studi komparasi antara breastfeeding self...

89
UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF- EFFICACY PADA IBU MENYUSUI DI RSSIB DENGAN NON RSSIB DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA TESIS Muaningsih 1006833893 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN MATERNITAS DEPOK JANUARI 2013 Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Upload: others

Post on 04-Jan-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

                                                                               

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF-EFFICACY PADA IBU MENYUSUI DI RSSIB DENGAN NON

RSSIB DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

TESIS

Muaningsih 1006833893

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

PEMINATAN KEPERAWATAN MATERNITAS DEPOK

JANUARI 2013

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 2: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

ii  

 

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF-EFFICACY PADA IBU MENYUSUI DI RSSIB DENGAN NON

RSSIB DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan

Muaningsih 1006833893

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN MATERNITAS

DEPOK JANUARI 2013

 

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 3: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

iii  

 

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Muaningsih

NPM : 1006833893

Tanda tangan :

Tanggal : Januari 2013

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 4: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

iv  

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Muaningsih NPM : 1006833893 Program studi : Magister Keperawatan Judul Tesis : Studi komparasi antara brestfeeding self-efficacy

pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya. 

  Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan pada program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Imami Nur Rachmawati, S.Kp., M.Sc. Pembimbing : DR. Yati Afiyanti, S.Kp., M.N. Penguji : Ns. Desrinah Harahap, S.Kep., M.Kep., Sp. Mat Penguji : Dr. Wiyarni Pambudi, Sp. A., IBCLC Ditetapkan di : Depok Tanggal : Januari 2013

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 5: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

v  

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan

tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima

sanksi yang diberikan oleh Universitas Indonesia.

Depok, Januari 2013

Penulis

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 6: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

vi  

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu,

saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Imami Nur Rachmawati, S.Kp.,M.Sc. selaku pembimbing I yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini;

2. DR. Yati Afiyanti, MN selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;

3. Orang tua, suami, dan anak-anak saya yang telah memberikan bantuan

dukungan material dan moral; dan

4. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu.

Depok, Januari 2013

Penulis

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 7: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

vii  

HALAMAN PERTANYAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di

bawah ini:

Nama : Muaningsih

NPM : 1006833893

Program studi : Magister Keperawatan

Departemen : Keperawatan Maternitas

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia hak bebas royalti nonekslusif (non-exclusive royalty- free

righ) atas karya ilmiah yang berjudul:

Studi komparasi antara breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di

RSSIB dengan non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti

nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilih hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : Januari 2013

Yang menyatakan

Penulis

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 8: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

viii  

ABSTRAK

Program studi : Magister keperawatan Judul : Studi komparasi antara breastfeeding self-efficacy pada ibu

menyusui di RSSIB dengan non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya.

Breastfeeding self-efficacy (BSE) merupakan salah satu aspek penting yang mendorong ibu untuk menyusui bayinya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi BSE ibu. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai BSE ibu menyusui di Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) dengan non RSSIB serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitian ini adalah cross- sectional dengan menggunakan survey analitik deskriptif. 188 ibu yang dipilih secara konsekutif dari RSSIB dan non RSSIB berpartisipasi dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai BSE ibu menyusui di RSSIB (median = 57,00, IQR = 55,00; 68,00) dan non RSSIB (median = 50,00, IQR = 35,00; 56,25) dengan nilai p = 000, nilai OR= 13,97. Pengalaman menyusui sebelumnya merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap BSE ibu menyusui di RSSIB (OR= 10,74) dan non RSSIB (OR= 14,46). BSE dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi efektifitas program RSSIB terhadap keberhasilan menyusui.

Kata kunci: breastfeeding self-eficacy, rumah sakit sayang ibu dan bayi

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 9: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

ix  

ABSTRACT

Course : Master of Nursing Title : Comparative study of mothers’ breastfeeding self-efficacy in a

baby-friendly hospital and non baby-friendly hospital and identification of influencing factors.

Breastfeeding self-efficacy (BSE) is one of important aspects encouraging mothers to breastfeed their babies. This study aimed to compare the mothers’ BSE in a baby-friendly hospital and non baby-friendly hospital and to identify the influencing factors. A cross-sectional study design was applied using a descriptive analitical survey where 188 participants were consecutively recruited for this study. This study found that there is statistically significant difference (p = 000, OR= 13,97) between the mothers’ BSE in the baby-friendly hospital (median = 57,00, IQR = 55,00; 68,00) and the non baby-friendly hospital (median = 50,00, IQR = 35,00; 56,25). The mothers’ breastfeeding experience was the most influencing factor to the mothers’ BSE either in the baby-friendly hospital (OR= 10,74) or in the non baby-friendly hospital (OR= 14,46). This study suggested that the BSE can be a applied to evaluate the effectiveness of the baby-friendly hospital program to the successful of brestfeeding.

Key word: breastfeeding self-eficacy, baby-friendly hospital

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 10: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

x  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS........................................ ii LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME............................. iv KATA PENGANTAR................................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..................... .. vi ABSTRAK.............................................................................................. vii DAFTAR ISI............................................................................................... ix DAFTAR TABEL.................................................................................... xi DAFTAR SKEMA.............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... ..... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ .... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... ..... 4 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... ..... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu................................................................................ ............ 6 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI ............................ 8 2.3 Self-efficacy dalam pemberian ASI................................................... 9

2.3.1 Self-efficacy............................................................................... 9 2.3.2 Breastfeeding self-efficacy....................................................... 11

2.4 Cara pengukuran breastfeeding self-efficacy .................................. 13 2.5 Kebijakan yang mendukung program menyusui ............................. 15 2.6 Rumah sakit sayang ibu dan bayi..................................................... 16

BAB 3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 22 3.2 Hipotesis............................................................................................ 23 3.3 Definisi Operasional ......................................................................... 23

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 27 4.2 Populasi dan Sampel ................................................................... .... 27 4.3 Waktu Penelitian ......................................................................... .... 29 4.4 Tempat Penelitian ........................................................................... .29 4.5 Etika Penelitian ............................................................................... .29

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 11: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

xi  

4.6 Alat Pengumpulan Data .................................................................. 30 4.7 Metode Pengumpulan Data ............................................................ . 32 4.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian................................................... .... 32 4.9 Rencana Pengolahan dan Analisa Data ........................................... 33

BAB 5. HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Ibu menyusui............................................................. 40 5.2 Nilai Rerata BSE Berdasarkan Karakteristik Ibu Menyusui............. 42 5.3 Nilai rerata BSE Ibu Menyusui di RSSIB dan non RSSIB........... ... 44 5.4 Hasil Observasi............................................................................. 45 5.5 Faktor yang Berhubungan dengan Nilai BSE Ibu Menyusui di RSSIB

dan non RSSIB............................................................................. 46 BAB 6. PEMBAHASAN

6.1 Perbandingan nilai BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB................. 48 6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB 53 6.3 Keterbatasan Penelitian.................................................................. 58 6.4 Implikasi Keperawatan................................................................. 59

BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan...................................................................................... 63 7.2 Saran.................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 12: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

xii  

 

 

 

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi operasional variabel independen 24

Tabel 3.2 Definisi operasional variabel dependen 26

Tabel 4.1 Kisi-kisi instrumen 31

Tabel 4.2 Analisis univariat 33

Tabel 4.3 Analisi bivariat 34

Tabel 4.4 Analisi multivariat 35

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik ibu menyusui berdasarkan usia, 37 pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan

Tabel 5.2 Nilai rerata BSE ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan, 39 pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas, jenis persalinan

Tabel 5.3 Nilai rerata BSE di RSSIB dan non RSSIB 40

Tabel 5.4 Observasi berdasarkan 10 LMKM 41

Tabel 5.5 Seleksi variabel 42

Tabel 5.6 Faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai BSE 43 ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 13: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

xiii  

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka teori 21

Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian 22

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 14: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

xiv  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Inform concent dan penjelasan penelitian

Lampiran 2: Kuesioner A (karakteristik ibu menyusui)

Lampiran 3: Kuesioner B (BSES-SF)

Lampiran 4: Instrumen observasi

Lampiran 5: Jadwal penelitian

Lampiran 6: Keterangan lolos uji etik

Lampiran 7: Ijin penelitian RS. St. Carolus Jakarta

Lampiran 8: Ijin penelitian RSUD. Tarakan Jakarta

Lampiran 12: Daftar riwayat hidup

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 15: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

  

xv  

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 16: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  1  Universitas Indonesia 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi di

Indonesia. Angka kematian ibu yakni sebesar 307/100.000 kelahiran hidup dan

angka kematian bayi yakni sebesar 35/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003 dalam

Depkes RI, 2009). AKB mengalami penurunan dari 34/1000 kelahiran hidup

(2007) menjadi 28/1000 kelahiran hidup (2009), dan Angka Kematian Balita

(AKABA) 46/1000 kelahiran hidup (2007) menjadi 44/1000 kelahiran hidup

(2009). Angka ini masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)

yang menargetkan penurunan AKB di Indonesia dari rerata 36 meninggal per

1000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada 2015 (Depkes RI,

2009).

Banyak faktor yang menyebabkan AKB tinggi di Indonesia antara lain faktor

kesehatan anak, faktor lingkungan dan faktor nutrisi (Menkokesra, 2012). Faktor

nutrisi ini dapat diatasi salah satunya dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Untuk itu pemerintah berupaya menekan angka kematian bayi dan balita dengan

perbaikan gizi masyarakat melalui program pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara

eksklusif (Menkokesra, 2012).

Pemberian ASI secara eksklusif dari lahir sampai 6 bulan dan dilanjutkan sampai

2 tahun yang sesuai anjuran World Health Organization (WHO) diketahui dapat

menurunkan kejadian kekurangan gizi pada bayi dan balita (UNICEF, 2002).

Manfaat ASI bagi bayi antara lain: melindungi bayi dari infeksi, meningkatkan

daya tahan tubuh bayi, membentuk sistem pencernaan yang sehat, dan

meningkatkan kecerdasan. Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall, & Mead (2010)

terhadap beberapa hasil penelitian bahwa ASI tidak hanya bermanfaat bagi

kesehatan bayi, tetapi juga bagi ibu dan negara. Manfaat bagi ibu yakni membantu

menurunkan berat badan, membantu uterus kembali keukuran normal lebih cepat

dan mencegah perdarahan, mencegah kanker payudara dan kanker ovarium, serta

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 17: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

2  

Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

merupakan metode kontrasepsi yang alami. Manfaat bagi negara yakni untuk

mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, penghematan

devisa untuk pembelian susu formula, serta menghemat subsidi untuk anak sakit

dan obat-obatan (Depkes RI, 2001).

Berbagai studi telah menunjukan pentingnya ASI, akan tetapi angka pemberian

ASI eksklusif belum memuaskan. Pemberian ASI eksklusif di Indonesia 2010

pada bayi 0 bulan adalah 39, 8 persen. Pada bayi 1 bulan adalah 32, 5 persen,

bayi 2 bulan 30, 7 persen. Pada bayi 3 bulan 25, 2 persen, bayi 4 bulan adalah 26,

3 persen, dan bayi 5 bulan baru mencapai 15,3 persen ( Riskesdas, 2010)

Angka pemberian ASI eksklusif yang masih rendah dapat disebabkan oleh

berbagai faktor antara lain berasal dari ibu, bayi, dan lingkungan. Berdasarkan

telaah Entwistle, Kendall, Mead (2010) terhadap beberapa hasil penelitian bahwa

faktor ibu untuk tidak memberikan ASI antara lain: pengalaman, status sosial

ekonomi, kebiasaan merokok, sikap ibu, dukungan dari penyedia layanan

kesehatan, pasangan, keyakinan diri ibu untuk memberikan ASI. Faktor bayi

misalnya bibir sumbing, kelainan gastrointestinal. Faktor lingkungan seperti

budaya, tenaga kesehatan dan kebijakan rumah sakit (Sikorski, Renefrew,

Pindoria, Wade, 2003).

Salah satu aspek dari ibu yang mempengaruhi keberhasilan menyusui adalah

keyakinan ibu (self-efficacy). Pentingnya keyakinan ibu untuk menyusui telah

dibuktikan oleh beberapa penelitian. Berdasarkan telaah Blyth et al (2002)

terhadap beberapa hasil penelitian bahwa 27 persen ibu dengan keyakinan

menyusui yang rendah lebih cepat berhenti menyusui yaitu pada minggu pertama

post partum dibandingkan dengan hanya 5 persen ibu yang memiliki keyakinan

ibu yang kuat. Studi longitudinal dari 64 ibu dengan keyakinan diri yang rendah

lebih cepat untuk berhenti menyusui (Ertem, Votto, Leventhal, 2002).

Berdasarkan telaah Blyth et al (2002) terhadap hasil studi prospektif dari 198 ibu

dengan analisis multivariat dari 11 variabel demografi dan psikososial

menunjukan bahwa keyakinan ibu menjadi faktor yang signifikan. Sebuah studi

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 18: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

3  

Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

fenomenologi dengan wawancara mendalam, menunjukan bahwa penurunan

keyakinan menyusui selama periode awal postnatal merupakan faktor utama

dalam keputusan untuk berhenti menyusui (Dykes & Williams, 1999 dalam Blyth

et al, 2002).

Breastfeeding Self-Efficacy (BSE) merupakan keyakinan diri seorang ibu terhadap

kemampuan dirinya untuk menyusui bayinya (Dennis & Faux, 1999). Menurut

McQueen, Dennis, Stremler & Norman (2010) BSE dapat mempengaruhi durasi

dan inisiasi menyusui. Selain itu, BSE meliputi pilihan ibu untuk menyusui atau

tidak, berapa banyak usaha yang dilakukan, bagaimana pola pikir ibu, serta

bagaimana ibu menanggapi secara emosional kesulitan menyusui (Dennis, 2003).

BSE dipengaruhi oleh empat faktor. Faktor yang pertama yakni pengalaman

sendiri menyusui sebelumnya. Faktor selanjutnya yakni pengalaman orang lain

dalam menyusui. Kemudian faktor dukungan dari pihak yang berpengaruh, seperti

teman, keluarga, konsultan laktasi. Faktor yang terakhir yaitu respon fisiologis,

seperti kelelahan, kecemasan, stres (Dennis, 1999 dalam Blyth et al, 2002).

Mengingat besarnya manfaat ASI bagi bayi, ibu dan negara, maka pemerintah

melakukan serangkaian upaya yang harus dilakukan secara berkesinambungan

oleh seluruh masyarakat Indonesia. Upaya pemerintah ini tertuang dalam bentuk

program RS Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB), yakni rumah sakit pemerintah atau

swata, umum maupun khusus yang telah melaksanakan 10 langkah menuju

perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna (Depkes RI, 2009).

Adapun landasan hukum yakni Kepmenkes RI nomor 1333/ Menkes/ Per/ SK/ II/

1988 tentang standar pelayanan RS. Undang-undang kesehatan nomor 36 tahun

2009. Pasal 128 tentang pemberian ASI eksklusif sejak lahir selama 6 bulan

karena ASI merupakan hak setiap bayi, serta pasal 200 dan 201 tentang aturan

pidana bagi setiap yang menghalangi pemberian ASI eksklusif.

Rumah Sakit yang melaksanakan program pemerintah yaitu RSSIB, ini

diharapkan dapat mendorong keberhasilan menyusui. Penerapan 10 langkah

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 19: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

4  

Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

keberhasilan menyusui terutama menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang

manfaat menyusui dan pemberiannya dimulai sejak bayi lahir sampai umur 2

tahun, membantu ibu mulai menyusui bayinya 60 menit setelah melahirkan, yang

dilakukan di ruang bersalin. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar,

melaksanakan rawat gabung, melaksanakan konseling ASI, serta tidak memasang

iklan susu formula. Akan tetapi sejauh mana RSSIB ini dapat mempengaruhi BSE

masih belum diteliti. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan membahas BSE

pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB.

1.2 Rumusan Masalah

ASI adalah nutrisi yang diandalkan untuk mengurangi kejadian kurang gizi.

Sayangnya, tingkat menyusui ASI eksklusif masih rendah di Indonesia. Faktor

dari ibu yang dapat mempengaruhi proses menyusui salah satunya adalah

keyakinan untuk menyusui (BSE). Salah satu upaya pemerintah untuk

meningkatkan cakupan menyusui eksklusif adalah dengan diberlakukannya

RSSIB. Program RSSIB ini apakah mempengaruhi BSE, sejauh ini belum pernah

diteliti. Pertanyaan penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan tingkat atau

skor BSE antara ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB dan faktor apa saja

yang mempengaruhinya?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbandingan

tingkat atau skor breastfeeding self-efficacy antara ibu menyusui di RSSIB dengan

non RSSIB, dan faktor yang mempengaruhinya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:

1.3.2.1 Diidentifikasinya karakteristik ibu menyusui.

1.3.2.2 Diidentifikasinya tingkat breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di

RSSIB.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 20: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

5  

Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

1.3.2.3 Diidentifikasinya pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

di RSSIB.

1.3.2.4 Diidentifikasinya tingkat breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di

non RSSIB.

1.3.2.5 Diidentifikasinya pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

di non RSSIB.

1.3.2.6 Diidentifikasinya perbedaan tingkat breastfeeding self-efficacy pada ibu

menyusui di RSSIB dengan non RSSIB.

1.3.2.7 Diidentifikasinya hubungan karakteristik, usia, pendidikan, kebiasaan

merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan nilai

breastfeeding self-efficacy antara ibu menyusui di RSSIB

1.3.2.8 Diidentifikasinya hubungan karakteristik, usia, pendidikan, kebiasaan

merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan nilai

breastfeeding self-efficacy antara ibu menyusui di non RSSIB.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi manfaat bagi keilmuan, metodologis, dan aplikatif.

1.4.1 Bagi keilmuan

Hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan, terutama bidang laktasi

mengenai breastfeeding self-efficacy pada ibu di RSSIB.

1.4.2 Metodologis

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar mengenai tingkat breastfeeding self-

efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB, dan sebagai acuan bagi

penelitian selanjutnya untuk meneliti BSE pada durasi menyusui.

1.4.3 Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat membantu mengevaluasi dampak program RSSIB

terhadap keberhasilan menyusui terutama dalam mendukung keyakinan ibu untuk

menyusui bayinya.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 21: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

6  

Breastfeeding Self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 22: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

 

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  6  Universitas Indonesia 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka terkait ASI, faktor yang mempengaruhi

pemberian ASI, breastfeeding self-efficacy, pengukuran tingkat breastfeeding

efficacy, program atau kebijakan Pemerintah terkait ASI, serta RS sayang ibu dan

bayi.

