Download - Tax Holiday fix.doc
1. LATAR BELAKANG KONDISI PENANAMAN MODAL DI INDONESIA.
Selama hampir lebih dari dua dasawarsa proses pembangunan di tanah air tercinta Indonesia,
kita menyaksikan dan mengalami pertumbuhan perekonomian yang secara bertahap
meningkat dengan pesatnya. Bahkan beberapa Tahun sebelum krisis terjadi, mesin
pertumbuhan ekonomi telah terpacu melebihi daya dukung kapasitasnya dengan segala akibat
yang harus kita tanggung: seperti melonjaknya hutang luar negeri; misalokasi sumber daya
nasional kepada pengembangan sektor manufaktur yang sangat tergantung pada komponen
bahan baku impor; suburnya kolusi-korupsi-dan nepotisme; dan yang tidak kalah pentingnya
adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah (propinsi) di Indonesia.
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi menjadi satu tolok ukur kesejahteraan. Fakta yang
terjadi selama ini menunjukkan bahwa persepsi mengenai pembangunan dan tujuan utama
untuk menciptakan kesejahteraan tidak terwujud. Hal ini merupakan isyarat bahwa arah
kebijakan ekonomi-politik yang selama ini dijalankan telah salah arah dan perlu ditinjau
ulang. Pertumbuhan ekonomi dan indikator ekonomi makro ternyata tidak terkait langsung
dengan berkurangnya tingkat kemiskinan secara signifikan. Prestasi pertumbuhan ekonomi
Indonesia (tidak kurang 7 persen per Tahun) yang pernah mendapat sebut salah satu macam
Asia (Asian Tiger) bertahan selama lebih dari 3 dasawarsa. Namun krisis ekonomi Tahun
1998, telah meruntuhkan fondasi ekonomi Indonesia yang telah ditata selama lebih dari 32
Tahun dan ini membuktikan akan kerapuhan resep ekonomi-politik yang diterapkan
pemerintah. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara pada Tahun 1998, masih menyisakan berbagai persoalan bangsa, yaitu mulai dari
masalah ekonomi, juga instabilitas politik dan keamanan. Akibatnya Indonesia mengalami
krisis multidimensi. Harga-harga kebutuhan pokok tidak terjangkau, daya beli masyarakat
menurun, hilangnya minyak tanah di pasaran, kenaikan harga BBM, kenaikan harga beras
sekarang ini, seluruhnya menggambarkan bahwa stabilitas ekonomi makro Indonesia belum
sepenuhnya stabil.
Sejak berakhirnya krisis 1997, banyak negara Asia seperti Thailand dan Korea Selatan telah
bangkit dari keterpurukannya. Hal ini ditandai dari bergeraknya sektor-sektor industri dan
investasi di negara-negara tersebut. Sebagai contoh, investasi di Korea Selatan pasca krisis
telah meningkat sebesar 39%. Dengan peningkatan angka pertumbuhan investasi ini, maka
pertumbuhan ekonomi negara tersebut cepat merangkak yang pada akhirnya mereka segera
bisa keluar dari krisis. Namun apa yang terjadi di Indonesia? Sampai sekarang ini, Indonesia
masih belum keluar dari krisis ini, di mana sektor-sektor penentu pergerakan perekonomian
masih dalam masa yang cukup krisis, seperti sektor keuangan dan perbankan, sektor industri
dan investasi. Bank Dunia menyebutkan Indonesia merupakan negara yang mengalami
penurunan investasi asing yang paling tajam dibanding negara-negara berkembang lainnya.
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam laporannya
mengenai investasi dunia pada Tahun lalu menempatkan Indonesia pada urutan ke-138 dari
146 negara (Tahun 2002). 1
Investasi di Indonesia mengalami pasang surut, hal ini tentu tidak terlepas dari pengaruh
ekonomi dan non-ekonomi yang ada. Tahun 1997 merupakan Tahun kejayaan investasi
dalam negeri, dengan nilai persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai
angka tertinggi sejak negeri ini memulai pembangunannya. Pada Tahun 1997 nilai PMDN
yang disetujui mencapai Rp 119.872,9 milyar dengan 717 proyek. Namun, penurunan drastis
terjadi diTahun berikutnya yang terpangkas hampir 50 persen menjadi Rp 60.749,3 milyar
dengan jumlah 320 proyek. Tahun 1999, turun menjadi Rp 53.550 milyar dengan 228 proyek.
