UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih
(Allium sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis Sel
Germinal Tikus Jantan (Rattus norvegicus)
Galur Sprague Dawley
SKRIPSI
RIFDA NAILIL MUNA
NIM. 1111102000130
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih
(Allium sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis Sel
Germinal Tikus Jantan (Rattus norvegicus)
Galur Sprague Dawley
SKRIPSI:
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIFDA NAILIL MUNA
NIM. 1111102000130
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan
semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Rifda Nailil Muna
NIM : 1111102000130
Tanda Tangan :
Tanggal : 12 Juni 2015
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Rifda Nailil Muna
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang putih (Allium
sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis Sel Germinal
Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley.
Bawang putih (Allium sativum L.) memiliki efek terapeutik seperti
menurunkan tekanan darah atau hiperkolestrolemia serta digunakan secara luas
sebagai obat tradisional dan sebagai suplemen, namun efek sampingnya terhadap
fungsi reproduksi masih sedikit diteliti. Karena kompleksnya kandungan kimia
dalam bawang putih, perbedaan metode penanganan dan bentuk preparasi
menyebabkan perbedaan pada efikasi dan keamanannya. Pada penelitian ini, kami
menguji efek antifertilitas serbuk bawang putih terhadap konsentrasi kaspase-3
pada regulasi apoptosis, bobot testis, dan motilitas spermatozoa. Dua puluh tikus
jantan dibagi ke dalam empat kelompok; satu kelompok kontrol negatif dan tiga
kelompok perlakuan. Selama masa perlakuan 30 hari, tiga kelompok perlakuan
diberikan suspensi serbuk bawang putih secara oral dengan tiga dosis berbeda; 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan
pemberian serbuk bawang putih tidak mempengaruhi regulasi apoptosis sel
germinal dan bobot testis secara signifikan, namun pemberian serbuk bawang
putih mempengaruhi motilitas spermatozoa bergantung kepada dosis pemberian.
Kata Kunci: Antifertilitas, bawang putih, Allium sativum, apoptosis, caspase 3,
ELISA, motilitas, spermatozoa.
vii
ABSTRACT
Name : Rifda Nailil Muna
Major : Pharmacy
Title : The Antifertility Effect of Garlic Powder (Allium sativum
L.) against Germ Cell Apoptosis Regulation of Male Rat
(Rattus norvegicus) Strain Sprague Dawley.
Garlic (Allium sativum L.) shows therapeutic effects such as reduction of
blood pressure, hypercholesterolemia and widely used as supplement and
traditional medicine, but side-effects on reproductive functions remain poorly
investigated. Because of garlic's chemical complexity, the processing methods and
yield in preparations differ in efficacy and safety. In present study, we evaluate
the effect of garlic powder against the caspase-3 concentration in germ cell
apoptosis mechanism, testis weight, and sperm motility. Twenty male rats were
divided into four groups; one negative control group and three treatment groups.
During 30 days of treatment, three treatment groups were given garlic powder
suspense orally in three different doses; 50 mg/kgBW, 100 mg/kgBW, and 150
mg/kgBW. The study result shows that garlic powder feeding doesn’t affect the
germ cell apoptosis regulation and the testis weight significantly, but it affects the
sperm motility with dose dependent manner.
Key Words: Antifertility, garlic, Allium sativum, apoptosis, caspase 3, ELISA,
motility, spermatozoa.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang
senantiasa mencurahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan, yang
kita harapkan syafaatnya kelak.
Skripsi yang berjudul “Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang putih
(Allium sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis Sel Germinal Tikus Jantan
(Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley” disusun sebagai salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penelitian tidak dipungkiri banyak hambatan yang
terkadang membuat penulis berada pada titik terlemah. Adanya doa, dukungan
dan restu dari orang tua membuat penulis tetap semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Abi Syamsul Arifin dan Umi Hani’ah, serta adik tercinta; Rikza Azkal
Umam dan Qothrunnada Ishmatul Maula yang selalu menyemangati penulis. Tak
lupa penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Yardi, Ph.D., M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si, Apt. sebagai Pembimbing I dan Ibu Endah
Wulandari, M.Biomed. sebagai Pembimbing II yang telah dengan sabar
memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian
dan penulisan skripsi.
3. Kementrian Agama selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis bisa
menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. yang telah memberikan banyak
nasihat, mengarahkan dan membimbing penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Kak Tiwi, Mba Rani,
Kak Eris, Kak Lisna, Kak Liken, Mba Ayi, Mba Lilis yang membantu
penulis mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.
7. M. Adi Setyawan, S.Kom, yang telah menjadi rekan, sahabat, sekaligus
keluarga terbaik bagi penulis.
8. Keluarga Besar CSS MORA (Community of Santri Scholar of Ministry of
Religious Affair) UIN Jakarta, khususnya angkatan 2011; Ani, Fiqoh,
Lilis, Ika, Nana, Nurma, dan lain-lain.
9. Teman seperjuangan penelitian; Maharani Pratiwi dan MAMARONS,
terima kasih telah menjadi tim yang solid sejak awal penelitian sampai
penulis menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaannya, serta
semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran
pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.
Jakarta, 12 Juni 2015
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rifda Nailil Muna
NIM : 1111102000130
Program studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah
saya dengan judul:
Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang putih (Allium sativum L.) terhadap
Regulasi Apoptosis Sel Germinal Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur
Sprague Dawley.
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 12 Juni 2015
Yang menyatakan,
(Rifda Nailil Muna)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusansalah .............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.4 Hipotesis ....................................................................................................... 4
1.5 Manfaat penelitian ........................................................................................ 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) .............................................. 6
2.1.1 Klasifikasi ........................................................................................... 6
2.1.2 Nama Lokal ........................................................................................ 6
2.1.3 Pertelaan ............................................................................................. 7
2.1.4 Khasiat ................................................................................................ 8
2.1.5 Keanekaragaman ................................................................................ 8
2.1.6 Ekologi dan Penyebaran ................................................................... 10
2.1.7 Budidaya ........................................................................................... 11
2.1.8 Kandungan Kimia ............................................................................ 12
2.1.9 Nilai Gizi .......................................................................................... 13
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................................. 14
2.2.1 Pengertian ......................................................................................... 14
2.2.2 Metode Ekstraksi .............................................................................. 15
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Tinjauan Hewan Uji ................................................................................... 18
2.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ................................................................ 19
2.4.1 Spermatozoa ..................................................................................... 20
2.4.2 Spermatogenesis ............................................................................... 21
2.4.3 Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis .............................. 22
2.5 Apoptosis ................................................................................................... 23
2.5.1 Mekanisme Apoptosis ...................................................................... 23
2.5.2 Protein Kaspase-3 ............................................................................. 25
2.5.3 Apoptosis Sel Germinal ................................................................... 26
2.6 Uji Protein Kaspase 3 dengan Teknik ELISA............................................ 27
BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 28
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 28
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 28
3.2.1 Alat Penelitian .................................................................................. 28
3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 28
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................. 29
3.3.1 Besar Sampel .................................................................................... 29
3.3.2 Dosis Perlakuan ................................................................................ 29
3.4 Prosedur Kerja ............................................................................................ 30
3.4.1 Penyiapan Ekstrak ............................................................................ 30
3.4.2 Penapisan Fitokimia ......................................................................... 30
3.4.3 Parameter Spesifik dan Non-spesifik ............................................... 32
3.4.3.1 Parameter Spesifik ............................................................... 32
3.4.3.2 Parameter Non-spesifik ........................................................ 32
3.4.4 Penyiapan Hewan Uji ....................................................................... 33
3.4.5 Terminasi dan Pengukuran Parameter .............................................. 33
3.4.5.1 Motilitas Sperma .................................................................. 33
3.4.5.2 Uji Protein Kaspase-3 .......................................................... 34
3.5 Analisis Data .............................................................................................. 35
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 36
4.1 Hasil ........................................................................................................... 36
4.1 Pembahasan ................................................................................................ 40
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 50
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 50
5.2 Saran ........................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Gizi Bawang Putih (Allium sativum L.) ....................................... 13
Tabel 4.1 Penapisan Fitokimia Serbuk Bawang Putih (Allium sativum L.) .......... 36
Tabel 4.2 Parameter Standar Serbuk Bawang Putih (Allium sativum L.) ............. 37
Tabel 4.3 Konsentrasi Kaspase-3 Sel Germinal Tikus Jantan Sprague Dawley ... 38
Tabel 4.4 Bobot Testis Tikus Jantan Sprague Dawley ......................................... 38
Tabel 4.5 Persentase Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan Sprague Dawley ........ 39
Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi Konsentrasi Kaspase 3 dengan motilitas sperma dan
bobot testis ............................................................................................................ 39
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bawang Putih (Allium sativum L.) ........................................................ 7
Gambar 2. Anatomi Sistem Reproduksi Tikus Jantan .......................................... 19
Gambar 3. Spermatozoa Tikus .............................................................................. 19
Gambar 4. Tahap Spermatogenesis Tikus ............................................................. 20
Gambar 5. Regulasi Hormonal yang Mempengaruhi Spermatogenesis ............... 22
Gambar 6. Perbedaan Nekrosis dan Apoptosis ..................................................... 23
Gambar 7. Jalur Apoptosis .................................................................................... 24
Gambar 8. Uji ELISA ........................................................................................... 27
Gambar 9. Grafik Konsentrasi Kaspase-3 dan Bobot Testis ................................ 44
Gambar 10. Grafik Motilitas Spermatozoa ........................................................... 46
Gambar 11. Freeze Dryer ..................................................................................... 61
Gambar 12. Tanur (Thermo Scientific) ................................................................. 61
Gambar 13. Bawang Putih (Allium sativum L.) .................................................... 61
Gambar 14. Blender (Panasonic) .......................................................................... 61
Gambar 15. Freezer (Sanyo) ................................................................................. 61
Gambar 16. Oven (Memmert) ............................................................................... 61
Gambar 17. Botol Timbang................................................................................... 61
Gambar 18. Kandang Tikus. ................................................................................. 61
Gambar 19. Timbangan Analitik .......................................................................... 61
Gambar 20. Kurs Silikat ........................................................................................ 61
Gambar 21. Tabung Reaksi (Pyrex) ...................................................................... 61
Gambar 22. Mikropipet (Eppendorf) .................................................................... 61
Gambar 23. Sentrifuge (Eppendorf) ...................................................................... 62
Gambar 24. Vortex (Wiggenhouser) ..................................................................... 62
Gambar 25. Alat Bedah ......................................................................................... 62
Gambar 26. ELISA Reader ................................................................................... 62
Gambar 27. Mikroskop Optik (Motic) .................................................................. 62
Gambar 28. Tempat Pembiusan ............................................................................ 62
Gambar 29. Stirrer Homogenizer .......................................................................... 62
Gambar 30. Kit ELISA (Sunlong) ........................................................................ 62
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 31. Cawan Penguap ................................................................................. 62
Gambar 32. Lumpang dan Alu .............................................................................. 62
Gambar 33. Phosphate Buffer Saline .................................................................... 62
Gambar 34. Alat Destilasi Azeotrop ..................................................................... 62
Gambar 35. Penimbangan Umbi Bawang Putih ................................................... 63
Gambar 36. Penghalusan Umbi Bawang Putih ..................................................... 63
Gambar 37. Bubur (puree) Bawang Putih ............................................................ 63
Gambar 38. Proses Freeze Dry ............................................................................. 63
Gambar 39. Serbuk Bawang Putih ........................................................................ 63
Gambar 40. Pembuatan Suspensi Bawang Putih .................................................. 63
Gambar 41. Suspensi Serbuk Bawang Putih ......................................................... 63
Gambar 42. Tikus (Rattus norvegicus) ................................................................. 63
Gambar 43. Penyondean Hewan Uji ..................................................................... 63
Gambar 44. Pembiusan Hewan Uji ....................................................................... 63
Gambar 45. Pembedahan Hewan Uji .................................................................... 63
Gambar 46. Penimbangan Bobot Testis ................................................................ 63
Gambar 47. Homogenasi Jaringan Testis ............................................................. 64
Gambar 48. Homogenat Jaringan .......................................................................... 64
Gambar 49. Tahapan Uji ELISA ........................................................................... 64
Gambar 50. Sampel ELISA .................................................................................. 64
Gambar 51. Pembacaan Absorbansi Sampel ........................................................ 64
Gambar 52. Pengenceran Spermatozoa pada Kauda Epididimis .......................... 64
Gambar 53. Penotolan Spermatozoa pada Kaca Neubauer ................................... 64
Gambar 54. Pengamatan Motilitas Spermatozoa Menggunakan Mikroskop........ 64
Gambar 55. Penampakan Spermatozoa di Bawah Mikroskop .............................. 64
Gambar 56. Uji Alkaloid ....................................................................................... 65
Gambar 57. Uji Flavonoid..................................................................................... 65
Gambar 58. Uji Saponin ........................................................................................ 65
Gambar 59. Uji Steroid ......................................................................................... 65
Gambar 60. Uji Tannin ......................................................................................... 65
Gambar 61. Uji Terpenoid .................................................................................... 65
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tumbuhan ........................................................... 55
Lampiran 2. Surat Keterangan Sehat Hewan Uji .................................................. 56
Lampiran 3. Skema Penlitian Uji Efek Antifertilitas Bawang Putih .................... 57
Lampiran 4. Skema Pembuatan Serbuk Bawang Putih ......................................... 58
Lampiran 5. Perhitungan Dosis ............................................................................. 59
Lampiran 6. Uji Parameter Standar Serbuk Bawang Putih ................................... 60
Lampiran 7. Gambar Alat dan Bahan Penelitian .................................................. 61
Lampiran 8. Gambar Kegiatan Penelitian ............................................................. 63
Lampiran 9. Hasil Penapisan Fitokimia ................................................................ 65
Lampiran 10. Kurva Kalibrasi............................................................................. 66
Lampiran 11. Analisis Data Konsentrasi Kaspase-3 ........................................... 67
Lampiran 12. Analisis Data Bobot Testis ........................................................... 69
Lampiran 13. Analisis Data Motilitas Spermatozoa ........................................... 71
Lampiran 14. Uji Korelasi antar Variabel ........................................................... 74
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan dan dimanfaatkan khususnya di Asia. Awal pemanfaatan bawang
putih diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke seluruh
dunia termasuk Indonesia, sehingga bagi bangsa Indonesia bawang putih
merupakan tanaman introduksi (Santoso, 2000). Masyarakat Indonesia
menggunakan bawang putih (Allium sativum L.) sebagai bumbu masakan, secara
tradisional umbi bawang putih digunakan pula untuk mengobati tekanan darah
tinggi, gangguan pernafasan, sakit kepala, ambeien, sembelit, luka memar atau
sayat, cacingan, kolesterol, flu, gangguan saluran kencing, dan lain-lain (Thomas,
2000; Rukmana, 1995).
Uji klinis yang telah dilakukan oleh Ashraf et al (2013) dengan
memberikan kapsul dehydrated garlic powder kepada pasien hipertensi primer
selama 24 minggu, menghasilkan penurunan tekanan sistolik dan diastolik yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (placebo). Uji klinis lain
menyebutkan bahwa pasien diabetes yang diberikan suplemen bawang putih
sebagai adjuvan bagi terapi metformin menunjukkan aktivitas antihiperglikemik
yang lebih baik dibandingkan terapi tunggal metformin pada kelompok kontrol
(Ashraf et al., 2011; Chhatwal et al., 2012).
