40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, mulai dari Januari 2019
hingga Mei 2019. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dan informasi
tambahan terkait lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 22.
Tabel 5. Lokasi penelitian
No. Lokasi Kegiatan
1. Subang, Jawa Barat Pembuatan serat
2. Majalaya, Jawa Barat Pembuatan kain tenun
3. Laboratorium Fisika STTT Bandung Pengujian serat dan kain
4. Laboratorium Pascapanen dan Teknologi Proses
Teknik Pertanian Universitas Padjadjaran.
Pengujian kadar air dan
warna
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa
kategori yaitu, alat ukur (Tabel 6), alat pembuatan serat (Tabel 7), alat pembuatan
kain (Tabel 8) dan alat pengujian (Tabel 9).
Tabel 6. Alat ukur
No. Nama Alat Spesifikasi/Merk/Ketelitian Kegunaan
1. Jangka sorong
digital
Bahan: stainless steel
Resolusi: 0,01 mm/ 0,0005
inchi
Akurasi: 0,02 mm/0,001
inchi
Untuk mengukur
ketebalan bahan
2. Meteran Merk: Hoechstmass
Panjang: 150 cm
Untuk mengukur panjang
bahan
3. Stopwatch Stopwatch handphone Untuk menghitung waktu
41
Tabel 6. Alat ukur (Lanjutan)
No. Nama Alat Spesifikasi/Merk/Ketelitian Kegunaan
4. Timbangan
analitik
Merk: OHAUS AV264
Adventurer Pro Analytical
Balance
Kapasitas: 260 g
Readability: 0.1 mg
Untuk mengukur massa
bahan
5. Timbangan
digital
SF-400
Kapasitas: 5000 g x 1 g/ 177
oz x 0,1 oz
Untuk mengukur massa
bahan
Tabel 7. Alat pembuatan serat
No. Nama Alat Spesifikasi/Merk/Ketelitian Kegunaan
1. Mesin
dekortikator G3 Tinggi mesin: 95 cm
Lebar mesin: 42 cm
Panjang mesin: 80 cm
Kekuatan diesel: 7 PK
(2200 rpm)
Bahan bakar: solar
Panjang pisau: 26 cm
Jumlah pisau: 12 buah
Diameter pisau: 41 cm
Untuk proses
pengambilan serat
2. Pisau Panjang: 25 cm Untuk memotong bahan
3. Baskom Tinggi: 30 cm
Diameter atas: 50 cm
Sebagai tempat untuk
pencucian serat yang
sudah didekortikasi
4. Kape - Untuk membersihkan
serat dari bahan pengotor
5. Toples Ukuran 25 liter Untuk menyimpan serat
6. Plastik zipper Ukuran 30 x 40 cm Untuk menyimpan bahan
7. Silica gel Massa: 2 g
Batu zeolite
Untuk mencegah
terbentuknya kelembapan
yang berlebihan
42
Tabel 8. Alat pembuatan kain
No. Nama Alat Spesifikasi/Merk/Ketelitian Kegunaan
1. Alat tenun
bukan mesin
Jenis : ATBM Plat
Panjang: 102,6 cm
Lebar: 68 cm
Tinggi: 149 cm
Lebar Kain: 35 cm
Jumlah kamran: 4
Jumlah Gun: 360
Jumlah Benang: 360
Nomor Sisir: 26
Jenis Kayu: kayu kruing
Sebagai alat pembuat kain
tenun
Tabel 9. Alat pengujian
No. Nama Alat Spesifikasi/Merk/Ketelitian Kegunaan
1. Alat Tulis - Untuk mencatat hasil
penelitian
2. Kalkulator Casio fx-350ES PLUS Untuk menghitung rumus
3. Krustang - Sebagai alat bantu
menjepit cawan
4. Cawan Spesifikasi: alumunium Untuk menyimpan bahan
pada saat pengujian kadar
air
5. Botol timbang Spesifikasi: bahan kaca Untuk menyimpan bahan
pada saat pengujian
moisture regain
6. Desikator Diameter: 40 cm
Tinggi: 40 cm
Untuk menyimpan bahan
setelah dikeringkan
7. Oven - Untuk pengujian kadar air
bahan
8. ColorFlex HunterLab - ColorFlex EZ
Spectral range: 400nm-
700nm
Light source: Pulsed Xenon
Lamp
Port diameter: 31,8 mm
(1,25 in) illuminated
Untuk mengukur derajat
kecerahan serat
9. Strength Tester Tenso Lab 5000 Code 2515 Untuk menguji kekuatan
tarik dan mulur serat per
bundel dan untuk menguji
kekuatan tarik kain.
