Download - V3N118-26
-
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1 | 18
PERANCANGAN KEMBALI KAWASAN PERUMAHAN KAMPUNG PULO
DI TEPI SUNGAI CILIWUNG PROVINSI DKI JAKARTA
Gabriel Efod Virant Pangkerego(1), Denny Zulkaidi2)
(1)Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2)Kelompok Keilmuan Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak
Kawasan perumahan kumuh dan liar yang berada di tepi sungai perkotaan memberikan dampak
negatif bagi penduduk yang bertempat tinggal di kawasan tersebut, lingkungan alami sungai, dan
bagi kota itu secara umum. Hal ini juga terjadi di kawasan perumahan Kampung Pulo yang terletak
di tepi Sungai Ciliwung, Provinsi DKI Jakarta. Persoalan banjir dan kualitas hidup penduduk yang
rendah sebagai implikasi perkembangan perumahan kumuh ini dapat diselesaikan dengan
melakukan perencanaan dan perancangan kembali dengan mempertimbangkan prinsip perancangan
normatif kawasan perumahan tepi sungai (normatif), potensi dan persoalan lingkungan fisik dan
lingkungan sosial setempat (supply), serta preferensi penduduk terhadap kebutuhan hunian
(demand). Penelitian ini akan merumuskan prinsip dan konsep perancangan kawasan perumahan
Kampung Pulo, yang disimulasikan dalam bentuk ilustrasi perancangan berupa kawasan perumahan
vertikal (rumah susun) setinggi 10 lantai dengan 8 lantai hunian yang telah memenuhi ketentuan
yang berlaku, bersifat adaptif di kawasan rawan banjir, serta dapat menyelesaikan persoalan praktis
di wilayah penelitian.
Kata-kunci : bantaran sungai, perancangan kembali, perumahan kumuh, perumahan tepi sungai, prinsip
perancangan kawasan perumahan
Pengantar
Tingginya tingkat urbanisasi di Jakarta telah
mempengaruhi perkembangan kawasan
perumahan kumuh dan liar di ibukota.
Berdasarkan data BPS DKI Jakarta pada
Kusumawardhani (2011), luasan kawasan
kumuh di DKI Jakarta pada tahun 2011 adalah
sebesar 8.000 Ha. Perumahan kumuh dan liar di
Jakarta menempati berbagai kawasan yang
cukup strategis, termasuk di bantaran Sungai
Ciliwung, sungai sepanjang 119 km yang
memiliki hulu di wilayah Puncak, Bogor dan
melintasi bagian-bagian kota yang penting
secara sosial, ekonomi, dan politik di Jakarta
(Triana dan Karim, Kompas, 2009). Selain
menyebabkan rendahnya kualitas hidup
penduduk setempat, perkembangan hunian
kumuh di bantaran Sungai Ciliwung juga
memicu penyempitan dan pendangkalan sungai
sehingga mengurangi kapasitas Sungai Ciliwung
dan mengakibatkan banjir yang seringkali
melanda ibukota Jakarta.
Salah satu kawasan perumahan kumuh dan liar
yang terletak di tepi dan bantaran Sungai
Ciliwung adalah kawasan perumahan Kampung
Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan
Jatinegara, Provinsi DKI Jakarta. Kawasan
perumahan dengan tingkat kepadatan penduduk
1.097,99 jiwa/ha ini terletak berseberangan
dengan Kawasan Jatinegara, pusat kegiatan
sekunder bidang perdagangan dan jasa DKI
Jakarta. Sekalipun memiliki lokasi yang strategis,
namun Kampung Pulo memiliki berbagai
persoalan kawasan perumahan seperti buruknya
kondisi prasarana, sarana, dan utilitas (PSU)
-
Perancangan Kembali Kawasan Perumahan Kampung Pulo di Tepi Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta
19 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1
umum serta seringkali dilanda banjir kiriman
akibat luapan Sungai Ciliwung.
Menurut Triana dan Karim (2009), dalam
menangani persoalan perumahan kumuh di tepi
sungai, pembangunan secara fisik akan sia-sia
apabila tidak diiringi perubahan perilaku
penduduk, termasuk pemerintah dengan
kebijakannya, penduduk di sepanjang tepi
sungai, dan masyarakat umum dengan
sampahnya. Untuk menangani persoalan
tersebut, berbagai upaya dilakukan oleh
pemerintah, seperti Program Perbaikan
Kampung1, Program Penataan Permukiman
Kumuh di Bantaran Sungai Ciliwung2,
diajukannya konsep Kampung Deret, serta
telah dilaksanakan tahap awal dari normalisasi
Sungai Ciliwung termasuk perhitungan dampak
pelebaran sungai di wilayah penelitian. Namun
melihat kompleksitas persoalan yang ada di
wilayah penelitian, diperlukan suatu penataan
ulang (peremajaan) lingkungan hunian melalui
perancangan kembali kawasan perumahan agar
persoalan tersebut dapat diurai satu persatu dan
diselesaikan secara utuh.