Manfaat bawang putih (Allium sativum L.) bagi kesehatan tersebut
menyebabkan tanaman ini digemari masyarakat untuk digunakan sebagai obat
alternatif pilihan, namun kini timbul kekhawatiran mengenai efek sampingnya
terhadap kesuburan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Omotoso et al
(2009), perlu diwaspadai juga efek samping Allium sativum L. terhadap fungsi
reproduksi pria. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa fraksi air ekstrak bawang
putih (Allium sativum L.) secara signifikan dapat menurunkan konsentrasi serta
motilitas spermatozoa. Penggunaan bawang putih (Allium sativum L.) juga
dikaitkan dengan peningkatan persentase pengosongan tubulus seminiferus yang
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berakibat pada penurunan sekresi testosteron dan mempengaruhi proses
spermatogenesis (Banerjee et al., 2001).
Demikian pula penelitian yang telah dilakukan oleh Dixit dan Joshi
(1982), bawang putih memiliki efek antifertilitas yang dapat mengakibatkan
pengososongan tubulus seminiferus serta penghentian proses spermatogenesis.
Hammami et al (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pemberian
bawang putih dalam bentuk potongan kasar (crude) pada percobaan menggunakan
tikus terbukti memberi efek inhibisi terhadap ekspresi enzim leydig steroidogenik
dan marker sel sertoli, di mana perubahan ini dapat mengakibatkan kematian sel
germinal melalui mekanisme apoptosis. Saat ini diketahui bahwa senyawa aktif
allisin yang terdapat dalam bawang putih menginduksi aktivasi caspase-3, -8, dan
-9 pada proses apoptosis sel kanker (Oommen et al., 2003), diduga senyawa ini
juga memberikan aktivitas serupa terhadap apoptosis sel germinal. Sel germinal
yang mengalami apoptosis berkorelasi positif terhadap infertilitas pria, sehingga
apoptosis dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam pengujian infertilitas
(Wang et al., 2003).
Kaspase sendiri adalah Cysteine aspartate specific protease yang
merupakan protein penentu terjadinya apoptosis. Kaspase-3 adalah kaspase
eksekutor yang berada pada hilir proses apoptosis yang diaktifkan oleh kaspase
inisiator (Pentikäinen, 2002). Dalam penelitian ini regulasi apoptosis diamati
melalui analisis konsentrasi kaspase-3, sehingga apoptosis yang terjadi dari jalur
manapun akan terdbaca.
Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa bawang putih (Allium
sativum L.) memiliki aktivitas dalam mempengaruhi fertilitas pria. Penelitian ini
dilakukan untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya sehingga dapat
memberikan informasi lebih banyak mengenai efek bawang putih (Allium sativum
L.) terhadap kesuburan. Fertilitas sendiri dapat diamati dari beberapa parameter
yang diantaranya akan diujikan dalam penelitian ini, yaitu motilitas sperma dan
regulasi apoptosis sel germinal (WHO, 2010).
Serbuk bawang putih kini secara luas digunakan sebaagai suplemen.
Merujuk pada metode yang digunakan Dixit dan Joshi (1982), penelitian ini
menggunakan serbuk dari keseluruhan umbi bawang putih sebagai bahan
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perlakuan dengan peningkatan dosis dari dosis penelitian sebelumnya.
Peningkatan dosis dilakukan sebagai kompensasi dari perbedaan jangka waktu
penelitian dengan penelitian sebelumnya yaitu 70 hari. Umbi bawang putih
disiapkan dalam bentuk serbuk kering, dengan dosis pemberian 50, 100, dan 150
mg/kgBB per hari selama 30 hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh pemberian serbuk bawang putih (Allium
sativum L) terhadap regulasi apoptosis sel germinal pada tikus
jantan strain Sprague-Dawley?
2. Apakah ada pengaruh pemberian serbuk bawang putih (Allium
sativum L) terhadap bobot testis pada tikus jantan strain Sprague-
Dawley?
3. Apakah ada pengaruh pemberian serbuk bawang putih (Allium
sativum L) terhadap motilitas spermatozoa pada tikus jantan strain
Sprague-Dawley?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menguji efek antifertilitas serbuk bawang putih (Allium sativum L.) pada
tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menguji aktivitas serbuk bawang putih (Allium sativum L.)
terhadap regulasi apoptosis sel germinal pada tikus jantan strain
Sprague-Dawley.
2 Menguji aktivitas serbuk bawang putih (Allium sativum L.) dapat
menurunkan bobot testis pada tikus jantan strain Sprague-Dawley.
3 Menguji aktivitas serbuk bawang putih (Allium sativum L.)
terhadap motilitas spermatozoa pada tikus jantan strain Sprague-
Dawley.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian penelitian Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang
Putih (Allium sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis pada Sel Germinal Tikus
Jantan Strain Sprague-Dawley ini adalah:
1. Zat aktif dalam serbuk bawang putih (Allium sativum L.) dapat
meningkatkan apoptosis sel germinal pada tikus jantan strain
Sprague-Dawley.
2. Zat aktif dalam serbuk bawang putih (Allium sativum L.) dapat
menurunkan bobot testis pada tikus jantan strain Sprague-Dawley.
3. Zat aktif dalam serbuk bawang putih (Allium sativum L.) dapat
menghambat motilitas spermatozoa pada tikus jantan strain
Sprague-Dawley.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium
sativum L.) terhadap Regulasi Apoptosis pada Sel Germinal Tikus Jantan Strain
Sprague-Dawley diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.5.1 Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khazanah keilmuan
tentang bahan alam yang memiliki efek sebagai antifertilitas.
1.5.2 Secara Metode
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan peneliti
lain dalam melakukan penelitian memngenai anti-fertilitas secara in vivo.
1.5.3 Secara Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masnyarakat mengenai pengaruh konsumsi bawang putih (Allium sativum
L.) terhadap kesuburan pria.
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawang Putih (Allium sativum L.)
2.1.1 Klasifikasi
Secara taksonomi, bawang putih (Allium sativum L.) diklasifikasikan
sebagai berikut (LIPI, 2014):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Kelas : Monocotyledonae (berkeping satu)
Ordo : Liliales
Famili : Amaryllidaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium sativum L.
2.1.2 Nama Lokal
Bawang putih memiliki nama berbeda di beberapa daerah. Nama daerah:
di Sumatera: lasum, bawang mental, lasuna, palasuna, bawang hong, bawang
putieh, bawang handak. Nama daerah di Jawa: bawang bodas, bawang putih,
bawang, bhabang pote. Nama daerah di Nusa tenggara: laisona mabotiek.
Sulawesi: lasuna kebo, lasuna pute. Maluku: bawa subodo, bawa iso (Depkes RI,
1995)
Dalam bahasa asing bawang putih juga memiliki sebutanberbeda, seperti:
garlic, ail, ail commun, ajo, akashneem, allium, alubosa elewe, ayo-ishi, ayu,
banlasun, camphor of the poor, daitóan, dasuan, dawang, dra thiam, foom,
Gartenlauch, hom khaao, hom kía, hom thiam, hua thiam, kesumphin, kitunguu-
sumu, Knoblauch, kra thiam, krathiam, krathiam cheen, krathiam khaao, l’ail,
lahsun, lai, lashun, lasan, lasun, lasuna, lauch, lay, layi, lehsun, lesun, lobha, majo,
naharu, nectar of the gods, ninniku, pa-se-waa, poor man’s treacle, rason,
rasonam, rasun, rustic treacles, seer, skordo, sluôn, stinking rose, sudulunu, ta-
suam, ta-suan, tafanuwa, tellagada, tellagaddalu, thiam, toi thum, tum, umbi
bawang putih, vallaip-pundu, velluli, vellulli (WHO, 1999).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.3 Pertelaan
Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan tanaman semusim,
berbentuk rumput dengan tunas-tunas batang berubah bentuk menjadi umbi
kecil atau umbi lapis. Umbi pada bawang putih merupakan batang semu
yang berfungsi sebagai tempat penyimpan makanan cadangan dan berada di
atas discus. Umbi bawang putih terdiri dari beberapa siung. Siung-siung ini
dibungkus selaput tipis yang berlapis dan mengumpul, sehingga umbi seolah-olah
tampak besar (Sudarsono et al., 2006).
Bawang putih tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 30-60 m
dan membentuk rumpun sebagaimana warga kelompok monokotil, sistem
perakarannyaa tidak berupa akar tunggang, melainkan akar serabut yang
tidak panjang. Dengan perakaran yang demikian bawang putih tidak tahan
terhadap kekeringan. Akar bawang putih mempunyai panjang maksimum sekitar
10 cm.
Daunnya panjang, pipih dan agak melipat ke dalam arah membujur.
Banyaknya daun 7-10 helai per tanaman. Kelopak-kelopak daunnya meskipun
tipis tetapi kuat dan membungkus kelopak-kelopak daun di dalamnya yang lebih
muda sehingga membentuk batang semu (Sudarsono et al., 2006).
Gambar 2.1 Bawang Putih (Allium sativum L.)
(sumber: Rukmana, 1995)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.4 Khasiat
Bawang putih (Allium sativum L.) memiliki khasiat sebagai antibakteri,
antifungi, antelmintik, antihipertensi, antiagregasi platelet, antioksidan, dan
memiliki efek hipoglikemik (WHO, 1999).
Menurut penelitian terbukti bahwa bawang putih dapat menurunkan kadar
kolesterol. Selain itu mengonsumsi bawang putih secarateratur, sekitar 2-3 siung
setiap hari dapat membantu mencegah serangan jantung. Bawang putih ini
bermanfaat membantu mengecilkan sumbatan pada arteri jantung sehingga
meminimalkan terjadinya serangan. Bawang putih juga dapat membantu
menghindari kanker yang dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh
University of Minnesota. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa resiko terkena
kanker di usia tua berkurang sebanyak 50% bila mengonsumsi bawang putih
secara rutin (Syamsiyah, 2003).
2.1.5 Keanekaragaman
Jumlah varietas bawang putih dapat bertambah terus karena adanya mutasi
selama penanaman dari waktu ke waktu. Perbedaan antar-varietas biasanya
didasarkan atas: besar tanaman, produksi, kadar zat kimia, jumlah suing, umur,
bentuk, dan warna serta besar umbinya.
Di Indonesia dikenal 3 kelompok varietas bawang putih, yaitu (Rukmana,
1995):
a. Varietas Lumbu Hijau
Cirinya adalah:
Kulit luar umbi berwarna putih keungu-unguan
Tiap umbi bersiung banyak, antara 6-31 buah atau rata-rata 15 buah
yang tataletaknya bertumpukan atau hamper tidak beraturan
Ukuran suing bervariasi, yaitu besar, sedang, dan kecil
Umur tanaman berkisar antara 95-125 hari
Cocok ditanam di daerah yang ketinggian tempatnya berkisar
antara 900-1100 meter di atas permukaan laut (mdpl)
Termasuk ke dalam kelompok ini di antaranya adalah varietas
Lumbu Hijau, Thailand, dan Argentina.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Varietas Lumbu Kuning
Ciri-cirinya adalah:
Kulit luar umbi berwarna putih kekuning-kuningan
Tiap umbi bersiung antara 14-17 buah atau lebih
Ukuran umbi lebih kecil dari pada Lumbu Hijau
Umur tanaman berkisar antara 85-100 hari
Cocok ditanam di daerah yang mempunyai ketinggian antara 600-
9—mdpl
Termasuk ke dalam golongan ini adalah varietas Lumbu Kuning dan
Santong.
c. Varietas Lumbu Putih
Ciri-cirinya adalah:
Kulit luar umbi berwarna putih
Tiap umbi bersiung antara 10-17 buah atau lebih
Ukuran umbi dan karakteristik lainnya mirip dengan varietas
Lumbu Kuning
Cocok ditanam di dataran rendah yang ketinggian tempatnya
kurang dari 700 mdpl
Termasuk ke dalam kelompok ini di antaranya varietas Suren,
Tawangmangu, Wonosari, NTT, Filipina, dan nomor-nomor hasil penelitian Balai
Penelitian Holtikultura seperti No. 2672, No. 2849, No. 2850, dan No. 2851.
2.1.6 Ekologi dan Penyebaran
Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi, tetapi varietas tertentu
mampu tumbuh di dataran rendah. Tanah yang bertekstur lempung berpasir atau
lempung berdebu dengan pH netral menjadi media tumbuh yang baik. Lahan
tanaman ini tidak boleh tergenang air. Suhu yang cocok untuk budidaya di dataran
tinggi berkisar antara 20–25OC dengan curah hujan sekitar 1.200–2.400 mm
pertahun, sedangkan suhu untuk dataran rendah berkisar antara 27–30OC
(Santoso, 2000).
Bawang putih diperkirakan berasal dari Kirgiz yang berada di daerah
padang pasir Siberia (Wibowo, 2009). Namun banyak sumber yang berpendapat
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bahwa bawang putih berasal dari Asia Tengah (daerah yang beriklim sedang)
kemudian tersebar ke daerah-daerah Laut Tengah dan negara-negara di sekitarnya
(Suhaeni, 2007).
Tepatnya pada tahun 1665, terjadi wabah pes di Inggris dan mewabah
sampai ke beberapa negara-negara Eropa. Dan menurut catatan sejarah, bawang
putihlah yang bisa mengobatinya. Lalu pada masa Perang Dunia I maupun Perang
Dunia II, bawang putih menjadi obat yang sangat penting. Bagi bangsa Roma
sendiri, bawang putih dipercaya sebagai sumber kekuatan. Hyppocrates sendiri
yang hidup selama 460 tahun Sebelum Masehi (SM), memandang bahwa bawang
putih dijadikan sebagai obat perangsang perspirasi untuk obat laksatif dan
pelancar pengeluaran air seni yang manjur (Wibowo, 2009).
Di China sendiri,bawang putih merupakan komponen kunci padamakanan
oriental.Didalam dunia kedokteran tradisional China sendiri, bawangputih
merupakan bahan obat-obatan yang kompleks atau harus ada.Umur panjang
rakyat China sendiri dipercaya karena khasiat bawang putih (Roser, 1991).
Di Indonesia, penyebaran bawang putih berawal dari pedagang China dan
Arab yang membawa ke Indonesia. Seiring jalannya waktu, bawang putih
semakin akrab dimata rakyat Indonesia karena sudah sampai marambah ke daerah
pedalaman (Syamsiyah, 2003).
2.1.7 Budidaya
Budidaya bawang putih (Hapsoh dan Rahmawati, 2008):
Penyiapan lahan
Penyiapan lahan dimulai dengan membuat selokan atau parit
dengan lebar 30 cm-40cm dan dalamnya 30 cm - 60 cm. Tanah galian
digunakan untuk bedengan yang lebarnya 60 cm - 100 cm, panjang
disesuaikan dengan kebutuhan, lalu dicangkul sedalam 15 cm - 30 cm.
Setelah 10 hari - 15 hari dicangkul kembali hingga membentuk
gumpalan halus, kemudian diberi pupuk kandang 10 ton - 15
ton/hektar. Sehari sebelum tanam, bedengan dibasahi.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penyiapan bibit
Bibit berasal dari tanaman yang berumur cukup tua (85 hari -
135 hari), sehat dan tidak cacat. Bibit disimpan dalam ruangan kering
sekitar 5 bulan - 8 bulan yang digantung pada para-para.
Penanaman
Lubang tanam dibuat sedalam 3 cm - 4 cm dengan tugal. Bibit
ditanam dengan posisi tegak lurus, ujung siung di atas dan ¾ bagian
siung tertanam dalam tanah lalu taburkan tanah halus dan tutup merata
dengan jerami. Jarak tanam 10 cm x 10 cm atau 15 cm x 10 cm.
