perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STRATEGI KOMUNIKASI PERCIK
DALAM SOSIALISASI DAN KAMPANYE POLMAS
DI SALATIGA (Studi Deskripsi Kualitatif Mengenai Strategi Komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi
dan Kampanye Program Perpolisian Masyarakat di Salatiga)
Disusun Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
MAYANG TISTIA
D0207071
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
“Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu”
Ibrani 10 : 36
“Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”
1 Korintus 15 :58b
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya ini teruntuk:
Tuhan Yesus Kristus, Bapa dan Sahabatku
My super family: Mama, Bapak, Tyka
My Precious
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus,
karena oleh kasih dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul STRATEGI KOMUNIKASI PERCIK DALAM SOSIALISASI DAN
KAMPANYE POLMAS DI SALATIGA (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai
Strategi komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program
Perpolisian Masyarakat di Salatiga) sebagai syarat memperoleh gelar sarjana (S-1)
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta. Semoga Skipsi ini dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu komunikasi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan:
1. Prof. Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prahastiwi Utari, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph. D selaku Dosen Pembimbing, terima
kasih untuk waktu yang diberikan untuk membimbing dengan penuh
kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
4. Drs. IGN. Agung Satyawan, SE ,S.Ikom, M.Si, selaku Pembimbing
Akademis, terimakasih atas bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa
Ilmu Komunikasi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas semua ilmu yang telah
dibagikan.
6. Mbak Christin, Mas Seto, Mas Hery, Mbak Dewi, Mbak Dwi, Mas Yusman,
Mas Damar, Mas Singgih (Tim COP Percik), Om Lomo, Om Nick, Pak Budi,
Pak Pradjarta, Pak Made, Pak Slamet, Mas Wahid, dan semua saudara-saudara
di LSM Percik, terimakasih telah menerima penulis dengan sambutan hangat.
7. Semua informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penulis.
8. Mama dan Bapak yang sangat kukasihi terima kasih atas segala limpahan
dukungan, doa, kasih sayang, perhatian dan pengertian yang diberikan dengan
tulus kepada penulis.
9. Rumpii (Agnes, Nanda, Nindut, Beta), saudara seiman di PMK Fisip
(terkhusus Mas Abe, Haryo, Ezra, Yohana, Pepi) terimakasih untuk segala
dukungan dan sharing yang membuat penulis merasakan persahabatan yang
indah dalam Tuhan.
10. Adi Nugroho yang selalu sabar mendengar keluh kesah dan selalu
memberikan semangat bagi penulis. Terimakasih untuk dukungan doa, kasih
sayang dan perhatiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
11. Teman berpetualang di Salatiga, Widayani Utami, terimakasih untuk segala
dukungan yang diberikan kepada penulis.
12. Teman-teman Kompi, terkhusus teman-teman Segitiga Production, POINT
Advertising, UNO advertising, Puente Production, SBTV, KTV, UNS MAXI
Event Organizer, Portal 10, terima kasih untuk segala pelajaran berharga dan
kenangan indah tentang totalitas, kebersamaan dan kekompakan yang
diberikan selama menuntaskan segala tugas-tugas perkuliahan.
13. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih ada beberapa kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis terbuka akan setiap kritik dan saran yang membangun.
Surakarta, 3 Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
ABSTRAKSI ..................................................................................................... xiv
ABSTRACTION................................................................................................ xv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 11
E. Telaah Pustaka .............................................................................. 12
F. Implementasi Konsep .................................................................... 34
G. Metodologi Penelitian ................................................................... 35
H. Definisi Konsep ………………………………………………….. 44
BAB II : DESKRIPSI LOKASI
1. LSM Percik Salatiga ..................................................................... 47
A. Latar Belakang.......................................................................... 47
B. Visi dan Misi ………..................................................................48
C. Profil Kegiatan ......................................................................... 50
2. Kota Salatiga ………………………………..……...……………. 75
A. Sejarah Kota ……………………………………………..…... 75
B. Gambaran Wilayah …………………………………..………. 78
C. Pemerintah …………………………………………………… 80
D. Visi dan Misi ……………………………………………...…. 81
E. Lambang Daerah ……………………………………..…….. 83
F. Sesanti Kota ………………..……………………………..… 85
G. Politik, Hukum dan Keamanan ……..……………………..… 85
BAB III : Strategi Komunikasi Percik dan Pengaruhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
A. Temuan Data .......................................................................... 88
B. Strategi Komunikasi Percik …………...…………...……….. 90
C. Pengaruh penerapan Strategi …………...…..………………. 127
D. Kendala dan Faktor Pendorong …...………..……………….. 137
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 143
B. Saran .............................................................................................................. 145
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 147
\
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Komponen-komponen analisa data model interaktif …………….. 41
Gambar 2 Skema Kerangka Pikir …………………………………………… 43
Gambar 3 Tabel Perkara/Kasus Pelanggaran Hukum………………...……… 86
Gambar 4 Tabel penggunaan media…………………………..……….……. 124
Gambar 5 Bagan Strategi Komunikasi Percik……………………..………… 136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Proposal Perencanaan LSM Percik
Lampiran II : Foto dan Arsip Kegiatan Sosialisasi dan Kampanye
Polmas oleh Percik
Lampiran III : 1. Pedoman Interview Informan
2. Transkrip Wawancara, Tabel Profil Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
MAYANG TISTIA, 2012, STRATEGI KOMUNIKASI PERCIK DALAM SOSIALISASI DAN KAMPANYE POLMAS DI SALATIGA (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi LSM Percik dalam Sosialisas dan Kampanye Program Perpolisian Masyarakat di Salatiga).
Perpolisian masyarakat (Polmas) adalah paradigma baru di lingkungan organisasi Polri. Perumusan model Polmas diadopsi dari keberhasilan konsep Community Policing (COP) yang diterapkan di berbagai Departemen Kepolisian Negara Bagian Amerika Serikat dan Kepolisian Nasional Jepang.
Sebelum model Polmas diterapkan, Polri menganut model perpolisian tradisional dan militeristik. Konsep ini memunculkan citra bahwa polisi belum melihat masyarakat sebagai mitra sehingga menimbulkan jarak antara polisi dengan masyarakat. Polmas diidealkan dapat meraih kepercayaan publik pada Polri, namun implementasinya masih diwarnai berbagai masalah. Oleh karena itu terlibatnya lembaga diluar kepolisian sangat diperlukan. Salah satu lembaga di luar kepolisian yang dapat berperan dalam proses tersebut adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Percik adalah salah satu LSM yang ada di Kota Salatiga. Percik ingin ikut serta untuk merealisasikan nilai-nilai Polmas yang bermuara pada keamanan dan ketertiban di tingkat lokal.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengetahui bagaimanakah strategi komunikasi Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif, pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi non partisipan, wawancara mendalam, dan studipustaka. Informan dipilih berdasarkan purposive sampling dengan sedikit bubuhan Snowball Sampling. Analisis data menggunakan model interaksi Miles dan Huberman, dan keabsahan data itu sendiri diuji menggunakan triangulasi sumber.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi ini adalah (1) Polmas di Salatiga dibagi atas dua model, yaitu kawasan dan wilayah, (2) Strategi komunikasi yang dilakukan telah melewati beberapa tahap seperti proses analisis khalayak melalui need assessment, menyusun pesan, menetapkan metode serta menyeleksi penggunaan media (3) Strategi Komunikasi telah membawa pengaruh pada pencairan hubungan antara polisi dan masyakarat, peningkatan kapasitas polisi dan FKPM, turunnya dana keamanan dari Pemerintah Daerah ke wilayah dan terlibatnya mahasiswa dalam proses reformasi kepolisian. (4) Dalam sosialisasi dan kampanye ini ada beberapa hal yang menjadi faktor pendorong yaitu kekuatan komunikator dan kekuatan opinion leader. (5) Adapun kendalanya adalah masalah kultur dan birokrasi, keterbatasan biaya dan SDM dan tidak adanya support dari lembaga lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRACTION
Mayang Tistia, 2012, COMMUNICATION STRATEGIES DONE BY PERCIK IN SOCIALIZING AND CAMPAIGNING POLMAS IN SALATIGA (Qualitative Descriptive Study of Communication Strategies done by Percik NGO in socializing and campaigning Polmas in Salatiga)
Polmas is a new paradigm within the Indonesian Police Department. The formulation of Polmas is adopted from the success of the Community Policing (COP) concept which is applied in various Department of States Police in United States and the Japanese National Police Department.
Before Polmas is applied, Indonesian Police Department adopts traditional
and militaristic model of policing. This concept leads to an image that the police has not seen the Indonesian society as a partner, so that it creates a gap between the police and the society. Polmas program, which aims to achieve public reliance toward Indonesian police, is still be marred by various problems. Therefore, the involvement of agencies beyond the police are needed. One of institutions outside the police that play a role in that process is non-governmental organizations (NGOs). Percik is one of the NGOs in Salatiga. Percik purposes to participate for the realization of the values of Polmas which brings to security and order at the local level.
In this study, the author tries to find out the strategy and campaign used in
the socialization of Polmas in Salatiga. This study is a qualitative descriptive research. The data collection technique is non-participant observation, thorough interviews, and literary study. Informants are selected based on purposive sampling with Snowball Sampling. Data analysis is obtained by using the Miles and Huberman interaction model, and the validity of the data is tested using a triangulation of sources.
The results of this communication strategy are (1) Polmas in Salatiga is
divided into two models, Polmas kawasan and Polmas wilayah (2) communication strategy undertaken has gone through several stages as the process of audience analysis through needs assessment, composing messages, set the method as well as selecting use of media (3) Communication strategies bring influence on the relationship between police and communities, increasing capacity building police and FKPM, local government gives the security fund and college student join the process of police reform. (4) In this campaign and socialization, there are some factors that support, they are the power of the communicator and strength of leaders opinion. (5) The difficulties are problem of culture and bureaucracy; cost and human resource limitations; and the deficiency of money and support from other institutions.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Era reformasi telah mengantarkan perubahan yang signifikan pada posisi
dan peran Polri. Hal ini ditandai dengan keputusan politik berupa pemisahan
Polri dari lembaga dan garis komando TNI pada 1 April 1999. Karena adanya
dukungan politik yang cukup kuat, keputusan politik tersebut kemudian diikuti
dengan munculnya dua ketetapan (TAP) MPR RI, yakni TAP MPR/VI/2000
tentang pemisahan ABRI (TNI dan Polri), serta TAP MPR/VII/2000 tentang
peran kedua lembaga tersebut, yakni dengan menempatkan TNI dibawah
Departemen Pertahanan dan Polri secara langsung berada di bawah Presiden.
Tindak lanjut dari kedua TAP MPR tersebut adalah dikeluarkannya Undang-
Undang (UU) No.2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU
No.3/2002 tentang Pertahanan Negara. 1
Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 2 Untuk mencapai
hasil yang maksimal dari fungsi ini dibutuhkan kerjasama antara polisi dengan
masyarakat. Polisi akan mengalami kesulitan dalam menciptakan situasi yang
1 Muradi. 2009. Penantian Panjang Reformasi Polri. Yogyakarta: Tiara Wacana, hal.7 2 Pasal 2 UU No.2/2002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kondusif tanpa adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri akan pentingnya
membangun suasana yang aman dan tertib. Selain itu, image atau citra sangat
penting bagi Polri karena dasar utama Polri menyelenggarakan tugasnya adalah
kepercayaan dari masyarakat.
Untuk membangun kepercayaan (trust building) masyarakat, berbagai
upaya untuk melakukan reformasi Polri terus dilakukan. Untuk itu melalui Skep
Kapolri No.Pol : Skep/737/X/2005, tanggal 13 Oktober 2005, mulailah diterapkan
model Perpolisian Masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri.
Sebagaimana yang dikemukakan Arianto (2008:3):
“Community Policing (Perpolisian Masyarakat) adalah gaya perpolisian yang mendekatkan polisi dengan masyarakat yang dilayaninya. Namun dapat pula didefinisikan sebagai cara, gaya atau model pemolisian dimana polisi bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk mengidentifikasikan penyelesaian masalah sosial dalam masyarakat”. Perpolisian masyarakat (Polmas) adalah paradigma baru di lingkungan
organisasi kepolisian di Negara Indonesia. Perumusan model Polmas diadopsi dari
keberhasilan konsep Community Policing (COP) yang diterapkan di berbagai
Departemen Kepolisian Negara Bagian di Amerika Serikat dan Kepolisian
Nasional Jepang. Jepang menduduki peringkat ke-3 negara teraman di dunia
menurut survey yang dilakukan oleh Global Peace Index Ranking.3 Hal ini terjadi
karena tingginya kepedulian masyarakat. Masyarakat Jepang menyadari bahwa
menjadi polisi bagi diri sendiri adalah sikap yang sangat mendukung bagi
pencegahan berkembangnya kejahatan. Department of Policy Studies, Universitas
3 http://www.visionofhumanity.org/gpi-data/#/2011/scor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Lincoln, UK mengeksplorasi bagaimana konsep Policing perlu di kembangkan
dalam masyarakat masa kini. Dengan model ini isu-isu yang berkembang dapat di
deteksi sehingga mencegah kejahatan, bermanfaat bagi penegakan ketertiban
umum, polisi tanggap tuntutan publik terhadap jaminan keamanan masyakat, dan
meningkatkan kerjasama polisi dan masyarakat. 4 Sejalan dengan itu penelitian
kantor Community Policing Service United States Department of Justice,
menyatakan bahwa Community Policing merupakan pencegahan gangguan dan
kejahatan secara proaktif yang strategis dibanding dengan patroli rutin yang
dilakukan Kepolisian. Community Policing merupakan solusi jangka panjang
untuk mengurangi kejahatan dan tindak pidana. 5 Studi kepolisian membuktikan
model kepolisian konvensional kurang efektif bila dibandingkan pesatnya
perkembangan masalah dalam masyarakat sehingga direkomendasikan model
kepolisian modern dengan konsep Community Policing.
Konsep Community Policing diadopsi Polisi Republik Indonesia (Polri)
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Indonesia serta
diubah dengan nama Indonesia. Secara formal oleh jajaran Polri, model tersebut
diberi nama Perpolisian Masyarakat. Selanjutnya, secara konseptual dan
4 Peter Somerville, “Understanding Community Policing”, The Journal of Police Strategies and
Management, Nomor 2 Volume 32, (2009), hlm 261-277
5 Matthew C. Scheider, Robert Chapman and Amy Schapiro, “Towards the Unification of
Policing Innovations Under Community Policing”, The Journal of Police Strategies and
Management, Nomor 4 Volume 32 No. 4, (2009), hlm 694-718
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
operasional disebut Polmas. Perpolisian dalam hal ini adalah membuat masyarakat
berfungsi seperti polisi. Dalam aplikasinya kehadiran polisi di tengah masyarakat
lebih mengedepankan aspek-aspek pre-emtif dan preventif bukan lagi represif. 6
Namun menurut Peneliti Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan
LIPI, kepolisian Indonesia masih menerapkan dan menganut model perpolisian
tradisional. Model ini dalam aplikasinya berupaya mengendalikan terjadinya
kejahatan melalui penegakan hukum yang reaktif, melakukan patroli preventif dan
memberikan respon cepat terhadap tindak kejahatan dan menindaklanjutinya
dengan investigasi kejahatan7. Banyaknya serentetan kasus yang terjadi di
beberapa daerah di Indonesia seperti penembakan di Aceh, kasus Mesuji, Bima
dan Papua mengungkap fakta bahwa polisi masih menerapkan konsep polisi
tradisional dan militeristik. Konsep perpolisian tradisional dan militeristik yang
telah dianut selama beberapa dekade ini memunculkan citra bahwa polisi belum
melihat masyarakat sebagai mitra utama dalam perpolisian sehingga menimbulkan
jarak antara polisi dengan masyarakat. Budaya militeristik yang lebih menekankan
pada hierarki dan kewenangan telah membuat sistem Polri menjadi tertutup dan
kurangnya akuntabilitas kepada masyarakat. Pada konteks inilah sebenarnya
pendekatan Polmas berbeda dengan kepolisian tradisional dan militeristik. Polmas
berupaya mengendalikan kejahatan melalui pencegahan secara proaktif melalui
6 Kadarmanta. 2007. Membangun Kultur Kepolisian. Jakarta: Forum Media Utama, hal.164 7 Ari Wahyono, “Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM): Sebuah Pendekatan
Perpolisian Masyarakat Untuk Membangun Citra Polisi. Jurnal Masyarakat dan Budaya Volume
11 No.1 tahun 2009, hal 125 - 143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
hubungan kemitraan yang sudah terjalin dengan masyarakat. Konsep Polmas
menunjukkan bahwa konteks network atau jaringan antar manusia merupakan
sumber untuk mengontrol kejahatan. Selain itu Perpolisian Masyarakat menuntut
adanya kesediaan untuk mempertanyakan aturan, prosedur, dan strategi yang
berlaku guna mencapai efektivitas yang optimal serta menjamin pemberian
pelayanan sebaik mungkin. Polri dituntut memiliki kemampuan beradaptasi dan
keterbukaan komunikasi.
Konsep Polmas sebenarnya sederhana yaitu masyarakat dengan kepolisian
bisa duduk bersama dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Dua
komponen utamanya adalah kemitraan dan pemecahan persoalan bersama antara
polisi dan masyarakat dalam soal keamanan dan ketertiban masyarakat agar
tercipta situasi yang aman dan nyaman demi kesejahteraan seluruh komponen
masyarakat. Namun pelaksanaannya tidaklah sesederhana itu. Ada satu prinsip
dasar yang harus ditegakkan di lapangan yaitu bagaimana mengajak masyarakat
untuk bekerjasama dengan kepolisian. Syarat utama dari paradigma baru ini
adalah terjalinnya kedekatan hubungan antara polisi dengan masyarakat.
Penerapan Polmas di Indonesia tidak bisa diterapkan dengan sistem yang
baku, yaitu dengan memakai metode yang sama di semua daerah di Indonesia. Hal
ini dikarenakan bangsa Indonesia bersifat multikultural. Keragaman budaya, adat
istiadat dan bahasa menjadi tantangan tersendiri. Selain itu perbedaan kondisi
tingkat ekonomi, pendidikan dan strata dalam masyarakat juga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
mempengaruhi dalam pemilihan pendekatan dalam mengimplementasikan
Polmas.
Berbagai upaya telah dilakukan Polri dalam mengimplementasikan
Polmas. Salah satunya adalah dengan membentuk FKPM (Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat) di Kecamatan dan Kelurahan/Desa. Keanggotaan FKPM
terdiri dari polisi dan perwakilan masyarakat setempat yang dipilih secara
demokratis. FKPM adalah wadah komunikasi, konsultasi, transparansi dan
akuntabilitas Polri dengan masyarakat yang dilayaninya. Dalam rapat-rapat
FKPM akan dibahas bersama berbagai masalah yang dihadapi warga, harapan dan
keluhan warga, sebaliknya Polri akan menyampaikan rencana-rencana kegiatan
Polri untuk mendapat dukungan warga.
Namun dalam pelaksanaannya, program Polmas yang sebenarnya
diidealkan untuk dapat meraih kepercayaan publik pada Polri, dalam
implementasinya masih diwarnai dengan berbagai masalah. Hal tersebut
diantaranya adalah sosialisasi yang belum merata, pemahaman mengenai filosofi
Polmas yang belum tuntas dan merata di kepolisian sehingga seringkali dalam
implementasinya hanya sekedar formalitas saja dan belum menyentuh kepada
substansi dari Polmas. Selain itu masyarakat juga masih apatis terhadap
keberadaan Polmas.
Oleh karena itu terlibatnya lembaga diluar kepolisian sangat diperlukan
dalam memperkuat akuntabilitas Polri sehingga proses sosialisasi dan kampanye
Polmas dapat menyentuh seluruh stake-holders yang ada. Salah satu lembaga di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
luar kepolisian yang dapat berperan dalam proses tersebut adalah LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat). LSM dipandang dapat melihat secara lebih netral, bersama
masyarakat dapat melakukan pengawasan pada kinerja Polri dan memperjuangkan
proses penanganan keluhan masyarakat dilakukan secara obyektif dan transparan.
Lembaga Percik (Persemaian Cinta Kemanusiaan) adalah salah satu LSM
yang ada di Kota Salatiga. Sebagai bagian dari masyarakat Percik ingin turut serta
dalam kemitraan dengan polisi untuk merealisasikan nilai-nilai Polmas yang
bermuara pada keamanan dan ketertiban di tingkat lokal. Sejak tahun 2004, Percik
atas dukungan The Asia Foundation Jakarta bahkan telah menginisiasi Program
Community Policing (COP) di Salatiga. COP sendiri merupakan cikal bakal
lahirnya Polmas di Indonesia. Awalnya, pelaksanaan program dilaksanakan di dua
RW (Rukun Warga), yaitu RW VII, Kelurahan Turusan (area perkotaan) dan RW
IV, V, Kelurahan Nobowetan (area pedesaan). Program ini bertujuan untuk
menyemai benih-benih saling percaya antara polisi dan masyarakat antara lain
dengan cara mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya.
Dalam program ini, paling tidak, masyarakat, polisi dan pemerintah mengetahui
prinsip-prinsip dan filosofi program COP karena program ini sulit direalisasikan
manakala tidak memperoleh dukungan dan atau legitimasi dari stakeholder di
Kota Salatiga. 8
Program awal lebih dititikberatkan kepada masyarakat sipil kemudian
dalam program lanjutan, Percik dan The Asia Foundation merancang dan 8 Lembaga Percik. Laporan Pelaksanaan Program Community Policing (COP) Percik di Kota
Salatiga tahun 2007 hal.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
melaksanakan program yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas dan
fungsi Perpolisian Masyarakat (Polmas) kepada Petugas Polmas di Kota Salatiga.
Dalam kegiatannya, stakeholder Perpolisian Masyarakat diajak untuk memberikan
komitmennya bagi terlaksananya program Polmas di Kota Salatiga.
Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam program Perpolisian Masyarakat
(Polmas) yaitu :
1. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar
tercipta kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya dan saling
membutuhkan.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif
dengan masyarakat.
3. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan
kriminalitas.
Sejak awal Percik menyadari bahwa untuk mencapai tujuan seperti
dirumuskan di atas diperlukan suatu proses panjang karena didalamnya
terkandung unsur adanya tuntutan terjadi perubahan sikap dan perilaku baik pada
diri polisi maupun masyarakat yang selama ini sudah terlanjur saling memberi
stigma yang kurang baik antara satu dengan yang lain. Sebagai Lembaga di luar
Polri, Percik telah mengambil peran dalam mendukung program Polmas di
Salatiga. Hal itu dilakukan dengan turut terlibat dalam proses sosialisasi dan
kampanye program Perpolisian Masyarakat khususnya dalam hal normatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Program Polmas ini bisa dikatakan berhasil apabila masyarakat dapat
paham tentang konsep Polmas, kesan negatif terhadap polisi terkikis, masyarakat
terkesan polisi membaik, tumbuh empati, simpati dan percaya, paham hak dan
kewajibannya, paham hukum tertulis dan tidak tertulis, paham cara mengatasi
masalah dan akarnya. Sedangkan bagi kepolisian adalah polisi mampu mengikis
tindakan yang menyakiti masyarakat, berperilaku sesuai harapan masyarakat,
mampu bersikap sebagai mitra, terbuka bagi kerjasama, professional, etis, dan
bermoral dalam bertugas, mampu menfasilitasi dan memberdayakan masyarakat.9
Melalui setiap tindakan komunikasinya Percik hendak mengawal program
Polmas di Salatiga. Setiap komunikasi memiliki fungsi dan tujuan. Menurut
Onong Uchjana Effendi tujuan komunikasi adalah perubahan sosial dan
partisipasi sosial, perubahan sikap, perubahan pendapat dan perubahan perilaku.
Demikian juga dengan komunikasi yang dilakukan Percik untuk mencapai tataran
ideal perwujudan Polmas di Salatiga. Namun tidak setiap komunikasi dapat
mencapai tujuannya. Sebagai sebuah proses, komunikasi mungkin saja mengalami
kegagalan. Kegagalan komunikasi merupakan suatu aspek yang menggambarkan
bahwa suatu tindakan dan bentuk komunikasi baik verbal, non verbal maupun
simbolik tidak berjalan maksimal. Problem bisa terjadi pada tingkat komunikator,
pesan, saluran dan komunikan sehingga berpotensi menyebabkan hambatan dalam
melakukan tindakan komunikasi.
9 Irjen Pol. Drs. Nanan Sukarna, “Reformasi Kepolisian Negara RI (Taking The Heart and Mind)”,
disampaikan pada Diskusi Publik ProPatria. 2008, hal. 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Untuk menghindari kegagalan dalam berkomunikasi diperlukan strategi
komunikasi yang efektif. Strategi komunikasi merupakan panduan dari
perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen
(communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai
tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana
operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan
(approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi.
Penelitian ini akan mengambil titik fokus pada strategi komunikasi yang
dilakukan LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga.
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat
kualitatif. Artinya, penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara
sistematis dan akurat mengenai gejala komunikasi yang diteliti. Data dalam
penelitian ini merupakan data kualitatif, yaitu berupa kata-kata, kalimat atau
gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka.
B. RUMUSAN MASALAH
Setiap komunikasi memiliki fungsi dan tujuan. Demikian juga dengan
komunikasi yang dilakukan Percik untuk mencapai tataran ideal bagi perwujudan
Polmas di Salatiga. Namun tidak setiap komunikasi dapat mencapai tujuannya.
Sebagai sebuah proses, komunikasi mungkin saja mengalami kegagalan. Untuk
menghindari kegagalan dalam berkomunikasi diperlukan strategi komunikasi
yang efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah pokok penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana strategi komunikasi LSM
Percik dalam sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memahami dan mendeskripsikan strategi komunikasi Percik dalam
sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga, dengan mengarahkan
kajiannya pada:
1. Gambaran model Polmas di Salatiga.
2. Strategi komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program
Polmas di Salatiga.
3. Pengaruh dari penerapan strategi komunikasi LSM Percik terhadap sosialisasi
dan kampanye program Polmas di Salatiga.
4. Kendala dan faktor pendukung dalam sosialisasi dan kampanye program
Polmas di Salatiga.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan ilmu komunikasi, khusunya pada kajian yang berkaitan dengan
strategi komunikasi dalam sosialisasi dan kampanye.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan bisa bermanfaat sebagai informasi dan
bahan masukan untuk LSM Percik, pegiat Polmas, polisi, serta lembaga lain
dalam menentukan strategi secara khusus bagi sosialisasi dan kampanye program
Perpolisian Masyarakat (Polmas) di berbagai daerah di Indonesia.
E. TELAAH PUSTAKA
Dalam penelitian ini, teori-teori yang relevan adalah Komunikasi, Strategi
Komunikasi, Komunikasi Persuasif, Teori Opinion Leader, Social Relationship
Theory.
1. Komunikasi
Secara etimologis, komunikasi mempunyai arti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Istilah komunikasi diambil dari
bahasa Inggris “communication”. Istilah ini diambil dari bahasa Latin
communicatio bersumber pada kata “communis” yang berarti sama, dalam arti
sama makna. Jadi antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus
terdapat kesamaan makna (Onong U. Effendy, 1993: 27).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran
bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer
dan sekunder.
