Download - Tugas HI
![Page 1: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/1.jpg)
Dosen : Ema Septaria , S. H, M. Hum
Disususn Oleh : Nabillah Sariekide
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2009
![Page 2: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I. FAKTA
Pada tanggal 14 Agustus 2008, Republik Georgia mendaftarkan gugatan ke
Mahkamah Internasional atas dugaan pelanggaran HAM yaitu diskriminasi ras yang
dilakukan di dua wilayah Georgia yaitu Ossetia Selatan dan Abkhazia. Georgia
mengatakan bahwa Rusia berpura-pura mengontrol atas Ossetia Selatan, Abkhazia dan
tempat-tempat yang berdekatan dengan wilayah Georgia. Georgia mengklaim bahwa
etnis Georgia di daerah-daerah itu telah dijadikan sasaran kekerasan fisik yang
menyebabkan kematian penduduk sipil, dan pengungsian para penghuninya. "Sasaran-
sasaran itu menunjukkan bahwa kampanye diskriminasi ini merupakan pengusiran
massal atas penduduk etnis Georgia dari Ossetia Selatan, Abkhazia dan daerah-daerah
tetangga lainnya di Georgia," katanya.
Menurut berita yang berkembang dan ditayangkan berulang-ulang di televisi
setempat, bahwa presiden Georgia telah menyatakan keadaan perang. Hal ini
dikarenakan perbuatan berani dari Rusia yang membom dan menghancurkan sebuah
pelabuhan penting Georgia dan menghantam sebuah kota lain. Dari data yang terhimpun
dikatakan sejauh ini ada kurang lebih 1.600 orang yang tewas di ibukota Tskhinvali
akibat agresi dari Rusia ini.
Ossetia Selatan memisahkan diri dari Georgia awal tahun 1990. Sejak itu
wilayah itu menjadi sumber pertikaian antara Georgia dan Rusia , yang menentang
apsirasi Tbilisi bergabung dengan NATO dan mendukung kelompok separatis Ossetia
Selatan tanpa mengakui kemerdekaan mereka di provinsi Ossetia Selatan yang
memisahkan diri itu
Presiden Georgia mengatakan dalam pernyatannya, "Saya telah menandatangani
satu keputusan mengenai keadaan perang. Georgia berada dalam keadaan agresi penuh
militer," kata Saakashvili dalam satu pertemuan dewan keamanan nasionalnya yang
disiarkan televisi.1
Sementara itu dari pihak Rusia yang diwakili oleh menteri pertahanannya
membantah bahwa pesawat-pesawat jet mereka telah membom daerah-daerah sipil di
Georgia. Pihak Rusia hanya membenarkan bahwa dua pesawat jet tempur mereka
memang telah ditembak jatuh di wilayah Georgia. Tbilisi juga telah mengatakan bahwa
1 Anonym, 2008, 1.600 0rang Tewas, http/kompas.com/read/xml/2008/09/08/18.07 WIB
![Page 3: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/3.jpg)
enam pesawat Rusia ditembak jatuh oleh Georgia. Diketahui Rusia mendukung
pemerintah Ossetia Selatan dan mengirimkan tank-tank dan pasukan, untuk menanggapi
operasi militer Georgia yang pro Barat itu untuk menguasai kembali provinsi yang
memisahkan diri awal tahun 1990-an itu. Georgia dan pemerintah di Ossetia Selatan
saling klaim menguasai Tskhinvali sejak Jumat pagi. Tetapi Rusia, mengatakan pihaknya
telah "membebaskan" ibukota wilayah yang memisahkan diri itu setelah pasukan payung
diterjunkan ke kota itu. "Batalyon-batalyon taktis telah membebaskan sepenuhnya
Tskhinvali dari pasukan militer Georgia," kata Jendral Vladimir Boldyrev , kepala
pasukan darat Rusia , yang dikutip kantor-kantor berita Rusia.2
Saat jumlah pasukan diperkuat dan bentrokan senjata meningkat, seorang pejabat
senior militer mengatakan Georgia berencana akan menarik seluruh 2.000 tentaranya dari
Irak dalam tiga hari ke depan. AS dan Uni Eropa mempersiapkan satu delegasi gabungan
untuk mengusahakan gencatan senjata tetapi Presiden Ruisia Dmitry Medvedev
mengatakan negaranya melancarkan operasi militer "untuk mendesak Georgia
melakukan perundingan perdamaian." Georgia mengatakan satu pemboman Rusia telah
"merusak seluruh pelabuhan Poti di Laut Hitam dalam serangan-serangan yang menurut
PBB tampaknya seperti "satu invasi militer berskala penuh". Poti adalah sebuah
pelabuhan penting dalam pengiriman minyak dan energi lainnya dari Laut Kaspia ke
Barat. Pesawat-pesawat tempur Rusia juga membom kota Gori, Georgia menewaskan
para warga sipil, kata TV Publik Georgia.3 Para pejabat Georgia mengatakan pesawat-
pesawat tempur Rusia, membom sasaran-sasaran militer di seluruh negara itu serta
perlintasan kereta api dan satu bandara.
