SKRIPSI
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT DESALOHIA KECAMATAN LOHIA KABUPATEN MUNA
Oleh:CICA ZARTIKANIM. B1A1 11 126
JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2016
SKRIPSI
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKATDESA LOHIA KECAMATAN LOHIA KABUPATEN MUNA
Oleh:CICA ZARTIKAStb. B1A1 11 126
JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2016
SKRIPSI
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKATDESA LOHIA KECAMATAN LOHIA KABUPATEN LOHIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Ekonomi
OlehCICA ZARTIKA
Stb. B1A1 11 126
JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2016Tanggal april 2016
vii
ABSTRACT
CICA ZARTIKA (B1A1 11 126), 2016. factors Research is caused by thevillage poverty of Lohia Muna Regency sub areas Lohia. Dissertations. Economyfaculty. The program of degree of Haluoleo university. guided by Yani Balaka andWali Aya Rumbia.
This research was conducted in the village from Muna Regency Lohia Lohia'ssubdistrict. For to find out factors of the reason of poverty of countrymen of LohiaMuna Regency sub areas Lohia. Data used in given research it is primary given andsecondary data. Primary data received through direct interview from the publicinclude : formation , public health, physical condition, residence, dependents, skill,truss and income farmer. Secondary data received through record of Lohia's villageseparation Lohia's subdistrict. Analysis used is descriptive qualitative analysis.
Base observational result gets to be concluded that poverty causal factor atLohia village which is, its outgrows family responsibility charges, its low is leveleducation and skill, its low is level propertied, and production medium ownership thatstills simple and job ethos contemn.
The key word: factors by the reason of poverty
viii
ABSTRAK
CICA ZARTIKA, B1A1 11 126, 2016. Studi Faktor-faktor PenyebabKemiskinan Masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Skripsi S1.Jurusan Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Haluoleo.Dibimbing Bapak Muh. Yani Balaka dan Ibu Wali Aya Rumbia.
Penelitiaan ini dilaksanakan di Desa Lohia Kecamaatan Lohia KabupatenMuna. Dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinanmasyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Data yang digunakandalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperolehmelalui wawancara langsung dengan masyarakat meliputi: umur, pendidikan,kesehatan, kondisi fisik tempat tinggal, tanggungan keluarga, keterampilan,pemilikan lahan usaha tani dan pendapatan. Data sekunder diperoleh melaluipencatatan dari kantor Desa Lohis Kecamatan Lohia. Analisis yang digunakan adalahanalisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebabkemiskinan Desa Lohia Kecamatan Lohia yaitu, besarnya beban tanggungankeluarga, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, rendahnya tingkatpendapatan, serta kepemilikan sarana produksi yang masih sederhana dan etos kerjarendah.
Kata Kunci : Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat salam
untuk Rasulullah SAW, keluarga-Nya sehingga penulis akhirnya bisa menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada
Universitas Haluoleo.
Secara khusus penulis ingin menyampaikan rasa kasih sebesar-besarnya
kepada LAODE ZAINUDIN dan WA KESI, yang selalu menuntunku, memotivasiku
dan membimbingku. Terima kasih untuk segala doa dan kasih sayang yang kalian
berikan selama ini. Saudaraku, “Cici da Candra” serta seluruh keluargaku yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas perhatian dan bantuannya selama
ini.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu
baik dalam bentuk materi maupun moril. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Haluoleo
2. Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo
3. Ibu Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Haluoleo
4. Bapak Dr. Muh. Yani Balaka, SE.,M.Sc.,Agr selaku pembimbing I dan Ibu
Wali Aya Rumbia, SE.,MSi selaku pembimbing II yang telah meluangkan
x
waktu, tenaga dan pikiran guna mengarahkan dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Haluoleo yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan
selama menempuh pendidikan.
5. Staf Administrasi Jurusan Ilmu Ekonomi yang telah membantu lancarnya
proses penyelesaian studi dan skripsi penulis.
6. Kepala Desa Lohia dan masyarakat miskin Desa Lohia yang telah bersedia
memberikan data dan informasi guna penyelesaian skripsi ini.
7. Teman-taman IESP 011 : Tenrysnawati, Tina Wasiosowu, Titin Rahmawati,
Lili Warni, Nining Hasriani, Hasriani, Sri Octavia, terima kasih atas
kebersamaannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Untuk itu saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Terima kasih.
Kendari, April 2016
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL…………………………….…………………….…..….. iHALAMAN SAMPUL DALAM……………………………………………... iiHALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA…………………………… iiiHALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………. ivHALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………… vHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………. viABSTRACT…………………………………………………………………… viiABSTRAK……………………………………………………………………… viiiKATA PENGANTAR………………………………………………………… ixDAFTAR ISI…………………………………………………..…..……………. xiDAFTAR TABEL……………………………………………………………… xiiiDAFTAR SKEMA………………………………………..……………………. xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………….…….……………… 11.2. Rumusan Masalah………………………………………………. 31.3. Tujuan Penelitian…………………………...…………………… 41.4. Manfaat Pennelitian……………………………………………… 41.5. Ruang Lingkup…………………………………………………… 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kemiskinan……………………………………………… 52.2. Ukuran Kemiskinan…………………………………………..…... 122.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan……………………………. 192.4. Kajian Empiris………………………………………………….… 292.5. Kerangka Pemikiran……………………………………………… 33
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Obyek Penelitian……………………………………..………….. 343.2. Populasi dan Sampel………………………………………….…. 34
3.2.1. Populasi………………………………………………….. 34
xii
3.2.2. Sampel…………………………………………………… 343.3. Jenis dan Sumber Data
3.3.1. Jenis Data……………………………………….………… 353.3.2. Sumber Data…...…………………………………………. 36
3.4. Metode Pengumpulan Data………………………………………. 363.5. Prosedur Pengumpulan Data…………………………………….. 373.6. Analisis Data…………………………………………………….. 373.7. Defenisi Operasional……………………………………............. 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah……………………………………….. 394.1.1. Letak dan Luas Wilayah………………………………….. 394.1.2. Keadaan Iklim, Topografi dan Curah Hujan……………... 394.1.3. Keadaan Penduduk……………………………………….. 40
4.2. Karakteristik Responden…………………………………………. 404.2.1. Umur Responden…………………………………………. 454.2.2. Kondisi Kesehatan Responden…………………………… 464.2.3. Kondisi Fisik Rumah Responden………………………… 484.2.4. Kepemilikan Lahan Usaha Tani………………………….. 49
4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Lohia….. 504.3.1. Tanggungan Keluarga Tinggi…………………………….. 514.3.2. Pendidikan dan Keterampilan Rendah…………………… 524.3.3. Pendapatan Rendah………………………………………. 53
4.4. Pembahasan………………………………………………………. 54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan………………………………………………………. 605.2. Saran……………………………………………………………... 60`
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Lohia Kecamatan
Lohia, Tahun 2015 ....................................................................................35
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Desa Lohia
Kecamatan Lohia, Tahun 2015 .................................................................41
3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Lohia
Kencamatan Lohia, Tahun 2015………………………………………. .43
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lohia
Kecamatan Lohia, Tahun 2015 .................................................................44
5. Klasifikasi Umur Responden di Desa Lohia, Tahun 2015........................45
6. Jenis Penyakit yang Diderita Responden di Desa Lohia, Tahun 2015 .....46
7. Tempat Pengobatan yang Sering Digunakan Responden di Desa Lohia,
Tahun 2015 .............................................................................................. 47
8. Kondisi Fisik Rumah Responden di Desa Lohia, Tahun 2015 .................48
9. Luas Lahan Garapan Responden di Desa Lohia, Tahun 2015 ..................50
10. Tabel Silang Responden Menurut Jumlah Tanggungan di Desa Lohia,
Tahun 2015 ............................................................................................... 51
11. Tabel Silang Responden Menurut Tingkat Pendidikan di desa Lohia,
Tahun 2015 ............................................................................................... 53
12. Tabel Silang Tingkat Pendapatan Responden Desa Lohia, Tahun 2015 ..54
xiv
DAFTA R GAMBAR
Skema Halamam
Kerangka Pikir Penelitian………………………………………………………… 33
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kemiskinan di Negara sedang berkembang menjadi masalah yang sangat
rumit diselesaikan meskipun kebanyakan Negara-negara ini sudah berhasil
melaksanakan pembangunan ekonominya dengan tingkat pertumbuhan produksi dan
pendapatan nasional yang tinggi, namun pada saat yang bersamaan telah terjadi
peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok kaya dan kelompok
miskin, sehingga kemiskinan relative semakin meningkat terutama di wilayah
pedesaan.
Dewasa ini kemiskinan pedesaan menjadi masalah utama dalam proses
pelaksanaan pembangunan di daerah pedesaan, karena sebagian besar penduduk
miskin tinggal di daerah pedesaan dan karakteristik penyebab kemiskinan struktural
yang dialami sangat banyak. Selain itu kebijakan pemerintah yang mengalokasikan
anggaran pembangunan yang lebih besar di daerah perkotaan dari pada daerah
pedesaan, merupakan salah satu faktor penyebab daerah pedesaan semakin tertinggal
dan kemiskinan struktural semakin bertambah di daerah pedesaan.
Kenyataan menunjukan bahwa sebagian besar penduduk miskin bermukim di
wilayah pedesaan, maka pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan
nasional harus mendapat prioritas utama. Konsep ini merupakan upaya
2
penanggulangan kemiskinan yang menempatkan wilayah pedesaan sebagai prioritas
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, menurut Tadjuddin Noer
Effendi (1995:215) kebijakan makro dalam memerangi kemiskinan adalah : (1)
merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutama pedesaan dengan dana bantuan
INPRES san BANPRES, (2) penyebaran sarana sosial, seperti pendidikan, kesehatan,
air bersih, KB, perbaikan lingkungan (pertumbuhan) dan lain-lain, (3)memperluas
jangkauan sarana keuangan dengan mendirikan beberapa intitusi kredit, (4)
peningkatan sarana produksi pertanian, khususnya infrastruktur, (5) pengembangan
beberapa program pengembangan wilayah, seperti pengembangan kawasan terpadu.
Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan daerah Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu bagian integral dari pembangunan nasional yang terus
melaksanakan upaya-upaya pengentasan kemiskinan melalui berbagai pendekatan
dan terobosan sesuai dengan strategi pembangunan nasional, dan potensi yang
dimiliki oleh setiap wilayah baik potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya
manusia maupun berbagai potensi yang dapat mendukung proses pembangunan.
