Download - Stephen Johnson
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
IMUNOLOGI
SINDROM STEVEN JHONSON
Disusun oleh:
Bernadeta Pristy
Estom Pangabdian Zendrato
Grace Hodesyla Christa Mc Aulif
Jeanny Andriani
Maria Nani
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Sindrom
Steven Jhonson. Makalah ini disusun untuk salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
mata ajar Asuhan Keperawatan Sistem Imunologi.
Kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Monika Saptiningsih
selaku dosen pembimbing dalam mata ajar ini, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberi masukan kepada kelompok.
Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kelompok mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kelompok menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Padaralang, September 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Steven Johnson merupakan gangguan kulit yang berpotensial fatal dan
kebanyakan terjadi eritema multiforme (Smeltzer, 2008, hlm.1972). Sindrom Steven
Johnson terjadi 1 sampai 7 kasus per 1 juta penduduk dunia setiap tahun. Sindrom ini
dapat terjadi pada setiap ras, bahkan juga dapat terjadi pada anjing, kucing, dan kera.
Angka kematian Sindrom Steven Johnson, yaitu sekitar 15% (Gustiawan,
2010, http://sabdaspace.com, diunduh tgl 20 Oktober 2011) Sindrom Steven Johnson
jarang terjadi.
Di Indonesia kejadian Sindrom Steven Johnson adalah kasus yang langka dan hanya 1
dari 2000 orang yang menkonsumsi antibiotik penisilin yang terkena Sindrom Steven
Johnson. Dari masalah di atas, keterlibatan tim kesehatanlah yang bisa dianggap mampu
memberikan solusi dari masalah tersebut dan untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
kerjasama diantara tim kesehatan. Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan yang
memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan intervensi kepada pasien, sehingga
fungsi dan peran perawat dapat dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik,
perawat juga dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan
fungsi edukatornya dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap penderita sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan penderita dan keluarga yang nantinya
diharapkan dapat meminimalisir resiko maupun komplikasi yang mungkin muncul
dari Sindrom Steven Johnson tersebut. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun
mengharapkan seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan secara
komprehensif berdasarkan teori yang telah diterima dan kebutuhan dari pemulihan
kondisi pasien. Perawat sebagai salah satu pelaksana asuhan keperawatan yang akan
memberikan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang akan
muncul
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Sindrom Steven Johnson?
2. Apa etiologi dari Sindrom Steven Johnson?
3. Bagaimanakah patofisiologis pada Sindrom Steven Johnson?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Sindrom Steven Johnson?
5. Apakah pemeriksaan penunjang dari Sindrom Steven Johnson?
6. Bagaimana penatalaksanaanya?
7. Bagaimana komplikasi Sindrom Steven Johnson?
8. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sindrom Steven
Johnson?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara umum yaitu
untuk mengetahui tentang Konsep Dasar Medis dan Konsep Dasar Keperawatan
tentang Sindrom Steven Johnson.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara khusus adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang definisi Sindrom Steven Johnson.
b. Untuk mengetahui tentang etiologi Sindrom Steven Johnson.
c. Untuk mengetahui tentang patofisiologi Sindrom Steven Johnson.
d. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis Sindrom Steven Johnson.
e. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik Sindrom Steven Johnson.
f. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Sindrom Steven Johnson.
g. Untuk mengetahui tentang pengkajian pada pasien Sindrom Steven Johnson.
h. Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan Sindrom Steven Johnson.
i. Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional asuhan keperawatan
Sindrom Steven Johnson.
B. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini diawali dengan kata pengantar, daftar isi, BAB I
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
sistematika penulisan, BAB II pembahasan tentang Sindrom Steven Johnson yang
berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, klasifikasi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada Sindrom
Steven Johnson, BAB III penutup yang berisi kesimpulan, saran, dan di akhiri dengan
daftar pustaka.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan
dalam homeostatis (Effendi, 1999). Kulit merupakan pelindung tubuh beragam luas dan
tebalnya. Luas kulit orang dewasa adalah satu setengah sampai dua meter persegi.
Tebalnya antara 1,5 – 5 mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan
keadaan gizi. Kulit paling tipis pada kelopak mata, penis, labium minor dan bagian medial
lengan atas, sedangkan kulit tebal terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu,
dan bokong.
