Download - Tambang Uang Gamelan Tihingan
137
Tambang Uang Gamelan Tihingan
Tambang UangGamelan Tihingan
Gamelan sudah mendarah daging dalam dirinya. Sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, maka sesuai adat Bali ia harus “pulang kampung” dan tinggal bersama orang tua untuk meneruskan usaha gamelan yang sudah dirintis keluarganya. Dengan kreativitas dan kejeliannya, usaha gamelannya makin berkembang—dan bank pun terus mengucurkan kredit untuknya.
12
12_baLi_OKE.indd 137 12/3/08 10:00:04 AM
138
Desa Tihingan di kabupaten Klungkung adalah satu dari sepuluh kabupaten yang ada di Provinsi Bali, yang pen
duduknya sebagian besar (90%) adalah perajin gamelan. Desa yang berjarak 3 km dari Kota Semarapura ini telah menjadi pusat kerajinan pembuat gong (Gamelan) di Bali dan menjadi kebanggaan masyarakatnya. Keahlian penduduknya dalam pembuatan gamelan inilah yang membuat namanya terkenal dan karenanya dijadikan sebagai salah satu daerah kunjungan wisata di Kabupaten Klungkung. Terpuruknya Bali akibat tragedi bom Bali I tahun 2002 dan bom Bali II tahun 2005 sungguh tak tampak lagi bekasnya di kabupaten ini.
Kembalinya si Bungsu Dari sekitar 41 perajin gamelan di Desa Tihingan yang masih menekuni gamelan, ada satu orang yang kini cukup berhasil. Ia adalah I Wayan Sumandi atau yang lebih dikenal dengan Sumandi. Ia telah menggeluti usaha gamelan ini sejak tahun 1984, dan sejak lahir hingga remaja sudah akrab dengan lingkungan dan kesenian gamelan Bali. ”Karena sejak kecil ikut orang tua, jadi sudah ada cinta dengan masalah gamelan,” tutur Sumandi. Begitu masuk STM di Denpasar, di saat liburannya pun Sumandi kerap pulang kembali membantu usaha orang tua. ”Kehidupan saya sudah tidak bisa lepas dari masalah gamelan,” tambahnya.
Namun, setelah lulus dari studi di Akademi Perindustrian Yogyakarta tahun 1984, Sumandi malah mencoba bekerja sebagai penjual rumput laut. Ternyata profesi itu tidak disukainya dan ia hanya bertahan selama enam bulan. Merasakan kondisi sulitnya mencari pekerjaan dan menyadari potensi diri dalam usaha gamelan yang masih bisa berkembang lebih jauh, maka Sumandi mulai menata jalan hidupnya. ”Saya bertekad mengembangkan usaha gamelan saja,” tuturnya mantap.
Membuat gamelan sebenarnya merupakan usaha leluhur yang sudah turuntemurun. Dan Sumandi pun kembali mengikuti kata hatinya sebagai pembuat gamelan. “Tapi itu tidak terlalu berpengaruh,” tuturnya. Yang lebih penting baginya adalah kecintaan, keya
12_baLi_OKE.indd 138 12/3/08 10:00:04 AM
139
Tambang Uang Gamelan Tihingan
kinan, dan tekad bulat yang membuatnya bisa seperti sekarang ini. Kecintaan akan pekerjaan ini juga banyak memberi dirinya kepuasan dan kebanggaan, yang diyakininya tidak akan pernah pudar hingga akhir hayatnya.
Sumandi adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Di antara saudarasaudaranya, hanya Sumandi sajalah yang berwirausaha meneruskan usaha orang tuanya. Adanya ketentuan adat bahwa anak bungsu wajib pulang kampung dan tinggal bersama orang tuanya juga telah memanggil dirinya untuk mengabdi dan berbakti kepada orang tuanya sambil meneruskan usaha milik keluarganya itu. Seiring berjalannya waktu, kemantapan akan pilihan hidupnya telah memberinya keyakinan untuk membina satu keluarga. “Saya yakin bisa menghidupi keluarga, apalagi saat itu calon istri sudah diangkat menjadi pegawai tata usaha SMP di kampung,” tuturnya. Sebagai satu keluarga baru, lembaran perjuangan hidup Sumandi baru dimulai.
Meminang Bank BPD Bali Tahun 1984 merupakan masa peralihan usaha orang tuanya kepada Sumandi. Modal usaha yang ada padanya bisa dibilang sangat minim dengan skala bisnis sangat kecil. “Modal yang kami miliki saat itu hanya keterampilan saja. Jadi apa benar itu namanya usaha?” tutur
Berbekal tekad yang kuat, terwujudnya cita-cita itu ha nyalah masalah waktu saja baginya. “Bekerja bagi saya merupa kan persembahan untuk Yang Mahakuasa, dengan memberikan yang terbaik bagi orang banyak,” tutur Sumandi.
