STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA (STREET VENDORS)
(Studi Pada Dinas Perdagangan Kota Malang Dan Pedagang Kaki Lima Jalan
Zaenal Zakse)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
AGNES DWI HARDIANTI
NIM. 135030100111012
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
CURICULLUM VITAE
Nama : Agnes Dwi Hardianti
Nomor Induk Mahasiswa : 135030100111012
Tempat dan Tanggal Lahir : Malang, 29 Agustus 1995
Pendidikan : 1. SDN 02 Watugede Tamat tahun 2007
2. SMPN 01 Singosari Tamat tahun 2010
3. SMAN 01 Lawang Tamat tahun 2013
Publikasi-publikasi atau
Karya Ilmiah : -
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skipsi ini merupakan sebuah karya dari hasil perjuangan penulis yang
tidak akan selesai tanpa adanya dan dukungan dari banyak pihak. Oleh sebab itu
pada kesempatan ini penulis mempersembahkan karya ini kepada:
Kedua orang tua yang saya cintai Bapak Hardiono dan Ibu Juwariah yang
telah memberikan doa dan segala dukungannya kepada penulis. Kakakku tercinta
Vivin, adikku Putri dan keponakanku Habib yang telah memberikan semangat dan
dukungan lainya kepada penulis.
Sahabat dan teman seperjuangan Astri, Intan, Ghina, Novia, Mufida,
Daning dan teman-teman mahasiswa Ilmu Admnistrasi Publik Universitas
Brawijaya Malang angkatan 2013.
Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan serta doanya
selama penulis melakukan penelitian.
RINGKASAN
Agnes Dwi Hardianti, 2017, Strategi Pemerintah Daerah dalam Penataan
Pedagang Kaki Lima (Studi Pada Dinas Perdagangan Kota Malang dan Pedagang
Kaki Lima Jalan Zaenal Zakse), Dr. Hermawan, S. IP, M. Si., 124 + xiv
Penelitian ini membahas mengenai strategi pemerintah daerah dalam
penataan pedagang kaki lima di kota Malang. Penataan pedagang kaki lima
dilakukan yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi dua pihak yaitu
pemerintah daerah dan pedagang kaki lima. Bagi pemerintah daerah penataan
tersebut dalam upaya untuk mewujudkan estetika kota Malang yang bersih, rapi,
indah dan jauh dari kesan kumuh. Selain itu memberikan wadah bagi pedagang
kaki lima sendiri dapat berkontribusi pada pendapatan daerah melalui penarikan
retribusi. Bagi pedagang kaki lima sendiri hal tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah daerah peduli terhadap eksistensi pedagang kaki lima tanpa
melakukan tindakan yang merugikan.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif jenis deskriptif. Fokus
pertama penelitian ini mengenai strategi pemerintah daerah dalam penataan
pedagang kaki lima. Kemudian fokus kedua mengenai faktor pendukung dan
penghambat dalam penataan pedagang kaki lima. analisis data yang digunakan
daam penelitian ini yaitu model interaktif Miles, Huberman dan Saldana.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa Dinas Perdagangan Kota Malang
bahwa sebagai dinas baru yang mengganti dinas pasar belum memiliki Renstra
yang dapat mengakomodir kebijakan dan program dalam penataan pedagang kaki
lima. Dinas Perdagangan dalam menangani permasalahan pedagang kaki lima
bersifat reaktif dan tidak antisipatif. Serta kendala-kendala muncul berasal dari
pedagang kaki lima itu sendiri.
Rekomendasi dari peneliti yang dapat diberikan adalah retribusi yang
dikenakan kepada pedagang kaki lima kemudian diberlakukan self saving dimana
tujuannya adalah untuk pengelolaan pedagang kaki lima jangka panjang.
Pembangunan fasilitas bagi pedagang kaki lima yang direlokasi dalam upaya
untuk merevitalisasi atau renovasi pasar dapat bekerja sama dengan pihak swasta
seperti CSR (Corporate Social Responsibility). Peningkatan jumlah pasukan
Wastib dimaksudkan untuk memaksimalkan fungsi pengawasan dan penertiban.
Kata kunci: strategi, penataan, pedagang kaki lima
SUMMARY
Agnes Dwi Hardianti, 2017, Strategy Local Government in the Structuring
of Street Vendors ( A Study of the Office of Trade Malang City and Zaenal Zakse
Street Vendors ), Dr. Hermawan, S. IP, M. Si., 124 + xiv
This research discusses strategy local government in the structuring of
street vendors in the Malang city. The structuring of street vendors done that aims
to benefit two parties namely regional government and street vendors. For local
governments the structuring in an effort to embody aesthetic poor clean city , neat,
beautiful and far from the slum. Besides that they also gave place for street
vendors own contributes to regional income through of levies. For street vendors
it is indicated that local governments care about existence street vendors without
do disservice .
This research using the qualitative study kind of descriptive. First focus of
this research on the strategy local government in the structuring of street vendors.
Then focused second on by factors in support and inhibitors in the structuring of
street vendors. Data analysis used dwelling research is model interactive miles ,
huberman and saldana
Research shows that the office of trade city mala that as new agency that
replace the omm do not have renstra can accommodate programs and policies to
manage the vendors .The office of trade in dealing with problems street vendors is
reactive and does not have a anticipation .And obstacles appear derived from
street vendors itself.
Recommendations from researchers can be given is levies imposed upon
street vendors then imposed self saving where the goal is to manage street vendors
long term. The establishment of facilities for street vendors which be relocated in
an effort to revitalize or renovation can cooperate with private sector as csr
(Corporate Social Responsibility). Increase the number of Wastib intended to
maxime the function of supervision and control.
Key word: strategy , structuring, street vendors
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Strategi Pemerintah Daerah dalam Penataan Pedagang Kaki
Lima (Studi pada Dinas Perdagangan Kota Malang dan Pedagang Kaki Lima
Jalan Zaenal Zakse). Skripsi ini merupakan tugas akhir yang ditujukan untuk
memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Publik pada
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
2. Bapak Dr. Choirul Saleh, M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Universitas Brawijaya Malang.
3. Bapak Dr. Hermawan, S.IP, M. Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan dan saran perbaikan yang bermanfaat atas
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak/Ibu Dosen FIA Publik Universitas Brawijaya Malang yang telah
memberikan segala ilmunya selama penulis berada di bangku kuliah,
hingga sampai pada tahap akhir penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh staf/pegawai FIA Universitas Brawijaya Malang yang telah
membantu kelancaran segala urusan penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Eko Sriyuliadi, S. Sos, MM selaku Kepala Bidang Pengelolaan
Pasar Dinas Perdagangan Kota Malang, Bapak Andy Hamzah, S. Sos
selaku Kepala Seksi Pembinaan Pedagang Kaki lima Dinas Perdagangan
Kota Malang serta seluruh staf Dinas Perdagangan Kota Malang yang
telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.
7. Kedua orang tua yang saya sayangi dan cintai, yang telah memberikan doa
dan dukungan sepenuhnya kepada penulis.
8. Keluarga besar yang telah memberikan semangat serta dukungan kepada
penulis.
9. Sahabat dan teman-teman mahasiswa Ilmu Administrasi Publik
Universitas Brawijaya terima kasih telah memberikan bantuan serta arahan
kepada penulis.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran serta kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 7 Juni 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO ............................................................................................................... ii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iv
PERNYATAAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................................... v
RINGKASAN ..................................................................................................... vi
SUMMARY ........................................................................................................ vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 8
D. Kontribusi Penelitian ...................................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 12
A. Administrasi Publik ...................................................................................... 12
a. Pengertian Administrasi Publik .............................................................. 12
b. Ruang Lingkup Administrasi Publik ...................................................... 13
B. Strategi .......................................................................................................... 15
1. Pengertian Strategi .................................................................................. 15
2. Tipe-tipe Strategi .................................................................................... 16
3. Komponen Strategi ................................................................................. 17
4. Manfaat Strategi ..................................................................................... 18
C. Penataan Ruang Kota ................................................................................... 19
1. Pengertian Penataan Ruang Kota ........................................................... 19
2. Prosedur Penataan Ruang Kota .............................................................. 22
D. Sektor Informal ............................................................................................. 23
1. Pengertian dan Ciri-ciri Sektor Informal ................................................ 23
2. Manfaat Sektor Informal ........................................................................ 25
E. Pedagang Kaki Lima .................................................................................... 26
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima ............................................................ 26
2. Penataan Pedagang Kaki Lima ............................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 32
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 32
B. Fokus Penelitian............................................................................................ 32
C. Lokasi dan Situs Penelitian ........................................................................... 33
D. Sumber Data ................................................................................................. 34
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 36
F. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 38
G. Analisis Data ................................................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 43
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 43
1. Gambaran Umum Kota Malang.............................................................. 43
2. Gambaran Umum Dinas Pasar Kota Malang ......................................... 51
3. Gambaran Umum Dinas Perdagangan Kota Malang.............................. 56
B. Penyajian Data Fokus ................................................................................... 58
1. Strategi Pemerintah Daerah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima ....... 58
a. Kebijakan Pemda dalam Penataan Pedagang Kaki Lima ................. 58
b. Program Pemda dalam Penataan Pedagang Kaki Lima .................... 80
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dari Strategi Dinas Perdagangan
Kota Malang dalam Penataan Pedagang Kaki lima ................................ 84
a. Faktor Pendukung ............................................................................. 84
b. Faktor Penghambat ........................................................................... 91
C. Pembahasan .................................................................................................. 96
1. Strategi Dinas Perdagangan Kota Malang dalam Penataan Pedagang
Kaki lima ............................................................................................... 97
a. Kebijakan Pemda dalam Penataan Pedagang Kaki Lima ................. 97
b. Pembinaan Pemda dalam Penataan Pedagang Kaki Lima .............. 104
c. Rekomendasi Strategi dalam Penataan Pedagang Kaki Lima ........ 107
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dari Strategi Dinas Perdagangan
Kota Malang dalam Penataan Pedagang Kaki lima ............................ 110
a. Faktor Pendukung ........................................................................... 110
b. Faktor Penghambat ......................................................................... 115
BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 120
A. Kesimpulan ........................................................................................... 120
B. Saran ..................................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 122
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. Rekapitulasi Data Pedagang Kaki Lima Tahun 2015 .................... 70
Tabel 2. Pedagang Kaki Lima Binaan .......................................................... 79
Tabel 3. Pendapatan Asli Daerah Kota Malang ........................................... 90
Tabel 4. Lokasi Bukan Peruntukkan Bagi PKL ........................................... 93
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ............. 40
Gambar 2. Peta Kota Malang ....................................................................... 46
Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Perdagangan ..................................... 67
Gambar 4. Form Identitas Pedagang Kaki Lima .......................................... 73
Gambar 5. Pendataan PKL di Jodipan oleh Dinas Perdagangan .................. 73
Gambar 6. Pedagang Kaki Lima jalan Zaenal Zakse ................................... 83
Gambar 7. Jalan Zaenal Zakse Steril ............................................................ 83
Gambar 8. Retribusi oleh Dinas Perdagangan .............................................. 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang dilakukan tidak merata mengakibatkan masyarakat
mulai bermigrasi ke daerah dengan pembangunan pesat tersebut. Indonesia
memiliki lahan perkotaan terbesar ketiga terbesar di Asia setelah Cina dan Jepang,
Indonesia memperoleh 4% pertumbuhan PDB untuk setiap pertumbuhan
urbanisasi (www.worldbank.org, 2016). Urbanisasi sendiri di lakukan oleh
mereka yang tidak memiliki pekerjaan di desa dan mengharapkan untuk
memperoleh pekerjaan yang layak di kota. Perkotaan dengan fasilitas-fasilitas
dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan yang di miliki menjadikan salah satu
daya tarik, dengan daya tarik tersebut jumlah penduduk di perkotaan mengalami
peningkatan di akibatkan dari masyarakat pedesaan yang melakukan migrasi ke
kota. Menurut Panwar (2015, 71) menyatakan bahwa:
“Urbanization refers to the growth of towns and cities, often at the
expense of rural areas, as people move to urban centers in search of jobs
and what they hope will be a better life. The majority of the people
migrated or planning to migrate from rural to urban areas for earning
their livelihood”, (Urbanisasi mengacu pada pertumbuhan perkotaan,
sering dengan mengorbankan daerah pedesaan, sebagaian orang-orang
pindah ke pusat-pusat kota untuk mencari pekerjaan dan apa yang mereka
harapkan akan menjadi kehidupan yang lebih baik. Sebagian besar orang
bermigrasi atau berencana untuk bermigrasi dari desa ke kota untuk
mencari nafkah mereka).
Berbagai alasan peluang kerja di perkotaan saat ini sulit untuk dicari
terlebih apabila seseorang tersebut tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan
2
yang mumpuni, maka hal yang terjadi adalah pengangguran di perkotaan.
Kurangnya investasi insfrastruktur mempertajam kerentanan masyarakat, investasi
insfrastruktur pada kota-kota di Indonesia hanya meningkat 3% dari PDB
(www.worldbank.org, 2016). Hal tersebut juga membuat pengangguran yang
terjadi dari dampak kegiatan perekonomian yang menurun, agar tetap memperoleh
penghasilan mereka melakukan pekerjaan diluar sektor formal yaitu sektor
informal. Pada sektor informal, aktivitas-aktivitas ekonomi yang dilakukan mudah
untuk dimasuki, dengan kata lain bahwa sektor informal ini tidak mengikat suatu
perjanjian pekerjaan dikarenakan usaha yang dilakukan adalah usaha milik sendiri
dan bersumber daya lokal. Meskipun operasionalnya dalam skala kecil, tetapi
keterampilan yang dimiliki sektor informal di luar dari sektor formal sehingga
menghasilkan suatu barang atau jasa yang sifatnya padat karya. Pada kegiatan
sektor informal yang dijalankan tidak terkena secara langsung oleh suatu regulasi
tetapi secara empiris sektor informal sangat kompetitif.
Pada daerah perkotaan sering ditemukan sektor-sektor informal hampir di
setiap sudut kota. Kegiatan ekonomi tersebut adalah sebagai pedagang pada sektor
informal, dalam hal ini sering disebut sebagai pedagang kaki lima atau street
vendor. Menurut Saha (2011, 302), “street vendors can be said to signify a viable
solution to some of the problems of the poverty-stricken urban dwellers”
(pedagang kaki lima dapat dikatakan sebagai solusi yang dapat berjalan dari
berbagai permasalahan kemiskinan penduduk perkotaan). Lain halnya dengan
Onyango (2012, 107), “street vending is the sub-sector of informal businesses that
3
operate in urban spaces meant for other uses” (pedagang kaki lima merupakan
sub sektor dari bisnis informal yang menjalankan bisnisnya di daerah perkotaan).
Pada hakikatnya peran pedagang kaki lima sangat terlihat dalam kegiatan
perekenomian, telah membawa pengakuan peran pedagang kaki lima dalam hal
menciptakan lapangan kerja. Seperti yang diungkapkan Kyoko (2006: 8)
“Increasing recognition of the role of the informal economy in developing
countries has brought an acknowledgement of the role of street vending in terms
of creating employment, and a critical subsistence income for the urban poor”,
(meningkatkan pengakuan peran ekonomi informal di negara-negara berkembang
telah membawa pengakuan peran (PKL) dalam hal menciptakan lapangan kerja,
dan pendapatan penting bagi kaum miskin di kota). Menciptakan lapangan kerja
sendiri adalah sebuah kemandirian masyarakat dimana peran pemerintah tentu
tidak terlihat. Tetapi salah satu masalah yang dihadapi dari pedagang kaki lima
adalah seringnya menggunakan fasilitas publik, maka dari itu perlu untuk
dilakukan penataan bagi pedagang kaki lima.
Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai
strategi penataan pedagang kaki lima pada dunia internasional. Pada penelitian
Indira yang berjudul A Study of Street Vending Across the Globe pada tahun 2014
menjelaskan bahwa pedagang kaki lima sebagai sektor informal yang menyebar
luas pada negara berkembang maupun pada negara maju. Singapura merupakan
satu-satunya negara di dunia yang memberikan ijin bersertifikat bagi pedagang
kaki lima. Malaysia mengimplementasikan program bagi pedagang kaki lima
dengan memberikan bantuan dana kredit, pelatihan serta meningkatkan fasilitas
4
bagi pedagang kaki lima. Kemudian pada penelitian Weng dan Kim yang berjudul
The Critical Role of Street Vendor Organizations in Relocating Street Vendors
Into Public Markets: The Case of Hsinchu City, Taiwan pada tahun 2016
menjelaskan bahwa terdapat dua tempat relokasi bagi pedagang kaki lima di kota
Hsinchu yaitu pada Zhu Lian (ZL) market dan Guan Dong (GD) market project.
Dimana relokasi pertama kali pedagang kaki lima telah sukses untuk dipindahkan
ke Zhu Lian (ZL) market. Sedangkan untuk mengulangi kesuksesan relokasi
pertama pemerintah membangun Guan Dong (GD) market project, tetapi sangat
disayangkan relokasi tersebut gagal dikarenakan terletak pada bagian kota yang
tidak kompetitif sehingga pedagang kaki lima yang berpindah hanya sedikit dan
terjadi perlawanan.
Kemudian pada penelitian Panwar dan Vikas yang berjudul Issues And
Challenges Faced By Vendors On Urban Streets: A Case Of Sonipat City, India
pada tahun 2015 menjelaskan bahwa pedagang kaki lima di India bertebaran
hampir disetiap sudut jalan. Menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah India
membuat suatu regulasi dan melindungi pedagang kaki lima. Regulasi tersebut
berupa pembuatan zona khusus bagi pedagang kaki lima, bagi pedagang kaki lima
yang telah beroperasi lebih dari empat belas tahun maka sertifikat akan diberikan
tetapi apabila melanggar peraturan sertifikat tersebut akan dicabut. Pedagang kaki
lima yang tidak berpindah pada zona yang ditentukan maka akan dikenakan
pinalti berupa denda.
Pedagang kaki lima di Indonesia misalnya Jakarta, Yogyakarta, Semarang
dan Surabaya mengalami permasalahan serupa mengenai pedagang kaki lima
5
yang sulit untuk dilakukan penataan. Berdasarkan data tidak resmi yang
dikeluarkan oleh Asosiasi Pedagang Kaki lima (APKLI) pada tahun 2015, jumlah
pedagang kaki lima di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 22 juta jiwa.
Salah satu kota yang mengalami masalah serius mengenai penataan
pedagang kaki lima adalah Kota Malang, sebagai kota terbesar kedua setelah kota
Surabaya di Jawa Timur menjadi salah satu destinasi bagi para migran dan
mengadukan nasibnya mencari pekerjaan dengan menjadi pedagang kaki lima.
Data Dinas Pasar Pemerintahan Kota Malang tahun 2016 mencatat bahwa dari
seluruh jumlah pedagang kaki lima, 70 % diantaranya merupakan warga asli
Malang serta 30 % sisanya merupakan warga luar kota. Selain disebabkan oleh
urbanisasi, pedagang kaki lima muncul karena pengangguran dan adanya PHK.
Data Badan Pusat Statistik Kota Malang angka pengangguran di Kota Malang
pada tahun 2015 mencapai 29.606 jiwa. Data Dinas Tenaga Kerja Kota Malang
tahun 2015 mencatat buruh yang terkena PHK pada tahun 2015 sebesar 2000
jiwa.
Sudah menjadi tugas pemerintah daerah dalam menemukan jalan keluar
permasalahan pedagang kaki lima. Pemerintah daerah melalui satuan kerja
perangkat daerah yaitu Dinas Pasar dan pada tahun 2017 berganti menjadi Dinas
Perdagangan yang diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus
pedagang kaki lima. Pemerintah kota Malang sendiri telah melakukan berbagai
upaya dalam penataan bagi pedagang kaki lima dengan menentukan kawasan
yang dilarang untuk berjualan bagi PKL diantaranya di area Alun-alun Merdeka,
sepanjang Jalan Ijen, Pasar Besar, Alun-alun Tugu, Jalan Trunojoyo dan lainnya
6
(antarajatim.com, 2014). Kemudian juga pemerintah menyediakan kios-kios
seperti yang terdapat pada daerah sekitar stasiun Kota Baru, yang mana kios
tersebut telah memberikan ruang yang layak bagi beberapa para pedagang kaki
lima. Tetapi terdapat banyak kendala lain dalam melakukan upaya penataan, kios-
kios yang disediakan tidak dapat menampung semua pedagang kaki lima lantaran
anggaran yang tersedia tidak mencukupi untuk mengakomodir semua pedagang
kaki lima di kota Malang. Sehingga masih banyak pedagang kaki lima yang
menggelar dagangannya di sembarang tempat di pusat-pusat keramaian kota
Malang seperti di pinggir-pinggir jalan dan trotoar.
Terdapat masalah utama mengapa pedagang kaki lima perlu untuk
dilakukan penataan agar tempat yang digunakan sesuai dengan peruntukkan
utama. Pertama, Masalah utama mengapa pedagang kaki lima perlu dilakukan
penataan oleh pemerintah kota, pedagang kaki lima pada umumnya melanggar
peraturan daerah seperti tidak mengindahkan peraturan yang ada. Peraturan yang
dilanggar tersebut antara lain adalah Peraturan Daerah Tahun 2000 Nomor 1
Tentang Pengaturan dan Pembinaan pedagang kaki lima kota Malang, pada
peraturan ini jelas disebutkan bahwa pedagang kaki lima dilarang untuk
melakukan kegiatan di jalan, trotoar, jalur hijau, dan fasilitas umum milik publik
dengan mendirikan tempat usaha yang permanen atau semi permanen. Sehingga
kegiatan pedagang kaki lima yang demikian tersebut dapat menimbulkan kerugian
dalam hal kebersihan, estetika keindahan kota, ketertiban, keamanan,
menghambat arus lalu lintas jalan raya dan mengganggu kenyamanan.
7
Kedua, penataan terhadap pedagang kaki lima dilakukan untuk
mengakomodasi kebutuhan akan aktivitas mereka. Pada Lakip Kota Malang tahun
2015, upaya pengendalian pemanfaatan ruang diarahkan untuk menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun
2010-2030, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030.
Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan melalui penetapan Rencana
Detail Tata Ruang dan peraturan zonasi-nya, perizinan pemanfaatan ruang,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pada masalah ini,
beberapa area publik yang sering digunakan oleh pedagang kaki lima, serta
seringnya menempati ruang publik yang berakibat pada fungsi utama area publik
menjadi tidak maksimal. Maka disini peran pemerintah adalah bagaimana
menyeimbangkan antara kebutuhan masyarakat dengan kebutuhan penataan kota
tanpa mengorbankan salah satunya, pemerintah memerlukan strategi khusus
dalam penanganan penataan pedagang kaki lima.
Strategi merupakan prioritas atau arah keseluruhan secara luas yang
diambil oleh suatu organisasi yang berupa pilihan-pilihan tentang bagaimana cara
terbaik untuk mencapai misi tersebut. Menurut William F. Glueck (dalam
Amirullah, 2015: 4), mendefinisikann strategi sebagai sebuah rencana yang
disatukan, luas, dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi
organisasi dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan
bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi.
Dengan penetapan strategi yang tepat bagi Dinas Perdagangan maka kedepan
8
dalam pelaksanaan program-program penataan pedagang kaki lima dapat berjalan
maksimal dan meminimalkan hambatan yang muncul.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, menarik bagi peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul “Strategi Pemerintah Daerah dalam
Penataan Pedagang Kaki lima (Studi Pada Dinas Perdagangan Kota Malang
dan Pedagang Kaki Lima Jalan Zaenal Zakse)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah strategi pemerintah daerah dalam penataan pedagang
kaki lima?
2. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat Pemerintah Daerah
dalam penataan Pedagang Kaki Lima?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
antara lain:
1. Terdeskripsi dan menganalisis strategi pemerintah daerah dalam
penataan pedagang kaki lima.
2. Terindentifikasi dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat
Pemerintah Daerah dalam penataan Pedagang Kaki Lima.
9
D. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
akademik maupun praktis yang meliputi:
1. Secara Akademis
Secara akademis, sebagai wacana ilmiah dan bahan bagi peneliti lain
yang mengkaji strategi pemerintah daerah dalam penataan pedagang
kaki lima di Kota Malang.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan pemaparan dan
menganalisis strategi yang dilakukan pemerintah daerah dalam
penataan pedagang kaki lima dan kedepan dapat mengatasi
permasalahan terkait. Selain itu menjadi bahan masukan bagi
pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan yang lebih
mendukung kepada masyarakat.
E. Sistematika Pembahasan
Penulisan proposal skripsi ini disajikan dalam tiga bab, masing-masing
bab memberikan pokok bahasan yang saling terkait dan tersusun secara
sistematis sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini dijelaskan mengenai bagaimana latar belakang
dilakukannya penelitian, menyusun rumusan masalah,
10
tujuan dari penelitian, kontribusi penelitian dan
sistematika penelitian.
BAB 11 : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan
sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian. Teori
yang digunakan antara lain mengenai administrasi publik,
strategi, pedagang kaki lima dan penataan ruang kota.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan metode penelitian yang dipakai oleh
penulis dalam mengumpulkan data penelitian. Terdiri dari
jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
instrumen penelitian dan analisis data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan, yang
mencakup penyajian data mengenai gambaran-gambaran
umum lokasi dan situs penelitian, penyajian data serta
analisa data. Penelitian ini akan membahas mengenai
srategi Dinas Perdagangan kota Malang dalam penataan
pedagang kaki lima.
11
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan serta pengajuan saran yang mungkin
dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi pemerintah kota
dalam melakukan penataan pedagang kaki lima di kota
Malang.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik
1. Pengertian Administrasi Publik
Administrasi publik merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
public administration yang sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi administrasi negara atau administrasi pemerintahan.
Menurut Barton dan Chappel (dalam Indradi, 2010:114-118)
mendefinisikan administrasi publik sebagai the work of government atau
pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan menurut David
H. Rossenbloom (dalam Indradi, 2010:114-118) mendefinisikan
administrasi publik yaitu is the use of managerial, legal and political
merupakan pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen,
politik dan hukum untuk memenuhi mandat pemerintah di bidang
legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam rangka fungsi-fungsi pengaturan
dan pelayanan terhadap masyarakat secara keseluruhan atau sebagian.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat di
simpulkan bahwa administrasi publik merupakan suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh pemerintah dengan memanfaatkan proses-proses
manajemen, dalam upaya mencapai tujuan bersama dengan melakukan
peran dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik.
13
2. Ruang Lingkup Administrasi Publik
Administrasi publik merupakan sebuah disiplin ilmu dan sistem
memiliki permasalahan yang kompleks, penyelesaian masalah tersebut
harus di selesaikan dengan bantuan para administrator untuk
menyelesaikan masalah tersebut perlunya ruang lingkup yang akan
membatasi kinerja para administrator dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada, lembaga Administrasi Negara dalam Syafri
(2012: 115) menyebutkan ruang lingkup administrasi meliputi, pertama
tata nilai merupakan menyangkut nilai kultural, spriritual, etika, falsafah
hidup yang menjadi dasar dan tujuan serta acuan perilaku dari sistem
dan proses administrasi publik. Kedua, organisasi pemerintah negara:
terdiri dari organisasi lemabga eksekutif (pemerintah), legislatif (badan
perwakilan rakyat), yudikatif (badan peradilan), dan lembaga-lembaga
negara lainnya yang diperlukan serta saling berhubungan dalam rangka
penyelenggaraan negara, termasuk organisasi kesekretariatan lembaga-
lembaga tersebut.
Ketiga, manajemen pemerintah negara meliputi kegiatan
pengelolaan pelaksanaaan tugas pemerintah umum dan pembangunan
dalam berbagai bidang kehidupan dan wilayah pemerintahan,
merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan, seperti
pengelolaan kebijakan, perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan,
pengendalian, pelayanan, pengawasan dan pertanggung jawaban dari
hasil setiap atau keseluruhan organisasi pemerintahan negara. Keempat,
14
sumber daya aparatur sebagai unsur dominan dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan negara, pengelolaan, dan pembinaan mendapatkan
perhatian dalam keseluruhan aspek dan dimensinya, mulai dari
rekrutmen pengembangan kompetensi, pengembangan karir, dan
kesejahteraan serta pensiunannya.
Kelima, sistem dan proses kebijakan negara sebagai sistem dan
proses kebijakan negara. Peran administrasi publik terutama dalam
fungsi dan proses mulai dari perumusan kebijakan, penetapan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, pengawasan dan pengendalian kebijakan,
penilaian hasil (evaluasi kinerja) pelaksanaan berbagai kebijakan dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat (sosial, ekonomi, politik, hukum,
agama, lingkungan hidup, dan lain sebagainya). Keenam, posisi, kondisi,
dan peran masyarakat bangsa dalam bernegara. Negara didirikan oleh
rakyat bangsa untuk mencapai tujuan bersama sehingga rakyatlah
pemilik kedaulatan. Dengan demikian, organisasi dan manajemen
pemerintahan tidak dapat mengabaikan aspirasi dan peran masyarakat
atau rakyat dalam penyelenggaraan pemerintah negara. Ketujuh, hukum
administrasi publik. Menyangkut dimensi hukum yang berkaitan dengan
mengatur sistem dan proses penyelenggaraan negara, termasuk
mengenai eksistensi, tugas, fungsi lembaga-lembaga pemerintahan
negara, saling berhubungan satu dengan yang lain dimaksudkan agar
kelembagaan negara tersusun dan terselenggara secara efisien,
proporsional, efektif dan legitimasi.
15
Ruang lingkup yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam pembagian ruang lingkup tersebut para administrator mampu
untuk membedakan proses kinerja setiap kegiatan administrasi sehingga
dapat memberikan gambaran bagaimana dalam pelaksanaan kinerja
administrasi yang mampu menghasilkan pencapaian kinerja yang baik
dan efektif.
B. Strategi
1. Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata “strategos”
yang berarti “kepemimpinan militer”. Kepemimpinan militer atau
strategi dalam konteks awal merupakan sesuatu yang dikerjakan oleh
para pemimpin militer (jenderal) untuk memenangkan pertempuran.
Menurut Wiliam J. Stanton yang dikutip oleh Amirullah (2015: 4),
mengartikan strategi sebagai suatu rencana dasar yang luas dari suatu
tindakan organisasi untuk mencapai suatu tujuan.
Strategi lebih lanjut lagi menurut Muhamad (2012:10),
karakteristik strategi berorientasi pada keseimbangan antara jangka
pendek dan jangka panja ng. Strategi adalah suatu alat untuk digunakan
untuk mencapai tujuan, maka strategi memiliki beberapa sifat menurut
Jauch dan Glueck (dalam Amirullah, 2015: 5) adalah menyatukan
seluruh bagian-bagian dalam organisasi atau perusahaan (unfield),
bersifat menyeluruh mencakup seluruh aspek dalam organisasi
16
(complex), dan dimana seluruh strategi akan sesuai dari seluruh
tingkatan (integral) .
Beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi
merupakan rencana yang berorientasi kepada masa depan untuk
mencapai tujuan organisasi, dan perlu menyeimbangkan jangka pendek
dan jangka panjang. Hal tersebut untuk menerjemahkan mengenai
tujuan, sasaran, strategi dan kebijakan yang merespon kebutuhan dan
aspirasi masyarakat.
2. Tipe-Tipe strategi
Strategi bagi sebagian organisasi merupakan cara untuk mengatasi
dan mengantisipasi setiap masalah yang timbul serta kesempatan-
kesempatan untuk masa depan. Penggunaan strategi dapat memberikan
solusi melalui gambaran yang jelas dan terarah. Menurut Kooten yang
dikutip dalam Salusu (2002:104-105) membedakan tipe-tipe strategi
menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:
a. Corporate Strategy (strategi organisasi), strategi ini berkaitan
dengan perumusan, misi, tujuan, nilai-niai, dan inisiatif yang
menghasikan suatu strategi yang baru. Membahas berupa apa saja
yang akan dilakukan dan untuk siapa hasilnya dapat dirasakan.
b. Program Strategy (strategi program), strategi ini memberikan
perhatian pada implikasi strategik dari suatu program tertentu. Hal-
hal apa saja yang berdampak dan yang ditimbulkan jika program
17
tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, dan apa dampaknya bagi
sasaran organisasi.
c. Resource Strategy (strategi pendukung sumber daya), strategi ini
memusatkan pada memaksimalkan pemanfaatan sumber daya
esensial yang tersedia untuk meningkatkan kualitas kinerja
organisasi agar strategi-strategi yang telah disiapkan dapat
dijalankan. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan,
teknologi, dan sebagainya.
d. Institutional Strategy (strategi kelembagaan), strategi ini berfokus
pada pengembangan kemampuan organisasi untuk melaksanakan
inisiatif-inisiatif strategik.
3. Komponen Strategi
Strategi menurut Salusu (dalam Purwanto, 2006:78) memiiki
determinan-determinan umum yang terdiri dari komponen-komponen
berikut, yaitu:
a. Tujuan dan sasaran. Perlu dipahami bahwa tujuan berbeda
dengan sasaran. Dalam organizational goals merupakan
keinginan yang hendak dicapai di waktu yang akan datang,
digambarkan secara umum dan relatif tidak mengenal batas
waktu. Sedangkan pada organizational objectives merupakan
pernyataan yang sudah mengarah pada kegiatan untuk mencapai
18
tujuan, lebih terikat waktu, dapat diukur dan dapat dijumlah atau
dihitung.
b. Lingkungan. Organisasi manusia digerakkan oleh manusia yang
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat
dikatakan saling mempengaruhi.
c. Kemampuan Internal. Kemampuan internal digambarkan sebagai
apa yang dapat dibuat karena kegiatan akan terpusat pada
kekuatan.
d. Kompetisi. Kompetisi ini tidak dapat diabaikan dalam
merumuskan strategi.
e. Pembuat Strategi. Hal ini sangat penting karena menunjuk siapa
yang kompeten membuat strategi.
f. Komunikasi. Bagi pembuat strategi yang ahli, komunikasi
sangat penting dikarenakan dapat mempengaruhi hasil yang
ingin dicapai.
4. Manfaat Strategi
Strategi oleh suatu organisasi digunakan sebagai kelanjutan dari
perencanaan kegiatan yang dilakukan hingga tercapai suatu visi pada
masa yang akan datang. Strategi pada umumnya merupakan perhitungan
atau tindakan yang akan diambil mengenai rangkaian kebijakan. Secara
impisit menurut Siagian (206-209: 2002) menjelaskan bahwa manfaat
dari penetapan strategi pada organisasi antara lain, memperjelas makna
19
dan hakikat dari suatu perencanaan melalui identifikasi rincian yang
lebih spesifik tentang bagaimana organisasi harus mengelola bidang-
bidang yang ada di masa mendatang, merupakan langkah-langkah atau
cara efektif untuk implementasinya kegiatan dalam rangka penetapan
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian manfaat lainnya
sebagai penuntun atau rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan di
berbagai bidang, dapat mengetahui secara konkret dan jelas tentang
berbagai cara untuk mencapai sasaran atau tujuan serta prioritas
pembangunan pada bidang tersebut berdasarkan kemampuan yang
dimiliki, sebagai rangkaian dari proses pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan berbagai macam permasalahan, serta mempermudah
koordinasi bagi semua pihak agar mempunyai partisipasi dan persepsi
yang sama tentang bentuk serta sifat interaksi, interpedensi dan intereasi
yang harus tetap tumbuh dan terpelihara dalam mengelola jalannya roda
organisasi, sehingga akan mengurangi atau bahkan mengilangkan
kemungkinan timbulnya konflik antara berbagai pihak yang terkait.
C. Penataan Ruang Kota
1. Pengertian Penataan Ruang Kota
Menurut Rahardjo (2013), wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Tata ruang perlu
direncanakan dengan maksud agar lebih mudah menampung kelanjutan
perkembangan kawasan yang bersangkutan. Pada Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007, ruang diartikan sebagai wadah yang meliputi
20
ruang darat, ruang laut, ruang udara serta ruang di dalam bumi sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain,
melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Selanjutnya dijelaskan pengertian penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan
yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penataan ruang.
Dalam penataan ruang kota menurut Mirsa (2012:40-42), ada tiga
hal yang perlu diperhatikan sebagai pedoman dalam menata ruang,
antara lain:
a. Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang disusun dengan perspektif menuju
keadaan masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data,
informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dapat digunakan.
Serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan di setiap
sektornya. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup
berlangsung secara dinamis, serta ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu,
agar rencana tata ruang yang telah disusun agar tetap sesuai dengan
tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, maka rencana
tata ruang tersebut dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan
sacara berkala. Dalam penyusunana dan penetapan rencana tata
21
ruang tersebut ditempuh langkah-langkah sebagai berikut, pertama
menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari
segi ekonomi, sosial budaya, daya dukung dan daya tampung
lingkungan serta tidak melupakan fungsi-fungsi pertahanan-
keamanan. Kedua, mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah
pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan. Ketiga,
perumusan rencana tata ruang dan penetapan rencana tata ruang.
b. Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan
pelaksanaan pembangunanyang memanfaatkan ruang menurut
jangka waktu yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang.
Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap melalui
penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh
pemerintah da masyarakat, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Dinamika dalam pemanfaatan ruang tersebut dapat dilihat
dari beberapa indikator yang dapat dijadikan tolak ukur, yaitu
perubahan nilai sosial akibat rencana tata ruang, perubahan nilai
tanah dan sumber daya alam lainnya, perubahan status hukum
tanah akibat rencana tata ruang, dampak terhadap lingkungan, dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan
22
ruang ini diselenggarakan melalui tahapan pembangunan dengan
memperhatikan sumber dan mobilisasi dana serta alokasi
pembiayaan program pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
tata ruang.
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang
dilakukan pengendalian melalui kegiatan pengawasan dan
penertiban pengawasan ruang. Pengawasan yang dimaksud di sini
adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan
fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Penertiban
dalam ketentuan ini adalah usaha untuk mengambil tindakan agar
pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud sesuai
dengan ketetapan.
2. Prosedur Penataan Ruang
Prosedur penataan ruang sebagaimana yang telah diamanatkan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dalam (Koeswahyono, 2012:
34):
a. Prosedur pengajuan rencana kota tampak birokratik dimana DPRD
sebagai Pemerintah Daerah sebatas dalam pembahasan draf
rencana Peraturan Daerah tentang rencana kota yang telah
dipersiapkan sebelumnya oleh pihak eksekutif.
23
b. Rendahnya kualitas-kualitas perancang karena perancang kurang
memahami persoalan nyata pada masyarakat. Konsultan hanya
memahami dari aspek teknis yang bisa jadi teoritik. Seringkali
perencanaan tidak dilakukan secara terpadu (komprehensif), namun
dilakukan secara parsial atau sektoral yang pada gilirannya akan
mengakibatkan benturan ditingkat operasional di lapangan .
c. Pemerintah daerah dalam penataan ruang melihat sebagai
kewajiban melaksakan perencanaannya hanya mentenderkan ke
jasa konsultan.
Pemerintah daerah seharusnya memiliki tenaga sumber daya
manusia yang memiliki keahlian dibidangnya seperti planolog, geolog,
goedesi, geografi sehingga dalam penyusunan tata ruang daerah tidak
sangat bergantung atau memerlukan jasa konsultan.
D. Sektor Informal
1. Pengertian dan Ciri-ciri Sektor Informal
Menurut Sukesi dkk (2005:16), sektor informal sebagai suatu
konsep sering dikatakan sebagai manifestasi ketidakmampuan sektor
formal/industri modern untuk menyerap tenaga kerja yang cukup besar
sehingga semua tambahan tenaga kerja hampir selalu ditampung di
sektor informal. Sedangkan, menurut Hart (dalam Hartono, 2012),
sektor informal bersifat padat karya, kekeluargaan, pendidikan formal
rendah, skala kegiatan rendah, tidak ada proteksi pemerintah, keahlian
24
dan keterampilan rendah, mudah dimasuki, berubah-ubah, tidak stabil,
dan tingkat penghasilan rendah. Umumnya sektor informal dikaitkan
dengan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sifatnya pinggiran.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor
informal merupakan suatu sektor pekerjaan yang tidak memerlukan
keahlian khusus dan modal besar sehingga pekerjaan ini umumnya
bersifat padat karya. Tetapi dari sektor ini pengangguran dapat ditekan
karena pekerjaan ini usaha yag mandiri tanpa adanya bantuan dari
pemerintah. Bagi pemerintah sektor ini sendiri dapat dijadikan sebagai
lahan untuk membuka lapangan pekerjaan yang apabila dikelola dapat
sebagai sektor yang potensial.
Ciri-ciri sektor informal menurut Sukesi dkk (2005: 17-18) antara
lain tidak adanya bantuan atau proteksi ekonomi. Bantuan ekonomi
dapat timbul, sebagai misal karena adanya perserikatan buruh,
pemberian kredit dan harga produk rendah, perlindungan dan perawatam
kerja. Tidak adanya bantuan dalam hal ini diartikan sebagai
“accesibility” dan bukan sekedar kemudahan, walaupun terdapat
kemudahan tetapi jika tidak ada acces maka kegiatan usaha tersebut
masih dapat disebut dengan kegiatan usaha sektor informal. Selain itu
ciri-ciri sektor informal yang sering dijumpai adalah bervariasinya jam
kerja, hal ini disebabkan karena tidak adanya perjanjian kerja untuk
jangka waktu yang atau disebabkan karena banyaknya para pekerja
bekerja secara mandiri. Kegiatan perputaran pekerja di sektor informal
biasanya sangat mudah, karena tidak membutuhkan modal yang besar,
kurang memerlukan keterampilan yang tinggi, dapat menggunakan
bahan baku lokal dan permintaan yang ada terhadap bara/jasa yang
dihasilkan oleh sektor informal.
Sedangkan ciri-ciri sektor informal yang diajukan oleh
International Labour Organizational (dalam Hartono, 2012) yaitu:
a. Seluruh aktivitas berstandar pada sumber daya yang tersedia di
lingkungan sekitarnya.
25
b. Ukuran usaha umumnya kecil dan aktivitasnya merupakan usaha
rumah tangga.
c. Untuk menopang aktivitas itu digunakan teknologi yang sederhana
dan tepat guna serta memiliki sifat yang padat karya.
d. Tenaga kerja yang bekerja di sektor ini terdidik dan terlatih dalam
pola yang tidak resmi.
e. Seluruh aktivitas dalam sektor ini berada di luar jalur yang diatur
oleh pemerintah
f. Pasar yang mereka masuki merupakan persaingan pada tingkat
yang sangat tinggi.
2. Manfaat yang dimiliki oleh sektor informal
Menurut Hutajulu (dalam Hartono, 2012: 27) dampak positif dari
pelaksanaan sektor informal, antara lain:
a. Membuka Lapangan Pekerjaan
Kemampuan sektor informal dalam memecahkan permasalahan
tenaga kerja di Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi..
kondisi tenaga kerja yang sebagian besar berpengalaman dan berskill
rendah, menjadikan sektor informal menjadi sektor alternatif. Karena
pada sektor formal membutuhkan sumber daya dengan pengalaman
dan skill yang harus memadai atau bahkan sektor informal tersebut
lebih bersifat padat modal.
b. Sumber Pendapatan Daerah
Sumbangan sektor informal terhadap pendapatan daerah lumayan
besar, karena jumlah mereka yang banyak. Terlebih jika sektor
informal tersebut di kelola dengan baik.
26
c. Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor informal pada
umumnnya dapat dijangkau oleh masyarakat miskin dengan harga
yang murah.
d. Sarana Pemasaran bagi Sektor Formal
Jika kita lihat banyak sektor formal menggantungkan pemasaran
produknya pada sektor informal, sepereti rokok, koran dan lain-lain.
e. Sarana Pamasaran bagi Industri Kecil
Industri-industri kecil dengan modal yang tentunya juga kecil akan
sangat diuntungkan dengan adanya kegiatan ekonomi sektor
informal, karena dengan begitu mereka tidak membutuhkan biaya
yang besar dalam memasarkan produknya.
E. Pedagang Kaki Lima
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibagi atas dua
yaitu: pedagang besar dan pedagang kecil. Pedagang kecil adalah
pedagang yang menjual barang dagangan dengan modal yang kecil
sedangkan pedagang besar berjualan dengan menggunakan modal besar
dan juga melakukan pembayaran barang kena pajak (KBBI online
2016).
Pedagang kaki lima menurut International Labour Office dalam
Kusakabe, yaitu:
27
“Street vending is closely connected with the availability of urban
public space – pavements, roads, parks, beaches, etc. – and many of the
difficulties associated to the activity, including the generally negative
way it is perceived by wider society, are linked to the ways in which
such spaces are managed by the authorities.As a result, street vendors
face a “complex coexistence of persecution, regulation, tolerance and
promotion”.
(Pedagang kaki lima erat kaitannya dengan ketersediaan ruang
perkotaan publik - trotoar, jalan, taman, pantai, dll. Serta banyak
kesulitan yang berhubungan dengan aktivitas mereka, termasuk cara
negatif umum lainnya yang dirasakan oleh masyarakat luas, terkait
dengan cara di mana ruang tersebut dikelola oleh pihak berwenang.
Akibatnya, PKL menghadapi “koeksistensi kompleks penganiayaan,
regulasi, toleransi dan promosi”).
Sedangkan menurut Bhowmik (2005:2256) pedagang kaki lima
adalah:
“street vendor is broadly defined as a person who offers goods for
sale to the public without having a permanent built-up structure from
which to sell. Street vendors may be stationary in the sense that they
occupy space on the pavements or other public/private spaces or, they
may be mobile in the sense they move from place to place by carrying
their wares on push carts or in baskets on their heads.”
(Pedagang kaki lima secara luas didefinisikan sebagai orang yang
menawarkan barang untuk dijual kepada publik tanpa memiliki struktur
bangunan permanen. PKL mungkin menetap dalam arti bahwa mereka
menempati ruang di trotoar atau ruang publik lainnya, atau secara
pribadi mereka berpindah-pindah dalam arti mereka berpindah dari satu
tempat ke tempat dengan membawa barang-barang mereka di gerobak
dorong atau di keranjang di kepala mereka).
28
Lain halnya dengan Onyango (2012: 1) yang mengartikan pedagang
kaki lima adalah:
“Street vending is the sub-sector of informal businesses that operate
in urban spaces meant for other uses. It was believed that street
vending would be absorbed by modern sector with time but instead it
has grown to providing alternative jobs to a large urban population
who cannot get formal employment.”
(Pedagang kaki lima adalah sub-sektor usaha informal yang
beroperasi di ruang-ruang perkotaan dimaksudkan untuk kegunaan lain.
Mereka percaya bahwa pedagang kaki lima akan diserap oleh sektor
modern pada waktu tertentu tetapi pedagang kaki lima telah
berkembang untuk menyediakan pekerjaan alternatif untuk populasi
kota besar yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan formal).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima merupakan
sektor informal yang dilakukan oleh penduduk kota pada tingkatan
menengah kebawah yang mana menggunakan lahan terbuka dimana
lahan tersebut adalah ruang-ruang publik tanpa bangunann permanen.
