WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DI KABUPATEN
ACEH BESAR OLEH BRR NAD – NIAS
T E S I S
Oleh
MUHAMMAD ZAKI 077011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DI KABUPATEN
ACEH BESAR OLEH BRR NAD – NIAS
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD ZAKI 077011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
ABSTRAK
Keputusa Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 20 pada intinya menentukan bahwa cara pemilihan penyedia jasa, yaitu dapat dilakukan melalui Penunjukan Langsung. Metode penunjukan langsung dibuat dalam bentuk kontrak konstruksi yang berisi perjanjian pemborongan antara pemilik pekerjaan dan kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan, namun pelaksana jasa kontruksi tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang ditentukan hanya melakukan pembangunan seadanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Berdasarkan kondisi tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS dan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung serta untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS.
Untuk membahas permasalahan tersebut diatas, maka penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan gabungan antara yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Aceh Besar. Alasannya adalah pelaksanaan kontrak kerja konstruksi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan lapangan dengan wawancara kepada responden dan informan. Responden adalah Divisi Perumahan dan Permukiman BRR NAD – NIAS, Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa Konstruksi (kontraktor). Sedangkan yang menjadi informan adalah Bidang Pengawasan BRR NAD – NIAS, Biro HUMAS BRR NAD-NIAS, Biro HUMAS/HUKUM Pemerintah Aceh dan masyarakat korban bencana.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk wanprestasi adalah penyedia jasa konstruksi tidak menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya; melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan bestek dan spesifikasi yang ada dalam kontrak; mensub kontrakkan pekerjaan kepada pihak ketiga. Sehingga ketiada pemenuhan atau kegagalan oleh penyedia jasa dalam perjanjian ini untuk melaksanakan kontra prestasi merupakan suatu pelanggaran terhadap perjanjian (wanprestasi). Prosedur pelaksanaan penunjukan langsung terhadap proyek pembangunan perumahan bantuan yang didanai oleh BRR NAD
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tersebut kepada penyedia jasa konstruksi sebenarnya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hanya saja akibat kurang telitinya panitia pelaksana dalam menilai rekanan tersebut mengakibatkan terjadinya wanprestasi. Wanprestasi terjadi karena kenaikan harga material, besarnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan, dan akibat kelalaian penyedia jasa untuk dapat menyelesaikan proyek tepat pada waktunya. Akibat hukum yang timbul dari tindakan penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya adalah penyedia jasa bersangkutan dikenakan sanksi salah satunya dengan memasukkan penyedia jasa dalam daftar hitam rekanan sehingga tidak dipercaya lagi melaksanakan proyek lainnya. Upaya penyelesaian yang ditempuh terhadap penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya dilakukan melalui musyawarah di antara para pihak. Hal ini didahului dengan pemberian teguran dan diupayakan penyelesaian kontrak dengan membuat addendum kontrak. Disarankan bagi pengguna jasa untuk melihat kemampuan penyedia jasa yang melaksanakan pembangunan perumahan tersebut, jangan asal anak daerah atau kontraktor lokal, yang perlu kualitas. Disarankan kepada pengguna jasa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tidak perlu harus penyedia jasa anak daerah, untuk pembangunan perumahan Aceh/Nias di pergunakan tenaga yang benar-benar ahli dan bertanggung jawab. Dituntut kesadaran pengguna jasa untuk tidak menuntut pemotongan harga proyek yang terlalu banyak.
Kata Kunci : Wanprestasi Kontrak Kerja Konstruksi; Pembangunan perumahan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
ABSTRACT
Decision of president, number 80, the year of 2003 about execution of implementing of goods/service govemment. At section 20 it determining that way of election of service feeder, that is can be done through direction. Direction method of direct is made in the form of works and contractor to execute its, finalizes and looks after work, but construction service executor didn’t execute its achievement as much as possible, based on the condition, as for intention of this research is to know form of defaults in execution of construction job contract at set of housing job and settlement of rehabilitation body and reconstruction NAD-NIAS and know factors causing the happening of default dalm execution of construction of construction job contrac at set of housing job and settlement of rehabilitation body and reconstruction NAD-NIAS.
To study the problems is upper, hence research done, it has the character of analytical descriptical and research type which will be applied is use approach of alliance between juridical normative and juridical sociological. Location of this research is big Aceh sub-province. Its reason is execution of construction job contract unmatched to rule applied. Data collecting method applied is bibliography research and field by interviewing responder and informan. Responder is housing division and settlement of rehabilitation body and reconstruction NAD-NIAS, law service area BRR NAD-NIAS, service user and reconstruction service feeder, although an informan is observation area BRR NAD-NIAS, public bureau BRR NAD-NIAS, law bureau at Acehnese government and disaster victim public.
Result of research indicates that forms of default is construction service feeder doesn’t finalize punctual work; works are unmatched to description plan (bestek) and specification of the is in bond; and hand over the work to third party. So no accomplishment or failure by service feeder in this agreement to execute counter of achievement is a collision to agreement (default). Execution procedure of Direct direction for project of development of housing of help is fund by BRR NAD for construction service feeder actually has pursuant to applied. But effect unable to check it executer committee in assessing the partner results the happening of default. Default happened because increase of the price of material, level of surcharger which must be released, and negligence effect of service feeder to be able to finalize punctual project. Legal consequences arising from action of service feeder that is is not executes its obligation is respected service feeder in sanctioning one of them is by entering service feeder in partner blacklist so that was not believe again executes ather project. Solution effort gone through to service feeder that is is not executes its obligation in doing through deliberation
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
between the parties. This thing is preceded with giving of exhortation and strived solving of contract with making contract addendum.
Suggested that service feeder in tendering can do correct consideration to the price of various in bond materials to avoid loss later. To service feeder is suggested to execute provisions in contract carefully to avoid sanction and penalty and in order not to the happening of exhortation by service user. Suggested to consumer to do assessment carefully to ability of service feeder in working so that not happened default and dispute later. Suggested to service user and service feeder to finalize dispute upon mutual consensus because more profitingly is both parties.
Keywords : Construction Job Contract Default; Development of Housing
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkat,
Rahmat dan Hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Wanprestasi Dalam
Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di
Kabupaten Aceh Besar Oleh BRR NAD-NIAS”. Shalawat dan Salam
disampaikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan. Tesis ini merupakan suatu persyaratan akademik
untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Program
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Medan.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis banyak menerima
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga penulis sangat berbesar
hati untuk mengucapkan terima kasih. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor I Universitas Sumatera Utara yang amat terpelajar Prof. dr. Chairuddin P.
Lubis, DTM dan H. Sp.A (K), para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Yang amat terpelajar Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc., beserta para
Wakil Direktur, Sekretaris dan Staf serta seluruh jajarannya yang telah membina
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Yang amat terpelajar Bapak Prof.Dr.H.Muhammad Yamin,SH,MS,CN., selaku
Ketua Jurusan Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan dalam Program Magister Kenotariatan yang sangat
berharga ini, dan juga sebagai Ketua Pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk menyumbangkan pikiran dan memberikan petunjuk dalam
pengarahan materi ilmiah;
4. Yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., sebagai
anggota Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, petunjuk dalam pengarahan materi ilmiah serta dorongan dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Yang amat terpelajar Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn., sebagai anggota
Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
saran maupun masukan dalam menyempurnakan penulisan tesis ini.
6. Yang amat terpelajar Bapak Syahril Sofyan, SH, SpN, MKn dan juga
Dr. Teungku Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, yang masing-masing sebagai
penguji mulai dari tahap proposal tesis yang selalu memberikan arahan dan
petunjuk dalam penyempurnaan tesis ini hingga selesainya tesis ini.
7. Bapak Ir. Bambang Sudiatmo., selaku Deputi Bidang Perumahan dan
Permukiman BRR NAD-NIAS, Ibu Sarma Marpaung., selaku staf Deputi Bidang
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Bapak Ir. Ramli Ibrahim, MMA.,
selaku Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Bapak Ir. Adjar Sabdo Budi.,
selaku Inspektur II Kedeputian Pengawasan BRR NAD-NIAS, Bapak
Muhammad Insa Ansyari, SH., selaku Kepala Bidang Layanan Hukum BRR
NAD-NIAS, Bapak Hamid Zein, SH, M.Hum., selaku Kepala Biro Humas dan
Hukum Pemerintah Aceh, yang telah bertindak sebagai responden dan informan
selama penulis melakukan kegiatan penelitian.
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan membimbing penulis
sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.
9. Seluruh Staf Biro Pendidikan serta teman-teman di Sekolah Pascasarjana
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak
memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.
10. Pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua
orang tua tercinta, khususnya kepada Ayahanda Drs. Armiya Mahyiddin dan
Ibunda Nuriah Saad, yang selalu memberikan do’a, dorongan dan motivasi baik
lahiriah dan bathiniah, serta pendidikan yang amat sangat berguna sehingga dapat
menyelesaikan program studi ini dengan baik, serta kepada keponakanku Firman
Syahputra dan Putri Sara yang manis-manis, kakanda Mursyida, adik-adikku Sri
Marlina, SKM dan Sirajul Munir, SE.Ak, serta juga abang ipar Tarifuddin dan
adik ipar Darma Fahmi,SE yang telah memberikan semangat serta bantuan moral
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
11. Untuk teman-teman yang setia berdialog kualitatif, Bang Satiruddin, Bang Surya,
Zulhujjaian (Zul), Juni, Bang Ancha, Bang Edi, Bang Umri, Bangun, Sabrina,
Henny, Kak Herly, Kak Ros, Kak Emi, Wira, dan Keluarga Besar AMA Medan
atas perhatian, bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, serta rekan-rekan Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
12. Terima kasih kepada Staf dan Pegawai di Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah melayani dengan baik.
Medan, 06 Juli 2009 Penulis
MUHAMMAD ZAKI, SH
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Muhammad Zaki, SH
Tempat/Tgl. Lahir : Banda Aceh, 25 Juli 1977
Alamat : Jl. Jama’ah Lr.B Gang Sahabat No.6 Kelurahan
Beurawe Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh 23124
II. Orang Tua
Ayah : Drs. Armiya Mahyiddin
Ibu : Nuriah M. Saad
III. Pendidikan
1. SDN 44 Banda Aceh : Tamat Tahun 1991
2. MTs Al-Fauzul Kabir Kota Jantho : Tamat Tahun 1994
3. SMA Al Mishbah Banda Aceh : Tamat Tahun 1997
4. S-1 Fakultas Hukum UNMUHA Aceh : Tamat Tahun 2005
5. S-2 Magister Kenotariatan (M.K.n) SPs-USU : Tamat Tahun 2009
Medan, 06 Juli 2009
Penulis,
Muhammad Zaki
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................ ix
DAFTAR ISI....................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................. xii
BAB I :.................................................... PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 16
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 17
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 17
E. Keaslian Penelitian ................................................................... 18
F. Kerangka Teori dan Konsep..................................................... 18
G. Metode Penelitian..................................................................... 35
1. Jenis Penelitian .................................................................. 35
2. Lokasi Penelitian ............................................................... 36
3. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................ 37
4. Sumber Data ...................................................................... 37
5. Metode Pengumpulan Data ............................................... 39
6. Alat Pengumpulan Data..................................................... 41
7. Analisis Data ..................................................................... 42
BAB II : BENTUK - BENTUK WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG .................................. 43
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
1. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Kerja
Konstruksi.................................................................................. 43
2. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Kontrak Kerja Konstruksi 49
3. Prosedur Yang ditempuh Dalam Melakukan Penunjukan
Langsung ................................................................................... 54
4. Kedudukan Dan Eksistensi Dari Sub Kontraktor Dalam
Perjanjian Pemborongan dan Konstruksi .................................. 66
BAB III : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI BERKAITAN DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG PELAKSANA JASA KONSTRUKSI .................. 72
1. Faktor Kenaikan Barang Bangunan.......................................... 72
2. Besarnya Biaya Tambahan yang Dikeluarkan ......................... 76
3. Kelalaian Penyedia Jasa ........................................................... 81
BAB IV : AKIBAT HUKUM DAN UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI ................................................................ 95
A. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak
Kerja Konstruksi....................................................................... 95
B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi ............................................. 108
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 120
A. Kesimpulan ....................................................................................... 120
B. Saran.................................................................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 122
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Pembangunan Rumah Baru Untuk Kabupaten Aceh Besar Belum Dimanfaatkan .................................................................................................... 85
2. Kontrak Pembangunan Perumahan Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku ................................................................................... 96
3. Hasil Analisa Pekerjaan Pembangunan Rumah Tipe 36 dikabupaten Aceh Besar ........................................................................................................ 101
4. Asas dan Tujuan Pengaturan Jasa Konstruksi Sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 ...................................................................................... 110
5. Jenis Usaha Jasa Konstruksi Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 dan PP Nomor 28 Tahun 2000 ...................................................... 112
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Telah diuji pada
Tanggal : 06 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum
2. Chairani Bustami Bustami, SH, SpN, MKn
3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum
4. Notaris Syahril Sofyan, SH, SpN, MKn
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah bencana dasyat gempa bumi dan tsunami berlalu, kini para korban
bencana yang tersisa, terutama bagi mereka yang rumahnya hancur diterjang
gelombang tsunami atau bahkan hilang tidak berbekas akibat telah menjadi lautan
memerlukan rumah tempat mereka berteduh demi kelangsungan hidup mereka.
sebelumnya bagi mereka telah didirikan barak-barak, namun kondisi barak tersebut
tidak memungkinkan bagi mereka untuk bisa hidup leluasa. hal ini disebabkan
disamping barak tersebut sangat kecil, kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) tidak
memadai, juga kebutuhan air bersih tidak mencukupi. mereka menginginkan adanya
bantuan untuk didirikan rumah, walaupun rumah tersebut tidak sebagus tempat
tinggal mereka sebelumnya yaitu sebelum bencana itu datang.
Memulihkan kondisi Nanggroe Aceh Darussalam pasca Tsunami dan
merealisasikan keinginan warga tentulah tidak mudah dan tidak segampang
membalikkan telapak tangan. hal ini perlu dilakukan dengan bertahap-tahap.
Pelaksanaan rekonstruksi oleh pemerintah pada tahap awal yang mereka bangun
adalah sarana dan prasarana umum, seperti jalan, sekolah-sekolah, tempat-tempat
ibadah, jembatan, pelabuhan, jaringan-jaringan listrik dan komunikasi dan lain
sebagainya yang dapat memperlancar kehidupan sosial ekonomi. Pada berikutnya
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
mereka mendirikan rumah-rumah bagi mereka para korban Tsunami terutama bagi
mereka yang telah lama tinggal dibarak-barak dan tenda-tenda pengungsian.1
Penyerahan suatu pekerjaan kepada penyedia jasa konstruksi didahului
dengan pemilihan oleh pengguna jasa terhadap penyedia jasa konstruksi yang dinilai
mampu dan layak melaksanakan pekerjaan tersebut. Pemilihan ini didasarkan
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan Pasal 20 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun
2003 pada intinya menentukan bahwa cara pemilihan penyedia jasa, yaitu melalui (1)
Pelelangan Umum; (2) Pelelangan Terbatas; (3) Penunjukan Langsung; dan (4)
Pemilihan Langsung.
Metoda Pelelangan Umum/Seleksi Umum adalah metoda pemilihan Penyedia
Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga
masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
Metoda Pelelangan Terbatas/Seleksi Terbatas adalah metoda pemilihan
Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan dengan pengumuman secara luas melalui
media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia
barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia
barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
1 www.e-aceh-nias.org
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Metoda Pemilihan Langsung/Seleksi Langsung adalah metoda pemilihan
Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya
penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah
lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus
diumumkan minimal melalui papan penumuman resmi untuk penerangan umum dan
bila memungkinkan melalui internet.
Metoda Penunjukan Langsung adalah metoda pemilihan Penyedia
Barang/Jasa yang dilakukan dengan menunjuk langsung 1 penyedia barang/jasa
dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga
yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
Mengenai teknis pelaksanaan terdapat pula peraturan-peraturan lain seperti
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam lampiran 1 keputusan tersebut
dicantumkan mengenai ketentuan-ketentuan tentang pelelangan, pengadaan dan
penunjukan langsung unit pemborong/pembelian.
Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa penentuan pelaksana jasa
konstruksi dapat dilakukan melalui penunjukan langsung. Penunjukan langsung
merupakan salah satu sistem penetapan pelaksanaan kontrak kerja konstruksi tanpa
melalui tender, dimana pengguna jasa dapat memilih pelaksana jasa yang dipandang
layak dan memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dalam menentukan pelaksana jasa yang akan ditetapkan sebagai pelaksana
suatu proyek konstruksi dilakukan oleh panitia pemilihan langsung yang dibentuk
oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja atau Pemimpin Proyek yang beranggotakan 5 orang
yang terdiri dari unsur-unsur (1) Perencanaan Pekerjaan, (2) Penanggung Jawab
Keuangan dan (3) Penanggung Jawab Peralatan dan Pemeliharaan.
Setelah penunjukan langsung perjanjian pelaksanaan pekerjaan konstruksi
juga dibuat dalam bentuk kontrak konstruksi yang berisi perjanjian pemborongan
seperti pada kontrak konstruksi melalui pelelangan umum maupun pelelangan
terbatas. Dalam pembuatan kontrak selama ini tidak melibatkan Notaris baik dari segi
pembuatan maupun dalam hal Legalisasi. kontrak yang dibuat merupakan perjanjian
baku, dimana isi kontrak telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak BRR selanjutnya
kontraktor atau penyedia jasa tinggal menyetujui saja isi kontrak yang telah dibuat
tersebut, selain kontrak yang telah dipersiapkan, pihak BRR juga yang menyediakan
bestek rumah (gambar rumah yang akan dibangun). Di dalam kontrak dimaksud juga
ikut diperjanjikan hal-hal yang menjadi kewajiban pelaksana jasa konstruksi dalam
masa pemeliharaan kecuali dalam hal tertentu.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dalam rangka mencari pelaksana jasa yang benar-benar berbobot untuk
melaksanakan pembangunan fisik ini, juga berpedoman pada syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh pelaksana jasa/kontraktor yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan
pekerjaan tersebut yaitu antara lain :
a. Telah lulus prakualifikasi sesuai dengan bidang dan klasifikasi yang telah
ditentukan.
b. Tidak termasuk Daftar Hitam Rekanan.
Syarat-syarat tersebut di atas merupakan syarat yang harus dipenuhi penyedia
jasa sebelum pelelangan pekerjaan dilaksanakan dan ini merupakan seleksi
pendahuluan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini dilaksanakan oleh panitia
pelelangan pekerjaan. Sedangkan pada kualifikasi yang dinilai adalah kemampuannya
dalam menangani proyek, Termasuk kemampuan modal yang cukup untuk
membiayai pekerjaan selama borongan itu belum diserahterimakan.
Untuk kelancaran proses administrasi dalam pelaksanaan Kontrak Kerja
Konstruksi, maka dibuat suatu perjanjian dibawah tangan dan ditandatangani antara
para pihak (pemerintah/pimpinan proyek dengan perusahaan/kontraktor) untuk
melakukan pekerjaan pemborongan dimaksud. dalam hal ini perjanjian dibuat dengan
menggunakan Bahasa Indonesia, yang dibuat dalam rangkap secukupnya dan masing-
masing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam surat perjanjian
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara pemilik pekerjaan dan kontraktor
untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan termasuk bagian-
bagiannya serta termasuk denda jika terjadi kelalaian atau tidak sesuai bestek.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Namun demikian, dalam pelaksanaannya penunjukan langsung yang
dilakukan selama ini sering menyebabkan terjadinya kegagalan bangunan. Hal ini
disebabkan pelaksana jasa tidak mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
kontrak.
Dalam kontrak melalui penunjukan langsung ini juga menghendaki kontraktor
pelaksana bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya sesusai dengan
yang dimuat dalam kontrak. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih terdapat para
pelaksana jasa konstruksi yang tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang
ditentukan. Kondisi ini disebabkan kontraktor pelaksana yang menjadi rekanan dalam
penunjukan langsung hanya melakukan pembangunan seadanya dan mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat dilihat dari proyek baik proyek
bangunan maupun jalan di Provinsi NAD yang dibangun dengan asal-asalan. Hal
ini dibuktikan dengan seringnya terjadi kegagalan bangunan akibat wanprestasi dari
pelaksana jasa.
Berdasarkan penelitian pada Deputi Perumahan dan Permukiman BRR NAD-
NIAS diketahui bahwa dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan
perumahan akibat bencana gempa dan tsunami juga dilakukan penunjukan langsung
terhadap penyedia jasa. Pada tahun 2005 telah dilakukan penunjukan langsung
kepada 5 (lima) kontraktor pelaksana pembangunan rumah 214 unit Type 36 di
Kabupaten Aceh Besar yang kesemuanya berakibat pada terjadinya kegagalan
bangunan sehingga merugikan pengguna jasa.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Hal ini seperti yang dilakukan oleh PT. Aceh Setia Abadi membangun 37
(tiga puluh tujuh) unit berlokasi di Kecamatan Lhoknga; PT. Putra Sinar Desa
membangun 80 (delapan puluh) unit berlokasi di Kecamatan Leupung; CV. Putera H-
Dua membangun 17 (tujuh belas) unit berlokasi di Kecamatan Baitussalam; PT. Jasa
Mandiri membangun 40 (empat puluh) unit berlokasi di Kecamatan Baitussalam; PT.
Jasa Adek membangun 40 (empat puluh) unit berlokasi di Kecamatan Peukan Bada.