12_baLi_OKE.indd 139 12/3/08 10:00:05 AM
140
nya mengenang. Karena keterbatasan modal, saat itu Sumandi hanya mampu melayani pesanan dari masyarakat Bali saja. Omset penjualannya pun masih sangat kecil, ratarata Rp 10 juta per bulan. Di samping itu, peleburan yang menggabungkan tembaga dan timah untuk mendapatkan bahan baku perunggu masih belum bisa dilakukan nya. Proses produksinya baru dimulai dari pembelian perunggu yang siap ditempa untuk kemudian dilakukan berbagai proses finishing, termasuk menyelaraskan suara.
Berbagai nilai tambah lainnya seperti mengukir kayu belum bisa dikerjakan, karena tidak adanya tenaga yang terampil dan siap melakukannya saat itu. Pesanan pun baru dikerjakan jika ada uang muka dari pembelinya sebesar 75% dari nilai pembelian. Bahkan kaBahkan karena sudah mengenal, pembeli rela memberikan uang muka hingga 100%.”Kita bisa seperti itu berdasarkan kepercayaan saja,” tuturnya. Setelah uang muka diterima, proses pencarian perunggu melalui makelar baru bisa dilakukan. “Tetapi itu memerlukan waktu cukup lama, karena perunggu tersebut harus didatangkan dari Jawa,” ujarnya. Jika mengandalkan sisa pecahan gamelan yang ada di desa, tentu tidak akan mencukupi untuk memenuhi permintaan pasar.
Adanya kendala ketergantungan modal dan bahan baku membuat Sumandi mencari berbagai cara untuk mengatasinya. Rupanya usaha dan doanya baru terjawab setelah delapan tahun kemudian. “Saat masih tinggal di Ubud tahun 2002, seseorang menyarankan saya untuk menghubungi Bank BPD Bali,” tuturnya. Bagi Sumandi sendiri, Bank BPD Bali merupakan bank kebanggaannya juga. “Ada rasa cinta dan memiliki jika saya menggunakan Bank BPD Bali,” tuturnya mantap. Baginya Bank BPD Bali sudah tidak asing lagi. “Jadi ya saya pilih Bank BPD saja untuk membantu usaha saya,” lanjutnya menegaskan.
Ternyata usaha mendapatkan kredit tidak terlalu berjalan mulus. Karena baru merintis, Sumandi tidak memiliki izin usaha yang menjadi syarat penting dalam memperoleh kredit. “Saya tidak punya izin usaha, jadi kredit yang saya peroleh relatif tidak besar,” tuturnya mengenang. Menurut I Dewa Gede Yuniko, yang akrab disapa Dewa,
12_baLi_OKE.indd 140 12/3/08 10:00:06 AM
141
Tambang Uang Gamelan Tihingan
dari Bank BPD Klungkung, meskipun tidak memiliki izin, karena sudah saling mengenal, dan usaha yang dijalankan Sumandi cukup menjanjikan, maka pada tahun 2004 dikucurkan kredit pertamanya sebesar Rp 50 juta.Waktu yang diperlukan untuk mencairkan kredit pun hanya sekitar satu minggu. “Karena nilainya di bawah Rp 100 juta, meskipun tidak punya izin usaha, jaminan yang dibutuhkan cukup surat keterangan dari kepala desa,” tambah I.B. Gd. Adnyana yang akrab disapa Gusde dari Bank BPD Klungkung.
Konsumen dari usaha Sumandi sebenarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu perajin yang mencari perunggu dan para pencari gamelan. Oleh karena itu, porsi terbesar dari kredit ini dipergunakan seluruhnya untuk membeli bahan baku perunggu dan barang jadi. “Jika kita mampu menunjukkan barang kepada pembeli, kan jadi lebih meyakinkan. Untuk dapat memenuhi permintaan bahan baku, saya berani membayar langsung pengepul yang memiliki tembaga senilai Rp 50 juta. Kalau tidak begitu, sulit bagi saya dapat memenuhi permintaan konsumen,” tutur Sumandi.
Berkat kegigihan dan keuletannya, kredit berbunga 16% tersebut berhasil dilunasinya hanya dalam tempo kurang dari 12 bulan, meskipun jangka waktu yang diberikan 36 bulan. “Utang kan beban. Kalau bisa cepat lunas lebih baik,” prinsip Sumandi. Kredit ini sangat berarti baginya untuk menjalankan roda bisnis usahanya yang memang haus modal.
