UPAYA PEMERINTAH RI UNTUK MEMPERSEMPIT
RUANG GERAK KEJAHATAN KEHUTANAN
Oleh :
DIREKTUR PENYIDIKAN & PERLINDUNGAN HUTAN
DITJEN PHKA – KEMENHUT
SEMINAR ”UPAYA PENEGAK HUKUM TERPADU
DALAM MEMBERANTAS PEMBALAKAN LIAR”
JAKARTA, 29 JUNI 2010
BIODATA
Nama : Ir. M. AWRIYA IBRAHIM, M.Sc
Jabatan : DIREKTUR PENYIDIKAN & PERLINDUNGAN HUTAN
HP : 0811120555
Email : [email protected]
Pendidikan
Terakhir
: S-2 Social Forestry di Wageningen Agriculture
University (WAU), the Netherlands
RIWAYAT PEKERJAAN :
1 1986-1994 - Penguji Kayu Gergajian pada BSPHH III Palembang
2 1994-1999 - Kasi Penataan Tebangan Kanwil Dephut Prov. Sumsel
3 1999-2001 - Kabid. RRL Kanwil Dephut Prov. NAD
4 2001-2002 - Ka. Balai TN. Gunung Leuser – Aceh
5 2002-2005 - Ka. Balai TN. Ujung Kulon Banten
6 2005-2007 - Kasubdit. Polhut & PPNS Dit. PPH
7 2007-sekarang Direktur PPH Ditjen PHKA
002
004
001 001001
003
001001
001001
000000
000
001
001
002
002
003
003
004
004
Seluruh Indonesia Di dalam Kawasan Hutan Di luar Kawasan Hutan (APL)
Laju Deforestasi 1990-1996 1996-2000 2000-2003 2003-2006 Estimasi 2009-2010
Seluruh Indonesia 1.87 3.51 1.08 1.17 1.125
Di dalam Kawasan Hutan 1.37 2.83 0.78 0.76 0.770
Di luar Kawasan Hutan 0.50 0.68 0.30 0.41 0.355
1990-1996 1996-2000 2000-2003 2003-2006
Ju
ta h
a/t
ah
un
4
DASAR HUKUM NON KAWASAN HUTAN :
UU No. 5/1960 ttg Peraturan DasarPokok-Pokok Agraria
KAWASAN HUTAN :
UU No. 5/1990 ttgKonservasi Sumberdaya AlamHayati dan Ekosistemnya
UU No. 41/1999 ttg Kehutanan
HUTANKONSERVASI
PP No. 38/2007 ttgPembagian KewenanganPemerintah Pusat danDaerah
HUTANLINDUNG DANPRODUKSI
PP No. 30/2003 ttg PerumPerhutani (Jatim, Jateng,Jabar dan Banten)
5
1. Mengatur dan mengurussegala sesuatu yg berkaitandgn hutan, kawasan hutan &hasil hutan.
2. Menetapkan status wilayahtertentu sebagai kawasan hutanatau bukan sebagai kawasanhutan.
3. Mengatur dan menetapkanhubungan-hubungan hukumantara orang dgn hutan sertamengatur perbuatan-perbuatanhukum mengenai kehutanan.
Pasal 4 ayat (2) UU 41 Th 1999.
WEWENANG PEMERINTAH (MENHUT)
HAKEKAT INPRES No. 4 TAHUN 2005
berintikan koordinasi dan kerjasama 18
institusi dalam pemberantasan IL & IT di
bawah koordinasi Menkopolhukam.
penebangan kayu secara ilegal (tanpa
izin), bukan pemegang izin yang sah
(legal).
sesuai dg tupoksi (Lex specialist) shigga
Polhut & PPNS harus dikedepankan.
Jiwa dan
semangatnya
Sasaran
implementasinya
Yuridiksi
implementasi
MEMPERCEPAT PENANGANAN &
PENYELESAIAN KASUS PEMBERANTASAN IL.
