Download - tax planning
MANAJEMEN PAJAK DALAM PENENTUAN HARGA TRANSFER - 2
PENGARUH TRANSFER PRICING DAN TAX HAVEN TERHADAP
PENERIMAAN PAJAK
A. PENDAHULUAN
Transfer pricing dan tax haven tidak diragukan lagi berpengaruh dalam mengurangi
penerimaan pajak suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Cobham
menunjukkan bahwa penerimaan pajak bisa mengalami kebocoran pada berbagai sisi:
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa penerimaan pajak dapat mengalami kebocoran
pada beberapa titik:
1. Tidak semua penghasilan yang diperoleh dari kegiatan perekonomian yang berlangsung
di suatu negara dilaporkan.
2. Ada penghasilan yang diperoleh dari aset yang disimpan di daerah off – shore sehingga
tidak kena pajak. Daerah off – shore dalam kaitannya dengan pajak berarti daerah yang
tidak mengenakan pajak atau pajaknya sangat rendah.
3. Perusahaan multinasional kerap dikenal kemampuannya untuk memperoleh perlakuan
perpajakan istimewa dari negara – negara berkembang, namun kemudian mengalihkan
penghasilan yang seharusnya kena pajak di sana ke negara lain (bisa jadi tax haven).
4. Persaingan dengan negara lain untuk menarik investasi asing, tekanan internasonal,
liberalisasi perdagangan, serta lobi – lobi dari orang – orang kaya, perusahaan
Shadow economy Gross Domestic
Product (GDP)
Penghasilan Kena Pajak
Penerimaan Pajak
Kebocoran 1
Kebocoran 1 Kebocoran 1
Kebocoran 1
Kebocoran 1 Penghasilan yg disimpan di daerah
Penghasilan dr shadow economy
Penghasilan yg dipindahkan ke
negara lain
Kebocoran akibat tax
competition
Pajak terutang tetapi tidak dibayar
Perekonomian Negara
multinasional, dan importir bisa menyebabkan turunnya tarif pajak yang harus mereka
tanggung ini mengakibatkan turunnya penerimaan pajak.
5. Kebocoran terakhir terjadi bila ada pajak yang sudah terutang namun karena berbagai
alasan tidak dibayar.
B. TAX AVOIDANCE
OECD hanya memberikan gambaran bahwa tax avoidance biasanya dipergunakan
untuk menjelaskan usaha – usaha Wajib Pajak untuk mengurangi beban pajaknya. Prebble
dan Prebble misalnya mencoba menjelaskan makna tax avoidance dengan menenpatkannya
dalam konteks tax evision dan tax mitigation. Kedua penulis ini menyatakan bahwa tax
avoidance terletak di antara tax evasion dan tax mitigation. Kalau tax evasion berarti
memberikan pernyataan yang tidak benar atas kondisi peghasilan Wajib Pajak dan karenanya
ilegal. Tax mitigation di sisi lain adalah mengatur sedemikian rupa agar pajak yang harus
dibayar serendah mungkin.
Tax avoidance sendiri sebenarnya mempunyai beberapa karakteristik di antaranya:
1. Transaksi seringkali semu
2. Transaksi yang dilaksanakan tidak mempunyai makna secara ekonomis yang berarti
3. Tidak terdaapat unsur risiko
4. Adanya usaha – usaha untuk mengeksploitasi celah – celah dalam peraturan
perpajakan.
Dalam aktivitas – aktivitas tax aviodance, seringkali Wajib Pajak mengeksploitasi
peraturan yang sebenarnya ditujukan untuk mengurangi unsur – unsur ketidakadilan di dalam
aturan perpajakan. Bisa juga Wajib Pajak menggunakan berbagai struktur legal untuk
“melindungi” transaksi yang sebenarnya dilaksanakan. Dalam konteks internasional, tax
avoidance terjadi misalnya pada:
1. Wajib Pajak yang megubah status residence – nya ke wilayah lain yang pajaknya lebih
rendah.
