Download - TUGAS IKGM MAKALAH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh
yang tidak dapat dipisahkan satu danlainnya karena akan mempengaruhi
kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh
yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan
bentuk muka, sehinggapenting untuk menjaga kesehatan gigi sedini
mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga
di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut
adalah penyakit jaringan keras gigi (caries dentin). Hal ini karena
prevalensi karies di Indonesia mencapai 80%.Usaha untuk mengatasinya
belum memberikan hasil yang nyata bila diukur dengan indikator
kesehatan gigi masyarakat. Tingginya prevalensi karies gigi serta belum
berhasilnya usaha untuk mengatasinya mungkin dipengaruhi oleh faktor-
faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku, dan faktor
pelayanan kesehatan gigi yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan lingkungan?
2. Apa yang dimaksud dengan kesehatan gigi?
3. Apa sajakah yang termasuk ruang lingkup kesehatan lingkungan?
4. Bagaimana keterkaitan antara ruang lingkup kesehatan lingkungan
dengan kesehatan gigi?
5. Bagaimana cara pencegahannya?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui pengertian kesehatan lingkungan
2. Mengetahui pengertian kesehatan gigi
3. Mengetahui cakupan ruang lingkup kesehatan lingkungan
4. Mengetahui keterkaitan cakupan ruang lingkup kesehatan
lingkungan dengan kesehatan gigi
5. Mengetahui cara pencegahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan menurut WHO “Suatu keseimbangan ekologi yang
harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan
sehat dari manusia.”
2.2. Pengertian Kesehatan Gigi
Kesehatan Gigi: suwelo (1992) mengemukakan bahwa kesehatan gigi
merupakan bagian integral dari kesehatan manusia seutuhnya, dengan
demikian upaya-upaya dalam bidang kesehatan gigi pada akhirnya akan
turut berperan dalam peningkitan kualitas dan produktivitas sumber
daya manusia
Supriyatno (2004) menguatkan dalam penelitian lebih lanjut dengan
menemukan banyak penyakit yang berkaitan dengan kondisi gigi yang
bermasalah.
2.3. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan gigi
merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat,
pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan
kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan gigi
masyarakat. kebersihan lingkungan juga erlu dijaga pada praktek dokter
gigi karena lingkungan menjadia salah satu factor penting penularan
infeksi
Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah yang akan mempengaruhi
kesehatan gigi masyarakat antara lain:
1. Sumber air bersih
2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu
7. Bahan kimia
8. Pengendalian pencemaran udara
9. Pengendalian radiasi
10. Kesehatan kerja
11. Pengendalian kebisingan
12. Perumahan dan pemukiman
13. Aspek kesling dan transportasi udara
14. Perencanaan daerah dan perkotaan
15. Pencegahan kecelakaan
16. Rekreasi umum dan pariwisata
17. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.
18. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkungan.
2.4. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan yang Mempengaruhi
Kesehatan Gigi dan Mulut
2.4.1. Sumber air bersih
Resiko atau bahaya terhadap kesehatan gigi dapat juga akibat
adanya kandungan zat atau senyawa kimia dalam air minum,
yang melebihi ambang batas konsentarsi yang diijinkan.
Adanya zat/senyawa kimia dalam air minum ini dapat terjadi
secara alami dan atau akibat kegiatan manusia misalnya oleh
limbah rumah tangga, industri dll. Beberapa zat /senyawa
kimia yang bersifat racun terhadap tubuh manusia misalnya
logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan hidrokarbon,
zat-zat radio aktif alami atau buatan dan sebagainya. Sifat
kimiawi air yang bersih mempunyai pH 7 dan oksigen terlarut
jenuh pada 9 mg/L. Air merupakan pelarut universal, hampir
semua jenis zat dapat larut di dalam air kelarutan bahan bahan
kimia tersebut akan bertambah seiring dengan bertambahnya
aktivitas manusia. Abel Wolman menyatakan bahwa rumus air
adalah H2O + x, dimana x adalah zat-zat yang dihasilkan oleh air
buangan manusia selama beberapa tahun. Zat-zat kimia
tersebut seperti Arsen, Barium, Chadmium, Barium, Lead,
Mercury, Nitrate, Selenium, Silver, Sulfate, besi, Tembaga,
Chlorida, Fluor. Semua bahan kimia tersebut dapat larut dalam
air dan apabila kadarnya dalam air berlebih akan
mengakibatkan pengaruh pada rasa air tersebut selain itu juga
dapat menyebabkan penyakit salah satu penyakitnya
berhubungan dengan rongga mulut. Beberapa contoh senyawa
kimia racun yang sering ada dalam air minum adalah Fluorida
(F). Fluorida adalah senyawa kimia yang secara alami ada
dalam air pada berbagai konsentrasi. Pada konsentrasi yang
lebih kecil 1,5 mg/l , sangat bermanfaat bagi kesehatan
khususnya kesehatan gigi, karena dapat mencegah kerusakan
gigi. Tetapi pada konsentrasi yang besar (lebih besar 2 mg/l),
dapat menyebabkan kerusakan gigi (fluorosis) yakni gigi
menjadi bercak-bercak. Pemaparan fluorida pada konsentrasi
yang lebih besar lagi (3 - 6 mg/l), dapat menyebabkan
kerusakan pada struktur tulang. Oleh kerana itu,dosis fluorida
dalam air minum dibatasi maksimal 0,8 mg/l.
