UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF-EFFICACY PADA IBU MENYUSUI DI RSSIB DENGAN NON
RSSIB DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
TESIS
Muaningsih 1006833893
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN MATERNITAS DEPOK
JANUARI 2013
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF-EFFICACY PADA IBU MENYUSUI DI RSSIB DENGAN NON
RSSIB DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan
Muaningsih 1006833893
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN MATERNITAS
DEPOK JANUARI 2013
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Muaningsih
NPM : 1006833893
Tanda tangan :
Tanggal : Januari 2013
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Muaningsih NPM : 1006833893 Program studi : Magister Keperawatan Judul Tesis : Studi komparasi antara brestfeeding self-efficacy
pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan pada program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Imami Nur Rachmawati, S.Kp., M.Sc. Pembimbing : DR. Yati Afiyanti, S.Kp., M.N. Penguji : Ns. Desrinah Harahap, S.Kep., M.Kep., Sp. Mat Penguji : Dr. Wiyarni Pambudi, Sp. A., IBCLC Ditetapkan di : Depok Tanggal : Januari 2013
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
v
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan
tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima
sanksi yang diberikan oleh Universitas Indonesia.
Depok, Januari 2013
Penulis
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Imami Nur Rachmawati, S.Kp.,M.Sc. selaku pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
2. DR. Yati Afiyanti, MN selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
3. Orang tua, suami, dan anak-anak saya yang telah memberikan bantuan
dukungan material dan moral; dan
4. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Depok, Januari 2013
Penulis
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
vii
HALAMAN PERTANYAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di
bawah ini:
Nama : Muaningsih
NPM : 1006833893
Program studi : Magister Keperawatan
Departemen : Keperawatan Maternitas
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia hak bebas royalti nonekslusif (non-exclusive royalty- free
righ) atas karya ilmiah yang berjudul:
Studi komparasi antara breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di
RSSIB dengan non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti
nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilih hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : Januari 2013
Yang menyatakan
Penulis
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
viii
ABSTRAK
Program studi : Magister keperawatan Judul : Studi komparasi antara breastfeeding self-efficacy pada ibu
menyusui di RSSIB dengan non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya.
Breastfeeding self-efficacy (BSE) merupakan salah satu aspek penting yang mendorong ibu untuk menyusui bayinya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi BSE ibu. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai BSE ibu menyusui di Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) dengan non RSSIB serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitian ini adalah cross- sectional dengan menggunakan survey analitik deskriptif. 188 ibu yang dipilih secara konsekutif dari RSSIB dan non RSSIB berpartisipasi dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai BSE ibu menyusui di RSSIB (median = 57,00, IQR = 55,00; 68,00) dan non RSSIB (median = 50,00, IQR = 35,00; 56,25) dengan nilai p = 000, nilai OR= 13,97. Pengalaman menyusui sebelumnya merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap BSE ibu menyusui di RSSIB (OR= 10,74) dan non RSSIB (OR= 14,46). BSE dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi efektifitas program RSSIB terhadap keberhasilan menyusui.
Kata kunci: breastfeeding self-eficacy, rumah sakit sayang ibu dan bayi
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
ix
ABSTRACT
Course : Master of Nursing Title : Comparative study of mothers’ breastfeeding self-efficacy in a
baby-friendly hospital and non baby-friendly hospital and identification of influencing factors.
Breastfeeding self-efficacy (BSE) is one of important aspects encouraging mothers to breastfeed their babies. This study aimed to compare the mothers’ BSE in a baby-friendly hospital and non baby-friendly hospital and to identify the influencing factors. A cross-sectional study design was applied using a descriptive analitical survey where 188 participants were consecutively recruited for this study. This study found that there is statistically significant difference (p = 000, OR= 13,97) between the mothers’ BSE in the baby-friendly hospital (median = 57,00, IQR = 55,00; 68,00) and the non baby-friendly hospital (median = 50,00, IQR = 35,00; 56,25). The mothers’ breastfeeding experience was the most influencing factor to the mothers’ BSE either in the baby-friendly hospital (OR= 10,74) or in the non baby-friendly hospital (OR= 14,46). This study suggested that the BSE can be a applied to evaluate the effectiveness of the baby-friendly hospital program to the successful of brestfeeding.
Key word: breastfeeding self-eficacy, baby-friendly hospital
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS........................................ ii LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME............................. iv KATA PENGANTAR................................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..................... .. vi ABSTRAK.............................................................................................. vii DAFTAR ISI............................................................................................... ix DAFTAR TABEL.................................................................................... xi DAFTAR SKEMA.............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... ..... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ .... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... ..... 4 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... ..... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu................................................................................ ............ 6 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI ............................ 8 2.3 Self-efficacy dalam pemberian ASI................................................... 9
2.3.1 Self-efficacy............................................................................... 9 2.3.2 Breastfeeding self-efficacy....................................................... 11
2.4 Cara pengukuran breastfeeding self-efficacy .................................. 13 2.5 Kebijakan yang mendukung program menyusui ............................. 15 2.6 Rumah sakit sayang ibu dan bayi..................................................... 16
BAB 3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 22 3.2 Hipotesis............................................................................................ 23 3.3 Definisi Operasional ......................................................................... 23
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 27 4.2 Populasi dan Sampel ................................................................... .... 27 4.3 Waktu Penelitian ......................................................................... .... 29 4.4 Tempat Penelitian ........................................................................... .29 4.5 Etika Penelitian ............................................................................... .29
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
xi
4.6 Alat Pengumpulan Data .................................................................. 30 4.7 Metode Pengumpulan Data ............................................................ . 32 4.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian................................................... .... 32 4.9 Rencana Pengolahan dan Analisa Data ........................................... 33
BAB 5. HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Ibu menyusui............................................................. 40 5.2 Nilai Rerata BSE Berdasarkan Karakteristik Ibu Menyusui............. 42 5.3 Nilai rerata BSE Ibu Menyusui di RSSIB dan non RSSIB........... ... 44 5.4 Hasil Observasi............................................................................. 45 5.5 Faktor yang Berhubungan dengan Nilai BSE Ibu Menyusui di RSSIB
dan non RSSIB............................................................................. 46 BAB 6. PEMBAHASAN
6.1 Perbandingan nilai BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB................. 48 6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB 53 6.3 Keterbatasan Penelitian.................................................................. 58 6.4 Implikasi Keperawatan................................................................. 59
BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan...................................................................................... 63 7.2 Saran.................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi operasional variabel independen 24
Tabel 3.2 Definisi operasional variabel dependen 26
Tabel 4.1 Kisi-kisi instrumen 31
Tabel 4.2 Analisis univariat 33
Tabel 4.3 Analisi bivariat 34
Tabel 4.4 Analisi multivariat 35
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik ibu menyusui berdasarkan usia, 37 pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan
Tabel 5.2 Nilai rerata BSE ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan, 39 pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas, jenis persalinan
Tabel 5.3 Nilai rerata BSE di RSSIB dan non RSSIB 40
Tabel 5.4 Observasi berdasarkan 10 LMKM 41
Tabel 5.5 Seleksi variabel 42
Tabel 5.6 Faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai BSE 43 ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
xiii
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka teori 21
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian 22
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Inform concent dan penjelasan penelitian
Lampiran 2: Kuesioner A (karakteristik ibu menyusui)
Lampiran 3: Kuesioner B (BSES-SF)
Lampiran 4: Instrumen observasi
Lampiran 5: Jadwal penelitian
Lampiran 6: Keterangan lolos uji etik
Lampiran 7: Ijin penelitian RS. St. Carolus Jakarta
Lampiran 8: Ijin penelitian RSUD. Tarakan Jakarta
Lampiran 12: Daftar riwayat hidup
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
xv
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi di
Indonesia. Angka kematian ibu yakni sebesar 307/100.000 kelahiran hidup dan
angka kematian bayi yakni sebesar 35/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003 dalam
Depkes RI, 2009). AKB mengalami penurunan dari 34/1000 kelahiran hidup
(2007) menjadi 28/1000 kelahiran hidup (2009), dan Angka Kematian Balita
(AKABA) 46/1000 kelahiran hidup (2007) menjadi 44/1000 kelahiran hidup
(2009). Angka ini masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)
yang menargetkan penurunan AKB di Indonesia dari rerata 36 meninggal per
1000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada 2015 (Depkes RI,
2009).
Banyak faktor yang menyebabkan AKB tinggi di Indonesia antara lain faktor
kesehatan anak, faktor lingkungan dan faktor nutrisi (Menkokesra, 2012). Faktor
nutrisi ini dapat diatasi salah satunya dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Untuk itu pemerintah berupaya menekan angka kematian bayi dan balita dengan
perbaikan gizi masyarakat melalui program pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif (Menkokesra, 2012).
Pemberian ASI secara eksklusif dari lahir sampai 6 bulan dan dilanjutkan sampai
2 tahun yang sesuai anjuran World Health Organization (WHO) diketahui dapat
menurunkan kejadian kekurangan gizi pada bayi dan balita (UNICEF, 2002).
Manfaat ASI bagi bayi antara lain: melindungi bayi dari infeksi, meningkatkan
daya tahan tubuh bayi, membentuk sistem pencernaan yang sehat, dan
meningkatkan kecerdasan. Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall, & Mead (2010)
terhadap beberapa hasil penelitian bahwa ASI tidak hanya bermanfaat bagi
kesehatan bayi, tetapi juga bagi ibu dan negara. Manfaat bagi ibu yakni membantu
menurunkan berat badan, membantu uterus kembali keukuran normal lebih cepat
dan mencegah perdarahan, mencegah kanker payudara dan kanker ovarium, serta
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
2
Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
merupakan metode kontrasepsi yang alami. Manfaat bagi negara yakni untuk
mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, penghematan
devisa untuk pembelian susu formula, serta menghemat subsidi untuk anak sakit
dan obat-obatan (Depkes RI, 2001).
Berbagai studi telah menunjukan pentingnya ASI, akan tetapi angka pemberian
ASI eksklusif belum memuaskan. Pemberian ASI eksklusif di Indonesia 2010
pada bayi 0 bulan adalah 39, 8 persen. Pada bayi 1 bulan adalah 32, 5 persen,
bayi 2 bulan 30, 7 persen. Pada bayi 3 bulan 25, 2 persen, bayi 4 bulan adalah 26,
3 persen, dan bayi 5 bulan baru mencapai 15,3 persen ( Riskesdas, 2010)
Angka pemberian ASI eksklusif yang masih rendah dapat disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain berasal dari ibu, bayi, dan lingkungan. Berdasarkan
telaah Entwistle, Kendall, Mead (2010) terhadap beberapa hasil penelitian bahwa
faktor ibu untuk tidak memberikan ASI antara lain: pengalaman, status sosial
ekonomi, kebiasaan merokok, sikap ibu, dukungan dari penyedia layanan
kesehatan, pasangan, keyakinan diri ibu untuk memberikan ASI. Faktor bayi
misalnya bibir sumbing, kelainan gastrointestinal. Faktor lingkungan seperti
budaya, tenaga kesehatan dan kebijakan rumah sakit (Sikorski, Renefrew,
Pindoria, Wade, 2003).
Salah satu aspek dari ibu yang mempengaruhi keberhasilan menyusui adalah
keyakinan ibu (self-efficacy). Pentingnya keyakinan ibu untuk menyusui telah
dibuktikan oleh beberapa penelitian. Berdasarkan telaah Blyth et al (2002)
terhadap beberapa hasil penelitian bahwa 27 persen ibu dengan keyakinan
menyusui yang rendah lebih cepat berhenti menyusui yaitu pada minggu pertama
post partum dibandingkan dengan hanya 5 persen ibu yang memiliki keyakinan
ibu yang kuat. Studi longitudinal dari 64 ibu dengan keyakinan diri yang rendah
lebih cepat untuk berhenti menyusui (Ertem, Votto, Leventhal, 2002).
Berdasarkan telaah Blyth et al (2002) terhadap hasil studi prospektif dari 198 ibu
dengan analisis multivariat dari 11 variabel demografi dan psikososial
menunjukan bahwa keyakinan ibu menjadi faktor yang signifikan. Sebuah studi
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
3
Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
fenomenologi dengan wawancara mendalam, menunjukan bahwa penurunan
keyakinan menyusui selama periode awal postnatal merupakan faktor utama
dalam keputusan untuk berhenti menyusui (Dykes & Williams, 1999 dalam Blyth
et al, 2002).
Breastfeeding Self-Efficacy (BSE) merupakan keyakinan diri seorang ibu terhadap
kemampuan dirinya untuk menyusui bayinya (Dennis & Faux, 1999). Menurut
McQueen, Dennis, Stremler & Norman (2010) BSE dapat mempengaruhi durasi
dan inisiasi menyusui. Selain itu, BSE meliputi pilihan ibu untuk menyusui atau
tidak, berapa banyak usaha yang dilakukan, bagaimana pola pikir ibu, serta
bagaimana ibu menanggapi secara emosional kesulitan menyusui (Dennis, 2003).
BSE dipengaruhi oleh empat faktor. Faktor yang pertama yakni pengalaman
sendiri menyusui sebelumnya. Faktor selanjutnya yakni pengalaman orang lain
dalam menyusui. Kemudian faktor dukungan dari pihak yang berpengaruh, seperti
teman, keluarga, konsultan laktasi. Faktor yang terakhir yaitu respon fisiologis,
seperti kelelahan, kecemasan, stres (Dennis, 1999 dalam Blyth et al, 2002).
Mengingat besarnya manfaat ASI bagi bayi, ibu dan negara, maka pemerintah
melakukan serangkaian upaya yang harus dilakukan secara berkesinambungan
oleh seluruh masyarakat Indonesia. Upaya pemerintah ini tertuang dalam bentuk
program RS Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB), yakni rumah sakit pemerintah atau
swata, umum maupun khusus yang telah melaksanakan 10 langkah menuju
perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna (Depkes RI, 2009).
Adapun landasan hukum yakni Kepmenkes RI nomor 1333/ Menkes/ Per/ SK/ II/
1988 tentang standar pelayanan RS. Undang-undang kesehatan nomor 36 tahun
2009. Pasal 128 tentang pemberian ASI eksklusif sejak lahir selama 6 bulan
karena ASI merupakan hak setiap bayi, serta pasal 200 dan 201 tentang aturan
pidana bagi setiap yang menghalangi pemberian ASI eksklusif.
Rumah Sakit yang melaksanakan program pemerintah yaitu RSSIB, ini
diharapkan dapat mendorong keberhasilan menyusui. Penerapan 10 langkah
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
4
Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
keberhasilan menyusui terutama menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang
manfaat menyusui dan pemberiannya dimulai sejak bayi lahir sampai umur 2
tahun, membantu ibu mulai menyusui bayinya 60 menit setelah melahirkan, yang
dilakukan di ruang bersalin. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar,
melaksanakan rawat gabung, melaksanakan konseling ASI, serta tidak memasang
iklan susu formula. Akan tetapi sejauh mana RSSIB ini dapat mempengaruhi BSE
masih belum diteliti. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan membahas BSE
pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB.
1.2 Rumusan Masalah
ASI adalah nutrisi yang diandalkan untuk mengurangi kejadian kurang gizi.
Sayangnya, tingkat menyusui ASI eksklusif masih rendah di Indonesia. Faktor
dari ibu yang dapat mempengaruhi proses menyusui salah satunya adalah
keyakinan untuk menyusui (BSE). Salah satu upaya pemerintah untuk
meningkatkan cakupan menyusui eksklusif adalah dengan diberlakukannya
RSSIB. Program RSSIB ini apakah mempengaruhi BSE, sejauh ini belum pernah
diteliti. Pertanyaan penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan tingkat atau
skor BSE antara ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB dan faktor apa saja
yang mempengaruhinya?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbandingan
tingkat atau skor breastfeeding self-efficacy antara ibu menyusui di RSSIB dengan
non RSSIB, dan faktor yang mempengaruhinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
1.3.2.1 Diidentifikasinya karakteristik ibu menyusui.
1.3.2.2 Diidentifikasinya tingkat breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di
RSSIB.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
5
Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
1.3.2.3 Diidentifikasinya pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
di RSSIB.
1.3.2.4 Diidentifikasinya tingkat breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di
non RSSIB.
1.3.2.5 Diidentifikasinya pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
di non RSSIB.
1.3.2.6 Diidentifikasinya perbedaan tingkat breastfeeding self-efficacy pada ibu
menyusui di RSSIB dengan non RSSIB.
1.3.2.7 Diidentifikasinya hubungan karakteristik, usia, pendidikan, kebiasaan
merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan nilai
breastfeeding self-efficacy antara ibu menyusui di RSSIB
1.3.2.8 Diidentifikasinya hubungan karakteristik, usia, pendidikan, kebiasaan
merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan nilai
breastfeeding self-efficacy antara ibu menyusui di non RSSIB.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini meliputi manfaat bagi keilmuan, metodologis, dan aplikatif.
1.4.1 Bagi keilmuan
Hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan, terutama bidang laktasi
mengenai breastfeeding self-efficacy pada ibu di RSSIB.
1.4.2 Metodologis
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar mengenai tingkat breastfeeding self-
efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB, dan sebagai acuan bagi
penelitian selanjutnya untuk meneliti BSE pada durasi menyusui.
1.4.3 Aplikatif
Hasil penelitian ini dapat membantu mengevaluasi dampak program RSSIB
terhadap keberhasilan menyusui terutama dalam mendukung keyakinan ibu untuk
menyusui bayinya.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
6
Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 6 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka terkait ASI, faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI, breastfeeding self-efficacy, pengukuran tingkat breastfeeding
efficacy, program atau kebijakan Pemerintah terkait ASI, serta RS sayang ibu dan
bayi.
2.1 Air Susu Ibu (ASI)
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan tubuh dalam keadaan dinamis yang diproduksi
khusus untuk bayi, sebagai sumber energi dan pertumbuhan baik fisik, mental
serta kekebalan tubuh bayi (Hediger et al, 2000; WHO, 2001). ASI sebagai
makanan yang mengandung gizi paling lengkap untuk bayi (Blyth et al, 2002).
ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
perkembangan bayi seperti: kolostrum, taurin, DHA, dan AA, imunoglobulin,
laktoferin, lysosim, serta faktor bifidus (Depkes RI, 2012).
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat
apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai
usia 6 bulan (WHO, 2002). Pemberian ASI secara eksklusif memberikan bayi
lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami
gangguan pertumbuhan (Kramer & Kakuma, 2002; WHO, 2002). Pemberian ASI
saja sampai 6 bulan sesuai anjuran WHO, diketahui dapat menurunkan kejadian
kekurangan gizi pada bayi dan balita (UNICEF, 2002). Pemberian ASI kurang
dari 6 bulan menyebabkan sejumlah penyakit enterik dan gizi buruk yang
mempunyai efek pada perkembangan bayi (Lima et al, 2000). Dapat disimpulkan
bahwa ASI mempunyai manfaat yang optimal bagi ibu dan bayi.
ASI tidak saja bermanfaat bagi kesehatan bayi, tetapi juga bagi ibu dan negara
(Entwistle, Kendall, & Mead, 2010). Kolostrum dalam ASI mengandung protein,
vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah.
Kolostrum sangat sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
7
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
kelahiran. Kolostrum juga mengandung zat kekebalan terutama Ig A yang
kadarnya sangat tinggi. Ig A berfungsi untuk melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi terutama diare. Kolostrum membantu mengeluarkan mekonium
yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hijau kehitaman (Depkes RI, 2001).
Nutrien lain yang terkandung dalam ASI yaitu taurin, Decosahexanoid Acid
(DHA), Arachidonic Acid (AA). Taurin merupakan sejenis asam amino kedua
yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmiter. Selain itu,
taurin juga berperan penting untuk proses maturasi sel otak. DHA dan AA
merupakan asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk
pembentukan sel- sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat
mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak (Depkes RI,
2001).
Kandungan gizi yang lain dalam ASI yaitu Laktoferin. Laktoferin merupakan
protein yang mengikat zat besi disaluran pencernaan. Lysosim merupakan enzim
yang melindungi bayi terhadap E. Coli dan salmonella serta virus. Selanjutnya,
faktor bifidus merupakan jenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,
menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga
keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri
yang merugikan (Depkes RI, 2001).
Manfaat ASI tidak hanya pada perkembangan fisik saja, tetapi menciptakan
interaksi emosional antara ibu dan bayi (Wong, 2001). Ikatan emosional antara
ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit. Selain itu,
bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu,
mendengarkan denyut jantung ibu yang sudah dikenali sejak dalam kandungan
(Depkes RI, 2001).
Interaksi ibu dan bayi didukung nilai gizi yang terkandung dalam ASI. Hal ini
sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem syaraf otak yang dapat
meningkatkan kecerdasan bayi. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
8
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
diberi ASI memiliki IQ poin 4.3 poin lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 poin
lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 poin lebih tinggi pada usia 8,5 tahun,
dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes RI, 2001). Selanjutnya
dapat disimpulkan bahwa, bayi memperoleh manfaat ASI dari berbagai aspek
kehidupan.
Ibu yang memberikan ASI juga memperoleh manfaat yang sangat penting bagi
kesehatannya. Manfaat tersebut antara lain: membantu menurunkan berat badan
yakni dengan menyusui akan membakar kalori sebanyak 200-250 per hari
(Depkes RI, 2001). Selanjutnya, menyusui membantu uterus kembali keukuran
normal lebih cepat dan mencegah perdarahan, mencegah kanker payudara dan
kanker ovarium, serta merupakan metode kontrasepsi yang alami (Depkes RI,
2001). Selain itu, menyusui akan menjadikan seorang ibu yang baik, karena
memberikan sumber gizi terbaik untuk masa depan bayinya (Lee, 2008). Gilmour
et al (2009 dalam Phillips, 2011) melaporkan bahwa menyusui akan menciptakan
hubungan emosional yang indah antara ibu dan bayinya, dan hanya akan
didapatkan dengan menyusui. Menyusui membangkitkan pikiran, kedekatan,
ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Kennell & McGrath, 2005).
Manfaat ASI bagi negara diantaranya untuk mendapatkan generasi yang sehat
fisik dan mental. Mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh
sebagai sumber daya yang berkualitas, dan menghemat biaya belanja negara untuk
pengadaan susu formula (Perry, Hockenberry, Lowdermilk & Wilson, 2010).
Selain itu, ASI dapat menghemat subsidi untuk anak sakit dan obat-obatan
(Depkes RI, 2001).
2.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Berbagai studi telah menunjukan pentingnya ASI, namun demikian angka
pemberian ASI belum memuaskan. Berbagai studi telah menunjukan pentingnya
ASI, akan tetapi angka pemberian ASI eksklusif belum memuaskan. Pemberian
ASI eksklusif di Indonesia 2010 pada bayi 0 bulan adalah 39, 8 persen. Pada bayi
1 bulan adalah 32, 5 persen, bayi 2 bulan 30, 7 persen. Pada bayi 3 bulan 25, 2
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
9
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
persen, bayi 4 bulan adalah 26, 3 persen, dan bayi 5 bulan baru mencapai 15,3
persen ( Riskesdas, 2010).
Angka pemberian ASI eksklusif yang masih rendah dapat disebabkan oleh
berbagai faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari ibu, bayi dan lingkungan.
Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall & Mead (2010) terhadap beberapa hasil
penelitian bahwa faktor ibu untuk tidak memberikan ASI antara lain: pengalaman,
status sosial ekonomi, kebiasaan merokok, sikap ibu, dukungan dari penyedia
layanan kesehatan, pasangan, keyakinan diri ibu untuk memberikan ASI. Faktor
ibu yang lainnya yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI,
kurangnya layanan konseling tentang laktasi, kondisi ibu yang bekerja, kurangnya
motivasi untuk menyusui, dan alasan menurunkan gambaran diri ibu (Depkes RI,
2008). Menurut Dennis (2002) bahwa faktor ibu meliputi: usia, status ekonomi,
kebiasaan merokok, tujuan ibu sebelum melahirkan, sikap ibu, dan keyakinan diri
ibu.
Faktor dari bayi misalnya bibir sumbing, kelainan gastrointestinal, prematur, bayi
sangat kecil, fragilitas (Powers et al, 2003; Scott et al, 2001). Sedangkan faktor
lingkungan seperti budaya, kebiasaan keluarga memberikan makanan setelah bayi
lahir, memberikan susu formula karena takut bayi tidak kenyang dengan hanya
ASI, takut ASI tidak cukup bagi bayinya, tenaga kesehatan dan kebijakan rumah
sakit (Sikorski, Renefrew, Pindoria, Wade, 2003).
Salah satu aspek dari ibu yang mempengaruhi keberhasilan menyusui adalah
keyakinan ibu (self-efficacy). Pentingnya keyakinan ibu untuk menyusui telah
dibuktikan oleh beberapa penelitian. Studi longitudinal dari 64 ibu dengan
keyakinan diri yang rendah untuk menyusui ditemukan masalah lebih cepat untuk
menghentikan menyusui (Ertem, Votto, Leventhal, 2002). Selanjutnya, studi
prospektif dari 198 ibu dengan analisi multivariat dari 11 variabel demografi dan
psikososial, keyakinan ibu menjadi faktor yang signifikan (Blyth et al, 2002).
Studi fenomenologi dengan wawancara mendalam, ditemukan bahwa penurunan
keyakinan menyusui selama periode awal postnatal merupakan faktor utama
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
10
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
dalam keputusan untuk berhenti menyusui (Dykes & Williams, 1999 dalam Blyth
2002).
2.3 Self-Efficacy dalam Pemberian ASI
2.3.1 Self-efficacy
Self-efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kopetensi atau
efektifitasnya dalam area tertentu (Woolfolk, 2004). Secara umum self-efficacy
adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan
mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu
untuk mencapai hasil tertentu (Wolfolk, 2004). Disimpulkan bahwa self-efficacy
merupakan tingkat keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai
kemampuannya dalam mengerjakan tugas untuk mencapai hasil tertentu.
Self-efficacy mempunyai tiga kriteria yakni, pertama berorientasi pada masa depan
(Pajares, 1997 dalam Wolfolk, 2004). Kedua, penilaian pada konteks spesifik
mengenai kompetensi untuk menampilkan tugas tertentu (Pajares, 1997 dalam
Wolfolk, 2004). Selanjutnya, fokus pada kemampuan kita untuk menyelesaikan
tugas tertentu tanpa kebutuhan untuk dibandingkan dengan orang lain (Wolfolk,
2004).
Tinggi rendahnya self-efficacy seseorang bervariasi dalam setiap tugas.
Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall, & Mead (2010) terhadap beberapa hasil
penelitian bahwa tingkat self-efficacy individu dipengaruhi oleh sifat dari tugas
yang dihadapi individu, insentif eksternal, status dan peran individu dalam
lingkungannya, informasi tentang kemampuan diri. Berdasarkan telaah Entwistle,
Kendall & Mead (2010) terhadap beberapa hasil penelitian bahwa informasi
kemampuan tentang diri individu diperoleh melalui empat sumber. Empat sumber
tersebut yakni, enactive attainment (hasil yang dicapai secara nyata), vicarious
experiences (pengalaman orang lain), verbal persuasion (persuasi verbal), dan
physiological dan emotional arousal (kondisi dalam diri seseorang baik fisik
maupun emosional).
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
11
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Enactive attainment merupakan sumber yang penting dalam self-efficacy karena
didasarkan pada pengalaman nyata dalam menguasai suatu tugas. Sumber ini
dapat meningkatkan ketekunan serta kegigihan individu selama menjalankan
tugas sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan (Bandura, 1977 dalam Dennis,
2003). Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan kemampuan diri
seseorang, sedangkan kegagalan yang sering dialami akan menurunkan persepsi
seseorang mengenai kemampuannya.
Sumber yang kedua yaitu vicarious experiences, merupakan pengamatan terhadap
keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam
mengerjakan suatu tugas tertentu. Self-efficacy seseorang dapat meningkat melalui
observasi terhadap orang lain dan meniru perilaku orang tersebut untuk kemudian
membandingkan dengan dirinya. Apabila orang lain yang diamati memiliki
banyak kesamaan karakteristik dengan individu tersebut, sumber ini akan lebih
efektif (Bandura, 1997 dalam Spaulding 2007).
Sumber yang ketiga yaitu Verbal persuasion, merupakan perkataan atau dukungan
dari orang lain yang menyatakan bahwa ia memiliki kemampuan. Informasi
mengenai kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh orang lain yang
berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa mereka
mampu dalam melakukan tugas. Bandura (1997 dalam Dennis 2003)
mengungkapkan bahwa bujukan, rayuan atau sugesti dapat berkontribusi secara
nyata dalam peningkatan self-efficacy individu.
Sumber keempat yaitu physiological and emotional arousal. Sumber ini
merupakan kondisi dalam diri seseorang baik fisik maupun emosional. Seseorang
dalam menilai kemampuannya tidak terlepas dari respon fisik dan fisiologinya.
Bagaiman seseorang menghadapi tugas, apakah cemas, khawatir, tertarik dapat
memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut (Pintrich & Schunk,
2002).
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
12
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Empat sumber tersebut mempunyai pengaruh terhadap informasi tentang
kemampuan diri. Apabila informasi yang didapat bahwa seseorang mempunyai
kemampuan tinggi, dapat menambah keyakinan diri seseorang, mereka akan
mengerjakan suatu tugas dengan sebaik mungkin. Namun, apabila informasi
kemampuannya rendah maka akan menurunkan self-efficacy. Sumber-sumber
tersebut akan mempengaruhi persepsi seseorang serta tingkat self-efficacy
seseorang, begitu pula pada ibu menyusui.
2.3.2 Breastfeeding self-efficacy
Breastfeeding Self-Efficacy (BSE) adalah keyakinan diri seorang ibu pada
kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI pada bayinya (Dennis &
Faux, 1999). BSE merupakan variabel yang penting dalam durasi menyusui,
karena memprediksi apakah ibu memilih menyusui atau tidak, berapa banyak
usaha yang dilakukan ibu untuk menyusui bayinya, bagaimana pola pikir ibu
untuk menyusui bayinya, meningkat atau menyerah, dan bagaimana ibu
menanggapi secara emosional kesulitan untuk menyusui bayinya (Dennis, 2003).
Breastfeeding Self-Efficacy (BSE) dapat dipengaruhi oleh 4 sumber atau faktor
sesuai dengan teori yang diadaptasi dari Bandura (Dennis, 2003). Faktor yang
pertama yaitu pencapaian prestasi (performance accomplishment), sebagai contoh
yakni pengalaman keberhasilan menyusui sendiri. Pengalaman keberhasilan
menyusui dapat meningkatkan rasa percaya diri, keyakinan, serta keinginan kuat
pada ibu untuk menyusui bayinya (Bandura, 1977 dalam Dennis, 2003).
Faktor yang kedua yaitu pengalaman orang lain (vicarious experiences), sebagai
contoh yakni mengamati orang lain menyusui. Keyakinan ibu untuk menyusui
bayinya akan meningkat terutama jika ibu yakin bahwa ia dapat menyusui seperti
orang lain, teman, dan saudara berhasil menyusui. Ibu cenderung akan berhasil
menyusui bayinya jika orang lain yang ibu lihat berhasil menyusui (Bandura,
1986 dalam Spaulding, 2007).
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
13
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Faktor yang ketiga yaitu persuasi verbal (verbal persuasion), sebagai contoh
yakni dukungan dari orang lain yang berpengaruh seperti teman, keluarga,
konsultan laktasi, praktisi kesehatan. Penguatan atau saran yang diberikan oleh
orang-orang yang berpengaruh menjadi sumber kekuatan bagi ibu untuk menyusui
bayinya (Bandura, 1997 dalam Spaulding, 2007).
Faktor empat yaitu respon fisiologis (physiological responses), sebagai contoh
yakni kecemasan, stres, kelelahan (Bandura, 1982, 1986 dalam Spaulding, 2007).
Seorang ibu menyusui tidak lepas dari respon fisiologis dan psikologis terhadap
suatu hal yang ibu rasakan. Ibu akan merasa aman, nyaman, dan yakin dapat
menyusui jika selama menyusui ibu bebas dari tekanan baik fisik atau emosional
(Bandura, 1977 dalam Dennis, 2003).
Wardani (2012) menyatakan bahwa pengalaman keberhasilan menyusui,
pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik menyusui menjadi faktor penting
self-efficacy ibu untuk menyusui. Bandura menyatakan bahwa self-efficacy ibu
untuk menyusui harus dipertimbangkan dari segi harapan kemampuan untuk
memberiakan ASI dan harapan hasil yang akan dicapai dari memberikan ASI.
Apabila seorang ibu yakin untuk menyusui dan berhasil, maka self-efficacy ibu
untuk menyusui akan meningkat. Sebaliknya, jika keyakinan ibu untuk menyusui
rendah, maka keberhasilan untuk menyusui rendah.
Self-efficacy terhadap ibu untuk memberikan ASI mempunyai peran yang sangat
besar. Peran pertama yaitu untuk menentukan pemilihan tingkah laku. Ibu
cenderung akan memberikan ASI ketika ibu merasa mempunyai kemampuan yang
baik, jika ibu memiliki keyakinan yang besar untuk memberikan ASI pada
bayinya, maka ibu akan lebih memilih memberikan ASI daripada memberikan
susu formula pada bayi (Bandura, 1986 dalam Spaulding, 2007).
Peran kedua yaitu, self-efficacy sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan
dalam mengatasi hambatan dan situasi yang menyenangkan untuk memberikan
ASI. Self-efficacy ibu untuk memberikan ASI yang tinggi akan menurunkan
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
14
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
kecemasan yang menghambat ibu untuk menyusui, sehingga mempengaruhi daya
tahan ibu untuk tetap memberikan ASI. Ibu yang memiliki self-efficacy yang
tinggi untuk menyusui cenderung akan menunjukan usaha yang lebih keras dari
pada ibu yang memiliki self-efficacy rendah (Bandura, 1986 dalam Spaulding,
2007).
Peran ketiga yaitu, mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional. Bandura (1986
dalam Spaulding, 2007) menyatakan bahwa self-efficacy mempengaruhi pola pikir
dan reaksi emosional individu, baik dalam menghadapi situasi saat ini maupun
yang akan datang. Ibu yang memiliki self-efficacy untuk menyusui yang rendah
selalu mengganggap dirinya kurang mampu menangani situasi saat ini maupun
dalam mengantisipasi situasi yang akan datang. Ibu yang mempunyai self-efficacy
yang tinggi untuk menyusui akan tetap menyusui lebih lama daripada ibu dengan
self-efficacy menyusui yang rendah (Britton & Britton, 2008; Kingston, Dennis &
Sword, 2007).
Peran selanjutnya yaitu sebagai prediksi tingkah laku selanjutnya. Ibu yang
mempunyai self-efficacy yang tinggi untuk memberikan ASI pada bayinya
memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan lebih baik dengan
lingkungannya. Ibu tidak mudah putus asa dan menyerah dalam mengatasi
kesulitan dan mereka akan menampilkan usaha yang lebih keras (Bandura, 1986
dalam Spaulding, 2007).
Peran self-efficacy pada ibu untuk memberikan ASI pada bayinya sudah
dijelaskan. Menjadi hal penting untuk kita mengidentifikasi tingkat breasfeeding
efficacy pada ibu menyusui. Hal ini akan mempengaruhi keputusan ibu untuk
memberikan ASI pada bayinya.
2.4 Cara Pengukuran Breastfeding Self-Efficacy
Breastfeeding Self-Efficacy Scale (BSES) merupakan instrumen yang
dikembangkan oleh Dennis & Faux (1999). BSES merupakan instrumen untuk
melakukan pengkajian mengenai BSE. Instrumen ini dirancang berdasarkan teori
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
15
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
self-effficacy. Tiga dimensi BSES yang berkaitan dengan menyusui yaitu dimensi
teknik, dimensi pemikiran intrapersonal, dan dimensi dukungan (Dennis, 2003).