2. Wajib Pajak dapat mengalihkan penghasilannya ke entitas lain, misalnya perusahaan
atau mungkin trust yang didirikan di tax haven.
3. Wajib Pajak dapat mendirikan anak perusahaan di negara lain yang di desain untuk
menerima adanya tax penghasilan dari luar negeri atau untuk menerima pembagian
dividen dari perusahaan – perusahaan lain yang dimiliki di negara lainnya.
4. Wajib Pajak dapat mengukur pembayaran dividen yang diterimanya dari negara lain
melalui satu lembaga yang didirikan di suatu negara yang mempunyai tax treaty dengan
negara asal pembayar dividen. Karena dalam tax treaty biasanya tarif withholding tax
diturunkan, maka dengan treaty Wajib Pajak dapat mengurangi beban pajakknya.
Peraturan – peraturan anti avoidance sifatnya bisa special anti avoidance atau general
anti avoidance. Aturan – aturan yang termasuk ke dalam special anti avoidance hanya berlaku
dalm satu konteks tertentu saja. Ketentuan anti avoidance ini biasanya kemudian disertai
dengan pemberian wewenang kepada otoritas pajak untuk merekonstruksi transaksi itu sesuai
dengan kondisi pasar dan menghitung pajak terutang berdasarkan transaksi rekonstruksi ini.
C. PRINSIP PAJAK INTERNASIONAL
Pada dasarnya, penghasilan yang mengalir dari satu negara ke negara yang lain harus
dikenakan pajak. Negara yang mengenakan pajak ini bisa negara tempat penghasilan itu
diterima (residence country). Apabila negara sumber penghasilan dan negara residence
keduanya mengenakan pajak atas penghasilan dan negara residence keduanya mengenakan
pajak atas penghasilan yang sama, maka terjadi pemajakan berganda. Biasanya dalam
ketentuan perpajakan suatu negara terdapat aturan – aturan yang fungsinya adalah untuk
menghindari pajak berganda seperti ini. Mekanismenya bisa dengan memberikan kredit atas
pajak yang telah dibayar di luar negeri atau dengan mengecualikan penghasilan yang
diperoleh dari luar negeri dari pengenaan pajak. Selain dalam ketentuan – ketentuan
perpajakan, negara sumber penghasilan dan negara residence bisa berunding untuk
merumuskan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Ada dua model yang sering digunakan sebagai landasan dalam penyusunan P3B, yaitu
model yang berdasarkn OECD dan PBB. Model dari PBB cenderung lebih menguntungkan
negara sumebr penghasilan bukan negara – negara residence, yang umumnya adalah negara –
negara maju (anggota OECD). Dalam model OECD, laba usaha hanya bisa dikenakan pajak
di negara sumber penghasilan itu bisa diterima oleh permanent establishment (Bentuk Usaha
Tetap/BUT). Namun demikian kalau penghasilan yang diterima itu berupa bunga. Dividen,
atau royalti, maka yang berhak mengenakan pajak adalah negara sumber penghasil melalui
mekanisme withholding tax. Kemudian kalau penghasilan itu berupa laba usaha, maka
selanjutnya harus dilihat apakah penghasilan itu diperoleh oleh BUT.
Kalau ada perusahaan multinasional yang mempunyai usaha di beberapa negara
sekaligus yang mempunyai tarif pajak yang berbeda – beda maka bisa jadi penghasilan ynag
berasal dari negara yang mempunyai tarif pajak tinggi dialihkan ke negara lain yang tarif
pajaknya lebih rendah. Kemudian bagaimana transfer pricing dapat menimbulkan
“kerusakan” pada sistem perpajakan internasional yang telah didiskusikan. Efeknya akan
lebih parah apabila tax haven juga ikut dipergunakan. Negara - negara berkembang
cenderung lebih khawatir atas erosi penerimaan pajak dari penghasilan perusahaan –
perusahaan global yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilaksanakan di negara – negara
berkembang sedangkan negara maju lebih memperhatikan masalah pengenaan pajak atas
perusahaan – perusahaan yang asalnya dari sana.
