SUKUK BERBASIS ASET TURUNAN
TANAH WAKAF DI KAWASAN MASJID AGUNG
JAWA TENGAH, SEMARANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
MUHAMAD DADI DWIONO
NIM : 11140480000008
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
iv
iv
ABSTRAK
Muhamad Dadi Dwiono NIM: 11140480000008. “SUKUK BERBASIS ASET
TURUNAN TANAH WAKAF DI KAWASAN MASJID AGUNG JAWA
TENGAH, SEMARANG” Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439H/2018M.
1x+60 halaman+ lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara yuridis bagaimana
memproduktifkan secara ekonomi tanah wakaf di Indonesia, melalui sarana Sukuk
yang diterbitkan oleh korporasi, terutama penulis mengambil contoh tanah wakaf
kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang. Tanah wakaf yang tidak
diberdayakan secara ekonomi disebabkan pemahaman yang belum terpadu
tentang peruntukan tanah wakaf secara perundang-undangan yang secara legal
telah memperbolehkan tanah wakaf sebagai sarana kegiatan ekonomi.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan penelitian normatif yuridis. Penelitian menggunakan
data primer Data Tanah Wakaf di Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah. Dan data
sekunder yang merupakan bahan-bahan hukum seperti peraturan perundang-
undangan, buku-buku hukum mengenai pasar modal dan sukuk, jurnal hukum,
skripsi, dan komentar-komentar atas norma hukum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara yuridis walaupun tanah
wakaf tidak disebutkan secara langsung dapat menjadi asset turunan dari Sukuk
korporasi namun secara yuridis dan agama tanah wakaf memenuhi syarat untuk
menjadi asset turunan dari penerbitan sukuk bagi korporasi sehingga tanah dalam
hal wakaf di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah dapat dijadikan asset turunan
sukuk bagi korporasi.
Kata Kunci : Sukuk, Aset Turunan, Tanah Wakaf.
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey,S.H,M.A.M.H
Daftar Pustaka : 1993-2017
v
v
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر الر بسم للاه
Puja dan puji syukur ke Hadirat Allah SWT. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya dari masa kebodohan dan kegelapan ke masa pencerahan dan terang
benderang seperti masa ini. Rasa syukur ke Hadirat Allah SWT. Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, atas karunia dan rahmat-Nya serta atas kuasa-Nya yeng
memberikan peneliti kemudahan menyelesaiakan skripsi yang berjudul Sukuk
Berbasis Asset Turunan Tanah Wakaf di Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah,
Semarang
Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis
pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
berbagai pihak dari awal perkuliahan samapi saat penyusunan skripsi ini sangatlah
sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Izinkanlah penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang tak terhingga kepada orang-orang yang telah membantu dan
memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar.M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H,M.H. ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Thamrin, S.H. M. Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Djawahir Hejazziey,S.H,M.A.M.H., dosen pembimbing peneliti yang
telah mencurahkan waktu, tenaga, kesabaran, dan ilmunya untuk memberikan
motivasi, arahan, dan rekomendasi kepada saya dalam menyusun skripsi ini.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta khususnya para Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah
vi
vi
memberikan pembelajaran hidup serta ilmunya yang berharga. Semoga Allah
SWT memberikan ganjaran pahala yang tiada putusnya kepada mereka yang
telah memberikan ilmunya dengan segenap hati dan kekuatan.
5. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kepala dan Staff Perpustakaan Utama Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam
menyediakan fasilitas dan bantuan referensi demi kelancaran studi
kepustakaan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta Sudimanto dan Mirsodah, serta kakak Sadam
Subangkit S.T. Serta seluruh keluarga dan kerabat terdekat yang telah
senantiasa memberikan dukungan moral demi terselesaikannya skripsi ini.
7. Keluarga besar Ilmu Hukum dan Moot Court Community Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yeng telah memberikan dukungan moral,
berdiskusi, dan bertukar ilmu demi terselesaikannya skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bermanfaat, dan berguna bagi yang
membutuhkan ilmu serta menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya untk
mengembangkan penelitian khususnya dalm bidang hukum sukuk korporasi.
Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengemabangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.
Jakarta, 18 September 2018
Peneliti
vii
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTARISI ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ............................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, danPerumusanmasalah .................... 5
C. TujuandanManfaatPenelitian .................................................... 5
D. MetodePenelitian ...................................................................... 6
E. SistematikaPenelitian ............................................................... 9
BAB II TINJAUAN UMUM SUKUK, ASET TURUNAN KORPORASI,
DAN WAKAF
A. Sukuk ........................................................................................ 11
B. PengertianSukuk ....................................................................... 11
1. SejarahSukuk ..................................................................... 12
2. PenerbitSukuk ................................................................... 13
3. Model-model Sukuk di Indonesia ..................................... 14
C. Asset TurunanKorporasi ........................................................... 17
D. Wakaf ....................................................................................... 18
1. PengertianWakaf ............................................................... 18
2. SyaratdanRukunWakaf ...................................................... 20
3. WakafdalamSistemPerundang-undangan di Indonesia ..... 23
E. KerangkaTeori .......................................................................... 31
1. TeorikemanfaatanHukum .................................................. 31
2. TeoriKemaslahatanHukum ................................................ 33
F. KajianTerdahulu ....................................................................... 34
viii
viii
BAB III GAMBARAN UMUM TANAH WAKAF DI KAWASAN
MASJID AGUNG JAWA TENGAH , SEMARANG
A. Deskripsi Umum dan Potensi tanah Wakaf
di Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang ........ 38
B. Fasilitas Penunjang di Kawasan Tanah Wakaf
Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang ............................ 40
BAB IV ANALISIS HUKUM SUKUK BERBASIS ASET TURUNAN
TANAH WAKAF DI KAWASAN MASJID AGUNG JAWA
TENGAH, SEMARANG
A. Analisis Yuridis Sukuk Berbasis Aset Turunan
Tanah di Kawasan Masjid Agung
Jawa Tengah, Semarang .................................................... 43
B. Landasan Hukum Peruntukan Tanah Wakaf
sebagai Aset Turunan Sukuk di Kawasan
Masjid Agung Jawa Tengah , Semarang ........................... 47
C. Model-model Sukuk Berbasis Aset Turunan
Tanah Wakaf di Kawasan Masjid Agung
Jawa Tengah, Semarang .................................................... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 55
B. Rekomendasi ...................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang-undang No 41 tahun 2004
tentang Wakaf.
B. POJK No 53/POJK.04/2015 tentang Akad yang digunakan
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
1
SUKUK BERBASIS ASET TURUNAN TANAH
WAKAF DI KAWASAN MASJID AGUNG
JAWA TENGAH, SEMARANG
A. Latar Belakang Masalah
Secara yuridis sukuk (sukuk) atau instrument utang syariah di dalam Fatwa
No. 33/DSN-MUI/10/2002 bertanggal 12 september 2002 menyatakan
diperbolehkannya perusahaan penerbit sukuk. Fatwa tersebut memberikan
pengertian sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang sukuk yang mewajibkan
emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil,
margin atau fee, serta membayar dana obligasi pada saat jatuh tempo1.
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI), sukuk adalah“certificate of equal value representing
undivided shares ownership of tangible asset, usufruct and services (in the
ownership of) the assets of particular projects or special investment activity”.
Jadi sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang dipresentasikan setelah
menutup pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai
rencana. sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas,
barang, atau jasa atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu
aktivitas investasi tertentu. Konsep keuangaan berbasis syariah saat ini sedang
tumbuh secara cepat. Asetnya saat ini diperkirakan menyentuh angka 1,3 triliun
dollar AS sebagaimana dilansir oleh lembaga pemeringkat “Standard and Poor’s
Rating Service”. Bahkan diperkirakan di tahun-tahun mendatang akan tumbuh
mencapai 2 triliun dollar AS. Hal ini menunjukkan bahwa market share dari
lembaga keuangan syariah saat ini mencapai 3% , dan akan tumbih lagi di tahun-
1Nasarudin Irsan dkk, Aspek hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta : 2004, h. 206.
2
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2014,
jumlah saham syariah yang terbit adalah sebanyak 336 dengan nilai mencapai Rp.
2.946,89 triliun atau 56,37% dari total nilai saham di pasar modal. Sementara itu,
jumlah reksa dana syariah yang terbit mencapai 74 dengan total nilai mencapai
Rp. 11,24 triliun (4,92% dari total reksa dana) dan jumlah obligasi dan sukuk
yang terbit mencapai 35 dengan total nilai Rp. 7,1 triliun (atau 3,18% dari total
obligasi/sukuk). Jumlah dan total nilai di atas belum mencakup sukuk negara yang
diterbitkan sejak tahun 2008 yaitu sebanyak 42 dengan nilai Rp. 206,1 triliun atau
30,43% dari total jumlah Surat Berharga Negara (SBN)1.
Berdasarkan data tersebut apabila ditinjau lebih jauh berdasarkan Islamic
commercial Law Report 2017 . Indonesia berada pada posisi ke-4 negara dengan
sukuk outstanding (saldo) terbesar yaitu senilai USD 24,741 juta. Negara yang
memiliki nilai sukuk terbesar yaitu Malaysia yang diikuti oleh Arab Saudi dan
UEA. Namun dari sisi penerbitan sukuk Indonesia menempati urutan kedua
setelah Malaysia dengan nilai penerbitan USD 8,815 juta2.Pertumbuhan Sukuk
yang sedemikian besar tersebut belum menarik minat investor korporasi untuk
menerbitkan sukuk, jika dibandingkan Sukuk negara yang jumlahnya mencapai
Rp. 429,29 Triliun, outstanding sukuk korporasi memang masih minim hanya
berkisar Rp. 11,75 Triliun3
. Berdasarkan data dan fakta tersebut sukuk
menyimpan potensi yang sangat besar untuk dioptimalkan lebih jauh lagi. Wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
1. Aziz, Muhammad Faiz, Penguatan Kerangka Hukum Efek Syariah Melalui Revisi Undang-
Undang Pasar Modal, Jurnal Rechtsvinding Online Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: 2016, h 1.
2 Direktorat Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan ,Sinergi menuju Pasar Modal
Syariah yang lebih Besar dan Berkembang, , Jakarta: 2017, h 13.
3http://akucintakeuangansyariah.com/mau-nerbitin-sukuk-cek-dulu-aturannya/, diakses pukul
2.18 tanggal 2 maret 2018.
3
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya demi keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.Penggunaan tanah wakaf di Indonesia
tidaklah berjalan optimal dalam hal produktifitas demi kemaslatan umat terutama
dalam bidang ekonomi, menurut Ketua Badan Wakaf Indonesia Zilal Hamzah
dari data Kementrian Agama ada 4,3 miliar meter persegi tanah wakaf yang
tercatat per maret 2017. Namun demikian sekitar 90% tanah wakaf tersebut
tidaklah produktif secara ekonomi4.
Berkaca dari hal tersebut, banyaknya tanah wakaf yang tidak diberdayakan
secara produktif diakibatkan ketiadaan dana memberdayakan atau mengelola
tanah wakaf tersebut. Pembiayaan menjadi factor penting dalam pemberdayaan
tanah wakaf agar menjadi wakaf yang produktif. pembiayaan merupakan
kewajiban dari pengelolaan atau investasi tanah wakaf, dengan kata lain proses
investasi tanah wakaf menuntut adanya pembiayaan terlebih dulu atas harta
wakaf tersebut5.
Berdasarkan data dan fakta tersebut tentunya menjadi dilema mengenai
pertumbuhan sukuk yang cepat namun belum banyak menyentuh asset tanah
wakaf, sebagai perbandingan di Negara Malaysia dan Uni Emirate Arab tanah
wakaf yang diberdayakan secara produktif melalui dana sukuk sudah banyak
dilakukan dan memberikan kemaslatan yang tinggi kepada umat Islam.
Tanah wakaf Masjid Agung Jawa Tengah merupakan tanah wakaf seluas
100.0000 meter yang terletak di pusat Provinsi Jawa Tengah dan menjadi
landmark provinsi tersebut. Kota semarang merupakan kota berpenduduk sekitar
1,5 juta jiwa terpadat di Provinsi Jawa tengah dengan akses Bandara Ahmad
Yani, terminal, serta Pelabuhan Tanjung Emas yang menjadi urat nadi
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah khususnya dan Indonesia secara umum.
Kawasan tanah wakaf Masjid Agung Jawa Tengah adalah tempat popular di
4 www.detik .com, 10% tanah wakaf RI digunakan untuk perekonomian. 2.18 tanggal 2 maret
2018 5 Furqan ahmad, Model-model Pembiayaan Tanah Wakaf Produktif, Economica, Semarang:
2014, h 2.
4
dalam mata wisatawan domestic maupun internasional. Lokasinya yang strategis
dan pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan dengan pemanfaatan yang baik
tentu dapat menarik minat investor berbasis keislaman untuk memberikan
dananya kepada pengembangan ekonomi umat islam di Jawa Tengah.
diterbitkannya sukuk dengan asset turunan tanah wakaf tersebut dapat
memajukan kesejahteraan ekonomi umat yang lebih baik. Masjid Agung Jawa
Tengah mempunyai potensi yang menjanjikan sebagai sarana wisata religi dan
kuliner keislaman. Kawasan Masjid Agung Jawa tengah menyediakan berbagai
kemudahan sarana dan prasana bagi pengunjung domestic maupun internasional
karena dilengkapi Museum Sejarah Islam di Nusantara dan khususnya pulau
Jawa, penginapan berupa Hotel Graha Agung, café, area pertokoan sebanyak 70
kios di kawasan masjid serta aneka kerajinan dan panganan khas Jawa Tengah
yang dapat ditemui di sekitaran area masjid. Berkaca pada hal tersebut banyaknya
potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih jauh melalui penerbitan sukuk
korporasi. Maka sebab itu dibutuhkan kemauan dan kemampuan di agar tanah
wakaf dapat dioptimalkan, jika sudah menjamur, bukan tidak mungkin sukuk di
Indonesia akan kian berkembang selaras dengan kemaslatan umat yang berdaya
di bidang ekonomi di daerah lain dalam asset tanah wakaf. Pemanfaatan Sukuk
dapat hadir sebagai sarana pensejahtera masyarakat sesuai dengan cita hukum
negara welfare state yang tercantum di dalam alinea ke-Empat UUD 1945.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penelitian ini akan
mengkaji lebih dalam yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul :
SUKUK BERBASIS ASET TURUNAN TANAH WAKAF DI KAWASAN
MASJID AGUNG JAWA TENGAH, SEMARANG.
5
A. Identifikasi, Pembatasan,dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran yang termaktub pada latar belakang tersebut,
identifikasi masalah pada studi ini diantaranya:
a. Keabsahan tanah wakaf di Desa Bantarjati sebagai asset turunan sukuk.
b. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian/akad dalam islam.
c. Kriteria asset turunan dalam penerbitan Sukuk.
d. Langkah-langkah pemanfaatan tanah wakaf produktif.
e. Jenis-jenis akad dalam sukuk.
f. Penerbitan Sukuk berbasis underlying asset (asset turunan) tanah wakaf.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan pembahasan mengenai sukuk, penelitian ini
berkonsentrasi mengkaji sukuk dan bagaimana penerapannya dengan tanah
wakaf di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah Semarang.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah
yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan penelitian yang menjadi
kajian studi dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana landasan hukum sukuk berbasisi asset turunan di atas tanah
wakaf kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang ?
b. Bagaimana metode asset turunan tanah wakaf di kawasan Masjid Agung
Jawa Tengah, Semarang sebagai sukuk ?
B. Tujuan Penelitian dan Manfaat penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini secara umum sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan memahami sukuk berbasis asset turunan tanah
wakaf di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang.
b. Untuk mengetahui dan memahami metode Sukuk Korporasi dengan asset
6
turunan tanah wakaf Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang.
2. Selain tujuan yang ingin dicapai diatas, ada beberapa hal yang merupakan
manfaat dari studi ini diantaranya :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan produktif
mengenai sukuk dan optimalisasinya secara produktif melalui tanah
wakaf.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
perbaikan bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya lewat
sukuk dengan berbasis asset tanah wakaf, khusunya di kawasan Masjid
Agung Jawa Tengah, Semarang
D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode,sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, denganjalan
menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.
1. Pendekatan Penelitian
Penulis dalam melakukan proses penelitian ini menggunakan metode
pendekatan normative. pendekatan normative mengacu kepada norma-
norma hukum yang terdapat di dalam perundang-undangan.
7
2. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak
membutuhkan populasi dan sampel karena jenis penelitian ini
menekankan pada aspek pemahaman dalam perundang-undangan.
Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan yang menjadi penelitiannya
sebagai sumber data6.
3. Sumber Data
Dalam pnelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang
artinya data sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data sekunder ini
antara lain : dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang berbentuk laporan, buku harian, dan lain-lain. Data sekunder ini
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. :
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim7.Dalam
penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah:
1.Undang- Undang No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
2.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2015
tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
3.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.04/2015
tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk.
4.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.04/ 2017
tentang Dokumen Penyertaan Pendaftaran dalam Rangka
Penwaran umum Efek Bersifat Ekuitas, Efek bersifat Utang
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, kauntitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2005) h. 46.
7Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010) h. 141
8
dan/atau Sukuk.
5.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.04/ 2016
tentang Dana Investasi Real Estate Syariah Berbentuk Kontrak
Investasi Kolektif.
6.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36/POJK.04/ 2014
tentang Penawaran Berkelanjutan Efek bersifat Utang dan /atau
Sukuk.
