Download - tugas besar apk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menghadapi era perdagangan bebas serta krisis global yang
melanda dunia saat ini diharapkan perusahaan besar maupun kecil yang
berkecimpung di dunia industri terutama di Indonesia_ diperlukan kesiapan agar
mampu bersaing dengan industri-industri dari mata negara, baik dan segi
kualitas maupun kuantitas barang produksi. Untuk itu bagi setiap proses produksi
diperlukan adanya keefisienan dan keefektifan suatu sistem kerja. Hal ini sangat
mempengaruhi produktivitas suatu proses itu sendiri. Selain itu juga masalah
kepedulian kalangan industri terhadap masalah kesehatan/ kebersihan lingkungan kerja
serta keselamatan tenaga kerjanya harus diperhatikan.
Selain pemaharnan sumber daya manusia, kita juga bisa melihat sebuah hasil
penerapan sistem kerja yang berpengaruh pada hasil produksi sebuah pabrik. Dari sini
kita akan memahami bagaimana produktivitas dari sebuah pabrik. Produksi yang
bergantung pada efektifitas dan efisiensi sistem kerja.Keefektifan dan efisiensi dalam
pekerjaan sangat mempengaruhi produktivitas perusahaan itu sendiri. Pekerja
mengambil bagian pertama dalam melakukan prosesnya, karena efektif dan efisien
tidaknya suatu pekerjaan dapat kita lihat dari sebuah hasil yang tepat guna, tepat waktu
dan tepat sasaran. Hal inilah yang mendasar dari sebuah sistem kerja yang
efisien.adapun salah satu metode yang digunakan yaitu : metode pengukuran langsung
mengunakan jam henti (stopwatch time study).
1.2 Objek Penelitian
Objek penelitian tugas besar Analisis Pengukuran Kerja adalah PT. I J adalah suatu
perusahaan produsen handuk terpadu, yang memiliki kemampuan tinggi dalam
memproduksi berbagai jenis handuk, mulai dari handuk mandi, handuk tangan, handuk
muka, handuk pantai, keset lantai dan lain-lain, sebagai hasil keindahan dan prestise,
dengan spectrum produksi yang luas. PT.IJ yang berlokasi di jalan Pajajaran 14 no 62 RT
001/005 Dumpit Gandasari Jati
w-un g Tangerang — Banten Indonesia.
Pada awal berdirinya pada tahun 1962 PT.IJ berkedudukan dan berkantor pusat di
jl.kebayoran lama no.55 Palmerah Barat Jakarta.Namun, sehubungan dengan adanya
ekspansi perusahaan pada tahun 1991, maka PT. I J mengembangkan lokasi
kantor dan pabriknya ke Tangerang Banten.dengan menempati lahan area seluas
kurang lebih 241.647 m2 . Komplek pabrik di Dumpit Banten memiliki luas kurang
lebih 60 hektar
Sebagaimana telah diketahui pada tahun 1962 ketika PT.I J baru didirikan kegiatan
perusahaan dimulai dengan industri manufaktur pertenunan. Pada tahun 1970 merambah
sebagai agen untuk pendistribusian handuk mandi yang dimanufakturisasi secara lokal
oleh Hongkong — Indonesia melalui kerja sama aantar perusahaan.sampai pada tahun
1974 perusahaan mengalami peningkatan
tinggi akan permintaan dan penjualan handuk, dibandingkan dengan tingkat 7enjualan
pada industri tenun, maka pada tahun 1975 perusahaan mencoba untuk 71emulai
memproduksi handuk mandi.
Pada pertengahan waktu terjadi penurunan secara perlahan terandap
:astri penenuan dan hal itu telah mempengaruhi. Dan sementara itu bagian
dari mesin penenunan telah dijual secara bertahap. Dalam jangka waktu
dekat perusahaan akan memberhentikan produksi atas kain tenun dan
mengkhususkan dirinya pada industri manufaktur handuk mandi pada tingkat menengah ke
atas baik untuk pasar lokal Indonesia maupun ekspor keseluruh dunia. Hingga sampai
kini ada lebih dari 17 negara diantaranya : Kanada, USA, Amerika selatan, Inggris,
Belanda, Belgia, Prancis, Switzerland, Jerman, Italia, Timur tengah, Malaysia, Singapore,
Hongkong, Taiwan, Jepang, Australia, New Zealand, Polandia, Irlandia, Afrika selatan dan
Denmark.
Agar tetap bisa memimpin dalam persaingan, maka PT.IJ hams
menawarkan produk berkualitas tinggi kepada pasar sekaligus mengikuti trend Jan
perkembangan pasar dunia. Itulah sebabnya mengapa PT.IJ sangat
memperhatikan dalam penerapan kemajuan teknologi dan meningkatkan
kemampuan produksi paling mutakhir.Fasilitas produksi perusahaan terletak di Kabupaten
Tangerang, Jawa Barat tepatnya di Jatiuwung, Dumpit Gandasari, merupakan komplek
pabrik pemintalan, pertenunan dan produksi handuk di dalam satu lokasi. Dari tahun ke
tahun PT.IJ terus memperluas pabrik dengan mendatangkan mesin-mesin pemintal
canggih berkecepatan tinggi serta berbagai mesin tenun berteknologi modern.
Handuk produksi PT.IJ yang dipasarkan dengan merk TERRY PALMER yang telah
memperoleh pengakuan dari pelanggan di seluruh dunia.PT.IJ mengekspor sekitar
80% dan produksinya secara langsung kepada para pelanggan buyer diseluruh dunia.
Dengan dukungan profesionalisme para direksi, staf dan karyawannya yang handal,
menjadikan PT.IJ patner yang handal di dunia Industri tekstil.Sebagai produsen Handuk
dan bahan dasar tekstil yaitu benang (grey) yang :erpadu berskala besar dan tuntutan
kualitas prima serta layanan tepat waktu, maka PT. IJ melengkapi diri dengan fasilitas
dan peralatan modern.hal ini adalah untuk mendukung kemajuan perusahaan yang
signifikan. Selain ekspor, PT. I J juga memasarkan produknya di pasar lokal. Sumber
produk yang dipasarkan di pasr lokal ini adalah sisa ekspor. Sisa ekspor ini sendiri berasal
dan hasil produksi ekspor yang cacat tapi telah lobos QC dan juga berasal dari hasil
produksi ekspor dan bahan-bahan produksi yang berlebih.
Untuk bahan-bahan produksi yang berlebih biasanya dipakai untuk memproduksi keset
dan bathrove untuk dapat lebih jelasnya kita dapat melihat gambar 1. sebagai berikut :
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil survey yang telah kami lakukan di PT.IJ menghadapi beberapa
persoal an diantarannya mengenai kemampuan untuk memenuhi target produksi
terutama dari segi kualitas produk yang dihasilkan tepat waktu yang sudah dijadwalkan,
sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan. Oleh karena itu, kami
melakukan pengamatan pada bagian sewing dan sortir karena bagian tersebut belum pernah
dilakukan pengukuran kerja
1.4 Metode Penelitian
1.4.1 Metode Pengukuran Kerja Langsung
Penelitian kerja dan analisa metode kerja pada dasarnya akan memusatkan
perhatiaanya pada bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan. Dengan mengaplikasikan
prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam suatu sistem kerja, maka
akan diperoleh aternatif metode pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang
paling efektif dan efisien. Untuk menentukan metode pelaksanaan kerja yang efektif dan
efisien diperlukan waktu baku sebagai acuan pemilihan alternatif pemilihan metode
pelaksanaan kerja. Waktu baku sangat diperlukan dalam perencanaan kebutuhan tenaga
kerja, estimasi upah dan insentif untuk karyawan, penjadwalan produksi dan menngetahui
indikasi output yang mampu dihasilkan.
