Download - Tugas Manajemen Kesehatan Anjing Dan Kucing
TUGAS
MANAJEMEN KESEHATAN ANJING DAN KUCING
“PENYAKIT INFECTIOUS DAN NON-INFECTIOUS PADA ANJING DAN KUCING”
OLEH :
YUNITA AMELIA NOPE
(1309012024)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
A. Penyakit Pada Anjing
1. Canine Distemper
Canine Distemper merupakan penyakit akut hingga subakut pada hewan,
menyerang saluran pencernaan, pernapasan dan sistem saraf pusat. Agen
penyababnya adalah Virus canine distemper, Virus ini dapat ditransmisikan
melalui aerosol (udara), dimana droplets tersebut berasal dari napas atau
sekresi nasal hewan penderita distemper.
Patogenesis :
• Virus distemper dapat menyebar melalui udara dan paparan terhadap droplet.
Perkembangan virus ini dalam tubuh sangat tergantung dari kondisi hewan yang
terinfeksi. Bila hewan telah memiliki kekebalan, maka hewan tersebut akan
menjadi subklinis dan sel yang telah terinfeksi akan lisis atau terjadi neutralisasi
virus.
• Bila respon imun gagal maka anjing yang terinfeksi akan mati dalam 2-4
minggu pasca infeksi Virus canine distemper.
• Jika respon imun hewan masih mampu melawan virus – virus akan bertahan
lama dan menyabar lebih dalam tubuh melalui jaringan limfatik (viremia) –
traktus respiratorius,gastrointestina,urogenital,dan saraf pusat – 6 hari post
infeksi hewan akan mengalami leleran dari hidung, depersi, dan anoreksia –
infeksi berlanjut dan kadang dapat diikuti dengan infeksi bakteri.
Pengobatan: Antibiotik , terapi cairan suportif termasuk cairan intravena untuk
mengoreksi dehidrasi, obat-obatan untuk mencegah muntah dan diare dan
antikonvulsan dan obat penenang untuk mengontrol kejang.
Pencegahan: Vaksinasi terhadap distemper hampir 100% melindungi. Semua
anak-anak anjing harus divaksinasi usia 8 minggu. Anjing betina yang hamil
harus diberikan DHPP (distemper, hepatitis, parvovirus, parainfluenza dan
kombinasi) suntikan booster dua sampai empat minggu sebelum melahirkan.
2. Parvovirus Canine
Parvovirus merupakan virus DNA rantai tunggal, berukuran kecil, dan tidak
berkapsul. Parvovirus yang menyerang anjing adalah Canine Parvovirus tipe 2
(CPV-2). CPV-2 berkerabat dekat dengan panleukopenia virus (FPV) dan mink
enteritis virus (MEV). CPV-2 bereplikasi pada sel-sel usus, sistem limfoid,
sumsum tulang dan jaringan fetus. Efek yang ditimbulkan oleh CPV pada
jaringan tersebut umumnya parah.
Patogensis : Patogenesis infeksi parvovirus anjing di anjing mirip dengan infeksi
virus panleukopenia kucing di kucing, tetapi tidak adanya cerebellar
hypoplasia / atrofi dan terjadinya miokarditis di anak anjing yang membedakan
penyakit ini. Infeksi parvovirus miokardium dapat terjadi karena proliferasi
cepat dari miosit yang terjadi pada minggu pertama setelah lahir. Infeksi
menyebabkan nekrosis miokard dan peradangan pada anakan yang terkena
dampak, yang pada gilirannya menghasilkan edema paru dan / atau kemacetan
hati dari gagal jantung akut. hipertrofi eksentrik (dilated cardiomyopathy)
terjadi pada anak anjing yang bertahan untuk beberapa waktu, dengan terkait
miokarditis limfositik dan fibrosis miokard. infeksi parvovirus anjing
mengakibatkan infeksi sistemik entri berikut oropharyngeal virus (analog
dengan kucing infeksi virus panleukopenia). lesi usus pada anjing yang terkena
akibat dari infeksi dan penghancuran enterosit mengisi diabadikan usus, dengan
runtuhnya mukosa berikutnya, pencernaan dan malabsorpsi diare. Perdarahan
dapat terjadi pada organ lain, dan perdarahan pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan tanda-tanda neurologis, misalnya. jaringan limfoid juga
terpengaruh, dengan kehancuran yang luas dari limfosit, dan imunosupresi yang
dihasilkan dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi sekunder.
Pengobatan: Anjing dengan penyakit ini memerlukan manajemen hewan
intensif. Dalam semua tetapi kasus yang paling ringan, rawat inap sangat penting
untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Cairan infus
dan obat-obatan untuk mengontrol muntah dan diare sering diperlukan. Kasus
yang lebih parah mungkin memerlukan transfusi darah dan perawatan intensif
lainnya.
Anak anjing dan anjing tidak boleh makan atau minum sampai muntah berhenti
diperlukan dukungan cairan selama waktu itu. Antibiotik yang diresepkan 3 – 5
hari untuk mencegah komplikasi bakteri septikemia dan lainnya, yang
merupakan penyebab kematian biasa. Hasilnya tergantung pada virulensi dari
strain spesifik parvovirus, usia dan status kekebalan anjing, dan seberapa cepat
pengobatan dimulai. Kebanyakan anak anjing yang berada di bawah perawatan
hewan baik sembuh tanpa komplikasi.
Pencegahan: Sterilkan tempat dari hewan yang terinfeksi. Parvo merupakan
virus yang sangat kuat yang tahan pembersih rumah tangga dan yang paling
bertahan di tempat selama berbulan-bulan. Disinfektan yang paling efektif
adalah pemutih rumah tangga dalam pengenceran 1:32. Pemutih harus
dibiarkan pada permukaan yang terkontaminasi selama 20 menit sebelum
dibilas.
Vaksinasi :
dimulai dengan usia 8 minggu, akan mencegah sebagian besar (tetapi tidak
semua) kasus infeksi parvovirus. Selama minggu-minggu pertama kehidupan,
anak anjing dilindungi oleh antibodi ibu. Dari 2 - 4 minggu anak-anak anjing
rentan terhadap infeksi karena vaksinasi belum sepenuhnya berefek. Anjing
antara 6 dan 20 minggu usia dapat sangat rentan terhadap parvo. Vaksinasi
ulang setiap tiga tahun.
3. Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat
ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu
gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar.
Etiologi : virus rabies merupakan virus RNA termaksuk dalam familia
Rhabdoviridae.
Penularan : ditularkan melalui salive penderita yang mengandung virus dan
terjadi karena gigitan, luka terbuka dikulit atau mukosa dapat menjadi pintu
masuk penularan virus ini. Secara aerogen, virus dapat pula menulari lewat
mukosa pernafasan atau mata bila udara mengandung virus. Penularan secara
trans-plasental juga mungkin terjadi.
Patogenesis : virus berhasil memasuki tubuh akan merambat melalui urat syaraf
menuju otak dan atau sumsum tulang belakang. Bagian otak yang terserang
adalah medulla oblongata dan ammon’s hoorn sehingga terjadi paralisis bulbar.
Didalam tubuh virus tersebar luas. Setelah dari otak virus disalurkan ke saliva,
cairan limfe, kemih, ais susu, kelenjar keringat, air mata dan semua organ tubuh,
misalnya paru-paru, hati, ginjal, kelenjar limfe, dan jantung.
Gejala klinis : anjing mudah marah, suka sembunyi,menyendiri, menjahui sinar
matahari, dan suara, kehiangan nafsu makan, ,mengigit apa saja, dan biasa benda
yang dikunyah ditelan, gangguan syaraf ditandai dengan kesulitan menelan
karena adanya peresis dari daerah mulut, Air liur keluar lebih banyak
(hipersalivasi), kelempuhan (3-4 hari post infeksi), mulut terbuka, lidah terjulur,
penglihatan kabur, ekor terkulai diantara kedua kaki belakang, dll
Terapi : untuk kasus rabies tidak dianjurkan untuk diobati.
Pencegahan : untuk anjing dilakukan tindakan vaksinasi pada anak anjing
berumur 3-4 bulan dan diulang 3-4 minggu kemudian dan booster dilakukan
lebih awal dari 1 tahun.
4. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).Leptospirosis
dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage, Penyakit
Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong tebu (Cane-
cutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit Stuttgart, Demam
Canicola , penyakit kuning non-virus, penyakit air merah pada anak sapi, dan
tifus anjing.
Patogenesis :
• Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput
lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah
dan jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri
Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan
tubuh terutama ginjal dan hati.Di ginjal kuman akan migrasi ke interstitium,
tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial (radang ginjal
interstitial) dan nekrosis tubular (kematian tubuli ginjal) --- Gangguan hati
berupa nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer. ------ Leptospira
juga dapat menginvasi otot skeletal menyebabkan edema, vakuolisasi miofibril,
dan nekrosis fokal.
• Pada kasus berat akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan
radang pada pembuluh darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor
mata dan menetap dalam beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis
dan berulang. Setelah infeksi menyerang seekor hewan, meskipun hewan
tersebut telah sembuh, biasaya dalam tubuhnya akan tetap menyimpan bakteri
Leptospira di dalam ginjal atau organ reproduksinya untuk dikeluarkan dalam
urin selama beberapa bulan bahkan tahun
Gejala klinis : Demam, sendi atau nyeri otot - ini dapat bermanifestasi sebagai
keengganan untuk bergerak, nafsu makan menurun, kelemahan, muntah dan
diare, cairan dari hidung dan mata, sering buang air kecil - bisa diikuti oleh
kurangnya buang air kecil, dan menguning pada gusi, membran di sekitar mata,
dan kulit (jaundice)
Mengobati Leptospirosis : Antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri
Leptospira dan sering diberikan dalam dua tahap: satu jenis antibiotik untuk
mengobati infeksi awal, dan diikuti dengan berbagai jenis antibiotik untuk
memerangi penumpahan bakteri dalam urin. Setelah ginjal dan / atau gagal hati
hadir, prognosis untuk pemulihan agak sulit. Dalam kasus ini, pengobatan agresif
sangat penting, termasuk cairan intravena, obat-obatan untuk mengurangi
muntah dan mengobati efek lain dari ginjal dan gagal hati, dan dialisis.
Namun, tergantung pada tingkat keparahan penyakit, pengobatan tidak selalu
berhasil bila kegagalan organ hadir.
5. Infeksi virus herpes
Etiologi : Canine herpees virus
Gejala klinis : anak anjing berusia 1-3 minggu terinfeksi kurang lebih 24 jam
langsung mati sedangkan pada anak ajing yang disapih bersifat subklinis.
Dengan infeksi buatan intranasal pada anak anjing yang baru lahir diketahui
masa inkubasi 3- hari. Pada yang lebih tua gejala rhinitis dan vaginitis ringan, dll
Terapi : pengobatan pada anak anjing yang terinfeksi CHV tidak dilakukan
karena proses penyakit yang demikian singkat pada anak anjing.
6. Parainfluenza
Etiologi : simian virus 5 (SV-5) yang termaksuk virus paramyxo. Virus
parainflunze terdiri dari 5 tipe namun yang menginfeksi anjing adalah SV-5.
Virus ini mengandung RNA berukuran 150-300 nm.
Epizootiologi : selain menyerang anjing virus ini juga mampu menyerang
manusia, rodensia, dan kera. Galur yang menyerang anjing berbeda dengan yang
mneyerang manusia, sehingga anjing tidak dapat menularkan pada manusia.
Tetapi, pada kucing terbukti dapat tertular SV-5. Dari anjing ke anjing lainnya
penularan sering terjadi karena masuknya anjing baru ke dalam kannel. Anjing
yang tertular selama 8-9 haru akan menjadi penyebar virus dan setelah itu akan
besifat laten.
Gejala klinis : anjing yang terinfeksi biasanya terjadi gangguan pernapasan,
kurang nafsu makan, demam, dll
Pencegahan : dilakukan vaksinasi
7. Salivary Mucocele
Salivary mucocele dikenal juga dengan sebutan sublingual gland and diet injury.
Salivary mucocele adalah pengumpulan mukus saliva yang disebabkan buntunya
saluran saliva atau kerusakan jaringan saliva akibat inflamasi. Salivary mucocele
ini dapat terjadi pada anjing dan kucing. Bangsa anjing yang sering menderita
adalah AGJ dan Poodle (toy, miniatur). Tidak ada kecenderungan terhadap jenis
kelamin dan masih belum ada laporan yang bersifat heriditer.
Etiologi : Traumatik dapat terjadi akibat penetrasi benda asing atau gigitan.
Sebab inflamasi biasanya berupa sialoadenitis atau adanya benda asing.
Sedangkan sebab sekunder, biasanya berasal dari carnassial abcess atau
neoplasia.
Gejala klinis : Gejala yang tampak bervariasi, berdasarkan tingkat keparahan
dan lokasi lesi. Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva yang sering
terkena. Kadang ditemukan rasa sakit, kadang tidak. Hewan bisanaya akan
mengalami disfagia, anoreksia, stridor hemoragi atau dispnea.
Diagnosis : Bedakan salivary mucocele dengan sialoadenitis, sialolith, neoplasia,
congenital bronchial cleft cyst atau lymphoadenopathy. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan FNA (fine needle aspiration), biopsi atau sialografi. Uji
hematologi biasnya normal kecuali bila disertai inflamasi akan tampak
perubahan leukogram. Hasil FNA biasanya ditemukan warna grey gold dan
mukus disertai bercak darah. Pewarnaan mukus spesifik dapat membantu
(Periodik Acid Schiff).
8. Hepatitis
Etiologi : Hepatitis pada anjing disebabkan oleh virus 'Canine Adeno Virus-
1(CAV-1') yang menyerang hati atau lever, ginjal dan dinding pembulu darah
memalui urine, feses serta air liur.
Transmisi : Hepatitis pada anjing bebeda dengan hepatitis pada manusia,
hepatitis pada anjing hanya dapat menular pada anjing serta tidak menyebar
pada manusia.
Gejala klinis : Gejala yang di timbulkan berupa demam, tidak nafsu makan, lesu,
muntah,berak darah.
Pencegahan : pencegahan pada penyakit ini bisa menggunakan vaksinasi yang
sering di kombinasikan dengan vaksin distemper anjing.
9. Coronavirus
Etiologi : Penyakit Coronavirus disebabkan oleh "virus Corona" yang
menginfeksi saluran pencernaan serta menyebabkan 'enteristis' hebat. Infeksi
Corona biasanya hanya menyebabkan diare ringan, yang berbahaya jika virus ini
menyerang bersamaan dengan virus 'parvo' hingga dapat menyebabkan
kematian.
Gejala klinis : gejala yang di timbulkan biasanya nafsu makan hilang, lesu dan
diare yang disertai bau busuk pada feses/kotoran satwa.
Pencegahan : Pencegahan hanya dapat dilakukan dengan memberi vaksinasi
primary yang bertujuan guna meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh.
10. Pneumonia / Radang Paru-Paru
Etiologi : Penyakit pneumonia di sebabkan oleh beragam virus mulai dari
Parainfluensa, Bordetella bronchiseptica, Mycoplasma, Canine Herpes, Reovirus
dan Canine Adenovirus tipe-2. Virus virus ini menyerang saluran pernapasan,
terutama pada anjing berusia muda pada saat cuaca dingin dan berangin.
Gejala klinis : Gejala yang di timbulkan biasanya keluar cairan pada hidung,
batuk dan sesak napas.
Pencegahan : Pencegahan bisa dilakukan dengan menghidari anjing dari tempat
yang dingin, berangin, lembab dan basah, sediakan alas tidur yang kering, hangat
dan tebal serta berikan juga vakisnasi masing masing virus tadi. Untuk
penanggulangannya mesti di bawa ke dokter hewan atau klinik karena penyakit
ini tergolong berat.
11. Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes
scabiei yang dicirikan dengan adanya keropeng, kebotakan, dan kegatalan pada
kulit.
Etiologi : Sarcoptes scabiei adalah tungau dengan ciri-ciri berbentuk hampir
bulat dengan 8 kaki pendek, pipih, berukuran (300–600 ) x (250-400 ) padaμ μ
betina, dan (200- 240 ) x (150-200 ) pada jantan, biasanya hidup di lapisanμ μ
epidermis. Permukaan dorsal dari tungau ini ditutupi oleh lipatan dan lekukan
terutama bentuk garis melintang sehingga menghasilkan sejumlah skala segitiga
kecil. Selain itu, pada betina terdapat bulu cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan
ke-4 sedangkan pada jantan, bulu cambuk hanya terdapat pada pasangan kaki
ke-3.
Gejala klinis :
Anjing menggaruk garuk hampir terus menerus .
Dibagian permukaan kulit terlihat berkelompok kutu yang sangat
halus seperti kutu air.
Bulu bulu menjadi rontok bahkan bisa merata dipermukaan kulit
Kulit terlihat berkerak pada beberapa bagian tubuh.
Apabila anjing dimandikan dan disikat dengan sikat gigi
kemerahan tersebut menghilang,akan tetapi setelah sehari timbul
kembali warna kemerahan tersebut yang berada dipermukaan
kulit tersebut.
Pengobatan : Berikan cairan asam benzoat atau menteteskan asam benzoat
dibagian kemerahan tersebut. Lakukan berulang atau setiap hari sampai terlihat
kerak kemerahan mengelupas dan kutu mati terangkat bersamaan kulit yang
mengelupas. Berikan obat minum anti alergi agar anjing tidak terlalu menggaruk
yang menjadikan luka pada permukaan kulit. Apa bila sudah terlalu parah
berikan suntikan IVERMECTIN.0.2 ml/10 kg berat bdn. Tidak dapat Ivermectine
diberikan pada Anjing Collie Berikan antibiotic cefat/sipro 25 mg /kg brt. Bdn
untuk penyembuhan luka yang terjadi infeksi karna bakteri. Untuk memandikan
anjing tersebut gunakan shampo yang mengandung ketokonasol dicampur
dengan shampoo Hidrocortison
12. Demodekosis
Demodekosis adalah imfeksi parasit pada anjing dan jarang pada kucing yang
dicirikan dengan jumlah tungau demodex didalam folikel rambut yang memicu
terjadinya furunkulosis dan infeksi sekunder bakteri. Infeksi dapat terjadi lokal
maupun general diseluruh tubuh.
Etiologi : demodex (folliculorum) canis, hidup didalam folikel rambut dan
kelenjar minyak.
Gejala klinis : adanya area-area kebotakan terlokalosir atau general. Pada area
tersebut terjadi kebotakan, kemerahan, gatal, menebal, menghitam, bernanah,
erosi, dan berkerak. Daerah yang sering terinfeksi adalah permukaan muka dan
kaki namun seluruh tubuhpun dapat terinfeksi. Penularan dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan anjing yang terinfeksi, pada saat menyusu dari induk
yang terinfeksi, dan lesio menular dari moncong, mata dan plantar kaki depan
dan akan meluas ke seluruh tubuh.
Pengobatan : ivermectin secara peroral selama 3-8 minggu atau melalui injeksi
subkutan tiap minggu, namun pada beberapa ras tidak bisa digunakan contoh
collie, sheepdog serta tidak digunakan pada anjing yang berumur dibawah 6
mingg. Lotion benzyl benzoat, shampoo benzoyl peroksida.
13. Anklilostomiasis
Etiologi : cacing anklilostoma
Patogenesis : oleh gigitan cacing dewasa yang sekaligus melakat pada mukosa,
segera terjadi perdarahan yang ditidak membeku karena toxin dari cacing.
Cacing dewasa biasa berpindah-pindah tempat gigitannya, hingga terjadi luka-
luka yang mengakibatkan perdarahan yang banyak. Setiap ekor cacing dewasa
A.caninum dapat menyababkan kehilangan darah 0,05 – 0,2 ml/hari. Darah akan
masuk ke dalam lumen dan keluar bersama tinja dan karena adanyan darah
tersebut, tinja berwarna hitam.
infeksi anjing oleh a. braziliense dan U. stenocephala tidak mengakibatkan
perdarahan hebat seperti A.caninum namun cenderung hipoproteinemia,
radang usus, dan atrofi parsial vili intestinales.
Gejala klinis : perdarahan yang banyak, tinja bersifat lunak, berwarna gelap,
anemia, ikterus, dll.
Pengobatan : pemberian obat cacing disarankan umur 6-12 minggu, pengobatan
dilakukan setiap 2 minggu dan setelah itu secara teratur dilakukan dalam 2-4
bulan dengan menggunakan Canex atau telmin.
14. Askariasis
Etiologi : toxocara canis
Patogenesis :
a. infeksi langsung : telur infektif mengandung larva stadium ke -2 – anak anjing
– usus – menetas – migrasi kedalam hati dalam 2 hari – tumbuh menjadi larva
infektif stadium 3 – mingrasi keparu-paru - perjalanan larva infektif T.canis
melalui jaringan paru-paru dan hati dapat menyebabkan terjadinya edema pada
kedua organ tesebut. Paru-paru yang mengalami edema mengakibatkan batuk,
dispnea, dengan eksudat berbusa dan kadang mengandung darah. Perjalanan
larva ke lambung pada yang berat menyebabkan distensi lambung, diikuti
muntah, dan mungkin disertai keluarnya cacing yang belum dewasa dalam
muntahan tersebut.
b. infeksi intra – uterus, c.infeksi trans – mammaria d. infeksi pasca kelahiran
dan infeksi melalui hospes paratenik.
Gejala klinis : mata berair, lemah, mukosa mata dan mulut pucat, perut pada
hewan muda terlihat menggantung, batuk, dyspnea, radang paru-paru.
Pengobatan : piperazin, dietilkarbamasin, pyrantel pamoat, emboat, drontal,
fenbendazole, ilium pyraquantal.
15. Teaniasis
Etiologi : Teania ovis dan teania hydatigena
Patogenesis : cacing t.ovis didalam usus halus dapat tersusun atas 350 segmen,
dan tiap segmen mengandung rata-rata 88.800 telur.
• Telur yang termakan menetas didalam usus halus dan selanjunya onkosfer
menembus vena porta hepatis dan mecapai hati – onkosfer didalam hati lolos
masuk kedalam paru-paru, terus ke otot perifer dan berbentuk sebagai sista
cysticercus ovis – sista akan bersifat infektif untuk hospes defenitif setelah
jangka waktu 46 hari – membentuk progolit – menyebabkan gangguan
pencernaan dan diare
Diagnosa : diagnosa dilakukan berdasarkan temuan telur pada feses anjing dan
melakukan pemeriksaan pasca mati akan ditemukan cacing utuh dalam usus
anjing yang mati.
Pengobatan : piperazin, dietilkarbamasin, pyrantel pamoat, emboat, drontal,
fenbendazole, ilium pyraquantal.
16. Spirometrosis
Etiologi : spirometra spp
Patogenesis : hospes (tikus) termakan hospes (anjing )telur tertelan – masuk
menembus usus – bertumbuh dijaringan dibawah kulit atau jaringan ikat
dinatara otot sebagai larva kedua (spargana atau plerocercoid) – tumbuh
menjadi spirometra sp dewasa .
Pengobatan : piperazin, dietilkarbamasin, pyrantel pamoat, emboat, drontal,
fenbendazole, ilium pyraquantal.
17. Diphyllobotrhrium latum
Etiologi : Diphyllobotrhrium latum
Patogenesis : setelah lepas dari hospes defenitif anjing telur akan berkembang
dalam beberapa minggu dengan didalamnya berisi larva stadium pertaman yaitu
coracidum – termakan cyclops strenuus – menjadi procercoid dalam waktu 2-3
minggu – termakan ikan air tawar – masuk ke usus menuju organ lain dan
menjadi plerocercoid – ikan bertindak sebagai hospes kedua – ikan mentah
termakan oleh anjing – maka ikan yang mengandung plerocercoid akan
menembus usus dari anjing berkembang menjadi cacing dewasa dalam waktu 4
minggu
Pengobatan : piperazin, dietilkarbamasin, pyrantel pamoat, emboat, drontal,
fenbendazole, ilium pyraquantal.
18. Infeksi cacing spirocerca lupi
Etiologi : cacing spirocerca lupi
Patogenesis : telur termakan oleh kumbang tahi – bertumbuh menjadi larva
stadium ketiga dalam waktu 7 hari – kumbang termakan oleh anjing – membuat
liang dalam lambung anjing dan bermigrasi dalam lapisan luar arteri visceral
dan aorta sampai di dinding kerongkongan dan lambung
Gejala klinis : hilangnya nafsu makan, perdarahan, peradangan, muntah, tremor,
aneurisma aorta, rupture pembuluh darah, serta terjadinya osteoarthropati
paru-paru sekunder.
Pengobatan : penyutikan Disophenol dan pemberian dietikabarmasin dosis
tinggi 200-500 mg/kg selama 10 hari berturut-turut dapat memberikan
kesembuhan yang baik.
19. Trichuriasis
Etiologi : trichuris spp
Pathogenesis : telur termakan – melekat pada mukosa sekum dan usus besar –
peradangan – terjadi peningkatan peristaltic usus – kehilangan nafsu makan
kekurangan cairan – diare
Gejala klinis : diare, gejala syarat seperti eksitasi, ikterus, dll
Diagnosa : pemeriksaan laboratrium (pemeriksaan tinja)
Pengobatan : milbemycin. Fenbendazole, dischlophos, mebendazole,
dipthalofyne, pyratel pamoat.
20. Strongyloidosis
Etiologi : strongyloid spp
Pathogenesis
kebanyakan anjing terinfeksi melalui penetrasi kulit oleh larva infektif (stadium
ketiga) – infeksi melalui mulut juga dapat terjadi – larva berhasil masuk tubuh
anjing menembus kapiler dan venule serta lanjut ke paru-paru – masuk ke
alveoli – pangkal tenggorok – tertelan ke dalam lambung dan usus – dalam usus
menjadi dewasa – radang pada usus
Gejala klinis : gejala yang ditimbulkan :
o Fase invasi , yaitu saat larva filariform menembus kulit, yang
berakibat timbulnya radang kulit yang dintandai dengan
kemerahan kulit (eritema), rasa gatal, yang diperlihatkan dengan
gejala menggosokkan bagian kaki ke obyek yang keras
o Fase migrasi larva yaitu larva menembus paru-paru hingga
terjadi radang paru-paru dan bronchitis purulenta selain paru-
paru larva bermigrasi ke otak hingga mengakibatkan eksitasi
o Fase intestinal yaitu saat cacing membuat liang-liang dimukosa
usus hingga terjadi radang usus yaitu menyebabkan diare,
dehidrasi, perdarahan, anemia bahkan kematian
Pengobatan : Thiabendazole, fenbendazole, mebendazole, dan ivermectin
21. Infeksi oleh filaroides sp dan capillaria sp
Etiologi : filaroides osleri dan capillaria aerophila
Pathogenesis
anjing memakan hospes antara – tertelan larva stadium pertama – dalam waktu
70 hari didalam batang tenggorok anjing – larva menjadi cacing dewasa – telur
yang ada menyebabkan batuk kering lalu masuk ke rongga mulut kemudia
tertelan kembali masuk kedalam saluran pencernaan anjing – keluar bersama
tinja
Gejala klinis : batuk kering, kekurusan, dispnea, kadang infeksi ringan tidak
menimbulkan gejala klinis , sedangkan yang berat terjadi bronco pneumonia.
