Download - Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif
UPAYA MENCEGAH DENTIN HIPERSENSITIF
AKIBAT ASAM DENGAN
SEMEN DASAR GLASS IONOMER
MAKALAH
OLEH :
MILLY ARMILIA, drg. Sp.KG
NIP : 130779423
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2006
Mengetahui :
Ketua Jurusan Konservasi Gigi
FKG Unpad Bandung
Hj. Endang Sukartini, drg. Sp.KG(k)
Nip : 130 809 282
ABSTRAK
Email merupakan jaringan yang tidak mampu beregenerasi, sehinnga
kerusakan yang terjadi pada email dapat meluas ke dentin. Jika dentin terbuka,
rangsangan dari luar meninbulkan sensitivitas dentin. Bila rangsangan berlebihan
dapat menyebabkan reaksi dentin hipersensitif.
Resin komposit diakui sebagai bahan restorasi gigi yang mengutamakan
estetik. Prosedur etsa asam pada restorasi resin komposit merupakan upaya untuk
meningkatkan perlekatan antara bahan restorasi resin komposit adalah dentin
hipersensitif karena aplikasi asam atsa. Pada ketebalan dentin yang tipis, asametsa
dapat berpenetrasi ke dalam tubuli dentin, sehingga memungkinkan peningkatan
permeabilitas dentin serta denaturasi kolagen.
Glass ionomer sebagai semen dasar dapat mencegah penetrasi dari asam etsa.
Semen ini memiliki wetting ability yang baik sehingga mampu melapisi tubuli dentin,
serta kemampuan perlekatan yang baik dengan dentin, email maupun resin komposit.
Kata kunci : etsa asam, dentin hipersensitif, semen dasar glass ionomer.
ABSTRACT
The enamel decay can spread into dentin, because enamel tissues are unable
to regenerate. Stimuli causes sensitive reaction to the opened dentin. If stimuli is over,
the opened dentine will react to dentine hypersensitivity.
Composite resin filling material has been suggected as the most aesthetic
restorative material. The acid etch prosedures of the composite resin restoration are
effective in ibcreasing the attachment area between the material and tooth. A problem
in composite resin restoration is the dentine hypersensitivity caused by acid etch. The
acid etch will penetrate the dentine tubules if the dentine thick is too smooth. Further
more, the dentine permeability and cillagen denaturetion may increase.
Glass ionomer base is recommended to prevent acid penetration. The wetting
ability of glass ionomer protect the dentine tubules from acid and improved adhesion
to dentine, enamel and composite resin.
Key word : acid etch, dentine hypersensitivity, sement base galss ionomer.
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulit dapat menyelesaikan makalah ini dengan
harapan setelah membacanya akan menambah sedikit gambaran dan pengetahuan
tentang Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif Dentin akibat Etsa Asam dengan
Semen Dasar Glass Ionomer.
Selama menyusun makalah ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan,
pengarahan dan bantuan, baik berupa ilmu pengetahuan maupun dukungan moril.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Eky S. Soeria Soemantri, drg., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.
2. Ny. Hj. Endang Sukartini, drg., Sp.KG (K) sebagai Ketua Jurusan Konservasi
Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran Bandung.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya, namun mudah-mudahan ini ada manfaatnya.
Bandung, Desember 2006
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK ………………………………………………………. I
ABSTRACT …………………………………………………….. ii
PRAKATA ……………………………………………………… iii
DAFTAR ISI …………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………… vi
BAB I : PENDAHULUAN …………………………………… 1
BAB II : TINJAUAN UMUM SEMEN GLASS IONOMER … 4
2.1 Komposisi Semen Glass Ionomer ……………………………….. 4
2.1.1 Bubuk …………………………………………………. 5
2.1.2 Cairan …………………………………………………. 6
2.2 Sifat-sifat Semen Glass Ionomer ……………………………….. 6
2.3 Manipulasi Semen Glass Ionomer ……………………………… 9
BAB III : TEKNIK ETSA ASAM ………………………………………... 11
3.1 Kegunaan Etsa Asam pada Restorasi Komposit ……………….. 11
3.2 Reaksi Dentin terhadap Asam Etsa …………………………….. 12
3.3 Prosedur Etsa Asam ……………………………………………. 14
BAB 1V : PENGGUNAAN SEMEN DASAR GLASS IONOMER
UNTUK MENVEGAH HIPERSENSITIF
AKIBAT ETSA ASAM …………………………..…… 16
4.1 Keunggulan Semen Dasar Glass Ionomer ………………… 16
4.2 Pengaruh Semen Dasar Glass Ionomer setelah Etsa Asam .. 17
4.3 Pengaruh Semen Glass Ionomer terhadap Jaringan Pulpa … 18
BAB V : KESIMPULAN ………………………..……………………. 20
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..……….. 21
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Komposisi Semen Glass Ionomer ……………………………… 5
BAB I
PENDAHULUAN
Gigi terdiri dari email, dentin, jaringan pulpa dan sementum yang merupakan
jaringan yang sangat keras pada tubuh manusia. Email yang rusak tidak mampu
beregenarasi, karena email terdiri dari bahan anorganik yang tidak mengandung sel-
sel hidup.