Kelima kontraktor pelaksana tersebut tidak mampu menyelesaikan
pembangunan perumahan dilokasi proyek yang dibangun mereka masing-masing
sebagaimana ditentukan dalam kontrak dengan pengguna jasa pemborongan. Setelah
jangka waktu pembangunan habis, kontraktor pelaksana yang dipilih melalui
penunjukan langsung tersebut hanya melaksanakan pekerjaan awal saja. Sebagian
besar rumah telah ditempati oleh pemiliknya namun kondisi rumah tersebut seperti
fasilitas listrik, air bersih dan jalan serta saluran belum ada, oleh karena itu pemilik
berinisiatif untuk mengurus sendiri.
Selain daripada tersebut diatas terdapat dua perusahaan yang melakukan hal
yang sama adalah CV. Ranup Lampuan membangun 30 (tiga puluh) unit berlokasi di
Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh Besar dan CV. Fakta Utama Jaya membangun
13 (tiga belas) Unit rumah yang berlokasi di Desa Lambaro Najid, Kecamatan Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar. Kedua penyedia jasa tersebut sudah lama tidak ada
kegiatan dan dibiarkan proyek terlantar begitu saja tanpa ada pemberitahuan pada
pihak pengguna jasa, ketika dikonfirmasi kepada penyedia jasa mereka malah tidak
ada tanda-tanda untuk memulai kembali pengerjaannya dan dianggap angin lalu saja,
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
yang selanjutnya berakibat pemutusan kontrak oleh pengguna jasa, tidak hanya itu
kasus tersebut sudah diperkarakan ke pengadilan oleh pengguna jasa dalam hal
Satuan Kerja Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kabupaten Aceh Besar.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan penunjukan langsung
juga dapat menimbulkan kegagalan bangunan akibat pemilihan yang dilakukan tidak
melalui prosedur dan pengawasan yang ketat. karena pengguna jasa dalam hal ini
bidang Pengawasan BRR memprioritaskan kontraktor lokal yang mengerjakan
proyek tersebut, padahal kalau dilihat dari segi kualitas maupun kemampuannya
melaksanakan pekerjaan jauh dari kriteria atau prosedur yang telah ditetapkan,
demikian juga situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu menjadi salah satu
pertimbangan pihak BRR untuk menyerahkan proyek perumahan tersebut untuk
dikerjakan sampai selesai meskipun tidak sesuai dengan prosedur dan pengawasan
yang seharusnya dilakukan.2
Peraturan mengenai hukum perjanjian tercantum dalam buku III KUHPerdata
yang berjudul Perikatan. Memang antara perjanjian dengan perikatan mempunyai
hubungan yang sangat erat, hal ini dapat diketahui dari isi Pasal 1233 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yang menunjukkan bahwa perjanjian merupakan sumber
perikatan di samping undang-undang.
2 Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 27 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Perjanjian pemborongan bangunan termasuk ke dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan yang merupakan bagian penting dari hukum perjanjian.
Dalam hukum perjanjian dikenal istilah perjanjian umum dan perjanjian khusus.
Perjanjian khusus biasanya disebut juga perjanjian bernama.
Dengan istilah perjanjian khusus atau disebut juga perjanjian bernama
maksudnya adalah perjanjian yang telah mempunyai nama-nama sendiri. Jadi jenis
perjanjian ini telah mempunyai nama tersendiri yang diberikan oleh pembuat undang-
undang berdasarkan tipe-tipe atau bentuk-bentuk yang banyak terjadi sehari-harinya.
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah termasuk salah satu dari jenis
perjanjian khusus tersebut. Oleh sebab itu dalam menguraikan pengertian perjanjian
pemborongan pekerjaan secara bersama ada baiknya terlebih dahhulu diuraikan pula
perjanjian. Mengenai definisi perjanjian, Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri dengan satu orang atau lebih”. Selain itu, juga perlu ditelaah
beberapa pendapat para sarjana.
Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan, pengertian perjanjian itu adalah
suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
seseorang ataupun lebih.3 Wirjono prodjodikoro, juga mengartikan perjanjian sebagai
suatu perbuatan hukum mengenai harta kekayaan antara dua pihak dalam mana pihak
yang satu berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal dan pihak yang
3 Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, Yogyakarta, 1972 hal.18
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
lain berhak menuntut.4 Sedangkan menurut Subekti, perjanjian adalah peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal.5
Dengan demikian jelaslah bagi kita tentang pengertian perjanjian tersebut
yaitu suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya atau
berjanji terhadap seorang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu hak tertentu yang
meletakkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain.
Berkenaan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana yang telah
disebutkan terlebih dahulu adalah termasuk jenis perjanjian khusus atau perjanjian
bernama, diatur dalam Buku III, Bab VII a, Pasal 1601 b dan dari Pasal 1604-1616
KUH Perdata. Pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan tersebut oleh pasal 1601
b disebutkan: “Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan yang dengan mana
pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu
harga yang telah ditentukan”.
Dari bunyi Pasal 1601 b KUHPerdata tersebut dapat ditafsirkan bahwa
pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara
seseorang atau badan hukum (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan
seseorang atau badan usaha lain (si pemborong) dimana pihak pertama menghendaki
atau mengharapkan hasil pekerjaan tertentu yang telah diberikannya dan telah
4 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Bale, Bandung, 1986, hal.9 5 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1979, hal.1
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
disanggupi untuk diadakan oleh pihak lain atas pembayaran sejumlah uang tertentu
sebagai harganya.6
Oleh karena itu hal terpenting yang perlu diperhatikan bagi tiap-taip orang
yang membuat atau mengadakan suatu perjanjian adalah apapun yang telah
diperjanjikannya secara sah berdasarkan hukum harus dilakukan dengan itikad baik
sebagai hukum bagi mereka (Pasal 1338 ayat (1) dan (3) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata).
Menurut A, Meliala Qirom Samsudin, bahwa:
Itikad baik dalam pengertian yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum, sedangkan itikad baik dalam pengertian yang objektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.7
Dengan demikian dalam membuktikan adanya itikad baik dalam suatu
perjanjian adalah apabila pada saat membuat perjanjian adanya kejujuran dari kedua
belah pihak, dan pada tahap pelaksanaan perjanjian itikad baik itu ditunjukkan oleh
kepatuhan dan kebiasaan.
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pengadaan jasa konstruksi menurut
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 adalah suatu perjanjian antara dua pihak yang
pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan sesuatu
pekerjaan berupa pembangunan suatu objek tertentu dengan ongkos tertentu pula.
6 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal.19 7 Qirom Syamsuddin Meliala.A, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
Liberty, Yogyakarta, 1995, hal.2
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Menurut syarat-syarat perjanjian pemborongan yang ditetapkan Direktorat
Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Pasal 1 butir j bahwa:
“Pengertian perjanjian pemborongan bangunan atau kontrak adalah suatu perjanjian
tertulis sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara pemilik dan kontraktor
meliputi segala aspek pelaksanaan pekerjaan”.
Khusus bagi perjanjian pemborongan bangunan yang melibatkan pemerintah
sebagai salah satu pihak, peraturan Hukum Administrasi juga berlaku dalam
pembuatan dan pelaksanaan pemborongan bangunan. Dengan demikian dapatlah
dinyatakan bahwa perjanjian pemborongan bangunan di samping tunduk kepada
Hukum Perdata (hukum privat) juga tunduk kepada ketentuan-ketentuan Hukum
Administrasi Negara (hukum publik). Ketentuan Hukum Perdata mengatur tentang
hak dan kewajiban para pihak sedangkan ketentuan hukum publik mengatur soal-soal
teknis/administrasi.
Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan bahwa pengaturan standar tersebut
selain berlaku bagi perjanjian pemborongan bangunan mengenai pekerjaan berlaku
bagi pemborong bangunan oleh pihak swasta.8
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa perjanjian telah terjadi pada saat
persetujuan itu disepakati. Dalam hal ini jelaslah persetujuan merupakan hal yang
utama karena setiap pihak yang membuat perjanjian/kontrak telah memikirkan
8 Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Liberty, Yogyakarta, 1982, hal.5
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tentang hak yang akan diperoleh sebagai keuntungan baginya dan kewajiban sebagai
beban prestasi yang harus dilaksanakan.
Selanjutnya, dapat dilihat pula pendapat Djumialdji tentang kontrak kerja
konstruksi yang mengatakan bahwa “Kontrak kerja konstruksi adalah suatu
persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong,
mengikatkan diri untuk membayar suatu harga ditentukan”.9
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa :
1. Pihak yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan disebut yang memborongkan (bouwheer/aanbestender), sedangkan pihak kedua disebut pemborong/kontraktor/ rekanan/pelaksana (annemer).
2. Objek perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya (het maken van werk).10
Dalam pelaksanaannya kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bentuk
dokumen yang dikenal dengan dokumen kontrak kerja konstruksi. Dokumen tersebut
yang merupakan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan konstruksi termasuk
mengenai susunan (model, letak) dari suatu bangunan yang dijadikan objek kontrak.
9 Djumialdji FX, Hukum Bangunan (dasar-dasar hukum dalam Proyek dan sumber Daya Manusia), Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal.4
10 Ibid.,hal.5
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
H.S. Salim mengatakan bahwa di dalam suatu dokumen kontrak jasa
konstruksi memuat atau meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Surat perjanjian yang ditandatangani oleh pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Dokumen lelang, yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang
merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan atau penawaran untuk melaksanakan tugas yang berisi lingkup tugas dan persyaratannya (umum dan khusus, teknis dan administrasi, kondisi kontrak);
3. Usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga penawaran, jadwal waktu, dan sumber daya;
4. Berita acara yang berisi kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang menimbulkan keraguan;
5. Surat pernyataan dari pengguna jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan.11 Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia
jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi. Akibat hukum, yaitu
timbulnya hak dan kewajiban di antara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu
adalah sejak ditandatangani kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia
jasa.12
Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang harus ada dalam
kontrak konstruksi yaitu :
1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;
2. Adanya objek, yaitu konstruksi;
11 Salim, HS., H., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 90.
12 Ibid.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia
jasa.13
Di dalam Blacklaws Dictionary, Contract construction, is : Type of contract in which plans and specification for construction are made a part of the contract it self and commonly it secured by performance and payment bonds to protect both subcontractor and party for whom building is being constructed. Artinya, kontrak konstruksi adalah suatu tipe perjanjian atau kontrak yang merencanakan dan khusus untuk konstruksi yang dibuat menjadi bagian dari perjanjian itu sendiri. Kontrak konstruksi itu pada umumnya melindungi kedua subkontraktor dan para pihak sebagai pemilik bangunan sebagai dasar dari perjanjian tersebut.14
Unsur-unsur kontrak konstruksi yang tercantum dalam definisi di atas adalah
(a) adanya kontrak; (b) perencanaan; (c) pembangunan; dan (d) melindungi
subkontraktor dan pemilik bangunan.15
Berdasarkan pengertian di atas, maka bila dilihat dari segi objek yang
diperjanjikan, perjanjian atau kontrak jasa konstruksi terdapat persamaan dan
perbedaan dengan perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa. Persamaannya,
dimana sama-sama menyebutkan pihak yang satu setuju melaksanakan pekerjaan bagi
pihak lainnya dengan pembayaran tertentu. Sedangkan perbedaan pada perjanjian
kerja terdapat hubungan kedinasan antara bawahan dan atasan antara buruh dan
majikan. Pada kontrak kerja konstruksi tidak terdapat hubungan yang demikian,
melainkan penyedia jasa melaksanakan pekerjaan secara mandiri.
13 Ibid, hal. 91 14 Loc.cit 15 Loc.cit
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Selanjutnya dalam melaksanakan kontrak kerja konstruksi juga tidak terlepas
dari ketentuan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata sebagai patokan yang berlaku umum untuk semua jenis dan
bentuk perjanjian baik yang telah ada maupun yang akan ada. Dengan lain perkataan
merupakan ketentuan yang mengatur syarat-syarat agar kedua belah pihak yang
mengadakan janji dapat dinyatakan telah mengadakan perjanjian.
B. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja
konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam
pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung?
3. Bagaimanakah akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja
konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS?
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja
konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam
pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung.
3. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja
konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim) Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih
lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang hukum kontrak.
2. Secara praktis, penulis juga berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat bagi
masyarakat umumnya dan praktisi khususnya.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, ada penelitian atas nama Desi Helfira yang
berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Dalam Pelaksanaan Pembangunan
Perumahan Oleh BRR dan Non-Government Organization (NGO) Bagi Korban
Bencana Alam Gempa Bumi Dan Tsunami (Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Kota
Banda Aceh) yang membahas tentang bentuk dan isi perjanjian pemborongan yang
dilakukan oleh BRR dan Non-Government Organization (NGO) terhadap
pembangunan perumahan bagi korban Gempa Bumi dan Tsunami dan Pelaksanaan
Perjanjian Pemborongan Pembangunan Perumahan Bagi Korban Bencana serta
Perilaku Penerima Rumah Bantuan Terhadap Pembangunan Rumah, Jadi berbeda
permasalahannya. karena penelitian ini berjudul “Wanprestasi Dalam Pelaksanaan
Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar
Oleh BRR NAD –NIAS”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya,
sehingga penelitian ini adalah asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan.
F. Kerangka teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kontrak jasa konstruksi adalah perjanjian pemborongan sebagai suatu
kesepakatan antara pemilik proyek (pengguna jasa) dengan pelaksana
pekerjaan (penyedia jasa), untuk membangun suatu konstruksi dalam hal ini
bangunan perumahan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Penunjukan langsung adalah penetapan pelaksana jasa tanpa melalui
tender atau pelelangan.
Pelaksana jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang kegiatan usahanya menyediakan jasa layanan jasa konstruksi.
Kegagalan bangunan adalah bangunan yang menjadi objek kontrak
tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak atau bangunan
yang terlambat diselesaikan.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Rumah
adalah kebutuhan dasar yang bersifat struktural. Perbaikan mutu hidup
masyarakat yang diwujudkan dalam pembangunan nasional harus diikuti dan
disertai perbaikan perumahan secara seimbang. Perbaikan bukan saja dalam
pengertian kuantitatif, tetapi juga dalam pengertian kualitatif dengan
memungkinkan terselenggaranya perumahan sesuai dengan hakekat dan
fungsinya. Upaya pengadaan perumahan tidak harus diwujudkan dalam
pemilikan tanah, akan tetapi sekurang-kurangnya daapt diwujudkan dalam
mendapatkan kesempatan mempergunakan rumah.
Masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak
bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (shelter
for All) serta perlunya pembangunan perumahan dan permukiman sebagai
bagian dari proses pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) dengan mengedepankan strategi pemberdayaan (enabling
strategy) dalam penyelenggaraan pembangunan dan permukiman. Ditambah
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dengan deklarasi “Cities Without Slums” yang mengamanatkan pentingnya
upaya perwujudan daerah perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh.16
Untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat sebagai pelaku utama guna
mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan dalam mendukung terbentuknya masyarakat yang mandiri,
produktif dan berjati diri.
Pembangunan perumahan dan permukiman diatur dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman (LN
Tahun 1992 No.23;TLN No.343669) mulai berlaku tanggal 10 Maret 1992.
Undang-undang ini sebagai Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun
1964 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6
Tahun 1962 Tentang Pokok-pokok Perumahan (LN Tahun 1962 No.40;TLN
No.2476) menjadi undang-undang (LN Tahun 1964 No.3;TLN No.2611).
Pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan melalui
penyediaan rumah sederhana sehat yang diatur dengan Keputusan Menteri
(Kepmen) Kimpraswil No.403/kpts/m/2002 Tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Sederhana Sehat dan Keputusan Menteri (Kepmen)
Kimpraswil No.24/kpts/m/2003 Tentang Pengadaan Rumah Sehat Sederhana
Dengan Fasilitas Subsidi Perumahan.
16 Joko Kirmanto, Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP), http//www.kimpraswil.go.id/Ditjen_mukim/ensiklopedia/perumahan/ksnpp.htm.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam
Undang-undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada
hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan
pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu
masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan
Pancasila.
Perumahan dan Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan
dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan
Permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-
mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam
menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan
menampakkan jati dirinya.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan
dan pemilihan setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan diatas tanah
yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Namun ada juga yang dilakukan dengan
hak sewa tanah dan tukar bangun, dimana dia hanya menyewa tanah orang
lain untuk selanjutnya dapat didirikan rumah. Dalam hal ini antara rumah dan
tanah terpisah dalam hal sertifikatnya.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kebijakan perbaikan permukiman dilakukan melalui pengembangan
konsep Tridaya, yaitu pendayagunaan lingkungan, pemberdayaan sosial dan
pemberdayaan ekonomi. Dengan ketiga pendekatan tadi kelompok miskin
dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk memperbaiki secara lebih
mendiri kondisi perumahan dan permukiman mereka.17
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pembangunan
perumahan untuk miskin, penataan lingkungan permukiman, rehabilitasi
prasarana permukiman, pengembangan forum lintas pelaku sebagai dasar
pemecahan konflik perumahan, pengembangan mekanisme relokasi yang
lebih manusiawi dan pelibatan orang miskin dalam pengadaan perumahan.
2. Konsepsi
Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang
dipergunakan dalam pengertian ini, maka perlu diuraikan pengertian-
pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut:
a. Pengertian Perjanjian Pemborongan Dan Konstruksi
Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama
lain. Istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah
konstruksi.18 Sebab istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang
dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya (pembangunannya), melainkan
17 Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, http//:www.Yahoo.com 18 Munir Fuady, 1998, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 12.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek
hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan
istilah hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi
dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya
yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam
pelaksanaan pembangunan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (disingkat
KUHPerdata), perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan
pekerjaan. Menurut Pasal 1601 (b) KUHPerdata, “Perjanjian Pemborongan
adalah perjanjian dengan mana pihak satu (sipemborong), mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang
memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.
Dari definisi tersebut diatas, undang-undang memandang bahwa
perjanjian pemborongan dan konstruksi tersebut sebagai suatu jenis perjanjian
unilateral, dimana hanya pihak kontraktor (si pemborong) yang mengikatkan
diri dan berprestasi terhadap yang memborongkan. Padahal antara si
pemborong dengan yang memborongkan saling mengikatkan diri dan masing-
masing mempunyai hak dan kewajiban. Kewajiban utama dari pihak
pemborong adalah melaksanakan pekerjaan, sementara kewajiban yang
memborongkan adalah membayar uang borongan (baik dengan sistem fee atau
turn key) atau membiarkan pihak pemborong memungut hasil dari
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
pekerjaannya atau melakukan hal-hal lain dari perjanjian-perjanjian
pemborongan yang lain lagi.
Perjanjian pemborongan selain diatur dalam KUHPerdata, dan A.V.
1941 singkatan dari “Algemene voorwaarden voorde unitvoening bij
aanneming Van openbore werken in Indonesia”, yang terjemahannya sebagai
berikut: syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan
umum di Indonesia.19 Juga diatur dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata
berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta
maupun pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada
KUHPerdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian
pemborongan dalam KUHPerdata dapat digunakan oleh para pihak dalam
perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat
membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak
dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum
dan kesusilaan. Apabila para pihak membuat sendiri ketentuan-ketentuan
19 F.X. Djumialdji, 1995, Hukum Bangunan, Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 6.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dalam perjanjian pemborongan, maka ketentuan-ketentuan dalam
KUHPerdata dapat melengkapi apabila ada kekurangan.
Perjanjian harus dibuat secara tertulis, namun hal ini bukanlah
merupakan hal yang mutlak, karena tanpa dibuat secara tertulis, perjanjian
juga merupakan berlaku sah asal memenuhi persyaratan sahnya perjanjian
yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
Maksudnya kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat mengenai hal-hal yang pokok mengenai perjanjian yang diadakan.
Kedua pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas
untuk mengikatkan diri, dan kemauan itu harus dinyatakan. Karena
bagaimanapun kuatnya atas besarnya kemauan kita, kalau hanya disimpan
dalam hati saja tanpa diucapkan, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa.
Tegasnya sesuatu kemauan itu harus diucapkan lebih dahulu baru mempunyai
arti dalam bidang hukum. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau
secara diam-diam. Kemauan yang bebas tersebut dianggap tidak ada jika
perjanjian telah terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau
penipuan (bedrog).20
20 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1992, cetakan ke-24, hal 135.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
Hal-hal yang berhubungan kecakapan dan kewenangan bertindak
dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri orang perorangan ini diatur
dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 Kitan Undang-undang Hukum
Perdata. Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan :
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.
Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akalnya
adalah cakap dimuka hukum. Kecuali mereka yang disebut dalam Pasal 1330
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu :
1. Orang-orang yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
3. Orang perempuan bersuami dalam hal-hal yang ditetapkan dengan
undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.21
Menurut Pasal 108 KUH Perdata, seorang perempuan yang bersuami,
untuk mengadakan suatu perjanjian memerlukan izin atau kuasa tertulis dari
suaminya. Namun dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun
1963 tanggal 4 Agustus 1963, maka Pasal 108 dan 110 KUH Perdata yang
21 R. Subekti, 1990, Op. Cit.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
berisi tentang ketidakwenangan seorang perempuan bersuami untuk bertindak
dimuka hukum, dicabut.
Dimana bila ditelaah tentang salah satu isi surat edaran dimaksud
adalah bahwa seorang perempuan yang sudah bersuami atau berada dalam
suatu ikatan perkawinan telah dapat melakukan tindakan hukum dengan bebas
serta sudah dibenarkan menghadap di pengadilan walupun tanpa izin
suaminya. Dan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, juga diakui kecakapan seorang perempuan bersuami untuk
melakukan perbuatan hukum. Hal ini terdapat dalam Pasal 31 Undang-undang
Perkawinan, yang menyatakan:
1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
mayarakat.
