PROPOSAL SEMINAR UMUM
(PNA4085)
KEEFEKTIVAN HERBISIDA DIURON DAN AMETRIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING
Disusun oleh:
Rivandi Pranandita Putra
10/ 304773/ PN/ 12175
Dosen Pembimbing:
Dody Kastono, S.P., M.P.
PROGRAM STUDI AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
DAFTAR ISI
INTISARI ………………………………………………………………………………..……….2
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………...……………2-3
B. Tujuan…………………………………………………………………………………3
BAB II. GULMA DI PERTANAMAN TEBU LAHAN KERING
A. Pengaruh Gulma Terhadap Pertumbuhan Tebu…………………………...…………..4
B. Herbisida Diuron dan Ametrin……………………………………………………...4-6
C. Pengendalian Gulma Tebu Lahan Kering……………………….……………...…6-14
BAB III. PENUTUP……………………………………………………………………………..15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………16
1
KEEFEKTIVAN HERBISIDA DIURON DAN AMETRIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING
INTISARI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi gula diantaranya karena adanya gulma pada areal pertanaman. Pada tanaman tebu, gulma akan bersaing dalam hal mendapatkan air, unsur hara, sinar matahari dan ruang gerak pertumbuhan tebu. Kadang - kadang ada beberapa jenis gulma yang mengeluarkan zat racun yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertunasan tebu. Kerugian pada tebu akibat dari persaingan tersebut terutama terlihat pada bobot tebunya, besarnya kerugian akibat gulma ini sangat bervariasi tergantung dari jenis spesies gulma dan kerapatannya.
Kata Kunci: Gulma, Tebu Lahan Kering, Efektivitas Herbisida
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman tebu tidak terganggu dan mencegah kerugian
akibat adanya gulma pada pertanaman tebu, maka perlu dilakukan pengendalian. Pengendalian
gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan cara kimiawi.
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan bahan
kimia yang dapat menekan pertumbuhan gulma. Bahan kimia ini disebut herbisida. Aplikasi
herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan tanaman utama dan gulma. Untuk itu ada
beberapa macam herbisida bila dilihat dari waktu aplikasinya, yaitu herbisida pra tumbuh dan
herbisida pasca tumbuh. Herbisida pra tumbuh diaplikasikan setelah benih tanaman ditanam
tetapi belum berkecambah dan gulma pun belum tumbuh. Pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida mempunyai beberapa keuntungan diantaranya : membutuhkan waktu
yang lebih singkat, menghemat kebutuhan tenaga kerja, terhindar dari kerusakan akar dan
struktur tanah, mencegah terjadinya erosi dan total biaya yang lebih rendah dari perlakuan
manual.
Herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman tebu
adalah diuron dan ametrin. Diuron mempunyai kemampuan untuk menahan pencucian karena
2
daya larutnya yang rendah dalam air, sehingga persistensi diuron dalam tanah cukup lama yaitu
sekitar 2 - 3 bulan. Kedua herbisida ini bersifat sistemik dan selektif. Herbisida selektif adalah
herbisida yang bila diaplikasikan dalam suatu komunitas campuran maka dapat mematikan
sekelompok tumbuhan tertentu (gulma) dan relatif tidak mengganggu tumbuhan lain (tanaman
budidaya). Herbisida ini diabsorbsi dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Herbisida
ini bekerja dengan cara menghambat proses fotosintesis.
B. Tujuan
Mengetahui keefektifan dari herbisida diuron dan ametrin dalam mengendalikan gulma pada
pertanaman tebu lahan kering.