43
Tabel 9. Alat pengujian (Lanjutan)
No. Nama Alat Spesifikasi/Merk/Ketelitian Kegunaan
10. Instron Mechine: S/N H1324
Load Cell: S/N’s UK 078,
UK 174, UK 306, UK 228
Untuk menguji kekuatan
tarik dan mulur serat per
helai.
Untuk menguji kekuatan
sobek kain
11. Air permeability
tester
Textest Instrument
FX 3300 Lab Air
Sebagai alat pengkur daya
tembus udara
3.2.2 Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan untuk penelitian adalah:
1) Daun nanas varietas smooth cayenne yang diperoleh dari Kabupaten
Subang, Jawa Barat.
2) Pelepah batang pisang ambon yang diperoleh dari Kabupaten Subang,
Jawa Barat.
3) Air, untuk pencucian serat yang sudah melalui proses dekortikasi.
4) Benang katun, untuk benang arah lusi pada saat pembuatan kain.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode deskriptif
yaitu penarikan kesimpulan yang hanya ditujukan pada hasil penelitian. Analisis
deskriptif yang dilakukan yaitu analisis terhadap kapasitas mesin dan alat yang
digunakan yang terdiri dari mesin dekortikator dan ATBM. Melakukan analisis
rendemen pembuatan serat serta melakukan kajian proses pembuatan kain tenun
dari daun nanas dan pelepah batang pisang. Metode ini melakukan pengujian pada
serat dan kain yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan merupakan pengujian
laboratorium tanpa perlakuan.
44
3.4 Prosedur Penelitian
Gambar 12. Prosedur penelitian
Mulai
Panen Tanaman Nanas dan Pisang Ambon
Daun Nanas dan Pelepah Pisang
Pembersihan Daun Nanas dan Pelepah Pisang dari
Kotoran yang Menempel
Menguji Kadar Air Daun Nanas dan Pelepah Pisang
Proses Pengambilan Serat/ Proses Dekortikasi
Perhitungan Kapasitas Kerja Mesin Dekortikator
Serat Basah
Pencucian Serat
Pengeringan Serat
Serat Kering
Pembuatan Kain Tenun
Pengukuran Kapasitas Kerja ATBM
Kain Tenun
Selesai
Daun Nanas dan Pelepah
Pisang yang Rusak dan
Kotor (benda asing)
Limbah
Limbah
Cucian
Pengujian Karakteristik Serat
1. Fisik: Panjang, Warna, Kehalusan,
Diameter, dan Moisture Regain serat
2. Kimia: Kadar Air Serat
3. Mekanik: Kekuatan Tarik dan Mulur
Serat
Pengujian Karakteristik Kain
1. Fisik: Warna Kain
2. Mekanik: Kekuatan Tarik dan Mulur,
Kekuatan Sobek dan Daya Tembus
Udara
45
3.4.1 Persiapan Bahan Baku
a. Persiapan Bahan Baku Daun Nanas
Adapun prosedur persiapan bahan baku daun nanas yaitu:
1) Melakukan pemotongan daun nanas dari buahnya dengan
menggunakan pisau.
2) Membersihkan daun nanas dari kotoran yang menempel dengan
menggunakan lap.
3) Menimbang bobot dari daun nanas dengan menggunakan timbangan.
4) Mengukur panjang, lebar dan ketebalan dari daun nanas dengan
menggunakan meteran dan jangka sorong.