7.POJK No 53/POJK.04/2015 tentang Akad yang digunakan
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal
8.Fatwa Dewan Syariah Nasional No 32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Sukuk
b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum dalam Sukuk Negara meliputi buku-buku teks, kamus hukum,
jurnal hukum, dan komentar-komentar atas norma hukum
c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum
dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat
atau laporan- laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai
relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut
dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi
untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai literature seperti
buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, tesis, dan undang-
undang terkait dengan sukuk.
9
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian
rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan
hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang
dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis
terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui pentingnya
pengembangan sukuk berbasis underlying asset tanah wakaf demi
terciptanya tanah wakaf produktif.
6. Metode Penelitian
Acuan metode penulisan peneliti merujuk pada “Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017” Berdasarkan kaidah-
kaidah dan teknik penulisan yang sudah ditentukan oleh Fakultas Syariah
dan Hukum.
E. Rancangan Sistematika Penelitian
Skripsi ini disusun dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Tahun 2017, yang terbagi dalam lima bab. Pada
setiap bab terdiri dari sub bab yang digunakan untuk memperjelas ruang
lingkup dan inti permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak
masing-masing bab serta inti permasalahan dalam penelitian ini sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang,
Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu, Kerangka
Teori dan Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika
10
Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Merupakan bab kajian pustaka yang menjelaskan tentang
berbagai aspek diantaranya : Pengertian Sukuk secara garis
besar, pengertian asset turunan bagi dunia investasi, dan
tinjauan umum tanah wakaf.
BAB III DATA PENELITIAN
Merupakan bab yang menjelaskan tentang data dari tanah
wakaf di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah. beserta
spesifikasinya secara komprehensif berupa fasilitas yang ada
serta potensi ekonomi di daerah tersebut yang dapat menarik
minat investor.
BAB IV ANALISIS HUKUM SUKUK BERBASIS ASET
TURUNAN TANAH WAKAF DI KAWASAN MASJID
AGUNG JAWA TENGAH, SEMARANG
Merupakan bab yang menjelaskan Sukuk Berbasis Aset
Turunan Tanah Wakaf di Kawasan Masjid Agung Jawa
Tengah, Semarang. beserta penjelasan model-model sukuk apa
yang dapat diterapkan
BAB V PENUTUP
Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang
dapat ditarik mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan
perumuan masalah yang telah ditetapkan dan rekomendasi
yang akan lahir setelah pelaksanaa penelitian dan
pengulasannya dalam skripsi.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM OBLIGASI SYARIAH,
ASET TURUNAN KORPORASI, DAN WAKAF
A. Obligasi Syariah
Pasar modal syariah kian lama berkembang dengan pesat dewasa ini,
terutama diakhir dekade tahun 2000 dengan banyaknya korporasi yang
menyediakan konsep syariah sebagai lahan alternative baru bagi dunia
permodalan di dunia domestic maupun internasional. Malaysia secara garis
besar merupakan negara pertama yang menggalakkan pasar modal syariah di
dalam pasar domestik dan sampai sekarang menjadi negara dengan nilai asset
pasar modal syariah terbesar di asia tenggara bahkan dunia internasional.
1. Pengertian Obligasi Syariah
Pengertian obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang saham syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/
fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan
demikian, pemegang obligasi syariah akan mendapatkan keuntungan
bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam bentuk bagi hasil/ margin/
fee.
Obligasi syariah diterbitkan berdasarkan asset turunan berbeda dengan
obligasi konvensional. Obligasi jika ditinjau secara umum adalah A bond
debt instrument requiring the issuer ( also called the debtor or borrowed)
to repay the lender investor the amount borrowed plus interest over some
12
specified of period time1. Obligasi merupakan intrumen utang yang
dikeluarkan oleh penerbit (biasanya disebut dengan debitor atau
peminjam) untuk membayar kepada kreditor dengan bunga selama waktu
tertentu
2. Sejarah Obligasi Syariah
Upaya mengembangkan dan meluncurkan surat berharga mirip
obligasi yang sesuai syariah telah dilakukan sejak 1978 di Yordania
ketika pemerintahannya mengizinkan Bank Islam Jordan menerbitkan
obligasi islami yang dikenal dengan obligasi mukharadah2. Penerbitan
obligasi syariah yang pertama kali adalah diterbitkan di negara tetangga
Malaysia pada tahun 1983 melalui Government Investment Issues (GII)
yang sebelumnya dikenal dengan GIC atau Goverment Investment
Certificate. Obligasi Syariah menjadi alasan utama mengapa para investor
menanamkan modalnya ialaha karena obligasi syariah menawarkan
alternative portofolio dan pilihan jatuh tempo.
Tahun 1990 sukuk korporat pertama terbit di Malaysia, ironisnya yang
menerbitkan sukuk untuk pertama kalinya ini adalah institusi non-
muslim. Sukuk pertama ini diterbitkan dalam pecahan ringgit (mata uang
lokal) dengan nilai RM 125 juta dengan menggunakan akad Bai‟
Bithaman Ajil (BBA). Sedangkan sukuk Negara (Sovereign sukuk)
pertama kali diterbitkan oleh pemerintah Bahrain pada tahun 2001,
dengan nilai USD100 juta dengan akad Ijarah. Malaysia merupakan
Negara yang paling aktif dan penerbit sukuk terbesar didunia. Pasar
sukuk Malaysia mencapai USD 68 milyar, atau setara dengan 67% dari
total pasar domestik sukuk di dunia (IIFM report, 2009). Sebagai
1 Frank, J Fabozzi. Bond market analysis and strategies , Prentice-Hall Internasional, United
States of America, 1993, h, 1.
2 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam, Jakarta, Pranamedia Group
2015, h, 224.
13
perbandingan, pasar domestik sukuk di Negara-negara teluk hanya
USD16 milyar. Angka yang masih sangat kecil dibanding Malaysia. Di
Negara-negara teluk, Bahrain merupakan Negara yang paling aktif
menerbitkan sukuk. Bahrain merupakan Negara pertama yang
menerbitkan sukuk Negara (sovereign sukuk). Dalam kurun waktu tujuh
tahun yaitu dari tahun 2002 sampai tahun 2009, penerbitan sukuk di
Bahrain mencapai 77 sukuk. Pasar sukuk Bahrain sampai Juni 2009
hanya USD1.5 milyar, hal ini dikarenakan nilai rata-rata sukuk yang terbit
sangat kecil. Sedikitnya lebih dari USD1 milyar dari sukuk yang terbit,
Sembilan sukuk memiliki tenor 3-5 tahun dan satu sukuk dengan tenor 10
tahun, sedangkan USD1.2 milyar berupa sukuk jangka pendek yang akan
jatuh tempo antara 3 sampai 5 bulan dengan akad ijarah dan salam.
Semua sukuk tersebut diterbitkan oleh pemerintah Bahrain3.
Transaksi obligasi syariah terjadi di pasar perdana maupun pasar
sekunder. Pasar perdana mempunyai artian yaitu pasar yang menawarkan
efek untuk pertama kali ketika efek itu akan Go-Public/dijual secara
terbuka. Sedangkan pasar sekunder mempunyai maksud kelanjutan dari
pasar perdana yang dimana transaksi di pasar sekunder dialkukan di
Bursa Efek Indonesia.
3. Pihak –pihak Penerbit Obligasi Syariah
Penerbit obligasi syariah dapat berasal dari berbagai golongan
kelompok usaha diantaranya :
a) Lembaga Supranasional, seperti Bank Investasi Eropa (European
Investment Bank)
b) Pemerintah suatu Negara, seperti : Indonesia melalui Bursa efek
Indonesia. Pemerintah dalam menerbitkan obligasi dapat
3Siskawati, Eka, Perkembangan obligasi Syariah di Indonesia : Suatu Tinjauan, Jurnal
Akuntansi Politeknik Negeri Padang, Sumatera Barat, 2010, h, 2.
14
menerbitkan denominasi valuta asing atau biasa dikenal dengan
obligasi Internasional (Sovereign Bond)
c) Sub-Sovereign Bond, seperti pemerintah provinsi atau pemerintah
daerah.
d) Perusahaan swasta
e) Special Purpose Vehicle yaitu perusahaan yang didirikan dengan
suatu tujuan khusus untuk menguasai suatu asset yang ditujukan guna
menerbitkan suatu obligasi yang biasa disebut efek beragun asset.
4. Model-model Obligasi Syariah di Indonesia
Model-model obligasi syariah korporasi di Indonesia jika dilihat dari
sudut pandang yuridis, akad yang digunakan tidaklah jauh berbeda
dengan akad-akad dalam obligasi syariah negara, namun terdapat
perbedaan dalam hal emiten saja, dalam hal ini pihak pemerintah dan
swasta.
a) Obligasi syariah Mudharabah
Obligasi Syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang
mengunakan akad mudharabah. Akad mudharabah adalah akad
kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal /investor) dengan
pengelola (mudharib/emiten). Ikatan atau akad mudharabah pada
hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa
hubungan kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta,
dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara
penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif
dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha
(mudharib/emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara
penuh dan mandiri.
Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi
syariah mudharabah, dinyatakan antara lain bahwa :
15
1. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
merupakan bagi hasil, margin atau fee serta membayar dana
obligasi pada saat obligasi jatuh tempo
2. Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang
berdasarkan akad mudharabah dengan memperhatikan substansi
fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah
3. Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib
(pengelola modal), sedangkan pemegang obligasi mudharabah
bertindak sebagai shahibul maal (pemodal)
4. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip
syariah
5. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad
6. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib
menjamin pengambilan dana dan pemodal dapat meminta emiten
membuat surat pengakuan utang
7. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama
disepakati dalam akad
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan struktur obligasi
mudharabah, di antaranya :Obligasi syariah mudharabah merupakan
bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah
besar dan jangka waktu yang relatif panjang, Obligasi syariah
mudharabah dapat digunakan untuk pendanaan umum (general
financing), seperti pendanaan modal kerja ataupun capital expenditure.
Mudharabah merupakan percampuran kerjasama antara modal dan
16
jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat strukturnya memungkinkan
untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik.
Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual
beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai
b) Obligasi Syariah Ijarah
Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah.
Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk
memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan
sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan
membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing,
tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan
adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan
kepemilikan.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah
Ijarah, telah ditegaskan beberapa hal mengenai obligasi syariah ijarah,
sebagai berikut :
1. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa
bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dan obligasi pada
saat jatuh tempo
2. Obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah bedasarkan akad
ijarah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2009 tentang pembiayaan ijarah
17
3. Pemegang obligasi syariah ijarah (OSI) dapat bertindak sebagai
musta’jir (penyewa) dan dapat pula bertindak sebagai mu’jir
(pemberi sewa)
4. Emiten dalam kedudukannya sebagai wakil Pemegang OSI dapat
menyewa ataupun menyewakan kepada pihak lain dan dapat pula
bertindak sebagai penyewa.
B. Aset Turunan Korporasi
Asset turunan atau biasa disebut underlying asset adalah asset yang
dijadikan dasar atau objek transaksi dalam kaitannya penerbitan sukuk atau
obligasi syariah4. Asset yang dapat dijadikan underlying asset adalah asset
yang bernilai ekonomis dan/atau memiliki aliran penerimaan kas, dapat
berupa barang berwujud maupun barang tidak berwujud, termasuk proyek
yang sedang dibangun maupun akan dibangun. Underlying asset adalah hal
yang utama membedakan penerbitan obligasi dibandingkan obligasi syariah.
Tanpa adanya aset derivative, maka obligasi yang dimiliki merupakan
cerminan kepemilikan dari hutang, karena tidak adanya transaksi yang
mewakili penerbitan obligasi tersebut berupa asset. Pada dasarnya sukuk
adalah suatu bentuk sekuritisasi aset. Berbeda dengan obligasi konvensional,
di dalam transaksi sukuk harus dilandasi oleh aset yang berwujud (tangible
asset). Pendapatan yang diperoleh dari sukuk ini pun berasal dari pemanfaatan
dana yang tepat dan dijamin oleh aset yang riil. Di dalam sukuk, underlying
aset dibutuhkan sebagai jaminan bahwa penerbitan sukuk didasarkan nilai
yang sama dengan asset yang tersedia. Oleh karenanya, aset harus memiliki
nilai ekonomis, baik berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk
proyek yang akan atau sedang dibangun. Adapun fungsi underlying asset
tersebut adalah:
4 https://www.winmahdi.com/2017/11/Underlying-Asset.html, diakses tanggal 11 september
2018, pukul 02.55 WIB.
18
a. untuk menghindari riba,
b. sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar
sekunder, dan
c. akan menentukan jenis struktur sukuk.
Dalam sukuk ijarah al muntahiya bittamliek atau ijarah-sale and lease
back,penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset tetapi yang dialihkan
adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan kepemilikan aset (legal title)
tetap pada obligor. Pada akhir periode sukuk, SPV wajib menjual kembali
aset tersebut kepada obligor5.
C. Wakaf
Agama islam dalam bermuamalah dalam kehidupan sosial masyarakatnya
mempunyai ajaran-ajaran yang mengedepankan persamaan dan persaudaraan
sesamanya. Diantaranya kewajiban dalam membayar sedekah, zakat, maupun
wakaf bagi yang mampu.
1. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Wacf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal
kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat”
atau tetap berdiri”. Kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan
“Habasa-Yahbisu-Tahbisan”6. Adapun menurut pandangan beberapa ahli
sebagai berikut :
a) Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum,
tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak
5 Cholis Nur, Sukuk : Instrumen Investasi yang Halal dan Menjanjikan, Jurnal Ekonomi Islam
La_Riba, Volume IV, No 2. : Desember 2010, h. 3.
6 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqih Wakaf, Jakarta, 2006, h, 1.
19
lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia
boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta
warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi
mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan atas
suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial),
baik sekarang maupun akan datang.
b) Mahzab Maliki
Mahzab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan
harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut
mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan
kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif
berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik
kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya
untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang
dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat
digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan
keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu
dari pengunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan
hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara
wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu
berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh
disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
c) Mahzab Syafi‟I dan Ahmad Bin Hambal
Mazhab Syafi‟I dan Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa
wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan
wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh
20
melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti:
perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik
dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan
tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan
manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf „alaih(yang diberi
wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat
melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif
melarangnya, maka Qadli berhak memaksanya agar memberikannya
kepada mauquf „alaih. Karena itu mazhab Syafi‟imendefinisikan
wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda,
yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”7.
Setelah dijelaskan secara terperinci pendapat para ulama diatas
dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf adalah perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk
dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syari‟ah. Adapun pengertian wakif adalah orang yang
mewakafkan harta benda miliknya. Adapun benda yang dimaksud
dengan dalam wakaf mempunyai pengertian yang luas, yaitu setiap
benda yang dapat dipergunakan atau dirasakan hasil gunanya, seperti
tanah, bangunan, uang, kendaraan, emas, dan sebagainya.
2. Syarat dan Rukun Wakaf
Wakaf termasuk salah satu ajaran Islam yang mengedepankan adanya
komitmen keadilan ekonomi. Begitu pula, institusi wakaf bukanlah
dipandang sesebagai tempat praktek ibadah ritual, melainkan juga
7 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqih Wakaf, Jakarta, 2006, h, 2-3.
21
memiliki dimensi sosial yang luas. Meski secara eksplisit tidak ada nash
yang berkaitan dengan wakaf, namun banyak statemen al-Qur‟an maupun
al-Hadits yang memotivasi kaum muslimin untuk melakukannya. Di
samping itu Hadits riwayat Bukhari menegaskan bahwa salah satu amal
yang akan tetap memberi kontribusi bagi pelakunya adalah „amal jariyah.
Adapun rukun dan syarat wakaf menurut jumhur adalah:
a) Wāqif (pewakaf)
Wakif harus cakap melakukan tindakan hukum, maksudnya
wakif terbebas dari halangan untuk melakukan tindakan hukum,
seperti gila, atau penguasaan orang lain. Hanafiyyah mensyaratkan
wakif bukan orang yang pailit kecuali mendapat ijin dari krediturnya.
Kepailitan menghalangi seseorang mewakafkan untuk kepentingan
diluar dirinya, karena masih ada kewajiban untuk menghilangkan
kesulitan yang ada pada dirinya. Syarat-syarat bagi pewakaf diantara
lain yaitu :
1. Orang yang mewakafkan mempunyai hak untuk melakukan
perbuatan tersebut.
2. Atas kehendak sendiri dan tidak ada unsur paksaan.
3. Pihak yang menerima wakaf jelas adanya.
4. Barang yang diwakafkan untuk kepentingan masyarakat bukan
untuk kepentingan pribadi.
5. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
6. Barang yang diwakafkan dapat bertahan lama.
7. Berlaku untuk selamanya.
8. Orang yang mewakafkan tidak boleh menarik kembali wakaf
b) Mauquf bih (harta yang diwakafkan)
Sebagian fuqaha‟ sepakat wakaf bersifat māl mutaqawwim
yaitu harta yang boleh dimanfaatkan menurut syari‟at. Benda wakaf
22
harus jelas batasnya, untuk menjamin kepastian hukum dan hak
mustahiq dalam memanfaatkan. Wakaf yang tidak jelas batasnya
akan mengakibatkan kesamaran, bahkan membuka peluang
terjadinya perselisihan. Wakaf juga disyaratkan milik sempurna
wakif. Wakaf yang berada dalam penguasaan banyak orang tidak sah
diwakafkan. KHI pasal 215 (1) menyatakan benda wakaf adalah
milik mutlak wakif. Pada pasal 217 (3) ditegaskan bahwa benda
wakaf harus bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan
sengketa.
c) Mauquf ‟alaih (tujuan wakaf)
Wakaf merupakan bentuk amal ibadah yang bertujuan untuk
mendekatkan diri pada Allah, karena itu yang menjadi tujuan wakaf
adalah amal kebajikan yang termasuk dalam kategori qurbah.