Selain sebagai pelindung terhadap cedera fisik, kekeringan, zat kimia, kuman
penyakit, dan radiasi, kulit juga berfungsi sebagai pengindra, pengatur suhu tubuh, dan
ikut mengatur peredaran darah. Pengaturan suhu dimungkinkan oleh adanya jaringan
kapiler yang luas di dermis (vasodilatasi dan vasokonstriksi), serta adanya lemak subkutan
dan kelenjar keringat. Keringat yang menguap di kulit akan melepaskan panas tubuh yang
dibawah ke permukaan oleh kapiler. Berkeringat ini juga menyebabkan tubuh kehilangan
air (insesible water loss), yang dapat mencapai beberapa liter sehari. Faal perasa dan
peraba dijalankan oleh ujung saraf sensoris Vater Paccini, Meissner, Krause, Ruffini yang
terdapat di dermis.
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan
jaringan subkutan atau subkutis.
A. Epidermis
Epidermis terbagi atas lima lapisan :
1. Lapisan tanduk atau stratum korneum yaitu lapisan kulit yang paling luar yang
terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum Lusidum yaitu lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
berubah menjadi eleidin (protein). Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
3. Lapisan granular atau stratum granulosum yaitu 2 atau 3 lapisan sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Mukosa
biasanya tidak memiliki lapisan ini. Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
4. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Nama lainnya adalah pickle cell layer
(lapisan akanta). Terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan
besar berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasma jernih karena
mengandung banyak glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Makin dekat
letaknya ke permukaan bentuk sel semakin gepeng. Diantara sel terdapat
jembatan antar sel (intercellular bridges) terdiri dari protoplasma dan tonofibril
atau keratin. Penebalan antar jembatan membentuk penebalan bulat kecil disebut
nodus bizzozero. Diantara sel juga terdapat sel langerhans.
5. Lapisan basal atau stratum germinativium. Terdiri dari sel berbentuk kubus
tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal, berbaris seperti pagar
(palisade),mengadakan mitosis dari berbagai fungsi reproduktif dan terdiri dari :
a. Sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar, dihubungkan satu dengan yang lain dengan jembatan antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel berwarna
muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butiran
pigmen (melanosomes).
B. Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan
subkutan.Dermis terdiri darijaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars
papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis).
Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebaseus.
C. Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel – sel yang terbanyak adalah liposit
yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf,
pembuluh darah dan limfe, kandungan rambut dan di lapisan atas
jaringansubkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi dari jaringan subkutan
adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.
B. SINDROM STEVENS JOHNSON
1. Pengertian
Sindrom Steven Jhonson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan
ini terjadi pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Arif Muttaqin,
2001).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer,A. 2000:136).
Sindrom Steven Johnson adalah kelainan yang ditandai dengan cepatnya perluasan
ruam makula, sering dengan lesi target atipikal (datar, irreguler), dan keterlibatan lebih
dari satu mukosa (rongga mulut, konjungtiva, dan genital) (Namayanja, et al.,2005).
Sindrom Steven Johnson adalah variasi eritema multiformis mukutan yang lebih parah
dengan tanda keterlibatan membran mukosa (Laskaris.2000).
Jadi Sindrom Steven Jhonson adalah sindrom yang mengenai kulit yang berupa lesi,
eritema, vesikel/bula yang meluas ke membran mukosa.
2. Etiologi
Etiologi pasti Sindrom Steven Johnson belum diketahui, karena penyebabnya
berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respons imum
terhadap obat.
Beberapa faktor penyebab timbulnya Sindrom Steven Johnson diantaranya :
1. Alergi obat secara sistemik
a. Penisilin dan semisintetiknya
b. Streptomicine
c. Sulfonamida
d. Tetrasiklin
e. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron
dan paracetamol)
f. Klorpromazin
g. Karbamazepin
h. Tegretol
2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
3. Neoplasma dan faktor endokrin
4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang khas yakni adanya Trias kelainan (3 kelainan) yakni,
1. Kelainan Kulit
Kelainan pada kulit berupa : eritema, vesikel, bula bahkan purpura. Kelainan
biasanya bersigat generalisata (penyeluruh). Sifat dari eritema yakni berbentuk cincin
(tengahnya lebih gelap) biasanya berwarna ungu.