Teknik pengukuran waktu kerja dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu metode pengukuran
langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dilakukan
dengan melakukan pengukuran oleh pengamat langsung di tempat dimana pekerjaan
tersebut berlangsung. Metode-metode yang termasuk teknik pengukuran langsung adalah
metode jam henti (stopwatch time study) dan metode sampling kerja. Sedangkan metode
pengukuran tidak langsung dilakukan oleh pengamat tanpa harus berada di tempat
pekerjaan yang diukur berlangsung, biasanya menggunakan data sekunder berupa tabel
waktu untuk tiap elemen pekerjaan. Metode-metode yang termasuk teknik pengukuran
tidak langsung adalah metode standar data/formula, metode analisa regrasi dan metode
data waktu gerakan (predetermined motion time system).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran langsung
dengan metode jam henti (stopwatch time study). Langkah-langkah yang harus
diakukan dalam metode jam henti antara lain :
1. Persiapan
Pada tahap ini, dilakukan penentuan tujuan pengukuran, pemilihan dan
pendefinisian pekerjaan yang akan diamati dan diukur, mencatat semua informasi
yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan diamati seperti lay-out dan
karakteristik mesin atau prosesnya.
2. Elemental Breakdown
Pada tahap ini, dilakukan pemecahan suatu pekerjaan menjadi elemen-elemen
kerja untuk mempermudah pengukuran waktu kerja.
3. Pengamatan dan Pengukuran
Pada tahap ini, dilakukan pengamatan dan pengukuran waktu kerja sejumlah N
pengamatan pada setiap siklus/elemen kerja. Setelah itu, menetapkan
performance rating dari kegiatan yang dilakukan oleh operator.
4. Uji Keseragaman dan Uji Kecukupan Data
Setelah melakukan pengamatan dan pengukuran waktu kerja, data hasil
pengukuran di uji keseragaman dan kecukupan data untuk menguji kelayakan
data untuk diolah. Uji keseragaman data dilakukan untuk melihat pola sebaran
data. Data yang diinginkan adalah data yang mempunyai pola random atau acak
sehingga data yang diolah dapat bersifat independen. Selain itu, uji keseragaman
juga mengeliminir data-data yang ekstrim dengan menetapkan batas kendali atas
dan batas kendali bawah. Nilai batas kendalinya dirumuskan dengan :
apabila terdapat data yangterletak diluar batas kendali, maka data tersebut
dianggap sebagai data ekstrim dan tidak dapat diikut sertakan dalam perhitungan
(data dibuang). Uji kecukupan data bertujuan untuk mebguji apakah jumlah data
yang diambil cukup untuk diolah berdasarkan tingkat kepercayaan. Uji
kecukupan data dihitung dengan rumus :
Apabila data tidak cukup, dilakukan pengukuran waktu kembali untuk menambah
data. Setelah cukup, data diolah untuk memperoleh waktu observasi rata-rata.
5. Menghitung Waktu Normal
Pada tahap ini, dilakukan penghitungan waktu normal dengan mengalikan waktu
observasi rata-rata dengan performance rating.
Performance rating merupakan tingkat kewajaran atau kenormalan operator
selama melakukan pekerjaan. Apabila operator bekerja lebih lambat dari waktu
normalnya, rating factor-nya bernilai p<1. sedangkan apabila operator bekerja
lebih cepat dari waktu normalnya, rating factor-nya bernilai p>1.
6. Menghitung Waktu Baku dan Output Standar
Setelah menghitung waktu normal, dilakukan penghitungan waktu baku dengan
menambahkan faktor kelonggaran (allowance) dan output standar.
Gambar 1.4 menunjukkan flowchart prosedur pengukuran kerja dengan metode jam henti
(stopwatch time study).
Gambar 1.4 Prosedure Stop Watch Time Study
Program Studi Teknik Industri Undip 1
BAB II
PENELITIAN
2.1 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
pada pengumpulan data dalam penyusunan laporan ini, diambil data berupa data
primer.Pada data primer diperoleh dan hasil pengamatan langsung di area pabrik pada
bagian sewing dan sortir untuk produk handuk,seperti data pengamatan pengukuran
individu pekerja,stopwatch time study.Berikut adalah pengumpulan data yag diambil
dengan observasi waktu kerja pada bagian sortir, untuk menentukan waktu standard,
terlebih dahulu dilakukan pengambilan waktu untuk masing-masing elemen kerja.
Elemen kerja pada bagian sewing (jahitan) adalah :
1. Menjahit terlebih dahulu sedikit pinggiran handuk
2. Menempelkan lebel
3. Menjahit keseluruhan
Elemen kerja pada bagian sortir adalah antara
4. Mengambil handuk
5. Memeriksa cacat
6. Melipat
Data pengukuran waktu pada departemen sewing dimana pengukuran yang
dilakukan yaitu pada handuk berukuran 70 x 140 dengan operator bernama Nuryani 26
tahun.
Program Studi Teknik Industri Undip 2
Tabel 2.1 Data Waktu Elemen Kerja 1,2,3 Pada Bagian Sewing
Pengamatan Ke-
Waktu (Detik)Elemen Kerja
1 2 3
1 2,3 2,2 4,32 3,2 2,4 4,33 3,2 2,4 4,24 2,2 2,4 55 3,4 2,2 4,26 3,7 2,6 4,27 3 2,1 4,78 2,4 3,4 49 2,8 3,3 4,510 3,1 2,9 5,111 2,5 2,4 512 2,5 3,3 4,513 2,4 2,2 414 2,1 2,2 4,515 2,4 3,3 4,3
Total waktu 42,2 41,3 69,8rata-rata 2,813 2,753 4,653
stdv 0,488 0,481 0,354
Program Studi Teknik Industri Undip 3
2.2 Pengolahan Data
Pada bagian ini akan di bahas mengenai perhitungan uji antara lain uji
keseragaman, uji kecukupan, penentuan waktu bakunya.
2.2.1 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data
Elemen Kerja 1 : Menjahit terlebih dahulu sedikit pinggiran handuk
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.2 Uji Keseragaman Elemen Kerja 1
Waktu Pengamatan BKA BKB average_
2.30 4.28 1.35 2.81
3.20 4.28 1.35 2.81
3.20 4.28 1.35 2.81
2.20 4.28 1.35 2.81
3.40 4.28 1.35 2.81
3.70 4.28 1.35 2.81
3.00 4.28 1.35 2.81
2.40 4.28 1.35 2.81
2.80 4.28 1.35 2.81
3.10 4.28 1.35 2.81
2.50 4.28 1.35 2.81
2.50 4.28 1.35 2.81
2.40 4.28 1.35 2.81
2.10 4.28 1.35 2.81
2.40 4.28 1.35 2.81
( ) =
Program Studi Teknik Industri Undip 4
Standar Deviasi
BKA
= 4.28
BKB
= 1.35
Gambar 2.1 Uji Keseragaman Elemen Kerja 1
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 68% dan derajat ketelitian 32%.