Kerusakan email dapat berlanjut hingga dentin, sehingga timbul reaksi
sensititas. Reaksi ini ditandai dengan timbulnya rasa sakit yang disebabkan oleh
rangsangan pada dentin. Jika rangsangan berlebihan dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas dentin, diikuti dengan inflamasi pulpa dan akhirnya terjadi kematian
jaringan pulpa (Seltzer, 1990).
Proses kerusakan jaringan gigi lebih lanjut dapat dicegah dengan malakukan
restorasi pada gigi. Bahan restorasi resin komposit telah diakui merupakan bahan
restorasi modern yang sekarang banyak digunakan. Hal ini didasari oleh sifat resin
komposit yang mempunyai kelebihan, yaitu kekuatan terhadap daya kunyah, daya
tahan terhadap abrasi dan adaptasi yang baik pada dinding kavitas karena teknik etsa
asam yang diterapkan pada bahan resin komposit (Philips, 1991).
Salah satu masalah yang sering ditemui pada restorasi resin komposit adalah
sensitivitas pulpa yang dapat terjadi karena penggunaan etsa asam. Etsa asam akan
membuka tumbuli dentin sangat besar, jika tidak tertutup dengan baik ketika proses
dentin bonding akan menimbulkan gejala dentin yaitu suatu gejala normal apabila
dentin terbuka. Berdasarkan teori hidrodinamik, dentin yang terbuka akan
mempengaruhi tekanan pada permukaan tubuli dentin dan menyebabkan cairan dalam
tubuli bergerak merangsang saraf pulpa dan menghasilkan respon sakit. Rasa nyeri ini
dapat meningkat menjadi dentin hipersensitif bila proses berlanjut ke penyakit pulpa.
(Branstrom et all, 1967).
Perdigao (2001) menyatakan bahwa aplikasi asam etsa tidak boleh dilakukan
pada ketebalan dentin kurang dari 0,5 mm. Pada kavitas yang dalam, asam etsa yang
berkontak dengan dentin dapat berpenetrasi ke dalam tubuli dentin, sehingga
memungkinkan peningkatan permeabilitas dentin serta denaturasi kolagen. Hal ini
menyebabkan terbukanya jalan masuk bagi bakteri dan produknya berpenetrasi ke
dalam pulpa dan secara tidak langsung asam dapat membuat dentin menjadi rapuh
karena proses demineralisasi (Pashley, dkk, 1992).
Aplikasi semen pelapis sebagai semen dasar sebelum penempatan bahan
restorasi resin komposit diharapkan dapat melindungi pulpa terhadap iritasi kimia dari
asametsa. Aplikasi semen glass ionomer dianjurkan sebagai semen dasar sebelum
aplikasi asam etsa pada restorasi resin komposit (Davidson, 1999). Hal ini dilakukan
karena glass ionomer dapat melapisi tubuli dentin sehingga mencegah sensitivitas gigi
(Katsuyama, 1993; Crispin, 1994). Semen glass ionomer memiliki kemampuan
perlekatan yang baik antara resin komposit dengan email ataupun dentin, serta wetting
ability yang akan membuat penutupan hermetis pada restorasi (Davidson, 1990).
Selain itu semen glass ionomer mempunyai sifat antikariogenik karena mampu
melepaskan fluorida (Wilson & McLean, 1988).
BAB II
TINJAUAN UMUM SEMEN GLASS IONOMER
Semen glass ionomer dikembangkan dengan karakteristik antara lain
radioopak, cepat mengeras, lebih sedikit mengiritasi pulpa. Semen ini juga memiliki
kekuatan yang baik meskipun dalam bentuk lapisan yang tipis. Semen glass ionomer
biasanya digunakan sebagai semen dasar pada restorasi komposit. Teknik ini pertama
kali diperkenalkan oleh McLean dan Wilson, tahun 1977, dikenal dengan teknik
sandwich atau double laminated (Wilson & Mclean, 1988; Katsuyama, 1993; Crispin,
1994).