Pengobatan : antelmitika yang efektif diusulkan adalah levamisol HCL dengan
dosis 8-10 mg/kg/hari selama 5 hari atau dengan fenbendazole 50 mg/kg
sebagai dosis tunggal. Selain itu dapat juga diberikan pengobatan dengan larutan
sodium yodida.
22. Infeksi oleh Angiostrongylus vasorum
Etiologi : Angiostrongylus vasorum
Patogenesis : masuk kedalam tubuh anjing kemudian menetas didalam kapiler
paru-paru mengakibatkan lesi (sklerosis perivaskuler) – menembus kapiler dan
memasuki rongga udara untuk selanjutnya terbawa dalam mulut - dan keluar
juga bersama dengan tinja.
Gejala klinis : adanya radang diparu-paru, dispena, batuk, demam. Gejala lain
terlihat kelemahan umum, malas bergerak, nafsu makan menurun dan
kekurusan. Gejala syaraf berupa kejang juga terlihat. Proses penyakit yang
berjalan kronis berakhir dengan kematian anjing yang terinfeksi.
Pengobatan : levimisol 10mg/kg/hari diberikan selama 3 hari.
23. Ancilostomiasis
Etiologi : Ancylostoma caninum, A. braziliensis, Bunostomum spp., Necatorspp.,
Uncinaria spp.. Cacing yang termasuk dalam Nematoda ini memiliki ciri spesifik
adanya kapsula bukalis dan gigi untuk menghisap darah.
Patogenesis
Berat ringannya penyakit dapat dikategorikan berdasarkan umur, misalnya pada
yang muda lebih peka. Pada anjing yang diberi makan dengan baik relattf tahan
terhadap infeksi. Apabila cadangan zat besi cukup, maka dapat terjadi anemia
normositik normokromik, tetapi bila tidak cukup maka anemia mikrositik
hipokromik. Infeksi per kutan dapat mengakibatkan gatal-gatal yang apabila
digaruk mengakibatkan eksem basah. Kutaneus tarva migran dapat
menimbulkan papula dan alur radang di kultt (pruritis). Cacing dewasa dapat
menghisap darah dengan rakus 0,8 ml/cacing/hari yang dapat mengakibatkan
kematian karena anemia dan diare berdarah. Pada kejadian kronis, terlihat
anoreksia, pertumbuhan badan terhambat dan bulu jelek. Pada A. brazitiensis
tidak secara nyata nampak anemia, 0,001 ml/cacing/hari. Pada infeksi berat
dengan jumlah cacaing lebih 500 ekor cacing dewasa akan mengakibatkan
hipoproteinemia dan diare.
Gejala klinis : Gejala yang spesifik tidak nampak, namun hewan terlihat
mengalami dermatitis, diare dengan feses yang terkadang bercampur darah.
Pertumbuhan terhambat, bulu kering dan kasar. Pada membrana mukosa
terlihat pucat, kelemahan umum. Pada ja-c darah terlihat eosinofilia. Pada anak
anjing yang terinfeksi dapat secara prenata melalui kolostrum. Anemia yang
berat dapat terjadi kematian 3 minggu seteian kelahiran.
Diagnosa : Dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala klinis dan penemuan
telur cacingnya dalam pemeriksaan feses.
Terapi : Pengobatan dapat diberikan dengan memberi Tetrachioroethylene 0,2
ml/kg bb. Disophenol 7,5 mg/kg bb., Dtehlorvos 12-15 mg/kg bb. Tetramizole
7,5 -10 mg/kg bb, Mebendazole 40 mg/kg bb dan Nitroscanate 50 mg/kg bb.
Pencegahan dan pengendalian : Dapat dilakukan dengan cara memutus siklus
hidup, yaitu pada L1 dan L2 tidak tahan terhadap kekeringan, untuk ttu larrtai
selalu dijaga kebersihannya, feses sering dibersihkan. Lantai dibersihkan dengan
Sodium borate 2 kg/10 m2. Untuk pennanganan suportif, dapat diberikan
makanan yang kaya protein atau Iransfusi darah. Selain pemberian
anthelmintika sangat dianjurkan.
24. Konstipasi dan Obstipasi
Konstipasi adalah defekasi yang infrekuen, inkomplet atau mengalami kesulitan.
Obstipasi adalah konstipasi yang berkepanjangan disebabkan retensi feses yang
lama, keras dan kering dan hewan tidak bisa melakukan defekasi. Penyakit ini
dikenal juga sebagai fecal impaction.
Gejala Klinis : Anamnesis menunjukkan hewan mengalami tenesmus dengan
volume feses sedikit. Feses keras, kering. Defekasi tidak frekuen. Setelah
merejan lama baru keluar feses yang sedikit, kadang setelah itu masih merejam
lama. Beberapa penderita mengalami vomit dan depresi. Pemeriksaan fisik
menunjukkan feses masih di dalam kolon, hasil pemeriksaan yang lain
bergantung penyebab. Pemeriksaan rektal teraba adanya massa, striktura,
hernia perianal, penyakit anal sac, benda asing, pembesaran prostat, kanal pelvis
yang sempit.
Patogenesis : Konstipasi dapat terjadi dengan penyakit yang menyebabkan
gangguan aliran feses melalui kolon. Transit fekal yang tertunda, menyebabkan
hilangnya garam dan air lebih banyak. Kontraksi peristaltik meningkat saat
konstipasi, namun motilitasnya terbatas karena degenerasi otot polos secara
sekunder akibat overdistensi kronis.
Diagnosis : Pemeriksaan laboratorium umumnya normal. Hemokonsentrasi dan
total plasma protein meningkat pada kasus dehidrasi. Lekositosis bila terjadi
abses, fistula perianal dan penyakit prostat. Pemeriksaan radiografi dapat
menunjukkan adanya benda asing, gumpalan feses, pembesaran prostat, fraktur
pelvis atau dislokasi panggul. USG juga dapat membantu melihat adanya massa
ekstraluminal dan pembesaran prostat.
Pengobatan : Feses dapat dikekularkan secara manual (digital) setelah hewan
disedasi atau anestesi. Bila masih kesulitan dapat dibantu dengan enema.
Gunakan air hangat dengan sedikit campuran sabun atau minyak sayur. Berikan
pakan yang dapat mengisi/membentuk feses, methyllcelulose atau campuran
labu. Berikan lubrikan, untuk memudahkan keluarnya feses. Berikan laxatif,
untuk membuat feses lebih lunak Kolinergik dapat digunakan untuk
meningkatkan motilitas, namun merupakan kontraindikasi bila terjadi obstruksi.
Antikolinergik juga menjadi kontraindikasi.
25. Stomatitis
Stomatitis adalah inflamasi pada mukosa mulut. Stomatitis bisa terjadi akibat
faktor lokal atau sistemik. Stomatitis lebih merupakan suatu gejala dibanding
bentuk penyakit spesifik.
Gejala Klinis : Halitosis, rasa sakit, mulut terbuka anoreksia, hipersalivasi.
Perdarahan dari gusi atau mulut. Inflamasi atau ulserasi pada rongga mulut.
Akumulasi palque atau tartar.
Diagnosis : Pemeriksaan laboratorium membantu untuk mendeteksi penyakit
sistemik. Kultur bakteri atau fungi. Uji imunologis, serologi. Serum protein
elektroforesis. Toksikologi. Radiografi membantu melihat adanya abnormalitas
dental atau tulang.
Terapi : Lakukan terapi cairan pada pasien yang mengalami anoreksia. Bila
masih bisa menelan berikan pakan yang lunak. Lakukan dental propilaksis,
terapi periodontal atau ektraksi gigi yang bermasalah.
26. Divertikulum Oesophagus
Suatu kondisi dimana esofagus mengalami ketidaknormalan anatomis,
pembesaran atau dilatasi sehinga terjadi ruang tempat berkumpul atau
akumulasi ingesta. Kondisi ini terbagi menjadi dua katagori bergantung
penyebab. Pulsi divertikulum suatu divertikulum yang sesungguhnya yang
berkaitan dengan tekanan intraluminal yang tinggi menyebabkan herniasi pada
muskosa muskularis. Secara histologis sisa jaringan berupa epitelium dan
jaringan ikat. Divertikulum traksi disebabkan tarikan dari luar pada jaringan ikat
esofagus dan keempat lapisan penyusunnya (mukosa, submukosa, muskularis
dan adventitia) masih tetap ada. Sebanyak 50-70% divertikulum (terutama
pulsi) berkaitan dengan lesi yang lain dari esofagus atau diafragma. Kasus ini
sering ditemukan pada anjing atau kucing, baik kongenital atau perolehan. Tidak
ada predisposisi pada bangsa tertentu.
Gejala Klinis : Regurgitasi postprandial, disfagia, berat badan turun, anoreksia,
batuk atau distress respirasi.
Diagnosis : Hemogram pada umumnya normal. Gambaran radiografi
menunjukkan adanya udara atau massa jaringan lunak di kranial diafragma atau
kranial inlet toraks. Dengan kontras esofagus tampak daerah esofagus yang
mengalami dilatasi. Esofaguskopi dapat dilakukan untuk mengambil ingesta dan
mengevaluasi mukosa.
Terapi : Jika divertikulum kecil dan tidak menyebabkan gejala klinis, pasien
dapat diterapi secara umum dengan memberikan makan yang lunak dan
kemudian berikan air minum. Jika divertikulum besar dan menimbulkan gejala
klinis, pertimbangkan untuk dilakukan tindakan operatif. Kondisi ini menjadi
predisposisi terjadinya perforasi, fistula, striktura dan dehisensi pasca operasi.
Evaluasi harus dilakukan bila hewan mengalami peningkatan suhu tubuh,
dispnea, takipnea, leukogram meningkat atau sepsis.
27. Megaesophagus
Penyakit ini dikenal juga dengan achalasia, yaitu terjadinya dilatasi esophagus
dan hipomotilitas. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat gangguan primer atau
sekunder. Gangguan sekunder bisa akibat dari obstruksi atau disfungsi
neuromuskular Congenital idiopathic megaesophagus is menurun pada anjing
Wire-haired fox terriers (simple autosomal recessive) dan Miniature schnauzers
(simple autosomal dominant atau 60% penetrance autosomal recessive). Lebih
sering terjadi pada anjing dibandingkan kucing. Familial predispossi terjadi pada
German shepherd, Newfoundland, Great dane, Irish setter, Sharpei, Pug,
Greyhound, and kucing Siamese. Congenital megaesophagus dengan gejala
regurgitasi pertama kali tampak pada saat sapih. Sedangkan bentuk dapatan
sering terjadi pada anjing muda hingga pertengahan umur.
Gejala : Biasanya ditemukan regurgitasi pakan dan minum, berat badan turun
atau pertumbuhan terhambat, hipersalivation, halitosis dan terdengar suara saat
menelan. Ada rasa sakit saat dipalpasi pada servikal esophagus. Gejala lain yang
menyertai dan menjadi penyebab megaesophagus adalah kelemahan, paresis
atau paralisis, ataksia, gagging, disfagia, rasa sakit atau depresi. Mungkin juga
ditemukan batuk, discharge nasal mukopurulent dan dispnea akibat aspirasi
pneumonia. Perubahan lain berkaitan megaesophagus adalah respiratori
crackles, takipnea, pireksia, myalgia, lemah otot, atrofi otot, hiporefleksia, defisit
proprioceptive and postural, gangguan autonomik (mydriasis dengan tidak
adanya pupillary light reflex, nasal kering dan membrana mukosa okular,
diarrhea, bradikardi), defisit syaraf kranial (khususnya SK VI, IX, dan X), paresis
atau paralisis, and perubahan mental.
Diagnosis : Penyakit obstruksi pharyngeal (benda asing, inflamasi, neoplasia,
cricopharyngeal achalasia) and gangguan palatum akan menyebabkan
regurgitation dengan motilotas esophaguas normal. Rasa sakit faringeal dan
disfagia seringkali terjadi pada obstructive pharyngeal disease. Bedakan
regurgitasi dari disfagia and vomit. Titer reseptor antibody acetylcholine untuk
mengevaluasi terjadinya myasthenia gravis. Titer antibodi antinuclear untuk
mengevaluasi SLE. Stimulasi ACTH untuk mengevaluasi fungsi adrenal. Kadar
T4/TSH untuk mengevalausi fungsi tiroid. Tembaga dalam serum dan kadar
cholinesterase untuk mengevaluasi toksisitas.
Terapi : Sebagian besar dapat ditangani melalui rawat jalan. Pada kasus dengan
komplikasi aspirasi pneumonia, obstructive megaesophagus, atau penyakit
neurologis berat diperlukan rawat inap. Pada kasus aspirasi pneumonia dan
ataur dehidrasi diperlukan antibiotika and terapi cairan. Pemberian pakan
sebaiknya dengan memposisikan kepala 45–90° dari lantai biarkan begitu dalam
10–15 menit setelah pemberian pakan. Pemberian pakan dalam bentuk gruel
akan mengurangi regurgitasi. Meskipun demikian hal ini bersifat individual dan
kadang dilain waktu akan berubah.
28. Gastritis Kronis
Vomit intermiten lebih dari 1-2 minggu. Gastrik ulserasi atau erosi mungkin
terjadi bergantung pada penyebab dan durasi. Anjing yang menderita umumnya
berumur tua, breed kecil, dan kelamin jantan (Lhasa apso, Shih Tzu, Miniatur
poodle)
Gejala Klinis : Vomitus biasanya berwarna hijau (bercampur empedu) dan berisi
pakan yang belum tercerna, ada bercak darah, atau darah yang terdigesti (coffe
grounds). Frekuensi bervariasi secara intermiten (beberapa hari hingga minggu)
dan biasanya semakin parah (progresif). Kondisi tersebut diperparah dengan
stimulasi makan atau minum. Gejala yang lain adalah berat badan turun,
anoreksia, melena dan diare.
Diagnosis : Umumnya pemeriksaan laboratorium normal. Hemokonsentrasi bila
terjadi dehidrasi. Hipoproteinemia bila terjadi kehilangan protein. Urinalisis
biasanya
normal. Radiografi dapat membantu untuk melihat benda asing, penebalan
dinding lambung atau usus, adanya obstruksi.
Terapi : Lakukan pengobatan ulser atau erosi pada lambung (lihat gastrik
ulserasi dan erosi) Glukokortikoid diberikan pada penderita yang diduga akibat
gangguan imunologi karena tidak ada respon dengan tatalaksana diet. Lakukan
terapi cairan bila terjadi dehidrasi dan gangguan keseimbangan asambasa.
Berikan antiemetik bila kehilangan cairan banyak terjadi akibat vomit.
Metocloporamide untuk mempercepat pengosongan lambung atau terjadi
refluks duodenum. Metocloporamide tidak boleh digunakan bila terjadi
obstruksi lambung.
29. Kolitis dan Proctitis
Kolitis adalah inflamasi yang terjadi pada kolon, sedangkan proctitis adalah
inflamasi yang terjadi pada rektum. Kolitis dan proctitis terjadi sekitar 30% dari
anjing yang menderita diare kronis. Penyakiti ini dikenal juga sebagai Large
bowel disease atau Inflamatory bowel disease.
Gejala Klinis : Diare kronis disertai mukus dan darah. Bentuk feses bervariasi
lembek hingga cair. Frekuensi defekasi sangat tinggi dengan volume feses
sedikit. Kadang disertai vomit. Tenesmus masih terjadi hingga lama setelah
defekasi. Berat badan tidak banyak berubah, kondisi umum biasanya normal.
Anjing boxer umur 2 tahun biasanya mengalami kolitis histiositik ulseratif.
Terapi : Penderita kolitis akut, lakukan NPO dalam 24-48 jam. Berikan pakan
yang tidak
menimbulkan alergi. Suplementasi serat disarankan untuk menambah isi feses,
memperbaiki kontraktilitas otot kolon dan mengikat air untuk membentuk feses.
Antimikrobial
Berikan metronidazole 25 mg/kg q12 jam selama 5-7 hari untuk mengatasi
Entamoeba, Giardia, Trichomonas atau Balantidium. Albendazole 25 mg/kg q12
jam selama 2 hari digunakan untuk Giardia bila metronidazole tidak efektif.
Salmonella dapat diatasi dengan chloramphenicol, trimethoprim-sulfa atau
enrofloxacin. Campylobacter diatasi dengan erythromicin 30-40 mg/kg q24 jam
selama 5 hari atau Tylosin 45 mg/kg q24 jam selama 5 hari. Clostridium dapat
diatasi dengan Metronidazole, Tylosin atau Penicillin dan derivatnya.
Histoplasma diatasi dengan ketoconazole. Anjing, 10-30 mg/kg q24 jam dosis
terbagi; kucing, 5-10 mg/kg q8-12 jam. Bisa juga diberikan itraconazole 5 mg/kg
q12 jam.
30. Prolapsus rektum
Prolapsus rektum adalah protrusio atau keluarnya satu atau lebih lapisan
rektum melalui anal orifisium. Prolapsus yang terjadi dapat bersifat parsial atau
komplet bergantung pada struktur yang terlibat. Pada prolapsus rektum parsial,
hanya lapisan mukosa yang keluar, sementara pada prolapsus rektum komplet
semua lapisan rektum ikut keluar. Prolapsus rektumini dapt terjadi pada semua
bangsa anjing dan tidak tergantung jenis kelamin. Sebagian besar kasus terjadi
pada hewan yang lebih muda.
Gejala Klinis : Hewan akan menunjukkan dyschezia, tenesmus yang berkaitan
dengan penyakit anorektal atau inflamasi kolon (typhlitis, colitis, proctitis). Pada
pemeriksaan fisik tampak adanya massa silindris panjang yang keluar dari
rektum, pada prolapsus rektum parsial hanya mukosa rektum yang keluar.
Terapi : Terapi dan prognosis bergantung penyebab, derajat prolapsus, lama
terjadinya prolapsus, viablitas jaringan. Pada prolapsus rektal atau anal
inkomplet, biasanya mudah dikoreksi secara manual menggunakan saline atau
lubrikan. Gunakan ikatan purse string agar rektum tidak mudah keluar kembali.
Berikan kortikosteroid topikal untuk mengatasi proctitis atau anusitis. Prolapsus
komplet ditandai lama terjadi yang singkat dan viabilitas jaringan masih bagus
sehingga lebih mudah dikoreksi. Pada kasus yang sering kambuh atau bila
koreksi secara manual tidak bisa dilakukan sebaiknya dilakukan colopexy. Bila
prolapsus telah lama terjadi maka viabilitas jaringan sangat rendah sehingga
diperlukan reseksi mukosa atau reseksi komplet dan dilakukan anastomosis.
Karena komplikasi terjadi pembentukan striktura pasca operasi, reseksi komplet
atau anastomosis tidak boleh dilakukan pada kucing. Kucing yang menderita
prolapsus rektum disarankan dilakukan colopexy. Selanjutnya diet yang
diberikan sebaiknya mengandung banyak serat dan laksatif untuk melunakkan
feses.
31. Gastrik Ulserasi dan Erosi
Gastrik erosi adalah terjadinya lesi erosi superfisial pada mukosa lambung, dan
dapat meluas hingga lapisan muskularis mukosa. Faktor risiko adalah
pemberian obat NSAID, glukokortikoid. Pada hewan dewasa atau tua biasanya
karena neoplasia.Gastrik ulserasi dan erosi dapat terjadi karena pemberian obat
(NSAID, glukokortikoid), penyakit metabolik (penyakit hepar, ginjal atau
hipoadrenokortisism), Stress, Benda asing, Neoplasia, Helicobacter pylori,
Gastritis (Lymphocytic/plasmacytic gastroenteritis, eosinophilic
gastroenenteritis). Gastrik ulser dan erosi terjadi karena penyebab tunggal atau
multipel terhadap barrier mukosa. Faktor yang bekerja melindungi lambung dari
ulserasi dan erosi adalah lapisan mukus bikarbonat di atas sel-sel epitel, sel-sel
epitel gaster, aliran darah mukosa, pergantian sel-sel epitel, dan prostaglandin
yang diproduksi saluran cerna. Faktor yang menyebabkan mukosa rusak adalah
hambatan sel-sel epitel memperbaiki kerusakan, suplai darah mukosa
menurun,sekresi asam lambung meningkat. Risiko ulserasi dan erosi gaster
meningkat bila terjadi gangguan pada kemampuan melindungi dari mukosa
barrier.
Gejala klinis : Asipmtomatis pada beberapa penderita. Gejala yang tampak
adalah hematemesis. Vomit dengan vomitus ditemukan bercak darah atau tidak.
Melena, anoreksia, rasa sakit abdominal. Membrana mukosa pucat dan lemah
(bila terjadi anemia). Oedema (jika terjadi hipoproteinemia), depresi, kolaps,
mati mendadak (perforasi gastrik).Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
perforasi gaster, kekurangan darah, sepsis dan encephalohepatik jika disertai
gangguan hepar.
Penanganan : Terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi. Histamin antagonis
reseptor H2. Antiemetik. Metocloporamide atau chlorpromazine.
Chlorpromazine tidak boleh digunakan pada pasien yang menderita hipotensi
ataumengalami hipovolemia. Antibiotika dengan spektrum untuk mengatasi
enterikbakteri dan anaerobik serta mencegah sepsis karena kerusakan barrier
mukosa. Tindakan operatif dapat dipertimbangkan bila hemoragis tidak dapat
dikendalikan.
32. Gastric Dilation / Volvulus Syndrome
Gastric dilation dan volvulus syndrome (GDV) adalah suatu sindroma pada
anjing dimana lambung mengalami distensi dan berputar ataumelintir atau
torsio sehingga menimbulkan perubahan patologi kompleks lokal atau sistemik
dan perubahan fisiologis. Umumnya anjing tengah umur hingga tua yang sering
menderita GDV. Sedangkan bangsa anjing yang sering menderita adalah anjing
besar dengan postur dada lebar dan dalam seperti Herder, Great dane,
Rottweiller, Labrador retriever, Alaskan malamute, Saint Bernard.Penyebab
terjadi gastrik dilation adalah adanya obstruksi aliran pilorus, abnormalitas
myoelektrik gastrik, gerakan lambung setelah mengingesti pakan atau air,
aerofagia. Faktor risiko adalah aktifitas menelan makan atau air dalam jumlah
besar dan aktifitas berat serta stress. Akumulasi cairan atau ingesta dalam
lambung akan berhubungan dengan obstruksi mekanis pada lubang pilorus.
Distensi lambung bersifat progresif dan potensial terjadi volvulus. Torsio
lambung dapat terjadi tanpa terjadi distensi. Saat anjing diposisikan dorsal
recumbency, lambung akanberputar searah jarum jam atau berlawanan jarum
jam. Yang sering terjadi adalah searah jarum jam, dengan duodenum berputar
dari kanan ke kiri. Rotasi terjadi dengan sumbu dari kardia hingga pilorus.
Rotasi dapat 90-360 derajat. Kerusakan lambung biasanya terjadi akibat iskemia
dan kerusakan reperfusi.
Gejala klinis : Hewan biasanya mengalami retching non produktif, hipersalivasi,
depresi, lemah dan distensi abdomen yang progresif. Pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya takikardia, timpani abdomen bagian depan,
takipnea,gejala hipovolemik shock (pulsus lemah, CRT lambat, membrana
mukosa pucat), temperatur rektal bervariasi.
Penanganan : Pasien harus segera diterapi, utamanya memperbaiki fungsi
kardiovaskular dan dekompresi lambung. Dekompresi lambung dapat dilakukan,
menggunakan orogastric intubation. Cara lain adalah dengan trokarisasi dan
menggunakan kateter. Untuk mempertahankan proses dekompresi tetap
letakkan kateter atau pharyngogastric hingga tindakan operatif dilakukan.
Hindari aktifitas yang berat selama 10-14 hari pasca operatif. Pemberian cairan
isotonis 90 ml/kg pada 30-60 menitpertama untuk mengatasi kondisi
hipovolemik shock. Pemberian kortikosteroid digunakan untuk menstabilisasi
membran, membantu fungsi kardiovaskular, dan terapi reperfusi.
Dexamethasone sodium phosphate 5 mg/kg IV pelan atau Prednisone sodium
succinate 11 mg/kg IV. Pemberian antibiotika untuk mengatasi flora
gastrointestinal dan endoteksemia yang berkaitan dengan shock, kelemahan
gastrik dan kemungkinan kontaminasi pasca operasi. Hindari overingesti pakan
atau air minum. Berikan pakan dengan porsi sedikit namun lebih sering. Dan
hindari exercise post prandial atau setelah makan.
33. Enteritis kronis
Enteritis kronis adalah perubahan frekuensi, konsistensi dan volume feses lebih
dari 3 minggu atau berlangsung berulang secara periodik.Penyebab enteritis
kronis bisa berasal dari usus halus atau usus besar. Kejadian ini terjadi akibat
tingginya solut atau cairan sekresi, rendahnya solut atau absorbsi cairan,
permiabilitas intestinal tinggi atau meningkat, motilitas gastrointestinal
meningkat.
Gejala klinis : Usus halus Kondisi tubuh buruk berkaitan dengan maldigesti,
malabsorbsi atau hilangnya protein entropati. Palpasi abdomen terasa
penebalanintestinal berkaitan dengan infiltrasi sel radang, efusi abdomen
karena hipoproteinemia akibat hilangnya protein enteropati atau massa
abdomen (benda asing, neoplastik, intususepsi atau pembesaran limfe nodus
mesenterika).
Usus besar : Palpasi rektal ditemukan adanya mukosa rektal yang tidak halus
dan menebal, striktura, massa intraluminal atau ekstraluminal, limfadenopati
sublumbal.
Penanganan : Secara umum bila mengalami dehidrasi lakukan terapicairan
menggunakan cairan seimbang dapat digunakan normal saline atau
larutanLactated Ringer’s. Pada lesi usus halus lakukan terapi pada penyebab.
Terapi umum ataupun simptomatis biasanya tidak berhasil pada kasus enteritis
kronis. Pada lesi usus besar, telur trichuris jarang ditemukan, namun karena
trichuris paling sering menyebabkan diare usus besar maka sebaiknya
dilakukan pengobatan dengan fenbendazole sebelum melakukan uji diagnosis
yang lain. Diet rendah lemak dan bahan mudah cerna 3-4 minggu akan cepat
mengatasi diare usus besar. Pada umumnya hewan akan sembuh secara
bertahap setelah terapi. Namun bila tidak ada respon, lakukan evaluasi kembali.
Kontraindikasi Antikolinergik akan memperparah enteritis kronis. Namun
kadang diperlukan pada kasus kram pada irritable bowel syndrome.