= 0.536
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah mencukupi
dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Program Studi Teknik Industri Undip 5
Elemen Kerja 2 : Me ne m p e l kan L e b e l
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.2 Uji Keseragaman Elemen Kerja 1
Waktu Pengamatan BKA BKB average_
2.30 4.28 1.35 2.81
3.20 4.28 1.35 2.81
3.20 4.28 1.35 2.81
2.20 4.28 1.35 2.81
3.40 4.28 1.35 2.81
3.70 4.28 1.35 2.81
3.00 4.28 1.35 2.81
2.40 4.28 1.35 2.81
2.80 4.28 1.35 2.81
3.10 4.28 1.35 2.81
2.50 4.28 1.35 2.81
2.50 4.28 1.35 2.81
2.40 4.28 1.35 2.81
2.10 4.28 1.35 2.81
2.40 4.28 1.35 2.81
( ) =
Standar Deviasi
BKA
= 4.28
Program Studi Teknik Industri Undip 6
BKB
= 1.35
Gambar 2.1 Uji Keseragaman Elemen Kerja 1
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 68% dan derajat ketelitian 32%.
= 0.536
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah mencukupi
dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Program Studi Teknik Industri Undip 7
1. Perakitan Meja Atas
Operasi : Menggabungkan plat meja atas dan penyangga.
Waktu : Pengukuran waktu dilakukan 15 kali
Tabel 2.5 Waktu Proses Perakitan Meja Atas
No. Waktu Detik No. Waktu Detik1 4.49 289 9 5.04 3042 5.13 313 10 5.12 3123 4.59 299 11 4.55 2954 4.57 297 12 4.42 2825 5.09 309 13 4.59 2996 4.56 296 14 5.02 3027 5.11 311 15 5.07 3078 5.16 316
2. Perakitan Meja Bawah dan Tangki
Operasi : Menggabungkan plat meja bawah dan tangki bahan bakar.
Waktu : Pengukuran waktu dilakukan 15 kali
Tabel 2.6 Waktu Proses Perakitan Meja Bawah dan Tangki
No. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.01 61 9 0.56 562 0.58 58 10 1.06 663 1.05 65 11 0.53 534 1.10 70 12 0.57 575 0.59 59 13 1.03 636 0.50 50 14 0.58 587 1.07 67 15 1.06 668 1.07 67
3. Perakitan Rangka Kompor
Operasi : Menggabungkan meja atas, kaki kompor dan meja bawah.
Waktu : Pengukuran waktu dilakukan 15 kali
Program Studi Teknik Industri Undip 8
Tabel 2.7 Waktu Proses Perakitan Rangka Kompor
No. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.01 61 9 0.56 562 0.58 58 10 1.06 663 1.05 65 11 0.53 534 1.10 70 12 0.57 575 0.59 59 13 1.03 636 0.50 50 14 0.58 587 1.07 67 15 1.06 668 1.07 67
4. Perakitan Kompor
Operasi : Menggabungkan piringan kompor, rangka kompor dan sarangan kompor.
Waktu : Pengukuran waktu dilakukan 15 kali
Tabel 2.8 Waktu Proses Perakitan Kompor
No. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.00 60 9 1.08 682 1.03 63 10 1.01 613 0.59 59 11 1.00 604 1.06 66 12 1.05 655 1.02 62 13 1.06 666 1.02 62 14 1.04 647 1.03 63 15 1.01 618 0.58 58
2.2.2 Presendence Diagram
Setelah menentukan proses-proses yang terlibat dalam perakitan kompor, kita dapat
menentukan diagram alir (urutan) perakitan kompor dalam bentuk precendence diagram seperti
yang digambarkan pada Tabel 2.9 dan Gambar 2.11.
Tabel 2.9 Hubungan Antar Proses
Proses Deskripsi Predecessor1. Perakitan Tempat Sumbu Atas -2. Perakitan Tempat Sumbu Bawah -
Program Studi Teknik Industri Undip 9
3. Perakitan Piringan Kompor 1, 24. Perakitan Sarangan dan Kerodong Kompor -5. Perakitan Meja Atas -6. Perakitan Meja Bawah dan Tangki -7. Perakitan Rangka Kompor 5, 68. Perakitan Kompor 3, 4, 7
Gambar 2.11 Precendence Diagram Perakitan Kompor
2.1 Metode Pengukuran Kerja Langsung
2.3.1 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data
Tempat Sumbu Atas
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.10 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Tempat Sumbu AtasNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 5.54 354 9 6.21 3812 5.58 358 10 6.22 3823 6.10 370 11 5.51 3514 6.20 380 12 6.06 3665 5.36 336 13 5.55 3556 6.14 374 14 5.59 359
Program Studi Teknik Industri Undip 10
7 5.46 346 15 6.14 3748 5.57 357
( )=
Standar Deviasi
BKA
BKB
Grafik Uji KeseragamanTempat Sumbu Atas
300
320340
360
380400
420
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.12 Uji Keseragaman Tempat Sumbu Atas
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 2.15301
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Tempat Sumbu Bawah
Program Studi Teknik Industri Undip 11
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.11 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Tempat Sumbu BawahNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 5.36 336 9 6.11 3712 5.58 358 10 5.32 3323 5.29 329 11 6.03 3634 5.32 332 12 6.05 3655 5.45 345 13 5.59 3596 6.01 361 14 5.48 3487 5.47 347 15 5.54 3548 5.51 351
( ) =
Standar Deviasi
BKA
BKB
Grafik Uji KeseragamanTempat Sumbu Bawah
300
320
340
360
380
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.13 Uji Keseragaman Tempat Sumbu Bawah
Program Studi Teknik Industri Undip 12
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 2.124629
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Piringan Kompor
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.12 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Piringan KomporNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 24.36 1476 9 25.01 15012 23.45 1425 10 23.57 14373 25.01 1501 11 24.28 14684 24.56 1496 12 24.49 14895 23.41 1421 13 25.04 15046 24.59 1499 14 23.33 14137 23.42 1422 15 24.38 14788 25.06 1506
( ) =
Standar Deviasi
BKA
BKB
Program Studi Teknik Industri Undip 13
Grafik Uji KeseragamanPiringan Kompor
12501300135014001450150015501600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.14 Uji Keseragaman Piringan Kompor
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 0.860533
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Sarangan dan Kerodong
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.13 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Sarangan dan KerodongNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.51 111 9 1.56 1162 1.30 90 10 1.30 903 1.45 105 11 1.41 1014 1.42 102 12 1.44 1045 1.36 96 13 1.51 1116 1.49 109 14 1.36 967 1.32 92 15 1.37 978 1.35 95
( ) =
Program Studi Teknik Industri Undip 14
Standar Deviasi
BKA
BKB
Grafik Uji KeseragamanSarangan dan Kerodong
60708090100110120130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.15 Uji Keseragaman Sarangan dan Kerodong
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 9.829102
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Meja Atas
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.14 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Meja AtasNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 4.49 289 9 5.04 3042 5.13 313 10 5.12 3123 4.59 299 11 4.55 2954 4.57 297 12 4.42 2825 5.09 309 13 4.59 299
Program Studi Teknik Industri Undip 15
6 4.56 296 14 5.02 3027 5.11 311 15 5.07 3078 5.16 316
( ) =
Standar Deviasi
BKA
BKB
Grafik Uji KeseragamanMeja Atas
250
270
290
310
330
350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.16 Uji Keseragaman Meja Atas
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 1.488089
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Program Studi Teknik Industri Undip 16
Meja Bawah dan Tangki
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.15 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Meja Bawah dan TangkiNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.01 61 9 0.56 562 0.58 58 10 1.06 663 1.05 65 11 0.53 534 1.10 70 12 0.57 575 0.59 59 13 1.03 636 0.50 50 14 0.58 587 1.07 67 15 1.06 668 1.07 67
( ) =
Standar Deviasi
BKA
BKB
Grafik Uji KeseragamanMeja Bawah dan Tangki
30405060708090100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.17 Uji Keseragaman Meja Bawah dan Tangki
Program Studi Teknik Industri Undip 17
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 13,470
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Rangka Kompor
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.16 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Rangka KomporNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.01 61 9 0.56 562 0.58 58 10 1.06 663 1.05 65 11 0.53 534 1.10 70 12 0.57 575 0.59 59 13 1.03 636 0.50 50 14 0.58 587 1.07 67 15 1.06 668 1.07 67
( ) =
Standar Deviasi
BKA
BKB
Program Studi Teknik Industri Undip 18
Grafik Uji KeseragamanRangka Kompor
708090100110120130140150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wak
tu (
Det
ik)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.18 Uji Keseragaman rangka Kompor
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 12,501
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat sudah
mencukupi dan tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
Kompor
Uji Keseragaman Data
Tabel 2.17 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data KomporNo. Waktu Detik No. Waktu Detik1 1.00 60 9 1.08 682 1.03 63 10 1.01 613 0.59 59 11 1.00 604 1.06 66 12 1.05 655 1.02 62 13 1.06 666 1.02 62 14 1.04 647 1.03 63 15 1.01 618 0.58 58
( )=
Program Studi Teknik Industri Undip 19
Standar Deviasi
BKA
BKB
Grafik Uji KeseragamanKompor
50
55
60
65
70
75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor Data
Wa
ktu
(D
eti
k)
waktu rata-rata BKA BKB
Gambar 2.19 Uji Keseragaman Kompor
Uji Kecukupan Data
Dalam pengamatan ini, digunakan derajat kebebasan 95% dan derajat ketelitian 5%.