Dimensi teknik merupakan semua yang berhubungan dengan aktivitas fisik
seseorang dan tindakan untuk mencapai keberhasilan dalam menyusui. Dimensi
keyakinan intrapersonal meliputi keyakinan, persepsi dan sikap ibu terhadap
perilaku menyusui. Selanjutnya, dimensi dukungan meliputi semua hal yang
mendukung ibu untuk menyusui dengan baik yang melibatkan emosional maupun
fisik (Dennis & Faux, 1999).
Instrumen BSES terdiri dari 40 poin yang dikembangkan menggunakan format
skala penilaian. Bandura merekomendasikan format skala yang digunakan untuk
menilai respon ibu terhadap menyusui. Ada 5 penilain yang digunakan, yakni nilai
1 sampai 5. Nilai 1 mempunyai arti tidak percaya diri sama sekali dan nilai 5 yang
berarti sangat percaya diri (Bandura, 1997 dalam Dennis & Faux, 1999).
Uji validasi pada 40 item BSES dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten
dibidangnya yaitu 4 doktor keperawatan di Universitas dan 2 orang ahli di
lapangan. Hasil pengujian menunjukan nilai 0,86 pada uji content validity index
(CVI). Setelah melakukan beberapa revisi, instrumen BSES terdiri dari 33 poin.
Rentang penilain 1 sampai 5, nilai 1 berarti tidak yakin dan nilai 5 berarti sangat
yakin (Bandura, 1997 dalam Dennis & Faux, 1999).
Instrumen BSES dengan 33 poin bukanlah satu-satunya instrumen yang ada.
Instrumen yang lebih sederhana yakni Breastfeeding Self-Efficacy Scale Short
Form (BSES-SF). BSES-SF terdiri dari 14 poin pernyataan yang direspon dengan
skala likert rentang 1 sampai 5 (Dennis, 2003). Skala 1 berarti tidak percaya diri
sama sekali, sedangkan skala 5 berarti sangat percaya diri. Penelitian yang telah
menggunakan BSES- SF yaitu penelitian di Kanada pada 491 ibu menyusui. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa BSES-SF merupakan instrumen yang valid
yakni nilai 0.96 untuk mengukur resiko penghentian pemberian ASI oleh ibu yang
menyusui (Dennis, 2003). Penelitian Wardani (2012) di Indonesia dengan
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
16
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
menggunakan BSES-SF yang telah dialihbahasakan menunjukan nilai cronbach’s
alpha coefficient sebesar 0.872. Nilai ini lebih rendah dari pada instrumen BSES-
SF asli berbahasa Inggris yakni 0.94. Wardani (2012) mengubah tiga pertanyaan
yang tidak valid, sehingga pertanyaan menjadi valid dan dapat digunakan dalam
penelitian.
Pernyataan di BSES dibuat dalam bentuk pernyataan positif (Bandura, 1977
dalam Spaulding & Dennis, 2010). Hasil penilaian BSES dilihat dengan
menjumlahkan keseluruhan skor yang didapat, yakni rentang skor pada BSES
total adalah 33-165, pada BSES-SF 14-70. Nilai skor menunjukan tingkat self-
efficacy, sehingga skor yang tinggi berarti tingkat self-efficacy tinggi (Dennis &
Faux, 1999)
2.5 Kebijakan yang mendukung program menyusui
Penerapan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan harus mendapat dukungan
dari berbagai kebijakan seperti: adanya undang-undang pemasaran susu formula,
sanksi untuk iklan susu formula. Selain itu, sanksi untuk petugas kesehatan yang
memberikan dan mengenalkan susu formula kepada bayi. Sampai saat ini terdapat
beberapa kebijakan terkait dengan pemberian ASI eksklusif di Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif di
Indonesia. Peraturan Pemerintah ini terdiri dari 10 bab. Bab 1 mengandung
ketentuan umum yang terdiri dari Pasal 1dan pasal 2. Pasal 1 tentang ketentuan
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama
enam bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain. Pasal 2 tentang ketentuan tujuan pemberian ASI eksklusif adalah
menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI, dan memberikan
perlindungan kepada ibu untuk memberikan ASI.
Bab 2 tentang tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian ASI
eksklusif. Salah satu pasal dalam bab 2 adalah pasal 3 yang menjelaskan tanggung
jawab Pemerintah tersebut meliputi: menetapkan kebijakan nasional terkait
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
17
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
program pemberian ASI eksklusif. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi
program pemberian ASI eksklusif. Memberikan pelatihan dan menyediakan
konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat sarana umum
lainnya. Mengintegrasikan materi mengenai ASI eksklusif pada kurikulum
pendidikan formal dan non formal bagi tenaga kesehatan. Membina dan
mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI eksklusif di
fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, tempat kerja, tempat sarana
umum, dan kegiatan masyarakat.
Bab 111 mengatur tentang ASI eksklusif. Pasal 6 dalam bab 111 menerangkan
bahwa setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi
yang dilahirkan. Selanjutnya, dalam pasal 7 dijelaskan bahwa hal tersebut
terkecuali bagi bayi dan ibu dengan indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu
terpisah dari bayi. Pasal 9 menjelaskan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD
terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam.
Inisiasi Menyusu Dini dilakukan dengan cara meletakan bayi secara tengkurap di
dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. Pasal 10
menerangkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan atau rawat
gabung, kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
Pasal 13 menjelaskan tentang informasi dan edukasi. Pasal 13 ayat 1 menjelaskan
bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib
memberikan informasi dan edukasi ASI eksklusif, kepada ibu dan atau anggota
keluarga yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode
pemberian ASI eksklusif selesai. Pasal 13 ayat 2, informasi tersebut minimal
mencangkup keuntungan dan keunggulan pemberian ASI. Gizi ibu, persiapan dan
mempertahankan menyusui. Akibat negatif dari pemberian makanan botol secara
parsial terhadap pemberian ASI. Kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak
memberikan ASI. pasal 13 ayat 3, pemberian informasi dapat dilakukan melalui
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
18
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
penyuluhan, konseling, dan pendampingan. Pasal 13 ayat 4, pemberian informasi
dan edukasi dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
Bab IV mengatur tentang tentang penggunaan susu formula bayi dan produk bayi
lainnya. Bab IV pasal 17, setiap tenaga kesehatan dilarang memberikan susu
formula bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat program ASI
eksklusif. Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan mempromosikan susu
formula bayi dan produk bayi yang dapat menghambat program ASI eksklusif.
Bab IV pasal 18, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang
memberikan susu formula atau produk bayi lainnya kepada ibu bayi.
Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menerima atau
mempromosikan susu formula. Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
dilarang menyediakan pelayanan dibidang kesehatan atas biaya yang disediakan
oleh produsen atau distributor susu formula.
Bab V mengatur tentang ketentuan tempat kerja dan tempat sarana umum
(fasilitas pelayanan kesehatan). Pasal 30, ayat 1, fasilitas pelayanan kesehatan
harus mendukung program ASI eksklusif. Bab V ayat 3, fasilitas pelayanan
kesehatan harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah ASI.
Pasal 33 menerangkan bahwa penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus
mendukung keberhasilan program ASI eksklusif dengan berpedoman pada 10
langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). 10 LMKM tersebut yakni
menetapkan kebijakan pemberian ASI. Melakukan pelatihan petugas terhadap
pemberian ASI. Memberikan penjelasan kepada ibu hamil tentang manfaat
menyusui. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah
melahirkan diruang bersalin. Membantu ibu memahami cara menyusui yang baik
dan benar. Tidak memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada BBL.
Melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui semau bayi, tidak
memberikan dot pada bayi, serta konseling ASI.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
19
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
2.6 Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tergolong
tinggi di Indonesia yaitu AKI: 307/ 100.000 kelahiran hidup dan AKB yaitu: 35/
1000 kelahiran hidup (SDKI, 2002, 2003). Pemerintah telah bertekad untuk
menurunkan AKI pada tahun 2010 menjadi 125/ 100.000 kelahiran hidup dan
AKB menjadi 25/ 1000 kelahiran hidup. Untuk mencapai target tersebut
diperlukan suatu strategi yang handal dan peran serta masyarakat.
Salah satu program pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia
adalah program RS sayang ibu dan bayi (RSSIB). Program RSSIB telah
dicanangkan sejak tahun 2001, sebagai bagian dari program safe motherhood.
Sasaran RSSIB antara lain rumah sakit umum pemerintah dan swasta, RS khusus
yang menangani ibu dan anak baik pemerintah maupun swasta (Depkes RI, 2009).
Tujuan umum program RSSIB untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
ibu dan bayi secara terpadu dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI)
dan angka kematian bayi (AKB). Tujuan khusus RSSIB yakni terdiri dari enam
tujuan. Pertama, melaksanakan dan mengembangkan standar pelayanan
perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna. Kedua, meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian terhadap ibu dan
bayi. Ketiga, meningkatkan kesiapan RS dalam melaksanakan fungsi pelayanan
obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawatdaruratan (PONEK 24 jam).
Keempat, meningkatkan fungsi RS sebagai model dan pembina teknis dalam
melaksanakan IMD dan pemberian ASI ekslusif. Terakhir yaitu meningkatkan
fungsi RS dalam perawatan metode kanguru (PMK) pada BBLR.
RSSIB mempunyai landasan hukum yaitu UU nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, UU nomor 44 tahun 2009 tentang RS, UU nomor 29 tahun 2004
tentang praktek kedokteran. Landasan hukum lainnya yaitu Kepmenkes RI nomor
1333/Menkes/Per/SK/II/1988 tentang standar pelayanan RS, Kepmenkes nomor
450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI. landasan hukum yang
merupakan syarat RSSIB yakni Kepmenkes nomor 237/MENKES/SK/IV/1997
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
20
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
tentang standar internasional kode pemasaran pengganti ASI, dan Kepmenkes No.
603/2008 tentang 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2009).
RSSIB adalah rumah sakit pemerintah maupun swasta, umum maupun khusus
yang telah melaksanakan 10 langkah menuju perlindungan ibu dan bayi secara
terpadu dan paripurna (Depkes RI, 2009). Sepuluh langkah tersebut yaitu:
pertama, ada kebijakan tertulis tentang manajemen yang mendukung pelayanan
kesehatan ibu dan bayi termasuk pemberian ASI ekslusif dan perawatan metode
kanguru untuk bayi BBLR. Pada kebijakan ini diharapkan setiap RS mempunyai
ruang dan klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam.
Langkah kedua yaitu menyelenggarakan pelayanan antenatal termasuk konseling
kesehatan maternal dan neonatal. Konseling kesehatan dengan bahan dan materi
yang dibuat sendiri secara baik dan benar, menggunakan multimedia secara
bertahap. Serta mengupayakan membuat soundsistem disemua unit RS untuk
penyuluhan masal, mengupayakan setiap pegawai RS mengetahui tentang RS
sayang ibu dan bayi (Depkes RI, 2009).
Langkah ketiga yaitu menyelenggarakan persalinan bersih dan aman, serta
penanganan pada bayi baru lahir dengan IMD. Pelaksanaan program berupa:
menambah sarana dan prasarana fisik untuk setiap rumah sakit, RS harus
mempunyai OK dan VK lengkap dengan 3 set peralatan. Serta pengembangan unit
perawatan neonatus resiko tinggi.
Langkah empat yaitu menyelenggarakan pelayanan obstetrik dan neonatal
emergensi komprehensif (PONEK). Pelaksanaan program berupa: melakukan
pelatihan di NICU dengan tenaga terlatih, memperbaiki proses pelatihan sesuai
hasil evaluasi. Serta pengembangan unit gawat darurat neonatus resiko tinggi.
Langkah lima yaitu menyelenggarakan pelayanan adekuat untuk nifas, rawat
gabung termasuk membantu ibu menyusui yang benar, dan pelayanan neonatus
sakit. Pelaksanaan program antara lain: meningkatkan kualitas bahan dan alat
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
21
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
peraga untuk demonstrasi, adanya pelayanan perinatal lanjutan, pemberian susu
formula hanya atas indikasi medis dan keadaan khusus. Persediaan susu formula
bukan untuk pemberian gratis, dan pengembangan penelitian tentang keberhasilan
menyusui.
Langkah enam yaitu menyelenggarakan pelayaanan rujukan dua arah dan
membina jejaring rujukan pelayanan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan lain.
Pelaksanan program berupa: membentuk keterpaduan dalam sistem rujukan di
kabupaten atau kota. Mengevaluasi pelaksanaan rujukan, pengembangan
penelitian tentang sistem rujukan, serta dokumentasi hasil-hasil evaluasi.
Langkah tujuh yakni menyelenggarakan pelayanan imunisasi bayi dan tumbuh
kembang. Pelaksanaan program berupa: konseling dan pelayanan imunisasi bayi
di RS sesuai dengan usia. Memantau tumbuh kembang bayi sejak lahir, memantau
pemberian ASI ekslusif pada bayi. Selanjutnya, penanganan penyakit pada bayi
sesuai standar.
Langkah delapan yaitu: menyelenggarakan pelayanan keluarga berencana,
penanganan kehamilan yang tidak diinginkan, serta kesehatan reproduksi lainnya.
Pelaksanaan program berupa; pengembangan penelitian tentang keluarga
berencana, pengembangan metode baru kontrasepsi pria. Penanganan kekerasan
pada ibu dan bayi. Selanjutnya langkah sembilan yaitu melaksanakan audit
maternal dan perinatal rumah sakit secara periodik dan tindak lanjut. Pelaksanaan
program berupa mengembangkan Sistem Informasi Manajemen (SIM),
mengembangkan penelitian tentang RS, dan mengikuti kegiatan peningkatan
kualitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Langkah sepuluh yaitu memberdayakan kelompok pendukung ASI dalam
menindaklanjuti pemberian ASI eksklusif. Pelaksanan program berupa melatih
anggota pendukung ASI yang diluar RS seperti posyandu. Adanya kelompok
pendukung ibu–bayi lainnya.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
22
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Program pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang merupakan koordinasi berbagai
unit kerja multi sektor, dan didukung berbagai kegiatan profesi multi disiplin dan
multi profesi untuk menyelenggarakan perlindungan ibu dan bayi secara terpadu
dan paripurna. Pelaksanaan program RSSIB meliputi Sumber Daya Manusia
(SDM) dan fasilitas serta sarana. Kriteria SDM RSSIB terdiri dari tenaga medis
meliputi dokter ahli kebidanan dan kandungan, dokter ahli anak, dokter ahli
anastesi, dokter ahli lain, dan dokter umum. Tenaga keperawatan terdiri dari
perawat, bidan, serta penata anastesi. Selanjutnya tenaga khusus yakni konselor
menyusui. Tenaga kesehatan lainnya meliputi penata radiologi, ahli gizi,dan analis
laboratorium (Depkes RI, 2009).
Fasilitas dan sarana yang harus dimiliki oleh RSSIB yakni ruang poliklinik, UGD,
kamar operasi, kamar bersalin, ruang nifas, ruang lainnya. Poliklinik terdiri dari
poliklinik kebidanan dan poliklinik anak, serta tumbuh kembang. UGD terdapat
ruang tindakan untuk kegawatan obstetri dan neonatal. Terdapat minimal 2 kamar
operasi. Kamar bersalin terdiri dari: minimal 4 buah tempat tidur untuk partus
normal dan patologis. Ruang nifas memiliki ruangan rawat gabung dan ruang
isolasi, ruang penyuluhan ASI, konseling perawatan bayi, ruang senam nifas.
Ruangan lainnya terdiri dari ruang transisi perinatologi, ruang laktasi, ruang
senam hamil dan klinik laktasi (Depkes RI, 2009).
Rumah Sakit pemerintah maupun swasta, umum maupun khusus yang telah
melaksanakan 10 langkah tersebut dijuluki RSSIB. RSSIB terbaik 2010 dari 26
propinsi di Indonesia yakni RSUD. Cut Nyak Dhien (NAD), RSUD. Pandan
Sumatera Utara, RS. Muhammad Zein (Sumbar), RSUD. Siak Riau, RSUD. H.
Abdul Manap (Jambi), RSUD. Prabumulih (Sumsel), RSUD. M. Yunus
Bengkulu, RSUD. Batu Aji (Batam). RSUD. Kalianda (Lampung), RS. Saint
Carolus Jakarta, RS. Sari Asih Karawaci, RSUD. Cianjur Jawa Barat, RSUD.
Sragen (Jateng), RSU. Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUD. Mardi Waluyo Blitar
(Jatim), RSU. Sanjiwani Gianyar, RSD. Prof. dr. Johanes Kupang, RSU. Dompu
(NTB), RSU. Harapan Anak Kalbar, RSU. dr. H. Soemarno (Kaltim), RSU. dr.
Murjani Sampit (Kalteng), RSUD. Anutapura Palu (Sulteng), RSUD. Pasar Wajo,
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
23
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
RS. Dipati Hamzah Pangkal Pinang, serta RSU. Karel Sadsuittubun (Pramudiarja,
2012)
RSSIB terbaik 2011 dari 26 propinsi di Indonesia yakni RSUD. Dr. Fauziah
Bireuen Kab. Bireuen (NAD), RSUD. Deli Serdang (Sumut). RSUD. Pariaman
(Sumbar), RSUD. dr. M. Haulussy Ambon (Maluku), RSUD. H. Abdul Manap
(Jambi), RSUD. Menggala (Lampung), RSUD. Arifin Ahmad Pekanbaru (Riau),
RS. Kasih Sayang Ibu (Kepri), RSUD. Belitung (Babel), RS. Siloam (Banten),
RSIA. Hermina Podomoro (DKI Jakarta). RSUD. Karawang (Jabar), RS. Islam
Harapan Anda (Jateng), RSUD. Wates (DIY), RSUD. Sidoarjo (Jatim), RSUD.