Berdasarkan uraian di atas, maka persoalan
yang dihadapi pada penelitian ini adalah belum
adanya prinsip dan konsep perancangan
kawasan perumahan Kampung Pulo yang
mempertimbangkan karakteristik lingkungan
fisik dan lingkungan sosial penduduk, serta
preferensi penduduk setempat. Penelitian ini
bertujuan untuk menyusun prinsip dan konsep
perancangan kawasan perumahan Kampung
Pulo yang mempertimbangkan prinsip
perancangan normatif kawasan perumahan tepi
sungai karakteristik lingkungan fisik tepi Sungai
Ciliwung, karakeristik lingkungan sosial
penduduk, serta preferensi penduduk setempat.
Metode
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
eksploratif (exploratory research) yang
bertujuan untuk menggali pemahaman terhadap
objek penelitian secara lebih mendalam dan
mencari kemungkinan untuk melakukan
penelitian yang lebih spesifik. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perpaduan metode kualitatif dan
kuantitatif (mixed-method) dengan
pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan normatif dan pendekatan supply-
demand oriented. Pendekatan normatif
menggunakan metode kualitatif untuk
merumuskan prinsip perancangan normatif
kawasan perumahan tepi sungai. Pendekatan
supply-demand oriented menggunakan
metode kuantitatif yang dilengkapi informasi
kualiatatif, yaitu (a) mempertimbangkan
karakteristik lingkungan fisik, karakteristik
lingkungan sosial, dan persepsi untuk
mengidentifikasi potensi dan persoalan
lingkungan kawasan perumahan Kampung
Pulo sebagai supply, dan (b) mengidentifikasi
preferensi penduduk terhadap kebutuhan
hunian sebagai demand.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian menggunakan beberapa jenis metode
pengumpulan data, antara lain: studi literatur
dan arsip, penyebaran kuesioner, wawancara,
serta observasi. Dalam melakukan penyebaran
kuesioner, dilakukan metode penarikan sampel
menggunakan teknik sampel acak sederhana
menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan
kesalahan populasi 9,55%, sehingga diperoleh
sampel sebanyak 99,09 KK dari total penduduk
sebanyak 2.940 KK. Wawancara dilakukan
kepada tiga responden, yaitu Bpk. Suganda
(Sekretaris Kelurahan Kampung Melayu), Bpk.
Kamaluddin (Ketua RW 02), dan Bpk. Faisal
(Ketua RW 03). Survei primer dilaksanakan
selama tiga hari pada tanggal 31 Juli - 2
Agustus 2013.
Metode Analisis Data
Metode kualitatif digunakan untuk
mengidentifikasi dan merumuskan prinsip
perancangan normatif kawasan perumahan tepi
sungai melalui analisis deskriptif kualitatif dan
analisis isi. Metode kuantitatif digunakan untuk
mengidentifikasi potensi dan persoalan
lingkungan serta preferensi penduduk melalui
analisis statistik kuantitatif. Secara khusus untuk
mengidentifikasi preferensi penduduk dalam
lingkup perancangan, dilakukan pembobotan
-
Gabriel Efod Virant Pangkerego
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1 | 19
hasil survei untuk dipilih nilai tinggi dan
sedang sebagai bahan pertimbangan
perancangan, sedangkan untuk preferensi
penduduk dalam lingkup perencanaan,
digunakan teknik perhitungan estimasi interval
proporsi besar untuk mengetahui interval
persentase penduduk yang akan diakomodasi.
Dalam mengidentifikasi potensi dan persoalan
lingkungan fisik di wilayah penelitian, digunakan
analisis tapak dengan tanggapan berupa design
response. Dalam merumuskan prinsip, konsep,
dan ilustrasi perancangan kawasan perumahan
Kampung Pulo, selain analisis deskriptif kualitatif,
juga digunakan analisis sintesis kualitatif dan
simulasi perancangan berdasarkan keluaran
sasaran-sasaran sebelumnya.
Prinsip Perancangan Normatif Kawasan
Perumahan Tepi Sungai
Salah satu alternatif perencanaan dan
perancangan kembali guna meremajakan
kawasan perumahan kumuh dan liar adalah
dengan model hunian bertingkat berbentuk
rumah susun. Berdasarkan UU No. 20/2011,
rumah susun diselenggarakan dengan tujuan:
(1) menjamin hunian yang layak huni dan
terjangkau, (2) meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pemanfaatan ruang, (3)
mengantisipasi perkembangan perumahan
kumuh, (4) mengarahkan pengembangan
kawasan perkotaan, (5) memenuhi kebutuhan
sosial dan ekonomi, (6) memberdayakan para
pemangku kepentingan, dan (7) memberikan
kepastian hukum penghunian. Dalam konteks
kawasan perumahan tepi sungai, penyediaan
rumah susun ini harus mempertimbangkan juga
pengelolaan lingkungan sungai dan kawasan
rawan banjir dengan menyediakan ruang
penyangga selebar 3 m di pinggir sungai
bertanggul perkotaan (PP No. 38/2011), serta
penerapan prinsip mitigasi bencana banjir untuk
mengurangi risiko bencana bagi penduduk.