= 3,102
Karena Nilai N’< N maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang didapat mencukupi dan
tidak perlu dilakukan pengambilan ulang.
2.3.2 Waktu Normal
Setelah menguji data hasil pengukuran, langkah selanjutnya adalah menentukan waktu
observasi rata-rata dan waktu normal. Waktu observasi rata-rata dari proses perakitan kompor
dapat dilihat pada Tabel 2.18 :
Tabel 2.18 Waktu Observasi Rata-Rata
ProsesWaktu Observasi
Rata-Rata1 362.87 detik
Program Studi Teknik Industri Undip 20
2 350.07 detik3 1469.07 detik4 101.00 detik5 302.07 detik6 61.07 detik7 110.27 detik8 62.53 detik
Dari waktu observasi rata-rata diatas, dapat diperoleh waktu normal dengan rumus di bawah
ini
dimana rating factor diasumsikan sebesar 100% atau operator bekerja sesuai dengan waktu
normalnya. Sehingga didapat waktu normal adalah (Tabel 2.19):
Tabel 2.19 Waktu Normal
ProsesWaktu
Rata-RataRating Factor
Performance Rating
Waktu Normal
1 362.87 detik 100 % 1.00 362.87 detik2 350.07 detik 100 % 1.00 350.07 detik3 1469.07 detik 100 % 1.00 1469.07 detik4 101.00 detik 100 % 1.00 101.00 detik5 302.07 detik 100 % 1.00 302.07 detik6 61.07 detik 100 % 1.00 61.07 detik7 110.27 detik 100 % 1.00 110.27 detik8 62.53 detik 100 % 1.00 62.53 detik
2.3.3 Waktu Baku
Waktu baku diperoleh dari waktu normal dan kelonggaran (allowance) dan dirumuskan
sebagai
dimana persentase kelonggaran diasumsikan sebesar 15 %, sehingga waktu baku untuk setiap
proses dapat dilihat pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20 Waktu Baku
Proses Waktu Normal % Allowance Waktu BakuWaktu Baku Pembulatan
1 362.87 detik 15 % 426.90 detik 427 detik2 350.07 detik 15 % 411.84 detik 412 detik3 1469.07 detik 15 % 1728.31 detik 1728 detik4 101.00 detik 15 % 118.82 detik 119 detik5 302.07 detik 15 % 355.37 detik 355 detik6 61.07 detik 15 % 71.84 detik 72 detik7 110.27 detik 15 % 129.73 detik 130 detik
Program Studi Teknik Industri Undip 21
8 62.53 detik 15 % 73.56 detik 74 detik
2.2 Metode Line Balancing
2.2.1 Waktu Silklus (Tc)
Gambar 2.20 Precendence Diagram dengan Waktu Baku
Dari Gambar 2.20 dan waktu baku per proses kerja yang telah didapat, dapat diketahui bahwa
waktu siklus (Tc) lintasan produksi perakitan kompor adalah 1728 detik pada proses perakitan
piringan kompor (proses 3).
2.2.2 Balance Delay Awal
Desain awal lintasan perakitan kompor terdiri dari 8 proses dimana belum ada
pengelompokan proses kerja menjadi beberapa stasiun kerja. Ukuran kinerja lintasan perakitan
kompor awal adalah sebagai berikut.
Balance Delay Proses
1. Perakitan Tempat Sumbu Atas
2. Perakitan Tempat Sumbu Bawah
3. Perakitan Piringan Kompor
Program Studi Teknik Industri Undip 22
4. Perakitan Sarangan dan Kerodong Kompor
5. Perakitan Meja Atas
6. Perakitan Meja Bawah dan Tangki
7. Perakitan Rangka Kompor
8. Perakitan Kompor
Balance Delay Lintasan
Efisiensi Lintasan
Program Studi Teknik Industri Undip 23
2.2.3 Desain Stasiun Kerja
1. Alternatif 1
Alternatif pertama adalah mengelompokan proses kerja yang ada menjadi beberapa stasiun
kerja dengan metode Largest Candidate Rangking (LCR). Pada metode LCR, pengelompokan
dilakukan dengan melakukan rangking terhadap proses-proses kerja berdasarkan waktu
proses terlama. Untuk melakukan pengelompokan stasiun kerja, terlebih dahulu harus
menghitung jumlah stasiun kerja minimal untuk penyeimbangan lintasan produksi perakitan
kompor, yaitu :
Setelah menentukan jumlah stasiun kerja minimal, proses kerja kemudian dirangking
berdasarkan waktu prosesnya dan dikelompokkan menjadi beberapa stasiun kerja. Hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 2.21 dan 2.22 dan Gambar 2.21.
Tabel 2.21 Rangking LCR Alternatif 1
Proses Waktu Proses Rank1 427 detik 22 412 detik 33 1728 detik 14 119 detik 65 355 detik 46 72 detik 87 130 detik 58 74 detik 7
Tabel 2.22 Pengelompokan Stasiun dengan Metode LCR Alternatif 1
Stasiun Proses Waktu Proses Waktu Stasiun Kerja
SK 1
1 427 detik
1515 detik
2 412 detik5 355 detik7 130 detik4 119 detik6 72 detik
Program Studi Teknik Industri Undip 24
SK 2 3 1728 detik 1728 detikSK 3 8 74 detik 74 detik
Gambar 2.21 Desain Stasiun Kerja Alternatif 1
2. Alternatif 2
Alternatif kedua adalah melakukan pembagian atau pemecahan proses yang memiliki waktu
proses terpanjang, yaitu proses perakitan piringan kompor (proses 3) menjadi 2 proses, yaitu
proses (3-1) dan proses (3-2) dengan waktu proses (3-1) dan (3-2) sebesar 864 detik.