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan tubuh dalam keadaan dinamis yang diproduksi

khusus untuk bayi, sebagai sumber energi dan pertumbuhan baik fisik, mental

serta kekebalan tubuh bayi (Hediger et al, 2000; WHO, 2001). ASI sebagai

makanan yang mengandung gizi paling lengkap untuk bayi (Blyth et al, 2002).

ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

perkembangan bayi seperti: kolostrum, taurin, DHA, dan AA, imunoglobulin,

laktoferin, lysosim, serta faktor bifidus (Depkes RI, 2012).

ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat

apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai

usia 6 bulan (WHO, 2002). Pemberian ASI secara eksklusif memberikan bayi

lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami

gangguan pertumbuhan (Kramer & Kakuma, 2002; WHO, 2002). Pemberian ASI

saja sampai 6 bulan sesuai anjuran WHO, diketahui dapat menurunkan kejadian

kekurangan gizi pada bayi dan balita (UNICEF, 2002). Pemberian ASI kurang

dari 6 bulan menyebabkan sejumlah penyakit enterik dan gizi buruk yang

mempunyai efek pada perkembangan bayi (Lima et al, 2000). Dapat disimpulkan

bahwa ASI mempunyai manfaat yang optimal bagi ibu dan bayi.

ASI tidak saja bermanfaat bagi kesehatan bayi, tetapi juga bagi ibu dan negara

(Entwistle, Kendall, & Mead, 2010). Kolostrum dalam ASI mengandung protein,

vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah.

Kolostrum sangat sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 23: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

7  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

kelahiran. Kolostrum juga mengandung zat kekebalan terutama Ig A yang

kadarnya sangat tinggi. Ig A berfungsi untuk melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi terutama diare. Kolostrum membantu mengeluarkan mekonium

yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hijau kehitaman (Depkes RI, 2001).

Nutrien lain yang terkandung dalam ASI yaitu taurin, Decosahexanoid Acid

(DHA), Arachidonic Acid (AA). Taurin merupakan sejenis asam amino kedua

yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmiter. Selain itu,

taurin juga berperan penting untuk proses maturasi sel otak. DHA dan AA

merupakan asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk

pembentukan sel- sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat

mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak (Depkes RI,

2001).

Kandungan gizi yang lain dalam ASI yaitu Laktoferin. Laktoferin merupakan

protein yang mengikat zat besi disaluran pencernaan. Lysosim merupakan enzim

yang melindungi bayi terhadap E. Coli dan salmonella serta virus. Selanjutnya,

faktor bifidus merupakan jenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,

menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga

keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri

yang merugikan (Depkes RI, 2001).

Manfaat ASI tidak hanya pada perkembangan fisik saja, tetapi menciptakan

interaksi emosional antara ibu dan bayi (Wong, 2001). Ikatan emosional antara

ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit. Selain itu,

bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu,

mendengarkan denyut jantung ibu yang sudah dikenali sejak dalam kandungan

(Depkes RI, 2001).

Interaksi ibu dan bayi didukung nilai gizi yang terkandung dalam ASI. Hal ini

sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem syaraf otak yang dapat

meningkatkan kecerdasan bayi. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 24: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

8  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

diberi ASI memiliki IQ poin 4.3 poin lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 poin

lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 poin lebih tinggi pada usia 8,5 tahun,

dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes RI, 2001). Selanjutnya

dapat disimpulkan bahwa, bayi memperoleh manfaat ASI dari berbagai aspek

kehidupan.

Ibu yang memberikan ASI juga memperoleh manfaat yang sangat penting bagi

kesehatannya. Manfaat tersebut antara lain: membantu menurunkan berat badan

yakni dengan menyusui akan membakar kalori sebanyak 200-250 per hari

(Depkes RI, 2001). Selanjutnya, menyusui membantu uterus kembali keukuran

normal lebih cepat dan mencegah perdarahan, mencegah kanker payudara dan

kanker ovarium, serta merupakan metode kontrasepsi yang alami (Depkes RI,

2001). Selain itu, menyusui akan menjadikan seorang ibu yang baik, karena

memberikan sumber gizi terbaik untuk masa depan bayinya (Lee, 2008). Gilmour

et al (2009 dalam Phillips, 2011) melaporkan bahwa menyusui akan menciptakan

hubungan emosional yang indah antara ibu dan bayinya, dan hanya akan

didapatkan dengan menyusui. Menyusui membangkitkan pikiran, kedekatan,

ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Kennell & McGrath, 2005).

Manfaat ASI bagi negara diantaranya untuk mendapatkan generasi yang sehat

fisik dan mental. Mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh

sebagai sumber daya yang berkualitas, dan menghemat biaya belanja negara untuk

pengadaan susu formula (Perry, Hockenberry, Lowdermilk & Wilson, 2010).

Selain itu, ASI dapat menghemat subsidi untuk anak sakit dan obat-obatan

(Depkes RI, 2001).

2.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi pemberian ASI

Berbagai studi telah menunjukan pentingnya ASI, namun demikian angka

pemberian ASI belum memuaskan. Berbagai studi telah menunjukan pentingnya

ASI, akan tetapi angka pemberian ASI eksklusif belum memuaskan. Pemberian

ASI eksklusif di Indonesia 2010 pada bayi 0 bulan adalah 39, 8 persen. Pada bayi

1 bulan adalah 32, 5 persen, bayi 2 bulan 30, 7 persen. Pada bayi 3 bulan 25, 2

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 25: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

9  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

persen, bayi 4 bulan adalah 26, 3 persen, dan bayi 5 bulan baru mencapai 15,3

persen ( Riskesdas, 2010).

Angka pemberian ASI eksklusif yang masih rendah dapat disebabkan oleh

berbagai faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari ibu, bayi dan lingkungan.

Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall & Mead (2010) terhadap beberapa hasil

penelitian bahwa faktor ibu untuk tidak memberikan ASI antara lain: pengalaman,

status sosial ekonomi, kebiasaan merokok, sikap ibu, dukungan dari penyedia

layanan kesehatan, pasangan, keyakinan diri ibu untuk memberikan ASI. Faktor

ibu yang lainnya yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI,

kurangnya layanan konseling tentang laktasi, kondisi ibu yang bekerja, kurangnya

motivasi untuk menyusui, dan alasan menurunkan gambaran diri ibu (Depkes RI,

2008). Menurut Dennis (2002) bahwa faktor ibu meliputi: usia, status ekonomi,

kebiasaan merokok, tujuan ibu sebelum melahirkan, sikap ibu, dan keyakinan diri

ibu.

Faktor dari bayi misalnya bibir sumbing, kelainan gastrointestinal, prematur, bayi

sangat kecil, fragilitas (Powers et al, 2003; Scott et al, 2001). Sedangkan faktor

lingkungan seperti budaya, kebiasaan keluarga memberikan makanan setelah bayi

lahir, memberikan susu formula karena takut bayi tidak kenyang dengan hanya

ASI, takut ASI tidak cukup bagi bayinya, tenaga kesehatan dan kebijakan rumah

sakit (Sikorski, Renefrew, Pindoria, Wade, 2003).

Salah satu aspek dari ibu yang mempengaruhi keberhasilan menyusui adalah

keyakinan ibu (self-efficacy). Pentingnya keyakinan ibu untuk menyusui telah

dibuktikan oleh beberapa penelitian. Studi longitudinal dari 64 ibu dengan

keyakinan diri yang rendah untuk menyusui ditemukan masalah lebih cepat untuk

menghentikan menyusui (Ertem, Votto, Leventhal, 2002). Selanjutnya, studi

prospektif dari 198 ibu dengan analisi multivariat dari 11 variabel demografi dan

psikososial, keyakinan ibu menjadi faktor yang signifikan (Blyth et al, 2002).

Studi fenomenologi dengan wawancara mendalam, ditemukan bahwa penurunan

keyakinan menyusui selama periode awal postnatal merupakan faktor utama

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 26: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

10  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

dalam keputusan untuk berhenti menyusui (Dykes & Williams, 1999 dalam Blyth

2002).

2.3 Self-Efficacy dalam Pemberian ASI

2.3.1 Self-efficacy

Self-efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kopetensi atau

efektifitasnya dalam area tertentu (Woolfolk, 2004). Secara umum self-efficacy

adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan

mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu

untuk mencapai hasil tertentu (Wolfolk, 2004). Disimpulkan bahwa self-efficacy

merupakan tingkat keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai

kemampuannya dalam mengerjakan tugas untuk mencapai hasil tertentu.

Self-efficacy mempunyai tiga kriteria yakni, pertama berorientasi pada masa depan

(Pajares, 1997 dalam Wolfolk, 2004). Kedua, penilaian pada konteks spesifik

mengenai kompetensi untuk menampilkan tugas tertentu (Pajares, 1997 dalam

Wolfolk, 2004). Selanjutnya, fokus pada kemampuan kita untuk menyelesaikan

tugas tertentu tanpa kebutuhan untuk dibandingkan dengan orang lain (Wolfolk,

2004).

Tinggi rendahnya self-efficacy seseorang bervariasi dalam setiap tugas.

Berdasarkan telaah Entwistle, Kendall, & Mead (2010) terhadap beberapa hasil

penelitian bahwa tingkat self-efficacy individu dipengaruhi oleh sifat dari tugas

yang dihadapi individu, insentif eksternal, status dan peran individu dalam

lingkungannya, informasi tentang kemampuan diri. Berdasarkan telaah Entwistle,

Kendall & Mead (2010) terhadap beberapa hasil penelitian bahwa informasi

kemampuan tentang diri individu diperoleh melalui empat sumber. Empat sumber

tersebut yakni, enactive attainment (hasil yang dicapai secara nyata), vicarious

experiences (pengalaman orang lain), verbal persuasion (persuasi verbal), dan

physiological dan emotional arousal (kondisi dalam diri seseorang baik fisik

maupun emosional).

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 27: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

11  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

Enactive attainment merupakan sumber yang penting dalam self-efficacy karena

didasarkan pada pengalaman nyata dalam menguasai suatu tugas. Sumber ini

dapat meningkatkan ketekunan serta kegigihan individu selama menjalankan

tugas sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan (Bandura, 1977 dalam Dennis,

2003). Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan kemampuan diri

seseorang, sedangkan kegagalan yang sering dialami akan menurunkan persepsi

seseorang mengenai kemampuannya.

Sumber yang kedua yaitu vicarious experiences, merupakan pengamatan terhadap

keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam

mengerjakan suatu tugas tertentu. Self-efficacy seseorang dapat meningkat melalui

observasi terhadap orang lain dan meniru perilaku orang tersebut untuk kemudian

membandingkan dengan dirinya. Apabila orang lain yang diamati memiliki

banyak kesamaan karakteristik dengan individu tersebut, sumber ini akan lebih

efektif (Bandura, 1997 dalam Spaulding 2007).

Sumber yang ketiga yaitu Verbal persuasion, merupakan perkataan atau dukungan

dari orang lain yang menyatakan bahwa ia memiliki kemampuan. Informasi

mengenai kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh orang lain yang

berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa mereka

mampu dalam melakukan tugas. Bandura (1997 dalam Dennis 2003)

mengungkapkan bahwa bujukan, rayuan atau sugesti dapat berkontribusi secara

nyata dalam peningkatan self-efficacy individu.

Sumber keempat yaitu physiological and emotional arousal. Sumber ini

merupakan kondisi dalam diri seseorang baik fisik maupun emosional. Seseorang

dalam menilai kemampuannya tidak terlepas dari respon fisik dan fisiologinya.

Bagaiman seseorang menghadapi tugas, apakah cemas, khawatir, tertarik dapat

memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut (Pintrich & Schunk,

2002).

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 28: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

12  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

Empat sumber tersebut mempunyai pengaruh terhadap informasi tentang

kemampuan diri. Apabila informasi yang didapat bahwa seseorang mempunyai

kemampuan tinggi, dapat menambah keyakinan diri seseorang, mereka akan

mengerjakan suatu tugas dengan sebaik mungkin. Namun, apabila informasi

kemampuannya rendah maka akan menurunkan self-efficacy. Sumber-sumber

tersebut akan mempengaruhi persepsi seseorang serta tingkat self-efficacy

seseorang, begitu pula pada ibu menyusui.

2.3.2 Breastfeeding self-efficacy

Breastfeeding Self-Efficacy (BSE) adalah keyakinan diri seorang ibu pada

kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI pada bayinya (Dennis &

Faux, 1999). BSE merupakan variabel yang penting dalam durasi menyusui,

karena memprediksi apakah ibu memilih menyusui atau tidak, berapa banyak

usaha yang dilakukan ibu untuk menyusui bayinya, bagaimana pola pikir ibu

untuk menyusui bayinya, meningkat atau menyerah, dan bagaimana ibu

menanggapi secara emosional kesulitan untuk menyusui bayinya (Dennis, 2003).

Breastfeeding Self-Efficacy (BSE) dapat dipengaruhi oleh 4 sumber atau faktor

sesuai dengan teori yang diadaptasi dari Bandura (Dennis, 2003). Faktor yang

pertama yaitu pencapaian prestasi (performance accomplishment), sebagai contoh

yakni pengalaman keberhasilan menyusui sendiri. Pengalaman keberhasilan

menyusui dapat meningkatkan rasa percaya diri, keyakinan, serta keinginan kuat

pada ibu untuk menyusui bayinya (Bandura, 1977 dalam Dennis, 2003).

Faktor yang kedua yaitu pengalaman orang lain (vicarious experiences), sebagai

contoh yakni mengamati orang lain menyusui. Keyakinan ibu untuk menyusui

bayinya akan meningkat terutama jika ibu yakin bahwa ia dapat menyusui seperti

orang lain, teman, dan saudara berhasil menyusui. Ibu cenderung akan berhasil

menyusui bayinya jika orang lain yang ibu lihat berhasil menyusui (Bandura,

1986 dalam Spaulding, 2007).

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 29: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

13  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

Faktor yang ketiga yaitu persuasi verbal (verbal persuasion), sebagai contoh

yakni dukungan dari orang lain yang berpengaruh seperti teman, keluarga,

konsultan laktasi, praktisi kesehatan. Penguatan atau saran yang diberikan oleh

orang-orang yang berpengaruh menjadi sumber kekuatan bagi ibu untuk menyusui

bayinya (Bandura, 1997 dalam Spaulding, 2007).

Faktor empat yaitu respon fisiologis (physiological responses), sebagai contoh

yakni kecemasan, stres, kelelahan (Bandura, 1982, 1986 dalam Spaulding, 2007).

Seorang ibu menyusui tidak lepas dari respon fisiologis dan psikologis terhadap

suatu hal yang ibu rasakan. Ibu akan merasa aman, nyaman, dan yakin dapat

menyusui jika selama menyusui ibu bebas dari tekanan baik fisik atau emosional

(Bandura, 1977 dalam Dennis, 2003).

Wardani (2012) menyatakan bahwa pengalaman keberhasilan menyusui,

pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik menyusui menjadi faktor penting

self-efficacy ibu untuk menyusui. Bandura menyatakan bahwa self-efficacy ibu

untuk menyusui harus dipertimbangkan dari segi harapan kemampuan untuk

memberiakan ASI dan harapan hasil yang akan dicapai dari memberikan ASI.

Apabila seorang ibu yakin untuk menyusui dan berhasil, maka self-efficacy ibu

untuk menyusui akan meningkat. Sebaliknya, jika keyakinan ibu untuk menyusui

rendah, maka keberhasilan untuk menyusui rendah.

Self-efficacy terhadap ibu untuk memberikan ASI mempunyai peran yang sangat

besar. Peran pertama yaitu untuk menentukan pemilihan tingkah laku. Ibu

cenderung akan memberikan ASI ketika ibu merasa mempunyai kemampuan yang

baik, jika ibu memiliki keyakinan yang besar untuk memberikan ASI pada

bayinya, maka ibu akan lebih memilih memberikan ASI daripada memberikan

susu formula pada bayi (Bandura, 1986 dalam Spaulding, 2007).

Peran kedua yaitu, self-efficacy sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan

dalam mengatasi hambatan dan situasi yang menyenangkan untuk memberikan

ASI. Self-efficacy ibu untuk memberikan ASI yang tinggi akan menurunkan

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 30: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

14  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

kecemasan yang menghambat ibu untuk menyusui, sehingga mempengaruhi daya

tahan ibu untuk tetap memberikan ASI. Ibu yang memiliki self-efficacy yang

tinggi untuk menyusui cenderung akan menunjukan usaha yang lebih keras dari

pada ibu yang memiliki self-efficacy rendah (Bandura, 1986 dalam Spaulding,

2007).

Peran ketiga yaitu, mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional. Bandura (1986

dalam Spaulding, 2007) menyatakan bahwa self-efficacy mempengaruhi pola pikir

dan reaksi emosional individu, baik dalam menghadapi situasi saat ini maupun

yang akan datang. Ibu yang memiliki self-efficacy untuk menyusui yang rendah

selalu mengganggap dirinya kurang mampu menangani situasi saat ini maupun

dalam mengantisipasi situasi yang akan datang. Ibu yang mempunyai self-efficacy

yang tinggi untuk menyusui akan tetap menyusui lebih lama daripada ibu dengan

self-efficacy menyusui yang rendah (Britton & Britton, 2008; Kingston, Dennis &

Sword, 2007).

Peran selanjutnya yaitu sebagai prediksi tingkah laku selanjutnya. Ibu yang

mempunyai self-efficacy yang tinggi untuk memberikan ASI pada bayinya

memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan lebih baik dengan

lingkungannya. Ibu tidak mudah putus asa dan menyerah dalam mengatasi

kesulitan dan mereka akan menampilkan usaha yang lebih keras (Bandura, 1986

dalam Spaulding, 2007).

Peran self-efficacy pada ibu untuk memberikan ASI pada bayinya sudah

dijelaskan. Menjadi hal penting untuk kita mengidentifikasi tingkat breasfeeding

efficacy pada ibu menyusui. Hal ini akan mempengaruhi keputusan ibu untuk

memberikan ASI pada bayinya.

2.4 Cara Pengukuran Breastfeding Self-Efficacy

Breastfeeding Self-Efficacy Scale (BSES) merupakan instrumen yang

dikembangkan oleh Dennis & Faux (1999). BSES merupakan instrumen untuk

melakukan pengkajian mengenai BSE. Instrumen ini dirancang berdasarkan teori

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 31: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

15  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

self-effficacy. Tiga dimensi BSES yang berkaitan dengan menyusui yaitu dimensi

teknik, dimensi pemikiran intrapersonal, dan dimensi dukungan (Dennis, 2003).