34. Anal Sac Disorder
Gangguan anal sac pada anjing tebagi menjadi tiga yaitu impaction, sacculitis dan
abses anal sac. Ketiga tipe tersebut dapat terjadi dalam satu proses dengan
berbagai tahapan. Tidak ada predisposisi jenis kelamin atau umur. Bangsa anjing
kecil sering mengalami problem anal sac yaitu miniatur poodle, toy poodle,
chihuahua. Problem anal sac jarang terjadi pada kucing.Penyebab gangguan anal
sac tidak dketahui dengan jelas namun diduga berkaitan dengan faktor feses
yang lunak, diare yang berlangsung kronis atau sekresi kelenjar anal yang
berlebihan dan tonus otot yang lemah. Sekresi yang mengalami retensi akan
mengakibatkan infeksi dan abses kelenjar anal.
Gejala Klinis : Hewan sering mengalami tenesmus, pruritus perianal,perubahan
perilaku, sulit duduk, gelisah, ekor biasanya ditekuk, discharge perianal bila
abses pecah, pyotraumatik dermatitis.
Penanganan : Dengan melihat cairan anal sac akan cukup menentukan diagnosis
dan menetapkan terapi. Berikan antibiotika sistemik dan pemberian kombinasi
antibiotika kortikosteroid secara topikal cukup membantu pada kasus infeksi
anal sac. Bila diperlukan, lakukan drainase dan bersihkan anal sac. Pada kasus
abses anal sac dan sering kambuh perlu dipertimbangkan untuk melakukan
insisi pada kelenjar anal. Abses anal sac harus diperiksa kembali setelah 3-7 hari
pasca terapi.
35. Enteritis akut
Diare adalah meningkatnya frekuensi dan bentuk feses. Kondisi ini
menggambarkanadanya gangguan umum penyakit intestinal. Hewan muda
biasanya menderita akibat makanan atau infeksi.
Patofisiologi : Diare terjadi bila absorbsi menurun atau sekresi meningkat atau
kombinasi keduanya. Diare osmotik Di dalam lumen bahan makanan tidak
terabsorbsi dengan baik. Hal ini bisa terjadi karena mengingesti bahan yang sulit
terabsorbsi (serat), malasimilasi bahanmakanan, kegagalan transpot bahan non
elektrolit (glukosa). Bahan-bahan tersebutbiasanya mudah menyerap air juga
menyebabkan air dari plasma masuk ke dalam lumen intestinal, sehingga
menambah jumlah air di dalam lumen. Diare osmotik ini akan berhenti bila
hewan dipuasakan. Hampir semua hewan yang mengalami diare osmotik
mengalami penyakit kronis. Diare sekretoris Cairan dan elektrolit disekresi oleh
sel sekretoris. Bahan yang disekresi berupa enterotoksin, hormon
gastrointestinal, prostaglandin, stimulasi parasimpatis, serotonin asam empedu,
asam lemak hidroksilat, laksatif. Diare sekretoris murni tidak berhenti bila
hewan dipuasakan.
Gejala Klinis : Kondisi ringan; alert, aktif, belum menunjukkan dehidrasi.
Umumnya frekuensi diare kurang 3-4 kali sehari dalam 24 jam terakhir dan
tidak menunjukkan adanya darah pada feses. Kondisi sedang-berat; gejala klinis
lebih tampak, dehidrasi, depresi, enggan bergerak, lemah. Frekuensi defekasi
lebih dari 6 kali sehari dan umumnya ditemukan bercak darah pada feses.
Diagnosis : Pada kondisi ringan, periksa feses terhadap infestasi parasit, periksa
antigen parvovirus. Pada kondisi sedang dan berat, periksa feses, CBC
(hemogram), elektrolit dan biokimia. Bila ditemukan azotemia, jumlah leukosit
meningkat, aktifitas enzim hepat meningkat diduga tidak hanya berkaitan
dengan masalah saluran gastrointestinal. Biasanya terjadi gangguan elektrolit
dan dehidrasi. Anjing penderita enteritis parvoviral biasanya mengalami
hipoproteinemia setelah rehidrasi.
36. Kolitis dan Proctitis
Kolitis adalah inflamasi yang terjadi pada kolon, sedangkan proctitis
adalahinflamasi yang terjadi pada rektum. Kolitis dan proctitis terjadi sekitar
30% dari anjing yang menderita diare kronis. Penyakiti ini dikenal juga sebagai
Large bowel disease atau Inflamatory bowel disease.
Patofisiologi : Inflamasi kolon menyebabkan akumulasi sitokin, menyebabkan
kerusakan juctionantara sel-sel epitel, stimulasi sekresi kolon, stimulasi mukus
oleh sel goblet. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk
mengabsorbsi air dan menyimpan feses. Kondisi ini menyebabkan diare. Diare
yang terjadi biasanya disertai mukus dan darah.
Gejala Klinis : Diare kronis disertai mukus dan darah. Bentuk feses bervariasi
lembek hingga cair.Frekuensi defekasi sangat tinggi dengan volume feses sedikit.
Kadang disertaivomit. Tenesmus masih terjadi hingga lama setelah defekasi.
Berat badan tidakbanyak berubah, kondisi umum biasanya normal. Anjing boxer
umur 2 tahun biasanya mengalami kolitis histiositik ulseratif.
Diagnosis : Pemeriksaan laboratorium umumnya normal. Kadang ditemukan
neutrofilia left shift. Hiperglobulinemia pada kasus kronis. Mikrositik,
hipokromis anemia pada penderita yang disertai perdarahan kronis.
Diferensial diagnosis : Bedakan dengan diare usus halus.
37. Fistula perianal
Fistula perianal atau anal furunkulosis adalah kondisi yang ditandai adanya
sinusulserasi tunggal atau multipel yang terjadi hingga 360 derajat daerah
sekitar perianal.
Patofisiologi : Patofisiologi fistula perianal tidak diketahui dengan jelas. Anjing
gembala jermanatau Herder mempunyai risiko menderita fistula perianal karena
pangkal ekornya lebar dan ekor menggantung. Risiko yang lain adalah adanya
kelenjar apokrine di daerah kutaneus anal kanal yang sangat aktif. Bentuk ekor
yang demikian mengurangi ventilasi perianal dan menjadi predisposisi
akumulasi kelembaban, bakteria fekal, dan sekresi anal sac yang selanjutnya
mempermudah inflamasi daerah kelenjar apokrine. Faktor imunologis dan
disfungsi tiroid juga diduga menjadi penyebab fistula perianal. Menurunnya
jumlah limfosit, serum imunoglobulin sering ditemukan pada penderita fistula
perianal. Hipotiroidism diduga nejadi penyebab atau faktor risiko terjadinya
fistula perianal. Sebanyak 1 dari 33 anjing yang mengalami fistula perianal
mengalami hipotiroidism. Higienitas yang buruk juga menjadi predisposisi
penyakit ini.
Gejala klinis : Hewan umumnya mengalami tenesmus, dyschezia, hematochezia,
inkontinensiafekal. Hewan juga sering menjilati daerah anal. Gejala yang lain
adalah adanya perdarahan daerah anal, konstipasi dan discharge anorektal yang
berbau. Anoreksi dan berat badan turun juga dilaporkan pada penderita ulserasi
yang parah disertai infeksi. Secara umum juga terjadi perubahan perilaku.
Bangsa anjing besar sering menderita dan insidensi yang paling banyak adalah
anjing gembala jerman atau Herder dan Irish setter.
Diagnosis : Sejarah atau anamnesis dan gejala klinis cukup jelas untuk
menentukan diagnosis fistula perianal. Pemeriksaan daerah anorektum
membutuhkan sedasi atau anestesi karena rasa sakit yang sangat. Pemeriksaan
fisik ditemukan adanya fistula atau ulserasi tunggal atau multipel, saluran
fistula, eksudat purulen disertai darah. Palpasi anorektal ditemukan fistula
rectocutaneus multipel dan anal stenosis. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis pada pemnderita yang mengalami inflamasi
Diferensial diagnosis : Bedakan ruptura abses anal sal dan perianal
adenocarcinoma. Pada ruptura absesanal sac, tampak saluran anal sac yang
pecah tampak unilateral yang terletak di ventrolateral anus. Selulitis dan
fistulasi berkaitan dengan ruptura abses anal sac tidak begitu ekstensif (luas)
dibanding fistula perianal. Perinal adenocarcinoma bersifat proliferatif, namun
ulserasi secara umum mirip dengan fistula perianal.
38. Spirocercaiasis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing dari jenis Spiroserca lupi.
Cacing ini berasal dari kelas nematoda ordo spirurida. Cacing ini berhabitat di
esofagus, lambung, aorta dan memiliki inang antara kumbang tai.
Patogenesisnya : Cacing ini masuk secara peroral, selanjutnya bermigrasi ke
aorta sehingga menyebabkan hemorrhagi, peradangan, nodul, jaringan ikat, dan
necrosis
Gejala klinis : Disfagia, regurgitasi, vomit, stenosis aorta, aneurisma, ruptur
esofagus, obstruksi , kaheksia, sarkoma esofagus, Kematian mendadak
Penanganan : Pengobatan dapat diberikan dengan memberi
Tetrachioroethylene 0,2 ml/kg bb. Disophenol 7,5 mg/kg bb., Dtehlorvos 12-15
mg/kg bb. Tetramizole 7,5 -10 mg/kg bb, Mebendazole 40 mg/kg bb dan
Nitroscanate 50 mg/kg bb.
39. Toxocariasis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing dari jenis Toxocara canis, yang
berhabitat di usus halus. T. canis bersifat zoonotic visceral dan ocular larva
migrans terutama pada anak-anak.
Patogenesisnya : PERORAL : Pada anak anjing muda (Pup<1 mo) ingesti telur
infektif, L3 kemudia migrasi hepato-pulmonar. Di paru molting jd L4, keluar
dengan batuk dan tertelan. Dewasa di usus halus. Periode prepaten 28 hari. Pada
anak anjing yang lebih tua, larva dari paru menuju jaringan dan menunda
perkembangan.
PRENATAL : Reaktivasi larva T. canis di jaringan pada kebuntingan trimester
akhir. Migrasi ke paru-paru fetus, dan molting ke L4. Mature di usus halus pup
setelah kelahiran. Periode prepaten 3-5 minggu
TRANS MAMARIA: Reactivated larva menuju gl.mamaria. Prepaten 21 hari.
Gejala klinis : Sangat patogen pada anjing dan kucing, Gejala umumnya pada
anak hewan: diare, vomit, perut buncit, Stillbirth, Kematian neonatal, dan
Verminous pneumonia
Penanganan : Pemberian berbagai macam anthelmintik dapat diberikan.
Pemberian Fenbendazole dosis 50 mg/kg bb per hari hingga 2 minggu post
partum. Dengan Ivermectin, jumlah eating dapat menurun drastis dengan dosis
0,3 mg/kg bb sc.
40. Brucellosis
Merupakan penyakit pada anjing yang disebabkan oleh bakteri brucella canis.
Bakteri ini merupakan bakteri fakultatif intraseluler dan bersifat aerob. Secara
morfologi bakteri Brucella bersifat Gram negatif, dan tidak berspora berbentuk
kokobasilus (short rods) dengan panjang 0,6 - 1,5 µm dan tidak berkapsul.
Bakteri ini tidak berflagella sehingga tidak bergerak (non motil).
Patogenesis : Bagian pertama yang akan diinfeksi adalah permukaan mukosal
bakteri akan memulai proses attachment untuk memfagositosis. Dilanjutkan
dengan berbagai proses tubuh untuk survival. Brucella kemudian bergerak ke
regional limfa nodus dan berkembang dan memulai infeksi di daerah sekitarnya.
Dari regional limfa nodus, brucella menyebar ke sistem reticuloendotelial dan
saluran reproduksi. Pada saluran reproduksi dari induk bunting, lokalisasi
brucella lebih mungkin terjadi. Brucella dapat pula menginfeksi saluran
reproduksi dari hewan jantan meskipun mekanisme spesifiknya belum jelas.
Pada pejantan, epididimitis dan orchitis sering tampak dan menyebabkan
penurunan fertilitas.
Gejala klinis : Aborsi pada anjing yang terjadi sekitar 50 hri usia kebuntingan,
Terjadi pembengkakan pada skrotum karena akumulasi cairan di tunika,
Menyebabkan terjadinya meningoencephalitis, osteomyelitis, discopondylitis,
anterior uveilitis
41. Dirofilariasis
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Dirofilaria imitis berlokasi di Ventrikel
sebelah kanan dari jantung dan arteria pulmonalis. Hospesnya pada Anjing,
kucing, bisa manusia, kuda, singa dan beruang. Cacing nematoda ini memifiki
panjang pada yang jantan 12-16 cm, sedang betina 25 -30 cm, langsing, pada
ujung posterior jantan ada spiral. Pada ekor terdapat aiae tateralis kecil. Pada
yang betina bersifat ovovivipar, mikrofilaria ada di darah setiap saat.
Patogenesis : Pada sikulusnya membutuhkan hospes intermedier nyamuk
seperti culex, aedes, anopheles, dan sebagatnya. Nyamuk menghisap darah dari
hospes defrnitif yang sakit, maka mikrofilaria akan terhisap masuk ke nyamuk,
menuju tubulus malphigi ke rongga tubuh dan fabium dan kemudian dapat
infektif selama 15-17 hari. Nyamuk dengan larva infektif akan menghisap darah
dan sekaligus memasukan mikrofilaria ke hospes, mengikuti aliran darah, ke
jantung, ke arteria pulmonalis.
Gejala klinis : Tergantung pada berat ringannya infeksi yang dapat
mengakibatkan simptomatis atau asimptomatis. Pada kasus kronis dapat terjadi
batuk, penurunan berat badan.
Penanganan : Pengobatan dapat diberikan dengan Levamizole yang efektif
terhadap mikrofilaria dengan dosis 10-15 mg/kg bb po selama 14 hari.
Ivermectin dapat berefek pada mikrofilaria, namun tidak untuk cacing dewasa.
Untuk dewasa, dapat diberikan Metersamin 2,5 mg/kg bb dengan jarak
pemberian 24 jam efektif untuk cacing filaria dewasa.
42. Melena
Melena adalah adanya darah yang telah tercerna di dalam feses. Umumnya feses
berwarna hitam atau coklat tua seperti tar. Faktor risiko penyakit ini adalah
pemberian kortikosteroid atau NSAID, misal untuk terapi arthritis.
Penyebab : Erosi atau ulserasi gastrointestinal Neoplasia (lymphosarcoma dan
adenocarcinoma), Infeksius (infeksi fungal atau parasit), Inflamasi (benda asing,
gastritis akut, gastroenteritis hemoragis), Obat-obatan (NSAID atau
kortikosteroid). Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan ulserasi
gastrointestinal Gagal ginjal, Penyakit Hepar, Pankreatitis, Hipoadrenokortisism,
Neoplasia (gastrioma dan tumor sel mast), Shock. Ingesti darah Diet, Lesi
oesophagus (neoplasia, oesophagitis), Lesi oral atau faringeal (neoplasia atau
abses), Lesi nasal (neoplasia, rhinitis fungal), Lesi respirasi (torsio lobus pulmo,
neoplasia, hemoptysis, pneumonia) Koagulopati Trombositopenia, Faktor beku
abnormal (von Willebrnads disease, ingesti rodentisida, defisiensi faktor beku),
Disseminated Intravascular Coagulation
Patofisiologi : Melena umumnya terjadi akibat perdarahan pada gastrointestinal
bagian depan. Namun dapat juga terjadi bila hewan mengingesti darah dari
rongga mulut atau saluran respirasi.
Gejala Klinis : Melena biasanya berkaitan dengan vomit, anoreksia, berat badan
turun atau membrana mukosa pucat. Pemeriksaan fisik yang ditemukan
bergantung pada penyebab penyakit.
Diagnosis : Hemogram menunjukkan anemia mikrositik hipokromik bila pasien
mengalami
perdarahan yang kronis, neutrofilia atau trombositopenia. Gambaran biokimia
darah
menunjukkan penyebab melena ekstraintestinal (gagal ginjal atau penyakit
hepar). Urinalisis biasanya normal. Pemeriksaan lain profil koagulasi biasanya
abnormal. Pemeriksaan feses menunjukkan penyebab (parasit). Prognosis
sangat bergantung pada penyebab. Pada kasus ulserasi akibat obat, parasit,
benda asing, hipoadrenokortisism prognosisnya baik. Pada kasus gagal ginjal,
penyakit hepar atau DIC prognosisnya infausta bergantung terhadap respon
terapi. Pada kasus keracunan rodentisida prognosisinya baik.
Terapi : Diperlukan terapi cairan bila terjadi hipovolemia karena kehilangan
darah. Gunakan larutan elektrolit yang seimbang dengan suplementasi kalium.
Lakukan transfusi darah atau packed cell bila terjadi perdarahan yang hebat.
Lakukan transfusi darah atau plasma bila terjadi koagulopati. Bila pasien
mengalami ulserasi gastrik berikan protektan mukosa seperti H2 receptor
antagonis (Cimetidine, Ranitidine), Sucralfate.
43. Dyschezia dan Hematochezia
Dischezia adalah kesulitan defekasi yang disertai rasa sakit, sedangkan
hematochezia adalah adanya darah segar pada feses.
Penyebab : Penyakit rektum dan anus , Striktura, anal sacculitis atau abses,
fistula perianal, pseudocoprostasis, benda asing, prolapsus rektum, proctitis,
neoplasia, trauma (gigitan).Penyakit kolon, Neoplasia (adenocarcinoma dan
lymphosarcoma), idiophatic megacolon, inflamasi (inflamatory bowel disease),
konstipasi Penyakit-penyakit lain, Faktur pelvis atau kaki belakang, penyakit
prostat, neoplasia intrapelvis Faktor risiko dyschezia atau hematochezia adalah
hewan mengingesti rambut, tulang atau benda asing yang memicu terjadinya
konstipasi dan menyebabkan dyschezia.
Patofisiologi : Ada keterkaitan dengan penyakit-penyakit pada daerah kolon,
rektum, anus. Gejala Klinis Tenesmus, feses sangat keras jika pasien mengalami
konstipasi. Pasien dengangejala hematochezia biasanya ditemukan adanya
massa atau polip melalui palpasi digital pada rektum.
Diagnosis : Diferensial diagnosis, bedakan dari dysuria dan stranguria.
Terapi : Berikan antibiotika untuk mengatasi infeksi bakterial. Berikan
antiinflamasi untuk
mengatasi kolitis (sulfasalazine atau prednisone). Berikan laksatif (lactulosa,
docusate, docusate calcium). Sebaiknya tidak memberikan bahan yang dapat
meningkatkan isi feses (serat) kecuali memang ada indikasi, seperti pada kasus
kolitis. Laksatif digunakan untuk memudahkan defekasi pada penderita penyakit
rektoanal. Penyakit rektoanal (fistula perianal atau hernia perinealis)
memputuhkan tindakan operatif. Pada penderita striktura dapat dilakukan
dengan baloon dilation.
44. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah inflamasi pada gaster atau lambung yang ditandai dengan
vomit kurang dari 7 hari, dan tidak menunjukkan gejala-gejala yang lain.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua anjing dari segala umur. Hewan muda
biasanya mengalami masalah karena mengingesti benda asing.
Penyebab : Gastrik, Diet (makan basi, perubahan pakan mendadak, toksin
bakterial, alergi, diet lemak tingi pada hewan muda), ingesti benda asing,
tanaman, obat (NSAID) aspirin, phenylbutazone, ibuprofen, glukokortikoid, agen
infeksius (viral, bakterial), parasit. Non gastrik, Gagal ginjal, penyakit hepar,
sepsis, shock, stress, hipoadrenokortisism, penyakit neurologis.
Gejala Klinis : Vomit adalah gejala yang utama, biasanya segera pulih dalam 24-
48 jam setelah penyebab dihilangkan. Hewan mungkin anoreksia, depresi,
kadang disertai rasa sakit di abdomen. Retching atau vomit mungkin terjadi saat
dipalpasi abdomen. Derajat dehidrasi bervariasi. Umumnya pemeriksaan fisik
tidak menunjukkan banyak perubahan. Gejala sistemik akan ditemukan bila
gastritis merupakan gejala sekunder akibat penyakit lain .
Diagnosis : Bila penderita mengalami vomit akut dan tidak menunjukkan gejala,
hanya membutuhkan terapi simptomatis tanpa perlu uji-uji diagnostik. Namun
bila ditemukan indikasi gejala serius, tidak sembuh dalam 2-3 hari, atau semakin
parah, diperlukan uji-uji diagnostik. Pada umumnya tidak terjadi perubahan
pada pemeriksaan laboratorium. PCV dan totoal protein akan meningkat bila
terjadi dehidrasi. Hipokalemia terjadi akibat anoreksia yang lama atau vomit
profus.
Terapi : NPO (nothing per os) jika vomitnya frekuen. Mulai berikan sedikit air
minum 12-24 jam setelah vomit berhenti. Jika vomit tidak frekuen dapat
diberikan sedikit air minum. Mulai berikan makan yang mudah dicerna dan
rendah protein atau lemak, 24-36 jam setelah vomit berhenti. Setelah 3-4 hari
berikan pakan secara bertahan hingga kembali ke diet normal. Umumnya tidak
membutuhkan antiemetik, namun bila diperlukan dapat diberikan
chlorpromazine atau metocloporamide. Pemberian gastrik protektan tidak
diperlukan dan kadang justru meningkatkan vomit karena iritasi lokal atau
distensi gastrik. Pemberian antibiotika tidak diperlukan. Pemberian antasida,
dapat diberikan pada gastritis yang berat menggunakan histamin antagonis
reseptor H2. Lakukan terapi cairan bila diperlukan. Larutan actated Ringer’s atau
normal saline umumnya dapat digunakan sebagai terapi cairan. Pemberian dapat
dilakukan secara subkutan. Berikan kalium klorida bila terjadi anoreksia, vomit
profus atau hipokalemia.
45. MEGACOLON PADA ANJING
DEFINISI
Megacolon adalah suatu gangguan fungsional dimana terjadi peningkatan
diameter (pelebaran) pada kolon atau usus besar. Perubahan struktur usus ini
menyebabkan fungsi usus menjadi abnormal, termasuk mengurangi motilitas
kolon dan konstipasi (sembelit) kronis. Kasus megacolon ini paling sering
ditemukan pada kucing dibanding anjing.
Penyebab : Beberapa penyebab megacolon diantaranya adalah adanya benda
asing yang bercampur dengan kotoran atau yang meyumbat bagian usus besar,
kurang gerak, adanya perubahan pada litter box (kotor, perubahan letak, ganti
dengan yang baru), stres, fraktur (patah) atau dislokasi tulang panggul, abses di
daerah perineal, tumor, atresia rektal, spinal cord disease (penyakit tulang
belakang), congenital spinal anomaly, paraplegia (paralisis/lumpuh bagian
tubuh belakang), central nervous system dysfunction, dysautonomia (gangguan
system syaraf autonom), idiophatic megacolon, hypokalemia, dehidrasi,
kelemahan otot yang ada kaitannya dengan penyakit lain, pemberian obat-
obatan seperti antikolinergik, antihistamin, diuretic, dan barium sulfate.
Patofisiologi : Kotoran (feses) dapat bertahan di usus besar selama beberapa
hari pada anjing dan kucing tanpa menimbulkan suatu kerusakan pada bagian
tersebut. Namun penahanan kotoran yang berkepanjangan akan mengganggu
proses penyerapan air sehingga feses menjadi lebih kering dan akan menjadi
sangat sakit atau sulit untuk dikeluarkan. Ketika kondisi ini semakin parah dan
dalam jangka waktu sangat lama maka akan menimbulkan perubahan dalam
motilitas usus besar.
Gejala klinis : kucing dan anjing yang mengalami megacolon akan menunjukkan
gejala mengalami kesulitan saat akan buang air besar, merejan kesakitan, dan
kotoran yang dikeluarkan sangat sedikit jumlahnya. Gejala lain yang muncul
antara lain menurunnya nafsu makan, depresi, penurunan berat badan, dan
muntah.
Diagnosa : Diagnosa pada kasus ini dapat diketahui dari anamnesa yang
diperoleh dan pemeriksaan fisik seperti perabaan pada bagian perut dimana
akan teraba bentuk feses yang keras atau bentuk abnormal seperti massa yang
menyumbat. Pemeriksaan yang lain meliputi laboratorium seperti hematologi,
kimia darah dan urinalisis, xray, USG, dan colonoscopy.
Pengobatan : Pengobatan diberikan berdasarkan tingkat keparahan kondisi dan
penyebab utamanya. Pemberian obat pencahar atau yang bersifat lubrikasi
seperti lactulose, microlax diharapkan dapat mengeluarkan kotoran (feses)
dengan lebih mudah. Bila pasien mengalami dehidrasi maka perlu diberikan
cairan infus. Pemberian makanan yang tinggi serat juga bisa membantu
meningkatkan motilitas dari usus besar. Namun bila terapi yang telah disebutkan
di atas tidak memberikan respon yang bagus maka harus dilakukan colectomy
yaitu pengangkatan sebagian ataupun seluruh bagian dari usus besar.
46. Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) pada Anjing
Definisi : Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung tidak
dapat berfungsi memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk
memenuuhi kebutuhan metabolisme jaringan, atau hanya dapat bekerja apabila
tekanan pengisian (filling presure) dinaikan.
Gejala klinis : Gejala klinis ditemukan adanya nafas abdominal, tachypnoe,
kaheksia, kelemahan otot serta daerah ekstremitas tubuh yang dingin. Distensi
abdomen akibat ascites terlihat cukup besar dengan isi cairan kental kemerahan
sebanyak 4,5 liter. Daerah thorak terlihat adanya ictus cordis. Auskultasi jantung
terdengar tachycardia serta arritmia.
Terapi : Penanganan medis pada kasus gagal jantung ditujukan dalam
mengurangi gejala dan disfungsi jantung karena mayoritas kasus, gangguan
jantung dan gagal jantung tidak dapat disembuhkan. Gejala kongesti dapat
diterapi dengan obat yang mengurangi cardiac filling pressure (penurun preload
seperti diuretik dan venodilator) dan obat yang memudahkan kinerja jantung
(ionotropik positif dan dilatator arteri) (Tilley et al. 2008).Terapi yang diberikan
meliputi pemberian obat ionotropik positif dan vasodilatator (pimobendan 0,25
mg/kg BID) yang dikombinasi dengan ACE-inhibitor (enalapril 0,5 mg/kg BID)
dan diuresis (Furosemid 2 mg/kg BID). Selain itu, terapi juga menggunakan
makanan diet khusus jantung, suplemen minyak ikan dan multivitamin. Selain
menggunakan terapi obat, terapi CHF juga dikombinasikan dengan makanan diet
khusus jantung.
47. Sebaceous Adenitis Pada Anjing
Definisi : Sebacous Adenitis (SA) adalah suatu penyakit kulit yang bersifat
idiopathic yang terjadi pada kelenjar sebaceous anjing (Marsella 2008). Terdapat
dua bentuk dari penyakit ini yaitu bentuk lokal dan bentuk General. Bentuk local
ditandai dengan area terbatas dengan gejala klinis berupa alopecia, erythrema
dan sisik (scale) berlebihan dengan karakteristik yang melekat pada rambut.
Inflamasi dan pruritus bisa terjadi khususnya yang disertai dengan pyoderma
superficial. Bentuk ini paling sering muncul pada anjing-anjing berbulu pendek
dan sering diawali dari kepala atau wajah dan bergerak ke caudal (White 2001).