Menurut UU 41/2004, tujuan wakaf untuk keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syari‟ah. Pemanfaatan wakaf untuk
kemaksiatan dilarang, karena bertentangan dengan syari‟ah. Orang
yang menerima wakaf ialah orang yang berhak memelihara barang
yang diwakafkan dan memanfaatkannya. Orang-orang yang
menerima wakaf diantarnya : Hendaknya orang yang diwakafi
tersebut ada ketika wakaf terjadi. Hendaknya orang yang menerima
wakaf itu mempunyai kelayakan untuk memiliki. Hendaknya tidak
merupakan maksiat kepada Allah SWT.
Sīghat wakaf (ikrar) Sīghat adalah kata-kata atau pernyataan wakif
untuk mewakafkan benda miliknya. Menurut Hanafiyyah dan
Hanabilah, ikrar wakaf tidak memerlukan qabūl dari mauquf ‟alaih,
baik tujuan wakafnya tertentu atau bukan. Hal itu karena wakaf
merupakan tindakan tabarru‟ atau pelepasan hak milik, sehingga
qabūl tidak lagi diperlukan. Di sisi lain, ulama Malikiyyah,
23
Syafi‟iyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat, jika mauquf
‟alaihnya mu‟ayyan, maka harus dengan qabūl.
d) Nadzir (pengelola wakaf)
Umumnya fiqh tidak memasukkan naz}ir sebagai rukun wakaf.
Meski begitu ulama‟ sepakat wakif harus menunjuk nazir. Menurut
Rofiq, tidak dicantumkannya nazir sebagai rukun karena wakaf
merupakan tindakan tabarru‟. Nazir bertugas mengurus, menjaga,
menyalurkan hasil wakaf kepada mauquf ‟alaih, ataupun melakukan
setiap usaha agar benda wakaf berproduksi, dan dimanfaatkan sesuai
tujuan wakaf. Sebab tidak mungkin wakaf dapat produktif apabila
tidak ada pihak yang mengelolanya.
3. Wakaf dalam Sistem Perundang-undangan di Indonesia.
Perkembangan wakaf di Indonesia tak lepas daripada aturan-aturan
yang mengikat sejak zaman orde lama ataupun kemerdekaan, garis besar
filosofi yang dibangun di dalam pengunaan, tata cara, maupun peruntukan
wakaf adalah bersumber dari hukum islam yang terdapat di dalam kitab-
kitab fiqih, azas keseimbangan dalam kehidupan ataupun keselarasan
dalam hidup merupakan asas hukum yang universal, asas itulah yang
menjadi dsar dari perwakafan. Wakaf bertujuan untuk beribadah dan
mengabdi kepada Tuhan semesta aalam Allah SWT. Titik keseimbangan
tersebut pada dasarnya akan menciptakan keselaran dirinya dengan hati
nuraninya untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam hidup.
Asas keseimbangan akan menjadi asas pembangunan, baik di alam dunia
maupun akhirat, yaitu perpaduan antara spirit dan materi serta individu
dan masyarakat luas.
Asas pemilikan harta benda adalah tidak sepenuhnya mutlak, terdapat
kewajiban moral dan bertanggunjawaban dalam pemilikan harta.
Pengaturan harta manusia berhubungan dengan materil merupakan suatu
24
yang esensial. Pengaturan kepemilikan harta benda menyangkut dalam
bidang hukum, sedangkan pemnafaatannya menyangkut bidang ekonomi
yang terjalin erat satu sama lain. Harta benda di alam dunia ini hakikatnya
dalah milik Allah, sedangkan kepemilikannya merupakan sebuah amanah
(kepercayaan) yang mengandung arti penggunaan harta benda tersebut
harus sesuai dengan prinsip-prinsip Allah. Apabila seorang muslim
mewakafkan sebidang tanahnya untuk pemeliharaan bidang pendidikan
ataupun rumah ibadah, maka sejak diikrarkan harta wakaf tanah tersebut
lepas dari pemilikan wakif (orang yang mewakafkan) dsn menjadi hak
Allah dan menjadi amanat dari nadhir (pengelola wakaf) untuk
mengelolanya.
a) Nazhir
Nazhir adalah pihak yang mengelola harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Kekuasaan Nazhir dalam harta wakaf sebatas dalam pengelolaan,
bukan kepemilikan. Nazhir dalam prakteknya dapat berupa
perseorangan, organisasi, maupun badan hukum. Nazhir dalam
pengelolaan tanah wakaf dilarang menjual, menggadaikan, ataupun,
menyewakan tanah wakaf tanpa seijin pengadilan. Sehingga dengan
demikian keberadaan harta wakaf yang ada di tangan nazhir dapat
dipertanggungnjawabkan secara moral dan hukum.
1. Jenis Harta Benda Wakaf, Akta Ikrar Wakaf, dan Pejabat pembuat
Akta Ikrar Wakaf
a. Jenis Harta Benda Wakaf
Sesuai dengan Undang-undang Wakaf Nomor 41 tahun
2004. Jenis harta wakaf berupa benda tidak bergerak, benda
bergerak selain uang, benda bergerak selain uang
1. Benda tidak bergerak seperti :
25
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan baik yang sudah maupun belum
terdaftar;
b. Bangunan atau sebagian bangunan yang berdiri diatas
tanah sebagaimana dimaksud di huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan
prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan
2. Benda bergerak :
a. Benda yang dapat dipindah tempatkan;
b. Benda bergerak yang terbagi menjadi beberapa benda
bergerak yang dapat dihabiskan maupun tidak
pemakaiannya;
c. Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena
pemakaian seperti minyak dan air.
d. Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena
pemakaiannya.
3. Benda bergerak selain uang
a. Hak inteletual;
b. Saham;
c. Surat utang negara;
d. Hak paten, dsb.
b. Akta Ikrar Wakaf.
Pembuatan akta ikrar wakaf benda tidak bergerak wajib
memenuhi persyaratan dengan menyerahkan sertipikat hak
atas tanah atau sertipikat satuan rumah susuan yang
26
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.
Adapun tata cara pembuatan akata ikrar wakaf sebagai berikut:
1. Penyataan kehendak wakif dituangkan dalam bentuk akata
ikrar wakaf sesuai dengan jenis harta benda yang
diwakfkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar wakaf
yang dihadiri oleh nazhir, Mauquf alaih, dan minimal 2
(dua) orang saksi;
2. Kehadiran nazhir dan mauquf alaih dalam Majelis Ikrar
Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat
dinayatakan dengan surat pernyataan nazhir dan/atau
mauquf alaih;
3. Dalam hal mauqu alaih adalah masyarakat luas maka
kehadiran mauquf alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf tidak
disyaratkan;
4. Pernyataan kehendak wakif dapat berupa wakaf khairi
maupun wakaf ahli
5. Wakaf ahli yang diperuntukkan bagi kesejahteraan umum
sesama kerabat berdasarkan hubungan darah dengan wakif;
6. Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah,
maka wakaf ahli secara hukum beralih statusnya menjadi
wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh menteri
berdasarkan pertimbangan BWI.
Adapun apabila dalam kasus perbuatan wakaf belum
dituangkan dalam akat ikrar wakaf sedangkan perbuatan
wakaf sudah diketahui dengtan berbagai petunjuk dan 2 (dua)
orang saksi tidak dimungkinkan karena sudah meninggal
dunia atau tidak diketahui lagi keberadaanya, maka dibuat
Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Mengenai
27
mekanisme pernyataan ikrar wakaf akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Wakif menyatakan ikrar wakaf dihadapan nazhir di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dalam
Mejelis Ikrar Wakaf.
2. Ikrar wakaf diterima oleh Mauquf alaih dan harta benda
wakaf diterima oleh nazhir untuk kepentingan mauquf
alaih.
3. Ikrar aktawakaf yang dilaksanakan oleh wakif diterima
oleh nazhir dan dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf oleh
PPAIW.
4. Akta Ikrar Wakaf paling sedikit memuat:
1. Nama dan identitas wakif;
2. Nama dan identitas Nazhir;
3. Nama dan identitas saksi;
4. Data dan keterangan harta benda wakaf;
5. Peruntukan harta benda wakaf (mauquf alaih);
6. Jangka waktu wakaf.
5. Dalam hal wakif adalah badan hukum maka nama yang
dicantumkan adalah nama pengurus atau direksi badan
hukum sesuai anggaran dasar badan hukum tersebut.
6. Dalam hal nazhir adalah badan hukum maka nama dan
identitas nzhir yang dicantumkan dalam akta adalah nama
yang ditetapkan oleh pengurus organisasi atau badan
hukum sesuai dengan anggaran dasar masing-masing.
c. Tata cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Tata cara pembuatan akta ikrar wakaf benda tidak bergerak
dapat dilaksanakan sebagai berikut :
1. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
28
2. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi
perwakafan dan keadaan fisik benda wakaf;
3. Dalam hal ketentuan dalam huruf b terpenuhi, maka
pelaksanaan ikrar wakaf dinyatakan sah apabila dilakukan
dalam Majelis Ikrar Wakaf;
4. Akta Ikrar Wakaf yang telah ditandatangani oleh wakif,
nazhir, 2 (dua) orang saksi, dan/atau mauquf alaih disahkan
oleh PPAIW;
5. Salinan Akta Ikrar Wakaf disampaikan kepada :
a. Nazhir;
b. Wakif;
c. Mauquf alaih;
d. Kantor pertanahan kabupaten atau kota tempat tanah
tersebut berada;
e. Instansi berwenang lainnya.
d. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
Berikut akan dijelaskan secara mendalam perihal
mengenai PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) :
1. PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah
adalah kepala KUA dan/atau pejabat yang
menyelenggarakan urusan wakaf.
2. PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah
kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk menteri.
3. PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah
Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah
setingkat kepala seksi LKS yang ditunjuk oleh menteri.
4. Ketentuan tersebut tidak menutup wakif untuk membuat
Akta Ikrar Wakaf di hadapan Notaris.
29
5. Persyaratan notaris sebagai pembuat akta ikrar wakaf
ditetapkan oleh menteri.
e. Perubahan dan Pengalihan harta wakaf.
Prinsip dalam ajaran islam benda wakaf tidak diperbolehkan
dijual, diwariskan, maupun dihibahkan. Namun apabila benda
wakaf tersebut tidak bermanfaat lagi boleh untuk dilakukan
perubahan ataupun pengalihan. Undang-undang wakaf telah
mengatur perihal perubahan dan pengalihan benda wakaf,
walaupun secara hakikat harta benda wakaf dilarang untuk :
1. Dijual;
2. Dijadikan jaminan;
3. Disita;
4. Diwariskan;
5. Ditukar;
6. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya;
7. Dihibahkan.
Namun hal tersebut dapat dikecualikan dengan izin menteri
atas pertimbangan dari BWI (Badan Wakaf Indonesia). Namun
harta benda wakaf yang telah diubah statusnya karena
ketentuan pengecualian tersebut wajib ditukar dengan harta
benda yang manfaat dan nilai tukar yang sekurang-krangnya
sama dengan harta benda wakaf semula.
f. Tujuan Peruntukan dan Manfaat Wakaf
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
mendefiniskan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
30
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari‟ah.
Dijelaskan lebih jauh bahwa dalam rangka mencapai tujuan
dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi:
1. sarana dan kegiatan ibadah;
2. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
3. bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu,
bea siswa;
4. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
5. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
Adapun manfaat wakaf adalah :
1. Mendidik manusia untuk bershadaqah dan selalu
mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi.
2. Membantu, mempercepat perkembangan agama islam,
baik sarana, prasarana umum berbagai perlengkapan
yang diperlukan dalam pengembangan agama.
3. Membantu masyarakat dalam membantu memenuhi
kebutuhan hidupnya atau memecahkan permasalahan
yang timbul
4. Dapat membantu dan mencerdaskan masyarakat,
misalnya wakaf buku, Al-Qur‟an dan lain-lain.
5. Menghimpun kekuatan dalam masyarakat, baik lahir
maupun batin, baik materiil maupun spiritual.
31
D. Kerangka Teori
Tanah wakaf produktif dalam hal pemanfaatan adalah suatu terobosan
dalam pembangunan dan pembinaan ekonomi islam yang berdaulat. Hukum
sebagai sarana rekayasa sosial mempunyai andil bagian yang besar dalam
pembangunan ekonomi keislaman yang menyeluruh terutama melalui produk-
produk hukum yang dihasilkan menyangkut ekonomi, berikut akan dijabarkan
2 (dua) teori dasar dalam pemanfaatan tanah wakaf produktif yaitu teori
kemanfaatn hukum dan kemaslahatan.
1. Teori kemanfaatan hukum
Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals of
Legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan
semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Dan oleh karena apa yang
berfaedah bagi orang mungkin dapat merugikan orang lain, maka menurut
teori utilities tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan sebesar-
besarnya pada sebanyak-banyaknya orang. Kepastian hukum bagi
perseorangan merupakan tujuan utama hukum.
Dalam pandangan ini pendapat dari Jeremy Bentham dititikberatkan
pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum8. The great number of the
great happiness adalah gambaran umum tentang teori utilitarianisme.
Utilitarianisme atau utilism merupakan aliran filsafat hukum. Filsafat
hukum sebagai ajaran ilmu dari teori hukum da sebagai ajaran
pengetahuan mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori
hukum tidak memerlukan penjelasan lebih jauh mengingat filsafat hukum
8 Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta;
2002, h 44.
32
itu disini mengambil sebagian dari kegiatan-kegiatan itu sendiri sebagai
objek studi9.
Aliran Utilitarianime jika dilihat lebih jauh dapat sampai pada aliran
positivism karena aliran ini sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum
adalah menciptakan Susana ketertiban masyarakat luas ditambah dengan
kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada masyarakat luas. Tokoh penting
dari aliran ini adalah Jeremy Bentham yang berpendapat bahwa alam ini
menempatkan manusia dalam kekuasaan kseusahan dan kesenangan.
Kesenangan dan kesusahan memiliki gagasan-gagasan semua pendapat
dan semua ketentuan-ketentuan dipengaruhi olehnya. Tujuan dari hukum
adalah mencari kesenangan dan menjauhi kesusahan. Pandangan yang
lugas dari Jeremy Bentham adalah beranjak dari perhatiannya yang besar
dari individu. Jeremy Bentham berpendapat yang pertama adalah hukum
dapat memberikan jaminan kebahagiaan pada setiap individu, bukan
langsung kepada masyarakat secara luas. Walaupun demikian, Bentham
tidak menyangkal bahwa disamping kepentingan individu dalam
mengejar kebahgiaan sebesar-besarnya harus ada batasan. Jika dibiarkan
bebas akan terjadi apa yang dinamakan homo homoni lupus (manusia
menjadi serigala bagi manusia lainya).
Menurut Friedman ada dua kekurangan dari pemikiran Bentham.
Pertama adalah rasionalisme Bentham yang abstrak dan doktriner
mencegahnya melihat individu sebagai kesatuan yang kompleks. Hal ini
menyebabkan terlalu melebih-lebihkan kekuasaan pembuat undang-
undang dan mermehkan adanya individualisme kebijakan dan keluwesan
dalam penerapan hukum. Ia juga yakin dengan kemungkinan kondisfikasi
ilmiah yang lengkap melalui prinsip-prinsip yang rasional, sehingga dia
tidak lagi menghiraukan perbedaan-perbedaan nasional dan historis.
9 H.R Otje Salman, Anthon F Susanto, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan
Membuka kembali), PT Refika Aditama : 2007, h 58.
33
Padahal pengalaman terhadap kondisfikasi di berbagai negara
menunjukkan bahwa penafsiran yang elsastis dan bebas dari hakim
senantiasa dibutuhkan. Kelemahan kedua adalah kegagalan Bentham
menunjukkan konsepsinya sendiri mengenai keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat10
. Hukum yang tidak bermanfaat
adalah hukum yang semu, keadilan hukum dan kepastian hukum tak akan
dapat tercipta secara sempurna apabila kemanfaatan hukum itu sendiri
belum tercapai.
2. Teori Kemaslahatan Hukum
Tujuan dari Syara‟ secara substansial adalah kemaslahatan umum
(public interest) dalam kehidupan manusia. Kemaslahatan hukum itu
mempunyai garis-garis aturan yang dinamis atau fleksibel yang wajib
mengikuti perkembangan zaman. Nilai-nilai syara‟ yang sesuai dengan
pertimbangan kemaslahatan umum menjadi solusi praktis sekaligus
alternative terhadap kompleksivitas permasalahan kehidupan manusia.
Kemaslahatan umum dalam perspektif hukum islam adalah suatu hal
yang prinsip, walaupun para ulama mempunyai perbedaan pandangan
yang berbeda-beda mengenai criteria kemaslahatan tersebut.
Secara sederhana maslahat (al-maslahah). Diartikan sebagai sesuatu
yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Secara leksikal, menuntut ilmu
mengandung suatu kemaslahatan, maka dari itu menuntut ilmu berarti
mengandung arti diperolehnya manfaat secara lahir dan batin. Imam
Ghozali berpendapat teori kemaslahatan dalam kerangka mengambil
manfaat dan menolak kemudaratan untuk memelihara tujuan-tujuan
syara‟. Jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh ushuliyyin mahzab Syafi‟I
yang lain, kajian Al-Ghazali tentang maslahah-mursalah dapat dianggap
paling dalam dan luas. Pembahasan Al-Ghazali tentang maslahah
10
Sukarno Aburaera, Maskun Muhadar, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Prenada Media
Group, Jakarta: 2013, h 111-113.
34
mursalah ini dapat ditemukan dalam empat kitab ushul fiqhnya, yaitu Al-
Mankhul, Asas Al-Qiyas, Syifa Al-Galil, dan Al-Mustafa. Kitab yang
disebut terakhir merupakan kitab yang paling komprehensif sehingga
dapat dianggap merepresentasikan pandangan-pandangannya tentang
konsep maslahah11
.
E. TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU
Penelitian ini mempunyai relevansinya dengan beberapa penelitian
sebelumnya, kajian mengenai obligasi syariah terutama dengan
memproduktifkan asset yang menganggur memang jarang dikaji, terutama
dalam hal ini perihal tanah wakaf. Berdasarkan penelaahan penulis, penulis
menemukan beberapa kajian mengenai model-model pembiayaan tanah wakaf
produktif, serta cakupan asset turunan yang dapat digunakan pada tanah wakaf
di Indonesia melalui obligasi syariah diantaranya sebagai berikut :
Ade Oktariatas Skripsi ini ditulis di Universitas Lampung dengan
judul Obligasi Syariah (Sukuk) dengan Akad Ijarah Ditinjau dari Hukum
Islam.. Skripsi ini membahas mengenai Obligasi Syariah dengan akad sewa
atau upah baik dalam obligasi yang diterbitkan dalam regulasi hukum islam
dan hukum positive. Kajian utama yang dibahas oleh Ade Oktariatas adalah
akad ijarah atau sewa/upah daam penerbitan obligasi syariah dalam tatanan
negara maupun korporasi disertai juga dengan tinjauan dalam fatwa Majelais
Ulama Indonesia.
Pembedaaan penelitian ini yaitu lebih berkonsentrasi pada obligasi
syariah yang diterbitkan oleh korporasi secara lebih mendalam dan terperinci
sesuai dengan aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan. Jika perihal mengenai
obligasi syariah negara atau biasa di dalam undang-undang disebut surat
berharga syariah negara di dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2008
11
Suratmaputra, Ahmad Munif, Filsafat Islam Al-Ghazali : Maslahah Mursalah dan
relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta : 2002, h, 106.
35
tentang SBSN memang masih jarang dibahas namun penulis lebih meneliti
tentang obligasi syariah korporasi12
.
Lu‟luah Mahmudah dengan judul Pengaruh Dana Obligasi Syariah
terhadap Pendapatan Bank Syariah (Periode tahun 2003-2008) studi kasus
pada bank muamalat Indonesia. Skripsi ini ditulis oleh di Fakultas Syariah dan
hukum UIN Jakarta. Skripsi ini berkonsentrasi pada obligasi Syariah yang
terdapat pada Bank Muamalat dan hanya terpaku pada tahun 2003-2008
beserta pengaruhnya dalam hal pendapatan in come bank tersebut dengan
reentang waktu tertentu.
Perbedaan yang mencolok dengan penelitian ini adalah hanya ada satu
subjek yang dijadikan pelaku penerbit obligasi syariah hanya terbatas pada
bank muamalat dan pengaruhnya terhadap pendapatn bank muamalah,
sedangkan penulis sendri berkonsentrasi hanya pada asset tanah wakaf yang
tidak produktif untuk dijadikan underlying asset obligasi syariah bagi
korporasi13
.
Ahmad Furqan dengan judul Model-model Pembiayaan Tanah Wakaf
Produktif. Jurnal ini membahas mengenai Tanah wakaf yang tidak produktif
dan tata cara pemanfaatannya agar diberdayakan secara produktif. Serta
membahas model-model pembiayaannya dengan akad-akad tertentu yang
dapat diberdayakan jurnal ini mengedepankan akad-akad apa saja yang dapat
dberdayakan dalam pembiayaan pengembangan tanah wakaf produktif beserta
penjelasan-penjelasannya secara komprehensif seperti akad ijarah,
mudaharabah, akad wakalah, akad salam dan lain sebagainya.
12
Oktariatas KY Ade, Obligasi Syariah (Sukuk) dengan Akad Ijarah ditinjau dari Hukum
Islam, Skripsi Universitas Lampung, Lampung : 2017, h 1
13
Mahmudah Lu‟luah, Pengaruh Dana Obligasi Syariah terhadap Pendapatan Bank Syariah
(Periode tahun 2003-2008) studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia, Skripsi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Banten : 2010, h 1.
36
Pembedaannya penelitian ini dengan sebelumnya adalah terletak pada
konsentrasi dalam macam-macam akad yang bisa dilakukan dalam
pembiayaan tanah wakaf dalam sudut pandang hukum islam, seperti
musyarakah, wakalah, ijarah, dll, dan bagaimana pemanfaatannya secara
hukum positive apakah dapat diberdayakan atau tidak14
.
Dede Abdul Fatah dengan judul Perkembangan Obligasi Syariah di
Indonesia : Analisis Peluang dan Tantangan. Jurnal ini dibuat oleh Dede
Abdul Fatah yang membahas mengenai peluang obligasi syariah untuk
menjadi sumber daya produktif umat islam sebagai sarana pensejahtera
masyarakat islam terutama dalam hal asset umat yang terbengkalai. Serta
membahas peluang dan tantangan obligasi syariah di Indonesia di masa depan
apakah sudah dapat mengimbangi perkembangan obligasi konvensional atau
justru prospeknya akan menurun.
Pembedaannya penelitian ini lebih berkonsentrasi pada peluang yang
bisa didapat negara apabila dapat mengoptimalkan sukuk secara optimal
seperti di negara-negara lain, terutama memberdayakan dana yang melimpah
ruah pada umat islam. Serta perkembangan sukuk dari masa ke masa yang
berlatang belakang sejarah obligasi syariah itu sendiri15
.
Iin Emy Prastiwi dengan judul Pengembangan Instrument Sukuk
dalam Pembangunan Infrastruktur.Jurnal ini membahas mengenai potensi
pegembangan obligasi syariah dalam bidang infrasruktur dan macam-macam
model pembiayaan infrastruktur melalui sukuk itu sendiri, jurnal dalam tulisan
ini lebih menekankan kepada pengembangan sukuk atau biasa disebut Surat
Berhara Syariah Negara (SBSN) mengingat Indonesia saat ini menerapkan
kebijakan ekonomi ekspansive dalam hal pembiayaan infrastruktur guna
14
Furqan ahmad, Model-model Pembiayaan Tanah Wakaf Produktif, Jurnal Economica
Universitas Islam Negeri Wali Songo, Semarang:2014., h 1
15
Dede Abdul Fatah,Perkembangan Obligasi Syariah di Indonesia : Analisis Peluang dan
Tantangan, Jurnal Innovatio Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat : 2011,h 1.
37
peningkatan perekonomian maka pemerintah dapat pula menjadi obligasi
syariah menjadi alternative dalam hal pembiayaan infrastruktur tersebut selain
alternative meminjam uang kepada bank dunia atau IMF maupun mendorong
investor asing menanamkan modalnya di Indonesia.
Pembedaannya penelitian ini membahas instrument sukuk khusus
dalam pembangunan infrastruktur, sukuk dinilai dapat menjadi alternative
pembiayaan infrastruktur yang efisien apabila diberdayakan dengan benar dan
disajikan dengan format pembiayaan yang menarik dan menjanjikan, maka
bukan suatu kemustahilan akan banyak obligasi syariah terutama obligasi
syariah negara menjadi sarana sumber pemasukan yang efektif dan dapat
diandalkan dalam hal pembangunan pembiayaan infrastruktur sedangkan
penulis lebih menekankan tanah wakaf yang produktif dalam hal ini tanah
wakaf yang ada di Desa Bantarjati, Majalengka, Jawa Barat16
.
Nasarudin Irsan dengan buku yang berjudul Aspek Hukum Pasar
Modal Indonesia. Buku ini menjelaskan mengenai pasar modal di Indonesia
secara luas dengan cakupan substansial berupa pasar modal konvensional
maupun pasar modal syariah, beserta aspek-aspek hukum yang menaunginya.
Buku ini membahas dimulai dari saham, saham syariah, obligasi, dan obligasi
syariah secara terperinci dan bagaimana pengaturannya secara yuridis sejauh
ini di Indonesia.
Perbedaan yang paling mencolok adalah penulis hanya menjabarkan
secara lebih spesifik menganai obligasi syariah terutama di bidang korporasi
tidak secara luas dan menyeluruh beserta model-model pembiayaan tanah
wakaf produktif dalam hal akad-akad bisnis islam yang dapat disesuaikan
dengan hukum positive17
.
16
Iin Emy Prastiwi, Pengembangan Instrument Sukuk dalam Pembangunan Infrastruktur,
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam STIE AAS Surakarta, 2017, h 1
17
Nasarudin Irsan dkk, Aspek hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta : 2004, h 1.
38
BAB III
GAMBARAN UMUM TANAH WAKAF DI
KAWASAN MASJID AGUNG JAWA TENGAH , SEMARANG
A. Deskripsi Umum dan Potensi Tanah Wakaf di Kawasan Masjid Agung Jawa
Tengah, Semarang
Tanah wakaf di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah merupakan tanah wakaf
yang ikonik sebagai simbol khazanah keislaman dan juga wisata religi umat islam
khususnya berkenaan dengan islam di tanah jawa. Masjid ini dibangun pada hari
Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana
yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH.
MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto, akhirnya Masjid
Agung Jawa Tengah Ini diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006. Meskipun baru diresmikan pada
tanggal 14 Nopember 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh
sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah shalat jum’at
untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M.
Chabib Thoha, MA, Kakanwil Depag Jawa Tengah.
Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Masjid Kota Semarang tahun 2005,
luas tanah banda wakaf Masjid Agung Semarang adalah 1.316.733 meter yang
tersebar di Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, dan Kota Semarang1. Adapun
Masjid Agung Jawa Tengah terletak di Jl. Gajah Raya No. 128, Sambirejo,
Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah yang dikenal strategis dalam lalu lintas
perekonomian Kota Semarang, sehingga tanah wakaf Di Kawasan Masjid Agung
Jawa Tengah memiliki berbagai potensi ekonomi yang menggiurkan. Biaya
pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah ditaksir menelan senilai Rp. 198.
11
Usman Nurodin, Pengelolaan Wakaf Produktif untuk Kesehatan (Studi Kasus Bandha
Wakaf Masjid Agung Semarang), MUADDIB Vol. 04, No 02 Juli-Desember, 2014, Semarang : 2014,
h. 3.
39
000.000.000, dan dana tersebut berasal dari APBD Provinsi Jawa Tengah. Masjid
Agung Jawa Tengah berdekatan dengan daerah Simpang Lima yang menjari urat
nadi perekonomian Kota Semarang yang dapat ditempuh kurang lebih sekitar 10
menit dengan kendaraan bermotor. Stasiun Tawang yangterkenal karena ribuan
orang setiap hari menjadikannya sebagai moda transportasi juga dekat dengan lokasi
Masjid Agung Jawa Tengah yang berjarak kurang lebih sejauh 4 Km, dan hanya
kurang lebih 6 Km dari terminal, serta potensi perjalanan internasional dengan
adanya Bandara Ahmad Yani yang berjarak hanya 12 Km dari Masjid Agung Jawa
Tengah atau 40 menit dengan menggunakan kendaraan.
Kota Semarang memiliki kekayaan karakteristik kehidupan sosial yang
berasal dari perpaduan etnis, budaya dan agama dari masyarakat Jawa, Tionghoa,
Arab dan Melayu, yang menjadi daya tarik khas. Potensi sosial berupa keragaman
etnis, budaya dan agama masyarakat Kota Semarang tersebut dapat dikemas dalam
industri kreatif yang mengedepankan inklusi sosial, yaitu mencakup keterbukaan,
toleransi dan interaksi sosial. Selain khazanah wisata religi, tidak jauh dari Masjid
Agung Jawa Tengah, Kota Semarang menyimpan potensi tujuan lain dalam bidang
pariwisata diantaranya : Lawang Sewu, Sam Poo Kong, Tugu Pemuda, dan
Lapangan Simpang Lima. Selain wisata religi Masjid Agung Jawa Tengah juga
menyajikan wisata sejarah yang terdapat di Lawang Sewu, dan Sam Poo Kong.
Daerah berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa ini juga diapit oleh berbagai perguruan
tinggi ternama baik negeri maupun swasta, diantaranya : Universitas Negeri
Semarang, Universitas Diponegoro, UIN Walisongo, Universitas Ngudi Waluyo,
dan banyak lainnya. Potensi ekonomi di Masjid Agung Jawa Tengah bukan hanya
mengenai wisata religi dan sejarahnya, namun juga menyangkut industry kreatif dan
kuliner. Pertumbuhan investasi di Kota Semarang terus berkembang investasi di
kota Semarang rata-rata setiap tahun mencapai Rp17 triliun hingga Rp20 triliun.
40
Pergerakan luar biasa, sebelum 2010 masih di bawah Rp1 triliun2. Banyak hotel-
hotel dan restaurant baru yang menjamur berdiri di Kota Semarang sehingga, tidak
diragukan lagi kawasan Masjid Agung Jawa Tengah di Kota Semarang menjadi
daerah baik bagi pertumbuhan bisnis
B. Fasilitas Penunjang di Kawasan Tanah Wakaf Masjid Agung Jawa Tengah,
Semarang
Masjid Agung Jawa Tengah mempunyai beberapa failitas penunjang bagi
wisatawan, baik domestic maupun mancanegara yang berada di sekitar Masjid
Agung Jawa Tengah, diantaranya : Menara Al-Husna, Convention Hall, Hotel
Graha Agung, Perpustakaan, Café, Museum, dll.
1. Hotel Graha Agung Hotel.
Hotel ini terletak di Masjid Agung, Jl. Gajah Raya, Sambirejo, Gayamsari,
Kota Semarang, Jawa Tengah, atau dengan kata lain masih dalam satu kawasan
tanah wakaf dengan Masjid Agung Jawa Tengah. Adapun fasilitas di hotel ini
antara lain :
a. Free Wifi
b. TV,
c. Air Conditioner (AC)
d. Agung Restaurant
e. Laundry
f. Parkir Luas & Security 24 Jam
Adapun terdapat berbagai variasi kamar yang tersedia antara lain :
Tipekamar
a. Deluxe : 3 Single Bed
b. Executive : 3 Single Bed
c. Suite : 1 King Size
2https://www.radioidola.com/2018/semarang-berpotensi-menjadi-masa-depan-
perekonomian-pulau-jawa/, diakses pukul 1.39, tanggal 8 November 2018.
41
d. Family : 10 Single Bed
e. Extra Bed : 1 Single Bed
2. Convention Hall
Convention Hall (auditorium) merupakan sebuah bangunan yang multi
fungsi. Bangunan ini sering digunakan untuk acara-acara seperti: Wisuda, Pesta
pernikahan, maupun acara lainnya yang membutuhkan ruang cukup luas.
Bangunan ini mampu menampung hingga 2.000 orang, adapun fasilitasnya
yaitu :
a. AC 105 pk (on);
b. 2 LCD dan Roll Screen;
c. Kursi future/ susun 200 unit;
d. Ruang rias & 5 Kamar Ganti;
e. Ruang Transit;
f. Ruang Pantry;
g. Ijin Keramaian/ Kepolisian.
3. Office Hall
Masih di dalam kawasan MAJT terdapat Office Hall yang digunakan dalam
pesta pernikahan maupun pesta keluarga lainnya, adapun fasilitasnya yaitu :
a. Standing Party 700 Orang;
b. AC 600 pk (on);
c. Kursi future 100 unit;
d. Kamar Ganti;
e. 2 Ruang Serba Guna;
f. Panggung Pelaminan 3,6 x 9,6;
g. Panggung Hiburan 2,4 x 2,4.
4. Menara Al-Husna
Salah satu bangunan yang menjadi daya tarik di Masjid Agung Jawa Tangah
adalah Menara AL-HUSNA (Al-Husna Tower). Tinggi dari Menara AL-
HUSNA ini 99 meter, ittibak pada angka Al-Asmaul Husna. Pada bagian dasar
42
menara terdapat Studio Radio DAIS (Dakwah Islam) dengan frekuensi siaran
107,9 FM yang diresmikan pada Sabtu Pon, 23 September 2006, bertepatan
dengan Upacara Tradisi Dugderan di Masjid Agung Jawa Tengah, oleh
Gubernur H. Mardiyanto. Selain itu, Lantai 2 dan 3 juga dilengkapi Museum
Kebudayaan Islam. Sampai di puncak menara pada lantai 19 disediakan 5
teropong yang bisa melihat pemandangan Kota Semarang3.
3 http://majt.or.id, diakses pukul 4.42, tanggal 8 november 2018.