Pemeliharaan
Penyiangan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 3
minggu. Penyiangan kedua dilakukan 3 minggu kemudian. Pada saat
penyiangan pertama sekaligus diberi pupuk N sebanyak 50 kg/ha.
Pada penyiangan kedua dipupuk seperti yang pertama. Pengairan
dapat dilakukan secara leb atau dengan menggunakan gembor.
Hama yang sering menyerang adalah Thrips tabaci. Biasanya
hama ini menyerang daun tanaman. Penyakit embun upas yang
disebabkan jamur Peronospora destructor juga menyerang daun
tanaman. Kelembaban tinggi dan suhu rendah dapat meningkatkan
intensitas serangan. Penyakit busuk bawang putih yang disebabkan
oleh jamur Sclerotium cepivorum biasanya menyerang akar dan umbi
sehingga menjadi busuk.
2.1.8 Kandungan Kimia
Bawang putih (Allium sativum L.) mengandung lebih dari 200 senyawa
kimia. Ketika bawang putih dihancurkan, dipotong, atau ditumbuk maka akan
membentuk banyak senyawa baru melalui berbagai reaksi kimia (Zang et al,
2013). Kandungan senyawa-senyawakimia dalam bawang putih diantaranya
adalah citral, α-phellandrene, geraniol, β-phellandrene, linalool, tannin, minyak
atsiri, enzim (allinase, peroksidase dan mirasinase), karbohidrat (sukrosa dan
glukosa), mineral (selenium), asam amino seperti sisteine, glutamin, isoleusin dan
metionin, bioflavonoid seperti quersetin and sianidin, allistatin I dan allistatin II,
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
serta vitamin C, E dan A yang membantu melindungi dari agen pengoksidasi dan
radikal bebas, juga vitamin lain seperti niasin, B1, B2, dan beta karoten (Ayaz dan
Alpsoy HC, 2007).
Kandungan kimia dari Allium sativum L. yang biasanya memiliki aktivitas
biologi dan bermanfaat dalam pengobatan adalah senyawa organosulfur
(Martinez, 2007). Kandungan senyawa organosulfur ini antara lain:
Senyawa S-ak(en)-il-L-Sistein sulfoksida (ACSOs), contohnya alliin
dan γ-glutamilsistein, senyawa yang paling banyak terdapat dalam
bawang putih. Alliin bertanggung jawab pada bau dan citarasa bawang
putih, asam amino yang mengandung sulfur, dan digunakan sebagai
prekusor allicin. Alliin dan senyawa sulfoksida yang lain, kecuali
sikloalliin, segera berubah menjadi senyawa thiosulfinat, seperti
allicin, dengan bantuan enzim alliinase ketika bawang putih segar
dicincang, dipotong, maupun dikunyah secara langsung (Amagase,
2006). Alliin memiliki potensi sebagai antibakteri.
Senyawa sulfur yang volatil seperti allicin. Allicin merupakan
senyawa yang kurang stabil, adanya pengaruh air panas, oksigen
udara, dan lingkungan basa, mudah sekali terdekomposisi menjadi
senyawa sulfur yang lain seperti dialil sulfida.
Senyawa sulfur yang larut dalam lemak seperti diallyl sulfide (DAS)
dan diallyl disulfide (DADS).
Senyawa sulfur larut air yang non volatil seperti S- allil sistein (SAC),
yang terbentuk dari reaksi enzimatik γ-glutamilsisteine ketika bawang
putih diekstraksi dengan air (Amagase et al, 2001). SAC banyak
terdapat dalam berbagai macam sediaan bawang putih, merupakan
senyawa yang memiliki aktivitas biologis, sehingga adanya SAC
dalam sediaan bawang putih sering dijadikan standar bahwa sediaan
bawang putih tersebut layak dikonsumsi atau tidak (Amagase, 2006).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.9 Nilai Gizi
Nilai gizi bawang putih bervariasi berdasarkan jenis dan bagian bawang
yang dimakan. Nilai gizi bawang putih juga ditentukan oleh kondisi pertumbuhan,
waktu panen dan cara pengolahannya (Depkes Ri, 1992)
Diperkirakan dalam 100 gram bawang putih mengandung energy 139 kkal
dengan kandungan gizi sebagai berikut: karbohidrat 33,6 gram; gula 1 gram; serat
2,1 gram, lemak 0,5 gram; protein 6,36 gram; niacin (vitamin B3) 0,7 gram; asam
pantothenat (vitamin B5) 0,596 mg; vitamin B6 1,235 mg; folat (vitamin B9) ug;
vitamin C 31,2 mg; kalsium 181 mg; zat besi 1,7 mg; magnesium 25 mg; mangan
1,672 mg; fosfor 153 mg; thiamin (vitamin B1) 0,2 mg; riboflavin (vitamin B2)
0,11 mg; kalium 401 mg; natrium 17 mg; zinc 1,16 mg; selenium 14,2 mg (USDA
Nutrien Database).
Sedangkan menurut Direktorat Gizi, Depkes RI, kandungan gizi umbi
bawang putih terdiri dari zat organik: protein, lemak dan karbohidrat, di samping
mengandung zat-zat hara: kalsium, vitamin dan belerang. Secara rinci ekstrak gizi
umbi bawang putih dapat dilihat pada table berikut (Direktorat Gizi Dep Kes RI,
1992).
Tabel 2.1 Nilai Gizi Bawang Putih
No. Zat Gizi Per 100 gram Keterangan
1. Air (gram) 71,00
Bagian yang
dapat dimakan
88%
2. Kalori (gram) 95,00
3. Protein (gram) 4,50
4. Lemak (gram) 0,20
5. Karbohidrat (gram) 23,10
6. Kalsium (gram) 42,00
7. Fosfor (gram) 134,00
8. Besi (gram) 1,00
9. Vitamin B1 (gram) 0,22
10. Vitamin C (gram) 15,00
(Sumber: Direktorat Gizi Dep Kes RI, 1992).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
2.2.1 Pengertian
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai (Depkes RI Dirjen POM, 2000)
Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 2005):
Ekstrak encer adalah ekstrak yang memiliki konsistensi seperti madu
dan dapat dituang.
Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan
tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat
karena cemaran bakteri.
Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan
mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih
dari 5%.
Ekstrak cair adalah ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1
bagian simplisia setara dengan 2 bagian ekstrak cair.
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat
pada simplisia. Ragam ekstraksi yang tepat sudah pasti tergantung pada tekstur dn
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksidan pada jenis senyawa yang
diisolasi. Umumnya jaringan tumbuhan perlu dimatikan untuk mencegah
terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis (Harbone, 1996). Karena dalam simplisia
mengandung senyawa aktif yang berbeda-beda dan mempunyai struktur kimia
yang berbeda-beda, sehingga metode dalam penarikan senyawa aktif di dalam
simplisia harus memperhatikan factor seperti: udara, suhu, cahaya, logam berat.
Proses ekstraksi dapat melalui tahap: pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian,
dan pemekatan (Depkes RI Dirjen POM, 2000)
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Metode Ekstraksi
Macam-macam metode penyarian dalam ekstraksi yang dapat dilakukan
diantaranya ekstraksi dengan pemerasan, penekanan, atau penghalusan mekanik
dan ekstraksi dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi dengan pelarut sendiri
terdapat beberapa jenis, yaitu (Depkes RI Dirjen POM, 2000):
A. Cara dingin
Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana.
Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat
farmakope (umumnya terpotong-terpotong atau berupa serbuk
kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya
rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung
(mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna)
dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu
lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope
mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi
tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin
besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi,
akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1995).
Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris
atau kerucut (perkulator) yang memiliki jalan masuk dan
keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang dialirkan secara
kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi
simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui
penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses
maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak
terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan
terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam
seldengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui
simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi selalu
dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi
mencapai 95%) (Voight,1995).
B. Cara Panas
Sokletasi
Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan
diekstraksi diletakkan dalam kantung ekstraksi (kertas, karton,
dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang
bekerja kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang mengandung
kantung ndiletakkan diantar labu penyulingan dengan
pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui
pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan
mencapai kedalam pendingin aliran balik melalui pipet yang
berkodensasi didalamnya. Menetes ketas bahan yang
diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan
berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi
maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu.
Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melaui
penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995).
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperature titik didihnya, Selma waktu tertentudan jumlah
pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya
pendinginan balik.
Digesti
Digesti adalah maserasi kinetic (dengan pengadukan
berlanjut) pada temperature yang lebih tinggi dari temperature
ruangan. Secara umumdilakukan pada temperature 40-500C.
Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperature penangas air mendidih, temperature terukur 96-
980C selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada
umumnya digunakan untuk menarik zat aktif yang larut dalam
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan
menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar
oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh
dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
Dekokta
Dekokta adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih
dari 30 menit) dan temperature sampai titik didih air.
Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa
mudah menguap dari bahan segar atau simplisia dengan uap
air. Cara ini didasarkan pada peristiwa tekanan parsial senyawa
kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
berlanjut sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi
fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.
C. Cara ekstraksi lain
Ekstraksi ultrasonic
Ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonic (lebih
dari 20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstraksi
dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelombang spontan, serta menimbulkan fraksi
interfase.
Ekstraksi energy listrik
Energy listrik digunakan dalam bentuk medan listrik,
medan magnet, serta elektrik discharge yang dapat
mempercepat proses ekstraksi dan meningkatkan hasil dengan
prinsip menimbulkan gelombang spontan dan menyebarkan
gelombang tekanan berkcepatan ultrasonic.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Tinjauan Hewan Uji
Klasifikasi hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Sharp
et al, 1998):
Regnum : Animalia
Filum : Chordate
Kelas : Mammalia
Bangsa : Rodentia
Keluarga : Muridae
Anak keluarga : Murinae
Marga : Rattus
Jenis : Rattus norvegicus
Rattus norvegicus adalah salah satu spesies tikus yang paling umum
dijumpai di perkotaan. Hasil seleksi terhadap hewan ini banyak digunakan sebagai
hewan percobaan (dikenal sebgaai tikus putih) dan sebahgai hewan peliharaan
dengan warna bervariasi (Sharp et al, 1998). Tikus putih (Rattus norvegicus)
sering digunakan dalam penelitian karena memiliki beberapa kelebihan antara
lain: mudah dipelihara dalam populasi yang sangat besar, dapat berkembang biak
dengan pesat, dan memiliki ukuran yang lebih besar dari pada mencit sehingga
dalam beberapa percobaan tikus lebih menguntungkan.
Ada berbagai galur tikus putih, antara lain: Long-Evans, Sprague-Dawley,
dan Wistar. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar memiliki ciri: warna
tubuh putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan ekor lebih pendek
dari badannya; galur Sprague-Dawley memiliki ciri: warna tubuh putih, mata
berwarna merah (albino), ukuran kepala yang kecil, dan ekor lebih panjang dari
badannya; sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan warna hitam di bagian
kepala dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).
2.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan
System reproduksi tikus jantan terdiri dari testis dan skrotum, epididimis,
duktud deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vasikula seminalis, prostat, dan
bourboretralis), uretra dan penis. Organ reproduksi utama dari tikus jantan adalah
sepasang testis, tempat berlangsungnya produksi sperma. Pada saat musim kawin
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
testis turun ke dalam skrotum, namun selain pada musim kawin testis terletak
dalam rongga abdomen. Pada permukaan testis terdapat tubulus/saluran yang
membelit bernama epididymis, tempat terkumpul dan tersimpannya sel sperma.
Selain itu, juga terdapat saluran vas deferens yang menyalurkan sperma dan cairan
semen dari epididymis menuju uretra, kemudian melewati penis dan dikeluarkan
dari tubuh (Sowash, 2009)
Gambar 2.2 Anatomi Sistem Reproduksi Tikus Jantan (Chemes, 2011)
Kelenjar berwarna cokelat yang terletak di kanan dan kiri kandung kemih
dalah vesikula seminalis. Kelenjar di bawah kandung kemih adalah kelenjar
prostat, ia terbungkus sebagian disekitar penis. Vesikula seminalis dan kelenjar
prostat mensekresi bahan yang akan dibentuk menjadi cairan semen (Sowash,
2009).
2.4.1 Spermatozoa
Spermatozoa merupakan hasil akhir dari proses spermatogenesis.
Spermatozoa terdiri dari kepala (berisi inti) dan ekor. Panjangnya sekitar 60 µm
dan lebarnya sekitar 3 µm. kepala terutama terdiri atas inti dengan kromatin yang
menggumpal yang dua pertiga anteriornya dibungkus erat oleh akrosom (Finn,
1994).
Gambar 2.3 Spermatozoa Tikus. a) kepala, b) midpiece, c) ekor.
(sumber: http://animalsciences.missouri.edu)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sampai saat ini parameter spermatozoa masih merupakan indikator
terpenting pada evaluasi fertilitas pria (Rusmiati, 2007). Salah satu indikator yang
menentukan terjadinya fertilisasi atau terbentuknya embrio adalah motilitas
spermatozoa. Menurut WHO (1988), gerakan spermatozoa dikategorikan sebagai
berikut: a. Jika sperma bergerak cepat dan lurus ke depan (gerak maju sangat
baik); b. Jika geraknya lambat dan sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus
(gerakan lemah); c. Jika tidak bergerak maju dan; d. Jika sperma tidak bergerak.
2.4.2 Spermatogenesis
Sel kelamin pada tikus jantan tidak aktif sampai sebelum masa
pubertas,yaitu sekitar 50 hari setelah lahir. Pada tahap tersebut sel germinal
primordial (PGC) mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan terus aktif
membelah sampai hewan tersebut kehilangan kemampuan untuk memproduksi
spermatozoa (Krinke, 2000).
Gambar 2.4 Tahapan Spermatogenesis Tikus. A, Tipe
spermatogonium; A In, spermatogonium tipe intermediet; B, tipe
spermatogonium B; R, spermatosit primerresting; L, spermatosit
leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P(XII), awal,
pertengahan, dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi
menunjukkan tahap siklus di mana ia ditemukan; Di, diplotene; II,
spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Table di tengah
memberikan komposisi selular dari tahapan siklus pada epitel
seminiferous (I-XIV). Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis
(Clermont, 1962).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada tahap awal spermatogenesis, PGC berkumpul di tepi membrane basal
epitel germinativum yang disebut sebagai spermatogonia tipe A (Guyton, 1996).
Spermatogonia tersebut membelah dan berdiferensiasi menjadi spermatogonia
tipe B dan bermigrasi kea rah sentral di antara sel-sel Sertoli. Dalam 24 hari
spermatogonia tipe B berkembang menjadi spermatosit primer yang memiliki 46
kromosom. Pada hari ke-24, setiap spermatosit primer terbelah dua
menjadispermatosit sekunder, proses ini disebut meiosis pertama. Dua sampai tiga
hari terjadi meiosis kedua menghasilkan spermatid yang memiliki 23 kromosom
tunggal. Selanjutnya, spermatid mengalami fase spermiogenesis, yaitu
perkembangan spermatid menjadi spermatozoa (Sherwood, 2001).
Sebuah spermatogonium tikus membutuhkan 4 siklus untuk dapat
membentuk spermatozoa, satu siklus memerlukan waktu 12 hari. Sehingga untuk
menyelesaikan keseluruhan tahap spermatogenik pada tikus dibutuhkan waktu 48
hari (Krinke,2000).