Georgia hanya mengonfirmasikan 30 orang tentaranya tewas sementara Rusia
mengatakan tiga lagi tentaranya tewas Sabtu, sehingga jumlah korban tewas di pihak
pasukan Moskow itu menjadi 15 orang. Di jalan-jalan Tskhinvili yang berpenduduk
sekitar 20.000 jiwa, tank-tank tampak terbakar dan wanita serta anak-anak berlarian
untuk mencari perlindungan. Seorang wartawan AFP di Ossetia Selatan mengatakan
melihat wanita, anak-anak dan orang tua naik bus menuju perbatasan Rusia untuk
menghindari pertempuran itu.
Di lain pihak, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengatakan rumah-
rumah sakit di Tsskhinvali dipenuhi para korban. Di bidang diplomatik, AS-- yang
mendukung usaha Georgia untuk menjadi anggota NATO, menyerukan gencatan senjata
2 Ibid.3 Ibid, hal; 2
![Page 4: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/4.jpg)
segera dan penarikan mundur pasukan Rusia. "Kami menyerukan Rusia menghentikan
serangan-serangan pesawat tempur dan rudal ke Georgia, menghormati integritas
wilayah Georgia dan menarik pasukan tempurnya dari wilayah Georgia," kata Menlu AS
Condoleezza Rice dalam sebuah pernyataan.4
Pasukan-pasukan Rusia memasuki Georgia bulan lalu untuk mendesak pasukan
Georgia dalam upayanya mengambil-alih kendali Ossetia Selatan, wilayah yang
didukung Moskow yang memisahkan diri dari Tbilisi pada awal tahun 1990-an. Rusia
kemudian menghentikan serangan lima harinya, namun tidak menarik semua pasukannya
dari wilayah Georgia. Hal itu terjadi sejak Ossetia Selatan dan Abkhazia, wilayah
pemberontak Georgia lainnya, diakui sebagai negara merdeka.
Harian nasional KOMPAS mengatakan bahwa, sekitar 1.400 warga sipil tewas
Sabtu (9/8) saat pasukan Rusia melancarkan invasi ke wilayah yang dipertikaikan di
South Ossetia, Georgia. Lebih dari 150 tank dan kendaraan tempur Rusia telah
dikerahkan menuju Georgia saat pemberontak South Ossetia digempur oleh pasukan
Georgia. Sumber militer Rusia menyebutkan pasukan artileri dan tank mereka telah
dikerahkan untuk menghadapi pasukan Georgia di sekitar ibukota South Ossetia,
Tskhinvali. Rusia mengambarkan operasi militer tersebut sebagai serangan balas dendam
setelah beberapa personil militernya yang ditempatkan di Georgia tewas terbunuh.