39
BAB IV
ANALISIS HUKUM SUKUK BERBASIS ASET TURUNAN TANAH
WAKAF DI KAWASAN MASJID AGUNG JAWA TENGAH,
SEMARANG
A. Analisis Hukum Sukuk Korporasi Berbasis Aset Turunan Tanah Wakaf.
Al-Quran sebagai pedoman bagi umat islam di seluruh dunia menempati
urutan pertama dalam legalitas hukum yang wajib ditaati substansinya diatas
hadist. Wakaf sebagai sarana mendekatkankan serta menghambakan diri
kehadirat Allah SWT mempunyai sisi ekonomi dan ibadah yang bernilai guna
bukan hanya dalam sarana hubungan dengan Allah namun juga kemanfaatn
dengan sesama. Al-Quran telah membimbing manusia dari masa jahiliah
menuju pencerahan spiritual dan ekonomi bagi manusia. Berikut ayat di
dalam Al-Quran surah Al-Imran ayat 92 yang menerangkan dalil tentang
wakaf :
ا تحبون وما تنفقوا مه شي له تنالوا البر حتى تنفقوا مم
به عليم ء فإن للا
Terjemahan :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Dalam ayat ini menegaskan bahwa tidak akan meraih kebaikan sebelum
kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai1.Dan apa saja yang
1 M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-Surah al-
Qur’an, Lantera Hati :Tangerang 2012, h. 121
40
kalian infakkan, maka sesungguhnya Allah pasti megetahuinya. Anjuran
untuk bernafkah di jalan Allah swt apa yang disukai2. Mencampurkan yang
disukai atau yang tidak disukai pun dapat ditoleransi, tetapi itu bukan cara
terbaik untuk meraih kebajikan yang sempurna. Otoritas Jasa Keuangan sesuai
dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan bertugas dan berwenang mengatur pengawasan kegiatan jasa
keuangan di pasar modal termasuk dengan pengaturan akad yang digunakan
di dalam efek syariah di pasar modal yang beralih dari Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Jika dilihat
secara umum tidak sepenuhnya akad-akad di dalam akad-akad hukum bisnis
islam dapat secara hukum mendapat pengakuan di dalam dunia pasar modal
maka sebab itu Otoritas Jasa keuangan mengeluarkan produk legislative
turunan dari Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan guna memberikan kejelasan dan kepastian hukum di dalam
penerbitan efek syariah. Bentuk yang dapat di telaah pada asset dasar tanah
wakaf agar dapat diaplikasikan di sebagai asset dasar bagi terbitnya sukuk
korporasi mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan yang akan
dijabarkan secara lebih komprehensif sebagai berikut :
1. POJK No 53/POJK.04/2015 tentang Akad yang digunakan dalam
Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
Akad-akad yang digunakan di dalam penerbitan efek syariah
mempunyai karakteristik dan kemanfaatannya masing-masing, yang
berfungsi sebagai sarana penerbitan efek syariah. Otoritas Jasa Keuangan
telah menentukan efek-efek apa saja yang dapat digunakan di dalam
aplikasi penerbitan efek syariah dengan asset turunan tanah wakaf yang
tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip keislaman berdasarkan tuntunan
Al-Quran dan Hadist yaitu :
2 M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-Surah al-
Qur’an, Lantera Hati :Tangerang 2012, h. 122
41
a) Ijarah
Ijarah di dalam POJK No 53/POJK.04/2015 tentang Akad yang
digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal adalah
perjanjian (akad) antara pihak pemberi sewa atau pemberi jasa
(mu’jir) dan pihak penyewa atau pengguna jasa (musta’jir) untuk
memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu objek Ijarah yang dapat
berupa manfaat barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa dan/atau upah (ujrah) tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan objek Ijarah itu sendiri. ijarah berasal dari
kata ajara yang berarti sewa atau upah ijarah merupakan akad yang
paling sering dilakukan kaum pengusaha karena kebutuhan maupun
kepentingannya.
b) Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian (akad) kerjasama antara pihak
pemilik modal (shahib al-mal) dan pihak pengelola usaha (mudharib)
dengan cara pemilik modal (shahib al-mal) menyerahkan modal dan
pengelola usaha (mudharib) mengelola modal tersebut dalam suatu
usaha. Dalam hal akad mudharabah wajib adanya kecakapan hukum
terutama dalam hal hukum islam pada setiap pihak mengenai hak dan
kewajiban yang akan dilaksanakan.
2. Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Adapun mengenai apakah korporasi dapat menjadikan tanah wakaf
sebagai asset dasar Sukuk yang mereka terbitkan. Jawaban permasalahan
tersebut dapat ditemukan di dalam Peraturan Pemerintah No 42 tahun
2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang
Wakaf terutama yang tertuang di dalam pasal berikut yaitu :
42
Pasal 45
1. Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW
2. Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan
kesejahteraan umum, nazhir dapat bekerjasama dengan pihak
lain sesuai dengan prinsip syariah.
Walaupun secara eksplisit tanah wakaf tidak dicantumkan dapat
digunakan guna asset turunan bagi emiten korporasi namun secara
implisit Pasal-pasal yang penulis tuliskan dapat dijadikan dalil
pembenar bahwa tanah wakaf dapat digunakan sebagai asset dasar
bagi penerbitan Sukuk, terutama di dalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang
No 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang membolehkan nazhir
bekerjasama dengan pihak lain dalam mengelola tanah wakaf dalam
hal ini emiten yang bermaksud menerbitkan sukuk diatas tanah
wakaf. Adapun pihak lain di dalam pasal penjelasan adalah pihak-
pihak lain yang sekiranya dapat bekerjasama dalam pengembangan
harta benda wakaf. Sebagai contoh apabila tanah wakaf tersebut
digunakan untuk sarana pembangunan pesantren maka dapat
bekerjasama dengan kementerian agama, maupun Majelis Ulama
Indonesia. Adapun apabila dibangun untuk kepentingan usaha maka
dapat bekerjasama dengan perusahaan, koperasi, maupun Lembaga
swadaya Masyarakat lain. Semua itu dapat dilakukan dengan syarat
mutlak melalui prinsip-prinsip yang baik dan sesuai dengan agama
islam atau dengan kata lain wajib mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Adapun mengenai tanah wakaf yang bekerjasama antara nazhir dan
pihak swasta dalam mengembangkan tanah wakaf secara produktif
43
adalah kasus tanah wakaf Masjid Besar Kauman Semarang yang
bekerjasama dengan PT Sambirejo. Kasus lain adalah pengerjaan
tanah wakaf dalam rangka pembangunan Masjid Agung Jawa tengah
yang proyek tersebut nazhir bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah, Departmen Agama, Departemen Pekerjaan Umum,
Organisasi Kemasyarakatan Islam, Pemerintah Kota Semarang, dan
para cendekia. Dan dalam persetujuan pokoknya pembiayaan Masjid
Agung Jawa Tengah berasal dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BWI bekerja sama
dengan Kementerian Agama dalam hal ini Direktorat Pemberdayaan
Wakaf, Majelis Ulama Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Bank
Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Islamic
Development Bank, dan berbagai lembaga lain. Tidak tertutup
kemungkinan BWI juga bekerja sama dengan pengusaha/ investor
dalam rangka mengembangkan aset wakaf agar menjadi lebih
produktif3.
B. Landasan Hukum Peruntukan Penggunaan Tanah Wakaf sebagai Asset
Turunan Sukuk di Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang.
Secara yuridis analitis wakaf adalah adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya demi keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syari’ah. Pasal 5 Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf
menerangkan Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum. Namun apakah harta benda berupa tanah wakaf dapat
3 https://bwi.or.id/index.php/in/tentang-bwi/tugas-dan-wewenang.html. diakses pukul 2.17
WIB , Tanggal 5 November 2018.
44
dijadikan aset turunan bagi emiten korporasi. Untuk lebih jelasnya secara
yuridis di dalam Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf harta
benda wakaf diklasifikasikan sebagai berikut :
Pasal 16
1. Harta benda wakaf terdiri dari :
a. Benda bergerak
b. Benda tidak bergerak
2. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan baik yang sudah maupun belum
terdaftar;
b. Bangunan atau sebagian bangunan yang berdiri diatas
tanah sebagaimana dimaksud di huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan
prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
Tanah pada hakikatnya adalah benda tidak bergerak sebagaimana
disebutkan di dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a undang-undang Wakaf, baik
yang sudah didaftarkan pada negara maupun yang belum didaftarkan.
Tanah dapat dijadikan benda wakaf baik di dalam ketentuan agama maupun
perundang-undangan. Tanah wakaf wajib mempunyai Akta Ikrar Wakaf
yang berisi identitas pewakaf, nazhir, maupun peruntukan tanah wakaf
tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Undang-undang No 41
tahun 2004 tentang Wakaf sebagai berikut :
45
Pasal 21
1. Ikrar Wakaf dituangkan di dalam Akta Ikrar Wakaf
2. Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat :
a. Nama dan identitas wakif;
b. Nama dan identitas Nazhir;
c. Nama dan identitas saksi;
d. Data dan keterangan harta benda wakaf;
e. Peruntukan harta benda wakaf (mauquf alaih);
f. Jangka waktu wakaf
Tanah wakaf yang sudah diwakafkan secara resmi menjadi tanggungjawab
nazhir sebagai pengelola baik secara temporer atau sementara maupun
selamanya. Adapun nazhir wajib mengelola tanah wakaf tersebut sesuai
dengan peruntukan tanah wakaf yang telah tertuang di dalam Akta Ikrar
Wakaf. Adapun bagi nazhir yang melanggar peruntukan tanah wakaf untuk
kepentingan keuntungan diri sendiri tanpa adanya kebolehan secara hukum
dapat dikenakan pidana seperti menjual tanah wakaf, bangunan wakaf dan
lain sebagainya maka dapat dikenakan pidana sesuai ketentuan Pasal 67
Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Adapun peruntukan
penggunaan dari tanah wakaf dijelaskan dalam Undang-undang No 41 tahun
2004 tentang Wakaf sebagai berikut :
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda
wakaf hanya dapat diperuntukkan menjadi :
1. sarana dan kegiatan ibadah;
2. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
3. bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, bea
siswa;
46
4. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
5. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
Harta benda wakaf sebagaimana secara yuridis dijelaskan di dalam Pasal
22 ayat (4) Undang-undang wakaf dapat digunakan sebagai kemajuan dan
peningkatan ekonomi umat, dalam hal ini, nazhir dapat menggunakan tanah
wakaf sebagai kegitan usaha yang dikerjakan oleh nazhir sendiri maupun
disewakan untuk orang lain. Adapun apabila ditelaah lebih jauh nazhir dapat
bekerjasama secara situasional kepada pihak-pihak lain dalam
mengembangkan tanah wakaf, seperti pendirian pesantren dapat dengan
kementerian agama, pendirian koperasi dengan lembaga terkait, ataupun
pendirian kantor dengan pelaku usaha berupa perusahaan.
C. Model-model Sukuk Berbasis Aset Turunan Tanah Wakaf di Kawasan
Masjid Agung Jawa Tengah Semarang.
Sukuk adalah surat berharga yang diprediksi akan semakin berkembang
pesat di masa yang akan datang. Di dalam sukuk penerbit membayar bagi
hasil atas sukuktersebut pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan secara
periodik, dan pada akhirnya memberikan nilai modal tersebut pada saat jatuh
tempo dengan mengembalikan jumlah pokok dana yang disertakan sebagai
modal perusahaan ditambah bagi hasil dari pengguna dana4. Ada dua model
sukuk yang dapat diterapkan di atas tanah wakaf ataupun tanah dengan
bangunan diatasnya.
1. Sukuk Mudharabah
Sukuk mudharabah merupakan instrument investasi yang
memungkinkan pengembangan dana dalam bentuk penyertaan dana
4 Fadlillah Muhammad, Konsep, Teori, dan Praktik Sukuk, Jurnal Al-Iqtishad Volume V, No.
2, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Tula, Federasi Rusia, Juli 2013. h.323.
47
dalam berbagai unit dalam nilai yang sama dalam bentuk sukuktercatat
yang mencerminkan kepemilikan atas asset, dengan kata lain
sukukmudharabah adalah kontrak pembiayaan pemodal dengan pemilik
proyek atau perusahaan dengan ketentuan pemilik proyek/perusahaan
dapat menggunakan dana tersebut dengan memberikan keuntungan yang
telah disetujui pada saat emisi obligasi.
Sukuk mudharabah harus mencerminkan kepemilikan pemodal
sebagai ikatan untuk membiayai proyek pengembangan usaha pada
perusahaan secara spesifik, pemegang sukukberhak atas kepemilikan
yang berhubungan dengan proyek atau perusahaan meliputi penjualan,
hadiah, hipotek, dan semacamnya. Setelah masa sukuk habis, maka
pemilik sukukakan menerima pokok modalnya, atau mengkonversikan
pada surat berharga lainnya.
Sukuk mudharabah memungkinkan kontrak kerjasama antara nazhir
dan emiten dalam mengelola tanah wakaf yang ada, dengan kerjasama
emiten sebagai pemilik modal sekaligus pengelola proyek wakaf dan
nazhir sebagai pengelola asset wakaf. Kerjasama antara nazhir dengan
korporasi terkait hanya bisa dilakukan apabila adanya kesepahaman dan
kesepakatan yang terjalin baik mengenai penggunaan tanah wakaf
tersebut. Pasal 1338 KUHPerdata telah memberikan penejlasan tentang
kebebasan berkontrak bagi setiap pelaku usaha dengan kriterianya
masing-masing, diantaranyaadanay kesepakatan, adanya objek, sebab
yang hal halal, serta kecakapan dalam bertindak mengenai hukum itu
sendiri. Akad mudaharabah sering digunakan dalam bertransaksi bisnis
karena keluwesan yang ada padanya, sehingga mudah diterapkan dalam
bertransaksi bisnis. Nazhir dalam akad mudharabah hanya mempunyai
akad pertanggungjawaban kepada korporasi bukan dengan investor
secara langsung. Korporasi mempunyai kewajiban dan hak kepada dua
belah pihak yang ia berakad padanya, yaitu nazhir dan juga investor yang
48
mempercayakan modalnya kepada emiten tersebut. Masa kerjasama
antara nazhir dan korporasi berbeda-beda tergantung kesepakatan kedua
belah pihak, sebagai contoh untk pembanguna sarana perbelajaan nazhir
dan korporasi selaku korporasi dapat mengikat kontrak selama 30 tahun.
Kontrak mudharabah dalam penerbitan efek sejatinya telah diatur di
dalam POJK No 53/POJK.04/2015 tentang Akad yang digunakan dalam
Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Pertama-tama yang perlu
dilakukan adalah melihat potensi dari tanah wakaf tersebut, apakah dapat
dikembangkan atau tidak.. Dalam praktiknya emiten dan nazhir
bekerjasama dalam pembuatan proyek yang telah disetujui dan kemudian
keduanya melakukan penggarapan proyek secara bersama-sama dalam
kurun waktu tertentu, setelah waktu terlewat maka pembagian
keuntungan dibagi sebagaimana telah disepakati diawal, dana keuntungan
emiten akan dibagikan kepada pemegang efek, kemudian hasil
keuntungan nazhir akan digunakan demi kemajuan umat islam seperti
untuk fakir miskin, beasiswa dan lain sebagainya.
2. Sukuk Ijarah
Al-ijarah bersala dari kata al-ajr yang berarti (ganti). Sukukijarah
merupakan bentuk transaksi sukukdengan system pemilik modal
menyewakan modalnya dalam bentuk sekuritas yang kemudian
digunakan oleh emiten untuk membiayai proyek tertentu atau
mengembangkan perusahaan dengan memberikan harga sewa dan masa
penyewaan yang telah disepakati dengan kontrak di depan5.
Penentuan harga untuk sukuk ijarah menggunakan zero profit sharing
bond. Yaitu pemilik menyewakan modalnya dalam bentuk sukukyang
diterbitkan oleh emiten dengan nominal yang telah ditentukan, pemilik
5 Fadlillah Muhammad, Konsep, Teori, dan Praktik Sukuk, Jurnal Al-Iqtishad Volume V, No.
2, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Tula, Federasi Rusia, Juli 2013. h, 329.
49
modal dan emiten menentukan kontrak sewa dengan menentukan kapan
habisnya masa sewa dan jumlah harga sewa yang harus dibayar.
Keuntungan pemilik modal mendapatkan mendapatkan pembayaran
sewa dengan mendiskonto harga sukukterhadap nominal di depan, dan
emiten tidak diharuskan memberikan bagi pemegang sukukijarah tetapi
harus mengembalikan asset yang disewanya, ketika masa sewanya telah
habis.
Karakteristik sukukijarah secara umum berasal dari hubungan
kerjasama dalam kontrak sewa, sebagai berikut : Pertama, ijarah sukuk
adalah surat-surat berharga yang mewakili kepemilikan dan
menggambarkan asset yang dikenal dan ada, yang diikat dengan suatu
kontrak sewa. Dengan maksud sukuk ijarah dapat diperjualbelikan di
pasar modal dengan harga sesuai yang ada di pasar modal itu sendiri.
Kondisi pasar secara umum mempengaruhi ekonomi dan pasar uang,
opportunity cost (arus kas dan harapan memperoleh keuntungan atas
pembiayaan baru), harga riil asset yang diinvestasikan dan kecenderungan
pasar yang spesifik berhubungan dengan surat-surat berharga dan
sukukijarah. Sukukijarah juga terpengaruhi oleh kemampuan penyewa
membayar sewa serta pemeliharaan asset.
Kedua pengharapan atas keuntungan bersih tidak dapat diharapkan
dengan pasti karena adanya biaya perawatan dan asuransi terhadap asset
yang disewakan sebagai konsekuensi atas kontrak sewa. Ketiga, sukuk
ijarah dapat diperjualbelikan sesuai kekuatan pasar. Keempat, sukukijarah
memberikan bentuk sekuritas yang fleksibel dari segi kelayakan pasar dan
managemen emisi, pemerintah, perusahaan swasta, karena menjanjikan
keuntungan yang bagus.
50
Dalam praktiknya emiten melakukan penyewaan tanah wakaf selama
kurun waktu tertentu untuk pembangunan proyek yang ia rencanakan atau
usaha tertentu. Emiten melakukan kontrak penarikan modal dengan para
pemilik modal, dalam hal ini investor yang membeli efek syariah sukuk
berupa kupon dengan tenggat waktu pengembalian jatuh tempo tertentu.
Selanjutnya emiten melakukan akad dengan nazhir selaku pemegang hak
atas tanah wakaf tersebut. Akad ijarah yang dilakukan adalah penyewaan
tanah wakaf dimana keuntungan hasil sewa dari tanah wakaf tersebut
dijadikan oleh nazhir untuk disalurkan oleh umat islam dengan cara
bantuan bagi fakir miskin, beasiswa, maupun pembangunan tempat
ibadah. Investor atau pemodal mendapatkan keuntungan lewat asset yang
ia sewakan berupa tempat usaha yang dijadikan usaha oleh korporasi.