Berdasarkan penelitian Han dkk. dalam Design
Studies on Flood-Proof House (2002), teknik
mitigasi banjir yang dapat diterapkan dalam
perancangan bangunan antara lain adalah:
meningkatkan area terendah lebih tinggi dari
ketinggian muka banjir (elevation), mengontrol
genangan air di dalam bangunan dengan
menempatkan lantai hunian di atas ketinggian
muka banjir (wet flood-proofing),
memindahkan bangunan ke lokasi yang lebih
tinggi (relokasi), menjaga dalam bangunan agar
Tabel 1. Prinsip Perancangan Normatif Kawasan Perumahan Tepi Sungai
Elemen Prinsip Perancangan
Zonasi dan penataan komponen
- Menerapkan tema tertentu dengan menempatkan pinggir sungai (waters edge) sebagai perhatian utama.
- Menempatkan bangunan hunian dan fasilitas lingkungan secara berkelompok (cluster) sehingga memudahkan keterjangkauan penghuni dengan berjalan kaki.
- Menata kerapatan antar komponen yang cukup terbuka dengan pemisahan yang jelas.
Sirkulasi dan aksesibilitas
- Menyediakan akses dan sirkulasi yang mudah dicapai oleh publik di dalam maupun dari luar kawasan, terpadu, dan memudahkan dalam berbagai kondisi.
- Menyediakan jalur evakuasi yang dapat digunakan saat terjadi bencana atau keadaaan darurat, khususnya saat terjadi banjir.
- Menyediakan jalur sirkulasi di sepanjang pinggir sungai. - Menyediakan area parkir di tiap cluster secara berkelompok yang memadai dan
berwawasan lingkungan.
Ruang terbuka dan penghijauan
- Menyediakan ruang terbuka dan penghijauan yang mencukupi di pusat/sub pusat kawasan dan sebagai ruang penyangga (buffer) di sepanjang aliran sungai.
PSU lingkungan - Menyediakan PSU umum yang lengkap dan mencukupi kebutuhan penghuni.
Bangunan hunian
- Menempatkan ruang hunian di atas ketinggian muka banjir. - Menerapkan konsep atap hijau (roof garden) pada bangunan. - Menyediakan akses bangunan hunian secara horisontal maupun vertikal yang
memudahkan penghuni dalam berbagai kondisi dan karakteristik penghuninya. - Menata orientasi bangunan secara membujur mengikuti lintasan matahari dan
menempatkannya cukup jauh dari sumber kebisingan/menempatkan penghalang. Sumber: Permen PU No. 06/PRT/M/2007; Permen PU No. 05/PRT/M/2007; Pergub DKI Jakarta No. 27/2009; Chiara dan
Koppelman, 1978; Wrenn, 1983; Untermann dan Small, 1984; Torre, 1989; Han dkk., 2002; Puslitbangkim PU dan JICA, 2007;
Watson dan Adams, 2011.
-
Perancangan Kembali Kawasan Perumahan Kampung Pulo di Tepi Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta
20 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1
tidak tergenang air banjir dengan menghalangi
banjir/melapisi bangunan (dry flood-proofing),
mendirikan tanggul, serta melakukan
pembongkaran dan membangun ulang
bangunan yang rusak akibat banjir.
Berdasarkan hasil analisis isi, kriteria
perancangan dalam perancangan kawasan
perumahan tepi sungai, adalah (1) aspek
keserasian lingkungan, (2) aspek keselamatan
(safety) dan keamanan (security), (3) aspek
kesehatan, (4) aspek kemudahan, dan (5) aspek
kenyamanan. Mengacu pada kriteria tersebut,
disusunlah prinsip perancangan normatif
kawasan perumahan tepi sungai yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
Potensi dan Persoalan Lingkungan
Kawasan Perumahan Kampung Pulo
Secara administratif, Kampung Pulo terdiri dari
dua RW yaitu RW 02 dan RW 03, Kelurahan
Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Kota
Administrasi Jakarta Timur, DKI Jakarta.
Terletak di sebelah utara Sekolah Santa Maria
Fatima, berseberangan dengan Pasar Jatinegara,
dan dekat dengan Terminal Bus Kampung
Melayu, membuat kawasan ini mudah dijangkau.