7
PENGERTIAN ILLEGAL LOGGING (IL) UU No. 41/99 TTG KEHUTANAN
Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiapORANG/KELOMPOK ORG atau BADAN HUKUM dalambidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa :
Menebang,memanen atau memungut Hasil Hutan Kayu (HHK)dari kws hutan tanpa ijin/hak;
Menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerimatitipan, menyimpan, memiliki atau menggunakan HHK yg didugadipungut secara tidak sah;
Mengangkut,menguasai atau memiliki HHK tdk dilengkapibersama sama SKSHH (Surat Keterangan Sahnya HasilHutan);
Membawa alat berat & alat lainnya yg lazim atau patut didugaakan digunakan utk mengangkut/mengambil HHK di dlm kwshutan tanpa izin dari yang berwenang;
Membawa alat yg lazim digunakan utk menebang,memotongatau memebelah phn dlm kws hutan tanpa ijin pejabatberwenang. 7
8
KASUS ILLEGAL LOGGING 2005 - 2009 (TURUN 85,13 %)
Tahun Jumlah Kasus
Proses Penyelesaian Kasus
LidikProses Yustisi
Sidik SP 3 P 21 Sidang Vonis
2005 720 15 705 25 438 281 245
2006 1714 142 1572 18 699 389 304
2007 478 114 364 2 249 198 152
2008 177 44 133 1 82 40 31
2009 107 27 80 1 41 26 13
8
1. Vonis hukuman terlalu ringan (dari 92 kasus, keputusan MA sebanyak36 kasus bebas; 24 kasus hukuman kurang dari 1 tahun; 19 kasushukuman 1-2 tahun; sisanya dalam proses di MA)
9
PELAKU PEMBALAKAN LIAR
1. Dilakukan oleh operator yang legal (HPH/HPH-HTI/ perkebunan)
prakteknya melanggar persyaratan dalam HPH karena kelebihan
menebang atau mengambil kayu pada areal konservasi yang
dilindungi. Operator-operator ini diberikan ijin untuk menebang
pohon secara selektif.
2. Dilakukan berdasarkan ijin HPH yang diperoleh secara tidak sah
yang diterbitkan oleh pejabat pemerintahan daerah dan biasanya
berlaku selama 1 (satu) tahun. Praktek ini telah disahkan pada
tahun 1999, namun dicabut kembali melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2002.
3. Dilakukan oleh orang setempat yang dikoordinir cukong dan
pedagang perantara untuk secara selektif menebang pohon-pohon
yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Orang-orang ini tidak memiliki
hak ijin yang sah dari pemerintah untuk menebang pohon.
9
10
KENAPA PEMBALAKAN LIAR SULIT DIBRANTAS
1. Pembalakan liar merupakan tindak pidana di bidangkehutanan yang terorganisir, melibatkan banyak pihak, baikskala nasional maupun internasional. Hal ini terbukti dariketidak mampuan hukum menjerat aktor ilegal loging.
2. Pembalakan liar tidak lagi murni berdiri sendiri namun telahterbangun kerjasama yang merambah ke praktekperdagangan kayu illegal (illegal timber trade) yangmelibatkan komunitas negara luar.
3. Struktur organisasi dan modus operandi pembalakan liarterorganisir dengan rapi dan profesional seluruhpelaksanaan di lapangan sehingga sering kali sulit bagiperangkat hukum untuk dapat menangkap para ”cukong”sebagai akibat dari sistem serta pranata hukum positif yangada.
10
11
KENAPA PEMBALAK LIAR BEBAS DI PENGADILAN
Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999,
1. Selain Pejabat Penyidik POLRI, PPNS tertentu yang lingkuptugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan,diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimanadimaksud dalam KUHAP”. Dalam kasus pembalakan liar,kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadappembalakan liar ini secara yuridis juga dilakukan institusiKejaksaan, Perwira TNI AL, dan aparat Bea Cukai.
2. Dalam perkembangannya, koordinasi antar institusi seringmenjadi permasalahan dalam penyidikan kasus pembalakanliar. penyidikan berjalan sendiri-sendiri. Seringkali terjadikesalahan interpretasi antara jaksa penuntut umum danpenyidik terhadap pasal-pasal yang tercantum dalam UU No.41/1999.
3. Dalam menghadapi kasus pembalakan liar tertentu,ketentuan dalam UU No. 41/1999 yang merupakan lexspecialis tidak digunakan oleh jaksa dan hakim.
