TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN KERLING(Tor tambroides) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI JAMBAK
MEUREUBO KECAMATAN PANTE CEUREUMEN:PENDEKATAN HISTOLOGI
SKRIPSI
AGUSRIANA10C10432041
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2014
TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN KERLING(Tor tambroides) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI JAMBAK
MEUREUBO KECAMATAN PANTE CEUREUMEN:PENDEKATAN HISTOLOGI
HASIL PENELITIAN
AGUSRIANA10C10432041
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana PerikananPada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2014
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berubah dan
berkembang. Budidaya perikanan adalah salah satu sektor dalam bidang
perikanan selain penangkapan dan pengolahan. Budidaya perikanan merupakan
suatu kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) perairan di dalam suatu
lingkungan terkontrol (Effendi, 2004).
Di Indonesia tidak sedikit hewan air tawar, payau dan laut yang dikenal
sebagai komoditas ekonomis penting. Usaha budidaya perikanan sebenarnya
sudah dikenal sejak lama sejalan dengan kegiatan penangkapan dan pengumpulan
dialam. Hanya saja usaha budidaya perikanan saat itu masih sangat sederhana,
namun saat ini dengan kemajuan teknologi sudah mulai dilakukan pengembangan
berbagai sistem budidaya yang kesemuanya itu untuk menunjang keberhasilan
budidaya (Khordi, 2003).
Ikan Kerling merupakan salah satu ikan liar yang hidup di sungai jambak
meureubo yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir
ikan ini menjadi perhatian para peneliti dan dimasa mendatang diharapkan
menjadi salah satu komoditi yang berkontribusi untuk meningkatkan produksi
akuakultur. Permintaan daging ikan Kerling terus meningkat, walaupun harganya
sangat mahal. Sebaliknya aspek budidayanya belum berhasil dan bahkan belum
banyak diteliti. Oleh karena itu tingkat eksploitasinya di alam terus meningkat
yang berakibat pada semakin kritisnya populasi di habitat aslinya. Kottelat (1993)
2
dan Rupawan (1999) menyatakan bahwa ikan dari marga Tor termasuk jenis yang
terancam punah akibat penangkapan yang berlebihan dan kerusakan habitat
berupa penggundulan hutan.
Gonad adalah organ reproduksi yang terdapat dalam tubuh individu ikan,
pada ikan gonad berada disamping kiri dan kanan gelembung renang, dibawah
vertebrae dan diatas saluran pencernaan. Jumlahnya sepasang dan menggantung
pada selaput mesorchia dan mesovaria yaitu tergantung pada bentuk tubuh dan
rongga tubuh individu ikan itu sendiri. Pada spesies ikan dari ordo Siluriformes
memiliki bentuk testes yang berbeda dengan bentuk testes pada ikan dari ordo
Cypriniformes.
Peninjauan terhadap perkembangan gonad pada ikan dilakukan dari
berbagai aspek termasuk proses- proses yang terjadi didalam gonad baik terhadap
individu maupun populasi. Perkembangan gonad didalam tubuh ikan sangat
dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan juga kondisi
lingkungan seperti suhu, yaitu pada saat gonad sedang dalam proses
perkembangannya, sehingga mempelajari tahapan-tahapan perubahan
perkembangan gonad dari suatu spesies ikan sangat penting dalam mendalami
aspek biologi ikan. Dengan diketahuinya rekaman data tentang pentahapan testes
dan ovary pada individu ikan maka kita dapat membandingkan antara individu
ikan yang belum dewasa dengan yang sudah dewasa, antara individu yang sudah
matang gonad dengan yang belum matang gonad, antara individu yang belum
bereproduksi dengan yang sudah pernah bereproduksi, selain itu dapat diketahui
pada ukuran berapa individu dari spesies ikan itu pertama kali megalami matang
gonad dan mijah, untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad tersebut
3
secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan indeks
kematangan gonad, yaitu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan antara
berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonadnya.
Pengamatan tentang tahap- tahap kematangan gonad ikan dapat dilakukan
secara:
Morfologi
Histology
Cara histologi dilakukan di Laboratorium. Sedangkan cara morfologi dapat
dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Dari penelitian secara histologi akan
diketahui anatomi perkembangan gonad menjadi lebih jelas dan mendetail,
Sedangkan hasil pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail cara histologi
(Effendi, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
Kajian - kajian dasar tentang ikan apalagi ikan lokal yang berpotensi dan
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi yang kelestariannya mulai terancam
sangat diperlukan, ditambah lagi Indonesia mempunyai spesies air tawar yang
cukup tinggi namun belum begitu banyak yang diekspos. Dalam kaitannya dengan
pengembangbiakan ikan (budidaya ataupun ikan liar) kendala yang sering muncul
dalam prakteknya adalah terhambatnya perkembangan gonad.
Kemudian dalam menghadapi tuntutan akuakultur kedepannya, dimana
produksi tidak lagi bergantung pada alam, maka kajian reproduksi mutlak
diperlukan. Zairin (2003) menyebutkan bahwa kegiatan budidaya ikan tidak
terlepas dari suplai benih baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas, untuk
4
mencapai hal tersebut kontrol terhadap siklus reproduksi ikan dalam sistem
budidaya sangat diperlukan.
Disisi lain, tingginya tingkat pemanfaatan ikan dari perairan umum
dikhawatirkan akan menyebabkan kepunahan populasi sedangkan kestabilan
populasi sangat ditentukan oleh siklus reproduksi untuk melestarikan
keturunannya.
