-rata nasional
(10,12%) dan tertinggal jauh dibandingkan Provinsi Sumatera Utara (9,28%). Dari
segi kualitas layanan pendidikan di Aceh masih sangat rendah terlihat dari masih
rendahnya mutu guru dan hasil lulusan, Begitupun juga layanan kesehatan yang
masih menunjukkan tingginya angka kematian ibu dan anak yang mencapai 167
per 100.000 kelahiran hidup.
Dengan anggaran yang tersedia pada tahun 2017 sebesar Rp. 14,7 T,
seharusnya Aceh bisa lebih maksimal dalam membangun daerahnya. Tingkat
kesejahteraan masyarakat sebenarnya sangat ditentukan oleh beberapa hal
diantaranya dengan terpenuhinya kebutuhan akses terhadap pelayanan publik
bidang kesehatan, pendidikan, perumahan dan kesempatan untuk mendapatkan
pekerjaan serta pendapatan yang layak. Namun pada kenyataannya anggaran Aceh
yang besar, tidak menjadikan Aceh lebih baik. Apa yang salah dengan Aceh?
Inilah yang menjadi cita-cita gubernur dan wakil gubernur terpilih yang
tertuang dalam Visi Gubernur Aceh periode 2017-2022 untuk mewujudkan Aceh
yang damai dan sejahtera melalui pemerintahan yang bersih, adil dan melayani.
Arah perbaikan ini tentunya merupakan tantangan yang harus mampu dijawab
oleh para birokrat Pemerintah Aceh kedalam bentuk pelayanan publik yang tepat
sasaran, adil dan merata bagi seluruh rakyat Aceh. Memang benar bahwa untuk
merealisasikannya tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi Aceh baru
bangkit dari keterpurukan secara infrastruktur dan ekonomi akibat konflik dan
tsunami sehingga wajar masih memiliki kekurangan untuk berbagai urusan
pemenuhan data dasar perencanaan yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam
pembangunan daerahnya.
13
Sistim Informasi Aceh Terpadu (SIAT) dalam program unggulan
Gubernur Irwandi Yusuf merupakan suatu langkah cerdas yang diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan dalam pemenuhan data perencanaan pembangunan
yang selama ini tidak efektif, tidak efisien dan tidak tepat sasaran akibat dari
ketiadaan data yang valid, penggunaan sistim informasi yang belum terintegrasi
serta masih minimnya pengawasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan
yang diakibat keterbukaan informasi publik belum optimal.
Capaian utama yang hendak dihasilkan melalui program ini adalah
penyediaan satu data atau informasi yang akurat, terbuka, mudah, serta saling
terkait dengan sistem lainnya untuk pembangunan dan pelayanan publik. Tujuan
program “Aceh SIAT” adalah membangun sistem informasi yang terpadu untuk
menghindari perencanaan pembangunan yang tidak efektif, tidak efisien, dan tidak
tepat sasaran akibat dari ketiadaan data yang valid dan terintegrasi.
Keadaan ini sesuai dengan ungkapan Tim RPJM Aceh bahwa seringkali
data yang disajikan pada publik khususnya dalam pembangunan terdiri dari
banyak versi dan terkadang diragukan keakuratannya. Padahal dalam proses
pembangunan yang baik, diperlukan data akurat dan valid sehingga rencana yang
dihasilkan sesuai kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya, Tim RPJM Aceh juga menyatakan bahwa gagasan program
“Aceh SIAT” untuk menjawab sejumlah ketimpangan antara ketersediaan dana
yang besar dan rendahnya dampak pembangunan pada masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari pemanfaaatan alokasi dana otonomi khusus yang rata-rata berkisar 7,2
trilyun rupiah pertahun—setidaknya dalam lima tahun terakhir--dibandingkan
pengurangan angka kemiskinan. Proses ini disebabkan pelaksanaan pembangunan
mengabaikan data yang benar dan akurat.
Keadaan ini menjadi pengingat untuk penentu kebijakan dan masyarakat
Aceh karena alokasi dana otonomi khusus yang dimulai pada tahun 2008 akan
berakhir pada tahun 2027 nanti. Jika tidak serius dalam menyusun agenda
pembangunan yang tepat dan berkelanjutan, maka rakyat Aceh akan semakin jauh
dari kesejahteraan.
14
Pembatasan kucuran dana otonomi khusus ini telah diatur dalam UU
tentang Pemerintahan Aceh pasal 183 ayat (2) bahwa dana Otonomi Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas
yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum
Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang
besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional.
Proses pembangunan yang menyeluruh dan efektif bermula dari
perencanaan yang baik dengan didukung oleh data akurat dan benar. Penyediaan
data ini memberi manfaat penting bagi penentu kebijakan dan masyarakat,
terutama untuk menghasilkan program dan kegiatan sesuai keperluan serta
menjadi acuan evaluasi program pembangunan yang sedang dan akan dilakukan.
Harapannya, melalui program “Aceh SIAT” seluruh informasi yang berguna
untuk pembangunan dan pelayanan publik akan terupdate dengan cepat, mudah
dan murah dapat diakses oleh semua stakeholder melalui satu pintu, serta menjadi
acuan bersama dalam perencanaan pembangunan pada setiap jenjang
pemerintahan.
Secara umum, program “Aceh SIAT” saling berkait dengan upaya
keterbukaan informasi publik sebagaimana amanah UU KIP. Setidaknya, kaitan
ini dapat dilihat pada salah satu tujuan dibentuknya UU KIP yakni mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan uraian di atas, menjadi penting bagi kita untuk mendukung
pelaksanaan program “Aceh SIAT” guna memastikan keterbukaan informasi
publik di Aceh. Agenda ini akan memberi jaminan berlangsungnya proses
pembangunan di Aceh yang lebih baik dan terukur sesuai data yang akurat.