Semen glass ionomer digunakan karena semen ini dapat berikatan secara
fisikokomiawi baik pada email maupun pada dentin. Ikatan ini terjadi karena ikatan
yang mula-mula diduga ikatan kimia antara jaringan email dengan semen glass
ionomer ternyata ditemukan adanya gerakan molekul-molekul. Sifat semen glass
ionomer yang hidrofilik mampu berikatan dengan dentin yang selalu dalam keadaan
sedikit basah. Semen glass ionomer melepaskan ion fluor dalam jangka cukup lama
sehingga dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies sekunder
(Sidharta, 1991). Semen glass ionomer mampu menutupi tubuli dentin guna
mencegah reaksi pulpa terhadap asam fosfat (Andreaus, 1987).
2.1 Komposisi Semen Dasar Glass Ionomer
Semen glass ionomer merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan
sebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior maupun posterior,
bahan pelapis kavitas, penutup pit dan fisur, bonding agent pada resin komposit, serta
sebagai semen adhesif pada pearawatan ortodontik. Penggunaan yang luas dari semen
glass ionomer didapatkan dengan mengubah komposisi semen. Perubahan ini meliputi
perubahan perbandingan bubuk dengan cairan pembentuknya atau mengubah
komposisi bubuk dan cairan (Davidson, 1999).
Tabel 2.1 Komposisi Semen Glass Ionomer (Katsuyama, 1993)
Komponen Komposisi Bubuk Beberapa Tipe Semen Glass Ionomer
A B G200 Cairan Pengeras Semen SiO2 41.9 35.2 29.0
Al2O3 28.6 20.1 16.5 CaF2 15.7 20.1 34.3 FlF2 1.6 2.4 7.3
AlPO4 3.8 12.0 9.9 NaF 9.3 3.6 3.0
5 Bagian glass dari beberapa komponen
1 bagian dari kopolimer high moleculer acid
0.1 bagian asam tartar
Komposisi baku semen glass ionomer konvensional terdiri dari bubuk dan cairan.
2.1.1 Bubuk
Bubuk yang digunakan pada dasarnya bubuk gelas kalsium aluminosilikat
yang mengandung fluor. Ukuran partikel gelas bervariasi antara 19 mm untuk luting
cement maupun semen dasar sampai 45 jam untuk restorasi. Semakin halus partikel
gelas maka reaksi pengerasan akan semakin cepat, kekuatan semakin besar dan
permukaan semen akan lebih halus.
Bila kandungan lebih banyak silikat, semen terlihat lebih translusen, tetapi bila
lebih banyak kalsium fluorida atau alumina, semen terlihat radioopak. Kandungan
fluor dalam semen glass ionomer merupakan keuntungan dalam menurunkan
temperatur fusi dan dapat mencegah terjadinya karies sekunder, Namun penambahan
bahan ini dapat menurunkan kekuatan semen (Wilson & McLean, 1988).
2.1.2 Cairan
Cairan dalam semen glass ionomer adalah larutan poliakrilik yang merupakan
polimer asam karboksilat tidak jenuh yang dikenal sebagai asam polialkenoat. Semen
glass ionomer yang menggunakan asam poliakrilik memiliki setting time yang
panjang, ditambahkan asam tartar yang juga dapat mengakibatkan translusensi semen
menjadi lebih baik. Gel yang terjadi dapat dicegah dengan menggunakan larutan yang
mengandung kopolimer asam akrilat dan asam itakonat (Wilson & McLean, 1988;
Katsuyama, 1993).
Air merupakan unsur yang berfungsi sebagai media terjadinya reaksi
pengerasan dan melembabkan hasil reaksi. Kandungan air yang terlalu banyak
melemahkan semen, namun bila terlalu sedikit akan mengurangi reaksi pengerasan
(Wilson & McLean, 1988; Phillips, !991).
2.2 Sifat-sifat Semen Glass Ionomer
Semen glass ionomer mempunyai sifat-sifat (Wilson & McLean, 1988:
Katsuyama, 1993):
1. Koefisien ekspansi termal
Kestabilan dimensi semen glass ionomer sangat baik karena bahan ini
mempunyai koefisien termal sebesar 14 ppm/oC yang mendekati koefisien
ekspansi termal struktur gigi.
2 Kekuatan regang (tensile strength)
Kekuatan regang semen glass ionomer adalah 17Mpa. Nilai ini paling rendah
diantara bahan restorasi. Hal tersebut menunjukan bahwa bahan ini kurang
mampu menahan tegangan.
3. Kekuatan Kompresif (compressive strength)
Kekuatan kompresif semen glass ionomer adalah 188 Mpa. Nilai ini menunjukan
bahwa glass ionomer cukup mampu menahan tekanan.