3
BAB II.GULMA DI PERTANAMAN TEBU LAHAN KERING
A. Pengaruh Gulma Terhadap Pertumbuhan Tebu
Menurut Kuntohartono (1987), gulma merupakan kendala utama di areal perkebunan
tebu terutama karena terjadi peningkatan kelebatan pertumbuhan gulma yang cepat dan lebat
dengan berbagai macam spesies yang mendominasi. Padahal pada masa-masa tertentu tebu
harus terhindar dari persiangan gulma, salah satunya adalah ketika tebu pada masa bertunas dan
memulai fase anakan. Masa tersebut merupakan masa kritis pertumbuhan tebu dan selepas masa
kritis tersebut tebu mampu bersaing dengan gulma. Gulma tumbuh rapat sejak tanaman tebu
berumur 4-6 minggu dan sangat lebat pada saat umur tanaman tebu 8-12 minggu.
Kehadiran gulma akan mempersulit pemeliharaan dan pemanenan serta menurunkan
kualitas penebangan tebu, baik yang dilakukan secara manual, maupun mekanik. Peng (1984)
menyatakan bahwa penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma pada pertanaman tebu bisa
mencapai 6.6% – 11.7% pada berbagai jenis tanah yang beragam. Pengaruh buruk yang
diberikan oleh gulma dapat dilihat pada berkurangnya jumlah anakan tebu, batang tebu menjadi
kecil, ruas pendek-pendek dan berwarna pucat.Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih
berbahaya. Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri
atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian.
B. Herbisida Diuron dan Ametrin
Diuron merupakan herbisida dari turunan urea. Herbisida ini merupakan herbisida yang
selektif dan dipakai lewat tanah, walaupun ada beberapa yang lewat daun. Termasuk dalam
kelompok ini adalah diuron, linuron, monuron dan sebagainya. Nama kimia dari herbisida diuron
adalah 3-(3,4 dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea (Gambar 1). Menurut Thomson (1967 diuron da-
pat digunakan sebagai herbisida pra tumbuh, pasca tumbuh serta herbisida soil sterilant (steril-
isasi tanah). Herbisida diuron bersifat sistemik. Herbisida ini biasanya diabsorbsi melalui akar
dan ditranslokasikan ke daun melalui batang. Pemakaian lewat daun tidak ditranslokasikan lagi.
Di dalam tubuh tumbuhan diuron mengalami degradasi, terutama melalui pelepasan gugus metil.
4
Herbisida diuron menghambat reaksi Hill pada fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II. Dengan
demikian pembentukan ATP dan NADPH terganggu (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Menurut Ashton et al. (1982), seperti kebanyakan herbisida yang berasal dari golongan
urea, diuron lebih cepat diserap melalui akar tumbuhan dan dengan segera ditranslokasikan ke
bagian atas tumbuhan (daun dan batang) melalui sistem apoplastik. Ada dua hal yang menye-
babkan diuron tetap berada di permukaan tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu : (1)
tidak mudah larut dalam air sehingga diuron me mpunyai kemampuan untuk bertahan dari pen-
cucian dan (2) tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah. Toksisitas diuron sangat tinggi un-
tuk kecambah tumbuhan pengganggu. Selain untuk mengendalikan gulma pada pertanaman tebu,
diuron juga banyak digunakan untuk pengendalian gulma pada tanaman kapas, karet ,teh dan se-
bagainya. Dalam keadaan murni diuron akan berupa kristal putih, tidak menguap, tidak mudah
terbakar dan tidak berbau, akan meleleh pada suhu 158-159oC, larut dalam air pada suhu 25oC
sebanyak 42 ppm dan tahan terhadap dekomposisi. Toksisitas diuron terhadap manusia dan ter-
nak rendah (Sumintapura dan Iskandar, 1975). Gejala yang terjadi akibat aplikasi diuron tergan-
tung pada jenis tumbuhan itu sendiri. Biasanya kematiannya diawali pada ujung daun dan apabila
ujung daun telah mati, maka tidak akan terjadi turgor lagi. Kemudian akan khlorosis yang bi-
asanya akan diikuti oleh pertumbuhan yang lambat dan kematian yang mendadak. Radosevich
(1997) menyatakan sebagai herbisida pra tumbuh diuron biasanya diaplikasikan melalui tanah
dan herbisida yang diaplikasikan melalui tanah biasanya disemprotkan mengelilingi tanaman
pokok atau disemprotkan diantara barisan untuk meningkatkan selektivitas herbisida dan mengu-
rangi biaya pengendalian gulma.