2.4.3 Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis
Produksi spermatozoa dan sekresi testosterone oleh testis keduanya
tergantung pada stimulasi oleh hipofisis gonadotropin, follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), yang disekresikan dalam
menanggapi hypothalamus gonadotropin-releasing hormone (GnRH). Testosteron
(T), yang penting untuk inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis, disekresikan
oleh sel Leydig dewasa di bawah stimulasi LH. Testosteron bertindak melalui
reseptor androgen (ARs) pada Sertoli, Leydig, dan sel peritubular. FSH bertindak
via G protein-coupled spesifik reseptor yang terletak di permukaan secara
eksklusif pada sel Sertoli. FSH memiliki peran penting dalam pengembangan
testis belum matang, terutama dengan mengendalikan proliferasi sel Sertoli
(Boitani et al., 1995). Setelah banyaknya konflik data pada model hewan dan
manusia, dicapai kesepakatan umum bahwa beberapa tingkat spermatogenesis
dapat dimulai dan dipelihara dengan tidak adanya FSH. Namun, spermatogenesis
kuantitatif normal pada usia dewasa tergantung pada FSH, tentu saja juga pada
manusia dan monyet (Hayes et al., 2001).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hormon FSH dibutuhkan untuk menginisiasi spermatogenesis pada masa
pubertas dan menjaga produksi normal spermatozoa pada usia dewasa (Simoni, et
al.,1997). Sekresi inhibin B oleh sel Sertoli dirangsang oleh FSH. Sebaliknya,
sekresi dan produksi FSH oleh kelenjar pituitari diregulasi oleh inhibin B
(Boepple et al., 2008). Inhibin B merupakan hormon peptida gonadal dimerik
yang secara selektif berpotensi menghambat sekresi FSH melalui mekanisme
umpan balik negative (Chada et al., 2003). Inhibin B diproduksi secara nyata oleh
sel Sertoli testis dan merupakan bentuk utama inhibin pada pria dewasa (McNeilly
et al., 2002).
Gambar 2.5 Regulasi Hormonal yang Mempengaruhi
Spermatogenesis. (Source: Endocrine Physiology, 2nd
Edition. The McGraw-Hill Companies. Inc)
2.5 Apoptosis
Apaptosis merupakan kematian sel yang terprogram, melalui proses
kerusakan kromatin pada inti sel, sel menyusut dengan pembentukan badan-badan
apoptosom (apoptotic body) dan sel mengepak dirinya sendiri untuk dimakan
makrofag. Untuk terjadi apoptosis ada berbagai macam stimulus yang terkontrol.
Apoptosis berbeda dengan nekrosis karena nekrosis menginduksi inflamasi yang
dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius (Steller, 1995).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6 Perbedaan Nekrosis dan Apoptosis
(Daniel & Krosmeyer, 2004)
Fungsi apoptosis yang pertama adalah untuk mematikan sel yang rusak
atau terinfeksi. Jika kemampuan sel untuk ber-apoptosis rusak atau jika
inisiasinya dihambat, sel yang rusak dapat terus membelah tanpa batas dan
berkembang menjadi kanker (Daniel & Krosmeyer, 2004). Kondisi stress
sebagaimana kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik atau
pemaparan sinar ultraviolet atau radiasi ionisasi (sinar gamma atau sinar X), juga
dapat menginduksi sel untuk memulai proses apoptosis. Selain itu, apoptosis juga
berfungsi untuk menjaga homeostasis (keseimbangan) antara proliferasi dan
kematian sel (Daniel & Krosmeyer, 2004; Kramer,2000).
2.5.1 Mekanisme apoptosis
Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul
signal yang disebut ligan oleh sel lain (bukan berasal dari sel yang akan
mengalami apoptosis). Ligan tersebut berikatan dengan death receptor yang
terletak pada transmembran sel target yang menginduksi apoptosis (Gupta, 2001).
Death receptor yang terletak di permukaan sel adalah famili reseptor TNF (Tumor
Necrosis Factor), yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNF-Related
Apoptosis Inducing Ligan (TRAIL)-R1 dan R2 (Pentikäinen, 2002).
Ligan yang berikatan dengan reseptor akan mengakibatkan caspase
inisiator 8 membentuk trimer dengan adaptor FADD (Fas Associeted Death
Domain). Kompleks yang terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD disebut
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DISC (Death Inducing Signaling Complex). CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat
dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara tidak langsung melalui molekul
adaptor lain, yaitu : TNF-Reseptor Associeted Death Domain protein (TRADD)
(Pentikäinen, 2002).
Gambar 2.7 Jalur Apoptosis (Pentikäinen, 2002).
Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan
oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan
gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran
mitokondria. Protein capcase-8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid.
Bid yang terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax
dalam membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti
sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing Factor (AIF), dan omi/Htr2. dengan
adanya dATP akan terbentuk kompleks antara sitokrom c, APAF-1 dan caspase-9
yang disebut apoptosom. Selanjutnya, capcase-9 akan mengaktifkan downstream
procaspase-3 (Chang, 2000).
Protein caspase-3 yang aktif memecah berbagai macam substrat,
diantaranya enzim DNA repair seperti poly-ADP Ribose Polymerase (PARP) dan
DNA protein kinase yaitu protein struktural seluler dan nukleus, termasuk
aparatus mitotik inti, lamina nukleus, dan aktin serta endonuklease, seperti
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Caspase-Activated Deoxyribonuclease Inhibitor (ICAD) dan konstituen seluler
lainnya. Selain itu, caspase 3 juga mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan
caspese lainnya, seperti procaspase-6 dan procaspase-7 yang memberikan
amplifikasi terhadap kerusakan seluler (Kirsch, et al., 1999).
Adanya seluler stres meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang
mengakibatkan terjadinya GI arrest atau apoptosis. Anggota dari Apoptotic
Stimulating Protein p53 (ASPP) yaitu ASPP 1 dan ASPP 2 secara spesifik
menstimulasi fungsi transaktivasi p53 pada promotor gen proapoptotik seperti
Bax dan p53 Inducible Gene-3 (PIG 3), tapi tidak pada promotor gen yang
menyebabkan cell cycle arrest, yaitu p21 dan MDM2 (Ashkenazi,1998).
Sel yang terfragmentasi menjadi apoptotic body mengeluarkan signal yang
dikenali oleh fagosit. Ada 2 macam fagosit, yaitu fagosit professional, contohnya
sel makrofag, dan fagosit semiprofesional, sel tetangga dari sel yang mengalani
apoptosis (Susin et al., 1998). Adanya sel-sel fagosit ini dapat menjamin tidak
timbulnya respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis (Raff, 1998).
2.5.2 Protein Kaspase-3
Kaspase 3 merupakan efektor pada transduksi sinyal apoptosis. Kaspase-
3 berada pada sitoplasma dari suatu sel. Jumlah kaspase 3 diketahui rendah pada
testis pada tikus dengan usia 5-15 hari, namun meningkat pada usia 20 hari dan
mencapai puncak pada hari ke 25 (Moreno et al., 2006).
Kaspase adalah mediator penting dalam proses apoptosis. Di antara
kaspase tersebut, kaspase-3 merupakan kaspase yang memiliki frekuensi
teraktivasi paling tinggi. Jalur aktivasi kaspase-3 telah teridentifikasi, jalur
tersebut adalah jalur yang bergantung dan jalur yang tidak bergantung pada
pelepasan sitokrom c mitokondria dan kaspase-9. Kaspase-3 penting bagi
perkembangan otak normal, mekanisme apoptosis jaringan, perubahan morfologi
dan reaksi biokimia tertentu. Aktivasi apoptosis baik jalur ekstrinsik maupun jalur
intrinsik akan berujung pada aktivasi kaspase-3 sebagai kaspase eksekutor.
Apabila kaspase-3 telah teraktivasi, terjadi determinasi tak terhindarkannya
kematian sel, akan terjadi apoptosis (Pentikäinen, 2002).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.3 Apoptosis Sel Germinal
Produksi sperma matang merupakan proses yang luar biasa yang meliputi
beberapa bebrapa tahap perkembangan. Di bawah pengaruh kromosom Y, sel
Sertoli, sel germinal primordial (PGC) mengalami perkembangan sedangkan
beberapa sel akan mengalami apoptosis, sisanya menjadi gonocytes (Print dan
Loveland, 2000). Sakkas et al. (1999) mengemukakan bahwa individu-individu
dengan tingkat apoptosis sel germinal yang tinggi mungkin memiliki persentase
peningkatan sperma dengan kerusakan genetik dan jumlah sperma immotil yang
lebih tinggi (Sakkas et al., 1999).
Apoptosis sel germinal terjadi melalui dua jalur utama, yang melibatkan
baik jalur mitokondria (intrinsik) maupun jalur sel reseptor permukaan
(ekstrinsik). Jalur apoptosis diadopsi oleh sel germinal tergantung pada jenis
stimulus yang diterima (Shaha, 2007).
2.6 Uji Protein Caspase 3 dengan Teknik ELISA
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) merupakan uji serologis
yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki
beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, dan
memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971
oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen
dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai
pelapor (reporter label) (Lequin, 2005).
ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang
menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-
competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive
assay atau yang biasanya disebut Sandwich ELISA, antibodi kedua akan
dikonjugasikan dengan enzim sebagai indicator (Engvall dan Perlman, 1971). Kit
ELISA Rat Casp-3 merupakan jenis non-competitive assay ELISA.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8 Uji ELISA. (A) Indirect ELISA, (B) Sandwich ELISA
(sumber: http://www.sbs.utexas.edu)
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk
melakukan teknik "Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang
meliputi (El-Ansary, 2011): (1) Well dilapisi atau ditempeli antigen spesifik
Caspase-3; (2) Sampel (mengandung antibodi) yang ingin diuji ditambahkan; (3)
Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan biotin. Antibodi kedua
ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya; (4) Dimasukkan substrat
enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi; (5) Intensitas warna
campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader hingga
mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata
kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil
positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off
merupakan hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya.
28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium
Farmakologi, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Biokimia, Laboratorium
Riset, serta Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2015 sampai
dengan Juni 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tissue, pot, gelas ukur,
kaca arloji, timbangan analitik (AND GH-202), kandang hewan, tempat makan
dan minum tikus, timbangan hewan (ohauss), sonde, wadah pembiusan, beaker
glass, lumpang dan alu, tabung reaksi, spatula, kaca objek, kaca penutup,
seperangkat alat bedah, Hemositometer improved neubeur (NESCO), mikro pipet
(Eppendorf research plus), miskroskop motic B1 series, miskroskop optik (motic
BA310), stirrer homogenizer, dan ELISA reader.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan adalah jus dari bawang putih local (Allium
sativum L.) varietas Lumbu Kuning yang diperoleh dari Kecamatan
Tawangmangu, Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah. Bahan uji juga
telah dideterminasi di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Pusat Penelitian
Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.
Bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus
(pellet, aquadest), suspending agent untuk mensuspensi ekstrak (natrium karboksi
metil selulosa BLANOSE® 7M1F), analisis kaspase (Kit ELISA Casp-3
SUNLONG®), terminasi tikus (eter), dan diluen (Phosphat Buffer Saline).
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan galur Sprague Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
badan 250-350 gram yang diperoleh dari peternakan Institut Pertanian Bogor
(IPB), Bogor.
3.3 Rancangan Penelitian
3.3.1 Besar Sampel
Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan dikelompokkan
menjadi 4 bagian dengan 5 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dalam
setiap kelompok (WHO, 2000). Empat kelompok tersebut terdiri dari satu
kelompok kontrol dan tiga kelompok yang diberikan serbuk kering bawang putih
(Allium sativum L.) dengan tiga dosis berbeda.
3.3.2 Dosis dan Cara Perlakuan
Dosis pemberian mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Dixit dan
Joshi (1982) yaitu 50, 100, dan 150 mg/kgBB per hari (perhitungan dosis
terlampir). Suspensi ekstrak diberikan secara oral menggunakan sonde, pada
kelompok kontrol diberikan suspensi Na CMC tanpa kandungan ekstrak. Setiap
kali akan diberikan perlakuan, tikus ditimbang terlebih dahulu kemudian dibuat
perhitungan dosis sesuai dengan berat badan tikus. Lamanya waktu perlakuan
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hammami, et al,. (2009), yaitu selama
30 hari.
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Penyiapan Serbuk
Penyiapan serbuk dilakukan dilakukan di Laboratorium Penelitian II.
Sebanayk 1 kg bulbus bawang putih dikupas kulit luarnya, kemudian dibersihkan
dari pengotor-pengotornya. Kupasan bulbus bawang putih yang sudah bersih diiris
tipis-tipis kemudian didehidrasi menggunakan freeze dry dengan suhu 100F (-
12,20C) dan tekanan 10 Pa. Bawang putih kering hasil freeze dry kemudian
dihancurkan. Serbuk yang didapat diayak dengan mesh 30-100. Setelah itu dibuat
suspensi dengan dosis yang telah ditentukan (Li dan Ying, 2007).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2 Penapisan Fitokimia
Seluruh proses penapisan fitokimia dilakukan di Labortorium Kimia Obat.
Identifikasi Alkaloid
Potong-potong 2-4 gr material tumbuhan yang telah bersih
masukkan ke dalam mortar, tambahkan kloroform dan pasir bersih
secukupnya, kemudian gerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal
dan diaduk rata. Campuran dipindahkan ke dalam tabung reaksi dengan
cara menyaringnya menggunakan kasa. Selanjutnya tambahkan 0,5 ml
1M asam sulfat dan kocok baik-baik, diamkan beberapa saat. Pipet
lapisan jernih yang terbentuk ke dalam 2 tabung reaksi kecil. Satu
tabung ditambahkan pereaksi Dragendorff dan tabung lainnya perekasi
Mayer (2-3 tetes). Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan jingga dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan
pereaksi Mayer, sebagai berikut:
(+) : sedikit keruh
(++) : sangat keruh
(+++) : terjadi endapan. (Chairul, 2003)
Identifikasi Saponin (Frothing test)
Pengujian dilakukan dengan memasukkan 0,5 ml filtrate ke
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 5 ml aquades.
Kocok selama 30 detik. Adanya busa/buih yang menetap
mengindikasikan adanya saponin (Evans, 1996)
Identifikasi Steroid
Pada uji dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard,
steroid menunjukkan warna biru kehijauan sedangkan triterpenoid
menunjukkan warna merah, merah muda, atau ungu. Namun pada saat
pengujian dilapangan baik secara langsung pada simplisia maupun pada
ekstrak terdapat variasi warna yang dihasilkan, tergantung pada cara
bagaimana pengujian tersebut dilakukan (Farnsworth, 1966).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Identifikasi Flavonoid
Ekstrak lebih kurang 10 g material dengan etanol 80%, saring
dan keringkan di atas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan
dengan pencucian heksan beberapa kali sehingga warna pigmen hilang
atau larutan heksan tidak berwarna lagi. Panaskan residu bebas lemak
untuk memindahkan sisa heksana. Tambahkan residu dengan 20 ml
etanol dan pindahkan masing-masing 10 ml ke dalam 2 tabung reaksi.
Setiap tabung reaksi ditambahkan 0,5 ml asam klorida pekat dan
dilakukan uji dengan pereaksi Wilstater (Chairul, 2003).
Salah satu tabung reaksi yang telah berisi asam klorida pekat
ditambahkan 3-4 butir logam magnesium (Mg). amati perubahan warna
yang terjadi dalam 10 menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan
dengan air secukupnya dan tambahkan 1 ml oktil alcohol.kocok kuat-
kuat kemudian diamkan. Amati perubahan warna pada masing0masing
pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna
menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoid (Chairul, 2003).