Setelah berhasil melunasi kredit pertamanya, pada 2006 Sumandi kembali dipercaya oleh Bank BPD Bali untuk mendapatkan kredit kedua sebesar Rp 50 juta dengan jangka waktu 48 bulan. Sumandi kembali membuktikan kegigihannya. Hanya dalam tempo empat bulan, kredit berbunga 14% ini berhasil dilunasi. Adanya tambahan modal, membuat dirinya semakin yakin dan mantap bahwa kredit perbankan sangat penting baginya. Tetapi karena tidak punya izin usaha, pada tahun yang sama, kredit ketiga yang didapat Sumandi maksimal tetap hanya sebesar Rp 50 juta. Kredit berbunga 16% ini dapat lunas dalam tempo tujuh bulan saja.
12_baLi_OKE.indd 141 12/3/08 10:00:06 AM
142
Tumbuh Bersama Kredit Yakin akan usahanya, pada 2007 Sumandi bertambah semangat untuk menambah nilai kreditnya menjadi lebih besar lagi. Syarat untuk mendapatkan izin usaha pun ditempuhnya. Sumandi akhirnya mendapat izin dan memasang papan reklame usahanya. “Pada waktu itu sebenarnya saya meminta kredit Rp 800 juta, tetapi yang diperbolehkan baru Rp 250 juta,” tuturnya. Meskipun jumlah yang diperolehnya kurang dari yang diharapkan, kesempatan ini tidak disiasiakan oleh Sumandi.
Adanya dukungan modal untuk membeli bahan baku telah memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan usahanya. Sumandi berhasil mendapatkan pemasok bahan baku timah yang belum diketahui oleh perajin lain untuk memenuhi produksinya setiap bulan. Sedangkan bahan baku utama lainnya seperti tembaga diperolehnya dari para pemulung yang ada di desa. “Tempat peleburan di Bali hanya ada dua, yaitu milik saya dan di Belah Batu,” ujar Sumandi. Kemampuan akses bahan baku dan kemampuan mengolahnya ini telah memberikan lompatan besar dalam penjualan dan memberikan keunggulan bersaing dibanding pengrajin lainnya.
Keunggulan ini tidak bisa diikuti oleh para perajin yang ada di Tihingan karena mereka belum bisa menemukan pemasok bahan baku timah. Kenyataannya, meskipun mereka memilikinya, mereka tidak siap menghadapi berbagai kecurangan yang dilakukan pemasok. Banyaknya pemasok yang mencampur tembaga dengan logam lain seperti besi dan aluminium membuat hasil peleburannya menjadi rusak. Kondisi perunggu yang dianggap rusak inilah yang membuat mereka tidak mampu menjualnya. Mereka tidak memiliki akses pasar. Akhirnya mereka lebih suka membeli hasil leburan timah dan tembaga dari Sumandi.
Keberhasilannya melunasi beberapa kredit sejak tahun 2004 telah memuluskan langkahnya pada tahun 2008 untuk mendapat kan kredit lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp 500 juta. Dengan jangka waktu pengembaliannya 12 bulan, kredit berbunga 18% ini rencananya akan diarahkan kepada empat aliran modal: membeli barang jadi
12_baLi_OKE.indd 142 12/3/08 10:00:06 AM
143
Tambang Uang Gamelan Tihingan
yang siap dijual, membeli bahan baku dan kayu yang akan diolah lagi oleh tenaga kerjanya menjadi barang jadi, membeli barang sediaan bahan baku dan kayu yang disimpan di rumah dan siap untuk dijual, dan sebagai uang muka
pembelian tembaga untuk pengepul. “Sekali pembelian, kita bisa kasih Rp 50 juta,” jelas Sumandi.
Karena sudah lama mengenal Sumandi dan pembayaran angsuran kreditnya dianggap baik, pada September 2008 Bank BPD menawarkan kredit lagi sebesar Rp 500 juta hasil kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan BPD Bali. Kredit ini harus digunakan seluruhnya untuk pengendalian kelestarian lingkungan. “Rencananya kredit ini akan dipergunakan untuk membuat cerobong asap pada ruang peleburan,” ungkap Sumandi sambil menunjuk lokasi peleburan tersebut. “Ia juga harus menyiapkan berbagai perlengkapan keselamatan kerja seperti helm, sepatu bot, dan sarung tangan bagi pekerjanya,” tambah Gusde. Meskipun kredit telah dikeluarkan,
Selalu menjaga mutu dari setiap karya gamelan yang dibuatnya. Itulah prinsip pertama yang dijalankan Sumandi.