Sehingga jumlah proses pada lintasan perakitan kompor menjadi berjumlah 9 proses dan
waktu siklusnya menjadi 864 detik. Dengan demikian jumlah stasiun kerja minimalnya adalah
Setelah menentukan jumlah stasiun kerja minimal, pengelompokan stasiun kerja dilakukan
dengan metode Largest Candidate Rangking (LCR). Hasil pengelompokkan stasiun kerja
dapat dilihat pada Tabel 2.23 dan 2.24 dan Gambar 2.22.
Tabel 2.23 Rangking LCR Alternatif 2
Proses Waktu Proses Rank1 427 detik 3
Program Studi Teknik Industri Undip 25
2 412 detik 43-1 864 detik 23-2 864 detik 14 119 detik 75 355 detik 56 72 detik 97 130 detik 68 74 detik 8
Tabel 2.24 Pengelompokan Stasiun dengan Metode LCR Alternatif 2
Stasiun Proses Waktu Proses Waktu Stasiun Kerja
SK 11 427 detik
839 detik2 412 detik
SK 2 3-1 864 detik 864 detikSK 3 3-1 864 detik 864 detik
SK 4
5 355 detik
750 detik7 130 detik4 119 detik 86 74 detik
72 detik
Gambar 2.22 Desain Stasiun Kerja Alternatif 2
3. Alternatif 3
Alternatif 3 juga membagi proses 3 (perakitan piringan kompor) menjadi proses (3-1) dan
proses (3-2) sehingga waktu siklusnya menjadi 864 detik dan jumlah stasiun kerja
minimalnya 4 stasiun kerja. Pada alternatif 3, pengelompokan proses menjadi beberapa
Program Studi Teknik Industri Undip 26
stasiun kerja dilakukan berdasarkan kemiripan proses dan waktu siklus. Pengelompokan
stasiun kerja pada alternatif 3 dapat dilihat pada Tabel 2.25 dan Gambar 2.23.
Tabel 2.25 Pengelompokan Stasiun Alternatif 3
Stasiun Deskripsi Proses Waktu Proses Waktu Stasiun Kerja
SK 1Tempat Sumbu Atas 427 detik
839 detikTempat Sumbu Bawah 412 detik
SK 2 Piringan Kompor 1 864 detik 864 detikSK 3 Piringan Kompor 2 864 detik 864 detik
SK 4Meja Atas 355 detik
557 detikMeja Bawah dan Tangki 72 detikRangka Kompor 130 detik
SK 5Sarangan dan Kerodong 119 detik
193 detikKompor Jadi 74 detik
Gambar 2.23 Desain Stasiun Kerja Alternatif 3
2.2.4 Balance Delay Akhir dan Efisiensi Lintasan
Setelah melakukan pengelompokan proses kerja, langkah selanjutnya adalah menghitung
balance delay dan efisiensi lintasan. Perhitungan balance delay akhir dan efisiensi lintasan untuk
masing-masing alternatif dapat dilihat dibawah ini.
1. Alternatif 1
Balance Delay Stasiun Kerja
Program Studi Teknik Industri Undip 27
SK 1
SK 2
SK 3
Balance Delay Lintasan
Efisiensi Lintasan
2. Alternatif 2
Balance Delay Stasiun Kerja
SK 1
SK 2
Program Studi Teknik Industri Undip 28
SK 3
SK 4
Balance Delay Lintasan
Efisiensi Lintasan
3. Alternatif 3
Balance Delay Stasiun Kerja
SK 1
SK 2
SK 3
Program Studi Teknik Industri Undip 29
SK 4
SK 5
Balance Delay Lintasan
Efisiensi Lintasan
Tabel 2.26 Kinerja Lintasan
Kinerja Lintasan Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3Jumlah Stasiun Kerja (N) 3 SK 4 SK 5 SKJumlah Balance Delay Stasiun 1867 detik 139 detik 1003 detikBalance Delay Lintasan 36,02 % 4,02 % 23,22 %Efisiensi Lintasan 63,99 % 95,98 % 76,78 %
2.3 Pembahasan dan Analisa
2.3.1 Metode Pengukuran Waktu Kerja
1. Pengamatan
Tahap pengamatan dilakukan dengan mengamati proses perakitan kompor dari
komponen-komponen terpisah menjadi sub-rakitan, rakitan dan barang jadi. Setelah
dilakukan pengamatan serta wawancara terhadap operator, maka operasi perakitan kompor
terbagi menjadi 8 proses perakitan, yaitu :
1. Perakitan Tempat Sumbu Atas
2. Perakitan Tempat Sumbu Bawah
3. Perakitan Piringan Kompor
Program Studi Teknik Industri Undip 30
4. Perakitan Sarangan dan Kerodong Kompor
5. Perakitan Meja Atas
6. Perakitan Meja Bawah dan Tangki
7. Perakitan Rangka Kompor
8. Perakitan Kompor
Komponen-komponen yang terlibat dalam proses perakitan kompor ini antara lain:
1. Pipa sumbu, terdiri dari 3 ukuran; kecil, sedang, besar.
2. Lingkar sumbu atas dan lingkar sumbu bawah.
3. Plat piringan kompor
4. Tuas pengatur api
5. Sarangan dan kerodong
6. Plat meja atas dan plat meja bawah
7. Penyangga wadah masak
8. Tangki kompor
9. Kaki kompor
Sub-rakitan dan rakitan yang terlibat dalam proses perakitan ini antara lain:
1. Sub-rakitan tempat sumbu atas
2. Sub-rakitan tempat sumbu bawah
3. Sub-rakitan meja atas
4. Sub-rakitan meja bawah
5. Rakitan piringan kompor
6. Rakitan sarangan dan kerodong
7. Rakitan rangka kompor
2. Pengukuran
Proses pengukuran kerja dilakukan berdasarkan pembagian proses pada tahap
pengamatan. Pada tahap pertama, dilakukan pengukuran waktu sebanyak 15 kali untuk setiap
prosesnya. Setelah itu, apabila data yang diperoleh tidak mencukupi dalam uji kecukupan,
akan dilakukan pengambilan data ulang sampai jumlah data dinyatakan cukup dalam uji
kecukupan data.
3. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data dilakukan dengan metode peta kendali. Peta kendali yang dipakai
memiliki batas kendali dimana batas 3-sigma tersebut merupakan batas tindakan.
Apabila terdapat data yang berada diluar kendali, maka data tersebut dianggap ekstrim dan
tidak dapat diikutkan dalam pengolahan data selanjutnya. Data ekstrim tersebut akan dibuang
dan akan dihitung kembali batas kendalinya. Dari data pengukuran waktu kerja pada 8 proses
Program Studi Teknik Industri Undip 31
perakitan kompor, tidak terdapat data ekstrim (diluar kendali) sehingga data dianggap
seragam.
4. Uji Kecukupan Data
Dalam uji kecukupan data, digunakan tingkat kepercayaan sebesar 95% dimana nilai k/s
untuk perhitungan N sebesar 40. Tingkat kepercayaan 95 % digunakan agar dapat
memperkecil penyimpangan dan meningkatkan keakuratan data hasil perhitungan dengan
error mendekati 5 %. Selain itu, data waktu yang diuji dianggap sebagai data yang cukup
sensitif dan dapat memberikan perngaruh yang signifikan terhadap perhitungan. Dari hasil uji
kecukupan data, diperoleh kesimpulan bahwa data cukup untuk diolah karena N hasil uji
besarnya lebi kecil dari jumlah pengukuran waktu, yaitu 15 kali.