1) Proses Komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(symbol) sebagai media. Lambang dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial,
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
“menterjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Media primer atau lambang yang paling sering digunakan dalam komunikasi
adalah bahasa. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian
denotatif (mengandung arti sebagaimana di kamus dan diterima secara umum
dengan bahasa dan kebudayaan yang sama) dan pengertian konotatif
(mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu). Dengan
perkataan lain, komunikasi adalah sebuah proses membuat sebuah pesan setala
(tuned) bagi komunikator dan komunikan. Pertama-tama komunikator menyandi
(encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan yang diperkirakan
akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan menafsirkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pengertiannya (decode). Menurut Schram, bidang pengalaman (field of
experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang
pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan,
komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan
tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk
mengerti satu sama lain. Umpan balik memainkan peranan yang amat penting
dalam komunikasi sebab ia menentukan berkelanjutanya komunikasi atau
berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Umpan balik bisa
bersifat positif maupun negatif. Umpan balik dapat disampaikan oleh komunikan
secara verbal maupun non verbal.
2) Proses Komunikasi secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media
kedua setelah lambang sebagai media pertama. Media yang sering digunakan
adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, film. Pentingnya peranan media yakni
media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam
mencapai komunikan. Surat kabar, radio, televisi misalnya, merupakan media
yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Akan
tetapi, oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan efisiensi
komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat
informatif. Menurut mereka, yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan
persuasif adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan (frame of
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
reference) komunikan dapat diketahui komunikator, sedangkan umpan balik
berlangsung seketika.
Dalam sebuah proses komunikasi ada unsur-unsur sebagai berikut:
· Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan; · Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang; · Komunikan : Orang yang menerima pesan; · Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh
tempatnya atau banyak jumlahnya; · Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy, 2009 : 10)
Model komunikasi diatas menegaskan faktor-faktor kunci dalam
komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang dijadikannya
sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi
pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasarannya biasanya
mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang
efisien dalam mencapai khalayak sasaran.
Yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan
yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada
komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya
(Effendy, 2004: 7), yaitu :
a. Dampak kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia
menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya.
b. Dampak afektif, tujuan dari komunikator bukan hanya sekedar supaya
komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Dampak behavioral, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam
bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan.
Seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain
apabila komunikasinya komunikatif. Komunikator mampu berkomunikasi sesuai
dengan komunikannya. Selain itu pula, seorang komunikator harus mempunyai
rencana dan tujuan, tidak saja pesan itu tersampaikan, tapi juga dapat merubah
sikap dan pendapat serta mempengaruhi komunikan, hal ini dipertegas dari
definisi komunikasi, yaitu
“Komunikasi atau upaya–upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas penyampaian informasi serta pembentukan sikap dan pendapat”. Secara khusus Hovland menjelaskan bahwa “Communication is the process to modify the behavior of other individual”, (komunikasi adalah perubah perilaku orang lain) (Hovland dalam Effendy, 2009:10).
Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah
sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior).
2. Strategi Komunikasi
Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh
penentuan strategi komunikasi. Strategi komunikasi merupakan panduan
perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi
(communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun tujuan strategi komunikasi antara lain:
1. To secure understanding, yaitu memastikan komunikan mengerti pesan yang
diterimanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2. To establish acceptance, yaitu pembinaan atau pengelolaan pesan yang
diterima oleh komunikan.
3. To motivate action, yaitu mendorong komunikan untuk melakukan tindakan
sesuai dengan yang kita inginkan.
Arti dari strategi komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku
yang berjudul “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek” menyatakan bahwa :
“Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi” (Effendy, 2009 : 32).
Definisi singkat disampaikan oleh Harold D Laswell, cara tepat untuk
menerangkan tindakan komunikasi adalah dengan: Who says What In Which
Channel To Whom With What effect ? Who? (Siapakah komunikatornya?), Says
What? (pesan apa yang dikatakannya?), In Which Channel? (media apa yang
digunakannya), To Whom? (Siapa komunikannya?), With What Effect (Efek apa
yang diharapkannya? (kapan dilaksanakannya?, bagaimana melaksanakannya?,
mengapa dilaksanakan demikian?) Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi
komunikasi sangat penting karena pendekatan terhadap efek yang diharapkan dari
suatu kegiatan komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni informasi, persuasi dan
instruksi.
Agar pesan yang disampaikan kepada sasaran menjadi efektif, Arifin
(1992:50) menawarkan strategi-strategi komunikasi sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
a) Mengenal khalayak
Untuk mencapai hasil yang positif dalam proses komunikasi, maka
komunikator harus menciptakan persamaan kepentingan dengan khalayak
terutama dalam pesan metode dan media. Untuk menciptakan persamaan
kepentingan tersebut, maka komunikator harus mengerti dan memahami, pola
pikir (frame of reference) dan lapangan pengalaman (field of experince) khalayak
secara tepat dan seksama meliputi :
1) Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri atas:
a. Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan
b. Pengetahuan khalayak untuk menerima pesan – pesan lewat media yang
digunakan
c. Pengetahuan khalayak terutama pembendaharaan kata yang digunakan
2) Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai – nilai dan norma – norma
dalam kelompok dan masyarakat yang ada.
3) Situasi dimana kelompok itu berada.
Dalam observasi atau penelitian, publik dapat diidentifikasikan dari
berbagai segi, dari segi pengetahuan khalayak misalnya terdapat pesan – pesan
yang disampaikan dapat ditemukan khalayak yang tidak memiliki pengetahuan,
memiliki hanya sedikit, memiliki banyak, dan yang ahli tentang masalah yang
disajikan. Sedang dari segi sikap khalayak terhadap isi pesan yang disampaikan
dapat ditemukan khalayak yang setuju, ragu- ragu, dan yang menolak. Mengenal
pengaruh kelompok dan nilai-nilai kelompok, memang merupakan hal yang harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dikenal dan diteliti oleh komunikator untuk menciptakan komunikasi yang efektif,
sebab manusia hidup dalam dan dari kelompoknya. Dalam identifikasi publik ini
dapat dilihat, bahwa makin modern hidup seseorang makin banyak kelompok
referensinya (reference group), selanjutnya semakin luas pula lingkungan
referencenya (frame of reference). Sebaliknya semakin tradisional seseorang,
makin kecil kelompok referencenya, makin sempit pula lingkungan referencenya.
Artinya makin modern seseorang makin kurang dan renggang hubungannya
dengan kelompok, sebaliknya makin tradisional seseorang makin kuat dan erat
hubungannya dalam kelompoknya Pengenalan mengenai khalayak sangat
diperlukan, unsur manusia dalam proses komunikasi adalah unsur yang sangat
penting dan merupakan inti dari komunikasi.
b) Menyusun pesan
Syarat – syarat perlu diperhatikan dalam menyusun pesan yaitu
menentukan tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi khalayak dari
pesan tersebut, ialah mampu membangkitkan “ perhatian”. Hal ini sesuai dengan
A-A Procedure atau From Attention To Action Procedure. Artinya
membangkitkan perhatian (attention) untuk selanjutnya menggerakkan seseorang
atau banyak orang melakukan suatu kegiatan (action) sesuai tujuan yang
dirumuskan.
Selain A-A Procedure, dikenal pula rumus klasik AIDDA yang juga
dikenal dengan adoption process, yaitu attention, interest, desire, decision, dan
action. Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention), kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menimbulkan minat dan kepentingan (interest), sehingga banyak memiliki hasrat
(desire), untuk menerima keputusan untuk mengamalkan dalam tindakan (action).
Menurut Wilbur Schramm, sebagaimana yang dikutip oleh Onong Uchjana
Effendy (2009 : 11 – 19), syarat- syarat berhasilnya suatu pesan sebagai berikut :
1. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan
itu dapat menarik perhatian yang ditujukan.
2. Pesan haruslah menggunakan tanda–tanda yang dirasakan pada pengalaman
yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga kedua pengertian bertemu.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pada sasaran dan
menyarankan cara – cara mencapai kebutuhan itu.
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh suatu kebutuhan
yang layak bagi situasi kelompok dimana sasaran pada saat digerakkan untuk
memberi jawaban yang dikehendaki.
c) Menetapkan Metode
Setelah mengidentifikasikan situasi dan kondisi khalayak serta telah
menyusun pesan sedemikian rupa, maka tahap selanjutnya adalah memilih metode
penyampaian yang sesuai. Pemilihan metode ini harus disesuaikan dengan bentuk
pesan, keadaan khalayak, fasilitas dan biaya. Arifin (1984 : 73) menawarkan
merode komunikasi yang efektif yaitu :
1. Redundancy (repetition)
Adalah mempengaruhi khalayak dengan cara mengulang-ulang pesan
kepada khalayak. Dengan metode ini banyak manfaat yang dapat ditarik. Manfaat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
itu antara lain bahwa khalayak akan lebih memperhatikan pesan itu, karena justru
berkonsentrasi pada pesan yang diulang-ulang, sehingga ia akan lebih banyak
menarik perhatian. Manfaat lainnya, bahwa khalayak tidak akan mudah
melupakan hal yang penting disampaikan berulang-ulang itu. Selanjutnya dengan
metode repetition ini, komunikator memperoleh kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dalam penyampaian- penyampaian
sebelumnya.
2. Analizing
Untuk mempengaruhi khalayak haruslah lebih dahulu mengerti tentang
kerangka referensinya dan lapangan pengalaman dari khalayak tersebut dan
kemudian menyusun pesan dan metode sesuai dengan itu. Hal tersebut
dimaksudkan, agar khalayak tersebut pada permulaan dapat menerima pesan yang
dikehendaki. Maksudnya komunikator menyediakan saluran-saluran tertentu
untuk menguasai motif – motif tertentu yang ada pada khalayak, juga termasuk
dalam proses canalizing ialah memahami atau meneliti dan memahami pengaruh
kelompok terhadap individu atau khalayak.
3. Informatif
Dalam dunia komunikasi massa dikenal salah satu bentuk pesan yang
bersifat informatif, yaitu suatu bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi
khalayak dengan cara (metode) memberikan penerangan. Penerangan berarti
penyampaian suatu apa adanya, apa sesungguhnya. Dengan kata lain,
penyampaian sesuatu sesuai dengan fakta-fakta dan data-data yang benar serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
pendapat-pendapat yang benar. Jadi dengan penerangan (information) berarti
pesan-pesan yang dilontarkan itu berisi tentang fakta-fakta dan pendapat-pendapat
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga bagi komunikan
dapat diberi kesempatan untuk menilai, menimbang-nimbang dan mengambil
keputusan atas dasar pemikiran-pemikiran yang sehat.
4. Persuasif
Persuasif berarti, mempengaruhi khalayak dengan cara membujuk. Dalam
hal ini khalayak digugah baik pikirannya, terutama perasaannya. Komunikasi
persuasif lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan komunikasi informatif. Jika
komunikasi informatif bertujuan hanya untuk memberi tahu, komunikasi persuasif
bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku. Misal dalam sebuah
penyuluhan mengenai pemakaian helm pada pengendara sepeda motor. Tataran
komunikasi persuasif sampai kepada mengubah sikap pengendara untuk selalu
menggunakan helm saat berkendara, tidak hanya tahu mengenai pentingnya
memakai helm (komunikasi informatif). Istilah persuasi (persuasion) bersumber
pada perkataan Latin persuasio. Kata kerjanya persuadere yang berarti
membujuk, mengajak atau merayu. Persuasi adalah kegiatan psikologis. Agar
komunikasi persuasif mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu dilakukan
perencanaan yang matang. Perencanaan dilakukan berdasarkan komponen-
komponen proses komunikasi (komunikator, pesan, media, dan komunikan).
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif itu berikut ini adalah teknik-
teknik yang dapat dipilih :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
a. Teknik asosiasi : adalah penyajian pesan komunikasi dengan cara
menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik
perhatian khalayak.
b. Teknik integrasi : adalah kemampuan komunikator untuk menyatukan diri
secara komunikatif dengan komunikan, contohnya adalah penggunaan
perkataan “kita”, bukan “saya” atau “kamu”
c. Teknik ganjaran : adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dengan
cara mengiming-iming hal yang menguntungkan atau yang menjanjikan
harapan
d. Teknik tataan : adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa,
sehingga enak di dengar atau dibaca serta termotivasikan untuk melakukan
sebagaimana disarankan oleh pesan tersebut.
e. Teknik red-herring : adalah seni seorang komunikator untuk meraih
kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah
untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang
dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh untuk menyerang lawan.
Komunikasi persuasif perlu dilaksanakan secara sistematis. Formula
AIDDA dapat dijadikan landasan pelaksanaan yaitu A – attention (perhatian), I –
interest – (minat), D – desire (hasrat), D – decision (keputusan), A – action
(kegiatan). Komunikasi persuasif didahulukan dengan upaya membangkitkan
perhatian. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata-kata
yang merangsang, tetapi juga dalam penampilan (appearance) ketika menghadapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
khalayak. Ketika perhatian sudah terbangkitkan, kini menyusul upaya
menumbuhkan minat. Upaya ini bisa berhasil dengan mengutarakan hal-hal yang
menyangkut kepentingan komunikan. Tahap berikutnya dengan memunculkan
hasrat pada komunikasi untuk melakukan ajakan, bujukan, atau rayuan
komunikator. Disini imbauan emosional (emotional appeal) perlu ditampilkan
oleh komunikator, sehingga pada tahap berikutnya komunikan mengambil
keputusan untuk melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang diharapkan.
5. Edukatif Method (metode pendidikan)
Salah satu usaha untuk mempengaruhi khalayak dari suatu pertanyaan
umum yang dilontarkan, dapat diwujudkan dalam bentuk pesan yang berisi:
pendapat-pendapat, fakta-fakta, dan pengalaman-pengalaman. Metode ini dapat
juga disebut metode mendidik. Mendidik berarti memberikan ide kepada
khalayak, apa adanya dari segi kebenarannya, dengan sengaja, teratur dan
berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang
diinginkan.
6. Cursive Method
Yang berarti mempengaruhi khalayak dengan cara memaksa. Dalam hal
ini khalayak dipaksa, tanpa perlu berfikir lebih banyak lagi, untuk menerima
gagasan-gagasan atau ide-ide yang dilontarkan, oleh karena itu pesan dari
komunikator ini selain pendapat-pendapat juga berisi ancaman-ancaman. Metode
kursif ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk peraturan-peraturan, perintah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
perintah, dan intimidasi-intimidasi dan untuk pelaksanaannya yang lebih lancar,
biasanya dibelakangnya berdiri kekuatan yang cukup tangguh.
d) Seleksi dan penggunaan media.
Sebelum suatu pesan disampaikan perlu dipertimbangkan tentang
penggunaan media atau saluran yang paling efektif. Didalam ilmu komunikasi
dikenal komunikasi langsung (face to face) dan media massa. Media komunikasi
adalah sarana atau alat yang digunakan untuk mempermudah proses penyampian
warta/pesan/informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mecapai tujuan
tertentu. Media komunikasi banyak jenisnya, mulai dari cetak, tulis hingga
elektronik. Namun efektifitas dari masing-masing media itu sendiri juga berbeda.
Karena itu seorang komunikator yang handal harus dapat memahami karakteristik
media komunikasi, sehingga pada akhirnya dapat memilih media apa yang tepat
dan sesuai dengan karakter pesan maupun karakter khalayaknya. Fungsi media
komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Menumbuhkan motivasi bagi para komunikan
2. Menumbuhkan daya tarik pesan atau informasi yang akan disampaikan
3. Mengefektifkan proses penyampaian pesan atau informasi
4. Mempercepat waktu yang diperlukan untuk menyampaiakan informasi
5. Menjelaskan isi dan maksud pesan atau informasi yang akan disampaikan
6. Membuat isi pesan atau informasi lebih nyata
7. Sebagai media hiburan dan pendidikan bagi komunikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Jika sasarannya hanya terdiri dari beberapa orang saja dan lokasinya dapat
dijangkau saja digunakan komunikasi langsung, termaksud jika sasarannya
internal publik biasa digunakan pertemuan – pertemuan. Jika sasarannya banyak
orang dan tersebar dimana – mana, maka salurannya yang sesuai adalah media
massa. Sebagaimana dalam penyusunan pesan harus selektif dalam artian
menyesuaikan keadaan dan kondisi khalayak, maka dengan sendirinya dalam
penggunaan mediapun harus demikian adanya.
e) Hambatan dalam komunikasi
Dalam komunikasi, pada saat penyampaian pesan dari komunikator
kepada komunikan sering terjadi tidak tercapainya pengertian sebagaimana yang
dikehendaki, malah timbul kesalahpahaman. Tidak dapat diterimanya pesan
tersebut dengan sempurna dikarenakan perbedaan lambang atau bahasa antara apa
yang dipergunakan dengan yang diterima. Atau terdapat hambatan teknis lainnya
yang dipergunakan dengan yang diterima. Menurut Kreitner di dalam
Rosady Ruslan (2003:8), menerangkan empat macam hambatan yang dapat
mengganggu dalam sistem komunikasi tersebut, yaitu:
1. Hambatan dalam proses penyampaian ( process barrier)
Hambatan ini bisa datang dari pihak komunikator (sender barrier) yang
mendapat kesulitan dalam penyampaian pesan – pesannya, tidak menguasai
materi pesan, dan belum memiliki kemampuan sebagai komunikator yang handal.
Hambatan ini bisa juga berasal dari penerima pesan tersebut (receiver barrier)
karena sulitnya komunikan dalam memahami pesan itu dengan baik. Hal ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
disebabkan oleh rendahnya tingkat penguasaan bahasa, pendidikan, intelektual
dan sebagainya yang terdapat dalam diri komunikan. Kegagalan komunikasi dapat
pula terjadi dikarenakan faktor- faktor, feed backnya (hasil tidak tercapai),
medium barrier (media atau alat dipergunakan kurang tepat) dan decoding barrier
(hambatan untuk memahami pesan secara tepat)
2. Hambatan secara fisik (physical barrier)
Sarana fisik dapat menghambat komunikasi yang efektif, misalnya
pendengaran kurang tajam dan gangguan pada sistem dan gangguan pada sistem
pengeras suara (sound system) yang sering terjadi dalam suatu ruangan kuliah /
seminar / pertemuan, dll. Hal ini dapat membuat pesan – pesan tidak efektif
sampai dengan tepat kepada komunikannya.
3. Hambatan semantik (semantik barrier)
Hambatan segi semantik (bahasa dan arti perkataan), yaitu adanya
perbedaan pengertian dan pemahaman antara pemberi pesan dan penerima tentang
satu bahasa atau lambang Mungkin saja bahasa yang disampaikan terlalu teknis
dan formal, sehingga menyulitkan pihak komunikan yang tingkat pengetahuan
dan pemahaman bahasa teknisnya kurang. Atau sebaliknya, tingkat pengetahuan
dan pemahaman bahasa teknis komunikator yang kurang.
4. Hambatan psiko – sosial (psychosocial barrier)
Adanya perbedaan yang cukup lebar dalam aspek kebudayaan, adat
istiadat, kebiasaan, persepsi dan nilai-nilai yang dianut sehingga kecenderungan,
kebutuhan serta harapan-harapan dari kedua belah pihak yang berkomunikasi juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
berbeda. Misalnya, seorang komunikator (pembicara) menyampaikan kata
“momok “ yang dalam kamus besar bahasa Indonesia sudah benar. Nyatanya kata
tersebut dalam bahasa sunda berkonotasi kurang baik. Jika kata tersebut
diucapkan pada pidato/kata sambutan dalam sebuah acara formal yang dihadiri
para pejabat, tokoh dan sesepuh masyarakat sunda, maka citra yang bersangkutan
(komunikator) dapat turun karena adanya salah pengertian bahasa.
f) Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Keefektifan komunikasi tidak saja ditentukan oleh kemampuan
berkomunikasi, tetapi juga oleh diri si komunikator. Fungsi komunikator adalah
sebagai pengutara pikiran dan perasaan dalam bentuk pesan untuk membuat
komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, dan perilakunya.
Komunikan yang dijadikan sasaran akan mengkaji siapa komunikator yang
menyampaikan informasi itu. Jika ternyata komunikasi yang diutarakan tidak
sesuai dengan diri komunikator betapapun tingginya teknik komunikasi yang
dilakukan hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.
a. Etos Komunikator
Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah
nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (proses memahami),
afeksi (perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar), dan konasi (aspek
psikologis yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan). Etos tidak timbul
begitu saja, tetapi ada faktor-faktor tertentu yang mendukungnya. Faktor-faktor
tersebut adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
1. Kesiapan (preparedness)
Seorang komunikator yang tampil di mimbar harus menunjukkan kepada
khalayak, bahwa ia muncul di depan forum dengan persiapan yang matang.
Kesiapan ini akan tampak pada gaya yang meyakinkan dan penguasaan materi
yang akan dibahas.
2. Kesungguhan (seriousness)
Seorang komunikator yang berbicara dan membahas suatu topic dengan
menunjukkan kesungguhan akan menimbulkan kepercayaan komunikan padanya.
3. Ketulusan (sincerity)
Seorang komunikator harus membawakan kesan kepada khalayak, bahwa
ia berhati tulus dalam niat dan perbuatannya.
4. Kepercayaan diri (confidence)
Seorang komunikator harus senantiasa memancarkan kepastian. Ini harus
selalu muncul dengan penguasaan diri dan situasi secara sempurna.
5. Ketenangan (poise)
Khalayak cenderung akan menaruh kepercayaan kepada komunikator yang
tenang dalam penampilan dan tenang dalam mengutarakan kata-kata.
6. Keramahan (friendship)
Keramahan komunikator akan menimbulkan rasa simpati komunikan
kepadanya. Keramahan tidak hanya ditentukan dari ekspresi wajah tetapi
pengutaraan paduan pikiran dan perasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
7. Kesederhanaan (moderation)
Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik tetapi
juga dalam penggunaan bahasa.
b. Sikap Komunikator
Dalam hubungannya dengan kegiatan komunikasi yang melibatkan
manusia sebagai sasarannya, pada diri komunikator terdapat lima jenis sikap,
yaitu :
1. Reseptif, yaitu kesediaan menerima gagasan orang lain
2. Selektif, yaitu kemampuan memilah gagasan atau informasi
3. Dijektif, yaitu kemampuan komunikator dalan mencerna gagasan atau
informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia
komunikasikan.
4. Asimilatif, yaitu kemampuan mengkorelasikan gagasan atau informasi yang ia
terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam
benaknya sebagai hasil pendidikan dan pengalamannya.
5. Transmisif, yaitu kemampuan komunikator dalam mentransmisikan konsep
yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif dan konatif kepada orang
lain
3. Model Komunikasi
Dalam proses komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap model
komunikasi yang biasa dilakukan adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
a. Model Aliran Satu Tahap
Pesan model aliran satu tahap ini, langsung berhubungan dengan
audincenya. Dengan kata lain, pesan yang disampaiakan mengalir tanpa ada
perantara. Model aliran satu tahap mengakui bahwa tidak semua media
mempunyai kekeuatan yang sama. Dan model jarum hypodermik meyakini bahwa
media itu all powerfull, ibarat peluru yang ditembakkan. Pesan yang diterima
sangat tergantung pada sistem seleksi yang ada pada masing-masing audience.
Model aliran satu tahap mempengaruhi kemungkinan timbulnya reaksi atau efek
yang berbeda dikalangan audience terhadap pesan-pesan dari media yang sama.
Artinya pesan media yang sama diterima beberapa audience belum tentu
menimbulkan reaksi yang sama, begitu pula dengan efek yang ditimbulkan.
b. Model Aliran Dua Tahap
Dalam model ini pesan-pesan tidak seluruhnya langsung mengenai
audience, tetapi pesan tersebut disampaikan oleh pihak tertentu artinya pihak
tertentu tersebut dikenal dengan opinion leader (pemimpin opini/pemuka
pendapat). Ada dua tahap penyampaian pesan dalam aliran ini. Pertama pesan
media pada opinion leader dan kedua pesan opinion leader pada audience.
Menurut Everett M. Rogers (1973) ada tiga cara mengukur dan
mengetahui adanya opinion leader yaitu :
1) Metode Sosiometrik
Dalam metode ini, masyarakat ditanya kepada siapa mereka meminta
nasihat atau mencari informasi mengenai masalah kemasyarakatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dihadapinya. Misalnya masalah itu mengenai difusi inovasi, kepada masyarakat
diajukan pertanyaan: “dari mana anda memperoleh informasi tentang difusi
inovasi?” jadi orang yang paling banyak mengetahui dan dimintai nasihat tentang
masalah tersebut dialah yang disebut sebagai opinion leader.
2) Informast Ratting
Metode ini mengajukan pertanyaan tertentu kepada orang atau responden
yang dianggap sebagai key informants dalam masyarakat mengenai siapa yang
dianggap masyarakat sebagai pemimpin mereka. Jadi dalam hal ini responden
tersebut haruslah jeli dalam mimilih siapa yang benar-benar harus memimpin
dalam masyarakat tersebut. Dari segi kepribadian, pendidikan, serta tindakan yang
dilakukannya terhadap masyarakat tersebut.
3) Self Designing Method.
Metode ini mengajukan pertanyaan kepada responden dan meminta
tendensi orang lain untuk menunjuk siapa yang mempunyai pengaruh. Misalnya.
Apakah seseorang yang memerlukan suatu informasi perlu meminta keterangan
kepada ibu /bapak. Jika jawabannya tidak maka hal tersebut belum menunjukkan
siapa yang sering dimintai keterangan. Hal ini sangat bergantung kepada
ketepatan (akurasi) responden untuk mengindentifikasi dirinya sebagai pemimpin.
Opinion leader adalah orang yang mempunyai keungulan dari masyarakat
kebanyakan. Adapun karakteristik tersebut adalah :
a. Lebih tinggi pendidikan formalnya dibanding anggota masyarakat lainnya.
b. Lebih tinggi status sosial ekonominya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Lebih inovatif dalam menerima dan mengambil ide baru.
d. Lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure)
e. Kemampuan empatinya lebih besar
f. Partisipasinya lebih besar.
g. Lebih Kosmopolit (mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas).
Floyd Ruch (Slamet Santoso, 1992) mengatakan syarat seorang pemimipin
(termasuk pemimpin opini) adalah :
a. Social perception, artinya seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman
dalam menghadapi situasi.
b. Ability in abstrac thinking, artinya pemimpin harus memiliki kecakapan secara
abstrak terhadap masalah yang dihadapi.
c. Emotional stability, artinya pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak
mudah terkena pengaruh dari luar (yang tidak dinyakini dan bertolak belakang
dengan keyakinan masyarakat).
c) Model Aliran Banyak Tahap
Pada prinsipnya., model ini adalah gabungan dari semua model yang
sudah disebutkan diatas. Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa
menyebar kepada audience atau khalayak melalui interaksi yang kompleks.
