wanprestasi dan perbuatan melawan hukum

16
1 wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012 WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGEDAAD) DALAM SENGKETA PERDATA AGAMA DAN EKONOMI SYARIAH M. NATSIR ASNAWI, S.HI. 1 A. PENDAHULUAN Hukum perdata Indonesia mengenal dua jenis perikatan, yaitu perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir karena ditetapkan oleh undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan perikatan yang lahir dari upaya sadar dari dua pihak atau lebih untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian dengan memperhatikan syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagai diatur dalam pasal 1320 KUHPdt. Sementara itu, perikatan yang lahir karena ditetapkan oleh undang-undang adalah perikatan yang lahir karena undang-undang menetapkan itu, antara lain onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum) dan rechtmatigedaad (perbuatan yang sesuai dengan hukum) yang meliputi zaakwarneming (mewakili secara sukarela untuk mengurus urusan orang lain), natuurlijke verbintenis (perikatan alam), dan onverschuldigde betaling (pembayaran yang tidak diwajibkan) 2 . 1 Calon Hakim pada Pengadilan Agama Yogyakarta 2 Ketentuan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1233, “Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang

Upload: damar-ario

Post on 20-Sep-2015

103 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

wanprestasi

TRANSCRIPT

  • 1

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGEDAAD) DALAM SENGKETA PERDATA AGAMA

    DAN EKONOMI SYARIAH

    M. NATSIR ASNAWI, S.HI.1

    A. PENDAHULUAN

    Hukum perdata Indonesia mengenal dua jenis perikatan, yaitu

    perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir karena

    ditetapkan oleh undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian

    merupakan perikatan yang lahir dari upaya sadar dari dua pihak atau lebih

    untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian dengan memperhatikan

    syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagai diatur dalam pasal 1320

    KUHPdt. Sementara itu, perikatan yang lahir karena ditetapkan oleh

    undang-undang adalah perikatan yang lahir karena undang-undang

    menetapkan itu, antara lain onrechtmatigedaad (perbuatan melawan

    hukum) dan rechtmatigedaad (perbuatan yang sesuai dengan hukum)

    yang meliputi zaakwarneming (mewakili secara sukarela untuk mengurus

    urusan orang lain), natuurlijke verbintenis (perikatan alam), dan

    onverschuldigde betaling (pembayaran yang tidak diwajibkan)2.

    1 Calon Hakim pada Pengadilan Agama Yogyakarta

    2 Ketentuan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1233, Perikatan, lahir

    karena suatu persetujuan atau karena undang-undang

  • 2

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    Sengketa perdata dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang

    muncul akibat adanya ketimpangan antara hak dan kewajiban pihak-pihak

    yang terlibat dalam suatu perikatan/perjanjian. Sengketa muncul, selain

    karena adanya ketimpangan antara hak dan kewajiban dimaksud, juga

    disebabkan karena salah satu pihak tidak sungguh-sungguh menaati dan

    melaksanakan isi perjanjian, sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak

    lain, baik yang bersifat kerugian nyata (real loss) maupun hilangnya

    keuntungan yang diharapkan dari dipenuhinya suatu perjanjian

    (expectation loss).

    Dalam Pasal 1338 KUHPdt, disebutkan bahwa perjanjian berlaku

    sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang terlibat atau terikat di

    dalamnya (pacta sunt servanda). Suatu perjanjian yang dibuat akan

    melahirkan kewajiban sekaligus hak bagi pihak-pihak yang mengikatkan

    diri di dalamnya.

    Munculnya sengketa dari suatu perjanjian pada dasarnya disebabkan

    oleh beberapa keadaan, yaitu adanya cacat (baik nyata maupun

    tersembunyi) dalam perjanjian, wanprestasi (cidera janji) dan perbuatan

    melawan hukum (onrechtmatigedaad)3. Perikatan yang lahir, baik dari

    perjanjian maupun karena ditetapkan oleh undang-undang melahirkan hak

    dan kewajiban di antara pihak-pihak yang terikat di dalamnya. Jika salah

    3 Pun demikian, yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini hanya wanprestasi dan

    perbuatan melawan hukum, sementara mengenai cacat dalam perjanjian akan dibahas pada

    tulisan lainnya.