Identifikasi Tannin
Timbang 2 mg serbuk bawang putih, tambahkan aquades 10 ml,
kemudian saring. Masukkan 2 ml filtrate ke dalam tabung reaksi,
tambahkan 1 ml FeCl3. Adanya endapan biru kehijauan
mengindikasikan adanya tannin (Evans, 1996).
Identifikasi Minyak Atsiri
Identifikasi minyak atsiri dilakukan secara kualitatif dengan
mencium bau dari serbuk. Adanya bau khas aromatic bawang putih
menandakan adanya minyak atsiri (Evans, 1996).
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3 Parameter Spesifik dan Non-spesifik
3.4.3.1 Parameter Spesifik
Identitas ekstrak: nama ekstrak (generic, dagang, paten), nama latin
tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan, dan
nama Indonesia tumbuhan. (Depkes RI, 2000)
Organoleptik: bentuk (padat, serbuk kering, kental, cair), warna
(kuning, coklat, dll.), bau (aromatik, tidak berbau, dll.), dan rasa (pahit,
manis, kelat, dll.) (Depkes RI, 2000)
3.4.3.2 Parameter Non-spesifik
Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan
dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara.
Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan
menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5
mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental,
ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan kedalam
ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050C hingga
bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan
tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak
sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1g silica
pengering yang telah ditimbang secara seksama, setelah dikeringkan
dan disimpan dalam desikator pada suhu kamar. Campurkan silica
tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian
keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap. (Depkes
RI, 2000)
Kadar Air
Penentuann kadar air dari ekstrak yang mengandung senyawa
menguap menggunakan metode destilasi (azeotrop). Ppelarut yang
digunakan adalah pelarut immiscible, dalam penelitian ini digunakan
toluene 200 ml. Siapkan rangkaian alat destilasi, masukkan toluene
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
serta 2 ml aquadest ke dalam labu didih, lalu tambahkan beberapa batu
didih di dalamnya. Setelah aquades dan sebagian toluene berpindah ke
tabung pengumpul, masukkan 10 mg serbuk bawang putih yang telah
ditimbang secara seksama. Setelah tinggi air pada tabung pengumpul
tidak berubah, hitung kenaikan air yang terjadi (Depkes RI, 2000).
Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g serbuk yang telah ditimbang secara
seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan,
timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas lalu saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas
saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrate ke dalam krus, uapkan,
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara. (Depkes RI, 2000)
3.4.4 Penyiapan Hewan Uji
Hewan Uji yang di gunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague
Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat badan 200-350 gram diaklimatisasi
selama dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama
proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat
badan.
3.4.5 Terminasi dan Pengukuran Parameter
Seluruh kelompok sampel tikus jantan putih galur Sprague Dawley
diterminasi pada hari ke-30 dengan cara dimasukkan ke dalam toples yang telah
dijenuhkan dengan uap eter, kemudian dibedah untuk diambil testis kanan dan kiri
dan kauda epididimis. Masing-masing testis kanan dan kiri ditimbang kemudian
disimpan dalam lemari pendingin hingga saat dilakukannya pengujian.
3.4.5.1 Uji Motilitas Sperma
Pengambilan spermatozoa pada epididimis kauda dengan metode cacah
dan menggunakan pengenceran dengan garam fisiologis sebesar 1 ml. Untuk
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengamatan motilitas spermatozoa dapat dilakukan dengan mengamati
spermatozoa yang telah ditetesi ke bilik hitung Neubauer dengan perbesaran 400
kali. Motilitas sperma ditentukan dari 100 spermatozoa dalam satu lapang
pandang. Motilitas spermatozoa dinilai berdasarkan persen spermatozoa dengan
motilitas baik, yaitu spermatozoa yang bergerak lurus ke depan, cepat, lincah dan
aktif (Kaspul, 2004).
3.4.5.2 Analisis Protein Kaspase-3 dengan Kit ELISA
Pembuatan Homogenat
Siapkan potongan 50 mg jaringan testis masing-masing diambil dari testis
kanan dan testis kiri tikus, kemudian dimasukkan ke dalam satu tube. Tambahkan
Phosphate Buffer Saline (PBS) dengan pH 7 sebanyak 1 mL lalu homogenasi.
segera lakukan pengujian atau simpan dalam lemari pendingin pada suhu 40C
sampai siap digunakan.
Pembuatan Standar
Sentrifugasi vial standar pada 6000-10000 rpm selama 30 detik.
Rekonstitusi standar dengan 1 mL sampel diluen, pastikan tercampur dengan baik.
Pipet 250 µl sampel diluen ke dalam masing-masing tube S0-S6. Buat seri
pengenceran dengan menambahkan 250 µl larutan standard yang telah
direkonstitusi ke dalam tube S6 yang telah berisi diluen, homogenkan. Lakukan
pengenceran dari tube S6 ke tube selanjutnya hingga tube S1. Tube S0 berisi
sampel diluen tanpa standard yang bertindak sebagai blanko.
Analisis Protein Kaspase-3
Siapkan reagen, sampel dan standar. Sampel homogenate yang telah
dibuat dimasukkan ke dalam mikroplate sebanyak 100 µL. Inkubasi dalam oven
selama 2 jam dengan suhu 370C. Setelah inkubasi, buang cairan dalam well (tanpa
pencucian). Selanjutnya, tambahkan 100 µL biotin anti bodi ke dalam setiap well.
Tutup well menggunakan strip perekat kemudian inkubasi selama 1 jam pada suhu
370C. Lakukan pencucian menggunakan wash buffer hingga 3x pengulangan.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada pencucian terakhir, hilangkan semua wash buffer yang tersisa dengan
dekantasi. Letakkan tube secara terbalik diatas tissue bersih.
Tambahkan 100 µL HRP-avidin ke dalam setiap well. Tutup mikroplate
menggunakan strip perekat baru, lalu inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C.
Lakukan pencucian seperti pada langkah sebelumnya, lakukan hingga 5x
pengulangan. Setelah pencucian terakhir, tambahkan 50 µL TMB substrat ke
dalam setiap well, inkubasi selama 15-30 menit dan pastikan terlindung dari
cahaya. Selanjutnya, tambahkan 50 µL Stop solution ke dalam setiap well, ketuk-
ketuk tube perlahan untuk memastikan tercampur dengan baik. Tahap terakhir
adalah menentukan optical density setiap well dengan menggunakan ELISA
reader yang diatur pada panjang gelombang 450 nm.
3.5 Analisis Data
Hasil penelitian yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPPS 20 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas
menggunakan ANOVA karena dalam penelitian dilakukan lebih dari 2 perlakuan.
Uji parametrik (one way ANOVA) dilakukan apabila distribusi normal dan
homogen, sedangkan uji non parametrik (Kruskal Wallis) dilakukan apabila
distribusi tidak normal atau tidak homogeny . Jika hasil dari uji ANOVA maupun
Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p ˂ 0,05) maka
analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji Multiple Comparisons tipe
LSD (Least Significant Difference).
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan
bahwa tanaman uji adalah benar tanaman bawang putih (Allium Sativum L.) suku
Amaryllidaceae. Surat pernyataan hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2 Pembuatan Serbuk
Sebanyak 1 kg bawang putih (Allium Sativum L.) dikupas dan dibersihkan,
lalu dihaluskan menggunakan blender hingga membentuk bubur halus dan kental
(puree). Bubur bawang putih (Allium Sativum L.) yang didapat kemudian di-
freeze dry dengan tekanan 10 Pa dan suhu 100F (-12,2
0C) hingga mengering. Hasil
freeze dry dihaluskan kembali menggunakan lumpang dan alu, dan didapatkan
800 gram serbuk bawang putih.
4.1.3 Penapisan Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia terhadap serbuk bawang putih (Allium Sativum
L.) dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Penapisan Fitokimia Serbuk Bawang Putih (Allium sativum L.)
Golongan Senyawa Hasil Keterangan
Alkaloid
+
Meyer: putih; Bouchard: coklat-hitam;
Dragendorf: merah-jingga.
Flavonoid - Tidak terbentuk warna kuning intens
Saponin + Terbentuk busa yang stabil
Steroid + Terbentuk warna merah
Tanin - Tidak terbentuk warna hijau/biru/ungu
Terpenoid + Terbentuk warna jingga pada interfase
Minyak Atsiri +
Terciumnya bau khas aromatik dari
serbuk bawang putih (uji kualitatif).
Keterangan : (+) memberikan hasil positif, (-) memberikan hasil negatif.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari semua kandungan fitokimia dalam serbuk bawang putih, dalam
penelitian ini diduga organosulfur turunan dari minyak atsiri yang berperan
penting terhadap tiga parameter yang diujikan, yaitu konsentrasi kaspase-3, bobot
testis, dan motilitas spermatozoa.
4.1.4 Pengujian Parameter Standar
Hasil pengujian parameter standar spesifik dan non spesifik yang
dilakukan terhadap serbuk dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Parameter Standar Serbuk Bawang Putih (Allium sativum L.)
Parameter Hasil
Identitas Nama Latin tumbuhan: Allium sativum L.
Nama Indonesia: Bawang Putih
Bagian tumbuhan yang digunakan: umbi
Organoleptik Bentuk : serbuk
Warna : kuning kehijauan
Bau : bau khas aromatik
Kadar Abu 5,175%
Susut Pengeringan 9,97%
Kadar Air 7,0%
Uji parameter standar non spesifik pada serbuk yang dilakukan pada
penelitian ini adalah uji kadar abu, susut pengeringan, dan uji kadar abu serbuk
bawang putih (Allium Sativum L.). Berdasarkan hasil uji parameter non spesifik
pada serbuk bawang putih (Allium sativum L), didapatkan persentase kadar abu
sebesar 5,175%, sedangkan menurut farmakope herbal (2009) persyaratan
persentase kadar abu untuk bawang putih (Allium sativum L.) yaitu kurang dari
3%. Persentase susut pengeringan serbuk adalah 9,97% dan kadar air sebesar
7,0% sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%.
4.1.5 Pengukuran Konsentrasi Protein Kaspase-3
Hasil pengukuran konsentrasi kaspase-3 pada tikus kelompok kontrol,
kelompok perlakuan dosis rendah (50 mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB),
dan dosis tinggi (150 mg/kgBB) dapat dilihat pada tabel 4.3
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 Konsentrasi Kaspase-3 Sel Germinal Tikus Jantan Sprague Dawley
No. Kelompok
Rerata Konsentrasi Kaspase-
3 Tiap Kelompok
(µg/ml) ± SD
Perbedaan
(%)
1 Kontrol 0,803±0.41 -
2 Dosis 50 mg/kgBB 0,753±0.10 6,227
3 Dosis 100 mg/kgBB 0,778±0.24 3,113
4 Dosis 150 mg/kgBB 0,649±0.17 19,178
Hasil pengukuran konsentrasi protein kaspase-3 tidak menunjukkan nilai
yang berbeda secara signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian
serbuk baawang putih secara oral selama 30 hari dengan dosis 50 mg/kgBB, 100
mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB tidak mempengaruhi regulasi apoptosis sel germinal
tikus jantan. Hasil pengujian statistik dapat dilihat pada lampiran 11.
4.1.6 Perhitungan Motilitas Spermatozoa
Hasil pengukuran bobot testis pada tikus kelompok kontrol, kelompok
perlakuan dosis rendah (50 mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB), dan dosis
tinggi (150 mg/kgBB) dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Bobot Testis Tikus Jantan Sprague Dawley
No. Kelompok
Rerata Bobot Testis Tiap
Kelompok (gram) ± SD
Perbedaan
(%)
1 Kontrol 1,430±0.35 -
2 Dosis 50 mg/kgBB 1,346±0.04 5,874
3 Dosis 100 mg/kgBB 1,443±0.06 0,9%
4 Dosis 150 mg/kgBB 1,512±0.04 5,734
Hasil pengukuran bobot testis tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok control, sehingga dapat dikatakan
bahwa pemberian serbuk bawang putih tidak mempengaruhi berat testis tikus.
Hasil perhitungan statistik dapat dilihat pada lampiran 12.
4.1.7 Perhitungan Motilitas Spermatozoa
Hasil perhitungan motilitas spermatozoa pada tikus kelompok kontrol,
kelompok perlakuan dosis rendah (50 mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB),
dan dosis tinggi (150 mg/kgBB) dapat dilihat pada tabel 4.5
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Persentase Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan Sprague Dawley
No. Kelompok
Rerata Persen Motilitas
Spermatozoa Tiap Kelompok
(%) ± SD
Perbedaan
(%)
1 Kontrol 78,300±2.17 -
2 Dosis 50 mg/kgBB 80,117±2.62 2,320
3 Dosis 100 mg/kgBB 76,390±2.09 2,439
4 Dosis 150 mg/kgBB 73,549±2.48* 6,067
Keterangan: Angka yang diikuti dengan tanda (*) menunjukkan adanya
perbedaan signifikan terhadap kelompok kontrol (p≤0,05).
Hasil perhitungan motilitas spermatozoa menunjukkan adanya perbedaan
signifikan pada pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum L.) dengan dosis
150 mg/kgBB, hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 13. Hasil tersebut
memberikan gambaran bahwa penurunan persentase motilitas spermatozoa
meningkat seiring peningkatan dosis serbuk bawang putih (Allium sativum L.)
yang diberikan.Perbedaan signifikan pada hasil tersebut dilakukan uji statistik
lebih lanjut menggunakan metode Least Significant Differences (LSD) untuk
mengetahui rincian perbandingan rerata persentase motilitas spermatozoa tiap
kelompok, hasil dapat dilihat pada lampiran 13.
4.1.8 Uji Korelasi antara Konsentrasi Kaspase, Motilitas Spermatozoa dan
Bobot Testis
Uji Korelasi dilakukan menggunakan metode statistik Pearson untuk
menentukan hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Hasil dari Uji korelasi
dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi Konsentrasi Kaspase 3 dengan motilitas
sperma dan bobot testis.
Motilitas Bobot Testis Kaspase-3
Motilitas 1 -.119 .007
BobotTestis -.119 1 -.262
Kaspase-3 .007 -.262 1
Keterangan: 0,00-0,20: korelasi sangat lemah; 0,21-0,40: korelasi lemah;
0,41-0,70: korelasi kuat; 0,71-0,90: korelasi sangat kuat; 0,91-1,00:
korelasi sempurna.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan antara konsentrasi kaspase-3
dengan motilitas spermatozoa (nilai koefisien korelasi 0,007). Demikian pula
antara motilitas spermatozoa dengan Bobot Testis, serta Bobot Testis dengan
Konsentrasi Kaspase-3 (nilai koefisien korelasi masing-masing -0,119 dan -
0,262), nilai minus menunjukkan hubungan negatif (berbanding terbalik). Data
lengkap dapat dilihat pada lampiran 14.
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap aktivitas molekuler
transduksi sinyal kaspase-3 dalam mekanisme apoptosis dan kaitannya dengan
motilitas spermatozoa serta bobot testis tikus jantan galur Sprague Dawley.
Kematian dari suatu sel diketahui berasal dari berbagai mekanisme diantaranya
adalah melalui jalur mekanisme transduksi sinyal apoptosis, yaitu suatu proses
kematian sel yang terjadi pada sel tunggal secara terprogram. Apoptosis normal
pada proses spermatogenesis bertujuan untuk menyesuaikan jumlah sel germinal
dengan jumlah sel Sertoli dan menghilangkan gamet-gamet abnormal.