4. Social Relationship Theory
Menurut teori ini, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui
media massa kepada sejumlah perorangan yang terang lengkap (well-informed),
yang dinamakan “pemuka pendapat” (opinion leaders). Oleh pemuka pendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
pesan komunikasi tersebut diteruskan melalui saluran antarpesona (dari mulut ke
mulut), kepada orang-orang yang kurang terpaan media massa.
Dalam hubungan sosial yang informal seperti itu, si pemuka pendapat tadi
bukan saja meneruskan informasi tetapi juga menginterpretasikannya. Disini
tampak adanya pengaruh pribadi yang merupakan mekanisme penting yang bisa
mengubah pesan komunikasi.
F. IMPLEMENTASI KONSEP
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi berarti
pelaksanaan atau penerapan. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti Strategi
Komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program Polmas di
Salatiga. Perumusan strategi tersebut diwujudkan dalam heading pertanyaan
wawancara kepada stakeholders Polmas yang merupakan target sasaran sosialisasi
dan kampanye Polmas yang dilakukan Percik, yaitu masyarakat, polisi,
pemerintah, dan akademisi.
Dalam hal ini peneliti akan membahas dari tiap heading pertanyaan yang
meliputi pendapat mengenai komunikator, pesan yang ditangkap, media yang
mempengaruhi, sejauh mana efek/dampak sosialisasi dan kampanye yang
dilakukan Percik, serta faktor pendorong dan penghambat dari program tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dikategorikan dalam penelitian deskriptif kualitatif.
Deskriptif artinya hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa.10 Penelitian
komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-
penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan
prediksi-prediksi, atau menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk
mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai
bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi. 11
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah LSM Percik dan wilayah kerjanya di Salatiga.
Percik beralamat di Jl. Patimura Km 1, Kampung Percik, Turusan, Salatiga.
Alasan pemilihan LSM ini adalah karena Percik telah melakukan pilot project di
Salatiga terlebih dahulu sebelum Skep Kapolri No.Pol : Skep/737/X/2005 tentang
Polmas turun. LSM ini telah melakukan pengembangan Community Policing
(COP) di wilayah pilot project Turusan dan Nobowetan yang menjadi embrio dari
program Polmas. Adapun untuk wilayah Salatiga yang terdiri dari 22 kelurahan,
penulis memilih 4 kelurahan dari 4 kecamatan yang berbeda untuk diteliti.
Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Pulutan, Kutowinangun, Kecandran dan
10 Jalaluddin Rakhmat. 1999. Metode Penelitian Komunikasi .Bandung: PT Remadja Rosdakarya,
hal.24 11 Pawito.2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.hal.35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Noborejo. Pemilihan 4 kelurahan tersebut mewakili karakteristik masyarakat desa
dan kota.
3. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984:17) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan melalui
wawancara. Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan
yang akan dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.
b. Data Sekunder yaitu data yang berupa kepustakaan yang berkaitan dengan
penelitian ini. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari buku,
laporan kegiatan, media massa atau internet sebagai bahan tambahan data.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui beberapa cara,
yaitu:
a. Observasi
Dalam penelitian ini digunakan observasi non partisipan atau pengamatan
tidak berperan serta. Menurut Moleong (2002:126), pada pengamatan tidak
berperan serta pengamatan hanya melakukan satu fungsi yaitu melakukan
pengamatan. Sehingga peneliti tidak masuk secara langsung dalam
mengumpulkan informasi, tetapi tetap berdiri sebagai orang luar dalam situasi
sosial yang tengah diamati. Peneliti mengamati, memahami, dan mencatat segala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan informan dan segala data yang
diperlukan sehubungan dengan kegiatan penelitian. Observasi dilakukan agar
peneliti dapat mengetahui kondisi atau situasi dari informan maupun wilayah
penelitian. Selain itu dari hasil pengamatan peneliti memperoleh data yang dapat
digunakan untuk melengkapi hasil penelitian.
b. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan dua pihak, pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong,
2002:135). Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh
Lincoln dan Guba (1985:266), antara lain mengkonstruksi mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian.
Teknik wawancara mendalam ini tidak dilakukan secara ketat dan
terstruktur, tertutup, dan formal, tetapi lebih menekankan pada suasana akrab dan
mengajukan pertanyaan terbuka. Cara pelaksanaan wawancara yang lentur dan
longgar ini mampu menggali dan menangkap kejujuran informasi di dalam
memberikan informasi yang sebenarnya. Hal ini semakin bermanfaat bila
informasi yang diperlukan berkaitan dengan pendapat, memperlancar jalannya
wawancara yang digunakan petunjuk umum wawancara yang berupa daftar
pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
c. Dokumen
Studi dokumen digunakan untuk mendapatkan data yang diperoleh di luar
informan, seperti studi pustaka, hasil penelitian terkait, laporan kegiatan, foto,
maupun artikel yang sesuai dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling atau sampel bertujuan. Maksud sampling dalam hal ini adalah untuk
menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan
bangunannya. Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada
adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi.
Logika pemilihan sampel yang dipakai adalah keterwakilan dari informasi
atau data. Pemilihan sampel penelitian ini bersifat purposive sampling di mana
peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara
mendalam. Namun demikian informan yang dipilih dapat menunjukkan informan
lain yang lebih tahu, maka pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan yang ada dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data.
Di samping itu, peneliti juga membubuhkan snowball sampling sebagai
awal dari proses pengambilan data. Peneliti berangkat dari seorang informan
untuk mengawali pengumpulan data. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh
informasi utama dari komunikator di Percik, kemudian berlanjut kepada sasaran
komunikasi program seperti anggota FKPM, pemerintah, polisi dan akademisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Teknik pengambilan snowball mengimplikasikan jumlah sampel yang membesar
seiring dengan perjalanan waktu pengamatan. Peneliti berangkat dari seorang
informan untuk mengawali pengumpulan data. Kepada informan ini peneliti
menanyakan siapa lagi yang berikutnya (atau siapa saja) orang yang selayaknya
diwawancarai, kemudian peneliti beralih menemui informan berikutnya sesuai
disarankan oleh informan pertama, dan begini seterusnya hingga peneliti merasa
yakin bahwa data yang dibutuhkan sudah didapatkan secara memadai. Untuk
menghindari bias, peneliti meminta informan yang tergolong awal didatangi untuk
menyebutkan beberapa (relatif banyak) nama yang disarankan untuk didatangi.
6. Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif, validitas data sering diragukan. Untuk dapat
meningkatkan validitas data yang diperoleh selama penelitian, maka peneliti
mengadakan member chek yaitu pada saat akhir wawancara juga pada saat
wawancara berlangsung. Peneliti mengulangi dalam garis besarnya apa yang
dikatakan oleh responden dengan maksud agar dia memperbaiki bila ada
kekeliruan atau menambah apa yang masih kurang. Untuk meningkatkan
kredibilitas data yang diperoleh selama proses penelitian dilakukan dengan
menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Trianggulasi
terdiri dari empat macam, yaitu dengan penggunaan sumber, metode, penyidik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dan teori. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan
melalui sumber lain.
Adapun di dalam penelitian ini, trianggulasi yang digunakan adalah
trianggulasi dengan sumber. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan
dan mengecek balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal tersebut dapat dicapai dengan
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu
d. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen.
e. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang seperti rakyat biasa orang yag berpendidikan menengah,
atau orang yang berpendidikan tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan.
7. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Analisa
data dalam penelitian komunikasi kualitatif pada dasarnya dikembangkan dengan
maksud memberi makna terhadap data, menafsirkan, atau mentranformasikan data
ke dalam bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan-temuan ilmiah
hingga sampai pada kesimpulan-kesimpulan final. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Penyajian
data
Reduksi
data
Kesimpulan-kesimpulan
Penarikan/Verifikasi
Pengumpulan
data
models of analysis), seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.
Penelitian ini bergerak di antara tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi, di mana aktivitas ketiga komponen
tersebut bukanlah linear namun lebih merupakan siklus dalam struktur kerja
interaktif. Di dalam penelitian kualitatif proses analisis yang digunakan tidak
dilakukan setelah data terkumpul seluruhnya, tetapi dilakukan pada waktu
bersamaan dengan proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan karena analisis ini
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran khusus yang bersifat menyeluruh
tentang apa yang tercakup dalam permasalahan yang akan diteliti.
Setelah data terkumpul, dilakukan reduksi data. Data ini sebagai bahan
deskripsi keadaan, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Adapun teknik
analisis data digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Komponen-komponen analisa data: model interaktif
(Miles dan Huberman, 1992: 20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Keterangan:
a. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan
abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung
terussepanjang pelaksanaan riset yang dimulai dari bahan reduction yang sudah
dimulai sejak peneliti mengambil keputusan. Data reduction adalah bagian dari
analisis, suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat
fokus, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa
sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.
b. Penyajian data (data display)
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan
riset untuk dilakukan.dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti
apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengejakan sesuatu pada analisis
ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Display meliputi berbagai
jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja keterkaitan kegiatan, dan tabel.
Kesemuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah
dilihat dan dimengerti.
c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing)
Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari
hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-
pola, pernyataan-pernyataan, dan proposisi-proposisi. Kesimpulan akhir tidak
akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
8. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana strategi komunikasi
LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye perpolisian masyarakat di Salatiga,
karena itu diperlukan kerangka berpikir yang akan membawa kepada simpulan.
Berikut adalah skema kerangka pemikiran yang dipakai dalam penelitian ini:
Gambar 2 Skema Kerangka Pikir
WHO?
SAYS WHAT?
IN WHICH
CHANNEL?
TO
WHOM?
WITH WHAT
EFFECT?
LSM Percik Salatiga
Sosialisasi dan Kampanye
Polmas di Salatiga
Strategi Komunikasi
· Mengenal khalayak · Menyusun pesan · Menyusun metode
· Seleksi dan penggunaan media
A
I
D
D
A
Faktor Pendukung Faktor Penghambat
Implementasi perpolisian
masyarakat di Salatiga
Masyarakat, Polisi,
Pemerintah, Akademisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Polmas merupakan paradigma baru di kepolisian Indonesia sehingga
pelibatan lembaga diluar kepolisian sangat diperlukan dalam memperkuat
akuntabilitas Polri sehingga proses sosialisasi dan kampanye Polmas dapat
menyentuh seluruh stake-holders yang ada. Salah satu lembaga di luar kepolisian
yang dapat berperan dalam proses tersebut adalah LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat). Lembaga Percik (Persemaian Cinta Kemanusiaan) adalah salah satu
LSM yang ada di Kota Salatiga. LSM ini telah menginisiasi program Community
Policing (COP) yang merupakan embrio Polmas sejak tahun 2004.
Untuk mewujudkan cita-cita ideal perwujudan nilai-nilai Polmas maka
dalam sosialisasi dan kampanye Polmas dibutuhkan strategi komunikasi yang
tepat. Strategi pada hakikatnya adalah suatu perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk
mecapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya
menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik
operasionalnya.
H. DEFINISI KONSEP
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap konsep-konsep yang
digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu memberi batasan
pengertian sebagai berikut:
1. Strategi Komunikasi
Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan
guna mencapai tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2. Sosialisasi
Menurut Charlotte Buhler, sosialisasi adalah proses yang membantu
individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan
berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.
Sosialisasi dapat terjadi melalui interaksi sosial secara langsung ataupun tidak
langsung. Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui kelompok sosial, seperti
keluarga, teman sepermainan dan sekolah, lingkungan kerja, maupun media
massa. Adapun media yang dapat menjadi ajang sosialisasi adalah keluarga,
sekolah, teman bermain media massa dan lingkungan kerja. Sosialisasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sosialisasi normatif, mencakup nilai dan
falsafah yang terkandung dalam program Perpolisian Masyarakat seperti
kesetaraan, kemitraan, pencegahan konflik dan pemecahan masalah.
3. Kampanye
Kampanye adalah kegiatan komunikasi terencana yang dilakukan serentak
bertujuan untuk mempengaruhi individu, kelompok atau masyarakat mengenai
suatu masalah/isu/pesan. Kampanye yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kegiatan komunikasi terencana yang dilakukan Percik dalam mengkampanyekan
nilai-nilai program Perpolisian Masyarakat.
4. Polmas
Polmas adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada
pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin
dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
karena itu dalam upaya menciptakan keamanan dan ketertiban ini harus dilakukan
bersama oleh Polisi dan masyarakat, dengan cara mengajak masyarakat untuk
bermitra dengan polisi. Sebagai falsafah, Polmas mengandung makna suatu model
pemolisian yang menekankan hubungan yang menjunjung nilai-nilai
sosial/kemanusiaan dalam kesetaraan, menampilkan sikap perilaku yang santun
serta saling menghargai antara polisi dan warga. Tujuannya adalah menimbulkan
rasa saling percaya dan kebersamaan dalam rangka menciptakan kondisi yang
menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
1. LSM PERCIK
A. Latar Belakang Percik
Percik, merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi penelitian
sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada 1 Februari 1996
oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang terdiri dari sejumlah peneliti sosial,
pengajar universitas, serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
bergerak di bidang bantuan hukum serta pengorganisasian masyarakat.
Para pendiri ini merupakan sebagian dari staf akademik sebuah universitas
di Salatiga yang terpaksa keluar dari universitas tersebut karena menolak beberapa
kebijakan dari pengurus yayasan dan pimpinan universitas yang dinilai tidak
demokratis, bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan tidak menjunjung
tinggi kebebasan akademis serta otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik
merupakan wadah baru untuk mewujudkan idealisme mereka mengenai
masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial.
Kelahiran Percik juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang semakin
luas dalam masyarakat Indonesia tentang perlunya proses demokratisasi
dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian dari keprihatinan yang
meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang semakin sentralistik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
hegemonik, opresif, dan tidak toleran. Sistem politik yang tidak sehat tersebut
berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat, tiadanya ruang
publik yang memungkinkan terjadinya pertukaran wacana publik secara bebas,
tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi, lemahnya penegakan hukum
dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta birokrasi pemerintahan yang korup. Di lain
pihak perkembangan masyarakat menunjukan kecederungan kearah masyarakat
plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya mengandung potensi konflik
horisontal yang besar.
Kondisi politik yang tidak sehat tersebut melanda kehidupan politik baik
pada aras nasional, maupun pada aras lokal. Keterlibatan panjang staf Percik
dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara
individual oleh staf Percik dan dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi masa
depan Indonesia karena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan
menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk
ikut menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal.
B. Visi dan Misi
1. Visi
a) Visi Jangka Panjang
Percik sebagai Lembaga independen yang didirikan untuk penelitian
sosial, demokrasi dan keadilan sosial memiliki visi jangka panjangnya sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
i. Mendukung penciptaan masyarakat sipil, melalui pemberdayaan lembaga
lembaga demokrasi dan pengembangan nilai-nilai demokrasi.
ii. Mendorong masyarakat pada penyadaran akan dasar-dasar kehidupan
masyarakat plural dan toleransi dalam seluruh kehidupan sosial.
iii. Memberikan perhatian pada dasar-dasar masyarakat sipil, HAM
khususnya bagi orang-orang yang telah dilemahkan dan dipinggirkan dari
pelayanan pemerintah dan sistem hukum.
b) Visi Jangka Pendek
i. Peningkatan kinerja pemerintah lokal menuju kearah pemerintahan lokal
yang sehat dan baik.
ii. Meningkatkan kesadaran politik masyarakat kearah perwujudan prinsip-
prinsip bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi
penegakan hukum dan menghormati Hak Azasi Manusia (HAM)
iii. Memperkuat civil society yang berbasis pada nilai-nilai pluralisme dan
toleransi.
2. Misi
Untuk mewujudkan ketiga segi dari visi tersebut, misi Percik berpusat
kepada tiga pilar kegiatan berikut:
i. Menyelenggaraan kegiatan-kegiatan studi dan penelitian yang memenuhi
standart keilmuan yang tinggi, independen, serta memenuhi nilai-nilai
kegunaan bagi kehidupan masyarakat luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
ii. Melakukan kegiatan refleksi sebagai upaya untuk meningkatkan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap berbagai gejala yang diteliti,
serta menghubungkannya dengan berbagai nilai luhur yang diyakini dan
menjadi komitmen Percik.
iii. Melakukan program aksi yang ditujukan kepada terciptanya masyarakat
demokratis dan berkeadilan.
C. Profil Kegiatan Percik
Dalam perjalanan waktu kegiatan Percik telah berkembang dengan pesat
pada empat areas of concern, yaitu (1) bidang politik lokal, (2) pluralisme
masyarakat dan budaya, (3) civil society dan demokrasi, serta (4) hukum dan
HAM. Keempat bidang perhatian ini saling kait mengait satu sama lain. Di empat
bidang perhatian tersebut Percik telah mengembangkan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
(1) Kegiatan Penelitian
Percik menempatkan kegiatan penelitian sebagai salah satu pilar utama
disamping kegiatan advokasi dan refleksi. Kegiatan penelitian dilaksanakan
berdasar minat dari dalam lingkungan Percik sendiri, kerjasama dengan lembaga
lain, ataupun atas ‘pesanan’dari pihak luar. Khususnya terhadap penelitian
pesanan, Percik berusaha secara kritis mempertimbangkan kandungan
kepentingan dan kemanfaatan dari penelitan yang dipesan. Untuk
mengembangkan kegiatan di bidang penelitian Percik mengembangkan dua pusat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
penelitian, yaitu Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL), serta Pusat Studi
Transformasi Praktek-Praktek Keagamaan Lokal.
(2) Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL)
Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL), semula bernama Pusat Penelitian
dan Pengembangan Politik Lokal (P3PL), berdiri pada pertengahan tahun 1999.
Pendirian pusat penelitian ini merupakan wujud keinginan Percik untuk mengkaji
dinamika dan perkembangan politik lokal sesudah Orde Baru, memberikan
dukungan kepada kebijakan yang mempertimbangkan situasi dan kondisi politik
lokal, mengembangkan fungsi pusat informasi tentang politk lokal, dan
mendorong upaya pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial politk oleh
masyarakat yang bersangkutan dengan memperhitungkan temuan penelitian.
(3) Pusat Studi Transformasi Praktek-Praktek Keagamaan Lokal
Disamping Pusat Penelitian Politik Lokal, Percik mengambangkan Pusat
Studi dan Penelitian Transformasi Praktek-Praktek Keagamaan Lokal.
Pengembangan pusat studi dan penelitian ini dilatar belakangi oleh pemikiran
bahwa kajian praktek-praktek keagamaan lokal sangat diperlukan untuk
memahami sifat perubahan politik pada aras lokal. Kajian praktek-praktek
keagamaan lokal dapat membantu mencermati berbagai bentuk ‘keagenan’ lokal
dalam arti luas; ‘akar dan rute’ perubahan yang bermula sebagai proses lokal.
Studi agama lokal sering diabaikan karena dianggap kurang relevan bagi
pemahaman terhadap perubahan politik dan ekonomi. Pada hal praktek-praktek
keagamaan membantu mengungkapkan cara-cara pemegang peran lokal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
memahami situasi setempat dan berupaya mengatasi hambatan yang mereka
hadapi. Dalam praktek keagamaan, masyarakat setempat merenungkan dan
menanggapi isu-isu penting serta hambatan yang mereka hadapi. Praktek
keagamaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi isu-isu serta hambatan
konkret yang menantang para pemegang peran lokal. Pemahaman tentang agama-
agama setempat dapat menjadi kunci untuk memahami transformasi politik dalam
arti yang lebih luas.
(4) Seminar, Diskusi dan Loka Karya (Workshop).
Kegiatan seminar, diskusi, dan loka karya diselenggarakan oleh Percik
sebagai wahana untuk bertukar wacana, belajar bersama mengenai topik-topik
yang diminati, mendesiminasikan dan membahas hasil-hasil penelitian, serta
melakukan refleksi kritis terhadap perkembangan masyarakat dan ilmu
pengetahuan. Dalam penyelenggaraan seminar, diskusi, dan lokakarya, nilai-nilai
kebebasan, keterbukaan, dan kritis mendapat perhatian dan pengutamaan. Tema-
tema berikut menjadi pokok bahasan Lembaga Percik:
a) Seminar di seputar masalah HAM dan Kebebasan Beragama.
b) Seminar, Lokakarya dan Diskusi mengenai Pemilu
c) Seminar tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
d) Seminar Internasional Tahunan Dinamika Politik Lokal di Indonesia.
e) Seminar Jurnal Renai yang diadakan dua kali per tahun
f) Seminar Tamu.
g) Seminar dengan Tema Khusus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
h) Seminar mengenai Metodologi Penelitian
(5) Kegiatan Advokasi.
Selain kegiatan penelitian dan penyelenggaraan seminar, lokakarya dan
diskusi, Percik juga menyelenggarakan program yang bersifat advokasi.
Diantaranya adalah:
a) Program Kepemerintahan Lokal (Local Good Governance programme)
Program ini secara khusus bertujuan untuk penguatan lembaga-lembaga
demokrasi di tingkat lokal, peningkatan mutu SDM, serta peningkatan partisipasi
masyarakat dalam penentuan kebijakan publik. Bentuk-bentuk kegiatan yang
dikembangkan antara lain adalah: skill training programme di bidang
kelegislatifan (legal drafting, analisis budget, dsb), pengembangan kapasitas
organisasi, dan penyelesaian sengketa alternatif. Skill training programme ini
antara lain diperuntukkan bagi para anggota legislatif, eksekutif, para anggota
kelompok perempuan, para aktifis muda di pedesaan, dsb. Sebagai contoh
kegiatan advokasi di bidang kepemerintahan lokal, adalah:
1. Lokakarya dan Pelatihan Peningkatan Kinerja Kepemerintahan yang Baik
(Agustus, September 2000 dan Januari 2001)
Pada bulan Agustus, September tahun 2000 dan Januari 2001, misalnya
Percik menyelenggarakan serangkaian training dibidang Legislatif Drafting bagi
para anggota DPRD Salatiga, bersama dengan beberapa Staf Pemerintah Kota,
dan aktivis Partai Politik. Materi pelatihan dan lokakarya ini antara lain meliputi
pendalaman konsep tetang pengembangan civil society, demokratisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pemerintahan lokal, serta partisipasi politik; peningkatan ketrampilan dalam
bidang legislative drafting, penyerapan aspirasi masyarakat, perencanaan
keuangan daerah, pencegahan konflik dan Alternative Dispute Resolution (ADR),
dsb.
Sebagai salah satu tindak lanjut dari progam pelatihan di atas, Percik
melakukan process documentation research (PDR) terhadap kegiatan dan peranan
sejumlah sampel tamatan pelatihan. Selama tiga bulan (November, Desember
2000 dan Januari 2001) kegiatan para sampel tamatan, terkait dengan materi
pelatihan yang telah diterima, dipantau. Berdasar laporan pemantauan itu, para
sampel tamatan membahas pelaksanaan dan perkembangan peran mereka pasca
pelatihan, mengupayakan jalan keluar terhadap persoalan dan hambatan yang
dihadapi, dan/atau memodifikasi peran yang dianggap perlu, demi
mengembangkan optimalisasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang makin
baik.
2. Proces Documentation Research (PDR) dan Forum Belajar Bersama Para
Pengambil Keputusan di Tingkat Desa di Kecamatan Suruh. (Maret 2003)
Kegiatan Process Documentation Research (PDR) untuk para pengambil
keputusan di tingkat desa diawali dengan kegiatan Forum Belajar Bersama (FBB).
Forum belajar Bersama yang diadakan di Percik berlangsung dalam dua tahap.
Tahap pertama ditujukan kepada pemerintah desa dan BPD, berlangsunng pada
tanggal 21-22 Maret 2003, dengan materi otonomi desa, demokratisasi, dan
penyerapan aspirasi masyarakat. Sedangkan tahap kedua, yang dilaksanakan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tanggal 28-29 Maret 2003, dengan materi yang sama dengan melibatkan tokoh-
tokoh masyarakat, pengurus partai politik tingkat desa, tokoh agama, tokoh
pemuda, dan lain-lain. Harapan dari dilaksanakan FBB oleh Lembaga Percik ini
adalah supaya elemen-elemen masyarakat desa (dalam hal ini elit-elit desa baik
yang menduduki jabatan formal desa maupun yang tidak menduduki jabatan
formal) dapat mengintegrasikan dirinya dengan sistem yang terjadi di desa
sehingga peluang untuk melaksanakan otonomi dan demokratisasi di desa dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin dengan tetap melibatkan partisipasi masyarakat
bagi peningkatan kualitas pengelolaan pemerintahan desa.
b) Program Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) dan Peningkatan
Kesadaran Politik Masyarakat.
Program pendidikan politik ini antara lain bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dasar mengenai demokrasi, hak-hak politik warga negara, serta
penegakan hukum dan HAM. Untuk tujuan itu selain menyelenggarakan pelatihan
(antara lain Pendidikan HAM untuk Perempuan, untuk para pamong desa, serta
untuk warga gereja), berbagai bentuk advokasi, Percik juga mengembangkan
materi dan modul pelatihan advokasi politik dan pendidikan HAM. Dalam rangka
menyongsong Pemilu 1999, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2004, serta
Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadal), Percik ikut melakukan
serangkaian kegiatan berikut:
1) Pendidikan Pemilih Pemilu 1999 di Jawa Tengah - DIY, serta di Sumba
Timur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Pendidikan pemilih di Jawa Tengah dan DIY diawali dengan workshop
pembentukan jaringan komunikasi dan kerja antar-LSM untuk pemberdayaan
pemilih. Lima puluh empat LSM dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan DIY
bersepakat untuk bekerja bersama-sama melaksanakan pendidikan pemilih di
wilayah kerja masing-masing. Selain melalui jaringan 54 LSM tersebut, pendidian
pemilih di Jateng dan DIY juga dilakukakan melalui Konsorsium Pendidikan
Pemilih untuk Warga Gereja yang terdiri dari Lembaga Percik, Forum Masyarakat
Katolik Indonesia (FMKI) Jateng, dan LSP Gereja Kristen Jawa. Di Sumba Timur
pendidikan pemilih dilakasanakan bersama Gereja Kristen Sumba (GKS).
Program pendidikan pemilih ini selain menyediakan informasi-informasi penting
mengenai pelaksanaan pemilu, juga menekankan kepada penyadaran terhadap
hak-hak warga negara dalam Pemilu.
2) Pendidikan Pemilih dan Pemantauan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2004
Menjelang Pemilu Legislatif 2004, Percik melaksanakan beberapa
kegiatan pendidikan Pemilih. Dengan dukungan dana dari ICCO dan PCN, Percik
melaksanakan pendidikan pemilih lintas agama di Lampung, Jawa Tengah dan
Sumba. Penyelenggaraan pendidikan pemilih lintas agama ini dimulai dengan
melakukan pelatihan untuk pelatih (TOT atau trainning of trainners) yang
diselenggarakan besama dengan berbagai lembaga dan organisasi keagamaan di
wilayah setempat. Melalui tokoh-tokoh agama dan lembaga-lembaga keagamaan
pendidikan pemilih dilakukan di gereja-gereja, pesantren, ataupun di tempat-
tempat umum. Pilihan penyelenggaraan pendidikan pemilih melalui tokoh agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dan lembaga keagamaan ini didasarkan pada hasil survey need assesment yang
dilakukan oleh The Asia Foundation yang menunjukkan bahwa mereka
merupakan sumber informasi dengan score tertinggi bagi pemilih di Indonesia.