Adapun setelah hal itu emiten selaku penerbit efek syariah menyalurkan
keuntungan kepada pemodal atau investor dengan cara penyewaan asset
yang dibangun atas tanah wakaf tersebut. Maka dapat disimpulkan
keutungan yang didapat pemodal adalah berasal dari menyewakan atas
asset yang dipakai emiten dalam hal tempat usaha.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab tersebut maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Landasan hukum sukuk sesuai Fatwa No. 33/DSN-MUI/10/2002
bertanggal 12 september 2002 adalah instrument di dalam efek syariah
berupa sertifikat atau suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang saham syariah
yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
sukuk berupa bagi hasil/ margin/ fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan demikian, pemegang sukuk akan
mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam
bentuk bagi hasil/ margin/ fee. Sukuk mempunyai peluang yang matang
untuk dapat dikembangkan secara lebih jauh di Indonesia. Sama halnya
dengan Surat Berharga Syariah Negara yang digalakkan sebagai sarana
penyerapan modal di bidang infrastruktur. Pasal 45 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 41
tahun 2004 tentang Wakaf memperbolehkan nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana untuk memajukan
kesejahteraan umum, nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai
dengan prinsip syariah. Pasal tersebut secara jelas memperbolehkan nazhir
sebagai pemilik hak pengelolaan manfaat harta benda wakaf, dalam hal ini
untuk bekerjasama dengan pihak lain, dalam hal ini dapat perseorangan,
pemerintah daerah, koperasi, bahkan korporasi untuk bekerjasama dalam
hal peningkatan serta pengembangan tanah wakaf demi kemaslahatan
umat. Adapun dari hal ini dijelaskan kerjasama yang dapat dikelola oleh
nazhir adalah akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Otoritas Jasa
Keuangan sejatinya telah mereduksi prinsip-prinsip syariah yang dimaksud
56
di dalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf ke dalam
POJK No 53/POJK.04/2015 tentang Akad yang digunakan dalam
Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Akad-akad yang tertuang di
dalam POJK tersebut sejatinya adalah akad-akad yang menjadi dasar
hukum diterbitkannya sukuk bagi korporasi di Indonesia diantaranya yang
paling sering diterbitkan adalah akad ijarah dan mudharabah.
2. Asset turunan atau asset derivative adalah asset berupa objek yang menjadi
dasar diterbitkannya efek-efek syariah. Asset yang dapat dijadikan
underlying asset adalah asset yang bernilai ekonomis dan/atau memiliki
aliran penerimaan kas, dapat berupa barang berwujud maupun barang tidak
berwujud, termasuk proyek yang sedang dibangun maupun akan dibangun.
Jika ditelaah dengan benar tanah wakaf seluas 100.000 meter di kawasan
Masjid Agung Jawa Tengah merupakan benda berwujud yang dapat
bernilai ekonomis untuk digunakan sebagai tempat usaha. Tanah wakaf
tersebut dapat memberikan arus penerimaan kas yang berguna bagi
pergerakan ekonomi umat di kawasan kota semarang dan sekitarnya
tersebut dapat digunakan sebagian untuk kegiatan ibadah dan sebagian lagi.
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf telah menetapkan
peruntukan tanah wakaf adalah salah satunya sebagai sarana peningkatan
ekonomi umat. Akad-akad yang bisa ditempuh dalam penerbitan sukuk di
kawasan Masjid Agung Jawa Tengah adalah akad ijarah ataupun akad
mudharabah. Kedua buah akad itu mempunyai kelebihan dan kekurang
masing-masing. Akad ijarah mempunyai kelebihan dalan hal harga sewa
yang telah rigid dan keuntungan yang tetap. Sedangkan akad mudharabah
menguntungkan dalam hal pembagian hasil yang seimbang. Akad ijarah
dapat ditempuh dengan cara korporasi menyewa tanah wakaf selama waktu
tertentu misalnya selama 30 tahun untuk membuat minimarket area
perkantoran. Nazhir mendapat bayaran uang hasil sewa yang didapatkan
57
dari penyewaan tanah wakaf tersebut yang selanjutnya dapat digunakan
untuk santunan anak yatim,fakir miskin, maupun beasiswa pendidikan
warga sekitar. Sedangkan investor mendapatkan keuntungan berupa set
yang mereka sewakan berupa tanah wakaf yang digunakan sebagai tempat
usaha tersebut. Sukuk mudharabah mempunyai mekanisme nazhir
bekerjasama bersama-sama dengan korporasi dalam tenggat waktu tertentu
dalam mengelola tanah wakaf secara produktif, misal sebagai tempat
pendirian kantor, swalayan, rumah sakit, dan sebagainya. Keuntungan yang
didapat adalah bagi hasil dari keuntungan usaha dengan presentasi
keuntungan sesuai dengan yang telah disepakati diawal. Investor sebagai
pemilik modal mendapatkan bagi hasil pula dari korporasi yang
sebelumnya telah dibagi dengan nazhir. Pola pembagian keuntungan antara
nazhir dan korporasi beragam dengan nominal yang sesuai kesepakatan
dalam perjanjian. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam
jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Landasan hukum wakaf
tertuang di dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
Adapun wakaf mempunyai syarat dan rukunnya tersendiri, adapun
syaratnya yaitu Orang yang mewakafkan mempunyai hak untuk melakukan
perbuatan tersebut. Atas kehendak sendiri dan tidak ada unsur paksaan.
Pihak yang menerima wakaf jelas adanya. Barang yang diwakafkan untuk
kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi. Rukun wakaf
diantaranya, adanya wakif atau pewakaf, nazhir sebagai pengelola wakaf,
mauquf bih atau benda wakaf, mauquf alaih atau tujuan dari wakaf itu
sendiri. Tanah pada hakikatnya adalah benda tidak bergerak sebagaimana
disebutkan di dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a undang-undang Wakaf, baik
yang sudah didaftarkan pada negara maupun yang belum didaftarkan.
Tanah dapat dijadikan benda wakaf baik di dalam ketentuan agama
58
maupun perundang-undangan. Tanah wakaf sejatinya dapat dijadikan asset
turunan karena merupakan benda berwujud yang mempunyai nilai
ekonomis. Syarat diperuntukannya perbolehan tanah wakaf sebagai asset
turunan dari sukuk adalah wajib sesuai dengan prinsip syariah,
sebagaimana telah diatur didalam Pasal 45 ayat (2) Peraturan Pemerintah
No 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 41 tahun 2004
tentang Wakaf bahwa nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam
pengelolaan tanah wakaf sepanjang kerjasama tersebut dilandasi dengan
prinsip-prinsip syariah.
B. REKOMENDASI
1. Pengaplikasian tanah wakaf secara produktif hanya dapat dilakukan
apabila ada kesadaran dan kemauan dari nazhir selaku pengurus dan
pencari kemanfaatan dari tanah wakaf untuk bekerjasama dengan instansi
swasta ataupun pemerintah. Kota Semarang merupakan ibukota Prvinsi
Jawa Tengah yang memiliki potensi ekonomi yang berlimpah
diabndingkan kota lain. Kota Semarang mempunyai Pelabuhan Besar
Tanjung Emas, Bandara Ahmad Yani, serta banyak stasiun dan terminal
yang terafiliasi dengan baik satu sam lain. Kawasan Masjid Agung Jawa
Tengah dengan luas tanah mencapai 100.000 meter tentu dapat
dimanfaatkan secara lebih jauh dalm hal ini penerbitan sukuk, berbagai
fasilitas penunjang bagi berdirinya area perkantoran maupun rumah sakit
sudah berdiri lengkap di kawasan tersebut seperti Hotel Graha Agung,
menara Al-Husna, café, gedung serba bisa, dan sebagainya. Aturan
perundang-undangan telah melegalkan hal tersebut. Pengembangan tanah
wakaf produktif bukanlah hal yang mustahil apabila nazhir dapat
menangkap peluang dan menarik kesempatan dari hal tersebut.
2. Pemahaman akan pengaplikasian tanah wakaf produktif seharusnya kian
digalakkan oleh Badan Wakaf Indonesia, mengingat potensi sumber daya
59
alam maupun penyerapan tenaga kerja akibat pemanfaatan tanah wakaf
produktif hanya dapat terlaksana apabila ada pengarahan yang terpadu
dan komprehensif dari pemangku kepentingan untuk memberdayakan
tanah wakaf sebagai bagian dari asset turunan sukuk. Tanah wakaf jangan
hanya digunakan dalam perkara pembangunan tempat ibadah atau
pemakaman umum, namun juga dapat digunakan sebagai wadah
penggerak kemashlahatan dan pemberdayaan ekonomi.
3. Nazhir sesuai ketentuan perundang-undangan diperbolehkan bekerjasama
dengan pihak lain dalam mengelola tanah wakaf dengan prasyarat sesuai
dengan prinsip syariah. Nazhir di kawasan tanah wakaf Masjid Agung
Jawa Tengah dapat melakukan iklan penawaran untuk menarik investor
melakukan kerjasama dalam pembiayaan tanah wakaf tersebut. Nazhir
juga dituntut untuk bekerja secara professional dalam perkara bisnis yang
terjadi mengenai tanah wakaf. Badan Wakaf Indonesia dalam hal ini juga
dapat memetakan tanah-tanah wakaf yang sekiranya terbengkalai namun
mempunyai sisi ekonomi yang tinggi untuk didata dan ditawarkan kepada
korporasi untuk segera diberdayakan.
60
Daftar Pustaka
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Prenada Media,
2009.
Aziz, Muhammad Faiz, Penguatan Kerangka Hukum Efek Syariah Melalui
Revisi Undang- Undang Pasar Modal, Jurnal Rechtsvinding Online
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Jakarta: 2016.
Cholis Nur, Sukuk : Instrumen Investasi yang Halal dan Menjanjikan, Jurnal
Ekonomi Islam La_Riba, Volume IV, No 2. : Desember 2010.
Dede Abdul Fatah, Perkembangan Sukuk di Indonesia : Analisis Peluang dan
Tantangan, Jurnal Innovatio UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan
Wakaf, Kementerian Agama Republik Indonesia, Fiqih Wakaf, Jakarta:
2006.
Direktorat Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan Sinergi menuju Pasar
Modal Syariah yang lebih Besar dan Berkembang, , Jakarta: 2017.
Direktorat Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Kementrian Keuangan, Mengenal Sukuk Negara, Investasi Berbasis
Syariah untuk Pembangunan Bangsa, 2013
Direktorat Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan, Sinergi menuju Pasar
Modal Syariah yang Lebih Besar dan Berkembang, Buku perkembangan
Pasar Modal Syariah, 2016.
Fadlillah Muhammad, Konsep, Teori, dan Praktik Sukuk, Jurnal Al-Iqtishad
Volume V, No. 2, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Tula, Federasi
Rusia, Juli 2013
Furqan Ahmad, Model-model Pembiayaan Tanah Wakaf Produktif, Jurnal
Economica Universitas Islam Negeri Wali Songo, 2014.
61
H.R Otje Salman, Anthon F Susanto, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan,
dan Membuka kembali, PT Refika Aditama : 2007.
Iin Emy Prastiwi, Pengembangan Instrument Sukuk dalam Pembangunan
Infrastruktur, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam STIE AAS Surakarta, 2017.
Kansil, C.S.T, Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta;2002
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, , Bandung :
Remaja Rosdakarya 1993.
M. Quraisy Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pembelajaran dari Surah-
Surah al-Qur’an, Tanggerang: Lantera Hati, 2012.
Nasarudin Irsan dkk, Aspek hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta :
2004.
Siskawati, Eka, Perkembangan Sukuk di Indonesia : Suatu Tinjauan, Jurnal
Akuntansi Politeknik Negeri Padang, Sumatera Barat, 2010
Sukarno Aburaera, Maskun Muhadar, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
Prenada Media Group, Jakarta: 2013.
Suratmaputra, Ahmad Munif, Filsafat Islam Al-Ghazali : Maslahah Mursalah
dan relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Pustaka Firdaus,
Jakarta : 2002.
Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius,
1998.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, kauntitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2005.
Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam, Jakarta,
Pranamedia Group 2015
Lampiran-lampiran
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal
39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66, dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAIGAF.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
6. Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat AIW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.
7. Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
8. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
9. Lembaga Keuangan Syariah, yang selanjutnya disingkat LKS adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan Syariah.
10. Bank Syariah adalah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dari Bank Umum konvensional serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
11. Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disingkat BWI, adalah lembaga independen dalam pelaksanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
12. Kepala Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat dengan Kepala KUA adalah pejabat Departemen Agama yang membidangi urusan agama Islam di tingkat kecamatan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
BAB II
NAZHIR
Bagian Kesatu Umum
Pasal 2
Nazhir meliputi: a. perseorangan; b. organisasi; atau c. badan hukum.
Pasal 3
(1) Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk kepentingan pihak yang dimaksud dalam AIW sesuai dengan peruntukannya.
(2) Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas harta benda wakaf.
(3) Pcnggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Nazhir Perseorangan
Pasal 4
(1) Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi persyaratan menurut undang-undang.
(2) Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia di provinsi/kabupaten/ kota.
(4) BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir.
(5) Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang• terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua.
(6) Salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus bertempat tinggal di kecamatan tempat benda wakaf berada.
Pasal 5
(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berhenti dari kedudukannya apabila: a. meninggal dunia; b. berhalangan tetap; c. mengundurkan diri; atau d. diberhentikan oleh BWI.
(2) Berhentinya salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan berhentinya Nazhir perseorangan lainnya.
Pasal 6
(1) Apabila diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka Nazhir yang ada harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berhentinya Nazhir perseorangan, yang kemudian pengganti Nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.
(2) Dalam hal diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal S untuk wakaf dalam jangka waktu terbatas dan wakaf dalam jangka waktu tidak terbatas, maka Nazhir yang ada memberitahukan kepada Wakif atau ahli waris Wakif apabila Wakif sudah meninggal dunia.
(3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Nazhir melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau penvakilan BWI di provinsi / kabupaten / kota.
(4) Apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak MW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada DWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Bagian Ketiga
Nazhir Organisasi
Pasal 7
(1) Nazhir organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(3) Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
b. salah seorang pengurus organisasi harus berdomisili di kabupaten/kota letak benda wakaf berada;
c. memiliki: 1. salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar; 2. daftar susunan pengurus; 3. anggaran rumah tangga; 4. program kerja dalam pengembangan wakaf; 5. daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan lain
atau yang merupakan kekayaan organisasi; dan 6. surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penandatanganan AIW.
Pasal 8
(1) Nazhir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.
(2) Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir, maka Nazhir yang bersangkutan harus diganti.
Pasal 9
(1) Nazhir perwakilan daerah dari suatu organisasi yang tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat organisasi bersangkutan wajib menyelesaikannya baik diminta atau tidak oleh BWI.
(2) Dalam hal pengurus pusat organisasi tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir organisasi dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
(3) Apabila Nazhir organisasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Pasal 10
Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka organisasi yang bersangkutan harus melaporkan kepada KUA untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian tersebut.
Bagian Keempat Nazhir Badan Hukum
Pasal 11
(1) Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/ kabupaten / kota.
(3) Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam;
b. pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
c. salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada;
d. memiliki:
1. salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
2. daftar susunan pengurus;
3. anggaran rumah tangga;
4. program kerja dalam pengembangan wakaf;
5. daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum; dan
6. surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12
(1) Nazhir perwakilan daerah dari suatu badan hukum yang tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat badan hukum bersangkutan wajib menyelesaikannya, baik diminta atau tidak oleh BWI.
(2) Dalam hal pengurus pusat badan hukum tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir badan hukum dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh DWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
(3) Apabila Nazhir badan hukum dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Bagian Kelima
Tugas dan Masa Bakti Nazhir
Pasal 13
(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 11 wajib mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
(2) Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan BWI mengenai kegiatan perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 14
(1) Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(2) Pengangkatan kembali Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BWI, apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.
BAB III
JENIS HARTA BENDA WAKAF, AKTA IKRAR WAKAF DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF
Bagian Kesatu Jenis Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Jenis harta benda wakaf meliputi:
a. benda tidak bergerak;
b. benda bergerak selain uang; dan
c. benda bergerak berupa uang.
Paragraf 1
Benda Tidak Bergerak
Pasal 16
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari:
a. hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
b. hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara;
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
d. hak milik atas satuan rumah susun.
(2) Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan sebagai wakaf untuk selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
(3) Hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak dijaminkan.
Pasal 18
(1) Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya kecuali wakaf hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c.
(2) Benda wakaf tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwakafkan beserta bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan pemerintah desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu wajib mendapat izin dari pejabat yang berwenang sesuai Peraturan Perundangundangan.
Paragraf 2
Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 19
(1) Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
(2) Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian.
(3) Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakalkan, kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediaannya berkelanjutan.
(4) Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan dengan memperhatikan ketentuan prinsip syariah.
Pasal 20
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi:
a. kapal;
b. pesawat terbang;
c. kendaraan bermotor;
d. mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan;
e. logam dan batu mulia; dan/atau
f. benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.
Pasal 21
Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundang-undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:
a. surat berharga yang berupa:
1. saham;
2. Surat Utang Negara;
3. obligasi pada umumnya; dan/atau
4. surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
b. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
1. hak cipta;
2. hak merk;
3. hak paten;
4. hak desain industri;
5. hak rahasia dagang;
6. hak sirkuit terpadu;
7. hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8. hak Iainnya.
c. hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: 1. hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau 2. perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak.
Paragraf 3
Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 22
(1) Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.
(3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk: a. hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk
menyatakan kehendak wakaf uangnya; b. menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan; c. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKSPWU; d. mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW.
(4) Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
(5) Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.
Pasal 23
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Pasal 24
(1) LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atas dasar saran dan pertimbangan dari BWI.
(2) BWI memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mempertimbangkan saran instansi terkait.
(3) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada LKS-PWU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri;
b. melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum;
c. memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia;
d. bergerak di bidang keuangan syariah; dan
e. memiliki fungsi menerima titipan (wadi'ah).