Selanjutnya untuk Tahun 2000, meningkat pesat menjadi Rp 92.327,7 milyar dengan jumlah
1 http://www.duniainvestasi.com/
355 proyek. Kemudian pada Tahun 2001, angka investasi kembali anjlok sebesar sekitar 30
persen menjadi Rp 58.674 milyar dengan hanya 249 proyek.2
Kecenderungan penurunan nilai investasi juga terjadi pada Penanaman Modal Asing (PMA).
Angka persetujuan PMA mencapai nilai tertinggi pada Tahun 1997, dimana persetujuan PMA
mencapai angka US dolar 33.832,5 juta, dengan jumlah proyek 783. Kemudian, pada Tahun
1998, nilai investasi asing di Indonesia menurun tajam dan hanya mencapai angka US dolar
13.563,1 juta, kemudian menurun lagi di Tahun 1999 menjadi hanya US dolar 10.890,6 juta.
Pada Tahun 2000 nilai persetujuan PMA naik sekitar 50 persen menjadi US dolar 15.413 juta.
Namun kemudian, di Tahun 2001 nilai investasi kembali menurun tipis menjadi US dolar
15.043,5 juta. Nilai investasi asing di Indonesia kembali menghadapi ancaman dengan
anjloknya nilai investasi sebesar 35% dan menjadi US dolar 9.744,1 juta di Tahun 2002.
Dilihat dari negara asal investor, pada periode sebelum krisis, Tahun 1997, Inggris
menempati urutan pertama investor bila dilihat dari jumlah investasi baru yang masuk,
Inggris menyumbang sebesar 16.18% dari total investasi di Indonesia. Kemudian disusul oleh
Jepang dan Jerman masing-masing 16.02% dan 13.20%. Sementara Taiwan dan Singapura
berada diurutan keempat dan kelima yang mempunya share masing-masing sebesar 10.10%
dan 6.79%. Kemudian pada periode setelah Tahun krisis, 1998-2002, Inggris masih
menempati urutan pertama dengan nilai investasi (yang disetujui) sebesar US dolar 10.077,2
juta atau sekitar 15.58%, kemudian disusul Singapura, China, Jepang dan Malaysia masing-
masing sebesar 10.83%, 9.76%, 8.06% dan 5.76%. Rendahnya investasi Jepang di Indonesia
membuat tingkat investasi juga semakin melorot. Investasi Jepang di Indonesia hanya
mencapai 5.23% pada Tahun 2002. Padahal, investasi Jepang di Indonesia sempat mencapai
20% pada Tahun 1997. 3
2 http://www.bkpm.go.id/
3 http://www-b.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/12/09/brk,20031209-05,id. html
Investasi melalui pasar modal ini relatif lebih rentan terhadap faktor-faktor baik itu ekonomi
maupun non ekonomi, dibandingkan dengan penanaman modal secara langsung. Gejolak
sosial politik di dalam negeri maupun di luar negeri, misalnya, akan direspon dengan sangat
cepat oleh pasar modal ini. Begitu pula hukum yang berlaku di suatu negara akan sangat
berpengaruh bagi perkembangan iklim investasi. Sebenarnya investasi melalu pasar ini, lebih
sulit bagi pemerintah untuk mengontrolnya, kecuali hanya dengan ‘bagaimana menciptakan
suasana yang kondusif di dalam negeri sehingga gejolak yang ada tidak memunculkan
spekulasi yang berlebihan dan ketidakpastian di kalangan pasar modal.
Pemerintahan Indonesia mencoba membentuk kesatuan Indonesia menjadi Negara yang
mengedepankan perekonomian masyarakat. Salah satu cara yang efektif ialah dengan
mendayagunakan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu masyarakat untuk membangun
kegiatan usaha yang menunjang perekonomian mereka, dengan adanya kegiatan usaha yang
dibuat, maka diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakatanya sehingga
terselenggaranya kesejahteraan masyrakat. Karena bertumbuhnya perekonomian
mengindikasikan ukuran keberhasilan pembangunan (Menurut Boediono (1999:22)).