Pedagang kaki lima juga dapat dikatakan dapat membuat image kota
menjadi buruk karena tidak tertatanya tempat untuk mereka berdagang.
Terdapat dua jenis pedagang kaki lima pedagang kaki lima yang
menetap tanpa bangunan permanen, dan pedagang kaki lima yang
berpindah-pindah untuk mencari konsumen yang lebih banyak.
Di Indonesia sendiri pedagang kaki lima seperti pada Peraturan
Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Menteri Nomor 41
29
Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima, menjelaskan pedagang kaki lima adalah sebagai
“Pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha
perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum,
lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat
sementara/tidak menetap”.
Pada Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kota
Malang pasal 1 dijelaskan bahwa pedagang kaki lima adalah pedagang
yang melakukan usaha perdagangan non formal dengan menggunakan
lahan terbuka dan atau tertutup, sebagian fasilitas umum yang
ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat kegiatan usahanya
baik dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak
sesuai waktu yang telah di tentukan.
Pada Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012, pedagang kaki
lima dapat dikelompokan kedalam dua kelompok yaitu, jenis tempat
usaha pedagang kaki lima tidak bergerak dan jenis tempat usaha
bergerak. Jenis tempat usaha pedagang kaki lima tidak bergerak pada
pasal 15 ayat 1 antara lain gelaran, lesehan, tenda, dan selter.
Sedangkan jenis tempat usaha pedagang kaki lima bergerak sebagaima
disebutkan pada pasal 15 ayat 2 antara lain gerobak beroda, sepeda,
kendaraan bermotor roda dua , kendaraan bermotor roda tiga, kendaraan
bermotor roda empat.
30
2. Penataan Pedagang Kaki Lima
Penataan tempat usaha pedagang kaki lima dilakukan adalah untuk
menciptakan keteraturan pedagang kaki lima dengan pemerintah,
pedagang kaki lima dengan masyarakat. Sumanto (dalam Arifah, 2007)
mengungkapkan penataan pedagang kaki lima harus sesuai dengan
kapasitas lokasi usaha yakni dengan cara menghilangkan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh adanya penataan tersebut, sehingga tidak
merugikan antara satu dengan lainnya yaitu antar pedagang kaki lima,
pemerintah dan warga masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan
penataan tersebut.
Menurut Mc Gee dan Yeung dalam (Zulfa: 43), pola ruang
aktivitas PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal dalam
menjaring konsumennya. Lokasi pedagang kaki lima dipengaruhi oleh
hubungan langsung dan tidak langsung dengan berbagai kegiatan forma
dan kegiatan informal atau hubungan pedagang kaki lima dengan
konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan ruang kegiatan
pedagang kaki lima, maka harus mengenal aktivitasnya melalui pola
penyebaran, pemanfaatan ruang berdasarkan waktu berdagang dan jenis
dagangan serta sarana berdagang. Adapun lokasi menurut Mc Gee dan
Yeung (dalam Zulfa, 2015: 44) dari sektor informal atau pedagang kaki
lima adalah sebagai berikut:
1. Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-
sama pada waktu yang relatif sama, sepanjang hari.
31
2. Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat-pusat
kegiatan perekonomian kota dan pusat non ekonomi perkotaan,
tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar.
3. Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan antara
pedagang kaki lima dengan calon pembeli, walaupun dilakukan
dalam ruang relatif sempit.
4. Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan
umum.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Bahwa penelitian ini diklasifikasikan sebagai
peneitian dengan pendekatan kualitatif yaitu peneliti melakukan penelitian
yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang
siklusi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun
menyediakan informasi (Widi, 2010:47). Penelitian ini juga digolongkan
sebagai penelitian deskriptif yang menggambarkan dan menyajikan fakta
secara sistematik tentang keadaan objek yang sebenarnya tentang
bagaimana strategi pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki lima.
B. Fokus penelitian
Penelitian kualitatif, gejala bersifat holistik atau menyeluruh, tidak
dapat dipisahkan. Peneliti menetapkan berdasarkan variabel penelitian,
tetapi keseluruhan situasi sosial yang kita teliti yang meliputi tempat,
pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. Fokus penelitian
merupakan rincian dari topik-topik yang diteliti. Hal ini karena fokus
penelitian berfungsi untuk membatasi studi agar memenuhi kriteria
inklusi-inklusi yang dihadapkan di lapangan (Sugiyono, 2014:32). Adapun
fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:
33
1. Strategi pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki lima
sebagai berikut :
a. Kebijakan pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki
lima.
b. Program pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki lima.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan strategi
pemerintah daerah Kota Malang dalam penataan pedagang kaki lima:
a. Faktor pendukung, dan
b. Faktor penghambat.
C. Lokasi dan situs penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana femomena yang
diteliti berlangsung sedangkan situs penelitian merupakan letak
sebenarnya dimana peneliti mengadakan penelitian untuk mendapatkan
data yang valid, akurat dan yang dibutuhkan dalam penelitian. Pada
penelitan ini penulis mengambil lokasi di Kota Malang yang merupakan
salah satu kota terbesar kedua di Jawa Timur. Terdapat fenomena dimana
bermunculan pedagang kaki lima di Kota Malang. Khususnya .Keberadaan
pada jalan Zaenal Zakse yang merupakan pasar tumpah dari pasar
Kebalen, pedagang kaki lima kerap kali mengganggu ketertiban dan
keindahan tata kota, serta pelanggaran lain yang disebabkan oleh pedagang
kaki lima.
34
Situs penelitian digunakan untuk mendapatkan data valid, akurat
dan dibutuhkan dalam penelitian untuk menjawab rumusan masalah yang
sedang diamati oleh peneliti. Peneliti juga diharapkan mampu menangkap
keadaan yang sebenarnya dari objek yang di teliti termasuk ciri-ciri lokasi,
pada Dinas Perdagangan Kota Malang yang beralamat di Jalan Simpang
Terusan Danau Sentani 3 Malang.
D. Sumber data
1. Sumber data
Sumber data penelitian ini terbagi dalam tiga, yaitu sebagai berikut:
a. Informan
Menurut Djamal (2015: ) informan merupakan orang dalam
yang dimanfaatkan untuk memberikan infomasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian misalnya tentang nillai-nilai, sikap,
kebudayaan penduduk dan sebagainya. Memilih informan, peneliti
harus memperhatikan persyaratan antara lain jujur, patuh pada
peraturan, mampu dan berani berbicara, tidak termasuk anggota
kelompok yang bertentangan dengan latar penelitian, serta
mempunyai pandangan tertentu tentang suatu hal. Mendapatkan
informan yang memenuhi persyaratan dapat dilakukan melalui
wawancara pendahuluan, melalui keterangan tokoh masyarakat
atau orang-orang yang berwewenang.
35
Sesuai dengan topik penelitian, maka informan yang terkait
adalah pihak dari Dinas Perdagangan, Dinas Pasar, PKL dan
masyarakat kota Malang yaitu
1. Bapak Eko Sriyuliadi, S. Sos, MM selaku kepala bidang
pengelolaan pasar rakyat.
2. Bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku Kepala Seksi Pembinaan
Pedagang Kaki Lima.
3. Bapak Mujiono Agus selaku staff pembinaan pedagang kaki
lima.
4. Bapak Bambang Muji mantan kepala seksi pengendalian
pedagang kaki lima Dinas Pasar.
5. Bapak Syariffudin selaku staff Wastib.
6. Bapak Agus A. Saiku selaku staff Wastib.
7. Kusdiyanto pedagang kaki lima.
8. Totok pedagang kaki lima.
9. Indira masyarakat umum.
10. Andhini masyarakat umum
b. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa dapat digunakan peneliti untuk
memahami objek dan subjek secara langsung. Berkenaan dengan
36
lokasi penelitian, baik pada Dinas Perdagangan Kota Malang
maupun pada lokasi pedagang kaki lima di jalan Zaenal Zakse.
c. Dokumen
Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal
dari surat resmi, catatan perjalanan, notulen rapat, surat disposisi
dan sebagainnya (Widi, 2010: 73). Dokumen penelitian juga di
dapat dari literatur, jurnal, dokumen maupun arsip yang berkaitan
maupun melalui Dinas Pasar Kota Malang. Dokumen yang diteliti
berupa Lakip Pemda Kota Malang Tahun 2015, Peraturan Presiden
Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Tentang Koordinasi Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, serta pada Peraturan Menteri
Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Walikota Malang Nomor 36
Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langka yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan
37
(Sugiyono, 2014:224). Untuk memperoleh data-data sebagai bahan
tambahan yang disajikan dalam penulisan skripsi ini, peneliti melakukan
beberapa metode atau cara pengumpulan data, antara lain:
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti
mencatat informasi sebagaimana yang terdapat pada lapangan.
Observasi yaitu dimana peneliti mengumpulkan data dengan mencatat
informasi sebagaimana yang peneliti lihat secara langsung dengan
melihat, mendengar, yang kemudian dicatat seobyektif mungkin, maka
peneliti ini menggunakan observasi terstruktur yaitu observasi yang
dirancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan, dan
dimana tempatnya. Data yang diperoleh dari observasi adalah data
untuk mengetahui Strategi Pemerintah Daerah dalam Penataan
Pedagang Kaki Lima Sebagai Bentuk Penataan Ruang di Kota Malang
berdasarkan pengetahuan dan teori yang telah dimiliki.
2. Wawancara
Metode wawancara sering digunakan untuk mendapatkan
informasi dari orang atau masyarakat. Seseorang dapat memperoleh
informasi melalui berbagai interaksi dengan orang lain. Setiap
interaksi orang per orang di antara dua atau lebih individu dengan
tujuan yang spesifik dalam pikirannya disebut wawancara (Widi,
2010:241). Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi langsung
38
antara peneliti dengan responden. Pengambilan data di sini biasanya
juga diikuti dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman
wawancara. Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
lebih akurat dari informan atau narasumber. Adapun untuk
memudahkan peneliti dalam mendapatkan data secara maksimal,
wawancara dilakukan secara terstruktur, yaitu wawancara yang
disusun secara terperinci atau jelasnya menggunakan draf pertanyaan
atau pedoman wawancara.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilaksanakan dengan melakukan pencatatan terhadap
berbagai dokumen-dokumen resmi, laporan-laporan, peraturan-
peraturan maupun arsip-arsip yang tersedia di kantor Dinas
Perdagangan Kota Malang dengan tujuan mendapatkan bagian yang
menunjang secara teoritiis terhadap data penelitian.
F. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian menurut Arikunto ( dalam Prasetya, 2016:51),
merupakan alat bantu bagi peneliti dalam pengumpulan data. Selanjutnya
instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis, sehingga mudah di
olah. Dalam mendukung proses pengumpulan data dan memperoleh data
yang diingkan peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa:
39
1. Peneliti itu sendiri, yaitu dengan cara menyaksikan dan mengamati
sacara langsung peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek yang
diteliti.
2. Pedoman wawancara atau interview guide, digunakan sebagai
kerangka dasar dalam melakukan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti tetap pada jalur dan tetap menjaga relevansi terhadap masalah
dalam penelitian.
3. Perangkat penunjang, meliputi buku catatan, alat tulis, dan alat bantu
lain seperti Handphone untuk mengambil gambar untuk
didokumentasikan dan merekam suara saat melakukan wawancara.
G. Analisis Data
Analisais data dengan menggunakan metode kualitatif, prosedur
analisa data penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku orang-orang yang dapat diamati
dengan tujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat ataupun lebih
meyakinkan terhadap gejala atau peristiwa sehingga dapat menarik
kesimpulan.
Teknik analisa data penelitian ini adalah analisa data kualitatif
menggunakan analisis data kualitatif interaktif Miles, Huberman, dan
Saldana. Penggunaan analisis data kualitatif ini diharapkan nantinya dapat
membantu peneliti dalam mendeskripsikan situasi dan kondisi yang terjadi
di lapangan yaitu Dinas Perdagangan kota Malang yang dilakukan
40
sebelum terjun ke lapangan, observasi, selama pelaksanakan penelitian di
lapangan dan setelah selesai penelitian di lapangan. Data penelitian
diperoeh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisa data
dilakukan dengan cara mengorganisasi data yang diperoleh kedalam
sebuah kategori, menjabarkan data kedalam unit-unit, menganalis data
yang penting, menyusun atau menyajikan data yang sesuai dengan
masalah penelitian dalam bentuk laporan dan membuat kesimpulan untuk
dipahami.
Menurut Miles dan Huberman dan Saldana (2014:14), analisis data
kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu:
Kondensasi data, Penyajian data dan Penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Aktivitas dalam analisis data kualitatif sacara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data sudah jenuh. Adapun
model interaktif yang dimaksud sebagai berikut:
Gambar 1: Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
Sumber: Miles, Huberman dan Saldana (2014:14)
41
Data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara, observasi,
dan dokumentasi direduksi dengan merangkum, memilih, dan
memfokuskan data pada hal-hal yang sesuai dengan tujuan peneltian.
1. Kondensasi Data
Pada tahap ini melakukan kondensasi data dengan cara memilih-
milih, menyederhanakan, mengabstrakan, mentransformasikan data
yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan lapangan, wawancara
dan dokumentasi.
2. Penyajian data
Penyajian data dilakukan setelah direduksi atau dirangkum. Data
yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
dianalisis kemudian disajikan daam bentuk catatan wawancara, catatan
dokumentsi, dan catatan lapangan. Data yang sudah disajikan dalam
catatan-catatan tadi diberi kode data untuk mengorganisasikan data,
sebagai peneliti dapat menganalisis dengan cepat dan mudah. Peneliti
membuat daftar kode sebelumnya sesuai dengan pedoman wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Data yang diberi kode selanjutnya
dianalisis dalam bentuk refleksi dan disajikan dalam bentuk teks.
3. Penarikan Kesimpulan
Langkah terakhir dalam menganalisis data kualitatif model
interaktif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Berdasarkan
data yang telah direduksi dan disajikan, peneliti membuat kesimpulan
42
yang didukung dengan bukti yang kuat pada tahap pengumpuan data.
Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah yang telah
dipaparkan sejak awal oleh peneliti.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kota Malang
a. Letak Geografis
Kota Malang merupakan kota besar kedua di Jawa Timur setelah kota
Surabaya memiliki wilayah seluas 110,06 km2, terdiri dari 5 Kecamatan dan 57
Keluraha. Kota Malang terletak pada koordinat 7.06o – 8.02
o Lintang Selatan dan
112.06o – 112.07
o Bujur Timur dengan ketinggian antara 440 – 667 meter dari
permukaan lau. Karena letaknya yang cukup tinggi, kondisi iklim kota Malang
tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,0oC sampai dengan 24,8
oC.
Sedangkan suhu maksimum mencapai 31,4oC dan suhuh minimum 17,2
oC. Rata-
rata kelembaban udara berkisar 66% - 83% dengan kelembaban maksimum 98%
dan minimum 19% serta curah hujan tertinggi 385 milimeter. Kondisi iklim
demikian membuat Kota Malang relatif sejuk dibandingkan dengan daerah-daerah
lain.
b. Pembagian Wilayah Administrasi
Secara administratif wilayah kota Malang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Malang yaitu:
a. Utara: berbatasan dengan Kecamatan Karangploso dan Kecamatan
Singosari
b. Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan
Tajinan
44
c. Timur: berbatasan dengan kecamatan Pakis dan Kecamatan
Tumpang
d. Barat: berbatasan dengan Kecamatan Wagir dan Kecamatan
Karangploso
Pembagian wilayah administratif di Kota Malang adalah:
a. Kecamatan Klojen : 11 Kelurahan, 89 RW, 675 RT
b. Kecamatan Blimbing : 11 Kelurahan, 127 RW, 923 RT
c. Kecamatan Kedungkandang : 12 Kelurahan, 114 RW, 870 RT
d. Kecamatan Sukun : 11 Kelurahan, 94 RW, 869 RT
e. Kecamatan Lowokwaru : 12 Kelurahan, 120 RW, 774 RT
Kota Malang terletak pada ketinggian antara 440-667 meter di atas
permukaan laut. Kota Malang dikeliingi gunung-gunung, antara lain:
a. Gunung Arjuno di sebelah Utara
b. Gunung Semeru di sebelah Timur
c. Gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat
d. Gunung Kelud di sebelah Selatan
Jumlah penduduk Kota Malang pada akhir tahun 2015 berdasarkan data
penduduk yang terdaftar pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Malang sebanyak 881.794 termasuk penduduk WNA pemegang ijin tinggal tetap.
Sedangkan dalam pengukuran laporan ini yang diperhitungkan adalah jumlah
45
penduduk WNI sebanyak 881.123 jiwa, yang tersebar di 5 Kecamatan, 57
Kelurahan, 544 RW dan 4.111 RT.
Sebagian besar adalah suku Jawa, serta sejumlah suku-suku minoritas
seperti Madura, Arab dan Tionghoa. Agama mayoritas adalah Islam, diikuti
dengan Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu. Bangunan tempat
ibadah banyak yang telah berdiri semenjak zaman kolonial antara lain Masjid
Jami (Masjid Agung), Gereja Hati Kudus Yesus, Gereja Kathedral Ijen (Santa
Maria Bunda Karmel), Klenteng di kota Lama serta Candi Badut di Kecamatan
Sukun dan Pura di Puncak Buring.
46
Gambar 2. Peta Kota Malang
Sumber: ruangterbukahijaukotamalang.weebly.com
47
c. Sejarah Singkat Kota Malang
Huda (2012: 64) menjabarkan Kota Malang merupakan salah satu daerah
otonom serta merupakan kota besar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya.
Sebagai kota besar, Malang tidak lepas dari permasalahan sosial dan lingkungan
yang semakin lama semakin buruk kualitasnya. Kota yang pernah dianggap
mempunyai tata kota yang terbaik di antara kota-kota Hindia Belanda ini, kini
banyak dikeluhkan warganya seperti permasalahan kemacetan, lalu lintas, suhu
udara yang mulai panas, sampah yang berserakan dan banyaknya pedagang kaki
lima yang tidak teratur.
Segi geografis, Malang diuntungkan oleh keindahan alam daerah
sekitarnya seperti Batu dengan agrowisatanya, gunung-gunung yang
mengelilinginya, Pantai Malang Selatan dan situs-situs purbakala peninggalan
kerajaan Singosari. Jarak tempuh yang tidak jauh dari kota membuat para
pelancong menjadikan kota ini sebagai tempat singgah dan sekaligus tempat
belanja. Perdagangan ini mampu mengubah konsep pariwisata Kota Malang dari
kota peristirahatan menjadi kota wisata belanja.
Masyarakat kota Malang menggunakan bahasa jawa dengan dialek jawa
timuran dalam bahasa sehari-hari. Kalangan minoritas Suku Madura
menggunakan Bahasa Madura. Malang terkenal memiliki dialek khas yang
disebut Bahasa Walikan, yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, misalnya
malang menjadi ngalam. Gaya bahasa masyarakat Malang terkenal halus dan
blak-blakan, yang menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak
mengenal basa-basi.
48
Huda (2012: 66-69) menyatakan Wilayah Malang sudah lama menjadi
kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di Kota Malang baik
untuk dijadikan pemukiman. Nama “Malang” sampai saat ini masih diteliti asal-
usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus mencari sumber-
sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama “Malang”.
Sampai saat ini teah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama
Malang tersebut. Malang Kucecwara yang tertulis dalam lambang kota ini,
menurut salah satu hipotesa adalah nama sebuah bangunan suci.
Nama bangunan suci itu sendiri dalam dua prasasti Raja Balitung dari
Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahub 907 dan prasasti tahun 908 yakni
diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Masih menjadi pertanyaan
sampai saat ini dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malang Kucecwara itu,
para ahli sejarah belum memperoleh kesepakatan. Salah satu pihak menduga
bangunan suci itu adalah di daerah Buring.
Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakuka karena
ternyata, disebelah Barat Kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama
Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci
tersebut terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah Utara Kota Malang.
Sampai saat ini daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malang
Suka, yang oleh sebagian ahli sejarah diduga berasal dari kata Malang Kuce yang
diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-
bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut. Seperti candi Jago dan
candi Kidal yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singosari.
49
Dari kedua hipotesa di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya
yang terdahului di kenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan
suci Malang Kucecwara.
Noviono (2013) menyebutkan bahwa seperti halnya kota-kota lain di
Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah
hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan
sedemikan rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif
masih berkelas hingga sekarang, misalnya “Ijen Boullevard” dan kawasan
sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan
bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal
di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu
sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan
keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim disana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan
wilayah “Gemente” (kota). Kota Malang mulai tumbuh dan berkembang setelah
hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya
jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakat pun semakin
meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya
terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa
terkendali. Fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi
pertanian menjadi perumahan dan industri.
50
d. Visi dan Misi Kota Malang
Kurun waktu 5 tahun terakhir, wajah dan kondisi Kota Malang telah
menunjukkan perkembangan yang pesat seiring dengan pembangunan
infrastruktur dan terciptanya kondisi daerah yang kondusif. Pemerintah juga
senantiasa bekerja secara profesional. Untuk melahirkan kebijakan yang
diperlukan sebagai jaminan pelayanan prima yang efektif, efisien dan murah
kepada masyarakat maupun kepada investor yang ingin menanamkan modalnya di
Kota Malang.
Menumbuhkan rasa kebersamaan, strategi dan kebijakan secara garis besar
dituangkan dalam Visi dan Misi Kota Malang, dengan tujuan seluruh komponen
dirasa mempunyai kewajiban untuk mewujudkannya. Pemerintah Kota Malang
dalam pelaksanaan pembangunan berpedoman pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daeah (RPJMD) dimana di dalamnya termuat Visi Kota
Malang, yaitu “ Menjadikan Kota Malang Sebagai Kota Bermartabat”. Dalam
mewujudkan Visi Kota Malang tersebut, maka dirumuskan upaya-upaya yang
akan dilaksanakan ke dalam Misi Kota Malang tahun 2013-2018, sebagai berikut:
a. Menciptakan Masyarakat yang makmur, Berbudaya dan Terdidik
berdasarkan nilai-niai spiritual lyang agamis, toleran dan setara.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan pubik yang adil, terukur dan
akuntabel.
c. Mengembangkan potensi daerah yang berwawasan lingkungan yang
berkesinambungan, adil dan ekonomis.