2. Kelainan Selaput Lendir pada Orifisium
Kelainan selaput lendir yang paling sering adalah di mukosa (lapisan tipis) mulut
(100%), kemudian di alat genital (50%) sedangkan di lubang hidung atau anus jarang
(8% dan 5%). Kelainan ini dapat berupa vesikel ataupun bula yang cepat sekali
memecah sehingga terjadi erosi (kerusakan kulit yang dangkal) dan ekskoriasi
(lecet/kerusakan kulit yang dalam) dan krusta yang hitam. Mukosa berupa vesikel, bula,
erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam
1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut,
anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta
hemoragis merupakan gambaran utama.
3. Kelainan pada Mata
Kelainan pada mata merupakan 80% di antara semua kasus. Dimana yang paling
sering adalah konjungtivitis (radang pada konjungtiva). Konjungtivitas kataralis,
blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada
kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.
Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang
menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit
menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam
derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
4. Patofisiologi
Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai
oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan
keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang mampu menyebabkan
sindroma ini.Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang
dapat diidentifikasi.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk
mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada
organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan
sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147).
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap
didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing
dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke
daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut
(Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau
sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.
Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam
sampai 27 jam untuk terbentuknya.
5. Patoflow Diagram
Reaksi alergi tipe III dan IV
Terbentuknya komplek antigen-antibodi
Aktivasi sistem komplemen
Sensitivitas limfosit T
Akumulasi neutrofil
Peningkatan respon radang
Kerusakan jairngan pada organ sasaran
Kerusakan integritas jaringan
Trias gangguan pda kulit, mukosa, dan mata
Respon lokal: eritema, vesikel dan bula
Respon inflamasi sistemik Respon psikologis
Kerusakan saraf perifer
Port de entree
Nyeri Resiko tinggi infeksi
Gangguan gastrointestinal, demam, malaise.
Ketidk seimbangan nutrisi, defisit perawatn diri
Kondisi kerusakan jaringan kulit
Gangguan gambran diri, kecemasan
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap :Ht awal menunjukan hemokosentrasi sehubungan
dengan perpidahan/kehilangan cairan
2. SDP :Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan
kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap cedera.
3. AGD :Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi
4. Alkalin fosfat :Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
intersitial/gangguan pompa natrium
5. BUN / Kreatinin :Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi
ginjal, namun kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan
7. Komplikasi
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi,antara lain sebagai berikut:
• Kehilangan cairan dan darah
• Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
• Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
• Gastroenterologi - Esophageal strictures
• Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,stenosis vagina
• Pulmonari – pneumonia, bronchopneumonia
• Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,infeksi kulit
sekunder
• Infeksi sitemik, sepsis
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Siregar (2005, hlm.141) menjelaskan penatalaksanaan klien dengan
Sindrom Steven Johnson sebagai berikut :
1) Umum :
a) Mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian
cairan intravena.
b) Jika penderita koma, lakukan tindakan darurat terhadap keseimbangan
O2 dan CO2.
2) Khusus sistemik
a) Kortikosteroid dosis tinggi, Prednisone 80-200 mg (live saving) secara
perenteral / per oral, kemudian turunkan perlahan-lahan
b) Pada kasus berat diberi Deksametason IV, dosis 4x5 mg selama 3-10
hari. Jika keadaan umum membaik, penderita dapat menelan, maka obat
diganti dengan Prednisone (dosis ekivalen). Pada kasus ringan diberikan
Prednisone 4x5 mg-4x20 mg/ hari, dosis diturunkan secara bertahap
jika telah terjadi penyembuhan
c) Pengobatan lain : ACTH( (Sintetik) 1 mg, Obat Anabolic, KCL
( Kalium Klorida) 3x500 mg Antibiotic, Obat Hemostatik (Adona) dan
Antihistamin.