Selain itu, air yang tercemar dengan bahan kimia dapat
menimbulkan berbagai penyakit gigi dan mulut lainnya, seperti
penyakit periodontal, yaitu peradangan pada jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh bakteri dan terdiri atas
gingivitis dan periodontitis. Penyakit periodontal ini ditandai
dengan adanya plak pada permukaan gigi kemudian berkoloni
dengan bakteri-bakteri sehingga terjadi pematangan plak, lalu
bakteri dalam plak ini akan memicu terbentukna kalkulus.
Kalkulus memiliki kandungan anorganik dan organik di
dalamnya yang tentu saja dapat disebabkan oleh makanan dan
minuman yang dikonsumsi dan masuk ke rongga mulut.
Kandungan anorganik pada kalkulus seperti tembaga, besi dan
fluor, kalsium, phospat ini juga terdapat dalam air. Kalkulus
dapat menyebabkan terjadinya penyakit gingivitis kronis,
gambaran klinis terjadinya gingivitis kronis yaitu terjadinya
kemerahan pada gingiva, edema, perdarahan pada saat
probing, pembesaran gingiva dan gingiva yang lunak. Pada
pemeriksaan radiografinya tidak terlihat adanya kerusakan
tulang.
2.4.2. Polusi udara
Secara umum terdapat 2 sumber pencemaran udara yaitu
pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources),
seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal dari
kegiatan manusia (aniropogenic sources), seperti yang
berasaldaritransportasi, emisipabrik, dan lain-lain. Di dunia
dikenal zat pencemar udara utama yang berasal dari
kegiatan manusia yaitu :
Karbon monoksida (CO),
Oksida. Sulfur (SOx),
Nitrogen Oksida(NOx),
Partikulat, Hidrokarbon (HC)
Gas rumahKaca (CH4, CO2dan N2O)
Di Indonesia sekaranginikuranglebih 70% pencemaran
udara di sebabkan emisi kendaraan bermotor kendaraan
bermotor mengeluarkan. Zat-zatberbahaya yang dapat
menimbulkan dampak negatif.
Selain dari zat-zat pencemar udara diatas, terdapat
hidrogen sulfida (H2S) yang juga merupakan salah satu dari
gas pencemar udara. Hidrogen sulfida dilepaskan terutama
sebagai gas dan menyebar di udara. Namun, dalam
beberapa kasus, gas hydrogen sulfide berasal dari limbah
cair, fasilitas industri atau sebagai akibat dari peristiwa
alam. Ketika hidrogen sulfida dilepaskan sebagai gas di
atmosfer selama rata-rata 18 jam. Selama itu pula, hidrogen sulfida
dapat berubah menjadi sulfur dioksida dan asam sulfat. Hidrogen
sulfida larut dalam air, dan asam lemah dalam air. Tubuh
memproduksi sejumlah kecil hidrogen sulfida. Hidrogen
sulfida diproduksi oleh bakteri alami di mulut dan
merupakan komponen dari bau mulut (halitosis).
2.4.3. Makanan
Makanan merupakan salah satu yang mempengaruhi
kesehatan gigi pada masyarakat. Makanan yang baik untuk
memeliraha kesehatan gigi adala makanan yang
mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh gigi, salah
satunya adalah vitamin, yaitu vitamin A. Vitamin A berperan
sangat besar dalam proliferasi dan diferensiasi sel, sehingga
ia sangat esensial untuk reproduksi, pertumbuhan,
perkembangan tulang dan gigi, sintesis dan perawatan dari
kesehatan sel-sel epitel dan membran, dan integritas dari
sistem imun. Sel-sel epitel adalah pertahanan awal dari
invasi bakteri dan mikro organism yang lain, tetapi tanpa
vitamin A, sel-sel epitel akan mengalami perubahan
degenerative. Karena itu vitamin A sangat penting untuk
proses epitelisasi jaringan, maka ia juga sangat penting
untuk integritas rongga mulut. Tanpa adanya vitamin A sel-
sel epitel yang menghasilkan tau mensekresi mucus akan
megalami degenerasi dan menghasilkan keratin daripada
mucus. Selain vitamin A terdapat unsur lain pada makanan
yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi yaitu, mineral.
Peran atau fingsi mineral umumnya menyusun struktur
dasar tulang dan gigi. Berikut fungsi mineral yang penting
bagi kesehatan gigi dan mulut
a. Kalsium
Membantu dalam pembentukan serta memperkuat
gigi dan tulang. Kalsium banyak terdapat pada susu,
keju, telur, dan sayuran berwarna hijau tua.
b. Fosfor
Diperlukan untuk perkembangan tulang yang sehat
terutama pada pembentukan dan pertumbuhan
rahang, dan pola erupsi gigi. Fosfor banyak terdapat
pada susu, keju, daging, biji-bijian, telur, dan kacang-
kacangan.
c. Magnesium
Mencegah terjadinya hipoplasia enamel dan
membantu dalam proses mineralisasi tulang dan gigi.