Ametrin merupakan herbisida selektif untuk mengendalikan gulma pada tanaman tebu,
nanas, pisang, jagung dan kentang (Ashton dan Monaco, 1991). Herbisida ini dikembangkan di
Swiss sejak tahun 1952 sebagai herbisida yang menghambat fotosintesis (Tjitrosoedirdjo et al,
1984). Ametrin termasuk herbisida golongan methiltio -s-triazine yang merupakan anggota
5
kelompok herbisida triazine. Herbisida ini diaplikasikan sebagai herbisida pra tumbuh maupun
pasca tumbuh. Ametrin memiliki kemampuan sebagai herbisida karena mempunyai gugus substi-
tusi alkil dan amino pada posisi atom C keempat dan keenam. Gugus pada atom C kedua sangat
menentukan keselektifan herbisida ametrin. Gugus metiltio (-SCH3) pada atom kedua menen-
tukan keselektifan yang sedang (Gysin dalam Kuntohartono, 1976). Gambar rumus bangun
ametrin dapat dilihat pada Gambar 2. Absorbsi terjadi lewat akar dan translokasikan dengan
cepat sekali melalui sistem apoplas, tetapi herbisida yang masuk lewat daun tidak lagi di-
translokasikan. Di dalam tubuh tumbuhan herbisida ametrin ini mengalami degradasi yang
kadang-kadang sangat intensif sehingga tanaman resistan terhadap herbisida ini (Tjitrosoedirdjo
et al, 1984).
Herbisida ini membunuh tanaman dengan penggangguan proses fotosintesisnya. Tepatnya
yang diganggu adalah pada reaksi Hill. Menurut Ashton dan Craft (1973), akibat adanya gang-
guan reaksi Hill tersebut, tanaman tidak membentuk karbohidrat, sehingga terjadi kekurangan
bekal persenyawaan gulagula untuk memperoleh proses-proses metabolisme selanjutnya.
Tjitrosoedirdjo et al. (1984) menyatakan bahwa ametrin menghambat fotosintesis, terutama
dalam fotosistem II pada saat pecahnya air. Ternyata reaksi ini menimbulkan senyawa lain yang
mematikan tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan karena aplikasi herbisida ametrin adalah klorosis
dan nekrosis pada daun. Gejala yang lain adalah menurunnya fiksasi CO2. .
C. Pengendalian Gulma di Pertanaman Tebu Lahan Kering
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian secara kimia,
mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih dominan dilakukan secara
manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang
dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh)
dan post emergence (setelah/purna tumbuh). Adapun jenis herbisida dan dosis yang digunakan
6
untuk penegendalian gulma. Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah
pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum tumbuh.
Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan
menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter (8 baris) yang ditarik oleh
traktor kecil 80 HP. Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam. Late pre emergence adalah
pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan
tanaman tebu sudah berkecambah. Late pre-emergence dilaksanakan karena terjadi
keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma
sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual
dengan hand sprayer/knapsack sprayer (Anonim, 2013).
Data berikut merupakan hasil penelitian yang dilakukan Agustanti (2006) terhadap bobot
kering gulma.
A. Gulma Total
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Total
Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA) (gram/ 0,25 m²)2 4 8 12
Diuron 80% 2 kg/ ha 0,26b 1,96b 7,00bc 5,77bAmetrin 80% 2 kg/ ha 0,27b 6,44b 9,27bc 9,80b
Manual - 0,00b 1,45b 13,17b 11,77bKontrol - 14,46a 25,33a 56,80a 57,47a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % uji Duncan
Sumber: Agustanti (2006)
Aplikasi herbisida diuron 2 kg/ha lebih efektif menekan bobot kering gulma total hingga
12 MSA. Diuron 2 kg/ha memberikan hasil yang lebih baik daripada ametrin 2 kg/ha. Secara
umum diuron memberikan hasil paling baik karena mampu mengurangi bobot kering hingga
bernilai paling kecil (5,77 gram), diikuti ametrin (9,80 gram), manual (11,77), dan yang control
memiliki pertumbuhan gulma paling subur (57,47).