Bentuk yang kedua adalah bentuk general. Bentuk ini ditandai dengan jumlah
sisik yang sangat berlebihan pada kulit, alopecia dan kulit teraba kering saat
disentuh. Bagian belakang punggung, medial pinnae dan liang telinga adalah
daerah yang paling sering terpengaruh dalam bentuk ini. Pruritus sangat
bervariasi tetapi mungkin terjadi, terutama apabila terjadi pyoderma yang
disertai dengan infeksi sekunder bakteri (White 2001).
Gejala Klinis : Gejala klinis yang muncul adalah kulit terlihat bersisik pada
daerah punggung mulai dari bagian bawah tengkuk hingga ujung ekor, alopecia
diseluruh bagian yang ditutupi sisik termasuk ekor (rat tail), dan beberapa
bagian muncul nodul yang berisi cairan purulent. Saat disentuh bagian kulit
anjing terlihat kesakitan, khususnya pada daerah yang mengalami kemerahan.
Dari hasil pengamatan dibawah wood lamp, beberapa kerak terlihat berpendar.
Tidak terlihat ektoparasit apapun dari pemeriksaan kerokan kulit.
muncul nodul yang berisi cairan purulent
Patogenesis : Teradapat empat teori yang menjelaskan penyebab dan patogenesa
dari penyakit ini, yang petama adalah penyakit keturunan yang menyebabkan
kerusakan dari kelenjar sebaceous. Kedua penyakit ini bisa juga disebabkan
akibat munculnya respon immune yang diperantarai sel terhadap kelenjar
sebaceous. Ketiga gangguan proses keratinisasi yang disebabkan karena
tersumbatnya saluran sebaceous yang disebabkan karena adanya peradangan
pada kelenjar tersebut. Keempat, penyakit ini dapat disebabkan oleh
abnormalitas dari produksi lipid pada kulit (dermal). Setelah menajalani
pengobatan selama 40 hari, terlihat perbaikan yang signifikan dari kulit Ubi.
Kulit terlihat tidak berkerak, tidak kemerahan dan tidak sakit saat disentuh
(gambar 1 kanan). Bulu-bulu halus juga mulai tumbuh dibeberapa bagian.
Omega 3 dan omega 6 merupakan asam lemak esensial yang memiliki banyak
fungsi. Salah satu fungsinya adalah sebagai antiinflamasi. Selain itu komponen
utama dari sebum adalah asam lemak, sehingga pemberian supplement omega 3
dan 6 sangat tepat dalam penangan kasus ini. Pemberian supplement yang
mengandung zinc pada kasus ini bertujuan untuk mempercepat persembuhan
luka dan regenerasi sel kulit mengingat fungsi Zinc yang erat hubungannya
dengan proses sintesis DNA. Selain itu perbaikan nutrisi dengan makanan yang
mendukung fungsi kulit juga berperan cukup besar dalam persembuhan
penyakit ini. Melihat perbaikan yang cukup baik tanpa memberikan obat-obatan
untuk penyakit yang bersifat autoimmune maka teori ketiga (gangguan
keratinisasi) dan teori keempat (abnormalitas produksi lipid) dapat dijadikan
kausa utama yang paling memungkinkan pada kasus Sebaceus Adenitis yang
dialami ubi.
Terapi : Terapi yang diberikan adalah suplemen omega 3 dan 6 bid (Megaderm®
Virbac), suplemen dengan kandungan zinc, selenium dan multivitamin bid, serta
liver protectant sid. Selain itu setiap harinya kulit bagian kerak digosok dengan
air yang sudah dicampur dengan shampoo yang mengandung chlorhexidine 3%
(Pyoderm ® Virbac Shampoo) dengan perbandingan 3:1 sid. Setiap 1 minggu
sekali anjing dimandikan dengan shampo yang mengandung keratolitic agent
(Sebolytic ® Virbac Shampoo). Anjing diberikan pakan khusus untuk menunjang
dan memperbaiki kualitas kulit.
48. Pyometra
Definisi : Pyometra, secara harfiah berarti nanah di dalam uterus, adalah
penyakit umum yang khas pada anjing betina yang belum di steril. Kejadian
pyometra biasanya terdiagnosa mulai dari 4 minggu sampai 4 bulan setelah
estrus. Penyakit ini akan menyebabkan perubahan yang tidak signifikan pada
stadium awal, oleh karena itu, pada prosesnya penyakit ini lambat terdiagnosa.
Anjing dengan pyometra dapat memiliki discharge vagina (open-cervix
pyometra) atau tanpa discharge vagina (closed-cervix pyometra) dan tidak
jarang juga disertai dengan terbentuknya kista. Closed-cervix pyometra adalah
kasus darurat yang membutuhkan penanganan cepat untuk mencegah sepsis
dan kemungkinan terjadinya kematian (Smith 2006).
Gejala Klinis : Gejala klinis yang tampak pada anjing yang menderita pyometra
adalah penurunan napsu makan, depresi, polidipsi, lemah, dan mengalami
distensi abdominal dengan atau tanpa discharge vagina. Discharge vagina, dapat
bersifat purulen, sanguinopurulen (mirip dengan sup tomat), mukoid atau
hemoragi akut. Pada gambaran hasil darah (laboratorium), biasanya akan
tampak peningkatan jumlah sel darah putih dan azotemia prerenal yang muncul
bersamaan dengan dehidrasi (hiperproteinemia dan hiperglobulinemia) (Smith
2006).
Patogenesis : Patogenesa pyometra pada anjing melibatkan stimulasi estrogen
pada uterus yang diikuti dengan interval progesteron dominan yang
diperpanjang. Ketika anjing betina semakin tua, stimulasi estrogen semakin
sedikit dan terjadi dominasi progesteron. Hasil dari dominasi progesteron ini
adalah proliferasi endometrium, peningkatan sekresi lendir uterus, dan
penurunan kontraksi myometrium. Karena myometrium mengalami penurunan
kontraksi dan sekresi lendir meningkat menyebabkan uterus kesulitan untuk
mengeluarkan lendir. Kesulitan pengeluaran lendir oleh uterus menyebabkan
bakteri yang terdapat di dalam vagina mudah untuk sampai ke dalam uterus.
Bakteri yang masuk ke dalam uterus akan bersatu dengan lendir yang terdapat
di uterus. Lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri, sehingga bakteri dapat berkembang biak dengan cepat. Hal ini terlihat
dengan semakin banyaknya akumulasi nanah di dalam uterus (Lopate 2010).
Diagnosa : Diagnosa terbaik untuk membuktikan terjadi atau tidaknya pyometra
adalah dengan melakukan ultasonografi dan radiografi. Apabila dilakukan
ultrasonografi, maka akan terlihat adanya cairan di dalam uterus, disertai
dengan terlihatnya dinding uterus yang menebal. Sedangkan penampakan
radiografi yang terlihat adalah adanya bentukan tubular yang terisi oleh cairan,
dan terletak diantara colon decenden dan vesica urinaria (Lopate 2010).
Pengobatan : Pengobatan pyometra pada anjing dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu metode operasi dan metode tanpa operasi (dengan obat-obatan).
Metode terbaik adalah dengan dilakukan operasi ovariohysterectomy. Teknik
ovariohysterectomy umum dilakukan pada pyometra jenis tertutup maupun
terbuka, ovariohysterectomy juga dapat mencegah kejadian pyometra berulang
pada anjing (Rootwelt-andersen dan Farstad 2006)
49. Gastric Dilatation Volvulus/ Torsio Lambung/Bloat
Definisi : Suatu keadaan dimana lambung mengembang berisi gas ( gastric
dilatation) yang dapat menyebabkan shock dan kematian. GDV bisa diartikan
lambung yang mengembang berisi udara dan terpuntir pada sumbu longitudinal
(volvulus).
Patofisiologi : Penyebab utama belum di ketahui tetapi di duga karena anjing
memakan dogfood kering dalam jumlah besar kemudian meminum banyak air
sehingga menyebabkan dogfood mengembang dan pada saat bersamaan hewan
tersebut melakukan aktifitas berlari atau melompat sehungga menyebabkan
lambung terpuntir. Ada teori yang menyatakan lambung kehilangan ritme
kontraksi reguler sehingga udara terjebak di dalamnya sehingga menyebabkan
lambung terpuntir. Jika lambung membesar isi udara menyebabkan tekanan
pada vena besar pada abdomen yang membawa darah kembali ke jantung,
akibatnya adanya kekurangan dari output darah dari jantung. Pengurangan
darah pada lambung menyebabkan jaringan akan kekurangan darah dan
oxygen, jika tidak segera di tangani akan menyebabkan rupturnya dinding
lambung. Digesti juga terhenti saat terjadi sumbatan pada lambung sehingga
toxin akan terakumulasi yang mengakibatkan peradangan serta terserapnya
toksin ke dalam sirkulasi darah, dan terjadi DIC (disseminated intravascular
coagulation)
Gejala Klinis : Breed pre disposisi : pada anjing dengan dada yang dalam dan ras
besar atau raksasa ( Great danes, Irish, German Shepherds, Bassett Hounds,
Afgan Hounds)
Lambung terlihat besar melewati tulang iga, palpasi lambung berisi udara (dari
sebelah kiri) Anjing gelisah dan stress, nafas sesak .Hewan shock
Terapi : cairan intravena Tekanan udara dalam lambung harus segera di
keluarkan, memasukan stomach tube dari mulut ke lambung atau menusukkan
jarum besar dari kulit luar ke lambung.
Operasi pengembalian posisi lambung, dan gastropexy ( menggantungkan
lambung ke dinding perut agar kejadian ini tidak terulang)
50. Atopic Dermatitis
Atopic Dermatitis adalah penyakit kulit pada anjing yang disebabkan karena
alergi.
Etiologi: Atopic Dermatitis disebabkan oleh berbagai macam, mulai dari pakan,
lingkungan, serbuk bunga, debu, dan lain-lain. Atopic dermatitis umumnya
diderita oleh anjing yang mulai beranjak usia 1-3 tahun.
Patogenesis: Anjing yang peka (seperti Boston terrier, Cairn Terrier, Dalmatian,
Westland High Terrier, Scottish Terrier, Golden Retriever, Lha apsos, Pug,
English bulldog) akan menjadi tersensitisasi oleh alergen lingkungan dengan
memproduksi IgE-specific allergen yang akan mengikat reseptor mast cell
cutaneous. Eksposur allergen yang lebih lanjut, via perinhalasi atau percutan,
akan menyebabkan degranulasi mast cell dan basofil yang akan menyebabkan
hypersensitivitas cepat (Tipe I) dan akan menghasilkan pelepasan histamin,
heparin, dan enzim proteolitik dan berbagai mediator kimia lain.
Gejala Klinis: Gejala yang paling sering karena penyakit ini antara lain gatal-gatal,
menggigit-gigit dan menjilat kaki (foot licking/rubbing) dimana gejala pertama
terlihat dimulai dari usia 1-3 tahun. Gejala lain yaitu infeksi kulit (Pyoderma)
dan jamur yang selalu berulang dan kambuhan. Lokasi gatal dan lesi biasanya
tersebar di daerah wajah, kaki depan, ketiak, bawah leher dan bawah abdomen.
Gejala lain yang khas adalah respon positif dengan obat kortikosteroid.
Penanganan dan Pencegahan:
Terapi untuk Atopic Dermatitis yaitu dengan menjauhkan bahan alergen
yang menyebabkan pasien menjadi alergi. Terapi asam lemak EPA & DHA yang
terkandung dalam minyak ikan menunjukkan hasil yang signifikan bila
diminumkan lebih dari 8 minggu.
Terapi obat-obatan bisa dengan kortikosteroid, imunosupresan atau
antihistamin untuk mengurangi sensasi alergi. Di luar negeri sudah mencoba
terapi dengan Allergen Specific Immunotherapy.
51. Dysphagia
Dysphagia merupakan gejala kesulitan menelan yang dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk mengunyah makanan serta tidak dapat membentuk
dan . Gejala klinis yang timbul yaitu berupa Hipersalivasi, gagging, berat badan
turun, berusaha menelan berulang-ulang,menelan dengan posisi leher abnormal,
regurgitasi, batuk (aspirasi), sakit saat menelan.
Patogenesis : terjadi obstruksi mekanis pada mulut atau faring terjadi disfungsi
neuromuskular sehingga menyebbkan ggerakan menelan yang lemah dan
inkoordinasi rasa sakit saat mastikasi atau menelan.
Pengobatan : terapi Suport nutrisi .Pada disfagia oral, pasien dapat menelan bila
bolus makan ditempatkan pada kaudal faring. Hal ini dilakukan secara berhati-
hati agar tidak terjadi aspirasi pneumonia. Kepala dan leher dinaikkan akan
mempermudah proses menelan pada pasien disfagia faringeal atau
krikofaringeal. Jika tidak, lakukan terapi cairan secara parenteral. Disfagia tidak
mudah diatasi,pengobatan disphagia sebaiknya diarahkan pada penyebab
penyakit, atau dapat diberikan antibiotika spektrum luas dan kortikosteroid
sebagai antiinflamasi bila tidak ditemukan penyakit yang spesifik.
52. Salivary mucocele
Salivary mucocele dikenal juga dengan sebutan sublingual gland and diet injury.
Salivary mucocele adalah pengumpulan mukus saliva yang disebabkan buntunya
saluran saliva atau kerusakan jaringan saliva akibat inflamasi. Salivary mucocele
ini dapat terjadi pada anjing dan kucing. Bangsa anjing yang sering menderita
adalah AGJ dan Poodle (toy, miniatur). Tidak ada kecenderungan terhadap jenis
kelamin dan masih belum ada laporan yang bersifat heriditer. Penyebabnya bisa
bermacam-macam. Traumatik dapat terjadi akibat penetrasi benda asing atau
gigitan. Sebab inflamasi biasanya berupa sialoadenitis atau adanya benda asing.
Sedangkan sebab sekunder, biasanya berasal dari carnassial abcess atau
neoplasia.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan yaitu : bervariasi, berdasarkan tingkat
keparahan dan lokasi lesi. Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva yang
sering terkena. Kadang ditemukan rasa sakit, kadang tidak. Hewan bisanay akan
mengalami disfagia, anoreksia, stridor hemoragi atau dispnea. Pada prinsipnya
tidak obat yang dapat digunakan. Terapi yang disarankan adalah operatif.
Lakukan drainage atau lancing dengan tujuan untuk mengurangi atau
membuang hasil produksi saliva sehingga dapat keluar dari kelenjar. Bisa juga
dengan melakukan drainage secara periodik.
Tindakan definitif adalah dengan melakukan drainage atau reseksi mucocele.
Biasanya kelenjar submandibula dan sublingual secara bersama-sama direseksi.
Langkah alternatif adalah melakukan reseksi marsupialisasi atau redireksi aliran
saliva. Namun langkah ini masih sering menyebabkan kambuh. Amati
abnormalitas pasca operasi. Disfungsi episodik jarang terjadi dan biasanya
bersifat transient. Kambuh umumnya dibawah 5% dan lebih disebabkan reseksi
yang tidak total, reseksi pada kelenjar yang salah atau adanya kerusakan
kelenjar akibat penanganan (iatrogenik). Prognosis baik pada kasus yang tidak
disertai penyakit lain.
53. Hepatozoon
Patogenesis: Merogoni terjadi dalam limpa dan sumsum tulang. Ada beberapa
tipe meront yaitu makro meront dan mikromeront. Mikromerozoit masuk
kedalam leukosit dan membentuk gamont yang dikelilingi kapsul lebut. Vektor
dari penyakit ini adalah caplak Rhipicephalus sanguineus. Nimfa juga dapat
menularkan infeksi. Anjing terinfeksi karena memakan caplak yang terinfeksi.
Gejala klinis: Gejala klinis dari hepatozoon adalah demam, kurus, anemia Dan
limpa membesar. Anjing dapat mati pada umur 4-8 minggu.
Pengendalian dan Pencegahan: Pengendaliannya dilakukan dengan mencegah
infestasi caplak.
54. Otodectes cynotis (Ear Mite)
Tungau telinga adalah parasit. Tungau telinga merupakan parasit yang sangat
kecil yang hidup di telinga anjing dan kucing, dimana pakan tungau tersebut
adalah darah, yang menghasilkan kotoran pada telinga, dan minyak kulit. Tungau
telinga pada anjing dan kucing adalah Otodectes cynotis yang biasanya
menghabiskan seluruh siklus hidup di dalam dan di sekitar saluran telinga.
Pathogenesis : Awal infeksi ada eksudat seperti lilin berwarna coklat, menjadi
berkerak, tungau hidup didalam kerak diatas kulit, jika ada infeksi bakteri
sekunder otitis yang purulen.
Gejala Klinis : Gejala- gejala yang timbul adalah kebanyakan hewan akan
menggosok dan menggaruk telinga sesering mungkin, tergantung tingkat
keparahan. Daerah rambut akan rontok dan bisa menyebabkan aural hematoma
karena melepuh darah banyak oleh pecahnya pembuluh darah kecil antara kulit
dan tulang rawan dari telinga yang disebabkan oleh menggaruk telinga. Dalam
kondisi parah kanal telinga akan berdarah, baik darah segar atau kering akan
muncul di dalam kanal. Darah kering menyerupai bubuk kopi. Apabila semakin
dibiarkan akan timbul bakteri dan ragi dapat memperburuk peradangan saluran
telinga. Tungau telinga sangat umum, tetapi bisa menjadi penyakit serius. Jika
tidak diobati, tungau akan merusak saluran telinga dan gendang telinga sehingga
dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen.
Diagnosa : Mendiagnosa tungau telinga terlebih dahuiu dengan pemeriksaan
fisik kemudian diperiksa dengan menggunakan otoscopic untuk melihat kondisi
telinga hewan kesayangan anda. Setelah itu dapat dilakukan dengan swab
kotoran dalam telinga untuk diuji di bawah mikroskop.
Pencegahan dan Pengobatan : untuk pengobatan tungau dapat dilakukan dengan
membersihkan telinga hewan kesayangan anda setiap hari dan pemberian obat
untuk membunuh tungau telinga tersebut. Obat yang diberikan adalah obat tetes
telinga yang mengandung antiparasit seperti pyrethrins; ivermectin;
thiabendazole; rotenone dan selamectin. Pencegahan penyakit ini adalah telinga
hewan kesayangan anda rajin dibersihkan setiap hari, amati tingkah laku mereka
yang suka menggaruk-garuk telinga. Apabila rambut hewan kesayangan panjang
dapat dipotong agar lubang telinga tidak lembab.
55. Meliodosis
Melioidosis adalah suatu penyakit yang menyerupai glanders, menyerang
berbagai jenis hewan dan manusia. Pertama kali dilaporkan oleh Whitmore dan
Krishnaswani di Rangon pada tahun 1912. Gambaran umum penyakit ini adanya
septisemia, pyemia dan pembentukan granuloma yang khas pada hampir semua
bagian tubuh. Di daerah endemis, Melioidosis adalah penyakit penting pengebab
sakit dan kematian pada manusia dan hewan. Bersifat epizootik pada marmot
dan kelinci. Penyakit ini juga menyerang tikus liar yang diduga merupakan
reservoar penyakit. Manusia tertular karena gigitan kutu tikus Xenosylla
cheopsis atau nyamuk Aedes aegypti. Serum pasien dapat mengaglutinasi bakteri
pada pengenceran 1:2.560. Gambaran nekropsi dan klinisnya adalah serupa
dengan Malleus (Glanders) pada kuda.
Kasus penyakit pernah dilaporkan terjadi pada rodentia, kelinci, burung
rnerpati, hewan-hewan di kebun binatang termasuk rusa, anjing, kucing, kuda,
kerbau, sapi, domba, kambing dan babi. Penyakit ini dapat dibuat secara
eksperimental pada tikus besar (rat), tikus kecil (mice) dan hamster. Penyakit
dapat juga terjadi pada manusia.
Pengobatan
Hanya sedikit informasi yang ada tentang pengobatan yang memuaskan
terhadap melioidosis. Pengobatan dengan pemberian antibiotik. Uji in-vitro
menunjukkan bahwa oxytetracycline, novobiosin, chloramphenicol dan
sulphadiazine mungkin sangat bermanfaat dan diantaranya oxytetracycline
adalah yang terbaik. Penicillin, streptomycin, chlortetracycline dan polymixin
tidak efektif dalam pengobatan melioidosis. Chloromycetin sudah terlihat efektif
untuk pengobatan pada kuda. Rifampicin, chloramphenicol dan tetracycline
paling efektif, sedang ampicillin dan kanamycin kurang efektif. Kanamycin dan
sulfadiazine mengurangi aktifi tas pengobatan pertama bila dikombinasi dengan
chloramphenicol atau tetracycline.
56. Seborrhea
Seborrhea menyebabkan kulit anjing jadi berminyak dan menyebabkan
ketombe. Pada beberapa kasus seborrhea merupakan penyakit genetik yang
terjadi pada anak anjing dan menetap seumur hidupnya.tetapi kebanyakan anak
anjing terserang ketombe karena komplikasi penyakit lain seperti alergi dan
kelainan hormon.
57. Alopesia
Alopesia atau kerontokan rambut adalah penyakit yang menyebabkan rontoknya
rambut lebih dari biasanya. Penyebabnya adalah stres, kurangnya nutrisi dan
usia dari anjing tersebut.
58. Mites
Mange merupakan kelainan pada permukaan kulit yang disebabkan oleh tungau
mites. Sarcptic mange menyebar dengan mudah tetapi tidak dapat bertahan
hidup lama.
Gejalanya adalah rasa gatal yang berlebihan, kulit yang memerah,sakit dan
rontoknya bulu. Daerah yang paling diserang adalah telinga, wajah dan kaki.
59. Acral Lick Granuloma
Merupakan kondisi yang menyebabkan anjing mengalami stres, untuk menjilati
suatu daerah secara terus menerus(biasanya bagian baawah kaki depan).area
tersebut tidak dapat sembuh dan menyebabkan gatal.
60. Tumor Kulit
Tumor kulit merupakan tonjolan keras pada permukaan kulit anjing. Cara
mendiagnosa tumor tersebut melalui biopsi tumor.
B. Penyakit Pada Kucing
1. Feline Panleukopenia Virus
Semua anggota keluarga Felidae mungkin rentan dengan infeksi virus
kucing panleukopenia, yang terjadi di seluruh dunia. Panleukopenia kucing bisa
sangat parah dan menyebabkan tingginya mortalitas pada hewan yang rentan.
Epidemiologi dan Gejala klinis
Virus panleukopenia kucing sangat menular. Virus dapat diperoleh
melalui kontak langsung dengan kucing yang terinfeksi atau melalui fomites
(muntahan); kutu dan manusia dapat bertindak sebagai vektor mekanik. Virus
terdapat dalam tinja, muntahan, urine, dan air liur, dan sangat stabil di
lingkungan.
Gejala klinis yang timbul akibat terinfeksi virus ini yaitu : demam (lebih
dari 40 ° C), yang dapat bertahan selama 24 jam atau lebih. Kematian dapat
terjadi pada fase ini jika merupakan gejala perakut. Gejala lainnya adalah
dehidrasi ( faktor utama pada infeksi fatal ), kelelahan, inappetence atau
anorexia, bulu kasar, dan sering muntah. Kucing akan duduk di dekat air atau
tempat minumnya, seperti haus, tetapi tidak minum, kucing menggigit ekornya
sendiri, bulu kusam, punggung bawah dan punggung kaki dan anemia. Diare
berdarah juga dapat terjadi pada kucing yang bertahan dari fase perakut yaitu
pada hari ke-3 atau ke-4.
Patogenesis
Virus masuk ke dalam tubuh replikasi awal virus di jaringan limfoid
faring Viremia (akumulasi virus dalam darah) menyebar ke seluruh tubuh
dan menginfeksi sel-sel yang memiliki reseptor yang sesuai leukosit perifer
dirangsang oleh virus untuk berpoliferasi sehingga membantu virus dapat
kembali bereplikasi dalam sel kematian sel dan penghancuran elemen sel
darah putih virus ini karena viremia maka akan menyerang sel pada kripta
usus kegagalan absorbsi diare lama kelamaan menyebabkan dehidrasi
kematian.
2. Dermatophytosis Pada Kucing
Dermatophytosis, secara awam dikatakan sebagai penyakit kulit yang
disebabkan oleh jamur, tanpa harus mengetahui spesies jamur kulit tersebut.
Dermatophytosis pada kucing umumnya zoonotik dan sangat tinggi
penularannya. Penanganan penyakit ini cukup sulit karena sering terjadi
reinfeksi disamping membutuhkan waktu dan biaya tinggi. Sporan jamur akan
menetap dalam periode yang lama dalam lingkungannya, melalui spora penyakit
dapat menular tidak saja lewat kontak terhadap hewan yang terinfeksi juga
dapat melalui kandang yang pernah digunakan hewan terinfeksi, lewat sisir
grooming, collar, dan bulu kucing.
Epidemiologi
Pada umumnya kasus dermatophytosis pada kucing disebabkan oleh
jamur Microsporum canis, microsporum gypseum dan Trichophyton. Sebaiknya
untuk kucing-kucing yang diduga terinfeksi jamur, dilakukan pengujian
laboratorium kerokan untuk diisolasi jenis jamurnya. Penyakit FIV (Feline
Immune deficiency Virus) dapat timbul bersamaan dengan dermatophytosis.
Beberapa kejadian tersebut diatas diperkirakan faktor kerentanan penyakit ini
juga ada kaitannya dengan pengaruh genetik, baik pada manusia maupun kucing.
Faktor-faktor predisposisi kucing yang mudah terkena infeksi jamur ini
adalah :
Iklim yang lembab dan hangat
Kesehatan yang memburuk
Rendahnya nilai kesadaran akan pentingnya kesehatan hewan
Kesayangannya untuk tingkat sosial tertentu
Buruk sanitasi kandang per grup, kucing liar yang tidak
terkontrol karena dibebaskan keluar rumah
Berhubungan atau berdekatan dengan sejumlah kucing liar atau
kelompok kucing yang berjumlah besar (misalnya ditempat
penitipan)
Kucing dari segala umur, namun di tempat klinik sering
ditemukan pada usia mudan dan kucing tua
Kucing dengan bulu panjang
Gejala Klinis
Gejala klinis dari dermatophytosis berhubungan dengan pathogenesisnya,
dermatophytosis memnginvasi rambut dan epitel tanduk. Jamur akan merusak
rambut, dan mengganggu keratinisasi kulit normal, secara klinis bulu rontok,
timbul kerak, sehingga dapat juga terinfeksi dengan kuman lain :
Gatal
Bulu rontok dan pitak bisa sebagian kecil simetris ataupun
asimetris dengan peradangan maunpun tanpa peradangan
Kerak-kerak, kemerahan, sampai lecet dapat berkembang di
daerah muka, pipi, telinga, kuku, kaki depan, ekor dan sebagian
badan.
Hyperpigmemtasi walaupun jarang terjadi
Kucing dengan dermatophytosis yang parah dan sistemik kadang
disertai dengan muntah, konstipasi atau hairball.