Magnesium banyak terdapat pada kacang kedelai,
kerang, dan gandum.
d. Besi
Berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan
gusi dan lidah serat jaringan mukosa mulut. Mineral
ini banyak terdapat pada daging, bayam, dan sayuran
berwarna hijau.
e. Flour
Mempertahankan tulang dan gigi yang kuat sehingga
mencegah tejadinya karies gigi, selain itu flour juga
berfungsi dalam menatur pH asam basa dalm rongga
mulut. Flour banyak terdapat pada teh, brokoli,
daging ayam dan air floridasi.
f. Seng
Berperan besar dalam penyembuhan luka pada
mukosa mulut. Seng banyak terdapat pada seafood,
hati, daging, dan sereal gandum.
2.4.4. Pengendalian radiasi
Radiasi dapat disebaban oleh berbagai sumber, salah
satunya adalah alat pemancar sinar X, pada radiografi.
Pelaksanaan radiografi dalam kedokteran gigi menjadi salah
satu hal yang penting untuk menegakkan diagnosa maupun
terapi radiasi.
Radiografis juga digunakan untuk menentukan anatomi gigi
dan pulpa sebelum membuat akses endodonti, untuk
menetapkan panjang saluran, memastikan penempatan
konguta perca, dan untuk mengevaluasi keberhasilan
perawatan. Selain itu, dokter mendapatkan informasi
penting menyangkut kesulitan kasus dan prognosis jangka
panjang hasil pemeriksaan radiografis sebelum memulai
perawatan. Perencanaan pengobatan dan meminimalkan
efek samping adalah bagian penting dalam radioterapi.
Daerah yang akan diobati akan dipetakan dengan seksama
dan mesin pengobatan akan diatur sehingga sel-sel limfoma
yang terpapar dosis penuh radioterapi. Rongga mulut di
radiasi selama perawatan radiosensitiftumor maligna,
biasanya squamosa sel karsinoma. Perawatan spesiifik
merupakan pilihan untuk lesi tersebut berdasarkan
banyaknya tumor, radiosensifitas, histology, ukuran, lokasi,
invasi pada jaringan terdekat, dan durasi gejalanya. Terapi
radiasi untuk tumor maligna pada rongga mulut biasanya
diindikasikan ketika lesi tersebut radiosesitif, mengalami
perluasan, letaknya sangat dalam sehingga tidak dapat
dilakukan pembedahan.
Radiasi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker tetapi
perawatan ini juga dapat merusak sel yang normal sehingga
menyebabkan masalah pada gigi dan jaringan lunak,
glandula saliva dan rahang.
Selain itu, radiasi pun berpengaruh pada gigi. Gigi yang telah
erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah
rongga mulut, meskipun kerusakannya baru tampak setelah
beberapa tahun setelah radiasi. Manifestasi kerusakan
berupa destruksi substansi gigi yang disebut karies radiasi
dan dimulai pada servikal gigi. Lesi berupa demineralisasi
yang lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola
melintas gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi
pada daerah servikal. Kerusakan jaringan keras gigi (email,
dentin, sementum) mengakibatkan karies gigi. Secara
radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila
dibandingkan dengan email atau dentin. Hal ini penting bagi
pendiagnosa untuk melihat radiografi dalam situasi
pengamatan yang tepat dengan pandangan yang jelas agar
dapat membedakan antara restorasi dan anatomi gigi yang
normal. Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu efek radiasi
secara langsung dan tidak langsung.
a. Efek langsung
Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi,
berupa gangguan kalsifikasi benih gigi, gangguan
perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi
gigi.
b. Efek tidak langsung
Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah
pembentukan gigi dan erupsi gigi normal berada
dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi
ionosasi, maka akan terlihat kelainan gigi
tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya
karies radiasi pada beberapa gigi bahkan seluruh
region yang terkena pancaran sinar radiasi,
keadaan ini disebut rampan karies radiasi.
Terapi radiasi memberikan hasil yang efektif pada
pengobatan kasus keganasan pada area kepala dan leher,
tetapi juga dapat menimbulkan perubahan jaringan normal
dalam rongga mulut. Radioterapi area kepala dan leher
melibatkan kelenjar saliva dalam area radiasi, sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada produksi saliva
tersebut. Akan tetapi kerusakan kelenjar saliva tergantung
juga oleh dosis dan lamanya paparan radioterapi.
Terganggunya fungsi kelenjar saliva tersebut akan dapat
juga mengganggu kesehatan pada gigi dan rongga mulut.
Produksi saliva akan berkurang secara cepat setelah 1
minggu menjalani radioterapi yang difraksinasi. Kerusakan
kelenjar saliva oleh radioterapi area kepala dan leher selain
berakibat menurunnya volume saliva juga akan
meningkatkan kekentalan dari saliva, oleh sebab itu dipakai
istilah curah saliva menurun. Hasil penelitian Riana Nur
Agustin tahun 2006 menyebutkan bahwa radioterapi
daerah kepala dan leher pada dosis 1600 Rad, akan
berakibat pada berkurangnya sekresi saliva. Penurunan
sekresi saliva akan berpengaruh juga pada kandungan
protein, kandungan elektrolit, kapasitas buffer, dan
perubahan mikrofloral normal rongga mulut. Jumlah
Streptococcus mutans dan Lactobacilli akan meningkat
sehingga akan menyebabkan karies.