D. APA YANG SALAH???
Bagaimana kaitan antara tax avoidance dengan perpajakan internasional? Ternyata
sistem perpajakan internasional yang diberakukan saat ini masih mempunyai kekurangan.
Dari berbagai tindakan tax avoidance yang ada, survey yang yang dilaksanakan Earnst and
Young menunjukkan bahwa aktivitas yang relative penting adalah transfer pricing.
Perusahaan – perusahaan yang beroperasi secara global mempunyai banyak cabang di
berbagai negara. Ketika anak – anak perusahaan ini mengadakan transaksi satu dengan yang
lain, maka harus ditetapkan satu harga (transfer price) untuk memberikan nilai pada transaksi
itu. Kalau misal ada anak perusahaan yang terletak di negara yang tariff pajaknya rendah,
maka bisa jadi ada insentif untuk memindahkan sebanyak mungkin penghasilan ke negara itu.
Jadi secara umum, negara yang mempunyai tarif pajak tinggi lebih rawan dibandingkan
dengan negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah.
E. TAX HAVEN
Definisi pastinya sendiri relatif cukup sulit dirumuskan. Menurut OECD, salah satu
indicator apakah suatu negara termasuk tax haven adalah dengan melihat apakah negara itu
sudah dikenal luas sebagai tax haven atau tidak. Inilah yang disebut dengan reputation test.
Namun demikian, lembaga ini mengidentifikasi beberapa factor yang dapat dipergunakan
untuk mengidentifikasi tax haven, yaitu:
1. Tidak ada pajak atau kalau ada, tarifnya sangat kecil.
2. Minimnya ketersediaan mekanisme pertukaran informasi
3. Kurang transparan.
4. Tidak ada kegiatan usaha yang signifikan.
Perusahaan yang didirikan di tax haven biasanya tidak diizinkan untuk melakukan
kegiatan usaha di negara itu, dengan asumsi bahwa kegiatan bisnisnya akan dilakukan di
negara lain. Namun demikian, nominee name diperbolehkan. Nominee name adalah orang
yang dibayar untuk mengaku bahwa dirinya adalah pengurus suatu perusahaan (di tax haven)
meskipun sebenarnya dia sama sekali tidak ada kaitan dengan perusahaan itu.
Bentuk usaha seperti ini menyulitkan aparat berwewenang untuk mengetahui
transaksi yang sebenarnya untuk mengetahui transaksi yang sebenarnya terjadi dan siapa –
siapa yang terlibat. Di sisi lain, para pihak yang melaksanakan transaksi dapat menyatakan
bahwa transaksi itu tidak silaksanakan di negara tempat mereka berasal. Inilah yang membuat
tax haven ideal untuk menyembunyikan berbagai aktivitas, di antaranya tax avoidance dan
tax evasion.
PASSIVE INVESTMENT
Tax haven bisa dipergunakan untuk menerima penghasilan yang diperoleh dari
passive investment (misalnya dividen, bunga, dan royalti). Untuk keperluan ini, biasanya
didirikan satu anak perusahaan atau trust di tax haven untuk melakukan passive investment.
Sebagai akibatnya, pembayaran pajak atas hasil investasi yang seharusnya dibayar oleh
perusahaan induk dapat ditunda. Negara asal perusahaan induk baru bisa mengenakan pajak
ketika penghasilan itu dibayarkan oleh anak perusahaan atau trust. Dengan demikian
pengenaan pajaknya bisa ditunda. Hal seperti ini bisa ditunda. Hal – hal seperti inilah yang
dikenal dengan tax deferral.
Karena sifatnya yang menunda, maka sebenarnya cepat atau lambat, uang yang
terkumpul di tax haven akan direpatriasi ke negara asal, sehingga pajak dapat dikenakan.