  • 3

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    satu pihak tidak mematuhi klausul dalam perjanjian, maka akan muncul

    sengketa di antara para pihak. Pun demikian, jika dalam suatu keadaan

    seseorang melakukan suatu tindakan yang secara melawan hukum telah

    menyebabkan kerugian pada pihak lain, maka akan terjadi sengketa

    karena undang-undang telah menetapkan hal tersebut.

    Dalam konteks perdata agama maupun ekonomi syariah, sengketa

    pada dasarnya juga muncul karena dua hal tersebut. Dalam sengketa

    kewarisan misalnya, seseorang yang meninggal dan meninggalkan ahli

    waris, dengan sendirinya akan menimbulkan konsekuensi hukum. Asas

    ijbari menetapkan bahwa tiap-tiap ahli waris akan mendapatkan bagian

    sesuai dengan aturan syara, suka atau tidak suka, jika yang

    bersangkutan termasuk ashabul furud maupun ashabul ashabah, maka

    secara hukum dia adalah ahli waris dari si mayit. Dengan demikian,

    karena ketentuan syara maka masing-masing ahli waris memiliki

    hubungan hukum satu sama lain, juga dengan pewaris, yang melahirkan

    hak dan kewajiban. Jika salah satu tidak menjalankan kewajiban,

    misalnya memberi bagian masing-masing ahli waris sesuai dengan

    porsinya atau menguasai suatu harta waris (tirkah) secara melawan

    hukum, maka muncullah sengketa. Sengketa dimaksud lahir dari adanya

    suatu keadaan atau perbuatan yang terjadi secara melawan hukum dan

    menimbulkan kerugian nyata (real loss) bagi pihak lain.

  • 4

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    Pun demikian, penafsiran seperti penulis uraikan tersebut belum

    merupakan penafsiran yang disepakati oleh seluruh pihak. Karenanya,

    perlu untuk mengkaji secara mendalam substansi dari wanprestasi dan

    perbuatan melawan hukum itu sendiri. Suatu hipotesis agaknya dapat

    dijadikan sebagai preferensi, yaitu Peradilan Agama berwenangan

    mengadili perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam

    konteks perkara perdata agama dan/atau ekonomi syariah.

    Pisau analisis yang akan dipakai penulis merupakan pisau analisis

    yang menggabungkan beberapa metode penafsiran. Penafsiran yuridis,

    tematik, dan telelologis merupakan patronase dasar dalam pengkajian

    nantinya.

    B. WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM: SUATU TINJAUAN AWAL

    Pengkajian dalam tulisan ini akan diawali dengan melakukan

    penelusuran secara komprehensif mengenai apa dan bagaimana

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum itu sendiri. Dengan tidak

    bermaksud menyederhanakan ragam pemahaman tentang keduanya,

    penulis bermaksud untuk membuat suatu pratinjau yang akan dijadikan

    dasar dalam mengkaji tema dari tulisan ini.

    1. Wanprestasi (Cidera Janji)

    Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak atau

    salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah

  • 5

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    ditentukan dalam perjanjian4. Dalam bahasa yang lebih sederhana,

    wanprestasi adalah kelalaian pihak atau salah satu pihak untuk

    menjalankan kewajiban-kewajibannya (prestasi) seperti yang tertuang

    dalam butir-butir perjanjian yang telah disepakati.