2.4.5. Bahan Kimia
Seiring dengan pesatnya kemajuan perindustrian, makin besar
pulalah pemakaian zat-zat kimia yang mendukung jalannya
industri tersebut. Maka dampaknya tentu saja akan terjadi
peningkatan terhadap risiko terjadinya penyakit yang disebabkan
oleh bahan kimia.
Bahan kimia yang bersifat racun ini, baik yang dihasilkan atau yang
dipakai dalam proses industri, bisa berupa gas, zat padat atau
cairan. Suatu zat kimia beracun dapat menyebabkan penyakit di
rongga mulut melalui dua cara. Pertama: secara langsung, yaitu
jika zat kimia beracun langsung masuk ke dalam rongga mulut.
Misalnya melalui makanan yang terkontaminasi atau secara tidak
sengaja termakan suatu jenis zat beracun tersebut. Kedua: secara
tidak langsung, yaitu jika zat beracun masuk melalui kulit atau
saluran nafas dan bercampur dengan aliran darah menuju ke
seluruh tubuh termasuk ke daerah rongga mulut. Cara yang kedua
adalah kemungkinan yang paling sering tejadi.
Zat-zat yang berefek samping pada kesehatan gigi dan mulut
Zat Kimia Berbahaya
Industri Pemakai atau Penghasil
Penyakit Rongga Mulut yang Ditimbulkan
Tembaga. Nikel, besi, batu bara
Industri perunggu, semen, klise, mesin bubut, pertambangan
Pewarnaan pada gigi, pewarnaan pada gusi, pengikisan gigi yang luas, terbentuk karang gigi, gingivostomatitis, perdarahan
Seluloid, serbuk penggergajian, tembakau, tepung gandum
Industri seluloid, tekstil, tembakau, industri tepung gandum, usaha penggergajian kayu
Pewarnaan pada gigi, pewarnaan pada gusi, pengikisan gigi yang luas, terbentuk karang gigi, gingivostomatitis, perdarahan
Arsen Industri kimia penyepuhan, pemurnian logam, karet, peleburan timah, insektisida
Kematian pada tulang rahang
Bismuth Industri yang memakai bahan bismuth, industri bubuk mesiu
Gusi dan permukaan dalam mulut mengalami pewarnaan kebiru-biruan, gingivostomatitis
Khrom Industri anilin, krom fotografi, baja, karet
Kematian tulang rahang, sariawan
Fluor Industri kriolit OsteosklerosisTimbal Industri klise, insektisida, baterai,
pemurnian logam Pb, percetakan, karet
Gusi mengalami pewarnaan biru kehitam-hitaman, gingivostomatitis
Merkuri Industri senjata, baterai, cat, alat peledak, lampu merkuri, barometer, temometer
Gingivostomatitis, osteomielitis, ptialisme
Fosfor Industri penuangan kuningan, korek api, perunggu fosfor, pupuk, kembang api
Gingivostomatitis, sariawan, osteomielitis
Gula (sukrosa)Peusahaan roti, permen Karies gigiMakanan panas
Kayawan estoran Saiawan, leukoplakia
Anilin Industri anilin, batu bara, bahan peledak, cat vulkanisasi, penyamakan kulit
Bibi dan gusi menjadi berwarna biru
Benzen Oven arang batu, industri varnis, dry cleaning, vulkanisasi
Radang gusi, sariawan, bibir berwarna biru
Kresol Industi ter, karet, batu bara, pembuatan disinfektan, pekerja tempat penyulingan, pekerja bahan pembalut untuk bedah
Sariawan
Anggur Pabrik anggur Indera perasa lidah jadi bekurang
Asam-asam HCl, HF, HNO3, H2SO4
Industri pembuatan asam tersebut, penyulingan minyak, bahan peledak, galvanisasi
Perdarahan, sariawan, email dan dentin gigi larut
Amil-asetat Industri alkohol, penyulingan, bahan peledak, shellac
Sariawan
Akrolein Industri pengasah tulang, sabun dari lemak. Linoleum, pernis
Sariawan
SO2, NH3 Industri setilen, zat warna, fotografi film, fosgen, gula, desinfektan, pabrik pendingan, perusahaan binatu (pencucian)
Sariawan
CO, CO2 Pertambangan, peleburan logam, bengkel motor
Bibir berwarna biru atau merah
Radium, sinar rontgent
Tekniker, pekerja riset, pelukis Radang gusi. Radang jaringan pendukung gigi, osteomielitis, nekrosis, mulut kering, osteosklerosis
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KESEHATAN KERJA
Lingkungan kerja berkaitan dengan keadaan di sekitar aktivitas
pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Kesehatan tenaga kerja
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja, sebaliknya
pengolahan lingkungan kerja yang tepat sangat bermanfaat bagi
para pekerja. Melalui pemahaman tentan proses produksi,
adannya potensi bahaya dan resiko di tempat kerja, pengelolaan
lingkungan kerja yang mendukung pemeliharaan , dan
peningkatan kesehatan tenaga kerja dapat terselenggara. Upaya
pengenalan, penilaian atau pengujian, pengendalian lingkungan
kerja sekaligus pemeriksaan kesehatan kerja, dan pemantauan
biomedik pada pekerja senantiasa perlu dilakukan sebagai
upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap kemungkinan
timbulnya gangguan kesehatan pekerja
RUANG LINGKUP KESEHATAN LINGKUNGAN
1. MASALAH AIR
Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah
udara. Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas akan memudahkan timbulnya berbagai penyakit
kepadda masyarakat.
