Transcript

Tugas Makalah Pendidikan Agama IslamAL-QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAMDosen : Drs. Untung Joko Basuki, M.Pd.I

Disusun Oleh :Nama: SuryadiNomor Mahasiswa: 121.03.1017Jurusan/Fakultas: Teknik Mesin/Teknologi IndustriKelas: [A]

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangAl-Quran merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Quran maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma dan qiyas karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijma dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Quran untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.Apabila terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus dicari sumber hukum dalam Al-Quran seperti macam-macam hukum di bawah ini yang terkandung dalam Al-Quran, yaitu:1. Hukum-hukum akidah (keimanan) yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf mengenai malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari kemudian (Doktrin Aqoid).2. Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan (Doktrin Akhlak).3. Hukum-hukum amaliah yang bersangkut paut dengan tindakan setiap mukallaf, meliputi masalah ucapan, perbuatan akad (Contract) dan pembelanjaan pengelolaan harta benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.

BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Al-Quran Secara Bahasa (Etimologi)Merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-a () yang bermakna membaca atau bacaan, seperti terdapat dalam surat Al-Qiamah (75) : 17-18 : ( : 17-18 )

Artinya:sesungguhnya tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai ) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiamah : 17-18). Secara Istilah (Terminologi)Adapun definisi Al-Quran secara istilah menurut sebagian ulama Ushul Fiqih adalah: Artinya: Kalam Allah taala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallawlaahualaihi wasallam, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas. Dari definisi tersebut, para ulama menafsirkan Al-Quran dengan beberapa variasi pendapat yang dapat kami simpulkan menurut beberapa ulama Ushul Fiqih :1. Al-Quran merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan demikian, apabila tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan dengan Al-Quran. Seperti diantaranya wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Ibrahim (zabur), Ismail (taurat), Isa (injil). Memang hal tersebut diatas memang kalamullah, tetapi diturunkan bukan kepada Nabi Muhammad SAW, maka tidak dapat disebut Al-Quran.2. Bahasa Al-Quran adalah bahasa arab Quraisy. Seperti ditunjukan dalam beberapa ayat Al-Quran, antara lain : QS. As-Syuara : 192-195, Yusuf : 2, Az-zumar : 28, An- Nahl 103 dan ibrahim : 4, maka para ulama sepakat bahwa penafsiran dan terjemahan Al-Quran tidak dinamakan Al-Quran serta tidak bernilai ibadah membacanya. Dan tidak sah shalat dengan hanya membaca tafsir atau terjemahan Al-Quran, sekalipun ulama hanafi membolehkan shalat dengan bahasa farsi (selain arab), tetapi kebolehan ini hanya bersifat rukhsoh (keringanan hukum).3. Al-Quran dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawattir tanpa perubahan dan penggantian satu kata pun (Al-Bukhori : 24).4. Membaca setiap kata dalam Al-Quran mendapatkan pahala dari Allah baik berasal dari bacaan sendiri (Hafalan) maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Quran.5. Al-Quran dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, tata urutan surat yang terdapat dalam Al-Quran, disusun sesuai dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, tidak boleh diubah dan diganti letaknya. Dengan demikian doa-doa yang biasanya ditambahkan di akhirnya dengan Al-Quran dan itu tidak termasuk kategori Al-Quran.Di dalam buku Ushul Fiqih, Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim. Hal: 18. Bahwa Al-Quran itu:Kalamullah yang diturunkannya perantaraan Malaikat Jibril kedalam hati Rosulullah Muhamma, Ibnu Abdulah dengan bahasa Arab dan makna-maknanya benar supaya menjadi bukti bagi Rasul tentang kebenaranya sebagai Rasul, menjadi aturan bagi manusia yang menjadikannya sebagai petunjuk, dipandang beribadah membacanya, dan ia dibukukan diantara dua kulit mushaf, diawali dengan surat Al-fatihah dan di akhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir baik secara tertulis maupun hafalan dari generasi kegenerasi dan terpelihara dari segala perubahan dan pergantian sejalan dengan kebenaran jaminan Allah SAW. Dalam surat al-hijr, ayat 9: sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Quran , dan sesungguhnya kami benar benar memeliharanya.