51
d. Meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Kota Malang sehingga
bisa bersaing di Era Global.
e. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Kota Malang baik fisik,
maupun mental untuk menjadikan masyarakat yang produktif.
f. Membangun Kota Malang sebagai kota tujuan wisata yang aman,
nyaman dan berbudaya.
g. Mendorong pelaku ekonomi sektor informal agar lebih produktif dan
kompetitif.
h. Mendorong produktivitas industri dan ekonomi skala besar yang
berdaya saing, etis dan berwawasan lingkungan.
i. Mengembangkan sistem transportasi terpadu dan infrastruktur yang
nyaman untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
(Pemerintah Kota Malang: malang.go.id 2016)
2. Gambaran Umum Dinas Pasar Kota Malang
a. Sejarah Terbentuknya Dinas Pasar
Berdasarkan keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Malang Nomor
45 Tahun 1973 tanggal 31 Maret 1973 dan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah
Tingkat II Malang Nomor 6 Tahun 1979, Pasar sebagai Unit Pelaksanaan Teknis
Pendapatan Kotamadya Daerah Tingkat II Malang.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Malang
Nomor 10 Tahun 1987, maka pengelolaan pasar dan Unit Pelaksanaan Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Pendapatan Kotamadya Daerah Tingkat II Malang menjadi
52
Dinas Pasar Kotamadya Daerah Tingkat II Malang. Selanjutnya diperbaharui
dengan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, fungsi dan Struktur Organisasi Dinas
Daerah sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Malang. Sedangkan dalam
memberikan kewenangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Telah
ditetapkan Peraturan Walikota Malang Nomor 50 Tahun 2012 tentang Uraian
Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pasar.
b. Visi dan Misi Dinas Pasar
Pemerintah Kota Malang (2015), menyatakan penyelenggaraan fungsi-
fungsi pemerintahan pada dasarnya dilaksanakan oleh instansi pemerintah. Setiap
instansi pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya dengan memberdayakan sumber daya yang ada dan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya, berdasarkan Rencana Strategi (Renstra) yang telah
dirumuskan sebelumnya. Kewajiban penyusunan Renstra ini didasarkan pada
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, mengamanatkan bahwa Pimpinan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah
sesuai dengan tugas dan kewenangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Dinas Pasar sebagai salah satu Satuan
Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Malang sesuai dengan tugas pokok dan
53
fungsinya berperan memberikan dukungan melalui peningkatan potensi
perdagangan. Mewujudkan Visi dan Misi Kota Malang sebagaimana tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) kota Malang
tahun 2014-2018, yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 6
Tahun 2010, maka Dinas Pasar Kota Malang memiliki Visi yaitu: “Terwujudnya
Pelayanan dan Pengelolaan Pasar Yang Profesional”. Untuk pencapaian visi
sebagaimana di atas, maka disusun misi Dinas Pasar yaitu sebagai berikut:
“Terwujudnya Peningkatan Pengelolaan Pasar dan Penataan PKL yang Lebih
Profesional”.
Upaya mendukung pencapaian visi dan misi Dinas Pasar Kota Malang,
maka dirumuskan suatu tujuan yang merupakan gambaran tentang keadaan yang
diinginkan oleh Dinas Pasar Kota Malang. Tujuan Dinas Pasar Kota Malang
adalah “Terwujudnya Peningkatan Pengelolaan Pasar dan Penataan PKL yang
Lebih Profesional”, berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan tersebut, maka
sasaran yang akan dicapai selama tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut:
a. Revitalisasi pasar
b. Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) terhadap Dinas Pasar
c. Meningkatnya penataan dan pemberdayaan PKL
c. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pasar
Pemerintah Kota Malang menetapkan dengan Peraturan Walikota Malang
Nomor 50 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas
Pasar. Tugas Pokok Dinas Pasar Kota Malang, yaitu: “Penyusunan dan
54
Pelaksanaan Kebijakan Urusan Pemerintah Daerah di Bidang Pengelolaan Pasar”.
Fungsi Dinas Pasar Kota Malang:
a. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengelolaan
pasar.
b. Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan pasar.
c. Pengaturan, penertiban, pemeliharaan, dan pengawasan pasar.
d. Penataan, pembinaan dan pengawasan pedagang kaki lima (PKL).
e. Pengelolaan parkir di lingkungan pasar milik daerah.
f. Pengelolaan kebersihan di lingkungan pasar milik daerah.
g. Pemberian pertimbangan teknis perijinan di lingkungan pasar miliki
daerah.
h. Pemberian dan pencabutan perijinan di lingkungan pasar miliki daerah
yang menjadi kewenangannya.
i. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana pelanggaran di bidang
pengelolaan pasar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
j. Pelaksanaan pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap
terwujud yang akan digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi.
k. Pelaksanaan pemeliharaan barang miliki daerah yang digunakan dalan
rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi.
55
l. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaanya.
m. Pelaksanaan pendataan potensi retribusi daerah.
n. Pelaksanaan pemungutan penerimaan bukan pajak daerah.
o. Pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program,
ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga,
perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kerasipan.
p. Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
q. Penyusunan dari pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan
Standar Operasional Prosedur (SOP).
r. Pelaksanaan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan atau
pelaksanaan pengumpulan pendapatan pelanggan secara periodik yang
bertujuan untuk memperbaiki kuaitas layanan.
s. Pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang pasar.
t. Penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait
layanan publik secara berkala melalui website Pemerintah Daerah.
u. Pemberdayan dan pembinaan jabatan fungsional.
v. Penyelenggaraan UPT dan jabatan fungsional.
w. Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas dan fungsi.
x. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota sesuain dengan
tugas pokoknya.
56
3. Gambaran Umum Dinas Perdagangan Kota Malang
a. Visi dan Misi Dinas Perdagangan
Rumusan Visi dan Misi Dinas Perdagangan Kota Malang Visi Dari uraian
tentang Visi dan Misi Kota Malang di atas, maka Dinas Perdagangan yang
merupakan salah satu pelaku pembangunan perdagangan di daerah merumuskan
Visi sebagai berikut :
“Terwujudnya Industri Dan Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan
dan Daya Saing Ekonomi, Mendorong Tumbuh Suburnya Ekonomi Yang Berciri
Kerakyatan Sebagai Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan ”
“Terwujudnya Industri Dan Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi
Kerakyatan dan Tumbuhnya Daya Saing Ekonomi Yang Berkeadilan”
Misi Untuk mewujudkan visi tersebut di atas serta berpedoman terhadap
tugas pokok dan fungsi Dinas yang berperan sebagai regulator dan fasilitator
dalam pembangunan perdagangan yang transparan dan akuntabel dengan
mengutamakan kepentingan masyarakat, maka Misi Dinas Perdagangan tahun
2009 – 2013 adalah :
1. Meningkatkan Pelayanan Publik melalui Pembuatan Regulasi dalam
Rangka Perlindungan, Pembinaan dan Pemberdayaan Dunia Usaha
2. Mendorong Peningkatan Nilai Tambah Industri dengan Fasilitasi
Penguasaan Teknologi Industri dalam Rangka Meningkatkan Peran dan
Kontribusi IKM terhadap PDRB
3. Mendorong Peningkatan Nilai Tambah Industri dengan Fasilitasi
57
Penguasaan Teknologi Industri,
4. Peningkatan Industri Jasa Pendukung dan Penguatan Struktur industri
dalam Rangka Meningkatkan Peran dan Kontribusi Sektor Industri
terhadap PDRB
5. Meningkatkan Kinerja Sektor Perdagangan dan Ekonomi Kreatif melalui
Fasilitasi Promosi dan Perbaikan Iklim Usaha Perdagangan
6. Menjaga Ketersediaan Bahan Pokok dan Penguatan Jaringan Distribusi
7. Meningkatkan Perlindungan Konsumen
8. Mewujudkan Reformasi Birokrasi dan Pengembangan tata Kelola Dinas
Perdagangan Kota Malang
Tujuan, Strategi dan Arah Kebijakan Pengertian tujuan menurut
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 239/IX/6/8/2003
tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilita Kinerja Instansi
Pemerintah, adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu
(satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan. Tujuan dimaksud ditetapkan dengan
mengacu kepada pernyataan visi dan misi serta didasarkan pada isu-isu dan
analisis strategis. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan tidak harus dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang
ingin dicapai di masa mendatang. Hal ini penting, mengingat tujuan akan
mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program dan kegiatan dalm rangka
merealisasikan misi. Dalam rangka merealisasikan misi, maka tujuan yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:
58
MISI I : Meningkatkan Pelayanan Publik melalui Pembuatan Regulasi dalam
Rangka Perlindungan, Pembinaan dan Pemberdayaan Dunia Usaha.
Tujuan : Menyediakan perangkat regulasi di Bidang Industri dan Perdagangan
dalam rangka melindungi usaha lokal serta pembinaan dan pemberdayaan sektor
industri dan perdagangan. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam bidang
industri dan perdagangan melalui penetapan dan pelaksanaan Standar Pelayanan
Publik dan Standar Pelayanan Minimal.
MISI II : Mendorong Peningkatan Nilai Tambah Industri dengan Fasilitasi
Penguasaan Teknologi Industri dalam Rangka Meningkatkan Peran dan
Kontribusi IKM terhadap PDRB.
Tujuan : Mendorong peningkatan nilai tambah industri melalui perbaikan rantai
nilai produksi IKM. Memfasilitasi penguasaan teknologi industri untuk
menumbuhkan industri-industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak
pertumbuhan industri di masa depan Meningkatkan peran dan kontribusi sektor
industri terhadap PDRB melalui penguatan struktur industri dan penataan
kawasan industri yang ramah lingkungan.
MISI III : Meningkatkan Kinerja Sektor Perdagangan dan Ekonomi Kreatif
melalui Fasilitasi Promosi dan Perbaikan Iklim Usaha Perdagangan.
Tujuan : Meningkatkan daya saing produk lokal melalui peningkatan kualitas dan
citra produk ekspor Kota Malang Meningkatkan akses pasar dalam negeri dan
pasar ekspor melalui fasilitasi promosi yang efektif Mendorong dan memfasilitasi
aspek legalitas pelaku usaha.
59
MISI IV: Menjaga Ketersediaan Bahan Pokok dan Penguatan Jaringan Distribusi
Tujuan : Menjaga ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi
melalui penciptaan sarana dan kebijakan distribusi dengan menjalin komunikasi
yang efektif dengan para pelaku usaha.
MISI V: Meningkatkan Perlindungan Konsumen.
Tujuan : Menghindarkan masyarakat dari produk-produk yang menyebabkan
kerugian, membahayakan kesehatan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta
melindungi produsen lokal terhindar dari praktek perdagangan tidak sehat
Menjadikan konsumen sebagai ”konsumen cerdas”.
MISI VI : Mewujudkan Reformasi Birokrasi dan Pengembangan Tata Kelola
Dinas Perdagangan Kota Malang.
Tujuan : Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan
kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang
berwibawa dan transparan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang ditopang
oleh efisiensi struktur organisasi, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai
dan kompeten, sarana/prasarana yang mencukupi dan data-data yang menunjang.
Memperbaiki iklim usaha melalui reformasi birokrasi.
b. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perdagangan
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perdagangan Kota Malang merupakan
pelaksana otonomi daerah di bidang perdagangan dan dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
60
Adapun uraian tugas pokok dari masing-masing unsur dalam organisasi Dinas
Perdagangan, dapat diuraikan sebagai berikut:
Kepala Dinas: mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi
mengkoordinasikan dan melakukan pengendalian internal terhadap unit kerja di
bawahnya serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
tugas dan fungsinya. Sekretariat, melaksanakan tugas pokok pengelolaan
administrasi umum meliputi penyusunan program, ketatalaksanaan,
ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, urusan rumah tangga, perlengkapan,
kehumasan dan kepustakaan serta kearsipan.
Bidang Perindustrian Agro dan Kimia: melaksanakan tugas pokok pembinaan,
pengembangan dan pemantauan bidang perindustrian Agro dan Kimia.
Bidang Perindustrian Industri Logam: Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka
(ILMETA), dan Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) mempunyai
tugas pokok pembinaan, pengembangan dan pemantauan bidang perindustrian
Industri Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri
Alat Transportasi dan Telematika (IATT)
Bidang Perdagangan: melaksanakan tugas pokok pembinaan, pengembangan, dan
pengawasan usaha perdagangan.
Bidang Perlindungan Konsumen: melaksanakan tugas pokok penyelenggaraan
upaya perlindungan konsumen.
61
Fungsi Sekretariat mempunyai fungsi : penyusunan Rencana Strategis
(Renstra) dan Rencana Kerja (Renja); penyusunan Rencana Kerja Anggaran
(RKA); penyusunan dan pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
dan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA); penyusunan Penetapan
Kinerja (PK); pelaksanaan dan pembinaan ketatausahaan, ketatalaksanaan dan
kearsipan; pengelolaan urusan kehumasan, keprotokolan dan kepustakaan;
pelaksanaan urusan rumah tangga; pelaksanaan administrasi dan pembinaan
kepegawaian pelaksanaan pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang akan digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi; pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah yang digunakan dalam
rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi; pelaksanaan kebijakan
pengelolaan barang milik daerah; pengelolaan anggaran; pelaksanaan administrasi
keuangan dan pembayaran gaji pegawai; pelaksanaan verifikasi Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) keuangan; pengkoordinasian pelaksanaan Standar
Pelayanan Minimal (SPM); pengkoordinasian penyusunan tindak lanjut hasil
pemeriksaan; penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan
Standar Operasional dan Prosedur (SOP); pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern
(SPI); pelaksanaan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan/atau
pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan secara periodik yang bertujuan
untuk memperbaiki kualitas layanan; penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Perangkat Daerah; pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang perdagangan;
penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait layanan
publik secara berkala melalui web site Pemerintah Daerah; pengevaluasian dan
62
pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; dan pelaksanaan fungsi lain yang
diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas pokoknya.
Bidang Perindustrian Agro dan Kimia mempunyai fungsi : perumusan dan
pelaksanaan kebijakan teknis Bidang Perindustrian Agro dan Kimia;
pengumpulan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan teknis Bidang
Perindustrian Agro dan Kimia; Penyusunan program dan rencana kegiatan di
Bidang Perindustrian Agro dan Kimia. Pelaksanaan Penyusunan rumusan teknis
pembinaan,penyiapan perijinan dan Pedoman kegiatan usaha di bidang
perindustrian Agro dan Kimia. Pelaksanaan Penyiapan bimbingan teknis
pembinaan dan pengembangan Sarana,Usaha dan Produksi di bidang
Perindustrian Agro dan Kimia. Penyusunan potensi/ profil di bidang Perindustrian
Agro dan Kimia. Pelaksanaan Pembinaan Standardisasi dan Design Produk
Industri. pemantauan industri dan produk tertentu yang berkaitan dengan
keamanan, keselamatan umum, kesehatan dan moral; pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi kegiatan di bidang Perindustrian Agro dan Kimia; pelaksanaan
analisis iklim usaha dan peningkatan kerjasama usaha dengan asosiasi dunia usaha
di bidang Perindustrian Agro dan Kimia pelaksanaan dokumentasi data
perindustrian dalam bentuk multimedia; ; pelaksanaan peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) bagi wirausaha Industri Agro dan Kimia; penyiapan bahan dalam
rangka pemeriksaan dan tindak lanjut Hasil Pemeriksaan; pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran
(DPPA); pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP); Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI); pelaksanaan
63
Standar Pelayanan Minimal (SPM); pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi; pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas pokoknya.
Bidang industri logam , mesin, elektro, tekstil dan aneka dan iatt
mempunyai fungsi: Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis Bidang Industri
Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat
Transportasi dan Telematika (IATT); Pengumpulan dan pengolahan data dalam
rangka perencanaan teknis Bidang Industri Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil
dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT);
Penyusunan program dan rencana kegiatan di Bidang Industri Logam, Mesin,
Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat Transportasi dan
Telematika (IATT). Pelaksanaan Penyusunan rumusan teknis
pembinaan,penyiapan perijinan dan Pedoman kegiatan usaha di bidang Industri
Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat
Transportasi dan Telematika (IATT). Pelaksanaan Penyiapan bimbingan teknis
pembinaan dan pengembangan Sarana,Usaha dan Produksi di bidang Industri
Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat
Transportasi dan Telematika (IATT). Penyusunan potensi/ profil di bidang
Industri Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri
Alat Transportasi dan Telematika (IATT). Pelaksanaan Pembinaan Standardisasi
dan Design Produk Industri. Pemantauan industri dan produk tertentu yang
berkaitan dengan keamanan, keselamatan umum, kesehatan dan moral;
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kegiatan di bidang Industri Logam, Mesin,
64
Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat Transportasi dan
Telematika (IATT); Pelaksanaan analisis iklim usaha dan peningkatan kerjasama
usaha dengan asosiasi dunia usaha di bidang Industri Logam, Mesin, Elektronika,
Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri Alat Transportasi dan Telematika
(IATT); Pelaksanaan dokumentasi data perindustrian dalam bentuk multimedia;
Pelaksanaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi wirausaha Industri
Industri Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA), dan Industri
Alat Transportasi dan Telematika (IATT); Penyiapan bahan dalam rangka
pemeriksaan dan tindak lanjut Hasil Pemeriksaan; Pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran
(DPPA); Pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional
dan Prosedur (SOP); Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI); Pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal (SPM); Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi; Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas pokoknya.
Bidang Perdagangan mempunyai fungsi : perumusan dan pelaksanaan
kebijakan teknis Bidang Perdagangan; pengumpulan dan pengolahan data dalam
rangka perencanaan teknis pembinaan, pengembangan dan pengawasan usaha
bidang perdagangan; penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di
bidang perdagangan; penyusunan petunjuk teknis dan pedoman pembinaan
kegiatan usaha perdagangan dalam dan luar negeri; pelaksanaan bimbingan teknis
pembinaan, pengembangan dan pengawasan usaha perdagangan dalam dan luar
negeri; pelaksanaan pemungutan retribusi perdagangan; pemrosesan rekomendasi
65
perijinan di bidang usaha perdagangan; pelaksanaan pemberian dan pencabutan
perijinan di bidang perdagangan; pelaksanaan pendaftaran perusahaan dan
penyajian buku daftar perusahaan; pelaksanaan pemberian rekomendasi perijinan
kegiatan ekspor dan impor; pemrosesan penerbitan dokumen penyerta barang
ekspor; penyediaan informasi pasar dari aspek harga dan non harga; pelaksanaan
kegiatan promosi produk unggulan melalui berbagai sarana; pelaksanaan
identifikasi potensi perdagangan sebagai bahan promosi, kerjasama dan pameran
dagang pelaksanaan analisa iklim usaha/kajian, koordinasi dan peningkatan kerja
sama dengan asosiasi dunia usaha di bidang perdagangan; penyusunan
profil/potensi sektor perdagangan; pelaksanaan kajian/analisis sektor
perdagangan; pelaksanaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi
wirausaha; penyiapan bahan dalam rangka pemeriksaan dan tindak lanjut Hasil
Pemeriksaan; pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen
Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA); pelaksanaan Standar Pelayanan Publik
(SPP) dan Standar Operasional dan Prosedur (SOP); Pelaksanaan Sistem
Pengendalian Intern (SPI); pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; pelaksanaan
fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas pokoknya.
Bidang Perlindungan Konsumen mempunyai fungsi : perumusan dan
pelaksanaan kebijakan teknis Bidang perlindungan konsumen; pengumpulan dan
pengolahan data dalam rangka perencanaan teknis perlindungan konsumen;
penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di bidang perlindungan
konsumen; pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa serta penegakkan
66
hukumnya; pemberian fasilitasi dan pelaksanaan pelayanan tera dan tera ulang ;
pelaksanaan monitoring dan pengawasan terhadap kebenaran Ukuran, Takaran,
Timbangan dan Perlengkapannya (UTTP); pemberian fasilitasi dan pelaksanaan
pelayanan tera dan tera ulang pelaksanaan pelayanan kegiatan kemetrologian
(penyuluhan, sosialisasi, tera, tera ulang UTTP dan BDKT); pelaksanaan pos ukur
ulang dalam (POSKUR) dan pasar tertib ukur peningkatan sumber daya manusia
di bidang perlindungan konsumen peningkatan sumber daya manusia
kemetrologian (penera ahli, penera trampil, pengamat tera, pranata laboratorium
dan PPNS Metrologi Legal) pelaksanaan pembinaan dan penyebarluasan
informasi sistim perlindungan konsumen; pelayanan dan penanganan pengaduan
konsumen Pelaksanaan fasilitasi dan operasional Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) pelaksanaan pendaftaran produk barang dan jasa dalam
rangka perlindungan konsumen; pelaksanaan dokumentasi data perlindungan
konsumen dalam bentuk multimedia; penyiapan bahan dalam rangka pemeriksaan
dan tindak lanjut Hasil Pemeriksaan; pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) dan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional dan
Prosedur (SOP); Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI); pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal (SPM); pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi; pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas pokoknya.
Sumber: perdagangan.malangkota.go.id
67
c. Struktur Organisasi Dinas Perdagangan Kota Malang
Gambar 3: Struktur Organisasi Dinas Perdagangan Kota Malang
Sumber: Dinas Perdagangan Kota Malang Tahun 2017
68
B. Penyajian Data Fokus Penelitian
1. Strategi Pemerintah Daerah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
Strategi memberikan perhatian pada implikasi strategik dari suatu program
tertentu. Hal-hal apa saja yang berdampak dan yang ditimbulkan jika program
tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, dan apa dampaknya bagi sasaran
organisasi. Pada kaitannya dengan pedagang kaki lima di kota malang, dinas
perdagangan kota malang memiliki kewenangan ataupun tugas untuk melakukan
penataan dan pembinaan terhadap pedagang kaki lima.
a. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
Kebijakan merupakan suatu peraturan yang digunakan pemerintah dalam
upaya membuat strategi dan kebijakan berhubungan untuk mencapai suatu tujuan
dalam menanggapi isu-isu strategis yang berasal dari RPJMD kota Malang yaitu
pelaku ekonomi sektor informal belum diberdayakan secara maksimal. Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah antara lain kemudahan permodalan, kerjasama
perbankan, dan penyediaan zona perdagangan. Berkaitan dengan penataan
pedagang kaki lima Dinas Perdagangan sebagai SKPD kota Malang yang ditunjuk
dan berwenang bahwa hal tersebut telah diamanatkan dalam peraturan yang mana
agar dapat ditindak lebih lanjut untuk mewujudkan kota Malang yang lebih ramah
terhadap pedagang kaki lima yang telah diberdayakan. Pada Peraturan Presiden
Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012
Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dan pada
Peraturan Walikota Malang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tata cara penataan dan
69
pemberdayaan pedagang kaki lima melalui pendataan, penetapan lokasi usaha,
peremajaan fasilitas, serta pemberdayaan.
Salah satu cara dalam hal penataan pedagang kaki lima adalah melalui
pendataan dilakukan oleh dinas yang telah ditunjuk oleh Walikota. Hal ini
dilakukan agar dijadikan sebagai suatu identitas bagi pedagang kaki lima yang
telah tercatat pada dinas perdagangan. Kegiatan pendataan pedagang kaki lima
merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan setiap
tahunnya, sehingga pendataan pedagang kaki lima tidak bisa dianggap sebagai
suatu program khusus dari Dinas Perdagangan. Pendataan ini dilakukan untuk
memberikan ijin kepada pedagang kaki lima untuk melakukan aktivitasnya dan
mendapatkan pemantauan khusus oleh dinas perdagangan. Seperti yang dijelaskan
oleh bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku Kepala seksi pembinaan pedagang kaki
lima yang mengatakan bahwa:
“Form ini nanti ada keterangan mengenai jenis dagangannya dan nanti
akan difoto bersama dengan dagangannya sebagai bukti pada kartu
pendataan tsb. Hal itu untuk menyikapi banyak PKL dan bukan PKL yang
sebenarnya, kita pendataan dengan kartu tsb dilampiri dengan fotokopi
KTP”. (wawancara pada tanggal 22 Maret, 2017)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa Dinas Perdagangan akan
mengetahui jumlah pedagang kaki lima sepereti pada tabel 1 dengan pendataan
yang telah dilakukan dengan mengisi form seperti pada gambar 4.
Diberlakukannya pendataan tersebut, Dinas Perdagangan tidak hanya
memperoleh data mengenai jumlah pedagang kaki lima tetapi juga mendapatkan
aspirasi ataupun tuntutan-tuntutan dari pedagang kaki lima. Dengan demikian,
dinas Perdagangan akan dengan mudah untuk memantau kegiatan pedagang kaki
70
lima. Tujuan utamannya adalah apabila Dinas Perdagangan mempunyai progam
terhadap pedagang kaki lima, pedagang kaki lima yang sudah melakukan
pendataan akan diprioritaskan.
Tabel 1. Rekapitulasi Data Pedagang Kaki Lima Tahun 2015
No Kecamatan Kelurahan Jumlah
PKL
Pasar Jumlah
PKL
PKL Jalanan Jumlah
PKL
1.