2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Suami adalah kepala rumah tangga dan isteri ibu rumah tangga.
Disamping kecapakan ada juga ketidak-cakapan dan ketidakwenangan
daam membuat perjanjian. Akibat hukum ketidak-cakapan dan
ketidakwenangan dalam membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang
telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim pengadilan, tetapi
jika pembatalannya tidak dimintakan maka perjanjian itu tetap sah dan
mengikat pihak-pihak yang bersangkutan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Mengenai suatu hal tertentu;
Maksudnya bahwa perjanjian itu harus mengenai suatu objek tertentu
yang sekurang-kurangnya harus sudah ditentukan jenisnya. Suatu hal tertentu
tersebut merupakan pokok perjanjian yang berupa prestasi yang harus
dipenuhi dalam suatu perjanjian, dan juga merupakan objek perjanjian.
Prestasi itu haruslah tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Hal
ini perlu, untuk menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah
pihak jika timbul perselisihan.
Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam perjanjian. Jika prestai itu kabur, sehingga perselisihan itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian batal demi hukum.22
3. Suatu sebab yang sah.
Maksudnya bahwa isi dari perjanjian atau hal-hal yang dikehendaki
oleh para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus merupakan sesuatu
yang tidak dilarang oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.23
22 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, alumni Bandung, hal.94 23 Ibid.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dua syarat yang pertama disebut syarat-syarat subjektif karena
mengenai pihak-pihak atau subjek yang terdapat dalam suatu perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir disebut syarat objektif karena mengenai
perjanjian itu sendiri atau objek hukum yang dilakukan itu.24
Perbedaan antara syarat subjektif dan syarat objektif terletak pada
akibat hukum yang terjadi.
1. Syarat Subjektif
Syarat subjektif adalah sepakat para pihak yang mengikatkan diri dan
kecakapan bertindak dalam bidang hukum yang ditujukan pada orang/subjek
perjanjian. Apabila salah satu syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian
dapat dibatalkan, dalam arti bahwa salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian tidak cakap/pihak yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas
tanpa meminta kepada hakim agar perjanjian dibatalkan karena subjektif tidak
terpenuhi.
2. Syarat Objektif
Syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu hal yang halal.
Keduanya dikatakan syarat objektif karena ditujukan pada benda/objek
perjanjian. Apabila salah satu objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian
tersebut batal demi hukum, artinya bahwa secara yuridis perjanjian tersebut
24 R. Subekti, 1985, Op. Cit, hal. 17.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dianggap tidak pernah ada dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pihak
yang lain untuk memenuhi prestasinya karena dasar hukumnya tidak ada.
Sehubungan dengan uraian diatas, perlu diperlihatkan bahwa undang-
undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan
suatu perjanjian. Tapi yang diperhatikan dan yang diawasi oleh undang-
undang ialah “isi perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai, apakah dilarang undang-undang atau tidak, apakah bertentangan
dengan ketertiban umum atau tidak, apakah bertentangan dengan kesusilaan
atau tidak.
Menurut undang-undang cause atau sebab yang halal itu adalah
apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, sebagaimana
ditegaskan di dalam Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Saat terciptanya perjanjian ini adalah merupakan suatu hal atau
masalah yang penting dalam hukum perjanjian demi terciptanya suatu
kepastian hukum yang diharapkan oleh pihak-pihak khususnya. Untuk itu para
ahli telah menciptakan beberapa teori tentang terciptanya perjanjian.
Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak
mengenai hal ini ada beberapa ajaran, yaitu :
1. Teori kehendak (wilstheori) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada
saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menulis surat.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
2. Teori pengiriman (verzendtheori) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi
pada saat kehendak dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima
tawaran.
3. Teori pengetahuan (vernemingstheori) mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
4. Teori kepercayaan (vertrouwenstheori) mengajarkan bahwa kesepakatan
itu terjadi pada saat pernyataan kehendak itu dianggap layak diterima oleh
pihak yang menawarkan.25
Mengenai ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 24
tahun 2002, perjanjian pemborongan berlaku bagi perjanjian pemborongan
pada proyek-proyek pemerintah, tetapi bagi perjanjian pemborongan pada
proyek-proyek swasta tidak menutup kemungkinan untuk memberlakukan
ketentuan-ketentuan tersebut. Sedangkan ketentuan Undang-undang Nomor
18 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 dan Keputusan
Presiden Nomor 42 tahun 2002 tersebut bersifat memaksa atau dengan kata
lain tidak boleh dilanggar, terutama bagi perjanjian pemborongan pada
proyek-proyek pemerintah.
4. Pengertian Perumahan
Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan
sandang. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam atau
25 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Bisnis, Eresco, Jakarta, 1997, hal 98.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai
pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan
generasi muda, dan sebagai manifestasi jatidiri. Dalam kerangka hubungan
ekologis antara manusia dan lingkungan permukimannya maka terlihat bahwa
kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi
oleh kualitas perumahan dan permukiman dimana masyarakat menempati
tempat tinggalnya.26
Perumahan dan permukiman merupakan yang seutuhnya. Selain
sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan dan permukiman,
“papan” juga berfungsi strategis di dalam mendukung terselenggaranya
pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi
akan datang yang berjatidiri. Indonesia yang memiliki kesadaran untuk selalu
menjalin hubungan dengan sesama manusia, lingkungan tempat tinggalnya
serta senantiasa mengingat akan Tuhannya.
Rumah tinggal merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Setiap keluarga pasti membutuhkan rumah untuk kelangsungan
hidup dan kehidupannya, rumah juga sebagai wadah kegiatan keluarga, rumah
berperan besar dalam membentuk kebahagian dan kesejahteraan manusia
sebagai individu, keluarga dan masyarakat.
26 Eko Budi Hardjo, 1998, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajahmada Univrsity Press, Yogyakarta,hal.20
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Pada tahap awal pembangunan perumahan bagi rakyat, rumah dilihat
sebagai barang konsumtif yang bersifat fasif dan statis semata, karena dahulu
rumah tidak begitu dianggap penting, namun kemudian bahwa rumah disadari
sebagai kebutuhan sosial dan bahkan dapat berperan sebagai alat atau
instrumen pembangunan yang aktif dan dinamis, maka perumahan telah
membawa fungsi yang lebih luas bukan saja sekedar untuk pengadaan papan
saja, melainkan untuk menggairahkan semangat membangun, menumbuhkan
motivasi untuk kegiatan swadaya masyarakat.
Kebutuhan akan rumah mewah pada mulanya tidak begitu penting,
karena rumah dilihat sebagai barang konsumtif yang bersifat fasif dan statis
semata, pembangunannya dilakukan secara tradisional seimbang dengan iklim
dan suhu. Tipe perumahan disesuaikan dengan adat istiadat serta kebudayaan
dan bahan-bahan pembangunan setempat.27
Perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat memunculkan
kecenderungan untuk membangun rumah-rumah dengan dinding batu merah
dan batako yang biasanya mencerminkan kedudukan sosial penghuninya.
Keadaan tersebut membuat masalah perumahan dan permukiman menjadi
sangat penting, sebab perhatian akan ditujukan terhadap banyaknya dan
kualitas perumahan.
27 Heinz Frick, 1995, Rumah Sederhana Kebijaksanaan Perencanaan dan konstruksi, Kanisius, Jakarta, hal. 10.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan
dan permukiman dalam Pasal 1 angka 1 di sebutkan bahwa “rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga”, selanjutnya dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman dan Pasal 1 angka
9 Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional disebutkan
bahwa “Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan”.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
perumahan dan permukiman, disebutkan bahwa:
(1) Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau memiliki
rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.
(2) Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk
berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Menurut Hayward mengemukakan bahwa konsep tentang rumah
adalah sebagai berikut:
a. Rumah sebagai pengejewantahan jati diri yaitu rumah sebagai simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya.
b. Rumah sebagai wadah keakraban yaitu rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan, kasih dan rasa aman.
c. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi yaitu rumah disini dan merupakan tempat kita melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan dari kegiatan rutin.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
d. Rumah sebagai akar kesinambungan yaitu rumah dilihat sebagai tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam proses masa depan.
e. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari. f. Rumah sebagai pusat jaringan sosial. g. Rumah sebagai struktur fisik.28
G. Metode Penelitian
Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai
dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan
kaidah-kaidah penelitian ilmiah, sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dari judul dan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka
penelitian ini bersifat deskriptif analitis. sifat penelitian deskriptif29 adalah
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala
atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat. jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan
gabungan antara juridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis yang
didukung oleh data primer dan data sekunder. penggunaan pendekatan yuridis
28 Hayward, P.G. Home as an Enviromental and psychological concept, 1987:3, lihat Eko Budihardjo, 1994, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajahmada University, Yogyakarta, hal. 55.
29 C.F.G. Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia, Abad ke-20, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 81.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
normatif30 dimaksudkan adalah pendekatan untuk mengetahui masalah dan cara
melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wanprestasi
terhadap pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung, dan
perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata yang berjudul perikatan. sedangkan
pendekatan yuridis sosiologis31 dimaksudkan untuk mengetahui implementasi
penegakan hukum dan mencari serta mengambil fakta dari melihat kenyataan
secara langsung terhadap kontrak kerja konstruksi dan segala akibat hukumnya.
Adapun penelitian yuridis sosiologis ini menggunakan data sekunder.
Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum doktrinal yang condong bersifat (kualitatif tidak
berbentuk angka) berdasarkan data sekunder dan penelitian hukum sosiologis atau
non dokrtrinal yang condong bersifat kuantitatif (berbentuk angka), berdasarkan
data primer. Data primer ialah data yang langsung diperoleh dalam bentuk yang
sudah jadi, berupa publikasi/laporan. Penelitian hukum normatif sering disebut
studi hukum dalam buku (law in books), sedangkan penelitian hukum sosiologis
disebut studi hukum dalam aksi/tindakan (law in action). Disebut demikian,
karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga-
30 Roni Hanitijo Soemitro, 1980, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, hal. 11.
31 Ibid, hal. 31. Perhatikan Bagir Manan, 1999, Penelitian di Bidang Hukum, Jurnal Hukum Puslitbangkum, diterbitkan oleh Puslitbangkum, Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor Perdana: I, Bandung, hal. 4, yang menyatakan bahwa penelitian yuridis sosiologis adalah penelitian yang mengkaji korelasi antara kaedah hukum dengan lingkungan tempat hukum itu berlaku, korelasi ini dapat dilihat dalam kaitan pembuatan atau penerapan hukum.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
lembaga sosial lain, jadi merupakan studi sosial yang non doktrinal, bersifat
empiris, artinya berdasarkan data yang terjadi di lapangan.32
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul tesis yaitu “Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak
Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung”, maka lokasi penelitian
ditetapkan di Kabupaten Aceh Besar. Alasan dan pertimbangan lokasi penelitian
ini adalah berdasarkan hasil pengamatan bahwa di wilayah tersebut ditemukan
adanya kontrak jasa konstruksi yang mengalami kegagalan bangunan akibat
penunjukan langsung pelaksana jasa.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Semua kontraktor atau penyedia jasa konstruksi yang membangun
perumahan dan permukiman Type 36 Korban Gempa bumi dan Tsunami di
Kabupaten Aceh Besar, Pada tahun 2005 Pelaksanaan Program yang bersumber
dari dana APBN dilakukan secara cermat dengan mengacu pada Keputusan
Presiden Nomor 80 tahun 2003. Saat ini tercatat sebanyak 20 perusahaan kontrak
kerja konstruksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. dari 20
perusahaan tersebut, diambil secara acak 5 (lima) perusahaan, yaitu PT. Aceh
Setia Abadi, PT. Putera Sinar Desa, CV. Putera H-Dua, PT. Jasa Adek, dan PT.
Jasa Mandiri.
32 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan Pertama, 2003, hal. 2-3.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
4. Sumber Data
a. Data Sekunder
Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan dasar penelitian
hukum normatif dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas bahan hukum
primer, sekunder dan tertier.33
(1) Bahan hukum primer terdiri dari peraturan Perundang-undangan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu:
(a) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi (UUJK);
(b) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
(c) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 dan
perubahan keempat Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata;
(d) Kontrak-kontrak dari dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
NAD-NIAS.
(2) Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku, teori-teori, rancangan undang-
undang, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, artikel-artikel, tulisan-
33 Bahan hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni norma (dasar) atau kaidah dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, lihat Soejono soekanto dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, hal. 14-15.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tulisan,jurnal-jurnal, makalah-makalah, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil
seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan pakar hukum;
(3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer
dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang)
diluar bidang hukum. Seperti dari bidang sosiologi, teknik, filsafat dan lainnya
yang dipergunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. Surat
kabar, majalah mingguan dan juga situs-situs internet juga menjadi sumber
bahan bagi penulisan tesis ini, sepanjang surat kabar, majalah mingguan dan
situs-situs internet tersebut memuat informasi yang relevan terhadap penulisan
tesis ini.
b. Data Primer
Data primer diperoleh dari penelitian dilapangan dengan menggunakan
metode wawancara, wawancara yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui
lebih mendalam keadaan dan sikap narasumber terhadap pelaksanaan Kontrak
Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung, serta untuk menjawab
permasalahan yang ada.
5. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah, maka dalam penelitian tesis ini dipergunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut:
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data yang
berasal dari kepustakaan, berupa buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah,
majalah-majalah, peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti serta tulisan-tulisan yang terkait dengan Kontrak
Kerja Konstruksi.
b. Penelitian Lapangan (Field Risearch)
Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer
yang berkaitan dengan materi penelitian.
Metode yang digunakan yaitu wawancara (indepth interview) secara
langsung kepada responden34 dan informan35 dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Yang dijadikan
responden yaitu:
1. Divisi Perumahan dan Permukiman BRR NAD – NIAS 2 (dua) Orang;
2. Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS 2 (dua) orang
3. Pengguna Jasa Konstruksi 2 (dua) orang;
4. Penyedia Jasa Konstruksi 5 (lima) orang;
34 Herman Warsito, 1997, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 71, menyatakan responden merupakan pemberi informasi yang diharapkan dapat menjawan semua pertanyaan.
35 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 4, menyebutkan informasi adalah sumber informasi untuk pengumpulan data. Informan juga dapat didefinisikan sebagai orang yang dianggap mengetahui dan berkompeten dengan masalah objek penelitian.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Di samping responden di atas, untuk melengkapi data primer ini juga
dikumpulkan data melalui wawancara dengan beberapa informan, yaitu:
1. Bidang Pengawasan BRR NAD – NIAS 3 (tiga) orang;
2. Biro HUMAS/Juru Bicara BRR NAD-NIAS 2 (dua) orang;
3. Biro HUMAS dan HUKUM Pemerintah Aceh 1 (satu) orang;
4. Masyarakat Korban Bencana 3 (tiga) orang.
6. Alat Pengumpulan Data
Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,
maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen dan kontrak-
kontrak konstruksi. Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting.
2. Pengamatan (observasi) dengan alat-alat (check List). Pengamatan ini
dipergunakan dengan tujuan untuk menambah kejelasan yang jujur yang jujur
dan seksama atau suatu situasi tertentu sehingga mendapatkan perimbangan
sejumlah data yang objektif.
3. Wawancara36 dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide).37
Alat pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah
dokumen dan bahan pustaka serta dari hasil wawancara. Bahan pustaka yang
36 Herman Warsito, Loc. Cit, yang menyatakan wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview) informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview) pedoman wawancara dan situasi wawancara.
37 Ibid, hal. 76, menyatakan pedoman wawancara yang digunakan pewawancara, mengenalkan masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka dan tidak menghambat jalannya wawancara.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan,
dokumen-dokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan
penelitian melalui wawancara diperoleh dengan mewawancarai pihak responden
dan informan yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi di lokasi
penelitian dengan menyusun pedoman wawancara.
7. Analisis Data
Analisis data38 merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian
dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum
analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya diadakan
pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan
penulisan. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir induktif kepada
logika berpikir deduktif yang dimulai dari hal-hal yang khusus untuk selanjutnya
menarik hal-hal yang umum sebagai kesimpulan, dan dipresentasekan dalam
bentuk deskriptif.
38 Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal. Hal 76-77, menyatakan terhadap data yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif apabila: 1) Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan pengukurannya, 2) Data tersebut sukar diukur dengan angka, 3) Hubungan antara variabel tidak jelas, 4) Sample lebih bersifat non probabilitas, 5) Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan pengamatan, 6) penggunaan teori kurang diperlukan bandingkan dengan pendapat Maria S.W. Sumardjono, yang menyatakan bahwa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif tidak harus dipisahkan sama sekali apabila digunakan dengan tepat sepanjang hal itu mungkin keduanya saling menunjang, Lexy Molcong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Resdakarya, Bandung, hal. 103, Bandingkan juga dengan pendapat Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, hal. 66.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB II
BENTUK-BENTUK WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Konstruksi
Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah
mempunyai hak dan kewajiban. Hak bagi salah satu pihak merupakan
kewajiban/prestasi yang harus dilaksanakan oleh pihak lainnya. Demikian pula dalam
kontrak kerja konstruksi terdapat dua pihak yaitu pengguna jasa dan pelaksana jasa
konstruksi yang masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana telah
diuraikan di atas dan merupakan prestasi yang harus dilaksanakan.
Setelah berlakunya ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999
mengenai hak dan kewajiban dalam kontrak kerja konstruksi secara jelas ditentukan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, kewajiban pengguna jasa dalam hal ini Pasal 15 menentukan :
Pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk:
a. Mengumumkan secara luas melalui media masa dan papan pengumuman setiap pekerjaan yang ditawarkan dengan cara pelelangan umum atau pelelangan terbatas;
b. Menertibkan dokumen pelelangan umum, pelelangan terbatas, dan pemilihan langsung secara lengkap, jelas dan benar serta dapat di pahami, yaitu memuat: (1) Petunjuk bagi penawaran; (2) Tata cara pelelangan dan atau pemilihan mencakup prosedur, persyaratan dan kewenangan; (3) Persyaratan kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus dan (4) Ketentuan evaluasi.
c. Mengundang semua penyedia jasa yang lulus prakualifikasi untuk memasukkan penawaran.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
d. Menertibkan dokumen menunjukkan langsung secara lengkap, jelas, dan benar serta dapat di pahami yang memuat: (1) Tata cara penunjukan langsung mencakup prosedur, persyaratan, dan kewenangan (2) Syarat-syarat kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus.
e. Memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan;
f. Memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa; g. Menetapkan penyedia jasa dan batas waktu yang ditentukan dalam
dokumen lelang; h. Mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah
sedangkan bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan yang diatur dalam dokumen pelelangan;
i. Menunjukkan bukti kemampuan membayar; j. Menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang
ditentukan dalam dokumen lelang; k. Mengganti biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa untuk penyiapan
pelelangan apabila pengguna jasa membatalkan pemilihan penyedia jasa,dan
l. Memberikan penjelasan tentang resiko pekerjaan termasuk kondisi dan bahaya yang timbul dalam pekerjaan konstruksi dan mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan.
Sedangkan mengenai hak dari pengguna jasa dalam hal pemilihan penyedia
jasa ditentukan dalam Pasal 16, yaitu :
Pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berhak untuk: a.Memungut
biaya penggandaan dokumen pelelangan umum dan pelelangan terbatas dari penyedia
jasa; b. Mencairkan jaminan penawaran dan selanjutnya memiliki uangnya dalam hal
penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan pelelangan dan c. Menolak seluruh
penawaran apabila dipandang seluruh penawaran tidak menghasilkan kompetisi yang
efektif atau seluruh penawaran tidak cukup tanggap terhadap dokumen pelelangan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kewajiban penyedia jasa diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor
29 Tahun 2000, yang menentukan bahwa :
Penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk :a.
Menyusun dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja, rencana
usulan biaya tenaga terampil dan tenaga ahli, rencana dan anggaran keselamatan dan
kesehatan kerja, dan peralatan; b. Menyerahkan jaminan penawaran; dan c.
Menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan dalam
dokumen lelang.
Sedangkan yang menjadi hak penyedia jasa diatur dalam Pasal 18 Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000, bahwa :
Penyedia jasa dalam proses pemilihan berhak untuk : a.Memperoleh
penjelasan pekerjaan; b.Melakukan peninjauan lapangan apabila diperlukan;
c.Mengajukan sanggahan terhadap bagi penyedia jasa yang kalah; dan d.Mendapat
ganti rugi apabila terjadi pembatalan pemilihan jasa yang tidak sesuai dengan
ketentuan dokumen lelang.
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi juga dijelaskan mengenai tahapan dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi adalah perencanaan yang meliputi: pra studi kelayakan, studi kelayakan,
perencanaan umum, dan perencanaan teknik; serta pelaksanaan beserta
pengawasannya yang meliputi: pelaksanaan fisik, pengawasan uji coba dan
penyerahan bangunan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Berdasarkan ketentuan di atas diketahui bahwa sebagaimana layaknya
perjanjian selalu melibatkan para pihak yang terkait di dalamnya. Demikian pula
halnya kontrak kerja konstruksi yang merupakan perjanjian timbal balik juga
melibatkan para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan
penyedia jasa. Oleh karena itu, pengaturan hak dan kewajiban pun dilakukan secara
timbal balik, dimana yang menjadi hak pengguna jasa menjadi kewajiban penyedia
jasa dan hak penyedia jasa menjadi kewajiban bagi pengguna jasa.