5. Waktu Observasi Rata-Rata
Dari data hasil pengukuran diperoleh waktu observasi rata-rata dengan mencari rata-rata
waktu untuk tiap proses. Proses 3, yaitu perakitan piringan merupakan proses dengan waktu
kerja terlama karena pada proses ini terdiri dari tahap pemasangan sub-rakitan, pemasangan
pengatur sumbu dan penyesuaian pengatur sumbu agar api yang dihasilkan tidak terlau besar
atau terlalu kecil dan tidak ada kebocoran tempat sumbu yang dapat menyebabkan kompor
meledak. Sedangkan proses tercepat adalah proses 7 dan 8, yaitu perakitan sarangandan
kerodong dan penggabungan rakitan menjadi kompor. Proses ini hanya memasang rakitan dan
subrakitan tanpa tahap penyesuaian dan pengelingan.
6. Waktu Normal
Waktu observasi rata-rata akan diolah kembali untuk mendapatkan waktu normal kerja
berdasarkan performance rating operator saat pengukuran dan data bandingan, dengan rumus
Pada tahap ini, performance rating operator diasumsikan bernilai 100 % yang berarti operator
bekerja pada tingkat performa normal sehingga waktu normal akan sama dengan waktu
observasi rata-rata karena tidak adanya data historis yang dapat membandingkan waktu kerja
pengukuran dengan waktu kerja berdasarkan data historis tersebut (waktu normal kerja).
7. Waktu Baku
Waktu baku diperoleh dengan mengalikan waktu normal dengan faktor kelonggaran
(allowance) berdasarkan rumus
pada tahap ini, faktor kelonggaran diasumsikan sebesar 15 %. Asumsi ini diambil karena
Program Studi Teknik Industri Undip 32
lingkungan fisik kerja yang tidak mendukung (berantakan atau tidak rapi) sehingga
menganggu pemindahan material dan memerlukan banya elemen kerja “mencari”. Selain itu,
ruang produksi yang tidak teratur dan tidak adanya alur pemindahan material yang memadai
juga cukup mempengaruhi besarnya faktor kelonggara ini. Dari perhitungan diperoleh waktu
baku untuk tiap proses pada Tabel 2.27.
Tabel 2.27 Waktu Baku Tiap Proses
ProsesWaktu Baku Pembulatan
1 427 detik2 412 detik3 1728 detik4 119 detik5 355 detik6 72 detik7 130 detik8 74 detik
2.3.2 Metode Line Balancing
1. Kondisi Awal
Kondisi awal lantai produksi UKM “Dunia” hanya merupakan ruangan besar dengan
mesin dan material. Pada umumnya, kompor hanya akan dibuat apabila bahan baku atau
komponen penyusun kompor telah lengkap dan siap dirakit. Apabila terdapat pesanan dalam
jumlah besar, kebutuhan komponen yang tidak dapa dipenuhi dalam waktu singkat akan
disubkontrakan kepada UKM lain atau membeli komponen pada UKM lain. Karena kondisi
ini, maka proses produksi yang terlihat sebagai suatu urutan proses praktis hanya proses
perakitan. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa terkadang UKM kewalahan saat harus
memenuhi permintaan dalam jumlah besar. Untuk itu, kami mencoba membuat suatu desain
lantai produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas UKM dengan metode line
balancing.
Dari hasil perhitungan pada lintasan perakitan awal tanpa pengelompokan proses kerja
diperoleh nilai L (balance delay) sebesar 76,01%, efisiensi lintasan sebesar 23,99% dan waktu
siklus sebesar 1728 detik.
Waktu siklus
Waktu siklus adalah waktu proses terlama yang akan menentukan waktu pembuatan
produk. Apabila perbedaan antara waktu siklus dan waktu proses (stasiun kerja) yang
lain sangat besar, maka kemungkinan terjadinya penumpukan material (bottle neck)
pada stasiun kerja akan sangat besar karena waktu menganggur mesin dan waktu
menunggu material yang sangat besar sehingga lintasan akan menunggu proses terlama
selesai dikerjakan untuk melanjutkan produksinya. Hal ini juga dapat menyebabkan
Program Studi Teknik Industri Undip 33
jumlah buffer pada stasiun kerja tersebut menjadi sangat besar dan dapat menurunkan
efisiensi dan produktivitas lintasan produksi. Sedangkan apabila perbedaan antara
waktu siklus dan waktu proses (stasiun kerja) kecil, maka kemungkinan terjadinya
penumpukan material (bottle neck) pada stasiun kerja, waktu menganggur mesin dan
waktu menunggu material akan menjadi sangat kecil, jumlah buffer (WIP) menjai kecil
(mendekati nol) dan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas lintasan produksi.
Waktu siklus lintasan awal sangat besar, yaitu 1728 detik pada proses 3. Hal ini dapat
menyebabkan bottle neck atau penumpukan material pada proses 3 karena waktu proses
yang terlalu lama. Selain itu, waktu menganggur (idle time) pada proses 8 dan waktu
menunggu (waiting time) material dari proses 4 dan 7 akan menjadi sangat besar karena
proses selanjutnya (proses 8) akan berlanjut apabila material (WIP) dari proses 3 telah
selesai dibuat.
Balance delay (L)
Balance delay merupakan suatu besaran atau nilai yang menunjukkan persentase delay
(keterlambatan) atau perbedaan antara waktu siklus dengan waktu pada setiap stasiun
kerja di suatu lintasan produksi. Apabila nilai L sangat besar (mendekati 100%) maka
delay atau keterlambatan (Tc-Tsj) pada lintasan tersebut sangat besar. Keterlambatan
ini akan menimbulkan idle time, waiting time maupun bottle neck (penumpukan
material) yang cukup besar pada lintasan produksi. Namun apabila nilai L sangat kecil
(mendekati 0%) maka persentase keterlambatan akan sangat kecil sehingga idle time,
waiting time maupun bottle neck (penumpukan material) juga menjadi sagat kecil. Pada
kondisi awal, persentase keterlambatan (balance delay) cukup besar yaitu 76,01% dari
waktu total atau waktu total yang digunakan untuk proses produksinya hanya 23,99%.
Nilai ini mengindikasikan terjadinya penumpukan material (bottle neck) pada stasiun
kerja.
Efisiensi lintasan
Efisiensi lintasan adalah salah satu ukuran performansi suatu lintasan produksi. Apabila
nilainya besar (mendekati 100%), maka lintasan tersebut dapat dikatakan efisien karena
waktu yang tidak digunakan untuk proses produksi pada lintasan sangat kecil. Apabila
nilainya kecil (mendekati 0%), maka lintasan tersebut dapat dikatakan tidak efisien
karena waktu yang tidak digunakan untuk proses produksi pada lintasan cukup besar.
Efisiensi lintasan pada kondisi awal sangat rendah, yaitu 23,99% yang berarti bahwa
lintasan tersebut sangat efisien.
2. Alternatif 1
Pada alternatif pertama, proses produksi dikelompokan beberapa stasiun kerja dengan
metode Largest Candidate Rangking (LCR) berdasarkan precendence diagram dan waktu
Program Studi Teknik Industri Undip 34
siklus. Pada metode LCR, pengelompokan dilakukan dengan melakukan rangking terhadap
proses-proses kerja berdasarkan waktu prosesnya, kemudian stasiun kerja disusun berdasarkan
rangking tersebut. Waktu siklus yang digunakan adalah waktu proses 3, yaitu 1728 detik dan
jumlah stasiun kerja minimal adalah 2 stasiun kerja. Hasil desain stasiun kerjanya dapat dilihat
pada Gambar 2.24.
Gambar 2.24 Desain Stasiun Kerja Alternatif 1
Desain lintasan produksi ini terbagi menjadi 3 stasiun kerja, yaitu SK1, SK2 dan SK3.