3) Topikal
a) Vesikel dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%
b) Kelainan yang basah dikompres dengan asam salisil 1%
c) Kelainan mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%
d)Konjungtivitis diberi salep mata yang mengandung antibiotic dan
kortikosteroid. (Siregar, 1996; hal, 164)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Menurut Smeltzer (2008, hlm 1975) hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
1. Adanya eritema, area kemerahan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah darah
yang teroksigenasi pada vaskularisasi dermal.
2. Adanya area yang melepuh dan perkembangannya di tubuh.
3. Pengeluaran cairan pada bulla (lepuhan) baik jumlah, warna dan bau.
4. Adanya rasa gatal, rasa terbakar dan kekeringan di mata.
5. Kaji kemampuan klien dalam menelan dan minum serta berbicara secara normal
juga ditentukan.
6. Kaji tanda tanda vital dan perhatikan khusus terhadap adanya demam, nafas yang
cepat, dalam, ritme dan batuk.
7. Pasien ditanya tingkat nyeri yang dirasakan.
8. Timbang berat badan tiap hari.
1. Identitas klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi: nama
jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama
Mengalami rasa gatal dan timbul benjolan yang berisi cairan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan/sulit menelan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah atau tidak di rawat di rumah sakit dengan keluhan utama.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Ada atau tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
6. Data dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : penurunan aktivitas, tahanan keterbatasan
Rentang gerak pada yang sakit.
b. Sirkulasi
Tanda : pembentukan edema jaringan
c. Eliminasi
Tanda : mengidentifikasikan kerusakan otot
Dalam,diuresis,penurunan bising usus/tak ada.
d. Integritas Ego
Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
e. Pernapasan
Tanda :ketidakmampuan menelan, sekresi oral dan
sianosis, indikasi cedera inhalasi.
f. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah
g.Neurosensori
Tanda :perubahan oriental, efek, perilaku, laserasi korneal, kerusakan,
retinal, penurunan ketajaman penglihatan, ruptur membran
timpani, paralisis.
h.Keamanan
Tanda :kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit
samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal.
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan rekasi inflamasi lokal.
2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d intake tidak adekuat respons
sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.
4. Resti infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
5. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
6. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum.
7. Gangguan gambaran diri b.d perubahan struktur kulit, perubahan peran keluarga.
8. Kecemasan b.d kondisi penyakit, penurunan kesembuhan.
VI. RENCANA KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan rekasi inflamasi lokal.Tujuan : dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimalKriteria hasil: pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoarisis berkurang.
Intervensi RasionalKaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien
Menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan yang akan digunakan.
Lakukan tindakan peningkatan integritas jaringan
Perawatan lokal kulit m erupakan penatalaksanaan keperawatan yang penting. Jika diperlukan berikan kompres hangat, tetapi harus dilaksanakan dengan hati hatisekali pada darah yang erosif atau terkelupas. Lesi oral yang nyeri akan membuat higiene oral dipelihara.
Lakukan oral hygiene Tindakan oral higiene perlu dilakukan agar mulut selalu bersih.
Tingkatkan asupan nutrisi Diet diperlukan untuk meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.
apabila belum mencapai dari kriteria evaluasi 5 x 24 jam, maka perlu di kaji ualng faktor faktor menghambat pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik Sebaiknya antibiotik yang diberikan berdasarkan hasil kultur kulit, mukosa, sputum.
Ketidakseimbangan nutrisi b.d intake tidak adekuatIntervensi Rasional
Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan
Beberapa pasien mungkinmengalami alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain.
Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien
Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.
Berikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang
Pasien dapat berkosentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya gangguan dari luar
Anjurkan klien dan keluarga berpartisipasi dalm pemenuhan nutrisi
Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan asupan nutrisi sesuai dengan tingkat toleransi individu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mendapatkan komposisi dan jenis diet yang tepat
Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang tadekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien
Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.Intervensi Rasional
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
Pantau TTV. Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
Berikan analgetik sesuai indikasi. Menghilangkan rasa nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C.(2008). Textbook of Medical Surgical Nursing, Philadelphia : By.
Lippicott-Raven Publishers
Smeltzer, Suzanne C.(2001). Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart Edisi 8
Volume 2, alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart Edisi 8
volume 3, alih bahasa oleh Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Gustiawan, 2010, http:/sabdaspace.com, akses tgl 20 Oktober 2010.