Defenisi ini mengandung beberapa unsur yang menjelaskan hakikat Al-Quran, yaitu: 1. Al-Quran itu berbentuk lafaz. Ini mengandung arti bahwa apa yang disampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bentuk makna dan dilafazkan Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Quran. Umpamanya hadits Qudsi atau hadits Qauli lainnya, karenanya tidak ada ulama yang mengharuskan berwudhu jika hendak membacanya.2. Al-Quran itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al-Quran yang dialih bahasakan kepada bahasa lain atau yang diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah Al-Quran, karenanya shalat yang menggunakan terjemahan Al-Quran tidak sah.3. Al-Quran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ini mengandung arti bahwa wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut Al-Quran, tetapi yang dihikayatkan dalam Al-Quran tentang kehidupan dan syariat yang berlaku bagi umat terdahulu adalah Al-Quran.4. Al-Quran itu dinukilkan secara mutawatir. Ini mengandung arti bahwa ayat-ayat yang tidak dinukilkan dalam bentuk mutawatir bukanlah Al-Quran. Karenanya ayat-ayat shazzah atau yang tidak mutawatir penukilannya tidak dapat dijadikan hujjah dalam istimbath hukum.

Disamping 4 unsur pokok tersebut, ada beberapa unsur sebagai penjelasan tambahan yang ditemukan dalam sebagian dari beberapa defenisi Al-Quran diatas, yaitu:a. Kata-kata mengandung mujizat setiap suratnya, memberi penjelasan bahwa setiap ayat Al-Quran mengandung daya mujizat. Oleh karena itu hadits tidak mengandung daya mujizat.b. Kata-kata beribadah membacanya, memberi penjelasan bahwa dengan membaca Al-Quran berarti melakukan suatu perbuatan ibadah yang berhak mendapat pahala. Karenanya membaca hadits Qudsi yang tidak mengandung daya ibadah seperti Al-Quran, tidak dapat disebut Al-Quran.c. Kata-kata tertulis dalam mushhaf (dalam defenisi Syaukani dan Sarkhisi), mengandung arti bahwa apa-apa yang tidak tertulis dalam mushhaf walaupun wahyu itu diturunkan kepada Nabi, umpamanya ayat-ayat yang telah dinasakhkan, tidak lagi disebut Al-Quran.

B. Kehujjahan Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Islam YangUtama.Para ulama sepakat menjadikan Al-Quran sebagai sumber pertama dan utama bagi Syariat Islam, termasuk hukum islam. dan menganggap Al-Quran sebagai hukum islam karena di latar belakangi sejumlah alasan, dintaranya :1. Kebenaran Al-QuranAbdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa kehujjahan Al-Quran itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya:Kitab (Al-Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).Berdasarkan ayat di atas yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Quran itu tidak ada keraguan padanya, maka seluruh hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Quran merupakan Aturan-Aturan Allah yang wajib diikuti oleh seluruh umat manusia sepanjang masa hidupnya.M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa seluruh Al-Quran sebagai wahyu, merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh ummat manusia.2. Kemukjizatan Al-QuranMukjizat memiliki arti sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia membuatnya karena hal itu adalah di luar kesanggupannya. Mukjizat merupakan suatu kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para Nabi dan Rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulan mereka, dan untuk menunjukan bahwa agama yang mereka bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah SWT. Seluruh Nabi dan Rasul memiliki mukjizat, termasuk di antara mereka adalah Rasulullah Muhammad SAW yang salah satu mukjizatnya adalah Kitab Suci Al-Quran.Al-Quran merupakan mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, karena Al-Quran adalah suatu mukjizat yang dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masa, karena Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk keselamatan manusia kapan dan dimana pun mereka berada. Allah telah menjamin keselamatan Al-Quran sepanjang masa, hal tersebut sesuai dengan firman-Nya yang Artinya:Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya (Q. S. Al-Hijr, 15:9).Adapun beberapa bukti dari kemukjizatan Al-Quran, antara lain:1. Di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang berisi tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa mendatang, dan apa-apa yang telah tercantum di dalam ayat-ayat tersebut adalah benar adanya.2. Di dalam Al-Quran terdapat fakta-fakta ilmiah yang ternyata dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan pada zaman yang semakin berkembang ini.

Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Menurut Imam Madzhab. Diantaraya :1.Pandangan Imam Abu HanifahImam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum islam. Akan tetapi Imam Abu Hanifah itu berpendapat bahwa Al-Quran itu mencakup maknanya saja. Diantara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa dia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab, misalnya: Dengan bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan Madharat. Padahal menurut Imam Syafii sekalipun seseorang itu bodoh tidak di bolehkan membaca Al-Quran dengan menggunakan bahasa selain Arab. 2.Pandangan Imam MalikMenurut Imam Malik, hakikat Al-Quran adalah kallam Allah yang lafaz dan maknanya berasal dari Allah SWT . Sebagai sumber hukum islam, dan dia berpendapat bahwa Al-Quran itu bukan makhluk, karena kallam Allah termasuk sifat Allah. Imam Malik juga sangat menentang orang-orang yang menafsirkan Al-Quran secara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata, seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan Al-Quran (dengan daya nalar murni) maka akan kupenggal leher orang itu.Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti Ulama Salaf (Sahabat dan Tabiin) yang membatasi pembahasan Al-Quran sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan terhadap Allah SWT. Dan Imam Malik mengikuti jejak mereka dalam cara menggunakan rayu.Berdasarkan ayat 7 surat Ali Imran, petunjuk Lafazh yang terdapat dalam Al-Quran terbagi dalam dua macam yaitu: Ayat MuhkamatMuhkamat adalah ayat yang terang dan tegas maksudnya serta dapat dipahami dengan mudah. Dan ayat Muhkamat disini terbagi dalam dua bagian yaitu; Lafazh dan Nash.Imam malik menyepakati pendapat ulama-ulama lain bahwa lafazh nash itu (qothi) artinya adalah lafaz yang menunjukkan makna yang jelas dan tegas (qothi) yang secara pasti tidak memiliki makna lain. Sedangkan Lafazh Zhahir ( Zhanni ) adalah lafazh yang menunjukkan makna jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna lain.Menurut Imam Malik keduanya, dapat dijadikan hujjah, hanya saja Lafazh Nash di dahulukan dari pada Lafazh Dhohir. Dan juga menurut Imam Malik bahwa dilalah Nash termsuk qathi, sedangkan dilalah Zhahir termasuk Zhanni, sehingga bila terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang di dahulukan adalah dilalah Nash. Dan perlu diingat adalah makna zhahir disini adalah makna zhahir menurut pengertian Imam Malik.Ayat-ayat MutasyabbihatIalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak dapat ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.3. Pendapat Imam SyafiiImam Syafii berpendapat bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan beranggapan bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari As-Sunnah karena hubungan antara keduanya sangat erat sekali, dalam artian tidak dapat dipisahkan. Sehingga seakan-akan beliau menganggap keduanya berada pada satu martabat, namun bukan berarti Imam Syafii menyamakan derajat Al-Quran dengan Sunnah, Perlu di pahami bahwa kedudukan As-Sunnah itu adalah sumber hukum setelah Al-Quran, yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah SWT.Dengan demikian tak heran bila Imam Syafii dalam berbagai pendapatnya sangat mementingkan penggunaan Bahasa Arab, misalkan dalam Shalat, Nikah dan Ibadah-ibadah lainnya. Beliau mengharuskan peguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau memahami dan mengistinbat hukum dari Al-Quran, kami ulangi kembali bahwa pendapat Imam Syafii ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang menyatakan bahwa bolehnya shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab. Misalnya dengan bahasa parsi walaupun tidak dalam keadaan Madharat.4.Pandangan Imam Ahmad Ibnu HambalImam Ibnu Hambal berpendapat bahwa Al-Quran itu sebagai sumber pokok hukum islam yang tidakakan berubah sepanjang masa. Al-Quran juga mengandung hukum-hukum yang bersifat GLOBAL (luas atau umum). Sehingga Al-Quran tidak bisa dipisahkan dengan Sunnah atau Hadits, karna Sunnah ini merupakan penjelas dari Al-Quran, seperti halnya Imam Syafii, Imam Ahmad yang memandang bahwa Sunnah mempunyai kedudukan yang kuat disamping Al-Quran sehingga tidak jarang beliau menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah Nash tanpa menyebutkan Al-Quran dahulu atau As-Sunnah dahulu tapi yang dimaksud Nash tersebut adalah Al-Quran dan As-Sunnah.Dalam penafsiran terhadap Al-Quran Imam Ahmad betul-betul mementingkan penafsiran yang datangnnya dari As-Sunnah (Rasulullah SAW). Dan sikapnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga:1. Sesungguhnya zhahir Al-Quran tidak mendahului As-Sunnah.2. Rasulullah SAW, yang berhak menafsirkan Al-Quran, maka tidak ada seseorangpun yang berhak menafsirkan atau menakwilkan Al-Quran, karena As-Sunnah telah cukup menafsirkan dan menjelaskannya.3. Jika tidak ditemukan penafsiran yang berasal dari Nabi, maka dengan penafsiran para sahabatlah yang dipakai. Karena merekalah yang menyaksikan turunya Al-Quran dan mereka pula yang lebih mengetahui As-sunnah, yang mereka gunakan sebagai penafsiran Al-Quran.Menurut Ibnu Taimiah, Al-Quran itu tidak ditafsirkan, kecuali dengan Atsar, namun dalam beberapa pendapatnya, ia menjelaskan kembali bahwa jika tidak ditemukan dalam hadits Nabi, dan Qoul Sahabat, di ambil dari penafsiran para Tabiin. (Abu Zahroh : 242-247).