Wangaya (Bali), RSU. R. Soedjono (NTB), RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
(NTT). RSIA. Anugerah Bunda Khatulistiwa (Kalbar), RS. LNG Badak Bontang
(Kaltim), RSUD. Ulin Banjarmasin (Kalsel), RSUD. Dr. Doris Sylvanus
(Kalteng), RSIA Pertiwi Makassar (Sulsel), RSU. Woodward Palu (Sulteng), RS.
Koala (Sulbar), serta RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe (Gorontalo) (Pramudiarja,
2012).
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
24
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Skema 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Dennis (2002), Depkes RI (2009), Dennis & Faux (1999), Lauwers
(2005: Wong (2001)
Kebijakan pemerintah
ASI ekslusif
RSSIB
• Menetapkan kebijakan pemberian ASI
• Melakukan pelatihan petugas • Penjelasan tentang manfaat
menyusui • Menyusukan bayi dalam 60 menit
setelah dilahirkan • Membantu ibu cara menyusui
baik dan benar • Hanya memberikan ASI pada
BBL • Rawat gabung • Membantu ibu menyusui semau
bayi • Tidak memberikan dot • Konseling ASI
Ibu
• BSE • usia • pendidikan • pekerjaan • paritas • pengalaman menyusui • jenis persalinan
Anak
• Penyakit infeksi • Gastrointestinal • Prematur • BBLR • Fragilitas • Bibir sumbing
Lingkungan
• Support system • Tenaga
kesehatan • RS
Manfaat
Bayi: nutrisi,kekebalan tubuh,kecerdasan,ikatan emosional Ibu : menurunkan BB, involusio uteri lebih cepat, mencegah
perdarahan, ca ovarium, ca payudara, metode kontrasepsi, ikatan emosional
Negara: kualitas SDM, hemat biaya belanja negara, hemat subsidi obat-obatan
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 25 Universitas indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang akan
diteliti. Dalam menyusun kerangka konsep dimulai dari variabel yang mewakili
masalah penelitian. Konsep penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni veriabel
dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini yakni
breastfeeding self-eficacy. Variabel independen pada penelitian ini yakni
karakteristik ibu menyusui, RS sayang ibu dan bayi, serta non RSSIB.
Skema 3.1
Kerangka konsep penelitian
Karakteristik Ibu menyusui
• Usia • Pendidikan • Pekerjaan • Kebiasaan
merokok • jenis
persalinan • Paritas • Pengalaman
menyusui
RSSIB
• Menetapkan kebijakan pemberian ASI • Melakukan pelatihan petugas • Penjelasan tentang manfaat menyusui • Menyusukan bayi dalam 60 menit setelah
dilahirkan • Membantu ibu cara menyusui baik dan
benar • Hanya memberikan ASI pada BBL • Rawat gabung • Membantu ibu menyusui semau bayi • Tidak memberikan dot • Konseling ASI
non RSSIB
Rerata nilai BSE
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
26
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
3.2 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
Hipotesis null (Ho) : Tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara
breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB.
Tidak ada hubungan antara usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok,
paritas, pengalaman menyusui, dan jenis persalinan terhadap nilai breastfeeding
self-efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB.
Hipotesis alternatif (Ha): Ada perbedaan nilai yang signifikan antara
breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB. Ada
hubungan antara usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, paritas,
pengalaman menyusui, dan jenis persalinan terhadap nila breastfeeding self-
efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB
3.3 Definisi operasional
Definisi operasional dari variabel independen dan variabel dependen penelitian
ini, diuraikan pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
27
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Independen
Variabel Definisi
Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Variabel Independen
1. Karakteristik ibu menyusui
Sub variabel
1a. Usia Kuantitas hidup responden dihitung sejak lahir dan diukur dalam tahun
Satu pertanyaan pada kuesioner A, pertanyaan (1)
Kuesioner
Dikatagorikan menjadi: 1= resiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) 0= tidak resiko tinggi (20 tahun dan 35 tahun)
Ordinal
1b. Pekerjaan Aktivitas responden diluar rumah yang menghasilkan pendapatan
Satu pertanyaan pada kuesioner A, pertanyaan (2)
Kuesioner
1= tidak bekerja 0 = bekerja
Nominal
1c. Pendidikan Pendidikan formal yang terakhir diselesaikan responden
Satu pertanyaan pada kuesioner A, pertanyaan (3)
Kuesioner Dikatagorikan menjadi: 1= pendidikan tinggi (SMA, perguruan tinggi) 0= pendidikan rendah (SD, SMP)
Ordinal
1d. kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok yang dimiliki responden
Satu pertanyaan pada kuesioner A
kuesioner Dikatagorikan menjadi: 1= merokok 0= tidak merokok
Nominal
1e. Paritas
Jumlah anak yang pernah dilahirkan responden saat dilakukan penelitian
Satu pertanyaan pada kuesioner A
Kuesioner 1= multipara 0 = primipara
Nominal
1f. Pengalaman Menyusui
Kejadian menyusui yang pernah dialami baik yang sudah lama atau baru saja terjadi
Satu pertanyaan kuesioner A
Kuesioner 1= tidak 0= ya
Nominal
1g. Jenis Persalianan
Cara responden melahirkan bayinya Saat dilakukan penelitian
Satu pertanyaan kuesioner A
Kuesioner 1= SC 0= pervaginam
Nominal
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
28
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
2. RSSIB
Rumah sakit pemerintah maupun swasta, umum maupun khusus yang telah atau menetapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, meliputi: menetapkan kebijakan pemberian ASI, melakukan pelatihan petugas, memberikan penjelasan kepada ibu hamil tentang manfaat menyusui, membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan, membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar, tidak memberikan makanan atau minuman selain ASI pada BBL, melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui semau bayi, tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi, mengupayakan terbentuknya kelompok pendukung ASI.
Diukur dengan panduan observasi (instrumen B), terdiri dari 16 obyek pengamatan dengan nilai: 1= Tidak 0= ya
Observasi Skore dengan rentang skore 0�16
Ordinal
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
29
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Tabel 3.2 Difinisi operasional variabel dependen
Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Variabel dependen
BSE keyakinan diri seorang ibu pada kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI pada bayinya
Diukur dengan: instrumen BSES-SF yang sudah dialihbahasakan (instrumen C), menggunakan skala likert, terdiri dari 14 kuesioner (9 kuesioner untuk dimensi teknik yakni pertanyaan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 5 kuesioner untuk dimensi interpersonal yakni 10,11,12,13,14), bernilai: pertanyaan positif 1= tidak percaya diri sama sekali 2= tidak terlalu percaya diri 3= kadang-kadang percaya diri 4= percaya diri 5= sangat percaya diri
Kuesioner Skore dengan rentang skore 14-70
Interval
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 30 Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif
analitik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
analitik potong lintang atau cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidak adanya perbedaan antar variabel dependen yakni breastfeeding self-
efficacy dan variabel independen yakni karakteristik ibu menyusui, RSSIB dengan
non RSSIB diidentifikasi secara bersamaan.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui di RS. St. Carolus
Jakarta dan di RSUD. Tarakan Jakarta
4.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang berada di
RS. St. Carolus Jakarta dan ibu menyusui yang berada di RSUD. Tarakan Jakarta
yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah
ibu menyusui yang dirawat 2-3 hari paska bersalin di ruang post partum RS. St.
Carolus dan RSUD. Tarakan Jakarta, dapat membaca dan menulis.
Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah ibu menyusui dengan kondisi
bayi sakit atau tidak normal seperti: bibir sumbing, kelainan gastrointestinal,
prematur, fragilitas, dan berat badan lahir rendah. Besar sampel dihitung
menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi kelompok independen
(Dharma, 2011):
N1= N2 = {Z1-α/2√2Р(1-Р) + Z1-β √P1(1-P1) + P2(1-P2)}²
(P1-P2)²
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
31
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Keterangan:
N= jumlah sampel
Z1-α/2= standar normal deviasi untuk α
Z1-β= standar normal deviasi untuk β
P1= anticipated population proportion 1
P2= anticipated population proportion 2
P= proporsi gabungan natara kedua kelompok yang dihitung dengan rumus ½
(P1+P2)
P1-P2= perbedaan proporsi yang dianggap bermakna secara klinik (effect size)
Peneliti menetapkan nilai level of significant (α)= 5% (0,05), power of test= 80%,
anticipated population proportion 2 berdasarkan penelitian Bosnjak et al (2009)
yakni sebesar 0,5 dan perbedaan proporsi yang dianggap signifikan secara klinik
adalah sebesar 0,20 sehingga anticipated population proportion 1 adalah sebesar
0,7
Dengan demikian penentuan sampel pada penelitian ini yakni:
N1= N2 = {Z1-α/2√2Р(1-Р) + Z1-β √P1(1-P1) + P2(1-P2)}²
(P1-P2)²
N1= N2= {1,96√2(0,6) (0,4) + 0,842 √(0,7)(0,3) + (0,5)(0,5)}²
(0,7-0,5)²
N1= N2= 3,721 = 94
0,04
Menurut rumus tersebut besar sampel di RSSIB sebesar 94 ibu menyusui dan di
non RSSIB 94 ibu menyusui, sehingga total ibu menyusui pada penelitian ini
adalah 188 ibu menyusui.
4.2.3 Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan selama Desember 2012, menggunakan metode
consecutive sampling. Langkah awal yakni melakukan seleksi sampel sebelum
ditetapkan menjadi sampel. Sampel yang digunakan adalah ibu menyusui yang
memenuhi kriteria inklusi dan jika tidak memenuhi kriteria maka tidak dimasukan
sebagai sampel. Alasan pembatasan hari rawat dua sampai tiga hari karena waktu
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
32
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
tersebut ibu menyusui sudah berinteraksi dengan bayinya sekaligus sudah
memulai untuk menyusui bayinya.
4.3 Waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai pada Desember 2012. Pembuatan proposal penelitian
pada 3 September 2012 sampai 8 Nopember 2012, dilanjutkan pengambilan data
selama Desember 2012, pengolahan data Desember 2012, dan laporan hasil
Desember 2012.
4.4 Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di RS. St. Carolus Jakarta, yakni RS tersebut telah
dikenal sebagai RSSIB dan memperoleh predikat sebagai RSSIB terbaik di
Jakarta. Selain itu, RS tersebut konsisten melaksanakan IMD, Rawat gabung,
pendidikan kesehatan terkait ASI, serta konseling ASI. non RSSIB yakni RSUD.
Tarakan Jakarta. Tempat penelitian ini sesuai dengan rencana.
4.5 Etika penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menerapkan beberapa prinsip etik dalam
penelitian. Hal ini dilakukan untuk melindungi penelitian dari masalah etik yang
dapat terjadi selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menerapkan prinsip-
prinsip etika penelitian, meliputi respect for human dignity, respect for privacy
and confidentislity, respect for justice and inclusiveness, serta balancing harms
and benefits (Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004).
Prinsip pertama respect for human dignity, peneliti menggunakan prinsip saling
menghormati harkat dan martabat responden. Peneliti mempertimbangkan hak-
hak responden dalam mendapatkan informasi terkait jalannya penelitian, dan
memperoleh kebebasan menentukan pilihan untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Peneliti memberikan informasi atau penjelasan terkait penelitian kepada
responden sebelum responden mengisi kuesioner. Penjelasan tersebut meliputi:
manfaat penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang dapat
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
33
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
ditimbulkan, prosedur penelitian. Persetujuan responden untuk dapat
mengundurkan diri, dan jaminan kerahasiaan responden.
Prinsip kedua respect for privacy and confidentiality, yakni menghormati privasi
dan kerahasiaan responden. Peneliti meminta responden untuk tidak
mencantumkan informasi mengenai identitas maupun alamat asal responden
dalam kuesioner, untuk menjaga kerahasiaan identitas responden. Peneliti
menggunakan inisial atau identification number sebagai pengganti identitas
responden.
Prinsip ketiga respect for justice and inclusiveness, yakni peneliti memegang
prinsip keadilan dan keterbukaan. Peneliti senantiasa bersikap jujur, hati-hati,
profesional, berperikemanusiaan. Peneliti juga senantiasa memperhatikan faktor-
faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis, serta perasaan
religius responden. Peneliti meperlakukan responden yang sama baik sebelum,
selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
Prinsip keempat balancing harms and benefits, yakni memperhitugkan manfaat
dan kerugian yang akan ditimbulkan dalam penelitian. Peneliti melaksanakan
penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang
bermanfaat (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi
responden (nonmaleficence).
4.6 Alat pengumpulan data
4.6.1 Instrumen
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner berstruktur.
Kuesioner terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama berisi panduan
observasi. Kelompok kuesioner kedua berisi tentang pertanyaan pengukuran
BSES-SF yang sudah diahlibahasakan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini
menggunakan instrumen sebagai berikut pada tabel 4.1:
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
34
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Kisi-kisi instrumen penelitian studi komparasi antara BSE pada ibu menyusui di
RSSIB dan Non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya
Kode Judul kuesioner Dimensi Jumlah
Jenis pertannyaan
Positif
Jenis instrumen
A Karakteristik responden
Usia, pekerjaan, pendidikan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan
7 kuesioner
B
RSSIB
Ada kebijakan tertulis tentang pemberian ASI ekslusif, melakukan pelatihan petugas terkait ASI ekslusif, memberikan informasi kepada ibu hamil tentang manfaat menyusui, membantu ibu menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan, membnatu ibu menyusui yang benar, tidak memberikan makanan atau minuman selain ASI pada bayi, melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui semau bayi dan semau ibu, tidak memberikan dot atau kempeng kepada BBL, membentuk kelompok pendukung ASI
16
Tertutup 16 butir pertannyaan observasi
Instrumen panduan observasi
C
BSES-SF yang dialihbahasakan
14
Tertutup 1,2,3,4,5,6,7, 8,9,10,11,12, 13,14
Kuesioner (1�14)
4.6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas ditujukan untuk mengetahui sejauhmana ketepatan suatu alat ukur
dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Sedangkan uji reliabilitas dilakukan
untuk mengetahui apakah instrumen atau alat ukur reliabel atau dapat diandalkan.
Instrumen dikatakan reliabel jika diperoleh nilai r Alpha lebih dari 0,8 (Dharma,
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
35
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
2010). Pada penelitian sebelumnya oleh Wardani (2012), nilai reliabilitas
instrumen BSES-SF yang sudah dialihbahasakan yakni 0,872. Berdasarkan hal
tersebut, maka pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas
instrumen.
4.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian diawali dengan peneliti melaksanakan seminar atau uji
proposal penelitian pada 8 Nopember 2012 dihadapan Tim penguji proposal FIK-
UI. Kemudian, dilanjutkan dengan dua tahapan yakni tahap persiapan atau
administrasi dan tahap pelaksanaan (teknis). Tahap administrasi peneliti
mengajukan uji etik melalui komite etik FIK-UI (surat keterangan lolos etik pada
22 Nopember 2012). Peneliti membuat surat permohonan ijin penelitian melalui
FIK-UI yang ditujukan kepada direktur RS. St. Carolus Jakarta dan direktur
RSUD. Tarakan Jakarta.
Tahap pelaksanaan (teknis), setelah mendapat izin, peneliti mengadakan
pertemuan awal untuk menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur penelitian kepada
bidang keperawatan, kepala ruang, instruktur klinik. Peneliti melakukan
pengumpulan data sendiri tanpa bantuan dari tim lain. Peneliti membagikan
lembar persetujuan kepada calon responden. Setelah lembar persetujuan
ditandatangani maka peneliti membagikan kuesioner, responden diberikan
kesempatan untuk mengisi kuesioner, responden dipersilahkan untuk klarifikasi
apabila kurang mengerti, selanjutnya pengumpulan kuesioner setelah diisi
lengkap. Peneliti melakukan observasi tentang RSSIB, terakhir pemberian kode
pada masing-masing lembar observasi maupun identitas responden.
4.8 Pengolahan dan Analisa Data
4.8.1 Pengolahan data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap meliputi:
editting, untuk menilai kelengkapan data, setelah kuesioner diisi oleh responden,
peneliti mengumpulkan kuesioner tersebut, terlebih dahulu peneliti memastikan
kuesioner telah terisi dengan lengkap, sehingga jika belum lengkap dapat
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
36
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
langsung diperbaiki dan dilengkapi oleh responden. Selanjutnya dilakukan
pengecekan hasil kuesioner yang telah diisi, pada saat itu juga dilakukan editing
diruang perawat.
Coding, peneliti melakukan pengkodean untuk mengubah data yang berbentuk
kalimat menjadi angka dan bilangan yang kemudian diolah selanjutnya sesuai cara
ukur yang telah ditetapkan di bab sebelumnya. Peneliti melakukan pengkodean
supaya mendapat kemudahan saat pengolahan data dan mempercepat proses
analisa data.
Entry data, peneliti melakukan entry data atau memasukan data yang telah
ditabulasi ke dalam sistem SPSS 15, data yang sudah didapatkan dimasukan ke
dalam software. Selanjutnya Cleaning, peneliti melakukan pengecekan kembali
untuk mengetahui kembali kemungkinan kesalahan dalam pengkodean atau
pemasukan data (Notoatmodjo, 2010). Caranya yakni dengan mengetahui adanya
missing data. Data pada penelitian ini menunjukan missing data nol yang artinya
tidak dijumpai data yang hilang atau tidak lengkap.
4.8.2 Analisa data
Analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, menyajikan data variabel yang diteliti, melakukan perhitungan statistik
untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesa (Hastono, 2007). Analisa data
yang digunakan pada penelitian ini yakni analisa univariat, analisa bivariat, dan
analisa multivariat. Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, bentuk atau hasilnya
tergantung dari jenis datanya (Hastono, 2007). Analisis univariat pada penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis variabel penelitian secara deskritif untuk
menentukan karakteristiknya BSE, usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan
merokok, paritas, pengalaman menyusui, dan jenis persalinan. Hasil analisis
univariat dari variabel penelitian ini yakni rerata dari masing-masing variabel.