Dari penjelasan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999,
yang menyebutkan bahwa kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan perjanjian
pemborongan termasuk kontrak jasa konstruksi, yaitu :
1. Dalam kegiatan penyiapan.
a. Kewajiban pengguna jasa, antara lain :
1) Menyerahkan dokumen lapangan untuk pelaksanaan konstruksi dan
fasilitas sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak jasa konstruksi; dan
2) Membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang muka dari pelaksana
jasa apabila diperjanjikan.
b. Kewajiban pelaksana jasa, antara lain :
1) Menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk
mendapatkan persetujuan pengguna jasa;
2) Memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila
diperjanjikan; dan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3) Mengusulkan calon sub pelaksana dan pemasok bahan untuk mendapatkan
persetujuan pengguna jasa.
2. Dalam Kegiatan Pelaksanaan Pekerjaan
a. Kewajiban pengguna jasa, antara lain :
Memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja dan menanggung
semua resiko atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang
dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak jasa konstruksi.
b. Kewajiban pelaksana jasa, antara lain :
Mempelajari, meneliti perjanjian pengadaan jasa konstruksi dan
melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak kerja baik teknik dan
asministrasi serta menanggung resiko akibat kelalaiannya.
3. Dalam Kegiatan Pengakhiran
a. Kewajiban pengguna jasa, antara lain :
Memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan isi kontrak kerja kepada
pelaksana jasa yang telah berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima
teknis dan administrasi sesuai dengan perjanjian pengadaan jasa konstruksi.
b. Kewajiban secara seksama keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakannya
termasuk melakukan pemeliharaan dengan baik sebelum mengajukan serah
terima akhir pekerjaan kepada pihak pengguna jasa.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
4. Dalam Perjanjian pengadaan jasa konstruksi
a. Kewajiban pengguna jasa; Membayar pelaksana jasa konstruksi sebagaimana
yang tertera dalam perjanjian pengadaan jasa konstruksi atas pelaksanaan.
Penyelesaian dan perbaikan pekerjaan berdasarkan hasil pengukuran dan
harga satuan serta total tetap (lumpsum) yang tertera dalam daftar kuantitas
dan harga, pada waktu dan cara yang telah ditentukan dalam dokumen
perjanjian pengadaan jasa konstruksi atau secara lain berdasarkan ketentuan
SPK/Kontrak memberikan izin masuk untuk pihak pelaksana jasa konstruksi
ke lokasi pekerjaan, penggunaan lahan dan bangunan sebagaimana yang
dinyatakan dalam gambar rencana dan atau dokumen lain dalam perjanjian
pengadaan jasa konstruksi.
b. Kewajiban pelaksana jasa; Sesuai dengan ketentuan perjanjian pengadaan jasa
konstruksi pihak pelaksana jasa wajib melaksanakan, menyelesaikan,
memperbaiki pekerjaan dengan penuh ketelitian dan kesungguhan serta
menyediakan segala tenaga kerja termasuk pengawasannya bahan-bahan,
peralatan, pengangkutan ke atau dari lapangan dan di dalam atau disekitar
pekerjaan, serta melaksanakan segala sesuatu baik yang bersifat permanen
maupun bersifat sementara yang dipergunakan untuk pelaksanaan,
penyelesaian, perbaikan sebagaimana yang dirinci dalam kontrak jasa
konstruksi.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
B. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Kontrak Kerja Konstruksi
Suatu perjanjian mempunyai konsekuensi yang dikenakan kepada pihak-pihak
yang membuat perjanjian tersebut, guna memenuhi kewajiban-kewajiban
sebagaimana yang telah diperjanjikan. Dengan demikian perjanjian mempunyai
kekuatan sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian itu.
Ada atau tidak adanya akibat hukum dari perjanjian tersebut sangat
bergantung pada pelaksanaan prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian.
Pelaksanaan ini tidaklah harus merupakan prestasi yang diwajibkan melainkan dapat
hanya berupa dengan menunjukkan itikad yang baik atau kehendak untuk
melaksanakan prestasi yang diwajibkan pada saat prestasi tersebut wajib
dilaksanakan.
Dalam hal salah satu pihak telah melakukan itikad baik tersebut, maka hak-
hak dan kewajiban-kewajiban dalam perjanjian tersebut telah lahir. Maka
konsekuensi dari perjanjian adalah memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan para pihak, yang terdiri dari :
a. Pihak-pihak harus mentaati isi perjanjian yang telah disepakati secara
bersama.
b. Salah satu pihak tidak dapat membatalkan perjanjian apabila tidak dapat
memperoleh persetujuan dari pihak lainnya kecuali ditentukan dalam
perjanjian maupun undang-undang.
c. Perjanjian yang telah dibuat dan disepakati itu harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada para pihak dapat diartikan
suatu prestasi yaitu sesuatu yang wajib untuk dipenuhi oleh penyedia jasa dalam
setiap perikatan.39
Sehingga ketiada pemenuhan atau kegagalan oleh pihak lainnya dalam
perjanjian ini untuk melaksanakan kontra prestasi merupakan suatu pelanggaran
terhadap perjanjian (wanprestasi).
Wanprestasi adalah suatu keadaan tidak dilaksanakannya apa yang telah
diperjanjikan dalam suatu perjanjian, oleh karena kelalaian salah satu pihak yang
terikat dalam perjanjian.
Wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui
penunjukan langsung pada proyek pembangunan perumahan di Kabupaten Aceh
Besar oleh BRR NAD-NIAS, yaitu :40
a. Tidak melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya;
b. Tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan gambar rencana (bestek) dan
spesifikasi yang ada dalam kontrak;
c. Mensub-kontrakkan pekerjaan kepada kontraktor lain.
39 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Buana, Bandung, 1993, hal. 17
40 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1992, Cetakan ke-24, hal. 135.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Wanprestasi diatas menyebabkan pelaksanaan pengerjaan pembangunan
perumahan dan permukiman di Kabupaten Aceh Besar yang dilakukan oleh kelima
penyedia jasa tersebut menjadi terhambat dan tersendat-sendat, sehingga melanggar
aturan dalam kontrak konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi.
Pada saat penandatanganan kontrak kelima penyedia jasa konstruksi sudah
menyepakati hal-hal yang tertulis dalam kontrak, akan tetapi memasuki pada tahap
pelaksanaannya hal tersebut tidak dapat dielakkannya, sehingga hasil yang diperoleh
tidak maksimal. Tidak tepatnya waktu pengerjaan sesuai jadwal yang telah ditentukan
dalam kontrak merupakan faktor kurang telitinya dan kelalaian pihak penyedia jasa
sendiri. Gambar rencana (bestek) dan spesifikasi tidak memenuhi kontrak karena
banyak bahan material yang terpasang dari agregat kelas C, sehingga menyebabkan
tidak pada waktunya bahan material tersebut menjadi rusak dan tidak bisa dipakai
lagi. Dalam kontrak disebutkan bahwa dalam pelaksanaan pemborongan penyedia
jasa (kontraktor) tidak boleh mensub-kontrakkan kepada kontraktor lain, kecuali
dinyatakan secara dalam kontrak dan disetujui oleh pengguna jasa konstruksi, dalam
hal ini adalah pihak BRR. Namun demikian pengerjaan proyek tersebut tetap
diteruskan atas pertimbangan bahwa biaya yang sudah dikeluarkan sudah cukup besar
dan menghindari kerugian oleh penyedia jasa atas modal yang telah dikeluarkan.
Langkah yang ditempuh untuk mengatasi ketiga hal tersebut diatas adalah pengguna
jasa membuat suatu addendum kontrak baik mengenai biaya maupun waktu
pelaksanaannya, Pihak yang lalai dan melakukan wanprestasi dapat digugat di depan
hakim.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tentang wanprestasi ini harus dinyatakan dahulu secara tertulis, yaitu dengan
memperingatkan pihak tersebut, bahwa pihak yang lain menghendaki pembayaran
seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Peringatan atau tagihan ini disebut
somasi. Cara melakukan somasi ini ditentukan dalam pasal 1238 KUH Perdata.
Apabila Penyedia jasa sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih
janjinya dan ia tidak memenuhi prestasinya, maka pengguna jasa dapat menuntut
penyedia jasa untuk :
a) Pelaksanaan perjanjian;
b) Ganti rugi;
c. Pelaksanaan perjanjian dan ganti rugi;
d. Pembatalan persetujuan timbal balik;
e. Pembatalan persetujuan timbal balik dan ganti rugi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti rugi terdiri dari dua
unsur yaitu :
a. Kerugian yang nyata-nyata diderita dan
b. Keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Kedua unsur dicakupi dalam :
a. Biaya yaitu segala pengeluaran yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu
pihak, misalnya biaya notaris, biaya perjalanan dan lain-lain.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
b. Kerugian, yaitu berkurangnya kekayaan pengguna jasa sebagai akibat dari
wanprestasi kerugian yang diatur oleh KUH Perdata hanya bersifat materil.
Sedangkan yang inmateril tidak diatur.
c. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh pengguna jasa jika
wanprestasi tidak terjadi.
Ganti rugi atas wanprestasi harus memenuhi 2 (dua) syarat yaitu:
a. Kerugian yang dapat diduga atau sepenuhnya diduga pada saat perjanjian
dibuat (Pasal 1247 KUH Perdata);
b. Kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta dari perjanjian
(pasal 1248 KUH Perdata);
Dalam hal ini untuk mengetahui apakah kerugian sebagai akibat langsung
wanprestasi atau tidak, terdapat dua teori:
a. Teori Conditio Sine Qua Nonn (Von Bury)
Menurut teori ini suatu akibat ditimbulkan oleh berbagai peristiwa yang tidak
dapat ditiadakan untuk adanya akibat. berbagai peristiwa tersebut merupakan
satu kesatuan yang disebut “sebab”, ajaran ini menganggap setiap syarat
adalah sebab.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
b. Teori adequate (Van Kries)
Menurut teori ini suatu peristiwa dianggap sebagai akibat dari peristiwa lain,
apabila peristiwa yang pertama secara langsung diakibatkan oleh peristiwa
yang kedua dan menurut pengalaman dapat diduga akan terjadinya hal
tersebut.
Terhadap wanprestasi tersebut, penyedia jasa yang gagal melaksanakan
kewajibannya tersebut, diberikan hak pembelaan untuk mengajukan alasannya
terhadap kegagalannya dalam melaksanakan prestasi tersebut. Ada tiga macam alasan
pembelaan yang dapat dipergunakan oleh pihak yang wanprestasi, yaitu:
a. Adanya keadaan memaksa (force mejeure), yaitu suatu keadaan yang terjadi diluar kemampuan manusia untuk menduga atau menanganinya, sehingga pelaksanaan dari perjanjian atau perikatan itu menjadi hal yang mustahil ataupun jika dapat dilaksanakan, maka pelaksanaannya akan menimbulkan kerugian yang demikian besar dari pihak penyedia jasa.
b. Bahwa pengguna jasa sendiri juga belum sepenuhnya melunasi seluruh kewajibannya kepada penyedia jasa (exeptio non ademleti contractus).
c. Bahwa pengguna jasa telah melepaskan haknya untuk meminta pelaksanaan prestasi tersebut dari penyedia jasa (rechtsverwerking).39
C. Prosedur yang Ditempuh Dalam Melakukan Penunjukan Langsung
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penunjukan langsung merupakan salah
satu sistem penetapan pelaksana kontrak kerja konstruksi tanpa melalui tender,
dimana pengguna jasa dapat memilih pelaksana jasa yang dipandang layak dan
memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.
39 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Lisens, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Dalam menentukan pelakasana jasa yang akan ditetapkan sebagai pelaksana
suatu proyek konstruksi dilakukan oleh panitia pemilihan langsung yang dibentuk
oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja atau Pemimpin Proyek yang beranggotakan 5 orang
yang terdiri dari unsur-unsur (1) Perencana pekerjaan, (2) penanggung jawab
keuangan dan (3) Penanggung jawab peralatan dan pemeliharaan. Kesemuanya
merupakan orang yang terlibat dalam pelaksanaan pemilihan.40
Penentuan penyedia jasa melalui pemilihan langsung dilakukan adalah untuk
mencari penyedia jasa yang berbobot untuk melaksanakan pembangunan fisik ini,
juga berpedoman pada syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana jasa/kontraktor
yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut yaitu telah lulus
prakualifikasi sesuai dengan bidang dan klasifikasi yang telah ditentukan dan tidak
termasuk daftar hitam rekanan.41
Syarat-syarat tersebut di atas merupakan syarat yang harus dipenuhi penyedia
jasa sebelum pelelangan pekerjaan dilaksanakan dan ini merupakan seleksi
pendahuluan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini dilaksanakan oleh panitia
pelelangan pekerjaan. Sedangkan pada kualifikasi yang dinilai adalah kemampuannya
dalam menangani proyek. Termasuk kemampuan modal yang cukup untuk
membiayai pekerjaan selama borongan itu belum diserahterimakan.
40 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
41 Sarma Marpaung, Staf Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 14 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Adapun prosedur dilakukannya penunjukan langsung penyedia jasa guna
pelaksanaan pembangunan rumah bantuan korban bencana tsunami menurutnya
adalah sudah tepat dengan mempertimbangkan keadaan tertentu hal ini diatur di
lampiran I Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dan Peraturan Presiden Nomor
70 Tahun 2005, pada bab I; yaitu :
1. Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang masih
dimungkinkan untuk mengadakan penunjukan langsung;
2. Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan teknologi
baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya sangat terbatas;
3. Pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan
keselamatan negara yang ditetapkan oleh Presiden; dan atau
4. Pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan untuk kepentingan pelayanan
umum dalam hal ini bagi korban bencana, mempunyai risiko kecil,
menggunakan teknologi sederhana, dan dilaksanakan penyedia jasa usaha
orang perseorangan dan badan Usaha Kecil.42
Lebih lanjut dapat dijelaskan pula bahwa pelaksanaan penunjukan penyedia
jasa/pelaksana konstruksi untuk pekerjaan pembangunan rumah bantuan korban
tsunami pada Kepala Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Wilayah I BRR
NAD termasuk untuk wilayah Kabupaten Aceh Besar juga dilakukan dengan cara
penunjukan langsung ini dan dilaksanakan dengan beberapa persyaratan :
42 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara. Tanggal 13 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
1. Diundang sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar; 2. Pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran tidak perlu pada waktu
yang bersamaan; 3. Peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha orang perseorangan harus
sudah diregistrasi pada lembaga; 4. Tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau
usaha perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga.43 Tata cara pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara penunjukan langsung
terdiri dari:
1. Undangan, yang dilakukan terhadap tiga penyedia jasa yang memenuhi syarat;
2. Penjelasan, penjelasan ini diberikan menyangkut dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan termasuk dengan memberikan pagu dana yang tersedia untuk pekerjaan yang bersangkutan;
3. Pemasukan penawaran, setelah mendengar penjelasan dan pagu dana yang tersedia penyedia jasa yang diundang memasukkan penawaran atas pekerjaan dimaksud;
4. Dapat dilakukan negosiasi setelah ditentukan peringkatnya; negosiasi ini dimaksudkan untuk menelaah dan menentukan berbagai spesifikasi yang mungkin dilakukan penggantian guna memudahkan penyedia jasa melakukan penawaran;
5. Penetapan pemenang, hal ini dilakukan setelah panitia menilai semua penawaran yang dilakukan oleh penyedia jasa yang diundang.44
Kesemua kegiatan ini dilakukan dan diikuti oleh kelima penyedia jasa yang
menjadi pemenang dalam pelaksanaan proyek pembangunan tersebut dan hal ini
dibenarkan oleh kelima penyedia jasa yang berhasil ditemui.45 Setelah melalui
prosedur penunjukan langsung tersebut, maka dalam penunjukan langsung terhadap
43 Sarma Marpaung, Staf Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, Tanggal 14 Februari 2009.
44 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
45 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
kelima penyedia jasa yang dipilih sebagai sampel penelitian diterbitkan Surat
Keputusan Kepala Satuan Kerja Perumahan Permukiman (Satker) Wilayah I BRR
NAD, yaitu :
1. Surat Keputusan No. KU.08.08/SKS-BRR-P2P/643/2005, jangka waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 6 Maret 2006
tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36
berlokasi di Kecamatan Lhoknga Aceh Besar. Didalam Surat Keputusan tersebut
memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan : PT. Aceh Setia Abadi, Untuk
Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 37 (tiga
puluh tujuh), Kecamatan : Lhoknga Kabupaten/Kota : Aceh Besar, Harga : Rp. 1.
456.397.000,- (satu milyar empat ratus lima puluh enam juta tiga ratus sembilan
puluh tujuh ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua :
Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan
pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepada kontraktor yang ditunjuk tersebut
diminta untuk penyiapan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan
Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak;
2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager
beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak
dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga: Segala sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan ini akan diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai
ketentuan-ketentuan dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
2. Surat Keputusan No.KU.08.08/SKS-BRR-P2P/650/2005, jangka waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 25 Maret 2006
tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36
Lokasi Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar. Didalam surat Keputusan
tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan: PT. Putra Sinar Desa
berlokasi di Kecamatan Leupung; Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan
Perumahan Type 36, sebanyak 80 (delapan puluh) Unit, Harga :
Rp.3.144.422.000,- (tiga Milyar seratus empat puluh empat juta empat ratus dua
puluh dua ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua :
Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan
pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepda kontraktor yang ditunjuk tersebut
diminta untuk menyiapkan bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan
Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak;
2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager
beserta struktur pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak
dan mewakili atas nama perusahaan. Ketiga: Segala sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan ini akan diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai
ketentuan-ketentuan dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut.
3. Surat Keputusan No.KU.08.08/SKS-BRR-P2P/643/2005, jangka waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 9 Februari 2006
tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36
berlokasi di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Didalam surat
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan: CV. Putera H – 2
Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 17
Unit Kecamatan : Baitussalam, Kabupaten/Kota : Aceh Besar. Harga :
Rp.669.711.000,- (enam ratus enam puluh sembilan juta tujuh ratus sebelas ribu
rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan
penandatanganan Surat Perjanjian (Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan
di lapangan, kepda kontraktor yang ditunjuk tersebut diminta untuk menyiapkan
bahan-bahan: 1.Jaminan pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond
dengan nilai minimal 5% (lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu
pelaksanaan (schedule) pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur
pelaksana yang mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas
nama perusahaan. Ketiga : Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini
akan diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai ketentuan-ketentuan
dalam dokumen lelang pekerjaan tersebut.
4. Surat Keputusan No.KU.08.08/SKS-BRR-P2P/637/2005, jangka waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 6 Maret 2006
tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36
sebanyak 40 (empat puluh) Unit, Lokasi Kecamatan Baitussalam, Kabupaten
Aceh Besar. Didalam surat Keputusan tersebut memutuskan bahwa : Pertama :
Perusahaan: PT. Jasa Mandiri. Untuk Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan
Perumahan Type 36, sebanyak 40 Unit Kecamatan: Baitussalam, Kabupaten/Kota
: Aceh Besar. Harga : Rp. 1.564.940.000,- (satu milyar lima ratus enam puluh
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
empat juta sembilan ratus empat puluh ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun
Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian
(Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepeda kontraktor
yang ditunjuk tersebut diminta untuk menyiapkan bahan-bahan: 1.Jaminan
pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5%
(lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule)
pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang
mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama
perusahaan. Ketiga : Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan
diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai ketentuan-ketentuan dalam
dokumen lelang pekerjaan tersebut.
5. Surat Keputusan No. KU.08.08/SKS-BRR-P2P/658/2005, jangka waktu
pelaksanaan terhitung sejak 28 Oktober 2005 sampai dengan 25 Januari 2006
tentang Penunjukan Penyedia Jasa Pekerjaan Pembangunan Perumahan Type – 36
berlokasi di Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. Didalam Surat Keputusan
tersebut memutuskan bahwa : Pertama : Perusahaan : PT. Jasa Adek, Untuk
Melaksanakan Pekerjaan : Pembangunan Perumahan Type 36, sebanyak 40
(empat puluh tujuh) Unit, Kecamatan : Peukan Bada Kabupaten/Kota : Aceh
Besar, Harga : Rp. 1. 572.648.000,- (satu milyar lima ratus tujuh puluh dua juta
enam ratus empat puluh delapan ribu rupiah) Sumber Dana : APBN Tahun
Anggaran : 2005. Kedua : Untuk persiapan penandatanganan Surat Perjanjian
(Kontrak) dan persiapan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, kepada kontraktor
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
yang ditunjuk tersebut diminta untuk penyiapan bahan-bahan: 1.Jaminan
pelaksanaan berupa jaminan Bank atau surrety bond dengan nilai minimal 5%
(lima persen) dari nilai kontrak; 2. Jadwal waktu pelaksanaan (schedule)
pekerjaan; 3. Mengusulkan site manager beserta struktur pelaksana yang
mempunyai wewenang penuh untuk bertindak dan mewakili atas nama
perusahaan. Ketiga: Segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan ini akan
diatur dalam Surat Perjanjian (Kontrak) sesuai ketentuan-ketentuan dalam
dokumen lelang pekerjaan tersebut.
Setelah penunjukan langsung perjanjian pelaksanaan pekerjaan konstruksi
juga dibuat dalam bentuk kontrak yang berisi perjanjian pemborongan seperti pada
kontrak konstruksi melalui pelelangan umum maupun pelelangan terbatas. Di dalam
kontrak dimaksud juga ikut diperjanjikan hal-hal yang menjadi kewajiban
penyedia/pelaksana jasa konstruksi dalam masa pelaksanaan dan pemeliharaan
bangunan kecuali dalam hal tertentu.