Selain itu, dengan membiarkan tax deferral berlangsung sama saja dengan memberikan
pinjaman tanpa bunga dan tanpa jangka waktu pelunasan. Bisa pula penghasilan berupa
dividen yang diperoleh dari passive investment diubah menjadi capital gain dengan cara
menjual saham di anak perusahaan yang didirikan di tax haven.
F. SITUASI NEGARA BERKEMBANG
Di negara – negara maju, teknik – teknik transfer pricing dengan menggunakan tax
haven relative sudah jarang dipergunakan. Di Australi misalnya sudah terdapat aturan –
aturan untuk menangkal tax deferral. Kalau wajib pajak menggunakan perusahaan yang
didirikan di luar negeri, maka mereka akan “tertangkap” oleh aturan controlled foreign
company.selain itu mereka juga menggunakna aturan – aturan foreign investment fund.
Seandainya WP lolos dari keduanya, masih ada General Anti Avoidance Provisions.
Bagaimana negara berkembang jauh berbeda kondisinya, identifikasi permasalahannya yang
dihadapi negara-negara berkembang yaitu:
1. Kurangnya aturan yang dapt dipergunakan sebagai landasan hokum untuk mengatasi
masalah transfer pricing
2. Negara-negara berkembang seringkali tidak mempunyai tenaga terlatih dalam hal
transfer pricing
3. Data-data yang diperlukan untuk menentukan arm’s length price seringkali sulit
diperoleh
4. Kalaupun ada kasus transfer pricing yang teridentifikasi, proses penyelesainnya sering
membutuhkan waktu yang lama.
Kemudian, negara-negara maju sendiri juga sering berlaku tidak adil. Aturan-aturan
hukum mereka dan guideline-guideline yang disusun OECD didesain sedemikian rupa kalau
diikuti hanya sebagian kecil saja penghasilan perusahaan multinasional yang bisa dikenakan
pajak di negara –negara berkembang.
ABUSE OF TRANSFER PRICING MELALUI TAX HAVEN COUNTRIES
A. PENDAHULUAN
Penghindaran pajak secara internasionaln sering dilakuakn dengan berbagai skema,
adapun skema yang sering dilakukan : transfer pricing, treaty shoppinh, thin capitalization,
dan controlled foreign company. Para peneliti di bidang perpajakan internasional pada
umumnya membagi tax haven countries yaitu:
1. Classical tax haven, negara yang tidak mengenakan pajak penghasilan sama sekali
atau menerapkan tariff paajk penghasilan yang rendah
2. Tax haven, negara yang menerapkan pembebasan pajak atas sumber penghasilan yang
diterima dari luar negeri
3. Special tax regime, negara yang memberikan fasilitas pajak khususn bagi daerah-
daerah tertentu di wilayah negaranya
4. Treaty tax haven, negara yang mempunyai treaty network yang sangat baik serta
menerapkan tarif pajak yang rendah untuk withholding tax dan passive income.
B. DEFINISI TAX HAVEN COUNTRIES
OECD menyatakan bahwa tax haven countries tidak dapat untuk didefinisikan secara
tegas karena tax haven countries ini sifatnya sangat relative, yaitu tergantung kepada
ketentuan masing-masing negara dalam mendefinisikannya. Oleh karena itu, suatu negara
akan diklasifikasikan sebagai suatu tax haven country atau tidak oleh negara lain tergantung
dengan definisi tax haven countries yang diberikan oleh negara lainnya tersebut. Dalam
Internasional Tax Glossary, tax haven country diartikan sebagai negara yang mengenakan
pajak dengan tarif rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali, serta sangat menjaga
kerahasian informasi perpajakan dan WP yang berdomisili di negaranya.