Mengingat tingginya permintaan dan makin kritisnya populasi di alam
serta belum ada kegiatan budidaya ikan Kerling, maka dilakukan penelitian yang
mengarah pada upaya pemanfaatan secara berkelanjutan melalui proses
domestikasi. Untuk mencapai keberhasilan proses domestikasi diperlukan data
dasar di antaranya aspek biologi.
Pengelolaan terhadap ikan Kerling (Tor tambroides) dapat dilihat dari
beberapa aspek seperti pertumbuhan, reproduksi, genetik, makanan, pola migrasi,
dan lain-lain. Namun, penelitian ini difokuskan untuk menelaah Tingkat
Kematangan Gonad Ikan Kerling dengan pendekatan histologi.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kematangan gonad ikan Kerling
jantan yaitu dengan melihat anatomi gonadnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Penulis mengetahui Tingkat Kematangan Gonad Pada Ikan Kerling Secara
Histologis dan juga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pendekatan dalam
usaha budidaya ikan ini serta sebagai dasar strategi konservasi sumberdaya
perairan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Kerling (Tor tambroides)
Ikan Kerling merupakan salah satu ikan air tawar yang ada di Aceh Barat
khususnya di Daerah Aliran Sungai Jambak Meureubo Kecamatan Pante
Ceureumen, Ikan Kerling memiliki daging yang tebal, rasanya enak, manis dan
kaya minyak ikan, serta harganya sangat mahal. Ukuran tubuh ikan kerling sangat
eksotik karena dapat mencapai di atas 30 kg dengan panjang tubuh lebih dari 1 m
(Smith, 1945).
Gambar 1. Ikan Kerling
Menurut (Rainboth, 1996) klasifikasi Ikan Kerling adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia, Phylum: Chordata, Class: Teleostomi, Superordo:
Ostariophysi, Ordo: Cypriniformes, Subordo: Cyprinoidei, Family: Cyprinidae,
Subfamily: Cyprininae, Genus: Tor, Spesies : Tor tambroides.
2.2 Habitat Ikan Kerling (Tor tambroides)
Habitat Ikan Kerling (Tor tambroides) dapat dideskripsikan sebagai
berikut: dasar perairan umumnya berupa batuan, substrat kerikil dan pasir, warna
air jernih, arus air lambat sampai deras, dan lingkungan sungai sebagian besar
6
berupa hutan primer. Kondisi perairan seperti diatas merupakan karakteristik dari
hulu sungai.
2.3 Aspek Reproduksi
2.3.1 Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahapan perkembangan gonad sebelum
dan sesudah ikan memijah. Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan
dengan cara histologis dan morfologi. Anatomi perkembangan gonad dapat
terlihat lebih jelas dan akurat dengan menggunakan pengamatan secara histologis
sedangkan dengan cara morfologi tidak terlihat lebih jelas. Namun cara morfologi
banyak dan mudah dilakukan dengan dasar mengamati morfologi gonad antara
lain ukuran panjang gonad, bentuk gonad, berat gonad, dan perkembangan isi
gonad (Effendie, 1997).
Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad berhubungan dengan
pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terutama
ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan pada saat pertama kali matang
gonad tidak selalu sama (Effendie, 1997). Perkembangan gonad dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor lingkungan dan hormon (Tang 2000). Adanya
kecenderungan semakin tinggi TKG maka kisaran panjang dan berat tubuh
semakin tinggi. Selain itu dijumpai pula ikan dengan ukuran kisaran panjang dan
berat yang sama tidak mempunyai TKG yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh
kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya ketersediaan
makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri (Syandri H
1996 dalam Yusnita & Arnentis 2002).
7
Menurut Effendie (2002) penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi
dan histologi. Penentuan secara morfologi dilihat dari bentuk, panjang dan warna,
serta perkembangan isi gonad. Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari
anatomi perkembangan gonadnya. Dalam proses reproduksi, awalnya ukuran
gonad kecil, kemudian membesar dan mencapai maksimal pada waktu akan
memijah, kemudian menurun kembali selama pemijahan berlangsung sampai
selesai.
Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan
ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan reproduksi.
Pengetahuan TKG ini juga akan didapatkan keterangan waktu ikan itu memijah,
baru memijah atau sudah selesai memijah. Dengan memperhatikan perkembangan
histologi gonadnya, akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan
mendetail (Effendie 2002).
Secara garis besar, perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin
dan selanjutnya adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai ikan
menetas hingga mencapai dewasa kelamin, dan tahap kedua dimulai setelah ikan
mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap
berjalan normal (Lagler et al., 1977). Lebih lanjut dikatakan bahwa kematangan
gonad pada ikan tertentu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor
dalam. Faktor luar antara lain dipengaruhi oleh suhu dan adanya lawan jenis,
faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur serta sifat-sifat fisiologi lainnya.
Ikan teleostei biasanya mempunyai sepasang ovarium yang merupakan organ
memanjang dan kompak, terdapat di dalam rongga perut, berisi oogonium, oosit
8
dengan sel-sel folikel yang mengitarinya, jaringan penunjang atau stroma,
jaringan pembuluh darah dan saraf (Nagahama, 1983).
Berdasarkan klasifikasi Wallace dan Selman (1981) pola perkembangan
oosit ikan teleostei dapat dibagi atas tiga tipe, pertama disebut tipe sinkronisme
total, yaitu semua oosit dalam ovarium dibentuk dalam waktu yang relatif sama.