C.Fungsi dan Tujuan Turunnya Al-Quran Al-Quran diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada umat manusia bagi kemaslahatan mereka, khususnya umat mukminin yang percaya akan kebenarannya. Kemaslahatan itu dapat berbentuk mendatangkan manfaat atau keberuntungan, maupun dalam bentuk melepaskan manusia dari kemudaratan atau kecelakaan yang akan menimpanya. Bila ditelusuri ayat-ayat yang menjelaskan fungsi turunnya Al-Quran kepada umat manusia, terlihat dalam beberapa bentuk ungkapan yang diantaranya adalah:

1. Sebagai hudan ( ) atau petunjuk bagi kehidupan umat. Fungsi hudan ini banyak sekali terdapat dalam Al-Quran, lebih dari 79 ayat, umpamanya pada surat Al-Baqarah (2): 2:

. ()

Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

2. Sebagai rahmat () atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangNya. Al-Quran sebagai rahmat untuk umat manusia ini, tidak kurang dari 15 kali disebutkan dalam Al-Quran, umpamanya pada surat Luqman (31): 2-3:

(:3).

Inilah ayat Al-Quran yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.

3. Sebagai Furqan ( ) yaitu pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal dengan yang haram; yang salah dan yang benar; yang indah dan yang jelek; yang dapat dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan. Fungsi Al-Quran sebagai alat pemisah ini terdapat dalam 7 ayat Al-Quran. Umpamanya pada surat Al-Baqarah (2): 185:

.(:185)

Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembela (antara yang hak dan yang bathil).

4. Sebagai mauizhah () atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing umat dalam kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Fungsi mauizhah ini terdapat setidaknya dalam 5 ayat Al-Quran. Umpamanya pada surat Al-Araf (7): 145:

(:145).

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lul-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu.

5. Sebagai busyra () yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia. Fungsi busyra itu terdapat dalam sekitar 8 ayat Al-Quran, seperti pada surat Al-Naml (27):1-2:

* (:1-2).

Tha-siin. Surat ini adalah ayat-ayat Al-Quran, dan ayat-ayat Kitab yang menjelaskan untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman.

D. Ibarat Al-Quran dalam Menetapkan HukumAl-Quran bukanlah kitab undang-undang yang menggunakan ibarat tertentu dalam menjelaskan hukum. Al-Quran adalah sumber hidayah yang didalamnya terkandung norma dan kaidah yang dapat diformulasikan dalam bentuk hukum dan undang-undang.Dalam menjelaskan hukum, Al-Quran menggunakan beberapa cara dan ibarat, yaitu dalam bentuk tuntutan, baik tuntutan untuk berbuat yang disebut suruhan atau perintah, atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.Suruhan atau perintah menunjukkan keharusan untuk berbuat seperti keharusan melaksanakan shalat dengan perintah Allah dalam surat An-Nisa (4): 77:

Laksanakanlah shalat.Larangan menunjukkan keharusan meninggalkan perbuatan yang dilarang, seperti larangan membunuh dalam firman Allah : .Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak. (Al-Anam (6): 151).Perintah dalam Al-Quran yang menunjukkan keharusan berbuat, disamping menggunakan kalimat suruhan, kadangkala dinyatakan dengan cara mengemukakan janji mendapat kebaikan, pujian atau pahala bagi yang melakukan suatu perbuatan. Umpamanya perintah untuk taat kepada Allah dan Rasulnya: .Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul ia akan dimasukkan ke dalam surga. (an-Nisa (4) : 13).Bentuk perintah dalam Al-Quran yang menunjukkan keharusan menjauhi suatu perbuatan, disamping menggunakan kata larangan, juga sering menggunakan cara dengan memberikan ancaman bagi pelaku suatu perbuatan; seperti keharusan meninggalkan pencurian: . Pencuri laki-laki dan perempuan potonglah tangan keduanya. (Al-Maidah (5):58).E.Penjelasan Al-Quran Terhadap HukumAyat-ayat Al-Quran dari segi kejelasan artinya ada dua macam. Keduanya dijelaskan Allah dalam Al-Quran surat Ali Imram (3):7, yaitu: Secara muhkam dan mutasyabih. .Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Diantara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat.1. Ayat muhkam adalah ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara terang, sehingga menghindarkan keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan adanya beberapa kemungkinan pemahaman.2. Ayat mutasyabih adalah kebalikan dari yang muhkam, yaitu ayat yang tidak pasti arti dan maknanya, sehingga dapat dipahami dengan beberapa kemungkinan.

Adanya beberapa kemungkinan pemahaman itu dapat disebabkan oleh dua hal:a. Lafaz itu dapat digunakan untuk dua maksud dengan pemahaman yang sama. Umpamanya kata quru () dalam firman Allah pada surat al-Baqarah (2):228 yang berarti suci atau haid. Kata uqdat al-nikah ( ) dalam firman Allah pada surat al-Baqarah (2): 237 mengandung arti wali atau isteri. Kata-kata () dalam firman Allah pada surat An-Nisa (4):43 dapat berarti bersentuh kulit dan dapat pula berarti bersetubuh.b. Lafaz yang menggunakan nama atau kiasan yang menurut lahirnya mendatangkan keraguan. Keraguan ini disebabkan penggunaan sifat yang ada pada manusia untuk Allah SWT, padahal Allah SWT, tidak sama dengan makhluk-Nya. Umpamanya penggunaan kata wajah atau muka untuk Allah (Al-Rahman (55):27) dan penggunaan kata bersemayam untuk Allah (Yunus (10):3).

Ulama yang menolak bentuk ungkapan yang mengandung arti penyamaan Tuhan dengan manusia, berusaha mentawilkan atau mengalihkan arti lahir dari ayat mutasyabihat tersebut kepada arti lain, seperti kata Wajah Allah diartikan Dzat Allah dan Allah bersemayam diartikan Allah Berkuasa. Sedangkan ulama yang tidak mau menggunakan tawil, tetap mengartikan ayat mutasyabihat itu menurut apa adanya.

Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan Al-Quran, yaitu:1. Secara Juzi (terperinci). Maksudnya, Al-Quran menjelaskan secara terperinci. Allah dalam Al-Quran memberikan penjelasan secara lengkap, sehingga dapat dilaksanakan menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan Nabi dengan sunnahnya. Umpamanya ayat-ayat tentang kewarisan yang terdapat dalam surat An-Nisa (4):11 dan 12. Tentang sanksi terhadap kejahatan zinah dalam surat An-Nur (24):4. Penjelasan yang terperinci dalam ayat seperti diatas, sudah terang maksudnya dan tidak memberikan peluang adanya kemungkinan pemahaman lain. Dari segi kejelasan artinya, ayat tersebut termasuk ayat muhkamat.2. Secara Kulli (global). Maksudnya, penjelasan Al-Quran terhadap hukum berlaku secara garis besar, sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaannya. Yang paling berwenang memberikan penjelasan terhadap maksud ayat yang berbentuk garis besar itu adalah Nabi Muhammad dengan sunnahnya. Penjelasan dari Nabi sendiri diantaranya ada yang berbentuk pasti sehingga tidak memberikan kemungkinan adanya pemahaman lain. Disamping itu ada pula penjelasan Nabi dalam bentuk yang masih samar dan memberikan kemungkinan adanya beberapa pemahaman.3. Secara Isyarah. Al-Quran memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir disebutkan di dalamnya dalam bentuk penjelasan secara isyarat. Di samping itu juga memberikan pengertian secara isyarat kepada maksud lain. Dengan demikian satu ayat Al-Quran dapat memberikan beberapa maksud. Umpamanya firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2):233: .Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang maruf.Ayat tersebut mengandung arti adanya kewajiban suami untuk memberi belanja dan pakaian bagi istrinya. Tetapi dibalik pengertian itu, mujtahid menangkap isyarat adanya kemaungkinan maksud lain yang terkandung dalam ayat tersebut, yakni bahwa nasib seorang anak dihubungkan kepada ayahnya.