Tabel 4.2 menunjukan analisis univariat pada penelitian ini.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
37
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Analisis univariat RSSIB Non RSSIB
BSE, usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan
BSE, usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan
Analisis bivariat merupakan analisis untuk dua variabel antara variabel
independen dengan dependen yang bertujuan untuk mengestimasi adanya
hubungan atau perbedaan (Hastono, 2007). Analisis bivariat pada penelitian ini
digunakan untuk membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan yaitu apakah ada
perbedaan rerata skor BSE pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB.
variabel yang dihubungkan adalah rerata nilai BSE (numerik) dengan pendidikan,
usia, pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, jenis persalinan
(katagorik).
Analisis bivariat diawali dengan melakukan uji kenormalan data pada setiap
variabel untuk menentukan jenis uji yang tepat digunakan pada data dalam analisi
bivariat (Hastono, 2007). Uji normalitas dilakukan setelah analisis univariat
dengan membagikan nilai skewness dengan standar-error dari masing-masing
variabel. Variabel yang diuji normalitas yaitu skor BSE pada ibu menyusui di
RSSIB dan skor BSE pada ibu menyusui di non RSSIB.
Hasil uji normalitas variabel data numerik dengan membagikan nilai skewness dan
standar-error= 2. Uji normalitas selanjutnya yakni variabel usia, pendidikan,
pekerjaan, kebiasaaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan.
Uji normalitas data menggunakan analisis kolmogrof smirnof (jumlah sample
lebih dari 50). Hasilnya data tidak berdistribusi normal. Karena data tidak
berdistribusi normal maka dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Hasilnya
data tetap tidak berdistribusi normal.
Analisis bivariat menggunakan uji sesuai datanya (data berdistribusi tidak
normal), sehingga analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah uji
alternatif dari uji t independen yakni uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
38
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rerata skor BSE pada ibu
menyusui di RSSIB dengan non RSSIB. Tabel 4.3 memperlihatkan jenis analisis
bivariat yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4.3Analisis bivariat untuk menguji perbedaan
mean antara dua kelompok data Kelompok data Kelompok data Uji statistik Uji alternatif
Rata-rata skor BSE pada kelompok ibu menyusui di RSSIB
Rata-rata skor BSE pada kelompok ibu menyusui di Non RSSIB
Independen t-test
Mann-Whitney
Analisis multivariat bertujuan untuk melihat atau mempelajari hubungan beberapa
variabel (lebih dari satu variabel) independen dengan satu atau beberapa variabel
dependen (umumnya satu variabel dependen) (Hastono, 2007). Langkah awal
untuk dilakukan analisis multivariat adalah menyeleksi variabel yang akan
dimasukan dalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukan dalam analisi
multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25
(Dahlan, 2011).
Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis logistik
regresi ganda (multiple logistik regresion). Analisis logistik regresi ganda
digunakan untuk memprediksi skor BSE berdasarkan variasi beberapa variabel
usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas,
jenis persalinan. Analisis logistik regresi ganda pada penelitian ini yakni melihat
faktor yang paling berpengaruh terhadap skor BSE di RSSIB dan non RSSIB.
Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan metode backward. Pada
metode backward, software secara otomatis memasukan semua variabel yang
terseleksi untuk dimasukan ke dalam multivariat. Secara bertahap variabel yang
tidak berpengaruh akan dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai
tidak ada lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari analisis. Tabel 4.4
memperlihatkan jenis analisa multivariat yang digunakan pada penelitian ini.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
39
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Tabel 4.4 Analisis multivariat Kelompok data Kelompok data Uji statistik
Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan skor BSE pada kelompok ibu menyusui di RSSIB
Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan skor BSE pada kelompok ibu menyusui di non RSSIB
Multiple logistik regresion
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 40 Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bab ini memaparkan hasil penelitian studi komparasi antara nilai breastfeeding
self-efficacy (BSE) pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Pengambilan
data dilaksanakan selama Desember 2012, dan dilaksanakan pada dua RS di
Jakarta. Sebanyak 188 ibu menyusui sesuai kriteria inklusi berpartisipasi dalam
penelitian ini. Penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu
karakteristik ibu menyusui, nilai BSE, dan faktor yang paling berpengaruh
terhadap nilai BSE.
5.1 Karakteristik ibu menyusui
Tabel 5.1 Menunjukan karakteristik ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan,
pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas, jenis persalinan.
Usia ibu menyusui di RSSIB lebih banyak usia tidak resiko tinggi untuk
melahirkan yakni 91,5 % dibandingkan dengan usia resiko tinggi untuk
melahirkan yakni 8,5 %. Begitu juga dengan usia ibu menyusui di non RSSIB
lebih banyak usia tidak resiko tinggi untuk melahirkan yakni 70,2 % dibandingkan
dengan usia resiko tinggi untuk melahirkan yakni 29,8 %.
Karakteristik berdasarkan pendidikan, pendidikan ibu menyusui di RSSIB yakni
100 % memiliki pendidikan tinggi. Sebaliknya, di non RSSIB ibu menyusui lebih
banyak memiliki pendidikan rendah yakni 85,1 % dibandingkan dengan
pendidikan tinggi yakni hanya 14,9 %. Berdasarkan pekerjaan, ibu menyusui di
RSSIB lebih banyak yang bekerja yakni 74,5 % dibandingkan tidak bekerja yakni
25,5 %. Sebaliknya, ibu menyusui di non RSSIB lebih banyak tidak memiliki
pekerjaan diluar rumah yakni 78,7 % dibandingkan dengan memiliki pekerjaan
diluar rumah yakni 21,3 %. Kebiasaan merokok, ibu menyusui di RSSIB yang
tidak mempunyai kebiasaan merokok lebih tinggi yakni 95,7 % dibandingkan
dengan yang mempunyai kebiasaan merokok yakni 4,3 %. Begitu juga, ibu
menyusui di non RSSIB tidak mempunyai kebiasaan merokok lebih banyak yakni
96,8 % dibandingkan dengan mempunyai kebiasaan merokok yakni 3,2 %.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
41
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Pengalaman menyusui, ibu menyusui di RSSIB lebih banyak memiliki
pengalaman menyusui sebelumnya yakni 57,4 % dibandingkan dengan tidak
memiliki pengalaman menyusui sebelumnya yakni 42,6 %. Begitu juga ibu
menyusui di non RSSIB lebih banyak memiliki pengalaman menyusui
sebelumnya yakni 59,6 % dibandingkan dengan tidak memiliki pengalaman
menyusui sebelumnya yakni 40,4 %. Berdasarkan paritas, ibu menyusui di RSSIB
lebih banyak multipara yakni 58,5 % dibandingkan primipara yakni 41,5 %.
Begitu juga, ibu menyusui di non RSSIB lebih banyak multipara yakni 63,8 %
dibandingkan dengan primipara yakni 36,2 % . Berdasarkan jenis persalinan,
jenis persalinan ibu menyusui di RSSIB lebih banyak pervaginam yakni 60,6 %
dibandingkan dengan SC yakni 39,4 %. Sebaliknya, jenis persalinan ibu menyusui
di non RSSIB lebih banyak SC yakni 70,2 % dibandingkan dengan pervaginam
yakni 20, 9 %. Secara lengkap data karakteristik dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan di
RSSIB dan non RSSIB
Variabel non RSSIB RSSIB n % n %
Usia resiko tinggi(<20 tahun, >35 tahun) 28 29,8 8 8,5 tidak resiko tinggi (20 tahun – 35 tahun) 66 70,2 86 91,5
pendidikan pendidikan rendah (SD, SMP) 80 85,1 0 0 pendidikan tinggi (SMA, perguruan tinggi) 14 14,9 94 100
Pekerjaan tidak bekerja 74 78,7 24 25,5 Bekerja 20 21,3 70 74,5
kebiasaan merokok Tidak 91 96,8 90 95,7 Ya 3 3,2 4 4,3
pengalaman menyusui Tidak 38 40,4 40 42,6 Ya 56 59,6 54 57,4
Paritas Primipara 34 36,2 39 41,5 Multipara 60 63,8 55 58,5
jenis persalinan Pervaginam 28 29,8 57 60,6 SC 66 70,2 37 39,4
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
42
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
5.2 Nilai rerata BSE berdasarkan karakteristik ibu menyusui
Tabel 5.2 menunjukan perbedaan nilai rerata BSE berdasarkan usia, pendidikan,
pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas, dan jenis
persalinan. Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB, usia resiko tinggi untuk
melahirkan lebih tinggi yakni 70,00 daripada usia tidak resiko tinggi untuk
melahirkan yakni 57,00. Sebaliknya, ibu menyusui di non RSSIB, usia resiko
tinggi untuk melahirkan yakni 54,00 hampir sebanding dengan usia tidak resiko
tinggi untuk melahirkan yakni 50,00.
Berdasarkan tingkat pendidikan, nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB, tingkat
pendidikan tinggi yakni 57,50. Selanjutnya, ibu menyusui di non RSSIB, tingkat
pendidikan tinggi (minimal SMA) lebih tinggi yakni 56,50 dibandingkan
pendidikan rendah (SD, SMP) yakni 46,50. Berdasarkan pekerjaan, ibu menyusui
di RSSIB yang bekerja memiliki rerata nilai BSE yakni 58,50, hampir sama
dengan tidak bekerja yakni 57,50. Demikian juga ibu menyusui di non RSSIB,
tidak bekerja yakni 50,00 hampir sama dengan bekerja yakni 52,50.
Berdasarkan kebiasaan merokok, nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB,
memiliki kebiasaan merokok yakni 57,00, hampir sama dengan tidak memiliki
kebiasaan merokok yakni 57, 50. Sebaliknya, ibu menyusui di non RSSIB, tidak
memiliki kebiasaan merokok lebih tinggi yakni 50,00 dibandingkan dengan
memiliki kebiasaan merokok yakni 26,00. Berdasarkan pengalaman menyusui,
nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui
sebelumnya lebih tinggi yakni 67,00 dibandingkan dengan tidak memiliki
pengalaman menyusui sebelumnya yakni 55,00. Demikian juga, ibu menyusui di
non RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya lebih tinggi yakni
55,00 dibandingkan dengan tidak memiliki pengalaman sebelumnya yakni 42,00.
Berdasarkan paritas, ibu menyusui di RSSIB, multipara memiliki nilai rerata BSE
lebih tinggi yakni 67,00 daripada primipara yakni 55,00. Demikian juga, ibu
menyusui di non RSSIB, multipara memiliki nilai rerata BSE lebih tinggi yakni
52,50 daripada primipara yakni 44,50. Berdasarkan jenis persalinan, ibu menyusui
di RSSIB dengan jenis persalinan SC memiliki nilai rerata BSE yakni 59,00,
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
43
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
hampir sama dengan pervaginam yakni 57,00. Begitu juga, ibu menyusui di non
RSSIB dengan jenis persalinan SC memiliki nilai rerata BSE yakni 50,00 hampir
sama dengan pervaginam yakni 48,50. Data ini dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Nilai rerata BSE ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas,
dan jenis persalinan di RSSIB dan non RSSIB (n = 188)
Karakteristik Variabel n Median
BSE U Sig usia
RSSIB resiko tinggi 8 70.00 193.00 0.040* tidak resiko tinggi 86 57.00 non RSSIB resiko tinggi 28 54,00 76.450 0.187 tidak resiko tinggi 66 50,00
pendidikan RSSIB pendidikan rendah 0 0 pendidikan tinggi 94 57.50 non RSSIB pendidikan rendah 80 46.50 357.50 0.031* pendidikan tinggi 14 56.50
pekerjaan RSSIB tidak bekerja 24 57.00 726.50 0.323 Bekerja 70 58.50 non RSSIB tidak bekerja 74 50.00 738.00 0.985 Bekerja 20 52.50
kebiasaan merokok RSSIB Tidak 90 57.50 151.00 0.606 Ya 4 57.00 non RSSIB Tidak 91 50.00 44.00 0.044* Ya 3 26.00
pengalaman menyusui RSSIB Tidak 40 55.00 486.00 0.000* Ya 54 67.00 non RSSIB Tidak 38 42.00 639.00 0.001* Ya 56 55.00
kelahiran anak ke RSSIB Primipara 39 55.00 502.00 0.000* Multipara 55 67.00 non RSSIB Primipara 34 44.50 760.50 0.041* Multipara 60 52.50
jenis persalinan RSSIB Pervaginam 57 57.00 958.00 0.453 SC 37 59.00 non RSSIB Pervaginam 28 48.50 862.00 0.608 SC 66 50.00
* tingkat kemaknaan α < 0,05
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
44
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
5.3 Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB
Tabel 5.3 menunjukan perbedaan nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan
non RSSIB. Ibu menyusui di RSSIB memiliki nilai rerata BSE lebih tinggi yakni
57,00 dibandingkan dengan nilai rerata BSE ibu menyusui di non RSSIB yakni
50,00. Terdapat perbedaan secara statistik pada nilai BSE antara ibu menyusui di
RSSIB dan non RSSIB dengan odd ratio (OR) sebesar 13,97; artinya ibu
menyusui di RSSIB mempunyai peluang 14 kali memiliki nilai BSE yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu menyusui di non RSSIB, atau probabilitas ibu
menyusui di RSSIB untuk memiliki nilai BSE tinggi dibandingkan di non RSSIB
sebesar 93 %.
Tabel 5.3 Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB
5.4 Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB berdasarkan
dimensi teknik dan intrapersonal.
Tabel 5.4 menunjukan bahwa nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB lebih tinggi
yakni 57,00 dibandingkan dengan rerata nilai BSE ibu di non RSSIB yakni 50,00.
Berdasarkan dimensi teknik dan intrapersonal, ibu menyusui di RSSIB memiliki
nilai rerata BSE pada dimensi teknik lebih tinggi yakni 37,00 dibandingkan
dengan dimensi teknik ibu menyusui di non RSSIB yakni 33,00. Begitu juga
dimensi intrapersonal lebih tinggi di RSSIB yakni 20,00 dibandingkan dengan
dimensi intrapersonal ibu menyusui di non RSSIB yakni 17,00.
Tabel 5.4 Nilai rerata BSE di RSSIB dan non RSSIB berdasarkan dimensi teknik dan intrapersonal
BSE
Non RSSIB
RSSIB p value
N median (IQR) median (IQR)Teknik 94 33,00(23,00; 36,00) 37,00(35,00; 44,00) 0,000 Intrapersonal 94 17,00(14,00; 20,25) 20,00(20,00; 24,25) 0,000 Total 188 50,00(35,00; 56,25) 57,00(55,00; 68,00) 0,000
BSE OR (95%CI) P value Rendah Tinggi n % n %
RSSIB 4 4,3 90 95,7 13,97 0,000 non RSSIB 36 38,3 58 74,0 (4,72 – 41,31)
Total (n = 188) 40 21,3 148 78,7
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
45
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
5.5 Hasil observasi
Tabel 5.5 Menunjukan hasil observasi RSSIB. Observasi ini meliputi pelaksanaan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) di RSSIB dan non RSSIB.
RSSIB terdapat seluruh aspek (16 aspek) yang dinilai, sebaliknya, non RSSIB
tidak terdapat seluruh aspek, yakni hanya terdapat tiga aspek yang dilihat dalam
observasi. Secara lengkap data hasil observasi dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.5 Observasi berdasarkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) di RSSIB dan non RSSIB
NO Aspek Observasi RSSIB Non RSSIB
1 Larangan memberi makan dan minuman selain ASI kepada BBL
Ya tidak
2 Larangan memberikan dot/ kempeng kepada bayi yang menyusu
ya tidak
3 Larangan memberikan susu formula pada BBL ya tidak
4 Larangan promosi susu formula di RS dan lingkungannya ya ya
5 Memberikan bayi kepada ibu setiap saat bayi menangis ya ya
6 Ibu dan bayi bersama selama 24 jam ya ya
7 Kunjungan berkala oleh kelompok pendukung ASI Ya Tidak
8 Klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam
Ya Tidak
9 Suami mendampingi istri saat melahirkan
Ya Tidak
10 Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin (IMD)
Ya Tidak
11 Mengadakan pelatihan in house training berkala bagi dokter, perawat, dan bidan tentang manajemen laktasi
Ya Tidak
12 Memberikan informasi tentang pentingnya menyusui Ya Tidak
13 Memberikan informasi tentang manfaat ASI Ya Tidak
14 Membantu ibu cara menyusui yang baik dan benar Ya Tidak
15 Tersedia ruangan khusus menyusui di RS Ya Tidak
16 Pendampingan pasien tidak dibatasi selama 24 jam
Ya Tidak
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
46
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
5.6 Faktor yang berhubungan dengan nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan
non RSSIB
Tabel 5.6 menjelaskan seleksi variabel untuk dilakukan uji regresi logistik ganda.
Pada non RSSIB seluruh kandidat yang memenuhi syarat untuk dimasukan
kedalam uji regresi logistik ganda yakni, usia, pekerjaan, pendidikan, kebiasaan
merokok, paritas, pengalaman menyusui, dan jenis persalinan (p= < 0,25). Begitu
juga di RSSIB, seluruh kandidat memenuhi syarat yakni usia, pekerjaan,
pendidikan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, dan jenis
persalinan (p= < 0,25). Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai
berikut:
Tabel 5.6 Seleksi variabel antara karakteristik ibu menyusui dan nilai BSE di RSSIB dan non RSSIB
Variabel P value
RSSIB usia 0.000* pekerjaan 0.000* pendidikan 0.000* Kebiasaan merokok 0.000* paritas 0.099* Pengalaman menyusui 0.14* Jenis persalinan 0.039* Non RSSIB usia 0.023* pekerjaan 0.000* pendidikan 0.000* Kebiasaan merokok 0.000* paritas 0.007* Pengalaman menyusui 0.063* Jenis persalinan 0.000*
*tingkat kemaknaan α < 0,25
Tabel 5.7 menunjukan faktor yang paling berhubungan dengan nilai BSE ibu
menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Faktor yang paling berhubungan dengan
nilai BSE ibu menyusui di RSSIB adalah pengalaman menyusui sebelumnya (p
0,039) dibandingkan dengan paritas (p 0,079). Faktor yang mempengaruhi nilai
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
47
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
BSE ibu menyusui di non RSSIB adalah Pengalaman menyusui sebelumnya (p
0,026) dibandingkan dengan pendidikan (p 0,082) dan paritas (p 0,14).
Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut ditunjukan oleh besarnya odd ratio
(OR). Nilai OR yang paling besar merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap nilai BSE, yakni pengalaman menyusui terhadap nilai BSE ibu menyusui
di RSSIB sebesar 10,74; artinya ibu menyusui di RSSIB yang memiliki
pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 11 kali mempunyai nilai BSE
tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya.
Begitu juga di non RSSIB, nilai OR sebesar 14,46; artinya ibu menyusui di non
RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 14 kali
mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya. Secara lengkap faktor yang mempengaruhi BSE ibu
menyusui di RSSIB dan non RSSIB dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB
Variabel P value OR 90% CI non RSSIB
Pendidikan 0,082 4,59 0,823 – 25,553 Paritas 0,14 5,86 0,54 – 63, 553 Pengalaman menyusui 0,026* 14,46 1,380 – 151, 576 RSSIB Jenis persalinan 0,079 5,22 0,828 – 32, 892 Pengalaman menyusui 0,039* 10,74 1,127 – 102,333
*tingkat kemaknaan α < 0,05
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 48 Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan,
keterbatasan penelitian, dan implikasi keperawatan. Pembahasan interpretasi hasil
penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil dari temuan penelitian dengan
tinjauan pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya. Keterbatasan penelitian
dijelaskan dengan membandingkan proses penelitian setelah dilakukan dengan
kondisi seharusnya dicapai. Sedangkan implikasi keperawatan membahas tentang
dampak penelitian terhadap keperawatan.
6.1 Perbandingan nilai BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB
Hasil penelitian ini mengkonfirmasi berbagai penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa salah satu faktor penting dari ibu tidak memberikan ASI
kepada bayinya adalah keyakinan diri ibu untuk menyusui atau Breastfeeding
Self-Efficacy (BSE) (Entwistle, Kendall, & Mead, 2010). Breastfeeding Self-
Efficacy (BSE) merupakan keyakinan diri ibu terhadap kemampuannya untuk
menyusui bayinya (Dennis & Faux, 1999). BSE merupakan aspek ibu yang sangat
penting dalam menyusui, karena dapat memprediksi keputusan ibu untuk
memberikan ASI kepada bayinya. BSE menentukan ibu untuk memilih menyusui
atau tidak, berapa banyak usaha yang dilakukan ibu untuk menyusui bayinya,
bagaimana pola pikir ibu untuk menyusui bayinya, dan bagaimana ibu
menanggapi secara emosional kesulitan untuk menyusui bayinya (Dennis, 2003).
Penelitian ini melaporkan bahwa terdapat perbedaan rerata nilai BSE ibu
menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Ibu menyusui di RSSIB mempunyai rerata
nilai BSE lebih tinggi dibandingkan non RSSIB. Ibu menyusui di RSSIB
mempunyai peluang 14 kali (93 %) memiliki nilai BSE lebih tinggi dibandingkan
dengan non RSSIB. nilai BSE tersebut membuat ibu di RSSIB lebih kuat dalam
memutuskan untuk menyusui bayinya. Sebaliknya, ibu di non RSSIB lebih besar
kemungkinannya untuk memberikan susu formula. Hal ini didukung oleh Bandura
(1986 dalam Spaulding, 2007) ibu cenderung akan memberikan ASI dibandingkan
dengan susu formula ketika ibu memiliki BSE yang tinggi.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
49
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Hasil penelitian ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa usaha ibu di
RSSIB untuk menyusui tinggi. Sebaliknya, usaha ibu di non RSSIB untuk
menyusui rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bandura bahwa ibu yang
memiliki BSE tinggi cenderung akan menunjukan usaha yang lebih keras daripada
ibu yang memiliki BSE rendah (Spaulding, 2007). Seharusnya ibu menyadari
akan tanggung jawabnya terhadap hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif.
Hal ini diatur dalam PP No. 33 pasal 6 yang menerangkan bahwa setiap ibu yang
melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya.
Secara umum, usaha dan kesiapan ibu untuk memberikan ASI dapat dilihat dari
nilai BSE ibu. Nilai BSE tinggi membuat usaha dan kesiapan ibu untuk
memberikan ASI juga tinggi. Ibu dengan BSE tinggi akan lebih lama menyusui
bayinya termasuk pemberian ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan karena ibu
yang memiliki nilai BSE rendah selalu mengganggap dirinya kurang mampu
menangani situasi saat ini maupun situasi yang akan datang. Sebaliknya, ibu yang
mempunyai nilai BSE tinggi akan tetap menyusui lebih lama daripada ibu dengan
nilai BSE rendah (Britton & Britton, 2008; Kingston, Dennis & Sword, 2007).
Nilai BSE tinggi juga berarti ibu memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi
terhadap lingkungannya. Lingkungan tempat ibu dirawat memberikan dukungan
pada usaha ibu untuk menyusui. Lingkungan di non RSSIB belum memberikan
dukungan sepenuhnya terhadap ibu untuk menyusui bayinya. Sebaliknya, RSSIB
mempunyai tujuan khusus yaitu RS sebagai model dan pembina teknis dalam
keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2009). RSSIB memberikan dukungan yang
penuh terhadap ibu untuk menyusui. Dengan demikian, ibu di RSSIB memiliki
nilai BSE yang tinggi dibandingkan dengan ibu di non RSSIB. BSE tinggi
membuat ibu tidak mudah putus asa, menyerah, bahkan ibu cenderung berusaha
lebih keras dalam mengatasi kesulitan menyusui (Bandura, 1986 dalam
Spaulding, 2007).
Salah satu sumber informasi BSE yakni verbal persuation atau pengaruh verbal.
Bujukan dari pihak yang berpengaruh seperti petugas kesehatan dapat
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
50
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
berkontribusi secara nyata dalam peningkatan BSE (Bandura, 1997 dalam Dennis
2003). Penelitian Khayati (2012) melaporkan bahwa dukungan RS merupkan
faktor yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan manajemen laktasi. Sejauh
ini, evaluasi pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui di RSSIB
belum tersedia informasinya. Akan tetapi, tingginya peluang ibu di RSSIB untuk
mempunyai nilai BSE tinggi dapat dikarenakan, RSSIB telah melaksanakan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui. Sedangkan, non RSSIB belum
melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Hal ini sejalan dengan
telaah Weddig (2011) dari berbagai penelitiannya bahwa RSSIB memberikan
lebih banyak dukungan untuk menyusui.
Secara khusus, jika dilihat dari segi jenis RS. Non RSSIB dalam penelitian ini
merupakan RS Pemerintah. Seharusnya RS Pemerintah lebih mendukung
pelaksanaan program dari Pemerintah itu sendiri. Sebaliknya, RSSIB pada
penelitian ini merupakan RS swasta, kenyataannya lebih mendukung pelaksanaan
program Pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab terhadap tercapainya ASI
eksklusif di Indonesia. Tanggung jawab Pemerintah tersebut diatur dalam PP No.
33 tentang pemberian ASI eksklusif. Secara rinci dalam Bab 2 pasal 3 yang
menjelaskan tanggung jawab Pemerintah tersebut meliputi: menetapkan kebijakan
nasional terkait program pemberian ASI eksklusif. Melaksanakan advokasi dan
sosialisasi program pemberian ASI eksklusif. Memberikan pelatihan dan
menyediakan konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat
sarana umum lainnya. Mengintegrasikan materi mengenai ASI eksklusif pada
kurikulum pendidikan formal dan non formal bagi tenaga kesehatan. Membina
dan mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI eksklusif
di fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, tempat kerja, tempat
sarana umum, dan kegiatan masyarakat.
Dilihat dari segi pendanaan, RS Pemerintah seharusnya memiliki peluang lebih
besar dalam mewujudkan pelaksanaan program. Sebaliknya RS swasta, akan lebih
memiliki keterbatasan dalam pelaksanaan program. Kenyataan ini menunjukan
bahwa komitmen Pemerintah dalam hal pendanaan belum maksimal. Ketentuan
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
51
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
pendanaan program keberhasilan ASI eksklusif diatur dalam PP No. 33 pasal 38.
Pasal tersebut berbunyi: pendanaan program ASI eksklusif dapat bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara, atau sumber lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pemerintah juga harus memperhatikan SDM yang mendukung terhadap
keberhasilan program. Apakah program RSSIB tersebut sudah menyinggung
peran tenaga kesehatan. Kenyataannya, petugas kesehatan juga tidak lepas dari
distributor susu formula. Hal ini bertentangan dengan PP No. 33 pasal 17 yang
menerangkan bahwa, setiap tenaga kesehatan dilarang memberikan susu formula
bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat program ASI eksklusif.
Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan mempromosikan susu formula
bayi dan produk bayi yang dapat menghambat program ASI eksklusif.
Bellamy (1998 dalam Fairbank, 2000) menyatakan bahwa RSSIB memberikan
hasil yang positif terhadap menyusui eksklusif. Hal ini sejalan dengan bunyi PP
No. 33 Pasal 1 tentang ketentuan ASI eksklusif. ASI eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan
dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Pasal 2 tentang
ketentuan tujuan pemberian ASI eksklusif untuk menjamin pemenuhan hak bayi
dalam mendapatkan ASI. Tujuan lainnya untuk memberikan perlindungan kepada
ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya.
Program RSSIB memberikan peningkatan terhadap pencapaian ASI eksklusif.
Pencapaian ASI eksklusif di Iran, Cina, Cili mengalami peningkatan hingga 50 %.
Hal serupa juga sudah dibuktikan di Asia, seperti Taiwan, pencapaian ASI
eksklusif mengalami peningkatan hingga 70 %. Selain itu di Negara maju seperti
Itali, program RSSIB meningkatkan pencapaian ASI eksklusif hingga 91 %.
Pencapaian ASI eksklusif di RSSIB tersebut dapat menggambarkan BSE ibu
tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Bosnjak, Grguric, Stanojevic, Sonick
(2009) menyatakan bahwa BSE mempunyai pengaruh terhadap ASI eksklusif di
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
52
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
RSSIB. Ibu menyusui yang memiliki BSE tinggi dapat meningkatkan menyusui
hingga lebih dari 6 bulan.
Hasil observasi yang dilakukan di RSSIB menunjukan bahwa RSSIB komitmen
melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). Hal ini sesuai
dengan definisi RSSIB yakni rumah sakit Pemerintah atau swasta, umum atau
khusus yang telah melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
(Depkes RI, 2009). Sedangkan di non RSSIB belum sepenuhnya melaksanakan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya
komitmen bersama dalam menjalankan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
di non RSSIB.
Keharusan melaksanakan 10 LMKM diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 33
Pasal 33. Pasal tersebut menerangkan bahwa, penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan harus mendukung keberhasilan program ASI eksklusif dengan
berpedoman pada 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). 10
LMKM tersebut yakni menetapkan kebijakan pemberian ASI. Melakukan
pelatihan petugas terhadap pemberian ASI. Memberikan penjelasan kepada ibu
hamil tentang manfaat menyusui. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam
60 menit setelah melahirkan diruang bersalin (IMD). Membantu ibu memahami
cara menyusui yang baik dan benar. Tidak memberikan makanan atau minuman
selain ASI kepada BBL. Melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui
semau bayi, tidak memberikan dot pada bayi, serta konseling ASI.
Salah satu langkah tersebut yang dilaksanakan oleh program RSSIB yakni
melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Hampir seluruh ibu menyusui di
RSSIB menyatakan bahwa lebih memilih RSSIB sebagai tempat melahirkan
karena ingin melakukan IMD. Sebaliknya, alasan ibu memilih melahirkan di non
RSSIB karena relatif murah (Jampersal). Sayangnya, non RSSIB tidak
sepenuhnya melakukan IMD. Apabila IMD juga dilakukan di non RSSIB maka
ibu tidak hanya bebas dari biaya melahirkan melainkan juga memiliki BSE tinggi.
Pelaksanaan IMD sendiri tertuang dalam PP No. 33 Pasal 9 menjelaskan bahwa
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
53
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD
terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam.
Inisiasi Menyusu Dini dilakukan dengan cara meletakan bayi secara tengkurap di
dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. Pasal 10
menerangkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan atau rawat
gabung, kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan awal menuju keberhasilan menyusui
eksklusif. IMD dapat membuat ibu yakin untuk menyusui. Hal ini dibuktikan oleh
hasil penelitian Fikawati & Syafiq (2010) melaporkan bahwa, faktor penting yang
menyebabkan terjadinya kegagalan ASI eksklusif karena ibu tidak difasilitasi
melakukan IMD. Menurut telaah Weddig (2011) IMD dapat meningkatkan
keyakinan ibu untuk tetap menyusui setelah dari RS. Segera menyusui paska
melahirkan dapat meningkatkan kesuksesan ASI eksklusif (Righard & Alade,
1990 dalam Weddig, 2011).
Hal yang menguatkan lainnya dari RSSIB yakni tidak memberikan dot/kempeng
kepada bayi yang menyusu. Sebaliknya, non RSSIB, ibu mempunyai kesempatan
yang luas untuk memberikan dot. Sikap tegas melarang ibu memberikan dot atau
kempeng pada bayinya mengharuskan ibu untuk menyusui bayinya. Dengan
demikian ibu yakin untuk tetap menyusui. Hal ini sejalan dengan telaah Weddig
(2011) bayi baru lahir yang hanya diberikan ASI sejak dilahirkan (rumah sakit)
mempunyai rerata waktu lebih lama menyusu (ASI eksklusif). Lebih lanjut,
menurut Weddig (2011) penggunaan dot atau kempeng sejak di RS menunjukan
hubungan yang negatif terhadap hasil menyusui dan dapat mengurangi produksi
ASI.
Kenyataan yang menarik lainnya dari RSSIB adalah menyediakan klinik laktasi
dengan konselor menyusui yang siap 24 jam. Sedangkan di non RSSIB tidak
tersedia klinik laktasi. Pentingnya konselor laktasi dikuatkan oleh hasil penelitian
Ekstrom et al (2005) melaporkan bahwa konseling dari petugas kesehatan dapat
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
54
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
memberikan kepuasan bagi klien. Lebih lanjut, Ekstrom et al (2005) juga
melaporkan bahwa konseling laktasi yang dilaksanakan secara konsisten
memberikan sikap yang positif bagi ibu menyusui. Konselor laktasi dapat
meningkatkan BSE ibu (Ekstrom et al, 2005). Konselor laktasi memberikan sikap
positif bagi ibu untuk yakin dan mempertahankan menyusui, karena masalah yang
timbul selama proses menyusui cepat mendapatkan solusi. Dengan demikian, nilai
BSE ibu menyusui di RSSIB lebih tinggi dibandingkan dengan non RSSIB.
Selain hal tersebut diatas, RSSIB tidak memberikan susu formula pada bayi baru
lahir. Sedangkan non RSSIB memberikan susu formula pada bayi baru lahir. Hal
ini menguatkan bahwa BSE ibu menyusui di RSSIB tinggi. Menurut Weddig
(2011), Bayi baru lahir yang hanya diberikan ASI sejak di RS mempunyai
peluang lebih besar untuk berhasil ASI eksklusif. Kenyataannya, RSSIB
menempatkan ASI sebagai keharusan bagi ibu dan susu formula sebagai pilihan
terakhir bagi ibu. Tidak menyediakan alat atau sarana untuk memberikan susu
formula pada bayi. Secara tidak langsung, RSSIB tidak memberikan kesempatan
ibu untuk tidak yakin terhadap kemampuannya dalam menyusui.
Hal ini juga diatur dalam PP No. 33 pasal 17, setiap tenaga kesehatan dilarang
memberikan susu formula bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat
program ASI eksklusif. Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan
mempromosikan susu formula bayi dan produk bayi yang dapat menghambat
program ASI eksklusif. Lebih lanjut, pasal 18, penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan dilarang memberikan susu formula atau produk bayi lainnya kepada ibu
bayi. Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan mempromosikan susu
formula bayi dan produk bayi yang dapat menghambat program ASI eksklusif.
Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menyediakan pelayanan
dibidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor susu
formula.
Kenyataan selanjutnya yakni, RSSIB memberikan informasi tentang manfaat ASI
dan cara mengatasi kesulitan menyusui. Termasuk penatalaksanaannya dimulai
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
55
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
sejak masa kehamilan, masa bayi baru lahir sampai umur dua tahun. Sedangkan
hal ini tidak didapati di non RSSIB. Pemberian informasi kepada ibu menyusui
secara baik dan waktu yang tepat dapat membantu ibu menerima informasi yang
diberikan dengan baik pula. Penelitian Mardiana (2000) melaporkan bahwa ibu
menyusui yang diberikan informasi tentang manfaat ASI memiliki peluang 1,5
kali lebih baik untuk menyusui dibandingkan dengan tidak diberikan informasi.
Abba, Konnick, & Hamelin (2008) menyatakan bahwa keputusan ibu untuk
menyusui secara eksklusif dipengaruhi oleh informasi yang diberikan petugas
kesehatan.