Kelima kontrak kerja konstruksi diatas merupakan kontrak lumpsump dan
harga satuan dan bersifat tetap kecuali adanya perubahan pekerjaan/syarat atau
pekerjaan tambah kurang atas perintah tertulis pihak pengguna jasa. Hal ini secara
jelas disebutkan dalam Pasal 8 Surat Perjanjian. Karena kontrak ini bersifat lump
sump dan harga satuan nilai kontrak sebagaimana dimaksud bersifat tetap dan tidak
dapat diadakan amandemen pertahapan kecuali ada perintah dari pengguna jasa.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Kelima proyek di atas merupakan proyek yang dilakukan dengan cara
penunjukan langsung sesuai dengan ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun
2003 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2007 dengan
membandingkan tiga pelaksana jasa yang lulus prakualifikasi. Kelima pelaksana jasa
telah menyetujui dan menyatakan sanggup dan bersedia menggunakan harga satuan
negosiasi langsung. Penunjukan langsung ini dilaksanakan karena nilai kontraknya
kecil.46
Dalam proses penunjukan langsung pelaksana jasa konstruksi yang ditunjuk
belum tentu memenuhi klasifikasi yang baik, karena prosesnya tidak melalui
pelelangan terbuka yang biasanya menyaring pelaksana jasa konstruksi yang punya
klasifikasi yang baik. Dalam penunjukan langsung kemungkinan tidak terlaksananya
kontrak sesuai dengan perjanjian sangat mungkin terjadi karena pelaksana jasa
konstruksi yang ditunjuk langsung tersebut bisa jadi tidak memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan pekerjaan.
Dalam Pasal 17 ayat (5) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa dalam
keadaan khusus pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara
penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa. Dalam hal ini
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan cara melakukan negosiasi
46 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis
dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan hasil penelaahan pada kelima kontrak kerja konstruksi di atas
diketahui bahwa penyedia/pelaksana jasa konstruksi diwajibkan menyelesaikan
pekerjaannya dalam jangka waktu 90 dan 120 hari Kalender sejak dikeluarkannya
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan berakhir sampai dengan tanggal serah terima
pertama pekerjaan (PHO) (Pasal 9 (1) Surat Perjanjian). Jangka waktu 90 hari
kalender dimaksud adalah lamanya pelaksanaan proyek oleh pelaksana jasa
konstruksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pembangunan rumah
bantuan yang dilakukan oleh kelima pelaksana jasa konstruksi. Tidak berjalan
maksimal. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelanggaran yang dilakukan khususnya
dalam pemenuhan kewajiban untuk membangun perumahan sesuai dengan spesifikasi
teknis yang disepakati dan kewajiban lain yang dibebankan dalam kontrak dan jangka
waktu penyelesaian. Kondisi ini mengakibatkan sebagian bangunan mengalami
keterlambatan atau tidak sesuai spesifikasi dan penggunaan bahan serta proses
pekerjaannya di lapangan tidak selesai tepat pada waktu serah terima pertama, yaitu
tidak selesai dalam jangka waktu 90 dan 120 hari sesuai dengan ketentuan Pasal 9
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Perjanjian karena kedua proyek tersebut telah berjalan lebih dari enam bulan sehingga
menimbulkan permasalahan juga pada masa pemeliharaan.47
Menurut Deputi Pengawasan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
NAD-NIAS, pelanggaran yang dilakukan oleh kelima pelaksana jasa konstruksi
tersebut merupakan pelanggaran dari kontrak khususnya mengenai jangka waktu
penyelesaian pekerjaan. Pihak pelaksana konstruksi terkesan tidak memperhatikan
lagi kondisi dan situasi lapangan yang disebabkan faktor kejar target sehingga dalam
pelaksanaan pekerjaan di lapangan sering kali tidak memperhatikan proses dan
kualitas dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil kajian lapangan oleh
Staf Pengawasan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nad-Nias, dimana
ditemukan bahwa pelaksanaan pembangunan konstruksi perumahan oleh kelima
pelaksana jasa konstruksi tidak maksimal dan tidak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam perencanaan dan telah ditentukan dalam kontrak.48
Menanggapi hal tersebut kelima pelaksana jasa konstruksi menjelaskan bahwa
ketidakmampuan pihaknya menyelesaikan proyek pembangunan dan memenuhi
spesifikasi adalah diakibatkan pihaknya tidak mampu menyediakan bahan sesuai
dengan harga yang ditentukan dalam kontrak, sehingga untuk mengejar target
penyelesaiannya pihak perusahaan harus berhemat agar tidak mengalami kerugian
yang besar akibat tidak tersedianya bahan dan harga material yang jauh lebih tinggi
47 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
48 Ramli Ibrahim, Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 16 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dari nilai sebelumnya yang ditentukan dalam Rencana Anggaran Biaya. Padahal
kontrak yang disepakati adalah lump sump contract dengan harga satuan yang bersifat
tetap sehingga dalam pelaksanaannya tidak dapat dirubah walaupun ada kenaikan
harga material.49
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa apabila ditinjau dari pelaksanaan
prosedur penunjukan langsung terhadap penyedia jasa yang menjadi pelaksana
proyek pembangunan perumahan bantuan yang didanai oleh Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR) NAD tersebut sebenarnya telah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, hanya saja akibat kurang jelinya panitia pelaksana dalam menilai penyedia
jasa tersebut mengakibatkan terjadinya Wanprestasi karena kemampuan finansial
penyedia jasa yang terbatas, dimana modal terbatas yang hanya berharap dari uang
muka proyek yang dikerjakannya dan kemampuan tenaga kerja yang harus
didatangkan dari luar daerah.
D. Kedudukan dan Eksistensi dari Sub Kontraktor dalam Perjanjian
Pemborongan dan Konstruksi
Seringkali terjadi setelah ditunjukkan pihak kontraktor, maka kontraktor
tersebut selanjutnya akan menunjuk pihak sub kontraktor untuk disubkan pekerjaan-
pekerjaan yang timbul dari kontrak tersebut.
49 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Yang dimaksud dengan sub kontraktor adalah pihak ketiga yang dilibatkan
oleh pihak kontraktor utama untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu yang
terbit dari kontrak konstruksi antara pihak kontraktor utama dengan yang
memborongkan pekerjaan mana dilakukan oleh sub kontraktor untuk dan atas mana
pihak kontraktor utama.50
Secara hukum bahwa pihak yang memborongkan hanya mempunyai
hubungan hukum dengan kontraktor utama, maka tidak ditemukan adanya hubungan
yuridis antara pihak yang memborongkan dengan sub kontraktor, kecuali ditentukan
dengan tegas dan jelas di dalam kontrak, yang artinya bahwa jika sub kontraktor
tertera dengan jelas dan tegas dalam kontrak, maka pihak yang memborongkan telah
mengetahui eksistensi dari pekerjaan sub kontraktor tersebut, sebab pihak yang
memborongkan telah mendapat jaminan bahwa pihak sub kontraktor dapat
melakukan pekerjaan dengan mutu dan efiensi yang diharapkan.
Adakalanya sub kontraktor mempunyai hubungan langsung dengan pihak
yang memborongkan. adapun alasan-alasan pihak yang memborongkan mempunyai
hubungan langsung dengan sub kontraktor, adalah dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Apabila disebutkan dengan jelas untuk itu dalam kontrak; b. Misalnya pembayaran kepada sub kontraktor dilakukan langsung oleh pihak
yang memborongkan; c. Dalam kontrak ditentukan bahwa pihak kontraktor diwajibkan
menginformasikan kepada pihak yang memborongkan termasuk adanya pihak lain untuk bekerjasama diantara mereka.51
50 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 183. 51 Ibid, hal. 186 – 187.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Apabila kontraktor tidak menginformasikan adanya sub kontraktor yang
bekerjasama dengan mereka dan tidak pula disebutkan dengan jelas didalam kontrak,
maka kontraktor bertanggungjawab kepada pihak yang memborongkan atas tindakan
sub kontraktor, apabila sub kontraktor tersebut gagal memenuhi kewajibannya, maka
pihak yang memborongkan dapat mengajukan klaim atas kerugiannya kepada pihak
kontraktor, karena dalam hal ini pihak yang memborongkan hanya mempunyai
hubungan yuridis kepada kontraktor bukan terhadap sub kontraktor.
Namun dalam prakteknya dalam melaksanakan pembangunan, khususnya
dalam hal pembangunan rumah bagi korban Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam,
kontraktor selalu mensub kontrakkan kepada sub kontraktor, dengan alasan mereka
tidak dapat meraup keuntungan jika mereka sendiri yang melakukan pembangunan
tersebut. disini juga salah satu alasan mengapa rumah yang dibangun masih di bawah
standar. dan tidak sedikit kontraktor yang kabur setelah meraih fulus dikantongi bisa
jadi karena dari awal sudah ada niat. sehingga tidak dipungkiri, dari seribu lebih
kontraktor yang melaksanakan program Rehabilitasi dan Rekonstruksi, banyak juga
kontraktor yang telah dilapor ke kejaksaan karena kelalaian mereka tidak
menyelesaikan rumah. padahal mereka telah menarik 30 persen dari anggaran untuk
membangun rumah tersebut.52
Pihak kontraktor utama membuat suatu perjanjian tersendiri dengan
subkontrakktor tanpa diketahui oleh pengguna jasa kontruksi di hadapan notaris
52 Aceh Recovery Forum, Senin, 29 Januari 2007.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
secara bersama-sama. Nah, disini akan melibatkan pihak notaris dalam hal pembuatan
akta perjanjian untuk kepentingan para pihak, guna mengikat kedua belah pihak
dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban tsunami di
Provinsi NAD kedalam sebuah perjanjian pemborongan antara kontraktor utama dan
sub kontaktor. Perjanjian pemborongan dibuat untuk mengalihkan pekerjaan dari
kontraktor utama kepada sub kontrakktor. Perjanjian pemborongan dibuat dalam
bentuk akta notaris atau cukup dilegalisasi oleh notaris saja, asalkan perjanjian tidak
menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris
dalam membuat suatu perjanjian pemborongan meminta dokumen yang selengkap-
lengkapnya dari pihak kontraktor utama, kontrak tersebut akan dijadikan dasar dari
pembuatan perjanjian pemborongan antara kontraktor utama dengan subkontrakktor,
dengan kata lain pihak kontraktor utama harus menyerahkan salinan kontrak asli
beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya kepada notaris. Ada model kontraktor
meminta jasa notaris dibuatkan perjanjian pemborongan pengalihan pekerjaan
pembangunan perumahan korban tsunami kepada sub kontraktor, kontrak tersebut
adalah fotocopi (palsu) bukan salinan asli.
Ketika penulis konfirmasi dengan notaris di Banda Aceh bahwa, pada tahun
2005/2006 banyak dibuat perjanjian pemborongan pengalihan pekerjaan
pembangunan rumah tsunami baik dalam bentuk akte otentik maupun legalisasi.
Notaris sangat hati-hati pada saat diminta oleh kontraktor untuk dibuatkan sebuah
perjanjian karena disamping dokumen-dokumen tidak lengkap mereka pun berani
memalsukan surat-surat yang berhubungan dengan kontrak. Kejelian seorang notaris
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
pada saat itu sangat diperlukan, kalau tidak harus menanggung resiko perjanjian yang
telah dibuatnya. Padahal sebuah akte hanya bernilai Rp. 300 sampai dengan 500 ribu.
Kalau seorang notaris yang kurang mengerti disamping keterampilan yang
dimilikinya sangat minim ditambah tidak jeli dalam melihat suatu persoalan, besar
kemungkinan uang sebesar tersebut diatas bisa menjerumuskan notaris kedalam
penjara.
Banyak juga kontraktor yang minta dibuatkan addendum kontrak, dalam
addendum tersebut diatur mengenai perpanjangan waktu kontrak dan penambahan
biaya. Pada sebelumnya semua ketentuan-ketentuan yang memenuhi syarat-syarat
suatu perjanjian sudah dimasukkan dalam sebuah perjanjian pemborongan, tapi itulah
kontraktor mau enaknya saja tidak mau memikirkan panjang kedepan padahal proyek
yang mereka bangun adalah penghuninya korban tsunami yang tidak mempunyai apa-
apa lagi, jangankan tempat tinggal orang tua dan saudara-saudara mereka pun sudah
lenyap ditelan gelombang tsunami. Selaku notaris, sering mengarahkan mereka
(kontraktor) agar mematuhi semua yang telah disepakati bersama dalam sebuah
perjanjian tersebut, agar nantinya pelaksanaan pembangunan perumahan bagi korban
tsunami bisa selesai dalam jangka waktu yang ditentukan. Kalaupun semua syarat-
syarat dan kewajiban sudah dipeunhi/jalankan tetapi masih ada juga yang tidak sesuai
dengan ketentuan kontrak dan point-point dalam kontrak tersebut tidak dilanggar tapi
karena oleh suatu sebab lain diluar jangkauan manusia misalnya keadaan kahar
sebagaimana pasal 12 surat Perjanjian disebutkan peristiwa-peristiwa seperti bencana
alam dan peperangan, kerusuhan dan sebagainya secara keseluruhan ada hubungan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
langsung dengan penyelesaian pekerjaan pemborongan tersebut. ini sah-sah saja
sepanjang dapat dibuktikan dengan surat keterangan atau penjelasan dari penentu
kebijakan pada waktu itu dalam hal ini pemerintah daerah. Notaris selaku pejabat
umum yang membuat akta otentik dalam menjalankan tugas harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku sekaligus melaksanakan kode
etik kenotarisannya. Apabila seorang notaris sudah tidak lagi mematuhi aturan-aturan
yang ada dan mengabaikan kode etik akan membawa akibat bagi notaris tersebut.
Akibat apa yang harus diterima misalnya dalam pembuatan perjanjian pemborongan
yang dokumen-dokumen asli tidak ada notaris tetap membuat perjanjian tersebut,
apabila para pihak dalam perjanjian tersebut dikemudian hari berseteru karena tidak
dipenuhi kewajiban salah satu pihak, maka akan berakibat bagi notaris yang membuat
perjanjian seperti akan dikenakan denda maupun sanksi pidana yang harus
ditanggung.53
53 Teuku Abdurahman, Notaris di Banda Aceh, Wawancara, tanggal 23 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI BERKAITAN DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG
PELAKSANA JASA KONSTRUKSI
Dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi adakalanya tidak berjalan
sebagaimana mestinya, hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja
konstruksi disebabkan oleh kelalaian (wanprestasi) pihak penyedia jasa terhadap
kontrak yang dibuat dan telah disepakati bersama. Di samping itu, tidak terlaksananya
kewajiban atau berbuat yang pada prinsipnya tidak diinginkan oleh kedua pihak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 5 (lima) Kontrak Kerja Konstruksi
Proyek Pembangunan Rumah Type 36 pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstrksi
(BRR) NAD-NIAS Divisi Perumahan dan Permukiman Nanggroe Aceh Darussalam
yang berlokasi di Kabupaten Aceh Besar penyedia jasa tidak melaksanakan
kewajiban penyelesaian pembangunan sesuai dengan kontrak (wanprestasi). Hal ini
dapat dilihat dari sebagian bangunan mengalami keterlambatan atau tidak sesuai
dengan spesifikasi dan penggunaan bahan serta proses pekerjaannya di lapangan tidak
selesai tepat pada waktu serah terima pertama, yaitu tidak selesai dalam jangka waktu
90 hari sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Perjanjian karena kelima proyek tersebut
telah berjalan lebih dari enam bulan sehingga menimbulkan permasalahan juga pada
masa pemeliharaan.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tidak terlaksananya kewajiban penyedia jasa tersebut sebagaimana yang
ditentukan dalam kontrak disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
5. Faktor Kenaikan Barang Bangunan
Penyebab wanprestasi yang sering terjadi berdasarkan hasil penelitian
adalah kondisi eksternal (26,79%), gambar rencana (21,43%), kondisi lapangan
(19,64%) dan spesifikasi teknis (16,07%). Temuan ini sejalan dengan kenyataan
bahwa pada tahap pelaksanaan konstruksi bangunan rumah, kinerja kontraktor
dipengaruhi oleh perubahan kondisi eksternal, seperti kebijakan pemerintah dalam
ekonomi dan fiskal, serta kondisi sosial. Sebagai contoh bila terjadi lonjakan
perubahan harga atau biaya baik tenaga kerja, bahan/material, peralatan dan lain-
lain, dapat menyebabkan tersendatnya pelaksanaan pekerjaan di lapangan karena
harga kontrak awal yang diajukan oleh penyedia jasa (kontraktor) sangat jauh
berbeda dengan harga pada saat pelaksanaan pekerjaan. Agar pekerjaan dapat
tetap diselesaikan maka penyedia jasa (kontraktor) akan mengajukan permintaan
perubahan kepada pihak pemilik baik perubahan biaya, perubahan waktu maupun
gabungan antara perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa). kondisi
ekonomi dalam negeri masih belum stabil, termasuk adanya kenaikan harga dasar
bahan bakar minyak (BBM) yang signifikan, mempengaruhi harga-harga bahan
dasar material untuk pekerjaan konstruksi dan menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi. Atas kebijakan
pemerintah menaikkan harga dasar bahan bakar minyak (BBM) yang
mengakibatkan perubahan harga barang/material terhadap pembangunan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
perumahan bagi korban gempa dan tsunami, maka kelima penyedia jasa yang
penulis ambil sebagai sample penelitian atas kebijakan pemerintah tersebut,
sehingga penyedia jasa (dari 20 perusahaan) dalam pelaksanaan pembangunan
mengalami kegagalan bangunan rata-ratanya 2 sampai dengan 10 persen, jikalau
ditotal dari dua puluh perusahaan tersebut semuanya mencapai 68,49 persen
tingkat kegagalan yang dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi sebagaimana
perinciannya termaktub dalam Tabel 3 Hasil Analisa Pekerjaan dilapangan
berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Hal ini dapat dilihat dari tindakan penyedia jasa konstruksi yang
mengerjakan proyek dengan tidak melalui pertimbangan yang matang. Penyedia
jasa hanya melihat keuntungan yang akan diperoleh saja tanpa perhitungan
untung rugi dan baru menyadari setelah pekerjaan dimulai sehingga pada saat
pekerjaan sedang berjalan terjadi perbedaan kondisi di lapangan dengan yang
dimuat dalam kontrak. Sementara itu, harga atau nilai kontrak tidak dapat
disesuaikan karena kontraknya adalah lump sump dan harga satuan.
Tidak terlaksananya kewajiban penyedia jasa konstruksi ini memang dapat
dilihat dari kondisi penyedia jasa konstruksi yang tidak lagi mampu melanjutkan
pembangunan karena salah perhitungan dalam menerima pekerjaan. Semula
perhitungan yang dilakukan dengan tingkat harga material yang sedikit lebih
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
murah sedangkan pada saat pelaksanaan nilai material yang diperlukan sudah
meningkat dan tidak sesuai dengan kontrak yang dibuat sebelumnya.54
Apabila dilihat dari kelima kontrak tersebut yang merupakan kontrak lump
sump dan harga satuan dan bersifat tetap kecuali adanya perubahan
pekerjaan/syarat atau pekerjaan tambah kurang atas perintah tertulis pihak
pengguna jasa, maka faktur kenaikan harga material tersebut tidak dapat dijadikan
alasan untuk mengubah atau mengajukan adendum atau perubahan nilai kontrak.
Bahwa tidak adanya pertimbangan yang matang mengenai harga material
bangunan dari pelaksana jasa konstruksi dan langsung menerima pekerjaan tanpa
konfirmasi di lapangan merupakan faktor sangat mempengaruhi berhasil tidaknya
pengerjaan suatu proyek yang diterima pelaksana jasa konstruksi. Tindakan
pelaksana jasa konstruksi pada saat menerima ketentuan penetapan harga atau
nilai proyek seharusnya perlu mendapat perhatian, disamping juga harus
disesuaikan dengan kondisi keuangan dari perusahaan. Hal ini sama sekali tidak
diperhatikan oleh kelima pelaksana jasa tersebut sehingga mereka tidak mampu
melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu pelaksana jasa konstruksi akan
kekurangan dan atau bahkan mengalami kerugian sehingga tidak lagi mampu
54 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 13 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
melaksanakan masa pemeliharaan karena nilai proyek habis untuk pengadaan
material dan kebutuhan lainnya.55
Menanggapi hal ini kelima penyedia jasa konstruksi juga membenarkan
bahwa akibat kenaikan harga material yang lebih dari 40% dari nilai RAB
sehingga keuntungan yang semula diharapkan sebesar 20 persen dari nilai proyek
telah habis untuk mengejar target penyelesaian pekerjaan sedangkan untuk
pelaksanaan masa pemeliharaan tidak lagi memiliki dan sehingga perusahaan
tidak melaksanakan pembangunan sampai dengan selesai. Terhadap hal tersebut
pihak penyedia jasa seharusnya dapat mengajukan addendum guna pembaharuan
kontrak. Namun hal tersebut telah terlambat untuk dilakukan disamping kelima
kontrak tersebut yang merupakan kontrak lump sump dan harga satuan dan
bersifat tetap.56
Dengan demikian, jelas bahwa faktor kenaikan harga bahan bangunan
merupakan salah satu faktor penyebab tidak dilaksanakannya kewajiban
pelaksana jasa dalam penyelesaian proyek.
6. Besarnya Biaya Tambahan yang Dikeluarkan
Dalam pelaksanaan pekerjaan pihak penyedia jasa juga dianggap tidak
selesai melaksanakan pembangunan dan penyelesaian pekerjaan sehingga pihak
penyedia jasa konstruksi mendapatkan surat teguran secara lisan dari pihak
55 Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Kedeputian Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 17 Februari 2009.