Tipe ini ditemukan pada ikan-ikan yang mengalami migrasi (“katadromous” dan
“anadromous”). Tipe kedua, tipe sinkronisme kelompok. Pada tipe ini paling
sedikit terdapat dua populasi oosit pada suatu saat. Ketiga adalah asinkronisme,
yaitu oosit terdiri dari semua tingkat perkembangan. Tipe ini ditemukan pada ikan
yang memijah sepanjang tahun, misalnya pada beberapa jenis ikan tropis.
Setiap oosit selama permulaan perkembangannya dikelilingi oleh selapis
folikel. Dengan tumbuhnya oosit, sel-sel folikel membelah diri dan membentuk
suatu lapisan folikular yang kontinyu (lapisan granulosa). Secara bersamaan
dikelilingi bagian jaringan pengikat yang juga menjadi terorganisir membentuk
suatu lapisan luar yang berbeda dari penutup folikular yang disebut lapisan teka.
Dengan demikian oosit dikelilingi oleh dua lapisan utama, dibagian luar lapisan
teka dan dibagian dalam adalah lapisan granulose yang masing-masing dipisahkan
oleh membran. Sel teka mengandung fibroblas, jaringan kolagen dan kapiler darah
pada beberapa jenis ikan. Sel teka dan granulose berperan sebagai penghasil
steroid. Sel folikular pada pinggiran memainkan peranan penting dalam
inkoporasi material lipoprotein yang berasal dari hati ke dalam oosit. Pematangan
oosit dicirikan oleh pergerakan awal dari vesikula germinalis (germinal vesicle)
dan diakhiri dengan tahap pembelahan meiosis pertama (Takashima dan Hibiya).
9
2.3.2 Indeks Kematangan gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad atau bisa juga disebut “maturity” atau “Gonado
Somatic Index” merupakan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh
yang nilainya dinyatakan dalam persen. Pertambahan berat gonad akan semakin
bertambah dengan bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Berat gonad
akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah, kemudian menurun
dengan cepat selama pemijahan berlangsung hingga selesai (Effendie, 1997).
Perubahan IKG erat kaitannya dengan tahap perkembangan telur.
Umumnya gonad akan semakin bertambah berat dengan bertambahnya ukuran
gonad dan diameter telur. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan
dengan ikan jantan. Berat gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan
memijah dan nilai IKG akan mencapai maksimum pada kondisi tersebut
(Effendie, 1997).
2.3.3 Histologi
Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan secara
detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis.
Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. Cara pembuatan
sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan
dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang diambil kemudian
diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak akan rusak
(bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum
digunakan untuk jaringan hewan (termasuk manusia) adalah formalin (10%
formaldehida yang dilarutkan dalam air) dan larutan Bouin (Bavelander, 1998)
10
Sampel jaringan yang telah terfiksasi direndam dalam cairan etanol
(alkohol) bertingkat untuk proses menghilangkan air dalam jaringan (dehidrasi).
Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam toluena untuk menghilangkan alkohol
(dealkoholisasi). Langkah terakhir yang dilakukan adalah memasukkan sampel
jaringan ke dalam parafin panas yang menginfiltrasi jaringan (Panigoro, 2007).
Selama proses yang berlangsung selama 12-16 jam ini, jaringan yang
awalnya lembek akan menjadi keras sehingga lebih mudah dipotong
menggunakan mikrotom. Pemotongan dengan mikrotom ini akan menghasilkan
lapisan dengan ketebalan 5 mikrometer. Lapisan ini kemudian diletakkan di atas
kaca objek untuk diwarnai. Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan
ketebalan 5 mikrometer akan terlihat transparan meskipun di bawah mikroskop.
Pewarna yang biasa digunakan adalah hematoxylin dan eosin. Hematoxylin akan
memberi warna biru pada nukelus, sementara eosin memberi warna merah muda
pada sitoplasma (Panigoro, 2007).
11
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Pengambilan sampel ikan dilakukan selama 6 bulan
3.1.2 Tempat
1. Pengambilan sampel Ikan dilakukan di Daerah Aliran Sungai Jambak
Meureubo Kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh Barat
2. Pembuatan preparat Histologi di lakukan di Balai Budidaya Air Payau
(BBAP) Ujung Batee Kabupaten Aceh Besar Propinsi Aceh
3. Analisis TKG dilakukan di Laboratorium Fakultas perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Teuku Umar
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang
tertera dalam Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Alat Bahan
1. Kamera Untuk Pengambilan gambar2. Mikroskop Untuk mendiagnosa sampel3. Penggaris Untuk mengukur sampel4. Alat Tulis Mencatat hasil penelitian5. Nampan Untuk meletakkan ikan6. Botol sampel Untuk penyimpanan sampel7. Satu set alat bedah Membedah ikan dan mengambil gonad8. Tissue embedding
centreUntuk memblok sampel
9. Oven Untuk mencairkan paraffin10. Timer Untuk mengatur waktu11. Floating beth Untuk melengketkan sampel pada objek
12
glass12. Mikrotom Untuk pemotongan sampel13. Cassette embedding Wadah sampel agar mudah dibekukan
dan dipotong14. Parafin mold Untuk pembekuan sampel15. Fume Hood Untuk menyaring asam atau bahan-
bahan kimia
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Fungsi1. Gonad Jantan Ikan
KerlingSebagai Objek penelitian
2. Alkohol absolute Untuk mengeluarkan air
3. Plastik Tempat sampel ikan
4. Alkohol 70 %Alkohol 80 %Alkohol 95 %
Untuk mengeluarkan air dari jaringan
5. Xylol Untuk melarutkan sisa- sisa paraffin
6. Paraffin Untuk memperkuat jaringan
7. Heamatoxylen Untuk pewarnaan inti sel
8. Eosin Untuk pewarnaan sitoplasma
9. Entelan/ lem untuk merekatkan jaringan
10. Sarung tangan Untuk melindungii tangan agar tidakterkontaminasi
11. NBF Untuk perendaman sampel agarstruktur jaringan sampel dapat bertahan
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat Kualitatif yaitu menggambarkan atau menjelaskan
masalah yang terjadi yaitu Tingkat Kematangan Gonad Ikan secara Histologi.
