Download - Studi Kasus

Transcript
Page 1: Studi Kasus

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 2 Juni 2012 61

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

PENGEMBANGAN KELOMPOK RISET KEBIJAKAN KESEHATANDI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT DAN

FAKULTAS KEDOKTERAN – PERLUKAH?

Sistem kesehatan yang terdesentralisasi di In-donesia,  kebutuhan untuk melakukan penelitian ke-bijakan semakin besar. Sebagai gambaran berbagaikebijakan kesehatan tidak hanya diputuskan dilevelnasional, namun juga ada di propinsi dan kabupaten/kota. Undang-Undang Badan Penyelenggara Jamin-an Sosial ( UU BPJS) ada pasal yang menyatakankebutuhan untuk lembaga pengawas independenyang tentunya membutuhkan dukungan penelitiankebijakan. Pada sisi lain berbagai donor semakinmenekankan mengenai pentingnya bukti dalampenyusunan dan evaluasi kebijakan kesehatan.

Tantangan kedua adalah lembaga yang menelitikebijakan kesehatan secara independen belum ba-nyak jumlahnya di Indonesia, sebagian besar beradadi universitas dan lembaga penelitian di Pulau Jawa.Sementara itu kebutuhan penelitian kebijakan me-ningkat diseluruh daerah. Akibat yang terjadi adalahkemajuan perkembangan penelitian kebijakan kese-hatan masih lambat. Jumlah peneliti kebijakan kese-hatan masih terbatas diberbagai universitas. Banyakuniversitas yang tidak mempunyai peneliti dan stafpendukung penelitian yang professional serta jaringankerja.

Tantangan ketiga adalah sumber daya keuanganuntuk menjalankan riset kebijakan. Tantangan inimenarik karena mempunyai ciri-ciri seperti “telur danayam” dengan tersedianya peneliti. Adanya keku-rangan peneliti kebijakan kesehatan yang baik, makakemampuan menulis proposal, melaksanakan pene-litian, dan mempengaruhi proses kebijakan menjadi

lemah. Logika dan peraturan menyatakan bahwa se-bagian dari anggaran program kesehatan, termasukkebijakan besar seperti BPJS harus dimonitor dandievaluasi oleh lembaga independen, dapat diba-yangkan apabila 1% saja (tidak 5%) dari anggaranBPJS yang Rp 20 Triliun dipergunakan untuk eva-luasi dan monitoring, akan tersedia sekitar Rp 200milyar setahun untuk program monitoring dan eva-luasi. Kesempatan ini belum dipersiapkan secaramaksimal.

Latar belakang tersebut di atas mendorong per-lunya program pengembangan Kelompok Riset Ke-bijakan Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masya-rakat dan Fakultas Kedokteran. Mengapa di dua fa-kultas? Fakta tantangan kebijakan menunjukkan bah-wa akar tantangan ada yang berada di dalam ilmukesehatan masyarakat dan ada yang di ilmubiomedik. Oleh karena itu perlu pengembangan risetkebijakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat danFakultas Kedokteran, atau kemungkinan lain, keduafakultas di satu universitas diharapkan bekerja ber-sama untuk mengelola lembaga penelitian kebijakankesehatan.

Konsep ini akan digagas pada Forum KebijakanKesehatan Nasional di Surabaya, September 2012untuk mendapat masukan dari para peneliti kebijak-an untuk menjawab berbagai tantangan di atas.

Laksono TrisnantoroPusat Manajemen Pelayanan Kesehatan.

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIAVOLUME 01 No. 02 Juni 2012 Halaman 61

Editorial

Top Related