12_baLi_OKE.indd 143 12/3/08 10:00:11 AM
144
tetapi karena masih baru saat dikunjungi, belum terlihat tandatanda cerobong asap tersebut akan dibangun.
Menurut Sumandi, modal yang dikeluarkan memang besar, tetapi usaha pembuatan gamelan ini sebenarnya memiliki tingkat keuntungan yang masih jauh lebih baik dibanding usaha lain, semisal bertani. “Seandainya saya punya sawah pun dengan tingkat keuntungan saat ini hanya 10%, tentu saya tidak akan tertarik,” ujarnya. Tingkat keuntungan pembuatan gamelan untuk pasar lokal saja bisa mencapai 30% dari harga pokok produksinya. Sedangkan untuk pasar luar negeri, pihak hotel yang memesannya menaikkan harga sekitar 45%. Dengan ratarata penjualan tahun 2008 yang mencapai Rp 125 juta per bulan, penjualan melalui hotel ini berkontribusi kira
Berkat kegigihan dan keuletannya, kredit berbunga 16% tersebut berhasil dilunasinya hanya dalam tempo kurang dari 12 bulan, meskipun jangka waktu yang diberikan 36 bulan. “Utang kan beban. Kalau bisa cepat lunas lebih baik,” prinsip Sumandi.
kira 40% terhadap omset. “Saya sebenarnya bisa mendapatkan keuntungan lebih tinggi lagi dibanding yang lain sebab peleburan kan saya lakukan sendiri,” jelas Sumandi.
Kiat UsahaKeberhasilan Sumandi dalam menjalankan usahanya ini tak lepas dari prinsipprinsip yang dipegangnya dengan teguh. Prinsip yang tidak cuma berada di awangawang, tetapi diterapkannya pada halhal yang sangat kecil. Debu pun bagi Sumandi tidak boleh terbuang de ngan percuma. “Debu dari hasil peleburan saya simpan. Pada waktu senggang dan tidak terlalu banyak kerjaan, debu sebanyak dua koli saya bawa ke tukang untuk diayak. Debu keluar, yang tersisa
12_baLi_OKE.indd 144 12/3/08 10:00:11 AM
145
Tambang Uang Gamelan Tihingan
tinggal perunggunya sebanyak dua hingga tiga kilogram. Lumayan kan?” tutur Sumandi.
Selalu menjaga mutu dari setiap karya gamelan yang dibuatnya. Itulah prinsip pertama yang dijalankannya. Diakui Sumandi, ia tak segansegan terjun langsung mengawasi proses pembuatan gamelan. Dimulai dari pemilihan bahan baku seperti tembaga, tidak sedikit pemasok tembaga mencoba melakukan kecurangan. “Kadangkadang besi dimasukkan dalam rongsokan tembaga agar terlihat lebih berat saat ditimbang. Kami kan tidak tahu. Kalau dilebur, hasilnya akan rusak,” terang Sumandi. “Saya juga kadangkadang masih kecolongan,” lanjutnya. Prinsip kehatihatian saat awal proses produksi sa ngat ditekankan sekali baginya. Pada bagian akhir produksi pun, yaitu proses pelarasan suara, pengerjaannya pun masih dilakukan sendiri oleh orang tua dan sesekali oleh Sumandi sehingga kualitas gamelan yang dihasilkan selalu terjaga dengan baik.
Prinsip kedua, melayani pelanggan dengan baik. Terhadap pembeli bahan baku perunggu miliknya, Sumandi selalu siap melayani meskipun mereka belum memiliki uang untuk membelinya. “Saya dekati mereka dari pintu ke pintu, sambil menanyakan kondisi dan alasan mereka jika terlihat tidak bekerja. Kalau mereka menjawab, ada pekerjaan tetapi tidak ada perunggu, maka saya persilakan mereka mengambil dulu perunggunya,” jelasnya. Bagi Sumandi jika mereka sudah mau bekerja saja itu sudah cukup, karena sudah ada pengepul yang siap membeli. Terhadap pembeli langsung pun Sumandi memberikan garansi untuk kualitas gamelan karyanya. Ia siap dan segera datang memperbaiki jika ada gamelan buatannya mengalami penurunan kualitas.