    Kelalaian atau tidak dipenuhinya kewajiban dimaksud merupakan

    condition sine qua non bagi dikualifikasinya satu pihak melakukan

    wanprestasi. Pasal 1234 KUHPdt menyatakan:

    Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu Berdasar klausul pasal tersebut, dapat dipahami bahwa dalam

    suatu perikatan (yang lahir dari perjanjian maupun karena ditetapkan

    undang-undang) melahirkan pretasi-prestasi atau kewajiban-kewajiban

    yang mewujud, sebagai berikut:

    a. Kewajiban untuk memberikan sesuatu oleh satu pihak kepada

    pihak lain

    b. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan (hukum) wujud dan

    kualitasnya telah disepakati bersama

    c. Kewajiban untuk tidak melakukan suatu perbuatan, termasuk di

    dalamnya untuk menghentikan suatu perbuatan

    Dari penjelasan atas pasal tersebut, dapat diketahui bahwa jika

    salah satu atau beberapa pihak tidak melakukan salah satu dari tiga

    4 Lihat Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,

    2006, h. 218.

  • 6

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    kualifikasi kewajiban tersebut, maka dapat dikatakan bahwa telah

    terjadi wanprestasi atau cidera janji yang menyebabkan adanya hak

    yang tidak terpenuhi pada pihak lain. Terjadinya wanprestasi perlu

    dipahami secara menyeluruh bahwa tidak semua keadaan dimaksud

    menyebabkan satu pihak terkualifikasi melakukan wanprestasi. Dalam

    keadaan tertentu, kualifikasi terhadap keadaan tersebut tidak masuk

    ke dalam kategori wanprestasi, antara lain:

    a. Overmacht, sering disebut sebagai force majeure, yaitu keadaan

    memaksa5. Keadaan memaksa dapat dimaknai secara lebih luas

    sebagai suatu keadaan yang memaksa salah satu atau beberapa

    pihak tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai

    disepakati dalam perikatan yang telah dibuat, dan keadaan

    tersebut diluar prediksi, kendali, maupun kemampuannya secara

    fisik, psikis, maupun teknis.

    b. Rechtsverwerking6, yaitu lepasnya satu atau beberapa pihak dari

    kewajiban tertentu, karena pihak lain, baik secara diam, lisan,

    maupun tertulis membebaskan atau disimpulkan membebaskan

    yang bersangkutan dari kewajiban dimaksud7.

    5 Riduan Syahrani, op.cit, h.232.

    6 Pengaturan tentang rechtsverwerking ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah

    Agung RI Nomor 147 K/Sip/1955 dan 14 K/Sip/1955. 7 Lihat Riduan Syahrani, op.cit, h. 243. Kasus rechtsverwerking antara lain jamak ditemui

    dalam perjanjian kredit, dimana kreditur, baik secara diam-diam, lisan, maupun tertulis telah

  • 7

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    c. Non adimpleti contractus, yaitu tidak dipenuhinnya janji atau

    kewajiban oleh salah satu atau beberapa pihak karena pihak lain

    yang terikat dalam perjanjian dimaksud juga tidak melaksanakan

    kewajiban-kewajiban atau janji-janjinya. Non adimpleti contractus

    ini dalam pemeriksaan perkara perdata sering dijadikan sebagai

    alasn untuk mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap gugatan

    wanprestasi yang diajukan. Dalam jargon hukum acara perdata,

    eksepsi tersebut jamak dikenal dengan istilah exceptio non

    adimpleti contractus.

    Terjadinya wanpretasi dalam suatu perikatan dapat berupa:

    a. Sama sekali tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi

    (kewajiban)

    b. Tidak melaksanakan prestasi secara menyeluruh; tidak

    menyelesaikan semua kewajiban yang telah disepakati

    c. Terlambat memenuhi atau melaksanakan prestasi

    d. Salah dalam melaksanakan prestasi8

    2. Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)

    Perbuatan melawan hukum (onrecgmaatigedaad) dalam KUHPdt

    diurai dalam beberapa pasal. Salah satu pasal yang menjelaskan

    membebaskan atau disimpulkan membebaskan debitur untuk melunasi hutang atau sisa

    hutang yang belum terbayar. 8 Ibid, h.218.