Dimensi teknik merupakan semua yang berhubungan dengan aktivitas fisik

seseorang dan tindakan untuk mencapai keberhasilan dalam menyusui. Dimensi

keyakinan intrapersonal meliputi keyakinan, persepsi dan sikap ibu terhadap

perilaku menyusui. Selanjutnya, dimensi dukungan meliputi semua hal yang

mendukung ibu untuk menyusui dengan baik yang melibatkan emosional maupun

fisik (Dennis & Faux, 1999).

Instrumen BSES terdiri dari 40 poin yang dikembangkan menggunakan format

skala penilaian. Bandura merekomendasikan format skala yang digunakan untuk

menilai respon ibu terhadap menyusui. Ada 5 penilain yang digunakan, yakni nilai

1 sampai 5. Nilai 1 mempunyai arti tidak percaya diri sama sekali dan nilai 5 yang

berarti sangat percaya diri (Bandura, 1997 dalam Dennis & Faux, 1999).

Uji validasi pada 40 item BSES dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten

dibidangnya yaitu 4 doktor keperawatan di Universitas dan 2 orang ahli di

lapangan. Hasil pengujian menunjukan nilai 0,86 pada uji content validity index

(CVI). Setelah melakukan beberapa revisi, instrumen BSES terdiri dari 33 poin.

Rentang penilain 1 sampai 5, nilai 1 berarti tidak yakin dan nilai 5 berarti sangat

yakin (Bandura, 1997 dalam Dennis & Faux, 1999).

Instrumen BSES dengan 33 poin bukanlah satu-satunya instrumen yang ada.

Instrumen yang lebih sederhana yakni Breastfeeding Self-Efficacy Scale Short

Form (BSES-SF). BSES-SF terdiri dari 14 poin pernyataan yang direspon dengan

skala likert rentang 1 sampai 5 (Dennis, 2003). Skala 1 berarti tidak percaya diri

sama sekali, sedangkan skala 5 berarti sangat percaya diri. Penelitian yang telah

menggunakan BSES- SF yaitu penelitian di Kanada pada 491 ibu menyusui. Hasil

penelitian tersebut menyatakan bahwa BSES-SF merupakan instrumen yang valid

yakni nilai 0.96 untuk mengukur resiko penghentian pemberian ASI oleh ibu yang

menyusui (Dennis, 2003). Penelitian Wardani (2012) di Indonesia dengan

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 32: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

16  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

menggunakan BSES-SF yang telah dialihbahasakan menunjukan nilai cronbach’s

alpha coefficient sebesar 0.872. Nilai ini lebih rendah dari pada instrumen BSES-

SF asli berbahasa Inggris yakni 0.94. Wardani (2012) mengubah tiga pertanyaan

yang tidak valid, sehingga pertanyaan menjadi valid dan dapat digunakan dalam

penelitian.

Pernyataan di BSES dibuat dalam bentuk pernyataan positif (Bandura, 1977

dalam Spaulding & Dennis, 2010). Hasil penilaian BSES dilihat dengan

menjumlahkan keseluruhan skor yang didapat, yakni rentang skor pada BSES

total adalah 33-165, pada BSES-SF 14-70. Nilai skor menunjukan tingkat self-

efficacy, sehingga skor yang tinggi berarti tingkat self-efficacy tinggi (Dennis &

Faux, 1999)

2.5 Kebijakan yang mendukung program menyusui

Penerapan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan harus mendapat dukungan

dari berbagai kebijakan seperti: adanya undang-undang pemasaran susu formula,

sanksi untuk iklan susu formula. Selain itu, sanksi untuk petugas kesehatan yang

memberikan dan mengenalkan susu formula kepada bayi. Sampai saat ini terdapat

beberapa kebijakan terkait dengan pemberian ASI eksklusif di Indonesia.

Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif di

Indonesia. Peraturan Pemerintah ini terdiri dari 10 bab. Bab 1 mengandung

ketentuan umum yang terdiri dari Pasal 1dan pasal 2. Pasal 1 tentang ketentuan

ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama

enam bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain. Pasal 2 tentang ketentuan tujuan pemberian ASI eksklusif adalah

menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI, dan memberikan

perlindungan kepada ibu untuk memberikan ASI.

Bab 2 tentang tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian ASI

eksklusif. Salah satu pasal dalam bab 2 adalah pasal 3 yang menjelaskan tanggung

jawab Pemerintah tersebut meliputi: menetapkan kebijakan nasional terkait

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 33: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

17  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

program pemberian ASI eksklusif. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi

program pemberian ASI eksklusif. Memberikan pelatihan dan menyediakan

konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat sarana umum

lainnya. Mengintegrasikan materi mengenai ASI eksklusif pada kurikulum

pendidikan formal dan non formal bagi tenaga kesehatan. Membina dan

mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI eksklusif di

fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, tempat kerja, tempat sarana

umum, dan kegiatan masyarakat.

Bab 111 mengatur tentang ASI eksklusif. Pasal 6 dalam bab 111 menerangkan

bahwa setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi

yang dilahirkan. Selanjutnya, dalam pasal 7 dijelaskan bahwa hal tersebut

terkecuali bagi bayi dan ibu dengan indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu

terpisah dari bayi. Pasal 9 menjelaskan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

Tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD

terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam.

Inisiasi Menyusu Dini dilakukan dengan cara meletakan bayi secara tengkurap di

dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. Pasal 10

menerangkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan

kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan atau rawat

gabung, kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.

Pasal 13 menjelaskan tentang informasi dan edukasi. Pasal 13 ayat 1 menjelaskan

bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib

memberikan informasi dan edukasi ASI eksklusif, kepada ibu dan atau anggota

keluarga yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode

pemberian ASI eksklusif selesai. Pasal 13 ayat 2, informasi tersebut minimal

mencangkup keuntungan dan keunggulan pemberian ASI. Gizi ibu, persiapan dan

mempertahankan menyusui. Akibat negatif dari pemberian makanan botol secara

parsial terhadap pemberian ASI. Kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak

memberikan ASI. pasal 13 ayat 3, pemberian informasi dapat dilakukan melalui

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 34: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

18  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

penyuluhan, konseling, dan pendampingan. Pasal 13 ayat 4, pemberian informasi

dan edukasi dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.

Bab IV mengatur tentang tentang penggunaan susu formula bayi dan produk bayi

lainnya. Bab IV pasal 17, setiap tenaga kesehatan dilarang memberikan susu

formula bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat program ASI

eksklusif. Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan mempromosikan susu

formula bayi dan produk bayi yang dapat menghambat program ASI eksklusif.

Bab IV pasal 18, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang

memberikan susu formula atau produk bayi lainnya kepada ibu bayi.

Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menerima atau

mempromosikan susu formula. Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan

dilarang menyediakan pelayanan dibidang kesehatan atas biaya yang disediakan

oleh produsen atau distributor susu formula.

Bab V mengatur tentang ketentuan tempat kerja dan tempat sarana umum

(fasilitas pelayanan kesehatan). Pasal 30, ayat 1, fasilitas pelayanan kesehatan

harus mendukung program ASI eksklusif. Bab V ayat 3, fasilitas pelayanan

kesehatan harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah ASI.

Pasal 33 menerangkan bahwa penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus

mendukung keberhasilan program ASI eksklusif dengan berpedoman pada 10

langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). 10 LMKM tersebut yakni

menetapkan kebijakan pemberian ASI. Melakukan pelatihan petugas terhadap

pemberian ASI. Memberikan penjelasan kepada ibu hamil tentang manfaat

menyusui. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah

melahirkan diruang bersalin. Membantu ibu memahami cara menyusui yang baik

dan benar. Tidak memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada BBL.

Melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui semau bayi, tidak

memberikan dot pada bayi, serta konseling ASI.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 35: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

19  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

2.6 Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tergolong

tinggi di Indonesia yaitu AKI: 307/ 100.000 kelahiran hidup dan AKB yaitu: 35/

1000 kelahiran hidup (SDKI, 2002, 2003). Pemerintah telah bertekad untuk

menurunkan AKI pada tahun 2010 menjadi 125/ 100.000 kelahiran hidup dan

AKB menjadi 25/ 1000 kelahiran hidup. Untuk mencapai target tersebut

diperlukan suatu strategi yang handal dan peran serta masyarakat.

Salah satu program pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia

adalah program RS sayang ibu dan bayi (RSSIB). Program RSSIB telah

dicanangkan sejak tahun 2001, sebagai bagian dari program safe motherhood.

Sasaran RSSIB antara lain rumah sakit umum pemerintah dan swasta, RS khusus

yang menangani ibu dan anak baik pemerintah maupun swasta (Depkes RI, 2009).

Tujuan umum program RSSIB untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

ibu dan bayi secara terpadu dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI)

dan angka kematian bayi (AKB). Tujuan khusus RSSIB yakni terdiri dari enam

tujuan. Pertama, melaksanakan dan mengembangkan standar pelayanan

perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna. Kedua, meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian terhadap ibu dan

bayi. Ketiga, meningkatkan kesiapan RS dalam melaksanakan fungsi pelayanan

obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawatdaruratan (PONEK 24 jam).

Keempat, meningkatkan fungsi RS sebagai model dan pembina teknis dalam

melaksanakan IMD dan pemberian ASI ekslusif. Terakhir yaitu meningkatkan

fungsi RS dalam perawatan metode kanguru (PMK) pada BBLR.

RSSIB mempunyai landasan hukum yaitu UU nomor 36 tahun 2009 tentang

kesehatan, UU nomor 44 tahun 2009 tentang RS, UU nomor 29 tahun 2004

tentang praktek kedokteran. Landasan hukum lainnya yaitu Kepmenkes RI nomor

1333/Menkes/Per/SK/II/1988 tentang standar pelayanan RS, Kepmenkes nomor

450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI. landasan hukum yang

merupakan syarat RSSIB yakni Kepmenkes nomor 237/MENKES/SK/IV/1997

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 36: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

20  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

tentang standar internasional kode pemasaran pengganti ASI, dan Kepmenkes No.

603/2008 tentang 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2009).

RSSIB adalah rumah sakit pemerintah maupun swasta, umum maupun khusus

yang telah melaksanakan 10 langkah menuju perlindungan ibu dan bayi secara

terpadu dan paripurna (Depkes RI, 2009). Sepuluh langkah tersebut yaitu:

pertama, ada kebijakan tertulis tentang manajemen yang mendukung pelayanan

kesehatan ibu dan bayi termasuk pemberian ASI ekslusif dan perawatan metode

kanguru untuk bayi BBLR. Pada kebijakan ini diharapkan setiap RS mempunyai

ruang dan klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam.

Langkah kedua yaitu menyelenggarakan pelayanan antenatal termasuk konseling

kesehatan maternal dan neonatal. Konseling kesehatan dengan bahan dan materi

yang dibuat sendiri secara baik dan benar, menggunakan multimedia secara

bertahap. Serta mengupayakan membuat soundsistem disemua unit RS untuk

penyuluhan masal, mengupayakan setiap pegawai RS mengetahui tentang RS

sayang ibu dan bayi (Depkes RI, 2009).

Langkah ketiga yaitu menyelenggarakan persalinan bersih dan aman, serta

penanganan pada bayi baru lahir dengan IMD. Pelaksanaan program berupa:

menambah sarana dan prasarana fisik untuk setiap rumah sakit, RS harus

mempunyai OK dan VK lengkap dengan 3 set peralatan. Serta pengembangan unit

perawatan neonatus resiko tinggi.

Langkah empat yaitu menyelenggarakan pelayanan obstetrik dan neonatal

emergensi komprehensif (PONEK). Pelaksanaan program berupa: melakukan

pelatihan di NICU dengan tenaga terlatih, memperbaiki proses pelatihan sesuai

hasil evaluasi. Serta pengembangan unit gawat darurat neonatus resiko tinggi.

Langkah lima yaitu menyelenggarakan pelayanan adekuat untuk nifas, rawat

gabung termasuk membantu ibu menyusui yang benar, dan pelayanan neonatus

sakit. Pelaksanaan program antara lain: meningkatkan kualitas bahan dan alat

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 37: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

21  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

peraga untuk demonstrasi, adanya pelayanan perinatal lanjutan, pemberian susu

formula hanya atas indikasi medis dan keadaan khusus. Persediaan susu formula

bukan untuk pemberian gratis, dan pengembangan penelitian tentang keberhasilan

menyusui.

Langkah enam yaitu menyelenggarakan pelayaanan rujukan dua arah dan

membina jejaring rujukan pelayanan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan lain.

Pelaksanan program berupa: membentuk keterpaduan dalam sistem rujukan di

kabupaten atau kota. Mengevaluasi pelaksanaan rujukan, pengembangan

penelitian tentang sistem rujukan, serta dokumentasi hasil-hasil evaluasi.

Langkah tujuh yakni menyelenggarakan pelayanan imunisasi bayi dan tumbuh

kembang. Pelaksanaan program berupa: konseling dan pelayanan imunisasi bayi

di RS sesuai dengan usia. Memantau tumbuh kembang bayi sejak lahir, memantau

pemberian ASI ekslusif pada bayi. Selanjutnya, penanganan penyakit pada bayi

sesuai standar.

Langkah delapan yaitu: menyelenggarakan pelayanan keluarga berencana,

penanganan kehamilan yang tidak diinginkan, serta kesehatan reproduksi lainnya.

Pelaksanaan program berupa; pengembangan penelitian tentang keluarga

berencana, pengembangan metode baru kontrasepsi pria. Penanganan kekerasan

pada ibu dan bayi. Selanjutnya langkah sembilan yaitu melaksanakan audit

maternal dan perinatal rumah sakit secara periodik dan tindak lanjut. Pelaksanaan

program berupa mengembangkan Sistem Informasi Manajemen (SIM),

mengembangkan penelitian tentang RS, dan mengikuti kegiatan peningkatan

kualitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Langkah sepuluh yaitu memberdayakan kelompok pendukung ASI dalam

menindaklanjuti pemberian ASI eksklusif. Pelaksanan program berupa melatih

anggota pendukung ASI yang diluar RS seperti posyandu. Adanya kelompok

pendukung ibu–bayi lainnya.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 38: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

22  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

Program pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang merupakan koordinasi berbagai

unit kerja multi sektor, dan didukung berbagai kegiatan profesi multi disiplin dan

multi profesi untuk menyelenggarakan perlindungan ibu dan bayi secara terpadu

dan paripurna. Pelaksanaan program RSSIB meliputi Sumber Daya Manusia

(SDM) dan fasilitas serta sarana. Kriteria SDM RSSIB terdiri dari tenaga medis

meliputi dokter ahli kebidanan dan kandungan, dokter ahli anak, dokter ahli

anastesi, dokter ahli lain, dan dokter umum. Tenaga keperawatan terdiri dari

perawat, bidan, serta penata anastesi. Selanjutnya tenaga khusus yakni konselor

menyusui. Tenaga kesehatan lainnya meliputi penata radiologi, ahli gizi,dan analis

laboratorium (Depkes RI, 2009).

Fasilitas dan sarana yang harus dimiliki oleh RSSIB yakni ruang poliklinik, UGD,

kamar operasi, kamar bersalin, ruang nifas, ruang lainnya. Poliklinik terdiri dari

poliklinik kebidanan dan poliklinik anak, serta tumbuh kembang. UGD terdapat

ruang tindakan untuk kegawatan obstetri dan neonatal. Terdapat minimal 2 kamar

operasi. Kamar bersalin terdiri dari: minimal 4 buah tempat tidur untuk partus

normal dan patologis. Ruang nifas memiliki ruangan rawat gabung dan ruang

isolasi, ruang penyuluhan ASI, konseling perawatan bayi, ruang senam nifas.

Ruangan lainnya terdiri dari ruang transisi perinatologi, ruang laktasi, ruang

senam hamil dan klinik laktasi (Depkes RI, 2009).

Rumah Sakit pemerintah maupun swasta, umum maupun khusus yang telah

melaksanakan 10 langkah tersebut dijuluki RSSIB. RSSIB terbaik 2010 dari 26

propinsi di Indonesia yakni RSUD. Cut Nyak Dhien (NAD), RSUD. Pandan

Sumatera Utara, RS. Muhammad Zein (Sumbar), RSUD. Siak Riau, RSUD. H.

Abdul Manap (Jambi), RSUD. Prabumulih (Sumsel), RSUD. M. Yunus

Bengkulu, RSUD. Batu Aji (Batam). RSUD. Kalianda (Lampung), RS. Saint

Carolus Jakarta, RS. Sari Asih Karawaci, RSUD. Cianjur Jawa Barat, RSUD.

Sragen (Jateng), RSU. Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUD. Mardi Waluyo Blitar

(Jatim), RSU. Sanjiwani Gianyar, RSD. Prof. dr. Johanes Kupang, RSU. Dompu

(NTB), RSU. Harapan Anak Kalbar, RSU. dr. H. Soemarno (Kaltim), RSU. dr.

Murjani Sampit (Kalteng), RSUD. Anutapura Palu (Sulteng), RSUD. Pasar Wajo,

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 39: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

23  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

RS. Dipati Hamzah Pangkal Pinang, serta RSU. Karel Sadsuittubun (Pramudiarja,

2012)

RSSIB terbaik 2011 dari 26 propinsi di Indonesia yakni RSUD. Dr. Fauziah

Bireuen Kab. Bireuen (NAD), RSUD. Deli Serdang (Sumut). RSUD. Pariaman

(Sumbar), RSUD. dr. M. Haulussy Ambon (Maluku), RSUD. H. Abdul Manap

(Jambi), RSUD. Menggala (Lampung), RSUD. Arifin Ahmad Pekanbaru (Riau),

RS. Kasih Sayang Ibu (Kepri), RSUD. Belitung (Babel), RS. Siloam (Banten),

RSIA. Hermina Podomoro (DKI Jakarta). RSUD. Karawang (Jabar), RS. Islam

Harapan Anda (Jateng), RSUD. Wates (DIY), RSUD. Sidoarjo (Jatim), RSUD.

Wangaya (Bali), RSU. R. Soedjono (NTB), RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes

(NTT). RSIA. Anugerah Bunda Khatulistiwa (Kalbar), RS. LNG Badak Bontang

(Kaltim), RSUD. Ulin Banjarmasin (Kalsel), RSUD. Dr. Doris Sylvanus

(Kalteng), RSIA Pertiwi Makassar (Sulsel), RSU. Woodward Palu (Sulteng), RS.