13
3.4 Prosedur Kerja Pengamatan
a. Pengambilan Ikan Sampel
Ikan Sampel diambil dari hasil tangkapan nelayan lokal dalam kondisi
masih hidup dengan jumlah 10 ekor/ bulan selama 6 bulan. Setelah pengukuran
panjang total dan berat total ikan segera dibedah. Ikan dibedah dengan
menggunakan gunting dimulai dari bagian anus hingga belakang operculum
kemudian diambil gonad dimasukkan kedalam botol sampel yang diberikan cairan
BNF (buffer Formalin), kemudian diberi kode/ Label sampel dan dibawa ke
Laboratorium Perikanan dan ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar untuk
disimpan dalam freezer sampai digunakan. Selanjutnya dibawa ke laboratorium
BBAP Ujong Batee untuk pembuatan preparat histologi.
b. Pembuatan Preparat
Tahap- tahap pembuatan preparat Histologi:
1. Fiksasi
Dilakukan dengan cara perendaman pada larutan NBF dengan
perbandingan volume 1 bagian spesimen dan 10 bagian larutan NBF. Fiksasi ini
bertujuan agar struktur jaringan sampel dapat dipertahankan seperti saat ikan
masih hidup.
2. Preparasi organ
Seluruh organ target dalam pemeriksaan dimasukkan dalam kaset
embedding.
3. Dehidrasi, clearing dan infiltrasi organ atau jaringan proses ini dapat
menggunakan automatic atau manual tissue processor.
14
a. Dehidrasi
Merupakan cara pengeluaran air dari jaringan dengan menggunakan
alkohol bertingkat dimulai dari alkohol 70% sampai 100%. Apabila jaringan
masih keruh pada proses clearing, maka proses dehidrasi harus diulang.
b. Clearing
Untuk menghilangkan bahan kimia dehidrasi, sehingga contoh menjadi
transparan. Bahan clearing ini mempunyai sifat mampu menggantikan bahan
kimia dan mampu melarutkan paraffin. Bahan yang dipergunakan adalah xilol,
dilaksanakan dengan cara: contoh diatas kemudian dipindahkan ke xilol I (kesatu)
selama 2 jam kemudian dipindahkan ke xilol II (kedua) selama 2 jam.
c. Infiltrasi
Cara menyusupkan paraffin kedalam jaringan contoh untuk menggantikan
xilol. Sehingga contoh tidak rusak waktu pemotongan dengan mikrotom.
Dilaksanakan setelah proses clearing, kemudian dipindahkan ke paraffin cair I
(kesatu) selama 2 jam dan dipindahkan ke paraffin II selama 2 jam.
4. Embedding
Setelah clearing dan infiltrasi organ atau jaringan diambil dan ditempatkan
pada paraffin mold dengan posisi sesuai tujuan pemeriksaan kemudian
ditambahkan paraffin cair dan ditutup dengan kaset embedding. Selanjutnya
dibekukan dan siap untuk dipotong.
5. Pemotongan organ atau jaringan
Pemotongan dilakukan menggunakan mikrotom dengan ketebalan irisan
5µm. Hasil pemotongan direnggangkan pada permukaan air pada floating bath
15
yang bersuhu 45 °C. selanjutnya dilakukan penempelan irisan pada gelas objek
yang telah diolesi dengan albumin- gliserin.
6. Pewarnaan jaringan atau preparat
a. Deparafinasi
Proses pewarnaan dimulai dengan contoh sediaan (slide) yang akan
diperiksa direndam dalam xilol I (kesatu) selama 2 menit, kemudian dipindahkan
dan direndamkan dalam larutan xilol II (kedua) selama 2 menit.
b. Rehidrasi
Untuk memberikan air pada contoh jaringan dari alkohol konsentrasi
tinggi ke alkohol konsentrasi rendah, dengan cara : contoh diatas dipindahkan dan
direndam dalam alkohol absolute I (kesatu) selama 2 menit, kemudian
dipindahkan dan direndam dalam alkohol absolute II (kedua) selama 2 menit, lalu
dipindahkan dan direndamkan dalam alkohol 95% I (kesatu) selama 2 menit
selanjutnya dipindahkan dan direndam dalam alkohol 95% II (kedua) selama 2
menit.
c. Pewarnaan
Dalam pewarnaan ini dipergunakan teknik pewarnaan heamatoxylen dan
eosin yellowfish. Contoh dipindahkan dan direndam dalam heamatoxylen selama
10 menit, selanjutnya dipindahkan dan direndam dalam aquades selama 2 menit.
Selanjutnya direndam dalam acit alkohol selama 1 menit, setelah itu dicuci
dengan air bersih mengalir selama 5 menit. Kemudian direndam dalam eosin
selama 2 -5 menit.