3) Pendidikan Pemilih dan Pemantauan Pilkadal 2005.
Untuk pemilihan kepala daerah secara langsung di berbagai kabupaten dan
kota di Indonesia Percik bersama anggota JPPR lainnya, melaksanaan kegiatan
pemantauan. Berdasar pembagian tugas, Percik diserahi tugas untuk ikut
melakukan pemantauan di 12 propinsi, di 8 kabupaten atau kota, yang meliputi 43
kecamatan dan 542 desa. Secara khusus Percik memberi perhatian kepada
partisipasi Umat Kristiani dalam kegiatan pemantauan, berdasar pertimbangan
bahwa partisipasi Umat Islam telah diperhatikan oleh ormas NU dan
Muhamadiah. Melalui kegiatan Desk Pembangunan Kehidupan Bergereja, Percik
melakukan kegiatan pendidikan kewarganegaraan menyangkut Pilkada.
Pendidikan kewarganegaraan ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan lembaga
dan organisasi kegerejaan.
(6) Program Pemberdayaan Civil Society
Program pemberdayaan Civil Society terutama menekankan pada upaya
pengembangan nilai-nilai pluralisme dan toleransi, serta mendorong semakin
luasnya partisipasi masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik. Diantara
berbagai kegiatannya, termasuk didalamnya adalah pembentukan forum-forum
komunikasi lintas agama dan lintas golongan kemasyarakatan serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
pengembangan forum warga (CBO) di tingkat lokal. Termasuk dalam program ini
adalah:
a) Forum Sarasehan Lintas Iman: SOBAT
Perkembangan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan
menguatnya cirri-ciri sebagai segregated plural society. Di banyak tempat di
Indonesia, relasi antar kelompok umat beragama acap kali menegang, bahkan
diwarnai dengan konflik dan kekerasan. Relasi lintas agama sering diwarnai
dengan ketidak percayaan dan buruk sangka yang berkepanjangan. Komunikasi
lintas agama acap kali sangat terbatas dan cenderung bersifat formal dan
seremonial.
Kegiatan dialog lintas iman dimulai sejak pertengahan tahun 1999.
Bersama dengan Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Salatiga, dan Pesantren Edi
Mancoro, Gedangan, Percik memprakarsai pertemuan tiga hari, antara 15 pendeta
GKJ dengan 15 kiai dari beberapa pesantren di Jawa Tengah. Keberhasilan
pertemuan tersebut dalam mencipkatan suasana akrab, dan terbuka, melahirkan
ide untuk mengembangkan program dialog lintas iman di tingkat lokal. Selama
periode 1999-2004 kegiatan dialog lintas iman ini telah melahirkan 32 simpul
lokal di Jawa Tengah yang pesertanya tidak terbatas kepada para tokoh agama
saja. Para peserta itu berasal dari berbagai latar belakang agama yang ada (tidak
lagi hanya Islam dan Kristen).
Pada pertengahan tahun 2004 Percik mulai memprakarsai forum lokal
dialog lintas iman di Lampung dan Sumba Barat. Di Propinsi Lampung forum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
lokal dialog lintas iman tersebut berkembang secara cepat di lima kabupaten dan
di kota Bandar Lampung. Menjelang Pemilu 2004 kegiatan forum lintas iman ini
meliputi juga berbagai kegiatan pendidikan pemilih lintas agama.
Pogram Sobat pada dasarnya berusaha untuk (1) memperbaiki relasi lintas
iman melalui hubungan pertemanan yang langsung dan akrab, (2) menciptakan
kesediaan untuk belajar bersama tentang konteks lokal kehidupan mereka (3)
menciptakan kesediaan untuk belajar bersama mengembangkan kemampuan
untuk menghadapi ketidakpastian, krisis dan kekerasan (4) menekankan
pentingnya refleksi yaitu merenungkan dan mengevaluasikan kembali proses yang
sudah dilalui, dan menempatkannya dalam konteks perkembangan yang lebih luas
dan menyeluruh (5) kebersamaan dalam mengembangkan etika relasi yang
menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan umum, kesama derajatan, kebebasan
serta kearifan lokal, (6) menghargai sejarah atau konteks lokal sebagai sumber
kehidupan pokok bersama, serta (7) menekankan segi-segi praktek pada tingkat
akar rumput. Untuk mencapai tujuan itu program Sobat sangat menekankan
kepada proses, khususnya dalam merumuskan/ mendefinisikan persoalan
bersama, dan mencari penyelesaian bersama, berdasar sumber-sumber lokal.
Beberapa tema Seminar dan Workshop Sobat yang dilakukan sepanjang
kurun waktu 2006:
· “Makna Kebebasan Beragama dalam Konteks Pluralitas Umat Beragama di
Indonesia Pasca Reformasi.” Pilihan tema ini antara lain diinspirasi oleh kasus
pengusiran jemaat Ahmadiyah di Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan kasus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
yang sama juga terjadi di Bogor, Jawa Barat. Bagi Sobat peristiwa itu penting
untuk dikaji bahwa makna kebebasan beragama dalam konteks pluralitas di
Indonesia khususnya, menjadi relevan.
· “Pertemuan Persaudaraan Antar Umat Beriman Se-Jawa Tengah: Peran Umat
Beriman Dalam Memperteguh Bhineka Tunggal Ika”. Seminar ini
diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Dalam acara
seminar yang dipercakapkan adalah implementasi Peraturan Bersama Menteri
(PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
· “Memaknai Hubungan Agama dan Negara di Indonesia (Belajar dari Polemik
PBM No 9/8 Tahun 2006). Seminar ini diselenggarakan di Kampoeng Percik
pada tanggal 18 Desember 2006, dan dilanjutkan dengan workshop internal
Sobat pada tanggal 19 – 20 Desember 2006 di Wisma Santri Edi Mancoro
Gedangan, Kabupaten Semarang.
b) Forum Kata Hawa : Forum Perempuan Lintas Iman
Sebagai upaya untuk mendorong partisipasi perempuan dalam kegiatan
publik lintas iman, sejak awal tahun 2004 telah terbentuk Forum Kata Hawa di
Banyu Biru dan Wonogiri. Forum perempuan lintas iman ini beranggotakan
perempuan dengan berbagai latar belakang agama. Dalam awal kegiatannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Forum ini memfokuskan diri pada upaya pengembangan wacana gender dan
meminimalisir terjadinya kekerasan domestik terhadap perempuan. Forum ini
menyelenggarakan pertemuan rutin bulanan dengan tempat yang berpindah-
pindah.
Khusus pada tahun 2006 pertemuan Forum Kata Hawa mengadakan
Diskusi Nasional dengan tema, “Poligami dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam Tinjauan Teologi, Yuridis dan HAM.” Dalam membahas tema tersebut,
permasalahannya didekati dari tiga perspektif dengan menghadirkan tiga nara
sumber, masing-masing Drs Amir Mahmud S.Sos, M.Ag (Forum Kita-Solo,
mewakili perspektif Islam), Pdt. Nani Minarni Sag (Kata Hawa-Wonogiri, dari
perspektf Kristen) dan Prof. Dr. Siti Musdah Mulia (ICRP Jakarta dari perspektif
Gender dan HAM).
c) Program Belajar Bersama: Sohbat.
Dalam rangka kerjasama dengan gereja-gereja di Negeri Belanda, pada
Februari 2003 Percik ikut memfasilitasi dan mendukung dimulainya program
lintas iman di Negeri Belanda. Program Belajar Bersama Lintas Iman yang diberi
nama SOHBAT (dari bahasa Turki yang dalam bahasa Indonesia berarti sahabat
atau SOBAT) berusaha mempertemuakan para pendeta dan imam masjid Turki
dari lima provinsi di Negeri Belanda.
Pada pertengahan tahun 2004 serombongan peserta Sohbet berkunjung
selama tiga minggu ke Jawa Tengah untuk melakukan studi banding lima simpul
Sobat yaitu Salatiga, Pekalongan, Purwodadi, Wonogiri, dan Klaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Perkunjungan balik kemudian dilakukan oleh 10 delegasi Sobat Indonesia yang
berkunjung ke Negeri Belanda pada bulan Maret 2006 dengan dukungan dari
PCN Belanda. Kesepeuluh delegasi tersebut terdiri dari Pendeta, Ulama dan Staf
Sobat Percik.
d) Desk Pengembangan Kehidupan Bergereja (DPKB)
DPKB merupakan wadah yang diluncurkan pada tanggal 9 Desember
2003 oleh dua lembaga yaitu CRWRC dan Lembaga PERCIK. Area of concern
dari Desk PKB adalah pembangunan masyarakat sipil dalam bergereja. Corncern
ini pada satu pihak tertuju pembangunan kehidupan bergereja ke dalam, yaitu
kehidupan bergereja dari anggota gereja dengan menampakkan nilai-nilai kristiani
dalam interaksi sehari-hari, dan pada pihak lain ia sekaligus menjadi kehidupan
dan interaksi yang membangun masyarakat sipil dengan mengacu pada nilai-nilai
kesetaraan, partisipasi, transformasi, demokratisasi, pluralitas, kesinambungan
dan pemberdayaan. Nilai-nilai yang diangkat ini adalah nilai-nilai kristiani yang
perlu dikembangkan di dalam kehidupan publik dalam masyarakat sipil, sehingga
ruang publik menjadi ajang yang di dalamnya semua anggota masyarakat dapat
berinteraksi secara terus menerus dengan setara, partisipatif, demokratis dan
mengakui kemajemukan menuju masyarakat yang mampu menentukan bagi diri
sendiri apa yang mereka inginkan dan kemana mereka akan mengarah.
e) Teologi Lokal (2006)
Dalam program ini, secara ringkas yang dimaksud dengan Teologi Lokal
adalah semua bentuk atau jenis refleksi iman yang menggunakan sumber-sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lokal. Berbagai isu dan persoalan lokal yang menyangkut kehidupan sehari-hari di
tengah masyarakat luas menjadi materi penting dalam berteologi lokal. Istilah
lokal dipilih untuk memberikan penegasan terhadap pentingnya kepekaan
terhadap realitas lokal dalam proses berteologi.
f) Wacana Lintas Iman
Program ini diharapkan dapat memberikan refleksi teologis antropologis
terhadap kegiatan dari hasil Sobat dan Kata Hawa.
(7) Program Pendampingan di Bidang Hukum
Percik memiliki dua program di bidang pendampingan hukum yaitu
program bantuan hukum di bidang litigasi dan non litigasi yang dilakukan oleh
Biro Pelayanan dan Bantuan Hukum (BPBH), dan program peningkatan fungsi
kepolisian beorientasi masyarakat (COP) di Salatiga.
a) Program Biro Pelayanan dan Bantuan Hukum (BPBH)
Dalam pelayanannya biro ini mengutamakan pelayanan kepada golongan
yang secara ekonomi, sosial, hukum dan politik terpinggirkan. Sejak tahun 1996
hingga 2004 BPBH telah menangani secara selektif 52 perkara yang berupa
perkara pidana, perdata, keluarga, tanah dsb. Sejak dua tahun terakhir BPBH
Percik menangani kasus-kasus class action, antara lain berkenaan dengan kasus
penggunaan air dan reclaiming tanah.
b) Program Peningkatan Fungsi Kepolisian Beorientasi Masyarakat
(Community Policing - COP) di Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Program ini dilatarbelakangi oleh buruknya citra polisi di mata masyarakat
yang berakibat pada kurang harmonisnya hubungan masyarakat dengan polisi.
Masyarakat takut dan enggan berhubungan dengan polisi karena mereka
memandang polisi sebagai sosok yang mengancam, bukan sebagai pengayom.
Rasa takut masyarakat terhadap polisi dan citra polisi yang buruk itu tidak boleh
dibiarkan, karena rasa takut itu bisa berkembang menjadi apatisme atau
sebaliknya bisa menjadi sangat agresif, dengan mengambil alih peran polisi dalam
bentuk main hakim sendiri, seperti gejala yang cukup banyak di masyarakat. Baik
apatisme maupun agresivisme harus dicegah. Hubungan sinergi antara polisi dan
masyarakat perlu dikembangkan. Polisi tidak boleh dibiarkan bermain sendiri
dalam pemeliharaan keamanan. Hubungan yang kaku dan tegang antara
masyarakat dengan polisi harus dicairkan dan diakrabkan agar tercipta hubungan
kemitraan yang saling menguntungkan (saling membutuhkan). Peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan keamanan perlu diupayakan, kecurigaan
masyarakat terhadap polisi perlu dikikis, rasa saling-percaya perlu dibangun.
Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam program ini yaitu :
1. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar
tercipta kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya dan saling
membutuhkan.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif
dengan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan
kriminalitas.
Dari tujuan tersebut di atas, perubahan yang diharapkan antara lain adalah
meningkatnya kinerja polisi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
serta berubahnya persepsi masyarakat terhadap polisi dari yang menganggap
polisi sebagai sosok yang menakutkan, ”pemeras”, korup, ”pelindung” penyakit
masyarakat, menjadi polisi sebagai mitra masyarakat dalam menciptakan
ketertiban dan keamanan.
Kegiatan program COP ini antara lain meliputi (1) Need assesment untuk
memperoleh pengetahuan awal tentang masalah-masalah di masyarakat yang
berkaitan dengan peranan dan tugas polisi (kamtibmas). Persoalan kamtibmas
tidak selalu muncul dalam bentuk “statistik” (besar-kecilnya angka kriminalitas di
masyarakat) tetapi bisa dalam bentuk respek dan respon masyarakat terhadap
polisi. Meskipun jumlah kriminalitas di satu wilayah kecil misalnya, belum
tentu respon dan respek masyarakat terhadap polisi positip. Hal-hal semacam ini
tidak bisa diketahui secara pasti tanpa adanya penelusuran secara mendalam. (2)
Seminar mengenai temuan-temuan dalam need assesment untuk memperoleh
masukan dari berbagai kalangan dan juga untuk membangun komitmen bersama
antara polisi dan stakeholder di wilayah terpilih. (3) penyeleggaraan FGD (Focus
Group Discussion) untuk secara bersama-sama melakukan pemetaan terhadap
persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, serta secara bersama-sama pula
merumuskan cara pengatasannya, (4) malaksanakan program-program aksi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menunjang tujuan adsvokasi. Seluruh bentuk dan jenis kegiatan advokasi
dikoordinir oleh sebuah kelompok kerja (Pokja) yang dibentuk dan dipilih oleh
komunitas di wilayah program.
Kemudian dalam kurun waktu 2006 COP melakukan beberapa kegiatan
lanjutan yaitu:
1. Seminar dengan tema:
(a) “Hak Asasi Hidup Aman bagi Individu” (Januari 2006) dengan serangkaian
diskusi mengetengahkan persoalan-persoalan terkait, antara lain:
- Citra Polisi Masa Lalu & Ke Depan
- Belajar COP dari Yogyakarta
- Aturan Terkait Perwujudan Rasa Aman
- Polmas Atau COP
- Jaring Asmara Bukan untuk Elite Saja
- Perda tentang Kesejahteraan Sosial
- Perubahan Kultur Polisi dari Militer ke Sipil
(b) “Kontribusi Peran Pemangku Hak Dalam Arena PILKADA Langsung
Salatiga 2006” (Maret 2006). Dalam seminar itu dibahas antara lain mengenai isu-
isu terkait dengan:
- Bagaimana Mengawal Demokrasi Melalui Pilkada Salatiga
- KPUD, Regulasi dan Sosialisasi Pilkada
- Peran Panwas dalam Mengawasi Pilkada 2006
- Peran Pemantau dalam Pikadal Salatiga 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
- Peran Polisi dalam Pengamanan Pilkada 2006
2. Publikasi:
- Koran Visi dan Misi calon Walikota dan Wakil Walikota Salatiga dalam
Pilkakada 2006.
- Leaflet serta selebaran-selebaran mengenai hak hidup aman dan beberapa
sosialisasi kepada para pengguna jalan diantaranya penggunaan helm yang
benar.
- Majalah Kenthongan: yang merupakan wahana saling bertukar informasi
untuk pokja-pokja COP.
(8) Pengembangan Unit Penunjang
Untuk mendukung kinerja lembaga, Percik mengembangkan unit-unit
penunjang yaitu perpustakaan dan dokumentasi dengan koleksi khusus, publikasi,
teknologi informasi, dan pengembangan Kampoeng Percik. Lembaga Percik
mengembangkan Perpustakaan dengan koleksi khusus di bidang politik lokal,
perkembangan civil society, demokrasi, keadilan sosial, Hak Asasi Manusia, serta
praktek-praktek keagamaan lokal.
a) Perpustakaan
Hingga saat ini koleksi buku-buku pada perpustakaan telah mencapai
lebih dari 3500 judul. Perpustakaan ini selain dimanfaatkan oleh staf Percik untuk
mendukung program-programnya, juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Para pengguna perpustaan ini sangat bervariasi, meliputi para peneliti, mahasiswa
(diantaranya mahasiswa S2 dan S3 yang sedang melakukan penelitian), aktivis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
LSM, anggota DPRD, tokoh masyarakat, dsb. Hingga saat ini tercatat 722 anggota
dari dalam maupun luar Kota Salatiga. Disamping pengembangan koleksi buku
serta penambahan jumlah anggota, bagian perpustakaan sebagai unit penunjang
juga memfasilitasi diadakan diskusi bedah buku yang menurut agenda akan
dilaksanakan setiap 2 bulan sekali. Untuk bulan Nopember 2006 Perpustakaan
telah melakukan diskusi buku: Baptisan Massal Pasca Peristiwa 30 September
1965 (Studi Kasus Perpindahan ke Agama Kristen Pada Tahun-tahun Sesudah
1965 – 1966 di Salatiga dan Sekitarnya)
b. Unit publikasi
Pustaka Percik sebagai Unit penerbitan telah menerbitkan beberapa publikasi,
diantaranya adalah:
1 Renai: Jurnal Politik Lokal dan Sosisal-Humaniora. Jurnal ini mengutamakan
hasil-hasil penelitian dan terbit empat kali setahun.
2 Telaga: Majalah ini berfungsi sebagai media komunikasi dan pembentukan
opini publik di tingkat lokal Salatiga. Sampai dengan saat ini majalah Telaga
sudah terbit sebanyak sebelas terbitan.
3 Deras: Buletin ini berfungsi sebagai sarana komunikasi antar anggota jaringan
untuk kegiatan advokasi. Buletin ini terbit berdasarkan isu-isu penting yang
sedang berkembang di masyarakat.
4 Seri Monografi: Seri monografi merupakan terbitan sementara dari laporan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Percik ataupun artikel lepas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
5 Prosiding Seminar Tahunan Dinamika Politik Lokal: Presentasi makalah dan
diskusi yang berlangsung dalam seminar tahunan dinamika politik lokal
diterbitkan dalam bentuk prosiding (rekaman proses).
6 Buku: Penerbitan buku-buku Percik dilakukan melalui kerjasama Pustaka
Percik dengan penerbit umum seperti LKIS dan Pustaka Pelajar. Buku-buku
tersebut antara lain: 90 Menit Bersama Gus Dur, Desentralisasi Dalam
Perspektif Lokal, Yang Pusat dan Yang Lokal, Civil Society Pada Aras Lokal,
Konflik dan Kekerasan Pada Aras Lokal, dan sebagainya.
c. Unit Teknologi Informasi
Unit ini dikembangkan untuk memberikan dukungan teknis informatika
terhadap berbagai kegiatan Percik yang jangkauannya semakin meluas. Selain
pengembangan Web site unit ini bermaksud memberikan dukungan teknis kepada
penerbitan journal electronik Renai, pengembangan program jaringan
perpustakaan dan pengolahan data secara electronis.
Pada bulan Nopember 2006, unit ini telah melakukan pemasangan jaringan
LAN di semua komputer milik Percik. Dengan demikian saat ini ada (1) sistem
penyimpanan data yang lebih terstruktur, (2) komunikasi data antar komputer, (3)
sharing penggunaan printer. Kemudian pada bulan Desember 2006, untuk
meningkatkan konelsi internet, Percik berlangganan enam (6) account internet
Wafe LAN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
(9) Pengembangan Relasi dan Kerjasama
Relasi dan kerjasama Percik dengan berbagai mitra telah berkembang
dengan pesat. Relasi tersebut antara lain dengan:
a. Relasi dengan berbagai pusat studi
Melalui penyelenggaraan seminar internasional tahunan di bidang politik
lokal, telah terjalin jaringan antar para pemerhati dan peneliti di bidang politik
lokal dari berbagai pusat studi di dalam maupun luar negeri. Kerjasama dengan
berbagai pusat studi juga terbina melalui kerjasama di bidang penelitian. Beberapa
diantaranya adalah kerjasama dengan P3PK Gajah Mada, kantor Menteri Riset
dan Teknologi, Universitas Melbourne, dan Free University di Amsterdam.
Sejak tahun 2000 Universitas Twente di Negeri Belanda mengirimkan
beberapa mahasiswanya untuk berada 6 bulan di Percik dalam rangka kuliah kerja
atau penulisan tesis mereka. Bersama-sama dengan Free University di Negeri
Belanda, beberapa universitas dari Vietnam, Thailand, Singapore, Malaysia, dan
Indonesia, Percik ikut mengembangkan jaringan studi Asia Tenggara. Jaringan ini
semakin memperoleh bentuknya melalui penyelenggaraan seminar dan konferensi
pada akhir Maret 2005 yang lalu.
Selain kerjasama di bidang penelitian, kerjasama dengan Free University
di Amsterdam mengambil bentuk kesediaan Universitas tersebut mendukung
program studi lanjut staf Percik. Empat orang staf Percik memperoleh dukungan
pendanaan dari Free University untuk melanjutkan studi S2 mereka di beberapa
Universitas di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Mulai awal Januari 2006 Percik telah melakukan kerjasama dengan
program Sourth East Asia - ANU (Australian National University), yaitu
menerima mahasiswa dari universitas tersebut untuk melakukan Practical
Assigment (KKN) di Percik. Pada tahun 2006 sudah ada dua mahasiswa dari
ANU yang melakukan Practical Assigment, dan akan dilanjutkan pada tahun-
tahun berikutnya.
b. Relasi dengan berbagai kelompok dan organisasi keagamaan
Relasi dengan berbagai kelompok keagamanaan, khususnya di tingkat
lokal, terbina melalui kerjasama di bidang advokasi. Relasi dengan Matakin
terbina dangan baik melalui keikutsertaan Percik dalam memperjuangkan
pengakuan terhadap Kong Hoe Tjoe sebagai agama resmi di Indonesia. Relasi
dan kerjasama dengan organisasi gereja-gereja di Indonesia, dengan pesantren,
organisasi Islam, Hindu dan Budha terjalin melalui kerjasama dalam
mengembangkan forum-forum dialog pada tingkat lokal dan dalam
penyelenggaraan program bersama untuk kepentingan umum (antara lain
misalnya program besama dalam pengentasan kemiskinan, program
pengembangan wacana pluralisme, demokrasi, dan pendidikan kewarganegaraan).
c. Relasi dengan berbagai LSM di tingkat lokal, profinsial, nasional
Relasi Percik dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat terbentuk
melalui keikutsertaan dalam beberapa jaringan lembaga atau organisasi swadaya
masyarakat baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Beberapa jaringan itu
antara lain adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
(a) Kelompok Indonesia bagi Penanggulangan Kemiskinan Struktural (KIKIS).12
(b) Forum Pengembangan Partisipasi Masayarakat (FPPM).13
(c) Forum Partisipasi Pembaharuan Desa (FPPD)14
(d) Kaukus 17 ++.15
(e) Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)16
d. Relasi dengan berbagai lembaga donor
Relasi dengan The Ford Foundation terjalin sejak tahun 1999. The Ford
Foundation telah memberikan dukungan pendanaan antar lain bagi
pengembangkan Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL). Dukungan dana tersebut
memungkinkan Percik melakukan kegiatan penelitian, mengorganisir seminar
tahunan dinamika politik lokal, menyelenggarakan pelatihan penelitian bagi
peneliti pemula dari beberapa daerah di luar Jawa. The Ford Foundation juga telah
memfasilitasi keikutsertaan staf percik dalam perkunjungan studi ke beberapa
negara, yaitu India, Brazilia dan Inggris. Dalam salah satu penyelenggaraan 12 KIKIS beranggotakan beberapa LSM, organisasi masyarakat, lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang bergerak di
bidang advokasi kebijakan bagi penanggulangan kemiskinan struktural. Jaringan ini antara memfungsikan diri sebagai
resouce sharing dalam rangka memperkuat kapasitas gerakan advokasi bersama. Percik menjadi anggota dari focal point
petani sawah, satu diantara 6 focal point yang menjadi perhatian KIKIS. 13FPPM merupakan wahana terbuka bagi lembaga-lembaga pemerintah, swadaya masyarakat,perguruan tinggi dan swasta
yang mempromosikan pendekatan partisipatoris dalam program-program pembangunan. Melalui FPPM gagasan dan
pengalaman mengenai pengembangan partisipasi masyarakat saling dipertukarkan. Pertukaran ini pada gilirannya dapat
mendorong prakarsa, perancangan, dan proses perubahan yang inovatif dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku
utama.
14 FPPD merupakan merupakan arena bagi proses pembelajaran dan pertukaran pengetahuan multi pihak yang
memungkinkan penyebarluasan gagasan pembaharuan desa, konsolidasi gerakan dan jaringan, serta kelahiran kebijakan
yang responsive terhadap desa. 15 Jaringan ini merupakan forum bersama untuk pengembangan Forum Warga. 16 JPPR merupakan koalisi dari 30 organisasi yang bekerjasama untuk melakukan program pendidikan pemilih dan
pemantauan Pemilu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
seminar tahunan dinamika politik lokal, selain dari Ford Foundation, Percik
memperoleh dukungan pendanaan dari Oxfam Hongkong.
Sejak akhir tahun 1998 the Asia Foundation di Jakarta telah bekerjasama
dengan Percik antara lain dalam program-program pemberdayaan pemilih dan
pendidikan kewarganegaraan, peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan
lokal, dan program peningkatan kinerja kepolisian berbasis masyarakat.
Percik bekerjasama dengan Christian Reformed World Relief Committee
dalam melaksanakan program-program pendidikan kewarganegaraan dan
peningkatan kapasitas organisasi di lingkungan warga dan lembaga gereja. Sejak
awal tahun 2005 kerjasama dengan CRWRC ini juga meliputi program pemulihan
Aceh pasca tsunami.
Sejak tahun 2003 Percik telah bekerjasana dengan Uniting Protestant
Chuches in the Netherlands untuk pengembangan program-program dialog dan
kerjasama lintas Iman di Indonesia dan di Negeri Belanda. Bersama dengan ICCO
Gereja-gereja Belanda ini ikut mendukung pelaksanaan program pendidikan
pemilih lintas agama di Sumatra Selatan, Sumba dan Jawa Tengah.