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang
putih (Allium Sativum L.) segar yang diperoleh dari pusat budidaya bawang putih
(Allium Sativum L.) varietas local Tawangmangu, Jawa Tengah. Sebelum
digunakan sebagai bahan penelitian, dilakukan determinasi tanaman bawang putih
(Allium Sativum L.). Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di “Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor”
menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Allium sativum L.
dari famili Amaryllidaceae.
Serbuk bawang putih didapatkan dengan cara menghaluskan bawang putih
(Allium Sativum L.) menggunakan blender selama 30 menit, kemudian bubur
kental (puree) bawang putih yang dihasilkan dilakukan proses penarikan air
dengan menggunakan alat freeze dry pada suhu 00 C dengan tekanan 10 Pa. Hasil
freeze dry yang berupa gumpalan kering bawang putih digerus dan dihaluskan
hingga didapat bentuk serbuk halus. Metode ini dipilih untuk menghindari
kemunginan rusaknya senyawa akibat pemanasan yang ada pada metode lain.
Selain itu, metode ini juga bertujuan agar didapat seluruh komponen zat aktif pada
umbi bawang putih (Allium Sativum L.). Golongan senyawa yang diduga
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bertanggung jawab terhadap aktivitas antifertilitas pada bawang putih (Allium
Sativum L.) adalah Allisin dari golongan alilsulfida dan turunannya.
Hasil penapisan fitokimia memperlihatkan bahwa serbuk bawang putih
positif mengandung alkaloid, steroid, terpenoid, saponin, dan minyak atsiri.
Berdasarkan penelusuran literatur, zat aktif yang beperan dalam penelitian ini
merupakan turunan dari minyak atsiri. Senyawa dalam minyak atsiri bawang putih
adalah Allisin. Allisin tidak stabil dalam suhu ruang, sehingga Allisin membentuk
alil sulfide turunannya seperti: Ajoene, dialil sulfide, dialil disulfide, dialil
trisulfida, alil merkaptan, dan alil metil sulfide (Hernawan dan Setyawan, 2003).
Pada parameter non spesifik dilakukan pengujian kadar abu, susut
pengeringan dan kadar air. Hasil pengujian berturut-turut adalah 5,175%, 9,97%
dan 7%. Hasil pengujian parameter non-spesifik kadar air dan susut pengeringan
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam farmakope herbal, yaitu tidak
lebih dari 10%, sedangkan untuk kadar abu melebihi standar kadar abu farmakope
herbal untuk bawang putih (Allium sativum L.) yaitu 3%. Tingginya kadar abu
melebihi standar dapat dikarenakan perbedaan lokasi tumbuh, perbedaan lokasi
memungkinkan berbedanya kandungan mineral dalam tanah sehingga logam non-
fisiologis tersebut mengontaminasi umbi bawang. Untuk memastikan kadar logam
fisiologis dan non fisiologis pada umbi bawang putih dapat dilakukan pengujian
lanjutan yaitu uji kadar abu larut air dan kadar abu tidak larut asam.
Pada proses pembuatan serbuk bawang putih ini terjadi perubahan warna
(discoloration) pada bubur halus (puree) bawang putih (Allium sativum L.) setelah
proses penghalusan menggunakan blender. Warna bubur bawang putih yang
semula kekuningan berubah menjadi kuning kehijauan yang diduga akibat dari
destruksi umbi bawang yang menyebabkan reaksi kimia yang melibatkan
thiosulfinat. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa perubahan warna hanya
terjadi pada bawang putih (Allium Sativum L.) yang diproses atau mengalami
perlakuan khusus. (Kubec et al., 2004). Thiosulfinat, khususnya thiosulfinat l-
propenyl, diketahui berperan sebagai pembentuk warna dalam peristiwa
perubahan warna tersebut. Senyawa ini dibentuk dari turununan sulfoksida
berbeda dari sistein di bawah proses katalitik allinase. Allinase dalam sel bawang
putih (Allium Sativum L.) terdapat dalam vakuola, sedangkan substratnya yang
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berupa senyawa alliin berada di sitosol. Dalam penelitian ini dilakukan
pemblenderan pada umbi bawang putih (Allium Sativum L.) segar, akibatnya
vakuola yang banyak terkandung di dalamnya mengalami kerusakan dan pecah
sehingga menyebabkan terjadinya reaksi antara allinase dengan substratnya yang
terdapat di sitosol. Reaksi enzimatis inilah yang akhirnya menghasilkan turunan
thiosulfinat yang berperan sebagai pembentuk pigmen dalam peristiwa perubahan
warna bawang putih (Allium Sativum L.) (Zang et al., 2013).
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus jantan
galur Sprague Dawley berusia 9-10 minggu. Tikus yang digunakan merupakan
tikus yang sehat dan fertil dengan rentang bobot 200-300 gram. Galur Sprague
Dawley dipilih karena tikus jenis ini cenderung lebih tenang dan lebih mudah
penanganannya (Albany.edu, 2015). Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan
yang tinggi ditandai dengan jumlah spermatozoa pada epididimis yang lebih
banyak dibandingkan dengan galur lain, sehingga banyak penelitian yang
berkaitan dengan reproduksi menggunakan tikus galur Sprague Dawley sebagai
hewan uji (Wilkison et al., 2002).
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan 4 kelompok perlakuan yang
masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus jantan (Rattus novergicus L.) galur
Sprague Dawley. Aklimatisasi selama 2 minggu dilakukan sebelum pemberian
perlakuan, hal ini bertujuan agar tikus beradaptasi dengan lingkungannya terlebih
dahulu. Selama proses aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan
pengukuran berat badan tikus. Salah satu penanda bahwa tikus dapat beradaptasi
dengan baik adalah adanya peningkatan berat badan. Dalam penelitian ini
keseluruhan hewan uji bertahan hidup hingga saat terminasi (tidak ada drop out).
Pada pengujian konsentrasi protein kaspase-3 digunakan sampel jaringan
testis yang disiapkan ke dalam bentuk homogenat jaringan. Dalam proses
homogenasi, sampel testis difiksasi menggunakan Phosphate Buffer Saline (PBS)
kemudian dihomogenasi menggunakan Stirrer Homogenizer dengan kecepatan
500 rpm selama 10 menit tiap sampelnya. Sampel yang telah homogen kemudian
dimasukkan ke dalam tube dan disimpan dalam freezer dengan suhu -20°C.
Sebelum digunakan sampel beku terlebih dahulu didiamkan dalam suhu ruang
(±240 C) hingga mencair (freeze-thaw process). Keseluruhan proses ini bertujuan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk membantu degradasi membran sehingga protein dapat keluar dan terdeteksi
pada saat pengujian. Proses freeze-thaw berulang dapat merusak sampel, sehingga
sebaiknya proses ini hanya dilakukan sesaat sebelum dilakukannya pengujian.
Analisa protein kaspase-3 dalam penelitian ini dikerjakan menggunakan
metode ELISA. Metode ini dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan,
diantaranya adalah karena tingkat akurasinya yang tinggi, kesederhanaan dalam
proses pengerjaan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit serta tidak
membutuhkan proses yang kompleks sebagaimana yang dikerjakan pada metode
PCR. Kekurangan dari metode ini adalah ketidak mampuan mengetahui jalur
apoptosis, hal ini dikarenakan kaspase-3 merupakan protein efektor yang berada
pada hilir proses apoptosis sehingga kaspase-3 akan bekerja pada proses apoptosis
dari jalur manapun.
Data yang dihasilkan oleh ELISA merupakan data kuantitatif sehingga dari
data tersebut dapat menggambarkan konsentrasi protein kaspase dalam jaringan
testis. Selain data kuantitatif, hasil pengujian ELISA juga digambarkan dengan
adanya warna kuning yang terbentuk. Intensitas warna kuning yang teramati
dalam analisis menggambarkan konsentrasi kaspase-3 yang terkandung. Dari data
yang diperoleh, pemberian serbuk bawang putih (Allium Sativum L.) secara oral
selama 30 hari dengan dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB tidak
memberikan hasil yang signifikan (p≥0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa
serbuk bawang putih (Allium Sativum L.) tidak mempengaruhi regulasi apoptosis
sel germinal tikus putih jantan. Meskipun tidak signifikan secara statistik, namun
pemberian serbuk bawang putih (Allium Sativum L.) menunjukkan adanya
penurunan konsentrasi protein kaspase-3 pada seluruh kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p≥0,05). Hasil ini merupakan temuan
baru, di mana pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa pemberian bawang
putih (Allium Sativum L.) dalam bentuk potongan kasar selama 30 hari mampu
menginduksi kematian sel germinal melalui jalur apoptosis (Hammami et al.,
2009).
Bobot testis dikaitkan dengan fertilitas dan proses spermatogenesis
meskipun keakuratannya perlu diteliti lebih lanjut (Kulshrestha and Mathur,
1990). Hasil pemberian kronik serbuk bawang putih (Allium Sativum L.) selama
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30 hari menunjukkan penurunan bobot testis pada dosis 50 mg/kgBB, sedangkan
peningkatan bobot testis teramati pada pemberian serbuk bawang putih (Allium
Sativum L.) dosis 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB. Meskipun demikian, hasil
dari ketiga dosis tersebut tidak berbeda secara signifikan terhadap kelompok
kontrol (p≥0,05). Hasil dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi Kaspase-3 dan Bobot Testis
Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley
Peningkatan bobot testis dan penurunan konsentrasi kaspase-3 diduga
saling berkaitan. Efek tersebut diduga merupakan aktivitas antioksidan dari
bawang putih (Allium Sativum L.) yang mengeliminasi radikal bebas/oksidan.
Oksidan yang biasa berada dalam tubuh adalah reactive oxygen species (ROS),
ketidak seimbangan antara oksidan dan antioksidan menyebabkan perusakan sel
dan apoptosis oleh oksidan tersebut. Sel germinal secara unik kaya akan
polyunsaturated fatty acid (PUFA), karena strukturnya, PUFA ini sangat mudah
diserang oleh ROS (Verma dan Kanwar, 1999). Aktivitas antioksidatif
mengeliminasi ROS dari tubuh sehingga menurunkan angka apoptosis serta
memberikan perbaikan pada kerusakan sel yang disebabkan oleh ROS, hasil ini
memperkuat hasil dari penelitian sebelumya oleh Kasuga et al (2001). Asumsi
yang dapat diambil adalah dengan rendahnya apoptosis dan adanya perbaikan
pada sel jaringan testis maka lebih banyak survival cell pada jaringan testis,
sehingga testis dengan konsentrasi kaspase-3 rendah memiliki bobot yang lebih
tinggi dibandingkan testis dengan konsentrasi kaspase-3 tinggi yang banyak
mengalami kerusakan sel.
KontrolNegatif
dosis 50mg/kgBB
dosis 100mg/kgBB
dosis150mg/kgBB
0.803 0.753 0.778 0.649
1.4307 1.34643 1.38641 1.51164
Kaspase-3 bobot testis
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sifat antioksidan yang dimiliki senyawa kimia dalam bawang putih
(Allium Sativum L.) disebut aktivitas antioksidatif. Allisin merupakan senyawa
yang terkandung dalam putih dan memiliki aktivitas antioksidan tinggi, turunan
dari senyawa allisin ini juga memiliki aktivitas antioksidan namun dengan
kekuatan lebih rendah. Senyawa ini bekerja dengan meningkatkan enzim
protektif, yaitu glutation peroksidase, superoksida dismutase (SOD), dan katalase
(CAT) (Wei dan Lau, 1998). Mekanisme eliminasi radikal bebas secara enzimatik
yaitu dengan SOD segera merubah superoksida pada radikal bebas menjadi H2O2
yang kemudian akan mengalami detoksifikasi menjadi air oleh enzim katalase di
dalam lisosom atau oleh enzim glutathione peroxidase di dalam mitokondria.
Selain melalui proses enzimatik, eliminasi radikal bebas dalam jaringan testis juga
diduga melalui proses non-enzimatik di mana dalam penelitian ini kandungan
Zinc (Zn) dalam bawang putih (Allium Sativum L.) juga memiliki aktivitas
sebagai antioksidan yang bekerja dengan menjadi kofaktor dari enzim-enzim
protektif tersebut di atas (Astuti, 2009).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ghalehkandi (2014) serta Ponnusamy
dan Pari (2011) mendukung dugaan ini. Ghalehkandi menjelaskan bahwa
pemberian jus bawang putih secara signifikan menurunkan aktivitas malon
dialdehyde (MDA) pada semen tikus, di mana MDA ini merupakan representasi
dari kerusakan sel/jaringan yang terjadi. Pada penelitian Ponnusamy dan Pari
menggunakan senyawa dialil tetrasulfida dari bawang putih, menghasilkan
penurunan akumulasi Cadmium (Cd) dan lipid peroksidase pada testis tikus yang
telah diinduksi Cd sebelumnya.
Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan dengan menggunakan
mikroskop motik pada 5 lapang pandang, kemudian dilakukan perhitungan
persentase spermatozoa yang memiliki gerak aktif dan progresif. Pemberian
serbuk bawang putih (Allium Sativum L.) dengan dosis 150 mg/kgBB dalam
penelitian ini menunjukkan penurunan yang signifikan pada persentase motilitas
spermatozoa, namun pada dua dosis lainnya yaitu 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Penurunan persentase motilitas yang terjadi masih berada
dalam rentang fertil, yaitu lebih dari 50 % spermatozoa dengan motilitas baik
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
teramati. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
Hosseini dan Khaki (2014), bahwasannya pemberian ekstrak bawang putih
(Allium Sativum L.) dengan dosis 500 dan 1000 mg/kgBB mengakibatkan sedikit
penurunan pada motilitas spermatozoa yang tidak mengakibatkan efek infertil.
Grafik persentase motilitas spermatozoa dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik Persentase Motilitas Spermatozoa
Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley
Penurunan persentase motilitas spermatozoa pada penelitian ini diduga erat
kaitannya dengan perubahan ionik dan osmotik pada lingkungan spermatozoa. Ion
Ca2+
merupakan second messenger yang berperan sebagai regulator utama dalam
motilitas spermatozoa. Ion Ca2+
pada konsentrasi submikromolar (140-900 nM)
dikaitkan dengan perubahan bentuk gelombang serta arah gerak spermatozoa, dan
bertanggung jawab atas inisisasi gerak spermatozoa (Ahmad, 2012). Senyawa
aktif umbi bawang putih (Allium sativum L.) yang diketahui mempengaruhi
ketersediaan intraseluler ion Ca2+
adalah senyawa Ajoene. Senyawa aktif tersebut
diperkirakan bertindak sebagai bloker pada Voltage-gated Ca2+
channel dan
cyclic nucleotide-gated Ca2+
channels yang terdapat di principal piece dari
flagellum sehingga menghambat masuknya ion Ca2+
ke dalam sel dan
menyebabkan terjadinya kegagalan hiperaktivasi (Siegel et al., 1992). Selain
menghambat influx Ca2+
ke dalam sel, pada penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa pemberian serbuk bawang putih (Allium Sativum L.) terbukti menurunkan
konsentrasi Ca2+
dalam plasma. Hal ini diduga terjadi sebagai hasil dari
penurunan absorpsi pada ginjal (Aka et al., 2010).
Hasil penelitian lain yang mendukung hasil ini dilaporkan oleh Dixit dan
Joshi (1982). Serbuk bawang putih dengan dosis 50 mg/kgBB diberikan selama
KontrolNegatif
dosis 50mg/kgBB
dosis 100mg/kgBB
dosis150mg/kgBB
78.300 80.117
76.390
73.549
Motilitas
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70 hari sebagai bahan perlakuan, hasil yang teramati dari penelitian tersebut
adalah adanya penghentian proses spermatogenesis pada tahap spermatosit primer,
penurunan bobot kelenjar aksesori, serta perubahan histologi sel somatik.