Koala (Sulbar), serta RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe (Gorontalo) (Pramudiarja,

2012).

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 40: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

24  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Dennis (2002), Depkes RI (2009), Dennis & Faux (1999), Lauwers

(2005: Wong (2001)

 

Kebijakan pemerintah

ASI ekslusif

RSSIB

• Menetapkan kebijakan pemberian ASI

• Melakukan pelatihan petugas • Penjelasan tentang manfaat

menyusui • Menyusukan bayi dalam 60 menit

setelah dilahirkan • Membantu ibu cara menyusui

baik dan benar • Hanya memberikan ASI pada

BBL • Rawat gabung • Membantu ibu menyusui semau

bayi • Tidak memberikan dot • Konseling ASI

Ibu

• BSE • usia • pendidikan • pekerjaan • paritas • pengalaman menyusui • jenis persalinan 

Anak

• Penyakit infeksi • Gastrointestinal • Prematur • BBLR • Fragilitas • Bibir sumbing

          Lingkungan

• Support system • Tenaga

kesehatan • RS 

                                                Manfaat

Bayi: nutrisi,kekebalan tubuh,kecerdasan,ikatan emosional Ibu : menurunkan BB, involusio uteri lebih cepat, mencegah

perdarahan, ca ovarium, ca payudara, metode kontrasepsi, ikatan emosional

Negara: kualitas SDM, hemat biaya belanja negara, hemat subsidi obat-obatan

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 41: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

 

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  25  Universitas indonesia 

BAB 3

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang akan

diteliti. Dalam menyusun kerangka konsep dimulai dari variabel yang mewakili

masalah penelitian. Konsep penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni veriabel

dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini yakni

breastfeeding self-eficacy. Variabel independen pada penelitian ini yakni

karakteristik ibu menyusui, RS sayang ibu dan bayi, serta non RSSIB.

Skema 3.1

Kerangka konsep penelitian

Karakteristik Ibu menyusui

• Usia • Pendidikan • Pekerjaan • Kebiasaan

merokok • jenis

persalinan • Paritas • Pengalaman

menyusui  

RSSIB

• Menetapkan kebijakan pemberian ASI • Melakukan pelatihan petugas • Penjelasan tentang manfaat menyusui • Menyusukan bayi dalam 60 menit setelah

dilahirkan • Membantu ibu cara menyusui baik dan

benar • Hanya memberikan ASI pada BBL • Rawat gabung • Membantu ibu menyusui semau bayi • Tidak memberikan dot • Konseling ASI

non RSSIB

Rerata nilai BSE

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 42: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

26  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                  Universitas Indonesia 

3.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

Hipotesis null (Ho) : Tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara

breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB.

Tidak ada hubungan antara usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok,

paritas, pengalaman menyusui, dan jenis persalinan terhadap nilai breastfeeding

self-efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB.

Hipotesis alternatif (Ha): Ada perbedaan nilai yang signifikan antara

breastfeeding self-efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB. Ada

hubungan antara usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, paritas,

pengalaman menyusui, dan jenis persalinan terhadap nila breastfeeding self-

efficacy pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB

3.3 Definisi operasional

Definisi operasional dari variabel independen dan variabel dependen penelitian

ini, diuraikan pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 43: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

27  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                  Universitas Indonesia 

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Independen

Variabel Definisi

Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel Independen

1. Karakteristik ibu menyusui

Sub variabel

1a. Usia Kuantitas hidup responden dihitung sejak lahir dan diukur dalam tahun

Satu pertanyaan pada kuesioner A, pertanyaan (1)

Kuesioner

Dikatagorikan menjadi: 1= resiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) 0= tidak resiko tinggi (20 tahun dan 35 tahun)

Ordinal

1b. Pekerjaan Aktivitas responden diluar rumah yang menghasilkan pendapatan

Satu pertanyaan pada kuesioner A, pertanyaan (2)

Kuesioner

1= tidak bekerja 0 = bekerja

Nominal

1c. Pendidikan Pendidikan formal yang terakhir diselesaikan responden

Satu pertanyaan pada kuesioner A, pertanyaan (3)

Kuesioner Dikatagorikan menjadi: 1= pendidikan tinggi (SMA, perguruan tinggi) 0= pendidikan rendah (SD, SMP)

Ordinal

1d. kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok yang dimiliki responden

Satu pertanyaan pada kuesioner A

kuesioner Dikatagorikan menjadi: 1= merokok 0= tidak merokok

Nominal

1e. Paritas

Jumlah anak yang pernah dilahirkan responden saat dilakukan penelitian

Satu pertanyaan pada kuesioner A

Kuesioner 1= multipara 0 = primipara

Nominal

1f. Pengalaman Menyusui

Kejadian menyusui yang pernah dialami baik yang sudah lama atau baru saja terjadi

Satu pertanyaan kuesioner A

Kuesioner 1= tidak 0= ya

Nominal

1g. Jenis Persalianan

Cara responden melahirkan bayinya Saat dilakukan penelitian

Satu pertanyaan kuesioner A

Kuesioner 1= SC 0= pervaginam

Nominal

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 44: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

28  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                  Universitas Indonesia 

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

2. RSSIB

Rumah sakit pemerintah maupun swasta, umum maupun khusus yang telah atau menetapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, meliputi: menetapkan kebijakan pemberian ASI, melakukan pelatihan petugas, memberikan penjelasan kepada ibu hamil tentang manfaat menyusui, membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan, membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar, tidak memberikan makanan atau minuman selain ASI pada BBL, melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui semau bayi, tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi, mengupayakan terbentuknya kelompok pendukung ASI.

Diukur dengan panduan observasi (instrumen B), terdiri dari 16 obyek pengamatan dengan nilai: 1= Tidak 0= ya

Observasi Skore dengan rentang skore 0�16

Ordinal

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 45: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

29  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                  Universitas Indonesia 

Tabel 3.2 Difinisi operasional variabel dependen

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel dependen

BSE keyakinan diri seorang ibu pada kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI pada bayinya

Diukur dengan: instrumen BSES-SF yang sudah dialihbahasakan (instrumen C), menggunakan skala likert, terdiri dari 14 kuesioner (9 kuesioner untuk dimensi teknik yakni pertanyaan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 5 kuesioner untuk dimensi interpersonal yakni 10,11,12,13,14), bernilai: pertanyaan positif 1= tidak percaya diri sama sekali 2= tidak terlalu percaya diri 3= kadang-kadang percaya diri 4= percaya diri 5= sangat percaya diri

Kuesioner Skore dengan rentang skore 14-70

Interval

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 46: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

 

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  30  Universitas Indonesia 

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif

analitik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

analitik potong lintang atau cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui ada

atau tidak adanya perbedaan antar variabel dependen yakni breastfeeding self-

efficacy dan variabel independen yakni karakteristik ibu menyusui, RSSIB dengan

non RSSIB diidentifikasi secara bersamaan.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui di RS. St. Carolus

Jakarta dan di RSUD. Tarakan Jakarta

4.2.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang berada di

RS. St. Carolus Jakarta dan ibu menyusui yang berada di RSUD. Tarakan Jakarta

yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah

ibu menyusui yang dirawat 2-3 hari paska bersalin di ruang post partum RS. St.

Carolus dan RSUD. Tarakan Jakarta, dapat membaca dan menulis.

Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah ibu menyusui dengan kondisi

bayi sakit atau tidak normal seperti: bibir sumbing, kelainan gastrointestinal,

prematur, fragilitas, dan berat badan lahir rendah. Besar sampel dihitung

menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi kelompok independen

(Dharma, 2011):

N1= N2 = {Z1-α/2√2Р(1-Р) + Z1-β √P1(1-P1) + P2(1-P2)}²

(P1-P2)²

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 47: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

31  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

Keterangan:

N= jumlah sampel

Z1-α/2= standar normal deviasi untuk α

Z1-β= standar normal deviasi untuk β

P1= anticipated population proportion 1

P2= anticipated population proportion 2

P= proporsi gabungan natara kedua kelompok yang dihitung dengan rumus ½

(P1+P2)

P1-P2= perbedaan proporsi yang dianggap bermakna secara klinik (effect size)

Peneliti menetapkan nilai level of significant (α)= 5% (0,05), power of test= 80%,

anticipated population proportion 2 berdasarkan penelitian Bosnjak et al (2009)

yakni sebesar 0,5 dan perbedaan proporsi yang dianggap signifikan secara klinik

adalah sebesar 0,20 sehingga anticipated population proportion 1 adalah sebesar

0,7

Dengan demikian penentuan sampel pada penelitian ini yakni:

N1= N2 = {Z1-α/2√2Р(1-Р) + Z1-β √P1(1-P1) + P2(1-P2)}²

(P1-P2)²

N1= N2= {1,96√2(0,6) (0,4) + 0,842 √(0,7)(0,3) + (0,5)(0,5)}²

(0,7-0,5)²

N1= N2= 3,721 = 94

0,04

Menurut rumus tersebut besar sampel di RSSIB sebesar 94 ibu menyusui dan di

non RSSIB 94 ibu menyusui, sehingga total ibu menyusui pada penelitian ini

adalah 188 ibu menyusui.

4.2.3 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan selama Desember 2012, menggunakan metode

consecutive sampling. Langkah awal yakni melakukan seleksi sampel sebelum

ditetapkan menjadi sampel. Sampel yang digunakan adalah ibu menyusui yang

memenuhi kriteria inklusi dan jika tidak memenuhi kriteria maka tidak dimasukan

sebagai sampel. Alasan pembatasan hari rawat dua sampai tiga hari karena waktu

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 48: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

32  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

tersebut ibu menyusui sudah berinteraksi dengan bayinya sekaligus sudah

memulai untuk menyusui bayinya.

4.3 Waktu penelitian

Waktu penelitian dimulai pada Desember 2012. Pembuatan proposal penelitian

pada 3 September 2012 sampai 8 Nopember 2012, dilanjutkan pengambilan data

selama Desember 2012, pengolahan data Desember 2012, dan laporan hasil

Desember 2012.

4.4 Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di RS. St. Carolus Jakarta, yakni RS tersebut telah

dikenal sebagai RSSIB dan memperoleh predikat sebagai RSSIB terbaik di

Jakarta. Selain itu, RS tersebut konsisten melaksanakan IMD, Rawat gabung,

pendidikan kesehatan terkait ASI, serta konseling ASI. non RSSIB yakni RSUD.

Tarakan Jakarta. Tempat penelitian ini sesuai dengan rencana.

4.5 Etika penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menerapkan beberapa prinsip etik dalam

penelitian. Hal ini dilakukan untuk melindungi penelitian dari masalah etik yang

dapat terjadi selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menerapkan prinsip-

prinsip etika penelitian, meliputi respect for human dignity, respect for privacy

and confidentislity, respect for justice and inclusiveness, serta balancing harms

and benefits (Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004).

Prinsip pertama respect for human dignity, peneliti menggunakan prinsip saling

menghormati harkat dan martabat responden. Peneliti mempertimbangkan hak-

hak responden dalam mendapatkan informasi terkait jalannya penelitian, dan

memperoleh kebebasan menentukan pilihan untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Peneliti memberikan informasi atau penjelasan terkait penelitian kepada

responden sebelum responden mengisi kuesioner. Penjelasan tersebut meliputi:

manfaat penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang dapat

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 49: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

33  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

ditimbulkan, prosedur penelitian. Persetujuan responden untuk dapat

mengundurkan diri, dan jaminan kerahasiaan responden.

Prinsip kedua respect for privacy and confidentiality, yakni menghormati privasi

dan kerahasiaan responden. Peneliti meminta responden untuk tidak

mencantumkan informasi mengenai identitas maupun alamat asal responden

dalam kuesioner, untuk menjaga kerahasiaan identitas responden. Peneliti

menggunakan inisial atau identification number sebagai pengganti identitas

responden.

Prinsip ketiga respect for justice and inclusiveness, yakni peneliti memegang

prinsip keadilan dan keterbukaan. Peneliti senantiasa bersikap jujur, hati-hati,

profesional, berperikemanusiaan. Peneliti juga senantiasa memperhatikan faktor-

faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis, serta perasaan

religius responden. Peneliti meperlakukan responden yang sama baik sebelum,

selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

Prinsip keempat balancing harms and benefits, yakni memperhitugkan manfaat

dan kerugian yang akan ditimbulkan dalam penelitian. Peneliti melaksanakan

penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang

bermanfaat (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi

responden (nonmaleficence).

4.6 Alat pengumpulan data

4.6.1 Instrumen

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner berstruktur.

Kuesioner terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama berisi panduan

observasi. Kelompok kuesioner kedua berisi tentang pertanyaan pengukuran

BSES-SF yang sudah diahlibahasakan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini

menggunakan instrumen sebagai berikut pada tabel 4.1:

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 50: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

34  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

Tabel 4.1 Kisi-kisi instrumen penelitian studi komparasi antara BSE pada ibu menyusui di

RSSIB dan Non RSSIB dan faktor yang mempengaruhinya

Kode Judul kuesioner Dimensi Jumlah

Jenis pertannyaan

Positif

Jenis instrumen

A Karakteristik responden

Usia, pekerjaan, pendidikan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan

7 kuesioner

B

RSSIB

Ada kebijakan tertulis tentang pemberian ASI ekslusif, melakukan pelatihan petugas terkait ASI ekslusif, memberikan informasi kepada ibu hamil tentang manfaat menyusui, membantu ibu menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan, membnatu ibu menyusui yang benar, tidak memberikan makanan atau minuman selain ASI pada bayi, melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui semau bayi dan semau ibu, tidak memberikan dot atau kempeng kepada BBL, membentuk kelompok pendukung ASI

16

Tertutup 16 butir pertannyaan observasi

Instrumen panduan observasi

C

BSES-SF yang dialihbahasakan

14

Tertutup 1,2,3,4,5,6,7, 8,9,10,11,12, 13,14

Kuesioner (1�14)

4.6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas ditujukan untuk mengetahui sejauhmana ketepatan suatu alat ukur

dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Sedangkan uji reliabilitas dilakukan

untuk mengetahui apakah instrumen atau alat ukur reliabel atau dapat diandalkan.

Instrumen dikatakan reliabel jika diperoleh nilai r Alpha lebih dari 0,8 (Dharma,

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 51: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

35  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

2010). Pada penelitian sebelumnya oleh Wardani (2012), nilai reliabilitas

instrumen BSES-SF yang sudah dialihbahasakan yakni 0,872. Berdasarkan hal

tersebut, maka pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas

instrumen.

4.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian diawali dengan peneliti melaksanakan seminar atau uji

proposal penelitian pada 8 Nopember 2012 dihadapan Tim penguji proposal FIK-

UI. Kemudian, dilanjutkan dengan dua tahapan yakni tahap persiapan atau

administrasi dan tahap pelaksanaan (teknis). Tahap administrasi peneliti

mengajukan uji etik melalui komite etik FIK-UI (surat keterangan lolos etik pada

22 Nopember 2012). Peneliti membuat surat permohonan ijin penelitian melalui

FIK-UI yang ditujukan kepada direktur RS. St. Carolus Jakarta dan direktur

RSUD. Tarakan Jakarta.

Tahap pelaksanaan (teknis), setelah mendapat izin, peneliti mengadakan

pertemuan awal untuk menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur penelitian kepada

bidang keperawatan, kepala ruang, instruktur klinik. Peneliti melakukan

pengumpulan data sendiri tanpa bantuan dari tim lain. Peneliti membagikan

lembar persetujuan kepada calon responden. Setelah lembar persetujuan

ditandatangani maka peneliti membagikan kuesioner, responden diberikan

kesempatan untuk mengisi kuesioner, responden dipersilahkan untuk klarifikasi

apabila kurang mengerti, selanjutnya pengumpulan kuesioner setelah diisi

lengkap. Peneliti melakukan observasi tentang RSSIB, terakhir pemberian kode

pada masing-masing lembar observasi maupun identitas responden.

4.8 Pengolahan dan Analisa Data

4.8.1 Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap meliputi:

editting, untuk menilai kelengkapan data, setelah kuesioner diisi oleh responden,

peneliti mengumpulkan kuesioner tersebut, terlebih dahulu peneliti memastikan

kuesioner telah terisi dengan lengkap, sehingga jika belum lengkap dapat

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 52: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

36  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

langsung diperbaiki dan dilengkapi oleh responden. Selanjutnya dilakukan

pengecekan hasil kuesioner yang telah diisi, pada saat itu juga dilakukan editing

diruang perawat.

Coding, peneliti melakukan pengkodean untuk mengubah data yang berbentuk

kalimat menjadi angka dan bilangan yang kemudian diolah selanjutnya sesuai cara

ukur yang telah ditetapkan di bab sebelumnya. Peneliti melakukan pengkodean

supaya mendapat kemudahan saat pengolahan data dan mempercepat proses

analisa data.

Entry data, peneliti melakukan entry data atau memasukan data yang telah

ditabulasi ke dalam sistem SPSS 15, data yang sudah didapatkan dimasukan ke

dalam software. Selanjutnya Cleaning, peneliti melakukan pengecekan kembali

untuk mengetahui kembali kemungkinan kesalahan dalam pengkodean atau

pemasukan data (Notoatmodjo, 2010). Caranya yakni dengan mengetahui adanya

missing data. Data pada penelitian ini menunjukan missing data nol yang artinya

tidak dijumpai data yang hilang atau tidak lengkap.

4.8.2 Analisa data

Analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, menyajikan data variabel yang diteliti, melakukan perhitungan statistik

untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesa (Hastono, 2007). Analisa data

yang digunakan pada penelitian ini yakni analisa univariat, analisa bivariat, dan

analisa multivariat. Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, bentuk atau hasilnya

tergantung dari jenis datanya (Hastono, 2007). Analisis univariat pada penelitian

ini bertujuan untuk menganalisis variabel penelitian secara deskritif untuk

menentukan karakteristiknya BSE, usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan

merokok, paritas, pengalaman menyusui, dan jenis persalinan. Hasil analisis

univariat dari variabel penelitian ini yakni rerata dari masing-masing variabel.