Kabupaten Muna sebagai suatu daerah yang ada di Indonesia tidak luput dari
masalah kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakatnya utamanya bagi masyarakat
pedesaan. Kemiskinan tersebut disebabkan oleh pendapatan yang rendah akibat
rendahnya produktifitas dan keterampilan, sarana produksi yang digunakan masih
sederhana, pendidikan rendah, tanggungan keluarga tinggi, pertumbuhan penduduk
tinggi dan rendahnya tabungan. Dengan demikian fenomena kemiskinan ini
3
merupakan suatu lingkaran setan yang tidak berujung pangkal dan apabila tidak
ditangani dengan serius akan menyebabkan penyakit ekonomi yang menyengsarakan
masyarakat.
Seperti halnya di Desa Lohia Kecamatan Lohia dari 2002 jiwa penduduknya
pada tahun 2014 pada umumnya bertaraf hidup miskin. Kondisi demikian ini
ditunjukan oleh tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinan (sesuai ukuran statistic berada di bawah Rp.105.888 perbulan). Secara
teoritis dapat dikatakan bahwa penyebab kemiskinan di Desa tersebut adalah
disamping kurangnya keterampilan dan pengetahuan masyarakat, juga mata
pencaharian yang ditekuni hanya memberikan kontribusi pendapatan yang relatif
kecil. Hal ini semakin diperburuk oleh adanya perbedaan pendapatan yang diterima
oleh berbagai kelompok masyarakat seperti petani, pedagang, nelayan, tukang
(tukang kayu dan batu).
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang menyebabkan kemiskinan di Desa
Lohia Kecamtan Lohia Kabupaten Muna.
4
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan
Lohia Kabupaten Muna.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah dan instansi terkait, sebagai bahan informasi dan
pertimbangan pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan tentang
penetapan kriteria kemiskinan, pengukuran kemiskinan dan penetapan
batas garis kemiskinan serta penanggulangan kemiskinan.
2. Masyarakat umum, sebagai bahan informasi bahwa penetapan garis
kemiskinan sesuai dengan kriteria dan model pengukuran kemiskinan.
3. Sebagai bahan referensi, informasi dan acuan bagi mereka yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.5.Ruang Lingkup
Untuk mengarahkan pembahasan penelitian ini maka difokuskan pada kajian :
Faktor-Faktor penyebab terjadinya kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia
Kabupaten Muna.
5
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
2.1. Konsep Kemiskinan
Pada dasarnya kemiskinan yang senantiasa diidentifikasikan dengan taraf
hidup yang rendah, dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana penghidupan
penduduk ditandai oleh serba kekurangan akan kebutuhan pokok.
Menurut Widodo (1997:107) menjelaskan bahwa konsep kebutuhan dasar
selalu dikaitkan dengan kemiskinan karena masalah kemiskinan merupakan obsesi
bangsa dan persoalan amat mendasar yang harus ditangani penduduk miskin
umumnya tidak berpenghasilan cukup, bahkan tidak berpenghasilan sama sekali.
Penduduk miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal dari masyarakat lainnya.
Kebutuhan pokok dapat diterjemahkan dalam suatu paket barang dan jasa
yang diperlukan oleh setiap orang untuk bisa hidup secara manusiawi. Paket ini
terdiri dari komposisi pangan bernilai gizi yang cukup dengan nilai kalori dan protein
yang sesuai dengan tingkat usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, keadaan iklim dan
lingkungan yang dialaminya serta sandang, papan dan terutama pangan.
Bank Dunia (2014) yang dikutip oleh Prayitno (2014:98-99) menjelaskan
bahwa kemiskinan telah menunjukan bahwa adanya tiga dimensi (aspek atau segi)
6
yaitu : pertama, kemiskinan itu multidimensional. Artinya karena kemiskinan itu
bermacam-macam sehingga memiliki banyak aspek. Kedua, aspek-aspek kemiskinan
tadi saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan ketiga,
bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun secara
kolektif.
Syami (1994 : 190) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diartikan bahwa
suatu keadaan dimana seseorang keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagaimana anggota
masyarakat lain pada umumnya.
Penduduk miskin umumnya berada pada daerah pedesaan, hal ini didukung
oleh pendapatan yang dikemukakan oleh Hans Dieter dan Suwardi (1982 : 74)
mengatakan bahwa kemiskinan yang ada di kampong dapat digolingkan baik
kemiskina tempat tinggal maupun kemiskinan penduduk. Kemiskinan tempat tinggal
kondisinya sebagai tempat tidak teratur sedangkan kemiskinan penduduk karena
ditinjau dari segi social dan ekonominya sangat rendah termasuk penyediaan air dan
listrik beserta prasarana yang minim.
Pendapat di atas mempunyai penekanan bahwa karakteristik yang ada di
daerah perkampungan dapat dilihat dari kondisi perumahan orang-orangnya dan
ketersediaan sarana/prasarana umum dibutuhkan oleh masyarakat.
7
Dalam proses pembangunan suatu negara ada tiga macam kemiskinan antara
lain :
a. Miskin karena miskin, kemiskinan ini disebabkan kemiskinan yang
merupakan akibat rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan kurang memadai,
dan kurang terolahnya potensi ekonomi dan seterusnya.
b. Kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi di tenha-tengah kelimpahan,
kemiskinan yang disebabkan oleh buruknya daya beli dan system yang
berlaku.
c. Kemiskinan yang disebabkan karena tidak meratanya serta buruknya
perdistribusian produk nasional total (Syahrir, 1986 : 166)
Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996 :80) menjelaskan bahwa kemiskinan
suatu daerah dapat digolongkan sebagai pertama, persistent proverty, yaitu
kemiskinan yang kronis atau turun-temurun. Daerahseperti ini umumnya merupakan
daerah-daerah yang krisis sumber daya alamnya, atau daerah yang terisolasi. Kedua
adalah cyclical proverty, yaitu kemiskinan yang meliputi pola siklus ekonomi secara
keseluruhan. Ketiga, adalah seasonal proverty, yaitu kemiskinan musim seperti sering
dijumpai pada kasus nelayaan dan pertanian tanaman pangan. Keempat adalah
eccidental proverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak
daerah suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat.
8
Dimensi kemiskinan menurut Effendi (1995 :249-253) dapat diidentifikasi
menurut ekonomi, sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan
sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejateraan sekelompok orang. Kemiskinan ini dapat diukur secara langsung dengan
menetapkan persediaan sumber daya alam yang tersedia pada kelompok itu dan
membandingkannya dengan ukuran-ukuran baku. Menurut pengertian ini kemiskinan
sekelompok orang dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan
hanya mengacu pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum untuk hidup
layak.
Kemiskinan sosial dapat diartikan kekurangan jaringan sosial dan struktur
social yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar
produktivitas seseorang meningkat. Sedangkan kemiskinan politik menekankan pada
akses terhadap kekuasaan. Menurut Ellis dalam Tadjuddin Noer Effendi (1995)
kekuasaan yang dimaksud mencakup tatanan system social (politik) yang dapat
menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atau tatanan
system social yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya (Tadjuddin Noer
Effendi, 1995).
Kemudian Emil Salim dalam Munandar (1995 : 58) mengemukakan bahwa
kemiskinan adalah kurangnya pendapatan untuk memenuhi kehidupan hidup yang
pokok, mereka dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak
9
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, pakaian dan tempat
berteduh.
Metode yang digunakan BPS 2014 (BPS Kota Kendari, 2012:309-310) adalah
menghitung garis kemiskinan (KG) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Perhitungan Garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah
perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang
disetarakan dengan 2.100 kilo kalori perkapita per hari. Patokan ini mengacu pada
hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan
diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan
susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Ke-52 jenis
komoditi ini merupakan komoditi-komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh
penduduk miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditi ini sekitar 70 persen dari
total pengeluaran orang miskin.
Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi dasar non-makanan
diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
10
Selain itu, dimensi lain yang harus diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan.
Kemiskinan mempunyai bermacam-macam aspek seperti pendapatan yang
rendah, tekanan penduduk, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang rendah
serta keadaan penduduk yang masih terbelakang dan aspek ini berbeda-beda
tingkatan dalam tiap Negara. Kemiskinan dalam artian manusia adalah kurangnya
atau sedikit makan dan pakaian serta tempat tinggal yang tidak memadai.
Baswir (2003 : 18 ) berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat
dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Kemiskinan natural adalah keadaan
kemiskinan yang disebabkan oleh keterbatasan alamiah, baik dari segi sumber daya
manusia maupun sumber daya alam, (2) Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang
disebabkan oleh faktor – faktor budaya, yang menyebabkab terjadinya proses
pelestarian kemiskinan di dalam masyarakat, (3) Kemiskinan struktural adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh faktor – faktor buatan manusia atau perilaku
manusia seperti : kebijakan perekonomian tidak adil, penguasaan faktor-faktor
produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tata perekonomian yang lebih
menguntungkan pihak tertentu termasuk berbagai peraturan atau produk yang
dihasilkan manusia yang sifatnya melenggangkan kemiskinan.
Dalam konteks ini, harus diakui bahwa disatu pihak memang terdapat
kesenjangan dan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor natural dan kultural.
11
Sebagaimana terjadi pada berbagai kelompok masyarakat lainnya di dunia,
kemiskinan natural adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan karena keterbatasan
sumber daya alam dan sumber daya manusia, terjadinya bencana alam atau karena
cacat fisik maupun mental. Selain itu adanya kebiasaan hidup boros, tidak disiplin
dan enggan bekerja keras masih merupakan budaya yang cukup dominan dalam
kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Dan ada pula kemiskinan yang dianut oleh
kelompok tertentu umumnya adalah masyarakat tradisional yang masih statis
pemikirannya.
Di pihak lain, tidak dapat dibantah bahwa faktor-faktor struktural juga
memainkan peranan yang sangat penting dalam proses penciptaan kemiskinan di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan perilaku orang lain, baik lembaga pemerintah
maupun non pemerintah dan orang perorang maupun kelompok, termasuk segala
aturan atau produk yang dihasilkan manusia yang sifatnya melenggangkan
kemiskinan. Seperti pelaksanaan pembangunan yang terlalu mementingkan
pertumbuhan ekonomi selama ini, pada satu sisi telah menyebabkan terabainya
upaya-upaya serius untuk menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan
kesejateraan sosial, sedangkan disisi lain, bersamaan dengan berlangsungnya
sentralisasi dan infektifitas pengawasan keuangan Negara, bias pertumbuhan itu juga
telah menyebabkan meluasnya praktek korupsi dan kolusi pada hampir semua sektor
dan tingkatan biorakrasi di Indonesia.