3. Feline Infectious Peritonitis (FIP)
FIP adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Feline Coronavirus
(FcoV), yang termasuk ke dalam golongan virus RNA, yang mudah bermutasi.
Ada dua tipe dari FcoV yaitu Feline Enteric Coronavirus (FECV) dan Feline
Infectious Peritonitis Virus (FIPV). Pada dasarnya kedua tipe tersebut secara
genetik tidak ada perbedaan, naum menimbulkan akibat yang berbeda pada
kucing yang terinfeksi.
FECV biasanya menginfeksi bagian sel epitel usus dan dikeluarkan melalui
kotoran, air liur, maupun bentuk sekresi yang lain. Virus FECV bertahan lama di
lingkungan, ± 6 minggu. Litter box atau debu yang terkontaminasi berperan
dalam penyebaran virus ini. Uniknya untuk kucing yang terinfeksi FECV tetap
terlihat sehat, tidak menunjukan gejala sakit apapun. Namun dalam beberapa
kasus, kucing yang terinfeksi FECV akhirnya akan mengalami infeksi FIPV
karena FECV akan bermutasi menjadi FIPV.
FIPV biasanya akan menginfeksi monosit dan makrofag dan tidak bertahan lama
pada sistem pencernaan, sehingga jarang ditemukan pada kotoran.
Gejala klinis yang umum muncul pada kasus ini adalah lethargy, anoreksia, berat
badan yang menurun drastis, demam yang naik turun, pertumbuhan yang tidak
normal dari kitten dan ikhterus.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang tergolong dalam family Coronaviridae.
Virus ini berbentuk pleomorfik dan berdiameter 100 nm. Virus FIP erat
hubungannya dengan coronavirus anjing dan coronavirus 229E pada manusia.
Cara penularan
Infeksi virus FIP hanya ditemukan pada kucing dan umumnya ditemukan secara
sporadik. Mengenai cara infeksi terjadi sesungguhnya belum jelas. Virus
ditemukan dalam darah dan eksudat kucing sakit. Sebagian besar infeksi
berlangsung secara subklinis.
Pada kucing yang terinfeksi ditemukan antibodi spesifik dengan titer tinggi,
disamping itu kucing memperlihatkan hipergammaglobulinemia. Pada penyakit
ini mungkin kompleks antigen-antibodi dan komplemen memegang peranan.
Gejala Klinis
Mungkin sekali waktu inkubasi pada infeksi alami berlangsung beberapa bulan.
Sesudah infeksi secara eksperimental waktu inkubasi biasanya lebih pendek.
Penyakit mulai dengan gejala-gejala tidak khas, kehilangan nafsu makan, lesu,
suhu tinggi dan kemudian terjadi asites.
Palpasi abdomen tidak menimbulkan gejala nyeri walaupun peritonitis telah
berkembang. Sekali-kali terjadi pleuritis dengan pembentukan cairan dalam
toraks sehingga kucing sesak nafas. Gejala saraf biasanya terlihat seperti paresis,
ataksis, gangguan koordinasi, hiperestesi dan kekejangan. Biasanya kucing mati
dalam 1-8 minggu sesudah terlihat gejala-gejala jelas.
Diagnosa
Diagnosa ditetapkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan histopatologis dan
pemeriksaan laboratorium. Pada kasus-kasus klasik, diagnosa tidak sulit. Bila
kucing di punksi maka dari ruang abdomen keluar cairan berlendir dan sebagian
akan membeku bila kena udara luar. Secara histopatologi ditemukan lesi
berbentuk granuloma dan biasanya nekrosa ditemukan pada serosa dan alat-alat
tubuh.
Pemeriksaan laboratorium dengan tes imunoflouresensi indirek dilakukan
untuk membuktikan adanya antibodi. Pada kucing yang secara klinis kelihatan
sehat dapat ditemukan badan-badan penangkis. Titer yang sangat tinggi hanya
terlihat pada kucing yang klinis menderita FIP.
Diagnos Banding
Penggumpalan cairan dalam rongga perut dan dada menimbulkan dugaan
mengenai adanya gangguan jantung, tumor, piometra, sobek kandung kencing
dan peritonitis oleh infeksi bakteri dan jamur.
Kelainan-kelainan pada mata selain pada FIP juga ditemukan pada
toksoplasmosis dan leksosis. Gejala saraf ditemukan pada toksoplasmosis,
infeksi mikotis, dan ensefalopati bacterial.
Pencegahan dan Pengobatan
Bila diagnosa FIP sudah ditentukan maka prognosanya sulit. Untuk pencegahan,
vaksinasi belum ada. Kucing yang terinfeksi sebaiknya disingkirkan/musnahkan.
Jaga kebersihan kandang & peralatan, dicuci dengan sabun, deterjen atau
desinfektan. Bahan yang murah meriah & cukup efektif adalah larutan
kaporit/pemutih + 3 %. Jaga kesehatan kucing dengan pemberian nutrisi yang
cukup dan baik. Vaksin FIP pertama digunakan tahun 1991 di USA. Sampai saat
ini efektivitas vaksin masih diperdebatkan. Sampai saat ini Vaksin FIP belum
tersedia Di Indonesia.
4. Feline Leukemia (Feline Lymphosarcoma atau Lekosis)
Yang dimaksud lekosis kucing adalah proliferasi ganas sistem
hemopoietis pada kucing. Penyakit ini mungkin sekali tersebar di seluruh dunia,
dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan terbatas. Lekosis kucing dan yang
menginfeksi lembu sangat berguna sebagai model untuk mempelajari gerak
sebab leukemia pada manusia.
Etiologi
Penyakit leukemia kucing disebabkan oleh retrovirus atau dikenal sebagai feline
lekosis virus (FeLV) yang tergolong dalam keluarga (subfamily) retroviridae.
Pada kucing ditemukan dua kelompok retrovirus. Satu dari dua kelompok itu
dapat menyebabkan lekosis. Kelompok kedua terdiri dari satu atau lebih
retrovirus yang bersifat endogen (hidup laten dalam sel) dan xenotroop (dapat
bereplikasi dalam sel biakan spesies lain dan tidak menimbulkan lekosis pada
kucing.
Cara Penularan
Virus FeL tersebar melalui kontak. Kucing terinfeksi mengeluarkan virus melalui
air liur. Kucing yang pada pemeriksaan darah dengan tes imunoflouresensi nyata
membawa antigen virus hendaknya dimusnahkan.
Lekosis kucing dapat dipindahkan pada kucing muda melalui infeksi hewan mati
atau material yang telah disaring.
Gejala Klinis
Lekosis pada kucing ditemukan pada kucing semua umur, tetapi yang paling
banyak ditemukan pada kucing berumur muda atau di bawah 5 tahun.
Inkubasi penyakit ini sangat panjang yaitu berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun. Umumnya gejala klinis tidak ditemukan atau kurang khas. Kucing sakit
menderita demam dan anemia yang bersifat progresif. Pada palpasi abdomen
limpa dan hati yang bengkak.
FeLV juga dapat menimbulkan bermacam-macam gambaran penyakit seperti
limfosarkoma, leukemi disertai anemia progresif dan terjadi atrofi timus pada
anak kucing dengan gejala yang menyerupai panlekopenia pada kucing muda.
Jangka waktu penyakit bervariasi antara 2-6 bulan. Lekosis pada kucing
dianggap sebagai tumor yang terbanyak ditemukan pada kucing.
Diagnosa
Diagnosa ditetapkan berdasarkan gejala klinis dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratorium, memeriksa material hewan atau biakan sel kucing terinfeksi. Tes
imunoflouresensi dapat digunakan untuk memeriksa sediaan ulas darah dan
sumsum tulang. Kucing yang pada pemeriksaan positif mempunyai prognosa
jelek walaupun masih sehat pada waktu pemeriksaan.
Diagnosa Banding
Demam, anemia, bengkak limpa dan kalenjar dapat ditemukan pada anemia
menular (disebabkan oleh Haemobartonella felis), toxoplasmosis, peritonitis
menular, infeksi bakterial menahun dan tumor ganas dapat menimbulkan gejala
yang sama.
Penanganan
Kucing yang positif terinfeksi virus ini sebaiknya dimusnahkan meskipun
kelihatannya sehat untuk menghindari penularan lebih lanjut terhadap kucing-
kucing lain yang sehat.
5. Rhinotracheitis
Rhinotracheitis dikenal juga sebagai penyakit bersin atau Feline Viral
Rhinotracheitis (FVR) adalah penyakit akut pada bagian muka jalan respirasi
kucing. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia di mana ada kucing dipelihara.
Etiologi
Penyakit bersin kucing ini disebabkan oleh Herpesvirus golongan A. Virus ini
termasuk virus DNA beruntai ganda, bersimetri ikosahedral dan mempunyai
selubung protein.
Cara Penularan
Feline Viral Rhinotracheitis (FVR) baru dikenal sebagai penyakit sendiri sewaktu
banyak kucing dipelihara bersama. Infeksi diduga terjadi per inhalasi. Virus
bereplikasi dalam epitel jalan hawa muka, konjunktivita dan mengakibatkan
nekrosa lokal. Pengeluaran virus terjadi antara lain melalui sekret hidung,
konjunktivita dan urin.
Penularan dapat berjangkit dalam satu koloni kucing secara laten. Hewan yang
sembuh masih dapat peka lagi terhadap infeksi virus ini. Perubahan lingkungan
diduga dapat mengaktifkan infeksi. Kucing dapat ditulari lewat berbagai jalan
antara lain intranasal dan per vaginam.
Gejala Klinis
Masa inkubasi berlangsung antara 2-5 hari. Semua umur kucing peka terhadap
infeksi virus ini dan kucing berumur muda biasanya berjalan lebih parah.
Pada sebagian kasus penyakit khususnya kucing yang lebih tua lebih ringan.
Gejala klinis pertama ialah bersin dan hipersalivasi, kemudian terlihat produksi
air mata berlebihan. Terjadi laryngitis, faryngitis dan tracheitis yang
menyebabkan kucing batuk-batuk. Selaput lender hidung dan kerongkongan
kelihatan terlalu merah diikuti membengkaknya tonsil.
Sekali-kali terlihat oedema menyolok pada membrana niktitans. Demam dapat
mencapai suhu di atas 40 °C, kucing memperlihatkan depresi dan tidak mau
makan dan minum.
Pada kucing muda yang sesudah lahir langsung diinfeksi (secara intrauterine)
maka infeksi dapat bergeneralisasi dan kucing mati dalam beberapa hari. adanya
infeksi sekunder seperti Pasteurellosis dapat mempercepat kematian.
Diagnosa
Diagnosa didasarkan atas pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologi dan
pemeriksaan laboratorium. FVR tidak dapat dibedakan dari keadaan menular
pada jalan pernafasan yang disebabkan oleh calicivirus. Keduanya berlangsung
dengan bersin, batuk-batuk, dan pengeluaran eksudat.
Diagnosa Banding
Infeksi Calicivirus dan Panlekopenia merupakan dua penyakit yang dapat
dijadikan diagnosa banding. Pada Panlekopenia gejala yang terlihat adalah
gejala-gejala dari traktus digestivus, muntah-muntah dan diare. Pada
Panlekopenia ditemukan lekopeni yang parah sedangkan pada FVR sekali-kali
ditemukan lekositosis.
Pada infeksi Calicivirus maka rhinitis biasanya bersifat mucus dan jarang
berubah menjadi purulen. Diferensiasi secara virologist dapat dilakukan.
Penanganan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi terhadap kucing.
Vaksinasi dilakukan secara intranasal atau intramuskuler pada umur 9-12
minggu. Vaksin FVR dapat dikombinasikan dengan pemberian vaksin untuk
melawan infeksi Calicivirus.
6. Feline caliciviral disease (FCD)
Penyakit FCD disebabkan oleh infeksi calicivirus, yaitu virus RNA yang duu juga
dikenal sebagai picornavirus, biasa menyerang paru-paru dan lidah, hingga
menyebabkan “tongue and lung” disease. Meskipun hana dikenal satu serotipe
saja, virus memiliki galur yang bervariasi keganasannya.
Masa inkubasi penyakit kurang dari 48 jam, dan bila tidak diikuti infeksi
sekunder, berlangsung 5-7 hari. Berbagai galur virus mungkin memiliki cakupan
yang luas dalam menyebabkan perubahan patologi, mulai dari bentuk lepuh
sampai radang bronchus bernanah.
Gejala-gejala
Gejala FCD sangat mirip dengan gejala FVR (Feline viral rhinotracheitis). Gejala
hipersalivasi dan anoreksia merupakan gejala utama dari adanya radang mulut
ulseratif.
Gejala klinis muncul dari 2 samapi 8 hari setelah infeksi virus, dan mencapai
puncaknya dalam 10 hari setelah gejala klinis teramati. Pada yang berlangsung
akut karena saluran nafas tertutup lendir yang mengental, dehidrasi dan tidak
adanya makanan yang masuk (anoreksia) segera mengakibatkan kelemahan
yang sngat dan akhirnyadiikuti kematian.
Gangguan pada mata selain epifora, blepharospasmus juga terjadi chemosis,
yaitu membengkaknya palpebra sebelah dalam hingga mata nampak membesar
oedematous. Pada penderita yang melanjut menjadi kronis, gejalanya ringan
atau tidak ada sama sekali. Status karier berlangsung selama beberapa tahun dan
virus dibebaskan lewat oropharynx.
Pencegahan
Vaksin calicivirus dapat mencegah beberapa variant FCV. Galur yang resisten
selalu ada dan tidak dpat diatasi oleh vaksin yang digunakan. Hewan yang sudah
divaksin masih dapat menjadi karier dan bahaya bagi hewan disekitarnya.
Vaksin polivalen yang mengandung virus FRC, FCV dan panleukopenia
digunakan untuk mencegah FCD.
7. Viral Feline Immuodeficiency
Virus penyebab FIV adalah single stranded RNA virus dalam keluarga lentivirus.
Virus bersifat host spesifik sehingga hanya spesies kucing yang peka dan dapat
terinfeksi. Secara genetik dan antigenetik virus jelas berbeda dari Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab penyakit AIDS pada
manusia dan bangsa kera.
Patogenesis
Infeksi virus terdiri dari beberapa stadium :
a. Stadium awal yang berlangsung 4-6 minggu pascainfeksi dengan gejala klinis
yang tidak terlihat atau hanya bersifat ringan. Kelenjar limfe regional
membengkak, tidak begitu menyolok. Dalam pemeriksaan darah ditemukan
leukopenia.
b. Stadium laten yang tidak memperlihatkan gejala klinis dan oleh aktifitas virus
FIV jumlah sel T helper menurun sehingga tidak terbentuk immunoglobulin.
Sejalan dengan menurunnya sel tersebut gejala klinis penyakit mulai terlihat.
c. Stadium kronis ditandai dengan gejala penurunan kekebalan yang secara klinis
gejalanya dapat bervariasi tergantung pada organ infeksi sekunder dan organ
utama yang menderita.
Secara umum gejala klinis berupa anoreksia, demam kronis, anemi, infeksi kulit,
diare kronis dan gejala syaraf. Penderita mudah sekali terinfeksi oleh
toxoplasma gondii. Dalam stadium akhir, penderita jadi lemah sekali dan
biasanya berakhir dengan kematian.
Penularan
Virus ditularkan melalui berbagai cara. Penderita FIV membebaskan virus dalam
jumlah banyak dalam salivanya. Luka gigitan sebagai akibat dari berkelahi
merupakan jalan masuk virus. Infeksi janin di dalam kandungan, meskipun kecil
kemungkinannya, juga dapat terjadi. Penularan secara kontak seksual meskipun
mungkin tetapi kejadiannya sangat jarang.
Gejala Klinis
Gejala pada stadium kronis : infeksi gastrointestinal dan paru-paru,penurunan
berat badan, anoreksia dan demam yang berlangsung lama (400C atau lebih).
Penderita mudah mengalami infeksi jamur, kuman dan sebagainya. Radang
mulut dan lidah sering diamati dan menyebabkan rasa sakit pada saat makan.
Kucing penderita FIV mengalami infeksi virus di dalam tubuhnya selama hidup.
Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk memperkuat tubuh dan mencegah infeksi sekunder.
Pemberian obat antibiotika untuk melawan infeksi kuman dan jamur. Pemberian
steroid anabolik kadang diperlukan untuk mencegah penurunan berat badan
maupun kelemahan umum. Obat pemacu pembentukan immunoglobulin dapat
dicoba, misalnya Immunoregulin dan Acemannan.
8. CHLAMYDIA
Feline chlamydiosis (Chlamydophila), dikenal juga dengan sebutan feline
pneumonitis (Radang paru-paru pada kucing), biasanya menyebabkan gangguan
saluran pernafasan bagian atas yang relatif ringan tetapi kronis (lama). Penyakit
ini disebabkan oleh bakteri Chlamydia psitacii. Tanda-tanda utama penyakit ini
biasanya radang/sakit pada mata, disertai cairan kotoran mata berlebihan.
Infeksi ini juga menyebabkan pilek, bersin dan kesulitan bernafas yang
disebabkan radang paru-paru. Bila tidak diobati, infeksi bisa menjadi kronis dan
berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Selain bakteri Chlamydia, virus feline rhinotracheitis dan feline calicivirus
termasuk organisme yang menyebabkan penyakit gangguan pernafasan bagian
atas pada kucing. Chlamydia menyebabkan sekitar 10-15 % dari total kasus
gangguan pernafasan pada kucing.
Penyebaran & Penularan
Bakteri Chlamydia terdapat di seluruh dunia dan menyebabkan penyakit pada
sekitar 5 - 10 % dari seluruh populasi kucing. Penyakit ini sering menyerang
kucing muda (kitten umur 2 - 6 bulan), tempat penampungan hewan atau
tempat dengan populasi kucing lebih dari satu. Wabah sering terjadi pada
pemeliharaan kucing yang terlalu padat, nutrisi yang kurang baik dan
tempat/kandang dengan ventilasi yang kurang.
Bakteri yang menyebabkan chlamydiosis menular ke kucing lain melalui cairan
pilek atau kotoran mata, penularan biasanya melalui beberapa cara sebagai
berikut :
Kontak dengan objek yang terkontaminasi bakteri seperti kandang, makanan,
tempat makan/minum, pakaian pemilik dan tangan pemilik.
Kontak dengan mulut, hidung atau kotoran mata kucing yang terinfeksi.
Bersin dan batuk yang bisa menyebarkan virus dalam radius 3.5 meter
Selaput lendir mata bengkak (conjunctivitis) pada kucing yang terserang
Chlamydia (Chlamydophila)
Gejala klinis
Secara umum kucing terinfeksi secara subklinis. Berdasarkan sejarah penyakit
gejala klinis yang terlihat yaitu adanya infeksi pada saluran pernafasan atas
seperti bersin, mata berair, dan batuk. Beberapa kucing yang terinfeksi juga
mengalami kejadian sulit bernafas dan anorexia. Sedangkan berdasarkan
physical examination gejala yang terlihat yaitu konjungtivitis, umumnya
granular, awalnya terjadi secara unilateral tetapi dapat berkembang menjadi
bilateral. Selain itu gejala lain yaitu lakrimasi, fotofobia, blepharospasmus,
rhinitis disertai discharge ringan pada hidung, dan pneumonitis.
Differensial diagnosa
Differensial diagnosa dari kasus Chlamydiosis pada kucing adalah feline viral
rhinotracheitis, infeksi oleh feline calicivirus, feline reoviral, dan bronchial
pneumonia. Pada kasus feline viral rhinotracheitis masa inkubasi lebih pendek,
yaitu sekitar 4-5 hari, kejadian konjungtivitis terjadi secara bilateral, adanya
bersin dan keratitis ulseratif. Pada kasus infeksi oleh feline calicivirus masa
inkubasi pendek yaitu 3-5 hari, gejala yang tampak yaitu adanya stomatitis
ulseratif dan pneumonia. Gejala klinis yang terlihat pada infeksi feline reovirus
yaitu adanya infeksi saluran pernafasan atas ringan. Sedangkan kejadian
bronchial pneumonia gejala klinis yang disebabkan oleh Bordetella
bronchoseptica spesifik terjadi pada paru-paru.
Pencegahan
Vaksinasi dengan vaksin inaktif dan vaksin aktif yang telah dimodifikasi dapat
menurunkan keganasan dan durasi dari infeksi Chlamydophila felis meskipun
tidak dapat mencegah infeksi. Pada daerah endemik atau beresiko tinggi kucing
harus sudah divaksinasi 2x yaitu pada umur 8-10 minggu dan 12-14 minggu,
kemudian diulang setiap tahun.
Terapi
Pada kasus infeksi chlamydiosis sistemik diberikan tetracycline dengan dosis 22
mg/kg bb 3x sehari selama 3-4 minggu. Apabila infeksi lokal di daerah mata
maka cukup diberikan tetes mata yang mengandung tetracycline 3x sehari.
9. Scabiosis
Scabies adalah penyakit menular pada kulit yang disebabkan oleh tungau, suatu
parasit yang sangat kecil yang dinamakan, Sarcoptes scabei. Penyakit ini sering
menyerang anjing, kucing, kelinci dan dapat juga menular ke manusia.
Tungau Notoedres cati, Siklus hidup dan Cara penularan
Scabiesis pada kucing lebih sering disebabkan notoedres cati, seperti halnya
sarcoptes scabiei yang lebih sering menyerang anjing. Tungau ini berukuran
sangat kecil (0.2-0.4 mm), hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau kaca
pembesar. Seluruh siklus hidup tungau ini berada di tubuh induk semangnya.
Tungau betina menggali dan melubangi kulit kemudian bertelur beberapa kali
sambil terus menggali saluran-saluran dalam kulit induk semangnya. Lubang-
lubang dalam kulit yang digali seekor tungau betina dapat mencapai panjang
beberapa centimeter.
Setelah bertelur beberapa kali, tungau betina mati. Dalam waktu 3-8 hari telur
menetas menjadi larva berkaki enam. Larva yang telah dewasa berubah menjadi
nimfa yang mempunyai delapan kaki. Nimfa dewasa berganti kulit menjadi
tungau dewasa. Dalam saluranyang telah digali tungau betina tersebut, tungau
dewasa melakukan perkawinan dan proses daur hidup berulang kembali. Satu
siklus hidup memerlukan waktu 2-3 minggu.
Scabiesis dapat menyerang kucing pada semua umur, baik jantan maupun
betina. Penularan penyakit kulit ini terjadi melalui kontak fisik antar kucing atau
kontak dengan alat-alat yang tercemar tungau seperti sisir, kandang, dll.
Tanda & gejala terserang Scabies
Tanda-tanda awal terkena penyakit ini biasanya berupa rontok dan gatal
disekitar telinga. Dipinggiran daun telinga terlihat ada kerak berwarna putih.
Penyakit dapat menyebar dengan cepat ke daerah sekitar wajah, leher, hidung
dan kelopak mata. Kadang-kadang tungau juga dapat menyebar hingga ke
daerah perut dan telapak kaki .
Rasa gatal yang timbul menyebabkan kucing sering menggaruk-garuk. Infeksi
kronis/lama dapat menyebabkan penebalan dan keriput pada kulit ditutupi oleh
kerak-kerak berwarna abu-abu kekuningan. Infeksi yang parah mengakibatkan
luka dan berkembang menjadi infeksi sekunder.
Diagnosa
Penyakit ini sering tertukar dengan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur
(ringworm). Diagnosa penyakit biasanya dilakukan dengan cara memeriksa
kerokan kulit dibawah mikroskop. Biasanya dalam kerokan kulit tersebut
ditemukan banyak tungau.
Pengobatan
Obat klasik yang sering digunakan untuk mengatasi penyakit ini adalah
sulfur/belerang. Sulfur juga merupakan obat klasik penyakit kulit yang
disebabkan oleh ringworm/jamur. Mandikan kucing dengan shampoo/sabun
yang mengandung sulfur, kemudian dicelup (dip) dengan cairan sulfur 2-3 %.
Mandi dan dip sulfur dilakukan setiap tujuh hari sampai sembuh. Setidaknya
diperlukan 6-8 kali mandi hingga penyakit sembuh.
Cara lain yang sering digunakan adalah injeksi obat golongan avermectin seperti
ivermectin, doramectin atau selamectin. Suntikan inilah yang sering salah
kaprah disebut sebagai suntik jamur, seperti juga kesalahan diagnosa scabies
yang sering salah kaprah disebut sebagai jamur. Setidaknya diperlukan dua kali
suntikan ivermectin dengan selang waktu 2 minggu, agar penyakit dapat
sembuh total.
Bila dalam satu rumah terdapat beberapa ekor kucing, Pengobatan yang sama
juga harus diakukan terhadap kucing lain. Karena bila tidak diobati, ada
kemungkinan terjadi infeksi ulang dari kucing lain yang tidak diobati, akibatnya
penyakit ini tidak pernah sembuh secara tuntas.
Pencegahan
Pencegahan bisa dilakukan dengan cara menghindari kontak dengan kucing liar
atau kucing yang telah terkena penyakit ini. Kucing yang tinggal di dalam rumah
biasanya jarang sekali terkena penyakit ini.
Cuci dan desinfeksi alat-alat grooming seperti sisir, sikat, dll setelah digunakan
pada kucing yang terkena penyakit ini.
Hindari penitipan hewan atau tempat grooming yang tidak mempunyai
sanitasi/kebersihan yang baik. Perhatikan juga apakah alat-alat grooming di
desinfeksi sebelum digunakan terhadap kucing lain.
10. Otitis pada kucing
Banyak sekali berbagai macam kondisi dan sebab yang dapat mengakibatkan
terjadinya radang telinga (otitis) pada kucing. Mulai dari tungau telinga (ear
mite), bakteri, jamur, kanker, alergi, gangguan sistem kekebalan tubuh, luka, dll.
Secara umum telinga terbagi menjadi tiga bagian, bagian luar (eksternal), tengah
dan dalam (internal). Otitis dapat terjadi pada salah satu atau ketiga bagian
telinga tersebut. Otitis yang terjadi pada telingan bagian dalam biasanya bersifat
parah dan fatal, dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mendengar secara
permanen.
Otitis yang tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menyebabkan radang
berlangsung lama/kronis. Pada beberapa kondisi radang kronis ini dapat
menyebabkan tumbuhnya polip. Lebih lanjut lagi polip ini dapat berkembang
menjadi tumor/kanker dan menutup saluran telinga, akibatnya kucing tidak
dapat mendengar suara dengan baik lagi.
Tanda/Gejala klinis otitis
Kebanyakan kucing yang mempunyai masalah dengan telinga terlihat tidak
nyaman dan sering kali menggoyang/menggeleng-gelengkan kepala, mencakar-
cakar telinga atau menggosok-gosokkan telinga/kepala pada dinding, atau atau
benda lain. Dari dalam telinga bisa saja muncul cairan kotor dan kadang-kadang
disertai bau tidak sedap.