7
B. Gulma Digitaria adscendens
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma
Digitaria adscendens
Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA) (gram/ 0,25 m²) Rerata2 4 8 12
Diuron 80% 2 kg/ ha 1,02b 1,09b 1,60b 1,66b 1,3425
Ametrin 80%
2 kg/ ha 1,02b 1,49b 2,39ab 1,80b 1,675
Manual - 1,00b 1,11b 1,40b 2,07b 1,395
Kontrol - 1,47a 2,43a 2,95a 3,48a 2,5825
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % uji Duncan
Sumber: Agustanti (2006).
Pada Tabel 2, disajikan pengaruh perlakuan gulma terhadap bobot kering gulma Digi-
taria adscendens. Secara umum, diuron 2 kg/ha sudah efektif menekan bobot kering gulma Digi-
taria adscendens dibandingkan dengan ametrin 2 kg/ha. Diuron 2 l/ha tidak berbeda efektifitas-
nya dengan ametrin 2 l/ha dalam mengendalikan gulma Digitaria adscendens. Diuron 2 kg/ha
memberikan hasil yang lebih baik dari ametrin 2 kg/ha. Secara umum perlakuan manual masih
mampu mengendalikan gulma Digitaria adscendens jika dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi
diuron 2 kg/ha dan 2 l/ha cenderung efektif mengendalikan gulma Digitaria adscendens dari 2
hingga 12 MSA. Aplikasi diuron 2 kg/ha cenderung efektif mengendalikan gulma Digitaria ad-
scendens dari 2 hingga 12 MSA. Digitaria adscendens tergolong rumput semusim. Gulma ini
hidup berumpun dengan batang menjalar dan stolon yang mengeluarkan akar dan tunas. Digi-
taria adscendens menghasilkan biji yang banyak sehingga sering dominan di areal tanaman budi-
daya (Sastroutomo, 1990). Pengendalian gulma Digitaria adscendens dengan herbisida pra tum-
buh dapat mencegah gulma ini untuk tumbuh dan berkembang biak dan menghasilkan biji yang
banyak sehingga sering dominan pada jalur tanaman yang terbuka atau belum ternaungi.
8
Gambar 4. Gulma Digitaria adscendens
C. Gulma Borreria alata
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma
Borreria alata
Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA) (gram/ 0,25 m²) Rerata2 4 8 12
Diuron 80% 2 kg/ ha 1,01c 1,17b 1,40b 1,66b 1,31
Ametrin 80%
2 kg/ ha 1,09b 1,86ab 1,81b 2,39b 1,7875
Manual - 1,00c 1,24b 2,32b 1,59b 1,615
Kontrol - 1,51a 2,28a 3,65a 3,65a 2,7725
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % uji Duncan
Sumber: Agustanti (2006).
Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Borreria alata da-
pat dilihat pada Tabel 3. Aplikasi herbisida diuron 2 liter/ha dan 2 kg/ha efektif menekan bobot
kering gulma Borreria alata hingga 12 MSA. Secara umum, diuron 2 kg/ha memberikan hasil
yang lebih baik dari diuron 2 l/ha. Meskipun demikian, diuron 2 l/ha tidak berbeda jauh efektivi-
tasnya dengan diuron 2 kg/ha. Pada 2 MSA, diuron 2 l/ha dan 2 kg/ha memberikan hasil yang se-
tara dengan diuron . Bobot kering gulma Borreria alata terendah terjadi pada 2 MSA dengan do-
sis herbisida diuron 50 % sebesar 3 l/ha. Penambahan ke taraf dosis yang lebih tinggi (2 l/ha dan
3 l/ha) cenderung memberikan nilai bobot kering yang lebih rendah. Aplikasi herbisida diuron 80
9
% pada semua tingkat dosis cenderung efektif dalam mengendalikan bobot kering gulma Borre-
ria alata dari 2 hingga 12 MSA. Peningkatan dosis 2 kg/ha memberikan nilai bobot kering teren-
dah pada 2 dan 12 MSA, sedangkan peningkatan dosis 3 kg/ha memberikan nilai bobot kering
terendah pada 2 dan 4 MSA. Penambahan ke tingkat dosis yang lebih tinggi cenderung efektif
hingga 12 MSA. Jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan herbisida ametrin 50 % dan
ametrin 80 % efektif menekan bobot kering Borreria alata hingga 12 MSA. Perlakuan manual
menunjukkan nilai bobot kering gulma total yang lebih rendah dari perlakuan kontrol hingga 12
MSA. Secara umum diuron 80 % cenderung lebih efektif dalam mengendalikan bobot kering
gulma Borreria alata. Hal ini ditunjukkan oleh bobot kering gulma Borreria alata total yang di-
hasilkan oleh semua perlakuan diuron 80 % cenderung lebih rendah dari perlakuan herbisida di-
uron 50 % pada 2, 4 dan 8 MSA. Borreria alata termasuk gulma semusim yang tumbuh meram-
bat atau tegak, percabangan dari pangkal batang. Gulma ini berkembang biak dengan biji (Sas-
troutomo, 1990).
Gambar 5. Gulma Borreria alata
10
D. Gulma Cleome rutidosperma
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Cleome
rutidosperma
Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA) (gram/ 0,25 m²)
Rerata
2 4 8 12Diuron 80% 2 kg/ ha 1,01b 1,03c 1,13bc 1,12b 1,0725
Ametrin 80% 2 kg/ ha 1,01b 1,11bc 1,05c 1,16b 1,0825
Manual - 1,00b 1,02c 1,55bc 1,29b 1,215
Kontrol - 2,04a 1,67a 2,71a 2,10a 2,13
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % uji Duncan
Sumber: Agustanti (2006).
Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Cleome ruti-
dosperma dapat dilihat pada Tabel 4. Diuron 80 % memberikan hasil penekanan bobot kering
yang lebih baik dari diuron 50 %. Diuron 1 l/ha memiliki keefektivitasan yang sama dengan di-
uron 80 % pada taraf dosis yang sama. Diuron 80 % dosis 2 l/ha memberikan hasil yang lebih
baik dari diuron 50 % pada taraf dosis yang sama, kecuali pada 2 MSA diuron 80 % memberikan
hasil yang setara dengan diuron 50 %. Diuron 50 % dosis 3 l/ha tidak berbeda keefektivitasannya
dalam menekan bobot kering gulma Cleome rutidosperma. Diuron 50 % 2 l/ha memberikan hasil
penekanan bobot kering yang lebih baik dari ametrin 50 % pada dosis yang sama begitu juga
dengan diuron 80 % dosis 2 l/ha dengan ametrin 80 % pada dosis yang sama. Perlakuan manual
memberikan bobot kering yang rendah dari kontrol. Dari tabel dapat dilihat bahwa semua per-
lakuan mampu mengendalikan gulma Cleome rutidosperma dari 2 hingga 12 MSA. Penekanan
bobot kering gulma Cleome rutidosperma yang lebih baik ditunjukkan oleh dosis 3 l/ha pada 2
dan 8 MSA, sedangkan pada 4 dan 12 MSA penekanan terhadap bobot kering gulma cleome
yang lebih baik ditunjukkan ole h dosis 2 l/ha. Jika dibandingkan dengan perlakuan manual, per-
lakuan diuron 50 % pada semua tingkat dosismenunjukkan penekanan bobot kering gulma
Cleome rutidosperma yang lebih baik hingga 8 MSA. Aplikasi diuron 80 % pada semua tingkat
dosis cenderung efektif mengendalikan gulma Cleome rutidosperma dari 2 hingga 12 MSA.