16
d. Dehidrasi
Sediaan direndam dalam alkohol 95% I (kesatu) selama 2 menit, direndam
dalam alkohol 95% II (kedua) selama 2 menit, dan direndam dalam alkohol
absolute I (kesatu) selama 2 menit, direndam dalam alkohol absolute II (kedua)
selama 2 menit, setelah itu dipindahkan dan direndam dalam xilol I (kesatu)
selama 2 menit, lalu dipindahkan dan direndam dalam xilol II (kedua) selama 2
menit, kemudian dipindahkan dan direndam dalam xilol III (ketiga) selama 2
menit.
7. Pelekatan (mounting)
Merupakan proses pelekatan gelas penutup dengan zat perekat supaya
sediaan jaringan tidak rusak. Pelekatan ini dilaksanakan setelah proses dehidrasi,
kemudian angkat sediaan lalu dibersihkan sekelilingnya. Setelah itu ditetesi
dengan entellan.
8. Penutupan
Merupakan proses penempelan gelas penutup sedemikian rupa sehingga
tidak ada gelembung udara, kotoran pada contoh yang diamati. Hal ini
dilaksanakan setelah ditetesi entellan dan kemudian ditutup dengan gelas penutup
(cover glass). Contoh jaringan siap di amati di mikroskop.
9. Pembacaan sediaan
Pembacaan sediaan untuk diagnosa dengan metode komparasi di bawah
mikroskop dengan pembesaran 40 x.
17
3.5 Analisa Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif yang meliputi parameter berat
tubuh, berat gonad dan nilai IKG (indeks Kematangan Gonad) dan disajikan
dalam bentuk foto gambaran histologis.
Indeks kematangan gonad ikan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
IKG = X 100(Muchlisin et al, 2010)
Sebagai acuan standar umum, digunakan 5 tahap TKG yaitu:
1. TKG I (immature, dara) Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah
tulang punggung. Testis dan ovarium transparan, tidak berwarna sampai
abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.
2. TKG II (developing, dara berkembang) Testis dan ovarium jernih, abu-
abu-merah. Panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga
bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar.
3. TKG III (maturing/ ripening, pematangan) Testis dan ovarium bentuknya
bulat telur, kemerah-merahan dengan pembuluh darah kapiler. Mengisi
kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat oleh mata
seperti serbuk putih.
4. TKG IV (mature/ripe/gravid, matang) Organ seksual mengisi ruang
bawah. Testis warnanya putih. Telur bentuknya bulat, beberapa dari
padanya jernih dan masak.
5. TKG V (spent, salin) Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah.
Beberapa telur dalam keadaan sedang dihisap kembali.
18
Perbedaan spesifik dari tiap TKG bisa diketahui dari pengamatan
mikroskopis tehadap ukuran diameter dan penampakan ovary, atau irisan
histologis dari gonad (Kesteven, 1968).
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengamatan terhadap ikan Kerling didapatkan gambaran tahapan
perkembangan gonadnya melalui pendekatan histologi dan IKG adalah sebagai
berikut:
A. Histologi
a. Pengamatan bulan Juli 2013 (n=9 ekor)
1. Ikan Sampel 1. proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalahfase
Spermatosit Sekunder (41.3%) dan Spermatid (58.7%).
2. Ikan Sampel 2. proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatogonia (100%)
3. Ikan Sampel 3. proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatid (100%)
58.7
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan Perkembangan gonad
20
4. Ikan Sampel 4 proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatosit primer (36%) dan spermatosit sekunder (64%).
5. Ikan Sampel5 proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%).
6. Ikan Sampel 6, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatosit sekunder (51%) dan spermatid (49%).
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
88
0102030405060708090
100
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan gonad
21
7. Ikan Sampel 7, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatogonia (4.3%) dan spermatid (95.6 %)
8. Ikan Sampel8, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatogonia (100%).
9. Ikan Sampel 9, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatosit sekunder (40.7%) dan spermatid (59.2%).
0
10
20
30
40
50
60
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
95.6
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
22
b. Agustus 2013, jumlah sampel (n=6)
1. Ikan Sampel 1, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatosit sekunder (20.8%) dan Spermatid (79.2%)
2. Ikan Sampel2, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatogonia (100%).
3. Ikan Sampel 3, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatogonia (100%)
59.2
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
79.2
0102030405060708090
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
23
4. Ikan Sampel 4, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
Spermatogonia (100%).
5. Ikan Sampel 5, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
6. Ikan Sampel 6, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer (81,2%) dan spermatosit sekunder (18,8%)
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
24
7. Ikan Sampel 7, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (88%) dan spermatid (12%)
c. September 2013, jumlah sampel (n=10 )
1. Ikan Sampel 1, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
2. Ikan Sampel2, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
18.8
0102030405060708090
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
Proporsi, 12
0102030405060708090
100
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
rata
an P
ropo
rsi
Sper
mat
osit
(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
25
3. Ikan Sampel 3, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (6.6%) dan spermatid (93.4%)
4. Ikan Sampel4, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
5. Ikan Sampel 5, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
93.4
0102030405060708090
100
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
26
6. Ikan Sampel 6, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (100%)
7. Ikan Sampel 7, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
8. Ikan Sampel 8, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%).
9. Ikan Sampel 9, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%).
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
27
10. Ikan Sampel 10, Proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
d. Oktober 2013 , jumlah sampel (n=10)