2. MASALAH SAMPAH
Berdasarkan zat pembentuknya sampah dibedakan menjadi
sampah organic dan sampah anorganik
3.BAHAN KIMIA
Dibagi menjadi bahan ang mudah meledak, bahan kimia mudah
terbakar , bahan kimia beracun, bahan kimia korosif, bahan
kimia oksidator,bahan kimia reaktif, bahan kimia radioaktif
4.AIR LIMBAH
PENGARUH LINGKUNGAN FISIK DI TEMPAT PRAKTIK
1.PENERANGAN
Penerangan di ruang praktek adalah salah satu sumber cahaya
yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Penerangan yang
buruk dapat mengakibatan :
a. kelelahan mata
b. memperpanjang waktu kerja
c. keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar mata
d. kerusakan indera mata
e. kelelahan mental
f. menimbulkan terjadinna kecelakaan
2. KEBISINGAN
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak diinginkan oleh telinga kita.
Apabila kebisingan terjadi dalam ruangan, maka akan dapat
mengakibatkan gangguan pada pemdengaran, dapat mengakibatkan
penurunan daya tahan tubuh dan mental serta mengurangi kenyamanan.
Untuk menciptakan ruangan yang baik dapat dilakukan hal berikut :
1. Memasang peredam bunyi pada sumber
2. Menghalangi antaran atau transmisi bunyi
3. Menutup pendengaran
4. Lokasi ruangan di daerah yang tidak begitu ramai
5. Menanam pohon pelindung
3. GETARAN
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Pengaruh getaran antara
lain :
1. pengaruh getaran pada tenaga kerja menimbulkan :
Gangguan kenikmatan dalam bekerja
Mempercepat terjadinnya kelelahan
Gangguan kesehatan
2. getaran seluruh badan dapat memicu terjadinnya :
Penglihatan kabur,sakit kepala,gemetaran
Kerusakan organ dalam
3. getaran pada lengan dan tangan dapat mengakibatkan
Sakit kepala dan sakit persendian dan otot lengan
Indera perasa pada jari-jari menurun fungsinnya
Terbentuk noda putih pda punggung jari / telapak tangan
4. Radiasi dan non radiasi
Proses penegakan diagnosis pada dokter gigi telah melibatkan kontak
antara dokter gigi dan saliva pasien yang merupakan salah satu cairan
tubuh yang memiliki potensi penularan penyakit. Misalnya pengeboran
gigi, semprotan udara, dan semprotan air. Saliva dan serpihan gigi dapat
menyebabkan mekanisme penularan infeksi mellui udara.
Sumber infeksi pada praktek dokter gigi meliputi tangan,
saliva,darah, sekresi hidung dan sekresi parau. Plak, kalkulus dll
merupakan sumber infeksi. Oleh karena itu instrument dan perlengakpan
praktek harus senantiasa dijaga sterilisasi dan kebersihannya untuk
mencegah terjadi infeksi . kebersihan lingkungan juga erlu dijaga pada
praktek dokter gigi karena lingkungan menjadia salah satu factor penting
penularan infeksi
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan
dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai jenis
tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing
berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan
dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin
kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit (Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Rumah Sakit, 2010).
Keberadaan rumah sakit dilihat dari aspek kesehatan lingkungan,
pada dasarnya terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik. Dalam
kesehariannya lingkungan biotik dan abiotik ini akan melakukan interaksi
baik langsung maupun tidak langsung. Atas dasar itu, di lingkungan rumah
sakit dimungkinkan terjadinya kontak antara tiga komponen (pasien,
petugas dan masyarakat) dalam lingkungan rumah sakit dan benda-
benda/alat-alat yang dipergunakan untuk proses penyembuhan, perawatan
dan pemulihan penderita. Hubungan tersebut bersifat kontak terus
menerus yang memungkinkan terjadinya infeksi silang pasien yang
menderita penyakit tertentu kepada petugas rumah sakit dan pengunjung
rumah sakit yang sehat. Akan tetapi, juga berfungsi sebagai carrier kepada
pasien, petugas dan pengunjung (Dinata, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Triatmodjo (1993), petugas rumah
sakit seperti dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lain, dapat
merupakan sumber atau media transmisi/penularan kuman-kuman
patogen, disamping dapat berperan sebagai carrier bakteri tertentu, dapat
pula membawa kuman karena kontak dengan para pasien yang telah
terinfeksi sebelumnya.
Salah satu risiko di rumah sakit adalah infeksi silang. Infeksi silang
sering terjadi di rumah sakit karena kemungkinan baik pasien maupun
dokternya memang sudah membawa suatu penyakit infeksi. Infeksi silang
atau dikenal juga sebagai kontaminasi silang merupakan perpindahan
infeksi atau penyakit dari satu sumber ke sumber yang lain. Banyak
penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC,
sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes dan lainnya. Alat-alat instrumen
dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi. Dalam melakukan upaya medis mulai
dari proses identifikasi penyakit, penegakan diagnosa, sampai dengan
melakukan perawatan, sebagian besar melibatkan tindakan yang sifatnya
invasif. Sebagai contoh, proses penegakan diagnosa saja sudah melibatkan
kontak antara dokter gigi dan saliva pasien yang merupakan salah satu
cairan tubuh yang memiliki potensi penularan penyakit. Misalnya,
pengeboran gigi, semprotan udara dan semprotan air, saliva dan serpihan
gigi dapat menyebabkan mekanisme penularan infeksi melalui udara
(Gupta, 2009 dan Saputra, 2010).