Cakaran atau goyangan kepala yang terus menerus dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan hematoma pada telinga (aural hematoma). Hematoma
adalah penggumpalan atau penumpukan darah di telinga akibat pecahnya
pembuluh darah yang terdapat pada daun telinga. Telinga yang mengalami
hematoma terlihat dari tanda-tanda seperti bengkak, dan terasa hangat bila
diraba dan terasa ada penumpukan cairan di bawah kulit telinga.
Lebih lanjut, otitis dapat berkembang lebih parah dan mempengaruhi syaraf
pendengaran dan syaraf lainnya. Tanda-tanda lain yang dapat terlihat bisa
berupa posisi kepala atau wajah yang selalu miring-miring dan tidak mampu
berjalan mengikuti garis lurus.
Diagnosa penyakit
Metoda yang paling sering dan mudah digunakan adalah memeriksa telinga
dengan menggunakan alat yang disebut otoskop. Dengan alat ini dokter hewan
dapat melihat keadaan telinga bagian luar dan tengah termasuk saluran telinga.
Tes lain bisa saja dilakukan dengan cara mengambil kotoran yang terdapat di
dalam telinga, kemudian diperiksa menggunakan mikroskop. Dari kotoran
tersebut di diketahui kondisi dan penyebab radang telinga.
Pengobatan
Tindakan pengobatan yang dilakukan berbeda-berda tergantung penyebab
otitisnya. Obat tetes telinga yang mengandung antbiotik dan anti radang bisa
diberikan bila terjadi infeksi bakteri dan pembengkakan.
Obat tetes telinga yang mengandung anti ektoparasit atau injeksi obat golongan
avermectin (ivermectin, selamectin, dll) bisa diberikan bila otitis disebabkan
oleh ear mite atau ekto parasit lain. Pemberian obat-obatan ini harus mengikuti
siklus hidup parasit tersebut.
Untuk kasus tumor atau polip, diperlukan tindakan operasi/bedah untuk
mengangkat jaringan yang abnormal.
Otitis yang disebabkan oleh alergi dan gangguan hormon memerlukan tindakan
pengobatan secara menyeluruh dan sistematis. Seringkali pengobatan hanya
bersifat mengurangi efek/sakitnya saja, karena penyebab utamanya (alergi atau
gangguan hormon) memang relatif sulit disembuhkan.
Pencegahan
Selalu memeriksa kebersihan telinga kucing secara teratur. Bersihkan telinga
kucing secara rutin. Cairan telinga normal berwarna bening-kuning kecoklatan.
Bila berwarna coklat tua atau berbau busuk, kemungkinan besar kucing
menderita otitis.
11. Ringworm
Ringworm disebabkan oleh jamur yang hidup di kulit dan bulu. Ada beberapa
spesies jamur yang hidup di kulit dan bulu, salah satu spesies yang cukup bandel
dan sering menyerang kucing & anjing adalah Microsporum canis. Tanda-tanda
hewan terserang ringworm adalah :
Bulu rontok dan patah-patah, kadang disertai sisa-sisa kulit kering yang
menyerupai ketombe.
Kulit kering yang mengelupas kadang menyerupai sisik.
Daerah kerontokan bulu biasanya berbentuk lingkaran (circular).
Kadang hewan yang terserang hanya mengalami sedikit
kerontokan/bulu patah di bagian wajah dan telinga.
Biasanya puncak kerontokan pada kucing terlihat dalam waktu 5 minggu
sejak kontak dengan Microsporum canis.
Beberapa hewan (terutama kucing) dapat terinfeksi dan menjadi carrier,
menularkan jamur pada hewan lain. Pada kucing berbulu pendek dan
mempunyai kekebalan tubuh yang baik, Ringworm dapat sembuh sendiri dalam
waktu 4-6 bulan. Kucing dengan sistem kekebalan tubuh yang baik dapat
terinfeksi tetapi sama sekali tidak menunjukan gejala tertular. Namun tidak ada
jaminan kucing ini tidak menjadi carrier.
Penanganan
Berbagai cara membasmi ringworm bertujuan menghilangkan jamur dan spora
jamur dari tubuh kucing dan lingkungan sekitar (kandang, lantai, peralatan
kucing, dll). Menghilangkan jamur penyebab ringworm dari tubuh kucing
gampang-gampang susah dan dibutuhkan teknik kerajinan tersendiri agar jamur
tidak muncul kembali.
Cara menghilangkan jamur penyebab ringworm dari tubuh kucing yang paling
baik adalah dengan kombinasi 2 cara pengobatan, yaitu pengobatan secara
topikal (pengobatan luar : salep, obat gosok, shampoo) dan obat oral (makan).
Salep dan obat gosok bisa digunakan untuk menyembuhkan ringworm yang
terlokalisasi (terpusat). Sedangkan untuk membasmi spora dan ringworm yang
luas daerahnya atau carrier, sebaiknya ditambah dengan penggunaan shampoo
anti jamur.
Banyak pilihan obat anti jamur yang dapat diberikan pada kucing. Karena sifat
jamur yang agak bandel, obat oral pun diberikan untuk jangka waktu agak lama.
Tergantung jenis obatnya, jangka waktu pemberian obat bervariasi mulai dari
beberapa minggu hingga beberapa bulan. Sayangnya sebagian besar obat oral
mempunyai efek samping kurang baik, apalagi bila digunakan untuk jangka
panjang. Beberapa reaksi buruk terhadap obat bisa saja muncul, oleh karena itu
pemberian obat harus diawasi dengan seksama oleh dokter hewan.
12. Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD)
Feline Urologic Syndrome (FUS) merupakan penyakit saluran urinasi bagian
bawah yang dapat terjadi karena cystitis, urethritis, obstruksi persial atau
komplit sampai penyumbatan urethra serta dapat juga karena abnormalitas
anatomi urethra seperti striktura (penyempitan) dan tekanan periurethral.
Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD) merupakan masalah kesehatan
yang sering terjadi pada kucing terutama kucing jantan. FLUTD biasanya terjadi
pada bagian vesika urinaria (VU) dan uretra kucing serta dapat menyebabkan
gangguan pada organ tersebut. Gangguan pada uretra terjadi disebabkan oleh
struktur uretra kucing jantan yang berbentuk seperti tabung memiliki bagian
yang menyempit sehingga sering menimbulkan penyumbatan urin dari VU ke
luar tubuh. Feline lower urinary tract disease (FLUTD) dapat meliputi beberapa
kondisi yang terjadi pada saluran urinaria kucing.
Kucing jantan dan betina sama-sama beresiko menderita FLUTD, namun kucing
jantan beresiko lebih besar terhadap obstruksi yang mematikan karena uretra
jantan lebih kecil dibandingkan betina dan memiliki bagian yang mengecil
sehingga penyumbatan lebih mudah terjadi. Faktor-faktor predisposisi dari
penyakit FLUTD di antaranya:
Jenis kelamin. Penyakit ini lebih sering menyerang hewan jantan
daripada betina karena struktur anatomi urethra dari jantan panjang
dan sempit sedangkan urethra betina pendek dan lebar.
Ras. Lebih sering terjadi pada kucing ras seperti persia atau angora
daripada kucing siam karena kucing ras lebih malas beraktivitas dan
selalu urinasi pada pasir khusus sehingga apabila pasirnya kotor kucing
ini cendrung menahan urinasinya.
Pakan. Pemberian pakan dengan kandungan magnesium dan fosfor yang
tinggi beresiko dalam pembentukan kristal dalam urin.
Temperatur. Suhu yang rendah menyebabkan kucing malas minum
sehingga intake air dalam tubuh kurang.
Umur. Hewan dengan umur 1-10 tahun merupakan hewan yang paling
rentan terserang FLUTD dengan frekuensi yang lebih tinggi pada usia 3,5
tahun.
Gejala klinis
Manifestasi klinis awal pada kucing yang menderita Feline lower urinary tract
disease (FLUTD) merupakan hasil dari iritasi yang disebabkan oleh kristal yang
terbentuk di dalam vesika urinaria atau uretra kucing. Biasanya kucing yang
menderita Feline lower urinary tract disease (FLUTD) akan menunjukkan gejala
klinis sebagai berikut:
Kesulitan urinasi (disuria). Biasanya urinasi dalam waktu yang lama
dengan hanya mengeluarkan urin dalam jumlah sangat sedikit dan
kucing merejan saat buang air kecil (kadang disertai suara tangisan)
Peningkatan frekuensi urinasi (pollakisuria)
Kucing sering buang air kecil tidak pada tempatnya
Sering menjilat daerah genital
Kadang-kadang terdapat darah pada urin (haematuria)
Urin berbau busuk dan keruh
Kucing tidak nafsu makan
Pada keadaan yang lebih serius, dimana terjadi obstruksi pada saluran
urinari komplit yang biasanya terjadi pada kucing jantan dapat
mengakibatkan kucing tidak dapat urinasi. Selain itu juga menunjukkan
gejala muntah, kelemahan, serta perut yang menegang dan sakit.
Diagnosa
Diagnosa FLUTD didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan urinalisis.
Pada kasus yang sudah parah dapat dipalpasi pembesaran dan rasa sakit pada
vesika urinaria. Jika diduga terjadi infeksi pada vesika urinaria, maka kultur urin
dapat dilakukan. Kucing yang mengalami obstruksi saluran urinaria memiliki
tingkat enzim ginjal yang tinggi (blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin) dalam
darah. Berikut ini beberapa pengujian yang perlu dilakukan untuk mendiagnosa
FLUTD yaitu sebagai berikut:
Pengujian darah
Perhitungan sel darah lengkap (complete blood cell count/CBC) dan
kimia darah/kimia dalam serum (serum chemistries)
Urinalisis lengkap
Kultur urine dan tes sensitivitas antibiotik
Radiografi abdomen (X-ray)
Ultrasonografi (USG) abdomen
Cystoscopy atau pemeriksaan endoskopik pada uretra dan vesika
urinaria
Biopsi vesika urinaria
Pengobatan
Pengobatan terhadap Feline lower urinary tract disease (FLUTD) tergantung dari
penyebab yang mendasari terjadinya FLUTD dan kondisi dari kucing. Kristal
mineral atau batu yang terbentuk pada saluran urinari kucing harus dieliminasi.
Adapun pengobatan yang perlu diberikan pada kasus FLUTD yaitu :
Eliminasi kristal mineral atau batu pada saluran urinari kucing dapat
dilakukan melalui diet atau makanan khusus yang dapat melarutkan
kristal mineral atau batu tersebut serta dapat juga melalui operasi
pengeluaran kristal mineral atau batu pada saluran urinari kucing. Dalam
beberapa kasus tindak bedah diperlukan selain untuk menghilangkan
sumbatan pada uretra, juga untuk mencegah terjadinya pengulangan
timbulnya kristal mineral.
Pada kasus obstruksi uretra oleh kristal mineral atau batu (blocked
urethra), memerlukan perawatan darurat yang meliputi pembilasan
(flushing) atau kateterisasi uretra untuk mengeluarkan urin dan kristal
pada vesika urinaria. Sebelum dilakukan pembilasan (flushing) atau
kateterisasi uretra, kucing terlebih dahulu diberikan anestesi umum yang
kerjanya singkat.
Penyuntikan cairan fisiologis secara intravena diperlukan ketika sindrom
uremia terjadi (depresi, muntah, dehidrasi) dengan tujuan mengganti
cairan tubuh dan menstabilkan pH cairan tubuh.
Pemberian antibiotik diperlukan untuk mencegah infeksi sekunder oleh
bakteri.
Sediaan obat parasimpatomimretik juga dapat diberikan untuk
menstimulasi otot vesika urinaria berkontraksi dan relaksasi uretra
diperlukan.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terjadinya FLUTD pada kucing dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
FLUTD dapat dicegah melalui pemberian pakan khusus yang rendah Mg,
tinggi Na atau pakan yang mempunyai pH cukup rendah (acidified diets).
Pakan yang rendah pH ini akan meningkatkan absorbsi Na dan
meningkatkan pengeluaran phospat sebagai unsur pembentuk batu
ginjal.
Selain diet, diupayakan agar kucing diberiakan pakan yang basah,
penyediaan air segar sebagai sumber air minumnya yang cukup setiap
hari.
Kucing harus dibiasakan dengan aktifitas fisik (exercise) dan hindari
kondisi obesitas serta pembersihan kandang dan liternya secara rutin.
Diet khusus yang diberikan pada kucing biasanya mengandung beberapa
formula yang penting untuk mencegah pembentukan kristal mineral,
yaitu:
Mengontrol level kalsium, magnesium, fosfor, dan oksalat untuk
membatasi pebentukan kristal dan batu pada vesika urinaria
Kandungan kalium sitrat berguna untuk menghentikan pembentukan
batu pada vesika urinaria
Kandungan kaya vitamin B6 membantu mengurangi pembentukan
oksalat
13. Dyspagia
Dysphagia merupakan gejala kesulitan menelan yang dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk mengunyah makanan serta tidak dapat membentuk dan
. Gejala klinis yang timbul yaitu berupa Hipersalivasi, gagging, berat badan turun,
berusaha menelan berulang-ulang,menelan dengan posisi leher abnormal,
regurgitasi, batuk (aspirasi), sakit saat menelan. Patogenesis : terjadi obstruksi
mekanis pada mulut atau faring terjadi disfungsi neuromuskular sehingga
menyebbkan ggerakan menelan yang lemah dan inkoordinasi rasa sakit saat
mastikasi atau menelan.
Pengobatan
terapi Suport nutrisi .Pada disfagia oral, pasien dapat menelan bila bolus makan
ditempatkan pada kaudal faring. Hal ini dilakukan secara berhati-hati agar tidak
terjadi aspirasi pneumonia. Kepala dan leher dinaikkan akan mempermudah
proses menelan pada pasien disfagia faringeal atau krikofaringeal. Jika tidak,
lakukan terapi cairan secara parenteral. Disfagia tidak mudah diatasi,pengobatan
disphagia sebaiknya diarahkan pada penyebab penyakit, atau dapat diberikan
antibiotika spektrum luas dan kortikosteroid sebagai antiinflamasi bila tidak
ditemukan penyakit yang spesifik.
14. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira sp
bersifat aerobik,motil serta bergram negatif dan dapat menginfeksi hewan
maupun manusia serta bersifat zoonosis. Penyakit ini juga dikenal sebagai
penyakit tifus pada anjing, penyakit air merah pada anak sapi. Penyakit ini dapat
mengifeksi secara subakut dan akut. Infeksi sub akut tidak terlalu
memperlihatkan gejala klinis yang khas tetapi pada infeksi akut enunjukan gejala
klinis berupa radang, radang pada hati, anemia hemolitik dan pada hewan
bunting dapat mengakibatkan abortus. (Wikipedia)
Gejala Klinis
Infeksi leptospira pada hewan sering terjadi secara subklinis atau tidak
menunjukan gejala klinis yang tampak. Sehingga bakteri ini akan bertahan dalam
ginjal hewan dan akan keluar bersama-sama dengan air kencing. Bakteri ini
dapat ditularkan melalui air yang terkontaminasi, air kencing dari hewan yang
sakit. Di indonesia, penyebaran sering terjadi pada musim hujan saat banjir
melalui tikus.
Pencegahan
Pencegahan bisa dilakukan dengan membersihkan lingkungan sekitar tempat
tinggal maupun kandang kucing, menyimpan makanan dan minuman yang akan
dikonsumsi oleh manusia dan kucing dengan baik agar tidak terkontaminasi
dengan tikus. Pengobatan dapat dilakukan secara dini sebelum penyakit berjalan
secara kronis dengan pemberian antibiotik seperti Peniciline, streptomycine,
tetracycline.
Patogenesis
Pada saat musim hujan Air kencing tikus penderita terbawa bersamaan
dengan banjir masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan yang meminum air
melalui kulit yang terbuka,selaput lendir mata dan hidung bermultiplikasi
di dalam darah dan jaringan terjadi leptospiremia bakteri menyebar
terutama ke Hati dan Ginjal
pada ginjal migrasi ke bagian intestinum,tubulus renal, dan tubular renal
sebabkan nefritis intertitial dan nekrosis tubular tubular rusak gagal ginjal.
Sedangkan pada infeksi di hati sebabkan nekrosis sentrilobular dan
proliferasi sel kupfer terjadi perbanyakan sel kupfer didalam hati.
15. Stomatitis
Stomatitis adalah inflamasi pada mukosa mulut. Stomatitis bisa terjadi akibat
faktor lokal atau sistemik. Stomatitis lebih merupakan suatu gejala dibanding
bentuk penyakit spesifik. Gejala Klinis berupa Halitosis, rasa sakit, mulut terbuka
anoreksia, hipersalivasi. Perdarahan dari gusi atau mulut. Inflamasi atau ulserasi
pada rongga mulut. Akumulasi palque atau tartar.
Pengobatan
Lakukan terapi cairan pada pasien yang mengalami anoreksia. Bila masih bisa
menelan berikan pakan yang lunak. Lakukan dental propilaksis, terapi
periodontal atau ektraksi gigi yang bermasalah. Antimikrobial Terapi untuk
infeksi bakterial primer atau sekunder. Amoxicillin 12.5-25 mg/kg q12 jam PO,
Clindamycin 11 mg/kg q12 jam PO, Metronidazole 10 mg/kg q12 jam PO atau 30
mg/kg q24 jam PO. Anti-inflamasi Untuk membuat hewan nyaman (tidak merasa
sakit) sehingga mau makan. Prednison 0,5-1 mg/kg q12-24 jam PO kemduian
diturunkan hingga q48 jam. Topikal dengan Larutan atau gel chlorhexidine 2-3
kali sehari, larutan atau gel zinc organic acid mampu menghilangkan plaque dan
mempercepat kesembuhan jaringan. Imunosupresif Untuk penyakit yang
berkaitan dengan imunologis, bergantung pada penyakit spesifik.
Patogenesisnya
pada kejadian primer agen penyebab radang akan membentuk lesi pada selaput
lendir mulut, karena adanya terjaddi kebengkakan disertai dengan nyeri. Hal
tersebut akan merangsang keluarnya air liur yang berlebihan. Juga karena rasa
nyeri nafsu makan akan tertekan. Pada radang yang bersifat sekunder,
patogenesinya belum diketahui secara pasti .
16. Salivary mucocele
Salivary mucocele dikenal juga dengan sebutan sublingual gland and diet injury.
Salivary mucocele adalah pengumpulan mukus saliva yang disebabkan buntunya
saluran saliva atau kerusakan jaringan saliva akibat inflamasi. Salivary mucocele
ini dapat terjadi pada anjing dan kucing. Bangsa anjing yang sering menderita
adalah AGJ dan Poodle (toy, miniatur). Tidak ada kecenderungan terhadap jenis
kelamin dan masih belum ada laporan yang bersifat heriditer. Penyebabnya bisa
bermacam-macam. Traumatik dapat terjadi akibat penetrasi benda asing atau
gigitan. Sebab inflamasi biasanya berupa sialoadenitis atau adanya benda asing.
Sedangkan sebab sekunder, biasanya berasal dari carnassial abcess atau
neoplasia.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan yaitu : bervariasi, berdasarkan tingkat
keparahan dan lokasi lesi. Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva yang
sering terkena. Kadang ditemukan rasa sakit, kadang tidak. Hewan bisanay akan
mengalami disfagia, anoreksia, stridor hemoragi atau dispnea. Pada prinsipnya
tidak obat yang dapat digunakan. Terapi yang disarankan adalah operatif.
Lakukan drainage atau lancing dengan tujuan untuk mengurangi atau
membuang hasil produksi saliva sehingga dapat keluar dari kelenjar. Bisa juga
dengan melakukan drainage secara periodik.
Tindakan definitif adalah dengan melakukan drainage atau reseksi mucocele.
Biasanya kelenjar submandibula dan sublingual secara bersama-sama direseksi.
Langkah alternatif adalah melakukan reseksi marsupialisasi atau redireksi aliran
saliva. Namun langkah ini masih sering menyebabkan kambuh. Amati
abnormalitas pasca operasi. Disfungsi episodik jarang terjadi dan biasanya
bersifat transient. Kambuh umumnya dibawah 5% dan lebih disebabkan reseksi
yang tidak total, reseksi pada kelenjar yang salah atau adanya kerusakan
kelenjar akibat penanganan (iatrogenik). Prognosis baik pada kasus yang tidak
disertai penyakit lain.
17. Diverticulum Oesophagus
Suatu kondisi dimana esofagus mengalami ketidaknormalan anatomis,
pembesaran atau dilatasi sehinga terjadi ruang tempat berkumpul atau
akumulasi ingesta. Kondisi ini terbagi menjadi dua katagori bergantung
penyebab. Pulsi divertikulum suatu divertikulum yang sesungguhnya yang
berkaitan dengan tekanan intraluminal yang tinggi menyebabkan herniasi pada
muskosa muskularis. Secara histologis sisa jaringan berupa epitelium dan
jaringan ikat. Divertikulum traksi disebabkan tarikan dari luar pada jaringan ikat
esofagus dan keempat lapisan penyusunnya (mukosa, submukosa, muskularis
dan adventitia) masih tetap ada. Sebanyak 50-70% divertikulum (terutama
pulsi) berkaitan dengan lesi yang lain dari esofagus atau diafragma. Kasus ini
sering ditemukan pada anjing atau kucing, baik kongenital atau perolehan. Tidak
ada predisposisi pada ras tertentu.
Gejala Klinis berupa Regurgitasi postprandial, disfagia, berat badan turun,
anoreksia, batuk atau distress respirasi. Terapinya dapat berupa: Jika
divertikulum kecil dan tidak menyebabkan gejala klinis, pasien dapat diterapi
secara umum dengan memberikan makan yang lunak dan kemudian berikan air
minum. Jika divertikulum besar dan menimbulkan gejala klinis, pertimbangkan
untuk dilakukan tindakan operatif. Kondisi ini menjadi predisposisi terjadinya
perforasi, fistula, striktura dan dehisensi pasca operasi. Evaluasi harus dilakukan
bila hewan mengalami peningkatan suhu tubuh, dispnea, takipnea, leukogram
meningkat atau sepsis. Berikan antagonis histamin H2 (Cimetidine, Ranitidine)
bila hewan mengalami esofagitis kambuhan. Berikan antibiotika bila hewan
mengalami aspirasi pneumonia.
18. Infeksi Cacing Hati Pada Kucing
Pathogenesis
Cacing dewasa yang hidup di bagian proksimal dari saluran empedu, ductus
choledochus, menyebabkan terjadinya radang cholecystitis, yang disertai
pengelupasan mukosa saluran. Karena berada di bagian sempit dari ductus
choledochus, bila jumlah cacing cukup banyak dapat mengakibatkan sumbatan
saluran, hingga memmicu terjadinya bilirubinemia atau ikterus. Jaringan saluran
mengalami proliferasi papillomatous atau adenomatous, diarenngi terjadinya
pengerasan bagian tepi dari hati. Di dalam hati mungkinterbentuk kantong atau
sista yang berisi telur maupun cacing.
Gejala Klinis
Penderita jadi kurus karena anoreksia, muntah, dan kadang-kadang diare. Proses
yang berlangsung kronik biasanya diikuti ikterus dan akhirnya kematian
Pencegahan
Pemberian pakan secara teratur pada hewan untuk mencegah hewan
mengonsumsi pakan secara sembarangan. Selain itu, pemilik juga
memperhatikan kebersihan lingkungan disekitar hewan untuk mencegah infeksi
dari cacing. kucing hanya diberikan makanan yang telah masak sempurna dan
membatasi gerak kucing hingga tidak berkeliaran.
Penanganan
Pengobatan dengan sodium antimony tartrate, atau tartarus emeticus, dan
klorokuin difosfat pernah dianjurkan untuk mengirango jumlah telur yang
dihasilkan. Dithiazine yodida telah pula dicoba dan berhasil, apabila infeksinya
tidak berat. Waktu akhir-akhir ini yang dianjurkan adalah praziquantel dengan
dosis 20 mg/kg, diberikan selama 3 hari berturut-turut.
19. Keracunan amitraz
Amitraz merupakan salah satu obat kimia yang diguankan untuk mencegah
infeksi parasit khususnya kutu. Obat ini biasanya diberikan secara topikal
maupun diping tau perendaman. Kasus keracunan ini lebih sering terjadi pada
anjng dibandingkan kucing. Kasus pada kucing biasanya terjadi akibat
penggunaan produk-produk anjing yang mengandung amitraz pada kucing.
Obat amitraz yang digunakan untuk pencegahan kutu dapat bersifat toxic.
Patogenesis
Kasus keracunan dapat terjadi saat kucing menelan produk-produk seperti obat-
obatan maupun makanan yang mengandung amitraz atau kucing kontak dengan
anjing yang masih memiliki sisa-sisa amitraz dikulitnya akibat perendaman,
amitraz dapat masuk dalam tubuh kucing dan beredar dalam darah. Diagnosa
keracunan ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah kucing yang
mengandung amitraz didalamnya, disertai dengan hiperglicemia.
Gejala klinis
Depresi, kelemahan otot, inkoordinasi, berbaring dan jarang bergerak,
penurunan detak jantung, penurunan suhu tubuh, muntah, diare, urinasi, dan
kematian.
Penanganan
Jika amitraz terakumulasi dirambut atau kulit maka kucing harus dimandikan
atau dibersihkan menggunakan detergen atau shampo unuk menghilangkan
residu kemudian dicuci dengan air hangat. Terapi supportive menggunakan
cairan intravena, mempertahankan suhu tubuh kucing, serta memberikan
asupan nutrisi yang cukup.
Pencegahan:
Memastikan tidak ada amitraz atau obat-obatan keras lainnya disekitar tempat
kucing bermain. Jauhi kucing dari hewan lain yang terinfeksi kutu dan diberi
penanganan menggunakan amitraz terlebih secara diping atau perendaman.
20. Infeksi oleh Aelurostrongylus abstrassus pada kucing
Pathogenesis
Cacing dewasa hidup dalam bronchioli dan dalam saluran alveolus. Cacing sksn
melatakan telur dalam saluran alveoli dan membentuk nodul pada saluran
alveoli. Telur kan menetas dan larva akan bebas menuju saluran pernafasan,
tenggorokan, dan akan meyeberang ke faring dan akan menuju ke saluran
penvernaan. Larva jga akan menembus kerongkongan, lambung dan usus serta
akan beredar mengikuti aliran darah menuju ke organ – organ tubuh lainnya.
Nodul berukuran 1-10 mm yang terdapat dijaringan subpleura yang bersifat
keras, berwarna bau-abu dan berisikan telur dan cacing, yang pada suatu waktu
dapat mengganggu saluran pernafasan. Kadang-kadang nodul dengan jumlah
yang banyak dapat bersifat fatal bagi penderita. Adanya nodul dapat
mengganggu proses pernafasan yang dapat menghasilkan gejala-gejala berupa
dispnea, batuk, dan sebagainya.
Gejala Klinis
Gejala yang dapat diamati yaitu penderita akan memperlihatkan gejala radang
paru-paru berupa batuk, suhu tubuh yang meningkat, dan keluarnya cairan
eksudat dari hidung serta gejala bersin. Penderita akan menjadi kurus secara
progresif. Kadang terjadi gejala diare, kesembuhan spontan dapat terjadi
terutama pada penyakit yang kronis. Timbunan telur dan cacing dalam saluran
pernafasan dapat menyebabkan kematian mendadak.