(4) BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah LKS memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan dimaksud.
Pasal 25
LKS-PWU bertugas:
a. mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang;
b. menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang;
c. menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir;
d. menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi'ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk Wakif;
e. menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak Wakif;
f. menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif
dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif; dan
g. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.
Pasal 26
Sertifikat Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai: a. nama LKS Penerima Wakaf Uang; b. nama Wakif; c. alamat Wakif; d. jumlah wakaf uang; e. peruntukan wakaf; f. jangka waktu wakaf; g. nama Nazhir yang dipilih; h. alamat Nazhir yang dipilih; dan i. tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 27
Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf hang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada Wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS-PWU.
Bagian Kedua
Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW)
Paragraf 1 Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 28
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan
sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda
bukti pemilikan tanah lainnya.
Pasal 29
Pembuatan AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang.
Pasal 30
(1) Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jcnis harta benda yang diwakafkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(2) Kehadiran Nazhir dan Mauquf alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat dinyatakan dengan surat pernyataan Nazhir dan/atau Mauquf alaih.
(3) Dalam hal Mauquf alaih adalah masyarakat luas (publik), maka kehadiran Mauquf alaih dalam Majelis lkrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan.
(4) Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dalam bentuk wakaf-khairi atau wakaf-ahli.
(5) Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.
(6) Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum beralih statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
Pasal 31
Dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta MW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW.
Pasal 32
(1) Wakif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir di hadapan PPAIW dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf alaih dan harta benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.
(3) Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Wakif dan diterima oleh Nazhir dituangkan dalam MW oleh PPAIW.
(4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. nama dan identitas Wakif; b. nama dan identitas Nazhir; c. nama dan identitas saksi; d. data dan keterangan harta benda wakaf; e. peruntukan harta benda wakaf; dan f. jangka waktu wakaf.
(5) Dalam hal Wakif adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
(6) Dalam hat Nazhir adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta adalah nama yang ditctapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, bentuk, isi dan tata cara pengisian AIW atau APAIW untuk benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2 Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 34
Tata cara pembuatan MW benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 dilaksanakan sebagai berikut:
a. sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi penvakafan dan keadaan fisik benda wakaf;
c. dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan MW dianggap sah apabila dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
d. AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang saksi, dan/atau Mauquf alaih disahkan oleh PPAIW.
e. Salinan AIW disampaikan kepada:
1. Wakif;
2. Nazhir;
3. Mauquf alaih;
4. Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan
5. Instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.
Pasal 35
(1) Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.
(2) Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (garinah) tentang keberadaan benda wakaf.
(3) Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan APAIW, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat.
(4) PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada kepala kantor pertanafian kabupaten/kola setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW.
Pasal 36
(1) Harta benda wakaf wajib diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir dengan membuat berita acara serah terima paling lambat pada saat penandatanganan AIW yang diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
(2) Didalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan Nazhir.
(3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal serah terima benda wakaf telah dinyatakan dalam ABM.
Bagian Ketiga
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Pasal 37
(1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
(2) PPAIW harta benda wakaf bergerak sclain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi Wakif untuk membuat MW di hadapan Notaris.
(5) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW diitetapkan oleh Menteri.
BAB IV TATA CARA PENDAFTARAN
DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Bagian Kesatu Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf
Paragraf 1
Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak
Pasal 38
(1) Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan
MW atau APAIW.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b. surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau sebutan lain yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat;
c. izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu;
d. izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dalam sertifikat dan keputusan pemberian haknya diperlukan izin pelepasan/peralihan.
e. izin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangunan atau hak pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau hak milik.
Pasal 39
Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata cara sebagai berikut:
a. terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
b. terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
c. terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
d. terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang benvenang di bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
e. terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musala, makam, didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
f. Pejabat yang benvenang di bidang pertanahan kabupaten/kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.
Paragraf 2
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 40
PPAIW mendaftarkan AIW dari:
a. benda bergerak selain uang yang terdaftar pada instansi yang berwenang;
b. benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar dan yang memiliki atau tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI, dan selama di daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pcndaftaran tersebut dilakukan di Kantor Departemen Agama setempat.
Pasal 41
(1) Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi yang berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak tersebut.
(2) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau bukti lainnya.
(3) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran, Wakif membuat surat pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintah setempat.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perwakafan benda bergerak.selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul BWI.
Paragraf 3
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Pasal 43
(1) LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
(2) Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pengumuman Harta Benda Wakaf
Pasal 44
(1) PPAIW menyampaikan MW kepada kantor Departemen Agama dan 13W1 untuk dimuat dalam register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.
(2) Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen
Agama dan BWI.
BAB V PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 45
(1) Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW.
(2) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bckerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 46
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga negara asing, organisasi asing dan badan hukum asing yang berskala nasional atau internasional, serta harta benda wakaf terlantar, dapat dilakukan oleh BWI.
Pasal 47
Dalam hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, Wakif harus melengkapi dengan bukti kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, dan Nazhir harus melaporkan kepada lembaga terkait perihal adanya perbuatan wakaf.
Pasal 48
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan BWI.
(2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah.
(3) Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka Nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud.
(4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank
syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
(5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.
BAB VI PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 49
(1) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
(2) Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
b. harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf; atau
c. pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.
(3) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika:
a. harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan
b. nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur: a. pemerintah daerah kabupaten/kota; b. kantor pertanahan kabupaten/kota; c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota; d. kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.
Pasal 50
Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b dihitung sebagai berikut:
a. harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan
b. harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan.
Pasal 51
Penukaran terhadap harta benda wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut:
a. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut;
b. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;
c. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (4), dan selanjutnya bupati/walikota setempat membuat Surat Keputusan;
d. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan
e. setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.
BAB VII BANTUAN PEMBIAYAAN
BADAN WAKAF INDONESIA
Pasal 52
(1) Bantuan pembiayaan BWI dibebankan kepada APBN selama 10 (sepuluh) tahun pertama melalui anggaran Departemen Agama dan dapat diperpanjang;
(2) BWI mempertanggungjawabkan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala kepada Menteri.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 53
(1) Nazhir wakaf berhak memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWI.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hukum;
b. penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf;
c. penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf;
d. penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak;
e. penyiapan penyuluh penerangan di dacrah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya; dan
f. pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
Pasal 54
Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 55
(1) Pembinaan terhadap Nazhir, wajib dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
(2) Kerjasama dengan pihak ketiga, dalam rangka pembinaan terhadap kegiatan perwakafan di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk penelitian, pelatihan, seminar maupun kegiatan lainnya.
(3) Tujuan pembinaan adalah untuk peningkatan etika dan moralitas dalam pengelolaan wakaf serta untuk peningkatan profesionalitas pengelolaan dana wakaf.
Pasal 56
(1) Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.
(2) Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nazhir atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
(3) Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.
(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dan masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik independen.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 57
(1) Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga) kali kejadian yang
berbeda.
(3) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKSPWU dapat dilakukan setelah LKS-PWU dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.
(4) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKSPWU dapat dilakukan setelah mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari instansi terkait.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harta benda tidak bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang telah diwakafkan secara sah menurut syariah tetapi belum terdaftar sebagai benda wakaf menurut Peraturan Perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dapat didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan:
a. dalam hal harta benda wakaf dikuasai secara fisik, dan sudah ada AIW;
b. dalam hal harta benda wakaf yang tidak dikuasai secara fisik sebagian atau seluruhnya, sepanjang Wakif dan/atau Nazhir bersedia dan sanggup menyelesaikan penguasaan fisik dan dapat membuktikan penguasaan harta benda wakaf tersebut adalah tanpa alas hak yang sah; atau
c. dalam hal harta benda wakaf yang dikuasai oleh ahli waris Wakif atau Nazhir, dapat didaftarkan menjadi wakaf sepanjang terdapat kesaksian dari pihak yang mengetahui wakaf tersebut dan dikukuhkan dengan penetapan pengadilan.
(2) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:
a. lembaga non keuangan atau perseorangan yang menerima wakaf uang wajib untuk mengalihkan penerimaan wakaf uang melalui rekening wadi'ah pada LKS-PWU yang ditunjuk oleh Menteri;
b. lembaga keuangan yang menerima wakaf uang wajib mengajukan permohonan kepada Menteri sebagai LKSPWU.
(3) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, perseorangan, organisasi, atau badan hukum yang mengelola wakaf uang wajib mendaftarkan pada Menteri dan BWI melaui KUA setempat untuk menjadi Nazhir.
Pasal 59
Sebelum BWI terbentuk, tanda bukti pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) diterbitkan oleh Menteri.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaan wakaf yang didasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 61
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
DR. H, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2006 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 105
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 53 /POJK.04/2015
TENTANG
AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH
DI PASAR MODAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka sejak
tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di
sektor Pasar Modal termasuk terkait dengan pengaturan
mengenai akad yang digunakan dalam penerbitan Efek
Syariah di Pasar Modal beralih dari Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan;
b. bahwa dalam rangka memberikan kejelasan dan kepastian
mengenai pengaturan terhadap akad yang digunakan
dalam penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, maka
peraturan mengenai Akad-Akad Yang Digunakan Dalam
Penerbitan Efek Syariah Di Pasar Modal yang diterbitkan
sebelum terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan perlu
diubah ke dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, maka perlu
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
- 2 -
menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Akad Yang
Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah Di Pasar
Modal;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3608);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5253);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG AKAD
YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI
PASAR MODAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Ijarah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi sewa
atau pemberi jasa (mu’jir) dan pihak penyewa atau
pengguna jasa (musta’jir) untuk memindahkan hak guna
(manfaat) atas suatu objek Ijarah yang dapat berupa
manfaat barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa dan/atau upah (ujrah) tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan objek Ijarah itu
sendiri.
2. Istishna adalah perjanjian (akad) antara pihak pemesan
atau pembeli (mustashni’) dan pihak pembuat atau penjual
(shani’) untuk membuat objek Istishna yang dibeli oleh
pihak pemesan atau pembeli (mustashni’) dengan kriteria,
persyaratan, dan spesifikasi yang telah disepakati kedua
belah pihak.
- 3 -
3. Kafalah adalah perjanjian (akad) antara pihak penjamin
(kafiil/guarantor) dan pihak yang dijamin (makfuul
‘anhu/ashiil/orang yang berutang) untuk menjamin
kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak lain (makfuul
lahu/orang yang berpiutang).
4. Mudharabah (qiradh) adalah perjanjian (akad) kerjasama
antara pihak pemilik modal (shahib al-mal) dan pihak
pengelola usaha (mudharib) dengan cara pemilik modal
(shahib al-mal) menyerahkan modal dan pengelola usaha
(mudharib) mengelola modal tersebut dalam suatu usaha.
5. Musyarakah adalah perjanjian (akad) kerjasama antara
dua pihak atau lebih (syarik) dengan cara menyertakan
modal baik dalam bentuk uang maupun bentuk aset
lainnya untuk melakukan suatu usaha.
6. Wakalah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi
kuasa (muwakkil) dan pihak penerima kuasa (wakil)
dengan cara pihak pemberi kuasa (muwakkil) memberikan
kuasa kepada pihak penerima kuasa (wakil) untuk
melakukan tindakan atau perbuatan tertentu.
Pasal 2
Para pihak yang melakukan perjanjian (akad) dalam penerbitan
Efek Syariah di Pasar Modal wajib memiliki kecakapan dan
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum menurut
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
BAB II
IJARAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Ijarah
Pasal 3
Hak dan kewajiban pihak pemberi sewa atau pemberi jasa
(mu’jir) adalah:
a. berhak menerima pembayaran harga sewa atau upah
(ujrah) sesuai yang disepakati dalam Ijarah;
- 4 -
b. wajib menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang
diberikan sesuai yang disepakati dalam Ijarah;
c. wajib menanggung biaya pemeliharaan barang yang
disewakan;
d. wajib bertanggung jawab atas kerusakan barang yang
disewakan yang bukan disebabkan oleh pelanggaran dari
penggunaan sesuai yang disepakati dalam Ijarah atau
bukan karena kelalaian pihak penyewa;
e. wajib menjamin bahwa barang yang disewakan atau jasa
yang diberikan dapat digunakan sesuai dengan maksud
dan tujuan yang disepakati dalam Ijarah; dan
f. wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pemberi
sewa atau pemberi jasa (mu’jir) menyerahkan hak
penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang
dan/atau memberikan jasa yang dimilikinya kepada pihak
penyewa atau pengguna jasa (musta’jir) (pernyataan ijab).
Pasal 4
Hak dan kewajiban pihak penyewa atau pengguna jasa
(musta’jir) adalah:
a. berhak menerima dan memanfaatkan barang dan/atau
jasa sesuai yang disepakati dalam Ijarah;
b. wajib membayar harga sewa atau upah (ujrah) sesuai yang
disepakati dalam Ijarah;
c. wajib menanggung biaya pemeliharaan barang yang
sifatnya ringan (tidak material) sesuai yang disepakati
dalam Ijarah;
d. wajib bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang
serta menggunakannya sesuai yang disepakati dalam
Ijarah;
e. wajib bertanggung jawab atas kerusakan barang yang
disewakan yang disebabkan oleh pelanggaran dari
penggunaan sesuai yang disepakati dalam Ijarah atau
karena kelalaian pihak penyewa; dan
f. wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak penyewa
atau pengguna jasa menerima hak penggunaan atau
pemanfaatan atas suatu barang dan/atau jasa dari pihak
- 5 -
pemberi sewa atau pemberi jasa (mu’jir) (pernyataan
qabul).
Bagian Kedua
Persyaratan Objek Ijarah
Pasal 5
Objek Ijarah dapat berupa manfaat barang dan/atau jasa yang
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. manfaat barang atau jasa tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah di Pasar Modal dan peraturan perundang-
undangan;
b. manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai dengan uang;
c. manfaat atas barang atau jasa dapat diserahkan atau
diberikan kepada pihak penyewa atau pengguna jasa;
d. manfaat barang atau jasa harus ditentukan dengan jelas;
dan
e. spesifikasi barang atau jasa harus dinyatakan dengan
jelas.
Bagian Ketiga
Persyaratan Penetapan Harga Sewa atau Upah (Ujrah)
Pasal 6
Penetapan harga sewa atau upah (ujrah) wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. besarnya harga sewa atau upah (ujrah) serta waktu dan
cara pembayarannya ditetapkan secara tertulis dalam
Ijarah; dan
b. alat pembayaran harga sewa atau upah (ujrah) adalah
dalam bentuk uang.
Bagian Keempat
- 6 -
Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur Dalam Ijarah
Pasal 7
Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6, dalam
Ijarah dapat disepakati hal sebagai berikut:
a. harga sewa atau upah (ujrah) untuk periode waktu
tertentu dan peninjauan kembali harga sewa atau upah
(ujrah) tersebut yang berlaku untuk periode berikutnya;
b. adanya uang muka Ijarah;
c. penggantian barang yang mendasari Ijarah;
d. penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan
antar para pihak dalam Ijarah; dan/atau
e. hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini dan Prinsip Syariah di Pasar
Modal.
BAB III
ISTISHNA
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Istishna
Pasal 8
Hak dan kewajiban pihak pembuat atau penjual (shani’)
adalah:
a. berhak memperoleh pembayaran dengan jumlah, cara,
dan waktu yang telah disepakati dalam Istishna;
b. wajib mengetahui spesifikasi objek Istishna secara jelas;
c. wajib menyediakan objek Istishna sesuai dengan
spesifikasi yang telah disepakati dalam Istishna;
d. wajib menjamin objek Istishna berfungsi dengan baik
dan/atau tidak cacat; dan
e. wajib menyerahkan objek Istishna sesuai dengan waktu
yang telah disepakati dalam Istishna.
Pasal 9
- 7 -
Hak dan kewajiban pihak pemesan atau pembeli (mustashni’)
adalah:
a. berhak menerima objek Istishna sesuai dengan spesifikasi
yang telah disepakati dalam Istishna;
b. berhak menerima objek Istishna sesuai dengan waktu dan
tempat yang telah disepakati dalam Istishna;
c. berhak memilih (khiyar) untuk melanjutkan atau
membatalkan Istishna apabila terdapat cacat atau barang
yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diperjanjikan;
d. wajib melakukan pembayaran (pokok dan/atau biaya lain)
atas objek Istishna sesuai yang telah disepakati dalam
Istishna; dan
e. wajib mengetahui dan menerangkan spesifikasi objek
Istishna secara jelas.
Bagian Kedua
Persyaratan Objek Istishna
Pasal 10
Objek Istishna wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
dan peraturan perundang-undangan;
b. ciri dan spesifikasi harus jelas dan dapat diakui sebagai
utang serta wajib dituangkan secara tertulis dalam
Istishna;
c. mekanisme penyerahan barang baik seluruh maupun
sebagian dari pihak pembuat atau penjual (shani’) kepada
pihak pemesan atau pembeli (mustashni’) wajib
dituangkan secara tertulis dalam Istishna meliputi waktu,
tempat dan cara penyerahan;
d. penyerahan sebagaimana dimaksud pada huruf c
dilakukan kemudian setelah waktu Istishna berdasarkan
kesepakatan;
e. harga jual objek Istishna ditetapkan secara tertulis dalam
Istishna dan dilarang berubah selama masa Istishna; dan
- 8 -
f. pihak pemesan atau pembeli (mustashni’) dilarang
menukar barang kecuali dengan barang sejenis atau
sesuai kesepakatan.
Bagian Ketiga
Pembayaran Objek Istishna
Pasal 11
Pembayaran objek Istishna dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pembayaran atas objek Istishna dalam bentuk uang;
b. pembayaran atas objek Istishna dapat dilakukan secara
tunai dan/atau cicilan sejak Istishna ditandatangani atau
dengan cara pembayaran lain sesuai kesepakatan; dan
c. pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang
atau dalam bentuk piutang yang belum jatuh tempo.