Sumber infeksi pada praktek dokter gigi meliputi tangan, saliva,
darah, sekresi hidung dan sekresi paru. Udara, air, debu, aerosol, percikan
atau tetesan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris dari rongga
mulut atau luka terbuka dapat juga menjadi sumber infeksi atau
kontaminasi. Oleh karena itu, instrumen dan perlengkapan praktek harus
senantiasa dijaga sterilitas dan kebersihannya untuk mencegah terjadinya
infeksi (Sikri,1999 dan Daniel, 2008).
Berdasarkan data indikator mutu pelayanan data yang diperoleh
dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi kota Medan Tahun 2007
terhadap infeksi nosokomial sebesar 2,63%, terdiri atas infeksi yang
disebabkan oleh penggunaan jarum infus 1,8%, akibat tirah baring
(dekubitus) 0,2% dan angka infeksi luka operasi sebesar 0,6% dan
transfusi darah 0,03% (Sukartik, 2009).
Prosedur penatalaksanaan infeksi silang yang umum digunakan
adalah berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC). Pada awalnya, aturan ini dikenal sebagai
universal precautions. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dalam
bidang kedokteran dan kedokteran gigi, istilah universal precautions diganti
menjadi standard precautions. Standard Precautions dikembangkan dari
universal precautions dengan menggabungkan dan menambah tahapan
pencegahan yang dirancang untuk melindungi petugas kesehatan gigi dan
pasien dari patogen yang dapat menyebar melalui darah dan cairan tubuh
yang lain. Standard precautions wajib dilakukan ketika melakukan tindakan
yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi,
ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.
Standard precautions terdiri atas beberapa elemen pencegahan dan
perlindungan. Dalam praktek kedokteran gigi, Standard Precautions
meliputi enam bagian penting yaitu : evaluasi pasien, perlindungan diri,
pemrosesan instrumen (sterilisasi), asepsis dan desinfeksi permukaan,
penggunaan alat sekali pakai dan pembuangan sampah medis (Kohn dan
Collins, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Askarian dan Assadian tahun 2009
untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap standard
precautions di kalangan dokter gigi dan mahasiswa kepaniteraan klinik,
menunjukkan bahwa skor pengetahuan responden 6,71 ± 0,99 dari skor
maksimal 9, sikap 34,99 ± 4,47 dari 45 dan perilaku 4,97 ± 2,17 dari 9. Hal
ini menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan dan sikap responden
memuaskan, tetapi perilaku mereka tidak mencapai tahap yang
diharapkan. Di samping itu, dijumpai suatu hubungan linear positif antara
pengetahuan dan sikap (r=0,394, p<0,001) serta sikap dan perilaku
(r=0,317, p<0,001). Ini berarti walaupun pengetahuan responden baik
tetapi tidak berpengaruh terhadap perilaku responden.
Berdasarkan hasil penelitian Viska (2012) tentang pengetahuan,
sikap dan tindakan dokter gigi terhadap standard precaution di praktek
pribadi di kota Medan didapat hasil pengetahuan dokter gigi kategori baik
(56,67%), sikap dokter gigi baik (92%) dan tindakan dokter gigi termasuk
kategori baik (78,67%). Dari hasil ini terlihat bahwa dokter gigi yang
berpraktek di- praktek pribadi mempunyai pengetahuan, sikap dan
tindakan yang baik terhadap standard precaution ini mungkin disebabkan
dokter gigi percaya akan terkena infeksi dari pasien sehingga dokter gigi
melaksanakan standard precaution yang dianjurkan di praktek pribadi.
Hasil penelitian Navissha (2011) tentang pengetahuan, sikap dan
perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap standard precaution di
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Medan didapat hasil
sebanyak 48,75% mahasiswa berpengetahuan cukup, sedangkan sikap
mahasiswa tergolong baik 55% dan perilaku mahasiswa cukup (46,25%).
Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai
pentingnya mengetahui standard precaution yang mana materi tersebut
tidak diberikan di dalam perkuliahan. Perilaku mahasiswa termasuk cukup
baik hal ini mungkin disebabkan karena tidak didukung oleh ketersediaan
sarana di RSGMP FKG USU Medan, tidak adanya pengawasan dari pihak
dosen pembimbing yang mungkin disebabkan tidak adanya peraturan
tentang standard precaution di rumah sakit gigi dan mulut ini.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi untuk menerapkan
Standard Precaution yaitu pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana,
peraturan serta pengawasan rumah sakit di tiga rumah sakit yaitu Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi mewakili rumah sakit pemerintah, Rumah Sakit H.
Adam Malik mewakili rumah sakit pendidikan dan rumah sakit Permata
Bunda mewakili Rumah Sakit Swasta.