(10) Pengembangan Kampoeng Percik
Sejak tahun 2002 secara bertahap Percik mengembangkan tempat kerja
yang diberi nama Kampoeng Percik. Tempat kerja ini terletak di kota Salatiga
berjarak sekitar 1 km dari pusat kota. Di atas tanah seluas 1.25 ha, tempat kerja
ini terdiri dari 6 rumah tradisional Jawa dari kayu jati tua yang semula merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
rumah-rumah penduduk di pedesaan.17 Rumah-rumah tersebut kini difungsikan
sebagai kantor administrasi, ruang kerja staf, ruang perpustakaan, aula seminar,
kantin, dan rumah tamu. Dengan lokasi yang berada ditengah persawahan,
lingkungan pepohonan yang hijau, udara yang sejuk dan segar, Kampoeng Percik
memberi suasana yang akrab dengan alam, nyaman untuk bekerja dan berseminar.
Di masa mendatang Percik bermaksud melengkapi Kampoeng Percik ini dengan
fasilitas untuk pusat pelatihan.
17 Rumah-rumah tersebut dipindahkan dari tempat asalnya tanpa mengubah bentuk aslinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
2. KOTA SALATIGA
A. Sejarah Kota
Salatiga adalah kota kecil di propinsi Jawa Tengah, mempunyai luas
wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan, berpenduduk
176.795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan
kota regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota Semarang dan Surakarta,
mempunyai ketinggan 450-800 meter dai permukaan laut dan berhawa sejuk serta
dikelilingi oleh keindahan alam berupa gunung (Merbabu, Telomoyo, Gajah
Mungkur). Kota Salatiga dikenal sebagai kota pendidikan, olah raga,
perdagangan, dan transit pariwisata.
Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkapkan asal-
usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti, maupun penelitian
dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti
Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga. Berdasarkan
prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli tahun 750
Masehi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Nomor 15 Tahun 1995
Tentang Hari Jadi Kota Salatiga.
a. Prasasti Plumpungan
Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit
berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang
selanjutnya disebut prasasti Plumpungan. Berdasarkan Prasasti yang berada di
Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang ada pada saat itu merupakan
wilayah Perdikan. Sejarahwan yang sekaligus ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis
mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh
Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka. Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum
tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu
bernama Hampra, yanng kini bernama Salatiga. Pemberian perdikan tersebut
merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap
daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan. Perdikan berarti suatu daerah
dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak
atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. Dasar pemberian daerah perdikan
itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang
raja. Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu,
ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau
pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa
kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah
Rakyat Sekalian". Sejarahwan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah
berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat
memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar
Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali. Penetapan di
dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi
sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka
ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.
b. Zaman Penjajahan
Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota
Salatiga, berdasarkan Staatblad 1917 No. 266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stood
Gemente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa. karena dukungan faktor
geografis, udara sejuk dan letaknya sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal
keindahannya di masa penjajahan Belanda.
c. Zaman Kemerdekaan
Kota Salatiga adalah Staat Gemente yang dibentuk berdasarkan Staatblad
1923 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1995
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ditinjau dari segi administratif pemerintah
dikaitkan dengan kondisi fisik dan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II,
keberadaan Daerah Tingkat II Salatiga yang memiliki luas 17,82 km dengan 75%
luasnya merupakan wilayah terbangun adalah tidak efektif. Berdasarkan
kesadaran bersama dan didorong kebutuhan areal pembangunan demi
pengembangan daerah, muncul gagasan mengadakan pemekaran wilayah yang
dirintis tahun 1983. Kemudian terealisir tahun 1992 dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 69 tahun 1992 yang menetapkan luas wilayah Salatiga menjadi
5.898 Ha dengan 4 Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan. Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
amanat Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Kota
Salatiga
B. Gambaran Wilayah
Kota Salatiga terletak antara 007.17’ dan 007.17’.23” Lintang Selatan dan
antara 110.27’.56,81” dan 110.32’.4,64” di kelilingi oleh wilayah Kabupaten
Semarang, antara lain:
· Sebelah Utara: Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan dan Desa Pajaten) dan
Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Desa Watu serta Desa Agung)
· Sebelah Selatan: Kecamatan Getasan (Desa Sumogawe, Desa Samirono serta
Desa Jetak) dan Kecamatan Tengaran (Desa Patemon dan Desa Karang
Duren)
· Sebelah Timur: Kecamatan Pabelan (Desa Ujung-ujung, Desa Sukoharjo serta
Desa Glawan) dan Kacamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Tegal Waton serta
Desa Nyamat)
· Sebelah Barat: Kecamatan Tuntang (Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa
Sraten serta Desa Gendongan) dan Kecamatan Getasan (Desa Polobogo).
Kota Salatiga dilalui oleh jalan Arteri Primer (jalan nasional) Semarang –
Solo. Salatiga menjadi perlintasan dua kota besar di Jawa Tengah (Semarang –
Solo) serta perlintasan dari Jawa Timur (jalur tengah) ke Semarang dan Jawa
Barat sehingga transportasi darat melalui Salatiga cukup ramai. Salatiga berjarak
100 km dari Yogyakarta dan 53 km dari Solo, serta Secara administratif Kota
Salatiga mempunyai 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan, dengan Jumlah RT 1038 dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
RW 198 pada Tahun 2010. Berikut adalah Luas Wilayah Kota Salatiga per
kelurahan. Pada awalnya Kotamadya Salatiga hanya terdiri dari satu kecamatan
saja, yaitu Kecamatan Salatiga. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota
Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari Kabupaten
Semarang. Hingga sekarang, secara administratif Kota Salatiga terdiri dari 4
Kecamatan dan 22 Kelurahan.
1. KECAMATAN SIDOREJO
· Kelurahan Blotongan
· Kelurahan Sidorejo Lor
· Kelurahan Salatiga
· Kelurahan Bugel
· Kelurahan Kauman Kidul
· Kelurahan Pulutan
2. KECAMATAN TINGKIR
· Kelurahan Kuto Winangun
· Kelurahan Gendongan
· Kelurahan Kali Bening
· Kelurahan Sidorejo Kidul
· Kelurahan Tingkir Lor
· Kelurahan Tingkir Tengah
3. KECAMATAN ARGO MULYA
· Kelurahan Noborejo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
· Kelurahan Ledok
· Kelurahan Tegalrejo
· Kelurahan Kumpulrejo
· Kelurahan Randuacir
· Kelurahan Cebongan
4. KECAMATAN SIDOMUKTI
· Kelurahan Kecandran
· Kelurahan Dukuh
· Kelurahan Mangunsari
· Kelurahan Kalicacing
C. Pemerintahan
Untuk memenuhi standar pelayanan bagi masyarakat, Salatiga memiliki
organisasi perangkat daerah yaitu: 1 Sekretariat Daerah (9 Bagian), 1 Sekretariat
DPRD, 4 lembaga teknis daerah/badan, 10 Dinas, 4 Kantor,1 Inspektorat, 4
Kecamatan dengan 22 Kelurahan dan 25 UPT. Menurut data sampai dengan
Oktober 2010, jumlah PNS di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga adalah 4172
orang. Pada tahun 2010 jumlah PNS golongan I berjumlah 219 orang, golongan II
943 orang, golongan III 1996 dan golongan IV 1014 orang. Sementara banyaknya
PNS tingkat pendidikan adalah 205 Orang lulusan SD, 200 Orang lulusan SMP.
845 Orang lulusan SMU/SMK, 426 Orang lulusan Diploma III, 1686 Orang
lulusan Strata 1 dan 181 Orang lulusan Strata 2 dan Strata 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
D. Visi dan Misi
1) Visi : Salatiga yang sejahtera, mandiri dan bermartabat
· “Sejahtera” mempunyai arti meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar,
fasilitas umum, pelayanan publik dan pembangunan berwawasan lingkungan.
· “Mandiri” mengandung arti mewujudkan Kota Salatiga sebagai pusat kegiatan
masyarakat yang berkemampuan serta berperan aktif dalam pembangunan
yang dilandasi oleh jiwa dan semangat kewirausahaan untuk meningkatkan
potensi dan daya saing daerah.
· “Bermartabat” bermakna untuk mewujudkan Kota Salatiga sebagai pusat
penyelenggaraan pemerintahan yang tunduk pada prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang bersih, profesional, berwibawa, demokratis, menjunjung
tinggi supremasi hukum, dan penghormatan yang tinggi terhadap hak asasi
manusia.
2. Misi
2.1 Menyediakan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar
a. Peningkatan akses pendidikan
b. Peningkatan akses pelayanan kesehatan
2.2 Mengelola tata ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
a. Mengembangkan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial
b. Penanganan atas penyandang masalah sosial
c. Kemiskinan, konflik-konflik sosial, kesenjangan pemerataan pendapatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
2.3 Meningkatkan perekonomian daerah berbasisi ekonomi kerakyatan dan
partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
c. Pemberdayaan ekonomi lokal
d. Pemberdayaan rumah tangga kurang mampu
e. Produksi dan produktifitas hasil pertanian dan perikanan
f. Peningkatan partisipasi publik dalam pembangunan.
2.4 Melestarikan nilai-nilai kearifan lokal dalam rangka memperkuat identitas dan
jati diri daerah
a. Menyelaraskan pembangunan dengan budaya serta nilai kearifan lokal
masyarakat (local wisdom).
b. Mengembangkan hubungan yang sinergis antara pemangku kepentingan
pembangunan
c. Mengembangkan hubungan yang sinergis antara pemangku kepentingan
menuju terciptanya pembangunan yang berbasis pada upaya peningkatan
kesejahteraan, kemandirian.
d. Meningkatkan tata kelola pemerintah dengan prinsip-prinsip good
governance
e. Mewujudkan konsep good governance, pembangunan daerah dan
pengelolaan sektor publik dilakukan dengan berbasis pada partisipasi,
transparansi, dan akuntabilitas.
f. Mengembangkan pemahaman politik melalui budaya politik demokratis
yang santun dan mengedepankan supremasi hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
2.5 Peningkatan kualitas masyarakat menuju masyarakat demokratis
membutuhkan adanya pendidikan politik.
a. Mengembangkan pengarustamaan gender dalam berbagai bidang
kehidupan dan perlindungan anak, remaja, serta perempuan dalam segala
bentuk diskriminasi dan eksploitasi
E. Lambang Daerah
1. Makna warna dalam lambang daerah:
a. Putih : kejujuran/ kesucian
b. Kuning emas : berarti keluhuran / keagungan / kemulian/ kejayaan
c. Hijau : kemakmuran
d. Biru : kedamaian
e. Hitam : keabadian/ keteguhan
f. Merah : keberanian
2. Makna bentuk dan motif yang terkandung dalam lambang daerah:
a. Bentuk Perisai: melambangkan pertahanan dan ketahanan wilayah/daerah.
b. Lukisan dasar tanpa batas berwarna biru laut: melambangkan kesetiaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
c. Bintang bersudut lima berwarna kuning emas yang disebut "Nur Cahaya"
melambangkan bahwa rakyat Salatiga adalah insan yang percaya dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
d. Lukisan Sadak Kinang: melambangkan kesuburan daerah Salatiga dan
sumber kekuatan.
e. Lukisan dua buah gunung yang berhimpit menjadi satu:
melambangkan bersatunya rakyat dengan Pemerintah Daerah, disamping
melambangkan Kota Salatiga berada di daerah pegunungan yang berhawa
sejuk.
f. Lukisan Padi dan Kapas: melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat Salatiga, sedangkan jumlah biji padi 24 buah dan daun kelopak
bunganya berjumlah 7, melambangkan tanggal dan bulan hari jadi Kota
Salatiga
g. Lukisan Patung Ganesa: melambangkan peranan dan fungsi Salatiga
sebagai kota pendidikan.
h. Susunan Batu Bata: melambangkan status Kota / Kotamadya; sedangkan 4
lekukan serta 5 kubu perlindungan melambangkan diproklamasikannya
kemerdekaan Republik Indonesia pada Tahun 1945.
i. Pita dengan tulisan "SRIR ASTU SWASTI PRAJABHYAH":
mempunyai makna "Semoga Bahagia Selamatlah Rakyat Sekalian".
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
j. Diatas lambang bertuliskan "SALATIGA": menyatakan bahwa lambang
ini adalah milik Daerah Kota Salatiga.
F. Sesanti Kota
Sesanti Kota Salatiga adalah: "HATI BERIMAN", yang ditetapkan dalam
Perda Kodya Tingkat II Salatiga Nomor 10 Tahun 1993 tentang Penetepan
Semboyan Kota Salatiga Hati Beriman. Adapun kepanjangan dari sesanti Hati
Beriman adalah:
a. S E H A T : kesehatan jasmani, rohani, dan lingkungan;
b. T E R T I : kesadaran sosial dan disiplin;
c. B E R S I H : kondisi kehidupan yang bersih secara fisik dan psikis;
d. I N D A H : keindahan alam;
e. A M A N : keamanan lingkungan pemukiman, kerja, dan umum.
Keindahan alam di kaki Gunung Merbabu adalah motivasi untuk
mewujudkan sesanti "Hati Beriman".
G. Politik, Hukum dan Keamanan
Kota Salatiga merupakan Kota yang tenang dan dan memiliki kondisi
politik, hukum dan keamanan yang stabil. Kondisi yang stabil merupakan salah
satu modal dasar bagi tumbuh berkembangnya investasi perekonomian dan
pembangunan. Politik dalam negeri di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga
didukung oleh adanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dimana salah satu
fungsinya mewakili aspirasi rakyat yang dalam hal ini adalah masyarakat Kota
Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Beberapa kasus pelanggaran hukum baik pidana, perdata dan lalu lintas
yang dilaporkan maupun yang sudah ditangani, yaitu.
Gambar 3
Tabel Perkara/Kasus Pelanggaran Hukum Kota Salatiga
Tahun 2006 – 2010
Tahun Kasus pelanggaran
hukum
Perkara
Pidana Perdata Politik
dan HAM
Lakalantas
2006 Dilaporkan 190 - - 158
Terselesaikan 49 11 - 647
2007 Dilaporkan 186 - - 165
Terselesaikan 81 36 - 1907
2008 Dilaporkan 200 - - 97
Terselesaikan 113 42 - 4532
2009 Dilaporkan - - - -
Terselesaikan 147 44 - 12.799
2010 Dilaporkan 188 52 - 2914
Terselesaikan 165 43 - 2914
Sumber : Pengadilan Negeri / Bagian Hukum Setda Kota Salatiga
Catatan: Data tahun 2010 sampai Oktober
Untuk menangani kasus di Kota Salatiga, pada tahun 2009 Polres Salatiga
memiliki sarana Prasarana dan personil 515 personil polres, 1 kantor polres, 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
kantor polsek, 1 kantor pos polisi dan 1 kantor lantas. Adapun pelanggaran yang
terjadi dalam lalu lintas, salah satunya karena para pengendara tidak memiliki
SIM, jumlah pencari SIM di Kota Salatiga yang dirinci sesuai kategorinya pada
tahun 2009 adalah 5025 pencari SIM A, 815 pencari SIM B, 15408 pencari SIMC.
Kondisi Kota Salatiga yang cukup aman, namun masih terdapat 8 kasus
unjuk rasa politik dan 1 unjuk rasa ekonomi. Peran aparat keamanan dan
msyarakat pada umumnya diperlukan untuk menjaga stabilitas kemanan agar tetap
kondusif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
BAB III
STRATEGI KOMUNIKASI LSM PERCIK
DAN PENGARUHNYA
Pada Bab III ini akan dipaparkan sejumlah data dan pembahasan mengenai
strategi komunikasi LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di
Salatiga dan pengaruhnya. Data diperoleh selama penelitian dari proses observasi,
studi pustaka dan wawancara (interview) dengan sejumlah informan yang
dianggap memenuhi prinsip keterwakilan data, yaitu dari:
a. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat
b. Polisi
c. Pemerintah
d. Akademisi
A. TEMUAN DATA
1. Sekilas Tentang Gambaran Perpolisian Masyarakat di Salatiga
Program perpolisian masyarakat diawali tahun 2005 melalui Keputusan
Kapolri No.Pol: Skep/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan
Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, melalui
model ini penyelenggaraan fungsi kepolisian lebih menekankan pendekatan
kemanusiaan (humanistic approach) sebagai perwujudan dari kepolisian sipil dan
menempatkan masyarakat sebagai mitra kerja yang setara dalam upaya penegakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
hukum dan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Masyarakat terbagi
atas beberapa kelompok, sehingga dalam implementasinya model Polmas dibagi 2
(dua) yaitu :
1. Polmas model wilayah
Polmas wilayah mencakup satu atau gabungan beberapa area/kawasan
pemukiman (RW). Pembentukan Polmas model ini harus lebih didasarkan pada
keinginan masyarakat itu sendiri, walaupun proses ini bisa saja dilatarbelakangi
oleh dorongan polisi.
2. Polmas model Kawasan
Polmas kawasan merupakan model Polmas yang diterapkan pada satu
kesatuan area kegiatan dengan pembatasan yang jelas. Pembentukan Polmas
model ini dapat dilakukan atas inisiatif bersama.
Hal ini sesuai dengan keterangan dari Kanit Bin Polmas, AIPDA Tri
Wibowo yang menyatakan bahwa:
Polmas di Salatiga itu dibagi Polmas wilayah dan Polmas kawasan. Kalau Polmas wilayah di kelurahan dengan membentuk FKPM. Kalau Polmas kawasan itu berdasarkan kawasan yang sama misalnya dalam satu universitas. Untuk penyelesaian masalah menggunakan pendekatan dengan tokoh, hampir sama dengan FKPM. (Wawancara 12 Desember 2011 di Polres Salatiga)
Christina Arief, koordinator wilayah Salatiga dari Percik, juga mengatakan
hal yang senada :
Pemilihan program ada Polmas kawasan dan Polmas wilayah. Polmas wilayah itu adalah berbasis dimana mereka tinggal pada wilayah yang sama (RT, RW, Kelurahan). Tetapi ketika kami memilih universitas tertentu itu kan kawasan, dimana mereka tidak tinggal dalam satu wilayah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
yang sama tetapi mereka memiliki kepentingan yang sama di dalamnya. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
2. Strategi Komunikasi Percik dalam Sosialisasi dan Kampaye Program
Polmas di Salatiga
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran
bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati. Yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar
suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek
tertentu pada komunikan, baik itu dampak kognitif, afektif maupun behavioral.
Untuk mencapai tujuan dalam mensosialisasikan dan mengkampanyekan tentang
Perpolisian Masyarakat, maka Percik perlu didukung oleh suatu strategi
komunikasi yang efektif agar hal – hal yang disampaikan dalam rangka sosialisasi
dan kampanye Polmas di Salatiga dapat berjalan dengan baik. Empat hal yang
merupakan inti dalam penyusunan suatu strategi komunikasi yaitu:
a. Mengenal khalayak
b. Menyusun pesan
c. Menetapkan metode
d. Seleksi dan Penggunaan Media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Dengan menggunakan keempat hal tersebut maka dapat diketahui mengenai
strategi komunikasi yang digunakan Percik dalam mensosialisasikan dan
mengkampanyekan program perpolisian masyarakat. Strategi tersebut adalah:
a. Mengenal Khalayak (Analisis Khalayak)
Langkah pertama dalam melakukan kegiatan komunikasi yang terencana
adalah dengan melakukan analisis khalayak. Hal ini dilakukan untuk dapat
menetapkan strategi komunikasi yang tepat dan mengenali dengan pasti siapa
yang menjadi khalayak sasaran. Upaya untuk mengenali khalayak sasaran dapat
ditempuh melalui kegiatan analisis khalayak, yang berisi langkah-langkah:
pengumpulan fakta, analisis kebutuhan khalayak, dan identifikasi permasalahan
yang dihadapi khalayak. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya digunakan
untuk menganalisis kebutuhan khalayak dan mengidentifikasi permasalahan yang
sedang dihadapi yang akan dijadikan patokan dalam merumuskan tujuan program
komunikasi.
Hal ini sejalan dengan yang dilakukan Percik. Manajer program COP
Percik, Hery Wibowo, menjelaskan :
Need assessment merupakan penelitian awal apakah masyarakat itu masih percaya kepada polisi, apakah polisi masih percaya kepada masyarakat untuk soal-soal reformasi keamanan atau soal-soal pengamanan lingkungan di wilayah mereka masing-masing. Hal yang lain adalah kita melakukan pemetaan, kita petakan apa kebutuhan masyarakat. (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tahap pertama program COP/Polmas adalah melakukan penelitian awal
atau yang disebut dengan need assesment (NA). Kegiatan ini dilaksanakan untuk
memperoleh pengetahuan awal tentang masalah-masalah di masyarakat,
pengetahuan dan persepsi serta harapan-harapan masyarakat terhadap peranan dan
kinerja polisi. Secara lebih spesifik, tujuan need assesment ini adalah untuk : (1).
Membantu mendapatkan isu utama dalam kegiatan COP; (2). Menolong
melakukan penentuan wilayah pelaksanaan program COP secara bertanggung
jawab, lebih akurat dan terarah; dan (3) Mendapatkan model kegiatan COP di
tingkat wilayah.
Selanjutnya dijelaskan lebih mendalam oleh koordinator Polmas untuk
wilayah Salatiga, Christina Arief dari Percik. Beliau mengatakan :
Proses awalnya kami mengadakan need assessment di enam wilayah RW, tetapi karena keterbatasan tenaga juga biaya pada saat itu sehingga kami hanya memilih 2 wilayah pilot project. Nah 2 wilayah itu ya memang pertemuannya terpisah, antara masyarakat saja lalu polisi saja. Baru setelah masyarakat mau baru ditemukan, lalu ada kelompok kerja (pokja). Pokja itulah yang kemudian bekerja merancang kegiatan. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Penelitian awal atau Need Assesment (NA) dilakukan di enam RW di
empat kelurahan (Kelurahan Sidorejo Lor, Salatiga di Kecamatan Sidorejo;
Kelurahan Noborejo di Kecamatan Argomulyo, dan Kelurahan Kecandran di
Kecamatan Sidomukti). Wilayah-wilayah tersebut termasuk dalam wilayah kerja
tiga Kepolisian Sektor (Polsek), yakni Polsek Sidorejo, Argomulyo dan
Sidomukti. Pilihan atas wilayah penelitian didasarkan pada pembagian wilayah
perkotaan dan pedesaan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
corak dan dinamika masalah antara komunitas pedesaan dan perkotaan.
Selanjutnya dari dua karakter wilayah terpilih, ditetapkan dua RW di Kelurahan
Sidorejo Lor, dua RW di Kelurahan Salatiga dan masing-masing satu RW di
Kelurahan Noborejo serta Kecandran.
Pemilihan RW tersebut dilakukan berdasarkan karakteristik sosial
masyarakatnya, diantaranya perluasan wilayah pedesaan menjadi perkotaan,
lokasi yang berdekatan dengan lingkungan kampus (banyaknya tempat kos)
dengan berbagai konsekuensinya, dan tingkat kriminalitas. Selain itu, juga
dimaksudkan untuk memberi fokus terhadap kemungkinan kemampuan jangkauan
program.
Warga Noborejo, Jamiludin, menjelaskan kondisi wilayahnya yang terpilih
menjadi pilot project Percik:
Nobo itu wilayah peralihan, sebenarnya dari desa pindah menjadi kelurahan kan, masih dalam peralihan. Jadi karakter desa itu masih kuat, jadi jiwa kegotong royongan pada dasarnya masih kuat. Terus di satu sisi kesiapan warga untuk menerima perubahan belum ada. Karena sekarang Noborejo dijadikan sentra industri. (Wawancara 17 November 2011 di tempat kerja pak Jamiludin)
Sumber informasi dikumpulkan dari 30 responden yang dipilih secara acak
dan tersebar di masing-masing RT dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan di masing-masing RW melalui wawancara tertutup (close
questionaire) dan terbuka (open questionaire).
Keterangan yang didapat dari Siswoyo, warga Nobowetan :
Awalnya Percik melakukan pendekatan, jalan-jalan ke masyarakat. Tanya-tanya tentang banyak hal sampai akhinya perlu ada program COP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
di Noborejo. Waktu itu ada tawaran dari Percik. Percik itu sebagai jembatan, sebagai fasilitator, menjembatani polisi dengan masyarakat. Sebagai perwakilan dari masyarakat sebagai sampel adalah kami. Waktu itu juga kegiatan-kegiatannya dipandu oleh Percik. (Wawancara 24 November 2011 di Nobowetan)
Penelitian need assesment (termasuk analisa) dilakukan pada bulan
Januari-Pebruari 2005. Penulisan laporan dilakukan pada bulan Maret 2005.
Tentang hasil analisis khalayak, Hery Wibowo, mengatakan :
Dari hasil survey yang kita lakukan ternyata lebih dari 60% masyarakat masih mempercayai bahwa polisi masih merupakan sosok yang dianggap mampu untuk melakukan pengamanan di lingkungan masyarakat. Itu memang berbanding terbalik dengan persepsi-persepsi masyarakat selama ini mengenai polisi sebelum program Polmas (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan Christina Arief :
Meski dalam penelitian ini ditemukan sejumlah persepsi masyarakat yang kurang baik terhadap polisi, tapi bersamaan dengan itu pula masyarakat masih menaruh kepercayaan kepada polisi dalam menyelesaikan persoalan kamtibmas dan pelanggaran hukum. (Wawancara 8 Novemver di Percik)
Kesimpulan yang didapat dari need assement tersebut adalah meski telah
terjadi pemisahan antara Polri dengan TNI, namun polisi belum serta merta bisa
meninggalkan kultur lama yang mengedepankan watak militeristik. Perubahan
watak yang belum tuntas itu berpengaruh terhadap cara pandang dan bertindak
kepada masyarakat. Polisi dianggap masih menampakkan wajah militeristik,
kurang ramah, masih membedakan status sosial masyarakat, cenderung
mempersulit, terkesan mudah mengancam (main kuasa), dan berperilaku korup.
Akibatnya masyarakat merasa takut, enggan, trauma dan merasa tidak menerima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
manfaat saat berhubungan dengan polisi. Meski persepsi masyarakat terhadap
polisi kurang baik namun ternyata masyarakat masih menaruh rasa percaya
kepada polisi dalam menyelesaikan persoalan Kamtibmas dan pelanggaran
hukum. Kepercayaan ini merupakan modal besar untuk melanjutkan program
reformasi polisi ke arah fungsi polisi yang dicita-citakan.
Setelah proses need assessment dilakukan, kemudian Percik mengadakan
review dalam bentuk seminar. Seminar ini bertujuan untuk memperoleh masukan
dari berbagai pihak atas hasil need assesment dan membangun komitmen bersama
antara polisi dan stakeholder khususnya dengan wilayah terpilih. Beberapa tema
dalam seminar COP Percik ialah:
1. Perjalanan Reformasi Polisi Pasca UU No. 2 Tahun 2002 oleh Irjen Farouk
Muhammad [Gubernur PTIK], (Makalah : Merealisasikan Konsep Kepolisian
“Sipil”).
2. Diskusi Hal Ikhwal tentang Community Policing (COP) oleh Erlyn Indarti
[Dosen FH UNDIP dan Akpol Semarang], (Makalah: Padi Masak, Jagung
Mengupih: Membangun Community Policing, Mewujudkan Civil Society).