Sehingga semakin terbuka pengelolaan informasi publik di Aceh, maka semakin
besar pula manfaat pembangunan yang dirasakan masyarakat.
Oleh sebab itu agar program SIAT dapat berjalan dengan baik dan
berkelanjutan maka ada 3 (tiga) komponen yang harus terpenuhi yaitu : Pertama
komponen suprastruktur, pengertiannya bahwa struktur pemerintahan yang
15
memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan. Ada tiga hal penting dalam
domain suprastruktur yaitu :
1. Tersedianya payung hukum berupa qanun ataupun peraturan gubernur
(Pergub) yang akan memberikan dukungan politik dan anggaran untuk setiap
program atau kegiatan SIAT yang akan dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Pemerintah Aceh (SKPA).
2. Tersedianya kelembagaan, SKPA mana saja yang merupakan leading sektor
pelaksana dan penanggung jawab program SIAT. Kalau merujuk dari
beberapa dasar hukum yang ada saat ini seperti Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah,
Peraturan Menteri Komunikasi Informatika RI nomor 14 tahun 2016 tentang
Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Bidang Komunikasi Dan
Informatika dan Peraturan turunannya berupa qanun Aceh nomor 13 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Aceh dan beberapa
Pergub Aceh maka ada 3 (tiga) SKPA yang terlibat yaitu pertama, Bappeda
Aceh (satu data untuk perencanaan pembangunan), kedua, Dinas Registrasi
Kependudukan Aceh (satu data Nomor Induk Kependudukan untuk berbagai
layanan publik) dan ketiga adalah Dinas Komunikasi Informatika dan
Persandian Aceh (Penggelolaan data, Integrasi Sistim Informasi dan
Keterbukaan Informasi Publik).
3. Tersedianya rencana aksi yang berupa Rencana Induk/masterplan atau peta
jalan/roadmap pelaksanaan Program SIAT 2017/2022 yang mengarahkan
tahapan bagi pemerintah Aceh agar fokus dalam menjalankan berbagai
program dan kegiatannya untuk mensukseskan Program Aceh SIAT.Kedua
komponen infastruktur mengandung pengertian infrastruktur konten yang
menjadi dasar utama dalam membentuk basis data secara terstruktur guna
memberikan informasi yang akurat dalam mendukung sistem informasi
terpadu dan terintegrasi. Ada 3 (tiga) hal yang penting dalam bagian
infostruktur yaitu:
a. Penggunaan data kependudukan yang berupa Nomor Induk
Kependudukan (NIK) sebagai satu-satunya kunci utama yang unik dalam
16
mengintegrasikan berbagai data layanan pemerintah kepada masyarakat
seperti penggunaan NIK untuk menvalidasi dan menverifikasi data
penerima bantuan sosial, kesehatan, pendidikan, rumah, yatim, miskin
dan bantuan lainnya.
b. Penggunaan manajemen integrasi informasi dan pertukaran data menjadi
hal yang wajib dalam membangun keterpaduan dan integrasi berbagai
aplikasi sistim informasi yang ada saat ini. Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia telah menyediakan sebuah arsitektur
service bus standar pemerintah yang telah berwujud dalam bentuk
aplikasi dengan nama “MANTRA”. Aplikasi MANTRA merupakan
perangkat lunak pendukung Kerangka Kerja Interoperabilitas Sistem
Informasi Elektronik dengan menerapkan teknologi Layanan Berbasis
Web (Webservices) sebagai media pendukung Aplikasi
Antarmuka/Perantara Akses Data Elektronik dalam rangka melaksanakan
pertukaran data atau berbagi pakai data antar Sistem Informasi
Elektronik. Pemanfaatan teknologi Webservices memberikan
kemampuan MultiPlatform pada Aplikasi Perantara Akses Data
Elektronik dalam penerapan interoperabilitas Sistem Informasi
Elektronik yang mencakup keragaman informasi dan format data.
Dengan kemampuan Aplikasi MANTRA diharapkan proses integrasi
berbagai Sistim Informasi yang ada di pemerintah Aceh saat ini dapat
terlaksana.
c. Pembangunan dan penggunaan portal satu data dengan format terbuka
sebagai upaya menempatkan data publik dalam sebuah portal data yang
dapat diakses oleh masyarakat secara cepat, efektif dan efisien. Ketiga
komponen infrastruktur maksudnya berupa pembangunan dan
penyediaaan akses infrastruktur yang dapat berupa ketersediaan server-
server pada data center pemerintah Aceh maupun penyiapan infrastruktur
jaringan komunikasi data bagi pemerintah maupun publik.
17
Adapun tahapan yang harus dilalui oleh pemerintah Aceh dalam men-
jalankan program Aceh SIAT sebagai berikut :
1. Pembentukan regulasi Tatakelola Sistem Informasi dan Data serta
pengelolaan keterbukaan informasi publik.
2. Pembentukan Forum Satu Data Aceh.
3. Pengkajian, pengembangan, penerapan, pengelolaan, monitoring, evaluasi
dan optimalisasi sistem informasi yang terintegrasi dalam penggunaan satu
data untuk berbagai layanan publik dan perencanaan pembangunan.
4. Penguatan peran dan fungsi Komisi Informasi Aceh (KIA) dan Pejabat
Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID) untuk pemenuhan hak masyarakat
terhadap informasi publik.
5. Monitoring dan evaluasi partisipatif masyarakat terhadap layanan
pemerintah dan pemenuhan hak atas informasi publik.