Pencegahan
Pemberian pakan secara teratur pada hewan untuk mencegah hewan
mengonsumsi pakan secara sembarangan. Selain itu, pemilik juga
memperhatikan kebersihan lingkungan disekitar hewan untuk mencegah infeksi
dari parasit ini.
Penanganan
Dapat dilakukan pengobatan suportif, pengobatan dangan larutan NaI 20% yang
diuntikan 3 kali dengan interval 5 hari dapat menghilangkan larva dalam tinja.
Pemberian dietilkarbamasin dapat menurunkan jumlah larva dan feses.
Pengobatan juga dapat dilakukan dengan pemberia levamisol 8-10 mg/kg
selama 3 hari, seperti pada penanganan untuk cacring pada saluran pernafasan..
dapat juga diberikan ivermektin dengan dosis 0,4 mg/kg disuntikan secara
subkutan.
21. Helminthiasis Pada Sistem Peredaran Darah (Dirofilariasis) Pada Anjing Dan
Kucing
Pathogenesis
Adanya cacing jantung menyababkan anjing dan kucing dapat menderita
berbagai gangguan yang semuanya berasal dari gangguan dalam pengaliran
darah serta kelemahan jantung. Gangguan sirkulasi yaitu terjadi obstruksi oleh
cacing, terjadinya radang arteri dan penyempitan karena terjadi fibrosis.
Gangguan pernafasan berupa emboli pulmoner, infark, dan hemosiderosis.
Adanya cacing dalam ventrikel kanan, dapat mengakibatkan terjadinya
hambatan pengaliran darah. Gangguan dalam aliran darah dapat berakibatkan
gangguan hati dan juga dapat terjadi ascites.
Gejala Klinis
Penderita akan kehilangan berat badan secara progresif. Hewan akan cepat lelah
setelah beraktifitas yang tidak berat, dan diikuti batuk dan dispnea. Suhu tubuh
normal atau tinggi karena terjadi radang antara lain radang pada paru-paru.
Terjadi hipoproteinemia. Terjadi gangguan sirkulasi dari selaput lendir ata yang
sianotik. Penderita akan kehilangan kesadaran. Terjadi gangguan hati akut
karena obstruksi vena cava posterior yang dikenal sebagai posterior caval
syndrome yang ditandai dengan hemoglobinemia dan kematian mendadak
dalam waktu 24 jam.
Pencegahan
Pemberian pakan secara teratur pada hewan untuk mencegah hewan
mengonsumsi pakan secara sembarangan. Selain itu, pemilik juga
memperhatikan kebersihan lingkungan disekitar hewan untuk mencegah infeksi
dari parasit ini
Penanganan
Dapat dilakukan operasi pengambian cacing dari ventrikel kanan dan dari vena
cava posterior. Dan dapat dengan menggunakan obat seperti Thiacetarsamide
dengan dosis 2,2 mg/kg, diberikan 2 kali sehari selama 2-4 hari dengan cara
pemberian secara injeksi intravena. Dapat juga diberikan Levamisol untuk
cacing dewasa dan larva cacing, dengan dosis yang dianjurkan 10-15 mg/kg
diikuti dengan 2,5 mg/kg selama 2 minggu. Dapat juga menggunakan
Melarsomine (Immiticide) untuk membunuh cacing dewasa dengan dosis yang
dianjurkan 2,5 mg/kg, dan diberikan secara injeksi intramuscular di daerah
lumbar dan diulangi setelah 24 jam.
22. Polycystic Kidney Disease Yang Progresi Pada Kucing Persia
Polycystic kidney disease (PKD) merupakan penyakit ginjal bawaan yang
diwariskan melalui gen autosomal dominan (Hosseininejad et al. 2009) dan
umumnya ditemukan pada kucing Persia dan persilangan Persia (Fischer 2001).
Patofisiologi terjadinya kista tidak diketahui dengan jelas. Kista renal
merupakan ruang-ruang kosong (vesikel) berisi cairan yang dilapisi oleh epitel,
umumnya berasal dari nefron sehingga dapat muncul di korteks maupun medula
ginjal. Ukuran kista bervariasi dari 1 mm sampai lebih dari 1 cm dan bertambah
jumlah dan ukurannya seiring dengan waktu. Akhir dari pembesaran kista yang
progresif akan menekan parenkim ginjal di sekitarnya dan menyebabkan fungsi
ginjal terganggu dan terjadi gagal ginjal, terutama jika sebagian besar jaringan
terkena (Chandler et al. 2008). Gagal ginjal dapat terjadi pada semua umur
kucing yang terkena PKD meskipun biasanya baru terjadi pada kisaran umur 7
tahun (Chandler et al. 2008; Hosseininejad et al. 2009)
Karakteristik PKD ditandai dengan terbentuknya multipel kista pada kedua
ginjal. Ginjal mengalami pembesaran sangat nyata disertai dengan bentuk yang
tidak beraturan. Tidak ada terapi yang spesifik untuk PKD dan terapi lebih
ditujukan untuk mengatasi gagal ginjal kronis yang terjadi (Chandler et al.
2008).
Gejala Klinis : Gejala klinis yang tampak pada pemeriksaan fisik awal adalah
kaheksia, lethargy, selaput lendir pucat, turgor buruk, dehidrasi, palpasi daerah
epigastrium dorsal menunjukkan pembesaran ginjal, dengan bentuk permukaan
tidak rata dan terasa krepitasi. Selama perawatan kondisi terus menurun, suhu
subnormal, refleks menelan semakin buruk, pilek purulent, nausea, dan muntah.
Hasil Uji Pendukung Pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan ultrasonografi
(USG), fine needle aspirate (FNA), pemeriksaan hematologi, kimia darah, sitologi
cairan (efusi) bilateral ginjal, kultur identifikasi bakteri dan uji resistensi
terhadap antibiotik, serta pemeriksaan patologi anatomi.
Terapi : Terapi yang telah diberikan berupa terapi cairan infus Ringer Lactate
dan NaCl 0.9%, antibiotik ceftriaxone, vitamin neurobion, dan antimuntah
cimetidine. Semua obat-obatan diberikan secara parenteral (intravena). Terapi
nutrisi diberikan Hill’s Prescription Diet k/d.
23. Urolithiasis / kencing batu pada kucing
Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan adanya urolit (batu) atau calculi
atau kristal yang berlebihan dalam saluran urinaria. Sama seperti batu manusia
batu kristal ini bisa berada dimanapun dalam saluran urinasi di anjing, meliputi
ginjal, uretra, atau bisa ditemukan di kandung kemih (Anonim b, 2006); Fossum
1992). Saat urin mengalami tigkat kejenuhan yang tinggi, yang disertai dengan
kelarutan garam, garam tersebut mengalami presipitasi dan membentuk kristal
(crystalluria). Jika kristal itu tidak dikeluarkan maka akan terbentuk agregat
yang disebut dengan kalkuli (Fossum, 1992). Urolith terbentuk karena banyak
kristal-kristal yang saling bergabung menjadi satu. Terdapat beberapa jenis batu
ginjal yang berbeda, di mana perawatan dan pencegahanya berbeda pula.
Kejadian ini sangat menyakitkan dan membutuhkan pertolongan medis.
Diagnosis
urolithiasis dibuat berdasar hasil anamnesa (riwayat kasus), pemeriksaan fisik,
radiografi, ultrasonografi dan urinalisis (Anonim b, 2006).
Tanda-tanda klinis urolithiasis tergantung pada letak urolith, derajad dan lama
obstruksi atau iritasi dinding mukosa traktus urinarius yang disebabkan oleh
urolith, kristal atau karena infeksi traktus urinarius. Gejala klinis yang nampak
pada anjing yang menderita urolithiasis menurut Osborne (1999) adalah sebagai
berikut :
Gejala klinis yang terlihat apabila terjadi obstruksi pada urethra adalah ;
Sering berusaha urinasi, namun urin yang dikeluarkan sedikit atau hanya
menetes
Terlihat tegang saat urinasi (dysuria/stranguria).
Tidak mampu untuk urinasi (anuria) jika terjadi obstruksi sempurna
Hematuria
Vesica urinaria menggelembung karena penuh urin
Terjadi ruptur di vesica urinaria yang dapat mengakibatkan terjadinya
ascites
Gejala klinis bila terjadi cystic calculi (urolithiasis pada vesica urinaria) ;
Dysuria/stranguria
Hematuria
Gejala sistemik biasanya tidak nampak
Gejala klinis bila terjadi renal atau ureteral kalkuli antara lain ;
Kesakitan pada bagian abdominal
Hematuria
Hydronephrosis mengakibatkan terjadinya pembesaran ginjal, apabila
kalkuli menghambat aliran urin
Nampak gejala sistemik, terjadi anorexia, depresi dan demam
Diagnosa
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan radiografi, dan
urinalisis yang bertujuan untuk mengetahui jenis urolith pada kucing tersebut.
24. Glomerulonephritis pada kucing
Glomerulonephritis atau juga yang dikenal sebagai glomerulus nefritis (GN)
adalah jenis penyakit ginjal yang ditandai dengan peradangan pada glomeruli
yang merupakan struktur kecil di ginjal yang berfungsi untuk memfiltrasi darah.
Organ target adalah glomerulus dan nefron.
Gejala Klinis
Gejala klinis non-spesifik meliputi anoreksia, muntah, penurunan berat badan
dan lemah, acites dan oedem, hipoalbuminemia, azotemia, poliuria
Diagnosa
Pemeriksaan ultrasnografi, pemeriksaan radiografi, uji titer antibodi, ELISA, dan
biopsi ginjal.
25. Pyelonephritis
Infeksi dan peradangan jaringan ginjal dan renal pelvis (ruang yang terbentuk
dari perluasan ujung atas ureter tubulus yang menyalurkan urin ke kandung
kemih). Infeksi ini biasanya disebabkan karena bakteri. Kelainan ginjal yang
paling sering terjadi, pyelonephritis dapat menjadi kronis dan akut.
Pyelonephritis yang sudah akut biasanya menyerang satu daerah pada ginjal,
dan tidak menyerang bagian yang lain. Pada banyak kasus, pyelonephritis dapat
berkembang tanpa adanya penyebab yang jelas.
26. Cryptococcus Pada Kucing
Jamur ini berukuran sangat kecil dan tidak terlihat mata telanjang, tetapi koloni
yang berkembang biasanya terlihat seperti lapisan berwarna krem-coklat dan
berlendir. Kapang C.neoformans berada dimana-mana, biasanya tumbuh dan
berkembang di kotoran burung dan tumbuhan yang membusuk. C. neoformans
sering menyerang pada kucing, terutama saluran pernafasannya. Penyebaran
dimulai dari hidung, melalui aliran darah dapat menyebar ke otak,mata dan
paru-paru. Tetapi umumnya menyerang bagian hidung, tenggorokan, jaringan
wajah, mata dan otak.
Tanda-tanda kucing terkena C. neoformansKucing yang terkena biasanya
mengalami pembengkakan hidung, pilek berat, luka pada hidung yang bengkak,
suara nafas berat, kadang-kadang disertai demam, pengelupasan kulit di sekitar
wajah dan kepala, pembengkakan kelenjar getah bening,gangguan syaraf dan
mata.
Menular ke manusia & lama sembuhnya
Segera periksakan kucing anda ke dokter hewan terdekat, informasikan pula
pada dokter hewan tersebut kemungkinan terkena penyakit jamur C.
neoformans ini. Dokter hewan anda akan memberikan obat yang sesuai.Perlu
diperhatikan pula kalau penyakit ini bersifat kronis, lama sembuhnya dan
memerlukan pengobatan selama 1-2 bulan atau lebih. Proses penyembuhan
sangat tergantung terhadap parah-tidaknya penyakit dan pemberian obat yang
teratur.Yang tidak kalah penting penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu dapat
menyerang manusia. Penularan dapat terjadi melalui kucing, anjing ataupun
langsung dari lingkungan, Jadi cucilah tangan setelah mengobati kucing
kesayangan Anda.
27. Penyakit Respirasi Kompleks Pada Kucing
Penyakit ini dikatakan kompleks karena dalam satu hewan yang menderita
mungkin ditemukan campuran keadaan konjungtivitis, lakrimasi, salivasi dan
ulserasi oral. Penyebab yang paling sering menyebabkan masalah seperti di atas
adalah feline viral rhinotracheitis (FVR), feline calicivirus infection (FCV), feline
pneumonitis (Chlamydia psittaci)dan Mycoplasma.EtiologiInfeksi saluran
respirasi atas sekitar 40-45 % disebabkan oleh FVR dan FCV dan sisanya
disebabkan oleh Chlamydia psittaci, Mycoplasma dan reovirus.
Cara Penularan
Penularan penyakit umumnya melalui aerosol droplet, muntahan, pemeliharaan
yang tercemar hewan sakit kemudian secara tidak langsung menularkan ke
kucing sehat.
Masa inkubasi infeksi FVR dan FCV berkisar 2-6 hari, sedangkan pneumonitis 5-
10 hari. Adanya stress yang terjadi pada hewan penderita kemungkinan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi ikutan.
Gejala Klinis
Infeksi FVR ditandai dengan demam sampai 40,5°C, kucing sering bersin.
Konjungtivitis dan rhinitis yang timbul didahului oleh leleran serous, kemudian
berubah menjadi mukopurulen. Kucing tampak depresi dan anoreksia.
Diagnosa
Diagnosa penyakit berdasarkan tanda-tanda berupa bersin, konjungtivitis,
rhinitis, lakrimasi, salivasi, ulkus mulut dan dispnoea. Pada FVR cenderung
menimbulkan gangguan pada konjungtiva dan saluran hidung, virus calici
menyebabkan gangguan pada mukosa mulut dan saluran respirasi bagian
bawah. Chlamydia menimbulkan konjungtivitis ringan yang kronis. Diagnosa
yang tepat terhadap penyakit ini dengan melakukan isolasi dan identifikasi agen.
28. Penyakit Dengan Tanda Kuning (Jaundice /Icterus) Pada Kucing
Berbeda penyakit kuning antara anjing yang dicurigai leptosipira, kucing sangat
jarang dilaporkan terjangkit leptospirosis. Jaundice atau kuning yang terlihat
pada mucosa/selaput lendir sclera, telinga, gusi dan kulit . Penyakit kuning bisa
timbul akibat kerusakan pada organ sebelum hati (prehepatic), pada hati itu
sendiri (hepatic) dan setelah organ hati (posthepatic).
Gejala klinis : Kucing yang menderita post hepatic selain kuning , tidak nafsu
makan, depresi, sakit pada abdomen, dan demam. Namun demikian kejadian
obstuksi empedu pada kucing sangat jarang. Yang paling sering terjadi karena
hepatolipidosis, infeksi FIP dan kelaianan darah (autoimmune hemolitic).
Patogenesis : Pada hewan sehat, system ketahanan tubuh (immune system)
berfungsi mengusir segala macam benda asing seperti bakteri yang masuk
dalam tubuh. Pada hewan dengan masalah autoimmune immune system
menyerang sel dalam pembuluh darah , proses ini akan berakibat intravascular
hemolysis, salah satu tanda akan terlihat plasma menjadi agak pink sampai
merah. Urine positif hemoglobinuria, tanda lain dengan kecurigaan tersebut
adalah dalam pemeriksaan ulas darah ditemukan spherocyte bentukan seperti
bola dan lebih kecil dari RBC normal), ditemukan sel anisocytosis. Bilirubin yang
berlebihan dalam darah menimbulkan warna kuning pada bagian tubuh
sebagaimana terlihat pada daerah daerah tersebut diatas.
Pengobatan : untuk kasus lipidosis dengan memutus siklus energy intake yang
tidak cukup dan mobilisasi lemak dengan makan paksa ( bisa diilakukan
oesophagustomy selama 7 hari maksimum 10 hari) sambil tetap dilihat ada
kemauan makan sendiri. Peradangan pada hati sering dijumpai pada kucing
muda dan usia tua (> 8 th)biasanya diikuti dengan gejala klinis tidak nafsu
makan, depresi, dan demam. Dengan kimia darah sama dengan pada kasus
lipidosis, tetapi kebanyakan lekocytosis. Peradangan hati dapat juga disebabkan
efek obat griseofulvin, ketokonazole, alfatoxin dan phenol. Infeksi bakteri bisa
diobati dengan antibiotik amoxilin, ampicilin atau metronidazole. Disarankan
diberikan sampai 6-8 minggu. Urdafalk (ursodeoxycholoic acid) adalah suatu
obat untuk menstimulasi aliran cairan empedu, tetapi sangat kontradiksi jika
diberikan untuk kasus obstruksi pada saluran empedu. Berikan juga force
feeding , berikan infus dan juga beri sedikit penghangat.
29. Pulmonary carcinoma pada kucing
Tumor paru primer jarang terjadi pada kucing jika dihitung maka hanya <1%
dari semua tumor. Usia rata-rata adalah sekitar 11-12 tahun. Tidak ada
penelitian yang signifikan telah terbukti tumor paru memiliki hubungan dengan
infeksi FeLV. Biasanya terbentuk adenokarsinoma untuk 70% sampai 80% dari
neoplasia paru primer pada kucing; karsinoma kurang umum termasuk
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma adenosquamous. Fibrosarcomas,
osteosarkoma, chondrosarcomas, hemangiosarcomas, granulomatosis
lymphomatoid (limfoma sel-T angioinvasive), sarkoma histiocytic, dan adenoma
adalah neoplasma primer lainnya yang telah didokumentasikan dalam paru-
paru kucing.
Metastasis tumor paru primer pada kucing dapat terjadi ke area lain dari paru-
paru, diantaranya tulang panjang, hati, limpa, pankreas, ginjal, kelenjar adrenal,
otak, kerongkongan, kelenjar getah bening abdominal, dan mata.
Kebanyakan kucing dengan neoplasia paru menunjukkan tanda-tanda berupa
batuk, intoleransi latihan, dyspnea, kepincangan (dari metastasis atau osteopati
paru hipertrofik, yang lebih umum pada anjing dari pada kucing), penurunan
berat badan, anoreksia, dan kelesuan. Diagnosis biasanya ditegakkan
berdasarkan radiografi, pemeriksaan sitologi, dan pemeriksaan histopatologi.
30. Bronchopneumonia pada kucing
Disebabkan oleh infeksi bakteri maupun agen penyakit lain. Namun belakangan
penelitian menunjukkan bahwa salah satu bakteri yang menyebabkan terjadinya
bronchopneumonia pada kucing adalah Bordetella Bronchoseptica.
Gejala Klinis
Pernapasan cepat
Gangguan pernapasan
Batuk
Demam
Depresi
Mukopurulen eksudat hidung (cairan)
Anorexia
Kelesuan
Diagnosa
Chest X-rays
Complete blood count (CBC)
Airway cytology
Culture (tracheal wash cytology and culture and sensitivity)
Kucing yang hadir dengan perusahaan massa jaringan lunak harus memiliki
neoplasia paru metastasis ditambahkan ke daftar diagnosis diferensial.
31. Infeksi oleh Taenia taeniaformis pada Kucing
Cacing ini hidup dalam usus halus kucing dan karnivora terkait lainnya termasuk
serigala, lynx, dan bangsa lingsang atau berang-berang, terdapat diberbagai
negara. Cacing ini memiliki ukuran panjang 50-60cm, berbentuk unik yaitu tidak
memiliki leher, serta proglotid posteriornya berbentuk mirip genta.
• Patogenesis : cacing dewasa menembus mukosa usus demikian dalamnya,
meskipun ini jarang terjadi, hingga dapat menyebabkan perforasi usus. Cacing
dewasa dapat mengganggu pencernaan makanan yang serius. Strobilocercus
sendiri, setidaknya untuk hospes antara tidak menimbulkan gangguan.
• Gejala klinis : gangguan pencernaan makanan akan mengakibatkan kekurusan,
tumbuh kedengkik, diare dan dehidrasi. Bila terjadi perforasi hewan dapat mati
mendadak.
• Penanganan : penggunaan obat-obat antihelmintik untuk mengatasi cacing
pipih.
• Pencegahan : Pemberian pakan secara teratur pada hewan untuk mencegah
hewan mengonsumsi pakan secara sembarangan.
32. Infeksi oleh Spirometra spp.
Cacing pipih Spirometra spp. Yang menyerang anjing, serigala, dan kucing
diberbagai negara berbeda-beda spesiesnya. Di asia Tenggara cacing sp mansoni
lebih banyak ditemukan dan di Australia sp. Erinacei lebih dominan. Cacing sp
erinacei dewasa dalam usus halus dapat mencapai panjang 100cm. Skoleknya
memiliki lengkungan sempit yang disebut bothria dan skoleksnya tidak memiliki
kait. Dalam setiap segmen atau proglotid terdapat organ reproduksi hemaprodit
yang lubang kelaminnya terletak ditengah.
• Patogenesis : anjing penderita spirometrosis maupun hospes definitif lainnya,
termasuk kucing tidak tidak memperlihatkan gejala-gejala sakit yang jelas. Larva
stadium ke 2 yang berbentuk kista dapat menyebabkan sparganosis mungkin
karena mengonsumsi secara tidak sengaja hospes prtama misalnya lalat air yang
mengandung procercoid. Ataupun tertular oleh adanya spargana dalam daging
misalnya daging babi yang tidak matang. Selain itu, dapat juga melalui transver
larva langsung melalui luka atau konjungtiva mata.
• Penanganan : penggunaan obat-obatan antihelmintik untuk membasmi cacing.
• Pencegahan : Pemberian pakan secara teratur pada hewan untuk mencegah
hewan mengonsumsi pakan secara sembarangan.
33. Infeksi oleh Diphyllobothrium latum
Cacing pipih Diphyllobothrium latum hidup dalam usus halus berbagai spesies
mamalia, manusia, anjing, babi, kucing, serigala, beruang serta hewan pemakan
ikan. Cacing dewasa berukuran 2-10m terdiri dari 3000 segmen atau lebih.
Cacing berwarna abu-abu kekuningan dengan bagian tengah gelap karena
adanya uterus dan telur yang banyak jumlahnya.
• Patogenesis : parasit yang hidup didalam tubuh anjing dan kucing kurang
memiliki arti patologik. Kecuali pertumbuhan penderita yang terhambat.
Lainhalnya dengan parasit yang berada dalam tubuh manusia. Pada manusia
cacing menyebabkan anemia yang parah. Cacing memanfaatkan vitamin B12
berlebihan hingga menusia penderita akan mengalami anemia pernisiosa.
• Penanganan : untuk manusia penggunaan obat Quinacrine Hcl memerikan hasil
baik. Yomesan juga memberikan hasil baik. Untuk anjing, obat baku yang
dianjurkan untuk mengatasi kasus ini harus memiliki efektifitas tinggi, termasuk
Arecolin HBr.
• Pencegahan : tidak memberikan ikan mentah kepada anjing dan kucing sebagai
pakan.
34. Infeksi Oleh cacing Spirocerca Lupi
Cacing Spirocerca Lupi ditemukan dalam tumor kerongkongan, lambung, dan
aorta anjing dan berbagai hewan pemakan daging. Cacing dapat ditemukan
diberbagai negara baik tropis termasuk Indonesia maupun subtropis. Cacing
dewasa berukuran 3-8cm, berwarna merah, dan terdapat melingkar didalam
tumor jaringan ikat pada dinding kerongkongan atau organ lainnya. telur cacing
berdinding tebal, oval, dan dinding lateral yang hampir paralel.
• Patogenesis : telur yang dibebaskan bersama tinja akan menetas bila dimakan
oleh kumbang. Didalam tubuh kumbang, larva akan berkembang hingga
mencapai stadium ke3 dalam waktu 7 hari. Bila kumbang dimakan oleh hewan
pengerat sebagai hospes paratenik, larva akan membentuk kista dalam jaringan
tubuh. Infeksi pada anjing terjadi jika anjing mengonsumsi larva stadium ke 3
dalam kotoran kumbang atau memakan hospes paratenik. Larva yang termakan
akan membuat lubang dalam lambung anjing dan bermigrasi pada lapisan arteri
dan aorta sampai didinding kerongkongan dan lambung. Dijaringan terakhir ini
cacing dewasa dapat menghasilkan telur dan siklusnya akan erjadi terus-
menerus.
• Gejala Klinis : larva yang bermigrasi menyebabkan pendarahan dan radang.
Infeksi Spirocerca Lupi menyebabkan hilangnya nafsu makan, munta, dan oleh
iritasi cacing menyebabkantremor, aneurisma aorta, bahkan ruptur pembuluh
darah serta terjadinya osteoarthropati paru-paru sekunder.
• Penanganan : mengingat cacing ada didalam tumor dikerongkongan dan
lambung sedangkan obat cacing untuk dapat berfungsi harus mencapai usus
dahulu, pengobatan menjadi sulit. Penyuntikan disophenol dan pemberian dietil
karbamasin dosis tinggi selama 10 hari berturut-turut terbukti meberikan hasil
yang baik.
• Pencegahan : memberikan pakan yang baik dan tercukupi untuk hewan agar
hewan tidak memakan makanan secara sembarangan.
35. Infeksi oleh cacing cambuk (Trichuriasis)
Cacing cambuk Trichuris spp berukuran 4-7,5 cm hidup pada mukosa sekum
dan usus besar dari berbagai ternak, anjing dan serigala. Spesies anjing dan
serigala terinfeksi cacing cambuk Trichuris vulpis. Cacing ini secara morfologi
berbentuk seperti cambuk. Cacing ini tidak ditemukan pada kuda. Bagian
anterior cacing panjang dan langsing sedangkan bagian posteriornya pendek
dan tebal.
• Patogenesis : dengan melekat eratnya cacing pada mukosa sekum dan usus
besar terjadilah radang yang dapat meningkatkan peristaltik. Rasa sakit perut
juga menghilangkan nafsu makan dan kehilangan cairan lewat tinja maupun
keringat hingga penderita akan kekurangan cairan. Diare yang berlangsung tidak
beraturan berupa tinja kehitaman, abu-abu seperti lumpur, dan tinja bercampur
darah. Adanya cacing T. Vulpis juga mendorong kemungkinan terjadi infeksi oleh
organisme lainnya baik parasit, maupun bakteri.
• Gejala klinis : sakit perut, peningkatan peristaltik usus, anorexia, diare.
• Penanganan : pemberian obat-obatan anthelmintik seperti Fenbendazole,
Mebendazole, Dipthalofyne,dll yang diberikan dalam jangka waktu 10 minggu.
• Pencegahan : memberikan pakan yang baik dan tercukupi untuk hewan agar
hewan tidak memakan makanan secara sembarangan.
36. Hernia inguinalis di Kucing
Hernia inguinalis adalah suatu kondisi di mana isi perut menonjol melalui
kanalis inguinalis atau cincin inguinal, pembukaan yang terjadi pada dinding otot
di daerah selangkangan. hernia inguinalis dapat terjadi di kedua anjing dan
kucing. Jika Anda ingin belajar bagaimana jenis hernia mempengaruhi anjing,
silakan kunjungi halaman ini di perpustakaan kesehatan petMD.