56 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
pengguna jasa melalui deputi pengawasan yang dilakukan oleh konsultan
pengawas supaya dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Akan tetapi hal
tersebut tidak dilakukan oleh penyedia jasa karena guna menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu terlalu banyak memerlukan tenaga kerja dan biaya sehingga penyedia
jasa tidak mampu menyediakan dana yang besar akibat kondisi di lapangan tidak
sesuai dengan nilai kontrak.57
Diakui memang sebelum pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah
korban tsunami tidak ada masalah dengan nilai kontrak, namun setelah
pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut terdapat kendala di lapangan
diantaranya disamping harga material yang melonjak naik dengan tinggi juga
barang-barang bangunan sulit didapatkan di daerah Aceh pada waktu itu. menurut
kontraktor/penyedia jasa yang bergerak dibidang konstruksi pembangunan rumah
tsunami di Aceh seperti ada permainan harga barang material, padahal stok kayu
sangat banyak namun ini sepertinya ada cukong-cukong yang bermain atau
memonopoli barang-barang tersebut sehingga kayu bisa banyak di suatu tempat
yang tidak bisa diprediksikan dimana keberadaannya. kalaupun ada barangnya
tapi harganya sangat tinggi beda dari harga-harga normal biasanya baik di daerah
Aceh khususnya maupun daerah-daerah lain diluar provinsi Aceh. disamping itu
tidak terlepas juga pengusaha-pengusaha luar Aceh yang datang mengadu nasib
dengan mendirikan tempat-tempat usaha seperti pabrik-pabrik baik itu pabrik
57 Zulkifli Ali, Muzakir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Tanggal 27-28 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Batu bata, jadi pengusaha kayu, toke toko bangunan, tempat galian C dan lain-
lain, dengan cara menyewa tanah dalam jangka panjang dari masyarakat
setempat. dari hasil usaha mereka menjualnya sangat tinggi tidak kepada penyedia
jasa saja tetapi kepada masyarakat biasa yang membutuhkan juga sama.
Dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam
pengerjaan pembangunan perumahan dan permukiman oleh penyedia jasa sulit
mendapatkan material terutama batu bata yang harus didatangkan dari luar Aceh
seperti Medan dan Pekan Baru, stok batu bata Aceh sudah habis di borong oleh
kontraktor-kontraktor yang pembangunannya membutuhkan material yang besar.
disamping harganya mahal kualitasnya diragukan juga, ketika sudah sampai
kelokasi proyek banyak batu bata yang patah dan hancur faktor ukurannya pun
agak kecil dan tipis.
Selain daripada itu faktor lokasi antara satu rumah dengan rumah yang
lain tidak dekat saling berjauhan dan juga lokasi menuju tempat pembangunan
rumah tidak semulus yang diperkirakan sebelumnya karena curah hujan yang
lebat sehingga barang material yang didatangkan hanya ditaruh diperempatan
jalan yang dekat lokasi proyek, yang mengakibatkan tidak tercapainya barang
material ke lokasi tujuan tepat pada waktunya, supaya bisa mencapai kelokasi
penyedia jasa harus membuat terlebih dahulu badan jalan menuju lokasi proyek
dengan menimbun dan menambah pelebaran badan jalan melakukannya pada saat
cuaca cerah. tetapi sebelumnya kontraktor/penyedia jasa guna mengantisipasi hal
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tersebut dengan memakai tenaga/jasa masyarakat setempat untuk mengangkat
barang material walaupun tidak efesien, seperti yang dialami oleh PT. Jasa
Mandiri dan CV. Putera H-Dua, kedua penyedia jasa tersebut mengambil lokasi di
dua desa yang berbeda tetapi masih satu Kecamatan Baitussalam. oleh karena
kedua hal tersebut kontraktor/penyedia jasa harus mengeluarkan dana buat
pengerjaan badan jalan dan pengupahan tenaga masyarakat. Hal yang sama juga
dialami oleh PT. Putera Sinar Desa yang berlokasi di Kecamatan Leupung. Kalau
bagi PT. Jasa Adek dan PT. Aceh Setia Abadi mungkin tidak ada masalah dengan
kondisi jalan menuju lokasi proyek karena lokasi proyek agak dekat dengan jalan
utama, nah sepanjang air pasang dari laut tidak menggenangi desa tersebut,
pemasukan material tidak mengalami hambatan yang berarti.
Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban
tsunami di Kabupaten Aceh Besar pihak penyedia jasa harus berurusan dengan
pihak Gerakan Aceh Merdeka yang bermarkas di daerah itu yang meminta fee
sebesar 5% (lima) persen dari nilai kontrak, dengan dalih pengamanan atau pajak
nanggroe, apabila tidak diberikan proyek akan dihentikan dan berada dibawah
penguasaan mereka (GAM). Bagi penyedia jasa uang muka (DP) sebagai modal
awal pengerjaan proyek yang sedang dikerjakannya, karena untuk memenuhi
kebutuhan material dilokasi proyek membutuhkan modal yang besar, penyedia
jasa hanya bisa mengandalkan dari uang muka (DP) sebesar 20% (dua puluh
persen) yang telah diterima. Oleh sebab itu untuk menghindari dari hal-hal yang
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
tidak diinginkan penyedia jasa menyisihkan dana uang muka (DP) tadi kepada
GAM sebesar 20% (dua puluh persen) sehingga pelaksanaan pembangunan rumah
bagi korban tsunami agar tetap terlaksana kendati dana akan kebutuhan material
dan ongkos pekerja dilapangan sudah tidak mencukupi semua dan sisa harus
dibayarkan pada tahapan selanjutnya.58
Pada tahun 2005 pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman
korban tsunami harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu faktor
masyarakat, agama, budaya, adat istiadat. disamping itu faktor situasi dan kondisi
yang tidak menentu adalah keberadaan Pihak Gerakan Aceh Merdeka yang
dirasakan sangat mempunyai peranan yang kuat dikala itu. kalaupun ada penyedia
jasa yang dimintakan fee sebesar 5% (lima) persen oleh pihak Gerakan Aceh
Merdeka sudah menjadi resiko pihak penyedia jasa itu sendiri. Melesetnya waktu
penyelesaian pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman korban
tsunami diakibatkan penyedia jasa harus membangun badan jalan agar bisa
tembus atau terlewati ke lokasi proyek tidak menjadi alasan bagi penyedia jasa
untuk tidak menyelesaikan tepat pada waktu yang ditentukan dalam kontrak,
karena sebelum pelaksanaan konstruksi penyedia jasa sudah melakukan
pengecekan ke lapangan atau lokasi proyek.59
58 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Wawancara, tanggal 20 – 21 Februari 2009.
59 Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Kedeputian Pengawasan BRR NAD – NIAS, Wawancara, Tanggal 17 Februari 2009
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
7. Kelalaian Penyedia Jasa
Akibat kelalaian dari penyedia jasa, maka pelaksanaan dengan jangka
waktu yang telah ditentukan dalam kelima kontrak tersebut yaitu 90 hari dan 120
hari, sehingga pihak penyedia jasa meminta jangka waktu tambahan untuk
menyelesaikan pembangunan tersebut yaitu dengan mengajukan permohonan
addendum, dan permohonan addendum tersebut disetujui oleh pihak pengguna
jasa sehingga di berikan perpanjangan waktu kelima kontrak yaitu 160 dan 190
hari terhitung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).
Permintaan perpanjangan waktu kontrak tersebut oleh penyedia jasa
kepada pengguna jasa konstruksi tidak terlepas dari faktor ketidakmampuan
penyedia jasa sendiri yaitu, kurangnya pengalaman atau kesiapan penyedia jasa,
keterampilan atau skill yang rendah dibawah standar, peralatannya yang kurang
mendukung dan tenaga kerja yang terbatas, sehingga menyebabkan kevakuman
pengerjaan perumahan untuk sementara waktu.
Menurut Ketua Komisi D (Bidang Pembangunan) DPR Aceh, Sulaiman
Abda menyatakan, berdasarkan jadwal, seharusnya pada tahun 2008 ini
pemukiman kembali korban tsunami yang rumahnya hancur atau rusak, sudah
selesai. Tapi faktanya, jangankan semua rumah yang hancur selesai dibangun,
soal dana rehab rumah yang dituntut korban gempa dan tsunami dari Rp. 2,5 juta
menjadi Rp 15 juta saja pun, tidak dikabulkan BRR. Hal lain yang belum optimal
dilaksanakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), nilai Sulaiman Abda,
adalah penertiban terhadap penerima rumah bantuan yang lebih dari satu (bantuan
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
ganda). Akibatnya, masyarakat Aceh makin tidak percaya kepada Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), kendati mereka sudah berbuat banyak
membangun kembali infrastruktur Aceh yang telah hancur akibat gempa dan
tsunami, Kecilnya daya serap dana di sektor perumahan dan permukiman
tergambar pula dari apa yang diterangkan Kepala KPPKN Khusus Banda Aceh,
Agus Santoso, Ia contohkan pada tahun ini jumlah dana yang dialokasikan cukup
besar, mencapai Rp 1,613 triliun, tapi sampai Kamis (10/4) realisasinya baru Rp
45,497 miliar, atau baru 2,82 persen. Sementara itu, sisa dana tahun 2007 yang
belum terserap kemudian diluncurkan pada tahun 2008 mencapai Rp 1,430 triliun.
Tapi yang terserap baru Rp. 288,8 miliar atau 20,19 persen. Ini artinya, masih ada
sisa Rp 1,142 triliun lagi, sehingga bila dijumlah dengan pagu tahun 2008 yang
belum terserap Rp 1,567 triliun, maka total pagu dana Perumahan dan
Permukiman Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sampai
bulan empat yang belum terpakai adalah Rp 2,709 triliun lagi.60
Ulah kontraktor61 Deputi Pengawasan Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS, mengatakan masih besarnya sisa dana
perumahan dan permukiman pada tahun keempat pascatsunami, karena ulah
kontraktor.
60 Serambi Indonesia, tanggal 11 April 2008. 61 Ibid.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Penyedia jasa merasa dirinya tidak lalai, pemilik rumah korban tsunami
merasa tidak puas dengan kondisi rumah yang peruntukkan kepadanya
berdasarkan hasil penelitian kondisi rumah bantuan bagi korban Tsunami
sangatlah mengecewakan. Menurut Nasrullah Umar warga desa Kareung
Kecamatan Lhoong Aceh Besar, meskipun rumah telah selesai dikerjakan pada
awal 2009, tetapi belum bisa ditempati karena air dan listrik belum terpasang.62
Demikian juga hal yang sama dialami Razaly warga desa Klieng Kecamatan
Baitussalam, menyebutkan bahwa selain air bersih dan fasilitas listrik kondisi
jalan dan saluran pun belum ada.63
Terhadap kondisi yang demikian untuk dapat dihuni dengan nyaman
sebagai tempat tinggal, mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk
menambah fasilitas tersebut. Kemudian banyak juga yang belum dihuni atau
dimanfaatkan rumah bantuan tersebut karena berbagai kekurangan yang didapat
dari rumah itu, diantaranya 331 Unit Rumah Baru di Kabupaten Aceh Besar
Senilai Rp.13.012.146.306,79 Belum Dihuni. Satuan Kerja Sementara BRR
Pengembangan Perumahan dan Permukiman NAD (Satker BRR) pada TA 2005
telah membangun 850 unit perumahan tipe 36 untuk Kabupaten Aceh Besar,
dengan biaya sebesar Rp. 33.442.958.000,00. Adapun pembangunan perumahan
tersebut bertujuan untuk masyarakat yang terkena bencana gelombang tsunami.
62 Wawancara dengan Nasrullah, warga desa Kareung, Kecamatan Lhoong Aceh Besar, Februari 2009.
63 Wawancara dengan khairul, warga desa Lamjamee, Kecamatan Peukan Bada Aceh besar, pada Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Pembangunan perumahan tipe 36 untuk Kabupaten Aceh Besar tersebar di empat
kecamatan yaitu: sebanyak 310 unit di kecamatan Baitussalam, sebanyak 216 unit
di kecamatan Lhoknga, sebanyak 145 unit di Kecamatan Leupung dan sebanyak
179 unit di Kecamatan Peukan Bada. Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap
574 unit perumahan diketahui bahwa terdapat 331 unit perumahan yang belum
dimanfaatkan senilai Rp. 13.012.146.306,79.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tabel 1. Pembangunan Rumah Baru Untuk Kabupaten Aceh Besar Belum Dimanfaatkan
PEMBANGUNAN RUMAH (UNIT) KONDISI (UNIT) No REKANAN /
KONTRAKTOR RENCANA REALISASI DIHUNI TDK DIHUNI
BAIK BURUK
KONDISI
KHUSUS KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lokasi : Kecamatan LEUPUNG
1. PT. Putra Sinar Desa
80 80 * air bersih belum ada *listrik belum ada
Sampai berakhirnya pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran listrik serta menunggu pengundian untuk penentuan penghuni rumah
2. CV. Naguna 30 30 * air bersih belumada *listrik belum ada
Sampai berakhirnya pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran listrik serta menunggu pengundian untuk penentuan penghuni rumah.
3. Fa. Infecon Baru 35 35 * air bersih belumada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
Sebagian besar rumah telah ditempati oleh pemiliknya dan fasilitas listrik telah diurus oleh mereka masing-masing. Sedangkan rumah yang belum ditempati lebih kepada alasan pribadi pemiliknya, sementara kondisi dari dua rumah tersebut diantaranya ada yang
Jumlah di Kec. Leupung
145 145
Lokasi Kecamatan Baitussalam 1. PT. Jasa Mandiri 40 40 * air bersih
belumada *listrik belum ada *jalan dansaluran belumada
Sampai berakhirnya pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran listrik serta saluran juga belum ada. Para pengungsi lebih memilih untuk tinggal di Barak barak atau menumpang pada rumah saudaranya.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 1
2. PT. Kalkautsar 40 40 * air bersih belumada *listrik sebagian sudah ada
Alasan rumah belum ditempati adalah: 1. Pemilik tidak diketahui keberadaannya 2. Pemilik tinggal di rumah saudaranya 3. Pemilik masih di barak
3. PT. Asiapim Utama 38 38 * air bersih kurang bersih *listrik ada *jalan dan saluran ada
Secara umum mereka mengeluhkan kualitas rumah yang kurang memuaskan.
4. PT. Bintang Batara Sakti
38 38 *air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Alasan rumah belum ditempati adalah 1. Pemilik tidak diketahui keberadaannya 2. Pemilik tinggal di rumah saudaranya
5. PT. Citra Gunung Mas
30 30 *air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Alasan rumah belum ditempati adalah Pemilik tidak diketahui keberadaannya
6. CV. Kharyanti 15 15 *air bersih belum ada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
Sampai akhir pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran lisrik.
7. CV. Putra H. Dua 17 17 *air bersih belum ada *listrik belum ada
Sampai akhir pemeriksaan rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan aliran lisrik.
8. PT. Karia Asri 17 17 *air kurang bersih *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
Alasan rumah belum ditempati adalah beberapa Pemilik ada yang masih tinggal dengan Saudaranya serta ada yang keberadaannya tidak Diketahui.
9. CV. Gaza Konstruksi 12 12 * air bersih belum ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Air bersih yang belum tersedia menyebabkan rumah baru yang telah dibangun belum ditempati. untuk sementara mereka masih tinggal di barak-barak.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 1
10.
CV. Tamitha Beuna 13 13 *air bersih dan listrik belum ada *jalan dan saluran belum ada *dinding tidak double triplek *pintu lapis seng tidakada *pengunci pintu tidak ada
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan rumah belum satupun yang ditempati karena belum tersedianya air bersih, instalasi listrik belum dipasang, pengunci pintu tidak ada, dinding kamar tidak dengan double tripleks serta pintu lapis seng untuk kamar mandi tidak ada.
Jumlah di Kec. Baitussalam
260 260
Lokasi : Kecamatan PEUKAN BADA 1. PT. Jasa Adeek 40 40 * air bersih
ada * listrik belum ada
Alasan belum ditempati adalah 1. Jalan menuju lokasi rumah rusak 2.Pasokan listrik belum ada 3.Kondisi rumah yang belum sempurna
2. PT.Ramaijaya Purnasejati
30 30 *air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Alasan rumah belum ditempati adalah beberapa pemilik ada yang masih tinggal dengan saudaranya serta ada yang keberadaannya tidak diketahui.
3. CV. Pusaka Tani 20 20 *air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Alasan rumah belum ditempati adalah 1.Pemilik tidak diketahui keberadaannya 2. Pemilik tinggal di rumah saudaranya
4. CV. Purnama Mulia 15 15 * air utk MCK ada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
Alasn rumah belum ditempati : 1. Ahli waris masih ditanggung keluarganya 2. Pemilik rumah masih tinggal di Sigli 3. Belum diketahui
5. CV. Sulthan Agung 10 10 *air bersih ada *listrik ada *jalan dan saluran ada
Masyarakat merasa cukup puas atas dibangunnya perumahan tersebut.
Jumlah di Kec. Peukan Bada
115 115
Lokasi : Kecamatan LHOKNGA 1. PT. Aceh Setia Abadi 37 37 *air kurang
bersih *listrik sebagian sudah ada *sebagian dengan dinding tidak double
Ada sebagian dari mereka yang masih memilih untuk tinggal di barak-barak pengungsian. Mereka mengeluhkan kualitas rumah yang kurang memuaskan. Tetapi sebagian yang lain memilih untuk
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Lanjutan Tabel 1 triplek *ada 2 unit yang atapnya rusak
menempatinya dengan alasan rumah yang dibangun BRR untuk daerah itu le
2. CV.Seulawah Perkasa 17 17 *air bersih belum ada *listrik belum ada *jalan dan saluran ada
Sampai berakhirnya pemeriksaan sebagian rumah belum ditempati karena belum memiliki air bersih dan disekitar perumahan belum ada jaringan listriknya. Tiga rumah didapati dengan kondisi dinding kamar yang tidak double tripleks. satu rumah didapati dengan k
Jumlah di Kec. Lhoknga
54 54
TOTAL
574
574
Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD.
Adapun alasan masyarakat belum mau menempati rumah tersebut, karena
rumah yang telah dibangun belum mempunyai air dan listrik. Selain itu
masyarakat juga tidak mengetahui harga per unit rumah tersebut, sehingga
masyarakat berharap kualitas bangunan rumah mereka sama dengan program
perumahan TA 2006.
Banyak rekanan (kontraktor) yang telah menerima paket pekerjaan
pembangunan rumah bantuan untuk korban tsunami dari BRR, tapi belum
menyelesaikan borongan rumahnya, terutama untuk kontrak rumah tahun 2006
dan 2007. Besarnya sisa dana perumahan BRR, ujar Deputi Bidang Pengawasan
BRR, bukan mengindikasikan lambannya kinerja Deputi Perumahan Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), melainkan ada kaitannya dengan
permintaan Pengurus Kadin Aceh bersama asosiasi kontraktor lokal kepada
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dua tahun lalu agar dalam
pembangunan rumah bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
melibatkan pengusaha lokal, terutama pengusaha kecil dan menengah.
Usul dan saran itu, menurut Deputi Pengawasan BRR, dipenuhi Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Tapi dalam perjalanannya, sekitar 10
kontraktor kecil dan menengah yang telah menerima borongan rumah dari Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), setelah mengambil uang muka kerja 20
persen, lalu meninggalkan pekerjaan. 10 perusahaan yang telah menarik uang
muka proyek tetapi tidak melakukan pekerjaan di lapangan itu adalah CV. RA
dengan total anggaran proyek sekitar Rp 400 juta untuk paket pekerjaan sebanyak
delapan unit rumah di Desa Cot Lamkeuweuh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh,
CV. ADL (anggaran sekitar Rp 2 miliar untuk pembangunan 35 rumah di Desa
Nusa, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya), dan PT. BN (anggaran proyek sekitar Rp 2,7
miliar untuk pembangunan 45 rumah di Desa Nusa, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya).
Selanjutnya, CV. AP (anggaran sekitar Rp 700 juta untuk pembangunan 12 rumah
di Desa Bireuk, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar), CV. JIK (anggaran proyek
sekitar Rp 580 juta untuk pembangunan 10 unit rumah di Desa Krueng Kareung,
Lhoong, Aceh Besar), CV. L (anggaran proyek sekitar Rp 470 juta untuk
pembangunan tujuh rumah di Desa Bireuk, Lhoong, Aceh Besar), dan CV. FA
(anggaran proyek sekitar Rp 300 juta untuk pembangunan lima rumah di Desa
Ladang Baro, Aceh Jaya). Kemudian, CV. JL (total anggaran proyek Rp 370 juta
untuk pembangunan enam rumah di Desa Nusa, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya),
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
CV. GMP (anggaran proyek sekitar Rp 740 juta untuk pembangunan 12 rumah di
Desa Gampong Baro, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya), dan CV. JBM (total anggaran
proyek sekitar Rp 860 juta untuk pembangunan 14 rumah di Desa Gampong Baro,
Kecamatan Jaya, Aceh Jaya).64 Kecuali itu, ada pula yang telah mengambil dana
tahap kedua sebesar 40 persen, tapi karena berbagai gangguan di lapangan
kemudian ia lari malah meninggalkan borongan rumah. Akibatnya, penyerahan
rumah bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk korban gempa
dan tsunami jadi terlambat. Terlambatnya pembangunan proyek fisik rehabilitasi
dan rekontruksi banyak disebabkan oleh terbatasnya tenaga kerja dan material
bahan bangunan yang tersedia terutama masalah kayu dan batu bata. perusahaan
tersebut sudah termasuk melanggar hukum dan telah merugikan negara.
Disamping itu harga material bahan bangunan yang naik hingga 20 sampai
dengan 50 persen. Sehingga dana sebesar 40% yang diambil dari tahap kedua
tersebut dipergunakan untuk membayar ongkos kerja dan menutupi material
bahan bangunan. Apalagi objek yang dirugikan adalah korban bencana tsunami.