Adapun salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia guna mendorong
pembangunan nasional untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang baik yaitu dengan
penanaman modal baik penanaman modal asing mupun modal dalam Negeri. Karena dengan
penanaman modal tersebut dapat mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf
hidup rakyat, serta merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi, pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan untuk bidang-bidang
usaha tertentu dan / atau daerah-daerah tertentu. Sehingga dapat memperluas kesempatan
usaha dan lapangan kerja.
Peranan yang dimainkan oleh penanam modal dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat
banyak masih akan terus berlangsung di masa-masa mendatang.. Ditambah
lagi perekonomian Indonesia sekarang sedang menuju kepada bentuk ekonomi global, yang
menuntut adanya arah kebijaksanaan ekonomi nasional yang lebih serius dalam mengatur dan
mengarahkan kegiatan-kegiatan usaha penanaman modal. Dan juga agar dapat mencapai
tujuan yang diharapkan dan sekaligus juga mencegah akibat negatif yang mungkin timbul
untuk mengantisipasi dan mengatasi tantangan-tantangan serta hambatan yang timbul bagi
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dibutuhkannya kebijaksanaan ekonomi nasional dari pemerintah makin dirasa penting ketika
Indonesia menghadapi persaingan yang lebih ketat, khususnya penanaman modal asing Hal
ini disebabkan semakin banyak negara yang membuka diri terhadap penanaman modal asing,
Kemudahan dan iklim penanaman modal yang lebih menarik telah terus diupayakan oleh
banyak negara untuk dikembangkan, antara lain dengan menyediakan sarana dan prasarana
ekonomi yang memadai, peraturan perundang-undangan yang mendukung dan
penyederhanaan prosedur pelayanan penanaman modal serta kebijaksanaan ekonomi makro
yang tepat.
Karena persaingan yang ketat tersebut dan tidak hanya Indonesia saja yang membuka diri
untuk penanaman modal, maka banyak pengusaha mendesak pemerintah untuk mengeluarkan
kebijakan agar ada banyak investor khususnya investor asing tertarik untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
2. PERMASALAHAN
Tidak adanya kepastian hukum dan keamanan merupakan faktor utama menurunnya angka
investasi di Indonesia dan juga penyebab hengkangnya beberapa investor yang sudah ada ke
luar negeri. Sebagai contoh, ada beberapa perusahaan Jepang yang hengkang ke luar negeri
dan mengalihkan usahanya ke Malaysia dan China Tahun lalu.4 Masalah kemanan juga
menganggu iklim investasi, karena keamanan memegang peranan penting demi lancarnya
suatu usaha. Selama ini para investor masih meragukan tingkat dan sistem kemanan yang ada
di Indonesia. Selain itu, masalah insentif pajak juga masih menjadi kendala bagi investor.
Indonesia belum menerapkan tax holiday bagi PMA baru yang akan berinvestasi di
Indonesia. Sebagai pembanding, Thailand, telah menerapkan kebijakan tax holiday, di mana
para investor baru yang akan berinvestasi diberikan pembebasan pajak selama tiga Tahun
pertama sejak perusahaan itu beroperasi. Sementara Vietnam menawarkan insentif bagi
investor dengan memberikan tax holiday, dimana dalam empat Tahun pertama, investor tidak
dikenai pajak apa pun.
3. TAX HOLIDAY SEBAGAI SALAH SATU INSENTIF PERPAJAKAN YANG
DIBERIKAN PEMERINTAH TERHADAP PARA PENGUSAHA.
Secara umum pajak didefenisikan sebagai suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian
serta peran aktif warga negara dan amggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai
keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-
undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa (Rimsky K. Judisseno,
1997:7).
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat
dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.5 Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak pada dasarnya adalah pemberian harta
4 http://www.kadin-indonesia.or.id/en/berita_isi.php?news_id=3128&title=JETRO+ Jakarta
5 Diktat Perkuliahan Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.
kekayaan rakyat, dan atau badan usaha untuk membiayai kegiatan pembangunan yang
dilakukan oleh negara. Oleh sebab itu pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara
yang dipungut berdasarkan undang-undang. Undang-undang Perpajakan Nomor 9, Nomor 10
dan Nomor 11 Tahun 1994, merupakan Undang-undang yang menjadi acuan dalam
perpajakan.