2.5 Cara Pencegahan
2.5.1 Penanganan Bahan Kimia Laboratorium
Penanganan limbah meliputi perubahan karakter atau komposisi limbah
secara fisik, kimiawi, atau biologis. Tujuan penanganan ini adalah
menetralkan limbah, memulihkan energi atau sumber daya penting, atau
membuat limbah menjadi tidak berbahaya atau berkurang bahayanya.
Sebelum melakukan proses apa pun yang dapat dianggap sebagai
penanganan, pegawai laboratorium yang terlatih atau kantor kesehatan
dan keselamatan lingkungan di lembaga yang bertanggung jawab harus
bertanya kepada badan setempat atau nasional untuk mengklarifikasi
peraturan yang berlaku. Penanganan limbah skala kecil di laboratorium
tidak diperbolehkan di semua tempat. Kondisi-kondisi tertentu yang
memungkinkan dilakukannya penanganan tanpa izin biasanya meliputi
berikut ini:
Penanganan di wadah pengumpulan. larutan garam. Pikirkan
pertimbangan keselamatan,
terutama penggunaan larutan encer untuk menghindari pembentukan
panas yang cepat.
Penanganan produk sampingan eksperimen sebelum menjadi limbah.
Penanganan produk sampingan eksperimen berdasarkan asumsi bahwa
bahan belum dianggap sampah atau ditangani seperti sampah. Jangan
lakukan penanganan seperti itu selain di lokasi dihasilkannya produk
sampingan tersebut.
2.5.2 Pengurangan Limbah Multi-bahaya
Limbah multi-bahaya adalah limbah yang menimbulkan kombinasi
bahaya
kimia, radioaktif, atau biologis. Pengelolaan limbah multi-bahaya sulit dan
kompleks. Misalnya, pembuangan limbah multi-bahaya yang meliputi
bahan kimia berbahaya dan bahan yang terkontaminasi mikroorganisme
memerlukan standar khusus untuk mencegah lepasnya bahan yang
menyebabkan infeksi ke lingkungan.
Metode pengelolaan limbah secara selamat dan aman memerlukan
komitmen dari manajemen senior untuk mengembangkan dan
mendukung program pengurangan limbah. Beberapa peningkatan
operasional sederhana bisa membantu mengurangi limbah campuran.
Misalnya, manajer laboratorium dapat
eksperimen yang direncanakan untuk menghindari kelebihan bahan yang
mungkin akhirnya akan menjadi limbah;
aktif limbah campuran dengan bahan yang kurang berbahaya.
2.5.3 Opsi Pembuangan
Laboratorium sering kali menggunakan beberapa opsi pembuangan
karena masing-masing opsi memiliki keuntungan sendiri-sendiri untuk
limbah tertentu.
Insinerasi
Insinerasi adalah metode pembuangan limbah laboratorium yang
umum.
Insinerasi biasanya dilakukan di oven berputar pada suhu tinggi (649-
760°C). Teknologi ini sepenuhnya menghancurkan sebagian besar bahan
organik dan secara signifikan mengurangi residu bahan yang harus
dibuang di tempat sampah. Namun, opsi ini mahal karena memerlukan
volume bahan bakar yang banyak untuk mencapai suhu yang diper-
lukan. Selain itu, beberapa bahan, seperti merkuri dan garam merkuri,
mungkin tidak dapat diinsinerasi karena peraturan dan pembatasan
kemampuan penghancurannya.
Pembuangan di Pipa Drainase
Pembuangan di sistem drainase (melewati pipa pembuangan)
dulunya
umum dilakukan, tetapi praktik ini telah sangat berubah. Banyak
fasilitas laboratorium industri dan akademik telah sepenuhnya
meniadakan pembuangan ke saluran drainase. Sebagian besar
pembuangan ke saluran drainase dikendalikan secara lokal, dan sebai-
knya konsultasikan dengan fasilitas drainase setempat untuk
mengetahui apa saja yang diperbolehkan. Pertimbangkan pembuangan
sebagian bahan limbah kimia di pipa drainase jika fasilitas drainase
memperbolehkannya.
Bahan kimia yang mungkin diizinkan untuk dibuang di pipa drainase
meliputi larutan air yang terurai secara alami dan larutan toksisitas
rendah dari zat-zat anorganik. Cairan mudah terbakar yang tercampur
air sering kali dilarang untuk dibuang di sistem drainase. Bahan kimia
bercampur air tidak boleh masuk ke saluran drainase.
Buang limbah yang tepat di saluran drainase yang mengalir ke fasilitas
drainase, tidak ke sistem pembuangan air hujan (storm drain) atau
septik (kakus). Alirkan limbah dengan air yang jumlah seratus kali lebih
banyak. Periksa secara berkala apakah saluran keluar air limbah di
laboratorium tidak melebihi batas konsentrasi.
Pelepasan ke Atmosfer
Pelepasan uap ke atmosfer, seperti melalui saluran keluar evaporasi
atau
tudung asap yang terbuka, bukan metode pembuangan yang
diperbolehkan. Pasang perangkat perangkap yang tepat di semua alat
untuk pengoperasian yang diperkirakan akan melepaskan uap.