Dengan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan diatas, maka akan terbentuk
adanya kesamaan sudut pandang terhadap SIAT sehingga sebagai salah satu solusi
cerdas SIAT dapat mewujudkan Satu Data Aceh menuju evidance base planning
yang terbuka bagi masyarakat.
18
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
3.1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Informasi merupakan kebutuhan manusia dan sebagai bagian dari hak
asasi manusia. Disebabkan sangat esensinya kebutuhan tentang informasi, maka
hak untuk memperoleh informasi dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur di
dalam Pasal 28F UUD NRI 1945, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.”
Ketentuan sebagaimana disebutkan di atas menunjukkan bahwa negara
sebagai duty bearer (pemegang kewajiban) memberikan penghormatan yang
sangat tinggi kepada warga negara (rights holder) dalam memperoleh hak atas
informasi. Implementasi atas hak ini masih menghadapi beberapa tantangan
seperti ketersediaan sumber daya manusia, komitmen lembaga penyelenggara
negara, ketersediaan akses yang terbatas, yang kesemuanya menyebabkan tidak
terwujudnya pemenuhan hak tersebut secara maksimal.
3.2.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai satu kesatuan tata cara perencanaan
19
pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 ini mempunyai tujuan yang
sangat luas, yaitu untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan,
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antar-
ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah,
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan
menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
3.3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
Dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh diatur dua pasal khusus terkait
data, yaitu pada Pasal 123 ayat (4) yang berbunyi “Untuk penghitungan
penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah
melakukan pemutakhiran data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan
Pegawai Negeri Sipil Aceh/kabupaten/kota”.
Berikutnya, pada Pasal 212 ayat (3) yaitu “Pemerintah Aceh dan pemerintah
kabupaten/kota mengelola data kependudukan sesuai dengan kewenangan”.
Berdasarkan dua pasal tersebut diketahui bahwa pengelolaan dan sistem
informasi menjadi bagian penting untuk dilaksanakan oleh Pemerintah di Aceh.
3.4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi
dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.
Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa
instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan
UNCITRAL Model Lawon eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk
20
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya
guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
a. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat buktihukum yang sah
(Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
b. Tanda tangan elektronik (Pasal 11 dan Pasal 12);
c. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal13 dan
Pasal 14); dan
d. Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 dan Pasal 16);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam
UU ITE, antara lain:
a. Konten ilegal, yang terdiri dari antara lain: kesusilaan, perjudian,
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan(Pasal 27,
Pasal 28, dan Pasal 29);
b. Akses Ilegal (Pasal 30);
c. Intersepsi Ilegal (Pasal 31);
d. Gangguan Terhadap Data (Data interference, Pasal 32);
e. Gangguan Terhadap Sistem (System Interference, Pasal 33);
f. Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34).
3.5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tersebut mengatur tentang sistem
informasi pelayanan publik sebagaimana datur di dalam Pasal 23 sebagai berikut:
(1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang bersifat
nasional.
(2) Menteri mengelola sistem infrmasi yang bersifat nasional.
(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi semua informasi
pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pada setiap tingkatan.
21
(4) Penyelenggara berkewajiban mengelola sistem informasi yang terdiri atas
sistem informasi elektronik atau nonelektronik, sekurang-kurangnya meliputi:
a. profil penyelenggara;
b. profil pelaksana;
c. standar pelayanan;
d. maklumat pelayanan;
e. pengelola pengaduan; dan
f. penilaian kinerja
(5) Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.
Dari ketentuan tersebut tampak bahwa adanya kewajiban bagi pengelola
informasi publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan
akses terhadap informasi publik. Tetapi kewajiban itu belum sepenuhnya
dilaksanakan secara maksimal.
3.6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
Bahwa dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya serta
penanggulangan bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
wilayah yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial, agar informasi geospasial
dapat terselenggara dengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna
sehingga terjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum, maka perlu
pengaturan mengenai penyelenggaraan informasi geospasial.
Berdasarkan dua pikiran pokok inilah Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2011 akhirnya dirancang dan disahkan. Menurut Pandi Nugroho, kehadiran
undang-undang yang mengatur tentang Informasi Geospasial ini didedikasikan
untuk beberapa tujuan utama yaitu :
a. Untuk mendukung pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya
bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, dimasa kini dan masa yang akan
datang, sebagaimana diamanatkan pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
22
b. Hadirnya Undang-Undang Informasi Geospasial (UU-IG) merupakan satu
jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk
meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana
dituangkan pada Pasal 28F, UUD 1945 bagi segenap Warga Negara Indonesia
(WNI).
Sementara rumusan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun2011
menyebutkan bahwa kehadiran Undang-Undang ini secara langsung bertujuan
untuk:
a. Menjamin ketersediaan dan akses terhadap Informasi Geospasial (IG) yang
dapat dipertanggungjawabkan;
b. Mewujudkan penyelenggaraan IG yang berdaya guna dan berhasil guna
melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi;
c. Mendorong penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Terdapat dua prinsip utama dalam tubuh undang-undang informasi
Geospasial tersebut antara lain: pertama, bahwa informasigeospasial dasar (IGD)
dan secara umum informasi geospasial tematik (IGT) yang diselenggarakan
instansi pemerintah dan pemerintah daerah bersifat terbuka. Hal ini bermakna
bahwa:
a. Bagi segenap WNI diberikan kemerdekaan untuk dapat mengakses dan
memperoleh informasi geospasial dasar (IGD) dan sebagian besar informasi
geospasial tematik (IGT) untuk dipergunakan dan dimanfaatkan dalam
berbagai aspek kehidupan. Masyarakat pun dapat berkontribusi aktif dalam
pelaksanaan penyelenggaraan Informasi Geospasial, untuk dapat
menumbuhkan dan mengembangkan Industri Informasi Geospasial dengan
baik.
b. Bagi Pemerintah, segenap penyelenggaraan pemerintahan baik dipusat
maupun di daerah yang terkait dengan geospasial (ruang kebumian) wajib
menggunakan Informasi Geospasial (IG) yang akurat dan dapat
23
dipertanggungjawabkan. Penggunaan IG yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan tersebut diharuskan karena mengingat bahwa IG
yang digunakan oleh segenap penyelenggaraan pemerintah tersebut terbuka
untuk umum (WNI) yang sewaktu-waktu dapat diakses dan digunakan pula
oleh masyarakat.