F. Hukum Yang Terkandung dalam Al-QuranSesuai dengan defenisi hukum syara sebagai mana telah dijelaskan, hanya sebagian kecil dari ayat-ayat Al-Quran yang mengandung hukum, yaitu yang menyangkut perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan berbuat dan ketentuan yang ditetapkan. Hukum-hukum tersebut mengatur kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, maupun dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya.Secara garis besar hukum-hukum dalam Al-Quran dapat dibagi 3 (tiga) macam :Pertama, hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, mengenai apa-apa yang harus diyakini dan yang harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya, seperti keharusan mengesakan Allah dan larangan mempersekutukan-Nya. Hukum yang menyangkut keyakinan ini disebut hukum Itiqadiyah yang dikaji dalam Ilmu Tauhid atau Ushuluddin.Kedua, hukum-hukum yang mengatur hubungan pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus dimiliki dan sifat-sifat buruk yang harus dijauhi dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum dalam bentuk ini disebut hukum khuluqiyah yang kemudian dikembangkan dalam Ilmu Akhlak.Ketiga, hukum-hukum yang menyangkut tindak-tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan dengan Allah SWT, dalam hubungan dengan sesama manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukan atau harus dijauhi. Hukum ini disebut hukum amaliyah yang pembahasannya dikembangkan dalam Ilmu Syariah.Hukum amaliyah tersebut, secara garis besar terbagi menjadi dua:1. Hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Hukum ini disebut hukum ibadah dalam arti khusus.2. Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah manusia dalam hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya; seperti jual beli, kawin, pembunuhan, dan lainnya. Hukum-hukum ini disebut hukum muamalah dalam arti umum.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAl-Quran adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis dalam mushhaf, dan dinukilkan secara mutawatir serta dihukum ibadah bagi siapa yang membacanya. Sedangkan fungsi Al-Quran diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk disampaikan kepada umat manusia bagi kemaslahatan mereka, khususnya umat mukminin yang percaya akan kebenarannya. Sebagai sumber hukum, dalam menjelaskannya, Al-Quran menggunakan beberapa cara dan ibarat, yaitu dalam bentuk tuntutan, baik tuntutan untuk berbuat yang disebut suruhan atau perintah, atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.

Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan Al-Quran, yaitu:1. Secara Juzi (terperinci).2. Secara kulli (global).3. Secara Isyarah.Secara garis besar hukum-hukum dalam Al-Quran dapat dibagi tiga macam :1. Hukum Itiqadiyah yang dikaji dalam Ilmu Tauhid atau Ushuluddin.2. Hukum khuluqiyah yang kemudian dikembangkan dalam Ilmu Akhlak.3. Hukum amaliyah yang pembahasannya dikembangkan dalam Ilmu Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. Amir Syarifudin, Ushul Fiqih, Penerbit Zikrul Hakim.Syafei, rachmat, 2007, M.A Ilmu ushul Fiqh untuk UIN, STAIN dan PTAIS, Pustaka Setia, Bandung.Al-Qattaan, mannaa khaliil, 2007, Studi Ilmu-Ilmu Quran dan kehujjahan Al-Quran, Pustaka Litera Antar Nusa Elektronik Book, Bogor.Saleh, bani, 2009, makalah Al-Quran sebagai sumber hukum, Elektronik Book, IAIN Walisongo Semarang.Prof.Abdul Wahhab Khallaf. 1994, Ilmu Ushul Fiqh, Dina Utama, Semarang.http://rahasiasuksesirfanansori.wordpress.com/2011/10/31/al-quran-sebagai-sumber-hukum-islam-pertama/


Top Related