11
Pemidanaan Pembalakan Liar
dalam UU No. 41 Tahun 1999
Pasal 78 jo Pasal 50 ayat
(1), (2) dan (3)
Pelaku utama
(dader)
Belum Menjangkau
tindak :
Percobaan
Penyertaan
Pembantuan
Pasal 53,
54,55, dan
56 KUHP
Ancaman Pidana :
Minimal Umum –
Maksimal Khusus
PERATURAN PERUNDANGAN SAAT INI
Pemidanaan IL dlm
UU No. 41/1999
Pasal 78 jo Pasal 50
ayat (1), (2) dan (3)
UU KORUPSI
Belum
Menjangkau
tindak :
Percobaan
Penyertaan
Pembantuan
Pasal 53,
54,55, dan
56 KUHP
KEJAKSAAN
POLRI
KPK
PENERAPAN PIDANA IL BERLAPIS
SIDIK/ LIDIK
Pejabat
menerbitkan
alas hak tdk
prosedur
LEX
SPECIALIS
LAPORAN
KEHUTANAN
SIDIK/LIDIK
(Keterangan/ BAP)
Split kasusX
1. UU Kehutanan
2. UU Konservasi SDAH&E
3. UU Tipikor
4. UU Lingkungan Hidup
5. UU Keimigrasian
6. UU Penataan Ruang
7. UU Pencucian Uang, DLL.
Upayakan Sukses VONIS sesuai Dakwaan Berlapis. Hal yang paling fundametal mencermati kelemahan yang
ada pada sistem yustisi atau celah-celah dlm perangkathukum yg bisa dimanfaatkan sbgian pihak utk melakukanIL & IT.
PENYIDIK POLRI
PENYIDIK KEJAKSAAN
PENYIDIK PNS HUT
Mulai dari Proses Penyidikansudah harus mengupayakanDAKWAAN BERLAPIS dgn :
UPAYA OPTIMALISASI GAKKUM OLEH APARAT
MENGEDEPANKAN POLHUT
DAN PPNS KEHUTANAN
15
URGENSI RUU PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN PEMBALAKAN LIAR (P3L)
1. Telah terjadi pencurian, penebangan kayu illegal tanpaterkendali (extra ordinary crime)
2. Proses penegakan hukum lemah dan lambat
3. Sanksi hukum dalam UU 41/1999 bersifat maksimalsehingga kurang efektif (tidak menimbulkan efek jera)
4. Pengaturan insentif untuk penegak hukum tidak menarik(cenderung terjadi kolusi)
5. Hukuman belum menjangkau para pemodal dan backing
6. Kewenangan PPNS Kehutanan masih terbatas
7. Permasalahan Illegal logging menyangkut lintas sektor(Inpres No. 4 tahun 2005 ada 18 instansi di bawahkoordinasi Menkopolhukam)
16
CAKUPAN RUU TIPIHUT
Sanksi pidana minimal-->Sanksi hukum dalam UU
41/1999 bersifat maksimal sehingga kurang efektif (tidakmenimbulkan efek jera)
16
SETIAP PEJABAT DILARANG :
1. melindungi pelaku pembalakan liar;
2. turut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar;
3. melakukan permufakatan untuk terjadinya pembalakan
liar;
4. melakukan pembiaran dan/atau kelalaian dalam
melaksanakan tugas.
17
LANJUTAN RUU TIPIHUTSETIAP ORANG DILARANG :
1. menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar;
2. turut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar;
3. melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar;
4. mendanai pembalakan liar secara langsung atau tidak langsung;
5. menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar;
6. mencuci kayu hasil pembalakan liar seolah-olah menjadi kayu yang
sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar
negeri;
7. menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan,
menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, dan/atau menukarkan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil pembalakan liar; dan/atau
8. menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui
atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.17
18
WEWENANG PPNS DALAM RUU TIPIHUT
1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana pembalakan liar;
2. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang
diduga melakukan tindak pidana pembalakan liar;
3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana pembalakan liar;
4. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana pembalakan liar;
5. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan
yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana
pembalakan liar; dan
6. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana pembalakan liar.18
19
WEWENANG PPNSBerdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud,penyidik berhak meminta kepada lembaga penyelenggara komunikasiuntuk :
19
1. membuka, memeriksa, dan menyita surat atau kiriman melalui pos, serta jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan pembalakan liar yang sedang diperiksa; dan/atau
2. meminta informasi pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan pembalakan liar.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada huruf 2, hanya dapat dilakukan atas izin Ketua Pengadilan Negeri.
Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidangpengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memintaketerangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atauterdakwa.
20
TERIMA KASIH