4. Pengerutan pada saat pengerasan (shrinkage)
Semua jenis semen mengerut pada saat pengerasan. Pengerutan semen glass
ionomer sangat kecil, sehingga bahan ini baik digunakan di dalam mulut.
5. Kelarutan (solubility)
Semen glass ionomer mempunyai tingkat kelarutan lebih rendah dibandingkan
semen silikat dan semen polikarboksilat. Hal yang menyebabkan kelarutan dalam
rongga mulut adalah lepasnya unsur-unsur semen yang bukan merupakan elemen
dalam pembentuk matriks dan prosedur serta teknik merestorasi yang kurang tepat
(Craig, 2002).
6. Hidrasi dan dehidrasi
Selama reaksi pengerasan tahap awal, semen glass ionomer sangat mudah
mengalami dehidrasi. Penyerapan air oleh semen pada awalnya lebih besar
daripada semen silikat dan semen polikarboksilat, namun lama kelamaan menurun
menjadi paling rendah (Craig, 2002).
7. Waktu pengerasan (setting time)
Waktu pengerasan semen glass ionomer konvensional kira-kira 2-5 menit.
Lama pengadukan dengan teknik dengan tangan adalah 30 detik. Bila semen
dalam bentuk kapsul diaduk dengan alat khusus, mulai saat pengaktifan kapsul
sampai semen dimasukkan ke dalam semprit berlangsung selama 10 detik.
Pengisian ke dalam kavitas harus selesai dalam 2 menit sejak dimulai pengadukan.
Sebelum pengulasan fernis, matriks dapat dilepas 5 menit setelah pengisian.
8. Adhesif
Sifat adhesif semen glass ionomer mengakibatkan ikatan yang terjadi antara
semen dengan jaringan gigi adalah ikatan kimia. Retensi dan adaptasi semen glass
ionomer didapatkan secara kimia yaitu suatu ikatan yang menyangkut interaksi
elektrostatik antara gugus karboksilat pada asam poliakrilik dan ion kalsium pada
permukaan gigi (Katsuyama, 1993).
9. Wetting ability
Semen glass ionomer memiliki wetting ability yang baik pada permukaan
dentin, sehingga memberikan kemudahan sementasi dan adaptasi marginal yang
lebih baik dan hermetis. Daya alir semen glass ionomer lebih tinggi dibandingkan
semen polikarboksilat dan semen polikarboksilat dan semen fosfat (Katsuyama,
1993).
2.3 Manipulasi Semen Dasar Glass Ionomer
Pengadukan bubuk cairan semen glass ionomer untuk restorasi kavitas ada dua
cara, yaitu pengadukan dilakukan dengan tangan di atas glass slab atau paper slab
atau bubuk dan cairan disimpan dalam kapsul, diaduk dengan alat khusus.
Pengadukan semen glass ionomer untuk pelapis dilakukan dengan tangan. Tempat
bubuk diketuk-ketuk supaya padat dan merata. Konsistensi campuran ini dapat
dengan mencampurkan satu takaran khusus dengan satu tetes cairan. Bubuk dan
cairan diaduk diatas paper slab atau glass slab. Pengadukan dilakukan dengan
menggunakan spatula yang terbuat dari plastik atau spatula agate. Untuk pengadukan
yang cepat, bubuk dibagi dalam 2-3 bagian, pengadukan berlangsung 20-30- detik.
Masalah yang dihadapi pada pengadukan dengan tangan adalah kesulitan
dalam menentukan proporsi bahan yang tepat. Untuk cairan, ukuran yang tepat dapat
dicapai dengan menggunakan alat semprit yang dilengkapi kalibrasi. Ukuran bubuk
yang tepat diperoleh dengan menggunakan sendok khusus yang disediakan pabrik.
Bubuk harus mengisi penuh sendok tersebut. Kelebihan bubuk pada sendok pengukur
dibuang dengan menyamakan tinggi permukaan bubuk dan tepi sendok.
Pengadukan dilakukan diatas glass slab dingin karena dapat memperlambat
waktu pengerasan sehingga waktu kerja menjadi lebih panjang. Penggunaan glass
slab yang tebal juga dianjurkan karena efek panas yang timbul dapat diserap dan juga
mudah mengamati kelembaban yang terjadi pada kondensasi semen. Untuk
menghindari adanya udara terperangkap, cara pengadukan dengan permukaan seluas
mungkin. Bentuk adukan pasta yang ideal untuk pelapis adalah cair seperti susu
kental (Wilson & McLean, 1988; Katsuyama, 1993).