SK1 terdiri dari proses 1, 2, 4, 5, 6, 7. SK2 terdiri dari proses 3 dan SK3 terdiri dari proses 8.
Pada alternatif 1 ini masih terjadi keterlambatan (delay) yang cukup besar akibat besarnya
perbedaan antara waktu siklus lintasan dan waktu proses pada masing-masing stasiun kerja.
Waktu siklus
Waktu siklus lintasan alternatif 1 masih sangat besar, yaitu 1728 detik, waktu proses
pada proses 3. Hal ini masih memungkinkan terjadinya bottle neck atau penumpukan
material, waiting time dan idle time yang besar karena perbedaan antara waktu siklus
dengan waktu proses pada masing-masing stasiun kerja masih cukup signifikan.
Balance delay (L)
Balance delay lintasan maupun stasiun kerja pada alternatif 1 ini masih cukup besar,
yaitu SK1 sebesar 213 detik, SK2 sebesar 0 detik, SK3 sebesar 1654 detik dan balance
delay lintasan sebesar 36,02%. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi antara lain
Program Studi Teknik Industri Undip 35
1) Bottle neck atau penumpukan material dan waiting time yang cukup besar dapat
terjadi pada SK2 karena perbedaan waktu proses yang cukup besar antara SK1
dan SK2, yaitu sebesar 213 detik.
2) Idle time yang sangat besar juga dapat terjadi pada SK3 karena perbedaan waktu
proses SK2 dan SK3 yang sangat besar, yaitu 1654 detik sehingga proses pada
SK3 akan selesai lebih dahulu daripada proses pada SK2 yang menyebabkan
operator dan mesin pada SK3 menganggur cukup lama.
Sedangkan delay secara keseluruhan sudah cukup baik, dapat diturunkan menjadi
36,02% dari waktu total, sehingga kemungkinan terjadinya bottle neck, waiting time
dan idle time menjadi lebih kecil dibandingkan kondisi awal.
Efisiensi lintasan
Efisiensi lintasan pada alternatif 1 juga dapat ditingkatkan menjadi 63,99% sehingga
dapat disimpulkan desain lintasan ini lebih efisien dari kondisi awal. Hal ini juga
menunjukkan jumlah delay yang lebih rendah dibandingkan kondisi awal.
Alternatif ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain :
1) Sumber daya yang diperlukan untuk penerapannya lebih sedikit, seperti tenaga kerja
dan mesin karena jumlah stasiun kerja yang lebih sedikit.
2) Penerapannya ke lantai produksi lebih mudah karena hanya mengatur ulang susunan
proses pada ruangan produksi.
Sedangkan kekurangan alternatif ini antara lain :
1) Keterlambatan atau delay lintasan yang masih cukup besar.
2) Kemungkinan terjadinya bottle neck, waiting time dan idle time yang cukup besar.
3) Waktu siklus yang cukup besar sehingga meningkatkan waktu produksi pada lintasan
serta menurunkan produktivitas dan output per harinya.
3. Alternatif 2
Pada alternatif kedua, dilakukan pembagian atau pemecahan proses yang memiliki waktu
proses terpanjang, yaitu proses perakitan piringan kompor (proses 3) menjadi 2 proses, yaitu
proses (3-1) dan proses (3-2) dengan waktu proses (3-1) dan (3-2) sebesar 864 detik. Proses
pemecahan ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1) Membagi elemen kerja pada proses 3 menjadi 2 bagian terpisah.
2) Menambah tenaga kerja dan mesin untuk mempercepat waktu proses pada proses 3.
Pemecahan proses 3 menyebabkan jumlah proses pada lintasan perakitan kompor menjadi 9
proses dan waktu siklusnya menjadi 864 detik sehingga jumlah stasiun kerja minimalnya
adalah 4 stasiun kerja. Pengelompokan stasiun kerja juga dilakukan dengan metode Largest
Candidate Rangking (LCR) berdasarkan precendence diagram dan waktu siklus Hasil desain
stasiun kerjanya dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Program Studi Teknik Industri Undip 36
Gambar 2.25 Desain Stasiun Kerja Alternatif 2
Desain lintasan produksi ini terbagi menjadi 4 stasiun kerja, yaitu SK1, SK2, SK3 dan
SK4. SK1 terdiri dari proses 1 dan 2. SK2 terdiri dari proses 3-1. SK3 terdiri dari proses 3-2.
SK4 terdiri dari proses 4, 5, 6, 7 dan 8. Pada alternatif 2 ini sudah mampu meminimalisasi
keterlambatan (delay), baik pada stasiun kerja maupun lintasan secara keseluruhan.
Waktu siklus
Waktu siklus lintasan alternatif 2 adalah 864 detik, yaitu waktu proses pada proses 3-1
dan 3-2. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan waktu produksi lintasan sehingga
meningkatan produktivitas dan jumlah output per harinya. Selain itu, penurunan waktu
siklus juga dapat meminimalisasi terjadinya bottle neck atau penumpukan material,
waiting time dan idle time pada lintasan produksi.
Balance delay (L)
Pada alternatif 2, balance delay lintasan maupun stasiun kerja menjadi cukup kecil,
yaitu SK1 sebesar 25 detik, SK2 dan SK3 sebesar 0 detik, SK4 sebesar 114 detik dan
balance delay lintasan sebesar 4,02%. Oleh karena itu, desain ini dinilai cukup baik
untuk diterapkan karena dapat meminimalkan persentase keterlambatan pada lintasan
sampai 4,02% dari waktu total. Selain itu, desain ini juga dapat menekan terjadinya
penumpukan material, waiting time dan idle time pada stasiun kerja dalam lintasan
produksi.
Efisiensi lintasan
Program Studi Teknik Industri Undip 37
Keterlambatan atau delay yang kecil pada lintasan dapat meningkatkan efisiensi
lintasan. Pada alternatif 2, efisiensi lintasan dapat ditingkatkan menjadi 95,98%
sehingga dapat disimpulkan desain lintasan ini lebih efisien dari kondisi awal dan
alternatif 1.
Alternatif ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain :
1) Meminimalkan keterlambatan (delay) pada lintasan dan meningkatkan efisiensi
lintasan.
2) Menekan terjadinya penumpukan material, waiting time dan idle time pada stasiun kerja
dalam lintasan produksi.
3) Menurunkan waktu produksi lintasan.
4) Meningkatkan produktivitas dan output lintasan.
5) Pekerjaan yang harus masing-masing operator pada setiap stasiun kerja tidak terlalu
banyak.
Sedangkan kekurangan alternatif ini antara lain :
1) Membutuhkan penambahan sumber daya produksi, baik tenaga kerja maupun mesin
produksi.
2) Membutuhkan lot produksi yang cukup besar agar dapat dibagi secara optimal pada
proses 3-1 dan 3-2.
3) Membutuhkan penataan dan peninjauan ulang luas ruangan produksi sehubungan
dengan penambahan proses kerja.
4. Alternatif 3
Pada alternatif ketiga, proses perakitan piringan kompor (proses 3) juga dibagi atau
dipecah menjadi 2 proses, yaitu proses (3-1) dan proses (3-2) seperti pada alternatif kedua.
Perbedaanya terletak pada cara pengelompokan stasiun kerja. Pengelompokan stasiun kerja
pada alternatif 3 dilakukan berdasarkan kemiripan proses produksi, precendence diagram dan
waktu siklus. Jadi, proses-proses yang terdapat dalam suatu stasiun kerja mempunyai
kemiripan karakteristik proses produksi. Hasil desain stasiun kerjanya dapat dilihat pada
Gambar 2.26.