3. Program COP dan penguatan masyarakat sipil oleh Kepala Biro Binamitra
Polisi Daerah Jawa Tengah dan Drs. Soekamid, M.Sc (International
Organization for Migration Indonesia - IOM)
4. Diskusi laporan Penelitian NA dan Sharing pengalaman COP di Indonesia
oleh Tim COP Percik dan Herbin Siahaan [The Asia Foundation], (Makalah:
Pengembangan Community Policing (COP) di Indonesia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Topik 1,2 dan 3 dimaksudkan untuk membuka wawasan peserta tentang
COP, sedangkan topik ke-4 adalah penyajian dan diskusi hasil NA oleh Percik.
Awalnya Percik menduga akan terjadi pembelaan, baik secara pribadi maupun
secara institusional dari pihak Polres Salatiga terhadap hasil penelitian ini, juga
ada kekhawatiran sebahagian peserta, khususnya para responden yang juga
diundang hadir dalam seminar ini akan mendapat ”tekanan” dari pihak polisi
karena informasi yang mereka berikan. Ternyata hal tersebut tidak terjadi, pihak
polisi (Polres Salatiga) menerima hasil penelitian ini sebagai sebuah harapan besar
dari masyarakat untuk merubah kinerja dan citra kepolisian. Kritik yang sangat
pedas juga ditanggapi secara baik oleh Polres Salatiga.
Setelah mendapatkan gambaran melalui proses need assesment dan review
dalam bentuk seminar, tim COP Percik melakukan evaluasi dan memilih wilayah
pilot project yaitu di wilayah RW VII Dusun Turusan Kelurahan Salatiga
(wilayah kerja Polsek Sidorejo) dan Dusun Nobo Wetan [RW V&VI] (wilayah
kerja Polsek Argomulyo). Pemilihan ini didasarkan beberapa pertimbangan antara
lain:
1. Dusun Turusan merupakan wilayah perkotaan yang cukup rawan (pencurian,
perjudian) dan Percik berada dalam wilayah ini. Oleh karena itu Percik juga
memiliki tanggung jawab sosial untuk mengembangkan community
developmentnya dengan masyarakat setempat;
2. Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Dusun Nobo Wetan lebih rawan
dibandingkan dengan Dusun Kecandran. Di samping itu, masyarakat Nobo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
terlanjur apriori terhadap keberadaan NGO karena mereka pernah
’dikecewakan’ oleh NGO berkaitan dengan tanah bengkok desa.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Jamiludin, penduduk Noborejo :
Dulu di Nobo mayoritas kan petani, mendapat tanah bengkok, nah sekarang tanah bengkok sudah beralih menjadi industri. Otomatis mengurangi dan menghilangkan mata pencaharian sebagian besar penduduk. Itu sedikit banyak berpengaruh pada warga sehingga cenderung sensitive. (Wawancara 17 November di tempat kerja pak Jamiludin – Noborejo)
Setelah itu, Percik beserta wilayah terpilih melakukan penyusunan
program melalui FGD. Dalam FGD ini bersama-sama stakeholder melakukan
pemetaan persoalan-persoalan yang ada, kemudian merumuskannya berdasarkan
skala prioritas, dan merencanakan tindak lanjut dalam bentuk kegiatan-kegiatan
bersama menyangkut apa bentuknya, bagaimana dilaksanakan, bagaimana cara
pengawalannya, bagaimana anggarannya. Tugas Pokja yang terbentuk ini adalah:
1. Menjadi fasilitator sekaligus mediator hubungan antara polisi dengan
masyarakat, terutama di komunitasnya, tanpa mengambil alih tugas kepolisian
yang represif
2. Merancang program berdasarkan aspirasi yang berkembang di komunitas dan
sumber-sumber lain yang dianggap relevan
3. Melakukan sosialisasi program COP ke masyarakat
4. Mengawal pelaksanaan program COP
5. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
6. Membangun relasi kemitraan dengan kepolisian tanpa mengabaikan sikap
kritis-obyektif
7. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kepada Percik sebagai
penggagas dan komunitas sebagai stakeholder
Siswoyo yang waktu itu menjabat sebagai ketua pokja COP menjelaskan :
Waktu itu saya yang menjadi ketua Pokja COP di Nobowetan, Pokja itu tugasnya menjembatani polisi dan masyarakat supaya bisa membaur dan ada komunikasi yang terbangun (Wawancara 24 November dengan pak Siswoyo di Noborejo) Lebih lanjut Christina Arief selaku koordinator wilayah Salatiga dari
Percik mengatakan :
Nah awalnya baik di 2 wilayah, Nobowetan dan Turusan memang pertemuannya terpisah, antara masyarakat saja lalu polisi saja. Mau tidak kami mau melakukan hal ini baru setelah masyarakat mau polisi mau baru ditemukan, lalu kemudian kami membentuk kelompok kerja (pokja). Pokja itulah yang kemudian bekerja merancang kegiatan. (Wawancara 8 November di Percik) Pokja kemudian menyusun sejumlah kegiatan formal dan informal untuk
mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan adalah kegiatan yang bersifat fun dan menarik perhatian masyarakat,
yaitu:
1. Kegiatan Formal :
a. Pelatihan Siskamling untuk warga oleh polisi
b. Penyuluhan hukum (termasuk hukum adat), narkoba, kenakalan remaja,
serta bidang-bidang lain terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
c. Peningkatan SDM anggota polisi, diantaranya kursus bahasa Inggris serta
komputer
d. Membuat program Polisi sahabat anak
e. Sosialisasi mengenai informasi kriminal kontemporer baik yang sudah
maupun akan terjadi serta cara penanganannya
2. Kegiatan Informal :
e. Olahraga bersama
f. Kesenian bersama
g. Memasak bersama
h. Kegiatan sosial bersama
i. Kegiatan siskamling bersama
j. Kunjungan siskamling
k. Meningkatkan forum kantibcarlantas
l. Turnamen olahraga bersama
Hal ini sejalan dengan pernyataan Hery Wibowo dari Percik yang
menjelaskan bahwa:
Untuk tahap pertama itu cuma bermain bersama, main catur bareng, main badminton bareng supaya mereka duduk dan bermain bersama (Wawancara 8 November 2011 di Percik) Siswoyo, ketua Pokja Nobowetan menjelaskan bahwa : Kami sebagai Pokja merancang kegiatan seperti sosialisasi, lomba, permainan, sarasehan, kerja bakti bersama antara polisi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
masyarakat. Waktu itu juga pernah diadakan pentas seni tari, kami pilihkan campur sari yang main adalah Cinde Laras, kelompok campur sari terkenal di daerah sini. Sehingga betul masyarakat yang datang banyak. (Wawancara 24 November 2011 di rumah pak Siswoyo – Noborejo) Dalam program yang dirancang Percik dan Pokja terlihat masyarakat dan
polisi antusias. Sejalan dengan itu tujuan program ini juga sedikit demi sedikit
tercapai. Hal ini tampak pada olah raga, baik jalan santai, sepak bola,
bulutangkis, ping-pong, catur, paling tidak sudah mulai tampak bahwa kebekuan
hubungan antara polisi dan masyarakat sudah mulai mencair. Hal ini juga terlihat
dalam beberapa kegiatan lain seperti, masak bersama, lomba mewarnai gambar
tentang polisi idaman anak.
Haryati yang mengikuti proses awal pembentukan Pokja sampai
terlaksananya program-program mengatakan bahwa :
Saya melihat program itu berhasil karena di setiap acara masyarakat yang datang banyak, polisi dan masyarakat juga bisa membaur. Waktu itu acaranya diselenggarakan beruntun, olahraga, lomba masak, mewarnai anak, dan hubungan antara polisi dengan masyarakat itu lama-lama mulai cair (Wawancara 24 November 2011 di rumah ibu Haryati – Nobowetan)
Setelah penguatan kapasitas masyarakat untuk memiliki kesetaraan
sehingga memiliki kecairan hubungan dengan Polisi tercapai di wilayah pilot
project desa Turusan dan Nobowetan, maka langkah selanjutnya adalah fase
peningkatan partisipasi masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap
persoalan Kamtibmas dan juga mendorongkan advokasi untuk kepolisian.
Dijelaskan Christina Arief bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Dari tahun 2004-2007 itu adalah penguatan kapasitas masyarakat untuk memiliki kesetaraan atau kecairan hubungan dengan Polisi. Setelah itu ada pergeseran supaya lebih balance, kami berharap kedua belah pihak saling mempunyai kerjasama yang baik untuk meningkatkan pelayanan polisi.(Wawancara 8 November di Percik)
Hal senada diungkapkan Hery Wibowo :
Setelah hubungan mulai cair kita mulai mengelompokkan sesuai dengan kebutuhan dan persoalannya. Ada advokasi Kebijakan khusunya untuk institusi kepolisian dan peningkatan kapasitas pegiat Polmas kalau di salatiga pengurus FKPM baik pengetahuan, kemampuan untuk mengadvokasi, dan melibatkan juga unsur pemerintah. (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
b. Menyusun pesan
Percik terjun dalam sosialisasi dan kampanye Polmas dalam hal normatif,
yaitu bagaimana mensosialisasikan dan mengkampanyekan nilai dan filosofi yang
terkandung dalam perpolisian masyarakat. Nilai-nilai tersebut adalah kemitraan,
kesetaraan, problem solving dan conflict prevention. Pesan komunikasi yang
disampaikan adalah mendorongkan reformasi keamanan dan ketertiban melalui
kinerja kepolisian yang baik (good governance).
Hal tersebut seperti yang diungkapkan Christina Arief, koordinator
program COP wilayah Salatiga, bahwa :
Sosialisasi program Polmas itu dilakukan kepolisian, tetapi ketika mensosialisasikan nilai dan filosofi di dalam Program Polmas itu yang kami lakukan. Pencapaiannya ada pelayanan public yang baik melalui good governance. Bagaimana mendorongkan pelayanan publik. Kita menggunakan kegiatan advokasi yang didalamnya ada komunikasi sebagai kunci. (Wawancara 8 November 2011 di Percik) Koordinator program COP/Pomas dari Percik, Hery Wibowo juga
mengatakan bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Percik mendorong adanya forum-forum dimana masyarakat dan polisi bisa duduk setara, forum itu bisa digunakan untuk menagih pelayanan yang maksimal dari pemerintah, dari polisi, dari pengambil kebijakan. Forum itu juga digunakan untuk memecahkan masalah, mencegah konflik bahkan mendorong terciptnaya good governance (Wawancara 2 November 2011 di Percik) Secara lebih spesifik pesan komunikasi yang coba disampaikan Percik
kepada Pemerintah (Kesbangpol dan Linmas) adalah bagaimana mendorong
turunnya anggaran keamanan di wilayah-wilayah.
Pada detik terakhir itu disadari ternyata di seluruh kegiatan tetap membutuhkan pembiayaan kegiatan. Maka disana lalu didorongkan pihak pemerintah untuk memberikan perhatian. Karena pemerintah itu punya dana banyak di Kesbangpol dan Linmas. Nah itu didorongkan melalui pertemuan dengan pihak Pemerintah, Bappeda, Kesbangpol dan Linmas. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Untuk mensosialisasikan dan mengkampanyekan nilai-nilai dan filosofi
yang ada Polmas, Percik memilih khalayak potensial agar pesan-pesan yang
disampaikannya efektif dan efisien. Sejalan dengan itu untuk mendukung strategi
komunikasi, pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada komunikan harus
disesuaikan dengan kerangka referensinya. Komunikan atau khalayak sasaran
dalam hal ini adalah masyarakat (FKPM), polisi, pemerintah dan akademisi.
Mereka perlu mengetahui prinsip-prinsip dan filosofi program Polmas karena
program ini sulit direalisasikan bila tidak memperoleh dukungan dan atau
legitimasi dari stakeholder di Kota Salatiga.
Hal ini dijelaskan oleh pernyataan Hery Wibowo dari Percik bahwa :
Untuk Polmas ada beberapa stakeholders, polisi, pemerintah, pegiat Polmas, dan masyarakat itu sendiri. Masyarakat ini kita pilah-pilah juga,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
golongan masyarakat di kawasan tertentu dan di wilayah tertentu. Misalnya di wilayah pedesaan nanti kita progamnya yang berkaitan dengan isu-isu yang terjadi di desa itu sendiri. Kalau di suatu desa yang lain juga menyesuaikan. Isu apa yang sebaiknya dibicarakan disana. Jadi masih hal-hal seperti itu yang kita lakukan. Mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten. Jadi kita tidak merancang begitu ketat kegiatan kita, tapi apa kebutuhan masyarakat untuk suatu program Polmas. Nah sasaran yang lain kalau polisi itu polisi secara umum. Tapi yang akan kita gembar-gemborkan adalah bagaimana mereformasi polisi di dua fungsi, fungsi rekrim (reserse dan criminal) dan fungsi lalu lintas. Karena dua fungsi ini yang merupakan dua etalase kepolisian. (Wawancara 2 November 2011 di Percik) Lebih lanjut Christina Arief, koordinator wilayah Salatiga menjelaskan :
Dari tahun 2004-2007 itu adalah penguatan kapasitas masyarakat untuk memiliki kesetaraan atau kecairan hubungan dengan Polisi. Tahun 2007 sampai sekarang itu ada pergeseran supaya lebih balance, karena masyarakat itu dari tahun 2004-2007 sudah mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan polisi tapi belum ada sambutannya. Tahun 2007 kami berharap kedua belah pihak saling mempunyai kerjasama yang baik untuk meningkatkan pelayanan polisi.. Tahun 2007 partisipannya juga bergeser karena ada mahasiswa, artinya ada kelompok-kelompok muda yang kemudian diharapkan bisa mengawal proses reformasi keamanan kedepannya. Karena teman-teman akademisi ini kan lebih independent, tidak memiliki kepentingan untuk memberikan suara yang baik terhadap kinerja kepolisian di masyarakat. Lalu yang lain adalah pergeseran sasaran terhadap kelompok-kelompok agama. Hal ini sebagai bagian dari conflict prevention dan untuk kehidupan beragama yang baik. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Sasaran yang dianggap potensial oleh Percik adalah sebagai berikut :
1. Polisi
Semenjak reformasi, institusi kepolisian memiliki kewenangan yang
sangat luas dalam bidang keamanan dalam negeri dan penegakan hukum. Namun
sejumlah kendala masih dihadapi oleh institusi kepolisian. Kendala-kendala yang
hingga saat ini masih menyelimuti institusi kepolisian antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
a. Kapasitas Sumber Daya Manusia dan dana belum cukup memadai untuk
memikul tanggung jawab di atas.
b. Problem kultural polisi berwatak militeristik sulit untuk dihilangkan atau
diminimalisir.
c. Citra negatif polisi di mata masyarakat masih sangat dominan (korup, pemeras
dan keras).
d. Sistem politik dalam negeri yang relatif belum stabil bisa mengakibatkan
reformasi kepolisian dibawa seperti masa Orde Baru bahkan bisa lebih buruk.
e. Problem sistemik yang masih dialami oleh kepolisian.
Sejalan dengan itu, Kanit Bin Polmas, AIPDA Tri Wibowo menjelaskan
bahwa:
Jumlah polisi di Indonesia saat ini masih jauh dari angka memadai jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. Untuk Polmas selama ini juga tidak ada dana dari kepolisian, jadi semuanya sukarela. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga) AIPTU Sriyati juga menambahkan bahwa:
Untuk menghilangkan kultur polisi yang militer butuh proses baik untuk polisi sendiri atau bagi masyarakat untuk menghilangkan predikat itu. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga)
2. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM)
Tujuan pembentukan FKPM antara lain sebagai salah satu perangkat yang
diharapkan bisa mewujudkan kemitraan polisi dan masyarakat. Di satu sisi patut
diapresiasi khususnya dalam konteks reformasi kepolisian. Namun disamping itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
proses pembentukan dan pengisian organisasi tersebut ternyata masih menyisakan
sejumlah masalah, antara lain ialah:
a. Proses pembentukan FKPM, bagi sebagian pihak menilai kurang
mengedepankan prinsip partisipatif, dan lebih mengutamakan aspek
mobilisasi.
b. Kapasitas pengurus FKPM belum memadai, dimana sebagian besar
mempunyai keterbatasan sumber daya manusia dan pengetahuan yang cukup
tentang tugas dan kewajibannya dalam program Polmas. Situasi ini, bisa
membuka peluang, munculnya relasi polisi-masyarakat tetap tidak seimbang.
c. Dari sisi keorganisasian, FKPM belum mempunyai strategi advokasi bagi
keberlanjutan organisasi ini dalam reformasi keamanan.
Alasan ini diperkuat oleh pernyataan Syafii, ketua FKPM Pulutan :
Pembentukan FKPM itu kan karena SKEP Kapolri 737 tahun 2005. Setelah ada itu langsung dibentuk dimana-mana. Dulu tidak melalui kelurahan tapi dari babin langsung ke tokoh masyarakat. Mencari orang-orang yang memang tokoh masyarakat di masing-masing wilayah. Dulu awalnya juga tidak memahami tentang FKPM. (Wawancara 11 November 2011 di rumah Pak Syafii – Pulutan) Sejalan dengan pernyataan Syafii, ketua FKPM Noborejo, Jamiludin
mengatakan bahwa :
Itu yang membentuk dari kepolisian. Itu kita waktu itu dikoordinasi pak Lurah mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat, dari ketua RW, tokoh pemuda, tokoh agama dan teman-teman yang selama ini punya power cukup di lingkungan. Setelah dibentuk diberi penyuluhan dari babinnya. (Wawancara 17 November 2011 di rumah pak Jamiludin – Noborejo)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Begitupula yang diungkapkan Sujiono, FKPM Kutowinangun :
Itu terbentuk tahun 2005 oleh polisi. Prosesnya satu orang tiap RW, yang sudah terbiasa menangani masalah di tiap wilayah diseleksi lalu kita undangi. Setelah itu dibentuk kepengurusannya. Prosesnya seperti itu, jadi ada tokoh-tokoh masyarakat dan dari keamanan kampung. (Wawancara 8 November 2011 di rumah bapak Sujiono – Kutowinangun) Senada dengan pernyataan sebelumnya, Yudi, ketua FKPM Kecandran
mengungkapkan :
Awalnya kita bertemu, dari kepala kelurahan, mengumpulkan beberapa tokoh-tokoh. Disana kita membentuk forum kemitraan polisi dan masyarakat. Dari awal ada bayangan bahwa FKPM itu tangan panjang dari Kepolisian terkait masalah kamtibmas. Ternyata independent. (Wawancara 8 November 2011 di rumah bapak Yudi – Kecandran)
3. Masyarakat Umum
Motto polisi adalah pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Motto
ini sejatinya juga bisa berarti bahwa masyarakat adalah pemilik (owner), sekaligus
subyek dari polisi. Sayangya untuk mengimplementasikan motto itu polisi belum
sepenuhnya berhasil karena sikap dan perilaku polisi yang korup, militeristik,
serta lebih berorientasi pada kekuasaan dan materi masih dominan. Dalam
konteks ini penting untuk melibatkan masyarakat sebagai pihak ekstenal untuk
mengontrol dan mengawal reformasi kepolisian. Upaya itu harus disertai juga
dengan gerakan advokasi kepada masyarakat. Pelibatan masyarakat memiliki
posisi strategis, antara lain, karena:
a. Bargaining position masyarakat dengan polisi masih sangat rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
b. Sebagian besar masyarakat belum memiliki pengetahuan cukup tentang
anatomi polisi dalam segi struktur, fungsi, tugas dan kewenangannya dalam
reformasi keamanan.
c. Demoralisasi di kalangan anggota polisi, dalam beberapa kasus, tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor intern kepolisian, tetapi terkadang (sebagian)
masyarakat malah turut mendukungnya.
d. Masyarakat belum sepenuhnya appresiatif terhadap reformasi internal
kepolisian untuk berubah ke civilian police.
e. Partisipasi masyarakat, khususnya kelompok minoritas (anak-anak, pemuda,
perempuan, kelompok marginal) untuk mendukung program reformasi
kepolisian belum terbangun.
Syafii, warga Pulutan mengungkapkan bahwa:
Dulu memang ada jarak antara polisi dengan masyarakat. Lalu kalau polisi ada di tengah masyarakat orang itu asumsinya siapa yang akan ditangkap, siapa yang bermasalah. Nah orang akan takut.(Wawancara 11 November di rumah Pak Syafii – Pulutan)
Hampir serupa dengan itu, Jamil juga menambahkan bahwa :
kalau hubungan dengan polisi sebelumnya sosok yang namanya polisi itu adalah sosok yang kalau orang desa bilang itu sosok yang paling di-emohi. Yang paling tidak di maui. Ah polisi paling gini-gini. Kalau dulu kalau sudah ada melibatkan polisi, wah pasti ada masalah, kalau ada polisi di jalan, wah pasti ada masalah. (Wawancara 17 November di rumah Pak Jamil – Noborejo)
Bejo, warga Kutowinangun menerangkan juga bahwa :
Awalnya hubungan dengan polisi itu jauh, kebanyakan ketakutan, karena dari masyarakat taunya kalau ada polisi masuk pasti ada apa-apa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Istilahnya mau cari orang atau ada apa. (Wawancara 9 November di rumah Pak Bejo - Kutowinangun)
Prapti, warga Kecandran mengungkapkan bahwa :
Kalau dulu orang malas berhubungan dengan polisi, ujung-ujungnya ada apa-apa. Masyarakat kalau bisa ya tidak berurusan dengan polisi. (Wawancara 24 November di rumah Bu Prapti – Kecandran)
4. Pemerintah
Sebagai salah satu pihak yang memegang mandat untuk terwujudnya tertib
sosial, pemerintah selayaknya ikut mendukung program reformasi keamanan.
Namun sayangnya, reformasi keamanan masih dianggap kebutuhan sekunder
dalam pembangunan. Hal ini disebabkan oleh, antara lain:
a. Pemerintah beranggapan bahwa sektor keamanan tidak menghasilkan
pendapatan untuk anggaran belanja negara baik pusat maupun daerah.
b. Pemerintah beranggapan bahwa sektor keamanan merupakan urusan instansi
vertikal khususnya lembaga kepolisian.
c. Pemerintah seringkali menggunakan polisi sebagai ‘pemadam kebakaran’
apabila terjadi gejolak di masyarakat.
d. Upaya pemerintah dalam koordinasi dan konsolidasi untuk membangun
reformasi sektor keamanan belum tersistematisir dengan baik.
Umbu Dedo Ngara dari Kesbangpol dan Linmas menjelaskan bahwa:
Pemda memberi kontribusi sejauh yang diminta. Jadi kita berdasarkan inisiatif dari pihak bawah. Pada akhirnya disadari bahwa Polmas ini sesuai dengan salah satu moto atau sesanti Salatiga Beriman yaitu nyaman. (Wawancara 15 Desember 2011 di Kesbangpol dan Linmas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Christina Arief menyatakan bahwa:
Pada detik terakhir itu disadari ternyata di seluruh kegiatan tetap membutuhkan pembiayaan kegiatan. Maka disana lalu didorongkan pihak pemerintah untuk memberikan perhatian. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
5. Akademisi
Kalangan akademisi dipandang memiliki intelektualitas yang tinggi, dapat
berpikir kritis dan pro pada perubahanan. Selain itu kalangan ini lebih
independent, tidak memiliki kepentingan sehingga dapat memberikan sumbangsih
kepada masyarakat dan mengawal kinerja kepolisian di masyarakat.
Hery Wibowo, program manajer COP Percik menjelaskan bahwa :
kelompok muda ini yang kemudian diharapkan bisa mengawal proses reformasi keamanan kedepannya. Karena teman-teman akademisi ini kan lebih independent, tidak memiliki kepentingan untuk memberikan suara yang baik terhadap kinerja kepolisian di masyarakat. (Wawancara 8 November di Percik)
Teguh Kayan, mahasiswa Hukum STAIN juga menambahkan bahwa :
Mahasiswa itu lebih pro aktif dalam menyikapi masalah yang terjadi di masyarakat terutama masalah keamanan. Selain itu mahasiswa dapat menjadi contoh di masyarakat. (Wawancara 20 Desember di STAIN)
c. Menetapkan Metode
Tujuan komunikasi yang dilakukan dituangkan dalam tujuan program
yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar
tercipta kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya dan saling
membutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
2. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif
dengan masyarakat.
3. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan
kriminalitas.
Melalui tujuan program yang dirumuskan tersebut, aktivitas komunikasi
yang dilakukan Percik hendak menyentuh pada perubahan perubahan sikap dan
perilaku baik pada diri polisi maupun masyarakat yang selama ini sudah terlanjur
saling memberi stigma yang kurang baik antara satu dengan yang lain (efek
behavioral), bukan hanya menyentuh aspek kognitif dan afektif.
Reformasi sektor keamanan merupakan pekerjaan besar yang
membutuhkan proses panjang dan melibatkan berbagai aktor. Terkait dengan
program reformasi sektor keamanan, khususnya reformasi kepolisian, Percik
memilih metode pelaksanaan program, antara lain:
1. Menghargai proses dan keanekaragaman tradisi dan kebudayaan lokal.
2. Menghargai dan saling belajar dari kemajemukan pengalaman yang
menyertainya.
3. Membangun hubungan antar aktor dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip
kesetaraan dalam ranah kepelbagaian etnis, agama, suku, jenis kelamin dan
kelas sosial.
4. Penghormatan terhadap nilai-nilai HAM dan demokrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
5. Menumbuhkembangkan budaya partisipasi, kemandiran dan kreatifitas untuk
selalu belajar dari proses-proses sebagai modal sosial untuk memecahkan
persoalan yang ada.
6. Memperluas dan memperkuat jaringan sebagai salah satu sarana peningkatan
kapasitas (teknis dan substantif).
Mengenai hal ini, Prapti, anggota FKPM Kecandran mengungkapkan
bahwa :
Percik itu merangsang kami, FKPM, untuk merancang sendiri seminar-seminar yang ada di wilayah. Pembiayaan dari mereka tapi kita diberi kepercayaan untuk mengelola. Hubungan FKPM dengan Percik itu sangat erat sekali, komunikasinya enak. (Wawancara 24 November 2011 di rumah ibu Prapti – Kecandran) Lebih lanjut, Hery Wibowo, Manajer Program COP Percik menjelaskan
bahwa :
Dalam perjalanan waktu ada proses belajar bersama, bukan training namanya, kami mengambil experience masyarakat, masyarakat belajar dari kami, teoritis, filing, pembuatan proposal. Mereka membuat, jadi sampai merencanakan kegiatan membuat, setelah itu mereka mempraktekkan di masyarakat. Mereka juga diberi keleluasaan mengundang polisi atau pemerintah yang diharapkan datang atas nama FKPM masing-masing. Tapi kalau macet dan mereka butuh bantuan, kami akan membantu untuk menghubungkan. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, teknik-teknik yang
dipilih Percik adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
1. Teknik asosiasi
Penyajian pesan komunikasi Percik seringkali dilakukan dengan cara
menumpangkannya pada suatu peristiwa yang sedang menarik perhatian
khalayak.