BAB III
TEKNIK ETSA ASAM
Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi dewasa ini makin
meningkat. Resin komposit mempunyai sifat koefisien ekspansi termal yang tinggi
dibandingkan email dan dentin, sehingga ikatan antara komposit dengan jaringan gigi
lemah. Sifat pengerutan saat polimerirasi menyebabkan kontraksi, sehingga timbul
interface dan terjadi kebocoran mikro. Agar terjadi perlekatan yang baik antara resin
komposit dengan jaringan gigi, caranya dengan menggunakan teknik etsa asam.
Penutupan tepi restorasi resin komposit akan stabil bila dilakukan etsa pada
permukaan email dan dentin (Phillips, 1991; Noerdin, 1997).
3.1 Kegunaan Etsa Asam pada Restorasi Resin Komposit
Kegunaan melakukan etsa asam pada jaringan gigi yang akan direstorasi
dengan resin komposit adalah untuk mendapatkan retensi tanpa perlu membuang
jaringan sehat gigi lebih banyak. Asam fosfat dengan konsentrasi 30-50 % adalah
bahan yang paling banyak digunakan di klinik, karena sifat larutannya stabil, mudah
didapat serta iritasi terhadap jaringan yang rendah (Phillips, 1991; Gwinnett, 1992).
Chow dan Brown (1973) melaporkan bahwa aplikasi larutan asam fosfat dengan
konsentrasi lebih dari 27 % menyebabkan email mudah larut, sedangkan aplikasi
dengan konsentrasi kurang dari 27 % email kurang larut (Retief, 1992).
Cairan etsa secara mikroskopis akan mengetsa permukaan email dan
membentuk celah-celah email. Pada pengetsaan email tampak daerah yang mengalami
demineralisasi. Bahan bonding akan berpolimersasi dan masuk ke dalam celah-celah
ini merupakan suatu bahan pengikat yang menghasilkan ikatan yang kuat. Diatasnya
diberi resin komposit yang akan mengadakan ikatan kimia dengan bahan pengikat tadi
(Phillips, 1991).
Pengetsaan pada dentin mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970.
Teknik pengetsaan dilakukan pada email dan dentin yang disebut total ecth tchnique
dengan menggunakan asam fosfat 37 %. Asam ini berpenetrasi sangat sedikit ke
dentin sehingga tidak menyebabkan inflamasi pulpa.
3.2 Reaksi Dentin terhadap Asam Etsa
Berkontaknya asam dengan dentin dapat menimbulkan perubahan-perubahan
histologi, baik pada permukaan dentin maupun pada bagian dentin terdalam. Tubuli
dentin yang terpotong pada saat preparasi kavitas dan larutnya smear layer oleh asam
akan membuka jalan bagi asam berpenetrasi ke dalam pulpa (Cohen dan Burn, 1994).
Perubahan-perubahan yang terjadi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Demineralisasi superfisialis
Asam pertama kali akan melarutkan smear layer yang terdapat pada bagian
dentin terluar yang telah dipreparasi. Bagian smear layer yang paling mudah larut
adalah komponen mineral yang merupakan debris preparasi (Merbeek, 1992).
Smear layer terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padat yang merupakan debris
preparasi dan fasa cair yang berasal dari cairan tubuli dentin dan bercampur
dengan kolagen terdenaturasi. Komponen smear layer tersebut membuat
kepadatan smear layer lebih rendah daripada matriks dentin, sehingga
menyebabkan koefisien difusi suatu zat akan lebih besar jika berdifusi ke dalam
smear layer daripada matriks dentin. Waktu yang diperlukan asam untuk
melarutkan smear layer jauh lebih kecil daripada waktu yang digunakan untuk
mengetsa (Pashley, 1992).
2. Demineralisasi Kompleks tubuli dentin
Asam etsa yang telah melarutkan smear layer kemudian berkontak dengan
matriks dentin dan menyebabkan demineralisasi yang akan menghasilkan
porositas pada dentin. Porositas pada matriks dentin dihasilkan oleh larutnya
kristal mineral hidroksiapatit yang berasal dari komopnen kolagen pada matriks
dentin. Kristal hidrosiapatit bertugas memelihara dan menstabilkan kolagen serta
mencegah denaturasi. Demineralisasi dentin menyebabkan denaturasi kolagen
sehingga kolagen dentin menjadi lemah (Pashley, 1992).