12
2.2. Ukuran Kemiskinan
Pengeluaran kemiskinan dilakukan melalui usaha-usaha penetapan garis
kemiskinan dengan menggunakan criteria tertentu ditetapkan garis kemiskinan yang
selanjutnya proporsi penduduk di bawah garis ini digolongkan penduduk miskin.
Bank dunia mendefenisikan kemiskinan sebagai tidak tercapainya kehidupan
yang layak dengan penghasilan di bawah US$ 2 per hari.
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam kategori
miskin. Namun, menurut Bank Dunia (Rendra, 2010;6) setidaknya ada tiga faktor
penyebab kemiskinan, yaitu :
1) Rendahnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan dan pendidikan.
2) Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan di depan
institusi negara dan masyarakat.
3) Rentan terhadap guncangan ekonomi terkait dengan ketidakmampuan
menanggulanginya.
Ukuran Kemiskinan menurut Engel (Hukum Engel), Dalam teori ekonomi
hukum Engel dikatakan sebagai suatu hukum yang menyatakan bahwa kian tinggi
pendapatan suatu keluarga, kian kurang presentase atau bagian dari pendapatan yang
digunakan atau dikeluarkan untuk makanan. Untuk kebutuhan pokok makanan,
dengan naik pendapatan masyarakat dari tingkat yang rendah, akan menyebabkan
13
naik pengeluaran unutk konsumsi itu.akan tetapi dengan bertambahnya pendapatan
secara terus-menerus, maka pertumbuhan konsumsi makanan akan menjadi kurang
proporsional dengan pertambahan pendapatan.
Jadi ketika suatu rumah tangga memiliki tingkat pendapatan yang rendah akan
cenderung mengeluarkan sebahagian besar bahkan hampir seluruh pendapatannya
untuk konsumsi makanan.
Seiring dengan kemajuan pembangunan, maka tingkat kemiskinan menurut
BPS dalam Apoda 2001 yang dikutip oleh Jumarlin (2003:8) dibedakan menurut kota
dan desa sebagai berikut :
a. Untuk Daerah Perkotaan
Tidak miskin bila pendapatan perkapita pertahun setara dengan >720
kg beras
Miskin bila pendapatan perkapita pertahun setara dengan 541 – 720 kg
beras
Miskin sekali bila pendapatan perkapita pertahun setara dengan 361-
540 kg beras.
Nyaris cukup pangan bila pendapatan perkapita pertahun setara
dengan 360 kg beras
b. Untuk daerah pedesaan
14
Tidak miskin bila pendapatan perkapita pertahun setara dengan > 480
kg beras
Miskin bila pendapatan perkapita pertahun setara dengan 361-480 kg
beras
Miskin sekali bila pendapatan perkapita pertahun setara dengan 241 –
360 kg beras
Nyaris cukup pangan bila pendapatan perkapita pertahun setara
dengan ≤ 240 kg beras
BPS (2014 :577) menetapkan kriteria untuk mengukur garis kemiskinan
berdasarkan pengeluaran perkapita perbulan konsumsi pangan dan non pangan.
Konsumsi tersebut untuk daerah perkotaan batas kemiskinan sebesar Rp 138.803, dan
untuk daerah pedesaan sebesar Rp 105.888, dengan tiga status ekonomi yaitu
ekonomi rendah, sedang dan tinggi.
Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum
2100 kkal perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan
yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan atas papan,
sandang, sekolah, transportasi serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang
mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut garis
kemiskinan. (Sultra dalam angka,2003:580).
15
Pada tahun 2000 BPS melakukan Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin
(SPKPM 2000) untuk mengetahui karakteristik-karakteristik rumah tangga yang
mampu mencirikan kemiskinan secara konseptual (pendekatan kebutuhan dasar/garis
kemiskinan). Hal ini menjadi sangat penting karena pengukuran makro, (basic needs)
tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi rumah tangga/penduduk/miskin di
lapangan. Informasi ini berguna untuk penentuan sasaran rumah tangga program
pengentasan kemiskinan (intervensi program). Cakupan wilayah studi meliputi tujuh
provinsi, yaitu Sumatera Selatan, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa timur, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dari hasil SPKPM 2000
tersebut, diperoleh 8 variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan
rumah tangga miskin di lapangan. Skor 1 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan
kemiskinan dan skor 0 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan.
Kedelapan variabel tersebut adalah:
Luas lantai rumah perkapita
< 8 m2
> 8 m2
Jenis lantai
Tanah
Bukan tanah
Air minum/Ketersediaan air bersih
Air hujan/sumur tidak terlindung
16
Ledeng/PAM/sumur terlindung
Jenis jamban/WC
Tidak ada
Bersama/sendiri
Kepemilikan Asset
Tidak punya aset
Punya aset
Pendapatan (total pendapatan per bulan)
< 350.000
>350.000
Pengeluaran (persentase pengeluaran untuk makanan)
≤ 80 persen ( skor 0)
≥ 80 persen ( skor 1)
Konsumsi lauk pauk (daging, ikan, telur, ayam)
Tidak ada/ada, tapi tidak bervariasi
Ada, bervariasi
Sangat miskin ( skor 1)
Miskin sekali ( skor 0)
Kesepuluh variabel tersebut diperoleh dengan menggunakan metode stepwise
logistic regression dan misklasifikasi yang dihasilkan sekitar 17 persen. Hasil analisis
deskriptif dan uji Chi-Square juga menunjukan bahwa kesepuluh variabel terpilih
17
tersebut sangat terkait dengan fenomena kemiskinan dengan tingkat kepercayaan
sekitar 99 persen. Skor batas, yang digunakan adalah 5 ( lima) yang didasarkan atas
modus, total skor dari domain rumah tangga miskin secara konseptual. Dengan
demikian apabila suatu rumah tangga mempunyai nilai minimal 5 (lima) cirri miskin
maka rumah tangga tersebut digolongkan sebagai rumah tangga miskin.
BKKBN menetapkan criteria untuk mengukur garis kemiskinan berdasarkan
tahapan keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera. Indikator pengukuran keluarga
prasejahtera dan keluarga sejahtera yaitu:
a) Keluarga Pra Sejahtera ( sangat miskin), adalah keluarga-keluarga yang belum
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan
akan spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan. Pada keluarga pra
sejahtera, belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indicator berikut:
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama masing-
masing.
2. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
3. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
belanja/sekolah dan bepergian.
4. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawah ke
sarana kesehatan.
18
b) Keluarga Sejahtera I (miskin), apabila memenuhi lima (5) indikator pada
keluarga pra sejahtera dan delapan (8) indicator berikut:
1. Paling kurang sekali seminggu anggota keluarga makan
daging/telur/ikan.
2. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang
pakaian baru sdalam setahun.
3. Luas lantai paling kurang 8m2 untuk setiap penghuni rumah.
4. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat
melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
5. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan tetap.
6. Seluruh anggota keluarga usia 10-60 tahun bisa baca tulis latin.
7. Seluruh anak usia 6-15 tahun bersekolah.
8. Bila anak lebih dari 2 orang, maka pasangan usia subur harus ber-KB.
c) Keluarga Sejahtera II, apabila memenuhi indicator keluarga sejahtera I namun
karena alasan ekonomi belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indicator
berikut:
1. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
2. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau
barang.
3. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali
dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
19
4. Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal.
5. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/radio/tv.
6. Angota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.
d) Keluarga Sejahtera III, memenuhi tahapan keluarga sejahtera I dan keluarga
sejahtera II namun belum mampu memenuhi indicator berikut:
1. Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan
materiil untuk kegiatan social.
2. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/insitusi masyarakat.
e) Keluarga Sejahtera III plus
Memenuhi tahapan kehidupan keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II,
dan keluarga sejahtera III.
2.3.Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (1997 : 12) antara lain :
a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah
terbatas dan kualitasnya rendah.
20
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya
manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada
gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia
karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
diskriminasi atau karena keturunan.
c. Miskin muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.
Hasibuan (2002 :132) mengemukakan bahwa kriteria pendapatan yang
ditetapkan dalam standar pendapatan nasional dan salah satu tolak ukur tingkatan
pendapatan terhadap kemiskinan dibagi dalam kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria untuk pendapatan rendah
a. Pendapatan rendah yaitu Rp 1.000.000-Rp 10.000.000 pertahun atau rata-
rata Rp 750.000 perkapita perbulan.
b. Tidak memiliki pekerjaan tetap
c. Tidak memiliki tempat tinggat tetap (sewa)
d. Tingkat pendidikan yang terbatas
2. Kriteria untuk pendapatan sedang
a. Pendapatan sedang yaitu Rp 10.000.000-Rp 25.000.000 atau rata-rata Rp
1.250.000 perkapita perbulan
b. Memiliki pekerjaan tetap
c. Memiliki tempat tinggal sederhana
d. Memiliki tingkat pendapatan tinggi
21
3. Kriteria untuk pendapatan tinggi
a. Pendapatan tinggi yaitu Rp 25.000.000-Rp 50.000.000 atau rata-rata Rp
2.083.333 perkapita perbulan
b. Memiliki lahan dan lapangan kerja
c. Memiliki pekerjaan tetap
d. Memiliki tingkat pendidikan.
Ginanjar Karasasmita (1996 : 82) mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan
dapat disebabkan empat penyebab utama yaitu:
a. Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah
mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan untuk dimasuki. Dalam
bersaing mendapatkan lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan juga
menentukan. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan
untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
b. Rendahnya tingkat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi rendah
menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikiran dan prakarsa.
c. Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi
pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.
Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada
harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
22
d. Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak
berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga
sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan,
dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Selanjutnya faktor-faktor kemiskinan ditinjau dari keadaan sosial budaya
seperti yang dikemukakan oleh Kusnaedi (1995 : 102) antara lain :
a. Adat-istiadat
Keterikatan terhadap pola-pola tradisional dari ikatan adat yang kuat
seringkali menghambat dalam pembaharuan kearah yang lebih maju
sehingga tertinggal oleh daerah lain yang lebih respon terhadap teknologi.
b. Pengeluaran dan keterampilan masyarakat
Faktor ini terkait dengan faktor diatas. Akibat keterisolasian dan
keterkaitan pada pola tradisional menyebabkan rendahnya pengetahuan
dan keterampilan masyarakat tersebut sehingga ketinggalan.
c. Situasi politik dan kebijaksanaan penguasa
Kebijaksanaan ini menyangkut pengalokasian anggaran yang tidak
seimbang antara satu kawasan dengan kawasan lainnya dan strategi
pembangunan yang timpang antara pertumbuhan ekonomi dengan
pemerataannya, selain itu dapat diakibatkan oleh kebijaksanaan yang
tidak berpihak pada perlindungan terhadap rakyat lemah dari desakan
industrialisasi yang kapitalis.
23
Chambers dalam Soetomo (1995 : 125) bahwa kemiskinan dapat disebabkan
antara lain : kelemahan fisik, isolasi, kerentanan dan akhirnya ketidakberdayaan
mendorong proses kemiskinan dalam berbagai bentuk.
Indikator kemiskinan Thorbecke ( Suharno, 2008:6 ) terbagi atas :
1. Headcount Index, yaitu indeks untuk mengukur persentase penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan terhadap total penduduk. Semakin kecil
angka indeks menunjukan semakin berkurangnya jumlah penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan, sebaliknya bila angka indeks semakin
besar menunjukan tingginya jumlah persentase penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan.
2. Indeks Kedalaman Kemiskinan atau Poverty Gap Index, yaitu ukuran rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap
garis kemiskinan. Semakin kecil nilai indeks menunjukan secara rata-rata
pendapatan penduduk miskin sudah semakin mendekati garis kemiskinan.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk
dari garis kemiskinan atau dengan kata lain kehidupan penduduk miskin
semakin terpuruk.
3. Indeks Keparahan Kemiskinan atau Poverty Severity Index, untuk
memberikan gambaran penyebaran pengeluaran penduduk miskin.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin.
24
Sharp, et. Al dalam Amirullah (2001 : 4) mencoba mengidentifikasi penyebab
kemiskinan dipandang dari sisi ekonmi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul
karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpal. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam
jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan
dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah
berarti produktivitas rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya
kualitas sumber daya manusia ini karendah rendahnya tingkat pendidikan, nasib yang
kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul
akibat perbedaan akses dalam modal.
Secara umum, ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu
kemiskinan absolute dan kemiskinan relative (Arsyad dan widodo, 2006:298).
Kemiskinan absolute dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan
tersebut dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic need ) yang
memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Apabila pendapatan tersebut
tidak mencapai kebutuhan minimum, maka dapat dikatakan miskin. Sehingga dengan
kata lain bahwa kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemiskinan relatif yaitu apabila
seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin. Hal ini terjadi karena
kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya walaupun
25
pendapatannya sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh
lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih
berada dalam keadaan miskin.
Kemiskinan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kekurangan kebutuhan
dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi,
kesehatan, tempat tinggal dan pendidikan. Hal ini tergantung tidak hanya pendapatan,
tetapi juga pada akses ke layanan. Ini termasuk kurangnya penghasilan sumber daya
produktif untuk menjamin penghidupan berkelanjutan, kelaparan dan kekurangan
gizi, kesehatan yang buruk, terbatas atau kurangnya akses kependidikan dan layanan
dasar lainnya, peningkatan morbiditas dan kematian dari penyakit, tunawisma dan
perumahan yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, diskriminasi sosial dan
eksklusi. Hal ini juga ditandai dengan kurangnya partisipasi dalam pengambilan
keputusan dan dalam kehidupan sipil, social dan budaya (Konfrensi Tingkat Tinggi
Pembangunan Sosial 2010, dalam Kumalasari, 2011:35).
Konsep Lewis tentang budaya miskin dikutip oleh Alan Gilbert dan Josep
Guglert (Nasikun, 1996:112) mengatakan bahwa golongan miskin itu menjadi miskin
karena mereka memang miskin.
Nikolas Yaung dkk dalam Amirullah (2001 : 15), mengatakan bahwa
penyebab kemiskinan yaitu:
a. Terbentuknya kelas-kelas ekonomi dalam masyarakat
26
b. Terbentuknya pemusatan perkembangan di sektor perkotaan
c. Kurangnya sumber-sumber penghidupan di pedesaan
d. Kurangnya tenaga produktif di pedesaan
e. Perbandingan ratio ketergantungan yang cukup jauh
f. Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan produksi bahan
makanan
g. Pertambahan jumlah penduduk dan sulitnya lapangan kerja
h. Kurangnya perhatian yang sungguh-sungguh untuk pembangunan sektor
pedesaan
i. Kurangnya perhatian untuk perbaikan mutu dan system pendidikan bagi
masyarakat pedesaan yang hidup dalam kemiskinan
j. Lingkungan miskin yang berkepanjangan
k. Peperangan dan bencana alam
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kondisi kemiskinan telah
mempengaruhi secara negatif berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga tidak
jarang menciptakan kondisi yang disebut lingkaran yang tak berujung pangkal.
Terciptanya kondisi semacam ini akan semakin sulit bagi masyarakat untu keluar dari
masalah kemiskinan.
Berbagai bentuk lingkaran dan mata rantainya dapat dikonstruksi dari proses
kemiskinan tersebut. Dari sudut ekonomi misalnya dapat dikatakan bahwa karena
kondisi kemiskinan maka pendapatan hanya cukup bahkan tidak jarang kurang cukup
27
untuk memenuhibkebutuhan minimum. Dengan demikian sulit diharapkan adanya
kemampuan utnuk menabung yang mengakibatkan tidak adanya investasi sehingga
produktifitas tetap rendah dan tetap bertahan pada kondisi kemiskinan. Dari sisi lain
lingkaran kemiskinan dapat terbentuk dari rendahnya gizi dan nutrisi dengan mat
rantai : rendahnya gizi dan nutrisi dalam kopnsumsi pangan – rendahnya tingkat
kesehatan – produktivitas rendah – pendapatan rendah – kemiskinan (soetomo:120)
Mallasis dalam Hadi. P. (1995:110) menggambarkan bahwa lingkaran
kemiskinan dari dari produktivitas rendah akan menyebabkan pendaptan rendah,
tabungan rendah, dan seterusnya. Selain itu faktor lain yang turut menentukan
kemiskinan di suatu wilayah adalah keadaan alam yang tidak menguntungkan
walaupun teknologi dan modal tersedia.
Menurut Mulo dkk, (1994:77) mengatakan bahwa kemiskinan
merupakansuatu akibat. Dalam hal ini rumah tangga yang tadinya miskin maupun
tidak miskin terbebani oleh jumlah anggota rumah tangga yang tidak produktif. Bila
pendapatan rumah tangga tidak meningkat sejajar dengan beban itu, maka rumah
tangga itu akan menjadi semakin miskin.
Hasil penelitian lain yang dikemukakan oleh Chenchovsky dan Meesok Word
Bank dalam Faturochman dan Marsellinus (1994 : 7) menunjukan adanya hubungan
yang positif antara kemiskinan dengan jumlah anggota rumah tangga. Tentu saja hal
ini terjadi bila jumlah anggota rumah tangga yang tidak produktif. Sedangkan M. G.
28
Quibria (1993) dalam Hadi P. dan Budi S. (1996 : 102) mengemukakan bahwa
kemiskinan berkorelasi positif dengan jumlah anggota keluarga dan berkorelasi
negatif dengan jumlah pekerja dalam keluarga.
Djoyohadikusumo (1994 : 316) memandang faktor penyebab kemiskinan dari
adanya kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan hidup. Dikatakannya bahwa hal
yang terpenting untuk diperhintungkan adalah masalah kepadatan penduduk
(population desity) yang menyangkut jumlah penduduk yang terpusat dalam suatu
wilayah tertentu, misalnya jumlah penduduk perkilometer persegi. Masalah
urbanisasi dan kepadatan penduduk membawa tantangan-tantangan yang cukup serius
terhadap lingkungan hidup baik di desa maupun di daerah perkotaan.
Uraian diatas menunjukan pada hubungan pengaruh timbal balik antara
masalah kemiskinan dan kemerosotan mutu lingkungan. Banyak permasalahan
ekonomi dan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung bersangkut paut
dengan kemiskinan. Sebabnya tidak lain adalah oleh karena yang pertama menjadi
korban dari perluasan dan kemerosotan mutu lingkungan ialah golongan masyarakat
lapisan bawah.
Todaro (2000) bahwa pada umumnya yang bertempat tinggal di daerah-daerah
pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradional. Dengan demikian,
faktor-faktor penyebab kemiskinan terutama yang ada di pedesaan diantaranya
29
sempitnya lahan pertanian yang mereka miliki ataupun tidak produktifnya lagi lahan
yang dimiliki, rendahnya tingkat pendidikan sehingga berakibat pada rendahnya
tingkat pengetahuan dan produktifitas dalam mengelolah usaha taninya, tidak ada
pekerjaan sampingan, besarnya jumlah tanggungan, pendapatan yang tidak menentu
sebagai akibat usaha yang sangat tergantung dengan musim serta usia tanaman yang
mereka miliki sudah cukup tua sehingga kurang produktif dalam menghasilkan
produksi.
2.4. Kajian Empiris
Penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian ini adalah
1. penelitian yang dilakukan oleh Atang dengan judul penelitian Studi
Tingkat Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Benua Nirae Kecamatan
Abeli kota Kendari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor penyebab kemiskinan di Kelurahan Benua Nirae Kecamatan
Abeli.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Erlina Serah dengan judul penelitian
Studi Tingkat Kemiskinan Masyarakat Desa Guali Kecamatan
Kusambi Kabupaten Muna. Penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui besar tingkat kemiskinan di Desa Guali
Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna.
30
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan
di Desa Guali Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfa Apriliati dengan judul Studi
Tingkat Kemiskinan Petani Desa Rompu-rompu Kecamatan Poleang
Utara Kabupaten Bombana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab kemiskinan petani di Desa Rompu-rompu
Kecamatan Poleang Utara Kabupaten Bombana.