Kewajiban memberikan informasi tersebut diatur dalam PP No. 33 Pasal 13 ayat
1. Menjelaskan bahwa, tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan, wajib memberikan informasi dan edukasi ASI eksklusif kepada ibu dan
anggota keluarga sejak pemeriksaan kehamilan, sampai dengan periode pemberian
ASI eksklusif selesai. Pasal 13 ayat 2, informasi tersebut minimal mencangkup
keuntungan dan keunggulan pemberian ASI. Gizi ibu, persiapan dan
mempertahankan menyusui. Akibat negatif dari pemberian makanan botol secara
parsial terhadap pemberian ASI. Kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak
memberikan ASI. pasal 13 ayat 3, pemberian informasi dapat dilakukan melalui
penyuluhan, konseling, dan pendampingan. Pasal 13 ayat 4, pemberian informasi
dan edukasi dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB
Tingginya peluang ibu menyusui di RSSIB untuk memiliki nilai BSE yang tinggi
telah diuraikan. Penelitian ini berhasil menemukan juga faktor yang paling
berpengaruh terhadap nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Ibu
menyusui di RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang
11 kali mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak mempunyai
pengalaman menyusui sebelumnya. Ibu menyusui di non RSSIB yang memiliki
pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 14 kali mempunyai nilai BSE
tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
56
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Menurut Bandura (1999 dalam Dennis, 2003) menyatakan bahwa BSE dapat
dipengaruhi oleh pengalaman menyusui sebelumnya, pengalaman menyusui orang
lain, persuasi verbal, dan terakhir yakni respon fisiologis. Menurut Bandura (1997
dalam Spaulding 2007) pengalaman keberhasilan menyusui sebelumnya menjadi
faktor penting dalam BSE dan tidak adanya pengalaman menyusui dapat menjadi
sumber yang mempengaruhi BSE.
Hasil Penelitian ini menguatkan konsep bahwa pengalaman menyusui sebelumnya
mempunyai pengaruh terhadap nilai BSE. Penelitian ini melaporkan bahwa
pengalaman menyusui sebelumnya merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Hasil penelitian ini
tidak didukung oleh hasil penelitian Wardani (2012) yang melaporkan bahwa nilai
BSE ibu primigravida tinggi. Ibu primigravida merupakan ibu yang belum
mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya. Sebaliknya, pada penelitian ini
sebagian besar adalah ibu multipara dengan pengalaman menyusui sebelumnya.
Hasil penelitian ini tidak lepas dari karakteristik ibu menyusui. Faktor yang
diperoleh pada penelitian ini belum tentu sama jika dilakukan pada ibu
primigravida.
Hal ini dikuatkan oleh penelitian oleh Baghurst et al (2006) pada 317 ibu
primipara, usia kehamilan 37 minggu. Baghurst et al (2006) melaporkan bahwa
faktor yang mempengaruhi BSE ibu adalah RS tempat ibu melakukan
pemeriksaan antenatal sampai dengan melahirkan. Hal ini menunjukan fakta
bahwa RSSIB juga menentukan BSE ibu, selain pengalaman menyusui
sebelumnya. Setiap ibu percaya bahwa pada prinsipnya pengalaman menyusui
sebelumnya penting menjadi dasar menyusui selanjutnya. Akan tetapi, tidak
semua ibu mempunyai pengalaman menyusui yang menyenangkan.
Pengalaman merupakan kejadian yang pernah dialami, dijalani, dan dirasai baik
yang sudah lama atau baru saja terjadi (Yanto, 2010). Pengalaman dapat terjadi
pada setiap orang, baik pengalaman menyedihkan, menggembirakan, dan
membanggakan. Ibu yang berhasil menyusui sebelumnya memiliki pengalaman
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
57
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
yang menggembirakan dan membanggakan. Akan tetapi, ibu yang tidak berhasil
menyusui sebelumnya memiliki pengalaman yang menyedihkan.
Pengalaman yang menggembirakan dan membanggakan akan menjadikan ibu
gembira dan bangga untuk menjalani kegiatan menyusui. Sebaliknya, pengalaman
menyedihkan menjadikan ibu sedih, pilu, dan menyusahkan hati untuk menjalani
kegiatan menyusui. Pengalaman menyedihkan atau menggembirakan dapat
dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan dapat mengubah sudut pandang
seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang
merasakannya dan menerimannya. Program RSSIB memberikan ibu lingkungan
yang mendukung penuh untuk menyusui. Ibu yang memiliki pengalaman
menyedihkan dalam menyusui sebelumnya akan dibantu untuk berhasil menyusui
saat ini. Ibu yang memiliki pengalaman berhasil menyusui sebelumnya akan
semakin semangat untuk menyusui saat ini. Sebaliknya, ibu di non RSSIB
berjalan apa adanya sesuai pengalaman menyusui masing-masing.
Selain pengalaman menyusui sebelumnya, faktor yang mempengaruhi BSE ibu
menyusui di RSSIB yakni jenis persalinan. Akan tetapi, jenis persalinan ini di non
RSSIB tidak mempengaruhi BSE. Nilai rerata BSE ibu yang melahirkan
pervaginam hampir sama dengan yang melahirkan dengan bedah sesar. Ibu di
RSSIB mayoritas melahirkan pervaginam, sedangkan ibu di non RSSIB mayoritas
melahirkan dengan bedah sesar. Hal ini dikarenakan ibu di non RSSIB merupakan
rujukan dari berbagai pelayanan kesehatan di Jakarta. Ibu di non RSSIB rerata
datang hanya untuk melahirkan dan tidak dimulai dari kunjungan antenatal.
Berbeda dengan ibu di RSSIB yang rerata melakukan kunjungan antenatal sampai
melahirkan. Dennis (2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai BSE
berdasarkan jenis persalinan. Ibu yang melahirkan dengan bedah sesar memiliki
nilai BSE lebih rendah dibandingkan ibu yang melahirkan pervaginam. Menurut
telaah Spaulding (2007) menyatakan bahwa ibu yang melahirkan dengan bedah
sesar memiliki nilai BSE lebih rendah dibandingkan pervaginam. Ibu yang
melahirkan dengan bedah sesar lebih ketergantungan secara fisik dan psikologis
dibanding dengan pervaginam.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
58
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
Hasil penelitian ini juga menunjukan tingkat pendidikan memiliki pengaruh
terhadap nilai BSE ibu di non RSSIB. Nilai rerata BSE ibu pendidikan tinggi lebih
tinggi dibandingkan dengan pendidikan rendah. Hal ini dapat dikarenakan
mayoritas ibu di non RSSIB adalah pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan
telaah Spaulding (2007) terhadap beberapa penelitian bahwa ibu dengan
pendidikan tinggi mempunyai nilai BSE yang tinggi. Dennis (2002) melaporkan
bahwa ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki nilai BSE tinggi. Hal serupa
juga dilaporkan pada penelitian ini, bahwa ibu dengan pendidikan tinggi
mempunyai nilai BSE lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan rendah.
Ibu dengan pendidikan tinggi saat ini lebih mudah untuk mencari informasi
tentang menyusui. Ibu lebih cerdas dalam memutuskan yang terbaik bagi bayinya.
Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih cerdas menyikapi berbagai promosi susu
formula. Kondisi saat ini di Indonesia adalah semakin tinggi tingkat ekonomi
maka semakin mudah untuk memperoleh pendidikan tinggi. Sebaliknya,
masyarakat dengan kondisi ekonomi rendah lebih memiliki keterbatasan untuk
memperoleh pendidikan yang tinggi.
Ibu yang berpendidikan rendah cenderung lebih mudah mempercayai informasi
promosi susu formula. Ibu menganggap bahwa anak mereka akan pintar dan lebih
terlihat sehat jika diberikan susu formula. Ibu akan lebih yakin dan bangga dapat
memberikan susu formula. Ibu akan berusaha semampu mungkin membeli susu
formula untuk diberikan kepada bayinya. Hal ini juga yang mengakibatkan BSE
ibu rendah. Hal ini sejalan dengan hasil studi kualitatif tentang praktik
keberhasilan dan kegagalan ASI eksklusif di Jakarta 2009. Hasil tersebut
menunjukan bahwa, yang sering menjadi korban iklan susu dan kampanye susu
seperti bingkisan produk tertentu dari RS adalah ibu-ibu berpendidikan rendah
(Fikawati & Syafiq, 2010).
Hasil penelitian ini juga menunjukan paritas mempunyai pengaruh terhadap nilai
BSE ibu di non RSSIB. Sebaliknya paritas tidak mempunyai pengaruh terhadap
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
59
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
nilai BSE ibu di RSSIB. Penelitian ini menunjukan bahwa ibu multipara memiliki
nilai BSE lebih tinggi dibandingkan dengan ibu primipara. Hal ini dapat
dikarenakan, ibu pada penelitian ini yang multipara lebih banyak dibandingkan
dengan ibu yang primipara. Hal ini juga diperkuat oleh telaah Blyth et al, (2002)
dari berbagai penelitian, bahwa ibu multipara memiliki nilai BSE lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu primipara. Paritas adalah jumlah janin dengan berat
badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup atau
mati (Siswosudarmo, 2008). Dengan demikian ibu multipara belum tentu
memiliki pengalaman menyusui sebelumnya.
Usia ibu pada penelitian menunjukan tidak ada hubungan terhadap nilai BSE.
Penelitian ini menunjukan bahwa ibu usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun memiliki nilai BSE lebih tinggi dibandingkan ibu usia 20 tahun sampai 35
tahun. Hal ini dapat dikarenakan ibu pada penelitian ini mayoritas usia 20 tahun
sampai 35 tahun. Menurut Spaulding (2007) usia ibu yang lebih tua sering
mempunyai hubungan dengan lamanya waktu ibu menyusui bayinya. Hal ini
didukung penelitian oleh Dennis (2003) pada 491 ibu post partum satu minggu,
mendapatkan hasil tidak ada pengaruh usia ibu terhadap nilai BSE.
Usia juga tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai BSE pada beberapa
penelitian, seperti penelitian pada ibu menyusui di Kanada dengan umur rerata 29
tahun, rentang umur 18 tahun sampai dengan 44 tahun (Dennis, 2002 dalam
Spaulding 2007). Penelitian lainnya yakni pada ibu menyusui di Australia dengan
umur rerata 28,5 tahun, rentang umur 18 tahun sampai dengan 41 tahun (Blyth et
al, 2002). Sebaliknya, penelitian lainnya melaporkan bahwa usia mempunyai
pengaruh yang signifikan. Penelitian pada ibu menyusui di Perancis, dengan umur
rerata 28 tahun, rentang umur 17 tahun sampai dengan 42 tahun (Spaulding,
2007).
Selain usia, pekerjaan ibu juga tidak mempunyai hubungan terhadap nilai BSE ibu
pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan
nilai BSE antara ibu bekerja dan tidak bekerja. Penelitian ini melaporkan bahwa
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
60
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
ibu yang tidak bekerja memiliki nilai BSE yang hampir sama dengan ibu yang
bekerja. Hal ini tidak sejalan dengan telaah Spaulding (2007) terhadap beberapa
penelitian bahwa ibu yang bekerja mempunyai efek negatif terhadap hasil
menyusui. Hal ini dapat dikarenakan ibu yang bekerja lebih fokus untuk menyusui
selama masa cuti dari bekerja (Spaulding, 2007). Ibu yang bekerja rerata memiliki
waktu cuti hamil dan melahirkan. Ibu mempunyai waktu untuk mempersiapkan
diri supaya tetap menyusui (Spaulding, 2007).
Penelitian lain yang mendukung yakni penelitian oleh Roe et al (1999, dalam
Spaulding 2007) melaporkan bahwa keputusan untuk menyusui semakin terbentuk
sejalan dengan keputusan untuk kembali bekerja. Ibu yang bekerja diluar rumah
akan lebih berpengaruh jika ibu memutuskan untuk lebih awal kembali bekerja.
Kondisi tersebut dapat terjadi pada pada penelitian ini, karena rerata ibu yang
bekerja adalah bekerja diluar rumah, rerata memiliki cuti hamil dan melahirkan
kurang lebih selama tiga bulan.
Ibu yang bekerja dalam memberikan ASI eksklusif didikung oleh Pemerintah. Hal
ini dijelaskan dalam PP No. 33 pasal 30 yakni ayat 1 berbunyi: tempat kerja dan
penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI eksklusif.
Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus
menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah ASI sesuai dengan
kondisi kemampuan perusahaan.
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa kebiasaan merokok tidak mempunyai
hubungan dengan nilai BSE ibu. Hal ini dapat dikarenakan mayoritas ibu pada
penelitian ini tidak memiliki kebiasaan merokok. Hal ini bertolak belakang
dengan hasil penelitian Dennis (2002) melaporkan bahwa kebiasaan merokok
mempunyai pengaruh terhadap BSE ibu menyusui. Masyarakat Indonesia masih
memegang teguh adat timur, sehingga bagi sebagian masyarakat Indonesia
merokok bagi perempuan adalah hal yang tidak umum. Berbeda dengan
masyarakat di negara barat yang menganggap merokok bagi perempuan adalah
hal yang umum.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
61
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
6.3 Keterbatasan penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain terkait tempat penelitian dan
pelaksanaan observasi terhadap 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
(LMKM). Kesulitan dalam menentukan RS yang akan dijadikan tempat
penelitian, karena setiap RS cenderung mengaku sebagai RSSIB. Pemilihan RS
sebagai RS pembanding pada penelitian ini merupakan RS tempat rujukan dari
berbagai pelayanan kesehatan di Jakarta. Terdapat perbedaan karakteristik ibu
menyusui, sebagai contoh pada tingkat pendidikan, mayoritas ibu di non RSSIB
adalah pendidikan rendah (SD dan SMP). Semua ibu di RSSIB berpendidikan
tinggi (SMA dan perguruan tinggi). Pada jenis persalinan, ibu di RSSIB mayoritas
melahirkan pervaginam, sedangkan ibu di non RSSIB mayoritas persalinan
dengan bedah sesar. Mayoritas ibu adalah multipara yang memiliki pengalaman
menyusui sebelumnya.
Keterbatasan lainnya yakni tidak melakukan uji homogenitas atau kesetaraan
tempat penelitian. Peneliti hanya melihat bahwa kedua RS memberikan pelayanan
maternal dan neonatal. Selain itu, instrumen yang digunakan tidak dilakukan uji
validitas dan reliabilitas ulang. Karena instrumen yang digunakan sudah pernah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya dengan nilai 0,872.
Keterbatasan yang lain pada penelitian ini yakni tidak dapat melakukan observasi
secara menyeluruh terkait 10 LMKM khususnya pada kunjungan berkala oleh
kelompok pendukung ASI. Hal ini dikarenakan pelaksanan kunjungan tersebut
tidak terjadwal dan sewaktu-waktu dilaksanakan.
6.4 Implikasi Keperawatan
Penelitian ini memperkuat pentingnya peran RSSIB terhadap keberhasilan
menyusui terutama dengan keyakinan diri ibu untuk menyusui bayinya (BSE).
Keyakinan diri ibu untuk menyusui bayinya bukan menjadi satu-satunya faktor
yang berpengaruh terhadap penurunan ASI eksklusif di Indonesia. Akan tetapi,
peningkatan BSE menjadi salah satu cara untuk menekan penurunan ASI
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
62
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
eksklusif di Indonesia. Oleh karena itu, merupakan hal penting RS menjadi
RSSIB yang melaksanakan program pemerintah dan mendukung 10 LMKM.
Program RSSIB melalui 10 LMKM, jika dilaksanakan dengan optimal maka
tujuan MDGs 2015 yakni pencapaian target 80 % ASI eksklusif dapat terwujud.
Hal ini tidak lepas dari peran tenaga kesehatan seperti perawat, dokter dan bidan.
Dengan demikian ketentuan tugas untuk setiap profesi dalam melaksanakan 10
LMKM sangat diperlukan. Khususnya perawat yang area terbesar pengabdiannya
adalah di RS. Perawat akan optimal dalam memberikan asuhan keperawatan, jika
RS tempat perawat melaksanakan tugasnya mendukung dan tegas terhadap
pelaksanaan program RSSIB melalui pelaksanaan 10 LMKM.
Perawat dapat menjadi konselor laktasi untuk meningkatkan BSE ibu. Perawat
dapat memberikan pendidikan kesehatan terkait ASI sejak ibu melakukan
kunjungan antenatal di RS. Dengan demikian ibu mampu memutuskan untuk
memberikan ASI sebelum ibu melahirkan. Perawat dapat meningkatkan
keterampilan ibu dalam menyusui secara baik dan benar, sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan BSE ibu.
Perawat intranatal dapat meningkatkan BSE ibu melalui pelaksanaan IMD.
Perawat dapat menjadi komando sekaligus pelaksana dalam melakukan IMD bagi
ibu dan bayi baru lahir. Perawat dapat memberikan pendampingan selama proses
IMD. Dengan demikian ibu memiliki BSE tinggi.
Perawat yang bekerja di Puskesmas dapat menggerakan program konseling dan posyandu bagi ibu hamil untuk meningkatkan BSE ibu. Konseling dapat dilakukan melalui kunjungan rumah pada ibu hamil sampai melahirkan. Perawat juga harus melakukan pendampingan bagi ibu yang primigravida atau primipara
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 63 Universitas Indonesia
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Penelitian ini menunjukan bahwa, ibu menyusui di RSSIB mempunyai nilai rerata
BSE yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu menyusui di non RSSIB. Nilai
BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB dengan odd ratio (OR) sebesar
13,97; artinya ibu menyusui di RSSIB mempunyai kemungkinan 14 kali (93 %)
memiliki nilai BSE yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu menyusui di non
RSSIB.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukan bahwa beberapa faktor yang
berhubungan terhadap nilai BSE ibu di RSSIB adalah pengalaman menyusui
sebelumnya dan jenis persalinan. Beberapa faktor yang berhubungan terhadap
nilai BSE ibu di non RSSIB adalah pengalaman menyusui sebelumnya,
pendidikan, dan paritas.
Beberapa faktor yang tidak berhubungan terhadap nilai BSE ibu di RSSIB adalah
usia, pekerjaan, paritas, tingkat pendidikan, dan kebiasaan merokok. Beberapa
faktor yang tidak berhubungan dengan nilai BSE ibu di non RSSIB adalah usia,
pekerjaan, kebiasaan merokok, dan jenis persalinan.