1. Ikan Sampel 1, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer (100%).
2. Ikan Sampel 2, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer (100%).
0
10
20
30
40
50
60
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan perkembangan gonad
28
3. Ikan Sampel 2, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
4. Ikan Sampel 4, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (70,6 %) dan spermatid (29,4 %)
5. Ikan Sampel 5, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer (83,7%) dan spermatosit sekunder (16,3%)
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan gonad
29.4
01020304050607080
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
29
6. Ikan Sampel 6, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (64,1 %) dan spermatid (35,9 %)
7. Ikan Sampel 7, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer(70 %) dan spermatosit sekunder (29%)
8. Ikan Sampel 8, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
0102030405060708090
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan gonad
35.9
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
29
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
iSp
erm
atos
it (%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
30
9. Ikan Sampel 9, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer (55%) dan spermatosit sekunder (47%)
10. Ikan Sampel 10, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (56 %) dan spermatid (43 %)
e. November 2013, jumlah sampel (n=10)
1. Ikan Sampel 1, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
10
20
30
40
50
60
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
43
0
10
20
30
40
50
60
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
31
2. Ikan Sampel 2, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (32%) dan spermatosit primer (76%)
3. Ikan Sampel 3, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (56%) dan spermatosit sekunder (44%).
4. Ikan Sampel 4, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (13,3%) dan spermatid (86,6%)
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
01020304050607080
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
prop
orsi
Spe
rmat
osit
(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
39
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
32
5. Ikan Sampel5, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (62%) dan spermatosit sekunder (38%)
6. Ikan Sampel6, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (61,5%) dan spermatosit sekunder (38,5%)
7. Ikan Sampel7, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
86.6
0102030405060708090
100
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
39
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
39
010203040506070
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
33
8. Ikan Sampel8, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatogonia (100%)
9. Ikan Sampel 9, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (61%) dan spermatid (39%)
10. Ikan Sampel10, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
f. Desember 2013 , jumlah sampel (n=10)
1. Ikan Sampel1, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (70,3%) dan spermatid (29,6%)
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
39
0
10
20
30
40
50
60
70
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
34
2. Ikan Sampel 2, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
3. Ikan Sampel 3, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
4. Ikan Sampel 4, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (100%)
01020304050607080
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
35
5. Ikan Sampel5, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (20,3%) dan spermatid (79,6%)
6. Ikan Sampel 6, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (22,4%) dan spermatid (77,6%)
7. Ikan Sampel 7, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%
Tahapan Perkembangan Gonad
79.6
0102030405060708090
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%
Tahapan Perkembangan Gonad
77.6
0102030405060708090
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder SpermatidRat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
100
020406080
100120
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it(%
)
Tahapan Perkembangan Gonad
36
8. Ikan Sampel 8, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatid (100%)
9. Ikan Sampel 9, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit primer (21,9%) dan spermatosit sekunder (78,1%)
10. Ikan Sampel 10, proporsi spermatogenesis yang mendominasi adalah fase
spermatosit sekunder (11%) dan spermatid (88%)
100
0
20
40
60
80
100
120
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%
Tahapan Perkembangan Gonad
0102030405060708090
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
88
0102030405060708090
100
Spermatogonia S. Primer S. Sekunder Spermatid
Rat
aan
Pro
pors
i Sp
erm
atos
it (
%)
Tahapan Perkembangan Gonad
37
B. IKG
ParameterBulan Pengamatan
Juli Agust Sept Okt Nov Des
IKG (%) 7.12 1.41 0.69 1.1 0.9 1.9
Pada gambar diatas terlihat bahwa perkembangan IKG ikan Kerling
memiliki pola yang naik-turun selama masa penelitian. Nilai IKG tertinggi
didapatkan pada bulan Juli yaitu sebesar 7.12% dan pada bulan agustus sebesar
1.41%. kemudian pada bulan lain memperlihatkan nilai 0.69% pada bulan
September, oktober 1.10%, November 0.90% dan Desember 1.90%, jika dilihat
dari per waktu pengambilan sampel dapat diartikan bahwa gonad ikan kerling
terus mengalami perubahan pada setiap bulan samplingnya.
Kenaikan nilai IKG sangat terkait dengan perkembangan gonad, dimana
semakin tinggi nilai IKG maka dapat diartikan semakin maju perkembangannya.
Pertumbuhan ini dapat diamati secara visual melalui berat dan panjang gonad.
Berdasarkan pengamatan nilai IKG ikan kerling terlihat adanya kinerja
reproduksinya, karena itu untuk melihat peranannya terhadap peningkatan IKG
tersebut perlu di evaluasi juga proporsi tahapan Spermatositnya, hal ini juga untuk
melihat pertumbuhan spermatosit dalam testes.
Juli Agust Sept Okt Nov Des
Bulan Pengamatan
IKG (%) 7.12 1.41 0.69 1.1 0.9 1.9
012345678
Rat
aan
Nila
i IK
G (
%)
38
Pengamatan terhadap nilai rataan proporsi sel-sel tahapan spermatogenesis
pada gonad ikan kerling terlihat pada gambar. Spermatosit yang didapatkan
diidentifikasi berdasarkan tahapan spermatogenesisnya.
4.2 Pembahasan
Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan secara
detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Dari
hasil pengamatan secara histologi menunjukkan bahwa ikan kerling jantan diduga
akan melakukan pemijahan pada bulan Juli ditandai dengan banyaknya jumlah
spermatid yang terdapat pada setiap ikan sampel, dan terlihat juga dari tingginya
nilai IKG yaitu 7.12%.