Georgia mengerahkan hingga 26.000 personil pasukannya untuk menghadapi serangan
militer Rusia. Sekitar 2.000 personil pasukan Georgia juga telah ditarik dari misi di Irak
untuk memperkuat pasukan di dalam negeri. Namun, Presiden Georgia yang pro-Barat
Mikhail Saakashvili menyebut operasi militer Rusia itu sebagai 'deklarasi perang' yang
telah lama direncanakan. Mikhail Saakashvili telah memohon bantuan ke Amerika
Serikat. "Tank-tank Rusia terus memasuki wilayah kami," seru Mikhail Saakashvili
seraya memohon bantuan AS. "Rusia terus melancarkan pemboman ke wilayah
kami...terutama yang ditujukan ke penduduk sipil." "Saya melihat jenazah
bergelimpangan di jalan, sekitar bangunan yang roboh, serta beberapa kendaraan," kata
Lyudmila Ostayeva (50) yang melarikan diri dengan keluarganya ke Dzhava, seorang
dusun dekat perbatasan dengan Rusia. "Saat ini sulit untuk menghitung jumlah korban
tewas. Hampir tak tersisa lagi jumlah bangunan yang tidak rusak di South Ossetia," jelas
kantor berita Rusia Interfax. Georgia melaporkan Rusia ke depan Mahkamah Pengadilan
Internasional pada 12 Agustus, dengan tuduhan melanggar Konvensi Internasional 1965
mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (CERD).5
4 Ibid5 anonim, 2008, Pasukan Rusia…, http/kompas. com/read/xml/2008/08/09/04.12 WIB
![Page 5: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/5.jpg)
gambar di samping
adalah peta daerah yang terjadi
sengketa. Diambil dari arsip
gambar harian setempat.
Walaupun Presiden Georgia Mikhail Saakashvili telah memerintahkan segera
diberlakukannya gencatan senjata untuk menghentikan aksi yang disebutnya sebagai
tindakan pemusnahan Georgia. Selain menuduh Rusia sebagai penjahat perang, Presiden
Saakashvili menerangkan Moskow ingin menguasai rute energi ke Eropa. Sementara
Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin menuduh Georgia telah melancarkan aksi
genosida terhadap warga South Ossetia. Konflik ini telah mengakibatkan sedikitnya
34.000 orang menjadi pengungsi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerangkan
sekitar 2.4000 orang telah melarikan diri dari South Ossetia ke beberapa wilayah lain di
Georgia. Sementara 4.000 hingga 5.000 orang telah melarikan diri menyeberang
perbatasan dan memasuki wilayah Rusia.Jumlah korban tewas dalam konflik militer
belakangan di South Ossetia dilaporkan telah mencapai 1.500 orang, sebagian besar
diantaranya adalah warga sipil.
BAB II. ISSUES
![Page 6: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/6.jpg)
Berdasarkan fakta yang diambil dari ICJ ( International Court Of Justice) mengatakan
bahwa Georgia mengklaim tentang serangan dari tentara Georgia dan pelanggaran
terhadap perjanjian genjatan senjata, operasi militer Rusia terus berlanjut mendukung
Ossetia Selatan sampai ke daerah territorial Pemerintah Georgia. Sejauh ini Georgia
mengklaim bahwa kelanjutan dari tindakan diskriminasi yang nyata ini bertentangan
dengan piagam PBB dan Universal Declaration Of Human Right.
Berikut pernyataan yang dikutip dari ICJ:
“Georgia claims that “Despite the withdrawal of Georgian armed forces and the unilateral declaration of a ceasefire, Russian military operations continued beyond South Ossetia into territories under Georgian government control”. Georgia further claims that “the continuation of these violent discriminatory acts constitutes an extremely urgent threat of irreparable harm to Georgia’s rights under [the] CERD in dispute in this case”.