Kedua, bahwa informasi geospasial tematik (IGT) wajib mengacu kepada
informasi geospasial dasar (IGD). Prinsip atau aturan ini diberlakukan untuk
menjamin adanya kesatupaduan (single referency) seluruh IG yang ada sehingga
tidak ada lagi kejadian tumpang tindihIG dan perbedaan referensi geometri pada
IG (peta). Kejadian tumpeng tindih IG mengakibatkan borosnya anggaran
pembangunan. Sementaraitu perbedaan referensi geometris sering berakibat pada
ketidakpastian hukum.
3.7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Dalam UU ini diatur antara lain :
Pasal 86 ayat (1) desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem
informasi desa yang dikembangkan oleh pemerintah kabupaten/kota.Ayat (2)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem informasi desa
dan pembangunan kawasan perdesaan. Ayat (3) Sistem informasi desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan
perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia. Ayat (4) Sistem informasi
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi data desa, data pembangunan
desa, kawasan perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan
pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan. Ayat (5) sistem
informasi desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh pemerintah
desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.
Sedangkan ayat (6) mengatur tentang kewajiban pemerintah kabupaten/kota
menyediakan informasi perencanaan pembangunan kabupaten/kota untuk desa.
3.8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
24
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, undang-undang
mengharuskan perlunya perencanaan pembangunan daerah berdasarkan
kesediaan data dan informasi. Hal ini sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
Pasal 274 bahwa “Perencanaan pembangunan Daerah didasarkan pada data dan
informasi yang dikelola dalam sistem informasi pembangunan Daerah”.
3.9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
Perumpunan urusan pemerintahan tentang statistik berada pada perumpunan
Komunikasi dan informatika, statistik dan persandian sebagaimana tersebut dalam
Dalam Pasal 18 ayat (4) huruf e. Hal ini menegaskan bahwa urusan tentang
pengelolaan data statistik dilaksanakan oleh urusan pemerintahan pada rumpun
dinas komunikasi, informatika dan persandian Aceh.
3.10. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi
Geospasial Nasional.
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi
Geospasial Nasional (JIGN) menjadi landasan hukum baru bagi penyelenggaraan
jaringan informasi geospasial di pusat dan daerah, khususnya untuk pengelolaan
dan penyebarluasan IG.
25
BAB IV
LANDASAN KEISLAMAN, FILOSOFIS , YURIDIS, DAN
SOSIOLOGIS
4.1. Landasan Keislaman
“Tidak ada sesuatupun yang Kami luputkan didalam kitab, kemudian
kepada Tuhan mereka dikumpulkan.”( QS. Al An’am, 38)
” yaa ayyuhaa alladziina aamanuu ittaquullaaha waltanzhur nafsun maa qaddamat
lighadin wattaquullaaha innallaaha khabiirun bimaa ta'maluuna”.
“ Hai orang- orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (SuratAl-Hasyr, ayat 18 ).
Tafsir atas dua ayat tersebut di atas bahwa Allah sebagai pencipta, Allah
sebagai perencana semua makhluk ciptaannya, Allah adalah Maha Merencanakan.
Pada dasarnya manajer atau pemimpin yang harus mempunyai banyak konsep
tentang manajemen termasuk didalamnya perencanaan. Pemimpin yang baik
adalah yang mempunyai visi dan misi, dan membangun kedua hal tersebut agar
berjalan sesuai dengan tujuan bersama serta hasil dari perencanaan yang baik dan
matang.
Disamping itu kata perhatikanlah menurut Imam Al-Ghazali mengandung
makna bahwa manusia harus memperhatikan dari setiap perbuatan yang dia
26
kerjakan, serta harus mempersiapkan diri (merencanakan) untuk selalu berbuat
yang terbaik demi hari esok.
Perencanaan dalam menajemen adalah landasan utama untuk mencapai
sebuah tujuan yang baik, sehingga perencanaan yang baik akan menghasilkan
tujuan yang baik. Perencanaan merupakan proses untuk menentukan arah
melangkah dan mengidentifikasi berbagai persyaratan yang dibutuhkan dengan
cara efektif dan efisien, sehingga perencanaan sesuai yang diinginkan dalam surat
Al-Hasyr ayat 18,mengandung enam pokok pikiran yaitu:
1. Perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan masa depan yang
diinginkan.
2. Keadaan masa depan yang diinginkan dibandingkan dengan kenyataan
sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya.
3. Untuk menutup kesenjangan perlu dilakukan usaha-usaha.
4. Usaha untuk menutup kesenjangan tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai ikhtiar dan alternatif.
5. Perlu pemilihan alternatif yang baik, dalam hal ini mencakup efektifitas dan
efisien.
6. Alternatif yang sudah dipilih hendaknya diperinci sehingga dapat menjadi
petunjuk dan pedoman dalam pengambilan keputusan maupun
kebijaksanaan.
Dengan implikasi perencanaan yang benar, maka langkah awal dari sebuah
tatanan proses manajemen sudah tersusun dan terarah dengan baik. Perumusan
dan arah yang benar merupakan bagian yang terbesar jaminan tercapainya tujuan.