Sukun
Bakalan Krajan
Bandulan
Bandung Rejosari
Ciptomulyo
Gadang
Kebonsari
Mulyorejo
Pisangcandi
Sukun
Tanjungrejo
Karang-Besuki
Nihil
49
Sukun
Gadanglama
36
42
Jl. Sriwijaya
Jl. Gedhe
Jl. Ade Irma Suryani
Jl. Cokroaminoto
Jl. Gatot Subroto
Timur
Jl. Gatot Subroto
Barat
GOR Ken Arok
PKL Jalanan
39
16
176
20
149
89
41
Jumlah PKL Kecamatan Sukun
49
78
2.
2.
Klojen
Klojen
Gadingkasri
Kidul Dalem
Penanggungan
Kasin
Rampal Celaket
Bareng
Klojen
Sukoharjo
Wilis Buku
Kasin
Jl. Malabar
Bareng
Klojen
Mergan
Baru Timur
Baru Barat
71
No
Kecamatan
Kelurahan
Jumlah
PKL
Pasar
Jumlah
PKL
PKL Jalanan
Jumlah
PKL
Oro-oro Dowo
Kauman
Sama’an
65
99
21
95
11
Nusa Kambangan
Embong Brantas
Talun
Bunga
4
36
19
30
28
14
273
Jumlah PKL Kecamatan Klojen 291 404
3.
Kedung
Kandang
Arjowinangun
Buring
Kedungkandang
Sawojajar
Tlogowaru
Mergosono
Bumiayu
Cemoro
Kandang
Kota Lama
Lesanpuro
Madyopuro
wonokoyo
35
132
19
146
6
43
381
Kedungkandang
Sawojajar
Lesanpuro
Kota Lama
Induk Gadang
Madyopuro
Temboro
Kebalen
142
4
52
32
229
459
Jumlah PKL Kecamatan
Kedungkandang
4
Blimbing
Balearjosari
Jodipan
Purwodadi
Polehan
Blimbing
Bunulrejo
Pandanwangi
Arjosari
5
131
21
13
Bunul
Pandanwangi
Blimbing
36
72
No. Kecamatan Kelurahan
Polowijen
Purwantoro
Kesatrian
Jumlah
PKL
Pasar Jumlah
PKL
PKL
Jalanan
Jumlah
PKL
Jumlah PKL Kecamatan Blimbing 170 36
5. Lowokwaru Tasikmadu
Dinoyo
Jatimulyo
Ketawang Gede
Lowokwaru
Merjosari
Mojolangu
Sumbersari
Tlogo Mas
Tulusrejo
Tunjung Sekar
Tunggul
Wulung
Nihil
74
17
13
87
30
Tawangmangu
Merjosari
Dinoyo
24 Jumah
PKL
Jumlah PKL Kecamatan Lowokwaru 221 24
Jumlah Sub Bagian 1112 1.001 530
Jumlah Se Kota Malang(PKL yang Terdata) 2.643
Sumber: Dinas Pasar kota Malang Tahun 2016
73
Gambar 4. Form Identitas Pedagang Kaki Lima
Sumber: Dokumentasi Pribadi Tahun 2017
Gambar 5. Pendataan PKL oleh Dinas Perdagangan
Sumber: Dokumentasi Dinas Perdagangan Kota Malang Tahun 2017
Pedagang kaki lima sebagai salah satu sektor informal yang sering ditemui
menempati ruang-ruang publik menjadi suatu pekerjaan rumah bagi pemerintah
kota Malang. Kebijakan pemerintah kota adalah dengan penetapan lokasi usaha.
Sebuah peringatan saja tidak cukup untuk membuat pedagang kaki lima jera,
74
langkah lain yang dapat diambil oleh pemerintah yaitu relokasi. Relokasi
merupakan salah satu strategi dalam penataan pedagang kaki lima, kegiatannya
adalah dengan pemindahan aktivitas perdagangan dari wilayah yang tidak
diperbolehkan pada suatu peraturan ke wilayah peruntukkan yang disesuaikan
dengan aktivitas tersebut. Dinas Perdagangan kota Malang sebagai dinas
berwewenang untuk mengurus pedagang kaki lima banyak mengeluarkan
kebijakan yang salah satunya adalah relokasi pedagang kaki lima. Relokasi
dilakukan dalam rangka mewujudkan tata ruang yang sesuai dengan
peruntukkannya. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Andi Hamzah, S. Sos
selaku kepala seksi pembinaan pedagang kaki lima yang mengatakan bahwa:
“Kemudian kita berusaha semampu mungkin untuk relokasi, kayak
kebalen ini Insyaallah kita bangun kurang lebih lima lantai untuk
mengcover pkl-pkl dijalan sekitar kebalen.” (wawancara pada tanggal 22
Maret, 2017)
Pada pasar Kebalen tepatnya di jalan Zaenal Zakse pedagang kaki lima
yang memenuhi hampir seluruh ruas jalan, pada tahun 2014 pernah dipindahkan
ke pasar Kedungkandang tetapi para pedagang kaki lima merasa kesulitan dalam
melakukan kegiatannya. Seperti yang yang diungkapkan oleh bapak Kusdiyanto
pedagang kaki lima di Kebalen adalah sebagai berikut:
“Dulu pernah mbak di Kedungkandang tempatnya tidak memenuhi syarat,
kalau konsumen nya ada tapi tempat nya itu mbak kurang luas.”
(wawancara pada tanggal 23 Maret, 2017)
Selain itu pada kesempatan yang sama bapak Totok pedagang kaki lima di
Kebalen memberikan pernyataannya sebagai berikut:
“Dulu pernah ditaruh di Kedungkandang disitu gak laku blas saya pernah
jualan disana soalnya pelanggan saya ada disini (Kebalen) semua, kalau
75
disana (Kedungkandang) kejauhan.” (wawancara pada tanggal 23 Maret,
2017)
Kemudian terdapat pendapat dari masyarakat sekitar mengenai pedagang
kaki lima yang berjualan di jalan Zaenal Zakse sekitar Kebalen, seperti yang
disampaikan pada wawancara dengan ibu Indira sebagai berikut:
“Pkl disini gak bisa dikasih tau kalau gak diangkut gitu nanti kalau siang
atau sore dibawa lagi. Jam 7 sudah diusir tapi masih tambeng tetep aja gak
mau, pernah sampai tukaran sama petugasnya.” (wawancara pada tanggal
23 Maret tahun 2017)
Kemudian, pada kesempatan lain dengan ibu Andhini pengunjung pasar
kebalen memberikan pendapat mengenai keadaan pedagang kaki lima serta
harapannya kepada pemerintah sebagai berikut
“PKL disini semrawut ya kurang tertata, dari segi orang pkl sendiri itu
kurang ada kesadaran. Kalau dibolehkan berjualan disitu mereka ya harus
sadar diri harus tertata karena disitu dekat dengan jalan, kalau semrawut
gitu harus tertib jangan sampai membuat arus lalu lintas jadi macet. Jadi
harapan saya untuk pemerintah, ya harus dibuatkan ruko sendiri lah mbak
atau stan-stan khusus yang tidak makan bahu jalan.” (wawancara pada
tanggal 21 April tahun 2017)
Dari hasil wawancara dengan pedagang kaki lima dan masyarakat dapat
diketahui bahwa, pedagang kaki lima pada jalan Zaenal Zakse pernah dilakukan
relokasi ke daerah Kedungkandang tetapi terdapat suatu masalah yang dialami
seperti karena kurang luasnya lahan dan masalah pengunjung. Sedangkan dari
masyarakat dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat menginginkan kondisi
pada kegiatan perdagangan yang nyaman, tertib, bersih dan tidak menghambat
arus lalu lintas.
Selanjutnya melalui peremajaan lokasi usaha hal tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan fungsi prasarana, sarana dan utilitas kota. Pada Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pasal 13 ayat 1, 2, 3 yang
76
mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat.
Hal ini bertujuan untuk mendorong pasar rakyat lebih modern dan mampu
meningkatkan omset pendapatan pedagang, mewujudkan pasar yang bersih, rapi
dan nyaman, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai
konsumen. Dinas perdagangan kota Malang dalam melakukan penataan pedagang
kaki lima tidak serta merta langsung menggusur tanpa memberikan ruang atau
lokasi untuk kegiatannya. Maka pemerintah dengan ini mengupayakan untuk
melakukan pembangunan untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan, dengan
memaksimalkan potensi yang ada. Seperti yang dijelaskan oleh bapak Andi
Hamzah, S. Sos yang mengatakan bahwa:
“Kita memaksimalkan dengan pasar yang ada, rencana nya pasar kebalen
kita bangun 3 lantai dengan asumsi PKL yang ada diluar bisa
terakomodasi. Sistem yang kita pakai intensifikasi dengan memaksimalkan
apa yang ada, kalau ekstensifikasi ada di Bapeda.” (wawancara pada
tanggal 4 April 2017)
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa pembangunan sarana dan
prasarana untuk menunjang kegiatan perdagangan dilakukan dengan bukan
membangun banyak pasar baru, melainkan memaksimalkan potensi pasar yang
ada. Hal ini dimaksudkan karena merevitalisasi pasar dengan maksimal dapat
mengakomodir para pedagang pasar ataupun pedagang kaki lima. Seperti pada
pasar Oro-oro Dowo Kota Malang yang sudah direvitalisasi dari yang sebelumnya
merupakan pasar bangunan peninggalan Belanda. Kemudian juga pasar Dinoyo
dan Bareng yang sudah direnovasi. Selanjutnya pasar yang direncanakan untuk
direnovasi seperti pasar Kebalen dan pasar Belimbing, kedua pasar tersebut
77
merupakan pasar yang banyak terdapat pedagang kaki lima. Pada pasar kebalen,
pedagang kaki lima menempati hampir seluruh ruas jalan Zaenal Zakse.
Perencanaan pembangunan oleh pemerintah kota ini dilakukan agar kondisi
berjualan lebih nyaman dan tidak mengganggu aktivitas lainnya, menciptakan
estetika kota yang bersih dan indah, serta ketertiban pedagang kaki lima dapat
terkendali.
Kemudian melalui pemberdayaan bagi pedagang kaki lima yang dilakukan
oleh pemerintah kota Malang melalui dinas Perdagangan, bahwa hal tersebut telah
diamanatkan dalam undang-undang yang mana agar dapat ditindak lebih lanjut
untuk mewujudkan kota Malang yang lebih ramah terhadap pedagang kaki lima
yang telah diberdayakan. Pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 Tentang
Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, dijelaskan bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah
kota/kabupaten wajib melakukan pemberdayaan terhadap pedagang kaki lima
melalui peningkatan berusaha, fasilitas akses permodalan, fasilitas bantuan sarana
dagang, penguatan kelembagan, fasilitas peningkatan produksi, pengolahan
pengembangan jaringan dan promosi, serta pembinaan dan bimbingan teknis.
Pembinaan tersebut merupakan tanggung jawab dinas Perdagangan sebagi instansi
yang menaungi pedagang kaki lima. Seperti yang dijelaskan oleh bapak Andi
Hamzah, S. Sos yang mengatakan bahwa:
“pembinaan dengan PKL lebih kepada pengarahan mengenai wilayah-
wilayah yang untuk berjualan dan dilarangan berjualan dan memberikan
pengertian mengapa anda (PKL) ditarik retribusi berdasarkan luasan lapak.
Dan disitu juga kita akan dengan pembekalan PERDA yang terdapat
78
larangan-larangan PKLberjualan pada wilayah tertentu. Jadi, lebih kesitu
untuk pembinaan PKL”. (wawancara pada tanggal 22 Maret, 2017)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pembinaan
pedagang kaki lima oleh Dinas Perdagangan dilakukan melalui dengan
pengamatan, pengaturan, peneguran, dan pemberian sanksi kepada pedagang kaki
ima yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Pembinaan yang dilakukan
pada saat ini mencakup hal-hal yang mendasar, yaitu pembinaan pedagang kaki
lima yang telah dilakukan dengan memberikan pemahaman mengenai peraturan
daerah terkait lokasi larangan berjualan.
Dinas Perdagangan juga mempunyai peran meningkatkan kualitas usaha
pedagang kaki lima. Peran tersebut melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan
untuk memastikan pedagang kaki lima melakukan kegiatannya sesuai peraturan
daerah. Seperti yang dijelaskan oleh bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku kepala
seksi pembinaan pedagang kaki lima yang mengatakan bahwa:
“kita lakukan bimbingan dan teknis (BIMTEK) komoditas. Misalnya di
sriwijaya adalah komoditas khusus kuliner, di Juanda adalah komoditas
barang-barang bekas onderdil. Tetapi kita belum secara maksimal karena
keterbatasan lahan sehingga PKL-PKL sifatnya yang dipinggiran pasar
kita bina menganai aturan”(wawancara pada tanggal 4 April 2017)
Pendapat lainnya oleh bapak Bambang Muji mantan kepala seksi
pengendalian pedagang kaki lima dinas Pasar yang mengatakan bahwa:
“Kalau pelatihan berupa bimbingan teknis atau kita ikutkan diklat-diklat di
SKPD lain dan melakukan bimtek-bimtek secara rutin. Materi bimtek nya
mulai dari pengenalan peraturan yang berlaku kemudian peningkatan
kapasitas mereka lewat ilmu-ilmu manajemen, teknis berjualan,
pengetahuan koperasi dan macem-macem. Bimtek diadakan sistemnya
sepaket dan dilakukan maksimal 3 hari. Kemudian sebenarnya untuk
pemberian fasilitas berupa modal dan lokasi untuk berjualan kita
khususkan bagi warga Malang”. (wawancara pada tanggal 9 Desember
2016)
79
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui pada dasarnya
pembinaan melalui bimtek, pelatihan hingga pemberian fasilitas berupa modal dan
lokasi dikhususkan bagi warga kota Malang. Tetapi yang terjadi dilapangan
bahwa hampir 30 % (berdasarkan hasil pendataan pedagang kaki lima tahun 2015)
dari jumah pedagang kaki lima berasal dari luar kota Malang. Diluar
permasalahan tersebut, Dinas Perdagangan telah menjalankan amanat pada
Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Dalam Negeri, upaya Dinas
Perdagangan adalah dengan menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha
kecil agar menjadi usaha mandiri yang dapat berkembang menjadi usaha
menengah, dapat dilihat pada tabel 2 sebagian pedagang kaki lima binaan oleh
Dinas Perdagangan. Mengingat bahwa pedagang kaki lima bukan dijadikan
sebagai part of problem tetapi menjadikan sebagai part of solution, sehingga
kegiatan ini akan dapat memperoleh keuntungan (profit) tidak hanya bagi
pedagang kaki lima tetapi juga masyarakat dan pemerintah.
Tabel 2. Pedagang Kaki Lima Binaan Oleh Pemerintah Daerah
No. Pedagang Kaki Lima Binaan Jenis Dagangan
1. Taman Serayu Kuliner
2. Jalan Dempo Kuliner
3. Jalan Pulosari Kuliner
4. Jalan Kyai Tamin Kuliner
5. Jalan Comboran Non Kuliner
6. Taman Trunojoyo (Sriwijaya) Kuliner
7. Jalan Juanda Barang-barang bekas dan onderdil
Sumber: Hasil wawancara di Dinas Pasar dan Perdagangan Kota Malang, 2016
(dengan olahan penulis)
80
b. Program Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
Program pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki lima sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dan pada Peraturan Walikota
Malang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tata cara penataan dan pemberdayaan
pedagang kaki lima. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada pedagang
kaki lima untuk melakukan aktivitasnya sesuai dengan lokasi peruntukkannya,
serta mewujudkan kota yang bersih, rapi, indah, tertib dan aman.
1. Tanda Daftar Usaha (TDU)
Program penerbitan tanda daftar usaha sesuai dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dan pada Peraturan Walikota Malang Nomor
36 Tahun 2014 tentang tata cara penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima.
Tanda daftar usaha dimaksudkan agar pedagang kaki lima tidak
memperdagangkan barang ilegal, tidak mengubah fungsi dari fasilitas yang ada
diokasi pedagang serta kesanggupan untuk mengembalikan tempat usaha apabila
lokasi sewaktu-waktu diperlukan fungsinya. Tanda daftar usaha atau TDU
memiliki fungsi yaitu sebagai identitas bagi pedagang kaki lima yang telah
tercatat pada Dinas Perdagangan. Nantinya pemilik TDU berhak untuk
memperoleh modal dengan menggunakannya sebagai agunan ke bank dan fasilitas
dari Dinas perdagangan. Penjelasan mengenai TDU diungkapkan oleh Bapak
Mujiono Agus Selaku staff dari bidang pengelolaan pasar bahwa:
81
“Pendataan pedagang kaki lima ini nantinya pedagang kaki lima akan
mendapatkan TDU yang digunakan untuk permodalan usaha seperti yang
ada di Sriwijaya, tapi untuk saat ini pendataan masih sebatas pendataan
untuk mengetahui kegiatan yang selama ini dilakukan”. (wawancara pada
tanggal 16 April, 2017)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa tanda daftar usaha tidak
hanya digunakan sebagai identitas pedagang kaki lima tetapi juga dapat digunakan
untuk mendapatkan modal, tetapi belum semua pedagang kaki lima memperoleh
tanda daftar usaha. Agar pencapaian program tersebut berjalan lancar dan dapat
mengakomodir seluruh pedagang kaki lima maka diperlukan pelaksanaan program
yang berkelanjutan untuk menjaga efektivitasnya.
2. Pengaturan dan Penetapan Waktu Usaha
Pengaturan dan penetapan waktu usaha sektor infomal dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan berdagang dengan waktu yang telah ditentukan oleh
pemerintah kota. Rencana penetapan waktu usaha berdasarkan penyusunan naskah
akademis dan rancangan peraturan Waikota tentang rencana induk penataan sektor
informal kota Malang tahun 2013-2033, dikelompokkan menjadi beberapa
kegiatan antara lain:
a. Pasar tumpah mulai buka pukul 22.00 – 06.00
b. Pedagang kuliner mulai buka pukul 17.00 – 04.00
c. Depan mall / pusat perbelanjaan mulai buka pukul 10.00 – 22.00
d. Sekitar lapangan olahraga mulai buka pukul 16.00 – 18.00
e. Khusus hari minggu untuk pelaksanaan acara tertentu mulai buka
pukul 04.00 – 10.00.
82
Kemudian untuk mengakomodir hal-hal tersebut, pemerintah kota
menolerin kegiatan pedagang kaki lima di jalan Zaenal Zakse maksimum hingga
pukul 06.00 pagi setiap harinya. Pada wawancara dengan bapak Agus A. Saiku
selaku staff Wastib mengatakan bahwa:
“Kalau dikebalen adalah penerapan batas waktu berjualan, karena yang di
Kebalen itu merupakan pasar tumpah bangunannya kecil nggak
menampung, pedagang tambah tahun tambah terus pengunjung juga
bertambah terus semakin tahun semakin tambah akhirnya tumpah ke
sepanjang ruas jalan Zaenal Zakse. Nah penerapan yang kita tindak, kita
hanya bisa menoleransi waktu berjualan sampai jam 6 pagi.” (wawancara
pada tanggal 19 April 2017)
Penerapan batas waktu berjualan untuk pedagang kaki lima di jalan Zaenal
Zakse tidak sepenuhnya dikatakan sukses, di lapangan bahwa pedagang kaki lima
tidak dapat berkoordinasi dengan pemerintah lantaran waktu yang seharusnya
diberikan tersebut tidak ditanggapi. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Andi
Hamzah, S. Sos selaku kepala seksi pembinaan pedagang kaki lima yang
mengatakan bahwa:
“Bisa dilihat di pasar kebalen, jadi mereka(PKL) sudah buka mulai jam 2-
3 pagi, kami memberikan batas tapi kalau dulu tidak boleh sama sekali.
Sama pemerintah diberi kelonggaran sampai jam 8 harus bersih. Susah
kalau gak dihalau oleh pasukan saya (WASTIB) itupun sudah jam 8 bukan
berbenah ditegur malah gak mau. Mereka (PKL) gak sadar loh sama
saudara nya yang didalam tidak laku. Diberi kelonggaran sampai jam 8
agar pedagang yang ada di dalam bisa bernafas.” (wawancara pada tanggal
22 Maret 2017)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa,
pemerintah telah memberi kelonggaran waktu berjulan kepada pedagang kaki lima
untuk berjualan di jalan Zaenal Zakse seperti pada gambar 6. Sehingga diatas jam
06.00 pagi petugas Wastib akan turun di lapangan untuk menertibkan para
83
pedagang kaki lima yang masih berjualan. Hasilnya dimana pada pukul 08.00
jalan Zaenal Zakse akan steril dari pedagang kaki lima seperti pada gambar 7,
tujuannya adalah untuk menciptakan arus lalu lintas yang lancar dan baik, serta
khususnya di jalan yang terdapat PKL dan menciptakan kenyamanan bagi
masyarakat khususnya pengendara umum, pengunjung dan pedagang kaki lima itu
sendiri.
Gambar 6. Kondisi jalan Zaenal Zakse
Sumber: Dokumentasi Pribadi tahun 2017
Gambar 7. PKL Jalan Zaenal Zakse dan Jalan Zaenal Zakse Setelah Steril dari
PKL
Sumber: Dokumentasi Pribadi tahun 2017
84
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dinas Perdagangan
Kota Malang dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
Strategi-strategi yang dilakukan oleh dinas Perdagangan Kota Malang
dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima akan berjalan dengan baik dan
sesuai rencana apabila dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan
menghambat. Faktor-faktor tersebut tentunya akan mempengaruhi jalan daripada
pelaksanaan strategi-stretgi dari dinas Perdagangan, untuk mengetahui faktor
pendukung dan penghambat dari strategi dinas Perdagangan kota Malang dalam
penataan pedagang kaki lima, berikut dipaparkan mengenai penjelasannya antara
lain:
a. Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung strategi dinas Perdagangan kota Malang dalam
penataan pedagang kaki lima berasal dari lingkungan internal dan eksternal dinas
Perdagangan. Adapun faktor-faktor pendukung strategi dinas Perdagangan kota
Malang dalam penataan pedagang kaki lima adalah sebagai berikut:
1. Adanya Peraturan
Pada penataan pedagang kaki lima telah diatur dalam peraturan Presiden
maupun pada peraturan menteri dalam negeri, hal itu dimaksudkan agar
pemerintah daerah dapat memiliki misi-misi yang dapat menjalankan amanat
tersebut. Dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima di kota Malang Dinas
Perdagangan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012
Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, serta pada
85
Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Diketahui bahwa pedagang kaki lima
merupakan salah satu sektor informal yang perlu diberdayakan dengan cara
pemberian fasilitas, pembinaan, pelatihan dan relokasi yang tujuan utamanya
dapat menunjang kegiatannya sehingga kedepan sektor informal ini dapat
dijadikan salah satu alternatif mata pencaharian yang mandiri sesuai dengan
peraturan. Menindaklanjuti dari adanya peraturan tersebut pemerintah kota
Malang mengeluarkan Peraturan Walikota Malang Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tata Cara Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Bapak Bambang Muji mantan kepala seksi pengendalian pedagang kaki
lima dinas Pasar yang mengatakan bahwa:
“Regulasi dalam penataan pedagang kaki lima di kota Malang kamu lihat
di Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000, Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2012 dan Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2014”. (wawancara
pada tanggal 9 Desember 2016)
Pada Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di wilayah kota Malang, telah
dijelaskan bahwa kegiatan perdagangan sektor formal maupun sektor informal
atau sering disebut sebagai pedagang kaki lima merupakan hak dari setiap
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya. Sehingga keberadaan
sektor informal perlu dibina agar dapat berkembang menjadi sektor yang tangguh,
ulet dan mandiri. Kemudian juga dijelaskan mengenai pedagang kaki lima agar
lebih memperhatikan lingkungan untuk mewujudkan kota Malang sebagai kota
yang bersih, indah, tertib, aman, dan nyaman. Pedagang kaki lima dilarang
melakukan kegiatan usahanya di dalam alun-alun kota dan sektarmya, dijalan,
86
trotoar, jalur hijau, dan fasilitas umum (kecuali kawasan tertentu yang telah
ditentukan oleh pemerintah kota), serta melakukan kegiatan usaha yang
menimbulkan kerugian dalam hal kebersihan, keindahan, keamanan, dan
kenyamanan.