Program Studi Teknik Industri Undip 38
Gambar 2.26 Desain Stasiun Kerja Alternatif 3
Desain lintasan produksi ini terbagi menjadi 5 stasiun kerja, yaitu SK1, SK2, SK3, SK4
dan SK5. SK1 terdiri dari proses 1 dan 2. SK2 terdiri dari proses 3-1. SK3 terdiri dari proses 3-
2. SK4 terdiri dari proses 5, 6 dan 7. SK5 terdiri dari proses4 dan 8. Pada alternatif ini,
keterlambatan (delay) mampu meminimalkan, baik pada stasiun kerja maupun lintasan secara
keseluruhan walaupun nilainya tidak sebaik alternatif 2.
Waktu siklus
Waktu siklus lintasan alternatif ini adalah 864 detik, yaitu waktu proses pada proses 3-1
dan 3-2. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan waktu produksi lintasan sehingga
meningkatan produktivitas dan jumlah output per harinya. Selain itu, penurunan waktu
siklus juga dapat meminimalisasi terjadinya bottle neck atau penumpukan material,
waiting time dan idle time pada lintasan produksi.
Balance delay (L)
Pada alternatif 3, balance delay lintasan maupun stasiun kerja menjadi cukup besar,
yaitu SK1 sebesar 25 detik, SK2 dan SK3 sebesar 0 detik, SK4 sebesar 307 detik, SK5
sebesar 671 detik dan balance delay lintasan sebesar 23,22%. Kemungkinan yang
mungkin terjadi adalah adanya waktu menganggur (idle time) yang cukup besar pada
Program Studi Teknik Industri Undip 39
SK4 dan SK5 karena perbedaan yang cukup besar antara waktu proses SK3, SK4 dan
SK5. Tetapi kemungkinan terjadinya penumpukan material dan adanya waktu
menunggu material yang besar sangat kecil karena perbedaan antara waktu stasiun kerja
terlama (SK2 dan SK3) dan waktu stasiun kerja sebelumnya (SK1) tidak terlalu besar.
Efisiensi lintasan
Pada alternatif 3, efisiensi lintasan dapat ditingkatkan sampai 76,78% atau persentase
keterlambatan (delay) sebesar 23,22% dari waktu total lintasan sehingga desain lintasan
ini dianggap lebih efisien dari kondisi awal dan alternatif 1 walaupun tidak sebaik
alternatif 2.
Alternatif ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain :
1) Meminimalkan keterlambatan (delay) pada lintasan dan meningkatkan efisiensi
lintasan.
2) Menekan terjadinya penumpukan material dan waiting time pada stasiun kerja dalam
lintasan produksi.
3) Menurunkan waktu produksi lintasan.
4) Meningkatkan produktivitas dan output lintasan.
5) Pekerjaan yang harus masing-masing operator pada setiap stasiun kerja tidak terlalu
banyak.
6) Pekerja dapat bekerja lebih cepat karena mengerjakan job yang memiliki kemiripan
proses produksi.
Sedangkan kekurangan alternatif ini antara lain :
1) Idle time atau waktu menganggu mesin pada SK4 dan SK5 cukup besar.
2) Membutuhkan penambahan sumber daya produksi yang cukup besar, baik tenaga kerja
maupun mesin produksi.
3) Membutuhkan lot produksi yang cukup besar agar dapat dibagi secara optimal pada
proses 3-1 dan 3-2.
4) Membutuhkan penataan ruang dan luas ruangan produksi yang cukup besar untuk
menempatkan kelima stasiun kerja.
2.3.3 Usulan Perbaikan
Dari pembahasan mengenai alternatif-alternatif perbaikan desain lintasan produksi yang
diuraikan diatas, kami memberikan rekomendasi atau usulan untuk menerapkan alternatif 2 pada
lantai produksi UKM “Dunia”. Pemilihan alternatif 2 didasari oleh beberapa alasan, antara lain :
1) Dapat meminimalkan keterlambatan atau delay pada lintasan produksi
Program Studi Teknik Industri Undip 40
2) Menekan terjadinya penumpukan material, waiting time dan idle time pada stasiun kerja
dalam lintasan produksi.
3) Menurunkan waktu produksi serta meningkatkan output dan produktivitas lintasan
produksi.
4) Perbedaan proses produksi pada setiap stasiun kerja tidak terlalu signifikan.
5) Beban pekerjaan operator tidak terlalu besar.
Untuk itu, kami memberikan beberapa usulan perbaikan dalam menerapkan desain terpilih
(alternatif 2), yaitu :
1) Melakukan pembagian atau pemecahan proses perakitan piringan kompor menjadi 2
proses dengan membagi elemen kerja pada proses perakitan piringan dan menambah
operator baru sehingga waktu prosesnya dapat diturunkan.
2) Mengelompokan proses-proses perakitan menjadi stasiun kerja sesuai dengan deskripsi
dan Gambar 2.27.
Proses pembuatan tempat sumbu atas (1) dan tempat sumbu bawah (2) menjadi
Stasiun Kerja 1 (SK1).
Proses perakitan awal piringan kompor (3-1) menjadi Stasiun Kerja 2 (SK2).
Proses perakitan akhir piringan kompor (3-2) menjadi Stasiun Kerja 3 (SK3).
Proses perakitan meja atas (5), perakitan meja bawah (6), perakitan rangka kompor
(7), perakitan sarangan dan kerodong (4) dan perakitan kompor (8).
Program Studi Teknik Industri Undip 41
Gambar 2.27 Usulan Desain Lintasan Produksi UKM “Dunia”
3) Mengatur aliran material, ruang kerja dan letak mesin dan material yang teratur sesuai
dengan desain layout ruang produksi di bawah ini sehingga dapat memudahkan operator
saat bekerja dan aliran material yang lebih teratur. Aliran materialnya dapat dilihat dengan
garis putus pada gambar layout.
Program Studi Teknik Industri Undip 42
Gambar 2.28 Layout Ruang Produksi UKM “Dunia”
Program Studi Teknik Industri Undip 43
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengumpulan data, pengolahan data serta pembahasan, dapat disimpulkan
beberapa hal berkaitan dengan upaya peningkatan produktivitas UKM, antara lain:
1) Salah satu perbaikan yang dapat dilakukan adalah penyeimbangan lintasan produksi (line
balancing).
2) Usulan perbaikan desain lintasan produksi di UKM ”Dunia” adalah melakukan pembagian atau
pemecahan proses perakitan piringan kompor menjadi 2 proses dengan membagi elemen kerja
pada proses perakitan piringan dan menambah operator baru sehingga waktu prosesnya dapat
diturunkan.
3) Mengatur desain lintasan produksinya dan mengelompokan proses-proses kerja menjadi beberapa
stasiun kerja seperti Gambar 2.27.
4) Mengatur aliran material, ruang kerja dan letak mesin dan material yang teratur sesuai dengan
desain layout ruang produksi pada Gambar 2.28 sehingga dapat memudahkan operator saat
bekerja dan aliran material yang lebih teratur.
3.2 Saran
1. Diharapkan adanya oenelitian serupa untuk meningkatkan produktivitas UKM dengan memberikan
masukan yang bermanfaat.
2. Diharapkan pengelola UKM dapa mempertimbangkan usulan-usulan yang diberikan agar dapat
meningkatkan kemampuan dan kinerja unit kerjanya.
3. Diharapkan pula bantuan dari pihak-pihak terkait dalam menjamin dan menopang kegiatan UKM di
Semarang khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Program Studi Teknik Industri Undip 44