  • 8

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    secara spesifik pengertian perbuatan melawan hukum adalah Pasal

    1365 KUHPdt, sebagai berikut:

    Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut Kemudian, dalam pasal 1366, disebutkan:

    Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa perbuatan melawan

    hukum mencakup beberapa unsur, sebagai berikut:

    a. Suatu perbuatan, atau kelalaian maupun kesembronoan

    b. Adanya unsur kerugian nyata yang diderita oleh pihak lain (real

    loss)

    Pengertian perbuatan melawan hukum pada awalnya hanya

    dimaknai sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang. Akan

    tetapi, sejak tahun 1919, pengertian tersebut diperluas dengan

    putusan Hoge Raad Belanda dalam kasus Lindenbaum versus Cohen.

    Dalam putusan tersebut, Hoge Raad berpendapat bahwa perbuatan

    melawan hukum bukan hanya perbuatan yang melanggar undang-

    undang, tetapi juga mencakup perbuatan yang:

    a. Bertentangan dengan hak hukum orang lain;

    b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri;

  • 9

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    c. Bertentangan dengan kesusilaan atau kepatutan di dalam

    masyarakat, baik terhadap diri maupun barang orang lain9.

    Putusan Hoge Raad tersebut kemudian menjadi patron bagi

    pengadilan-pengadilan di Belanda, tidak terkecuali di Indonesia.

    Pemahaman tentang perbuatan melawan hukum tidak lagi dapat

    dipandang sebagai hanya melanggar hukum saja, tetapi perbuatan

    yang melanggar hak dan kewajiban hukum serta kepatutan dalam

    msyarakat. Dengan demikian, hemat penulis, dapat dipahami bahwa

    substansi perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang

    menimbulkan kerugian nyata pada pihak lain, dengan tidak

    memperhatikan variabel hukum apa yang dilanggarnya.

    C. WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM

    PERKARA PERDATA AGAMA DAN EKONOMI SYARIAH

    Pemahaman sebagian akademisi maupun praktisi hukum selama ini

    menunjukkan bahwa dalam perkara perdata agama, unsur wanpretasi dan

    perbuatan melawan hukum tidaklah ada. Hal ini terbukti dari sekian

    gugatan yang terdaftar di lingkungan peradilan agama, tidak satupun yang

    mencantumkan, baik dalam posita maupun judul gugatannya menyebut

    kedua kata tersebut.

    Dalam perkara cerai misalnya, seringkali ditemui gugatan cerai yang

    diajukan karena pelanggaran taklik talaq atau pun salah satu pihak diduga

    9 Ibid, h.264.

  • 10

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    melanggar perjanjian dalam perkawinan. Meskipun di dalam gugatan, baik

    judul maupun posita sama sekali tidak disebutkan kata wanprestasi,

    bukan berarti substansi dari perkara tersebut keluar dari wanprestasi.

    Sebab, seperti kita pahami, bahwa dalam perkawinan, pihak laki-laki dan

    perempuan mengikatkan diri dalam satu akad perkawinan yang secara

    hukum melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Hak

    dan kewajiban tersebut harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan

    penuh tanggung jawab, karena jika salah satu pihak melanggarnya, maka

    akan menimbulkan kerugian berupa penderitaan lahir maupun bathin

    pada pihak lain.

    Dalam lapangan hukum ekonomi syariah, wanpretasi dan perbuatan

    melawan hukum merupakan dua situasi yang sangat mungkin terjadi

    dalam perikatan-perikatan yang dilakukan oleh para pihak, misalnya

    dalam perjanjian pembiayaan dengan akad bai al murabahah antara bank

    dengan nasabah. Pada akad bai al murabahah tersebut, misalnya bank

    syariah menjanjikan akan membiayai pembelian satu unit mobil dengan

    limit harga tertinggi 234 juta rupiah. Akan tetapi, bank syariah ternyata

    membiayai pembelian satu unit mobil yang harganya 250 juta rupiah

    dengan dalih bahwa harga mobil dengan merek tertentu yang ingin dibeli

    nasabah mengalami kenaikan secara tiba-tiba akibat tingginya inflasi dan

    melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pada kondisi demikian,

    nasabah sangat mungkin merasa dirugikan dan keberatan dengan hal

  • 11

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    tersebut karena menganggap bank syariah telah melakukan cidera janji

    (wanprestasi) yang menyebabkan harga mobil yang harus dibayarny jauh

    lebih mahal atau lebih tinggi dari kesepakatan sebelumnya.