C. KETENTUAN PERPAJAKAN INDONESIA ATAS TAX HAVEN COUNTRIES
Terdapat beberapa ketentuan perpajakan di Indonesia yang terkait dengan tax haven
countries yaitu KM-650/KMK.04/1994 yang membuat daftar negara-negara yang
dikategorikan sebagai tax haven countries. Selain itu ada juga SE-04/PJ.34/2005 tentang
petunjuk penetapan criteria “beneficial owner” sebagimana tercantum dalam P3B
( Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda). Di samping kedua ketentuan tersebut terdapat
lagi ketentuanlaian yang terkait dengan tax haven countries yaitu SE-04/PJ.7/1993 tentang
Petunjuk Penanganan Kasus Transfer Pricing
D. KETENTUAN PERPAJAKN NEGARA LAIN ATAS TRANSFER PRICING
a. Malaysia
Otorisasi pajak Malaysia memberikan perhatian yang besar atas transaksi hubunagn
istimewa yang melibatkan negra Singapura dan Hongkong, karena dua negara tersebut
mendaoat status “quasi tax haven countries”
b. Taiwan
Salah satu criteria yang digunakan oleh Taiwan Tax Revenue Board unruk melakuakn
pemeriksaan atas transaksi transfer pricing adalah jiak terdapat saalh satu grup dari WP
didirikan di tax haven countries.
c. Korea Selatan
Korea Selatan mentapkan negara yang masuk dlam daftar negara tax haven adalh
Irlandia, Belgia, Belanda, serta offshare financial centers seperti Labunana Malaysia
d. Jepang
Berdasarkan ketentuan anti-tax haven rule Jepang, Singapura dikategorikan sebagai
negara tax haven pada saat Singapura merubah tariff pajak penghasialn perusahaan menjadi
lebih kecil dari 25% di akhir tahun 1998.
e. Perancis
Otoritas pajak Perancis menetapkan dua sumsi negative terhadap perlakuakn
perpajakan atas yang melakuakn transaksi melalui tax haven countries, yaitu bukan
merupakan transaksi komersial dan jika bukan merupakan transaksi komersial maka harga
langsung dianggap tidak berdasarkan harga pasar wajar.
f. Italia
Di Italia untuk memastiakn bahwa perusahaan di luar negeri yang berlokasi di tax
haven countries benar-benar melakuakn aktiviats usaha komersial, mak otoritas pajak di Iytali
mewajibakan adanya ketentuan mengenaai dokumen-dokumen yang ahrus diberikan untuk
dilakuakn pengujain secar kuantitatif dan kualitatif.
g. Brasil
Berdasrkan daftar negar yang dikategoriukan sebagi tax haven counties (sebanyak 50
negara), ternyata Brasil memasukkan Singapura ke daalm daftar tersebut sebagai slah satu
negara tax haven
CONTOLLED FOREIGN CORPORATION (CFC) DAN TRANSFER PRICING
A. Pendahuluan
Meningkatnya transaksi internasional mendukung pula peningkatan cara-cara
penghindaran pajak internasional yang dilakukan perusahaan-perusahaan multinasional, salah
satunya menggunakan tax haven country sebagai tempat persinggahan pajak yang
menmapung dana yang mudah dipindahtangankan. Untuk memperoleh fasilitas dari negara
tax haven country perusahaan multinasional mendirikan anak perusahaan di negara tax haven
country tersebut, dengan tujuan agar dapat menggeser labanya dari negara yang tarif
pajaknya tinggi ke negara tax haven melalui anak perusahaanya sebagai perantara. Salah satu
cara yang dilakukan WPDN antara lain menerapkan transfer pricing barang dan jasa serta
pengalihan penghasilan dari intangible property keluar negeri melalui anak perusahaannya
yang dikendaliakn atau disebut dengan Controlled Foreign Corporation (CFC).
B. Tax Avoidence melalui CFC
Sebenarnya WPDN dapat melakukan kegiatan usaha atau investasi ke luar negeri
melalui berbagai cara misalnya direct export, license arrangements, branch of domestic,
partnership, and subsidiary. Di mana masing-masing memiliki konsekuensi berbeda
khususnya dalm bidang perpajakan. Salah satu yang membedakan subsidiary dengan yang
lainnya adaalh adanya prinsip separate tax entities, pemegang saham dari suatu perusahaan di
luar negeri umumnya tidak akn dikenakan pajak atas bagian dari pendapatan perusahaan
tersebut kecuali memperoleh deviden dari perusahaan. Entitas yang didirikan di luar negeri di
mana WPDN memiliki pengendalian biasanya dikenal sebagai Controlled Foreign
Corporation atau Controlled Foreign Companies (CFC).