Tabel 4.2 menunjukan analisis univariat pada penelitian ini.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 53: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

37  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

Tabel 4.2 Analisis univariat RSSIB Non RSSIB

BSE, usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan

BSE, usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan

Analisis bivariat merupakan analisis untuk dua variabel antara variabel

independen dengan dependen yang bertujuan untuk mengestimasi adanya

hubungan atau perbedaan (Hastono, 2007). Analisis bivariat pada penelitian ini

digunakan untuk membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan yaitu apakah ada

perbedaan rerata skor BSE pada ibu menyusui di RSSIB dengan non RSSIB.

variabel yang dihubungkan adalah rerata nilai BSE (numerik) dengan pendidikan,

usia, pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, jenis persalinan

(katagorik).

Analisis bivariat diawali dengan melakukan uji kenormalan data pada setiap

variabel untuk menentukan jenis uji yang tepat digunakan pada data dalam analisi

bivariat (Hastono, 2007). Uji normalitas dilakukan setelah analisis univariat

dengan membagikan nilai skewness dengan standar-error dari masing-masing

variabel. Variabel yang diuji normalitas yaitu skor BSE pada ibu menyusui di

RSSIB dan skor BSE pada ibu menyusui di non RSSIB.

Hasil uji normalitas variabel data numerik dengan membagikan nilai skewness dan

standar-error= 2. Uji normalitas selanjutnya yakni variabel usia, pendidikan,

pekerjaan, kebiasaaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan.

Uji normalitas data menggunakan analisis kolmogrof smirnof (jumlah sample

lebih dari 50). Hasilnya data tidak berdistribusi normal. Karena data tidak

berdistribusi normal maka dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Hasilnya

data tetap tidak berdistribusi normal.

Analisis bivariat menggunakan uji sesuai datanya (data berdistribusi tidak

normal), sehingga analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah uji

alternatif dari uji t independen yakni uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 54: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

38  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rerata skor BSE pada ibu

menyusui di RSSIB dengan non RSSIB. Tabel 4.3 memperlihatkan jenis analisis

bivariat yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 4.3Analisis bivariat untuk menguji perbedaan

mean antara dua kelompok data Kelompok data Kelompok data Uji statistik Uji alternatif

Rata-rata skor BSE pada kelompok ibu menyusui di RSSIB

Rata-rata skor BSE pada kelompok ibu menyusui di Non RSSIB

Independen t-test

Mann-Whitney

Analisis multivariat bertujuan untuk melihat atau mempelajari hubungan beberapa

variabel (lebih dari satu variabel) independen dengan satu atau beberapa variabel

dependen (umumnya satu variabel dependen) (Hastono, 2007). Langkah awal

untuk dilakukan analisis multivariat adalah menyeleksi variabel yang akan

dimasukan dalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukan dalam analisi

multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25

(Dahlan, 2011).

Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis logistik

regresi ganda (multiple logistik regresion). Analisis logistik regresi ganda

digunakan untuk memprediksi skor BSE berdasarkan variasi beberapa variabel

usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas,

jenis persalinan. Analisis logistik regresi ganda pada penelitian ini yakni melihat

faktor yang paling berpengaruh terhadap skor BSE di RSSIB dan non RSSIB.

Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan metode backward. Pada

metode backward, software secara otomatis memasukan semua variabel yang

terseleksi untuk dimasukan ke dalam multivariat. Secara bertahap variabel yang

tidak berpengaruh akan dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai

tidak ada lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari analisis. Tabel 4.4

memperlihatkan jenis analisa multivariat yang digunakan pada penelitian ini.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 55: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

39  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                        Universitas Indonesia  

Tabel 4.4 Analisis multivariat Kelompok data Kelompok data Uji statistik

Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan skor BSE pada kelompok ibu menyusui di RSSIB

Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan dengan skor BSE pada kelompok ibu menyusui di non RSSIB

Multiple logistik regresion

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 56: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

 

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  40  Universitas Indonesia 

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Bab ini memaparkan hasil penelitian studi komparasi antara nilai breastfeeding

self-efficacy (BSE) pada ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Pengambilan

data dilaksanakan selama Desember 2012, dan dilaksanakan pada dua RS di

Jakarta. Sebanyak 188 ibu menyusui sesuai kriteria inklusi berpartisipasi dalam

penelitian ini. Penyajian hasil penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu

karakteristik ibu menyusui, nilai BSE, dan faktor yang paling berpengaruh

terhadap nilai BSE.

5.1 Karakteristik ibu menyusui

Tabel 5.1 Menunjukan karakteristik ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan,

pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas, jenis persalinan.

Usia ibu menyusui di RSSIB lebih banyak usia tidak resiko tinggi untuk

melahirkan yakni 91,5 % dibandingkan dengan usia resiko tinggi untuk

melahirkan yakni 8,5 %. Begitu juga dengan usia ibu menyusui di non RSSIB

lebih banyak usia tidak resiko tinggi untuk melahirkan yakni 70,2 % dibandingkan

dengan usia resiko tinggi untuk melahirkan yakni 29,8 %.

Karakteristik berdasarkan pendidikan, pendidikan ibu menyusui di RSSIB yakni

100 % memiliki pendidikan tinggi. Sebaliknya, di non RSSIB ibu menyusui lebih

banyak memiliki pendidikan rendah yakni 85,1 % dibandingkan dengan

pendidikan tinggi yakni hanya 14,9 %. Berdasarkan pekerjaan, ibu menyusui di

RSSIB lebih banyak yang bekerja yakni 74,5 % dibandingkan tidak bekerja yakni

25,5 %. Sebaliknya, ibu menyusui di non RSSIB lebih banyak tidak memiliki

pekerjaan diluar rumah yakni 78,7 % dibandingkan dengan memiliki pekerjaan

diluar rumah yakni 21,3 %. Kebiasaan merokok, ibu menyusui di RSSIB yang

tidak mempunyai kebiasaan merokok lebih tinggi yakni 95,7 % dibandingkan

dengan yang mempunyai kebiasaan merokok yakni 4,3 %. Begitu juga, ibu

menyusui di non RSSIB tidak mempunyai kebiasaan merokok lebih banyak yakni

96,8 % dibandingkan dengan mempunyai kebiasaan merokok yakni 3,2 %.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 57: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

41  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

Pengalaman menyusui, ibu menyusui di RSSIB lebih banyak memiliki

pengalaman menyusui sebelumnya yakni 57,4 % dibandingkan dengan tidak

memiliki pengalaman menyusui sebelumnya yakni 42,6 %. Begitu juga ibu

menyusui di non RSSIB lebih banyak memiliki pengalaman menyusui

sebelumnya yakni 59,6 % dibandingkan dengan tidak memiliki pengalaman

menyusui sebelumnya yakni 40,4 %. Berdasarkan paritas, ibu menyusui di RSSIB

lebih banyak multipara yakni 58,5 % dibandingkan primipara yakni 41,5 %.

Begitu juga, ibu menyusui di non RSSIB lebih banyak multipara yakni 63,8 %

dibandingkan dengan primipara yakni 36,2 % . Berdasarkan jenis persalinan,

jenis persalinan ibu menyusui di RSSIB lebih banyak pervaginam yakni 60,6 %

dibandingkan dengan SC yakni 39,4 %. Sebaliknya, jenis persalinan ibu menyusui

di non RSSIB lebih banyak SC yakni 70,2 % dibandingkan dengan pervaginam

yakni 20, 9 %. Secara lengkap data karakteristik dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, jenis persalinan di

RSSIB dan non RSSIB

Variabel non RSSIB RSSIB n % n %

Usia resiko tinggi(<20 tahun, >35 tahun) 28 29,8 8 8,5 tidak resiko tinggi (20 tahun – 35 tahun) 66 70,2 86 91,5

pendidikan pendidikan rendah (SD, SMP) 80 85,1 0 0 pendidikan tinggi (SMA, perguruan tinggi) 14 14,9 94 100

Pekerjaan tidak bekerja 74 78,7 24 25,5 Bekerja 20 21,3 70 74,5

kebiasaan merokok Tidak 91 96,8 90 95,7 Ya 3 3,2 4 4,3

pengalaman menyusui Tidak 38 40,4 40 42,6 Ya 56 59,6 54 57,4

Paritas Primipara 34 36,2 39 41,5 Multipara 60 63,8 55 58,5

jenis persalinan Pervaginam 28 29,8 57 60,6 SC 66 70,2 37 39,4

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 58: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

42  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

5.2 Nilai rerata BSE berdasarkan karakteristik ibu menyusui

Tabel 5.2 menunjukan perbedaan nilai rerata BSE berdasarkan usia, pendidikan,

pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas, dan jenis

persalinan. Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB, usia resiko tinggi untuk

melahirkan lebih tinggi yakni 70,00 daripada usia tidak resiko tinggi untuk

melahirkan yakni 57,00. Sebaliknya, ibu menyusui di non RSSIB, usia resiko

tinggi untuk melahirkan yakni 54,00 hampir sebanding dengan usia tidak resiko

tinggi untuk melahirkan yakni 50,00.

Berdasarkan tingkat pendidikan, nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB, tingkat

pendidikan tinggi yakni 57,50. Selanjutnya, ibu menyusui di non RSSIB, tingkat

pendidikan tinggi (minimal SMA) lebih tinggi yakni 56,50 dibandingkan

pendidikan rendah (SD, SMP) yakni 46,50. Berdasarkan pekerjaan, ibu menyusui

di RSSIB yang bekerja memiliki rerata nilai BSE yakni 58,50, hampir sama

dengan tidak bekerja yakni 57,50. Demikian juga ibu menyusui di non RSSIB,

tidak bekerja yakni 50,00 hampir sama dengan bekerja yakni 52,50.

Berdasarkan kebiasaan merokok, nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB,

memiliki kebiasaan merokok yakni 57,00, hampir sama dengan tidak memiliki

kebiasaan merokok yakni 57, 50. Sebaliknya, ibu menyusui di non RSSIB, tidak

memiliki kebiasaan merokok lebih tinggi yakni 50,00 dibandingkan dengan

memiliki kebiasaan merokok yakni 26,00. Berdasarkan pengalaman menyusui,

nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui

sebelumnya lebih tinggi yakni 67,00 dibandingkan dengan tidak memiliki

pengalaman menyusui sebelumnya yakni 55,00. Demikian juga, ibu menyusui di

non RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya lebih tinggi yakni

55,00 dibandingkan dengan tidak memiliki pengalaman sebelumnya yakni 42,00.

Berdasarkan paritas, ibu menyusui di RSSIB, multipara memiliki nilai rerata BSE

lebih tinggi yakni 67,00 daripada primipara yakni 55,00. Demikian juga, ibu

menyusui di non RSSIB, multipara memiliki nilai rerata BSE lebih tinggi yakni

52,50 daripada primipara yakni 44,50. Berdasarkan jenis persalinan, ibu menyusui

di RSSIB dengan jenis persalinan SC memiliki nilai rerata BSE yakni 59,00,

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 59: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

43  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

hampir sama dengan pervaginam yakni 57,00. Begitu juga, ibu menyusui di non

RSSIB dengan jenis persalinan SC memiliki nilai rerata BSE yakni 50,00 hampir

sama dengan pervaginam yakni 48,50. Data ini dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Nilai rerata BSE ibu menyusui berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, pengalaman menyusui, paritas,

dan jenis persalinan di RSSIB dan non RSSIB (n = 188)

Karakteristik Variabel n Median

BSE U Sig usia

RSSIB resiko tinggi 8 70.00 193.00 0.040* tidak resiko tinggi 86 57.00 non RSSIB resiko tinggi 28 54,00 76.450 0.187 tidak resiko tinggi 66 50,00

pendidikan RSSIB pendidikan rendah 0 0 pendidikan tinggi 94 57.50 non RSSIB pendidikan rendah 80 46.50 357.50 0.031* pendidikan tinggi 14 56.50

pekerjaan RSSIB tidak bekerja 24 57.00 726.50 0.323 Bekerja 70 58.50 non RSSIB tidak bekerja 74 50.00 738.00 0.985 Bekerja 20 52.50

kebiasaan merokok RSSIB Tidak 90 57.50 151.00 0.606 Ya 4 57.00 non RSSIB Tidak 91 50.00 44.00 0.044* Ya 3 26.00

pengalaman menyusui RSSIB Tidak 40 55.00 486.00 0.000* Ya 54 67.00 non RSSIB Tidak 38 42.00 639.00 0.001* Ya 56 55.00

kelahiran anak ke RSSIB Primipara 39 55.00 502.00 0.000* Multipara 55 67.00 non RSSIB Primipara 34 44.50 760.50 0.041* Multipara 60 52.50

jenis persalinan RSSIB Pervaginam 57 57.00 958.00 0.453 SC 37 59.00 non RSSIB Pervaginam 28 48.50 862.00 0.608 SC 66 50.00

* tingkat kemaknaan α < 0,05

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 60: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

44  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

5.3 Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB

Tabel 5.3 menunjukan perbedaan nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan

non RSSIB. Ibu menyusui di RSSIB memiliki nilai rerata BSE lebih tinggi yakni

57,00 dibandingkan dengan nilai rerata BSE ibu menyusui di non RSSIB yakni

50,00. Terdapat perbedaan secara statistik pada nilai BSE antara ibu menyusui di

RSSIB dan non RSSIB dengan odd ratio (OR) sebesar 13,97; artinya ibu

menyusui di RSSIB mempunyai peluang 14 kali memiliki nilai BSE yang lebih

tinggi dibandingkan dengan ibu menyusui di non RSSIB, atau probabilitas ibu

menyusui di RSSIB untuk memiliki nilai BSE tinggi dibandingkan di non RSSIB

sebesar 93 %.

Tabel 5.3 Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB

5.4 Nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB berdasarkan

dimensi teknik dan intrapersonal.

Tabel 5.4 menunjukan bahwa nilai rerata BSE ibu menyusui di RSSIB lebih tinggi

yakni 57,00 dibandingkan dengan rerata nilai BSE ibu di non RSSIB yakni 50,00.

Berdasarkan dimensi teknik dan intrapersonal, ibu menyusui di RSSIB memiliki

nilai rerata BSE pada dimensi teknik lebih tinggi yakni 37,00 dibandingkan

dengan dimensi teknik ibu menyusui di non RSSIB yakni 33,00. Begitu juga

dimensi intrapersonal lebih tinggi di RSSIB yakni 20,00 dibandingkan dengan

dimensi intrapersonal ibu menyusui di non RSSIB yakni 17,00.

Tabel 5.4 Nilai rerata BSE di RSSIB dan non RSSIB berdasarkan dimensi teknik dan intrapersonal

BSE

Non RSSIB

RSSIB p value

N median (IQR) median (IQR)Teknik 94 33,00(23,00; 36,00) 37,00(35,00; 44,00) 0,000 Intrapersonal 94 17,00(14,00; 20,25) 20,00(20,00; 24,25) 0,000 Total 188 50,00(35,00; 56,25) 57,00(55,00; 68,00) 0,000

BSE OR (95%CI) P value Rendah Tinggi n % n %

RSSIB 4 4,3 90 95,7 13,97 0,000 non RSSIB 36 38,3 58 74,0 (4,72 – 41,31)

Total (n = 188) 40 21,3 148 78,7

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 61: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

45  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

5.5 Hasil observasi

Tabel 5.5 Menunjukan hasil observasi RSSIB. Observasi ini meliputi pelaksanaan

10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) di RSSIB dan non RSSIB.

RSSIB terdapat seluruh aspek (16 aspek) yang dinilai, sebaliknya, non RSSIB

tidak terdapat seluruh aspek, yakni hanya terdapat tiga aspek yang dilihat dalam

observasi. Secara lengkap data hasil observasi dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.5 Observasi berdasarkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) di RSSIB dan non RSSIB

NO Aspek Observasi RSSIB Non RSSIB

1 Larangan memberi makan dan minuman selain ASI kepada BBL

Ya tidak

2 Larangan memberikan dot/ kempeng kepada bayi yang menyusu

ya tidak

3 Larangan memberikan susu formula pada BBL ya tidak

4 Larangan promosi susu formula di RS dan lingkungannya ya ya

5 Memberikan bayi kepada ibu setiap saat bayi menangis ya ya

6 Ibu dan bayi bersama selama 24 jam ya ya

7 Kunjungan berkala oleh kelompok pendukung ASI Ya Tidak

8 Klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam

Ya Tidak

9 Suami mendampingi istri saat melahirkan

Ya Tidak

10 Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin (IMD)

Ya Tidak

11 Mengadakan pelatihan in house training berkala bagi dokter, perawat, dan bidan tentang manajemen laktasi

Ya Tidak

12 Memberikan informasi tentang pentingnya menyusui Ya Tidak

13 Memberikan informasi tentang manfaat ASI Ya Tidak

14 Membantu ibu cara menyusui yang baik dan benar Ya Tidak

15 Tersedia ruangan khusus menyusui di RS Ya Tidak

16 Pendampingan pasien tidak dibatasi selama 24 jam

Ya Tidak

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 62: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

46  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

5.6 Faktor yang berhubungan dengan nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan

non RSSIB

Tabel 5.6 menjelaskan seleksi variabel untuk dilakukan uji regresi logistik ganda.

Pada non RSSIB seluruh kandidat yang memenuhi syarat untuk dimasukan

kedalam uji regresi logistik ganda yakni, usia, pekerjaan, pendidikan, kebiasaan

merokok, paritas, pengalaman menyusui, dan jenis persalinan (p= < 0,25). Begitu

juga di RSSIB, seluruh kandidat memenuhi syarat yakni usia, pekerjaan,

pendidikan, kebiasaan merokok, paritas, pengalaman menyusui, dan jenis

persalinan (p= < 0,25). Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai

berikut:

Tabel 5.6 Seleksi variabel antara karakteristik ibu menyusui dan nilai BSE di RSSIB dan non RSSIB

Variabel P value

RSSIB usia 0.000* pekerjaan 0.000* pendidikan 0.000* Kebiasaan merokok 0.000* paritas 0.099* Pengalaman menyusui 0.14* Jenis persalinan 0.039* Non RSSIB usia 0.023* pekerjaan 0.000* pendidikan 0.000* Kebiasaan merokok 0.000* paritas 0.007* Pengalaman menyusui 0.063* Jenis persalinan 0.000*

*tingkat kemaknaan α < 0,25

Tabel 5.7 menunjukan faktor yang paling berhubungan dengan nilai BSE ibu

menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Faktor yang paling berhubungan dengan

nilai BSE ibu menyusui di RSSIB adalah pengalaman menyusui sebelumnya (p

0,039) dibandingkan dengan paritas (p 0,079). Faktor yang mempengaruhi nilai

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 63: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

47  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013                                                                         Universitas Indonesia 

BSE ibu menyusui di non RSSIB adalah Pengalaman menyusui sebelumnya (p

0,026) dibandingkan dengan pendidikan (p 0,082) dan paritas (p 0,14).

Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut ditunjukan oleh besarnya odd ratio

(OR). Nilai OR yang paling besar merupakan faktor yang paling berpengaruh

terhadap nilai BSE, yakni pengalaman menyusui terhadap nilai BSE ibu menyusui

di RSSIB sebesar 10,74; artinya ibu menyusui di RSSIB yang memiliki

pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 11 kali mempunyai nilai BSE

tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya.

Begitu juga di non RSSIB, nilai OR sebesar 14,46; artinya ibu menyusui di non

RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 14 kali

mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman

menyusui sebelumnya. Secara lengkap faktor yang mempengaruhi BSE ibu

menyusui di RSSIB dan non RSSIB dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB

Variabel P value OR 90% CI non RSSIB

Pendidikan 0,082 4,59 0,823 – 25,553 Paritas 0,14 5,86 0,54 – 63, 553 Pengalaman menyusui 0,026* 14,46 1,380 – 151, 576 RSSIB Jenis persalinan 0,079 5,22 0,828 – 32, 892 Pengalaman menyusui 0,039* 10,74 1,127 – 102,333

*tingkat kemaknaan α < 0,05

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 64: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

 

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  48  Universitas Indonesia  

BAB 6

PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan,

keterbatasan penelitian, dan implikasi keperawatan. Pembahasan interpretasi hasil

penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil dari temuan penelitian dengan

tinjauan pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya. Keterbatasan penelitian

dijelaskan dengan membandingkan proses penelitian setelah dilakukan dengan

kondisi seharusnya dicapai. Sedangkan implikasi keperawatan membahas tentang

dampak penelitian terhadap keperawatan.

6.1 Perbandingan nilai BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB

Hasil penelitian ini mengkonfirmasi berbagai penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa salah satu faktor penting dari ibu tidak memberikan ASI

kepada bayinya adalah keyakinan diri ibu untuk menyusui atau Breastfeeding

Self-Efficacy (BSE) (Entwistle, Kendall, & Mead, 2010). Breastfeeding Self-

Efficacy (BSE) merupakan keyakinan diri ibu terhadap kemampuannya untuk

menyusui bayinya (Dennis & Faux, 1999). BSE merupakan aspek ibu yang sangat

penting dalam menyusui, karena dapat memprediksi keputusan ibu untuk

memberikan ASI kepada bayinya. BSE menentukan ibu untuk memilih menyusui

atau tidak, berapa banyak usaha yang dilakukan ibu untuk menyusui bayinya,

bagaimana pola pikir ibu untuk menyusui bayinya, dan bagaimana ibu

menanggapi secara emosional kesulitan untuk menyusui bayinya (Dennis, 2003).

Penelitian ini melaporkan bahwa terdapat perbedaan rerata nilai BSE ibu

menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Ibu menyusui di RSSIB mempunyai rerata

nilai BSE lebih tinggi dibandingkan non RSSIB. Ibu menyusui di RSSIB

mempunyai peluang 14 kali (93 %) memiliki nilai BSE lebih tinggi dibandingkan

dengan non RSSIB. nilai BSE tersebut membuat ibu di RSSIB lebih kuat dalam

memutuskan untuk menyusui bayinya. Sebaliknya, ibu di non RSSIB lebih besar

kemungkinannya untuk memberikan susu formula. Hal ini didukung oleh Bandura

(1986 dalam Spaulding, 2007) ibu cenderung akan memberikan ASI dibandingkan

dengan susu formula ketika ibu memiliki BSE yang tinggi.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 65: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

49  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

Hasil penelitian ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa usaha ibu di

RSSIB untuk menyusui tinggi. Sebaliknya, usaha ibu di non RSSIB untuk

menyusui rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bandura bahwa ibu yang

memiliki BSE tinggi cenderung akan menunjukan usaha yang lebih keras daripada

ibu yang memiliki BSE rendah (Spaulding, 2007). Seharusnya ibu menyadari

akan tanggung jawabnya terhadap hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif.

Hal ini diatur dalam PP No. 33 pasal 6 yang menerangkan bahwa setiap ibu yang

melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya.

Secara umum, usaha dan kesiapan ibu untuk memberikan ASI dapat dilihat dari

nilai BSE ibu. Nilai BSE tinggi membuat usaha dan kesiapan ibu untuk

memberikan ASI juga tinggi. Ibu dengan BSE tinggi akan lebih lama menyusui

bayinya termasuk pemberian ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan karena ibu

yang memiliki nilai BSE rendah selalu mengganggap dirinya kurang mampu

menangani situasi saat ini maupun situasi yang akan datang. Sebaliknya, ibu yang

mempunyai nilai BSE tinggi akan tetap menyusui lebih lama daripada ibu dengan

nilai BSE rendah (Britton & Britton, 2008; Kingston, Dennis & Sword, 2007).

Nilai BSE tinggi juga berarti ibu memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi

terhadap lingkungannya. Lingkungan tempat ibu dirawat memberikan dukungan

pada usaha ibu untuk menyusui. Lingkungan di non RSSIB belum memberikan

dukungan sepenuhnya terhadap ibu untuk menyusui bayinya. Sebaliknya, RSSIB

mempunyai tujuan khusus yaitu RS sebagai model dan pembina teknis dalam

keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2009). RSSIB memberikan dukungan yang

penuh terhadap ibu untuk menyusui. Dengan demikian, ibu di RSSIB memiliki

nilai BSE yang tinggi dibandingkan dengan ibu di non RSSIB. BSE tinggi

membuat ibu tidak mudah putus asa, menyerah, bahkan ibu cenderung berusaha

lebih keras dalam mengatasi kesulitan menyusui (Bandura, 1986 dalam

Spaulding, 2007).

Salah satu sumber informasi BSE yakni verbal persuation atau pengaruh verbal.

Bujukan dari pihak yang berpengaruh seperti petugas kesehatan dapat

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 66: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

50  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

berkontribusi secara nyata dalam peningkatan BSE (Bandura, 1997 dalam Dennis

2003). Penelitian Khayati (2012) melaporkan bahwa dukungan RS merupkan

faktor yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan manajemen laktasi. Sejauh

ini, evaluasi pelaksanaan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui di RSSIB

belum tersedia informasinya. Akan tetapi, tingginya peluang ibu di RSSIB untuk

mempunyai nilai BSE tinggi dapat dikarenakan, RSSIB telah melaksanakan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui. Sedangkan, non RSSIB belum

melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Hal ini sejalan dengan

telaah Weddig (2011) dari berbagai penelitiannya bahwa RSSIB memberikan

lebih banyak dukungan untuk menyusui.

Secara khusus, jika dilihat dari segi jenis RS. Non RSSIB dalam penelitian ini

merupakan RS Pemerintah. Seharusnya RS Pemerintah lebih mendukung

pelaksanaan program dari Pemerintah itu sendiri. Sebaliknya, RSSIB pada

penelitian ini merupakan RS swasta, kenyataannya lebih mendukung pelaksanaan

program Pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab terhadap tercapainya ASI

eksklusif di Indonesia. Tanggung jawab Pemerintah tersebut diatur dalam PP No.

33 tentang pemberian ASI eksklusif. Secara rinci dalam Bab 2 pasal 3 yang

menjelaskan tanggung jawab Pemerintah tersebut meliputi: menetapkan kebijakan

nasional terkait program pemberian ASI eksklusif. Melaksanakan advokasi dan

sosialisasi program pemberian ASI eksklusif. Memberikan pelatihan dan

menyediakan konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat

sarana umum lainnya. Mengintegrasikan materi mengenai ASI eksklusif pada

kurikulum pendidikan formal dan non formal bagi tenaga kesehatan. Membina

dan mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI eksklusif

di fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, tempat kerja, tempat

sarana umum, dan kegiatan masyarakat.

Dilihat dari segi pendanaan, RS Pemerintah seharusnya memiliki peluang lebih

besar dalam mewujudkan pelaksanaan program. Sebaliknya RS swasta, akan lebih

memiliki keterbatasan dalam pelaksanaan program. Kenyataan ini menunjukan

bahwa komitmen Pemerintah dalam hal pendanaan belum maksimal. Ketentuan

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 67: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

51  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

pendanaan program keberhasilan ASI eksklusif diatur dalam PP No. 33 pasal 38.

Pasal tersebut berbunyi: pendanaan program ASI eksklusif dapat bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja Negara, atau sumber lain yang sah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, Pemerintah juga harus memperhatikan SDM yang mendukung terhadap

keberhasilan program. Apakah program RSSIB tersebut sudah menyinggung

peran tenaga kesehatan. Kenyataannya, petugas kesehatan juga tidak lepas dari

distributor susu formula. Hal ini bertentangan dengan PP No. 33 pasal 17 yang

menerangkan bahwa, setiap tenaga kesehatan dilarang memberikan susu formula

bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat program ASI eksklusif.

Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan mempromosikan susu formula

bayi dan produk bayi yang dapat menghambat program ASI eksklusif.

Bellamy (1998 dalam Fairbank, 2000) menyatakan bahwa RSSIB memberikan

hasil yang positif terhadap menyusui eksklusif. Hal ini sejalan dengan bunyi PP

No. 33 Pasal 1 tentang ketentuan ASI eksklusif. ASI eksklusif adalah ASI yang

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan

dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Pasal 2 tentang

ketentuan tujuan pemberian ASI eksklusif untuk menjamin pemenuhan hak bayi

dalam mendapatkan ASI. Tujuan lainnya untuk memberikan perlindungan kepada

ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya.

Program RSSIB memberikan peningkatan terhadap pencapaian ASI eksklusif.

Pencapaian ASI eksklusif di Iran, Cina, Cili mengalami peningkatan hingga 50 %.

Hal serupa juga sudah dibuktikan di Asia, seperti Taiwan, pencapaian ASI

eksklusif mengalami peningkatan hingga 70 %. Selain itu di Negara maju seperti

Itali, program RSSIB meningkatkan pencapaian ASI eksklusif hingga 91 %.

Pencapaian ASI eksklusif di RSSIB tersebut dapat menggambarkan BSE ibu

tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Bosnjak, Grguric, Stanojevic, Sonick

(2009) menyatakan bahwa BSE mempunyai pengaruh terhadap ASI eksklusif di

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 68: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

52  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

RSSIB. Ibu menyusui yang memiliki BSE tinggi dapat meningkatkan menyusui

hingga lebih dari 6 bulan.

Hasil observasi yang dilakukan di RSSIB menunjukan bahwa RSSIB komitmen

melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). Hal ini sesuai

dengan definisi RSSIB yakni rumah sakit Pemerintah atau swasta, umum atau

khusus yang telah melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

(Depkes RI, 2009). Sedangkan di non RSSIB belum sepenuhnya melaksanakan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya

komitmen bersama dalam menjalankan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

di non RSSIB.

Keharusan melaksanakan 10 LMKM diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 33

Pasal 33. Pasal tersebut menerangkan bahwa, penyelenggara fasilitas pelayanan

kesehatan harus mendukung keberhasilan program ASI eksklusif dengan

berpedoman pada 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). 10

LMKM tersebut yakni menetapkan kebijakan pemberian ASI. Melakukan

pelatihan petugas terhadap pemberian ASI. Memberikan penjelasan kepada ibu

hamil tentang manfaat menyusui. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam

60 menit setelah melahirkan diruang bersalin (IMD). Membantu ibu memahami

cara menyusui yang baik dan benar. Tidak memberikan makanan atau minuman

selain ASI kepada BBL. Melaksanakan rawat gabung, membantu ibu menyusui

semau bayi, tidak memberikan dot pada bayi, serta konseling ASI.

Salah satu langkah tersebut yang dilaksanakan oleh program RSSIB yakni

melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Hampir seluruh ibu menyusui di

RSSIB menyatakan bahwa lebih memilih RSSIB sebagai tempat melahirkan

karena ingin melakukan IMD. Sebaliknya, alasan ibu memilih melahirkan di non

RSSIB karena relatif murah (Jampersal). Sayangnya, non RSSIB tidak

sepenuhnya melakukan IMD. Apabila IMD juga dilakukan di non RSSIB maka

ibu tidak hanya bebas dari biaya melahirkan melainkan juga memiliki BSE tinggi.

Pelaksanaan IMD sendiri tertuang dalam PP No. 33 Pasal 9 menjelaskan bahwa

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 69: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

53  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD

terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam.

Inisiasi Menyusu Dini dilakukan dengan cara meletakan bayi secara tengkurap di

dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. Pasal 10

menerangkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan

kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan atau rawat

gabung, kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan awal menuju keberhasilan menyusui

eksklusif. IMD dapat membuat ibu yakin untuk menyusui. Hal ini dibuktikan oleh

hasil penelitian Fikawati & Syafiq (2010) melaporkan bahwa, faktor penting yang

menyebabkan terjadinya kegagalan ASI eksklusif karena ibu tidak difasilitasi

melakukan IMD. Menurut telaah Weddig (2011) IMD dapat meningkatkan

keyakinan ibu untuk tetap menyusui setelah dari RS. Segera menyusui paska

melahirkan dapat meningkatkan kesuksesan ASI eksklusif (Righard & Alade,

1990 dalam Weddig, 2011).

Hal yang menguatkan lainnya dari RSSIB yakni tidak memberikan dot/kempeng

kepada bayi yang menyusu. Sebaliknya, non RSSIB, ibu mempunyai kesempatan

yang luas untuk memberikan dot. Sikap tegas melarang ibu memberikan dot atau

kempeng pada bayinya mengharuskan ibu untuk menyusui bayinya. Dengan

demikian ibu yakin untuk tetap menyusui. Hal ini sejalan dengan telaah Weddig

(2011) bayi baru lahir yang hanya diberikan ASI sejak dilahirkan (rumah sakit)

mempunyai rerata waktu lebih lama menyusu (ASI eksklusif). Lebih lanjut,

menurut Weddig (2011) penggunaan dot atau kempeng sejak di RS menunjukan

hubungan yang negatif terhadap hasil menyusui dan dapat mengurangi produksi

ASI.

Kenyataan yang menarik lainnya dari RSSIB adalah menyediakan klinik laktasi

dengan konselor menyusui yang siap 24 jam. Sedangkan di non RSSIB tidak

tersedia klinik laktasi. Pentingnya konselor laktasi dikuatkan oleh hasil penelitian

Ekstrom et al (2005) melaporkan bahwa konseling dari petugas kesehatan dapat

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 70: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

54  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

memberikan kepuasan bagi klien. Lebih lanjut, Ekstrom et al (2005) juga

melaporkan bahwa konseling laktasi yang dilaksanakan secara konsisten

memberikan sikap yang positif bagi ibu menyusui. Konselor laktasi dapat

meningkatkan BSE ibu (Ekstrom et al, 2005). Konselor laktasi memberikan sikap

positif bagi ibu untuk yakin dan mempertahankan menyusui, karena masalah yang

timbul selama proses menyusui cepat mendapatkan solusi. Dengan demikian, nilai

BSE ibu menyusui di RSSIB lebih tinggi dibandingkan dengan non RSSIB.

Selain hal tersebut diatas, RSSIB tidak memberikan susu formula pada bayi baru

lahir. Sedangkan non RSSIB memberikan susu formula pada bayi baru lahir. Hal

ini menguatkan bahwa BSE ibu menyusui di RSSIB tinggi. Menurut Weddig

(2011), Bayi baru lahir yang hanya diberikan ASI sejak di RS mempunyai

peluang lebih besar untuk berhasil ASI eksklusif. Kenyataannya, RSSIB

menempatkan ASI sebagai keharusan bagi ibu dan susu formula sebagai pilihan

terakhir bagi ibu. Tidak menyediakan alat atau sarana untuk memberikan susu

formula pada bayi. Secara tidak langsung, RSSIB tidak memberikan kesempatan

ibu untuk tidak yakin terhadap kemampuannya dalam menyusui.

Hal ini juga diatur dalam PP No. 33 pasal 17, setiap tenaga kesehatan dilarang

memberikan susu formula bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat

program ASI eksklusif. Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan

mempromosikan susu formula bayi dan produk bayi yang dapat menghambat

program ASI eksklusif. Lebih lanjut, pasal 18, penyelenggara fasilitas pelayanan

kesehatan dilarang memberikan susu formula atau produk bayi lainnya kepada ibu

bayi. Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima dan mempromosikan susu

formula bayi dan produk bayi yang dapat menghambat program ASI eksklusif.

Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menyediakan pelayanan

dibidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor susu

formula.

Kenyataan selanjutnya yakni, RSSIB memberikan informasi tentang manfaat ASI

dan cara mengatasi kesulitan menyusui. Termasuk penatalaksanaannya dimulai

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 71: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

55  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

sejak masa kehamilan, masa bayi baru lahir sampai umur dua tahun. Sedangkan

hal ini tidak didapati di non RSSIB. Pemberian informasi kepada ibu menyusui

secara baik dan waktu yang tepat dapat membantu ibu menerima informasi yang

diberikan dengan baik pula. Penelitian Mardiana (2000) melaporkan bahwa ibu

menyusui yang diberikan informasi tentang manfaat ASI memiliki peluang 1,5

kali lebih baik untuk menyusui dibandingkan dengan tidak diberikan informasi.

Abba, Konnick, & Hamelin (2008) menyatakan bahwa keputusan ibu untuk

menyusui secara eksklusif dipengaruhi oleh informasi yang diberikan petugas

kesehatan.

Kewajiban memberikan informasi tersebut diatur dalam PP No. 33 Pasal 13 ayat

1. Menjelaskan bahwa, tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan

kesehatan, wajib memberikan informasi dan edukasi ASI eksklusif kepada ibu dan

anggota keluarga sejak pemeriksaan kehamilan, sampai dengan periode pemberian

ASI eksklusif selesai. Pasal 13 ayat 2, informasi tersebut minimal mencangkup

keuntungan dan keunggulan pemberian ASI. Gizi ibu, persiapan dan

mempertahankan menyusui. Akibat negatif dari pemberian makanan botol secara

parsial terhadap pemberian ASI. Kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak

memberikan ASI. pasal 13 ayat 3, pemberian informasi dapat dilakukan melalui

penyuluhan, konseling, dan pendampingan. Pasal 13 ayat 4, pemberian informasi

dan edukasi dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.