Hal ini seperti yang diungkapkan Syafii, ketua FKPM Pulutan,
Jadi masalah yang dibahas itu selalu yang hangat, contohnya menjelang pemilu kemarin, bagaimana pemilu bisa berjalan tertib, aman, damai. Lalu pada waktu hangat kasus teroris itu membuat acara seminar tindakan terorisme. (Wawancara 11 November 2011 di rumah Pak Syafii)
Sejalan dengan itu, Prapti, anggota FKPM Kecandran mengatakan bahwa:
Mungkin lewat diskusi waktu itu Percik melihat permasalahan yang ada di masyarakat akhirnya diangkatlah tema sarasehan dampak sosilogis JLS karena isunya JLS juga masih hangat. (Wawancara 24 November di rumah Bu Prapti) Akademisi dari STAIN, Ilyya Muchsin, juga menyatakan hal yang serupa,
Pemilihan tema dilakukan melalui diskusi dengan Percik, kita ke depan mau diskusi apa dalam rangka keamanan dan polmas. Kita melihat isu yang aktual juga. Seperti pada waktu itu ada pemilukada, perlindungan perempuan kemudian waktu munculnya NII dimunculkan seminar radikalisme. (Wawancara 20 Desembe di STAIN Salatiga)
2. Teknik integrasi
Dalam setiap aktivitas komunikasinya, komunikator Percik menyatukan
diri secara komunikatif dengan komunikan.
Seperti yang dikatakan oleh Sujiono, FKPM Kutowinangun bahwa:
Komunikasinya baik. Hubungan kami dengan Percik itu sudah sangat baik dan terjalin akrab. Percik itu menjadi pendamping untuk kami. (Wawamcara 8 November 2011 di rumah bapak Sujiono-Kutowinangun)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Sejalan dengan itu mantan Kapolres Salatiga, AKBP Susetio Cahyadi
menyatakan bahwa:
Singkat kata, saya sengat dekat dengan Percik seperti saudara kandung. Percik itu punya konsep yang baik untuk pembelajaran pengetahuan anggota Polri dan masyarakat kecil juga dicoba ditolong oleh Percik untuk memiliki beberapa pengetahuan. (Wawancara 1 Desember 2011 di Polres Sragen)
Ilyya Muchsin, Kepala Prodi Ahwalus-al Syakhiyyah Jurusan Syariah
STAIN juga menambahkan bahwa:
Komunikasi dengan Percik terjalin baik. Dalam setiap kesempatan kita selalu berdiskusi bersama mengangkat satu tema yang nantinya diusung dalam seminar. (Wawancara 20 Desember 2011 di STAIN)
Umbu Dedo Ngara, Kesbangpol dan Linmas juga menjelaskan bahwa:
Dengan Pecik kami selalu berkomunikasi dan Percik juga sangat bagus, kegiatan Polmas apapun selalu memberikan laporan kepada kesbang. Kita juga terlibat dalam diskusi dengan Percik dan pernah bersama sosialisasi lewat radio. (Wawancara 15 Desember 2011 di Kesbangpol dan Linmas)
d. Pemilihan Media
Dalam komunikasi persuasif yang dilakukan Percik, komunikasi tatap
muka merupakan sesuatu yang sangat penting karena komunikator dapat secara
langsung mengontrol efektif tidaknya komunikasi yang terjadi. Komunikasi tatap
muka yang dilakukan Percik diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
1. Lobi-lobi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh dukungan dari berbagai
aktor dan atau lembaga. Di samping itu, kegiatan ini juga hendak
mensosialisasikan secara terbatas kepada sejumlah tokoh-tokoh kunci agar
pelaksanaan program di wilayah-wilayah tidak menemui kendala dan
melapangkan kegiatan-kegiatan lanjutan. Percik melobi kepada sejumlah tokoh
kunci, antara lain Kapolda, Kapolres, Pemkot/Pemkab, Kyai, dan Tokoh
Masyarakat.
2. Seminar (Workshop)
Beberapa seminar dan workshop yang pernah digelar Percik adalah:
a. Penyamaan Persepsi tentang Perpolisian Masyarakat untuk Seluruh Kabag
Bina Mitra se-Polda Jateng.
b. Membangun komitmen dan kerjasama antara Pemerintah, Polisi dan
Masyarakat dalam mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Sosial
c. Reformasi Kepolisian, Governance, dan Demokrasi
d. Realisasi Program Polmas (Belajar dari pengalaman kota Jogjakarta)
e. Workshop menggagas implemetasi Polmas di kota Salatiga
Dalam seminar yang diadakan oleh Percik pembahasan masalah dilakukan
secara ilmiah. Tujuan seminar adalah mencari suatu pemecahan, oleh karena itu
suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan yang
merupakan hasil pendapat bersama, yang kadang-kadang diikuti dengan resolusi
atau rekomendasi. Pembahasan dalam seminar berpangkal pada makalah atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
kertas kerja yang telah disusun sebelumnya oleh beberapa orang pembicara sesuai
dengan pokok-pokok bahasan yang diminta oleh sesuatu panitia penyelenggara.
Kelebihan metode seminar adalah:
1) Membangkitkan pemikiran yang logis.
2) Mendorong pada analisa menyeluruh.
3) Prosedurnya dapat diterapkan untuk berbagai jenis problem.
4) Membangkitkan tingkat konsentrasi yang tinggi pada diri peserta.
5) Meningkatkan keterampilan dalam mengenal problema.
Kekurangannya adalah:
1) Membutuhkan banyak waktu.
2) Memerlukan pimpinan yang terampil.
3) Sulit dipakai bila kelompok terlalu besar.
4) Mengharuskan setiap anggota kelornpok untuk mempelajari terlebih dahulu.
5) Mungkin perlu dilanjutkan pada diskusi yang lain.
Untuk waktu-waktu tertentu Percik menyadari bahwa bentuk seminar dan
workshop kurang tepat untuk diselenggarakan di wilayah-wilayah. Pembicara
yang ditunjuk juga kadang enggan menyiapkan makalah. Kini Percik mulai
menerapkan bentuk-bentuk diskusi tanpa pemakalah.
Christina Arief menjelaskan:
Supaya tidak bosan kami mulai mencari bentuk-bentuk baru di luar seminar, yang baru-baru ini kami coba terapkan adalah diskusi seperti model Indonesia Lawyers Club dibantu dengan fasilitator dari kami. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
3. Training/ Pelatihan
Demi meningkatkan kapasitas pegiat Polmas, Percik melakukan beberapa
training, diantaranya:
a. Training manajerial kepada pengurus FKPM se- Kota Salatiga (Forum Belajar
Bersama Perpolisian Masyarakat)
Percik memberikan pemahaman mengenai latar belakang dan teknis
pelaksanaan Polmas kepada salah satu perwakilan pengurus FKPM di masing-
masing kelurahan se-Kota Salatiga pada tanggal 26 dan 27 Maret 2007. Sebagian
besar yang hadir dalam forum ini adalah para Ketua, Seksi Keagamaan, Seksi
Keamanan dan Seksi Pemuda (dan Olah Raga). Di samping itu, Percik juga
melibatkan para Babinkamtibmas (Wakil Ketua FKPM) dalam forum ini agar
terjadi dialog mengenai Polmas dengan Pengurus FKPM yang lain secara
langsung.
Dalam forum ini, Percik memberikan pemahaman mengenai hal-ihwal
mengenai latar belakang reformasi kepolisian dan pentingnya Program Perpolisian
Masyarakat (COP) kepada pengurus FKPM agar bisa merancang dan menyusun
program Polmas di wilayahnya masing-masing. Di samping itu, Percik juga telah
memberikan bahan-bahan (piranti lunak) mengenai Polmas berupa Modul
Pelatihan Polmas, Skep Kapolri 737 dan 433 untuk dipelajari dan disosialisasikan
kepada pengurus dan khalayak lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
b. Training Perpolisian Masyarakat untuk Petugas Polmas (Training of
Trainer)
Materi-materi yang diberikan dalam training sebagian besar berasal dari
manual pelatihan Polmas yang dipersiapkan oleh Tim Khusus Percik dan telah
dibahas dalam workshop penyusunan modul yang terdiri dari:
1. Modul Kognitif (Selayang Pandang tentang Perpolisian Masyarakat);
2. Modul Psikomotorik (Kemampuan Membangun Komunikasi, Penyerapan
dan penggalian Aspirasi);
3. Modul Afektif (Penyadaran dan Pengembangan Nilai-nilai Pendukung
Penyelenggaraan Perpolisian Masyarakat di Lingkungan Polres – Salatiga.
Sementara itu, materi tambahan yang diberikan dalam training adalah “Mendekati
Kelompok-Kelompok Sosial dengan Simpatik” dan Kemampuan Menjadi
Mediator. Materi yang disebutkan terakhir telah diintegrasikan dalam manual
pelatihan. Materi Mendekati Kelompok-Kelompok Sosial dengan Simpatik
merupakan ‘nada dasar’ untuk membuka wawasan peserta training mengenai
sejumlah kelompok sosial yang ada di Kota Salatiga. Terkait dengan program
Polmas, materi ini memberikan pemahaman bahwa Polmas dapat dilihat sebagai
salah satu corak kelompok sosial yang keanggotaanya terdiri dari kelompok sosial
(polisi dan kelompok sosial yang ada di masyarakat). Untuk itu diperlukan pihak-
pihak yang mampu mengorganisasikan kelompok-kelompok sosial yang dijadikan
mitra ke dalam suatu sistem penataan yang sesuai dengan filosofi Polmas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Salah satu contoh yang dianggap baik dalam mendekati kelompok sosial oleh
lembaga kepolisian adalah mengenai sosialisasi pemakaian helm terkait dengan
pemberlakuan UU No. 14 tahun 1992 mengenai Lalu Lintas dan Jalan Raya.
Dalam diskusi terungkap bahwa polisi tidak secara serentak melakukan
pemberlakuan pemakaian helm di seluruh Indonesia kepada masyarakat.
Sosialisasi dan pendekatan secara persuasif dilakukan dengan menyesuaikan
karekateristik daerah masing-masing. Sebagai misal, Polres Salatiga (melalui
Polantas) melakukan sosialisasi pemakaian helm standard secara berkala, dengan
metode melakukan razia di beberapa titik jalan di Kota Salatiga. Bagi pengendara
yang tidak memakai helm standard tidak akan terkena ‘Tilang’, justru malah
diberikan pinjaman helm standard oleh Polantas (dengan tanda terima). Namun
helm tersebut harus dikembalikan kepada Polantas sesegera mungkin setelah yang
bersangkutan bisa menunjukkan helm standard yang akan dipakainya.
AKBP Susetio Cahyadi menerangkan bahwa :
Percik itu punya program, punya materi dan punya anggaran untuk melakukan pelatihan-pelatihan. Contoh misalkan bagaimana penegakan hukum yang tidak melanggar HAM. Itu sering disampaikan di Polres oleh staff-staff dari Percik. (Wawancara 1 Desember 2011 di Polres Sragen)
Syafii, ketua FKPM Pulutan menerangkan bahwa :
Percik mengadakan Training FKPM dan itu sangat membantu dalam menjalankan tugas FKPM, hal itu kita pelajari betul-betul. Yang namanya menyelesaikan masalah orang lain itu kan tidak mudah. (Wawancara 11 November 2011 di rumah pak Syafii – Pulutan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
3. Diskusi-diskusi tematik antara pengurus FKPM dan polisi di wilayah
Percik memberi kesempatan kepada pengurus FKPM untuk merencanakan
proses diskusi dengan polisi dengan melihat kebutuhan di setiap wilayah. Proses
penentuan tema dilakukan melalui proses diskusi antara Percik dengan FKPM.
Percik membiayai segala kebutuhan diskusi dan menyerahkan kepanitiaan dan
pengelolaan anggaran kepada FKPM. Tidak semua masyarakat diundang dalam
proses diskusi, hanya perwakilan yang merupakan tokoh di masyarakat.
Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Prapti, anggota FKPM
Kecandran:
Percik sendiri selalu memberikan dana yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Semua itu dicukupi oleh Percik. Misalnya waktu terdekat kemarin kami mengadakan diskusi di mbok Berek, sosialisasi tentang Jalan Lingkar itu. (Wawancara 24 November 2011 di rumah Bu Prapti) Anggota FKPM Pulutan, Tri Wahyuningsih menambahkan, FKPM itu menjadi panitia diskusi, segala acara dan perencanaan anggaran yang menghandle panitia, tapi Percik juga membantu kalau ada hambatan. Pesertanya itu tidak semua masyarakat tapi dengan perantara tokoh-tokoh masyarakat seperti RW, pak Lurah, tokoh wanita, pemuda. (Wawancara 16 November 2011 di Pulutan)
Untuk menjangkau lebih banyak khalayak dalam sosialisasi dan kampanye
program Perpolisian Masyarakat, Percik juga menggunakan berbagai media massa
diantaranya adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
a. Media Cetak
1. Buletin Kenthongan
Buletin Kenthongan mengusung tag line “Menyemai Benih Saling Percaya
Antara Polisi dan Masyarakat. Buletin ini terbit tiga bulan sekali dicetak hingga
2000 ekspemplar dan digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan
sosialisasi dan kampanye yang telah Percik lakukan. Pendistribusiannya diberikan
secara cuma-cuma kepada stake holder Polmas seperti FKPM, polisi, pemerintah
dan akademisi. Harapannya mereka akan mengkomunikasikan kepada orang-
orang disekitarnya.
2. Modul dan buku
Percik juga membuat modul pengembangan Community Policing. Modul
yang dibuat berisi rangkuman kegiatan yang berisi pengalaman-pengalaman yang
sudah dipraktekkan oleh pegiat COP di berbagai provinsi sejak tahun 2002.
Metode dan teknik yang dipilih lebih menekankan pada aktivitas bersama antara
fasilitator dan peserta. Modul ini dibuat untuk bisa digunakan oleh fasilitator baik
pemula maupun profesional yang ingin meningkatkan pengetahuan dan
kemampuannya mempraktekkan pola-pola hubungan sosial yang didasari nilai
partisipasi, demokrasi, transparansi dan kesetaraan.
3. Pamflet, Sticker, tas dan kaos
Di awal masa kampanye-kampanye Percik membuat pamflet, sticker dan
kaos untuk dibagikan kepada masyarakat. Desainnya membuat berbagai tagline
seperti: “Mewujudkan Polisi Sipil di kota Salatiga”, “Ayo Nyedulur”, “Ayo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Perbaiki Polisi”, “Sekedar mencaci maki itu tidak menyelesaikan masalah”.
Dalam beberapa kali diskusi wilayah, Percik membagikan tas kepada peserta
diskusi dengan tagline “Melalui Perpolisian Masyarakat Menciptakan Masyarakat
yang Damai, Aman dan Tertib”
b. Media elektronik
1. Talk Show Radio
Pelaksanaan talkshow mengenai Polmas dilakukan di salah satu radio
milik Pemerintah Kota Salatiga (RSPD) yang banyak diminati oleh berbagai
kalangan. Talkshow ini dilaksanakan dalam 8 kali putaran. Awalnya, talkshow
dilaksanakan pada jam 10.00 WIB, namun dalam perkembangannya diubah
menjadi jam 14.00 WIB.18 Perubahan jam siaran dilakukan mengingat pada jam
10.00 WIB sebagian besar pendengar radio masih sibuk dengan aktivitas
pekerjaan. Talkshow ini dilaksanakan secara rutin setiap Hari Jumat dengan
maksud bahwa hari tersebut merupakan hari yang dianggap ‘santai’ untuk
mendengarkan persoalan-persoalan yang agak ‘berat’. Talkshow ini dilaksanakan
pada bulan Januari (26 dan 31 Januari 2007), Februari (7, 14, 21 dan 28 Februari
2007), Maret (14 dan 28 Maret 2007).
Sebelum pelaksanaan Talkshow, Percik telah memberikan Term of
Reference kepada calon narasumber yang akan menjadi pembicara, namun karena
kesibukan dan acara yang mendadak, tidak semua narasumber yang telah
diundang bisa menyediakan waktunya untuk berbicara dalam forum ini. Peristiwa 18 Menurut pihak radio, jam yang dianggap lebih efektif untuk melaksanakan talkshow adalah
pukul 10.00 WIB dan pukul 14.00 WIB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
ketidakhadiran narasumber pada saat talkshow telah diantisipasi oleh Percik,
sehingga ketika salah satu narasumber tidak hadir, Percik telah siap untuk menjadi
narasumber pengganti. Namun secara keseluruhan narasumber yang hadir dalam
pelaksanaan talkshow telah memenuhi keterwakilan dalam rangka sosialisasi dan
pelaksanaan Program COP/Polmas.
Berikut disajikan topik dan narasumber dalam talkshow mengenai Polmas
di RSPD:
1. Reformasi Polri dan Sosialisasi Polmas. Narasumber: Wakapolres Salatiga,
Hery Wibowo dan Christina Arief (Percik), tanggal 26 Januari 2007;
2. Peran Polisi dalam Penanganan dan Penanggulangan Kejahatan. Narasumber:
Andis Tofani (Kaur Bin Ops Reskrim) dan Dayusman Junus (Percik), tanggal 31
Januari 2007;
3. Perspektif Masyarakat Terhadap Polisi Sebagai Pelindung, Pelayan dan
Pengayom masyarakat. Narasumber: Sukamto (Pokja COP Kampung Turusan)
dan Dewi Retnowati (Percik), tanggal 7 Pebruari 2007;
4. Sosialisasi dan Penegasan Program Polmas di Kota Salatiga. Narasumber:
Wakapolres Salatiga dan I Made Samiana (Percik), tanggal 14 Pebruari 2007;
5. Membangun Kerjasama Polisi dan Masyarakat dalam Kamtibmas.
Narasumber: Agus Suryanto (Kabag Bina Mitra Polres Salatiga) dan Singgih
Nugroho (Percik), tanggal 21 Pebruari 2007;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
6. Hak Asasi Manusia Bagi Kelompok Rentan (Perempuan dan Anak-anak).
Narasumber: Meyria (Aktivis Perempuan LSKAR) dan Christina Arief (Percik),
tanggal 28 Pebruari 2007;
7. Sosilaisasi Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat. Narasumber: Agus
Suryanto (Kabag Bina Mitra Polres Salatiga) dan Suwarto (Pokja COP
Turusan/FKPM Kelurahan Salatiga), tanggal 14 maret 2007;
8. Membangun Kerjasama Polisi dan Pemerintah Kota Salatiga dalam
Memberikan Rasa Aman Kepada Masyarakat. Narasumber: Wakapolres Salatiga,
Husodo, SH. M.Si (Kepala Kantor Kesbang Linmas Kota Salatiga) dan Hery
Wibowo (Percik), tanggal 28 Maret 2007.
Sementara itu, partisipasi masyarakat dalam talkshow masih dianggap
kurang, rata-rata tiga orang penelpon. Menurut beberapa kalangan yang ditemui
oleh Percik, seharusnya pihak Percik dan Polres Salatiga bekerjasama dengan
Kantor Telkom untuk membuka akses bagi masyarakat yang akan berinteraksi
(telepon bebas pulsa) agar masyarakat tidak dibebani biaya telepon. Namun yang
cukup menggembiarakan bahwa talkshow ini dijangkau secara luas oleh
masyarakat yaitu dengan turut berpartisipasinya masyarakat di luar Kota Salatiga,
yaitu Kabupaten Semarang dalam talkshow ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Gambar 4
Tabel Penggunaan Media
Sasaran Pesan Penggunaan Media
Alasan
FKPM (Opinion leader di masyarakat)
1. Mencairkan hubungan
2. meningkatkan kapasitas
3. mendorong partisipasi
1. Seminar, diskusi, sarasehan melibatkan polisi dan masyarakat
2. Training/ pelatihan
3. Talkshow radio
4. Buletin
1. Melalui seminar, diskusi, sarasehan, masyarakat dan polisi bisa duduk bersama untuk memecahkan persoalan sehingga tercapai kesetaraan hubungan dan pemecahan masalah.
2. Melalui pelatihan, FKPM dapat mendapat pemahaman mengenai latar belakang dan teknis pelaksanaan Polmas
3. Melalui talkshow radio dapat menyosialisasikan Polmas kepada masyarakat luas dan membuka akses bagi masyarakat untuk berinteraksi
4. Melalui Buletin masyarakat mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Pemerintah (DPRD, Kepala daerah tingkat
kelurahan, kecamatan,
kota, Bappeda, Kesbangpoli dan Linmas,
Depag)
Advokasi agar menaruh perhatian pada masalah keamanan dan menurunkan anggaran
1. Lobi 2. Seminar,
diskusi 3. Talkshow
radio 4. Buletin
1. Dengan lobi dapat menjelaskan keberadaan Polmas yang bisa menyelesaikan persoalan ringan melalui jalur musyawarah kepada tokoh-tokoh kunci.
2. Melalui seminar dan diskusi dapat menghadirkan berbagai stakeholder dalam satu forum guna-mendiskusikan isu keamanan di tingkat lokal melalui Program Polmas; memperoleh komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan keamanan di tingkat lokal melalui Polmas.
3. Melalui talkshow bersama polisi dan masyarakat dapat menunjukkan pengaruh baik Polmas terhadap keamanan dan menagih janji Pemerintah
4. Melalui Buletin Pemerintah mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Polisi 1. Mencairkan hubungan,
2. Meningkatkan kapasitas SDM,
3. Meminimalisir citra negatif Polri
1. Lobi 2. Training 3. Workshop
penyusunan Modul
4. Diskusi dan Seminar
5. Buletin
1. Lobi dilakukan untuk menjelaskan progam Polmas yang dilakukan Percik dan menjalin kerjasama dengan Polri
2. Training dilakukan agar semua fungsi kepolisian mengetahui dan memahami Perpolisian Masyarakat
3. Pembuatan modul merupakan salah satu perubahan budaya dan kinerja di kepolisian dimana modul yang dibahas dalam workshop memuat sisi kognitif, afektif dan psikomotorik.
4. Melalui seminar, diskusi, sarasehan, masyarakat dan polisi bisa duduk bersama untuk memecahkan persoalan sehingga tercapai kesetaraan hubungan dan pemecahan masalah.
5. Melalui Buletin Pemerintah mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Akademisi 1. Mencairkan hubungan
2. Akademisi peduli pada masalah keamanan dan ketertiban wilayah dan mengawal kinerja kepolisian
1. Seminar dan diskusi
2. Buletin
1. Melalui Seminar dan diskusi, akademisi dan polisi dapat duduk bersama membicarakan masalah keamanan,
3. Melalui Buletin akademisi mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
3. Pengaruh dari penerapan strategi komunikasi
a. Evaluasi
Tahap evaluasi dilakukan Percik setiap 2 tahun sekali dengan
mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk melihat apakah tujuan program
komunikasi telah tercapai. Dengan hasil evaluasi dilakukan rancang ulang untuk
bagian-bagian tertentu, misalnya menspesifikasikan perumusan tujuan tertentu,
memfokuskan pada khalayak tertentu dan lain-lain. Percik membagi proses
komunikasi dalam beberapa fase sebagai berikut :
· Tahun 2004 – 2006 merupakan fase awal yang bertujuan untuk mencairkan
hubungan antara polisi dan masyarakat.
· Tahun 2007 - 2008 merupakan fase advokasi kebijakan khusunya untuk
institusi kepolisian dan peningkatan kapasitas pegiat Polmas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
· Tahun 2008 - 2010 merupakan fase advokasi kebijakan di bidang Polmas
dengan melibatkan unsur masyarakat dan pemerintah
· Tahun 2010 - 2011 merupakan fase advokasi kebijakan yang melibatkan
pemerintah, polisi, tokoh masyarakat dan akademisi.
b. Mengukur dampak keseluruhan
Aktivitas komunikasi yang dipadukan dengan strategi dijalankan sesuai
pembagian fase. Hal ini cukup berdampak di tingkat khalayak dalam hal
perubahan perilaku, bisa menyangkut perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan.
Hery wibowo, menjelaskan bahwa :
Capaian kami tahun 2004 – 2007 adalah pencairan hubungan dan itu terjadi. Tahun 2007 – sekarang adalah masuknya substansi, masuk lebih dalam, misalnya seperti aspek pelayanan public, toleransi beragama, masuk disana. Lalu bagaimana teman-teman akademisi mau peduli dengan persoalan Kamtibmas di sekitar wilayah kampusnya. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Lebih lanjut, Chrstina Arief menjelaskan bahwa:
Paling tidak sudah ada hubungan antara masyarakat dengan polisi, hubungan egaliter antara masyarakat dengan polisi, pelayanan polisi yang diberikan kepada masyarakat menjadi meningkat, Polisi cukup responsif terhadap laporan-laporan dari masyarakat. Kalau ada laporan langsung didatangi. Masyarakat sudah mulai speak up, berani mengungkapkan pendapatnya, berani menagih janji-janji, berani meminta pertanggungjawaban polisi atas pelayanan yang diberikan. Intensitas pertemuan antara polisi dan masyarakat di tingkat desa itu menjadi agak sering. (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
Pernyataan tersebut dibenarkan Tri Wahyunungsih dari Kelurahan Pulutan
bahwa:
Sekarang ini masyarakat sudah mulai mempunyai kesadaran untuk menjaga lingkungannya, kesadaran hukumnya juga baik. Hubungannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
dengan polisi juga cenderung meningkat. (Wawancara 16 November di rumah ibu Tri Wahyuningsih – Pulutan) Senada dengan itu Yudi dari Kecandran juga mengungkapkan bahwa: Polisi sudah banyak turun ke masyarakat, mau bekerjasama dengan masyarakat. Meskipun atribut polisi tetap melekat tetapi kalau ada dalam masyarakat ya mereka sama dengan masyarakat yang lain. Sebagian besar sudah begitu. (Wawancara 8 November di rumah pak Yudi – Kecandran)
Bejo, dari Kutowinangun juga menjelaskan bahwa: Setelah adanya Polmas jadi polisi dengan masyarakat bisa membaur, jadi tidak ada rasa takut. Kriminalitas juga cenderung berkurang karena masyarakat punya kesadaran. Kalau ada pidana ringan bisa diselesaikan di FKPM dulu tidak perlu langsung ke atas (Wawancara 9 November 2011 di rumah pak Bejo – Kutowinangun) Jamiludin, warga Noborejo menyatakan bahwa : Sekarang senang bergaul dengan pak polisi. Karena pertama merasa nyaman, yang kedua dapat ilmu, wawasan yang lebih luas lagi. Kalau dulu kalau sudah ada melibatkan polisi, wah pasti ada masalah, kalau ada polisi di jalan, wah pasti ada masalah. Tapi sekarang nggak, kalau ada pak polisi berarti pak polisi baru kontrol, baru patroli, mendekatkan diri pada masyarakat. (Wawancara di tempat kerja 17 November 2011 pak Jamiludin – Noborejo)
Percik memilih khalayak potensial agar pesan-pesan yang disampaikannya efektif
dan efisien. Penerapan strategi komunikasi pada komunikan atau khalayak sasaran
yang dalam hal ini adalah FKPM, polisi, pemerintah dan akademisi memiliki
pengaruh yaitu:
1. Masyarakat (FKPM)
Anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat menganggap Percik
adalah mitra kerja yang banyak membantu dalam meningkatkan kapasitas mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
sebagai anggota FKPM untuk memecahkan persoalan di wilayah. Dengan adanya
FKPM setiap tindak pidana ringan yang terjadi masyarakat dapat diselesaikan
melalui FKPM dengan kesepakatan bersama. Hubungan yang tercipta antara
FKPM dan Percik adalah hubungan yang setara dan berlangsung harmonis.