Menindaklanjuti ketentuan tersebut, pemerintah kota melalui Dinas
Perdagangan berwenang untuk melakukan penataan pada pedagang kaki lima
melalui pembinaan, relokasi dan penertiban, hingga pemberian fasilitas-fasilitas
bagi pedagang kaki lima.
2. Kerjasama dengan Instansi Lain
Pada dasarnya suatu tugas dari pemerintah daerah untuk menangani suatu
permasalahan yang dapat dikatakan menjadi pekerjaan rumah yang tidak dapat
dilimpahkan pada suatu instansi saja. Dalam mewujudkan kemampuan organisasi
untuk melaksanakan strategi pada dasarnya dibutuhkan kerjasama, hal tersebut
untuk mempermudah suatu pekerjaan agar tercapai visi yang diinginkan. Terlebih
pada instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah, kerjasama atau koordinasi
dengan pihak lain bukan merupakan hal yang baru. Sehingga hal ini dilakukan
dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, dan
mewujudkan visi atau kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk kepentingan
bersama. Pada pelaksanaan proses penataan pedagang kaki lima di kota Malang,
dinas Perdagangan melakukan koordinasi dengan pihak lain pada suatu waktu
yang dianggap membutuhkan banyak tenaga. Seperti yang diungkapkan oleh
bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku kepala seksi pembinaan pedagang kaki lima
yang mengatakan bahwa:
87
“Terkait pasar ya dinas perdagangan, kita tetap ada kerjasama dengan
pihak terkait, jajaran samping namanya baik dari pihak Kepolisian, TNI
tapi selama saya disini belum pernah terjadi. Maksudnya, kalau kita
melakukan operasi kita belum pernah melibatkannya tapi tetep ada
koordinasinya. Jadi selama kita bisa nangani ya kita tangani.” (wawancara
pada tanggal 22 Maret, 2017)
Pada kesempatan lain dapat berwawancara dengan salah satu anggota
petugas Wastib bapak Syariffudin yang mengungkapkan bahwa:
“Sering berkoordinasi dengan Satpol PP kan ada hubungannya karena
misinya juga kan sama menertibkan”. (wawancara pada tanggal 12 April
2017)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa,
kerjasama atau koordinasi dengan pihak lain dalam penataan pedagang kaki lima
dilakukan jika terjadi hal-hal yang dianggap tidak dapat diselesaikan sendiri oleh
Dinas Perdagangan. Seperti jika terjadi operasi penertiban pedagang kaki lima,
atau juga relokasi. Tetapi Dinas Perdagangan khususnya petugas Wastib sering
melakukan koordinasi dengan Satpol PP dalam hal penertiban, dalam hal
keamanan saat melakukan operasi berkoordinasi dengan jajaran samping seperti
dengan Kepolisian dan TNI. Tujuannya agar mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan seperti penolakan pedagang kaki lima terhadap penertiban dan
relokasi sehingga meminimalisir kerusuhan.
3. Tersedianya Lapangan Pekerjaan
Salah satu faktor pendukung dalam hal penataan pedagang kaki lima
adalah dapat meminimalisir pengangguran di perkotaan. Perkotaan sebagai salah
wilayah yang sering melakukan pembangunan secara fisik atau juga secara
ekonomi, tetapi keadaan tersebut tidak membawa pada pemerataan kesempatan
kerja. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau juga skill. Pedagang
88
kaki lima sebagai sektor informal dapat dilakukan sekalipun tanpa memiliki
keahlian sekalipun. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Andi Hamzah, S. Sos
selaku kepala seksi pembinaan pedagang kaki lima yang mengatakan bahwa:
“Ya kami ada rasa dilema, dimana pada satu sisi keberadaan pedagang
kaki lima dirasa menganggu ketertiban lalu lintas dan kebersihan
lingkungan tetapi di sati sisi lainnya ada rasa kasihan apabila mereka kami
gusur karena ya itu mereka ada hak untuk bekerja dan mencari
penghasilan. Sehingga pedagang kaki lima kami bina agar kegiatan
mereka tidak menyalahi aturan, kami juga mengadakan bimtek dan
pelatihan-pelatihan”. (wawancara pada tanggal 22 Maret, 2017)
Dari hasil wawancara dengan narasumber tersebut dapat diketahui bahwa
sebenarnya pedagang kaki lima dapat dijadikan salah sumber mata pencaharian
bagi yang tidak memiliki pendidikan tinggi ataupun juga keahlian. Dalam
mewujudkannya pemerintah daerah melakukan penataan pedagang kaki lima, hal
tersebut dimaksudkan agar kegiatan perdagangan dapat terakomidir dan tidak
menganggu ketertiban, kebersihan kota serta pengunjung terasa nyaman dan
aman. Sehingga kedepannya antara pedagang kaki lima dan pemerintah daerah
akan sama-sama diuntungkan, pedagang kaki lima akan mendapatkan hak mereka
untuk bekerja dan pemerintah daerah selain dapat mengurangi jumlah pengguran
yang ada tetapi juga untuk menjaga estetika kota. Berikut pada tabel 2 dapat
diketahui bahwa dengan adanya penataan pedagang kaki lima dengan program
pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan dapat meningkatkan
kesempatan kerja, mengurangi pengangguran, dan estetika kota juga terjaga.
4. Peningkatan PAD
Sektor informal ini sering dituding sebagai penyebab ketidaktertiban,
ketidak indahan, ketidak bersihan daripada suatu kota. Dibalik segi negatif yang
89
muncul tersebut, sektor informal ini sebenarnya dapat memberikan sumbangan
yang cukup besar terhadap pendapatan asli daerah yaitu berupa retribusi. Retribusi
daerah berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 tahun 2015 tentang
retribusi jasa umum merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Penarikan
retribusi pada pedagang kaki lima hanya berlaku bagi pedagang kaki lima yang
memiliki ijin berdagang pada daerah yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Besaran penarikan retribusi disesuaikan berdasarkan luasan lahan yang digunakan
untuk berjualan yang menentukan proses transaksi seperti yang ditunjukkan pada
gambar 8. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku
kepala seksi pembinaan pedagang kaki lima yang mengatakan bahwa:
“Yang kita kelola itu retribusi maksimal 2000 itu saja melihat perkiran
luas lahan yang digunakan untuk berjualan yang menentukan proses
transaksi, dan retribusi yang dipungut bukan hanya menggunakan fasilitas
tetapi juga retribusi sampah. Kemudian, pada jalan-jalan tertentu itu kayak
jalan tenaga itu dikenakan retribusi tapi kalau binaan itu ndak, kecuali
binaan yang dianggap mapan. Satu hal yang dianggap mapan itu sriwijaya
itu tadi itu bayar. .” (wawancara pada tanggal 22 Maret, 2017)
Serta menurut bapak Eko Sriyuliadi, S. Sos, MM selaku kepala bidang
pengelolaan pasar rakyat mengatakan bahwa:
“Retribusi adalah badan atau perseorangan yang menggunakan fasilitas
pemerintah dikenakan pungutan, dan untuk pedagang kaki lima yang
melanggar peraturan dengan berjualan pada wilayah-wilayah terlarang
tentu tidak dikenakan retribusi.” (wawancara pada tanggal 19 April 2017)
Berdasarkan hasil kedua wawancara tersebut menunjukkan bahwa
penarikan retribusi pada pedagang kaki lima hanya pada wilayah-wilayah yang
telah ditentukan menurut peraturan daerah. Sehingga yang terjadi adalah
90
pedagang kaki lima yang melanggar akan sangat merugikan pemerintah kota
dalam hal ini akan mempengaruhi pendapatan daerah. Maka dinas Perdagangan
kota Malang mengupayakan untuk melakukan penataan pedagang kaki lima yang
bertujuan agar kegiatan perdagangan mereka dikenakan penarikan retribusi tidak
hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga digunakan untuk
pengelolaan tempat kegiatan perdagangan. Berikut merupakan tabel gambaran
pendapatan asli daerah kota Malang secara garis besar tahun 2015 dan 2016 diluar
dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Tabel 3. Pendapatan Asli Daerah Kota Malang
NO. URAIAN 2015 2016
1. Hasil pajak daerah Rp 272.000.000 Rp 280.000.000
2. Hasil retribusi daerah Rp 40.495.709.448 Rp 45.615.968.948
3. Hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang
dipisahkan
Rp 15.007.389.861 Rp 15.007.389.861
4. Lain-lain pendapatan
daerah yang sah
Rp. 36. 475.060.109 Rp 30.328.406.800
Sumber: Jurnal Malang Corruption Watch, 2016 (dengan olahan penulis)
91
Gambar 8. Retribusi oleh Dinas Perdagangan
Sumber: Dokumentasi Pribadi Tahun 2017
b. Faktor Penghambat
Faktor-faktor penghambat strategi Dinas Perdagangan kota Malang dalam
penataan pedagang kaki lima berasal dari lingkungan eksternal Dinas
Perdagangan. Adapun faktor-faktor penghambat strategi dinas Perdagangan kota
Malang dalam penataan pedagang kaki lima adalah sebagai berikut:
1. Keterbatasan Lahan atau Lokasi untuk Relokasi
Pada salah satu program penataan pedagang kaki lima yang dilakukan
salah satunya melalui relokasi. Relokasi tersebut diketahui menemuhi hambatan
dalam merealisasikannya, hambatan tersebut yaitu kurangnya atau keterbatasan
lahan untuk dijadikan salah satu lokasi relokasi. Mengingat banyak lokasi di
perkotaan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan perdagangan sektor tersebut.
Lahan merupakan salah satu sumber daya prasarana dalam hal ini adalah lokasi
yang diperuntukan bagi pedagang kaki lima yang direlokasi. Pada Peraturan
Walikota Malang Nomor 36 Tahun 2014, Bab III Pasal 4 ayat (2) menyebutkan
bahwa “Penataan lokasi tempat kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1),
92
dilakukan di kawasan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang penataan ruang”. Pada peraturan ini dijelaskan
bahwa terdapat lokasi-lokasi tertentu yang dapat digunakan pada kegiatan
perdagangan sehingga akan mempermudah pemerintah dalam penataan dan
penetapan lokasi bagi pedagang kaki lima. Namun dalam hal penataan pedagang
kaki lima saat ini, keterbatasan lahan untuk penetapan lokasi bagi pedagang kaki
lima yang direlokasi merupakan salah satu faktor penghambat jalannya penataan.
Seperti yang disampikan oleh bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku Kepala Seksi
Pembinaan Pedagang Kaki Lima bahwa:
“Penataan PKL belum secara maksimal karena keterbatasan lahan
sehingga PKL-PKL sifatnya yg dipinggiran pasar kita bina mengenai
aturan. Nah, lokasi-lokasi baru yang rencananya di selatan seperti bumi
ayu, nah untuk landscape diatur oleh Bapeda, dinas perdagangan tidak ada
kewenangan untuk itu. Tapi bagaimanapun kita memaksimalkan dengan
pasar yang ada, rencana nya pasar kebalen kita bangun 3 lantai dengan
asumsi PKL yang ada diluar bisa terakomodasi. Sistem yang kita pakai
intensifikasi dengan memaksimalkan apa yang ada, kalau ekstensifikasi
ada di bapeda”. (wawancara pada tanggal 4 April, 2017)
Pada penataan pedagang kaki lima di kota Malang, tidak semua lahan
dapat digunakan sebagai lokasi kegiatan perdagangan seperti jual beli yang
dilakukan oleh pedagang kaki lima, pada tabel 3 telah disebutkan jalan-jalan di
kota Malang yang tidak dapat dipergunakan oleh pedagang kaki lima untuk
menjalankan kegiatannya.. Apabila pedagang kaki lima direlokasi, pemerintah
tidak serta merta memindahkan ke suatu lokasi tertentu tetapi juga memperhatikan
mengenasi aspek pengunjung dengan harapan tidak mematikan pendapatan
pedagang kaki lima.
93
Tabel 4. Lokasi Bukan Peruntukkan Bagi PKL di Kota Malang
Jl. Raden Intan Jl. Pajajaran Jl. Yulius Usman Jl. Soekarno Hatta
Jl. Achmad Yani Jl. SA Selatan Jl. Syarif Al-Qodri Jl. Borobudur
Jl. R Panji Suroso Jl. Kahuripan Jl. KP Tendean Jl. Veteran
Jl. S P Sudarmo Jl. Letjen Sutoyo Jl. Wahid Hasyim Jl. S. Supriyadi
Jl. L A Sucipto Jl. Kertanegara Jl. Panjaitan Jl. Kol. Sugiyono
Jl. T Suryo Jl. Cokroaminoto Jl. Veteran Jl. Satsui Tubun
Jl. Let. S. Parman Jl. Trunojoyo Jl. Bandung Jl. Pasar Induk
Gadang
Jl. Letjen Sutoyo Jl. Gajayana Jl. B. S Riyadi Jl. J A Suprapto
Jl. Jend. Sudirman Jl. Mojopahit Jl. Jakarta Jl. Dr. Cipto
Jl. Lap. Rampal Jl. Basuki rahmat Jl. Simpang Ijen Jl. Pattimura
Jl. Urip Sumoharjo Jl. Merdeka Barat Jl. Besar Ijen Jl. Suropati
Jl. Ronggolawe Jl. Merdeka Timur Jl. Pahlawan Trip Jl. Kauman
Jl. Kesatrian Jl. Merdeka
Selatan
Jl. Retawu Jl. Brigjen Katamso
Jl. Tetrs. Kesatrian Jl. Merdeka Utara Jl. Wilis Jl. Ade Irma Suryani
Jl. Moh. Wiyono Jl. Gatot Subroto Jl. Raya Langsep Jl. Arif Margono
Jl. U. Suropati
Utara
Jl. Martadinata Jl. Raya Dieng Jl. Raya Tlogomas
94
Jl. Untung Suropati Jl. Zaenal Ariifin Jl. Kawi Atas Jl. Haryono
Jl. Juanda Jl. Kopral Usman Jl. Kawi Jl. Mayjen Panjaitan
Jl. Borobudur Jl. Pasar Besar Jl. Semeru Jl. Sugiyopranoto
Jl. Muharto Jl. Moh. Yamin Jl. Bromo Jl. KH. Kasyim
Asyari
Jl. Zaenal zakse Jl. Sartono S. H Jl. Galunggung Jl. WR Supratman
Jl. Simp. P. Suroso Jl. Arif Rahman Jl. Ronggo
Warsito
Jl. Kaliurang Jl. Agus Salim Jl. Sersan Harun
Sumber: Keputusan Walikota No. 580 Tahun 2000
2. Kurangnya Kesadaran Pedagang Kaki Lima
Keberhasilan proses pelaksanaan penataan pedagang kaki lima ditandai
apabila antara pemerintah dan masyarakat terjalin hubungan yang saling
mendukung satu sama lainnya. Pemerintah mengadakan penataan bagi pedagang
kaki lima yang bertujuan untuk kebaikan atau kepentingan bersama tanpa
merugikan salah satunya. Hal ini penting untuk dijadikan perhatian pasalnya
sebagai pedagang kaki lima yang menggunakan fasilitas umum, secara pribadi
seharusnya dapat mengerti dan mematuhi peraturan-peraturan yang telah
ditentukan. Pada wawancara bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku seksi pembinaan
pedagang kaki lima yang mengatakan bahwa:
“Mereka seneng kalau di data, bahwa banyak tuntutan harus penuhi ini
penuhi ini. Endingnya begitu mereka di pindah, mereka jual lagi itu
95
barang. PKL itu ribet ada sih PKL yang baik dan masuk binaan kita. PKL
itu dikoordinir sehingga PKL dapat menjamur pada daerah-daerah lain”.
(wawancara pada tanggal 4 April, 2017)
Kemudian wawancara pada kesempatan yang lain dengan bapak Bambang
Muji mantan kepala seksi pengendalian pedagang kaki lima Dinas Pasar yang
mengatakan bahwa:
“Sebenarnya penelitian tentang pedagang kaku lima itu tidak menarik
tetapi pedagang kaki lima itu ada banyak permasalahan di dalamnya yang
memerlukan treatment khusus. ” (wawancara pada tanggal 9 Desember
2016)
Berdasarkan wawancara dengan kedua narasumber tersebut, bahwa
penataan pedagang kaki lima akan berjalan sesuai harapan apabila ada kompromi
antara pemerintah dan pedagang kaki lima. Selanjutnya wawancara dengan
pedagang kaki lima di jalan Zaenal Zakse, bapak Kusdiyanto dan bapak Totok
mengatakan bahwa:
“ya tidak punya tempat mbak kalau jualan di dalam pasar, saya juga jualan
disini sudah 20 tahun.” (wawancara pada tanggal 23 Maret, 2017)
“Hehee..gak punya tempat mbak kalau di pasar. Enakan disini soalnya
pelanggan saya ada disini semua.” (wawancara pada tanggal 23 Maret,
2017)
Dapat diketahui juga dari wawancara diatas, pedagang kaki lima di jalan
Zaenal Zakse ini tidak memiliki tempat untuk berjualan di dalam pasar. Sehingga
memaksakan diri untuk berjualan diatas lahan yang bukan peruntukkannya.
Meskipun pedagang kaki lima di jalan Zaenal Zakse ini diperbolehkan oleh
pemerintah dengan batas waktu berjualan, seandainya pedagang kaki lima paham
dan mengerti bahwa mereka telah mengganggu kenyaman pengendara di jalan,
dan membahayakan keamanan bagi pengunjung yang akan beraktivitas.
3. Meningkatnya Jumlah Pedagang Kaki Lima
96
Pedagang kaki lima sebagai salah satu sektor informal yang mengandalkan
untuk berjualan dengan memanfaatkan ruang-ruang publik pada perkotaan yang
dianggap dapat mendongkrak pendapatan. Ditambah meningkatnya pendatang
dari luar kota untuk bekerja pada sektor ini menjadikan jumlah pedagang kaki
lima meningkat setiap tahunnya menurut narasumber hal tersebut menjadi faktor
yang menghambat penataan pedagang kaki lima. seperti pada wawancara dengan
bapak Andi Hamzah, S. Sos selaku seksi pembinaan pedagang kaki lima yang
mengatakan bahwa:
“PKL kalau pun bertambah setiap tahun seharusnya maksimal 2 %. Ini
tidak bahwa, jadi tempat yang sudah direlokasi muncul lagi PKL barunya,
bahwa itu sudah di jadikan modus”. (wawancara pada tanggal 22 Maret,
2017).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
meningkatnya jumlah pedagang kaki lima di kota Malang menjadi salah satu
faktor penghambat dalam upaya pemerintah daerah untuk melaksanakan
penataaan pedagang kaki lima. Sehingga dapat dikatakan permasalahan tersebut
sangat sulit untuk diuraikan dan membutuhkan waktu lama untuk mengatasinya.
C. Pembahasan
Pada pembahasan ini, uraian lebih ditekankan pada pemaparan tentang
temuan-temuan berdasarkan data fokus penelitian dari strategi Dinas Perdagangan
kota Malang dalam penatan pedagang kaki lima yang kemudian dikaitkan dengan
teori-teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini. adapun, pembahasan
tentang proses strategi Dinas Perdagangan kota Malang dalam penatan pedagang
kaki lima dapat dijelaskan sebagai berikut:
97
1. Strategi Dinas Perdagangan Kota Malang dalam Penataan Pedagang
Kaki Lima
a. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki
Lima
Penataan pedagang kaki lima merupakan salah satu tugas yang belum
terselesaikan oleh pemerintah kota bahkan permasalahan tidak kunjung habis.
Dapat diketahui bahwa dalam kegiatan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima
ini menghasilkan berbagai macam permasalahan seperti, kegiatan tersebut
mengakibatkan kurangnya estetika kota, menyebabkan kemacetan oleh pedagang
kaki lima yang berjualan di sekitar dan atau dijalan, dan kurang terjaganya
kebersihan akibat dari kegiatan pedagang kaki lima yang tidak tertib. Penataan
pedagang kaki lima dan juga pembinaan telah diamanatkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Tentang Koordinasi Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012
Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, serta pada
Peraturan Walikota Malang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Pada peraturan tersebut dijelaskan
mengenai kegiatan pedagang kaki lima sebagai sektor informal yang untuk
diberdayakan agar meningkatkan ke arah usaha rakyat mandiri yang proporsional
sesuai peraturan, dengan demikian kedepannya usaha ini akan menjadi salah satu
cara dalam mengurangi pengangguran. Maka agar misi-misi tersebut dapat
terencana dan permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi, diperlukannya
suatu strategi yang menghasilkan kebijakan-kebijakan sebagai suatu langkah
98
untuk merealisasikannya. Menurut Glueck (yang dikutip oleh Amirullah, 2015:4)
mengartikan srtategi sebagai sebuah rencana yang disatukan, luas, dan terintegrasi
yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan atau organisasi dengan
tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama
dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Penting bagi
pemerintah kota untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang dirasa pas untuk
permasalahan tersebut, maka pemerintah menunjuk Dinas Perdagangan sebagai
salah satu yang berwenang untuk menangani pedagang kaki lima sehingga
kebijakan yang dirumuskan akan tepat sasaran melalui pendataan, penetapan
lokasi usaha, peremajaan fasilitas, serta pemberdayaan.
Pendataan pedagang kaki lima oleh pemerintah daerah dalam kaitannya
dengan penataan pedagang kaki lima, pendataan pedagang kaki lima dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar presentasi pedagang kaki lima yang merupakan
warga asli kota Malang. Form ataupun kartu untuk pedagang kaki lima sebagai
tanda pedagang kaki lima tersebut telah dilakukan pendataan dan mendapatkan
pemantauan khusus dari Dinas Perdagangan. Dinas Perdagangan kota Malang
melakukan pendataan bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak pedagang
kaki lima yang melanggar. Dengan demikian Dinas Perdagangan akan melakukan
pemantauan khusus kepada pedagang yang nantinya ditindak lebih lanjut.
Dilakukan pendataan tersebut, Dinas Perdagangan akan melanjutkan program
lainnya yang dapat menunjang kegiatan pedagang kaki lima untuk meminimalisir
pelanggar-pelanggaran yang dilakukan serta dapat menguntungkan kedua pihak
tanpa merugikan salah satunya. Program selanjutnya adalah dengan pembinaan
99
hingga pemberian fasilitas bagi pedagang kaki lima. Pembinaan dan pemberian
fasilitas untuk pedagang kaki lima yang dilakukan diperuntukkan bagi pedagang
kaki lima warga asli kota Malang yang diketahui dari hasil pendataan tersebut.
Pemerintah daerah mengupayakan agar pembinaan atau program lain yang dapat
menunjang kegiatan perdagangan tersebut tepat sasaran sehingga dapat dinikmati
oleh warga kota Malang sendiri.