5) Menguji kadar air daun nanas.
b. Persiapan Bahan Baku Pelepah Pisang
Adapun prosedur persiapan bahan baku daun nanas yaitu:
1) Melakukan penebangan batang pisang dari pohonnya dengan
menggunakan pisau. Memotong batang pisang minimal 50-70 cm dan
diambil pelepah bagian tengah yang berwarna putih dengan
menggunakan pisau.
2) Membersihkan pelepah batang pisang dari kotoran yang menempel
dengan menggunakan lap.
3) Menimbang bobot dari pelepah batang pisang dengan menggunakan
timbangan.
4) Mengukur panjang pelepah batang pisang dengan meteran dan
mengukur ketebalan pelepah pisang dengan menggunakan jangka
sorong.
5) Menguji kadar air pelepah batang pisang.
3.4.2 Proses Pembuatan Serat
Adapun prosedur pembuatan serat yaitu:
1) Menyalakan mesin dekortikator.
2) Memasukan bahan baku, sambil dipegang dengan tangan, ke dalam
mesin dekortikator. Pada setengah proses dekortikasi daun bahan baku
yang telah selesai, kemudain dengan pelan, bahan baku ditarik
46
kembali, dengan cara yang sama ujung dari bahan baku yang belum
mengalami proses dekortikasi dimasukkan kembali ke dalam mesin
3) Menimbang serat yang dihasilkan dengan menggunakan timbangan.
4) Mencuci serat yang dihasilkan dengan menggunakan air bersih.
5) Membersihkan limbah atau zat-zat pengikat serat yang masih
menempel dengan menggunakan kape.
6) Mengeringkan serat di bawah sinar matahari.
7) Melakukan pengujian terhadap karakteristik fisik, mekanik dan kimia
serat.
3.4.3 Proses Pembuatan Kain Tenun
Pembuatan kain tenun dilakukan dengan menggunakan ATBM (Alat
Tenun Bukan Mesin). Adapun proses pembuatan kain tenun yaitu sebagai berikut:
1) Mempersiapkan bahan baku benang untuk lusi dari cones.
2) Melakukan proses pengelosan benang, yaitu proses menggulung benang
dalam suatu bentuk dan volume tertentu sesuai dengan kebutuhan.
3) Menghani atau menggulung benang lusi dengan arah gulungan sejajar pada
beam hani atau beam lusi.
4) Melakukan proses pencucukan benang, yaitu memasukkan benang ke dalam
gun kemudian ke dalam sisir.
5) Menyetel alat tenun.
6) Menenun. Secara prinsip pembuatan kain tenun terdiri dari empat gerakan
pokok, yaitu:
a) Melakukan pembukaan mulut lusi (shed opening), merupakan gerakan
menaikan dan menurunkan benang lusi kearah vertikal. Gerakan menaik
dan menurunkan benang lusi ini diatur oleh tuas yang diatur oleh tangan.
b) Melakukan penyisipan benang pakan (weft insertion), merupakan gerakan
penyisipan benang pakan setelah terjadinya proses pembukaan mulut lusi.
Penyisipan benang pakan diantara benang lusi dilakukan dengan cara
manual oleh tangan.
c) Melakukan penutupan mulut lusi (shed closing), merupakan gerakan
benang lusi menuju arah yang berlawanan sampai pada posisi awal, yaitu
47
benang tidak membentuk mulut lusi. Gerakan ini juga diatur oleh tuas
yang diatur oleh tangan.
d) Melakukan pengetekan benang pakan (weft beat up), merupakan gerakan
merapatkan benang pakan yang telah disisipkan. Setelah benang pakan
dirapatkan, maka benang-benang lusi dan pakan tadi akan menyilang satu
sama lain menjadi kain.
3.5 Pengujian Parameter
3.5.1 Rendemen Proses Pembuatan Kain Tenun
Rendemen yang dihitung terdiri dari rendemen parsial dan rendemen total.
Rendemen parsial dimulai dari rendemen proses pengambilan serat dengan
menggunakan mesin dekortikator, rendemen pencucian serat dan rendemen
pengeringan. Nilai rendemen dinyatakan dalam persen (%).