Chakrabarti et al (2003) juga menyebutkan ekstrak air bawang putih (Allium
Sativum L.) memiliki aktivitas spermisidal pada spermatozoa tikus serta ejakulat
manusia. Sebaliknya, pada penelitian in vivo menggunakan ekstrak air bawang
putih (Allium Sativum L.) dosis 100 mg/kgBB selama 3 bulan memperlihatkan
adanya peningkatan spermatozoa (Al-bekairi et al, 1990).
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dalam penelitian ini regulasi
apoptosis yang terjadi secara statistik tidak memiliki hubungan dengan motilitas
spermatozoa (koefisien korelasi 0,007). Hasil yang sama juga diperoleh pada
penelitian sebelumnya oleh Almeida et al (2005). Kemugkinan yang bisa saja
terjadi adalah bawang putih mempengaruhi motilitas bukan pada tahap
spermatogenesis sehingga tidak berhubungan dengan kematian sel, namun lebih
pada gangguan fisiologis sepert penjelasan yang diuraikan di atas. Hasil uji
korelasi juga menyatakan tidak adanya hubungan antara bobot testis dengan
motilitas spermatozoa, serta adanya hubungan yang tidak signifikan antara bobot
testis dengan konsentrasi kaspase-3. Hubungan bobot testis dengan konsentrasi
kaspase-3 ini cukup rasional jika dikaitkan dengan aktivitas senyawa bioaktif
bawang putih terhadap ROS, namun perlu dilakukan penelitian lebih mendalam
untuk memastikan kebenaran dugaan tersebut.
Dari hasil penelitian ini serta beberapa penelitian sebelumya yang
disebutkan di atas menunjukkan bahwa efek pemberian bawang putih (Allium
sativum L.) dengan bentuk sediaan, dosis, dan jangka waktu yang berbeda dapat
memberikan efek yang berbeda pula terhadap parameter fertilitas tikus jantan. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi senyawa bioaktif dalam tiap bentuk
sediaan yang berbeda. Hasil penelitiaan ini memberikan informasi bahwa
penggunaan serbuk bawang putih (Allium sativum L.) secara oral dengan dosis 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB selama 30 hari tidak mengakibatkan
efek infertil, sehingga terapi menggunakan serbuk bawang putih dengan rentang
dosis serta jangka waktu tersebut dianggap aman bagi kesuburan pria.
48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum L) dengan dosis 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB selama 30 hari tidak
mempengaruhi regulasi apoptosis sel germinal tikus putih jantan galur
Sprague Dawley melalui kaspase-3
2. Pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum L) dengan dosis 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB selama 30 hari
menurunkan motilitas spermatozoa tikus putih jantan galur Sprague
Dawley namun masih dalam rentang fertil.
3. Pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum L) dengan dosis 50
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB selama 30 hari tidak
mempengaruhi bobot tesis tikus putih jantan galur Sprague dawley
4. Tidak ada korelasi antara mekanisme motilitas spermatozoa dan
konsentrasi kaspase-3 dalam penelitian ini.
5. Terapi menggunakan serbuk bawang putih (Allium sativum L) dengan
dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB selama 30 hari
dianggap aman bagi kesuburan pria.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap efek antifertilitas
bawang putih (Allium sativum L.) dengan bentuk sediaan, dosis, dan
jangka waktu pemberian berbeda.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap parameter lain terkait
kemungkinan adanya efek antifertilitas berdasarkan penelitian-
penelitian sebelumnya.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, K. 2012. Regulation of Human Sperm Motility and Hyperactivation
Components by Calcium, Calmodulin, and Protein Phosphatases.
Archives of Andrology 35:187-208.
Aka, LO et al., 2010. The Effects of Dietary Supplementation of Allium sativum
on Some Vital Biochemical Parameters in Male Albino Rats. Sokoto
Journal of Veterinary Sciences (2010). 8(1):26-30.
Amagase, Haranobu. 2006. Clarifying the Real Bioactive Constituents of Garlic.
The Journal of Nutrition 136: 716S-725S.
Amagase, Haranobu. et al. 2001. Intake of Garlic and Its Bioactive Components.
The Journal of Nutrition 131:955S-962S
Ashkenazi A dan Dixit VM. 1998. Death Receptors: Signaling and Modulation.
Science 281: 433-442.
Ashraf, Rizwan et al., 2011. Garlic (Allium sativum) Supplementation with
Standard Antidiabetic Agent Provides Better Diabetic Control in Type 2
Diabetes Patients. Pak. J. Pharm. Sci., Vol.24, No.4, October 2011, pp.565-
570
Ashraf, Rizwan, et al. 2013. Effects of Allium sativum (Garlic) on Systolic and
Diastolic Blood Pressure in Patients with Essential Hypertension. Pak. J.
Pharm. Sci., Vol.26, No.5, September 2013, pp.859-863
Astuti, Sussy. 2009. Profil Imunohistokimia Antioksidan Copper, Zincsuperoxide
Dismutase (Cu,Zn-Sod) dan Jumlah Sel Spermatogenik pada Jaringan
Testis Tikus yang Diberi TEP. Lembaga penelitian.
Ayaz, E. dan Halpsoy HC. 2007. Garlic (Allium sativum) and traditional
medicine. Turkiye Parazitol Derg. 2007;31(2):145-9.
Banerjee, SK. et al 2001. Garlic-induced alteration in rat liver and kidney
morphology and associated changes in endogenous antioxidant status. Food
and Chemical Toxicology 2001;39(8):793-797.
Boepple P.A., Hayes F.J., Dwyer A.A., Raivio T., Lee H., Crowley W.F.,
Pitteloud N.,Relative roles of inhibin B and sex steroids in the negative
feedback regulation of follicle-stimulating hormone in men across the full
spectrum of seminiferous epithelium function. Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism 93(5), pp. 1809-1814, 2008.
Boitani, C., M. Stefanini, A. Fragale, and A.R. Morena. 1995. Activin stimulates
Sertoli cell proliferation in a defined period of rat testis development.
Endocrinology. 136:5438-5444.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chada, M., R. Prusa, J. Bronsky, K. Kotaska, K. K. Sidlova, M. Pechova, and
L. Lisa. 2003. Inhibin B, follicle stimulating hormone, luteinizing
hormone and testosteron during childhood and puberty in males: Changes
in serum concentration in relation to age and stage of puberty. Physiol.
Res. 52:45-51.
Chairul. 2003. Identifikasi Secara Cepat Bahan Bioaktif pada. Tumbuhan di
Lapangan. Jurnal Berita Biologi, Vol 6,. No. 4, April 2003.
Chakrabarti K, Pal S, Bhattacharyya AK. 2003. Sperm immobilization Activity of
Allium sativum L. and Other Plant Extracts. Asian J Andrology 2003; 5:
131–5.
Chang, H.Y. and Yang, X. 2000. Proteases for Cell Suicide: Functions and
Regulation of Caspase. Microbiol.Mol.Biol.Rev. 64: 821-846
Chemes HE. Infancy is not a period of testicular development. Int J Androl.,
2001. 24:2-7
Chhatwal, Simran et al. 2012. To Study The Antihyperglycaemic And Lipid
Lowering Effect of Garlic as An Adjunct to Metformin in Patients of Type 2
Diabetes Mellitus with Obesity. International Journal of Basic & Clinical
Pharmacology. July-August 2012 | Vol 1, Issue 1.
Clermont, Y. (1962) Quantitative Analysis of Spermatogenesis of The Rat: A
Revised Model for The Renewal of Spermatogonia. Am. J. Anat. Ill, 111-
129.
Corzo-Martinez M., Corzo N. & Mar Villamiel. (2007). Biological properties of
onions and garlic, Trends in Food Science & Technology, 18, 609-625.
Daniel, N.N., dan Krosmeyer, S.J. 2004. Cell Death : Critical Control Points. Cell.
116 : 205-219.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Gizi. 1992. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bharata,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid
VI. Direktorat jenderal pengawasan obat dan makanan: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Dixit, VP. dan S. Joshi. 1982. Effects of Chronic Administration of Garlic (Allium
sativum Linn) on Testicular Function.
Engvall, E. dan Perlman P. 1971. "Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Quantitative assay of immunoglobulin G". Immunochemistry 8 (9): 871–4.
Evans WC (1996). Trease and Evans Pharmacognosy, 14th
Edition, Bailiere
Tindall W.B. Sauders company ltd; London.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Finn, G. 1994. Textbook of Histology. Diterjemahkan oleh Gunawijaya A. Buku
Teks Histologi Jilid 2. Jakarta: Binapura Akasara.
Ghalehkandi, G. 2014. Garlic (Allium sativum) Juice Protects from Semen
Oxidative Stress in Male Rats Exposed to Chromium Chloride. Anim.
Reprod., v.11, n.4, p.526-532, Oct./Dec. 2014
Gupta, S. Molecular steps of death receptors and mitochondrial pathway of
apoptosis. Life sci 69: 2957-2964, 2001.
Guyton, AC. dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Hammami, et al. 2009. Chronic Crude Garlic Feeding Modified Adult Male Rat
Testicular Markers: Mechanism of Action. Reproductive Biology and
Endocrinology 2009, 7:65 doi:10.1186/1477-7827-7-65
Hapsoh., Rahmawati. 2008. Modul Agronomi: Budidaya Tanaman Obat-Obatan.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Harbone, JB. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro;
Hayes, A. et al. 2001. The development of articular cartilage: Evidence for an
appositional growth mechanism. Anatomy and Embryology 203(6), pp. 469-
479
Hernawan, Udhi Eko dan Ahmad Dwi Setyawan. 2003. REVIEW: Senyawa
Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Aktifitas Biologinya.
Biofarmasi 1 (2): 65-76, Agustus 2003, ISSN: 1693-2242
Kaspul. 2004. kualitas Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Setelah
Perlakuan Dengan Boraks. Bioscientiae Volume 1, Nomor 2.
Kasuga et al. 2001. Pharmacologic Activities of Aged Garlic Extract in
Comparison with Other Garlic Preparations. American Society for
Nutritional Sciences.
Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego. CA: Academic Press. Hal:
150-152
Kubec R., Svobodova ` M. and Velı `sek J. 1999. Gas chromatographic
determination of S-alk(en)ylcysteinesulphoxides. Journal of
Chromatography A 862: 85–94.Kirsch, et al., 1999
Lequin, RM. 2005. Enzyme Immunoassay (EIA)/Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay (ELISA). Clinical Chemistry 51 (12): 2415–2418.
Li Y, Xu Shi-ying (2007). Preparation of Garlic Poweder with High Allicin
Content. Agric. Sci. China, 6(7): 890-898.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
M, al-Bekairi A, Shah A H, Qureshi S. 1990. Effect of Allium sativum on
Epididymal Spermatozoa, Estradiol-treated Mice and General Toxicity.
Journal of Ethnopharmacology 29 (2): 117-25.Almeida et al (2005
Malole, Sri Utami Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di.
Laboratorium. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Hal : 104 – 112.
McNeilly, A.S., C.J. Souja, D.T. Baird, I.A. Swanston, J. McVerry, J.
Cranfield, and G.A. Lincoln. 2002. Production of inhibin a not b in
rams: changes in plasma inhibin a during testis growth, and expression
of inhibin /activin subunit mrna and protein in adult testis. J.
Reproduction. 123:827-835.
Moreno, Lizama, dkk.. 2006. Caspase Activation Throughout The First Wave of
Spermatogenesis in The Rat. Cell Tissue Res 325 : 533-540.
Omotoso, G et al. 2009. Effects Of Aqueous Extract of Allium Sativum (Garlic)
on Semen Parameters in Wistar Rats. The Internet Journal of Urology. 2009
Volume 7 Number 2.
Oommen, Suby et al., 2003. Allicin (from Garlic) Induces Caspase-Mediated
Apoptosis in Cancer Cells. European Journal of Pharmacology 485 (2004)
97– 103
Pentikäinen V, 2002. Regulation of Male Germ Cell Apoptosis: Roles of sex
steroids and the cellular death receptors Fas and TNFR1. Dissertation.
Programme for Developmental and Reproductive Biology Biomedicum,
Helsinki University of Helsinki, Finlanda.
Print, Cristin G. dan Kate Lakoski Loveland. 2000. Germ Cell Suicide: New
Insights into Apoptosis During Spermatogenesis. BioEssays 22:423±430, ß
2000 John Wiley & Sons, Inc.
Raff, M. 1998. Cell Suicide for Beginners. Nature 396:119-122.
Roser, David. 1991. Bawang Putih untuk Kesehatan Jakarta: Bumi Aksara
Rukmana, Rahmat. 1995. Budidaya Bawang Putih. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Rusmiati. 2007. Pengaruh ekstrak kayu secang (Caesalpinia Sappan L.) terhadap
spermatozoa mencit jantan (Mus musculus L.). Bioscientiae. Kalimantan
Selatan. Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Lambung
Mangkurat 4 (2): 68
Sakkas D, Mariethoz E, St. John JC. Abnormal sperm parameters in humans are
indicative of an abortive apoptotic mechanism linked to the Fas-mediated
pathway. Exp Cell Res. 1999; 251: 350 -355
Santoso, H.B. 2000. Bawang Putih. Edisi ke-12. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Shaha C., Tripathi R., dan Mishra DP., 2010. Male germ cell apoptosis:
regulation and biology. Phil. Trans. R. Soc. B 365, 1501–1515
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sharp, Patrick E. 1998. Laboratory Animal Pocket Reference Series: The
Laboratory Rat. Published by CRC Press.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem ed. 2. Jakarta: EGC.
Simoni, M.J., B. Gromoli, and E. Nieschlag. 1997. The follicle-stimulating
hormone receptor: Biochemistry, molecular biology, physiology, and
patophysiology. Endocrine Reviews. 18(6):739-773.
Sowash, J.R. “Rat Dissection”, 1-9, May 2009.
Steller, H. (1995). The control of apoptosis in Drosophila. Trends Cell Biol. 5(2):
74—77
Sudarsono, A. Pudjoarinto, et al. 2006. Tumbuhan Obat 1. Yogyakarta: Pusat
Penelitian Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada.
Syamsiyah, Siti.2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih: Raja Antibiotik Alami.
Jakarta: Agro Media Pustaka
Verma A, Kanwar KC. 1999. Effect of Vitamin E on Human Sperm Motility and
Lipid Peroxidation in Vitro. Asian J Androl, 1:151-154.
Voigt, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh
Soendani N. S., UGM Press, Yogyakarta.
Wang X, Sharma RK, Sikka SC, Thomas AJ Jr, Falcone T, Agarwal A. Oxidative
Stress is Associated with Increased Apoptosis Leading to Spermatozoa
DNA Damage in Patients with Male Factor Infertility. Fertil Steril. 2003;80
Wei, Z., dan Lau, B. H. S. 1998. Nutrition Research, 18,61–70.
Wei, Zhihua and Benjamin Lau. 1998. Garlic Inhibits Free Radical Generation
and Augments Antioxidant Enzyme Activity in Vascular Endothelial
Cells. Nutrition Research, Vol. 18, No. 1, pp. 61-70.1998
Wibowo, Singgih. 2009. Budiya Bawang Putih. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wilkison, J.M., Halley,S., Towers, P.A. 2000. Comparison of male reproductive
parameters in three rat strains: Dark Agouti, Sprague Dawley and Wistar.