Nilai BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB berhubungan secara signifikan dengan
pengalaman menyusui sebelumnya. Pengalaman menyusui sebelumnya terhadap
nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dengan OR sebesar 10,74; artinya ibu menyusui
di RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 11 kali
mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya. Begitu juga di non RSSIB, nilai OR sebesar 14,46; artinya
ibu menyusui di non RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya
berpeluang 14 kali mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak
mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
64
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
7.2 Saran
7.2.1. Pelayanan kesehatan
Rumah Sakit terutama yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan anak
seharusnya menjadi RSSIB. Rumah sakit harus melaksanakan 10 LMKM.
Pelayanan kesehatan seharusnya melakukan tindak lanjut dengan melakukan
identifikasi terhadap BSE ibu dimulai sejak awal kehamilan. Pelayanan kesehatan
seharusnya dapat memberikan pembinaan kepada ibu yang memiliki BSE rendah.
Pembinaan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan konseling ASI,
sehingga ibu memiliki pengetahuan dan pemahaman. Dengan demikian ibu yakin
untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Selain itu, penilaian atau evaluasi RSSIB harus dilakukan. Rumah sakit
seharusnya memiliki kriteria evaluasi untuk mengevaluasi RSSIB. Dengan
demikian masyarakat dapat diberikan pedoman dan mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan pedoman tersebut.
Mengingat BSE merupakan aspek yang penting bagi ibu untuk memberikan ASI
kepada bayinya, maka merupakan hal penting bagi kelompok pendukung ASI
untuk lebih memperhatikan faktor BSE dalam memberikan pendampingan bagi
ibu untuk menyusui bayinya.
Pemerintah dan Kementrian Kesehatan diharapkan tidak hanya membuat program
tetapi juga tindak lanjut dari pelaksanaan program. Pada akhirnya terbentuklah
evaluasi program RSSIB. BSE dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi
efektifitas program RSSIB terhadap keberhasilan menyusui. Pemerintah juga
harus memperhatikan faktor predisposisi yang dapat menurunkan cakupan ASI
eksklusif di Indonesia. Keyakinan diri ibu untuk menyusui bayinya (BSE) patut
diperhatikan dan ditindaklanjuti, sehingga program keberhasilan menyusui
memberikan peningkatan terhadap ASI eksklusif.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
65
Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013 Universitas Indonesia
7.2.2. Pengembangan ilmu
Institusi pendidikan kesehatan formal atau non formal sudah seharusnya
memasukan aspek terkait BSE dalam materi manajemen laktasi. Dengan demikian
calon tenaga kesehatan akan terpapar dengan aspek BSE dan kaitannya dengan
ASI eksklusif. Hal ini akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang akan
diberikannya kepada masyarakat.
7.2.3. Metodologi
Penelitian ini menguji hipotesa, untuk selanjutnya diperlukan penelitian lain yang
bertujuan menyelesaikan masalah. Khususnya masalah rendahnya pencapaian ASI
eksklusif di Indonesia. Penelitian eksperimental dapat meneliti berbagai intervensi
untuk meningkatkan pencapaian ASI eksklusif dengan melibatkan aspek BSE ibu.
Penelitian yang menghubungkan dampak BSE terutama pada masyarakat yang
mempunyai keterbatasan baik sosial, ekonomi, dan pendidikan. Penelitian lainnya
yang menguji dampak RSSIB terhadap pencapaian ASI eksklusif.
Penelitian yang perlu dilakukan lagi untuk menguji validitas dan reliabilitas
instrumen BSE versi bahasa Indonesia pada berbagai latar belakang responden.
Penelitian yang bertujuan mengembangkan dan menguji coba instrumen yang
menilai atau mengevaluasi RSSIB. Perlu juga dilakukan penelitian untuk menguji
pengaruh tiap item pada 10 langkah menuju keberhasilan menyusui pada BSE.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 66 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abba, A. M., Konnick, M. M., & Hamelin, A. M. (2010). Aqualitative study of
the promotion of exclusive breastfeeding by health professionals in niamy,
Niger. International BreastfeedingJjournal, 5 (8), 1-7.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Baghurst, P., Pincombe, J., Peat, B., Henderson, A., Reddin, E., Antoniou, G.
(2006). Breastfeeding self-efficacy and other determinants of the duration
of breastfeeding in a cohort of first-time mothers in Adelaide Australia.
Midwifery, 23, 382-391
Blyth, R., Creedy, D. K., Dennis, C. L., Moyle, W., Pratt, J., De Vries, S., M.
(2002). Effect of maternal confidence on breastfeeding duration: An
aplication of breastfeeding self-efficacy theory. BRITH, 29, 278-284.
Bosnjk, A. P., Grgurick, J., Stanojevic, M., Sonicki, Z. (2009). Influence of
sosiodemographic and psychosocial characteristics on breastfeeding
duration of mothers attending breastfeeding support groups. Journal of
Perinatal Medicine, 37, 185-192.
Britton, J., & H. Britton. (2008). Maternal self-concept and breastfeeding. Journal
of Human Lactation, 24, 431-438.
Dahlan, S. P. (2010). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Dennis, C. L. (2002). The breastfeeding self-efficacy scale: psychometric
assessment of the short form. JOGNN, 32, 734-744.
Dennis, C. L. (2003). The breastfeeding self-efficacy scale: psychometric
assessment of the short form. JOGNN, 6, 734-744.
Dennis, C. L., & Faux, S. (1999). Development and psychometric testing of the
breastfeeding self-efficacy scale. Res Nurs Health, 22, 399-409.
Depkes RI. (2001). Panduan manajemen laktasi. Retrieved form
http:www.depkes.go.id/2001/panduan-manajemen-laktasi. diunduh pada
tanggal 05 September 2012 pukul 14:15
Depkes RI. (2008). Alasan tidak menyusui. Retrieved form
http:www.depkes.go.id/2008/Alasan-tidak-menyusui. diunduh pada
tanggal 05 September 2012 pukul 14:15
Depkes RI. (2009). Pedoman pelaksanaan program rumah sakit sayang ibu dan
bayi. Retrieved form http:/www.depkes.go.id/2009/Pedoman-pelaksanaan-
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
67
Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 Universitas Indonesia
Program rumah sakit sayang ibu dan bayi. diunduh pada tanggal 05
September 2012 pukul 14:15
Depkes RI. (2010). Laporan tahunan pencapaian indikator kegiatan pembinaan
gizi. Retrived form http://www.depkes.go.id/2010/laptah-2010. diunduh
pada tanggal 05 September 2012 pukul 14:20
Depkes RI. (2012). Manfaat ASI. Retrived form
http://www.depkes.go.id/2012/manfaat Asi. diunduh pada tanggal 05
September 2012 pukul 14:15
Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Panduan
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Ektrom, K. M. C., Zandoh, M. A., Quiqley, S. A., Etego, S. O., Agyei, B. R., &
Kirkwood. (2006). Delayed breastfeeding initiation increases risk of
neonatal mortality. Journal of the American pediatrics, 33, 353-359.
Entwistle, F., Kendall, S., & Mead, M. (2010). Breastfeeding support – the
importance of self-efficacy for low-income women. Maternal & Child
Nutrition. 6, 228-242
Ertem, I. O., Votto, N., Leventhal, J. M. (2002). The timing and predictorsbof the
early termination of breastfeeding. Pediatrics, 107, 543-8.
Fairbank, L., O’Meara, S., Renfrew, M. J., Woolridge, M., Sowden, A. J., Lister-
Sharp, D. (2000). A systematic review to breastfeeding health technology
assessment, 4, 1-171.
Fikawati, S., Syafiq, A. (2010). Kajian implementasi dan kebijakan air susu ibu
ekslusif dan inisiasi menyusui dini di Indonesia. Makara Kesehatan, 14,
17-24.
Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Ilmu kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Hediger M.L., Overpeck M.D., Ruan W.J. & Troendle J.F. (2000) Early infant
feeding and growth status of US-born infants and children aged 4–71
months: analyses from the third National Health and Nutrition
Examination Survey, 1988–1994. American Journal of Clinical Nutrition,
72, 159–167
Kementerian Kesehatan RI. (2009). Pedoman pelaksanaan program rumah sakit
sayang ibu dan bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Departemen Kesehatan RI
Kennel, J., & McGrath, S., (2005). Starting the process of mother-infant bonding.
Acta Paediatrica, 94, 775-778.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
68
Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 Universitas Indonesia
Khayati, M. (2012). Pelaksanaan manajemen laktasi oleh perawat di rumah sakit
di jawa tengah dan faktor yang mempengaruhinya. Tesis. FIK UI. Depok:
tidak dipublikasikan
Kingston, D., Dennis, C., & Sword, W. (2007). Exploring breastfeeding self-
efficacy. The Journal of Perinatal and Neonatal Nursing, 21, 207-215.
Kramer, M. S., & Kakuma, R.(2002). Optimal duration of exclusive
breastfeeding. Cochrane Database of Systematic Reviews
Lee, E. (2008). Living with risk in the age of intensive motherhood: Maternal
identity and infant feeding. Health Risk and Society, 10, 467-477.
Lima, A. A., Moore, S. R., barboza, M. S. Jr., Soares, A. M., Schleupner, M. A.,
Newman, R. D., et al. (2000). Persistent diarrhea signals a critical period
of increased diarrhea burdens and nutritional shortfalls: A prospective
cohort study among children in northeastern Brazil. The Journal of
Infectious Diseases, 181, 1643-1651.
Loiselle, C. G., Profetto-McGrath, J., Polit, D. F., & beck, C. T. (2004). Canadian
essential of nursing research. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
Mardiana. (2000). Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian
informasi tentang ASI dengan perilaku ibu dalam proses menyusui.
Laporan penelitian. UI. Jakarta: Tidak dipublikasikan
McQueen, K. A., Dennis, C. L., Stremler, R., & Norman, C. D. (2010). A pilot
randomized controlled trialed trial of a breastfeeding self-efficacy
intervention with primiparaus mothers. JOGNN, 40, 35-46
Menkokesra, (2012). Perbaikan gizi kunci utama penekanan angka kematian bayi
dan balita. Retrieved form http//www. menkokesra.go.id. diunduh pada
tanggal 05 September 2012 pukul 13:45
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif.
Perry, S. E., Hockenberry, M. J., Lowdermilk, D. L., & Wilson, D. (2010).
Maternal Child Nursing Care. St. Louis, Missoury: Mosby Elseiver.
Phillips, F. K. (2011). First – time breastfeeding mothers: perceptions and lived
experiences with breastfeeding. International Journal of childbirth
education, 28, 3, 17-20.
Pintrich, P. R., & Schunk, D. H. (2002). Motivation in education; theory,
research, and applications. Englewoodcliffs NJ: Merrill/Prentice-Hall
Powers, N.G., Bloom, B., Peabody, J., Clark, R. (2003). Site of care influences
breastmilk feedings at NICU discharge. Journal of Perinatology, 23 (1),
10-13.
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
69
Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 Universitas Indonesia
Pramudiarja, U. (2011). Daftar rumah sakit sayng ibu dan bayi. Retrieved from
http://detikhealth.com. diunduh tanggal 22 September 2012 pukul 07:07
Riskesdas. (2010). Laporan riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian kesehatan RI.
Scott, J.A., Landers, M.C., Hughes, R.M., Binns, C.W., 2001. Factors associated
with breastfeeding at discharge and duration of breastfeeding. Journal of
Paediatrics and Child Health, 37 (3), 254-261.
Sirkorski, J., Renefrew, M. J., Pindoria, S., Wade, A. (2003). Support for
breastfeeding mothers. Cochrane Review: Oxford: Update Sofware.
Siswosudarmo. (2008). Pengertian paritas. Retrieved form
www.psychologymania.com. diunduh tanggal 14 Januari 2012 pukul
13:00
Spaulding, D. M. (2007). Breastfeeding self-efficacy in women of african descent.
Proquest Dissertations and Theses.
Spaulding, D. M., Dennis, C. L. (2010). Psychometric testing of breastfeeding
self-efficacy scale-short form in a sample of black women in the United
States. Research in Nursing & Health, 33, 111-119.
United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2002). Facts for life. New York:
Author
Wardani, M. A. (2012). Gambaran tingkat self-efficacy untuk menyusui pada ibu
primigravida. Skripsi. FIK UI. Depok: Tidak dipublikasikan
Weedig, J. (2011). Improving breastfeeding initiation practices of registered
nurses through online theory-based education. Proquest Dissertations and
Theses.
WHO. (2001). The optimal durations of exclusif breastfeeding. New york:
Nutrition
WHO. (2002). The optimal duration of exclusive breastfeeding- A systematic
Review. Geneva: WHO
Wong, D. L. (2001). Pedoman klinis: keperawatan pediatrik (4th ed). Jakarta:
EGC
Woolfolk, A. E. (2004). Educational Psychology. USA: Allyn & Bacon
Yanto, D. (2010). Kamus bahasa Indonesia. Jakarta: Undya Pustaka
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Lampiran 3 Instrumen C (diisi oleh peneliti)
Skala Effisiensi Sendiri Dalam Menyusui-Format Pendek
Untuk setiap pernyataan berikut ini, lingkarilah jawaban yang paling tepat dalam menggambarkan tingkat kepercayaan diri anda dalam menyusui bayi anda. Lingkarilah pada jawaban anda dengan menandai kotak yang paling dekat dengan apa yang anda rasakan. Anda dapat menjawab sesuai dengan keyakinan anda untuk melakukan kegiatan menyusui. Tidak ada jawaban benar atau salah. 1= tidak percaya diri sama sekali 2= tidak terlalu percaya diri 3= kadang-kadang percaya diri 4= percaya diri 5= sangat percaya diri
Tidak
Percaya diri
Sangat Percaya
diri1 Saya selalu yakin bahwa bayi saya mendapat cukup susu 1 2
3 4 5
2 Saya selalu berhasil mengatasi tantangan menyusui seperti halnya dengan tantangan tugas-tugas saya yang lain
1 2 3 4 5
3 Saya selalu dapat menyusui bayi saya tanpa menggunakan susu formula sebagai tambahan
1 2 3 4 5
4 Saya selalu dapat memastikan bahwa bayi melekat dengan sempurna selama menyusu
1 2 3 4 5
5 Saya selalu dapat mengatur situasi menyusui hingga memuaskan bayi saya
1 2 3 4 5
6 Saya selalu dapat berhasil menyusui meskipun bayi saya sedang menangis
1 2 3 4 5
7 Saya selalu dapat menjaga keinginan untuk selalu menyusui
1 2 3 4 5
8 Saya selalu dapat menyusui meskipun ada anggota keluarga di sekitar saya
1 2 3 4 5
9 Saya selalu dapat merasa puas dengan pengalaman menyusui saya
1 2 3 4 5
10 Saya selalu dapat memahami bahwa menyusui adalah hal yang memakan waktu
1 2 3 4 5
11 Saya selalu dapat selesai menyusui bayi saya pada setiap kali waktu menyusui
1 2 3 4 5
12 Saya selalu dapat terus menyusui bayi saya pada setiap kali waktu menyusui
1 2 3 4 5
13 Saya selalu dapat mencukupi kebutuhan ASI saya 1 2 3 4 5
14 Saya selalu dapat mengetahui ketika bayi saya selesai menyusu
1 2 3 4 5
Diproduksi ulang dengan izin pemilik hak cipta. Produksi ulang selanjutnya dilarang tanpa izin
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
Lampira 1 Kode responden:
(diisi oleh peneliti)
Kuesioner A
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk pengisian
• Baca dahulu petunjuk pengisian jawaban
• Jawablah dengan jujur setiap pertanyaan
• Isilah pada tanda titik-titik yang telah disediakan
• Berilah tanda check list (�) pada kotak jawaban yang telah disediakan
Karakteristik responden:
a. Usia :........................................tahun
b. Pekerjaan : bekerja tidak bekerja
c. Pendidikan terakhir:
Pendidikan tinggi (SMA, Sarjana)
Pendidikan rendah (SD, SMP)
d. Kebiasaan merokok: Merokok Tidak merokok
e. Kelahiran anak ke:
Pertama Bukan anak pertama
f. Pengalaman menyusui
Tidak Ya
g. Jenis persalinan:
Spontan pervaginam/dengan alat
Bedah sesar
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
lampiran 2
Instrumen B
NO Aspek Observasi Jawaban
ya tidak
1 Larangan memberi makan dan minuman selain ASI kepada BBL
2 Larangan memberikan dot/ kempeng kepada bayi yang menyusu
3 Larangan memberikan susu formula pada BBL
4 Larangan promosi susu formula di RS dan lingkungannya
5 Memberikan bayi kepada ibu setiap saat bayi menangis
6 Ibu dan bayi bersama selama 24 jam
7 Kunjungan berkala oleh kelompok pendukung ASI
8 Klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam
9 Suami mendampingi istri saat melahirkan
10 Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin (IMD)
11 Mengadakan pelatihan in house training berkala bagi dokter, perawat, dan bidan tentang manajemen laktasi
12 Memberikan informasi tentang pentingnya menyusui
13 Memberikan informasi tentang manfaat ASI
14 Membantu ibu cara menyusui yang baik dan benar
15 Tersedia ruangan khusus menyusui di RS
16 Pendampingan pasien tidak dibatasi selama 24 jam
Kode Rumah Sakit
...............................
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muaningsih
Tempat/ tanggal lahir : Sukoharjo, 06 Nopember 1982
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Manjjaling, Kec. Bajeng Barat, Kab. Gowa, Makassar –
SulSel E mail : [email protected]
Institusi : Fakultas Paska Sarjana Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
Riwayat pendidikan:
1. SD Negeri 4 Sukoharjo Lampung Tahun 1989-1994
2. SMP PGRI Sukoharjo Lampung Tahun 1994-1997
3. SMA Negeri 3 Pringsewu Lampung Tahun 1997-2000
4. AKPER Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2000-2004
5. Program studi Sarjana FIK UI Tahun 2004-2006
6. Program Ners FIK UI Tahun 2006-2007
7. Program Magister FIK UI Tahun 2010-sekarang
Riwayat pekerjaan:
1. Puskesmas Sukoharjo Lampung Tahun 2004-2005
2. AKPER Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2007-2008
3. AKPER Muhammadiyah Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2008-2010
4. STIKES Tanawali Takallar Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2010-sekarang
Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213