Namun untuk masuk ke dalam kawasan hanya
tersedia 5 gang selebar 1-1,5 m sebagai akses
utama kawasan.
Pada kondisi saat ini, Kampung Pulo memiliki
peruntukan lahan dominan sebagai kawasan
perumahan (7,81 Ha). Kawasan ini memiliki
kontur yang relatif datar dengan ketinggian 11
m dpl. Letak geografis yang sebagian besar
dikelilingi Sungai Ciliwung (sepanjang 1.255,80
m atau 74,03% dari total panjang batas
kawasan), serta ketinggian tanah yang
cenderung lebih rendah dibanding kawasan di
sekitarnya, menyebabkan kawasan ini rawan
dilanda banjir akibat luapan Sungai Ciliwung. Hal
ini diperparah dengan banyaknya hunian
penduduk di bantaran sungai sehingga semakin
mempersempit dan mencemari sungai tersebut.
Gambar 1. Kawasan Perumahan Kampung Pulo
Berdasarkan karakteristik lingkungan dan
persepsi penduduk yang diperoleh dari hasil
survei, dilakukan identifikasi potensi dan
persoalan lingkungan fisik dan lingkungan sosial
kawasan perumahan Kampung Pulo yang
mengacu pada tujuan perencanaan dan
perancangan kawasan perumahan tepi sungai.
Persoalan lingkungan fisik di kawasan ini,
adalah:
kawasan perumahan yang kumuh dan tidak
tertata dengan baik dengan kepadatan
bangunan tinggi (jarak antar bangunan
1,5 m) dan kepadatan penduduk sangat
tinggi (1.097,99 jiwa/Ha);
banjir akibat luapan Sungai Ciliwung meliputi
banjir yang intens terjadi akibat kiriman daru
hulu sungai dan banjir kala ulang lima
tahunan;
interaksi yang tidak baik antara penduduk
setempat dengan ekosistem Sungai Ciliwung
dengan hunian di bantaran sungai dan pola
hidup yang mencemari sungai;
aksesibilitas kawasan yang rendah
diindikasikan dengan terbatasnya akses
masuk, sempitnya jalur sirkulasi, dan tidak
tersedianya lahan parkir kendaraan roda
empat;
Jalan Jatinegara
Barat
Sekolah Santa Maria Fatima
Pasar Jatinegara
Dipo KA Bukit Duri
Sungai Ciliwung
Kawasan Perumahan Bukit Duri
-
Gabriel Efod Virant Pangkerego
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1 | 21
ruang terbuka dan penghijauan yang tidak
mencukupi dalam mendukung aktivitas
penduduk dan kelestarian lingkungan hidup,
termasuk tidak adanya ruang penyangga
(buffer) di pinggir sungai; serta
PSU umum yang kurang secara kuantitas
dan/atau kualitasnya, disertai kurang
memahaminya penduduk terhadap
pentingnya kelengkapan PSU umum dalam
menunjang aktivitas dan kelestarian
lingkungan hunian penduduk.
Potensi lingkungan fisik, adalah:
lokasi kawasan yang strategis, dekat dengan
pusat kegiatan sekunder bidang
perdagangan dan jasa Provinsi DKI Jakarta
yaitu Kawasan Jatinegara;
sebagian besar batas wilayah adalah Sungai
Ciliwung memberi potensi pemanfaatan
pemandangan alami sungai;
pola hidup penduduk sudah menerapkan
bentuk adaptasi di kawasan rawan banjir
memudahkan penerapan mitigasi banjir
dalam pola hidup penduduk;
rencana normalisasi bantaran Sungai
Ciliwung akan mengembalikan kondisi alami
sungai dan penurunan ketinggian muka
banjir; serta
rencana peruntukan lahan mayoritas sebagai
kawasan perumahan pada LRK Provinsi DKI
Jakarta mempermudah perencanaan dan
perancangan kembali kawasan perumahan.
Persoalan lingkungan sosial di wilayah penelitian
adalah minimnya kepastian hukum penduduk
terhadap hak milik atau hak sewa lahan dan
bangunan.
Persoalan lingkungan sosial, adalah:
kepemilikan lahan milik Negara (bukan milik
perseorangan, swasta, atau badan hukum
lainnya) memudahkan persyaratan
administratif pemerintah untuk melakukan
perencanaan dan perancangan kembali
kawasan perumahan tersebut;
terdapat pusat perdagangan bambu yang
disebut Transaksi Getek saat kondisi
Sungai Ciliwung masih alami dapat menjadi
potensi pemanfaatan sungai;
pola hidup sosial masyarakat yang menjaga
kelestarian budaya Islami dan terdapatnya
historis berupa tiga makam keramat guru
agama Islam dapat menjadi tema
perancangan dan daya tarik wisata religi;
serta
interaksi antar penduduk dan partisipasi
sosial-masyarakat yang baik dapat menjadi
potensi pengelolaan kawasan perumahan.