Pajak bagi negara Indonesia berfungsi sebagai alat penerimaan negara (budgeter) dan
berfungsi sebagai pengatur (regulatory).6 Fungsi pajak yang pertama inilah yang akhirnya
menempatkan pajak sebagai andalan pemerintah untuk menghasilkan penerimaan yang
setingi-tingginya dari sektor pajak. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah yang diwakili oleh
Direktorat Jenderal Pajak membuat suatu kebijakan dalam bentuk tax reform. Tax reform
khusus untuk Pajak Penghasilan, dilakukan dalam bentuk antara lain perluasan subjek dan
objek pajak, perubahan lapisan tarif untuk menentukan pajak penghasilan terutang,
pemberian keringanan dan fasilitas perpajakan untuk kasus-kasus tertentu. Dari kedua fungsi
tersebut di atas, pada dasarnya pemerintah ingin kembali menegaskan tentang peran penting
pajak baik sebagai alat penerimaan negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maupun
sebagai alat untuk melaksanakan berbagai kebijakan dibidang ekonomi dan sosial.
Pasal 31A Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 sifatnya mempertegas bentuk
fasilitas perpajakan yang diberikan untuk wajib pajak yang melakukan penanaman modal di
bidang-bidang usaha tertentu atau di daerah-daerah tertentu. Tujuan diberikannya kemudahan
pajak ini adalah untuk mendorong kegiatan investasi langsung di Indonesia baik melalui
penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha
tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional,
khususnya penggalakan ekspor. Selain itu kemudahan pajak juga diberikan untuk mendorong
6 Fungsi budgeter pajak berarti pajak dijadikan sebagai alat pemerintah untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai kepentingan pembiayaan negara. Sedangkan fungsi regulatory pajak berarti pajak dijadikan sebagai alat pemerintah untuk mengatur tercapainya keseimbangan perekonomian dan politik suatu negara.
pengembangan daerah terpencil, seperti yang banyak terdapat di Kawasan Timur Indonesia,
dalam rangka pemerataan pembangunan. Fasilitas yang di atur dalam pasal tersebut adalah
sebagai berikut :
a. pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
penanaman yang dilakukan;
b. penyusutan dan amortisasi dipercepat;
c. kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) Tahun; dan
d. pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 26
sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan
yang berlaku menetapkan lebih rendah.
Pasal 31 B ini sebelumnya tidak terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 10
Tahun 1994. Keberadaan atau ditambahkannya pasal 31 B dalam undang-undang baru ini
sebenarnya dilatarbelakangi kondisi dunia usaha yang ada di Indonesia yang terpuruk karena
krisis ekonomi yang berkelanjutan yang menimbulkan dampak negatif yang luas terhadap
sektor perbankan, investasi, kesempatan kerja, dan makro ekonomi. Hal tersebut terjadi
terutama karena banyaknya utang luar negeri dan dalam negeri (dalam valuta asing) yang
mengalami kenaikan drastis sebagai akibat depresiasi nilai rupiah secara signifikan terhadap
mata uang dollar Amerika Serikat. Tingginya utang yang harus dibayarkan oleh para pelaku
dunia usaha, tidak dibarengi dengan kemampuan untuk membayar utang tersebut kembali.
Oleh karena itu di pandang perlu melakukan suatu cara yang dikenal dengan nama tindakan
restrukturisasi. Untuk mempercepat masalah restrukturisasi ini Ditjen Pajak memberikan
rangsangan dalam bentuk fasilitas perpajakan. Badan usaha yang melakukan restrukturisasi
hutang akan dihapuskan utangnya. Sedangkan penghapusan utang itu sendiri merupakan
objek pajak. Atas dasar inilah pasal dalam undang-undang ini ditambahkan. Selengkapnya
bunyi tambahan pasal dalam undang-undang baru ini adalah sebagai berikut: Wajib pajak
yang melakukan restrukturisasi usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk Pemerintah
dapat memperoleh fasilitas pajak yang bersifat terbatas baik dalam jangka waktu maupun
jenisnya berupa keringanan Pajak Penghasilan yang terutang atas :
1. pembebasan utang. Pembebasan sebagian serta pengangsuran pembayaran pajak
penghasilan yang terutang atas pembebasan utang yang diberikan oleh kreditur.