Bagian Keempat
Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur Dalam Istishna
Pasal 12
Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11, dalam Istishna
dapat disepakati hal sebagai berikut:
a. dalam memenuhi kewajibannya kepada pihak pemesan
atau pembeli (mustashni’), pihak pembuat atau penjual
(shani’) dapat melakukan Istishna lagi dengan pihak lain
pada objek Istishna yang sama, dengan ketentuan Istishna
pertama tidak bergantung atau mensyaratkan atas
pemenuhan hak dan kewajiban Istishna kedua (mu’allaq);
b. ketentuan mengenai biaya-biaya yang ditanggung oleh
masing-masing pihak apabila terdapat kerusakan,
kehilangan, atau tidak berfungsinya objek Istishna;
c. ketentuan mengenai jaminan dan asuransi;
d. ketentuan mengenai pengakhiran transaksi yang belum
jatuh tempo;
- 9 -
e. penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan
antar para pihak dalam Istishna; dan/atau
f. hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini dan Prinsip Syariah di Pasar
Modal.
BAB IV
KAFALAH
Bagian Kesatu
Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Kafalah
Pasal 13
Kewajiban pihak penjamin (kafiil/guarantor) adalah sebagai
berikut:
a. memiliki harta yang cukup untuk menjamin kewajiban
pihak yang dijamin kepada pihak yang dijaminkan
(makfuul lahu/orang yang berpiutang);
b. memiliki kewenangan penuh untuk menggunakan
hartanya sebagai jaminan atas pemenuhan kewajiban
pihak yang dijamin kepada pihak yang dijaminkan
(makfuul lahu/orang yang berpiutang); dan
c. menyatakan secara tertulis bahwa pihak penjamin
(kafiil/guarantor) menjamin kewajiban pihak yang dijamin
kepada pihak yang dijaminkan (makfuul lahu/orang yang
berpiutang) (pernyataan ijab).
Pasal 14
Kewajiban pihak yang dijamin (makfuul ‘anhu/ashiil/orang
yang berutang) adalah sebagai berikut:
a. menyerahkan kewajiban (utang) pihak yang dijamin
(makfuul ‘anhu/ashiil/orang yang berutang) kepada pihak
penjamin (kafiil/guarantor); dan
- 10 -
b. menyatakan secara tertulis bahwa pihak yang dijamin
(makfuul ‘anhu/ashiil/orang yang berutang) menerima
jaminan dari pihak penjamin (kafiil/guarantor)
(pernyataan qabul).
Bagian Kedua
Bentuk Penjaminan Dalam Kafalah
Pasal 15
Penjaminan dalam Kafalah dapat berupa jaminan kebendaan
dan/atau jaminan umum.
Bagian Ketiga
Persyaratan Objek Kafalah
Pasal 16
Objek Kafalah adalah kewajiban (utang) pihak yang dijamin
kepada pihak yang dijaminkan (makfuul lahu/orang yang
berpiutang) yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. kewajiban dimaksud dapat berupa kewajiban pembayaran
sejumlah uang, penyerahan barang, dan/atau
pelaksanaan pekerjaan;
b. kewajiban dimaksud harus jelas nilai, jumlah, dan
spesifikasinya;
c. kewajiban dimaksud bukan merupakan kewajiban yang
timbul dari hal-hal yang bertentangan dengan Prinsip
Syariah di Pasar Modal dan peraturan perundangan-
undangan; dan
d. harus merupakan utang mengikat yang tidak mungkin
hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
- 11 -
Bagian Keempat
Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur dalam Kafalah
Pasal 17
(1) Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16, dalam
Kafalah dapat disepakati antara lain hal-hal sebagai
berikut:
a. para pihak dapat menetapkan besarnya imbalan (fee)
atas pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh
pihak penjamin (kafiil/guarantor);
b. jangka waktu berlakunya penjaminan dalam Kafalah;
c. penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan
perselisihan antar para pihak dalam Kafalah;
dan/atau
d. hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dan Prinsip
Syariah di Pasar Modal.
(2) Dalam hal para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a menyepakati adanya imbalan (fee), maka
Kafalah tersebut bersifat mengikat dan tidak dapat
dibatalkan secara sepihak.
BAB V
MUDHARABAH
Bagian Kesatu
Hak Dan Kewajiban Pihak dalam Mudharabah
Pasal 18
Hak dan kewajiban pihak pemilik modal (shahib al-mal) adalah
sebagai berikut:
a. berhak mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pihak pengelola usaha (mudharib);
- 12 -
b. berhak menerima bagian keuntungan tertentu yang
disepakati dalam Mudharabah;
c. berhak meminta jaminan dari pihak pengelola usaha
(mudharib) atau pihak ketiga yang dapat digunakan
apabila pihak pengelola usaha (mudharib) melakukan
pelanggaran atas Mudharabah.
d. wajib menyediakan dan menyerahkan seluruh modal yang
disepakati;
e. wajib menanggung seluruh kerugian usaha yang tidak
disebabkan oleh kelalaian, kesengajaan, dan/atau
pelanggaran pengelola usaha atas Mudharabah; dan
f. wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pemilik
modal (shahib al-mal) menyerahkan modal kepada pihak
pengelola usaha (mudharib) untuk dikelola dalam suatu
usaha sesuai dengan kesepakatan (pernyataan ijab).
Pasal 19
Hak dan kewajiban pihak pengelola usaha (mudharib) adalah:
a. berhak mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya
tujuan Mudharabah tanpa campur tangan pihak penyedia
modal;
b. berhak menerima bagian keuntungan tertentu sesuai yang
disepakati dalam Mudharabah;
c. wajib mengelola modal yang telah diterima dari pihak
pemilik modal (shahib al-mal) dalam suatu kegiatan usaha
sesuai kesepakatan;
d. wajib menanggung seluruh kerugian usaha yang
disebabkan oleh kelalaian, kesengajaan, dan/atau
pelanggaran pihak pengelola usaha (mudharib); dan
e. wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pengelola
usaha (mudharib) menerima modal dari pihak pemilik
modal (shahib al-mal) dan berjanji untuk mengelola modal
tersebut dalam suatu usaha sesuai dengan kesepakatan
(pernyataan qabul).
- 13 -
Bagian Kedua
Persyaratan Modal Yang Dikelola dalam Mudharabah
Pasal 20
Modal yang dikelola dalam Mudharabah wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. berupa sejumlah uang dan/atau aset lainnya baik
berwujud maupun tidak berwujud yang dapat dinilai
dengan uang;
b. jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang,
maka aset tersebut tidak sedang dijaminkan atau tidak
dalam status sengketa;
c. jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang,
maka aset tersebut harus dinilai oleh Penilai, namun
penentuan nilai aset selain uang tetap berdasarkan
kesepakatan para pihak pada waktu Mudharabah;
d. tidak berupa piutang atau tagihan di antara pihak
dan/atau kepada pihak lain; dan
e. dapat diserahkan kepada pihak pengelola usaha
(mudharib) baik seluruh atau sebagian pada waktu dan
tempat yang telah disepakati.
Bagian Ketiga
Persyaratan Kegiatan Usaha dalam Mudharabah
Pasal 21
Kegiatan usaha yang dapat dijalankan dalam Mudharabah
wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
dan/atau peraturan perundang-undangan; dan
b. tidak dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa
yang akan datang yang belum tentu terjadi.
- 14 -
Bagian Keempat
Pembagian Keuntungan dalam Mudharabah
Pasal 22
Pembagian keuntungan dalam Mudharabah wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. keuntungan Mudharabah merupakan selisih lebih dari
kekayaan Mudharabah dikurangi dengan modal
Mudharabah dan kewajiban kepada pihak lain yang terkait
dengan kegiatan Mudharabah;
b. keuntungan Mudharabah dibagikan kepada pihak pemilik
modal (shahib al-mal) dan pihak pengelola usaha
(mudharib) dengan besarnya bagian sesuai rasio/nisbah
yang disepakati; dan
c. besarnya bagian keuntungan masing-masing pihak wajib
dituangkan secara tertulis dalam bentuk rasio/nisbah.
Bagian Kelima
Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur dalam Mudharabah
Pasal 23
Dalam perjanjian (akad) Mudharabah tidak boleh ada
ketentuan yang memastikan pemilik modal akan memperoleh
keuntungan.
Pasal 24
Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan
Pasal 23, dalam Mudharabah dapat disepakati hal sebagai
berikut:
a. pihak pengelola usaha (mudharib) menyediakan biaya
operasional sesuai kesepakatan dalam Mudharabah;
b. jangka waktu berlakunya Mudharabah;
c. penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan
antar para pihak dalam Mudharabah; dan/atau
- 15 -
d. hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini dan Prinsip Syariah di Pasar
Modal.
BAB VI
MUSYARAKAH
Bagian Kesatu
Hak Dan Kewajiban Pihak dalam Musyarakah
Pasal 25
(1) Setiap pihak dalam Musyarakah memiliki hak dan
kewajiban yang sama, yaitu:
a. berhak menerima bagian keuntungan tertentu sesuai
dengan rasio/nisbah yang disepakati dalam
Musyarakah atau proporsional;
b. berhak mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, maka kelebihan dimaksud
dapat diberikan kepada satu atau lebih pihak;
c. berhak meminta jaminan kepada pihak lain dalam
Musyarakah untuk menghindari terjadinya
penyimpangan;
d. wajib menyediakan modal sesuai dengan tujuan
Musyarakah, baik dalam porsi yang sama atau tidak
sama dengan pihak lainnya;
e. wajib menyediakan tenaga dalam bentuk partisipasi
dalam kegiatan usaha Musyarakah; dan
f. wajib menanggung kerugian secara proporsional
berdasarkan kontribusi modal masing-masing pihak.
(2) Dalam hal 1 (satu) atau lebih pihak tidak dapat
berpartisipasi dalam kegiatan usaha Musyarakah
sebagaimana dimaksud pada huruf e, hal ini wajib
disepakati dalam Musyarakah.
- 16 -
Bagian Kedua
Persyaratan Modal dalam Musyarakah
Pasal 26
Modal yang disetorkan dalam Musyarakah wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. berupa sejumlah uang dan/atau aset lainnya baik
berwujud maupun tidak berwujud yang dapat dinilai
dengan uang;
b. jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang,
maka aset tersebut harus dinilai oleh Penilai, namun
penentuan nilai aset selain uang tetap berdasarkan
kesepakatan para pihak pada waktu Musyarakah;
c. jika modal yang diberikan dalam bentuk aset selain uang,
maka aset tersebut tidak sedang dijaminkan atau tidak
dalam status sengketa; dan
d. tidak berupa piutang atau tagihan di antara para pihak
dan/atau kepada pihak lain.
Bagian Ketiga
Persyaratan Kegiatan Usaha dan Cara Pengelolaan dalam
Musyarakah
Pasal 27
a. kegiatan usaha yang dapat dijalankan dalam Musyarakah
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
dan/atau peraturan perundang-undangan;
b. kewajiban pengelolaan aset sesuai dengan Musyarakah;
dan
c. pihak yang mengelola Musyarakah dilarang mengelola
modal di luar yang telah disepakati dalam Musyarakah,
kecuali atas dasar kesepakatan.
- 17 -
Bagian Keempat
Pembagian Keuntungan dan Kerugian
Pasal 28
Pembagian keuntungan dan kerugian dalam Musyarakah wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. keuntungan Musyarakah merupakan selisih lebih dari
kekayaan Musyarakah setelah dikurangi dengan modal
Musyarakah dan kewajiban kepada pihak lain yang terkait
dengan kegiatan Musyarakah;
b. untuk kepentingan pembagian keuntungan secara
periodik, maka keuntungan Musyarakah dihitung
berdasarkan selisih lebih dari kekayaan Musyarakah akhir
periode setelah dikurangi dengan modal Musyarakah awal
periode dan kewajiban akhir periode kepada pihak lain
yang terkait dengan kegiatan Musyarakah;
c. seluruh keuntungan Musyarakah harus dibagikan kepada
para pihak secara proporsional berdasarkan kontribusi
modal atau sesuai nisbah yang disepakati, dan tidak
diperkenankan menentukan jumlah nominal keuntungan
atau persentase tertentu dari modal bagi satu atau lebih
pihak pada awal kesepakatan;
d. dalam hal terdapat 1 (satu) atau lebih pihak yang
memberikan kontribusi lebih dalam pengelolaan, maka
pihak tersebut dapat menerima bagi hasil tambahan
sesuai dengan kesepakatan;
e. besarnya bagian keuntungan masing-masing pihak wajib
dituangkan secara tertulis dalam bentuk rasio/nisbah;
dan
f. kerugian Musyarakah harus dibagi di antara para pihak
secara proporsional berdasarkan kontribusi modal.
- 18 -
Bagian Kelima
Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur dalam Musyarakah
Pasal 29
Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28, dalam
Musyarakah dapat disepakati hal sebagai berikut:
a. biaya operasional dibebankan pada modal bersama;
b. jangka waktu berlakunya Musyarakah;
c. penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan
antar para pihak dalam Musyarakah; dan/atau
d. hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini dan Prinsip Syariah di Pasar
Modal.
BAB VII
WAKALAH
Bagian Kesatu
Kewajiban Pihak dalam Wakalah
Pasal 30
Kewajiban pihak pemberi kuasa (muwakkil) adalah sebagai
berikut:
a. memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap hal yang dapat dikuasakan; dan
b. menyatakan secara tertulis bahwa pihak pemberi kuasa
(muwakkil) memberikan kuasa kepada pihak penerima
kuasa (wakil) untuk melakukan tindakan atau perbuatan
hukum tertentu (pernyataan ijab).
Pasal 31
Kewajiban pihak penerima kuasa (wakil) adalah sebagai
berikut:
a. memiliki kemampuan untuk melaksanakan perbuatan
hukum yang dikuasakan kepadanya;
- 19 -
b. melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan
kepadanya serta dilarang memberi kuasa kepada pihak
lain kecuali atas persetujuan pihak pemberi kuasa
(muwakkil); dan
c. menyatakan secara tertulis bahwa pihak penerima kuasa
(wakil) menerima kuasa dari pihak pemberi kuasa
(muwakkil) untuk melakukan tindakan atau perbuatan
hukum tertentu (pernyataan qabul).
Bagian Kedua
Persyaratan Objek Wakalah
Pasal 32
Perbuatan hukum sebagai objek Wakalah wajib memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. diketahui dengan jelas jenis perbuatan hukum yang
dikuasakan serta cara melaksanakan perbuatan hukum
yang dikuasakan tersebut;
b. tidak bertentangan dengan syariah Islam; dan
c. dapat dikuasakan menurut syariah Islam.
Bagian Ketiga
Ketentuan Lain Yang Dapat Diatur dalam Wakalah
Pasal 33
(1) Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 dalam Wakalah
dapat disepakati hal sebagai berikut:
a. para pihak dapat menetapkan besarnya imbalan (fee)
atas pelaksanaan perbuatan hukum yang
dikuasakan;
b. jangka waktu berlakunya pemberian kuasa dalam
Wakalah;
c. penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan
perselisihan antar para pihak dalam Wakalah;
dan/atau
- 20 -
d. hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dan Prinsip
Syariah di Pasar Modal.
(2) Dalam hal para pihak menyepakati adanya imbalan (fee)
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka
Wakalah tersebut bersifat mengikat dan tidak dapat
dibatalkan secara sepihak.
BAB VIII
KETENTUAN SANKSI
Pasal 34
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang
Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
mengenakan sanksi terhadap setiap pihak yang
melakukan pelanggaran ketentuan peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini, termasuk pihak-pihak yang
menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut, berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah
uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pencabutan izin usaha;
f. pembatalan persetujuan; dan
g. pembatalan pendaftaran.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g
dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dikenakan secara
tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan
- 21 -
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g.
Pasal 35
Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan
tertentu terhadap setiap pihak yang melakukan pelanggaran
ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 36
Otoritas Jasa Keuangan dapat mengumumkan pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) dan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 kepada masyarakat.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku,
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasal Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP- 430/BL/2012 tanggal 1 Agustus 2012
tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek
Syariah Di Pasar Modal beserta Peraturan Nomor IX.A.14 yang
merupakan lampirannya dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 38
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
- 22 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2015
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 404
Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji
- 1 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 53 /POJK.04/2015
TENTANG
AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH
I. UMUM
Bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor
Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan
penataan kembali struktur Peraturan yang ada, khususnya yang terkait
sektor Pasar Modal dengan cara melakukan konversi Peraturan Bapepam
dan LK terkait sektor Pasar Modal menjadi Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan. Penataan dimaksud dilakukan agar terdapat Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan terkait sektor Pasar Modal yang selaras dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan sektor lainnya.
Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut, perlu
untuk melakukan konversi Peraturan Bapepam dan LK yaitu Peraturan
Bapepam dan LK Nomor IX.A.14, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan
LK Nomor: KEP- 430/BL/2012 tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam
Penerbitan Efek Syariah tanggal 1 Agustus 2012.
- 2 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Contoh spesifikasi barang atau jasa antara lain identitas barang,
kelaikan barang, spesifikasi pelayanan, dan jangka waktu
pemanfaatan.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
- 3 -
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Contoh jaminan umum antara lain jaminan perusahaan (corporate
guarantee) dan jaminan pribadi (personal guarantee).
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Jaminan dapat berupa jaminan kebendaan dan/atau jaminan
umum, seperti jaminan perusahaan (corporate guarantee) dan
jaminan pribadi (personal guarantee).
- 4 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan Penilai adalah Penilai sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
- 5 -
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Penilai adalah Penilai sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
- 6 -
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5822