Bakti News (2008), kemiskinan merupakan problematika yang kompleks di
Indonesia yang ditandai dengan berbagai bentuk strategi penanggulangan kemiskinan
yang direncanakan pemerintah. Ketersedian data yang valid dan menggambarkan
kondisi terkini profil kemiskinan disetiap daerah tentunya menjadi hal yang penting
dalam mendukung rencana strategi penanggulangan kemiskinan.hanya saja,
kenyataan di lapangan menunjukan bahwa data yang kini dimiliki tak cukup akurat.
Indikator yang dibuat untuk mengelompokkan masyarakat miskin cenderung bersifat
umum tanpa memperhatikan keunikan yang ada di setiap daerah. Data yang tak
akurat pun dituding sebagai penyebab ketidaksesuaian berbagai program
penanggulangan kemiskinan.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada obyek
kajian, yakni sama-sama mengkaji faktor-faktor penyebab kemiskinan Sedangkan
perbedaannya terletak pada lingkup kajian, dalam hal ini penelitian sebelumnya
membahas tingkat kemiskinan daerah perkotaan yaitu kelurahan Benua Nirae
31
kecamatan Abeli, sedangkan penelitian ini membahas kemiskinan daerah pedesaan
yaitu Desa Lohia Kecamatan Lohia. Jadi, kesimpulan dari penelitian terdahulu
dengan penelitian ini yaitu sama, artinya penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor
penyebab kemiskinan
Kondisi sosial ekonomi tampak dari pola hidup dan pekerjaan masyarakat
pada suatu kelurahan, sedangkan lokasi sangat ditentukan oleh karakteristik masing-
masing wilayah yang terbagi atas lokasi sepanjang pesisir pantai di mana
masyarakatnya cenderung berpenghasilan sebagai masyarakat nelayan, sedangkan
lokasi dengan dominasi wilayah daratan cukup luas memiliki karakteristik
masyarakat miskin umumnya berpenghasilan sebagai petani dan beberapa pekerjaan
lainnya. Selain itu penduduk yang miskin di perkotaan tinggal di lokasi permukiman
illegal dan kumuh dengan membentuk kantong-kantong pemukiman yang tidak layak
huni baik dari segi perumahan dan lingkungan permukiman yang ditempati.
2.5. Kerangka Pemikiran
Penyebab kemiskinan yang terjadi di Desa Lohia adalah karena penggunaan
sarana produksi yang masih sederhana, menyebabkan jumlah hasil produksi yang
diperoleh masih sangat rendah bila dibandingkan dengan orang yang menggunakan
sarana yang cukup memadai.
Disamping itu, tingginya jumlah tanggungan keluarga, rendahnya tingkat
pendidikan, serta rendahnya keterampilan yang rendah menyebabkan tingkat
32
produktivitas dan pendapatan masyarakat Desa Lohia rendah sehingga senantiasa
dililit oleh lingkaran kemiskinan structural.
Secara singkat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
33
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Desa Lohia
MasyarakatMiskin
Penyebab Kemiskinan:
Sarana produksi Jumlah tanggungan Pendidikan
Keterampilan Pendapatan
Analisis Deskriptif
Kesimpulan dansaran
34
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Obyek penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna
dengan obyek penelitian masyarakat miskin.
3.2. Populasi dan sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian yang dapat
berupa orang, benda atau suatu hal yang dimiliki dapat diperoleh atau dapat
memberikan informasi data penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu
seluruh Kepala Keluarga miskin Desa Lohia Kecamatan Lohia.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi dalam
penelitian. Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Cluster sampling yaitu mengelompokan penduduk berdasarkan jenis pekerjaanya.
Kemudian setiap kelompok akan ditentukan responden dengan metode random
sampling sebanyak 15 kepala keluarga setiap kelompok. Dengan pertimbangan
bahwa petani memiliki karakteristik yang homogen baik dari cara mengelola usaha
taninya serta sarana yang digunakan.
35
Tabel 1. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia, Tahun2014.
No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan1. Petani 200 502. Pedagang 8 123. Nelayan 100 30
Total 308 92
Kelompok responden berdasarkan jenis pekerjaan yaitu :
1. Petani : 15 orang/kk
2. Pedagang : 15 orang/kk
3. Nelayan : 15 orang/kk
Total : 45 orang/kk
3.3. Jenis dan Sumber Data
3.3.1. Jenis data
1) Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang
diteliti, seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat
kesehatan (kesehatan fisik lingkungan rumah), sarana/prasarana
produksi, jumlah tanggungan, keterampilan dan variabel lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
36
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait baik dari
pemerintah maupun swasta yang dapat memberikan informasi yang
menunjang keberhasilan penelitian ini.
3.3.2 Sumber Data
1. Data primer bersumber dari masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia yang
merupakan sampel dari penelitian ini.
2. Data sekunder bersumber dari kantor Desa Lohia, kantor Kecamatan Lohia,
kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini, kantor biro
pusat Statistik dan instansi terkait dengan penelitian ini.
3.4. Metode Pengumpulan Data
1) Observasi, dilakukan dengan cara mengamati secara langsung kepada
obyek penelitian kemudian menarik kesimpulan.
2) Wawancara, dilakukan dengan cara menemui langsung pihak – pihak
yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan.
3) Dokumentasi, dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan
membaca berbagai literatur serta laporan ilmiah atau dokumen yang
berhubungan dengan penelitian ini.
37
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
1) Persiapan
a. Penyusunan dan pengajuan proposal
b. Administrasi,menyangkut perizinan
2) Pengumpulan Data
a. Observasi
b. Wawancara
c. Dokumentasi
3) Pengolahan Data
a. Tabulasi data, yaitu data yang dimasukan dalam tabel kerja
selanjutnya diolah secara kuantitatif dan kualitatif
b. Analisis data, yaitu data yang ditabulasi selanjutnya diolah dengan
menggunakan analisis yang ditentukan.
c. Interprestasi data, yaitu data yang sudah diproses kemudian
diformulasikan dalam bentuk kalimat dan selanjutnya ditarik suatu
kesimpulan.
3.6. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna.
38
3.7 Devenisi Operasional
1. Pendapatan adalah besarnya nilai jual produksi yang diperoleh dalam satuan
waktu tertentu (1 bulan) yang diukur dengan satuan rupiah
2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat desa Lohia
mulai SD sampai dengan perguruan tinggi.
3. Tanggungan keluarga adalah banyaknya beban tanggungan keluarga yang
terdapat pada setiap keluarga seperti anak yang masih ditanggung oleh orang
tuanya (orang)
4. Keterampilan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang melekat pada
dirinya yang dapat mendukung kearah pendapatannya.
39
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah
4.1.1. Letak dan Luas Wilayah
Menurut data Desa Lohia (2014), Desa Lohia terletak di Kecamatan Lohia
Kabupaten Muna yang berjarak 18 km dari Ibu Kota Kabupaten, Luas wilayah Desa
Lohia adalah 821 km2, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Wabintingi
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Lakarinta
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Selat Buton
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Korihi
4.1.2. Keadaan iklim, Topografi dan Curah Hujan
Menurut data Desa Lohia (2014), Desa Lohia merupakan desa yang beriklim
tropis dengan suhu udara rata-rata tertinggi 32°ʗ dengan suhu rendah 17,2°ʗ. Keadaan
topografi Desa Lohia adalah datar dan berbatu, dengan ketinggian tempat dari
permukaan laut berkisar 3-10 m (DPL).
40
4.1.3. Keadaan Penduduk
Penduduk dengan segala potensi yang dimilikinya akan sangat mendukung
kelancaran pelaksanaan pembangunan disegala bidang. Potensi yang dimaksud adalah
Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan dukungan SDM yang berkaitan akan sangat
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan. Terlebih adanya
dukungan sumber daya alam, modal dan sumber daya lainnya yang sangat potensial
maka pembangunan dapat berjalan dengan baik.
Untuk memperoleh gambaran singkat mengenai keadaan penduduk di Desa
Lohia akan diuraikan mengenai jumlah penduduk berdasarkan penggolongan umur,
tingkat pendidikan dan mata pencaharian sebagai berikut :
1. Umur dan Jenis Kelamin
Menurut data yang terdapat di Kantor Desa Lohia bahwa jumlah penduduk
berjumlah 2002 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 983 jiwa dan perempuan
berjumlah 1019 jjiwa dengan jumlah keluarga 535 KK. Keadaan penduduk dan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel 2.
41
Table 2. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa LohiaKecamatan Lohia, Tahun 2014
NoKelompok
Umur(Tahun)
Laki-laki(orang)
Perempuan(orang)
Jumlah(orang)
Persentase(%)
1. 0-4 107 95 202 10,092. 5-9 96 83 179 8,943. 10-14 103 90 193 9,644. 15-19 99 87 186 9,295. 20-24 115 117 232 11,596. 25-29 104 94 198 9,897. 30-34 64 65 129 6,448. 35-39 49 67 116 5,799. 40-44 52 56 108 5,39
10. 45-49 39 43 82 4,1011. 50-54 45 51 96 4,8012. 55-59 42 57 99 4,9513. 60 keatas 68 114 182 9,09
Jumlah983 1019 2002 100
Sumber Data: Kantor Desa Lohia,Tahun 2015
Tabel 2 menunjukan bahwa sebagian penduduk berada pada umur produktif
(15-59 tahun) sebesar 62,24 % sedangkan penduduk yang berada pada umur non
produktif (0-14 dan 60 tahun ke atas) sebesar 37,76 %. Dimana pada tingkat umur 15-
59 tahun cenderung lebih aktif bekerja disbanding dengan masyarakat yang berada
pada tingkat umur 60 tahun keatas. Dimana pada usia yang tidak produktif lagi (60
tahun ke atas) seseorang sudah tidak begitu mampu melakukan pekerjaan.
Berdasarkan pada tabel di atas menunjukan bahwa di Desa Lohia memiliki
nilai ketergantungan hidup yang tinggi. Seperti yang diperlihatkan pada tabel 1
menunjukan bahwa penduduk yang berumur 15 tahun ke bawah dan 60 tahun ke atas
42
sebesar 37,76% yang berarti hampir mendekati 50% dari jumlah penduduk
seluruhnya. Sedangkan penduduk usia kerja (penduduk 15-59 tahun) sebesar 62,24%.
Karena tingginya nilai ketergantungan diperlukan usaha-usaha perluasan lapangan
kerja guna mengimbangi pertambahan usia kerja dalam rangka mengurangi
pengangguran.