Georgia requests the Court “as a matter of utmost urgency to order the following measures to protect its rights pending the determination of [the] case on the merits: (a) the Russian Federation shall give full effect to its obligations under [the] CERD; “
“Georgia respectfully requests the Court, as a matter of urgency, to order the following provisional measures, pending its determination of this case on the merits, in order to prevent irreparable harm to the rights of ethnic Georgians under Articles 2 and 5 of the Convention on Racial Discrimination:(a) The Russian Federation shall take all necessary measures to ensure that no
ethnic Georgians or any other persons are subject to violent or coercive acts of racial discrimination, including but not limited to the threat or infliction of death or bodily harm, hostage-taking and unlawful detention, the destruction or pillage of property, and other acts intended to expel them from their homes or villages in South Ossetia, Abkhazia and/or adjacent regions within Georgia;
(b) The Russian Federation shall take all necessary measures to prevent groupsor individuals from subjecting ethnic Georgians to coercive acts of racial discrimination, including but not limited to the threat or infliction of death or bodily harm, hostage-taking and unlawful detention, the destruction or theft of property, and other acts intended to expel them from their homes or villages in South Ossetia, Abkhazia and/or adjacent regions within Georgia;
(c) The Russian Federation shall refrain from adopting any measures that wouldprejudice the right of ethnic Georgians to participate fully and equally in the public affairs of South Ossetia, Abkhazia and/or adjacent regions of Georgia. Georgia further requests the Court as a matter of urgency to order the following provisional measures to prevent irreparable injury to the right of return of ethnic Georgians under Article 5 of the Convention on Racial Discrimination pending the Court’s determination of this case on the merits:
(d) The Russian Federation shall refrain from taking any actions or supportingany measures that would have the effect of denying the exercise by ethnic Georgians and any other persons who have been expelled from South Ossetia, Abkhazia, and adjacent regions on the basis of their ethnicity or nationality, their right of return to their homes of origin;
![Page 7: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/7.jpg)
(e) The Russian Federation shall refrain from taking any actions or supportingany measures by any group or individual that obstructs or hinders the exercise of the right of return to South Ossetia, Abkhazia, and adjacent regions by ethnic Georgians and any other persons who have been expelled from those regions on the basis of their ethnicity or nationality;
(f) The Russian Federation shall refrain from adopting any measures that wouldprejudice the right of ethnic Georgians to participate fully and equally in public affairs upon their return to South Ossetia, Abkhazia, and adjacent regions.”6
BAB III. RULES
I. Berdasarkan terjemahan dari pasal 2 Deklarasi Universal dalam buku
karangan Peter Bhaer dan kawan-kawan menyatakan bahwa;
“setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam Deklarasi ini, dengan tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan bangsa atau social, harta milik, status kelahiran atau status lain. selanjutnya tidak boleh dilakukan pembedaan atas dasar status politik, status yurisdiksi, atau status internasional Negara atau wilayah tempat seseorang termasuk di dalamnya, apakah wilayah itu merdeka, perwalian, tidak berpemerintahan-sendiri atau di bawah pembatasan kedaulatan lain apa pun.7
II. Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida,
pasal I, II, III (dokumen E. 1)
III. Konvensi tentang Tidak Dapat Diterapkannya Pembatasan Undang-
undang pada Kejahatan Perang dan Kejahatan melawan Kemanusiaan,
pasal I (dokumen E. 2)
IV. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial. Disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan
ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965.
Pasal I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 15, 16.8
V. Deklarasi tentang Ras dan Prasangka Rasial. Disetujui oleh Konfrensi
Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
6 Anonym, 2008, ‘Conclusion of the Public Hearings on Georgia’s request for the Indication of Provisional Measures”, http//www.ICJ-CIJ.org/11/09/2008 at 20.49 p.m7 Baehr, Peter,dkk, 2001, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia, hal.1858 Ibid, hal, 575 sampai 592
![Page 8: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/8.jpg)
Perserikatan Bangsa-bangsa ( UNESCO ) pada persidangannya uang
kedua puluh, pada tanggal 27 November 1978. Pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9, 10.9
VI. Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.
Disetujui dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratifikasi atau
aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (III), 9 Desember 1948.
