STUDI PENANGGULANGAN LONGSOR
TEBING SUNGAI BARITO DESA MONTALLAT
KABUPATEN BARITO UTARA
KALIMANTAN TENGAH
Stephanus Alexsander1), Suradji Gandi
2), M.Ikhwan Yani
3)
ABSTRAK : Longsor didefiniskan sebagai suatu pergerakan massa tanah dari tempat yang tinggi ke tempat
yang lebih rendah untuk mencari keseimbangan baru. Lokasi penelitian di desa Montallat kabupaten Barito
Utara Propinsi Kalimantan Tengah. Dari hasil penyelidikan tanah baik berupa sondir, bor dalam dan
geolistrik 2 dimensi didapatkan kedalaman batuan pada 7.5 meter dengan NSPT 60, qc 240 kg/cm2 dan
ohm meter dan memiliki jenis tanah berupa Pasir kelanauan. Untuk hasil analisa kelongsoran
didapatkan nilai SF (safety factor) 1.021 pada kondisi sungai barito pasang ke surut. SF 1.021 merupakan
kondisi kritis maka diperlukan perbaikan tebing untuk meningkatkan SF, untuk itu digunakan bore pile beton
untuk perbaikan tebing dengan diameter 20 cm yang terdiri dari 3 buah tiang di atas dan 3 buah di bawah
kaki tebing, sehingga dapat meningkatkan SF dari 1.021 menjadi 1.67. Penelitian ini digunakan software
plaxis untuk menganalisa longsor dan perkuatan tebing dengan pemodelan tanah Hardening Soil Model.
Kata Kunci : Longsor, Model Sungai Pasang ke Surut, Safety Factor (SF), Bore Pile, Hardening Soil Model
1). Dosen Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Palangka Raya 2). Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Palangka Raya 3). Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Palangka Raya
1. PENDAHULUAN
Longsor merupakan fenomena alam yang sering terjadi dan merupakan pergerakan massa
tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah untuk mencari keseimbangan baru.
Pada tebing sungai barito tepatnya di desa montallat sering mengalami longsor, di mana
kejadiaan longsor sering kali terjadi pada saat awal musim hujan dan adanya perbedaan
ketinggian air antara sungai dan daratan sehingga menyebabkan rapid drowdown pada wilayah
montallat. dari kunjungan kami di lapangan kami telah menemukan beberapa tempat sudah
mengalami crack – crack pada bagian top soil yang dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini
Gambar 1. Crack – Crack Longsor Tebing sungai Barito
Perlindungan longsor untuk desa montallat sendiri diperlukan untuk melindungi aset seperti
rumah, sekolah pasar, masjid dll, sehingga dibutuhkan kajian yang mendalam tentang masalah
longsor yang ada di lokasi desa montallat. Pada penelitian ini kami mengkaji penyebab utama
dan cara penanggulangan longsor tebing sungai barito yang ada di desa montallat yang dapat
Crack – Crack Tanah yang dapat
mengakibatkan longsor
dijadikan rekomendasi dalam penanggulangan longsor tebing di desa montallat. Untuk wilayah
penelitian dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2. Lokasi Penelitian ( Desa Montallat Kab Barito Utara )
2. KONDISI GEOLOGI DAN HASIL PENYELIDIKAN
2.1 Kondisi Geologi Montallat
Kondisi geologi daerah montallat merupakan daerah yang memiliki kondisi tanah berupa
alluivium yang memiliki ketebalan diperkirakan hingga 10 m dan kemudian di bawah lapisan
ini terdapat formasi warukin yang terdiri dari batu pasir pasang sedang, sebagian konglomerat
besisipan dengan batuan lanau dengan serpih kondisi di atas didapatkan pada peta geologi
lembar Buntok yang ditelaah oleh Natraman, R. Heryanto dan Sukardi, di mana kondisi geologi
daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini
Gambar 3. Peta Geologi Daerah Penelitian
2.2 Hasil Penyelidikan
Pada penelitan ini dilakukan beberapa pengambilan data berupa data sondir, SPT dan Geolistrik
serta Echosounding untuk mengetahui kedalaman sungai, adapun dari data sondir, SPT dan
Geolistrik didapatkan kedalaman tanah keras/batuan terdapat pada kedalaman 7.5 meter dan
untuk kedalaman sungai didapatkan hingga kedalaman ± 20 m dari permukaan air pada kondisi
pasang, adapun hasil dari penyelidikan tanah berupa sondir, boring, geolistrik dan echosounding
dapat dilihat pada gambar 4 hingga 7
Gambar 4. Hasil Sondir Desa Montallat
Gambar 5. Hasil Boring Dan SPT Desa Montallat
Gambar 6. Hasil Geolistrik 2D Desa Montallat
Gambar 7. Hasil Echosounding Sungai Barito Desa Montallat
Dari hasil echosounding, geolistrik, sondir dan SPT dapat disimpulkan bahwa pengerusan yang
terjadi hingga kedalaman 20 meter terjadi pada lapis batuan yang diperkirkan berlangsung ribuan
tahun, sehingga fokus perbaikan tebing/ penanggulangan longsor difokuskan hingga kedalaman 7
meter yang didapati tanah yang ada berupa pasir kelanauan yang memiliki kekuatan lepas
langsung ke padat (loose to hard). Pada lapisan yang lebih dalam dari 7 meter didapatkan nilai
konus mencapai 240 kg/cm2 dan NSPT 60 serta hasil geolistrik ohm meter yang
didapatkan lapisan batuan
3. PEMILIHAN MODEL TANAH DALAM ANALISA LONGSOR DENGAN
MENGGUNAKAN PLAXIS
Pada penelitian ini digunakan software Plaxis 8.6 dengan pemodelan tanah menggunakan
Hardening Soil model, pemilihan pemodelan tanah ini dikarenakan model ini sangat reasonable
untuk menganalisa kasus longsor, di sisi lain dalam manual plaxis 2011 didapatkan dalam bentuk
tabel dari setiap model tanah dan bentuk kasus yang dapat dilakukan oleh setiap model dengan
out put hasil yang baik oleh software plaxis yang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Model Tanah dan kasusnya yang dapat dikerjakan dengan baik oleh software plaxis
3.1 Hardening Soil Model
Model Hardening Soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan perilaku dari tanah.
Seperti pada model Mohr-Coulomb, kondisi tegangan batas dideskripsikan oleh sudut geser, φ,
kohesi, c dan sudut dilatansi, ψ. Namun demikian, kekakuan tanah dideskripsikan secara lebih
akurat dengan menggunakan tiga masukan kekakuan yang berbeda : kekakuan pembebanan
triaksial, E50, kekakuan pengurangan beban (unloading) triaksial, Eur dan kekakuan pembebanan
satu arah, Eoed. Untuk nilai tipikal dari berbagai jenis tanah, dapat digunakan Eur ≈ 3⋅E50 dan
Eoed ≈ E50, tetapi tanah yang sangat lunak dan tanah yang sangat kaku cenderung memberikan
rasio Eoed/E50 yang berbeda. Berbeda dengan model Mohr-Coulomb, model Hardening Soil telah
mengikutsertakan modulus kekakuan yang bergantung pada tegangan. Hal ini berarti bahwa
kekakuan akan semakin meningkat terhadap tegangan. Karena itu, ketiga masukan kekakuan
merupakan nilai yang berhubungan dengan sebuah tegangan acuan, yang umumnya diambil
sebesar 100 kPa
3.2 Keterbatasan Hardening Soil Model
Model ini merupakan model hardening yang tidak mengikutsertakan pelunakan tanah akibat
dilatansi dan efek lepasnya ikatan antar butir. Pada faktanya, model ini merupakan model
hardening isotropis sehingga tidak memodelkan efek histeresis, pembebanan siklik maupun
mobilitas siklik (cyclic mobility).