Rendemen pengambilan serat didapat dari hasil perbandingan massa serat
basah yang kotor dengan massa bahan baku. Persamaan rendemen pengambilan
serat adalah sebagai berikut:
Ra =
............................... (7)
Keterangan:
Ra = rendemen pengambilan serat (%)
mb = massa serat basah yang kotor (g)
ma = massa bahan baku (g)
Rendemen pencucian serat merupakan perbandingan massa serat basah
yang bersih dengan massa serat basah yang kotor. Persamaan rendemen pencucian
serat adalah sebagai berikut:
Rb =
................................. (8)
48
Keterangan:
Rb = rendemen pencucian serat (%)
mb = massa serat basah yang kotor (g)
mc = massa serat basah yang bersih (g)
Rendemen pengeringan merupakan perbandingan massa serat kering
dengan massa serat basah yang bersih. Persamaan rendemen pengeringan adalah
sebagai berikut:
Rc (%) =
............................... (9)
Keterangan:
Rc = rendemen pengeringan (%)
Md = massa serat kering (g)
Mc = massa serat basah yang bersih (g)
Rendemen total proses pembuatan kain tenun dari serat daun nanas dan
pelepah pisang diambil dari hasil perbandingan massa serat yang dihasilkan
dengan massa bahan baku yang digunakan.
RT =
.......................................... (10)
Keterangan:
RT = rendemen total (%)
ma = massa bahan baku (g)
md = massa serat kering (g)
3.5.2 Kapasitas Kerja Mesin
Kapasitas kerja merupakan kemampuan kerja suatu mesin/ alat per satuan
waktu. Didapat dari hasil perhitungan satu kali operasi kerja mesin dengan
49
membandingkan jumlah bahan baku yang diproses terhadap waktu yang
dibutuhkan.
a. Kapasitas Kerja Mesin Dekortikator
Kapasitas kerja mesin dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
KKMi =
…………………………………. (11)
Keterangan:
KKMi = kapasitas kerja mesin input (kg/s)
ma = massa bahan baku (kg)
t = waktu (s)
KKMo =
…………………………………. (12)
Keterangan:
KKMo = kapasitas kerja mesin output (kg/s)
mb = massa serat basah yang kotor (kg)
t = waktu (s)
b. Kapasitas Kerja ATBM
Kapasitas kerja ATBM dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
KKA =
…………………………………. (13)
Keterangan:
KKA = kapasitas kerja ATBM (cm2/detik)
La = luas kain (cm2)
t = waktu (detik)
50
3.5.3 Pengujian Karakteristik Serat
1. Karakteristik Fisik
a. Panjang Serat (BSN, 1989a)
Pengukuran panjang serat dilakukan dengan meluruskan serat dengan
tegangan sekecil mungkin. Berikut adalah prosedur pengujian panjang serat:
1) Mengambil sehelai serat kemudian meluruskannya dan tidak mulur.
2) Mengukur panjang dengan menggunakan meteran.
3) Mencatat hasil pengukuran panjang.
b. Kehalusan (BSN, 1989b)
Kehalusan serat dinyatakan menurut berat jenis liniernya, yaitu
perbandingan berat dan panjangnya. Dinyatakan dalam denier atau tex. Berikut
adalah prosedur pengukuran kehalusan serat:
1) Menyisir contoh uji (bundel) dengan sisir agar lurus, terurai dan sejajar.
2) Meletakkan serat-serat yang sudah sejajar pada alat pemotong dengan
arah tegak lurus sisi panjang, kemudian meluruskan serat dengan
tegangan sekecil mungkin dan jepit dengan pelat penjepit.
Mengusahakan agar supaya tidak ada serat yang panjangnya kurang
dari lebar penjepit.
3) Memotong semua ujung-ujung serat yang tidak terjepit tepat pada sisi
pelat penjepit dengan menggunakan pisau pemotong.
4) Menghitung serat yang sudah dipotong sejumlah 150 helai untuk
ukuran 30 mm.
5) Menimbang serat.
6) Pengujian dilakukan terhadap 10 bundel serat.