3. Perubahan perfusi cairan dentin akibat meningkatnya permeabilitas dentin
Pelarutan komponen smear layer sebagai akibat berkontaknya asam dengan
dentin dapat meningkatkan permeabilitas dentin. Smear layer berfungsi dalam
membatasi difusi molekul-molekul besar ataupun kecil berpenetrasi ke dalam
pulpa melalui tubuli dentin. Smear layer juga berfungsi mengatur koveksi cairan
tubuli dentin yang berperan dalam mekanisme sensitivitas dentin sesuai dengan
teori hidrodinamik. Smear layer bertanggung jawab terhadap perubahan
permeabilitas dentin (Pashley, 1992; Craig, 1993).
Menurut penelitian Pashley dan Michelich (1981) menunjukan bahwa dentin
yang dietsa dengan asam sitrat 6 % dalam waktu 5 detik dapat melarutkan smear
layer sekaligus membuka orifis tubuli dentin. Membsarnya rongga orifis dapat
memperbanyak kemungkinan difusi bagi molekul besar dan kecil serta bakteri
berpenetrasi ke dalam pulpa.
3.3 Prosedur Etsa Asam
Sebelum asam diaplikasikan, gigi diisolasi dengan cotton roll atau rubber
dam. Asam fosfat 37 % diaplikasikan pada email dan dentin dengan menggunakan
sikat halus atau kuas, selama 15 detik. Email dan dentin dicuci dengan menggunakan
air bertekanan agar jaringan mineral gigi yang larut dan sisa asam hanyut bersama air.
Waktu pencucian efektif yang dianjurkan adalah 15 detik (Phillips, 1991). Email dan
dentin dikeringkan dengan semprot angin selama 15 detik (Baum, 1985).
Mengeringkan dengan menggunakan kapas atau cotton pellet dapat menyebabkan
serat kapas tertinggal dan akan menyumbat porus hasil pengetsaan. Permukaan email
yang telah dietsa terlihat kusam dan terlihat seperti kapur (Ibsen dan Neville, 1974).
Email dan dentin yang telah dietsa harus tetap dijaga kekeringannya sebelum
resin diaplikasikan, apabila terkontaminasi saliva mikroporositas akan terisi oleh
cairan saliva sehingga meng halangi penetrasi resin ke dalamnya. Email dan dentin
yang dietsa apabila diberikan terbuka di dalam mulut akan mengalami remineralisasi
karena pengendapan bahan mineral dan bahan organik saliva, bila hal ini terjadi etsa
sebaiknya diulang kembali (Retief, 1992).
BAB IV
PENGGUNAAN SEMEN DASAR GLASS IONOMER UNTUK MENCEGAH DENTIN HIPERSENSITIF
AKIBAT ETSA ASAM Dentin hipersensitif sering ditemukan setelah dilakukan restorasi dengan resin
komposit. Salah satu penyebabnya adalah dilakukannya etsa asam yang akan
membuka tubuli dentin. Jika tubuli ini tidak tertutup baik dengan bahan bonding,
beberapa hal akan mempengaruhi tekanan cairan dalam tubuli dentin yang akan
menyebabkan rasa sakit. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya dentin
hiperseneitif adalah menutup permukaan dentin yang terbuka akibat etsa asam, agar
cairan dalam tubuli dentin tidak terangsang. Salah satu upaya dalam menanggulangi
hal tersebut adalah dengan mengaplikasikan semen glass ionomer sebagai semen
dasar sebelum aplikasi resin komposit (Katsuyama, 1993).
4.1 Keunggulan Semen Dasar Glass Ionomer
Semen glass ionomer telah terbukti dapat digunakan sebagai bahan perekat,
semen dasar serta penutuo pit dan fisur. Semen glass ionomer mempunyai daya
biokompabilitas yang baik terhadap struktur gigi dan merupakan bahan yang dapat
mencegah proses demineralisasi dan merangsang proses remineralisasi pada email
dan dentin (Davidson, 1999).
Semen glass ionomer sebagai semen dasar mempunyai kelebihan antara lain
radioopak, reaksi pengerasannya cepat, tidak mengiritasi jaringan pulpa, daya adhesi
yang baik terhadap dentin maupun bahan restorasi lain, serta mempunyai sifat
antikariogenik karena mampu melepaskan fluorida. Semen ini biasa digunakan
sebagai semen dasar pada restorasi resin komposit karena memiliki sifat wetting
ability yang baik sehingga mampu menutup tubuli dentin, berikatan secara kimiawi
dengan dentin dan sifatnya yang tahan terhadap asam sehingga dapat mencegah
dentin sensitif karena etsa asam pada penambalan dengan resin komposit (Katsuyama,
1993).