2. pengalihan harta kepada debitur untuk penyelesaian utang Pembebasan Pajak
Penghasilan terutang atas pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang
sepanjang harta tersebut dinilai sebesar nilai buku pihak yang mengalihkan.
3. perubahan utang menjadi penyertaan modal. Pembebasan Pajak Penghasilan yang
terutang atas perubahan utang menjadi penyertaan modal sepanjang penyertaan modal
tersebut dinilai sebesar utang.
Adanya keringanan – keringanan yang diberikan oleh pemerintah seperti yang telah
disebutkan di atas bertujuan untuk mendorong pembangunan perekonomian di Indonesia kea
rah yang lebih baik. Terdapat kebijakan – kebijakan lain yang perlu untuk diterapkan salah
satunya adalah kebijakan yang sangat diharapkan oleh para pengusaha di Indonesia,
kebijakan tersebut salah satunya adalah Tax Holiday. Tax Holiday ialah pembebasan
membayar pajak bagi pengusaha dalam masa tertentu untuk menarik investasi ke tanah air
dengan tujuan untuk menarik calon investor agar berinvestasi dalam berbagai bidang usaha
ataupun proyek yang diprioritaskan. Salah satunya adalah pembebasan Pajak Penghasilan
(PPh) oleh pemerintah terhadap perusahaan – perusahaan yang berkedudukan di Indonesia.
Dengan adanya Tax Holiday di Indonesia, maka Pajak Penghasilan yang dihasilkan oleh para
pengusaha dan para investornya dibebaskan dari pembayaran pajak Penghasilan, sehingga
hal ini dirasa sangat menguntungkan bagi para investor.
Untuk lebih jelasnya lagi, sebelum membahas mengenai Tax Holiday, ada baiknya jika kita
membahas terlebih dahulu mengenai Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan atau yang biasa
disebut PPh, adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau
badan hukum lainnya. Yang menjadi Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan setiap
Tambahan Kemampuan Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan
dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan
dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik
mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang
diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya,
penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak.
Karena undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun pajak digabungkan untuk
mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak
suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan
dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar
negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang
bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh
digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa Tax Holiday memang sangat menarik para investor,
terutama investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Karena keuntungan yang
mereka peroleh dari usaha mereka, dalam hal ini disebut dengan penghasilan mereka,
dibebaskan dari Pajak Penghasilan yang seharusnya mereka bayar. Sehingga sangatlah jelas
bahwa hal ini sangat menguntungkan bagi para Pengusaha.
4. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Pertumbuhan ekonomi Indonesia memerlukan penggerak, baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Salah satu sektor yang bisa diharapkan menjadi penggerak bagi
pertumbuhan ekonomi adalah private investment. Sayangnya, private investment saat ini
belum didukung oleh law enforcement.
Keringanan pajak berupa pembebasan pajak dalam masa tertentu atau lebih dikenal dengan
tax holiday kelihatannya memang akan menguntungkan bagi para investor. Namun, ternyata
tidak demikian yang terjadi karena tax holiday merupakan suatu jenis pembayaran pajak yang
tidak dikenakan di suatu daerah, tetapi bisa dikenakan di daerah asal investor. Misalnya ada
suatu perusahaan asing yang masuk ke Indonesia dan diberikan tax holiday, sehingga si
investor asing dibebaskan dari pajak atas keuntungan yang diperolehnya di Indonesia. Namun
kemudian, keuntungan tersebut dikirimkan ke negara asalnya. Nah di negara asalnya tersebut,
keuntungan itu akan dikenakan pajak juga.
Tiga macam insentif perpajakan yang cukup besar, yaitu pertama, penghapusan pajak yang di
percepat atau accelerated depresiation. "Yang harusnya lima Tahun menjadi dua Tahun. Ini
adalah suatu kebijakan insentif yang cukup tinggi. Kedua, insentif berupa investment
allowance sebesar 30 persen. Maksudnya, terhadap investasi asing yang masuk bisa
dikenakan pengurangan pajak sebesar 30 persen yang bisa dihapuskan selama enam Tahun.