Kalau seperti itu kejadiannya, kata Deputi Bidang Pengawasan, apakah BRR yang
harus disalahkan. Harusnya korban tsunami yang belum dapat rumah berdemo ke
kantor kontraktor yang tak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik,
bukan ke Kantor Pusat BRR, ujar mantan Sekretaris BRR NAD-NIAS ini.
Terhadap rumah-rumah bantuan yang ditinggalkan pemborongnya, Badan
64 Ramli Ibrahim, Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 16 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Rehabilitasi dan Rekonstruksi harus membangunnya kembali. Tahun ini
pekerjaannya akan digenjot, deputi Bidang Pengawasan menambahkan. Meski
risiko itu harus BRR yang menanggungnya,67 hujatan terus saja dilakukan
sekelompok orang kepada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Rumah
tak selesai atau rumah yang dibangun asal jadi, Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR) yang disalahkan, padahal dalam kontraknya sudah jelas
bahwa penerima borongan harus membangun rumah berkualitas untuk korban
tsunami.
Pada Tahun Anggaran 2006 Satker BRR Pengembangan Perumahan dan
Permukiman NAD Wilayah 01 (Aceh Besar) melaksanakan 34 paket pekerjaan
pembangunan rumah tipe 36 sebanyak 361 unit dengan nilai kontrak setelah
addendum sebesar Rp. 21.618.789.817,00. Dari 34 paket tersebut, terdapat
pembangunan rumah yang dilaksanakan di Desa Lambaro Najid, Peukan Bada,
dengan pelaksana pekerjaan CV.Fakta Utama Jaya senilai Rp. 752.180.000,00
dan jangka waktu kontrak selama 90 hari kalender terhitung mulai tanggal 03 Juli
2006 sampai dengan tanggal 14 Oktober 2006. Pembayaran telah dilaksanakan
sebanyak 2 termin, yaitu pembayaran uang muka 20% dari kontrak atau sebesar
Rp. 147.427.280,00 dan pembayaran termin pertama sebesar Rp. 321.064.185,41
(bobot fisik sebesar 56,91%). Pada pelaksanaan pekerjaan berikutnya, ternyata
kontraktor (CV. Fakta Utama Jaya) tidak dapat menyelesaikan pekerjaan (wan
67 Mirza Keumala, Juru Bicara BRR NAD – NIAS, Wawancara, Tanggal 16 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
prestasi). Hasil Show Couse Meeting (SCM) dan Test Case penyelesaian
pekerjaan menunjukkan kontraktor tidak mampu melaksanakan pekerjaan
sebagaimana jadwal yang telah disepakati dalam kontrak dan denda
keterlambatan telah melampaui batas maksimal sebesar nilai jaminan
pelaksanaan. Selanjutnya pihak satker melakukan pemutusan kontrak berdasarkan
Surat Nomor 03/PHK/PPK-AB/P2P-I/BRR/2006 tanggal 15 Desember 2006
(dibuat sepihak tanpa ditandatangani oleh kontraktor).
Dengan demikian adanya sisa uang muka sebesar Rp. 64.818.884,00 yang
masih harus ditagih ke kontraktor, dan denda sebesar 5% dari nilai kontrak yaitu
sebesar Rp. 37.609.000,00 atau uang jaminan pelaksanaan sebesar Rp.
37.609.000,00 yang harus dicairkan. Untuk uang muka dan denda, pihak satker
dan PPK Aceh Besar tidak berhasil memungut karena jaminan uang muka
terlambat dicairkan dan denda tidak dapat dikompensasi karena kontraktor tidak
mengajukan termin pembayaran lagi. Sampai dengan saat pemeriksaan berakhir
tanggal 22 November 2007 belum ada tindakan BRR NAD–Nias untuk
menyelesaikan pembangunan fisik rumah. Hasil pemeriksaan fisik ke lokasi
pembangunan 13 unit rumah tersebut menunjukkan bahwa kondisi rumah terhenti
pembangunan pada progress fisik +/- 48% dan belum terpasang atap, sehingga
pembangunan rumah dalam kondisi terbengkalai.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Kontrak yang disepakati dan tidak
sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Kondisi
tersebut mengakibatkan:
a. Pembangunan rumah tidak dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat;
b. Indikasi terjadi kerugian negara atas tidak terpungutnya sisa uang muka
sebesar Rp. 64.818.884,00;
c. Kontraktor harus dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp.37.609.000,00.
Kondisi yang demikian tersebut terjadi karena : a. Kontraktor kurang
mampu dan kurang profesional dalam melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak
yang telah disepakati; b. Lemahnya pengendalian oleh BRR NAD-Nias atas
pelaksanaan pekerjaan tersebut Pihak Bapel RR menyatakan bahwa: a. Kepala
Satker dan Direktur MK.1 melalui pihak terkait telah melakukan upaya secara
hukum terhadap rekanan yang melakukan wanprestasi termasuk ke Komite
Verifikasi dan Penertiban BRR sebagai fasilitator sehingga permasalahan
kerugian negara dapat diselesaikan. b. Upaya untuk dapat menyelesaikan
permasalahan pembangunan rumah tersebut Direktorat MK.1 telah membuat
rencana dan program penanganan untuk menyelesaikan rumah yang terbengkalai.
Upaya yang telah dilakukan adalah dengan cara kerjasama dengan masyarakat
melalui program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dalam minggu kedua
bulan Desember 2007 sudah dilaksanakan penandatanganan kontrak antara PPK
dengan perwakilan masyarakat dengan dana yang telah diperhitungkan dengan
sisa nilai fisik bangunan dan sisa yang tersedia. Pihak Badan Pemeriksaan
Keuangan Republik Indonesia menyarankan kepada Badan Pelaksana Rehabilitasi
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
dan Rekonstruksi Nad-Nias agar segera mengambil langkah-langkah strategis
pembangunan rumah dapat segera diselesaikan, menarik kelebihan pembayaran
sisa uang muka sebesar Rp. 64.818.884,00 dan mengenakan sanksi denda
keterlambatan sebesar Rp. 37.609.000,00.68
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) juga salah69 Sulaiman Abda
selaku Ketua Komisi D DPRA berpendapat, belum tuntasnya pembangunan
rumah untuk korban tsunami sampai tahun keempat pascatsunami, tidak
seluruhnya karena kesalahan kontraktor. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
(BRR) sebagai pemilik proyek juga punya kesalahan, karena kurang mengontrol
pelaksanaan pembangunan rumah. Begitu juga terhadap konsultan perencana dan
pengawas yang dikontrak tapi ternyata tidak bekerja secara profesional dan
maksimal. Kecuali itu, kata Sulaiman Abda, perubahan kebijakan yang sering
dilakukan pengambil keputusan di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR),
membuat sistem kerja rehab-rekon jadi terganggu dan terhambat.
68 Dokumen Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD. 69 Serambi Indonesia, Tanggal 11 April 2008.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
BAB IV
AKIBAT HUKUM DAN UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
B. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi
Walaupun kontrak telah dibuat dalam bentuk tertulis dan memuat berbagai
ketentuan hak dan kewajiban para pihak, namun tetap saja tidak berjalan sebagaimana
mestinya seperti tidak tepat waktu dalam pelaksanaan pembangunan dan penyelesaian
serta tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak.
Dalam praktek pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi pada satuan Kerja
Perumahan dan Permukiman Wilayah I BRR NAD dalam hal ini Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) Aceh Besar diketahui bahwa terdapat 20 kontrak Berita Acara
Serah Terima Hasil Pekerjaan PHO memiliki tanggal yang sama dengan FHO.
Dengan demikian disimpulkan bahwa PHO dan FHO khususnya pada kontrak yang
dipilih sebagai sampel penelitian tidak berjalan sesuai ketentuan untuk dua puluh
kontrak perumahan, dengan rincian sebagai berikut:
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Tabel 2. Kontrak Pembangunan Perumahan Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku
No Nama Rekanan No. Kontrak/Jangka Waktu Nilai Kontrak (Rp)
Realisasi Satuan
1 2 3 4 5 6 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
PT. Putra Sinar Desa CV. Naguna CV. Purnama Mulia PT.Citra Gunung Mas PT.Bintang BataraSakti PT. Asiapim Utama PT.Ramaijaya Purnasejati CV. Pusaka Tani CV. Sultahan Agung CV. Putera H. Dua CV. Kharyanti CV. Gaza Konstruksi Fa. Inpecon PT. Jasa Mandiri CV. Tamita Beuna PT. Aceh Setia Abadi PT Karia Asri CV. Seulawah Perkasa PT. Kalkausar PT. Jasa Adeek
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/650/2005 28 Oktober 2005 - 25 Maret 2006
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/665/2005 28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/699/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/641/2005
28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/640/2005
28 Oktober 2005 -6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/639/2005
28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/659/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/661/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/698/2005 28 Oktober 2005 - 25 Januari 2006
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/643/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/645/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/697/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/651/2005
8 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/637/2005
8 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/667/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/652/2005
28 Oktober 2005 - 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/644/2005 8 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006
KU.08.08/SKS-BRR-P2P/646/2005 28 Oktober 2005 - 9 Pebruari 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/638/2005
28 Oktober 2005 – 6 Maret 2006 KU.08.08/SKS-BRR-P2P/658/2005
28 Oktober - 25 Januari 2006
3.144.422.000,00
1.181.562.000,00
592.214.000,00
1.180.298.000,00
1.495.682.000,00
1.494.070.000,00
1.180.260.000,00
788.140.000,00
394.853.000,00
669.711.000,00
590.945.000,00
472.127.000,00
1.373.992.000,00
1.564.940.000,00
512.116.000,00
1.456.397.000,00
666.752.000,00
670.317.000,00
1.572.264.000,00
1.572.648.000,00
80
30
15
30
38
38
30
20
10
17
15
12
35
40
13
37
17
17
40
40
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Jumlah 22.573.710.000,00 574 Unit
Sumber : Dokumen Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Berdasarkan data tersebut, jelaslah bahwa kondisi ini menyebabkan pengguna
jasa keberatan dan merasa dirugikan atas kinerja dari penyedia jasa karena ketentuan
yang dimuat dalam kontrak tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Terhadap hal
tersebut tentunya membawa akibat terhadap kedua pihak secara hukum.65
Dari dua puluh kontrak konstruksi tersebut diatas, maka yang diambil
penelaahan terhadap 5 kontrak konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan
Permukiman Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dalam hal
ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Aceh Besar khususnya dalam kaitannya
dengan kontrak pembangunan perumahan bantuan yang didanai BRR NAD dimuat
ketentuan sanksi yang dapat diterima para pihak khususnya bagi penyedia jasa yang
tidak dilaksanakan prestasinya.
Hal ini tertuang dalam ketentuan sanksi yang dimuat dalam kontrak, yaitu
ketentuan Pasal 18 tentang Sanksi dan denda yang menentukan :
1. Bilamana progres pekerjaan terlambat lebih dari 30% dari target pekerjaan, maka
Pihak Kedua dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan sebesar 100 (satu per
mil) dari nilai kontrak perhari kalender.
2. Pada saat nilai denda keterlambatan sama atau melebihi nilai jaminan
pelaksanaan, maka kontrak dihentikan dan penyedia jasa dimasukkan dalam
daftar hitam rekanan.
65 Juanda DJamal, Juru Bicara/Humas BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 19 Februari 2009.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
3. Denda dihentikan bilamana Pihak Kedua telah mencapai target prestasi pekerjaan.
4. Denda yang telah dibebankan harus disetorkan ke Kas Negara oleh Pihak Kedua
atau jaminan pelaksanaannya dicairkan atau diperhitungkan dengan kewajiban
pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua.
Pembangunan 1.710 Unit Rumah Senilai Rp. 1.421.156.578,00 Tidak Sesuai
dengan Spesifikasi Kontrak yang Ditetapkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara
uji petik atas kontrak pembangunan rumah baru tipe 36 RSS TA 2005 di Kota Banda
Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, dan
Kabupaten Aceh Selatan yang dikelola oleh Satuan Kerja Sementara (Satker) BRR -
Pengembangan Perumahan dan Permukiman NAD-Nias ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pembangunan 706 unit rumah di Kota Banda Aceh tidak sesuai dengan spesifikasi
kontrak yang ditetapkan senilai Rp. 536.254.432,90;
b. Pembangunan 574 unit rumah di Kabupaten Aceh Besar tidak sesuai dengan
spesifikasi kontrak yang ditetapkan senilai Rp. 779.557.004,87 (lihat Tabel);
c. Pembangunan 430 unit rumah di Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh
Selatan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak yang ditetapkan senilai Rp.
105.345.140,55.66
66 Dokumen Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia NAD.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Hal tersebut tidak sesuai dengan: a. Penjelasan Keputusan Presiden No. 80
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal
33 Ayat (2) yang antara lain menyatakan bahwa khusus untuk pekerjaan konstruksi,
pembayaran hanya dapat dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak
termasuk bahan-bahan, alat-alat yang di lapangan; b. Syarat-syarat umum dan khusus,
syarat-syarat teknis dan gambar bestek yang telah ditetapkan dalam kontrak.
Hal ini terjadi karena : a. Konsultan pengawas dalam melaksanakan tugas
tidak mengikuti ketentuan yang berlaku; b. Kontraktor cenderung mencari keuntungan
yang tidak wajar; c. Pengawasan dan pengendalian atasan langsung (deputi, direktur)
secara berjenjang belum berfungsi sebagaimana mestinya; d. Kepala Badan Pelaksana
(Bapel) Reonstruksi dan Rehabilitasi, Kedeputian Perumahan, Infrastruktur dan
Penatagunaan Lahan tidak melakukan pemantauan dan evaluasi serta cenderung tidak
merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan di bawah lingkup kerjanya.
Hal tersebut mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran yang merugikan
negara minimal sebesar Rp. 1.421.156.578,00. Pihak Badan Pelaksana (Bapel)
Rekonstruksi dan Rehabilitasi sepakat bahwa Konsultan Pengawas dalam melakukan
tugas belum bekerja atau mengikuti ketentuan yang berlaku sehingga BRR telah
melakukan sanksi terhadap PT. Multi Areaconindo (Macon) bekerja sama dengan PT.
PPA Consultant dan PT. Trapenca Puga Raya sebagai Konsultan Pendamping,
Perencana dan Pengawasan terhadap pekerjaan yang dikerjakan kurang optimal dan
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam kontrak dengan memotong
dana 20% dari nilai kontrak dan mengembalikan ke kas negara sebesar Rp.
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009
27.790.443,00 atas kelebihan pembayaran biaya langsung dan biaya non personil.
Pihak ketiga yang tidak beritikad baik (kontraktor dan konsultan), agar tidak
diikutsertakan dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi selanjutnya;
Mempertanggungjawabkan kekurangan pekerjaan dengan menyetorkan kelebihan
pembayaran ke kas negara sebesar Rp. 1.421.156.578,00; Kepala Badan Pelaksana
(Bapel) Rekonstruksi dan Rehabilitasi menegur secara tertulis deputi yang
bersangkutan dan beserta jajarannya agar meningkatkan pengawasan, pengendalian
dan evaluasi agar permasalahan yang sama tidak terulang kembali.
Lanjutan Tabel 3
Lanjutan Tabel 3
Berdasarkan data tersebut, jelaslah bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan
oleh penyedia jasa konstruksi pada pelaksanaan proyek pembangunan perumahan
antara lain sebagai berikut: Bahan material agregat kelas C tidak memenuhi syarat
gradasi, Terdapatnya kelebihan pembayaran yang tidak sesuai ketentuan, Addendum
kontrak tidak sesuai ketentuan, Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, Tidak
memiliki kemampuan yang memadai. Sedangkan jenis aturan yang dilanggar adalah
1. Keppres 80 Tahun 2003 lampiran I Bab II.D.2.d ; Pasal 35 ayat (2), (3), (4); dan
Lampiran I Bab II D.1.k.3); 2. Kontrak / SPK awal Pasal 7 ayat 2 dan Pasal 21 ayat
(1); 3.Pembuatan addendum kontrak tidak sesuai ketentuan; 4. Tidak memiliki
kemampuan yang memadai; 5. Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai
kontrak; 6. Keppres 80 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (17); pasal 11 ayat (1); pasal 35;
Pasal 37 ayat (1); Pasal 49 ayat (1) dan (2) 7. Kontrak pasal 12 ayat (g); Pasal 4 butir
(2) dan rincian anggaran biaya.
Dari ketentuan sanksi tersebut jelaslah bahwa pada intinya apabila terbukti
bahwa pelaksanaan pekerjaan pembangunan tidak sesuai dengan ketentuan dokumen
kontrak yang antara lain meliputi semua ketentuan dasar pelaksanaan teknis
pekerjaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Perjanjian tentang Dasar
Pelaksanaan Pekerjaan yaitu :
Pekerjaan tersebut dalam Pasal 1 diatas harus dilaksanakan oleh Pihak Kedua atas
dasar referensi-referensi yang bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini, yaitu :
a. Gambar-gambar (termasuk gambar-gambar detail). Rencana Kerja dan Syarat-
syarat pekerjaan (RKS) dengan semua perubahan sesuai dengan Berita Acara
Penjelasanya.
b. Semua ketentuan-ketentuan dari peraturan administrasi teknis yang tercantum
dalam :
1. Persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (PUBBI 1982);
2. Standar umum Bahan Bangunan Indonesia (Tahun 1986);
3. Standard Industri Indonesia (SII-003-1981);
4. Standard dan peraturan mengenai pekerjaan utilitas yang berlaku. Misalnya:
PUIL, 1987, LMK,. SPLN, PUIPP, DIM, JIS, IEC, VDE, UFPA, UL, 864,
ASTM, SMAGNA, AVMI, PPI dan Peraturan Keselamatan Kerja Daerah
setempat;
5. Peraturan Perburuhan Indonesia;
6. Keputusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia;
7. Peraturan Pembangunan Daerah Setempat;
8. NI-Normalisasi Indonesia;
9. PPT GIUG Earthquake Codes;
10. Building-codes untuk wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Oleh karena itu, apabila terbukti bahwa pelaksanaan pekerjaan pembangunan
tidak sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak, maka pihak pengguna jasa dalam
hal ini dapat melakukan :
1. Pemberian teguran-teguran dan peringatan-peringatan secara tertulis;
2. Penangguhan pembayaran;
3. Pemasukan Pihak Kedua ke dalam Daftar Hitam Rekanan dan pengalihan
pekerjaan;
4. Pengenaan denda sebesar Rp. 1/1000 (satu perseribu)
untuk setiap hari keterlambatan sampai setinggi-tingginya 5% (lima perseratus)
dari Nilai Kontrak.
Selain sanksi dan denda tersebut diatas juga terdapat tanggungjawab pelaku
jasa konstruksi baik secara perdata maupun secara pidana; menurut Mariam Darus
Badrulzaman tanggungjawab secara perdata pelaku jasa konstruksi dapat dilihat dari
perikatan yang terjadi antara pengguna jasa (pemilik proyek) dengan penyedia jasa
(konsultan atau kontraktor). perikatan yang berbentuk kontrak kerja konstruksi
tersebut terkait dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1233, yaitu
bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, dan atau karena
undang-undang. sedangkan tanggungjawab secara pidana menurut Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1999 membuka peluang sanksi pidana bagi pelaku jasa konstruksi,
khususnya Pasal 41 dan Pasal 43 ayat (1), (2), dan (3). tujuan Undang-undang ini
adalah untuk melindungi masyarakat yang menderita sebagai akibat penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi sedemikian rupa. pada prinsipnya barangsiapa yang
merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak
memenuhi persyaratan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan
konstruksi (pada saat berlangsungnya pekerjaan konstruksi) atau kegagalan bangunan
(setelah bangunan beroperasi), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima)
tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai
kontrak. selain sanksi pidana, para profesional (tenaga ahli) teknik juga akan dikenai
sanksi administrasi sebagaimana yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28
tahun 2000 Pasal 31,32, dan 33 juncto PP Nomor 30 tahun 2000 Pasal 6 ayat (4).
sanksi pidana dirasakan perlu mengingat bahwa sanksi lain seperti sanksi administrasi
bagi pelanggaran norma-norma Hukum Tata Negara dan Tata Usaha Negara, dan
sanksi perdata bagi pelanggaran norma-norma hukum perdata mencukupi untuk
mencapai tujuan hukum, yaitu rasa keadilan.
Namun demikian walaupun telah memiliki dasar yang kuat mengenai
pengenaan sanksi bagi penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai
kontrak, pihak pengguna jasa tidak sepenuhnya dapat menerapkan ketentuan sanksi
tersebut tetapi hanya berbentuk teguran secara lisan saja. Padahal apabila dilihat dari
bentuk pelanggarannya terhadap penyedia jasa telah dapat dikenakan denda atau
pemutusan perjanjian. Akan tetapi, mengingat penyedia jasa telah banyak mengalami
kerugian dalam pelaksanaan pembangunan rumah dimaksud penyelesaian tetap
diserahkan kepada penyedia jasa disamping mengupayakan untuk membuat
addendum kontrak. Akibat langsung yang dirasakan oleh penyedia jasa adalah tidak
lagi dipercaya untuk melaksanakan proyek lain atau dengan kata lain penyedia jasa
dimasukkan dalam daftar hitam rekanan.78
Berdasarkan uraian di atas terhadap tindakan penyedia jasa yang tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diperjanjikan berakibat penyedia jasa
bersangkutan akan dikenakan sanksi. Dalam hal ini jelas bahwa akibat tindakan
penyedia jasa yang tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian, maka
pengguna jasa dapat mengambil tindakan hukum sesuai ketentuan sedangkan bagi
penyedia akan terkena tindakan hukum sesuai perjanjian seperti dimasukkan dalam
daftar hitam rekanan.
