Download - T.A analisis komponen.doc
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan Raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dari
satu tempat ke tempat lain, dan berfungsi sebagai sarana penghubung dimana lau lintas harus
lancar dan aman. System transportasi jalan raya juga merupakan penggerak ekonomi yang
penting disamping juga menjadi sarana aktifitas penduduk yang melibatkan masalah
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan. Sehubungan dengan pesatnya kota Jember,di mana
terjadi pertambahan lalu lintas yang mengakibatkan antrian kendaraan di ruas-ruas jalan
tertentu. Jalan yang ada saat ini tidak mampu menampung arus lalu lintas yang terus
meningkat.
Pemerintah kota Jember merencanakan jalan lingkar untuk mengalihkan arus lalu
lintas truk dan kendaraan berat di wilayah Rambi Puji – Ajung . Jalan yang di rencanakan
sejauh ± 14 km, serta lebar Jalan yang di rencanakan 7 m dengan perkerasan lentur.
Perencanaan ini di lakukan karena beberapa factor penyebab, yaitu :
1. Jumlah kendaraan yang sangat padat yang melintas di jalur utama
2. Jalan yang tidak lebar sebagai lintasan semua jenis kendaraan
3. Angkutan umum yang biasanya berhenti menyebabkan kemacetan lalu lintas
4. Sepanjang jalur Rambi Puji- ajung terdapat kawasan sekolah, pasar, industri yang
pada saat jam puncak akan mengalami lalu lintas yang sangat tinggi
Perencanaan jalan baru perkerasan lentur untuk jalan lingkar selatan Jember
digunakan suatu metode, metode yang digunakan dalam perencanaan sangat menentukan dan
mempengaruhi keberhasilan pembuatan jalan tersebut. Jalan harus dapat melayani sesuai
umur rencana. Adapun metode yang di gunakan dalam perencanaan ini adalah Metode
Binamarga (Aanalisis Komponen), dengan umur rencana 10 tahun. Analisis volume lalu
lintas juga sangat diperlukan untuk merencanakan perkerasan lentur,Selain itu untuk
merencanakan jalan tersebut kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat di
tentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah itu sendiri. Tanah merupakan komponen utama
subgrade yang memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda-beda, sehingga setiap jenis
tanah mempunyai ciri khas tertentu. Salah satu tes tanah yang di butuhkan untuk perecanaan
jalan adalah test CBR ( California Bearing Ratio) menggunakan alat uji DCPT (Dynamic
cone Penetrometer). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung tanah yang
dinyatakan dalam nilai CBR dengan satuan % (persen), kemudian data CBR digunakan
sebagai salah satu masukan dalam proses perencanaan jalan tersebut untuk menentukan tebal
perkerasan jalan baru.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, maka dicapai rumusan masaah yaitu berapa
tebal perkerasan lentur pembuatan jalan baru dengan UR 10 tahun yang di perlukan pada
pembangunan jalan lingkar jember di daerah Rambi Puji-Ajung sepanjang ± 14 km
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan skripsi ini adalah untuk merencanakan tebal perkersan Lentur dengan
kekuatan dan keawetan umur rencana 10 tahun di jalan Lingkar Selatan Jember
1.4 Manfaat Penilitian
Adapun manfaat yang bisa diambil adalah sebagai referensi untuk perencanaan tebal
perkersan lentur di jalan lingkar selatan Jember menggunakan Metode Bina Marga.
1.5 Batasan Masalah
Agar skripsi ini lebih terarah dan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan suatu
batasan masalah, sebagai berikut :
a. Jalan yang direncanakan untuk dilakukan tebal perkerasan adalah Jalan di
Ajung,Desa Pancakarya-Rambi Puji,desa Rowotamtu dengan metode Bina Marga
(Analisis Komponen)
b. Perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga
c. Perencanaan Overlay untuk jalan lama tidak di dilakukan
d. Umur rencana untuk perkerasan lentur 10 tahun
e. Lokasi Ruas Jalan lingkar Selatan Jember (Ajung-Mangli)
f. Data CBR di dapat dari hasil uji DCPT
g. LHR yang digunakan adalah hasil data survey selama 1 hari di daerah Ajung
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Lentur
2.1.1 Teori Perkerasan Lentur Jalan
Perkerasan lentur adalah suatu jenis perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat, lapisan-lapisan perkerasannya sendiri bersifat memikul dan menyebar beban
lalu lintas sampai ke tanah dasar ( Sukirman S, 1994:4). Struktur perkerasan lentur, umumnya
terdiri atas: lapis pondasi bawah (subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis
permukaan (surface course). Sedangkan susunan lapis perkerasan adalah seperti diperlihatkan
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Suusunan Lapisan Perkerasan Lentur Jalan
2.1.2 Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat
dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR)
sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR)
tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index.
Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat
digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau
lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat
beban lalu-lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan jenis
tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi.
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenis
tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya,
yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan konstruksi.