Pengamatan sampel pada bulan Juli 2013 di dapatkan sel-sel tahap
perkembangan spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid. Namun
didominasi oleh sel spermatid (55,5%). Sedangkan pada bulan agustus didapatkan
sel-sel tahapan spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder dan
spermatid namun lebih didomonasi oleh sel spermatogonia (57,7%), bulan
September di dapatkan sel-sel tahapan spermatogonia, spermatosit sekunder dan
spermatid namun lebih didomonasi oleh selsel spermatogonia (50%), bulan
Oktober di dapatkan sel-sel tahapan spermatogonia, spermatosit primer,
spermatosit sekunder dan spermatid namun lebih didomonasi oleh selspermatosit
primer (50%), November di dapatkan sel-sel tahapan spermatogonia, spermatosit
primer, spermatosit sekunder dan spermatid namun lebih didomonasi oleh
selspermatogonia (60%) dan pada bulan Desember di dapatkan sel-sel tahapan
spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid namun
lebih didomonasi oleh spermatid (70%).
39
Tahap perkembangan gonad yang dibagi menjadi empat tahapan
(Spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid)
dikarenakan tidak diketemukannya ikan kerling dengan tingkat kematangan gonad
tahap V(Spermatozoa). Selama penelitian, ikan kerling jantan dengan TKG IV
(Spermatid) ditemukan pada setiap bulannya, sehingga dapat dikatakan bahwa
musim pemijahan ikan Kerling adalah lebih dari satu dalam setahun selama
periode Juli yang merupakan waktu dilakukannya penelitian ini. Ingram (2007)
mengemukakan bahwa spesies Tor memiliki tipe pemijahan parsial,
asinkronous/intermitton. Kecenderungan semakin tinggi TKG maka kisaran
panjang tubuh semakin tinggi. Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan
gonad, yaitu faktor lingkungan dan hormone (Affandi dan Tang, 2000).
Beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab perbedaan
pencapaian ukuran pertama kali matang gonad, seperti sifat genetik populasi,
perbedaan letak wilayah, kualitas perairan dan besarnya tekanan penangkapan.
Selain itu kematangan gonad berhubungan dengan pertumbuhan dan faktor
lingkungan terutama ketersediaan makanan baik secara kualitas maupun kuantitas
(Tpelihehre 1985 dalan Affandi dan Tang 2000).
Effendi (1997) menyatakan faktor yang mempengaruhi pertama kali ikan
matang gonad ada dua yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dari
dalam seperti umur, jenis kelamin, sifat-sifat fisiologis ikan seperti kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan serta ukuran.
Testis merupakan sepasang organ memanjang yang terletak pada dinding
dorsal (Tang dan Affandi, 2002). Testis sebagai gonad jantan memiliki fungsi
ganda, yaitu sebagai penghasil spermatogonia dan mensekresi hormon androgen
40
(Nalbandov, 1990). Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel
spermatogonia dan sel sertoli pada tubulusnya (Prasetyaningtyas, 2006). Tubulus
biasanya belum mengandung rumen dan terdapat jaringan ikat yang tebal di
sekitar tubulus (Prasetyaningtyas, 2001). Tubuli seminiferi adalah bagian yang
dominan dalam testis yang berupa buluh bulat dan berliku – liku. Pada tubuli
terdapat sel – sel spermatogenik dan selSertoli. Sel – sel spermatogenik terdiri dari
spermatogonia, spermatosit,spermatid, dan spermatozoa. Berbagai sel
spermatogenik menunjukkan perbedaantahapan dalam perkembangan dan
diferensiasi spermatozoa.
Spermatogonia berbentuk bulat dan terlihat paling besar diantara sel
spermatogenik lainnya dengan warna lebih gelap. Spermatosit letaknya lebih ke
sentral dari spermatogonia dan bentuknya bulat. Spermatid letaknya lebih ke
sentral dari spermatosit, bentuknya bulat kecil dengan inti bulat di tengah. Adapun
spermatozoa letaknya di sentral tubuli, bentuknya jelas karena mempunyai kepala
dan ekor.
Menurut Djuwita (2000), proses spermatogenesis dibagi menjadi dua
tahap yaitu : 1). Spermatositogenesis, adalah pertumbuhan jaringan spermatogenik
dengan pembelahan mitosis yang diikuti dengan pembelahan reduksi (meiosis).
Pada fase ini spermatogonia mempunyai kemampuan memperbaharui diri,
sehingga menjadi dasar spermatogonial stem cell (Ogawa et al., 1997). Pada
pembelahan meiosis jumlah kromosom dibagi dua sama banyak yaitu dari diploid
(2n) menjadi haploid (n), sehingga pada saat yang bersamaan sel benih primordial
juga berkembang menjadi spermatogonia yang selanjutnya akan berdiferensiasi
menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan berkembang menjadi
41
spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder melalui pembelahan meiosis akan
menghasilkan spermatid; 2). Spermiogenesis, yaitu sel spermatid akan mengalami
metamorfosa dan membentuk spermatozoa secara sempurna. Perubahan proses
metamorfosa ini meliputi pembentukan akrosom, kepala, badan, dan ekor dari
spermatozoa.
Sel spermatogonia merupakan sel pertama dari proses spermatogenesis.
Sel spermatogonia akan tetap dalam masa dorman hingga masa pubertas
(Slomianka, 2006). Menurut Wodzicka-Tomaszewska (1991), sel spermatogonia
merupakan sel yang paling awal yang terdiri dari dan terletak satu lapis dibawah
membran dasar, sedangkan turunan berikutnya secara cepat mendekati lumen. Sel
spermatosit primer terletak di sekitar sel spermatogonia, tetapi lebih dekat ke
lumen, setiap sel membelah secara meitotik menjadi dua sel yang lebih kecil.
Sedangkan sel spermatosit sekunder, membelah segera setelah pembentukannya.