Dan jika yangdiinginkan itu adalah sebuah kebaikan, maka kebaikan itulah yang
siap untuk digenggam dan dinikmati.
Perencanaan merupakan salah dari satu empat fungsi manajemen yang
penting dan saling terkait satu sama lain. Kita dihadapkan pada pertanyaan apakah
suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya
aktual diajukanmanakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan
banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan tidak tepat. Kesalahan
27
perencanaan dapat berada pada tahap awal perencanaan itu sendiri ataupun pada
saat proses perencanaan itu berlangsung, dan sangat tergantung dengan informasi
dan data yang benar dan baik.
Pada dasarnya, Islam hadir dengan masyarakat informasi. Informasi dari
zaman Nabi Adam AS hingga Nabi akhir zaman, Muhammad SAW dikumpulkan
dan terbagi menjadi informasi Islam meliputi Al –Qur’an, Hadits dan penjelasan
serta pendapat ulama mengenai islam secara keseluruhan. Disamping itu
masyarakat Islam juga mengembangkan dan menghimpun informasi-informasi
lain dari pada filosof Yunani dan mengembangkannya, sehingga peradaban Islam
sangat maju.
Kini, di abad 20 kita berada di era revolusi teknologi yang berpuncak pada
proses konvergensi, dimana teknologi informasi menyatu dengan telekomunikasi
membentuk maha jaringan computer global bernama internet sebagai infrastruktur
informasi baru.
Dalam perspektif Islam ada tiga sumber informasi yang selalu digunakan
atau dimanfaatkan oleh manusia, di antaranya pertama, Wahyu (Al Qur’an dan
Hadits) atau lazim disebut sebagai foundamental of information. Inilah salah satu
karakter khusus tentang kajian informasi dalam Islam.
Kedua, manusia. Manusia sebagai sumber informasi terbagai pada dua
aspek. Aspek pertama adalah ide atau gagasan. Ide dan gagasan dari manusia
dapat diolah menjadi informasi. Aspek kedua adalah pendapat atau opini juga
dapat diolah menjadi informasi, yang menghasilkan scientific information; dan
ketiga, peristiwa atau realitas yang mensejarah. Peristiwa adalah kejadian yang
telah diceritakan atau diberitakan dalam kehidupan sosial, dan hal tersebut dapat
diolah atau diproduksi menjadi informasi. Ketiga sumber tersebut tersusun dalam
satu sistem yang saling terkait dalam membentuk dan menghasilkan suatu
informasi. (Abd Ghani, 2001: 76-77).
Teknologi sistem informasi memberikan kemudahan akses penyebaran dan
pengambilan informasi kepada khalayak umum. Media pers sebagai salah satu
28
mediator yang menyajikan informasi baik berupa fakta ataupun sekedar fiktif
belaka memenuhi pemandangan dalam beragam media. Banyak opini berkembang
dan dapat dengan mudah menarik perhatian masyarakat baik islam maupun non
islam pada media sosial. Hal ini menjadikan para pendakwah menilik kembali
dampak penggunaan media. Al hasil, media dari pengembangan sistem informasi
ini menjadi lebih dekat dengan dai yang ingin menyerukan agama islam secara
lebih efektif dan efisien. Semua perihal pengolahan informasi mengenai data
perkembangan islam yang dibutuhkan untuk para dai, maupun kerapian
administrasi menjadi lebih mudah dengan adanya sistem informasi. Kini teknologi
tersebut semakin lekat dengan islam, sebagai salah satu penanda agama yang
selalu mengikuti perkembangan zaman. Bukan pada perubahan dari segi hal yang
mendasar seperti aqidah, namun karena perihal keduniaan masyarakat islam
dituntut untuk dinamis dan selalu memperkaryakan semua hal yang dapat
memajukan seorang muslim dari yang telah baik menjadi lebih baik lagi. Nabi
bersabda:
أنتم أعلم بأمر دنياكم “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”
(HR. Muslim, no. 2363)
Hadits tersebut mengabarkan bahwa sebagai seorang muslim, kita diizinkan
untuk melakukan perkembangan kemajuan dalam hal dunia karena hal tersebut
tidak menjadi hal yang diterangkan oleh Nabi SAW. Dalam hal ini, termasuk
kehadiran sistem informasi yang tidak dilarang keberadaannya. Apalagi jika
sistem tersebut dapat mendukung kemajuan islam.
Dari definisi informasi secara umum turut mempengaruhi para tokoh-tokoh
Islam dalam memberikan artikulasi tentang informasi Islam, di antara definisi
informasi Islam adalah sebagai berikut (Wakidul Kohar, 2005):
1. Informasi Islam adalah penjelasan tentang sesuatu objek, yang sesuai dengan
pola pikir manusia.
29
2. Informasi Islam adalah sesuatu yang dapat membekali manusia, dengan
penjelasan yang benar dan membantu terbentuknya opini.
3. Informasi Islam adalah transformasi nilai-nilai Islam serta menjelaskan
sesuatu yang bertujuan mencerdaskan dan mencerahkan manusia, dan dalam
proses penyampaikan informasi tesebut sesuai dengan kadar pemikiran masa.
4. Informasi Islam adalah membekali manusia dengan nilai-nilai Islami
berdasarkan al-Qur’an dan sunnah dan membantu bagi pembentukkan opini
publik, serta bertujuan pada aktualisasi pengamalan ibadah dan muamalat.
5. Informasi Islam adalah informasi atau penjelasan yang bersumber dari Allah
dan bertujuan untuk Allah, artinya informasi yang bersumber dari Allah
mempunyai dua dimensi kewahyuan dan dimensi realitas kehidupan manusia.