Keberadaan CFC ada yang didirikan tidak untuk tujuan bisnis melainkan dalam
rangka penghindaran pajak. Daalm hal ini perusahaan tidak memiliki aktiviats bisnis pada
umumnya. Rekayasa penghindaran biasanya dilakukan atas passive income (bunga, deviden,
dan royalti), hal tersebut dapt mengurangi penerimaan pajak domestik karena penghasilannya
ditransfer ke negara di mana CFC didirikan. Kriteria penentuan suatu negara sebagai low tax
country atau tax haven country berbeda-beda, umumnya istilah ini digunakan untuk
menggambarkan suatu negara yang secara nyata tidak mengenakan pajak, pengecualian
penghasilan yang bersumber dari luar negeri. OECD menyebutkan beberapa ciri negara
antara lain: (1) lack of effective exchange of information, (2) lack of transparency, dan (3) no
requirement for substansial activities
Ada beberapa cara untuk melakukan tax avoidance berhubungan dengan penggunaan
CFC, antara lain sebagai berikut:
1. WP dapt mengalihkan pendapatan yang bersumber dari dalam negeri ke entitas di
luar negeri yang dikuasainya dan didirikan di negara tax haven country
2. WP dapat mendirikan anak perusahaan di negara tax haven country untuk
memperoleh sumber pendapatan di luar negeri dan untuk menerima deviden dari
anak perusahaan di luar negeri tersebut
C. Pengalihan Penghasilan melalui Transfer Pricing of Goods and Services
Transaksi dengan menggunkan transfer pricing termasuk dalam base company
income di mana perusahaan di luar negeri tersebut memperoleh keuntungan dari transaksi
penjualan dan pembelian kepada perusahaan afiliasi termasuk pemberian jasa. Hal tersebut
dipicu dengan adnya perbedaan perlakuan perpajakan antara ketentuan domestik dengan
negara tempat CFC didirikan. Perbedaan pajak tersebut mendorong perusahaan untuk
mengalihkan keuntungannya ke negara yang termasuk tax haven country.
Adanya hubunagn istimewa antara induk denagn anak perusahaannya tersebut
mendorong kedua pihak untuk menggunkan harga transfer yang berbeda apabila dilakukan
dengan pihak lain. Adanya perbedaan harga tersebut menyalahi konsep arm’s length
principle di mana harga antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa seharusnya
mencerminkan realitas ekonomi sebagimana bila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak
yang tidak memilki hubungan istimewa. Tidak jarang CFC yang didirikan merupakan
perusahaan maya yang tidak memilki usaha aktif namun digunakan sebagai mediasi untuk
menutupi transaksi yang sebenarnya.
D. Pengalihan Penghasilan melalui Transfer of Intangible Property
Salah satu cara yang dilakukan suatu perusahaan dalam mengurangi pengenaan pajak
di dalam negerinya adalah mengalihkan penghasilan yang bersumber dari intangible property
kepada perusahaan anaknya yang berada di luar negara yang berbeda. Metode pengalihan
penghasilan baik untuk barang dan jasa maupun intangible property dapat dilakukan dengan
menggunakn transfer pricing
Perusahaan induk sebagai pemegang lisensi atau royalty seharusnya memperoleh
pembayaran dari pihak pemakai baik dari dalam maupun luar negeri. Pembayaran tersebut
akan menjadi penghasilan yang akan dikenakan pajak di negara domisili. Namun perusahaan
dapat memanfaatkan keberedaan CFC di tax haven countries sebagai penampung penghasilan
yang diperoleh terutaam dari negara lain. Potensi kerugian terjadi apabila antara induk
perusahaan dan CFC melakukan praktek transfer pricing untuk menggeser labanya dan
mengalihkan penghasilan atas intangible porperty yang seharusnya diterima melalui CFC.