Sel spermatid merupakan sel yang jauh lebih kecil, sangat dekat dan berhubungan
dengan sel sertoli, kebanyakan dari sel ini mempunyai inti dan tidak menunjukkan
gambaran mitotik, sel-sel ini mengalami perubahan bentuk menjadi spermatozoa.
Secara kuantitatif perkembangan testis ikan dapat dilihat dengan
membandingkan gambaran histologis testis secara mikroskopis dengan nilai IKG.
Pada bulan September terlihat populasi sel spermatogonia yang lebih dominan
hampir di seluruh tubulus dengan bentuk bulat dan seragam, terlihat sebuah
nukleus di dalamnya. Menurut Chinabut et al., (1991), kebanyakan sel
spermatogonia mempunyai sebuah nukleus yang bentuknya tidak beraturan serta
mempunyai sebuah nukleolus. Proses akhir sel spermatogonia, akan tumbuh dan
42
membelah menjadi spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan
spermatozoa,
Pada bulan Oktober Populasi sel spermatosit primer sudah terlihat cukup
banyak dengan warna biru keunguan, terletak dekat dengan sel spermatogonia dan
bentuknya lebih kecil daripada sel spermatogonia. Sel spermatosit sekunder
bentuknya lebih kecil daripada sel spermatosit primer, sedangkan sel spermatid
terlihat lebih kecil daripada sel spermatosit sekunder dengan warna biru pekat,
dan jumlahnya lebih banyak daripada sel germinal lainnya.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Tahapan perkembangan gonad ikan kerling jantan di dominasi oleh sel
spermatid yang terdapat pada bulan Juli.
2. Indeks kematangan gonad (IKG) yang tertinggi didapatkan pada bulan Juli
dengan nilai 7.12%.
5.2 Saran
Perlunya studi lebih lanjut/mendalam tentang reproduksi ikan Kerling (Tor
tambroides) di sungai.
DAFTAR PUSTAKA
Chinabut, S. C. Limsuwan and P. Kitsawat. 1991. Histology Of The WalkingCatfish, Clarias batrachus. International Development Research Centre,Canada.
Djuwita, I. Boediono, A. Mohamad, K. 2000. Bahan Kuliah Embriologi.FKH.IPB. Bogor.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama,Yogyakarta. 163 hal.
Effendie. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Guyton AC. 1995. Textbook of Medical Physiology. Edisi 7. Diterjemahkan olehAriata Tengadi. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.
Kottelat, M., A.J. Whitten, with S.N. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo. 1993.Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition(HK), Jakarta.
Lagler, K.F., J.E. Bardach and R.R. Miller. 1977. Ichthyology. John Wiley andSons, NewYork.
Nalbandov, AV. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas. KemanS, Penerjemah. Jakarta : UI Press.
Nikolsky, G. V. 1963 The Ecology of Fishes. Academic Press. London and Newyork
Ogawa, T., Arechaga, J.M., Avarbock, M.R., and Brinster, R.L. 1997.Transplantation of testis germinal cells into mouse seminiferous tubules.International Journal Development Biology, 41:111 – 122.
Prasetyaningtias, W.E. 2001. Studi histokimia lektin pada distribusi glikokonjugatdi epitel tubuli seminiferi testis babi rusa Babyrousa babyrussa. Skripsi.Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Rainboth WJ. 1996. Fishes of the Cambodian Mekong. FAO species identificationfield guide for fishery purposes. Rome: Food and Agriculture OrganizationPublication.
Roberts, T.R. 1999. Fishes of the Cyprinid genus Tor in the Nam TheunWatershed (Mekong basin) of Laos, with description of a new species. TheRaffles Bulletin of Zoology 47 (1): 225-236.
Rupawan. 1999. Beberapa sifat biologi dan ekologi ikan semah (Tor douronensis)di Danau Kerinci dan Sungai Merangin. Jurnal Penelitian PerikananIndonesia 5 (4): 1-6.
Slomianka. 2006. Blue Histology - Male Reproduction System. School OfAnatomy And Human Biology – The University Of Western Australia.Australia.
Smith, H.M. 1945. The Freshwater fishes of Siam, or Thailand. Washington:Smithsonian Institution, United States National Museum.
Syandri, H. “Aspek Reproduksi Ikan Bilih Mystacolecus padangencis Bleeker danKemungkinan pembenihannya di Danau Singkarak”. Disertasi, ProgamPasca Sarjana Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. (1996).
Syandri. H; Y. Basri dan Maseriza. 2008. Penggunaan hormon LHRH danvitamin E untuk meningkatkan kualitas telur ikan kerandang (Chanapleurothalmus Blkr). Jurnal Sigmatek, 2 (1): 131-144
Takashima, F and Hibiya, T. 1995. An Atlas Of Fish Histology : Normal andFeatures. Second Edition. Tokyo. Kondasha Ltd.
Tang, M.U. dan Affandi, R. 2002. Biologi reproduksi ikan.
Tang, U. M. dan R. Affandi. 2000. Biologi reproduksi ikan. Bogor. 150 hal.
Wallace, R. A. and K. Selma. 1981. Cellular and Dynamic Aspects of OositGrowth in Teleost. American Zool. 21 : 325-343
Wodzicka-Tomaszewska, Manika. Sutama, I.K. Putu, I.G. Chaniago, Tamrin.D.1991. Reproduksi, Tingkah Laku, Dan Produksi Ternak Di Indonesia.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Zairin M. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikananIndonesia (orasi ilmiah guru besar). Bogor. Fakultas perikanan dan ilmukelautan institute pertanian bogor.