2.1.3 Lapis Pondasi Bawah
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir
(granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang
distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di
atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).
c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancer.
Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung
tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau
karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh
cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih
baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran- campuran
tanah setempat dengan kapur atau semen portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar
diperoleh bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
2.1.4 Lapis Pondasi
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di
bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak
menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan
beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan
pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan
dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%)
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang
distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.
2.1.4 Lapis Permukaan
Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat dan
bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas
lapis pondasi. Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi.
Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu
bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu
mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai
manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas,
a. Muatan Kendaraan berupa gaya vertikal
b. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal
c. Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran
Lapisan Permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya
2.2 UMUR RENCANA
Umur rencana perkerasan baru seperti yang ditulis di dalam Tabel 1.
Tabel 1 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)
2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau
formulasi koneksi dengan factor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka
menggunakan
Tabel 2 Perkiraan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i)
2011 – 2020 > 2021 – 2030
arteri dan perkotaan (%) 5 4
rural (%) 3.5 2.5
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut:
2.4 Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.
Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut ini :
w18 = DD x DL x ŵ18
Dimana :
DD = faktor distribusi
arah. DL = faktor
distribusi lajur.
ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian
dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan
‘kosong’.
Tabel 3. Faktor Distribusi Lajur (DD)
Jumlah lajur % beban gandar standar
per arah dalam lajur rencana
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam pedoman ini
adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban
gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu
lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
W =w
18
x
(1 +g)n −1
t
G
Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w1
8 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).
2.5 Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (vehicle Damage Factor)
Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting. Ketentuan untuk cara
pengumpulan data beban lalu lintas dapat dilihat dari Tabel 4
Table 4 ketentuan cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas
Prasarana Jalan Lintas
Jalan Bebas Hambatan 1
Jalan Raya 1 atau 2
Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3
Jalan Kecil 1 atau 2 atau 3
Pada table 5 memberikan prosedur sederhana untuk menentukan karakteristik nilai
rata – rata faktor ekivalen beban (VDF) untuk setiap kendaraan niaga. Penentuan Nilai VDF
tersebut harus dengan menggunakan beban standar untuk setiap kelompok sumbu yang
diberikan dalam pedoman Pd T-05-2005.
2.6 Pengendalian Beban Sumbu
Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual) diasumsikan
berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban berlebih terkendali
sehingga tingkat pembebanan dapat di perhitungkan sedemikian rupa sehingga proyeksi
volume yang terangkut akan sama tetapi menggunakan beban sumbu dalam koridor batas zin
sumbu sesuai kelas jalannya.
2.7 Beban Sumbu Standar
Beban sumbu 100 Kn diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan kelas 1. Namun
demikian nilai CESA selalu di tentukan berdasarkan beban sumbu standart 80 KN.
2.8 beban sumbu standart komulatif
(CESA) merupakan jumlah komulatif beban sumbu lalu lintas rencana pada lajur rencana
selama umur rencana, yang di tentukan sebagai :
Tabel 5 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar
Distribusi tipikal
(%)
Nalai
gabungan
Jenis
Kendaraan
Faktor Ekivalen
Beban (distribusi x
VDF –
Konfigu
rasi
Kelo
m Semua Semua
(VD
F)
tanpa sepeda
Uraian pok
kendara
an
kendaraa
n
(ESA / kendaraan)
motor)
sumbu sum
bu
bermoto
r bermotor
Klasi
fi Alter
na
Muatan1 yang
kecuali
VDF4 VDF5
VD
F 4
VD
F5kasi
tif sepedaLam diangkut Pangkat 4
Pangkat 5
motor
1 1 Sepeda Motor 1.1 2 30.4
2 , 3,
4 2, 3, 4
Sedan / Angkot /
pickup / 1.1 2 51.7 74.3
station wagon
5a 5a Bus kecil 1.2 2 3.5 5.00 0.3 0.2 0.015 0.010
5b 5b Bus besar 1.2 2 0.1 0.20 1.0 1.0 0.002 0.002
6a.1 6.1
Truk 2 sumbu–
cargoringan 1.1 muatan umum 2
4.6 6.60
0.3 0.2 0.010 0.007
6a.2 6.2
Truk 2 sumbu-
ringan 1.2
tanah, pasir,
besi, semen 2 0.8 0.8 0.026 0.028
6b1.
1
7.1 Truk 2 sumbu–
cargo sedang
1.2 muatan umum 2 - - 0.7 0.7 - -
NIAG
A
6b1.
2 7.2
Truk 2 sumbu-
sedang 1.2
tanah, pasir,
besi, semen 2 1.6 1.7 - -
6b2.
1 8.1
Truk 2 sumbu-
berat 1.2 muatan umum 2
3.8 5.50
0.9 0.8 0.025 0.023
6b2.