4.2 Pengaruh Semen Dasar Glass Ionomer setelah Etsa Asam
dianjurkan pemakaian semen glass ionomer sebagai semen dasar pada
restorasi resin komposit (Davidson, 1993). Resin komposit dapat berikatan secara
mekanis dengan semen glass ionomer yang terlebih dahulu dietsa. Ikatan yang
dihasilkan bergantung pada kekerasan yang dihasilkan etsa asam pada permukaan
semen glass ionomer (Sidharta, 1991). Cara pengetsaan glass ionomer tidak berbeda
dengan pengetsaan pada email (Andreaus, 1987).
Aplikasi asam fosfat 37 % selama 60 detik akan menyebabkan erosi pada
permukaan semen glass ionomer dengan lepasnya kalsium, aluminium dan silika,
sedangkan patikel gelas tetap tertanam dan menonjol dari matriksnya mengakibatkan
permukaan semen menjadi kasar. Dengan scanning electron microscope permukaan
semen glass ionomer yang kasar akibat etsa menunjukan adanya lubang sedalam 50
jam dan tonjolan-tonjolan. Keadaan ini yang memungkinkan terjadinya ikatan antara
semen glass ionomer dengan bahan restorasi resin komposit secara mekanik (Sidharta,
1991; Noerdin, 1997). Untuk mencegah penetrasi asam fosfat dibutuhkan 0,5 mm
ketebalan lapisan glass ionomer (Woolford, 1993).
Andreaus (1987) meneliti bahwa tidak ada perbedaan mikrostruktur
permukaan glass ionomer yang dietsa asam fosfat cair 37 % maupun gel 35 %. Ke dua
jenis asam ini menghasilkan kemampuan rekat yang lebih kuat. Hasil penelitian Tyas
dkk (1989) menunjukan setelah dua tahun terjadi kerusakan 35 % dan tanpa
kebocoran tepi 64 % pada kelompok komposit dengan etsa email, sedangkan pada
kelompok komposit dengan etsa glass ionomer terjadi kerusakan 43 % dan tanpa
kebocoran tepi 46 %. Pada kelompok komposit dengan etsa email dan etsa semen
dasar glass ionomer, diperoleh kerusakan restorasi paling rendah yakni 10 % dan
tanpa kebocoran tepi 93 % (Noerdin, 1997).
Tyas (1988) mengatakan bahwa kelemahan glass ionomer lebih besar pada
pengetsaan semen yang belum mengeras. Hal ini didukung oleh penelitian Taggar dan
Pearson (1988) yang menggunakan mikroskop elektron menunjukan tingkat
kerusakan yang dalam pada pengetsaan glass ionomer yang belum mengeras. Pada
semen yang telah mengeras ternyata pelepasan kalsium lebih sedikit (Woolford,
1993).
4.3 Pengaruh Semen Glass Ionomer terhadap Jaringan Pulpa
Laporan penelitian tentang pengaruh semen glass ionomer terhadap jaringan
pulpa sangat banyak dan hasilnya seringkali kontroversial. Dahl dan Tronstad (1976)
melaporkan bahwa semen glass ionomer yang baru diaduk bersifat toksik. Kawahara
dkk (1979) melaporkan, walaupun semen yang baru diaduk menghambat proferasi sel,
tetapi tidak bersifat toksik. Para peneliti melaporkan semen glass ionomer
menyebabkan inflamasi yang lebih berat dibandingkan dengan semen seng oksida
eugenol, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan semen seng fosfat dan semen
silikat (Kawahara, 1979).
Tsujimura (1983) melaporkan bahwa semen glass ionomer menyebabkan
iritasi pulpa yang ringan pada gigi anjing. Ohashi (1986) melaporkan semen glass
ionomer mengakibatkan iritasi pulpa apabila diaplikasikan langsung mengenai
jaringan pulpa. Penelitian ini mendukung kesimpulan yang mengatakan bahwa jika
semen glass ionomer diaplikasikan secara tidak langsung mengenai jaringan pulpa,
maka tidak ada iritasi terhadap jaringan pulpa walaupun bahan yang digunakan
sebagai perekat, semen dasar atau bahan restorasi.
Asam poliakrilat dan jenis-jenis poliasid semen glass ionomer merupakan
asam lemah dibandingkan dengan asam pada semen seng fosfat, sehingga
kemungkinan mengiritasi jaringan pulpa lebih kecil. Asam-asam tersebut memiliki
molekul berukuran besar, sehingga sulit berdifusi ke dalam tubuli dentin (Katsuyama,
1993).
BAB V
KESIMPULAN
Dari tulisan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Teknik etsa asam merupakan bagian dari prosedur restorasi resin komposit yang
dapat meningkatkan retensi dan penutupan tepi yang stabil pada email.