6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB

Tingginya peluang ibu menyusui di RSSIB untuk memiliki nilai BSE yang tinggi

telah diuraikan. Penelitian ini berhasil menemukan juga faktor yang paling

berpengaruh terhadap nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Ibu

menyusui di RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang

11 kali mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak mempunyai

pengalaman menyusui sebelumnya. Ibu menyusui di non RSSIB yang memiliki

pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 14 kali mempunyai nilai BSE

tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 72: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

56  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

Menurut Bandura (1999 dalam Dennis, 2003) menyatakan bahwa BSE dapat

dipengaruhi oleh pengalaman menyusui sebelumnya, pengalaman menyusui orang

lain, persuasi verbal, dan terakhir yakni respon fisiologis. Menurut Bandura (1997

dalam Spaulding 2007) pengalaman keberhasilan menyusui sebelumnya menjadi

faktor penting dalam BSE dan tidak adanya pengalaman menyusui dapat menjadi

sumber yang mempengaruhi BSE.

Hasil Penelitian ini menguatkan konsep bahwa pengalaman menyusui sebelumnya

mempunyai pengaruh terhadap nilai BSE. Penelitian ini melaporkan bahwa

pengalaman menyusui sebelumnya merupakan faktor yang paling berpengaruh

terhadap nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB. Hasil penelitian ini

tidak didukung oleh hasil penelitian Wardani (2012) yang melaporkan bahwa nilai

BSE ibu primigravida tinggi. Ibu primigravida merupakan ibu yang belum

mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya. Sebaliknya, pada penelitian ini

sebagian besar adalah ibu multipara dengan pengalaman menyusui sebelumnya.

Hasil penelitian ini tidak lepas dari karakteristik ibu menyusui. Faktor yang

diperoleh pada penelitian ini belum tentu sama jika dilakukan pada ibu

primigravida.

Hal ini dikuatkan oleh penelitian oleh Baghurst et al (2006) pada 317 ibu

primipara, usia kehamilan 37 minggu. Baghurst et al (2006) melaporkan bahwa

faktor yang mempengaruhi BSE ibu adalah RS tempat ibu melakukan

pemeriksaan antenatal sampai dengan melahirkan. Hal ini menunjukan fakta

bahwa RSSIB juga menentukan BSE ibu, selain pengalaman menyusui

sebelumnya. Setiap ibu percaya bahwa pada prinsipnya pengalaman menyusui

sebelumnya penting menjadi dasar menyusui selanjutnya. Akan tetapi, tidak

semua ibu mempunyai pengalaman menyusui yang menyenangkan.

Pengalaman merupakan kejadian yang pernah dialami, dijalani, dan dirasai baik

yang sudah lama atau baru saja terjadi (Yanto, 2010). Pengalaman dapat terjadi

pada setiap orang, baik pengalaman menyedihkan, menggembirakan, dan

membanggakan. Ibu yang berhasil menyusui sebelumnya memiliki pengalaman

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 73: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

57  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

yang menggembirakan dan membanggakan. Akan tetapi, ibu yang tidak berhasil

menyusui sebelumnya memiliki pengalaman yang menyedihkan.

Pengalaman yang menggembirakan dan membanggakan akan menjadikan ibu

gembira dan bangga untuk menjalani kegiatan menyusui. Sebaliknya, pengalaman

menyedihkan menjadikan ibu sedih, pilu, dan menyusahkan hati untuk menjalani

kegiatan menyusui. Pengalaman menyedihkan atau menggembirakan dapat

dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan dapat mengubah sudut pandang

seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang

merasakannya dan menerimannya. Program RSSIB memberikan ibu lingkungan

yang mendukung penuh untuk menyusui. Ibu yang memiliki pengalaman

menyedihkan dalam menyusui sebelumnya akan dibantu untuk berhasil menyusui

saat ini. Ibu yang memiliki pengalaman berhasil menyusui sebelumnya akan

semakin semangat untuk menyusui saat ini. Sebaliknya, ibu di non RSSIB

berjalan apa adanya sesuai pengalaman menyusui masing-masing.

Selain pengalaman menyusui sebelumnya, faktor yang mempengaruhi BSE ibu

menyusui di RSSIB yakni jenis persalinan. Akan tetapi, jenis persalinan ini di non

RSSIB tidak mempengaruhi BSE. Nilai rerata BSE ibu yang melahirkan

pervaginam hampir sama dengan yang melahirkan dengan bedah sesar. Ibu di

RSSIB mayoritas melahirkan pervaginam, sedangkan ibu di non RSSIB mayoritas

melahirkan dengan bedah sesar. Hal ini dikarenakan ibu di non RSSIB merupakan

rujukan dari berbagai pelayanan kesehatan di Jakarta. Ibu di non RSSIB rerata

datang hanya untuk melahirkan dan tidak dimulai dari kunjungan antenatal.

Berbeda dengan ibu di RSSIB yang rerata melakukan kunjungan antenatal sampai

melahirkan. Dennis (2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai BSE

berdasarkan jenis persalinan. Ibu yang melahirkan dengan bedah sesar memiliki

nilai BSE lebih rendah dibandingkan ibu yang melahirkan pervaginam. Menurut

telaah Spaulding (2007) menyatakan bahwa ibu yang melahirkan dengan bedah

sesar memiliki nilai BSE lebih rendah dibandingkan pervaginam. Ibu yang

melahirkan dengan bedah sesar lebih ketergantungan secara fisik dan psikologis

dibanding dengan pervaginam.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 74: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

58  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

Hasil penelitian ini juga menunjukan tingkat pendidikan memiliki pengaruh

terhadap nilai BSE ibu di non RSSIB. Nilai rerata BSE ibu pendidikan tinggi lebih

tinggi dibandingkan dengan pendidikan rendah. Hal ini dapat dikarenakan

mayoritas ibu di non RSSIB adalah pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan

telaah Spaulding (2007) terhadap beberapa penelitian bahwa ibu dengan

pendidikan tinggi mempunyai nilai BSE yang tinggi. Dennis (2002) melaporkan

bahwa ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki nilai BSE tinggi. Hal serupa

juga dilaporkan pada penelitian ini, bahwa ibu dengan pendidikan tinggi

mempunyai nilai BSE lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan rendah.

Ibu dengan pendidikan tinggi saat ini lebih mudah untuk mencari informasi

tentang menyusui. Ibu lebih cerdas dalam memutuskan yang terbaik bagi bayinya.

Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih cerdas menyikapi berbagai promosi susu

formula. Kondisi saat ini di Indonesia adalah semakin tinggi tingkat ekonomi

maka semakin mudah untuk memperoleh pendidikan tinggi. Sebaliknya,

masyarakat dengan kondisi ekonomi rendah lebih memiliki keterbatasan untuk

memperoleh pendidikan yang tinggi.

Ibu yang berpendidikan rendah cenderung lebih mudah mempercayai informasi

promosi susu formula. Ibu menganggap bahwa anak mereka akan pintar dan lebih

terlihat sehat jika diberikan susu formula. Ibu akan lebih yakin dan bangga dapat

memberikan susu formula. Ibu akan berusaha semampu mungkin membeli susu

formula untuk diberikan kepada bayinya. Hal ini juga yang mengakibatkan BSE

ibu rendah. Hal ini sejalan dengan hasil studi kualitatif tentang praktik

keberhasilan dan kegagalan ASI eksklusif di Jakarta 2009. Hasil tersebut

menunjukan bahwa, yang sering menjadi korban iklan susu dan kampanye susu

seperti bingkisan produk tertentu dari RS adalah ibu-ibu berpendidikan rendah

(Fikawati & Syafiq, 2010).

Hasil penelitian ini juga menunjukan paritas mempunyai pengaruh terhadap nilai

BSE ibu di non RSSIB. Sebaliknya paritas tidak mempunyai pengaruh terhadap

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 75: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

59  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

nilai BSE ibu di RSSIB. Penelitian ini menunjukan bahwa ibu multipara memiliki

nilai BSE lebih tinggi dibandingkan dengan ibu primipara. Hal ini dapat

dikarenakan, ibu pada penelitian ini yang multipara lebih banyak dibandingkan

dengan ibu yang primipara. Hal ini juga diperkuat oleh telaah Blyth et al, (2002)

dari berbagai penelitian, bahwa ibu multipara memiliki nilai BSE lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu primipara. Paritas adalah jumlah janin dengan berat

badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup atau

mati (Siswosudarmo, 2008). Dengan demikian ibu multipara belum tentu

memiliki pengalaman menyusui sebelumnya.

Usia ibu pada penelitian menunjukan tidak ada hubungan terhadap nilai BSE.

Penelitian ini menunjukan bahwa ibu usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun memiliki nilai BSE lebih tinggi dibandingkan ibu usia 20 tahun sampai 35

tahun. Hal ini dapat dikarenakan ibu pada penelitian ini mayoritas usia 20 tahun

sampai 35 tahun. Menurut Spaulding (2007) usia ibu yang lebih tua sering

mempunyai hubungan dengan lamanya waktu ibu menyusui bayinya. Hal ini

didukung penelitian oleh Dennis (2003) pada 491 ibu post partum satu minggu,

mendapatkan hasil tidak ada pengaruh usia ibu terhadap nilai BSE.

Usia juga tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai BSE pada beberapa

penelitian, seperti penelitian pada ibu menyusui di Kanada dengan umur rerata 29

tahun, rentang umur 18 tahun sampai dengan 44 tahun (Dennis, 2002 dalam

Spaulding 2007). Penelitian lainnya yakni pada ibu menyusui di Australia dengan

umur rerata 28,5 tahun, rentang umur 18 tahun sampai dengan 41 tahun (Blyth et

al, 2002). Sebaliknya, penelitian lainnya melaporkan bahwa usia mempunyai

pengaruh yang signifikan. Penelitian pada ibu menyusui di Perancis, dengan umur

rerata 28 tahun, rentang umur 17 tahun sampai dengan 42 tahun (Spaulding,

2007).

Selain usia, pekerjaan ibu juga tidak mempunyai hubungan terhadap nilai BSE ibu

pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan

nilai BSE antara ibu bekerja dan tidak bekerja. Penelitian ini melaporkan bahwa

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 76: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

60  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

ibu yang tidak bekerja memiliki nilai BSE yang hampir sama dengan ibu yang

bekerja. Hal ini tidak sejalan dengan telaah Spaulding (2007) terhadap beberapa

penelitian bahwa ibu yang bekerja mempunyai efek negatif terhadap hasil

menyusui. Hal ini dapat dikarenakan ibu yang bekerja lebih fokus untuk menyusui

selama masa cuti dari bekerja (Spaulding, 2007). Ibu yang bekerja rerata memiliki

waktu cuti hamil dan melahirkan. Ibu mempunyai waktu untuk mempersiapkan

diri supaya tetap menyusui (Spaulding, 2007).

Penelitian lain yang mendukung yakni penelitian oleh Roe et al (1999, dalam

Spaulding 2007) melaporkan bahwa keputusan untuk menyusui semakin terbentuk

sejalan dengan keputusan untuk kembali bekerja. Ibu yang bekerja diluar rumah

akan lebih berpengaruh jika ibu memutuskan untuk lebih awal kembali bekerja.

Kondisi tersebut dapat terjadi pada pada penelitian ini, karena rerata ibu yang

bekerja adalah bekerja diluar rumah, rerata memiliki cuti hamil dan melahirkan

kurang lebih selama tiga bulan.

Ibu yang bekerja dalam memberikan ASI eksklusif didikung oleh Pemerintah. Hal

ini dijelaskan dalam PP No. 33 pasal 30 yakni ayat 1 berbunyi: tempat kerja dan

penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI eksklusif.

Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus

menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah ASI sesuai dengan

kondisi kemampuan perusahaan.

Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa kebiasaan merokok tidak mempunyai

hubungan dengan nilai BSE ibu. Hal ini dapat dikarenakan mayoritas ibu pada

penelitian ini tidak memiliki kebiasaan merokok. Hal ini bertolak belakang

dengan hasil penelitian Dennis (2002) melaporkan bahwa kebiasaan merokok

mempunyai pengaruh terhadap BSE ibu menyusui. Masyarakat Indonesia masih

memegang teguh adat timur, sehingga bagi sebagian masyarakat Indonesia

merokok bagi perempuan adalah hal yang tidak umum. Berbeda dengan

masyarakat di negara barat yang menganggap merokok bagi perempuan adalah

hal yang umum.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 77: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

61  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

6.3 Keterbatasan penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain terkait tempat penelitian dan

pelaksanaan observasi terhadap 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

(LMKM). Kesulitan dalam menentukan RS yang akan dijadikan tempat

penelitian, karena setiap RS cenderung mengaku sebagai RSSIB. Pemilihan RS

sebagai RS pembanding pada penelitian ini merupakan RS tempat rujukan dari

berbagai pelayanan kesehatan di Jakarta. Terdapat perbedaan karakteristik ibu

menyusui, sebagai contoh pada tingkat pendidikan, mayoritas ibu di non RSSIB

adalah pendidikan rendah (SD dan SMP). Semua ibu di RSSIB berpendidikan

tinggi (SMA dan perguruan tinggi). Pada jenis persalinan, ibu di RSSIB mayoritas

melahirkan pervaginam, sedangkan ibu di non RSSIB mayoritas persalinan

dengan bedah sesar. Mayoritas ibu adalah multipara yang memiliki pengalaman

menyusui sebelumnya.

Keterbatasan lainnya yakni tidak melakukan uji homogenitas atau kesetaraan

tempat penelitian. Peneliti hanya melihat bahwa kedua RS memberikan pelayanan

maternal dan neonatal. Selain itu, instrumen yang digunakan tidak dilakukan uji

validitas dan reliabilitas ulang. Karena instrumen yang digunakan sudah pernah

dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya dengan nilai 0,872.

Keterbatasan yang lain pada penelitian ini yakni tidak dapat melakukan observasi

secara menyeluruh terkait 10 LMKM khususnya pada kunjungan berkala oleh

kelompok pendukung ASI. Hal ini dikarenakan pelaksanan kunjungan tersebut

tidak terjadwal dan sewaktu-waktu dilaksanakan.

6.4 Implikasi Keperawatan

Penelitian ini memperkuat pentingnya peran RSSIB terhadap keberhasilan

menyusui terutama dengan keyakinan diri ibu untuk menyusui bayinya (BSE).

Keyakinan diri ibu untuk menyusui bayinya bukan menjadi satu-satunya faktor

yang berpengaruh terhadap penurunan ASI eksklusif di Indonesia. Akan tetapi,

peningkatan BSE menjadi salah satu cara untuk menekan penurunan ASI

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 78: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

62  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013    Universitas Indonesia 

eksklusif di Indonesia. Oleh karena itu, merupakan hal penting RS menjadi

RSSIB yang melaksanakan program pemerintah dan mendukung 10 LMKM.

Program RSSIB melalui 10 LMKM, jika dilaksanakan dengan optimal maka

tujuan MDGs 2015 yakni pencapaian target 80 % ASI eksklusif dapat terwujud.

Hal ini tidak lepas dari peran tenaga kesehatan seperti perawat, dokter dan bidan.

Dengan demikian ketentuan tugas untuk setiap profesi dalam melaksanakan 10

LMKM sangat diperlukan. Khususnya perawat yang area terbesar pengabdiannya

adalah di RS. Perawat akan optimal dalam memberikan asuhan keperawatan, jika

RS tempat perawat melaksanakan tugasnya mendukung dan tegas terhadap

pelaksanaan program RSSIB melalui pelaksanaan 10 LMKM.

Perawat dapat menjadi konselor laktasi untuk meningkatkan BSE ibu. Perawat

dapat memberikan pendidikan kesehatan terkait ASI sejak ibu melakukan

kunjungan antenatal di RS. Dengan demikian ibu mampu memutuskan untuk

memberikan ASI sebelum ibu melahirkan. Perawat dapat meningkatkan

keterampilan ibu dalam menyusui secara baik dan benar, sehingga dapat

meningkatkan motivasi dan BSE ibu.

Perawat intranatal dapat meningkatkan BSE ibu melalui pelaksanaan IMD.

Perawat dapat menjadi komando sekaligus pelaksana dalam melakukan IMD bagi

ibu dan bayi baru lahir. Perawat dapat memberikan pendampingan selama proses

IMD. Dengan demikian ibu memiliki BSE tinggi.

Perawat yang bekerja di Puskesmas dapat menggerakan program konseling dan posyandu bagi ibu hamil untuk meningkatkan BSE ibu. Konseling dapat dilakukan melalui kunjungan rumah pada ibu hamil sampai melahirkan. Perawat juga harus melakukan pendampingan bagi ibu yang primigravida atau primipara 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 79: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

 

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  63  Universitas Indonesia  

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Penelitian ini menunjukan bahwa, ibu menyusui di RSSIB mempunyai nilai rerata

BSE yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu menyusui di non RSSIB. Nilai

BSE ibu menyusui di RSSIB dan non RSSIB dengan odd ratio (OR) sebesar

13,97; artinya ibu menyusui di RSSIB mempunyai kemungkinan 14 kali (93 %)

memiliki nilai BSE yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu menyusui di non

RSSIB.

Selain itu, penelitian ini juga menunjukan bahwa beberapa faktor yang

berhubungan terhadap nilai BSE ibu di RSSIB adalah pengalaman menyusui

sebelumnya dan jenis persalinan. Beberapa faktor yang berhubungan terhadap

nilai BSE ibu di non RSSIB adalah pengalaman menyusui sebelumnya,

pendidikan, dan paritas.

Beberapa faktor yang tidak berhubungan terhadap nilai BSE ibu di RSSIB adalah

usia, pekerjaan, paritas, tingkat pendidikan, dan kebiasaan merokok. Beberapa

faktor yang tidak berhubungan dengan nilai BSE ibu di non RSSIB adalah usia,

pekerjaan, kebiasaan merokok, dan jenis persalinan.

Nilai BSE ibu di RSSIB dan non RSSIB berhubungan secara signifikan dengan

pengalaman menyusui sebelumnya. Pengalaman menyusui sebelumnya terhadap

nilai BSE ibu menyusui di RSSIB dengan OR sebesar 10,74; artinya ibu menyusui

di RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya berpeluang 11 kali

mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak mempunyai pengalaman

menyusui sebelumnya. Begitu juga di non RSSIB, nilai OR sebesar 14,46; artinya

ibu menyusui di non RSSIB yang memiliki pengalaman menyusui sebelumnya

berpeluang 14 kali mempunyai nilai BSE tinggi dibanding dengan tidak

mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 80: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

64  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

7.2 Saran

7.2.1. Pelayanan kesehatan

Rumah Sakit terutama yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan anak

seharusnya menjadi RSSIB. Rumah sakit harus melaksanakan 10 LMKM.