2. Tingkat Pendidikan
Pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu indikator dalam
upaya mencapai tujuan pembangunan nasional melalui peningkatan kualitas sumber
daya manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, budi pekerti yang luhur, berkepribadian, berdisiplin, beretos kerja,
professional,bertanggung jawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan nasional akan mampu
menghasilkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sehubungan dengan itu untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Desa Lohia
dapat dilihat pada tabel 3.
43
Tabel 3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Lohia KecamatanLohia, Tahun 2014
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)1. Belum/tidak sekolah 811 40,502. SD 655 32,723. SLTP 153 7,644. SLTA 266 13,295. D1 2 0,106. D2 20 17. D3 16 0,808. S1 76 3,809. S2 3 0,15
Jumlah 2002 100Sumber Data: Kantor Desa Lohia, Tahun 2015
Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk belum/tidak sekolah
sebesar 40,50%, sedangkan penduduk yang tamat SD sebesar 32,72%, SLTP sebesar
7,64%, SLTA sebesar 13,29%, D1 sebesar 0,10%, D2 sebesar 1%, D3 sebesar 0,80%,
S1 sebesar 3,80% dan S2 sebesar 0,15%. Keadaan ini menunjukan pendidikan
tersebut masih kurang memadai. Hal tersebut dapat dilihat dengan masih banyaknya
warga masyarakat yang buta huruf, belum/tidak sekolah.
Pada tabel di atas menunjukan bahwa di Desa Lohia masih terdapat penduduk
yang buta huruf dan disamping itu juga berdasarkan klasifikasi pendidikan sebagian
besar penduduknya belum/tidak sekolah. Besarnya jumlah angka penduduk yang
belum/tidak sekolah maka hal ini dapat menunjukan bahwa tingkat pendidikan dan
pengetahuan di wilayah penelitian masih rendah, faktor inilah yang menjadi salah
satu penyebab terjadinya kemiskinan di Desa Lohia.
44
3. Mata Pencaharian
Penduduk Desa Lohia mempunyai beberapa jenis mata pencaharian yang
meliputi petani, pegawai negeri, pertukangan, pedagang dan nelayan. Namun bila
ditinjau dari segi kehidupan mereka pada umumnya sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian dalam sektor pertanian disamping sektor usaha lainnya.
Keadaan jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Mata pencaharian di Desa Lohia KecamatanLohia, Tahun 2014
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase(%)1. Petani 250 55,802. Pertukangan 15 3,353. Pedagang 20 4,464. PNS 33 7,375. Nelayan 130 29,02
Jumlah 448 100Sumber Data: Kantor Desa Lohia, Tahun 2015
Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani
sebesar 55,80%, sebagai pertukangan sebesar 3,35%, sebagai pedagang sebesar
4,46%, sedangkan yang bermata pencaharian nelayan sebesar 29,02%, sedangkan
yang bermata pencaharian lain-lain sebanyak 4,30%
Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa mata pencaharian penduduk
terbanyak adalah pada bidang pertanian. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan
pertanian sangat besar.
45
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Umur
Tingkat keaktifan masyarakat Desa Lohia dalam meningkatkan taraf hidupnya
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana salah satu diantaranya adalah tingkat
umur. Seseorang yang berusia muda lebih baik dalam melakukan aktivitasnya
sehingga hasil yang dicapai biasanya lebih baik dibandingkan dengan penduduk yang
berusia lebih tua karena dalam melakukan aktivitasnya sudah mulai terbatas oleh
tenaga dan pikiran. Tapi terkadang usia bukan sebagai salah satu faktor penghambat
bagi seseorang untuk melakukan aktivitasnya. Apalagi jika aktivitas yang mereka
lakukan menyangkut kelangsungan hidup mereka sehari-hari, maka terkadang
seseorang tidak lagi memperhatikan usia mereka dalam melakukan aktivitas karena
bagi mereka peningkatan hasil yang dicapai akan ikut mendukung peningkatan
pendapatan yang dapat mereka terima.
Tabel 5. Klasifikasi Umur Responden di Desa Lohia, Tahun 2015
No Tingkat Umur(Tahun)
Jumlah Responden(KK)
Persentase(%)
1. < 24 4 8,892. 25-29 11 24,443. 30-34 9 204. 35-39 8 17,785. 40-44 6 13,336. > 44 ke atas 7 15,56
Jumlah 45 100Sumber Data: Data Primer Diolah, Tahun 2015
46
Tabel 5 menunjukan bahwa responden yang terbanyak adalah responden yang
berada pada kisaran umur antara 25 – 29 tahun, yaitu sebanyak 11 kepala keluarga
atau 24,44% dari total responden, dan yang terendah adalah responden yang berada
pada kisaran umur antara 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 4 kepala keluarga atau 8,89%
dari total responden.
4.2.2 Kondisi Kesehatan Responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi kesehatan fisik lingkungan
masyarakat responden sebagian besar belum termasuk kategori rumah yang sehat.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam hal tata laksanan rumah tangga tempat
pembuangan sampah, WC keluarga (jamban) dan keadaan kamar mandi masih kurang
diperhatikan aspek kesehatannya.
Buruknya kondisi kesehatan masyarakat tersebut menyebabkan rata-rata
responden pernah mengalami sakit, dimana jenis penyakit yang sering diderita oleh
penduduk dalam kurun waktu tertentu dapat dilihat pada table 5 berikut ini.
Tabel 6. Jenis Penyakit yang Diderita Responden di Desa Lohia, Tahun 2015
No Jenis Penyakit JumlahResponden (KK)
Persentase(%)
1. Diare 13 28,892. Demam 15 33,333. Malaria 12 26,674. Gigi 5 11,11
Jumlah 45 100Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun 2015
47
Tabel 6 menunjukan bahwa sebagian masyarakat responden menderita
penyakit demam yakni 15 orang atau 33,33%. Masyarakat responden yang menderita
sakit diare sebanyak 13 orang atau 28,89%, sakit malaria sebanyak 12 orang atau
26,67% dan menderita penyakit gigi hanya 5 orang atau 11,11%. Tingginya
penderita jenis penyakit demam dan malaria, hal ini dapat dibuktikan bahwa tingkat
kesehatan masyarakat di wilayah penelitian masih rendah, banyak faktor yang
mempengaruhi mempengaruhi antara lain penggunaan air bersih untuk minum,
jamban keluarga,tempat pembuangan sampah.
Disamping itu penelitian juga mencoba untuk melihat tempat yang digunakan
oleh masyarakat wilayah penelitian untuk melakukan pengobatan penyakit yang
mereka derita. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.
Tabel 7. Tempat Pengobatan yang Sering Digunakan Responden di Desa Lohia,Tahun 2015
No Tempat Pengobatan JumlahResponden (KK)
Persentase(%)
1. Rumah sakit 7 15,552. Puskesmas 13 28,893. Dukun 25 55,56
Jumlah 45 100Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun2015
Tabel 7 menunjukan bahwa pelayanan kesehatan kepada masyarakat Desa
Lohia masih rendah, data di atas memberi gambaran bahwa hanya 7 orang responden
yang memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai yakni melalui rumah sakit
48
sedangkan sebagian responden yang lain yakni 13 orang responden berobat ke
puskesmas dan 25 orang responden berobat di dukun.
4.2.3. Kondisi Fisik Tempat Tinggal Responden
Kondisi fisik tempat tinggal keluarga menjadi salah satu karakteriktik kondisi
kemiskinan dalam suatu keluarga. Kondisi fisik tempat tinggal dapat dilihat dari
berbagai indicator diantaranya kondisi lantai, dinding, atap dan luas tempat tinggal.
Selain itu ketersediaan sarana WC dan sumber air dalam rumah tangga tersebut juga
menjadi ukuran kondisi kemiskinan. Artinya jika keluarga yang bersangkutan tinggal
ditempat yang tidak layak huni ataupun tidak memenuhi kriteria rumah sehat maka
keluarga yang bersangkutan dikategorikan sebagai keluarga miskin.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa di Desa Lohia masih terdapat
rumah sederhana dengan berlantai papan,berdinding papan, rumah semi permanen
masih berdinding papan, berlantai semen dan rumah sangat sederhana berlantai
papan, berdinding jelajah. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi fisik rumah
responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 8. Kondisi Fisik Rumah responden di Desa Lohia, Tahun 2015
No Kondisi Fisik Rumah JumlahResponden (KK)
Persentase(%)
1. Semi Permanen 31 68,892. Darurat 14 31,11
Jumlah 45 100Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun 2015
49
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa kondisi fisik rumah yang ditempati responden
umumnya dalam kategori yang belum baik, dimana kondisi yang semi permanen
sebanyak 31 orang atau 68,89 %, kemudian darurat sebanyak 14 orang atau 31,11 %.
Responden yang memiliki kondisi fisik rumah yang semi permanen adalah rumah
yang berdinding papan dan berlantai semen serta jenis rumah panggung. Adapun
kondisi rumah yang masih darurat yakni berdinding papan ataupun bamboo namun
berlantai tanah. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa banyaknya responden
yang memiliki rumah semi permanen dan darurat menunjukan bahwa masyarakat di
Desa Lohia belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
sandangnya ataupun masih terdapat masyarakat yang memiliki tempat tinggal yang
tidak layak huni. Artinya jika dilihat dari aspek kondisi tempat tinggal, masih terdapat
keluarga di Desa Lohia yang masuk dalam kategori keluarga miskin.
4.2.4 Pemilikan Lahan Usaha Tani
Lahan garapan merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
melakukan aktivitas di bidang pertanian. Dari faktor produksi ini kita dapat
merencanakan kegiatan usaha tani yang tepat berdasarkan kondisi lahan. Semakin
luas lahan yang digarap diharapkan mampu meningkatkan jumlah produksi untuk
setiap kegiatan usaha tani yang dilakukan, luasnya lahan garapan responden dapat
dilihat pada tabel 9.