11
Penekanan terhadap bobot kering gulma Cleome rutidosperma yang lebih baik ditunjukkan pada
dosis 3 kg/ha, kecuali pada 4 MSA ditunjukkan oleh dosis 2 kg/ha. Jika dibandingkan dengan
perlakuan manual, perlakuan diuron 80 % pada beberapa tingkat dosis dapat mengendalikan
gulma Cleome rutidosperma dengan lebih baik dari 2 hingga 12 MSA.Pengendalian gulma
berdaun lebar lebih sukar karena gulma berdaun lebar biasanya berkembang biak dengan biji
(Sastroutomo, 1990). Kemampuan reproduksi gulma Cleome rutidosperma cukup tinggi se-
hingga kemungkinan untuk tumbuh kembali setela h dikendalikan akan lebih besar. Cleome ruti-
dosperma termasuk penghasil biji yang banyak, sehingga sering tumbuh rapat pada tanah yang
baru selesai diolah.
Gambar 7. Gulma Cleome rutidosperma
E. Gulma Cyperus kyllingia
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Cyperus
kyllingia
Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA) (gram/ 0,25 m²) Rerata2 4 8 12
Diuron 80% 2 kg/ ha 1,00b 1,16b 1,37b 1,00b 1,1325
Ametrin 80%
2 kg/ ha 1,00b 1,00b 1,27b 1,00b 1,0675
Manual - 1,00b 1,11b 1,00b 1,00b 1,0275
Kontrol - 1,90a 1,91a 2,70a 1,60a 2,0275
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5 % uji Duncan
Sumber: Agustanti (2006).
12
Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Cyperus kyllingia
dapat dilihat pada Tabel 5. Diuron 50 % 1 l/ha memberikan penekanan yang lebih baik dari di-
uron 80 % kecuali pada 12 MSA diuron 50 % memberikan hasil bobot kering yang setara dengan
diuron 80 % pada taraf dosis yang sama. Diuron 80 % 2 l/ha dan 3 l/ha memberikan penekanan
bobot kering yang lebih baik dari diuron 50 % pada taraf dosis yang sama. Ametrin 50 % dosis 2
l/ha memberikan hasil yang lebih baik dari diuron 50 % dengan dosis yang sama. Ametrin 80 %
2 l/ha memberikan hasil yang lebih baik dari diuron 80 % pada dosis yang sama, kecuali pada 2
dan 12 MSA kedua herbisida tersebut memberikan bobot kering yang setara. Dari Tabel 5 dapat
dilihat bahwa perlakuan herbisida diuron 50 % sudah dapat mengendalikan gulma Cyperus
kyllingia dari 2 hingga 12 MSA. Penekanan terhadap bobot kering terendah ditunjukkan oleh
perlakuan herbisida diuron 50 % dengan dosis 2 l/ha pada 2 dan 8 MSA, kecuali pada 4 MSA
dosis terendah ditunjukkan oleh dosis 3 l/ha. Perlakuan manual memberikan penekanan bobot
kering terendah pada 2, 8 dan 12 MSA sebesar 1.00 gr/0.25 m2. Aplikasi herbisida ametrin 50 %
memberikan nilai bobot kering yang lebih rendah dari herbisida diuron 50 %. Aplikasi diuron 80
% pada dosis 1 l/ha dan 2 l/ha sudah cukup mampu menekan pertumbuhan gulma Cyperus
kyllingia pada 2 dan 12 MSA. Namun secara umum penggunaan herbisida diuron 80 % sudah
cukup efektif dalam mengendalikan gulma Cyperus kyllingia. Perlakuan herbisida dan manual
efektif menekan bobot kering gulma Cyperus kyllingia dan memberikan pengaruh yang nyata
jika dibandingkan dengan kontrol. Pengendalian gulma dengan cara manual mampu menekan
bobot kering gulma Cyperus kyllingia. Cyperus kyllingia adalah tumbuhan teki tahunan,
berbunga sepanjang tahun, tumbuh pada tanah lembab dan berair terutama pada tanah alluvial
yang terbuka atau sedikit ternaungi ; penyebarannya meliputi 0-300 m, jarang sampai 1200 m di
atas permukaan laut (Nasution, 1986).