Gambar 2. Persoalan Banjir dan Potensi
Pemandangan Alami Sungai Ciliwung di Kampung Pulo
Preferensi Penduduk Kampung Pulo
terhadap Kebutuhan Hunian
Preferensi penduduk Kampung Pulo terhadap
kebutuhan hunian meliputi preferensi dalam
lingkup perencanaan dan preferensi dalam
lingkup perancangan kawasan perumahan.
Preferensi penduduk dalam lingkup perancangan
yang dipilih sebagai pertimbangan dalam
perancangan kembali kawasan perumahan
Kampung Pulo, adalah:
memanfaatkan Sungai Ciliwung dan
tepiannya sebagai objek wisata dan
penghijauan;
menempatkan ruang hunian di atas
ketinggian muka banjir serta memiliki fungsi
non hunian sebagai tempat berdagang;
menyediakan lokasi penampungan yang
relatif dekat/terjangkau, sistem komunikasi/
informasi dan peringatan banjir, serta
dilakukannya rehabilitasi Sungai Ciliwung;
menyediakan sarana lingkungan meliputi
lapangan olahraga, taman, gedung
serbaguna/balai warga, masjid/musala, dan
perangkat keamanan lingkungan;
menyediakan prasarana dan utilitas
lingkungan meliputi jaringan air bersih,
persampahan, MCK, drainase, jalan yang
terang dan terlihat;
-
Perancangan Kembali Kawasan Perumahan Kampung Pulo di Tepi Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta
22 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1
menyediakan akses kawasan meliputi akses
darat ke Jalan Jatinegara Barat, akses darat
ke Bukit Duri, dan akses transportasi sungai;
serta
menata pembagian zona antara hunian dan
lokasi aktivitas penduduk, menyediakan
ruang terbuka dan penghijauan yang
terkelola, sarana pendukung interaksi sosial,
dan kawasan perumahan yang memiliki nilai
keindahan (estetika) untuk meningkatkan
kenyamanan penghuni.
Preferensi penduduk dalam lingkup perencanaan
kawasan perumahan yaitu persentase penduduk
yang tetap ingin menempati Kampung Pulo dan
akan diakomodasi melalui penelitian ini adalah
sebesar minimal 80% sesuai hasil survei hingga
mendekati batas atas 89,80% dari total KK di
wilayah penelitian sesuai hasil perhitungan
estimasi interval proporsi.
Intensitas Bangunan dan Program Ruang
Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi di
antaranya adalah: (1) mengakomodasi semua
penduduk yang memiliki preferensi tetap ingin
bertempat tinggal di Kampung Pulo, serta (2)
ketinggian muka banjir berkurang sebesar 3,27
m sebagai akibat dilaksanakannya normalisasi
Sungai Ciliwung3 menjadi selebar 35 m,
pembangunan sudetan ke Banjir Kanal Timur4,
dan berbagai rekayasa teknis penanganan banjir
Sungai Ciliwung. Dengan asumsi tersebut, banjir
yang intens terjadi (kondisi eksisting 3 m)
diperkirakan tidak terjadi lagi sedangkan banjir
kala ulang lima tahunan (kondisi eksisting 7
m) memiliki ketinggian muka banjir menjadi
setinggi 4 m.Berdasarkan hasil analisis intensitas
bangunan dengan menyediakan 3 tipe
bangunan rumah susun (tipe 18, 27, dan 32)
yang jumlahnya disesuaikan dengan proporsi
luas hunian pada kondisi eksisting, diketahui
bahwa bangunan rusun dengan ketinggian 4
lantai hunian tidak dapat direalisasikan pada
penelitian ini. Berdasarkan hasil perhitungan,
alternatif ini melebihi 6.998,19 m2 luas lahan
dari ketentuan luas tapak bangunan maksimal.
Apabila merealisasikan rusun dengan 4 lantai
hunian, maka perlu dilakukan relokasi sejumlah
penduduk yang tidak dapat diakomodasi
sekalipun tetap ingin menempati kawasan
tersebut. Dalam penelitian ini, ditentukan bahwa
bangunan rusun setinggi 10 lantai (8
lantai hunian) yang direncanakan dan akan
dirancang karena dapat menampung 89,25%
penduduk (2.624 KK) dengan luas tapak
bangunan sebesar 11.616 m2 (70,80% dari
ketentuan luas tapak bangunan maksimal), dua
lantai dasar yang memiliki fungsi non hunian
sebagai antisipasi bencana banjir.