4. HASIL ANALISA LONGSOR
4.1 Safety Factor Kondisi Existing
Pada analisa longsor di modelkan 2 kondisi yaitu pada saat sungai barito pasang dan pada
kondisi surut. Pada kondisi existing yaitu kondisi pada saat sungai surut didapatkan nilai SF
1.021, yang dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini :
Gambar 8. Bentuk longsor dan nilai faktor keamanan (safety Factor)
4.2 Perbaikan Tebing Sungai
Untuk perbaikan tebing yang mengalami longsor dilakukan dengan melakukan perkuatan
tebing dengan meggunakan bore pile yang terdiri dari 3 buah di atas tebing dan 3 buah di
kaki tebing , di mana dari hasil perkuatan dengan menggunakan bore pile didapatkan
peningkatan nilai SF dari 1.021 menjadi 1.67 pada saat sungai mengalami surut yang dapat
dilihat pada gambar 9 dan 10 untuk letak bore pile dan bentuk longsor dan perkuatan tebing
sungai barito di montallat
Gambar 9. Letak Bore Pile
Gambar 10. Bentuk longsor dan nilai faktor keamanan (safety Factor)
4.3 Bentuk Konstruksi Perkuatan Tebing dan analisa Perkuatan tebing
Bentuk perkuatan tebing tersusun atas 6 bore pile per meter yang tediri dari 3 bagian atas tebing
dengan panjang tiang bore 7 meter dan 3 bagian bawah tebing dengan panjang bore pile 4 meter
yang tersusun memanjang sejajar alur sungai barito sepanjang 250 meter. Kemampuan bore pile
menahan momen untuk bagian atas tebing setiap bore pile mampu menahan momen sebesar
1.884 ton m/m dan bagian bawah tebing setiap tiang bore mampu menahan 2.075 ton m/m,
sehingga dibutuhkan penulangan lentur untuk satu bore pile pada bagian atas terpasang tulangan
beton berdiameter 6 12 dan 7 12 dengan jarak sengkang 15 cm dengan kekuatan beton
didesign dengan menggunkan K225. Adapun bentuk perkuatan tebing dan tulangan bore pile
yang dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini :
Letak Bore Pile
Gambar 11. Bentuk susunan dan tulangan bore pile
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kelongsoran yang terjadi pada daerah montallat dapat ditangani dengan bor pile, panjang bore
pile pada bagian atas tebing sungai dengan panjang 7 meter dan bagian bawah tebing sungai 4
meter dengan masing masing tiang menembus lapisan batuan hingga kedalaman 1 meter
2. Terjadi Peningkatan nilai safety Factor dari 1.021 menjadi 1.67 dengan menerapakan perbaikan
tebing dengan menggunakan bore pile
5.2 Saran
Perlu adanya kajian yang mendalam tentang adanya pergerakan air tanah yang dapat
menyebabkan terjadinya longsor pada lokasi penyelidikan/ penelitian terutama di daerah tebing
sungai yang mengalami kondisi pasang dan surut
DAFTAR PUSTAKA
Alexsander Stephanus, 2011. Analisa Longsor daerah Gang Mandau Kota Palangka Raya.
Final Report Penelitian Departemen Pekerjaaun Umum Kota Palangka Raya
Anonim, 2012. Laporan Penyelidikan tanah Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan
Cemara Engineering
----------, 2012. Short Course on Geotechnical Engineering (Geotechnical Engineering From
Theories to Practices ) ITB. Bandung
----------, 2004. Catatan Kuliah Pengujian Tanah Lanjut Program Pascasarjana Teknik Sipil
Bidang Keahlian Geoteknik
Plaxis BV. 2007. Manual Plaxis Versi 8.6 Bahasa Indonesia
Plaxis BV.2011. Manual Plaxis versi 2011. Balkema Publisher, Netherlands
Gouw T.L. 2010. Computational Geotechnic Course
Mochtar Indrasurya.B. 2000. Teknologi Perbaikan Tanah dan Alternatif Perencanaan Pada
Tanah Bermasalah. ITS Surabaya
Geotomo Software. July 2011. Manual Res2dinv Ver 3.71. Malaysia