Gejala
Hernia inguinalis mungkin tidak rumit atau rumit. Hernia rumit adalah satu di
mana isi rongga perut telah melewati pembukaan dan menjadi terperangkap.
Gejala terlihat dengan hernia inguinalis tidak rumit adalah:
Sebuah pembengkakan lembut di area selangkangan, yang dapat terjadi
pada satu atau kedua sisi tubuh
Gejala terlihat dengan hernia inguinal rumit mungkin termasuk:
Pembengkakan di daerah selangkangan, yang mungkin menjadi
menyakitkan dan hangat saat disentuh
muntah
Rasa sakit
upaya sering buang air kecil
kencing berdarah
Kurang nafsu makan
Depresi
37. Demensia (Geriatri) di Kucing
Dengan usia lanjut datang banyak komplikasi dan gangguan. sindrom disfungsi
kognitif adalah salah satu kondisi tersebut yang langsung berhubungan dengan
penuaan otak kucing; akhirnya menyebabkan perubahan kesadaran, defisit
dalam belajar dan memori, dan penurunan respon terhadap rangsangan.
Meskipun gejala awal dari gangguan ringan, mereka secara bertahap memburuk
dari waktu ke waktu, juga dikenal sebagai "penurunan kognitif."
Gejala
Disorientasi / bingung
Kecemasan / kegelisahan
lekas marah yang ekstrim
Penurunan keinginan untuk bermain
menjilati berlebihan
Tampak mengabaikan aturan pelatihan atau rumah dipelajari
sebelumnya
Lambat untuk mempelajari tugas baru
Ketidakmampuan untuk mengikuti rute familiar
Kurangnya diri grooming
Inkontinensia tinja dan urin
Kehilangan nafsu makan ( anoreksia )
Perubahan siklus tidur (yaitu, malam bangun, tidur siang hari)
38. Infeksi oleh Aelurostrongylus abstrassus pada kucing
Pathogenesis
Cacing dewasa hidup dalam bronchioli dan dalam saluran alveolus. Cacing sksn
melatakan telur dalam saluran alveoli dan membentuk nodul pada saluran
alveoli. Telur kan menetas dan larva akan bebas menuju saluran pernafasan,
tenggorokan, dan akan meyeberang ke faring dan akan menuju ke saluran
penvernaan. Larva jga akan menembus kerongkongan, lambung dan usus serta
akan beredar mengikuti aliran darah menuju ke organ – organ tubuh lainnya.
Nodul berukuran 1-10 mm yang terdapat dijaringan subpleura yang bersifat
keras, berwarna bau-abu dan berisikan telur dan cacing, yang pada suatu waktu
dapat mengganggu saluran pernafasan. Kadang-kadang nodul dengan jumlah
yang banyak dapat bersifat fatal bagi penderita. Adanya nodul dapat
mengganggu proses pernafasan yang dapat menghasilkan gejala-gejala berupa
dispnea, batuk, dan sebagainya.
Gejala Klinis
Gejala yang dapat diamati yaitu penderita akan memperlihatkan gejala radang
paru-paru berupa batuk, suhu tubuh yang meningkat, dan keluarnya cairan
eksudat dari hidung serta gejala bersin. Penderita akan menjadi kurus secara
progresif. Kadang terjadi gejala diare, kesembuhan spontan dapat terjadi
terutama pada penyakit yang kronis. Timbunan telur dan cacing dalam saluran
pernafasan dapat menyebabkan kematian mendadak.
Pencegahan
Pemberian pakan secara teratur pada hewan untuk mencegah hewan
mengonsumsi pakan secara sembarangan. Selain itu, pemilik juga
memperhatikan kebersihan lingkungan disekitar hewan untuk mencegah infeksi
dari parasit ini.
Penanganan
Dapat dilakukan pengobatan suportif, pengobatan dangan larutan NaI 20% yang
diuntikan 3 kali dengan interval 5 hari dapat menghilangkan larva dalam tinja.
Pemberian dietilkarbamasin dapat menurunkan jumlah larva dan feses.
Pengobatan juga dapat dilakukan dengan pemberia levamisol 8-10 mg/kg
selama 3 hari, seperti pada penanganan untuk cacring pada saluran pernafasan..
dapat juga diberikan ivermektin dengan dosis 0,4 mg/kg disuntikan secara
subkutan.
39. Hemangiosarcoma dari Bone di Kucing
Hemangiosarcoma adalah tumor menyebar cepat dari sel-sel endotel, yang garis
permukaan interior pembuluh darah tubuh, termasuk arteri, vena, saluran usus,
dan bronkus paru-paru.
Integritas tulang dapat dikompromikan oleh tumor, dan patah tulang di tulang,
absen kecelakaan trauma yang berhubungan dengan tubuh, merupakan ciri khas
dari kanker tulang. Paling umum, jenis tumor ditemukan pada tungkai atau
tulang rusuk, tetapi dapat terjadi di lokasi lain juga.
40. Ulseratif Keratitis di Kucing
Kornea - bagian transparan mata - membentuk penutup atas iris dan pupil. Hal
ini juga mengakui cahaya ke dalam mata, membuat visi mungkin. Sebuah ulkus
kornea terjadi ketika lapisan yang lebih dalam dari kornea hilang; borok ini
diklasifikasikan sebagai dangkal atau mendalam. Jika kucing Anda menyipitkan
atau mata yang merobek berlebihan, ada kemungkinan dari ulkus kornea
(keratitis atau ulseratif).
Gejala
Merah, mata menyakitkan
mata berair
menyipitkan mata
Kepekaan terhadap cahaya
Menggosok di mata dengan satu kaki
Mata mungkin tetap tertutup
debit mata
Film atas mata
41. Fistula oronasal di Kucing
Sebuah fistula ditandai sebagai lorong normal antara dua bukaan, organ
berongga, atau gigi berlubang. Mereka terjadi sebagai akibat dari cedera, infeksi,
atau penyakit. Sebuah berkomunikasi, lorong vertikal antara mulut dan rongga
hidung disebut fistula oronasal. fistula oronasal jarang pada kucing, tetapi
mereka terjadi.
Jenis fistula disebabkan oleh kondisi sakit dari setiap gigi di rahang atas. Lokasi
yang paling umum untuk fistula oronasal sinilah akar dari premolar keempat
pada rahang atas memasuki langit-langit. Kondisi ini akan membutuhkan
operasi untuk dikoreksi untuk mencegah makanan dan air dari melewati dari
mulut ke rongga hidung. Jika ini harus terjadi, itu akan menyebabkan iritasi
hidung, pilek, radang sinus, infeksi, dan mungkin pneumonia.
Gejala dan Jenis
Gejala fistula oronasal termasuk pilek kronis, dengan atau tanpa pendarahan,
dan bersin terus-menerus.
Pengobatan
Operasi pengangkatan gigi, dan penutupan lorong adalah pengobatan pilihan.
Sebuah penutup kulit akan ditempatkan di kedua mulut dan di rongga hidung
selama penutupan.
42. Arteriovenous Fistula di Kucing
Sebuah rendah, koneksi perlawanan yang abnormal antara arteri dan vena
disebut fistula arteriovenosa. Jika cukup besar, fistula dapat menyebabkan fraksi
yang signifikan dari total curah jantung untuk melewati kapiler, sehingga
sehingga jaringan menerima sedikit atau tidak ada oksigen. Jantung, pada
gilirannya, mencoba untuk mengkompensasi kekurangan oksigen dengan
memompa darah ke tubuh pada tingkat yang lebih cepat, yang dapat
menyebabkan "output tinggi" gagal jantung kongestif.
Lokasi arteriovenous fistula bervariasi; situs dilaporkan termasuk kepala, leher,
telinga, lidah, badan, sayap, sumsum tulang belakang, otak (bagian dari otak),
paru-paru, hati, vena cava (vena utama mengarah kembali ke jantung), dan
saluran pencernaan.
Gejala dan Jenis
Gejala yang berhubungan dengan fistula arteriovenosa akhirnya akan tergantung
pada ukuran dan lokasi fistula. Biasanya, ada hangat, non-menyakitkan di lokasi
fistula. Jika lesi pada tungkai, kucing mungkin menampilkan:
Pembengkakan di mana Anda dapat menyentuh anggota tubuh dan kesan
ujung jari yang tersisa dalam (edema pitting) kulit
Ketimpangan
Koreng
Scabbing
Batuk
Kesulitan bernapas (dyspnea)
Peningkatan denyut jantung (takipnea)
intoleransi latihan
Jika arteriovenous fistula menyebabkan kegagalan organ, kucing Anda mungkin
menampilkan:
Distensi abdomen (liver)
Kejang (otak)
Kelemahan atau kelumpuhan (sumsum tulang belakang)
Kucing dengan tanda-tanda klinis harus menjalani operasi untuk membagi dan
menghapus koneksi yang abnormal antara pembuluh darah. Namun, operasi bisa
sulit dan padat karya dan mungkin memerlukan transfusi darah. Juga, meskipun
sering sukses, arteriovenous fistula bisa kambuh bahkan setelah operasi.
Beberapa kucing bahkan mungkin memerlukan amputasi embel yang terkena.
Sebuah pilihan pengobatan yang lebih baru yang disebut transkateter embolisasi
melibatkan menggunakan kateter untuk memblokir pembuluh darah. Metode ini
sangat menguntungkan karena relatif non-invasif dan menyediakan akses ke lesi
jarak jauh melalui pembuluh darah
43. Entropion di Kucing
Entropion adalah suatu kondisi genetik di mana sebagian dari kelopak mata
terbalik atau dilipat ke arah dalam bola mata. Hal ini menyebabkan iritasi dan
goresan ke kornea - permukaan depan mata - mengarah ke ulserasi kornea, atau
perforasi kornea. Hal ini juga dapat meninggalkan jaringan parut berwarna gelap
untuk membangun di atas luka (pigmen keratitis). Faktor-faktor ini dapat
menyebabkan kerugian atau penurunan penglihatan.
Umumnya, hanya keturunan yg mempunyai kepala yg pendek dan lebar dari
kucing, seperti Persia, beresiko. Entropion hampir selalu didiagnosis sekitar
waktu kucing mencapai tahun kedua usia.
Gejala dan Jenis
Gejala umum biasanya termasuk kelebihan robek (epifora) dan / atau
peradangan mata bagian dalam (keratitis). Mata mungkin tampak merah, atau
kulit di sekitar rongga mata dapat kendur. Dalam beberapa kasus lendir dan /
atau debit nanah dari sudut luar mata akan tampak, menandakan infeksi
mungkin.
Pengobatan
Jika kondisi ini ringan dan kornea tidak ulserasi, air mata buatan dapat
digunakan untuk melumasi mata. kornea ulserasi dapat diobati dengan salep
antibiotik antibiotik atau tiga. Operasi seringkali diperlukan. Hal ini dilakukan
oleh sementara memutar kelopak mata dalam atau ke luar (everting) melalui
penjahitan. Operasi ini dilakukan pada kasus-kasus sedang, dan ketika kucing
dewasa yang tidak memiliki riwayat kondisi pameran entropion. Dalam kasus
yang parah rekonstruksi wajah diperlukan, tetapi umumnya dihindari sampai
kucing mencapai ukuran dewasa.
Manajemen
Entropion membutuhkan perawatan tindak lanjut rutin, dengan obat yang
diresepkan oleh dokter hewan. Mereka mungkin termasuk antibiotik untuk
mengobati atau mencegah infeksi, dan tetes mata atau salep. Dalam kasus solusi
non-bedah sementara, mungkin ada kebutuhan untuk mengulangi prosedur
hingga masalah teratasi, atau sampai kucing Anda cukup tua untuk solusi yang
lebih permanen. Jika kucing Anda menderita sakit, gatal atau iritasi mata lainnya,
Anda akan perlu untuk kita kerah Elizabeth untuk mencegah kucing dari goresan
di mata dan membuat masalah lebih buruk.
Pencegahan
Sebagai entropion biasanya disebabkan oleh kecenderungan genetik, dapat
benar-benar dicegah. Jika kucing Anda adalah dari generasi yang dikenal akan
terpengaruh oleh entropion, Anda akan perlu untuk mencari pengobatan medis
yang segera segera setelah Anda telah memperhatikan komplikasi.
44. Rectoanal Polip di Anjing
Polip Rectoanal ditandai dengan pertumbuhan tonjolan flap-seperti di dinding
dubur dan dubur. Polip dapat langsung melekat pada dinding usus (sessile), atau
melekat melalui koneksi silinder tangkai-seperti. Kebanyakan polip rectoanal
adalah non-kanker, dan hanyalah perpanjangan dari lapisan jaringan terdalam
dari dinding usus. Dan sementara sebagian besar kasus polip biasanya terisolasi,
ada kesempatan anjing menderita beberapa polip.
Gejala dan Jenis
Anjing yang menderita kondisi ini akan menunjukkan tegang atau sakit
sementara lewat tinja. Tinja mungkin bernoda darah dan / atau ditutupi dengan
lendir.
Pengobatan
Pembedahan biasanya diindikasikan untuk manajemen yang efektif dari polip.
Polip dapat dihapus melalui pembukaan dubur, setelah pembukaan dubur akan
ditutup dengan jahitan. operasi pengangkatan yang sama dapat dilakukan
endoskopi, atau dengan menggunakan jarum listrik atau penyelidikan. Beberapa
obat yang mungkin diresepkan adalah:
penghilang rasa sakit non-steroid
Antibiotik (terutama sebelum operasi untuk mencegah infeksi)
pelunak feses
Kemungkinan komplikasi termasuk kambuh polip dan penyempitan pembukaan
dubur karena jaringan parut dan / atau peradangan.
45. Sinus Bradikardia di Kucing
Sebuah tingkat yang lebih lambat dari normal impuls di sinus node secara medis
disebut sebagai bradikardia sinus (SB). Juga disebut node sinoatrial (SAN), sinus
node memulai impuls listrik dalam jantung, memicu jantung untuk mengalahkan
atau kontrak. Dalam kebanyakan kasus, lambat sinus impuls listrik jinak dan
bahkan mungkin bermanfaat; Namun, hal itu juga dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran jika dibawa oleh penyakit yang mendasari yang mengganggu saraf
otonom jantung, yang bertindak sebagai sistem kontrol jantung. SB kurang
umum pada kucing dibandingkan dengan anjing. Selain itu, tingkat detak jantung
akan tergantung pada lingkungan ukuran hewan.
Gejala dan Jenis
Kucing Anda mungkin tidak menunjukkan gejala apakah itu sangat aktif atau
terlibat dalam pelatihan atletik. Biasanya, bradikardia sinus (detak jantung lebih
lambat dari 120 denyut per menit, meskipun tergantung pada lingkungan dan
ukuran hewan) adalah yang paling jelas ketika kucing Anda sedang beristirahat.
Beberapa gejala umum lainnya yang terkait dengan bradikardia sinus meliputi:
Kelesuan
Kejang
intoleransi latihan
Hilang kesadaran
inkoordinasi otot episodik (ataxia)
bernapas terlalu lambat (hipoventilasi), terutama di bawah anestesi
Pengobatan
Pengobatan dan pendekatan terapi akan ditentukan oleh penyakit yang
mendasari untuk SB, tingkat ventrikel, dan keparahan gejala klinis. Namun,
banyak kucing tidak menunjukkan tanda-tanda klinis dan tidak memerlukan
pengobatan.
Jika kucing Anda dalam kondisi kritis, mungkin diperlakukan sebagai pasien
rawat inap, di mana terapi cairan intravena dapat diberikan. Pembatasan
kegiatan tidak akan dianjurkan kecuali kucing Anda memiliki SB gejala yang
berhubungan dengan penyakit jantung struktural; maka pembatasan latihan
akan direkomendasikan sampai intervensi medis dan / atau pembedahan dapat
menyelesaikan masalah.
46. Distokia di Kucing
Kesulitan melahirkan ini biasa disebut sebagai distokia dan menurut
penyebabnya distokia bisa digolongkan ke dalam dua golongan : sebab maternal
dimana problem berasal dari induknya dan sebab fetal dimana problem berasal
dari anaknya.
Gejala Klinis
• Kebuntingan lebih dari 70 hari
• Tahapan Pertama berlangsung lebih dari 24 jam
• Mengejan hebat lebih dari 30 menit tanpa melahirkan
• Jarak antar kelahiran lebih dari 2 jam
• Temperature rektal diatas 39°C
• Induk menjerit kesakitan dan terus menjilati kelaminnya
• Apabila fetus sudah terlihat di saluran kelahiran dan mengejan
10 menit
• Induk terlihat depresi
• Adanya leleran cairan bercampur darah dan berbau busuk
sebelum keluarnya anak pertama atau antar kelahiran anak.
• Tidak muncul refleks ferguson dimana ketika dirangsang pada
bagian atas vagina tidak ada respon, hal ini menunjukkan adanya
inertia uterina atau rahim tidak mampu berkontraksi.
Penyebab
Janin
janin kebesaran
presentasi yang abnormal, posisi, atau postur janin di jalan lahir
kematian janin
Induk
kontraksi uterus miskin
tekan perut tidak efektif
Peradangan rahim (biasanya disebabkan oleh infeksi)
Kehamilan toksemia (keracunan darah), diabetes gestasional
Abnormal kanal panggul dari cedera sebelumnya panggul, konformasi
normal, atau ketidakdewasaan panggul
panggul kongenital kecil
Kelainan kubah vagina
Kelainan pembukaan vulva
Cukup dilatasi serviks
Kurangnya pelumasan yang memadai
uterine torsi
ruptur uteri
Penanganan
Manipulasi dengan jari bisa dilakukan untuk membetulkan posisi fetus yang
tidak tepat. Apabila keadaan sangatlah buruk misalnya fetus tidak bisa
dikeluarkan setelah lebih dari 30 menit, kemungkinan harus dilakukan operasi
sesar terhadap sang induk.
47. Katarak dari Lens Eye di Kucing
Katarak mengacu pada kekeruhan pada lensa kristal mata, bervariasi dari
lengkap untuk opacity parsial. Ketika lensa mata (terletak tepat di belakang iris)
adalah tutul, mencegah cahaya dari melewati ke retina, yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan. Sebagian besar kasus katarak yang
diwarisi; misalnya, kucing Persia, Birmans, dan Himalayans semua cenderung
untuk katarak.
Gejala Klinis
Gejala biasanya berhubungan dengan tingkat gangguan penglihatan. Kucing
dengan kurang dari 30 persen opacity lensa, misalnya, menampilkan gejala
sedikit atau tidak ada, sedangkan orang-orang dengan lebih dari 60 persen
opacity dari lensa mungkin menderita kehilangan penglihatan atau memiliki
kesulitan melihat di daerah remang-remang.
Penyebab
Meskipun sebagian besar kasus katarak diwariskan, berikut ini adalah penyebab
lain dan faktor risiko yang terkait dengan kondisi:
Diabetes mellitus
Usia tua
Sengatan listrik
Peradangan uvea mata (uveitis)
tingkat abnormal rendah kalsium dalam darah (hypocalcemia)
Paparan radiasi atau racun zat (misalnya, dinitrophenol, naftalena)
Pengobatan
Salah satu teknik bedah modern yang katarak, fakoemulsifikasi, melibatkan
emulsifikasi lensa mata dengan handpiece ultrasonik. Setelah lensa emulsi dan
disedot, bercita-cita cairan diganti dengan larutan garam seimbang. Juga, untuk
mencegah rabun jauh ekstrim, lensa intraokular dapat ditanamkan selama
operasi. Fakoemulsifikasi telah menunjukkan lebih dari tingkat keberhasilan 90
persen pada kucing.
48. Hemangiosarcoma dari Bone di Kucing
Hemangiosarcoma adalah tumor menyebar cepat dari sel-sel endotel, yang garis
permukaan interior pembuluh darah tubuh, termasuk arteri, vena, saluran usus,
dan bronkus paru-paru. Integritas tulang dapat dikompromikan oleh tumor, dan
patah tulang di tulang, absen kecelakaan trauma yang berhubungan dengan
tubuh, merupakan ciri khas dari kanker tulang. Paling umum, jenis tumor
ditemukan pada tungkai atau tulang rusuk, tetapi dapat terjadi di lokasi lain
juga. Seperti banyak jenis kanker, hemangiosarcoma biasanya didiagnosis pada
kucing yang lebih tua dari 17 tahun.
Gejala Klinis
Jika tumor di kaki, ketimpangan dan / atau pembengkakan
Fraktur karena kelemahan pada tulang
Bengkak di situs yang terkena
sulit bernapas mungkin hadir jika tumor melibatkan tulang rusuk
membran mukosa pucat (yaitu, hidung, bibir, telinga, alat kelamin)
Anemia karena kehilangan darah dari tumor pecah
Penyebab
Penyebab yang tepat untuk hemangiosarcoma tulang masih belum diketahui.
Pengobatan
Operasi agresif tetap metode pilihan dalam pengobatan tumor ini. Tumor, dan
mungkin daerah sekitarnya, akan perlu dihapus seluruhnya. Jika tumor ini
terjadi pada tungkai, anggota badan yang terkena akan paling mungkin harus
diamputasi, operasi yang paling kucing pulih dari baik. Sebuah tumor aksial -
salah satu yang mempengaruhi area kepala atau batang - mungkin lebih sulit
untuk mengobati. Kemoterapi bersama dengan operasi adalah rencana
pengobatan yang dianjurkan.
49. Fraktur maxilari dan mandibulari
fraktur maxilari dan mandibulari adalah kerusakan pada tulang maxilla dan
mandibula yang seringkali terjadi akibat adanya trauma, periodontitis maupun
neoplasia. Periodontitis adalah reaksi peradangan pada jaringan disekitar gigi
yang terkadang berasal dari peradangan gingivitis didalam periodontium.
Pathofisiologi
fraktur pada maxilari dan mandibular seringkali disebabkan oleh adanya trauma
kepala yang disertai dengan luka serius sehingga menyebabkan kerusakan pada
os mandibula, maxilla, system pernafasan atas, system syaraf pusat,
pneumothorax, contusions pulmonary dan miocardytis traumatic. Trauma yang
terjadi termasuk di dalamnya adalah tertabrak kendaraan bermotor, berkelahi
anatar hewan, luka tembak, terjatuh dari ketinggian yang biasa terjadi pada
kucing. Fraktura symphisea mandibular dan fraktur palate seringkali terjadi
pada kucing yang terjatuh dari ketinggian atau biasa disebut “high-rise
syndrome”. Sedangkan kerusakan yang terjadi secara tidak langsung misalnya
adanya pencabutan gigi dengan disertai periododental atau disertai dengan
gangguan metabolism yang menyebabkan osteoporosis. Ketidaknormalan ini
sering terjadi secara akut sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan
tepat. Jika treatment yang diberikan kurang tepat akan menyebabkan
abnormalitas permanen pada bentuk tulang yang dapat berdampak pada
menurunya fungsi sebenarnya. Penanganan sebaiknya dilakukan sebelum tulang
yang telah mengalami kelainan atau abnormal bertaut atau membentuk jaringan
ikat antara tulang-tulang abnormal. Seringkali kasus fraktur mandibula diawali
dengan hilangnya tulang akibat periodontitis.
Gejala klinis
Bervariasi dan termasuk adanya krepitasi ketika dilakukan manipulasi pada
mandibula pada saat palpasi. Terasa sakit ketika mulut dibuka dan dagu
dipegang. Asymetri dari bentuk dagu. Hidung atau mulut mengeluarkan darah.
Terjadi kerusakan pada bagian hidung.
Terapi
Treatment metode penanggulangan fraktur mandibula dan maxilla tergantung
dari tingkat keparahan dan lokasi fraktura. Treatment dengan menggunakan
balutan otot atau pengikatan gigi dapat dilaukan pada kasus fraktur tertentu.
50. KARANG GIGI
Plak adalah timbunan berwarna kuning yang terdiri dari sisa-sisa makanan,
jaringan mulut yang sudah mati dan bakteri pembusuk. Semua bahan-bahan
tersebut menempel dan menumpuk di sekitar permukaan gigi. Lama kelamaan
jumlahnya semakin banyak kemudian mengeras dan membentuk karang
gigi/tartar. Pada awalnya pembentukan karang gigi terjadi dibagian dasar gigi,
kemudian semakin menyebar dan dapat menutupi seluruh permukaan gigi.
Gejala Klinis
nafas kucing yang berbau tidak sedap/busuk. Lebih lanjut, tartar dapat
menyebabkan sakit dan peradangan pada gusi, akibatnya kucing Mengalami
kesulitan pada saat makan atau bahkan dapat menghilangkan nafsu makan.
Jika kucing anda meneteskan liur berlebihan, menggoyang-goyangkan kepala
atau mencakar-cakar mulutnya, ada kemungkinan kucing tersebut mengalami
gangguan pada mulut atau giginya.
Patofisiologi
Bakteri yang terdapat didalammnya akan menyerang jaringan gusi disekitarnya
menyebabkan radang dan sakit. Radang pada gusi sering disebut gingivitis.
Infeksi pada gusi dapat menyebar ke akar gigi. Nanah yang terbentuk akibat
infeksi bisa saja menumpuk di sekitar akar gigi dan menyebabkan abses yang
sangat menyakitkan. Jika dibiarkan, penyakit akan berkembang, gigi menjadi
goyah dan mudah lepas. Belum lagi masalah lain yang disebabkan hilangnya
nafsu makan akibat rasa sakit pada gigi & gusi. Bakteri dan racun/toksin yang
diproduksi bakteri dapat masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan
organ-organ lain seperti hati, ginjal dan jantung.
Pencegahan dan Pengobatan
Teeth Cleaning adalah pembersihan karang/plak pada gigi. Menyikat gigi kucing
sama pentingnya dengan mencegah pembentukan tartar. Idealnya seekor kucing
harus mulai dibiasakan disikat giginya sejak masih kecil.
Sikat kecil untuk bayi, dengan bulu sikat yang lembut dapat digunakan untuk
menyikat gigi kucing. Sikat gigi khusus kucing dapat dibeli di petshop-petshop.
Jangan gunakan pasta gigi manusia untuk membersihkan gigi kucing. Pasta gigi
manusia mengandung menthol yang dapat menyebabkan kucing tidak nyaman.
Gunakan gel atau pasta gigi khusus kucing/anjing yang dapat ditemukan di
petshop-petshop. Pasta gigi jenis ini aman bila ditelan oleh kucing atau anjing.
Dalam keadaan terpaksa, dapat digunakan pasta gigi untuk bayi. Cari yang rasa
mentholnya tidak terlalu menyengat/tanpa menthol sama sekali. Selalu
bersihkan pasta gigi yang tersisa di mulut. Lain halnya dengan pasta gigi khusus
kucing/anjing, biasanya tidak perlu dibersihkan karena aman bila ditelan (Selalu
baca petunjuk penggunaan pasta gigi khusus untuk hewan).
DAFTAR PUSTAKA
Subronto. . 2006. Penyakit infeksi parasit dan mikroba pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta.
Indonesia
Triakoso Nusdianto.2006.Penyakit Sistem Digesti Veteriner II. Bagian Klinik Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.Surabaya
http://www.petmd.com/dog/conditions/
http://pdhbvet.com/category/education/