Berdasarkan prinsip perancangan normatif
kawasan perumahan tepi sungai, identifikasi
potensi dan persoalan lingkungan, identifikasi
preferensi penduduk, serta perhitungan
intensitas dan kapasitas bangunan rusun di atas,
disusunlah program ruang kawasan perumahan
Kampung Pulo yang akan diterapkan dalam
perancangan di wilayah penelitian. Program
ruang yang disusun dikelompokkan menurut
sifat publik, privat, dan servis. Berikut adalah
perhitungan kesesuaian program ruang dengan
ketentuan intensitas bangunan dan
pembagiannya berdasarkan sifat program ruang.
Gambar 3. Program Ruang Kawasan Perumahan Kampung Pulo
-
Gabriel Efod Virant Pangkerego
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1 | 23
Tabel 2. Perhitungan Kesesuaian Program Ruang
dengan Ketentuan Intensitas Bangunan
Prinsip dan Konsep Perancangan Kawasan
Perumahan Kampung Pulo
Visi perancangan kawasan perumahan Kampung
Pulo adalah Perumahan Tepi Sungai yang
Lestari dan Manusiawi. Lestari dalam visi
ini berarti kawasan perumahan ini selaras
dengan lingkungan alaminya, sedangkan
manusiawi berarti kawasan perumahan ini
mengedepankan aspek sosial penduduknya.
Maka, maksud dari visi ini adalah berusaha
mewujudkan kawasan perumahan Kampung
Pulo yang ramah, baik bagi penghuni dengan
lingkungan sosialnya, maupun bagi lingkungan
alami di tepi Sungai Ciliwung, serta adaptif di
lingkungan rawan banjir.
Untuk mencapai visi tersebut disusunlah tujuan
perancangan yaitu mewujudkan kawasan
perumahan Kampung Pulo yang layak huni bagi
penduduk setempat dengan melestarikan pola
hidup masyarakat yang religius dan menjaga
kelestarian lingkungan alam tepi Sungai Ciliwung,
dengan sasaran melingkupi: (1) kelengkapan
PSU umum, (2) sifat adaptif di lingkungan rawan
banjir, (3) kemudahan akses dan sirkulasi, (4),
kecukupan RTH, dan (5) masjid sebagai
pusat/sub pusat kawasan.
Sebagai pedoman perancangan di wilayah
penelitian, dirumuskanlah prinsip perancangan
kawasan perumahan Kampung Pulo, yaitu
sebagai berikut.
1. Menyediakan akses masuk/keluar
(entrance/exit) di berbagai arah untuk
meningkatkan aksesibilitas kawasan.
2. Menyediakan jalur kendaraan dan jalur
pejalan di seluruh bagian kawasan untuk
mempermudah sirkulasi di dalam maupun ke
luar kawasan.
3. Menata jalur sirkulasi di sepanjang pinggir
sungai.
4. Menempatkan bangunan hunan dan fasilitas
lingkungan ke dalam cluster berdasarkan
skala rukun warga (RW).
5. Menghubungkan pusat dan sub pusat
kawasan dari tiap cluster.
6. Menempatkan lantai hunian di atas
ketinggian muka banjir kala ulang lima
tahunan.
7. Menyediakan ruang terbuka dan penghijauan
yang memadai di pusat/sub pusat kawasan
dan sebagai penyangga (buffer) di
sepanjang pinggir sungai.
8. Menerapkan konsep atap hijau (roof garden)
pada bangunan hunian.
9. Menyediakan akses dan lokasi evakuasi
bencana di tiap cluster dan ke luar kawasan.
10. Terdapat jembatan di atas ketinggian muka
banjir yang terhubung dengan bangunan
hunian dan lokasi evakuasi bencana banjir.
Gambar 4. Konsep Perancangan Kawasan Perumahan
Kampung Pulo
Variabel Ketentuan Rencana
Luas lantai
maks.
157.501,58 m2
( KLB = 2.4) 120.288 m2
Luas lahan rusun
maks. 50%
35,40%
Luas tapak rusun
maks. 25%
17,70%
Luas lahan bangunan PSU umum
maks. 30%
10,40%
Luas ruang terbuka
min. 20%
54,20%
-
Perancangan Kembali Kawasan Perumahan Kampung Pulo di Tepi Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta
24 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1
Gambar 6. Ilustrasi Tampak Atas Kawasan
Gambar 7. Ilustrasi Akses dari Jalan Jatinegara Barat
Gambar 8. Ilustrasi Jembatan Evakuasi Banjir
Berdasarkan prinsip-prinsip perancangan di atas
disusunlah konsep perancangan kawasan
perumahan Kampung Pulo yang disimulasikan
dalam bentuk ilustrasi perancangan. Konsep
perancangan kawasan perumahan Kampung
Pulo dapat dilihat pada Gambar 4.