B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembangunan fisik dibidang jasa
konstruksi cukup banyak melibatkan sumber-sumber daya, baik sumber daya
manusia, sumber daya alam berupa bahan bangunan, sumber daya tenaga dan energi
peralatan, mekanikal dan elektrikal, serta sumber daya keuangan. Dalam setiap
tahapan pekerjaan tersebut dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek, yang
prosedurnya telah diatur dan ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan
pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan waktu pelaksanaan. Namun
demikian, pada setiap tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami
hambatan, baik dari faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain.
78 Muhammad Insa Ansyari, Kepala Bidang Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 18 Februari 2009.
Hambatan-hambatan sekecil apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah
kerugian yang lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun
operasional bangunan kelak. Oleh karenanya tulisan ini akan berupaya membahas
lebih jauh sengketa yang terjadi dan bagaimana penyelesaiannya, berdasarkan pada
literatur maupun pengalaman lapangan yang penulis alami, khususnya untuk proyek
pembangunan ini.
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan yang sangat luas itu merupakan bagian dari
kebutuhan manusia. Akan tetapi dengan keterbatasan yang dimiliki manusia itu
sendiri, mereka hanya mampu untuk menampung beberapa cabang keilmuan saja.
Oleh karenanya wajar apabila setiap pekerjaan profesi yang dilakukan oleh seorang
yang profesional, wajib didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk melengkapi
keilmuan yang dimiliki. Maksudnya, sudah saatnya para profesional teknik memiliki
pengetahuan keilmuan yang bersentuhan dengan bidang pekerjaannya, yaitu ilmu
hukum. Dengan demikian diharapkan bahwa setiap langkah profesi yang dilakukan
oleh profesional teknik, mampu untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi
apabila bidang pekerjaan profesi teknik tersebut berakibat hukum. Kecenderungan
sengketa jasa konstruksi diakibatkan oleh beberapa hal : (1). Sengketa precontractual
(2) Sengketa contractual (3) Sengketa pascacontractual. Masing-masing segketa
tersebut memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan bagian dari keseluruhan
manajemen proyek bidang jasa konstruksi.
1. Jasa Konstruksi
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa konstruksi
umumnya masih mengikuti peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Hindia Belanda, dengan apa yang waktu itu kita kenal dengan Algemene
Voorwaarden (AV) 1941. Jauh setelah itu, peraturan perundang-undangan yang
terkait langsung dengan jasa konstruksi baru diterbitkan Pemerintah Indonesia
melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 beserta Peraturan Pemerintah Nomor
28, 29 dan 30 Tahun 2000, serta peraturan perundang-undangan lain baik di tingkat
pusat maupun daerah. Untuk mengetahui lebih jauh tentang jasa konstruksi, berikut
dalam tabel 4 adalah asas dan tujuan pengaturan jasa konstruksi sebagaimana yang
diamanatkan UU. Nomor 18 Tahun 1999.
Tabel 4. Asas dan Tujuan Pengaturan Jasa Konstruksi Sesuai Undang-Undang No. 18 Tahun 1999
No Azas-azas Jasa Konstruksi No Tujuan Pengaturan Jasa Konstruksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Asas Kejujuran Asas Keadilan Asas Manfaat Asas Keserasian Asas Keseimbangan Asas Keterbukaan Asas Kemitraan Asas Keamanan Asas Keselamatan
1.
2.
3.
Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi
Sumber : Bambang Poerdyatmono (2003)
Dari penjelasan tabel 5 di atas jelaslah bahwa semua yang berkaitan dengan
asas-asas dan tujuan pengaturan jasa konstruksi tersebut ditujukan untuk kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara. Berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi
sebagai bagian dari manajemen proyek/konstruksi, maka lingkup layanan jasa
konstruksi sebagaimana Pasal (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000
adalah lingkup pelayanan jasa perencanaan, pelaksanaan, pengawasan secara strategis
dapat terdiri dari jasa : rancang bangun, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan
terima jadi, penyelenggaraan pekerjaan terima jadi. Berikut pada Tabel 5 adalah jenis
usaha jasa konstruksi sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Pasal 4
ayat (1) dan ayat (2) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 Pasal (2),
(3) dan Pasal (5).
Tabel 5. Jenis Usaha Jasa Konstruksi berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1999 dan PP Nomor 28 Tahun 2000
No
Jenis Usaha Jasa Konstruksi
Menurut UU Nomor 18 Tahun 1999
Menurut PP Nomor 28 Tahun 2000
1.
Perencanaan Konstruksi Layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi
Survey, perencanaan umum, studi makro dan mikro, studi kelayakan proyek, industri dan produksi; perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan, serta penelitian.
2. Pelaksanaan Konstruksi Layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir pekerjaan konstruksi.
Lingkup jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan secara strategis dapat terdiri dari jasa : rancang bangun, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan terima jadi, penyelenggaraan pekerjaan terima jadi.
3. Pengawasan Konstruksi Layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir pekerjaan konstruksi.
Layanan pengawasan jasa konstruksi yang meliputi : pengawasan pekerjaan konstruksi, pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu, dan proses perusahaan dari hasil pekerjaan konstruksi
Sumber : Bambang Poerdyatmono (2003)
Dari tabel 5 di atas jelaslah bahwa lingkup sengketa jasa konstruksi dapat saja
terjadi pada tingkat perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, juga pada
tingkat perngawasan konstruksi itu sendiri.
2. Sengketa Jasa Konstruksi
Sebagaimana diketahui dalam penulisan di depan, bahwa sengketa jasa
konstruksi terdiri dari 3 (tiga) bagian :
a. Sengketa precontractual yaitu sengketa yang terjadi sebelum adanya kesepakatan
kontraktual, dan dalam tahap proses tawar menawar.
b. Sengketa contractual yaitu sengketa yang terjadi pada saat berlangsungnya
pekerjaan pelaksanaan konstruksi.
c. Sengketa pascacontractual yaitu sengketa yang terjadi setelah bangunan
beroperasi atau dimanfaatkan selama 10 (sepuluh) tahun.
Perjanjian baik yang umum maupun yang khusus seperti halnya kontrak kerja
konstruksi yang dilakukan melalui penunjukan langsung, selalu menimbulkan
konsekuensi adanya hak dan kewajiban yang berlaku bagi para pihak dalam
pelaksanaan secara keseluruhan apabila hak dan kewajiban ini tidak dipenuhi oleh
salah satu pihak, maka para pihak tersebut dinyatakan telah melakukan wanprestasi
walaupun tidak sepenuhnya diakui dan tentunya hal ini menimbulkan suatu akibat
hukum sebagaimana yang diuraikan sebelumnya.
Wanprestasi atau tindakan penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajiban
terjadi memungkinkan terjadinya suatu perselisihan dan hal tersebut disadari betul
oleh para pihak, sehingga dalam kontrak kerja konstruksi juga dicantumkan cara-cara
menyelesaikan perselisihan. Hal ini dilakukan agar mudah penyelesaiannya.
Adapun penyelesaian yang dilakukan dalam pihak pengguna jasa dengan
penyedia jasa dalam hal penyedia jasa tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan
perjanjian menurut ketentuan perjanjian biasanya ditentukan melalui jalur pengadilan
pengguna jasa dalam praktek lebih sering dilakukan di luar pengadilan pengguna jasa
melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) biasanya melayangkan surat teguran
secara tertulis kepada penyedia jasa. Teguran dimaksudkan agar penyedia jasa segera
melaksanakan kewajiban dan prestasinya kecuali dalam hal keadaan overmacth atau
force majeure yang tidak memungkinkan untuk diminta perpanjangan waktu
penyelesaian pembangunan.
Berdasarkan ketentuan yang dimuat Kontrak Upaya Penyelesaian perselisihan
dilakukan dengan ketentuan yang dimuat dalam Pasal 20 tentang Penyelesaian
Perselisihan, yaitu:
1. Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka pada dasarnya akan
diselesaikan secara musyawarah.
2. Jika perselisihan ini tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maka kedua
belah pihak sepakat untuk membawa ke Badan Arbitrase Negara (BANI).
3. Keputusan Badan Arbitrase (BANI) bersifat mengikat kedua belah pihak, dan
biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan/dipikul oleh Pihak Kedua.
4. Jika keputusan sebagaimana dimaksud ayat 3 pasal ini tidak dapat diterima
oleh salah satu atau kedua belah pihak, maka perselisihan akan diteruskan
melalui Pengadilan Negeri Jantho Kabupaten Aceh.
Berbeda dengan diatas, penyelesaian sengketa jasa konstruksi yang dilakukan
oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS selama ini, menurut
Muhammad Insa Ansyari dalam Praktek bahwa ada 3 (tiga) kemungkinan yang dapat
diadakan untuk menyelesaikan perselisihan (wanprestasi) yang biasanya telah
dicantumkan dalam kontrak, yaitu:
1. Dengan cara musyawarah dimana penyelesaian, perselisihan itu dilakukan
sendiri oleh para pihak.
2. Melalui panitia arbitrase, yang arbiter-arbiternya ditunjuk oleh kedua
belah pihak.
3. Melalui Pengadilan Negeri, dimana domisili yang dicantumkan dalam
perjanjian.79
Dalam praktek sering dilakukan untuk menyelesaikan suatu perselisihan
dalam Kontrak Kerja Konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman
Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD adalah melalui
musyawarah diantara para pihak itu sendiri. Jalur pengadilan tidak dipakai karena
setelah menerima surat teguran dari pengguna jasa, maka penyedia jasa biasanya
79 Muhammad Insa Ansyari, Kepala Layanan Hukum BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 18 Februari 2009.
bertemu untuk mengadakan rapat atau musyawarah mengenai penyelesaian yang
ditempuh terhadap permasalahan yang dihadapi.
Dalam praktek selama ini yang dilakukan, pada Satuan Kerja Perumahan dan
Permukiman (Satker Perkim) Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
NAD sehubungan dengan tidak dilaksanakan kewajiban penyedia jasa sesuai dengan
kontrak, maka pihak pengguna jasa dalam hal ini pihak Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) Aceh Besar Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman (Satker Perkim)
Wilayah I Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD telah melakukan
beberapa tindakan yaitu:
1. Memberi teguran dengan surat resmi, yang pada intinya mengharapkan agar
penyedia jasa (1) mengoptimalkan kinerja tenaga kerja (2) persediaan
bahan/material harus siap di lapangan dan (3) mempersiapkan persediaan alat
yang diperlukan;
2. Memerintahkan kepada penyedia jasa untuk menunaikan prestasi sesuai dengan
isi perjanjian pengadaan barang/jasa yang telah disepakati;
3. Meminta penyedia jasa untuk membayar denda karena terlambat mengadakan
serah terima hasil pekerjaan kepada pengguna jasa;
4. Pihak pengguna jasa dapat mengambil biaya dari jaminan kontrak, memotong
pembayaran atau mempergunakan milik penyedia jasa;
5. Memberi sanksi kepada pihak penyedia jasa untuk tidak dapat melakukan
penawaran untuk dapat dipilih menjadi penyedia jasa pada proyek yang akan
datang.80
Mengenai upaya penyelesaian dalam hal penyedia jasa tidak melakukan
tanggung jawabnya dalam kontrak karena wanprestasi adalah perdamaian diluar
pengadilan. Adanya penyelesaian perselisihan melalui jalur di luar pengadilan yang
didahului dengan adanya surat teguran tersebut dibenarkan oleh para penyedia jasa
yang berhasil ditemui bahwa dalam hal terjadi wanprestasi baik akibat keterlambatan
atau tidak sesuainya spesifikasi objek perjanjian tindakan yang paling sering
dilakukan oleh pengguna jasa adalah diberikan teguran agar penyedia jasa
melaksanakan kewajibannya.
Terhadap hal tersebut biasanya penyedia jasa memberikan respon positif,
sehingga dari hasil musyawarah biasanya yang dibuat pembaharuan kontrak atau
addendum guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Namun demikian tidak
semuanya kontrak dapat diterapkan hal tersebut dan hal ini sangat tergantung dari
kedua pihak khususnya penyedia jasa.81
80 Bambang Sudiatmo, Deputi Bidang Perumahan dan Permukiman BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 19 Februari 2009.
81 Zulkifli Ali, Muzakkir, Muslim Kasim, Najib AR dan Firman Putra, Penyedia Jasa, Wawancara, tanggal 10 – 12 Februari 2009.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa mekanisme penyelesaian
perselisihan dalam kontrak konstruksi lebih mengutamakan upaya musyawarah,
sehingga perselisihan tersebut tidak sampai ke pengadilan. Namun dalam kasus
tertentu jika melalui musyawarah tidak membawa hasil maka para pihak dapat
menyelesaikan perselisihan melalui Panitia Arbitrase dan pengadilan Negeri.
Walaupun terdapat berbagai cara penyelesaian perselisihan, namun
penyelesaian secara musyawarah tetap menjadi pilihan utama karena dapat dilakukan
dengan cepat dan biaya ringan, termasuk kasus-kasus wanprestasi dalam kontrak
kerja konstruksi pada Divisi Perumahan dan Permukiman Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS. Disamping itu cara penyelesaian seperti ini dapat
menguntungkan kedua belah pihak sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat terus
dilangsungkan pembangunannya sampai dengan selesai.
Disaat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-NIAS berakhir
masa tugasnya, sedangkan pembangunan rumah di Aceh bagi korban Tsunami belum
terbangun seluruhnya, institusi yang akan melanjutkan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Aceh adalah Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh (BKRA) menggantikan BRR
yang sudah berakhir masa tugasnya pada tanggal 19 April 2009. badan baru yang
menggantikannya itu nanti juga merupakan badan bentukan pemerintah pusat dengan
dasar hukum Keputusan Presiden. Badan ini tidak hanya berfungsi melakukan
koordinasi, monitoring dan evaluasi, tapi juga berfungsi sebagai eksekusi dalam
melaksanakan program percepatan pembangunan Aceh di masa datang. badan ini
juga berfungsi mengoordinasikan dan menggalang sumber pendanaan off budget dari
berbagai lembaga asing yang berkomitmen membantu pemulihan Aceh hingga 2012,
seperti USAID, WB, IDB, KWF dan beberapa donor lainnya. Untuk tahun 2009,
BKRA akan mendapat alokasi anggaran APBN yang bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp 4 triliun. Namun, dari dana tersebut, baru tersedia Rp 1.3 triliun. “Dana
sebesar Rp 2.7 triliun akan diupayakan melalui APBN-P. Sedangkan alokasi
anggaran yang bersumber pada kementerian/lembaga yang bersumber dari PHLN
(Pinjaman Hutang Luar Negeri) sebesar Rp 1.78 Triliun,”82
82 Hamid Zein, Kepala Biro Humas dan Hukum Pemerintah Aceh, Wawancara, Tanggal 5 Maret 2009.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Di bagian ini penulis memberikan kesimpulan dari semua hal-hal yang telah
diuraikan pada bagian terdahulu yaitu :
1. Terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui
penunjukan langsung di Kabupaten Aceh Besar adalah akibat terjadi suatu
keadaan tidak dilaksanakannya apa yang telah diperjanjikan dalam suatu
perjanjian, oleh karena kelalaian salah satu pihak yang terikat dalam
perjanjian. yaitu tidak melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya; tidak
melakukan pekerjaan sesuai gambar rencana (bestek) dan spesifikasi yang ada
dalam kontrak; mensub kontrakkan kepada pihak kontraktor lain.
2. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam pembangunan perumahan
untuk korban tsunami di Kabupaten Aceh Besar adalah karena terjadinya
kenaikan harga bahan material ditambah dengan besarnya biaya tambahan
yang harus dikeluarkan oleh penyedia jasa dan akibat kelalaian dari penyedia
jasa sendiri.
3. Akibat hukum yang timbul dari tindakan penyedia jasa yang tidak
melaksanakan kewajibannya adalah penyedia jasa bersangkutan dikenakan
sanksi salah satunya dengan memasukkan penyedia jasa dalam daftar hitam
rekanan sehingga tidak dipercaya lagi melaksanakan proyek lainnya. Upaya
penyelesaian yang ditempuh terhadap penyedia jasa yang tidak melaksanakan
kewajibannya dilakukan melalui musyawarah di antara para pihak, hal ini
didahului dengan pemberian teguran dan diupayakan penyelesaian kontrak
dengan membuat addendum kontrak.
B. Saran
1. Disarankan bagi pengguna jasa untuk melihat kemampuan penyedia jasa yang
melaksanakan pembangunan perumahan tersebut, jangan asal anak daerah
atau kontraktor lokal, yang perlu kualitas.
2. Disarankan kepada pengguna jasa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat
tidak perlu harus penyedia jasa anak daerah, untuk pembangunan perumahan
Aceh/Nias di pergunakan tenaga yang benar-benar ahli dan bertanggung
jawab.
3. Dituntut kesadaran pengguna jasa untuk tidak menuntut pemotongan harga
proyek yang terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
Andasasmita, Komar, 1990, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Bandung, Penerbit INI (Ikatan Notaris Indonesia).
Ahmad Miru, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta.
Ashshofa, Burhan, 1994, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.
Badrulzaman, M.D., 1993, KUH Perdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan Penyelesiannya, Penerbit Alumni, Bandung.
________________, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Djumialdji, F.X., 1991, Perjanjian Pemborongan, Bina Aksara, Jakarta.
_____________, 1995, Hukum Bangunan (Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia), Rineka Cipta, Yogyakarta.
Frick, Heinz, 1995, Rumah Sederhana, Kebijakan Perencanaan dan Konstruksi, Kanius, Jakarta.
___________, 1998, dan FX Bambang Suskiyatno.
Fuady, Munir, 1998, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, PT. Cipta Adtya Bakti, Bandung.
Hamzah, Andi, 1992, Dasar-dasar Hukum Perumahan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Hartono, C.F.G. Sunaryati, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Abad ke-20, Penerbit Alumni, Bandung.
Hardjo, Eko, Budi, 1998, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajahmada University Press, Yogyakarta.
Kartini Mulyadi da Gunawan Wijaya, 2004, Perikatan pada Umumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Komarudin, 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Yayasan REI _ PT. Rakasindo, Jakarta.
Khairandy, Ridwan, 2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1982, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta.
Moleong, Lexy, 2002, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, PT. Gramedia Pusat Utama, Jakarta, 2003.
Nazir, Moh, 1988, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Qirom Syamsuddin Meliala, A., 1995,Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.
Salim, HS, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
________, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPdt, Raja Grafindo, Jakarta.
Soedibyo, 1983, Pihak-pihak Yang Melakukan Pembangunan, Paradya Paramita, Jakarta.
Soekanto, Soejono, 1986, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan ke-2, UI-Press, Jakarta.
Soemitro, Roni Hanitijo, 1980, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Solindeho, John, 1993, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta.
Subagio, Joko P., 1994, Metodologi Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.
Sunggono, Bambang, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta.
Sri Soedewi Masjchum Sofyan, 1972, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, Yogyakarta.
__________________________, 1982, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta.
__________________________, 1982, Himpunan Karya Tentang Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta.
Subekti, R., 1979, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.
_________, 1982, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Pembimbing Masa, Jakarta.
_________, 1982, Aneka Perjanjian, Bandung.
Syahrin, Alvi, 1992, Azas Pembangunan yang berwawasan lingkungan (suatu Studi Tentang Peraturan Perundang-undangan Pembangunan Perumahan), Tesis Program Pascasarjana UNAIR, Surabaya.
___________, 2003, Pengaruh Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press, Medan.
Shahab, H., 2000, Menyingkap dan Meneropong Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999 dan Penyelesaian Alternatif serta Kaitannya dengan UU Jasa Konstruksi No.18 Tahun 1999 dan FIDIC., Penerbit Liberty, Jogjakarta.
Wirjono Prodjodikoro, R. 1986, Azas-azas Hukum Perdata, PT. Bale, Bandung.
Warsito, Herman, 1997, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Waluyo, Bambang, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
Yudohusodo, Siswono, dkk, 1991, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Unit Percetakan Bharakerta, Jakarta.
Yahya, M. Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
B. Jurnal/Dokumen/Surat Kabar.
Dokumen Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)
Dokumen BPK RI Atas Laporan Hasil Pemeriksaan BRR TA 2005.
Harian Serambi Indonesia,
Poerdyatmono, B., 1995, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) pada Kontrak Jasa Konstruksi, Jurnal Teknik Sipil, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atmajaya, Jogjakarta, Volume 6 No. 1.
C. Peraturan Perundang-undangan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti, R dan Tjitrosudibio, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, cetakan kedua puluh lima 1992.
Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.
Undang-undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman.
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang No. 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi (UUJK)
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulaua Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-undang.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulaua Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-undang.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009.
Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2005 Tentang Peran Serta Lembaga/Perorangan Asing dalam Rangka Hibah Untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 Tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 Tentang Badan Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.192/KPTS/M/2004 Tentang Penetapan Paket-paket Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Semi e-Procurement di Lingkungan Departemen Permukman dan Prasarana Wilayah.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instruksi Pemerintah.
D. Situs Internet
http://www.e-aceh-nias.org. Diakses pada Februari 2009
http://www.acehmagazine.com. Diakses pada Maret 2009
http://www.serambinews.com. Diakses pada Maret 2009
http://www.kompas.cybermedia. Diakses pada Maret 2009
http://www.kimpraswil.go.id/Ditjen_mukim/ensiklopedia/perumahan/ksnpp.htm, Djoko Kirmanto, Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP). Diakses pada Maret 2009
http://www.yahoo.com, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Diakses pada Maret 2009
http://www.google.com, Perkembangan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias
http://bpk_ri.go.id. Diakses pada Maret 2009