Hasil wawancara penulis dengan narasumber dari Dinas Perdagangan
bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan pemberian fasilitas bagi pedagang
kaki lima yang diperuntukkan khusus bagi warga kota Malang, diketahui hal
tersebut sulit untuk dilaksanakan mengingat pekerjaan di sektor informal ini
banyak diantaranya adalah bukan warga asli kota Malang. Sehingga untuk
menyiasati hal tersebut, pemerintah dalam pemberian fasilitas dari sarana hingga
modal bagi peningkatan usaha pedagang kaki lima benar-benar diperuntukkan
bagi warga kota Malang.
Penetapan lokasi usaha kepada pedagang kaki lima yang tujuan ingin
dicapai adalah agar tercipta kondisi yang tertib, aman serta terwujudnya estetika
kota yang baik. Guna untuk memenuhi tugas dan kewajiban dari dinas
perdagangan kota Malang berencana untuk merelokasi pedagang kaki lima di
jalan Zaenal Zakse pasar Kebalen demi terciptanya ketertiban, kenyamanan,
estetika kota yang baik serta kelancaran arus lalu lintas. Kegiatan penataan
pedagang kaki lima di kota Malang yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan
dilakukan dengan cara relokasi ke tempat atau lokasi yang sesuai peruntukkannya,
yaitu area khusus kegiatan perekonomian. Seperti yang diungkapkan Mc Gee dan
100
Yeung dalam (Zulfa: 43), pola ruang aktivitas PKL sangat dipengaruhi oleh
aktivitas sektor formal dalam menjaring konsumennya. Lokasi pedagang kaki
lima dipengaruhi oleh hubungan langsung dan tidak langsung dengan berbagai
kegiatan formal dan kegiatan informal atau hubungan pedagang kaki lima dengan
konsumennya. Pedagang kaki lima di jalan Zaenal Zakse pada tahun sekitar 2014
direlokasi ke daerah Kedungkandang, dimana harapan bagi pemerintah kota
adalah tidak ada pedagang kaki lima yang menyalahi aturan dengan berjualan di
ruas jalan dan sangat mengganggu kenyamanan dan ketertiban bagi pengguna
jalan. Tetapi setelah tahun tersebut pedagang kaki lima yang sudah direlokasi ke
Kedungkandang memutuskan kembali ke jalan Zaenal Zakse dengan alasan lokasi
yang dipergunakan tidak sesuai dengan kriteria yang mereka inginkan yaitu
tempat yang sempit dan sepinya pengunjung, hal tersebut diakui oleh dua
narasumber. Sehingga dapat disimpulkan terdapat ketidak konsistenan antara
pedagang kaki lima dengan pemerintah, dimana pedagang kaki lima yang
memutuskan kembali dari tempat relokasi tidak mampu untuk berkompromi
dengan pemerintah. Sedangkan pemerintah yang memperoleh hasil yang demikian
seakan-akan tidak mampu untuk berbicara banyak lantaran pedagang kaki lima
tersebut sangat sulit untuk diatur, maka untuk mengatasi hal tersebut pemerintah
hanya mengeluarkan larangan bagi pedagang kaki lima untuk tidak berjualan di
daerah tersebut diatas pukul 8.00 pagi setiap harinya
Rencana Dinas Perdagangan kota Malang dalam melakukan tindakan
penertiban merupakan pilihan yang tepat mengingat lokasi untuk berjualan pada
sepanjang ruas jalan Zaenal Zakse, tetapi pemilihan lokasi relokasi yang tidak
101
tepat mengakibatkan munculnya pertentangan dengan pedagang kaki lima.
Adanya jurang pemisah yang sangat tajam antara persepsi pedagang kaki lima
dengan aparat pemerintah terhadap tindakan yang dilakukan aparat saat menata
pedagang kaki lima dan aparat sering kali melakukan penertiban pedagang kaki
lima dengan cara represif serta belum adanya sikap kekeluargaan saat melakukan
penertiban, maka dapat dikatakan bahwa usaha aparat tersebut dinilai kurang baik.
Peremajaan lokasi Pembangungan yang dilakukan nantinya dengan
strategi intensifikasi pembangunan, dimana pemerintah tidak akan membangun
suatu bangunan baru atau pasar baru tetapi dengan melakukan renovasi
pembangunan pasar dengan menggunakan dana yang berasal dari APBD kota
Malang. Menurut Dinas Perdagangan pembangunan pasar tidak dilakukan secara
ekstensifikasi karena hal tersebut perlu kajian lebih lanjut mengenai lahan atau
lokasi yang sesuai untuk digunakan dalam kegiatan perdagangan. Seperti pada
pasar Kebalen menurut pihak Dinas Perdagangan nantinya akan dilakukan
pembangunan atau renovasi untuk dapat mengakomodir pedagang kaki lima di
sepanjang ruas jalan Zaenal Zakse kota Malang. Tetapi dalam wawancara dengan
pihak Dinas Perdagangan belum dapat diketahui kapan pembangunan tersebut
dapat segera terealisasi.
Selanjutnya, Dinas Perdagangan melaksanakan pembangunan tersebut
karena sektor informal mempunyai banyak keuntungan atau dampak positif
seperti menurut Hutajulu (dalam Hartono, 2012: 27) dampak positif dari
pelaksanaan sektor informal, antara lain:
a. Sumber Pendapatan Daerah
102
b. Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
c. Sarana Pemasaran bagi Sektor Formal
d. Sarana Pamasaran bagi Industri Kecil
Berdasarkan dampak positif dari sektor informal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pemerintah kota mempunyai kepentingan yang berdampak
positif bagi masyarakat. Pemerintah sebagai fasilitator, penyedia fasilitas untuk
melancarkan jalannya kegiatan perdagangan yang sesuai dengan peraturan
sehingga pedagang kaki lima yang telah dibina dapat merasakan manfaat yang
telah diberikan oleh pemerintah kota. Dengan syarat pedagang kaki lima dapat
kooperatif dengan semua peraturan yang telah ditetapkan akan berdampak positif
bagi kedua pihak dan tentunya masyarakat.
Pemberdayaan pedagang kaki lima dilakukan melalui peningkatan
berusaha, fasilitas akses permodalan, fasilitas bantuan sarana dagang, penguatan
kelembagan, fasilitas peningkatan produksi, pengolahan pengembangan jaringan
dan promosi, serta pembinaan dan bimbingan teknis. Diketahui bahwa pedagang
kaki lima yang berada di jalan Zaenal Zakse daerah Kebalen yang menurut salah
satu informan merupakan pasar tumpah dari pasar Kebalen. Menurut hasil
penelitian sendiri, diketahui bahwa pada area dalam pasar Kebalen itu sendiri
dapat dikatakan sepi oleh pedagang. Pasar Kebalen yang terdiri dari 2 lantai ini,
pada area depan pasar lebih diminati oleh pedagang. Sehingga pedagang kaki lima
di jalan Zaenal Zakse tersebut bukan merupakan pasar tumpah melainkan hanya
pedagang kaki lima yang menumpang kehidupan pasar Kebalen. Pedagang kaki
103
lima di jalan Zaenal Zakse yang berjumlah 229 orang (rekapitulasi pedagang kaki
lima kota Malang tahun 2015) tersebut sering memperoleh pembinaan dari Dinas
Perdagangan dan nantinya akan mendapatkan pelatihan, dan fasilitas. Menurut
Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Pemberdayaan PKL adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara
sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha
terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun
kuantitas usahanya. Dinas Perdagangan kota Malang melakukan bimbingan
dengan memberikan pemahaman kepada pedagang kaki lima mengenai peraturan-
peraturan yang telah diterapkan, hal tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan
tata tertib bagi pedagang kaki lima. Kemudian, Dinas Perdagangan juga
memberikan pelatihan-pelatihan dengan mengikutkan pedagang kaki lima diklat-
diklat dengan SKPD lain untuk meningkatkan usaha. Pelatihan melalui bimtek
dengan pengenalan melalui ilmu-ilmu manajemen, teknis berjualan, pengetahuan
koperasi dan lain sebagainya. Setelah mereka mendapatkan ilmu dari
keikutsertaan dalam pelatihan, maka pemerintah berupaya untuk memfasilitasi
usaha yang sesuai. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah seperti yang terdapat
pada Sriwijaya, disana merupakan bekas pedagang kaki lima.
Penyelenggaraan pembinaan pedagang kaki lima oleh Dinas Perdagangan
kota Malang dapat dinilai kurang maksimal dikarenakan masih banyak para
pedagang kaki lima yang melanggar peraturan. Tidak hanya itu, hal tersebut
menggambarkan masih kurangnya kesadaran dari pedagang kaki lima untuk
104
mematuhi peraturan yang berlaku dan ditetapkan, tetapi juga merupakan
gambaran belum efektifnya upaya pendekatan persuasif yang dilakukan oleh
aparat dalam memberikan pengertian baik dalam tujuan maupun petunjuk teknis
pelaksanaan dan penyelenggaraan kebijakan tersebut.
b. Program Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki
Lima
Strategi program merupakan strategi yang memberikan perhatian pada
implikasi strategik dari suatu program tertentu. Hal-hal apa saja yang berdampak
dan yang ditimbulkan jika program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, dan
apa dampaknya bagi sasaran organisasi.
Program dalam penataan pedagang kaki lima sesuai dengan salah satu
komponen strategi menurut Salusu (dalam Purwanto, 2006:78) adalah mempunyai
tujuan dan sasaran. Perlu dipahami bahwa tujuan berbeda dengan sasaran. Dalam
organizational goals merupakan keinginan yang hendak dicapai di waktu yang
akan datang, digambarkan secara umum dan relatif tidak mengenal batas waktu.
Sedangkan pada organizational objectives merupakan pernyataan yang sudah
mengarah pada kegiatan untuk mencapai tujuan, lebih terikat waktu, dapat diukur
dan dapat dijumlah atau dihitung.
1. Tanda Daftar Usaha (TDU)
Tanda daftar usaha merupakan salah satu program didasarkan pada
rencana penetapan waktu usaha berdasarkan penyusunan naskah akademis dan
rancangan peraturan Walikota tentang rencana induk penataan sektor informal
105
kota Malang tahun 2013-2033, berupa penerbitan surat oleh Dinas Perdagangan
sebagai tanda bukti pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk
pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Mewujudkan organizational
goals dari program tersebut adalah bahwa bagaimana pemerintah dapat memutus
permasalahan pedagang kaki lima yang menjadi suatu permasalahan di kota
Malang. Dan untuk organizational objectives bahwa pemerintah berkeinginan
untuk pedagang kaki lima tidak lagi menyalahi aturan dengan tidak menggunakan
lokasi yang bukan peruntukkannya sehingga terwujud penataan pedagang kaki
lima yang profesional.
Pada kenyataan di lapangan bahwa belum semua pedagang kaki lima
menikmati program tersebut. Pedagang kaki lima yang mendapatkan tanda daftar
usaha menurut narasumber nantinya akan di mendapatkan modal usaha beserta
fasilitas usaha berupa tempat usaha dagang. Seperti diketahui bahwa pedagang
kaki lima di jalan Zaenal Zakse belum mendapatkan tanda daftar usaha hanya
dilakukan pendataan saja. Dari hasil tersebut diketahui bahwa pemerintah belum
dapat menyentuh atau sampai pada organizational objectives. Sebab untuk
memberlakukan tanda daftar usaha yang dapat mengakomodir semua pedagang
kaki lima di kota Malang membutuhkan waktu panjang dan tentu dengan
anggaran.
106
2. Pengaturan dan Penetapan Waktu Usaha
Pengaturan dan penetapan waktu usaha didasarkan pada rencana penetapan
waktu usaha berdasarkan penyusunan naskah akademis dan rancangan peraturan
Walikota tentang rencana induk penataan sektor informal kota Malang tahun
2013-2033. Mewujudkan organizational goals dari adanya pengaturan dan
penetapan waktu usaha bahwa tujuannya menciptakan keteraturan, dan ketertiban
dari kegiatan pedagang kaki lima. Sedangkan untuk organizational objectives
pemerintah menginginkan bahwa pedagang kaki lima yang berada pada lokasi
yang bukan seharusnya untuk dapat memberikan kesempatan kepada pedagang
yang secara lokasi tidak menyalahi aturan untuk menjalankan aktivitasnya.
Pada penelitian yang dilakukan peneliti bahwa pedagang kaki lima di jalan
Zaenal Zakse dari hasil wawancara di ketahui melakukan kegiatannya mulai pukul
10 malam hingga pukul 8 pagi. Hal tersebut telah melebihi batas waktu yang telah
ditentukan yaitu pedagang kaki lima di jalan Zaenal Zakse dikategorikan sebagai
pasar tumpah yang mulai buka pukl 22.00 - 06.00. Setelah batas waktu yang
ditentukan telah selesai pedagang kaki lima akan ditertibkan oleh tim Wastib,
tetapi dalam penindakkannya tim Wastib tidak optimal sehingga penertiban
berjalan alot. Program pengaturan dan penetapan waktu usaha sebenarnya dapat
berhasil apabila bersamaan dengan tindakan tegas tetapi dengan pendekatan
humanis antara tim Wastib dan pedagang kaki lima.
107
3. Rekomendasi Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima
Perencanaan strategik merupakan merupakan suatu proses sistematis yang
berkelanjutan. Perencanaan strategik biasanya berorientasi pada hasil yang ingin
dicapai dalam jangka pendek 1 sampai 5 tahun, serta jangka panjang 5 sampai 10
tahun. Rencana strategik mengandung visi, misi, tujuan dan sasaran melalui
kebijakan strategi, program dan kegiatan.
a. Visi, Misi dan Tujuan Dinas Perdagangan Kota Malang
Visi merupakan nilai yang menjadi akar penyangga suatu organisasi
serta mampu menjembatani kondisi yang abstrak menjadi realita. Visi Dinas
Perdagangan Kota Malang adalah Terwujudnya Industri Dan Perdagangan
Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi.
Mendorong Tumbuh Suburnya Ekonomi Yang Berciri Kerakyatan Sebagai
Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan.
Misi merupakan sesuatu yang harus di laksanakan agar tujuan sesuai
dengan visi yang telah ditetapkan. Maka Dinas Perdagangan merumuskan
misinya sebagai berikut: meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui
pembuatan regulasi dalam rangka perlindungan, pembinaan dan
pemberdayaan dunia usaha.
Tujuan merupakan penjabaran visi akan dicapai oleh Dinas
Perdagangan kota Malang yang lebih spesifik sebagai upaya mewujudkan visi
dan misi jangka pendek dan jangka panjang.
108
b. Strategi
Strategi adalah cara mewujudkan tujuan dirancang secara konseptual,
analisis, realistis, rasional dan komprehensif.
Kekuatan (Strengh) Kelemahan (Weakness)
1. Adanya Perwal No. 36
Tahun 2014.
2. Tersedianya SDM aparatur
dalam penataan dan
pemberdayaan
1. Belum optimalnya kinerja
aparat yang berwenang.
2. Terbatasnya jumlah sarana
dan prasarana.
Peluang (Opportunities) Ancaman (Treats)
1. Komitmen dalam
mewujudkan penataan PKL
secara profesional.
2. Adanya potensi PKL
menjadi usaha yang
mandiri.
1. Kurangnya koordinasi dan
respon antara PKL dengan
pemerintah.
Perumusan rencana strategik, strategi SO (strengh-oppurtunities):
mengoptimalkan SDM aparatur sebagai fasilitator dalam penataan dan
pemberdayaan PKL. Strategi WO (weakness-opportunities), meningkatkan
sarana dan prasarana dalam rangka penunjang kegiatan penataan dan
pemberdayaan. Strategi ST (strengh-treath), meningkatkan pembinaan
109
melalui peraturan-peraturan untuk memberikan pemahaman kepada PKL.
Strategi WT (weakness-treath), mengkaji dan mengidentifikasi
permasalahan dengan penataan pedagang kaki lima serta kebutuhan untuk
mengatasai permasalahan.
c. Kebijakan dan Program
Kebijakan merupakan pedoman untuk pelaksana tindakan organisasi
yang telah ditetapkan. Kebijakan internal yaitu kebijakan dari Dinas
Perdagangan kota Malang dalam pelaksanaan program-program. Kebijakan
eksternal yaitu kebijakan yang diterbitkan oleh Dinas Perdagangan dalam
rangka mengatur, dan memfasilitasi dalam penataan pedagang kaki lima.
Kebijakan jangka pendek dalam satu sampai dua tahun, perlu
memperbaiki sistem pendataan pedagang kaki lima yang dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu sistem manual dan online untuk mempercepat
pendataan. Serta memberikan ijin bersertifikat hal tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kepastian dan jaminan kepada konsumen.
Kebijakan jangka menengah dalam tiga sampai lima tahun, perlu
mengidentifikasi lokasi yang sesuai representatif untuk relokasi pedagang kaki
lima. Dimana lokasi tersebut dapat mengakomodir kegiatan pedagang kaki
lima dengan memperhitungkan konsumen sebagai unsur penting. Perlu
diberlakukan self saving dari hasil retribusi yang mana retribusi yang
digunakan tidak hanya untuk hal kebersihan tetapi juga tabungan kedepan
untuk pembangunan fasilitas bagi pedagang kaki lima.
110
Kebijakan jangka panjang dalam waktu 10 sampai 25 tahun, perlu
untuk menghentikan permasalahan pedagang kaki lima yang dimaksudkan
dapat menghentikan peningkatan pedagang kaki lima sehingga dapat
mengoptimalkan penataan pedagang kaki lima.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dinas Perdagangan
Kota Malang dalam Penataan Pedagang Kaki Lima
Strategi Dinas Perdagangan kota Malang dalam penataan pedagang kaki
lima dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya dapat mendukung maupun
menghambat jalannya proses tersebut. Oleh sebab itu, pada pembahasan ini
dijelaskan mengenai faktor pendukung dan penghambat dari strategi Dinas
Perdagangan kota Malang dalam penataan pedagang kaki lima.
a. Faktor Pendukung
1. Adanya Peraturan
Pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Tentang
Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, serta pada
Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Diketahui bahwa pedagang kaki lima
merupakan salah satu sektor informal yang perlu diberdayakan dengan cara
pemberian fasilitas, pembinaan, pelatihan dan relokasi yang tujuan utamanya
dapat menunjang kegiatannya sehingga kedepan sektor informal ini dapat
dijadikan salah satu alternatif mata pencaharian yang mandiri sesuai dengan
peraturan. Menanggapi adanya peraturan tersebut pemerintah kota Malang
111
mengeluarkan Peraturan Walikota Malang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tata
Cara Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, tidak hanya melalui
peraturan Walikota tersebut tetapi juga dalam RPJMD kota Malang tahun 2013-
2018 dengan visi yaitu mewujudkan kota Malang sebagai kota Bermartabat
dengan salah satu misinya yaitu mendorong pelaku ekonomi sektor informal dan
UKM agar lebih produktif dan kompetitif.
Secara teori, seperti pendapat Muhamad (2012:10) karakteristik strategi
berorientasi pada keseimbangan antara jangka pendek dan jangka panjang.
Adanya peraturan-peraturan tersebut akan mempermudah jalannya pada
pembuatan kebijakan yang menstimulasi lahirnya strategi dalam penerapan
kebijakan dalam rangka penataan pedagang kaki lima di kota Malang, Ditetapkan
peraturan tersebut juga sekaligus untuk memenuhi amanat dan tujuan yang
termuat di dalam kebijakan penataan pedagang kaki lima.
Berkaitan dengan strategi yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan kota
Malang dalam penataan pedagang kaki lima, dilakukan sesuai dengan peraturan-
peraturan merupakan salah satu faktor pendukung dalam menjalankan strategi
tersebut. Sebab dalam peraturan tersebut dapat memenuhi kepentingan
pemerintah, dan masyarakat. Kepentingan pemerintah bagi dapat menciptakan
estetika kota yang bersih dan indah dan ketertiban PKL dapat terjaga. Sedangkan
kepentingan bagi masyarakat yaitu eksistensi PKL tetap ada sehingga mereka
dapat melakukan kegiatan jual beli seperti biasa dan mendapatkan barang yang
terjangkau.
112
2. Kerjasama dengan Instansi Lain
Kerjasama pada dasarnya dilakukan untuk mendukung strategi dalam
tahapan pelaksanaan, hal tersebut dilakukan agar segala perencanaan-perencanaan
dapat berjalan sesuai keinginan. Salah satu komponen strategi menurut Salusu
(dalam Purwanto, 2006:78) memiiki determinan-determinan umum yaitu
kemampuan internal. Kemampuan internal digambarkan sebagai apa yang dapat
dibuat karena kegiatan akan terpusat pada kekuatan, untuk menjamin hal tersebut
kerjasama dengan instansi lain merupakan suatu solusi yang dianggap pas.
Kerjasama tidak akan mengubah suatu rencana yang telah disepakati tetapi akan
menambah besar peluang untuk mewujudkannya.
Pada kaitannya dengan pelaksanaan penataan pedagang kaki lima mulai
dari proses penertiban, relokasi, hingga pembinaan akan sangat berjalan dengan
lancar apabila proses tersebut dapat melibatkan pihak ketiga. Kerjasama dengan
pihak ketiga disini yaitu jajaran samping seperti kepolisian dan TNI. Jajaran
samping diperlukan pada saat proses penertiban dengan kapasitas besar dan Dinas
Perdagangan tidak dapat untuk menangani hal tersebut. Sedangkan pada informan
mantan pegawai Dinas Pasar yang yang memberikan keterangan mengenai
pembinaan pedagang kaki lima dengan penyuluhan hingga pelatihan-pelatihan
melibatkan berbagai Dinas, seperti Dinas UKM dan Dinas Kesehatan. Dengan
Dinas Kesehatan bekerjasama dengan memberikan sertifikat untuk produk
makanan yang sehat bagi pedagang kaki lima yang memulai usaha.
Berdasarkan hal tersebut kerjasama dengan instanasi lain dalam kaitannya
dengan proses penataan pedagang kaki lima di kota Malang merupakan salah satu
113
faktor pendukung yang sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensi agar
hasilnya pun berjalan maksimal.
3. Tersedianya Lapangan Pekerjaan
Keberadaan pedagang kaki lima di kota Malang dari segi positif mampu
menjadi suatu potensi baik dari segi sosial maupun ekonomi. Menurut Tualeka (6,
2014) meskipun pedagang kaki lima sering dijadikan sebagai kambing hitam dari
penyebab kesemrawutan lalu lintas maupun tidak bersihnya lingkungan, tetapi
keberadaan pedagang kaki lima sangat membantu kepentingan masyarakat dalam
menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri
atau menjadi safety belt tenaga kerja yang memasuki pasar kerja disamping dapat
menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah. Untuk
mewujudkan hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara penulis dengan
narasumber dapat dianalisa dengan salah satu komponen strategi menurut Salusu
(dalam Purwanto, 2006:78) adalah mempunyai tujuan dan sasaran. Perlu dipahami
bahwa tujuan berbeda dengan sasaran. Dalam organizational goals merupakan
keinginan yang hendak dicapai di waktu yang akan datang, digambarkan secara
umum dan relatif tidak mengenal batas waktu. Sedangkan pada organizational
objectives merupakan pernyataan yang sudah mengarah pada kegiatan untuk
mencapai tujuan, lebih terikat waktu, dapat diukur dan dapat dijumlah atau
dihitung. Pada hal ini organizational goals yang ingin dicapai oleh pemerintah
daerah adalah dapat mengurangi pengangguran di perkotaan dengan langkah
penataan pedagang kaki lima melalui beberapa program seperti pembinaan
114
pedagang kaki lima, bimbingan teknis dan pemberian fasilitas-fasilitas yang dapat
menunjang kegiatan perdagangan hal inilah merupakan organizational objectives.