Pelayanan kesehatan seharusnya melakukan tindak lanjut dengan melakukan

identifikasi terhadap BSE ibu dimulai sejak awal kehamilan. Pelayanan kesehatan

seharusnya dapat memberikan pembinaan kepada ibu yang memiliki BSE rendah.

Pembinaan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan konseling ASI,

sehingga ibu memiliki pengetahuan dan pemahaman. Dengan demikian ibu yakin

untuk memberikan ASI kepada bayinya.

Selain itu, penilaian atau evaluasi RSSIB harus dilakukan. Rumah sakit

seharusnya memiliki kriteria evaluasi untuk mengevaluasi RSSIB. Dengan

demikian masyarakat dapat diberikan pedoman dan mendapatkan pelayanan yang

sesuai dengan pedoman tersebut.

Mengingat BSE merupakan aspek yang penting bagi ibu untuk memberikan ASI

kepada bayinya, maka merupakan hal penting bagi kelompok pendukung ASI

untuk lebih memperhatikan faktor BSE dalam memberikan pendampingan bagi

ibu untuk menyusui bayinya.

Pemerintah dan Kementrian Kesehatan diharapkan tidak hanya membuat program

tetapi juga tindak lanjut dari pelaksanaan program. Pada akhirnya terbentuklah

evaluasi program RSSIB. BSE dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi

efektifitas program RSSIB terhadap keberhasilan menyusui. Pemerintah juga

harus memperhatikan faktor predisposisi yang dapat menurunkan cakupan ASI

eksklusif di Indonesia. Keyakinan diri ibu untuk menyusui bayinya (BSE) patut

diperhatikan dan ditindaklanjuti, sehingga program keberhasilan menyusui

memberikan peningkatan terhadap ASI eksklusif.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 81: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

65  

Breastfeeding self‐efficacy, Muaningsih, FIK‐UI, 2013  Universitas Indonesia 

7.2.2. Pengembangan ilmu

Institusi pendidikan kesehatan formal atau non formal sudah seharusnya

memasukan aspek terkait BSE dalam materi manajemen laktasi. Dengan demikian

calon tenaga kesehatan akan terpapar dengan aspek BSE dan kaitannya dengan

ASI eksklusif. Hal ini akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang akan

diberikannya kepada masyarakat.

7.2.3. Metodologi

Penelitian ini menguji hipotesa, untuk selanjutnya diperlukan penelitian lain yang

bertujuan menyelesaikan masalah. Khususnya masalah rendahnya pencapaian ASI

eksklusif di Indonesia. Penelitian eksperimental dapat meneliti berbagai intervensi

untuk meningkatkan pencapaian ASI eksklusif dengan melibatkan aspek BSE ibu.

Penelitian yang menghubungkan dampak BSE terutama pada masyarakat yang

mempunyai keterbatasan baik sosial, ekonomi, dan pendidikan. Penelitian lainnya

yang menguji dampak RSSIB terhadap pencapaian ASI eksklusif.

Penelitian yang perlu dilakukan lagi untuk menguji validitas dan reliabilitas

instrumen BSE versi bahasa Indonesia pada berbagai latar belakang responden.

Penelitian yang bertujuan mengembangkan dan menguji coba instrumen yang

menilai atau mengevaluasi RSSIB. Perlu juga dilakukan penelitian untuk menguji

pengaruh tiap item pada 10 langkah menuju keberhasilan menyusui pada BSE.

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 82: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 66 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abba, A. M., Konnick, M. M., & Hamelin, A. M. (2010). Aqualitative study of

the promotion of exclusive breastfeeding by health professionals in niamy,

Niger. International BreastfeedingJjournal, 5 (8), 1-7.

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Baghurst, P., Pincombe, J., Peat, B., Henderson, A., Reddin, E., Antoniou, G.

(2006). Breastfeeding self-efficacy and other determinants of the duration

of breastfeeding in a cohort of first-time mothers in Adelaide Australia.

Midwifery, 23, 382-391

Blyth, R., Creedy, D. K., Dennis, C. L., Moyle, W., Pratt, J., De Vries, S., M.

(2002). Effect of maternal confidence on breastfeeding duration: An

aplication of breastfeeding self-efficacy theory. BRITH, 29, 278-284.

Bosnjk, A. P., Grgurick, J., Stanojevic, M., Sonicki, Z. (2009). Influence of

sosiodemographic and psychosocial characteristics on breastfeeding

duration of mothers attending breastfeeding support groups. Journal of

Perinatal Medicine, 37, 185-192.

Britton, J., & H. Britton. (2008). Maternal self-concept and breastfeeding. Journal

of Human Lactation, 24, 431-438.

Dahlan, S. P. (2010). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang

kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Dennis, C. L. (2002). The breastfeeding self-efficacy scale: psychometric

assessment of the short form. JOGNN, 32, 734-744.

Dennis, C. L. (2003). The breastfeeding self-efficacy scale: psychometric

assessment of the short form. JOGNN, 6, 734-744.

Dennis, C. L., & Faux, S. (1999). Development and psychometric testing of the

breastfeeding self-efficacy scale. Res Nurs Health, 22, 399-409.

Depkes RI. (2001). Panduan manajemen laktasi. Retrieved form

http:www.depkes.go.id/2001/panduan-manajemen-laktasi. diunduh pada

tanggal 05 September 2012 pukul 14:15

Depkes RI. (2008). Alasan tidak menyusui. Retrieved form

http:www.depkes.go.id/2008/Alasan-tidak-menyusui. diunduh pada

tanggal 05 September 2012 pukul 14:15

Depkes RI. (2009). Pedoman pelaksanaan program rumah sakit sayang ibu dan

bayi. Retrieved form http:/www.depkes.go.id/2009/Pedoman-pelaksanaan-

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 83: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

67

Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 Universitas Indonesia

Program rumah sakit sayang ibu dan bayi. diunduh pada tanggal 05

September 2012 pukul 14:15

Depkes RI. (2010). Laporan tahunan pencapaian indikator kegiatan pembinaan

gizi. Retrived form http://www.depkes.go.id/2010/laptah-2010. diunduh

pada tanggal 05 September 2012 pukul 14:20

Depkes RI. (2012). Manfaat ASI. Retrived form

http://www.depkes.go.id/2012/manfaat Asi. diunduh pada tanggal 05

September 2012 pukul 14:15

Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Panduan

melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: CV. Trans Info

Media

Ektrom, K. M. C., Zandoh, M. A., Quiqley, S. A., Etego, S. O., Agyei, B. R., &

Kirkwood. (2006). Delayed breastfeeding initiation increases risk of

neonatal mortality. Journal of the American pediatrics, 33, 353-359.

Entwistle, F., Kendall, S., & Mead, M. (2010). Breastfeeding support – the

importance of self-efficacy for low-income women. Maternal & Child

Nutrition. 6, 228-242

Ertem, I. O., Votto, N., Leventhal, J. M. (2002). The timing and predictorsbof the

early termination of breastfeeding. Pediatrics, 107, 543-8.

Fairbank, L., O’Meara, S., Renfrew, M. J., Woolridge, M., Sowden, A. J., Lister-

Sharp, D. (2000). A systematic review to breastfeeding health technology

assessment, 4, 1-171.

Fikawati, S., Syafiq, A. (2010). Kajian implementasi dan kebijakan air susu ibu

ekslusif dan inisiasi menyusui dini di Indonesia. Makara Kesehatan, 14,

17-24.

Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Ilmu kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia

Hediger M.L., Overpeck M.D., Ruan W.J. & Troendle J.F. (2000) Early infant

feeding and growth status of US-born infants and children aged 4–71

months: analyses from the third National Health and Nutrition

Examination Survey, 1988–1994. American Journal of Clinical Nutrition,

72, 159–167

Kementerian Kesehatan RI. (2009). Pedoman pelaksanaan program rumah sakit

sayang ibu dan bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Departemen Kesehatan RI

Kennel, J., & McGrath, S., (2005). Starting the process of mother-infant bonding.

Acta Paediatrica, 94, 775-778.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 84: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

68

Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 Universitas Indonesia

Khayati, M. (2012). Pelaksanaan manajemen laktasi oleh perawat di rumah sakit

di jawa tengah dan faktor yang mempengaruhinya. Tesis. FIK UI. Depok:

tidak dipublikasikan

Kingston, D., Dennis, C., & Sword, W. (2007). Exploring breastfeeding self-

efficacy. The Journal of Perinatal and Neonatal Nursing, 21, 207-215.

Kramer, M. S., & Kakuma, R.(2002). Optimal duration of exclusive

breastfeeding. Cochrane Database of Systematic Reviews

Lee, E. (2008). Living with risk in the age of intensive motherhood: Maternal

identity and infant feeding. Health Risk and Society, 10, 467-477.

Lima, A. A., Moore, S. R., barboza, M. S. Jr., Soares, A. M., Schleupner, M. A.,

Newman, R. D., et al. (2000). Persistent diarrhea signals a critical period

of increased diarrhea burdens and nutritional shortfalls: A prospective

cohort study among children in northeastern Brazil. The Journal of

Infectious Diseases, 181, 1643-1651.

Loiselle, C. G., Profetto-McGrath, J., Polit, D. F., & beck, C. T. (2004). Canadian

essential of nursing research. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins

Mardiana. (2000). Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian

informasi tentang ASI dengan perilaku ibu dalam proses menyusui.

Laporan penelitian. UI. Jakarta: Tidak dipublikasikan

McQueen, K. A., Dennis, C. L., Stremler, R., & Norman, C. D. (2010). A pilot

randomized controlled trialed trial of a breastfeeding self-efficacy

intervention with primiparaus mothers. JOGNN, 40, 35-46

Menkokesra, (2012). Perbaikan gizi kunci utama penekanan angka kematian bayi

dan balita. Retrieved form http//www. menkokesra.go.id. diunduh pada

tanggal 05 September 2012 pukul 13:45

Notoatmojo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif.

Perry, S. E., Hockenberry, M. J., Lowdermilk, D. L., & Wilson, D. (2010).

Maternal Child Nursing Care. St. Louis, Missoury: Mosby Elseiver.

Phillips, F. K. (2011). First – time breastfeeding mothers: perceptions and lived

experiences with breastfeeding. International Journal of childbirth

education, 28, 3, 17-20.

Pintrich, P. R., & Schunk, D. H. (2002). Motivation in education; theory,

research, and applications. Englewoodcliffs NJ: Merrill/Prentice-Hall

Powers, N.G., Bloom, B., Peabody, J., Clark, R. (2003). Site of care influences

breastmilk feedings at NICU discharge. Journal of Perinatology, 23 (1),

10-13.

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 85: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

69

Breastfeeding self-efficacy, Muaningsih, FIK-UI, 2013 Universitas Indonesia

Pramudiarja, U. (2011). Daftar rumah sakit sayng ibu dan bayi. Retrieved from

http://detikhealth.com. diunduh tanggal 22 September 2012 pukul 07:07

Riskesdas. (2010). Laporan riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian kesehatan RI.

Scott, J.A., Landers, M.C., Hughes, R.M., Binns, C.W., 2001. Factors associated

with breastfeeding at discharge and duration of breastfeeding. Journal of

Paediatrics and Child Health, 37 (3), 254-261.

Sirkorski, J., Renefrew, M. J., Pindoria, S., Wade, A. (2003). Support for

breastfeeding mothers. Cochrane Review: Oxford: Update Sofware.

Siswosudarmo. (2008). Pengertian paritas. Retrieved form

www.psychologymania.com. diunduh tanggal 14 Januari 2012 pukul

13:00

Spaulding, D. M. (2007). Breastfeeding self-efficacy in women of african descent.

Proquest Dissertations and Theses.

Spaulding, D. M., Dennis, C. L. (2010). Psychometric testing of breastfeeding

self-efficacy scale-short form in a sample of black women in the United

States. Research in Nursing & Health, 33, 111-119.

United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2002). Facts for life. New York:

Author

Wardani, M. A. (2012). Gambaran tingkat self-efficacy untuk menyusui pada ibu

primigravida. Skripsi. FIK UI. Depok: Tidak dipublikasikan

Weedig, J. (2011). Improving breastfeeding initiation practices of registered

nurses through online theory-based education. Proquest Dissertations and

Theses.

WHO. (2001). The optimal durations of exclusif breastfeeding. New york:

Nutrition

WHO. (2002). The optimal duration of exclusive breastfeeding- A systematic

Review. Geneva: WHO

Wong, D. L. (2001). Pedoman klinis: keperawatan pediatrik (4th ed). Jakarta:

EGC

Woolfolk, A. E. (2004). Educational Psychology. USA: Allyn & Bacon

Yanto, D. (2010). Kamus bahasa Indonesia. Jakarta: Undya Pustaka

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 86: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Lampiran 3 Instrumen C (diisi oleh peneliti)

Skala Effisiensi Sendiri Dalam Menyusui-Format Pendek

Untuk setiap pernyataan berikut ini, lingkarilah jawaban yang paling tepat dalam menggambarkan tingkat kepercayaan diri anda dalam menyusui bayi anda. Lingkarilah pada jawaban anda dengan menandai kotak yang paling dekat dengan apa yang anda rasakan. Anda dapat menjawab sesuai dengan keyakinan anda untuk melakukan kegiatan menyusui. Tidak ada jawaban benar atau salah. 1= tidak percaya diri sama sekali 2= tidak terlalu percaya diri 3= kadang-kadang percaya diri 4= percaya diri 5= sangat percaya diri

Tidak

Percaya diri

Sangat Percaya

diri1 Saya selalu yakin bahwa bayi saya mendapat cukup susu 1 2

3 4 5

2 Saya selalu berhasil mengatasi tantangan menyusui seperti halnya dengan tantangan tugas-tugas saya yang lain

1 2 3 4 5

3 Saya selalu dapat menyusui bayi saya tanpa menggunakan susu formula sebagai tambahan

1 2 3 4 5

4 Saya selalu dapat memastikan bahwa bayi melekat dengan sempurna selama menyusu

1 2 3 4 5

5 Saya selalu dapat mengatur situasi menyusui hingga memuaskan bayi saya

1 2 3 4 5

6 Saya selalu dapat berhasil menyusui meskipun bayi saya sedang menangis

1 2 3 4 5

7 Saya selalu dapat menjaga keinginan untuk selalu menyusui

1 2 3 4 5

8 Saya selalu dapat menyusui meskipun ada anggota keluarga di sekitar saya

1 2 3 4 5

9 Saya selalu dapat merasa puas dengan pengalaman menyusui saya

1 2 3 4 5

10 Saya selalu dapat memahami bahwa menyusui adalah hal yang memakan waktu

1 2 3 4 5

11 Saya selalu dapat selesai menyusui bayi saya pada setiap kali waktu menyusui

1 2 3 4 5

12 Saya selalu dapat terus menyusui bayi saya pada setiap kali waktu menyusui

1 2 3 4 5

13 Saya selalu dapat mencukupi kebutuhan ASI saya 1 2 3 4 5

14 Saya selalu dapat mengetahui ketika bayi saya selesai menyusu

1 2 3 4 5

Diproduksi ulang dengan izin pemilik hak cipta. Produksi ulang selanjutnya dilarang tanpa izin

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 87: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Lampira 1 Kode responden:

(diisi oleh peneliti)

Kuesioner A

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk pengisian

• Baca dahulu petunjuk pengisian jawaban

• Jawablah dengan jujur setiap pertanyaan

• Isilah pada tanda titik-titik yang telah disediakan

• Berilah tanda check list (�) pada kotak jawaban yang telah disediakan

Karakteristik responden:

a. Usia :........................................tahun

b. Pekerjaan : bekerja tidak bekerja

c. Pendidikan terakhir:

Pendidikan tinggi (SMA, Sarjana)

Pendidikan rendah (SD, SMP)

d. Kebiasaan merokok: Merokok Tidak merokok

e. Kelahiran anak ke:

Pertama Bukan anak pertama

f. Pengalaman menyusui

Tidak Ya

g. Jenis persalinan:

Spontan pervaginam/dengan alat

Bedah sesar

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 88: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

lampiran 2

Instrumen B

NO Aspek Observasi Jawaban

ya tidak

1 Larangan memberi makan dan minuman selain ASI kepada BBL

2 Larangan memberikan dot/ kempeng kepada bayi yang menyusu

3 Larangan memberikan susu formula pada BBL

4 Larangan promosi susu formula di RS dan lingkungannya

5 Memberikan bayi kepada ibu setiap saat bayi menangis

6 Ibu dan bayi bersama selama 24 jam

7 Kunjungan berkala oleh kelompok pendukung ASI

8 Klinik laktasi dengan konselor menyusui yang siap 24 jam

9 Suami mendampingi istri saat melahirkan

10 Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin (IMD)

11 Mengadakan pelatihan in house training berkala bagi dokter, perawat, dan bidan tentang manajemen laktasi

12 Memberikan informasi tentang pentingnya menyusui

13 Memberikan informasi tentang manfaat ASI

14 Membantu ibu cara menyusui yang baik dan benar

15 Tersedia ruangan khusus menyusui di RS

16 Pendampingan pasien tidak dibatasi selama 24 jam

Kode Rumah Sakit

...............................

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213

Page 89: STUDI KOMPARASI ANTARA BREASTFEEDING SELF ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334295-T32593...Keperawatan kekhususan Keperawatan Maternitas pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muaningsih

Tempat/ tanggal lahir : Sukoharjo, 06 Nopember 1982

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Manjjaling, Kec. Bajeng Barat, Kab. Gowa, Makassar –

SulSel E mail : [email protected]

Institusi : Fakultas Paska Sarjana Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia

Riwayat pendidikan:

1. SD Negeri 4 Sukoharjo Lampung Tahun 1989-1994

2. SMP PGRI Sukoharjo Lampung Tahun 1994-1997

3. SMA Negeri 3 Pringsewu Lampung Tahun 1997-2000

4. AKPER Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2000-2004

5. Program studi Sarjana FIK UI Tahun 2004-2006

6. Program Ners FIK UI Tahun 2006-2007

7. Program Magister FIK UI Tahun 2010-sekarang

Riwayat pekerjaan:

1. Puskesmas Sukoharjo Lampung Tahun 2004-2005

2. AKPER Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2007-2008

3. AKPER Muhammadiyah Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2008-2010

4. STIKES Tanawali Takallar Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2010-sekarang

 

Studi komparasi..., Muaningsih, FIK UI, 213