Ketiga, menjaga hubungan dan kedekatan dengan karyawan. Prinsip ini sebenarnya merupakan perwujudan dari pandangannya bahwa dalam bekerja dan berbisnis, Sumandi tidak mengutamakan keuntungan. Keuntungan baginya merupakan ekses saja dari sikap hidupnya yang berlandaskan rasa ingin berbagi kepada orang banyak. Melihat orang lain senang sudah cukup membuat hatinya bahagia. Baginya, ini suatu hal yang tidak dapat diukur dengan apa
12_baLi_OKE.indd 145 12/3/08 10:00:11 AM
146
pun. Jika ada keluarga, tetangga, atau karyawan yang sakit atau meninggal, Sumandi segera membantu tanpa menunggu mereka minta tolong. “Biasanya saya memberikan satu hingga dua liter beras untuk mereka,” tuturnya.
Keempat, membina hubungan yang baik dengan masyarakat dan sesama perajin. “Di Desa Tihingan semuanya sudah seperti saudara dan dekat sekali. Jadi, kalau kita taruh motor sembarangan pun tidak akan ada yang mengambil,” papar Sumandi setengah bercanda. ”Kalau ada pembeli yang sulit ditagih, berita ini akan segera menyebar. Ada saja sesama perajin yang akan memberi tahu. Jadi di antara sesama perajin telah terjalin hubungan yang baik dan cenderung saling membantu jika ada rekannya yang mengalami kesulitan,” tambah Sumandi
Kelima, adanya kreativitas dan kemampuan melihat peluang agar seluruh barang dapat dimanfaatkan menjadi bisnis. Kedua faktor ini telah dimiliki oleh Sumandi. Gamelan yang menurut perajin lain sudah kuno dan akan dilebur lagi, di tangan Sumandi ternyata masih bisa menjadi tambang uang yang menguntungkan. Sumandi hanya perlu mengolah sedikit saja. Dengan memiliki ja ringan pasar hingga ke luar negeri gamelan tersebut menjadi satu pilihan yang disukai. Kenyataannya pembeli luar negeri tidak terlalu memperhatikan kualitas suaranya. Mereka membeli karena menyukai bentuk gamelan yang unik dan antik. Kejelian inilah yang tidak dimiliki oleh perajin lain.
Sumandi menjalankan bisnisnya secara hatihati dan prihatin “Meskipun tahu pasar, jika tidak punya modal, tetap tidak bisa jalan,” tutur Sumandi. Ia sadar betul pentingnya perbankan dalam membantu permodalannya. ”Bagi saya, kredit bank tidak boleh mainmain. Harus sudah mempersiapkan bagaimana melunasinya. Keuntungan usaha harus sudah disisihkan untuk menyicil kredit. Jangan terpikir untuk bergantiganti mobil atau beli rumah. Yang penting investasi jalan. Jadinya ya lancarlancar saja,” tuturnya sedikit memberi kiat. ”Saya tidak suka foyafoya, pulang kerja tidak ke manamana lagi. Pola hidup saya adalah prihatin. Meskipun temanteman banyak
12_baLi_OKE.indd 146 12/3/08 10:00:11 AM
147
Tambang Uang Gamelan Tihingan
yang meminta saya ganti mobil tetapi bagi saya yang penting bisa jalan,” tambah Sumandi yang tetap setia menggunakan mobil Karimun sebagai kendaraan operasionalnya.
Sebenarnya masih banyak citacita yang ingin diraihnya, apalagi setelah bisnis usahanya berkembang seperti sekarang ini. “Saya ingin memperbesar usaha. Tanah yang di pinggir jalan bypass rencananya akan saya bangun showroom. Saya juga ingin membuat miniatur gamelan, tetapi saya belum bisa mendapatkan suara yang selaras,” tutur Sumandi bersema ngat. Harapan lainnya adalah adanya generasi penerus untuk usaha yang dijalankannya. Meskipun tidak ada kata pensiun baginya, tetapi ia sadar betul perlu adanya estafet kepemimpinan. Ia menaruh harapan besar terhadap anak keduanya yang sekarang masih duduk di kelas 6 SD, yaitu I Made Kusuma Yoga. Melihat kesehariannya, ia menduga anaknya tersebut memiliki minat besar terhadap kesenian.
Dengan tekad yang kuat, terwujudnya citacita itu ha nyalah masalah waktu saja baginya. “Bekerja bagi saya merupakan persembahan untuk Yang Mahakuasa, dengan memberikan yang terbaik bagi orang banyak,” tutur Sumandi mengakhiri wawancara. Bila Tuhan sudah menghendaki sesuatu terhadap hambaNya tidak ada apa pun yang dapat menghalangi. [] erdion
12_baLi_OKE.indd 147 12/3/08 10:00:12 AM