    Jika kasus demikian benar-benar terjadi, dan salah satu pihak ingin

    mengajukan perkara tersebut ke pengadilan, maka pengadilan mana yang

    berwenang atau bentuk penyelesaian apa yang akan ditempuh harus

    mengacu pada dua hal, yaitu, pertama, perundang-undangan yang

    mengatur tentang ekonomi syariah, khususnya yang mengatur tentang

    perbankan syariah, antara lain dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

    2008 tentang Perbankan Syariah. Kedua, bentuk penyelesaian sengketa

    seperti apa yang dikehendaki para pihak dalam akad atau perjanjian

    pembiayaan yang disepakati oleh bank syariah dan nasabah. Jika dalam

    klausul akad tersebut tegas disebutkan bahwa jika terjadi sengketa antara

    para pihak maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga

    arbitrase, maka pengadilan tidak berwenang untuk memutus sengketa

    tersebut. Begitupun, jika dalam akad disepakati bahwa penyelesaian

    sengketa dilakukan di luar pengadilan, misalnya mediasi, maka para pihak

    wajib untuk tunduk dan taat pada kesepakatan atas pilihan penyelesaian

    sengketa tersebut.

    Dengan mengacu pada kedua hal tersebut, dapat dipahami bahwa

    berdasar ketentuan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

    2008 tentang Perbankan Syariah, maka pengadilan yang berwenang

  • 12

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    menyelesaikan sengketa antara bank syariah dengan nasabah seperti

    dalam ilustrasi di atas adalah Peradilan Agama. Meskipun topik dari

    sengketa dimaksud adalah wanprestasi, tetapi karena subjek dan objek

    sengketanya merupakan domain dari Pengadilan Agama, maka

    pengadilan yang berwenang memeriksa, memutus, dan

    menyelesaikannya adalan pengadilan dalam lingkungan Peradilan

    Agama10.

    Deskripsi lain mengenai wanprestasi dan perbuatan melawan hukum

    dapat dipaparkan dalam perkara kewarisan. Asas ijbari dalam hukum

    waris Islam menetapkan bahwa jika seseorang telah meninggal, maka

    keturunannya yang paling dekat merupakan ahli waris si mayit, suka atau

    tidak, terima atau tidak, karena hal tersebut merupakan ketentuan dari

    Allah SWT. Dengan demikian, masing-masing ahli waris memiliki

    hubungan hukum satu sama lain yang ditetapkan oleh syara, yaitu

    masing-masing sebagai ahli waris dari si pewaris dengan bagian masing-

    masing yang ditetapkan oleh syara.

    Konsekuensi hukum dari keadaan tersebut adalah ahli waris wajib

    mengurus segala hal tentang pengurusan jenazah si mayit dan

    menginventarisir hutang-hutang sekiranya si mayit memiliki hutang

    10

    Dalam Penjelasan pasal 55 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

    tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa jika dalam akad disepakati bahwa penyelesaian

    sengketa akan dilakukan melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, maka

    Peradilan Umum yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa

    tersebut, bukan Peradilan Agama.

  • 13

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    dengan pihak ketiga. Selain itu, masing-masing ahli waris wajib membagi

    harta warisan tersebut secara adil sesuai dengan porsinya masing-

    masing. Jika salah satu ahli waris tidak melakukan hal tersebut, bahkan

    ingin menguasai semua harta warisan, maka yang bersangkutan dapat

    dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum karena telah

    bertentangan dengan syara dan menimbulkan kerugian nyata pada ahli

    waris yang lain.