Dari berbagai bentuk definisi di atas, dapat diartikan bahwa sistem
informasi adalah sekumpulan komponen pembentuk sistem yang mempunyai
keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya yang bertujuan
menghasilkan suatu informasi dalam suatu bidang tertentu. Dalam sistem
informasi diperlukannya klasifikasi alur informasi, hal ini disebabkan
keanekaragaman kebutuhan akan suatu informasi oleh pengguna informasi.
Kriteria dari sistem informasi antara lain, fleksibel, efektif dan efisien. Maka,
sistem informasi dalam Islam dapat diartikan sebagai tata hubungan antara satu
komponen dengan komponen yang lain, saling berkaitan dan ketergantungan
dalam mewujudkan satu kesatuan atau kondisi nyata, yaitu mewujudkan kondisi
kebijakan dan strategi informasi yang islami secara publik dan domistik.
4.2. Landasan Filosofis
Pertimbangan filosofis rancangan qanun SIAT berdasarkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memberikan
nilai aktualisasi dalam konsepsi penyusunan rancangan Peraturan Daerah atau
Qanun Aceh dengan pencapaian cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara
Indonesia yang diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
30
Indonesia Tahun 1945. Nilai filosofis dari pembukaan tersebut dapat dipaparkan
bahwa negara Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki pemerintahan
yang berdaulat yang memiliki kewajiban untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Penyediaan data dan informasi publik merupakan kebutuhan pokok setiap
orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan
bagian penting bagi ketahanan nasional.Tentunya berdasarkan hal tersebut, hak
untuk mendapatkan informasi adalah hak setiap warga negara.Hak atas informasi
ini dijamin oleh Konstitusi atau UUD 1945.
4.3. Landasan Sosiologis
Kemajuan teknologi informasi telah membawa perubahan dalam kehidupan
masyarakat. Berbagai hambatan dalam komunikasi antar komponen, telah
mengalami percepatan dan kemudahan melalui alat-alat komunikasi.Setiap
masyarakat punya kesempatan yang luas untuk memperoleh berbagai data dan
informasi dari berbagai sumber. Memperoleh data dan informasi yang sesuai
menjadi kebutuhan bersama untuk melakukan berbagai agenda perubahan.
Sehingga kebutuhan masyarakat terhadap data dan informasi juga terus
meningkat, terutama yang disajikan oleh badan publik negara. Jika sebelumnya,
produksi data dan informasi lebih banyak secara manual namun saat ini lebih
dituntut untuk penyajiannya dalam bentuk digital.
Badan publik negara dituntut untuk mampu menyediakan data secara akurat,
mudah, dan murah. Hal ini memberi dampak pada kemudahan akses publik
terhadap data dan informasi publik bagi pengembangan diri, ilmu pengetahuan,
serta partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Jika ketersediaan data dan
informasi publik tidak dikelola secara baik, maka dalam masyarakat akan
berkembang berita hoax dan informasi yang keliru. Kondisi ini akan menimbulkan
keresahan dan gangguan keamanan hingga berdampak pada ketertiban sosial serta
31
berkurangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan. Sejumlah contoh dapat
disajikan, antara lain mengenai informasi rekruitmen PNS di beberapa instansi
pemerintah, serta simpang siurnya berbagai pernyataan penentu kebijakan yang
diunggah melalui media elektronik.
Pada sisi yang lain, tingkat partisipasi publik dalam pembangunan sangat
ditentukan dengan ketersediaan data dan informasi yang akurat. Semakin mudah
masyarakat memperoleh akses data informasi publik, semakin besar pula potensi
dukungan dari berbagai komponen untuk percepatan pembangunan. Untuk Aceh,
kasus ini dapat ditunjukkan dengan upaya yang dilakukan oleh Edi Fadhil
(seorang aktivis dan kini menjadi PNS di Pemerintahan Aceh) dalam menggalang
donasi pembangunan rumah dhuafa. Upaya yang dilakukan dimulai dengan
identifikasi rumah yang tidak layak huni bersama dengan kontak person pada
lokasi tertentu. Selanjutnya, kondisi rumah dan penghuninya, kebutuhan biaya
pembangunan, serta nomor rekening untuk menampung donasi dipublikasi
melalui laman facebooknya. Berikutnya, sejumlah donatur yang percaya atas
agenda yang dilakukan memberikan dukungan sesuai kemampuan. Dalam
pelaksanaannya, Edi Fadhil melaporkan kemajuan pembangunan yang dilakukan
hingga selesai, termasuk dengan dana yang diperoleh.
4.4. Landasan Yuridis
Pembentukan qanun bertujuan mengatasi permasalahan hukum, mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan peraturan yang telah ada, diubah
dan menjaga tidak tumpang tindihnya peraturan. Permasalahan hukum yang
timbul terkait dengan belum adanya regulasi yang mengatur tentang SIAT. Oleh
karena itu, beberapa peraturan yang dijadikan bahan pertimbangan dalam
penyusunan rancangan qanun ini meluputi:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3683);
32
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 2006 Nomor 62);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114);
13. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi
Geospasial Nasional;
33
14. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 29 Tahun 2017 tentang Pengelolaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Pemerintah Aceh;
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN QANUN
A. Sasaran Yang Akan Diwujudkan
Qanun ini dapat menjadi dasar hukum dengan memberikan kepastian
hukum mengenai SIAT agar terwujud pembangunan yang berkualitas dan
pengendalian pembangunan yang efektif yang tujuannya untuk :
1. Memiliki satu basis data pembangunan;
2. Menghasilkan analisis kebijakan pembangunan yang tepat, aktual, bermutu
dan akuntabel bagi Provinsi, Kabupaten/Kota dan pemangku kepentingan;
3. Menghasilkan bahan perencanaan pembangunan secara terukur dan
komprehensif; dan
4. Mewujudkan pengendalian, monitoring, evaluasi dan pelaporan
pembangunan yang terpercaya.