Kawasan dirancang secara terbuka dengan
akses dari berbagai arah. Akses utama dari
Jalan Jatinegara Barat dengan dua jalan
kendaraan dan satu jalur pejalan sebagai axis
kawasan menuju masjid yang merupakan
landmark kawasan. Untuk meningkatkan
aksesibilitas kawasan dari daerah Bukit Duri,
disediakan jembatan yang dapat dilalui
kendaraan. Sirkulasi darat dalam kawasan dapat
menjangkau setiap cluster sehingga dapat
menjamin kemudahan dan keselamatan
penghuni dalam berbagai kondisi. Selain itu,
adanya 2 unit penyeberangan getek akan
dipertahankan dengan menempatkannya di
dekat pusat kawasan.
Terdapat 4 cluster yang masing-masing terdiri
dari satu RW dengan pusat kegiatan tiap cluster
adalah pusat/sub pusat kawasan. Pusat/sub
pusat kawasan terdiri atas masjid, kantor
sekretariat RW dan balai warga, balai kesehatan
dan posyandu, PAUD, lapangan, dan taman.
Masjid dan lapangan di pusat memiliki luas lebih
besar karena merupakan landmark yang
menjadi pengejawantahan tema religius.
Gambar 5. Ilustrasi Perspektif Mata Burung Kawasan
-
Gabriel Efod Virant Pangkerego
Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1 | 25
Gambar 9. Ilustrasi Bangunan Rumah Susun
Bangunan rusun terdiri dari 10 lantai, dengan 8
lantai teratas sebagai hunian dan dua lantai
dasar yang bersifat terbuka. Lantai 1
difungsikan sebagai parkir motor dan tempat
penyimpanan gerobak, sedangkan lantai 2
difungsikan sebagai musala dan tempat
berdagang masyarakat. Rancangan bangunan
rumah susun yang demikian merupakan
penerapan konsep wet flood-proofing sebagai
teknik mitigasi bencana banjir dalam
perancangan bangunan. Pada kondisi normal,
penghuni dapat memanfaatkan lantai dasar
sesuai fungsinya, sedangkan pada kondisi banjir
lantai dasar dapat digenangi banjir sementara
aktivitas penghuni dapat dilakukan di lantai
hunian pada lantai 3-10.
Untuk menunjang sirkulasi penghuni di dalam
bangunan rusun, disediakan pula 2 unit tangga
dan 2 unit elevator di tiap gedung. Pada kondisi
banjir, disediakan fasilitas evakuasi banjir
berupa jembatan evakuasi banjir yang
terhubung dengan tiap bangunan rusun dan
lokasi evakuasi banjir. Jembatan evakuasi banjir
dengan bentuk skywalk memiliki lebar 3 m dan
tinggi kolong jembatan 5,5 m, sehingga
menjamin keselamatan dan kemudahan sirkulasi
penghuni pada kondisi banjir. Lokasi evakuasi
banjir ditempatkan pada sub pusat kawasan
yang dekat dengan Jalan Jatinegara Barat dan
memiliki kontur lebih tinggi sehingga
diperkirakan pada kondisi banjir kala ulang lima
tahunan tidak akan tergenang air banjir.
RTH yang pada kondisi eksisting tidak
mencukupi kebutuhan penduduk, akan
disediakan di setiap cluster, berupa lapangan
multifungsi dan taman. Sesuai amanat Pergub
Provinsi DKI Jakarta No. 27/2009, setiap
bangunan rusun menerapkan konsep roof
garden dalam bentuk pot-pot tanaman untuk
meningkatkan intensitas ruang terbuka dengan
memanfaatkan atap tiap bangunan. RTH juga
disediakan di sepanjang pinggir sungai dalam
bentuk penghijauan selebar 3 m sebagai
penyangga di sempadan sungai. Selain itu,
peninggalan historis setempat yang ada di
wilayah penelitian, diintegrasikan dengan taman
sehingga menambah kenyamanan peziarah dan
dapat menjadi potensi kawasan untuk
dimanfaatkan sebagai wisata religi.
Kesimpulan
Persoalan praktis di Kampung Pulo dapat
diselesaikan dengan menerapkan prinsip dan
konsep perancangan kawasan perumahan tepi
sungai. Dalam konteks penempatan kembali di
kawasan rawan banjir, peremajaan kawasan
dapat dilaksanakan dengan beberapa prasayarat
penanganan yaitu : (1) melaksanakan rekayasa
teknis seperti pembangunan waduk, sudetan, ,
dan normalisasi Sungai Ciliwung untuk
mengembalikan kapasitas alami sunga, serta (2)
menyediakan bangunan rusun dengan kapasitas
sejumlah penduduk yang ingin bertahan yaitu
80%-89,80% dari total penduduk untuk
mengurangi risiko penduduk di lingkungan
rawan bencana banjir. Untuk itu, perancangan
bangunan rusun dengan tinggi lebih dari 4 lantai,
yang dalam penelitian ini setinggi 10 lantai
dengan 8 lantai hunian dapat menyelesaikan
persoalan tersebut, karena terjaminnya: (a)
aksesibilitas kawasan, (b) PSU umum, (c) RTH
yang memadai, serta (d) fasilitas evakuasi
bencana banjir sehingga kawasan perumahan ini
dapat adaptif di lingkungan rawan banjir.