2. 2.Tubuli dentin yang terbuka akibat etsa asam bila tidak tertutup dengan baik
dapat menyebabkan dentin hipersensitif.
3. Semen glass ionomer mempunyai sifat tidak mengiritasi pulpa, mempunyai daya
adhesif yang baik, memiliki wetting ability yang baik sehingga dapat menutup
tubuli dentin.
4. Aplikasi semen glass ionomer sebagai semen dasar sebelum restorasi resin
komposit dapat mencegah terjadinya dentin hipersensitif.
DAFTAR PUSTAKA
Andreaus, S.B. 1987. Liquid Versus Gel Etchants on Glass Ionomer : Their Effects on Surface Morphology and Shear Bond Strengths to Composite Resins, JADA, 114, 157-158. Baum, L.;Phillips, R.W. and Lund, M.R. 1985. Text Book of Dentistry. 2 nd ed. Philadelphia : W.B. Saunders Co. Brannstrom, M. 1982. Dentin and Pulp in Restorative Dentistry. London : Wolfe Medikal Publ. Ltd. Cohen,S. and Burn, R. 1994. Pathway of The Pulp. 7 th ed. St.Louis : Mosby Co. Cox, C.F. 1992. Effect of Adhesive Resin and Various Dental Cements on The Pulp. Operative Dentistry. 5, 165-173. Craig, R.G., O’Brien, W.J. and Powers, J.M. 1996. Dental Meterials. 6 th ed. St.Louis : Mosby Co. Crispin, B.J., Hewlett E.R. and Jo, Y.H. 1994. Ontermporery Esthetic Dentistry : Practice Fundamentas. Tokyo : Quintessence Publ. Co. Dahl, B.L. and Tronstad, L. 1976. Biological Test of an Experimental Glass Ionomer Cement. Journal of Oral Rehabilitation. 3, 19-24. Davidson, D.F. and Suzuki, M. 1999. A Prescription for the Succesful Use of Heavy Filled Composit in the Posterior Dentition. Journal Canada Dentistry Assosiation, 65, 256-260. Gwinnett and John, 1992. Structure and Composition of Enamel. Operative Dentistry, 5, 10-17. Ibsen, R.L., Neville and Kris. 1976. Adhesive Restorative Dentistry. Philadelphia : W.B. Saunders Co. Katsuyama, S., Ishikawa, T. and Fuji, B. 1993. Glass Ionomer Dental Cement : The Material ang Their Clinical Use. St.Louis : Ishiyaku EuroAmerica, Inc. Publishers. Kawahara, H. et al. 1979. Biological Evaluation of Glass Ionomer Cement. Journal Dental Restoration, 58, 1080-1086.
Merbeek, Van B. 1992. Factor Affecting Adhesion to Mineralized Tissues. Operative Dentistry, 5, 111-124. Noerdin, A. 1997. Kemampuan Rekat antara Resin Komposit dengan Semewn Glass Ionomer yang Dietsa pada Teknik Sandwch. Edisi Khusus KPPIKG XI. Jurnal Kedokteran Gigi UI. Jakarta :FKG UI. Pashley, D.H. and Michelich, V. 1981. Dentin Permeability : Effect of Smear Layer Removal. The Journal of Prosthetic Dentistry,46, 531-537. Perdigao, J. 2001. The effect of Etching Time on Dentine Demineralization. Quintessence International, 32, 19-26. Phillips, R.W. 1991. Skinner’s Science of Dental Material. 9 th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Co. 215-245. Tyas, M.J. and Plant, C.G. 1970. Lining Materials with Special Reference to Dropsin : A Comparative Study. British Dental Journal, 128, 486-491. Retief, D.H. 1992. Clinical Application of Enamel Adhesive. Operative Dentistry, 5, 44-49. Seltzer, S. and Bender, I.B. 1990. The Dental Pulp Biologic : Consederation in Dental Procedure. 3 rd ed. St.Louis : Ishiyaku EuroAmerica, Inc. Publishers, 41-60. Sidharta, W. 1991. Pengaruh Etsa dan Gerinda pada Semen Glass Ionomer Terhadap Ikatannya dengan Resin Komposit. Buku Naskah Ilmiah KPPIKG IX FKG UI, 105-164. Wilson, A.D. and McLean, J.W. 1988. Glass Ionomer Cement. Chicago : Quintessence Publishing. Woolford, M. 1993. Composite Resin Attached to Glass Polyalkenoate (Ionomer) Cement- The Laminate Techique. Journal Dentistry, 21, 31-38.