2 8.2
Truk 2 sumbu-
berat 1.2
tanah, pasir,
besi, semen 2 7.3 11.2 0.202 0.308
KEND
ARAA
N
7a1 9.1
Truk 3 sumbu -
ringan 1.22 muatan umum 3
3.9 5.60
7.6 11.2 0.212 0.314
7a2 9.2
Truk 3 sumbu -
sedang 1.22
tanah, pasir,
besi, semen 3 28.1 64.4 0.787 1.803
7a3 9.3 Truk 3 sumbu -
berat
1.1.2 3 0.1 0.10 28.9 62.2 0.029 0.062
7b 10
Truk 2 sumbudan
trailer 1.2-2.2 4 0.5 0.70 36.9 90.4 0.259 0.633
penarik 2 sumbu
7c1 11
Truk 4 sumbu -
trailer 1.2 - 22 4 0.3 0.50 13.6 24.0 0.068 0.120
7c2.
1 12
Truk 5 sumbu-
trailer 1.22 - 22 5
0.7 1.00
19.0 33.2 0.095 0.166
7c2.
2 13
Truk 5 sumbu-
trailer 1.2 - 222 5 30.3 69.7 0.152 0.349
7c3 14
Truk 6 sumbu-
trailer 1.22 - 222 6 0.3 0.50 41.6 93.7 0.208 0.469
Catatan : Data didasarkan pada survey beban lalu lintas Arteri Pulau Jawa – 2011
Perhitungan lalu lintas untuk desain perkerasan harus meliputi semua kelas kendaan
Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya
dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari
kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika
perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua lebih kecil dari pada
perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien drainase, maka perencanaan yang secara
ekonomis optimum adalah apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 8
memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi
agregat.
Pt T-01-2002-
B
Tabel 8 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi
agregat (inci)
Lalu-lintas (ESAL) Beton aspal LAPEN LASBUTAG
Lapis pondasi
agregat
Inci cm inci cm inci cm inci cm
< 50.000 *) 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10
50.001 – 150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10
150.001 – 500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10
500.001 – 2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.001 – 7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15
> 7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metode Bina Marga (Analisis komponen)
untuk merencanakan tebal perkerasan lentur. Dengan mengetahui nilai CBR pada
tanah dasar melalui pengujian langsung di lapangan menggunakan alat DCPT
(Dynamic Cone Penetrometer). Dan kemudian menghitung perencanaan tebal
perkerasan lentur.
Landasan penelitian ini berdasarkan pada kajian pustaka (literature review)
atas beberapa tulisan ilmiah yang dimuat pada jurnal yang berkaitan dan buku
referensi yang tercantum pada daftar pustaka. Kemudian data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengujian
langsung di lapangan. Dan untuk data sekunder didapat dari Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga Kab. Jember, yang kemudian dapat langsung digunakan untuk
merencanakan tebal perkerasan lentur.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi perencanaan tebal perkerasan lentur jalan lingkar selatan pada
ruas jalan Ajung,Desa Pancakarya- Rambipuji,Desa Rowotamtu
Kabupaten Jember.
b. Data taknis Jalan lama pada lokasi perencanaan adalah :
1) Panjang jalan : ±14 km
c. Penelitian akan dilakukan mulai bulan oktober sampai dengan selesai.
Berikut letak Jalan yang akan di rencanakan pada gambar 3.1.
Sumber: Google Maps, 2015
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
3.3 Langkah – langkah Perencanaan Tebal Perkerasan
Langkah – langkah dalam pengerjaan perencanaan tebal perkerasan lentur
jalan sebagai berikut.
a. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan teori-teori penunjang.
b. Pengumpulan data
Data primer adalah data yang di ambil langsung di lapangan. Data
sekunder adalah data yang di ambil tidak langsung dari lapangan.
c. Pengelompokan data
Pengelompokan data primer meliputi CBR, gambar dan berat kendaraan.
Data sekunder meliputi : Data LHR, peta curah hujan, peta lokasi
d. Pengolahan Data
Data DCPT yang di dapat di lapanagn di tentukan dengan cara analitis dan
grafis untuk mendapatkan nilai CBR segmen. Data LHR di ambil selama 1
hari
e. Pembahasan
1) Perhitungan volume lalu lintas
2) Perhitungan angka ekivalen masing-masing kendaraan
3) Perhitungan lintas ekivalen permulaan dan lintas ekivalen akhir
4) Perhitungan lintas ekivalen tengah dan lintas ekivalen rencana
5) Menentukan indeks tebal perkerasan
6) Menentukan factor regional
7) Menentukan indeks permukaan
8) Menentukan koefisien kekuatan relative (a) dan tebal masing-masing
lapis perkerasan
3.5 Bagan Alir Penelitian
START
Identifikasi masalah
Tinjauan Pustaka
Menentukan Metode
Persiapan Data
Data LHR
Data CBR
A
Tebal Lapisan
Perkerasan ≥ t.min
Perhitungan LHR
A
Perhitungan Angka Ekivalen
Diambil tebal minimum
Dipakai dalam gambar Perencanaan
Perhitungan Indeks Tebal Lapisan Perkerasan
FINISH
YA
TIDAK