Australia: Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animals 34, 70-75.
World Health Organization. 1988. Understanding Semen Parameters. Geneva:
World Health Organization.
World Health Organization. 1999. Monographs on Selected Medicinal Plants, Vol
I. Geneva: World Health Organization.
World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health
Organization.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
World Health Organization. 2010. Standards for The Evaluation of Human
Semen. Geneva: World Health Organization.
Zang, Tao, et al. 2013. Ameta-analysis of Randomized, Double-blind, Placebo-
controlled Trials for The Effects of Garlic on Serum Lipid Profiles. J Sci
Food Agric (wileyonlinelibrary.com) DOI 10.1002/jsfa.5557
http://animalsciences.missouri.edu/courses/4314/microscope_slides/sperm.htm
http://www.sbs.utexas.edu/sanders/Bio347/Lectures/2006/Lecture%208%20200
https://jrsowash.wikispaces.com/file/view/rat.student.pdf
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tumbuhan
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Keterangan Kesehatan Hewan Uji
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Skema Uji Antifertilitas Bawang Putih (Allium sativum L.)
Aklimatisasi hewan uji
selama 2 minggu dengan
pakan standar
Simple random sampling
Kontrol Perlakuan
5 ekor tikus
Diberikan
pakan standar
dan suspensi
Na CMC
5 ekor tikus
Diberikan pakan
standar dan
suspensi serbuk
bawang putih
dosis
50mg/kgBB
5 ekor tikus
Diberikan pakan
standar dan
suspensi serbuk
bawang putih
dosis
100mg/kgBB
5 ekor tikus
Diberikan pakan
standar dan
suspensi serbuk
bawang putih
dosis
150mg/kgBB
Terminasi pada
hari ke-31
Kauda epididimis Testis
Uji Motilitas
Spermatozoa
Uji ELISA
Protein
Kaspase-3
Analisis Data
Pengukuran
bobot testis
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Skema Pembuatan Serbuk Bawang Putih (Allium sativum L.)
`
1 kg bawang putih segar
Kupas dan bersihkan.
Kemudian dihaluskan
menggunakan blender
Haluskan bawang kering
dengan lumpang dan alu
Ayak serbuk bawang putih
hasil freeze drymenggunakan
mesh 30-100
Pembuatan suspensi serbuk bawang
putih dengan dosis 50 mg/kgBB, 100
mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB.
Determinasi Tanaman
di LIPI
Dehidrasi dengan freeze dry
pada suhu 100F (-12,2
0C) dan
tekanan 10 Pa
Penapisan Fitokimia
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Dosis
VAO (
)
Dosis Rendah ( 50 mg/kgBB)
1 mL (
)
Konsentrasi = 12,5 mg/mL
Akan dibuat suspense untuk 5 ekor tikus untuk dosis rendah, maka sediaan
dibuat sebanyak 5 mL.
Ekstrak yang harus ditimbang sebanyak = 12,5 mg/mL x 5 mL = 62,5 mg.
Dosis Sedang ( 100 mg/kgBB)
1 mL (
)
Konsentrasi = 25 mg/mL
Akan dibuat suspense untuk 5 ekor tikus untuk dosis rendah, maka sediaan
dibuat sebanyak 5 mL.
Ekstrak yang harus ditimbang sebanyak = 25 mg/mL x 5 mL = 125 mg.
Dosis Tinggi ( 150 mg/kgBB)
1 mL (
)
Konsentrasi = 37,5 mg/mL
Akan dibuat suspense untuk 5 ekor tikus untuk dosis rendah, maka sediaan
dibuat sebanyak 5 mL.
Ekstrak yang harus ditimbang sebanyak = 37,5 mg/mL x 5 mL = 187,5
mg.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Uji Parameter Standar Serbuk Bawang Putih (Allium sativum L.)
1. Kadar Abu
Bobot cawan = 25,4719 gram
Bobot sampel = 2,00 gram
Bobot akhir = 25,5759 gram
% kadar abu =
=
= 5,175%
2. Kadar Air
Bobot sampel = 10 gram
Jumlah aquades awal = 2,0 mL
Jumlah aquades akhir = 2,7 mL
% kadar air =
=
= 7%
3. Susut Pengeringan
Bobot botol = 19,0074 gram
Bobot sampel = 1,0034 gram
Bobot akhir = 19,9108 gram
=
=
= 90,03%
Susut pengeringan= 100-90,03
= 9,97%
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 11. Freeze
Dryer
Gambar 12. Tanur
(Thermo Scientific)
Gambar 13. Bawang
Putih (Allium sativum
L.)
Gambar 14. Blender
(Panasonic)
Gambar 15. Freezer
(Sanyo)
Gambar 16. Oven
(Memmert)
Gambar 17. Botol
Timbang
Gambar 18. Kandang
Tikus.
Gambar 19.
Timbangan Analitik
Gambar 20. Kurs Silikat
Gambar 21. Tabung
Reaksi (Pyrex)
Gambar 22.
Mikropipet (Eppendorf)
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 23. Sentrifuge
(Eppendorf)
Gambar 24. Vortex
(Wiggenhouser)
Gambar 25. Alat
Bedah
Gambar 26. ELISA
Reader
Gambar 27. Mikroskop
Optik (Motic)
Gambar 28. Tempat
Pembiusan
Gambar 29. Stirrer
Homogenizer
Gambar 30. Kit ELISA
(Sunlong)
Gambar 31. Cawan
Penguap
Gambar 32. Lumpang
dan Alu
Gambar 33. Phosphate
Buffer Saline
Gambar 34. Alat
Destilasi Azeotrop
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Kegiatan Penelitian
Gambar 35.
Penimbangan Umbi
Bawang Putih
Gambar 36.
Penghalusan Umbi
Bawang Putih
Gambar 37. Bubur
(puree) Bawang Putih
Gambar 38. Proses
Freeze Dry
Gambar 39. Serbuk
Bawang Putih
Gambar 40. Pembuatan
Suspensi Bawang Putih
Gambar 41. Suspensi
Serbuk Bawang Putih
Gambar 42. Tikus
(Rattus norvegicus)
Gambar 43.
Penyondean Hewan Uji
Gambar 44. Pembiusan
Hewan Uji
Gambar 45.
Pembedahan Hewan Uji
Gambar 46.
Penimbangan Bobot
Testis
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 47.
Homogenasi Jaringan
Testis
Gambar 48. Homogenat
Jaringan
Gambar 49. Tahapan
Uji ELISA
Gambar 50. Sampel
ELISA
Gambar 51. Pembacaan
Absorbansi Sampel
Menggunakan ELISA
Reader
Gambar 52. Pengenceran
Spermatozoa pada
Kauda Epididimis
Menggunakan NaCl
Gambar 53. Penotolan
Spermatozoa pada Kaca
Neubauer
Gambar 54.
Pengamatan Motilitas
Spermatozoa
Menggunakan
Mikroskop
Gambar 55. Penampakan
Spermatozoa di Bawah
Mikroskop
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Penapisan Fitokimia
No. Penapisan Serbuk Hasil Penapisan Keterangan
1. Alkaloid
Gambar 56. Uji
Alkaloid
Meyer (+) : menghasilkan
endapan putih
Bouchard (+) : warna coklat-
hitam
Dragendorf (+) : warna
jingga-merah
2. Flavonoid
Gambar 57. Uji
Flavonoid
Flavonoid (-) : Penambahan
NaOH tidak memberikan
perubahan warna kuning yang
intens
3. Saponin
Gambar 58. Uji
Saponin
Saponin (+) : terbentuk
busa/buih yang stabil
4. Steroid
Gambar 59. Uji
Steroid
Steroid (+) : terbentuk
warna merah setelah
pengocokan
5. Tannin
Gambar 60. Uji
Tannin
Tannin (-) : penambahan
FeCl3 tidak memberikan
perubahan warna menjadi
ungu, biru, atau hijau.
6. Terpenoid
Gambar 61. Uji
Terpenoid
Terpenoid (+) : terbentuk
warna jingga pada interfase
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Kurva Kalibrasi ELISA Kaspase-3
Konsentrasi
(x)
Absorbansi Standar
Standar 1 Standar 2 Rata-rata 1/absorbansi
0 0.105 0.045 0.075 13.334
0.6 0.133 0.196 0.164 6.079
2.4 0.512 0.542 0.527 1.897
3.6 1.043 0.517 0.78 1.282
5.4 1.145 1.145 1.145 0.873
Berdasarkan hasil kurva kalibrasi dengan memplotkan konsentrasi sebagai
(x) dan absorbansi sebagai (y) maka didapatkan persamaan regresi yaitu:
y = 0.2004x + 0.0574
Dengan menggunakan nilai rerata absorbansi pada masing-masing sampel
yang diuji, maka konsentrasi sampel daat ditentukan sesuai dengan persamaan
regresi pada kurva standar.
y = 0.2004x + 0.0574
R² = 0.9992
0
0.5
1
1.5
0 2 4 6
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi ng/mL
Kurva Kalibrasi
Absorbansi
Linear
(Absorbansi)
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Analisis Data Konsentrasi Kaspase-3
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Konsentrasi Kaspase 3
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi kaspase-3 tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi kaspase-3 terdistribusi normal
Ha : Data konsentrasi kaspase-3 tidak terdistribusi
normal
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
Konsentrasi
Kaspase-3
kontrol .278 5 .200*
dosis 50 .243 5 .200*
dosis 100 .241 5 .200*
dosis 150 .246 5 .200*
Keputusan : Uji normalitas konsentrasi kaspase 3 seluruh kelompok uji
terdistribusi normal.
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi kaspase-3 tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi kaspase-3 homogen
Ha : Data konsentrasi kaspase-3 tidak homogen
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
Konsentrasi Kaspase-3
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.450 3 16 .265
Keputusan : Uji Homogenitas konsentrasi kaspase 3 seluruh kelompok
homogen (p≥0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA
2. Uji Analysis of Varian (ANOVA)
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi kaspase-3 tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi kaspase-3 tidak berbeda secara
signifikan
Ha : Data konsentrasi kaspase-3 berbeda secara
signifikan
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
ANOVA
Konsentrasi Kaspase-3
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .069 3 .023 .341 .796
Within Groups 1.076 16 .067
Total 1.145 19
Keputusan : konsentrasi kaspase-3 tidak berbeda secara signifikan,
sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Analisis Data Bobot Testis
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Motilitas Sperma
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat data bobot testis tikus homogen atau tidak
Hipotesis : Ho : Data bobot testis terdistribusi normal
Ha : Data bobot testis tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
Bobot
Testis
Kontrol .211 5 .200*
dosis 50 .296 5 .175
dosis 100 .396 5 .010
dosis 150 .190 5 .200*
Keterangan: Keputusan : Uji normalitas bobot testis seluruh kelompok uji
terdistribusi normal.
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data Motilitas Spermatozoa tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data Motilitas Spermatozoa homogen
Ha : Data Motilitas Spermatozoa tidak homogen
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances
Bobot Testis
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.104 3 16 .956
Keputusan : Uji Homogenitas bobot testis seluruh kelompok
homogen (p≥0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Uji Analysis of Varian (ANOVA)
Tujuan : Untuk melihat data motilitas spermatozoa tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data motilitas spermatozoa tidak berbeda secara
signifikan
Ha : Data motilitas spermatozoa berbeda secara
signifikan
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
ANOVA
Bobot Testis
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups .075 3 .025 2.207 .127
Within Groups .182 16 .011
Total .257 19
Keputusan : Bobot testis tidak berbeda secara signifikan, sehingga tidak
perlu dilakukan pengujian lanjutan.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Analisis Data Motilitas Spermatozoa
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Motilitas Sperma
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat data Motilitas Sperma tikus homogen atau
tidak
Hipotesis : Ho : Data Motilitas Spermatozoa terdistribusi normal
Ha : Data Motilitas Spermatozoa tidak terdistribusi
normal
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Keputusan : Uji normalitas motilitas spermatozoa seluruh kelompok uji
terdistribusi normal.
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data Motilitas Spermatozoa tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data Motilitas Spermatozoa homogen
Ha : Data Motilitas Spermatozoa tidak homogen
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
Motilitas
Sperma
Kontrol .188 5 .200*
dosis 50 .284 5 .200*
dosis 100 .209 5 .200*
dosis 150 .209 5 .200*
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
Motilitas Sperma
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.178 3 16 .910
2. Uji Analysis of Varian (ANOVA)
Tujuan : Untuk melihat data motilitas spermatozoa tikus homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data motilitas spermatozoa tidak berbeda secara
signifikan
Ha : Data motilitas spermatozoa berbeda secara
signifikan
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
ANOVA
Motilitas Spermatozoa
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 118.274 3 39.425 7.134 .003
Within Groups 88.421 16 5.526
Total 206.695 19
Keputusan: motilitas spermatozoa berbeda secara bermakna, sehingga
pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap motilitas spermatozoa kelompok
hewan uji.
Tujuan : Untuk menentukan data motilitas spermatozoa kelompok
mana yang memberikan nilai yang berbeda secara
signifikan dengan data motilitas spermatozoa kelompok
lainnya.
Hipotesis : Ho : Data motilitas spermatozoa tidak berbeda secara
signifikan
Ha : Data motilitas spermatozoa berbeda secara
signifikan
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Motilitas Sperma
LSD
(I) kelompok (J) kelompok Mean
Difference (I-
J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol
dosis 50 -1.816677 1.486783 .239 -4.96852 1.33516
dosis 100 1.910119 1.486783 .217 -1.24172 5.06196
dosis 150 4.751155* 1.486783 .006 1.59932 7.90300
dosis 50
kontrol 1.816677 1.486783 .239 -1.33516 4.96852
dosis 100 3.726796* 1.486783 .023 .57496 6.87864
dosis 150 6.567832* 1.486783 .000 3.41599 9.71967
dosis 100
kontrol -1.910119 1.486783 .217 -5.06196 1.24172
dosis 50 -3.726796* 1.486783 .023 -6.87864 -.57496
dosis 150 2.841036 1.486783 .074 -.31080 5.99288
dosis 150
kontrol -4.751155* 1.486783 .006 -7.90300 -1.59932
dosis 50 -6.567832* 1.486783 .000 -9.71967 -3.41599
dosis 100 -2.841036 1.486783 .074 -5.99288 .31080
Keterangan: dosis 150 mg/kgBB berbeda secara signifikan dengan kelompok control
dan kelompok dosis 50 mg/kgBB, namun tidak berbeda secara signifikan dengan
kelompok dosis 100 mg/kgBB.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Uji Korelasi antar Variabel
Uji Korelasi Pearson
Tujuan : Untuk menunjukkan hubungan antara variabel
konsentrasi kaspase-3 dengan variable lain
Hipotesis : Ho : Tidak terdapat hubungan antara variabel konsentrasi
kaspase-3 dengan variable lain
Ha : terdapat hubungan antara variabel konsentrasi
kaspase-3 dengan variable lain
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Correlation
Motilitas
Sperma
Bobot
Testis
Konsentrasi
Kaspase-3
Motilitas Sperma
Pearson Correlation 1 -.119 .007
Sig. (2-tailed)
.618 .977
N 20 20 20
Bobot Testis
Pearson Correlation -.119 1 -.262
Sig. (2-tailed) .618
.265
N 20 20 20
Konsentrasi
Kaspase-3
Pearson Correlation .007 -.262 1
Sig. (2-tailed) .977 .265
N 20 20 20
Keterangan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
konsentrasi kaspase 3 dengan variable lain.