Hal ini seperti yang diungkapkan Prapti, FKPM Kecandran, yang
menyatakan bahwa :
Jadi dengan adanya Percik itu sangat membantu kita di dalam FKPM. Kalau dari Percik malah sering mengundang untuk memecahkan sesuatu yang ada di masyarakat lewat FKPM. Nah itu enaknya ada Percik itu. Jadi memang hubungannya sangat erat sekal. (Wawancara 24 November 2011 di Kecandran)
Bejo, ketua FKPM Kutowinangun mengungkapkan bahwa:
Percik itu sebagai mitra dan juga memberi pengarahan-pengarahan. Jadi seperti FKPM sendiri bisa melangkah dan bekerja yang sesuai dengan aturan-aturan itu karena sudah ada petunjuk-petunjuk dari Percik. Jadi Percik adalah sebagai penunjuk atau pengarah tugas-tugas dari FKPM. Jadi tahunya tentang Polmas ini juga penjelasan-penjelasan dari Percik. (Wawancara 9 November di Kutowinangun)
Lebih lanjut, Jamiludin, ketua FKPM Noborejo memberi penjelasan
bahwa:
Percik itu lebih kepada penguatan lembaga FKPM. Jadi selama ini Percik memberikan bantuan yang begitu besar dalam bentuk pelatihan. Jadi berdiri kan tahun 2007, bulan Maret, April, Mei, Juni kita ada pelatihan disana sekitar 1 minggu. Itu per kelurahan atau FKPM. Disana kita dilatih teknik-teknik menyelesaikan masalah dan berkomunikasi, pokoknya berkaitan tentang tugas-tugas yang berkaitan dengan FKPM. Disana ada diskusi, ada praktek penyelesaian masalah, lalu ada evaluasi dan juga ada sharing pengalamanan. (Wawancara 17 November di Noborejo)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Syafii, ketua FKPM Pulutan menjelaskan hal senada:
Itu hubungan kemitraan. Jadi Percik itu kan punya wawasan yang luas dalam membantu polisi dengan masyarakat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Dan juga untuk mensejajarkan dengan masyarakat, jadi banyak hal yang dibagi kepada masyarakat sehingga menambah wawasan masyarakat. (Wawancara 11 November 2011 di Pulutan)
Hal tersebut didukung pernyataan mantan Kapolres Salatiga, AKBP
Susetio Cahyadi:
Kita punya FKPM disana. Nah FKPM-FKPM itu diberikan support oleh Percik. Baik dalam bentuk materi atau anggaran untuk melakukan seminar-seminar kecil di tingkat-tingkat desa. Jadi ketua FKPM di Salatiga itu menurut saya se Indonesia paling aktif untuk mengadakan seminar lokal di tingkat desa dan kecamatan. Dia juga mengundang Muspida untuk selalu hadir. Dia membicarakan permasalahan yang lokal begitu. (Wawancara 1 Desember di Polres Sragen) Peningkatan kapasitas FKPM yang dilakukan Percik melalui training/
pelatihan membawa pengaruh, hal ini terlihat dari sejumlah permasalahan yang
berhasil di selesaikan melalui FKPM dan adanya kesadaran masyarakat untuk
menangani kasus – kasus lokal yang bersifat tindak pidana ringan.
Hal tersebut didukung dengan pernyataan Yudi dari FKPM Kecandran:
Kami melaukan banyak hal. Antara lain menangani kasus-kasus ringan. Bulan Oktober kemarin, ada dua kasus yang kami tangani. Sebetulnya kasus itu kriminal murni, pencurian, akan tetapi dilakukan anak di bawah umur, masih anak sekolah. (Wawancara 8 November 2011) Sujiono, anggota FKPM Kutowinangun juga menjelaskan bahwa: Kami sudah pernah menyelesaikan masalah kumpul kebo, akhirnya mereka sadar dan mau menikah. Lalu masalah KDRT, KDRT juga bisa selesai, sepakat untuk tidak menuntut ke hukum. Akhirnya sekarang malah punya anak lagi. Kemudian tentang warisan itu juga bisa selesai tidak sampai ke perdata. Kemudian ada juga tentang jual beli tanah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
bermasalah karena sudah membayar tetpai tanahnya tidak diberikan. Lalu yang banyak masalah pencurian (Wawancara 8 November 2011) Ketua FKPM Noborejo juga menyatakan bahwa: Kemarin ada kasus pencurian di perusahaan tapi justru pelakunya orang luar Noborejo tapi bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Soal keamanan sekarang sudah bagus termasuk masalah tawuran. Dulu wilayah kami ini paling terkenal tawurnya. Jadi lewat sepakbola itu ada tawuran antar penonton. (Wawancara 17 November 2011) Demikian pula dijelaskan Syafi’i, ketua FKPM Pulutan: Masalah tindak pidana ringan, seperti pencurian yang sifatnya ringan, perkelahian warga karena pembagian gas LPG, masalah keluarga seperti perselingkuhan, kumpul kebo, KDRT, dan sebagainya. Sekarang kalau ada masalah apa-apa masyarakat menghubungi FKPM tidak langsung main hakim atau langsung lapor polisi. (Wawancara 11 November 2011)
2. Polisi
Untuk mengatasi problem kultur kepolisian dan peningkatan sumber daya
manusia, Percik mengadakan sejumlah kegiatan pelatihan dan seminar untuk
anggota kepolisan resor Salatiga.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Binmas Polres Salatiga, AIPTU Sriyati
yang menyatakan bahwa :
Setahu saya Percik itu terlibat sejak awal terbentuk Polmas. Polmas kan didirikan 2005, nah sebelum itu Percik terlibat dalam Community Policing, nah waktu Polmas dan FKPM sudah terbentuk Percik ikut membantu. Kita juga pernah sama-sama pelatihan di Percik. Semua anggota babin yang ada di Salatiga maupun warga yang terlibat Polmas dilatih oleh Percik. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga)
Sejalan dengan itu Kanit Bin Polmas, AIPDA Tri Wibowo juga
menerangkan bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Percik mengadakan pelatihan yang isinya tentang materi filosofi dan pengetahun umum tentang Perpolisian Masyarakat, bagaimana membangun Komunikasi, Penggalian dan Penyerapan Aspirasi. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga
3. Pemerintah
Sosialisasi dan kampanye yang dilakukan Percik ke Pemerintah lebih
kepada penyadaran akan hak atas rasa aman masyarakat yang berujung pada
dukungan Pemerintah atas dana keamanan di wilayah. Hal ini memakan waktu
dan melewati proses yang panjang hingga akhirnya 22 kelurahan di Salatiga lewat
FKPM menerima dana dari Pemerintah Daerah lewat pintu Kesbangpol dan
Linmas. Hal ini seperti yang diungkapkan Christina Arief dari Percik bahwa :
Proses itu panjang. Karena intinya dana dari pemerintah tidak bisa diturunkan ketika tidak ada permintaan kegiatan dari masyarakat. Maka jalan menuju kesana adalah dengan mendorong melalui musrengbangkel, kemudian naik. Nah beberapa FKPM melakukan itu. Jalan yang lain adalah kami melakukan advokasi kebijakan. Advokasi kebijakan ini memang khusus untuk mendorongkan anggaran Pemerintah bagi pendanaan kegiatan FKPM. Itu khusus. Maka yang diundang adalah pihak-pihak strategis, ada Bappeda, Sekda, Kesbangpolingmas, Dewan, Walikota. Dalam satu tahun kami mengadakan 3 kali diskusi. Itu berlangsung selama 2 tahun. Lalu selama satu tahun itu kami juga melakukan talkshow di radio. Dan itu juga mengudang mereka. (Wawancara 8 November di Percik)
Proses panjang itu berhasil karena pemerintah daerah akhirnya
mengeluarkan dana untuk keamanan wilayah. Umbu Dedo Ngara dari badan
Kesbangpol dan Linmas yang menyatakan bahwa :
Kesbang itu hanya fasilitator lebih kepada menyiapkan semacam dana bantuan jadi karena Polmas itu filosofinya adalah sistem pengamanan yang sifatnya berangkat dari inisiatif masyarakat, jadi kita lebih sifatnya support saja dengan dana-dana yang diberikan. Boleh dikatakan memang tidak signifikan dengan dana kebutuhan Polmas. Tetapi karena begitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
pentingnya Polmas itu untuk wilayah Salatiga, dan sudah jelas manfaatnya untuk semua masyarakat maka Pemerintah Daerah itu mendukung. Polmas ini sesuai dengan salah satu moto atau sesanti Salatiga Beriman yaitu nyaman. Nah kenyamanan itu kan aman lahir batin. Kalau aman saja mungkin sifatnya lahir, kelihatannya saja tapi kita hendak menyentuh bukan pada aspek fisik tetapi spiritualnya juga. (Wawancara 15 Desember di Kesbangpol dan Linmas)
Lebih lanjut Umbu mengungkapkan bahwa :
Proses sampai turunnya dana butuh campur tangan banyak pihak. Pertama Polmas, pihak Polmas, Polmas itu ada tembusan ke polres, di Polres itu ada bagian binamitra yang sekarang binmas. Kemudian mereka menyampaikan rincian anggarannya sekaligus untuk rasionalisasi anggarannya, diusulkan ke walikota Salatiga melalui badan kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat. Kemudian bersama usulan kesbang yang lain di akumulasikan kemudian diusulkan ke Bappeda. Bappeda kemudian melakukan akumulasi selanjutnya ke SKPD-SKPD lain , kemudian tim anggaran Pemda akan merumuskan ke RAPBD. RAPBD itu kemudian diusulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disetujui atau ditolak atau dikurangi dan sebagainya kemudian akhirnya oleh Walikota ditetapkan sebagai program daerah lewat APBD. (Wawancara 15 Desember di Kesbangpol dan Linmas)
Kukuh Ngudiono, Kepala bidang ideology politik kesbangpol dan linmas
menyatakan bahwa :
Proses penurunan dana itu yang jelas ada penetrasi dari berbagai pihak secara vertikal. Tidak semua kabupaten Kota memberikan dana bagi Polmas. Tapi untuk kota Salatiga memang segala sesuatu yang mendukung kenyamanan dan keamanan lingkungan kita bantu. Untuk tahun ini dana yang diberikan kepada FKPM dari 22 kelurahan di Salatiga, itu 1 Kelurahan mendapat 2.640.000. Jumlahnya meningkat tiap tahunnya. Jumlah total yang dibagikan ada 30.800.000. (Wawancara 15 Desember di Kesbangpol dan Linmas)
4. Akademisi
Percik melibatkan unsur akademisi dalam kegiatan sosialisasi dan
kampanyenya. Kegiatan dilakukan dengan seminar dalam bentuk diskusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
panel yang digelar tiap 3 bulan sekali. Meskipun baru dimulai sejak tahun
2010 namun proses ini sudah membuahkan hasil.
Seperti yang dikatakan oleh Ilyya Muhsin, dosen STAIN Salatiga bahwa:
Percik sudah sangat bagus dalam berusaha memfasilitasi masyarakat dalam hal ini masyarakat kampus agar mengetahui Polmas secara umum. Nah dengan menfasilitsi ini sebetulnya ada dua keuntungan di tingkatan Polri dan juga di tingkatan masyarakat yang dalam hal ini di tingkat akademisi. Polisi bisa sosialisasi terhadap program kerja mereka dan di satu sisi masyarakat kampus bisa memberikan masukan, kritik, evaluasi, saran bagi polisi supaya menjadi lebih baik. Masyarakat juga untung, polisi juga untung oleh adanya fasilitasi dari Percik. Kalau tidak ada kegiatan ini kan banyak mahasiswa yang tidak tahu apa itu Polmas. (Wawancara 20 Desember di STAIN Salatiga)
Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Teguh Kayan, mahasiswa Hukum
STAIN yang menyatakan bahwa:
Peran percik itu mampu mengarahkan mahasiswa, menjadi semacam mediator antara polisi dengan mahasiswa. Selama ini kan mahasiswa memandang polisi itu sebagai musuh, sering berseberangan. Tapi setelah ada proses diskusi dengan polisi, tahu tentang Polmas ibaratnya mahasiswa mau bersalaman dengan polisi bahkan mau ikut proses reformasi kepolisian, mengaplikasikan yang didapat kepada masyarakat. (Wawancara 20 Desember di STAIN Salatiga) Berikut dipaparkan dalam bagan mengenai strategi komunikasi yang
dilakukan Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
LSM Percik Salatiga
Sosialisasi dan Kampanye Nilai dan Filosofi Polmas (kemitraan, kesetaraan, problem solving, conflict prevention)
Akademisi peduli pada masalah keamanan dan ketertiban wilayah dan
mengawal kinerja kepolisian
Mencairkan hubungan, meningkatkan kapasitas
FKPM, mendorong partispasi masyarakat
Mencairkan hubungan, meningkatkan kapasitas SDM,
meminimalisir citra negatif Polri
Advokasi agar menaruh perhatian pada masalah
keamanan, turun anggaran keamanan
Mendorongkan Reformasi Keamanan dan Ketertiban Melalui Kinerja Kepolisian Yang Baik (Good Governance)
Akademisi Masyarakat (FKPM) Polisi Pemerintah
Seminar, Diskusi, Buletin Training, Seminar, Diskusi, Buletin, pamflet, sticker, tas
Lobi, Training, Workshop penyusunan Modul, Diskusi dan
Seminar, Buletin, pamflet, sticker, tas
Lobi, Diskusi dan Seminar, Talkshow radio
Mahasiswa peduli dan ikut terlibat dalam mengawal
proses reformasi kepolisian
Pencairan hubungan antara polisi dan masyarakat,
peningkatan kapasitas FKPM dalam menyelesaikan persoalan di wilayah
Pencairan hubungan antara polisi dan masyarakat,
peningkatan kapasitas Polisi terutama dalam merubah diri
menjadi polisi sipil
Turunnya dana keamanan untuk wilayah melalui pintu
Kesbang Pol dan Linmas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
4. Kendala dan Faktor Pendorong
Program Polmas telah berjalan dari tahun 2004 hingga tahun 2011 dan
akan dilanjutkan kembali hingga tahun 2013. Oleh karena itu perlu kajian secara
menyeluruh mengenai evaluasi (tantangan, kendala, capaian dan harapan). Hal
tersebut akan bermanfaat untk menyusun rencana ulang untuk periode sosialisasi
dan kampanye yang baru, yaitu 2012-2013.
Beberapa tantangan dan kendala yang dialami selama periode waktu 2004-
2011 adalah :
1. Kendala kultur dan birokrasi
Kadang-kadang untuk hal tertentu pemerintah tidak terbuka untuk dikritik.
Apalagi polisi kinerjanya berdasarkan komando. Kalau diatas mengatakan jangan
hadir mereka tidak akan hadir. Sebetulnya polisi juga memiliki ide-ide agar
mereka dekat dengan masyarakat tapi selalu itu terbentur oleh struktur yang lebih
atas. Rotasi di kepolisian juga terhitung cepat paling tidak 2 tahun sekali, sehingga
Percik dituntut harus membangun komunikasi terus-menerus.
2. Keterbatasan Biaya
Biaya untuk mensupport kegiatan-kegiatan di tengah masyarakat terbatas
padahal masyarakat memiliki keinginan yang besar untuk mengadakan kegiatan
seminar atau diskusi dengan polisi dan pemerintah di wilayahnya. Karena
keterbatasan dana inilah sosialisasi dan kampanye nilai Polmas tidak bisa
dilakukan secara massive kepada seluruh masyarakat khususnya Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
3. Tidak adanya support dari lembaga yang lain
Kendala yang lain adalah bahwa yang bergerak di bidang perpolisian
masyarakat di Salatiga hanya Percik. Sehingga untuk mendorongkan kegiatan-
kegiatan perpolisian masyarakat yang lebih massif dan bekerjasama dengan
lembaga-lembaga yang lain masih agak kurang. Selama ini Percik hanya
memberdayakan FKPM-FKPM yang ada di kota Salatiga, sementara pengurus
FKPM yang aktif hanya orang-orang tertentu.
4. Kendala Sumber Daya Manusia
Kendala yang lain adalah sumber daya manusia yang secara kuantitas
masih sangat kurang. Orangnya hanya beberapa untuk mengadvokasi banyak
wilayah, banyak kegiatan. Percik telah mengadakan perluasan wilayah ke
Magelang dan Semarang sehingga kini wilayah Salatiga hanya dipegang oleh 2
orang saja.
Hal ini seperti yang diungkap Christina Arief, bahwa :
Hambatan dari masyarakat adalah banyaknya keinginan masyarakat, seringkali kami tidak bisa memuaskan semuanya. Nah itu yang membuat kami tidak bisa mengakomodir semuanya karena masalah pendanaan. Seringkali kepesertaan kami batasi, hanya kepada tokoh-tokoh saja yang kami undang. Padahal sosialisasi nilai ini harus massive, sehingga bukan hanya program yang jalan tetapi nilainya massif di masyarakat itu yang paling penting. Keterbatasan dana itu membuat sosialisasi nilai yang ada di dalam Polmas itu tidak bisa massive. (Wawancara 8 November di Percik)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
AKBP Susetio Cahyadi mengungkap hambatan lain bahwa: Hambatannya kultur, kultur orang Indonesia dan kultur polisi. Yang pertama masih minta dilayani. Yang kedua cenderung mau enak. Sedangkan bagaimana kita mengedepankan Polmas itu pertama kita harus melayani dan yang kedua memang capek menerima aspirasi masyarakat. Dan ketika saya mau mengajak anggota saya begitu belum tentu semuanya mau. Itu kendalanya. (Wawancara 1 Desember 2011 di Polres Sragen dengan mantan Kapolres Salatiga yang kini menjabat sebagai Kapolres Sragen) Adapun faktor pendorong dalam hal ini adalah kekuatan komunikator,
peran pemuka pendapat (opinion leader) dalam masyarakat.
a. Komunikator
Komunikator Percik dianggap memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik, mampu menjadi mediator, menghargai gagasan orang lain dan memiliki
kapasitas untuk bicara mengenai masalah reformasi keamanan sehingga pesan
komunikasi dapat diterima dengan baik. Ada lima jenis sikap yang dimiliki
Komunikator Percik, yaitu:
1. Reseptif, yaitu kesediaan menerima gagasan orang lain
2. Selektif, yaitu kemampuan memilah gagasan atau informasi
3. Dijektif, yaitu kemampuan komunikator dalan mencerna gagasan atau
informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia
komunikasikan.
4. Asimilatif, yaitu kemampuan mengkorelasikan gagasan atau informasi yang ia
terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam
benaknya sebagai hasil pendidikan dan pengalamannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
5. Transmisif, yaitu kemampuan komunikator dalam mentransmisikan konsep
yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif dan konatif kepada orang
lain
Hal ini seperti yang diungkapkan anggota FKPM Kutowinangun, Sujiono: Percik itu bisa memberikan gairah untuk berinovasi istilahnya, sehingga yang semula kita itu merasa sebagai orang yang tidak berani tampil di depan, akhirnya berani, seperti itu. (Wawancara 8 November 2011) Jamiludin, ketua FKPM Noborejo juga menyatakan bahwa: Percik itu selalu mengajak FKPM untuk berdiskusi, ide kita juga dipakai dan ditambahi mereka. (Wawancara 17 November 2011 di Noborejo) Ilyya Muchsin dari STAIN menambahkan,
Saya senang dengan proses diskusi yang terjalin dengan Percik, mereka punya pengetahuan yang luas dan baik komunikasinya. (Wawancara 20 Desember 2011) AKBP Susetio Cahyadi juga menerangkan bahwa:
Kita sangat welcome dan berterimakasih Percik yang telah memberikan perubahan di bidang pengetahuan. Singkat kata, saya sengat dekat dengan Percik. Percik itu punya konsep yang baik untuk pembelajaran pengetahuan anggota Polri dan masyarakat kecil juga dicoba ditolong oleh Percik untuk memiliki beberapa pengetahuan. (Wawancara 1 Desember di Polres Sragen)
b. Kekuatan opinion leader
Percik memilih FKPM sebagai salah satu target sasaran dalam sosialisasi
dan kampanye Polmas dan mereka yang tergabung dalam FKPM merupakan
tokoh di wilayahnya. Mereka yang disebut tokoh masyarakat ini dianggap
memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan masyarakat lain dan bisa menjadi
teladan di lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Hal ini seperti yang diungkapkan Yudi mengenai proses awal
pembentukan FKPM:
Awalnya kita bertemu, dari kepala kelurahan, mengumpulkan beberapa tokoh-tokoh. Saat itu saya menjabat sebagai ketua RW. Disana kita membentuk forum kemitraan polisi dan masyarakat. (Wawancara 8 November di Percik) AIPDA Tri Wibowo juga menyatakan hal serupa mengenai pembentukan
FKPM
Orang-orang yang ditunjuk sebagai FKPM dan safe house ini dasarnya sama , mereka yang dianggap masyarakat sebagai tokoh di wilayahnya. Entah itu tokoh pemuda, wanita atau agama. Kita menggunakan adat orang Jawa yang biasanya ewuh pekewuh terhadap orang yang dihargai. Jadi tidak bisa orang sembarangan. (Wawancara 12 Desember 2011 di Polres Salatiga) Demikian pula dalam setiap diskusi dan seminar Percik selalu
menyertakan tokoh-tokoh masyarakat di setiap wilayahnya dan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30%. Tokoh masyarakat yang merupakan
pemuka pendapat ini berperan dalam menyebarkan nilai-nilai Polmas di
masyarakat.
Hal ini seperti yang dikatakan Syafii, ketua FKPM Pulutan bahwa:
Kami FKPM selalu menyebarkan pengetahuan kepada warga yang lain. (Wawancara 11 November 2011 di Pulutan)
Prapti, anggota FKPM Kecandran menambahkan pula:
Dari FKPM sering melakukan sosialisasi ke masyarakat, saya sendiri lewat PKK, pertemuan RT. (Wawancara 24 November 2011 di Kecandran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Anggota FKPM Noborejo, Siswoyo juga mengungkapkan hal serupa:
Dari FKPM ada sosialisasi kepada warga. FKPM itu kan ada di semua RW. Dulu diambilkan dari ketua RW setempat. Sosialisasi yang dilakukan anggota FKPM disampaikan masyarakat lewat pertemuan RT, RW, PKK seperti itu. (Wawancara 24 November di Noborejo) Demikian juga yang diungkapkan Sujiono dari FKPM Kutowinangun,
Di Kutowinangun setiap RW ada anggota FKPMnya, pada saat sarasehan di tingkat RW maupun RT itu mereka datang. Jadi setiap anggota FKPM bertanggungjawab di wilayahnya untuk sosialisasi disitu. Pada saat rapat FKPM nanti anggota melaporkan apa saja kejadian yang terjadi di wilayahnya dan juga rencana kegiatan sebulan kedepan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah diperoleh dan telah dianalisa, maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perpolisian masyarakat di Salatiga dibagi dalam dua model, yaitu Polmas
model wilayah yang melibatkan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat
(FKPM) gabungan dari beberapa RW dalam satu kelurahan dan Polmas model
kawasan yang diterapkan pada satu kesatuan area kegiatan dengan pembatas
jelas yang dalam penelitian ini adalah institusi pendidikan (universitas) yang
dilakukan atas inisiatif bersama.
2. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh LSM Percik telah melewati beberapa
tahap yang sesuai dengan teori strategi komunikasi seperti proses analisis
khalayak atau riset khalayak (melalui proses need assessment), bagaimana
menyusun pesan, menetapkan metode yang digunakan serta menyeleksi
penggunaan media yang disampaikan secara menyeluruh melalui media cetak
dan elektronik. Percik melakukan kegiatan komunikasi secara terencana dan
membagi proses komunikasi dalam beberapa fase yang dievaluasi setiap 2
tahun sekali.
3. Strategi komunikasi yang diterapkan oleh Percik membawa pengaruh pada
pencairan hubungan antara polisi dan masyakarat, peningkatan kapasitas polisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
dan FKPM, turunnya dana keamanan dari Pemerintah Daerah ke wilayah dan
terlibatnya mahasiswa dalam proses reformasi kepolisian.
4. Dalam sosialisasi dan kampanye ini ada beberapa hal yang menjadi faktor
pendorong. Yang menjadi faktor pendorongnya adalah kekuatan komunikator
dan kekuatan opinion leader. Komunikator Percik dianggap memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik, mampu menjadi mediator antara
masyarakat, mahasiswa dan polisi, menghargai gagasan orang lain dan
memiliki kapasitas untuk bicara mengenai masalah reformasi keamanan
sehingga pesan komunikasi dapat diterima dengan baik. Selain itu kekuatan
opinion leader dalam masyarakat Salatiga memegang peranan penting dalam
sosialisasi dan kampanye perpolisan masyarakat di wilayah. Pengurus FKPM
berasal dari tokoh masyarakat memiliki dukungan yang luar biasa terhadap
program Polmas meskipun terlibat dalam FKPM bisa dikatakan sebagai kerja
sosial karena tidak dibayar.
5. Dalam sosialisasi dan kampanye Polmas yang dilakukan Percik ditemukan
beberapa faktor pengambat yaitu (1) kendala kultur dan birokrasi yang
menyebabkan dalam hal tertentu pemerintah tidak terbuka untuk dikritik,
selain itu komunikasi vertikal polisi menyebabkan kinerja polisi berdasar
komando, belum lagi rotasi kepolisian yang cenderung cepat (2) keterbatasan
biaya dan Sumber Daya Manusia yang mengakibatkan sosialisasi dan
kampanye Polmas tidak bisa dilakukan massive kepada seluruh masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Salatiga, (3) Tidak adanya support dari lembaga lain karena hanya Percik satu-
satunya LSM di Salatiga yang bergerak di bidang perpolisian masyarakat.
B. SARAN
Ada beberapa saran yang disampaikan penulis kepada riset atau penelitian
lanjutan, pihak LSM Percik, dan polisi.
1. Bagi riset atau penelitian lanjutan
Demi perkembangan studi komunikasi, khususnya pada tataran
komunikasi dan perpolisian masyarakat, penulis menyarankan untuk diadakan
penelitian lanjutan mengenai strategi komunikasi dalam sosialisasi dan
kampannye Polmas yang dilakukan oleh LSM di daerah lain sebagai pembanding.
2. Bagi LSM Percik
Mengingat belum maksimalnya penggunaan media massa, sehingga perlu
untuk lebih membangun jejaring dengan media massa paling tidak media massa
lokal supaya Polmas lebih dikenal dan dirasakan manfaatnya.
3. Bagi Polisi
Melihat campur tangan lembaga di luar kepolisian dalam hal ini LSM
begitu nyata dan sangat berpengaruh bagi implementasi program Polmas, ada
baiknya perlu untuk terus-menerus menjaga hubungan baik dalam bahu-
membahu membangun keamanan dan ketertiban. Terkait dengan hambatan soal
kultur dan birokrasi ada baiknya untuk benar-benar mengimplementasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Polmas dalam tubuh Polri dengan menjunjung akuntabilitas dan lebih bijak
dalam merotasi anggota Polri.