Tudung asap dirancang sebagai perangkat pengaman untuk menjauhkan
uap dari laboratorium jika terjadi keadaan darurat, tidak sebagai sarana
rutin untuk membuang limbah yang menguap. Sebagian laboratorium
memiliki unit yang berisi filter penyerap, tetapi kapasitas serapnya
terbatas. Pengaturan arah tudung asap ke perangkat perangkap biasa
bisa sepenuhnya meniadakan pelepasan uap ke atmosfer.
Pembuangan Limbah yang Tidak Berbahaya
Jika aman dan diperbolehkan oleh peraturan setempat, pembuangan
sampah yang tidak berbahaya melalui cara pembuangan sampah
biasa atau saluran drainase bisa sangat mengurangi biaya
pembuangan. Namun, ada banyak risiko yang terkait dengan bahan-
bahan yang mungkin tidak dilabeli atau diuraikan secara benar.
Selain itu, peraturan setempat mungkin membatasi pembuangan
limbah di sistem perkotaan.
Periksalah peraturan dan ketentuan kewenangan manajemen limbah
padat setempat. Kembangkan daftar bahan limbah yang dapat dibuang
dengan aman
dan sah di tempat pembuangan biasa. Limbah biasa yang tidak
ditetapkan sebagai bahaya oleh aturan meliputi garam tertentu (msl,
kalium klorida, natrium karbonat), berbagai produk alami (msl, gula,
asam amino), dan bahan lembam yang digunakan di laboratorium (msl,
resin dan gel kromatografi yang tidak terkontaminasi). Di beberapa
tempat, vendor limbah berbahaya mungkin membantu pembuangan
bahan lembam.
Pembuangan Limbah Di Luar Laboratorium
Tujuan akhir limbah mungkin fasilitas pengolahan, penyimpanan,
dan
pembuangan. Di sinilah limbah ditampung, diolah (biasanya melalui aksi
kimiawi atau insinerasi), atau langsung dibuang. Meskipun limbah telah
meninggalkan labora- torium, laboratorium tetap bertanggung jawab
atas nasib jangka panjang limbah tersebut. Laboratorium harus benar-
benar mempercayai dan mengandalkan fasilitas pembuangan, serta
pengangkut yang membawa limbah ke fasilitas.
Pembuangan Limbah Kimia Yang Perlu Diperhatikan (COC)
Akhir masa pakai bahan kimia yang perlu diperhatikan (COC) adalah
pada
saat dipakai dalam proses di laboratorium atau saat dibuang.
Kembangkan dan terapkan program pembuangan bahan kimia yang
meliputi langkah-langkah berikut ini.
1. Pastikan fasilitas atau proses pembuangan tersedia untuk COC.
2. Kembangkan prosedur yang menguraikan
o – bagaimana cara mengumpulkan dan menyimpan limbah dengan
aman;
o – bagaimana limbah akan dikeluarkan dari laboratorium; dan
o – bagaimana cara pekerja laboratorium memberi tahu petugas
keselamatan dan keamanan kimia (CSSO) jika mereka memiliki bahan
yang tidak diinginkan yang akan dibuang.
3. Selalu lakukan pencatatan untuk memenuhi ketentuan peraturan
yang meliputi, setidaknya, tanggal pembuangan, jumlah yang dibuang,
dan metode pembuangan.
4. Simpan catatan pembuangan seluruhnya atau sesuai dengan
ketentuan peraturan.
DAFTAR PUSTAKA
http://core.ac.uk/download/pdf/25486127.pdf
https://wienoorpurnama.wordpress.com/2012/05/11/sumber-polusi-air-udara-dan-
tanah-polutan-air-udara-dan-tanah-dampak-polusi-air-udara-dan-tanah/
https://www.academia.edu/9836769/
TUGAS_MATA_KULIAH_PENCEMARAN_LINGKUNGAN_DAN_KESEHATA
N_UPAYA_PENURUNAN_TINGKAT_PENCEMARAN_UDARA_POLUTAN_HI
DROGEN_SULFIDA_H2S_DI_PERKOTAAN_MENUJU_GREEN_CITY
http://dhika-akg.blogspot.co.id/2011/03/kesehatan-gigi-manfaat-gizi.html
https://www.academia.edu/10262102/
Makalah_Kegunaan_Vitamin_A_untuk_Kesehatan_Gigi_dan_Mulut
http://www.slideshare.net/ardhianiachah/kesehatan-lingkungan-dan-gigi-ppt
http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuKesmas/BAB1.pdf
http://core.ac.uk/download/pdf/11735905.pdf
https://perigigiberbagi.wordpress.com/2012/06/10/efek-samping-zat-kimia-industri-
terhadap-kesehatan-gigi-dan-mulut/
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR
ISI.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................1.1. Latar Belakang.....................................................................................................
1.2. Perumusan Masalah...................................................................................................
1.3. Tujuan Penyusunan Makalah......................................................................................
BAB II KAJIAN
PUSTAKA..............................................................................2.1. Pengertian Kesehatan Lingkungan………………………………………………
2.2. Pengertian Kesehatan Gigi…………………………
2.3. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan……………………………...................
2.4. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan yang Mempengaruhi Kesehatan
Gigi dan Mulut............................................................................................................................
2.5. Cara Pencegahan
BAB III
PENUTUP...........................................................................................3.1. Kesimpulan..............................................................................................................
3.2 Saran…………………………………………………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................
LAMPIRAN……………………………………………………