Pasal 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8, dan 9.10
VII. Konvensi tentang Tidak Dapat Ditetapkannya Pembatasan Statuta pada
Perang dan Kejahatan Kemanusiaan, pasal 1-4.11
BAB IV. ANALYSIS
Pada pemaparan judul yang diangkat di atas, dapat kita simpulkan bahwa
fenomena di atas dapat dikategorikan menjadi konflik internasional. Karena tidak hanya
menyangkut nyawa orang banyak, tetapi juga masalah HAM, hubungan antar Negara,
perjanjian internasional dan RAS. Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
pengertian serta penjabaran konflik yang ada si atas.
Menurut J. G. Starke dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum
Internasional edisi kesepuluh” mengatakan bahwa;
“Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk
sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya
negara-negara merasa dirinya terkait untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati
secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain.12dan yang meliputi
juga:
a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga
atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka dengan
Negara-negara dan individu-individu; dan
9 Ibid, hal, 658 sampai 66710 Ibid, hal, 782 sampai 78411 Ibid, hal, 785 sampai 78812 Starke, J, G, 1988, “Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika”, hal 3. Definisi ini adalah kutipan definisi hukum internasional dari penulis Amerika, Profesor Charles Cheney Hyde; lihat Hyde, International law (2nd edn, 1947) Vol 1, alinea 1.
![Page 9: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/9.jpg)
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan
badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajian individu dan badan non-
negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.
Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja, dkk dalam bukunya “Pengantar Hukum
Internasional” mengklasifikasikan hukum internasional ini ke dalam hukum internasional
public dan hukum perdata internasional.
“Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi atas Negara. Hukum internasional public adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persolan yang melintasi bayas Negara ( hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.”13
Di dalam dnia internasional dikenal interaksi antar subjek hukumnya yang masing-
masing mempunyai kepentinagnnya masing-masing. Untuk itu dibutuhkan aturan untuk
mengaturnya. Pertanyaannya “siapa sajakah yang dapat menjadi subjek hukum
internasional?” menurut Ema Septaria, S. H, M. Hum dalam materi Hukum Internasional
pada tanggal 2 September 2009 di Gedung kuliah II Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu, menyatakan bahwa;
“yang dapat menjadi subjek hukum internasional adalah masyarakat internasional sebagai bagian hukum internasional yang subordinatif, sedangkan bagian hukum internasional yang koordinatif adalah badan atau lembaga internasional yang resmi dan diakui oleh masyarakat internasional.”
Dalam hukum internasional dikenal adanya soft law dan hard law. Menurut sumber yang
di catut pada blog Wikipedia menyatakan bahwa pengertian soft law itu adalah “refers to
quasi-legal instruments which do not have any legally binding force is somewhat
“weaker” than the binding force of traditional law.”14 Yang artinya bahwa soft law itu
mengacu kepada hukum yang diakui tetapi tidak mempunyai kekuatan atau lebih lemah
dari hukum adat. Sedangkan hard law adalah
HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat. Peristilahan HAM banyk digunakan oleh aliran positivisme. Namun demikian, konsepsi HAM yang berkembang mempunyai hakikat untuk melindungi kepentingan perseorangan setiap individu. Pada saat ini telah ada beberapa instrumen yuridik untuk melindungi HAM dalam konteks hukum internasional. Namun sebelum munculnya instrumen yuridik tersebut, telah terjadi perdebatan mengenai status individu dalam hukum internasional.