B. Arah dan Jangkauan
Qanun Aceh tentang SIAT ini untuk memberikan jaminan kepada
masyarakat agar dapat memperoleh akses terhadap data dan informasi
pembangunan di daerah, sehingga Pemerintah Aceh dan masyarakat semakin
mudah memperoleh akses terhadap data dan informasi pembangunan. Lingkup
pengaturan pengelolaan data dan informasi pembangunan daerah dalam Qanun
Aceh ini meliputi:
34
1. Sistem pengelolaan data dan informasi;
2. Asas;
3. Strategi dan perencanaan;
4. Pengelolaan data informasi;
5. Sumberdaya manusia;
6. Kelembagaan;
7. Sarana dan prasarana;
8. Kerjasama dan kemitraan;
9. Pembagian tugas dan wewenang;
10. Peran serta masyarakat;
11. Pembinaan dan pengawasan;
12. Pembiayaan;
13. Keamanan Informasi
14. Ketentuan penutup
C. Materi Yang Akan Diatur
Adapun materi pokok sebagai materi muatan yang diatur dalam rancangan
qanun ini secara substantif meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem pengelolaan data dan informasi pembangunan yaitu potensi-potensi
yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk pengelolaan data dan informasi
pembangunan yang arahnya untuk mewujudkan pembangunan yang
berkualitas dan pengendalian pembangunan yang efektif. Sistem pengelolaan
data dan informasi pembangunan ini meliputi:
a. Pengumpulan data, sistem pengelolaan data dirancang untuk
mengumpulkan data.
b. Pengubahan data mencakup pengklasifikasian, penyortiran,
pengkalkulasian, pembandingan.
c. Penyimpanan data, data disimpan dalam berbagai media penyimpanan
yang disebut database.
d. Pembuatan dokumen, sistem pengolahan data menghasilkan output yang
dibutuhkan oleh perorangan atau kelompok.
35
e. Manfaat pengolahan data, dengan meminimalkan kebutuhan tenaga
manusia untuk memproses data yang lebih besar, keakuratan, kecepatan,
pengendalian dan pengolahan secara serentak.
2. Asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan
pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.
3. Strategi dan perencanaan; strategi yaitu pendekatan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah
aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan perencanaan yaitu dengan
menerapkan pengelolaan data dan informasi pembangunan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan menggunakan
beberapa aspek yakni :
a. Penentuan tujuan yang akan dicapai.
b. Memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh untuk mencapai
tujuan atas dasar alternatif yang dipilih.
c. Usaha atau langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan atas
dasar alternatif yang dipilih.
Perencanaan yang baik dalam pengelolaan data dan informasi pembangunan
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
b. Dapat dilakukan koreksi atas penyimpangan yang timbul sedini mungkin.
c. Dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul dengan
mengatasi hambatan dan ancaman.
d. Serta yang paling penting dapat menghindari kegiatan pertumbuhan dan
perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
4. Pengelolaan data dan informasi pembangunan adalah penggambaran fakta
yang dapat disampaikan dan diolah oleh manusia dan mesin melalui siklus
atau tiga tahapan dasar yaitu input, processing dan output. Adapun fungsi dan
tujuan dasar pengolahan data yaitu mengambil program dan data, menyimpan
36
program dan data serta menyediakan untuk pemrosesan, menjalankan proses
aritmatika dan logika pada data yang disimpan, menyimpan hasil antara dan
hasil akhir pengolahan serta mencetak atau menampilkan data untuk
menghasilkan dan memelihara record yang akurat dan up to date.
5. Sumber daya manusia, merupakan kemampuan terpadu dari daya pikir dan
daya fisik yang dimiliki individu. Kemampuan sumber daya manusia tidak
dapat dilihat dari satu sisi saja, namun harus mencangkup keseluruhan dari
daya pikir dan juga daya fisiknya. Sumber daya manusia dapat dibagi menjadi
dua, yakni sumber daya manusia secara makro dan mikro. Pengertian sumber
daya manusia makro adalah jumlah penduduk usia produktif yang ada di
sebuah negara, sedangkan pengertian sumber daya manusia mikro lebih
mengerucut pada individu yang bekerja pada sebuah institusi.
6. Kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan
antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat
menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi yang
diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-
faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun
informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama
dan mencapai tujuan bersama.
Pada umumnya, lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga
formal dan lembaga non-formal. Menurut Sitti Bulkis (2011), kelembagaan
lokal dan area aktivitasnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori sektor
publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal); kategori sektor sukarela
(organisasi keanggotaan dan koperasi); kategori sektor swasta (organisasi jasa
dan bisnis swasta). Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga garis (line
organization, military organization) lembaga garis dan staf (line and staff
organization); lembaga fungsi (functional organization). Jadi pengertian dari
kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang melakukan usaha untuk
mencapai tujuan tertentu yang menfokuskan pada perilaku dengan nilai,
norma, dan aturan yang mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area
aktivitas tempat berlangsungnya. Koordinasi yakni kewenangan untuk
37
menggerakkan, menyelaraskan, menyerasikan dan menyeimbangkan
kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda, agar nantinya semua terarah
pada pencapaian tujuan tertentu pada waktu yang telah ditetapkan. Dari sudut
fungsionalnya, koordinasi dilakukan guna mengurangi dampak negatif
spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja.