7) Menghitung nilai kehalusan dengan cara sebagai berikut:
Kh
……………….. (14)
Ne = 590,625/kehalusan…….…….(15)
51
D
√ …………………………….…...(16)
Keterangan:
Kh = Kehalusan (desitex)
brs = berat 150 helai serat (mg)
D = diameter (mm)
c. Warna Serat (Hutching, 1999)
Warna serat terdiri dari L*, a* dan b*. Hasil pengukuran kecerahan ini
dinyatakan dalam notasi alat hunter pada alat yang terdiri dari nilai L*, a*, dan b*,
dimana notasi L* menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan
warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam. Parameter L* mempunyai nilai 0
(hitam) sampai 100 (putih). Notasi a* menyatakan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 (merah) dan nilai –a (negatif) dari
0-80 (hijau). Notasi b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan
nilai +b (positif) dari 0-70 (kuning) dan nilai –b (negatif) dari 0-80 (biru).
Parameter yang akan digunakan dalam menentukan warna pada serat dan kain
adalah Lightness (L), a*, b* dan derajat hue (H). Nilai hue mewakili panjang
gelombang. Acuan nilai hue terhadap kisaran warna kromatisitas ditunjukkan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Acuan nilai hue terhadap kisaran warna kromatisitas
Nilai Hue Daerah Kisaran Warna Kromatisitas
342 – 18 Red Purple (RP)
18 – 54 Red (R)
54 – 90 Yellow Red (YR)
90 – 126 Yellow (Y)
126 – 162 Yellow Green (YG)
162 – 198 Green (G)
198 – 234 Blue Green (BG)
234 – 270 Blue (B)
270 – 306 Blue Purple (BP)
306 – 342 Purple (P) (Sumber: Hutching, 1999)
52
Berikut adalah tahapan proses pengukuran kecerahan serat:
1) Menyalakan alat dengan menekan tombol start on.
2) Menyalakan komputer.
3) Menekan tombol color light pada spectrophotometer.
4) Membuka aplikasi EZMQC.
5) Mengatur parameter yang akan dicari yaitu CIELab.
6) Membuka penutup pada alat dan membersihkannya.
7) Memasang ring hitam.
8) Melakukan kalibrasi.
9) Setelah kalibrasi selesai kemudian memasukkan bahan ke alat pengujian.
10) Melakukan pembacaan sampel.
d. Moisture Regain (BSN, 2015)
Regain adalah kandungan uap air pada bahan tekstil yang dinyatakan
dalam satuan persen (%). Banyak sedikitnya kandungan air dalam bahan tekstil
mempengaruhi pula sifat-sifat bahan tekstil itu, maka dengan sendirinya akan
mempengaruhi pula hasil pengujian bahan tekstil yang berhubungan dengan sifat-
sifat tersebut. Pengujian moisture regain dilakukan dalam ruang pengujian dengan
RH 65 ± 2 % dan suhu 27 ± 2oC. Berikut adalah prosedur pengujian moisture
regain serat:
1) Memasukan botol timbang ke oven selama 15-20 menit pada suhu 105-
110oC.
2) Menyimpan botol timbang dalam desikator selama 20 menit.
3) Menimbang massa botol kosong.
4) Menimbang contoh uji dan botol timbang.
5) Memasukkan contoh uji dan botol timbang ke dalam oven dengan suhu
105-110oC.
6) Menyimpan contoh uji dan botol timbang ke dalam desikator selama 15-20
menit.
7) Menimbang contoh uji dan botol timbang.
53
8) Perhitungan:
MR =
.......................... (17)
Keterangan:
MR = Moisture Regain (%)
Ba = berat asal (g)
Bk = berat kering mutlak (g)
2. Karakteristik Kimia
a. Kadar Air (AOAC, 2005)
Analisis kadar air pada sampel dilakukan dengan menggunkan metode
oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam
sampel. Kemudian sampel ditimbang sampai didapat bobot konstan yang
diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih
bobot sebelum dan sesudah pengeringan merupakan banyaknya air yang
diuapkan.