Sehingga, setiap Tahunnya pajak bagi investasi itu bisa dihapus sebesar 5 persen. Selain itu,
insentif ketiga yang diberikan oleh DJP adalah berupa pengurangan PPh deviden, dari sebesar
20 persen menjadi sebesar 10 persen.7
Insentif berupa pembebasan pajak atau tax holiday tidak akan diberikan kepada perusahaan
penanam modal yang sudah ada. Tetapi akan diberikan kepada perusahaan berbadan hukum
baru. Bagi perusahaan penanam modal lama, tetap akan diberikan tax allowance (keringanan
pajak).
Menurut pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang
berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman
modal.
(2) Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada
penanaman modal yang :
a. melakukan peluasan usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.
(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
7 http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=602&q=apindo&hlm=8
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain
yang dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan,dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi
di dalam negeri.
(4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:
a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu
terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau
peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk
keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal
atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada
wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
(5) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu
tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industry
pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan
eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilaistrategis
bagi perekonomian nasional.
(6) Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin
atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan
bea masuk.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Sedangkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,
berbunyi:
“Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal
asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas.”
Berdasarkan bunyi kedua pasal di atas, terlihat bahwa pemerintah memberikan keringanan
kepada investor asing berupa pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan. Akan tetapi,
fasilitas ini baru berlaku apabila badan usaha penanam modal asing itu berbentuk perseroan
terbatas.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang – bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-
Daerah Tertentu.
Keuntungan yang ditawarkan oleh insentif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2007, yaitu :
1. pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman
modal yang dibebankan selama enam Tahun, masing-masing sebesar lima
persen per Tahun
2. penyusutan amortisasi dipercepat
3. pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar
negeri dengan tarif lebih rendah, yaitu 10 persen atau tarif menurut
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. “Mana yang lebih
rendah yang akan berlaku. Tarif umum yang berlaku biasanya 20 persen
4. kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima Tahun tapi tidak lebih dari
10 Tahun dengan kriteria tertentu.
6. KESIMPULAN
Penerapan tax holiday saat ini tidak akan efektif dan potensial dalam upaya menjaring
investor asing masuk ke Indonesia. Alasannya, situasi Indonesia saat ini dinilai belum aman
oleh para pengusaha asing. Jadi seberapapun lamanya tax holiday diberikan, tidak akan
menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia jika situasi di Indonesia masih belum aman.
Telah menjadi rahasia umum bahwa pemberlakuan tax holiday pada masa lalu, banyak
disalahgunakan oleh para pemegang tampuk kekuasaan. Mungkin hal ini mengakibatkan
trauma masyarakat akan pemberlakuan tax holiday. Misalnya saja, PT Kiani Kertas, sebuah
perusahaan milik keluarga Presiden Soeharto memperoleh tax holiday atau pembebasan pajak
selama 10 Tahun bersama lima perusahaan lainnya. Pajak yang seharusnya dibayar
tersebut akan dibayar oleh Pemerintah. Penetapan pembebasan pajak ini dilakukan
sendiri oleh Presiden Soeharto dan diumumkan oleh Menteri Negara Penggerak Investasi/
Ketua BKPM, Sanyoto Sastrowardoyo.8 Namun hal ini bukanlah alasan untuk tidak
diberlakukannya tax holiday pada masa kini. Pasalnya, kondisi dan keadaan pada saat ini
sudah sangat berbeda di mana kontrol dari masyarakat sangat ketat, terutama kontrol melalui
pers.
Indonesia bisa berharap dari hal yang kecil-kecil. Penanaman modal asing bisa juga jadi
penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Namun untuk menggerakkan itu, harus terlebih
dahulu menciptakan kepercayaan dan kepastian terutama kepastian dalam berinvestasi. Kunci
dari semua itu adalah adanya kepastian hukum yang berkaitan dengan kegiatan investasi.