13
BAB III.
PENUTUP
Perlakuan dua formulasi herbisida diuron pada semua tingkat dosis efektif dalam
mengendalikan gulma hingga 12 MSA. Aplikasi herbisida diuron 50 % dan 80 % memberikan
hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dalam menekan bobot kering gulma total,
gulma rumput, gulma daun lebar dan gulma dominan. Daya berantas diuron terlihat lebih baik
pada gulma golongan daun lebar dibandingkan dengan gulma golongan rumput. Menurut
Thomson (1967) diuron merupakan herbisida berspektrum luas, namun diuron lebih baik
mengendalikan gulma dari golongan daun lebar.
Namun konsentrasi bahan aktif yang lebih tinggi pada diuron 80 % meningkatkan
kecepatan absorbsi herbisida ini oleh gulma. Diuron 80 % lebih efektif menekan pertumbuhan
gulma, hal ini disebabkan oleh kandungan bahan aktif dalam herbisida diuron 80 % lebih tinggi
dibandingkan dengan herbisida diuron 50 %. Efektivitas diuron sebagai herbisida pra tumbuh
sangat tergantung pada ketersediaan air dalam tanah. Anonim (1979) menyatakan bahwa untuk
mendapatkan efektivitas maksimum dari herbisida pra tumbuh maka selama satu minggu setelah
aplikasi kadar air tanah harus berada pada kisaran 30 %.Efektivitas herbisida akan lebih baik
pada tanah yang telah diolah, karena biji gulma akan terangkat ke permukaan tanah dan dapat
dikendalikan dengan lebih baik. Dari semua dosis yang digunakan, kedua formulasi herbisida
diuron dan ametrin yang diaplikasikan tidak menunjukkan adanya gejala keracunan pada
tanaman tebu dari awal hingga akhir pengamatan. Herbisida diuron secara umum tidak beracun
saat diaplikasikan pada tanaman tebu pada dosis yang direkomendasikan, meskipun herbisida ini
mengenai permukaan daun tanaman tebu, tetapi tidak akan menimbulkan gejala keracunan.
Keracunan pada tanaman tebu akibat aplikasi ametrin lebih be sar apabila daun tebu sudah
terbentuk. Hal ini disebabkan ametrin lebih banyak diserap melalui daun tebu daripada lewat
akar. Respon gulma terhadap efektivitas herbisida berbeda- beda dan kepekaan suatu jenis
tumbuhan terhadap herbisida dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah bentuk
permukaan daun tumbuhan, waktu aplikasi, umur gulma dan jenis herbisida.
14
DAFTAR PUSTAKA
Agustanti, V.M. F. 2006. Studi Keefektivan Diuron dan Ametrin Untuk MengendalikanPertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering. Jurnal Institut PertanianBogor, Bogor.
Anonim. 2013. Budidaya Tebu. <http://epetani.deptan.go.id/berita/budidaya-tebu-7825>.Diakses pada tanggal 13 April 2013.
Ashton, F. M. dan F. J. Monaco.1991. Weed Science: Principle and Practice John. Willey andSons. Inc, New York.
Kuntohartono, T. 1987. Pergeseran spesies gulma kebun tebu dan penanggulangannya. MakalahTemu Lapang Gulma P.G. Cinta Manis: 9-16.
Peng, S. 1984. The Biology And Control of Weeds in Sugarcane. Elsevier, New York.
15