    Dalam banyak kasus kewarisan yang terdaftar dan diadili di Peradilan

    Agama, kasus demikian mendominasi hampir seluruh dasar gugatan.

    Bahwa salah satu ahli waris cenderung ingin menguasai seluruh atau

    sebagian besar harta warisan dari pewaris, sehingga menimbulkan friksi

    yang berujung pada munculnya sengketa. Dalam praktik sehari-hari,

    penulis belum pernah menemukan adanya suatu posita dalam gugatan

    waris yang menyatakan hal tersebut sebagai perbuatan melawan hukum,

    padahal jika dimaknai secara mendalam tentang pokok sengketa, maka

    perbuatan melawan hukum adalah dasar dari adanya sengketa waris

    tersebut.

    Salah satu contoh kasus mengenai tanah wakaf agaknya dapat

    merepresentasikan mengenai perbuatan melawan hukum dalam perkara

    perdata agama. Posisi kasusnya adalah seseorang menempati suatu

    tanah wakaf secara melawan hukum, karena yang bersangkutan

    menempati dan menguasai tanah tersebut tanpa didasari alas hak yang

  • 14

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    sah secara hukum. Selama menempati dan menguasai tanah tersebut,

    yang bersangkutan mengambil keuntungan secara ekonomi, yaitu dengan

    mendirikan bangunan semi permanen untuk dijadikan sebagai tempat

    usaha. Wakif dan nazhir yang mengetahui hal tersebut keberatan dengan

    yang bersangkutan, dan setelah diberi teguran, yang bersangkutan tidak

    juga menindaklanjuti teguran dimaksud.

    Hal itu kemudian memunculkan sengketa di antara wakif dan nazhir

    dengan pihak yang menguasai tanah wakaf. Terjadi perbedaan pendapat

    apakah sengketa tersebut merupakan sengketa perbuatan melawan

    hukum dalam lapangan perdata umum atau perdata agama.

    Bila dilihat dari substansi kasus, maka substansi kasusnya adalah

    perdata agama yaitu wakaf. Objek sengketanya adalah tanah wakaf yang

    merupakan domain dari Peradilan Agama. Dalam Pasal 50 ayat (2)

    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 1989 disebutkan:

    Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam,

    objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-

    sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

    Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Selanjutnya,

    dalam penjelasan Angka 38 Pasal 50 ayat (2) disebutkan:

  • 15

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk

    sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang

    terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila

    subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.

    Pada ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pokok sengketa adalah

    adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) berupa tindakan

    menguasai tanah wakaf tanpa alas hak yang sah, sehingga tanah wakaf

    dimaksud tidak dapat dikelola dengan baik oleh nazhir sesuai dengan

    peruntukannya. Meskipun kasus tersebut pada dasarnya adalah

    perbuatan melawan hukum, tetapi karena objek sengketa merupakan

    objek dari Pasal 49 dan subjek hukumnya adalah orang-orang yang

    beragama Islam, sehingga dapat dipahami bahwa perkara tersebut

    merupakan domain dari Peradilan Agama.

    D. PENUTUP

    Sebagai penutup, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai

    berikut:

    1. Dalam lapangan hukum perdata Islam maupun ekonomi syariah,

    potensi terjadinya sengketa sangat besar, terutama karena cakupan

    keduanya yang sangat luas serta pemahaman tentang hukum perdata

    Islam dan ekonomi yang masih minim. Dengan demikian,

  • 16

    wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012

    kemungkinan terjadinya wanprestasi dan/atau perbuatan melawan

    hukum sangat besar.

    2. Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 50 dan Penjelasan Angka 38

    Pasal 50 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

    atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

    maka dapat disimpulkan bahwa kasus wanprestasi dan/atau perbuatan

    melawan hukum (onrechtmatigedaad) merupakan domain dari

    Pengadilan Agama sepanjang menyangkut objek sengketa

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan subjek hukum orang-

    orang Islam sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan angka 37 Pasal

    49 undang-undang tersebut.