Tujuan koordinasi untuk :
a. Menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin
melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dan keseimbangan antara
berbagai kegiatan dependen suatu organisasi.
b. Untuk mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya di
setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan
yang mengikat semua pihak yang bersangkutan.
c. Untuk menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif-
antisipatif di kalangan unit kerja interdependen dan independen yang
berbeda-beda, agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak dirusak oleh
keberhasilan unit kerja yang lainnya, melalui jaringan informasi dan
komunikasi efektif.
7. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana disediakan untuk memastikan sistem informasi dan
pengelolaan data dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Penyediaan sarana
dan prasarana ini dilaksanakan oleh Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan
Kabupaten/kota.
8. Kerjasama dan kemitraan sebagai upaya untuk melibatkan berbagai sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk
bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan
prinsip dan peran masing-masing, dengan demikian untuk membangun
kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu persamaan perhatian,
saling percaya dan saling menghormati, harus saling menyadari pentingnya
kemitraan, harus ada kesepakatan misi, visi, tujuan dan nilai yang sama, harus
38
berpijak pada landasan yang sama, kesediaan untuk berkorban. Kemitraan
pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama
dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut
Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Adapun unsur-unsur kemitraan yaitu:
a. Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih.
b. Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut (equality).
c. Adanya keterbukaan atau trust relationship antara pihak-pihak tersebut
(transparancy).
d. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau
memberi manfaat (mutual benefit).
9. Tugas dan wewenang pemerintah Aceh, yaitu pengaturan tentang tugas dan
kewenangan Pemerintah Aceh dalam kaitannya dengan penyediaan dan
pengelolaan data dan informasi pembangunan. Pengaturan tentang tugas dan
kewenangan Pemerintah Aceh dimaksudkan sebagai tanggung jawab untuk
mengikat Pemerintah Aceh dalam menyusun program kegiatan dan
pengalokasian dana untuk pelaksanaan tugas dan wewenang terkait dengan
pengelolaan data dan informasi pembangunan.
10. Peran serta masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan data dan
informasi pembangunan. Tanggung jawab terkait dengan pengelolaan data
dan informasi pembangunan bukan saja tugas pemerintah daerah, tetapi juga
tanggung jawab masyarakat, sehingga perlu ada kerjasama dan kesadaran
masing-masing.
11. Dalam Qanun ini perlu ada kegiatan pembinaan dan pengawasan
pelaksanaannya. Pembinaan sebagai langkah yang dilakukan dalam bentuk
bimbingan, penyuluhan, pelatihan, pendidikan, penyediaan prasarana dan
sarana.Sedangkan pengawasan dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas
pelaksanaan peraturan daerah dan program-program yang telah disusun.
39
12. Pembiayaan, terutama pengalokasian dana di Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh (APBA) serta sumber dana lain yang tidak mengikat.
13. Keamanan informasi, suatu proses yang dilakukan untuk memastikan agar
data yang dikelola tidak mendapat gangguan dari para pihak lainnya.
14. Ketentuan penutup, bagian ini memuat rumusan yang menyatakan hal-hal
yang belum cukup diatur dalam qanun ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Kepala Pemerintah
Aceh, termasuk tanggal mulai berlakunya qanun ini.
40
BAB VI
PENUTUP
Uraian-uraian terdahulu dari naskah akademik ini memastikan bahwa
kebutuhan terhadap pembangunan sistem pengelolaan data yang terintegrasi dan
terpadu menjadi kebutuhan untuk pembangunan. Selain itu, pembangunan sistem
ini menjadi bagian dari penyediaan informasi publik sekaligus pemenuhan hak
asasi manusia. Kajian-kajian yang bersifat islami, filosofis, sosiologis, dan yuridis
memperlihatkan bahwa kebutuhan tersebut sesuatu yang mutlak harus ada untuk
memastikan suatu pemerintahan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik.
Penyusunan naskah akademik ini diharapkan mampu memberi arah yang
tepat dalam penyusunan Qanun Aceh tentang Sistem Informasi Aceh Terpadu, di
samping untuk memudahkan para legal drafter (penyusun qanun) menyiapkan pra
rancangan qanun demi integrasi sistem dan data serta pelayanan informasi dan
dokumentasi di Pemerintahan Aceh.
41
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku/Tulisan
Abd Ghani, (2001). Islam Komunikasi dan Teknologi Maklumat, Kuala
Lumpur: UP &D Sdn Bhn, 2001
Bantasyam, Saifuddin dkk (2017). Naskah Akademik Rancangan Qanun Aceh
Tentang Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik. Pemerintah Aceh:
Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Aceh.
Bulkis, Sitti (2011) dalam artikel berjudul Pengertian Kelembagaan yang
ditulis oleh jurnal Pengertian ILMU
(www.pengertianilmu.com/2015/04/pengertian-kelembagaan.html)
Dermawan, Hendri (2017). “Aceh Siat, Apa, Mengapa Dan Bagaimana”.
(Opini Info Aceh, Edisi 2, Tahun I/2018).
Notoatmodjo (2003) “Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tim Penyusun (2016). Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Data Dan Informasi Pembangunan Daerah. Nusa
Tenggara Barat: Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Tjoetra, Afrizal (2017). “Aceh SIAT dan Tantangan Keterbukaan Informasi
Publik di Aceh”. (Opini Serambi Indonesia, 28 September 2017).
Wakidul Kohar, (2005). “Sistem Informasi Islam Dalam Menghadapi Dunia
Global”(Opini Media Informasi dan Komunikasi Imam Bonjol Net Kom 2005).
B. Peraturan perundang-undangan
42
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3683).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (Lembaran
Negara (Lembara Negara Indonesia Tahun 2006 Nomor 62).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
61,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244).
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737).
43
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi
Geospasial Nasional.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 78).
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 29 Tahun 2017 tentang Pengelolaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Pemerintah Aceh
(Berita Daerah Aceh Tahun 2017 Nomor 29).