4. Peningkatan PAD
Pada peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 Tahun 2015 Tentang
Retribusi Jasa Umum pada Pasal 1 ayat 28 dijelaskan pedagang kaki lima adalah
pedagang yang melakukan usaha perdagangan non formal dengan menggunakan
lahan terbuka dan/atau tertutup, sebagian fasilitas umum yang ditentukan oleh
Pemerintah Daerah sebagai tempat kegiatan usahanya baik dengan menggunakan
peralatan bergerak maupun tidak bergerak sesuai waktu yang telah ditentukan.
Retribusi Daerah merupakan salah satu komponen penting dalam pendapatan asli
daerah. Pada Peraturan Daerah tersebut telah ditetapkan jumlah retribusi untuk
pedagang kaki lima tetap sebesar Rp. 100,00 (seratus rupiah)/hari/m2 dan
pedagang kaki lima tidak tetap sebesar Rp. 500,00 (lima ratus rupiah) tiap
berjualan tiap PKL
Pada wawancara yang dilakukan peneliti pada Dinas Perdagangan, dapat
diketahui bahwa besarnya tarif atau iuran bagi para pedagang kaki lima sesuai
dengan luasan lahan yang digunakan untuk berjualan dan juga sesuai dengan jenis
barang dagangannya. Ketentuan retribusi yang dikenakan pada pedagang kaki
lima di jalan Zaenal Zakse berkaitan dengan retribusi kebersihan. Pungutan
retribusi dilakukan langsung dari petugas pemungut retribusi di lapangan yakni
merupakan staff Dinas Perdagangan yang kemudian dilaporkan langsung kepada
Dinas Perdagangan setiap harinya. Pungutan retribusi yang didapatkan tersebut
digunakan untuk sarana dan prasarana seperti jalan, penerangan jalan, kebersihan
115
dan keamanan. Tidak hanya itu retribusi yang diperoleh merupakan sebagai salah
satu sumber pendapatan asli daerah.
b. Faktor Penghambat
1.) Keterbatasan Lahan atau Lokasi untuk Relokasi
Menjalankan sebuah strategi yang tepat sasaran memerlukan berbagai
sumber daya pendukung, seperti menurut Kooten dalam (Salusu, 2002: 104-105)
resource strategy (strategi pendukung sumber daya), strategi ini memusatkan pada
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya esensial yang tersedia untuk
meningkatkan kualitas kinerja organisasi agar strategi-strategi yang telah
disiapkan dapat dijalankan. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan,
teknologi, dan sebagainya. Ketersediaan lahan untuk lokasi relokasi merupakan
salah satu sumber daya prasarana yang digunakan untuk dapat menunjang proses
penataan pedagang kaki lima di kota Malang.
Menurut informasi dari Dinas Perdagangan kota Malang melalui kepala
seksi pembinaan pedagang kaki lima bahwa lahan merupakan salah satu faktor
yang menghambat proses penataan pedagang kaki lima. Ketika pemerintah
melakukan tindakan penertiban terhadap pedagang kaki lima dan relokasi sebagai
salah satu solusinya, lokasi yang tepat untuk relokasi merupakan salah satu faktor
yang menghambat. Sedangkan pembangunan pasar atau renovasi yang seyogyia
dapat menampung pedagang kaki lima belum terlaksana mengingat belum semua
pasar di kota Malang dilakukan renovasi dan dilakukan pembangunan secara
bertahap.
116
Berdasarkan hal tersebut keterbatasan lahan atau lokasi untuk relokasi
pedagang kaki lima yang dapat mengakomodir kegiatan perdagangan merupaksan
salah satu faktor penghambat pelaksanaan strategi Dinas Perdagangan kota
Malang dalam penataan pedagang kaki lima, dan hal tersebut menjadi nilai minus
Dinas Perdagangan dan perlu untuk dicarikan solusi lain.
2.) Kesadaran Pedagang Kaki Lima
Salah satu komponen strategi menurut Salusu (dalam Purwanto, 2006:78)
adalah komunikasi. Bagi pembuat strategi yang ahli, komunikasi sangat penting
dikarenakan dapat mempengaruhi hasil yang ingin dicapai. Pada penataan
pedagang kaki lima yang dilakukan oleh pemerintah kota, untuk melaksanakan
program-program yang akan dijalankan perlu bagi pemerintah agar pedagang kaki
lima dapat memahami kondisi yang ada. Dalam komunikasi antara pemerintah
dengan pedagang kaki lima perlu diadakan pendekatan-pendekatan yang persuasif
yang dimaksudkan agar pedagang kaki lima dapat berkoordinasi dengan
pemerintah untuk mewujudkan penataan pedagang kaki lima yang pada lokasi
sesuai peruntukkannya. Tetapi pada kenyataannya, pedagang kaki lima yang
merupakan sektor informal dilakukan oleh kebanyakan migran penduduk kota
pada tingkatan menengah kebawah yang mana menggunakan lahan terbuka
dimana lahan tersebut adalah ruang-ruang publik tanpa bangunann permanen.
Pedagang kaki lima juga dapat dikatakan dapat membuat image kota menjadi
buruk karena tidak tertatanya tempat untuk mereka berdagang. Ciri-ciri sektor
informal yang diajukan oleh International Labour Organizational (dalam
Hartono, 2012) yaitu:
117
a. Seluruh aktivitas berstandar pada sumber daya yang tersedia di
lingkungan sekitarnya.
b. Ukuran usaha umumnya kecil dan aktivitasnya merupakan usaha
rumah tangga.
c. Untuk menopang aktivitas itu digunakan teknologi yang sederhana
dan tepat guna serta memiliki sifat yang padat karya.
d. Tenaga kerja yang bekerja di sektor ini terdidik dan terlatih dalam
pola yang tidak resmi.
e. Seluruh aktivitas dalam sektor ini berada di luar jalur yang diatur
oleh pemerintah
f. Pasar yang mereka masuki merupakan persaingan pada tingkat
yang sangat tinggi.
Pernyataan diatas merupakan ciri-ciri sektor informal yang mana dalam
hal ini dapat dikatakan sebagai pedagang kaki lima. Pada salah satu ciri tersebut
disebutkan bahwa pedagang kaki lima melakukan aktivitasnya berada di luar jalur
yang diatur oleh pemerintah. Meskipun pemerintah telah mengupayakan untuk
dilakukan tindakan dengan relokasi dan penertiban, jalur yang telah ditertibkan
tersebut nantinya akan dihuni kembali oleh pedagang kaki lima yang telah
direlokasi. Pedagang kaki lima jalan Zaenal Zakse di Kebalen sekitar pada tahun
2014 telah dilakukan relokasi ke Kedungkandang tetapi tetap memilih untuk
kembali berjualan di jalan Zaenal Zakse. Hal tersebut disebabkan oleh pedagang
kaki lima yang tidak kooperatif dengan pemerintah yang dapat mengakibatkan
118
jalur yang telah disterilkan sebelumnya menjadi tidak nyaman karena menganggu
lalu lintas jalan, serta menciptakan kebersihan yang tidak terjaga dan merusak
estetika kota. Kota Malang sebagai kota yang sering mendapatkan penghargaan
Adipura, dengan permasalahan yang demikian tersebut dapat merusak citra kota
Malang. Kesadaran pedagang kaki lima yang dapat dibilang tidak dapat menaati
peraturan dan tidak kooperatif dengan pemerintah merupakan salah satu faktor
penghambat penataan pedagang kaki lima oleh Dinas Perdagangan kota Malang.
Kesadaran yang tinggi dari para pedagang kaki lima untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan di area jualan sangat diharapkan dalam pelaksanaan
peraturan daerah. Hal ini didasarkan bahwa dalam beberapa observasi keseharian,
masih sering ditemukan tumpukan-tumpukan sampah bekas jualan yang
teronggok di area jualan pedagang kaki lima. Oleh karena itu, belum adanya
kesadaran pedagang kaki lima dalam menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan di area berjualan dapat dikatakan masih sangat kurang. Maka, disini
perlu peran pemerintah kota dengan strategi pendekatan secara humanis dan tegas.
Hal tersebut dimaksudkan agar pemerintah yang bertugas melayani masyarakat
dapat menjalankan tugas secara lebih manusiawi dan mempedulikan hak-hak
mereka yang dilakukan secara tegas untuk konsistensi mencapai tujuan bersama
yang diharapkan.
3.) Meningkatnya Jumlah Pedagang Kaki Lima
Faktor lainnya yang dapat menghambat jalannya penataan pedagang kaki
lima di kota Malang adalah meningkatnya jumlah pedagang kaki lima. Ketika
pedagang kaki lima yang sudah lama melakukan kegiatan perdagangan kemudian
119
dilakukan pendataan oleh Dinas Perdagangan dan selanjutnya mendapatkan tindak
lanjut seperti relokasi hingga pembinaan. Hal tersebut akan berjalan lancar apabila
tidak ada pertambahan pedagang kaki lima yang baru, namun kenyataan di
lapangan menurut narasumber bahwa pedagang kaki lima yang baru datang dan
menempati lokasi-lokasi yang telah disterilkan sebelumnya dari pedagang kaki
lima. Maka untuk menata pedagang kaki lima yang jumlahnya setiap tahun
meningkat diperlukan suatu strategi yang integratif dan dapat dapat diterima oleh
semua kalangan dan mendapatkan solusi yang terbaik. Sehinga kebijakan-
kebijakan yang nantinya dikeluarkan hingga direalisasikan dapat dilaksanakan
sesuai tujuan. Strategi menurut Muhamad (2012:10) bahwa karakteristik strategi
berorientasi pada keseimbangan antara jangka pendek dan jangka panjang. Dari
penelitian yang telah dilakukan bahwa antara jangka panjang dan jangka pendek
untuk menekan terjadinya pertambahan pedagang kaki lima baru tidak nampak
upaya yang dilakukan. Sehingga apabila muncul pedagang kaki lima di lokasi
yang baru saja disterilkan hal tersebut menunjukkan kurangnya pengawasan.
120
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang strategi pemerintah daerah dalam
penataan pedagang kaki lima yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Strategi pemerintah daerah belum mampu untuk mengatasi permasalahan
pedagang kaki lima sehingga penanganan mengenai penataan pedagang
kaki lima lebih bersifat reaktif dan tidak antisipatif.
2. Dinas Perdagangan kota Malang sebagai yang berwenang dalam penataan
pedagang kaki lima belum memiliki rencana strategis yang sesuai
peruntukkannya.
3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penataan pedagaang kaki lima lebih
banyak dikarenakan oleh pedagang kaki lima itu sendiri yang rendahnya
dalam pemahaman mengenai peraturan-peraturan yang ada.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka berikut
peneiti paparkan tentang beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam strategi Dinas Perdagangan kota Malang dalam penataan pedagang kaki
lima, antara lain:
121
1. Perlu bagi Dinas Perdagangan kota Malang sebagai Dinas baru dan salah
satu yang berwewenang dalam hal penataan pedagang kaki lima untuk
segera membuat Renstra terbaru agar strategi-strategi yang dihasilkan
lebih siap untuk diaplikasikan ke lapangan.
2. Perlu adanya kebijakan yang dapat mengehentikan pertumbuhan pedagang
kaki lima di kota Malang.
3. Pemerintah perlu melibatkan akademisi, pedagang kaki lima dan
masyarakat dalam pembuatan kebijakan.
4. Retribusi yang dikenakan kepada pedagang kaki lima kemudian
diberlakukan self saving dimana tujuannya adalah untuk pengelolaan
pedagang kaki lima jangka panjang.
5. Perlu adanya kerajasama dengan pihak swasta dalam pembangunan
fasilitas bagi pedagang kaki lima yang direlokasi dalam upaya untuk
merevitalisasi atau renovasi pasar melalui CSR (Corporate Social
Responsibility).
122
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah. 2015. Manajemen Strategi: Teori – Konsep – Kinerja. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Bhowmik, Sharit K. 2005. Street Vendors in Asia: A Review.Economic and
Political Weekly. May 28-June 4, 2005.
Dinas Pasar Kota Malang. 2016. Rekapitulasi Data PKL Tahun 2015
Hartono, Yuni. 2012. Peran Birokrasi dalam Pengelolaan Sektor Informal.
Disertasi tidak diterbitkan. Malang: FIA Universitas Brawijaya.
Husain, Shahiara., Shanjida Yasmin., & MD. Shahidul Islam. 2015. Assessment
of the Socioeconomic Aspects of Street Vendors in Dhaka City: Evidence
from Bangladesh. Asian Social Science Vol. 11, No. 26; 2015
Indira, Dendukuri. 2014. A Study of Street Vending Across the Globe. International
Journal of Advanced Research in Computer Science and Software
Engineering.Volume 4, Issue 9, September 2014
Indradi, Sjamsiar Syamsuddin. 2010. Dasar-Dasar & Teori Administrasi Publik.
Malang: Agritek YPN.
Kerlinova, Alena., & Eva Tomášková. 2014. Approach To Strategy at Public
Administration Organizationsi in the Czech Republic.19th International
Scientific Conference; Economics and Management 2014, ICEM 2014, 23-
25April 2014, Riga, Latvia.
www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187704281405945X<br,
diakses tanggal 4 Januari 2017.
123
Koeswahyono, Imam. 2012. Hukum Penataangunaan Tanah dan Penataan Ruang
di Indonesia. Malang: UB Press.
Kyoko, Kusakabe. 2006. Policy Issues on Street Vending: An Overview of Studies
in Thailand, Cambodia and Mongolia. Bangkok: International Labor Office.
MCW, Divisi Korupsi Politik. 2016. Produk RAPBN 2016 Pemkot Malang Belum
Mencerminkan Keadilan dan Kesejahteraan Distribusi Anggaran. Malang:
MCW.
Miles, Mathew B.A, Michael Huberman, & Saldana. 2014. Analisis Data
Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhamad, Suwarsono. 2012. Strategi Pemerintahan: Manajemen Organisai
Publik. Jakarta: Erlangga.
Nartisa, Ieva., Romans Putans, & Tatjana Muravska. 2012. Strategic Planning and
Management in Public and Private Sector Organizations Europe:
Comparative Analysis and Opportunities for Improvement. ISSN 1822–
8402 European Integration Studies. 2012. No 6.
Onyango, Jacob Olang’o, Olima W.L.A & Leah Onyango. 2012. Dynamics of
Street vending Phenomenon in the Kisumu Municipality, Kenya.
International Journal of Arts and Commerce. Vol. 1 No. 4 September 2012
Panwar, Ar Manoj. 2015. Issues And Challenges Faced By Vendors On Urban
Streets: A Case Of Sonipat City, India. International Journal Of
Engineering Technology, Management And Applied Sciences,February
2015, Volume 3 Issue 2.
124
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kota Malang
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030
PPGK-UB, & Disnaker-Jatim. 2005. Pemetaan Tenaga Kerja Informal di Jawa
Timur. Malang: Pusat Penelitian Gender dan Kependudukan (PPGK)
Universitas Brawijaya dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur.
Purwanto, Iwan. 2006. Manajemen Strategi. Bandung: Yrama Widya.
Prasetya, Deo Alif. 2016. Strategi Pemerintah Kabupaten Malang dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Petani. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIA
Universitas Brawijaya.
Rahardjo, Adisasmita. 2013. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saha, Debdulal. 2011. Working Life Of Streetvendors In Mumbai. The Indian Journal of
Labour Economics. Vol. 54, No. 2, 2011.
Salusu, J. 2002. Pengambilan Stratejik: Untuk Organisasi Public dan Organisasi Non Profit. Jakarta: PT. Grasind.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
125
Sukarelawati, Endang. 2014. “PKLI Malang: Perda PKL Harus Direvisi”.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/133724/apkli-malang-perda-pkl-
harus-direvisi, diakses tanggal 29 Januari 2017.
Syafri, Wirman. 2012. Studi Tentang Administrasi Publik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Weng, Chia Yang & Annette M. Kim. 2016. The Critical Role of Street Vendor
Organizations in Relocating Street Vendors Into Public Markets: The Case
of Hsinchu City, Taiwan. Cityscape: A Journal of Policy Development and
Research. Volume 18, number 1, 2016.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
World Bank. 2016. “Kisah Urbanisasi Indonesia”.
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2016/06/14/indonesia-urban-
story , diakses tanggal 24 Januari 2017.
Zulfa, Zukhairoh. 2015. Simbiosis Mutualisme Antara Pemerintah Daerah
Dengan Sektor Informal Perkotaan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIA
Universitas Brawijaya.
126
LAMPIRAN-LAMPIRAN
127
INTERVIEW GUIDE
A. DINAS PERDAGANGAN
1. Bagaimana sampai muncul pedagang kaki lima di kota Malang?
2. Berapa jumlah PKL di kota Malang pada tahun ini?
3. Apa tujuan dibuatnya kebijakan penataan pedagang kaki lima di kota
Malangg?
4. Bagaimana upaya penempatan pedagang kaki lima di kota malang?
5. Bagaimana upaya penataan pedagang kaki lima di kota Malang?
6. Kapan pemerintah daerah memulai pelaksanaan pengelolaan pedagang
kaki lima di kota Malang?
7. Apakah dalam penataan pedagang kaki lima berdampak baik pada
perekonomian pedagang kaki lima dan pendapatan daerah?
8. Apakah pemerintah daerah memiliki solusi lain dalam mengelola
tempat pedagang kaku lima di kota Malang?
9. Siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan PKL di kota Malang?
10. Bagaimana strategi dinas dalam menata pedagang kaki lima?
11. Rencana strategi apa yang digunakan dinas terhadap penataan PKL?
12. Bagaimana berkomunikasi dengan PKL terkait penataan PKL?
13. Apa yang menjadi dasar bahwa penataan PKL harus sesuai dengan tata
ruang kota yang berkelanjutan atau sesuai dengan RTRW kota
Malang?
14. Apakah terdapat bimbingan dan penyuluhan dari dinas terhadap PKL?
15. Bagaimana dinas dalam memberikan tata letak PKL? Apakah ini
wewenang dinas?
16. Apa saja yang menjadi faktor pendukung internal dan eksternal dinas
dalam penataan PKL?
128
17. Apa saja faktor penghambat internal dan ekternal dinas dalam
penataan PKL?
18. Apakah terdapat sanksi terhadap PKL yang melanggar aturan?
B. PEDAGANG KAKI LIMA
1. Sejak kapan anda menjadi pedagang kaki lima? berapa modal awal
anda?
2. Apa saja yang dilakukan oleh pemerintah kota Malang dalam
pengelolaan PKL?
3. Apa kendala yang anda alami selama menjadi PKL?
4. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan PKL oleh pemerintah sudah
terlihat hasilnya?
129
130
Foto kegiatan wawancara
131
CURICULLUM VITAE
Nama : Agnes Dwi Hardianti
Nomor Induk Mahasiswa : 135030100111012
Tempat dan Tanggal Lahir : Malang, 29 Agustus 1995
Pendidikan : 1. SDN 02 Watugede Tamat tahun 2007
2. SMPN 01 Singosari Tamat tahun 2010
3. SMAN 01 Lawang Tamat tahun 2013
Publikasi-publikasi atau
Karya Ilmiah : -
121
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah. 2015. Manajemen Strategi: Teori – Konsep – Kinerja. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Bhowmik, Sharit K. 2005. Street Vendors in Asia: A Review.Economic and
Political Weekly. May 28-June 4, 2005.
Dinas Pasar Kota Malang. 2016. Rekapitulasi Data PKL Tahun 2015
Hartono, Yuni. 2012. Peran Birokrasi dalam Pengelolaan Sektor Informal.
Disertasi tidak diterbitkan. Malang: FIA Universitas Brawijaya.
Husain, Shahiara., Shanjida Yasmin., & MD. Shahidul Islam. 2015. Assessment
of the Socioeconomic Aspects of Street Vendors in Dhaka City: Evidence
from Bangladesh. Asian Social Science Vol. 11, No. 26; 2015
Indira, Dendukuri. 2014. A Study of Street Vending Across the Globe. International
Journal of Advanced Research in Computer Science and Software
Engineering.Volume 4, Issue 9, September 2014
Indradi, Sjamsiar Syamsuddin. 2010. Dasar-Dasar & Teori Administrasi Publik.
Malang: Agritek YPN.
Kerlinova, Alena., & Eva Tomášková. 2014. Approach To Strategy at Public
Administration Organizationsi in the Czech Republic.19th International
Scientific Conference; Economics and Management 2014, ICEM 2014, 23-
25April 2014, Riga, Latvia.
www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187704281405945X<br,
diakses tanggal 4 Januari 2017.
122
Koeswahyono, Imam. 2012. Hukum Penataangunaan Tanah dan Penataan Ruang
di Indonesia. Malang: UB Press.
Kyoko, Kusakabe. 2006. Policy Issues on Street Vending: An Overview of Studies
in Thailand, Cambodia and Mongolia. Bangkok: International Labor Office.
MCW, Divisi Korupsi Politik. 2016. Produk RAPBN 2016 Pemkot Malang Belum
Mencerminkan Keadilan dan Kesejahteraan Distribusi Anggaran. Malang:
MCW.
Miles, Mathew B.A, Michael Huberman, & Saldana. 2014. Analisis Data
Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhamad, Suwarsono. 2012. Strategi Pemerintahan: Manajemen Organisai
Publik. Jakarta: Erlangga.
Nartisa, Ieva., Romans Putans, & Tatjana Muravska. 2012. Strategic Planning and
Management in Public and Private Sector Organizations Europe:
Comparative Analysis and Opportunities for Improvement. ISSN 1822–
8402 European Integration Studies. 2012. No 6.
Onyango, Jacob Olang’o, Olima W.L.A & Leah Onyango. 2012. Dynamics of
Street vending Phenomenon in the Kisumu Municipality, Kenya.
International Journal of Arts and Commerce. Vol. 1 No. 4 September 2012
Panwar, Ar Manoj. 2015. Issues And Challenges Faced By Vendors On Urban
Streets: A Case Of Sonipat City, India. International Journal Of
Engineering Technology, Management And Applied Sciences,February
2015, Volume 3 Issue 2.
123
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengaturan dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kota Malang
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030
PPGK-UB, & Disnaker-Jatim. 2005. Pemetaan Tenaga Kerja Informal di Jawa
Timur. Malang: Pusat Penelitian Gender dan Kependudukan (PPGK)
Universitas Brawijaya dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur.
Purwanto, Iwan. 2006. Manajemen Strategi. Bandung: Yrama Widya.
Prasetya, Deo Alif. 2016. Strategi Pemerintah Kabupaten Malang dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Petani. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIA
Universitas Brawijaya.
Rahardjo, Adisasmita. 2013. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saha, Debdulal. 2011. Working Life Of Streetvendors In Mumbai. The Indian Journal of
Labour Economics. Vol. 54, No. 2, 2011.
Salusu, J. 2002. Pengambilan Stratejik: Untuk Organisasi Public dan Organisasi Non Profit. Jakarta: PT. Grasind.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
124
Sukarelawati, Endang. 2014. “PKLI Malang: Perda PKL Harus Direvisi”.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/133724/apkli-malang-perda-pkl-
harus-direvisi, diakses tanggal 29 Januari 2017.
Syafri, Wirman. 2012. Studi Tentang Administrasi Publik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Weng, Chia Yang & Annette M. Kim. 2016. The Critical Role of Street Vendor
Organizations in Relocating Street Vendors Into Public Markets: The Case
of Hsinchu City, Taiwan. Cityscape: A Journal of Policy Development and
Research. Volume 18, number 1, 2016.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
World Bank. 2016. “Kisah Urbanisasi Indonesia”.
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2016/06/14/indonesia-urban-
story , diakses tanggal 24 Januari 2017.
Zulfa, Zukhairoh. 2015. Simbiosis Mutualisme Antara Pemerintah Daerah
Dengan Sektor Informal Perkotaan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIA
Universitas Brawijaya.