13 Kusumaatmadja, Mochtar dkk. 2003, “Pengantar HUkum Intermasional”, P. T. ALUMNI, hal, 114 Wikipedia, 2007, “soft law”, http//www. Wikipediathfreeensyclopedia.com/15/02/2008/ at 08.10 a.m
![Page 10: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/10.jpg)
Dalam hukum internasional, paradigma negara-sentris telah mengakar sejak
lama. Sehingga ketika muncul ide untuk membuat perlindungan internasional terhadap
HAM, maka pro-kontra terjadi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa hukum
internasional hanya mengatur hubungan antar negara, sehingga individu tidak dapat
dianggap sebagai subyek hukum internasional.15 Namun menurut Prof. George Scelle,
hanya individu yang menjadi subyek hukum internasional.16 Pendukung terhadap
pendapat ini mengatakan bahwa tujuan akhir dari pengaturan-pengaturan konvensional
adalah individu dan oleh karena itu individu mendapatkan perlindungan internasional.17
Pendapat lain mengatakan bahwa negara sebenarnya adalah entitas yang abstrak, dan
pada dasarnya negara terdiri dari individu-individu, sehingga sudah sewajarnya individu
dapat dikategorikan sebagai subyek hukum internasional meskipun hanya dalam hal-hal
tertentu. Hadirnya Pengadilan Nuremberg, yang ditujukan untuk menghukum para
pelaku kejahatan perang selama Perang Dunia II, berhasil menegaskan status individu
menjadi subyek hukum internasional, sehingga secara langsung individu mempunyai hak
dan kewajiban dalam hukum internasional.18
Istilah genosida pertama kali dikemukakan oleh Raphael Lemkin pada tahun
1933.[17] Genosida berasal dari bahasa Yunani γένος atau genos yang artinya keluarga,
suku atau ras, dan bahasa Latin occido yang artinya pembunuhan massal.19 Munculnya
genosida sebagai salah satu kejahatan, didasarkan pada kejadian pembunuhan massal
terhadap orang-orang Assyria di Irak pada 11 Agustus 1933.20 Sedangkan pembunuhan
massal yang dianggap sebagai kejadian genosida yang pertama kali di dunia adalah
pembantaian terhadap orang-orang Armenia oleh Turki pada tahun 1915.21 Lebih dari
satu juta orang diperkirakan meninggal dalam kejadian tersebut. Dalam konteks hukum
internasional, genosida pertama kali digunakan dalam tuntutan terhadap pelaku kejahatan
perang di Pengadilan Nuremberg. Meskipun Piagam Nuremberg tidak menggunakan
istilah genosida sebagai salah satu prinsipnya.
15 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003, hlm. 58.
16 Ibid.17 Peter Malanczuk, op.cit., hlm. 92.
18 Sri Setianingsih Suwardi, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2004, hlm.3
19 Wikipedia, Genocide, http://en.wikipedia.org/wiki/Genocide, akses pada tanggal 24 September 2007, pukul 19.27 WIB.
20 Ibid.21 Diane F. Orentlicher, Genocide, loc.cit.
![Page 11: Tugas HI](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082503/55725c27497959da6be8bf19/html5/thumbnails/11.jpg)
Menurut Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of
Genocide (CPPCG), genosida didefinisikan sebagai :22
“…any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a
national, ethnical, racial or religious group, as such:
(a) Killing members of the group;
(b) Causing serious bodily or mental harm to members of the group;
(c) Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about
its physical destruction in whole or in part;
(d) Imposing measures intended to prevent births within the group;
(e) Forcibly transferring children of the group to another group.”
Oleh karena itu permasalahan perebutan daerah kekuasaan antara Georgia vs
russia ini harus dihentikan, karena kejahatan perang tersebut telah memakan ribuan
nyawa warga sipil. Pembantaian etnis di Ossetia Selatan dan Abkhazia ini bias
dikategorikan sebagai kejahatan perang, diskriminasi ras dan juga Genosida. Seperti
yang diketahui dari informasi media cetak dan elektronik setempat bahwa hampir
separuh dari penduduk asli disana menjadi korban militer dari peperanagan tersebut.
Oleh karenanya, PBB dan mahkamah internasional harus segera menanggapi
permasalahan ini. Dasar hukum yang mendasar yang bias digunakan adalah “Universal
Declaration Of Human Right” yang menyatakan menentang keras terhadap pelanggaran
HAM, pembunuhan, serta kejahatan perang yang harus segera diadili dan diselesaikan
masalahnya agar tidak banyak lagi korban yang ditimbulkan. Jika hukum internasional
itu benar-benar diyakini dan dihormati oleh bangsa tersebut, maka dengan segera
Georgia serta Russia itu akan menyepakati perjanjian genjatan senjata atau perjanjian
damai. Dalam hal ini PBB serta ICJ harus tegas member respond an tindakan.
22 Wikipedia, Genocide, loc.cit.