Penelitian ini mengakomodasi preferensi
penduduk sehingga dapat menggambarkan
keinginan penduduk terhadap kebutuhan
huniannya, yang disesuaikan dengan potensi
-
Perancangan Kembali Kawasan Perumahan Kampung Pulo di Tepi Sungai Ciliwung Provinsi DKI Jakarta
26 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1
dan persoalan lingkungan di wilayah penelitian,
serta berbagai ketentuan normatif yang
mengikat dalam perancangan. Dengan
memperhatikan berbagai aspek dan pendekatan
yang digunakan, penelitian ini dapat menjadi
salah satu alternatif penanganan dan
peremajaan kawasan perumahan kumuh dan
liar di Kampung Pulo. Sebagai catatan penelitian,
penelitian ini belum memperhatikan aspek
pembiayaan, aspek kelayakan teknis,
perhitungan matematis dari dampak pelebaran
sungai terkait pengurangan ketingian muka
banjir, serta belum mempertimbangkan aspek
pendekatan komunitas dalam upaya
penempatan kembali penduduk. Oleh sebab itu,
pada penelitian lanjutan dapat dilakukan
identifikasi pembiayaan, identifikasi dampak
normalisasi Sungai Ciliwung terhadap penurunan
muka banjir, serta pengorganisasian komunitas
dalam penempatan kembali penduduk.
Daftar Pustaka
Puslitbangkim PU dan JICA. (2007). Pedoman
Perencanaan dan Perancangan Arsitektur
Rumah Susun Sederhana. Puslitbangkim PU
dan Japan International Cooperation Agency
(JICA).
Chiara, J. De dan L. E. Koppelman. (1978).
Standar Perencanaan Tapak. Terjemahan:
Januar Hakim. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Djakapermana, Ruchyat Deni. (2008). Rencana
Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur:
Upaya Menyeimbangkan Pertumbuhan
Ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan
Hidup. Artikel pada Bulletin Tata Ruang Ed.
Juli-Agustus 2008.
Han, D. dkk. (2002). Design Studies on Flood-
Proof House. Bristol: Department of Civil
Engineering University of Bristol.
Kusumawardhani, Citra. (2011). Karakteristik
Fisik Permukiman Kumuh di Perkotaan
Berdasarkan Topological Penataan, Studi
Kasus Menteng Atas dan Kampung Melayu.
Skripsi. Depok: Program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Tim Ekspedisi Ciliwung Kompas. (2009).
Ekspedisi Ciliwung: Laporan Jurnalistik Kompas
- Mata Air, Air Mata. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Torre, L. A. (1989). Waterfront Development.
New York: Van Nostrand Reinhold.
Untermann, R. dan R. Small. (1984).
Perencanaan Tapak Untuk Perumahan - Jilid II.
Alih Bahasa: Ir. Aris K. Onggodiputro.
Bandung: Penerbit PT. Intermedia.
Waluyadi, H., R.Jayadi, dan D. Legono. 2007.
Kajian Penanganan Banjir Kali Ciliwung DKI
Jakarta Ditinjau dari Aspek Hidro-Ekonomi
(Studi Kasus pada Ruas Cawang - Pintu Air
Manggarai). Artikel pada Forum Teknik Sipil
No. XVII/3 September 2007.
Watson, D. dan M. Adams. (2011). Design for Flooding: Architecture, Landscape, and Urban Design for Resilience to Flooding and Climate Change. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
Wrenn, Douglas M., J.A. Casazza, dan J.E. Smart. (1983). Urban Waterfront Development. Washington, D.C.: The Urban Land Institute.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 163
Tahun 2012 tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Rencana Trace Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai-Kampung Melayu.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 27
Tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah
Susun Sederhana.
Catatan Kaki
1 Perda Provinsi DKI Jakarta No. 2/2013.
2 Pemerintah Siap Menata Permukiman Kumuh di
Bantaran Sungai Ciliwung, Siaran Pers No. 08/Humas
Kesra/I/2012.
3 Pergub Provinsi DKI Jakarta No. 163/2012.
4 Waluyadi, Jayadi, dan Legono. (2007). Kajian
Penanganan Banjir kali Ciliwung DKI Jakarta Ditinjau
dari Aspek Hidro-Ekonoomi (Studi Kasus pada Ruas
Cawang Pintu Air Manggarai).