Prosedur analisis kadar air sebagai berikut: cawan yang akan digunakan
dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105oC, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit untuk menghilangkan uap air dan
ditimbang (Aa). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah
dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100-105oC selama 6 jam lalu
didinginkan dalam desikator 30 menit dan kemudian ditimbang (C). Tahap ini
diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan
(16).
KA =
.....................................(18)
Keterangan:
KA = Kadar Air (%)
54
B = massa cawan dan sampel (g)
C = massa cawan dan sampel kering (g)
Aa = cawan (g)
3. Karakteristik Mekanik
a. Kekuatan Tarik Per Bundel (BSN, 1989c)
Kekuatan tarik per bundel adalah kekuatan putus sebundel serat dalam
bentuk lurus. Berikut adalah prosedur pengujian kekuatan tarik per bundel:
1) Meluruskan serat atau bundel serat tersebut dan dibentuk menjadi pita
selebar ±5 mm kemudian pada kedua ujung-ujung bundel serat direkat
dengan kertas perekat sedemikian rupa sehingga jarak antara kedua
kertas perekat tersebut 5 cm.
2) Menjepit salah satu ujung bundel serat pada penjepit atas alat uji
dimana batas bawah kertas berada pada batas bawah penjepit. Jepit
ujung bundel serat yang lain pada penjepit bawah sehingga batas atas
kertas tepat pada batas atas penjepit.
3) Menjalankan alat sampai contoh uji putus dalam waktu 20±3 sekon
dan mencatat hasilnya dalam kg (a).
4) Mengambil contoh uji dan memotong pada batas dalam kertas. Contoh
uji yang kemudian ditimbang dan beratnya dicatat dalam mg (W).
5) Mengulangi cara yang sama sebanyak 15 kali untuk semua contoh uji.
6) Menyajikan hasil uji berupa tenacity
T=
………………………………….... (19)
Atau
T=
……………………………………........ (20)
Dimana:
T = Tenacity
55
a = kekuatan per bundel serat (kg)
W = berat per bundel serat sepanjang 5 cm (mg)
Harga rata-rata kekuatan tarik dihitung dengan rumus:
∑
…………………………………………………… (21)
Dimana:
= harga rata-rata
Xi = nilai individu
n = jumlah contoh uji
Mulur rata-rata dinyatakan dalam persen dan dihitung dengan rumus:
............................................................. (22)
Dimana:
Mrat = mulur rata-rata dalam persen
Li = panjang serat rata-rata setelah pengujian
Lo = panjang serat mula-mula (panjang jarak jepit)
b. Kekuatan Tarik Per Helai (BSN, 1989d)
Kekuatan tarik serat per helai adalah kekuatan yang besarnya sama
dengan beban yang dapat ditahan oleh serat tersebut sampai putus. Berikut adalah
prosedur pengujian kekuatan tarik per helai:
1) Pemasangan dengan kartu penyangga
Memasang serat pada kartu dengan menggunakan perekat dengan beban
awal sebesar 5,0 mN/tex untuk uji kering dan 2,5 mN/tex untuk uji basah.
Perekat yang dipakai tidak boleh mengenai serat sepanjang jarak jepit.
Untuk uji kekuatan tarik dalam keadaan basah, kartu dan perekat yang
digunakan harus kedap air. Kemudian memasang contoh uji langsung
pada penarik.
56
2) Pemasangan tanpa kartu penyangga
Memasang contoh uji pada penjepit atas. Membebani ujung serat yang
bebas sebesar 5,0 mN/tex untuk uji kering dan 2,5 mN/tex untuk uji
basah. Menjepitkan pada penjepit bawah.
3) Apabila digunakan kertas penyangga, potong kartu pada arah melintang
sehingga serat bebas. Menjalankan alat uji sampai contoh uji putus.
4) Untuk uji basah, celupkan contoh uji ke dalam air suling yang telah
ditambah zat pembasah non-ionik dengan konsentrasi maksimum 0,1%
pada suhu 20±2oC selama 2 menit.
5) Mengulangi prosedur 3 dan 4 sampai sejumlah 50 helai.
6) Apabila contoh uji putus pada penjepit, batas penjepit atau slip, maka
pengujian tersebut batal dan harus diulangi.
3.5.4 Pengujian Karakteristik Kain Tenun
a. Kekuatan Tarik dan Mulur Kain (BSN, 1989e)
Pengujian kekuatan tarik dan mulur kain dilakukan dengan pita tiras.
Contoh bahan pengujian digunting sejajar dengan arah benang dengan panjang
tidak kurang dari 15 cm. Benang-benang pada sisi panjang kain ditiras dengan
bantuan jarum, sehingga lebar kain tepat 2,5 cm. Adapun prosedur pengujian
kekuatan tarik dan mulur kain adalah sebagai berikut:
1) Menjepit contoh uji secara simetris pada jepitan atas, dengan arah
bagian yang panjang searah dengan arah tarikan.
2) Memberi tegangan awal pada ujung bawah contoh uji sebesar 170 g,
lalu dijepit simetris pada jepitan bawah.
3) Menjalankan mesin dan contoh uji mengalami tarikan hingga kain
putus.
4) Menghentikan mesin dan besarnya kekuatan serta mulur kain dibaca
pada skala.
5) Jumlah pengujian lima kali dan pengujian harus diulangi apabila
contoh uji putus pada penjepit, pada batas jepit atau terjadi slip.
57
b. Kekuatan Sobek Kain (BSN 1989f)
Pengujian kekuatan sobek dilakukan dengan cara trapesium. Adapun
prosedur pengujian kekuatan sobek cara trapesium adalah sebagai berikut:
1) Menjepit contoh uji sedemikian rupa sehingga salah satu sisi
trapesium yang tidak sejajar berimpit dengan garis tepi bawah penjepit
atas dan sisi lainnya dengan tepi permukaan atas penjepit bawah.
2) Menjalankan mesin dengan kecepatan 300 ± 10 mm permenit
sehingga kain sobek sempurna.
3) Membaca kekuatan sobek pada diagram beban dan mulur dengan
mencatat beban tertinggi dan beban terendah. Satuan kekuatan sobek
kain adalah newton.
4) Kekuatan sobek masing-masing contoh uji dihitung sebagai berikut:
…………………………(23)
Dimana:
Xi = kekuatan sobek masing-masing cara uji
Xt = beban tertinggi
Xr = beban terendah
c. Daya Tembus Udara (BSN, 1989g)
Pengujian daya tembus udara dengan menggunakan alat uji air
permeability tester. Pengujian daya tembus udara dilakukan untuk mengetahui
volume udara yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas dengan tekanan
tertentu. Prinsip pengujian daya tembus udara yaitu kain dengan luas tertentu
dilewati udara dengan tekanan tetap, dan laju aliran udara diukur dengan
mengamati menometer air. Dari hasil pengamatan manometer air diperhitungkan
daya tembus udara. Adapun prosedur pengujian daya tembus udara adalah sebagai
berikut:
1) Meletakkan mesin uji pada meja dan atur agar letaknya benar-benar
horizontal.
58
2) Mengisi penampung air dengan air suling sehingga manometer air
menunjukkan skala nol, dan mengatur letak manometer agar benar-
benar vertikal.
3) Mengisi penampung minyak dengan minyak khusus berat jenis 0,834
sehingga manometer minyak menunjukkan nol.
4) Memasang kain contoh uji pada lubang tempat contoh uji, menjepit
dengan cincin yang sesuai sehingga kain cukup tegang dan kemudian
lubang ditutup.
5) Memasang orifice terpilih yang cocok untuk kain sehingga angka pada
manometer air ada diantara 4 sampai dengan 14.
6) Menghubungkan alat melalui rheostat ke sumber listrik dan kemudian
kipas penghisap dijalankan.
7) Mengatur rheostat agar tekanan udara sesuai dengan tekanan 12,7 mm
air dengan indikator baca pada manometer minyak menunjukkan 0,5
dan tetap.
8) Membaca manometer air dan hitung harga daya tembus udara.
9) Perhitungan harga Daya Tembus Udara adalah sebagai berikut:
…(24)
Dimana:
X = harga daya tembus udara
H = harga maksimum orifice
h = harga minimum orifice