50
Tabel 9. Luas Lahan Garapan Responden di Desa Lohia Kecamatan Lohia, Tahun2015
No Luas Lahan(Ha) Jumlah Responden(KK)
Persentase (%)
1. <1,0 17 37,782. 1,0-2,0 28 62,22
Jumlah 45 100Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun 2015
Tabel diatas menunjukan sebanyak 28 responden atau 62,22 % yang memiliki
lahan garapan seluas 2 Ha sedangkan yang meliki lahan seluas < 1 Ha sebanyak 17
responden atau 37,78 %. Dengan kondisi tersebut, petani dapat menentukan berbagai
jenis usaha tani yang akan dikembangkan dalam upaya meningkatkan produksi usaha
tani. Untuk meperoleh produksi usaha yang besar, kepemilikan laha garapan harus
didukung oleh penerapan teknologi yang sesui dengan pengelolaanya.
1.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Lohia
Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 45 orang kepala keluarga
miskin yang dikelompokan dalam 3 mata pencaharian yakini petan, pedagang dan
nelayan. Faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat miskin di Desa Lohia
Kecamatan Lohia Kabupaten Muna diidentifikasi antara lain pemilikan sarana
produksi yang masih sederhana, jumlah tanggungan, pendidikan dan keterampilan,
serta tingkat pendapatan yang akan diuraikan sebagai berikut :
51
4.3.1. Jumlah Tanggungan Keluarga
Dalam suatu rumah tangga, jumlah anggota keluarga merupakan beban
ekonomi maupun sosial yang harus dipikul oleh kepala keluarga sebagai tulang
punggung keluarga dalam mencari nafkah guna pemenuhan kebutuhan hidup setiap
rumah tangga. Namun demikian, jumlah anggota keluarga dapat digunakan sebagai
tenaga kerja dalam keluarga untuk membantu pekerjaan pokok maupun pekerjaan
sampingan.
Jumlah tanggungan keluarga responden masyarakat miskin di Desa Lohia
sangat mempengaruhi kondisi kehidupan ekonomi rumah tangganya. Hal ini karena
jumlah tanggungan mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi secara langsung
dalam keluarga yang bersangkutan (Todaro : 2000). Untuk lebih jelasnya mengenai
jumlah tanggungan responden yang diteliti, maka dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Tabel Silang Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di DesaLohia Kecamatan Lohia, Tahun 2015
No Uraian ≤ 2(orang) 3-4(orang) ≥5(orang) Jumlah Persentase(%)
1 Tidakmiskin
2 8 6 16 35,56
2 Miskin 10 16 3 29 64,44Jumlah 12 24 9 45 100
Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun 2015
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki jumlah
tanggungan 2 orang ke bawah atau sama dengan dua sebanyak 12 responden, yang
memiliki tanggungan 3-4 orang sebanyak 24 orang sedangkan diatas 5 orang
52
sebanyak 9 orang. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat miskin
yang paling dominan adalah yang jumlah tanggungannya 3-4 orang, yakni berjumlah
16 responden atau 55,17 persen. Atau dapat pula dikatakan bahwa dari 24 responden
yang memiliki tanggungan 3-4 orang terdapat 16 responden atau sekitar 53,33 persen
yang bertaraf hidup miskin. Dengan demikian secara deskriptif, dapat dikatakan
bahwa kemiskinan masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia salah satunya
dipengaruhi oleh jumlah tanggungan. Dimana semakin tinggi jumlah tanggungan
maka tingkat pemenuhan kebutuhan keluarga juga relatif tinggi.
4.3.2. Pendidikan dan Keterampilan Rendah
Masalah pendidikan adalah masalah yang sangat penting dalam menentukan
kualitas sumber daya manusia dalam hal pola pikir. Dengan pendidikan yang rendah
tidak mampu untuk merubah pola pikir seseorang untuk berorientasi ke depan
(Todaro : 2000). Dimana tingkat pendidikan di lokasi penelitian rata-rata masih
sangat rendah yaitu mayoritas responden masih berpendidikan tamat Sekolah Dasar
dan hanya sedikit yang tamat SLTA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
53
Tabel 11. Tabel Silang Responden Menurut Tingkat pendidikan Formal di DesaLohia Kecamatan Lohia, Tahun 2015
No Uraian Tdkpernah/tdktamat SD
TamatSD
SLTP/SLTA Jumlah Persentase
1 Tidak miskin 4 8 4 16 35,562 Miskin 11 11 7 29 64,44
Jumlah 15 19 11 45 100Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun 2015
Tabel di atas menunjukan bahwa masyarakat miskin di Desa Lohia
Kecamatan Lohia paling dominan tingkat pendidikannya adalah tidak pernah/tidak
tamat SD dan tamat SD saja yakni sebanyak 22 responden atau 75,86 persen. Atau
dengan kata lain dari 34 responden yang mempunyai pendidikan tidak pernah/belum
tamat SD dan tamat SD terdapat 22 responden atau sekitar 75,56 persen yang bertaraf
hidup miskin. Dengan demikian secara deskriptif, pendidikan merupakan faktor
penyebab kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia. Dimana rendahnya tingkat
pendidikan maka masyarakat tidak mempunyai akses yang baik terhadap informasi,
pengetahuan dan teknologi. Sehingga akan mempengaruhi kemampuannya dalam
berpikir untuk beralih pekerjaan lain selain petani, dalam mengembangkan usahanya
kepada yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi.
4.3.3. Pendapatan Rendah
Pendapatan merupakan indikator untuk menggambarkan kondisi ekonomi
suatu masyarakat. Makin tinggi tingkat pendapatan yang diterima maka kemungkinan
54
semakin besar konsumsi yang akan dilakukan atau kebutuhan masyarakat tersebut
menjadi semakin bertambah.
Tabel 12. Tabel silang Responden MenurutTingkat pendapatan di Desa LohiaKecamatan Lohia, Tahun 2015
No Uraian 250.000-500.000
500.000-750.000
750.000-900.000
Jumlah Persentase(%)
1 Tidakmiskin
0 7 9 16 35,56
2 Miskin 29 0 0 29 64,44Jumlah 29 7 9 45 100
Sumber Data : Data Primer Diolah. Tahun 2015
Tabel di atas menunjukan bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah
sebanyak 29 responden, yang memiliki pendapatan cukup sebanyak 7 responden,
sedangkan yang memiliki pendapatan tinggi sebanyak 9 responden. Dari 29
responden yang memiliki pendapatan rendah yaitu sebesar Rp 250.000-500.000
bertaraf hidup miskin atau pendapatan rendah (Hasibuan : 2002). Dengan rendahnya
tingkat pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat di Desa Lohia menyebabkan
perbaikan taraf hidup susah dilakukan karena pendapatan mereka tergolong rendah.
Sehingga dapat dikemukkan bahwa secara deskriptif pendapatan mempunyai
pengaruh terhadap kemiskinan.
1.4. Pembahasan
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat berbagai
faktor yang menyebabkan kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten
Muna. Faktor-faktor tersebut antara lain: tingkat pendidikan dan keterampilan, jumlah
55
tanggungan, tingkat pendapatan, pemilikan sarana produksi serta etos kerja. Adapun
uraian faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
1. Jumlah Tanggungan
Dari hasil penelitian ini di ketahui bahwa sebagian besar masyarakat miskin di
Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna memiliki jumlah tanggungan yang
relatif banyak yakni 4 orang. Hal ini setiap keluarga di wilayah ini memiliki tingkat
pemenuhan kebutuhan hidup yang juga relatif tinggi. Jika dalam suatu rumah tangga
memiliki jumlah tanggungan tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan keluarga
yang tinggi akan berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial rumah tangga yang
bersangkutan. Mengingat umumnya pendapatan masyarakat miskin di Desa Lohia
memperoleh pendapatan yang rendah dan tidak menentu maka tentu akan
berpengaruh terhadap pendapatan perkapita keluarga yang bersangkutan yang pada
gilirannya juga mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial rumah tangganya. Hal ini
dikarenakan dalam setiap keluarga hanya satu orang yang bekerja. Kondisi ekonomi
yang dimaksud adalah kemampuan rumah tangga tersebut memenuhi kebutuhan
hidup kesehariannya. Sedangkan kondisi social dilihat dari kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan anggota keluarga. Kecilnya
pendapatan perkapita sebagai implikasi dari banyaknya jumlah tanggungan keluarga
menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan di Desa Lohia.
56
2. Tingkat Pendidikan dan keterampilan
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan tingkat pendidikan
responden di wilayah ini umumnya memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah
yang didominasi oleh tidak pernah/belum tamat SD dan tamat SD yakni sebanyak 22
responden. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden masyarakat
miskin di Desa Lohia maka mereka cenderung tidak kreatif dalam mengelolah
usahanya serta tidak terbuka dalam menerima informasi dan adopsi teknologi
terutama yang terkait dengan usaha atau pekerjaanya. Akibatnya akan berdampak
pada jumlah produksi yang relatif rendah sehingga menpengaruhi terhadap rendahnya
pendapatan mereka perbulan. Dengan demikian rendahnya tingkat pendidikan yang
dimiliki menjadi penyebab utama faktor penyebab terjadinya kemiskinan di daerah
ini.
Sedangkakan dari segi keterampilan menunjukan bahwa sebagian besar
responden memiliki keterampilan selain sebagai petani juga sebagai
pedagang/penjual, tukang kayu aatau tukang batu. Dimana keterampilan yang mereka
miliki sebagai tukang kayu hanya lemari, tempat tidur sedangkan keterampilan
sebagai tukang batu hanya sebatas tukang batu saja. Mereka tidak memiliki skiil
untuk bisa mengembangkan keterampilan yang mereka miliki. Dengan demikian
jumlah produksi yang relatif rendah sehingga mempengaruhi rendahnya pendapatan.
57
3. Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan indikator untuk menggambarkan kondisi ekonomi
suatu masyarakat. Makin tinggi tingkat pendapatan yang diterima maka kemungkinan
semakin besar konsumsi yang akan dilakukan atau kebutuhan masyarakat tersebut
menjadi semakin bertambah. Demikian pula dengan masyarakat miskin, tingkat
pendapatan yang diperolehnya menggambarkan kondisi tingkat ekonomi rumah
tangganya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pendapatan yang
diperoleh responden masyarakat miskin di Desa Lohia berbeda-beda.
Dari sejumlah pendapatan yang diperoleh, diketahui pula bahwa jika
pendapatan tersebut dirata-ratakan, maka rata-rata pendapatan masyarakat miskin di
Desa Lohia sebesar Rp 558.716 perbulan. Dari pendapatan yang diperoleh tersebut
umumnya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya
sekolah anak-anaknya. Jika diasumsikan bahwa jumlah tanggungan responden
umumnya adalah 4 orang maka pendapatan perkapita rata-rata sebesar Rp 139.679.
Dengan demikian dari aspek pendapatan, masyarakat miskin di Desa Lohia
merupakan keluarga yang masih dalam kategori miskin, mengingat pendapatan
perkapita yang dimiliki relatif masih rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat
Hasibuan (2002) bahwa apabila pendapatan dalam suatu rumah tangga berada pada
kisaran Rp.1.000.000 – Rp.10.000.000 tahun atau rata-rata Rp.750.000 perkapita
perbulan maka dikategorikan pendapatan rendah atau rumah tangga miskin.
58
4. Kepemilikan Sarana Produksi yang Masih Sederhana dan Etos Kerja
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sarana pertanian yang dimiliki
masyarakat miskin di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna masih sangat
sederhana yaitu masih menggunakan pacul, tembilang dan parang sebagai sarana
dalam mengelola usaha taninya. Sebab bila para petani menggunakan traktor mereka
akan menjangkau lahan-lahan yang potensi tanahnya cukup baik. Sedangkan sarana
yang digunakan nelayan masih sangat minim yaitu masih menggunakan tali pancing
dan pukat. Sedangkan dari segi etos kerja masyarakat miskin Desa Lohia Kecamatan
Lohia masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan
dan keterampilan yang dimiliki masyarakatnya. Dengan rendahnya etos kerja tersebut
maka berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, dimana semakin rendah etos kerja
seseorang maka semakin rendah pula tingkat pendapatannya dan sebaliknya.
Penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Atang dengan judul penelitian Studi Tingkat
Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Benua Nirae Kecamatan Abeli kota Kendari,
penelitian yang dilakukan oleh Erlina Serah dengan judul Faktor-faktor Penyebab
Terjadinya Kemiskinan di Desa Guali Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna serta
penelitian yang dilakukan oleh Ulfa Apriliati dengan judul Studi Tingkat Kemiskinan
Petani di Desa Rompu-rompu Kecamatan Poleang Utara Kecamatan Bombana. Di
mana faktor yang mempengaruhi kemiskinan dari ketiga penelitian terdahulu adalah
sempitnya lahan pertanian dan pemilikan sarana produksi yang masih sederhana,
59
rendahnya tingkat pendidikan, tidak adanya pekerjaan sampingan, jumlah tanggungan
serta tingkat pendapatan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan
masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten muna adalah pemilikan sarana
produksi yang masih sangat sederhana, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan dan
tingkat pendapatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Todaro (2000) bahwa pada
umumnya yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata
pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat
hubungannya dengan sektor ekonomi tradional. Dengan demikian, faktor-faktor
penyebab kemiskinan terutama yang ada di pedesaan diantaranya sempitnya lahan
pertanian yang mereka miliki ataupun tidak produktifnya lagi lahan yang dimiliki,
rendahnya tingkat pendidikan sehingga berakibat pada rendahnya tingkat
pengetahuan dan produktifitas dalam mengelolah usaha taninya, tidak ada pekerjaan
sampingan, pendapatan yang tidak menentu sebagai akibat usaha yang sangat
tergantung dengan musim serta usia tanaman yang mereka miliki sudah cukup tua
sehingga kurang produktif dalam menghasilkan produksi.
60
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1.Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor penyebab
kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna pada tahun 2015 maka
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan di Desa
Lohia yaitu :
a. Besarnya beban tanggungan keluarga
b. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan
c. Rendahnya tingkat pendapatan
d. Sarana produksi yang masih sederhana serta etos kerja yang rendah
1.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan :
1) Diharapkan kepada pemerintah pusat dan daerah agar lebih memperhatikan
masalah kemiskinan khususnya di Desa Lohia karena tingkat kemiskinan di
Desa Lohia sangat tinggi.
2) Diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan khususnya di Desa
Lohia berupa sarana pertanian kepada masyarakat, penyuluhan tentang KB,
61
61
mengadakan pelatihan/kursus untuk menambah pengetahuan/keterampilan
masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah. 2001. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan dan Pengangguran (StudiKasus di Desa Mola Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Buton). FakultasEkonomi, Balai Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari.
Baswir,Revrisond dkk,2003.Pengembangan Tanpa Perasaan,Evaluasi PemenuhanHak Ekonomi,Sosial dan Budaya,Elsam.Jakarta.
Bakti News,2008.Pendataan Kemiskinan Berbasis Masyarakat.EdisiFebruari,Bakri.Makassar.
Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tenggara dalam Angka. Kendari.
Djoyohadikusumo, Sumitno. 1994. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan EkonomiPembangunan. LP3ES. Jakarta.
Ginanjar, Kartasasmita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat. PT. Pustaka Cidosindo.
Jakarta.
Hadi, P. 1995. Petani Desa dan Kemiskinan. Jakarta.
Hadi, Prayitno dan Budi Santoso. 1996. Ekonomi Pembangunan. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Hans Dieter Sumardi. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali.
H G. Suseno, Trivanto, Widodo. 1997. Indikator Ekonomi Dasar dan KebijaksanaanPerekonomian Indonesia. Canesius. Jakarta.
Kusnaedi. 1995. Membangun Desa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kumalasari, Merna.2011.Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup,Angka Melek Huruf, Rata – Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita danJumlah Penduduk Terhadap Tingkat kemiskinan di JawaTengah.(Skripsi).Semarang:Universitas Diponegoro.
Michael P, Todaro. 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Mudrajat, Kuncoro. 1997. Ekonomi Pembagunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan).UPP. AMP. YKPN. Yogyakarta.
Mulo, Marcellinus dan Faturochman. 1994. Kemiskinan dan Kependudukan diPedesaan Jawa: Analisis Data SUSENAS 1992, Kerja Sama PusatPenelitian Kependudukan. Universitas Gajah Mada dengan Biro PusatStatistik. Yogyakarta.
Munandar, S. 1995. Ilmu-Ilmu Dasar Sosial. Jakarta.
Nasikun.1996.Urbanisasi dan Kemiskinan.Yogyakarta : PT.Tiara Wacana Yogya.
Rendra, Roy.2010.Determinan Kemiskinan dan Tinjauan Literatur.(0nline).digital-131195-T 27312.Departemen Kemiskinan-Tinjauan Literatur.pdf.diakses2012.
Rober, Thamber. 1983. Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. LP3ES. Jakarta.
Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Pustaka Jaya. Jakarta.
Syahrir. 1986. Ekonomi Politik Kebutuhan Pokok (Sebuah Tinjauan Perspektif).
LP3ES. Jakarta.
Suharno.2008.Metode Pengukuran Kemiskinan Makro (Garis Kemiskinan diIndonesia).(online).809-MU090653.pdf.diakses 2012.
Tadjuddin, Noer, Effendi.1995. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja danKemiskinan. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta.
Todaro, Michael, P.2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Ketujuh(diterjemahkan oleh Haris Munandar). Erlangga. Jakarta.
Widodo, Tri.2006.Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (era OtonomiDaerah).Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
No Umur (Tahun) PendidikanJumlah
Tanggungan Kondisi Fisik Rumah Pendapatan Perbulan (Rupiah)Pendapatan
Pertahun (Rupiah) Jumlah JiwaHarga beras/kg(Rupiah)
Pendapatanperkapita setaraberas(kg) Kategori
123456789101112131415161718192021222324252627282930313233343536373839404142434445
602245474229435639344147242249334128282834323622514127293942383526372927313526343528303331
Tidak Tamat SDSMPSD
Tidak tamat SDSMPSD
Tidak tamat SDTidak pernah sekolahTidak pernah sekolah
SDTidak tamat SDTidak tamat SD
SDSMP
Tidak tamat SDSMASDSD
Tidak pernah sekolahSDSMASMPSMPSMA
Tidak tamat SDSDSMPSMA
Tidak tamat SDSMPSDSDSD
Tidak tamat SDTidak tamat SD
SDSD
Tidak tamat SDSDSDSDSD
Tidak tamat SDSDSD
035642300404424572342343553446343425464323232
DaruratSemi permanenSemi permanenDarurat
Semi permanenSemi permanenSemi permanenDaruratDarurat
Semi permanenDarurat
Semi permanenSemi permanenSemi permanenSemi permanenSemi PermanenSemi permanenSemi permanenDarurat
Semi permanenSemi permanenSemi PermanenDarurat
Semi permanenDaruratDarurat
Semi permanenSemi permanenDarurat
Semi permanenSemi permanenSemi permanenSemi permanenSemi permanenSemi permanenDarurat
Semi permanenDaruratDarurat
Semi permanenSemi permanenSemi permanenDarurat
Semi permanenSemi permanen
250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000500.000-750.000=625.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000500.000-750.000=625.000250.000-500.000=325.000500.000-750.000=625.000750.000-900.000=825.000750.000-900.000=825.000250.000-500.000=325.000750.000-900.000=825.000750.000-900.000=825.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000-325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000750.000-900.000=825.000250.000-500.000=325.000500.000-750.000=625.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000750.000-900.000=825.000500.000-750.000=625.000250.000-500.000=325.000750.000-900.000=825.000250.000-500.000=325.000500.000-750.000=625.000250.000-500.000=325.000500.000-750.000=625.000750.000-900.000=825.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-000.000=325.000250.000-500.000=325.000250.000-500.000=325.000750.000-900.000=825.000250.000-500.000=325.000
3.900.0003.900.0007.500.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0007.500.0003.900.0007.500.0009.900.0009.900.0003.900.0009.900.0009.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0009.900.0003.900.0007.500.0003.900.0003.900.0009.900.0007.500.0003.900.0009.900.0003.900.0007.500.0003.900.0007.500.0009.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0003.900.0009.900.0003.900.000
135642311414424572342343553446343425464323232
100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000100001000010000
390390750390390390390390390390390750990990390990990390390390390390390390990390750390390990750390990390750390750990390390390390390990390
MiskinMiskinTidak miskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinTidakmiskinTidak miskinTidak miskinMiskinTidak miskinTidak MiskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinTidak miskinMiskinTidak MiskinMiskinMiskinTidak MiskinTidak miskinTidak miskinTidak MiskinMiskinTidak MiskinMiskinTidak MiskinTidak miskinMiskinMiskinMiskinMiskinMiskinTidak MiskinMiskin
LAMPIRAN 1 : DESKRIPSI RESPONDEN BERDASARKAN KEMISKINAN MENURUT SAYOGYO