Hal yang seharusnya diperhatikan dalam membuktikan adanya tax avoidance adalah adanya
perbedaan perlakuan pajak antara negara domisili dengan negara lain yang menjadi alasan
untuk WPDN untuk menunda atau mengalihkan penghasilannya.
E. Anti Tax Avoidance dengan CFC Rules
Perusahaan induk akan memperoleh keuntungan fiskal jika perusahaanya dikenakan
pajak yang lebih rendah di luar negeri atau bahkan tidak dikenakan pajak sama sekali
daripada jika perusahaan tersebut dikenakan di dalam negeri. Laba yang diperoleh
perusahaan CFC akan dikenakan pajak di negara tempat pemegang saham berdomisili ketika
perusahaan tersebut telah melakukan pembayaran devidennya. Tidak adanya atau tertundanya
deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham membuat negara tempat pemegang
saham berdomisili tidak mempunyai hak memungut pajak atas deviden yang seharusnya
dibayar tersebut tanpa adanay ketentuan atau legislasi khusus sebagai bentuk anti avoidance
rule.
Salah satu upaya untuk mencegah WPDN melakukan penghindaran pajak adalah
dengan menerapkan CFC Legislation atau CFC Rules, ini dirancang untuk mencegah
perusahaan-perusahaan di luar negeri yang dikuasi oleh WPDN dari penghindaran pengenaan
pajak dengan tidak mendistribusikan laba usahanya di negara-negara tax haven. Selain itu
CFC Rules dapat digunakan sebagai pelengkap bahkan dapat digunakan senjata yang lebih
ampuh untuk mencegah pemegang saham mereloksi penghasilannya ke anak perusahaah di
laur negeri (CFC) melalui transfer pricing.
F. Mekanisme CFC Rules
Dengan adanya CFC Rules maka kerugian yang dialami negara tempat pemegang
saham akibat ditundanya atau tidak dibayarkannya deviden dari pengalihan penghasilan ke
luar negeri dapat diperkecil. Mengingat deviden merupakan penghasilan pasif atau kapital
yang pemajakan per basis penerimaan maka dengan adanya ketentuan CFC Rules
memberlakukan ketentuan “accrual taxation” walaupun belum ada realisasi pembayaran.
Ketentuan CFC Rules diaplikasikan berbeda-beda sesuai dengan ketentuan domestik
masing-masing negara, ada beberapa poin penting diperoleh dari perbandingan konsep
diberbagai negara antara lain:
1. Entitas di luar negeri tersebut dalam ketentuan perpajakannya diperlakukan secara
terpisah dari pemegang saham domestiknya
2. Adanya unsur pengendalian dari pemegang saham domestiknya yang dapat
diketahui dengan control test baik dengan de jure atau de facto.
3. Sebagian negara penganut CFC Rules memberikan batasan minimum bagi para
pemegang sahamnya dalam bentuk minimum kepemilikan jumlah saham CFC
atau jumlah pemegang saham dalam negerinya.
4. Semua negara yang menerapkan CFC Rules menggunakan pengendalian atau
memiliki pengaruh yang substansial baik secara langsung dan tidak langsung
5. Ada dua pendekatan untuk menggolongkan suatu attributable income yang
diperoleh CFC yang akan dikenakan pajak pada tingkat pemegang saham yaitu:
- Entity approach, metode ini biasanya memfokuskan pada negara tempat CFC
didirikan
- Transaction approach, metode ini hanya memfokuskan pada jenis penghasilan
pasif terutama dari passive investment income dan base company income yang
diperoleh CFC di manapun berada
6. Umumnya mekanisme perhitungan pengahsilan kena pajak mengunakan
ketentuan domestik mengingat banyaknya fasilitas yang diberikan negara tax
haven
7. Beberapa negara mempunyai pengecualian terhadap CFC Relus misalnya tidak
diterapakn atas active income, distribution exemption, dan saham yang dijual di
bursa namun dengan jumlah minimum.