Sayangnya, kepastian hukum inilah yang sampai sekarang belum bisa diharapkan. Hal itu
bisa dilihat dengan kasus-kasus yang terjadi, seperti kasus-kasus yang menyangkut masalah
perburuhan ataupun perpajakan. Untuk faktor dalam negeri, yang bisa jadi penggeraknya
adalah private investment. Tapi untuk itu, kita harus bisa ciptakan confidence. Sayangnya,
sulit mengharapkan enforcement dari lembaga hukum dan political will serta dukungan yang
menyeluruh untuk ini bisa dijalankan dengan baik.
Untuk keluar dari kondisi seperti ini, saat ini diperlukan sebuah solusi sementara. Seperti
misalnya, membentuk sebuah lembaga semacam crisis centre seperti yang pernah muncul
belakangan. Lembaga tersebut nantinya bisa menjadi jaminan bagi penyelesaian setiap
permasalahan yang timbul.
8 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/07/05/brk,20050705-63444,id. html
Ide dibentuknya sebuah lembaga crisis centre merupakan salah satu ide yang baik. Dengan
dibentuknya lembaga tersebut, diharapkan bisa muncul adanya suatu kepastian. Karena
mungkin saja, koordinasi di dalam pemerintahan antara para menteri tidak berjalan dengan
baik, sehingga perlu dibentuk suatu tim khusus yang menangani masalah-masalah yang
dihadapi para investor.
Dalam crisis centre itu nantinya, akan dibuat prioritas permasalahan yang selama ini dihadapi
oleh para investor. Sehingga dengan demikian, lambat laun diharapkan akan muncul jaminan
kepastian dan kepercayaan dari para investor dan para investor pun akan mulai memiliki
kemauan untuk melakukan ekspansi usaha.
Permasalahan utama yang menjadi penyebab enggannya para investor melakukan ekspansi
usaha di Indonesia adalah faktor tenaga kerja dan perpajakan. Perangkat hukum dibidang
tenaga kerja, dipandang sangat tidak memberikan kepastian dalam berinvestasi. Lihat saja
kasus UMP (Upah Minimum Propinsi) yang sedang terjadi, masalah perlindungan buruh, dan
masalah-masalah lainnya. Tidak jarang permasalahan-permasalahan tersebut hanya menjadi
sebuah masalah tanpa ada penyelesaiannya, sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Selain masalah peraturan dan ketentuan perburuhan yang sering berubah dan tidak pasti,
faktor lain yang tidak kalah berperan adalah tindak tanduk para pemangku jabatan di sektor
tenaga kerja. Semua itu merupakan sebagian permasalahan yang menunggu untuk
diselesaikan.
Permasalahan lain yang juga menunggu untuk segera diselesaikan adalah peraturan mengenai
perpajakan. Tidak hanya sekadar memberikan tax holiday, tetapi sitem perpajakan yang
belum berjalan dengan baik juga merupakan tantangan bagi masuknya investor ke Indonesia.
Negara membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai berbagai keperluan
pembangunan, antara lain untuk pembayaran gaji pegawai negeri, pembangunan fasilitas-
fasilitas umum seperti jembatan, jalan, terminal, dan untuk keamanan dan fasilitas di bidang
kesehatan. Pertanyaan yang selanjutnya timbul adalah dari mana negara memperoleh dana
untuk membiayai pengeluaran tersebut ?
Pada akhirnya pajak menjadi prioritas penting untuk dijadikan sumber penerimaan utama
negara. Memang jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, penerimaan dari sektor pajak layak
dijadikan tulang punggung penerimaan negara yang paling potensial. Dengan pajak,
pemerintah dapat menyediakan berbagai prasarana ekonomi berupa jalan, jembatan,
pelabuhan, air listrik, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas keamanan dan
berbagai kepentingan umum lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang
yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan
koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien,
kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi,
serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan
perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan
membaik secara signifikan.
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya saing
perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan dengan
fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini
mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas
tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas
penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga
kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi
ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan
barang modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan
lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang
akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat sehingga
kebijakan penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing perekonomian
nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju perekonomian global.
Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan, pasar bersama, dan
perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi kepentingan antarpihak atau
antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu juga terjadi dengan keterlibatan Indonesia
dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait dengan penanaman modal, baik secara
bilateral, regional maupun multilateral (World Trade Organization/WTO), menimbulkan
berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati.