Download - Skripsi Larva Chironomus 2
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
LARVA Chironomus sp. PADA LEVEL BAHAN ORGANIK
BERBEDA DALAM SKALA LABORATORIUM
SITI ANINDITA FARHANI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Chironomus sp. pada Level Bahan
Organik Berbeda dalam Skala Laboratorium
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2012
Siti Anindita Farhani
C24070014
RINGKASAN
Siti Anindita Farhani. C24070014. Pertumbuhan dan Perkembangan Larva
Chironomus sp. pada Level Bahan Organik Berbeda dalam Skala
Laboratorium. Di bawah bimbingan Majariana Krisanti dan Yusli
Wardiatno.
Chironomida adalah salah satu serangga air yang memiliki beragam
kegunaan. Chironomida pada stadia larva memiliki peran dalam jaring-jaring
makanan yakni sebagai sumber pakan alami invertebrata lain, ikan, amfibi
maupun burung. Larva chironomida juga dimanfaatkan sebagai bioindikator
lingkungan. Beberapa spesies bersifat sensitif dan beberapa yang lain bersifat
toleran terhadap kondisi kualitas air. Selain itu, peran larva chironomida yang tak
kalah penting adalah dari aspek paleolimnologi. Larva chironomida mampu
memberikan informasi mengenai keadaan iklim dan lingkungan pada masa
lampau lewat penelitian yang terfokus pada kapsul kepala. Hal ini dapat
dilakukan karena kapsul kepala larva chironomida terbuat dari zat kitin yang
mampu bertahan untuk jangka waktu yang lama. Minimnya informasi mengenai
larva chironomida seringkali diakibatkan karena sulitnya pengamatan yang
dilakukan di alam. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dalam skala
laboratorium dengan melibatkan pengujian pengaruh bahan organik bagi pola
perkembangan larva chironomida genus Chironomus sp.
Pengamatan dilakukan selama 3 minggu dengan tiga perlakuan yang
berbeda terdiri dari perlakuan tanpa penambahan bahan organik, dan perlakuan
dengan bahan organik konsentrasi 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Berdasarkan penelitian,
dapat dibuktikan bahwa larva Chironomus sp. bergantung pada bahan organik
sebagai sumber makanan maupun bahan pembuatan tubes. Hal ini digambarkan
oleh pertumbuhan larva yang lebih pesat pada wadah dengan penambahan bahan
organik. Larva Chironomus sp. dapat tumbuh dengan baik pada wadah dengan
bahan organik sedangkan pada wadah tanpa penambahan bahan organik, larva
Chironomus sp. hanya mampu tumbuh hingga minggu pertama. Selain itu, larva
pada perlakuan tanpa bahan organik hanya hidup pada stadia planktonik dan instar
pertama.
Berdasarkan analisis distribusi panjang, diketahui bahwa larva
Chironomus sp. mengalami pertumbuhan dari minggu ke minggu pada perlakuan
dengan bahan organik. Larva juga mengalami perubahan instar sebanyak 4 kali.
Melalui uji tabel anova rancangan acak lengkap diketahui bahwa minimal ada satu
perlakuan yang mempengaruhi perubahan ukuran larva Chironomus sp.
i
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
LARVA Chironomus sp. PADA LEVEL BAHAN ORGANIK
BERBEDA DALAM SKALA LABORATORIUM
SITI ANINDITA FARHANI
C24070014
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Chironomus sp.
pada Level Bahan Organik Berbeda dalam Skala
Laboratorium
Nama Mahasiswa : Siti Anindita Farhani
NIM : C24070014
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
NIP. 19691031 199512 2 001 NIP. 19660728 199103 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
NIP. 19660728 199103 1 002
Tanggal Ujian: 13 Januari 2012
iii
PRAKATA
Puji syukur atas nikmat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul
Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Chironomus sp. pada Level Bahan
Organik Berbeda dalam Skala Laboratorium disusun berdasarkan kegiatan
penelitian pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2011.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing
pertama dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua serta
Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan S1 MSP yang telah
banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis. Akan tetapi, skripsi ini diharapkan dapat
memberikan masukan dan tambahan informasi bagi dunia akademis maupun
penelitian-penelitian selanjutnya.
Bogor, Januari 2012
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc, selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan nasihat dan bimbingan selama penulis menyelesaikan
studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB.
3. Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil
selaku dosen penguji tamu dan dari program studi yang telah memberikan
masukan dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
4. Staf dan karyawan Departemen Sumberdaya Perairan serta Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan atas semua bantuannya.
5. Keluarga tercinta (Ayah, Mama, dan Nur Rafidah) dan Reiza Maulana
Aditriawan yang telah memberikan dukungan penuh serta kasih sayang kepada
penulis.
6. Ade Willy, Desnita, dan Hendry sebagai rekan satu penelitian di Danau Lido
atas kerjasama dan dukungan selama penulis melaksanakan penelitian hingga
penulisan skripsi.
7. Sahabat-sahabat tersayang (Dayu, Septi, Uswah, Wulan, Pipit, Dhila, Caca)
atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan studi.
8. Tim Lido I (Ayu, Amanah, Ekie, Marthin, dan Arif) dan Kru Bimi (Dede, Nto,
Nta, Ilman, Zulmi, Mega, Icha, Cmay,Furry, Rini, Ipul,) atas dukungannya.
9. Teman-teman MSP khususnya angkatan 44 serta 43, 45, dan 46 juga semua
pihak yang tidak bisa disebutkan namanya atas dukungan dan bantuan untuk
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jambi pada tanggal 1 Juni 1989
dari pasangan Bapak Marzuki Nurdin dan Ibu Zuleha Sy.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal ditempuh di SDN 42/IV Kota Jambi,
SMPN 7 Kota Jambi, dan SMAN 1 Kota Jambi. Pada
tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur penerimaan USMI. Setelah melewati tahap Tingkat
Persiapan Bersama selama satu tahun, penulis masuk ke departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi asisten
mata kuliah Ekologi Perairan (2008 dan 2009), Limnologi (2009 dan 2010), dan
Dinamika Populasi (2009). Selain itu penulis juga ikut serta pada kelembagaan
mahasiswa yakni Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pertumbuhan dan
Perkembangan Larva Chironomus sp. pada Level Bahan Organik Berbeda
dalam Skala Laboratorium”.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3. Tujuan ........... ............................................................................................ 3
1.4. Manfaat .......... ........................................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2.1. Chironomida .............................................................................................. 4
2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup .............................................. 5
2.2.1. Suhu ................................................................................................ 5
2.2.2. Oksigen terlarut ............................................................................... 6
2.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) ............................................... 6
2.2.4. pH ................................................................................................... 7
2.2.5. Bahan organik ................................................................................ 7
3. METODE PENELITIAN ............................................................................. 9
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 9
3.2. Tahapan Penelitian .................................................................................... 9
3.2.1. Persiapan ........................................................................................ 9
3.2.2. Pelaksanaan .................................................................................... 10
3.2.3. Pengambilan contoh ....................................................................... 12
3.2.4. Analisis laboratorium ..................................................................... 13
3.3. Pengolahan Data ........................................................................................ 14
3.3.1. Penentuan kohort melalui analisis distribusi
frekuensi panjang larva chironomida ............................................. 14
3.3.2. Rancangan acak lengkap ................................................................ 15
3.3.2. Analisis kelompok .......................................................................... 15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 17
4.1. Hasil ................................................................................................... 17
4.1.1. Deskripsi lokasi pengambilan massa telur dan penelitian .............. 17
4.1.2. Larva chironomida ......................................................................... 17
4.1.3. Perkembangan larva Chironomus sp. ............................................. 19
4.1.4. Keadaan fisika kimia wadah pemeliharaan .................................... 20
4.1.5. Pengelompokan larva chironomida berdasarkan instar................... 24
4.1.6. Penentuan kohort berdasarkan analisis distribusi frekuensi panjang
larva chironomida dengan metode NORMSEP ............................ 31
vii
4.1.7. Pengaruh perbedaan perlakuan bahan organik terhadap berbagai
parameter pertumbuhan .................................................................. 33
4.2. Pembahasan ................................................................................................ 34
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 39
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 39
5.2. Saran ................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Metode dan alat yang digunakan pada pengukuran
parameter fisika-kimia perairan ................................................................... 13
2. Karakteristik ukuran larva Chironomus sp. berdasarkan instar .................. 24
3. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar C. Calligraphus ....... 27
4. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar berdasarkan
penelitian .............................................................................................. 28
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema perumusan masalah mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan
larva Chironomus sp. skala laboratorium .................................................... 3
2. Wadah pemeliharaan larva chironomida skala laboratorium ...................... 11
3. Tampak atas posisi peletakkan kantung bahan organik pada wadah
pemeliharaan ............................................................................................. 11
4. Massa telur chironomida genus Chironomus sp. ......................................... 17
5. Bagian kepala dari larva chironomida genus Chironomus sp. yang
memperlihatkan bagian mentum ................................................................ 18
6. Larva chironomida genus Chironomus sp. .................................................. 19
7. Pupa Chironomus sp. .................................................................................. 20
8. Nilai COD pada tiga perlakuan berbeda ..................................................... 20
9. Nilai suhu pada tiga perlakuan berbeda ...................................................... 22
10. Nilai pH pada tiga perlakuan berbeda ......................................................... 22
11. Nilai oksigen terlarut pada tiga perlakuan berbeda ..................................... 23
12. Pengelompokan instar I larva Chironomus berdasarkan panjang total dan
lebar kapsul kepala pada wadah tanpa penambahan bahan organik .......... 25
13. Tahap perkembangan larva Chironomus berdasarkan panjang total dan
lebar kapsul kepala perlakuan dengan penambahan bahan organik 0,5
mg/l dan 1,0 mg/l ........................................................................................ 26
14. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada perlakuan
penambahan bahan organik 0,5 mg/l .......................................................... 29
15. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada perlakuan
penambahan bahan organik 1,0 mg/l .......................................................... 30
16. Distribusi panjang Chironomus sp. ............................................................. 32
17. Hubungan waktu dengan modus panjang total Chironomus sp. ................. 32
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Foto lokasi pengambilan massa telur .......................................................... 43
2. Alat yang digunakan untuk pengambilan massa telur ................................. 44
3. Alat dan bahan untuk pemeliharaan chironomida ........................................ 44
4. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air ........................ 45
5. Data perubahan nilai modus (FISAT II) ..................................................... 46
6. Tabel Anova: single factor rancangan acak lengkap ................................... 48
7. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis chironomida ...................... 50
8. Parameter fisika kimia air pada wadah pemeliharaan .................................. 52
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu indikator biologi untuk kesehatan ekosistem perairan adalah
larva chironomida (Carew et al. 2003). Chironomida atau yang biasa disebut
„non-biting midges‟ adalah lalat kecil mirip nyamuk yang mempunyai panjang
yang bervariasi yakni 2-18 mm bergantung pada spesies. Kumpulan chironomida
ini dapat dilihat pada subuh atau petang hari di kawasan dekat pinggiran danau
dan hampir di semua tempat yang berdekatan dengan perairan terbuka baik yang
stagnan maupun mengalir. Perbedaan chironomida dengan nyamuk adalah
chironomida tidak menggigit dan tidak menjadi pembawa penyakit (Bay 2003).
Larva chironomida digunakan sebagai indikator lingkungan dan perubahan
iklim karena sangat cepat merespon perubahan kondisi perairan (Walkel 2001 in
Heinrich et al. 2006). Selain itu larva chironomida memiliki manfaat yang sangat
besar pada jaring-jaring makanan di lingkungan akuatik, yakni sebagai pakan
alami ikan dan membantu membongkar sedimen-sedimen organik (Bay 2003).
Sementara itu, di Indonesia belum banyak penelitian yang dilakukan untuk
mengembangkan potensi biota akuatik yang satu ini padahal insekta ini memiliki
distribusi yang sangat luas di lingkungan air tawar. Chironomida dapat tumbuh
dan berkembang pada perairan yang telah terkontaminasi misalnya kolam
stabilisasi limbah di mana larva chironomida menjadi makroinvertebrata yang
mendominasi (Winner et al. 1980 in Halpern et al. 2002).
Chironomida telah digunakan untuk menjelaskan perubahan suhu,
ketersediaan oksigen, nutrien, kedalaman, klorofil a, dan banjir baik yang terjadi
pada masa sekarang maupun masa lampau (Velle & Larocque 2007). Selain itu,
berdasarkan penelitian Lobinske et al. (2002) yang berlokasi di dua danau di
Central Florida diketahui bahwa larva chironomida merupakan salah satu
makanan alami dari ikan bluegill (Lepomis macrochirus). Pentingnya peranan
larva chironomida secara ekologis maupun ekonomis menuntut penggalian
informasi lebih lanjut mengenai siklus hidup biota akuatik ini. Akan tetapi,
penelitian mengenai chironomida seringkali mengalami kesulitan dalam
mengkuantifikasi biota ini di alam. Kebiasaan chironomida dewasa meletakkan
2
telur di permukaan air yang nantinya akan tenggelam ke dasar maupun tersangkut
di bagian tumbuhan yang bersifat subemerged menjadi penyebab sulitnya
kuantifikasi chironomida. Oleh karena itu, digunakan metode pengamatan skala
laboratorium untuk mengatasi kesulitan tersebut.
Pengetahuan ini dapat digunakan sebagai dasar kegiatan perbanyakan
larva chironomida yang diharapkan dapat menguntungkan secara ekologis
maupun ekonomis, yakni sebagai indikator lingkungan dan budidaya pakan alami.
Kebutuhan informasi mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan biota ini
sebagai dasar dari penelitian-penelitian lain untuk mengembangkan potensi
chironomida baik dengan tujuan ekologis maupun ekonomis melatarbelakangi
penelitian yang dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Chironomida merupakan salah satu jenis serangga yang larvanya memiliki
peranan penting baik secara ekologis maupun ekonomis. Namun sayangnya
penelitian mengenai biota ini masih sangat minim. Permasalahan keterbatasan
informasi menjadi alasan mengapa potensi serangga ini belum dimanfaatkan
secara optimal. Chironomida merupakan salah satu contoh biota yang melakukan
metamorfosis. Siklus hidupnya dibagi menjadi empat fase, yakni telur, larva,
pupa, dan dewasa. Hal yang menarik adalah bahwa chironomida mengalami fase
larva dalam jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan ketiga fase hidup
lainnya. Penelitian mengenai perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida
ini diharapkan dapat melihat potensi yang ada pada chironomida dan
kemungkinan pemanfaatan chironomida dari segi ekologi maupun ekonomi.
3
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perkembangan dan
pertumbuhan larva chironomida khususnya genus Chironomus sp. yang
ditumbuhkan di laboratorium pada level bahan organik yang berbeda.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
dinamika populasi larva Chironomus sp. yang mencakup pola perkembangan dan
pertumbuhan pada lingkungan buatan. Selanjutnya hasil penelitian dapat
dijadikan rujukan dan masukan bagi penelitian lain mengenai larva chironomida
terkait dengan potensi pengembangan budidaya larva ini sebagai pakan alami ikan
maupun pemanfaatan chironomida sebagai bioindikator dan aspek paleolimnologi.
Gambar 1. Skema perumusan masalah mengenai pola pertumbuhan dan
perkembangan larva Chironomus sp. skala laboratorium
Perkembangan
ukuran larva
Chironomus sp.
Pola pertumbuhan dan perkembangan
Chironomus sp. pada lingkungan buatan
Larva Chironomus sp. Kualitas air Bahan organik
+
-
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Chironomida
Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di
lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang
dapat ditemukan sebagai benthos adalah Ordo Diptera dari Famili Chironomidae.
Kebanyakan spesies anggota chironomida ini memiliki kebiasaan hidup meliang
pada sedimen yang lunak pada fase larva. Larva akan berkembang menjadi pupa
setelah ± 1 bulan untuk daerah tropis. Pupa selanjutnya akan berkembang
menjadi chironomida dewasa. Setelah melakukan pemijahan, chironomida
dewasa akan meletakkan telurnya di permukaan air dalam bentuk gelatin yang
kompleks. Telur-telur ini selanjutnya akan tenggelam dan menetap pada sedimen
maupun tanaman air dan benda-benda lain yang tenggelam.
Chironomida adalah serangga kecil yang mirip nyamuk, memiliki variasi
panjang tubuh mulai dari 2 hingga 18 milimeter bergantung pada masing-masing
spesies. Warnanya pun juga bervariasi sesuai spesies, berkisar dari yang benar-
benar terang, hijau pucat hingga hampir mendekati hitam pekat. Ratusan spesies
chironomida tersebar luas di dunia, dan spesies-spesies yang berbeda
mendominasi populasi-populasi tertentu di tempat-tempat yang berdekatan dengan
danau, kolam, atau aliran sungai. Tidak seperti larva nyamuk, yang sebagian
besar hidupnya berada di permukaan air dengan tujuan untuk bernafas, larva
chironomida hidup di dasar atau pada tanaman dan benda-benda tenggelam
lainnya.
Chironomida, seperti layaknya anggota diptera memiliki empat fase hidup,
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Siklus hidup dari telur hingga dewasa
berkisar dalam rentang waktu satu minggu hingga lebih dari satu tahun
bergantung pada spesiesnya (Bay 2003). Larva adalah fase hidup yang paling
lama, diperkirakan mencapai satu bulan untuk daerah tropis dan dapat mencapai
satu tahun untuk daerah bermusim empat. Larva chironomida ini memiliki tipe
dan cara makan yang bervariasi, ada yang bersifat detritivor yakni memakan
organisme yang sudah mati, grazer yaitu memakan algae dan fitoplankton, dan
ada pula yang bersifat predator atau memangsa avertebrata lain yang lebih kecil.
5
2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup
Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang
mempengaruhi pemanfaatan suatu perairan (Boyd 1998). Karakteristik dari suatu
perairan akan mempengaruhi ketahanan hidup, reproduksi, pertumbuhan,
termasuk manajemen pengelolaan perikanan. Oleh karena itu, aspek kualitas air
menjadi fokus perhatian sebelum dilakukan pemanfaatan dari perairan itu sendiri.
Parameter fisika yang diamati pada penelitian ini adalah suhu sedangkan
parameter kimia yang diamati adalah pH, oksigen terlarut, dan COD.
2.2.1. Suhu
Suhu adalah suatu ukuran dari energi kinetik rata-rata dari molekul-
molekul, dengan suhu yang lebih tinggi aksi molekul meningkatkan tekanan dan
menyebabkan mengembangnya material (Odum 1992). Suhu menjadi parameter
penting dalam perairan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kehidupan di perairan. Suhu disebutkan memberikan pengaruh bagi
proses kimia maupun biologi di perairan. Secara umum, tingkat reaksi kimia dan
biologi meningkat menjadi dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C.
Hal ini menunjukkan bahwa organisme akuatik menggunakan oksigen terlarut dua
kali lebih banyak untuk suhu 30 ºC dibandingkan suhu 20 ºC, dan reaksi kimia
menunjukkan kemajuan dua kali lebih cepat pada suhu 30 ºC dibandingkan suhu
20 ºC (Boyd 1998).
Thompson (1942) dan Johnson et al. (1942) in Odum (1992) menunjukkan
banyak proses dengan kurva respons terhadap suhu yang menyerupai bentuk
punuk (hump-shaped). Berdasarkan hal tersebut, proses-proses mencapai
maksimum pada suhu menengah. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba, dengan kata lain banyak
proses yang berjalan maksimum saat suhu optimum.
Kondisi suhu tidak dapat terlepas dari kehidupan chironomida. Beberapa
faktor sangat krusial mempengaruhi keberadaan spesies maupun komposisi
komunitas. Salah satu faktor kunci yang sangat berpengaruh adalah suhu. Pada
beberapa kasus suhu air adalah faktor yang memiliki proporsi persentase besar
dalam mempengaruhi variasi dari komposisi komunitas, walaupun faktor-faktor
yang lain juga sama pentingnya (Rossaro 1991). Suhu diketahui berkorelasi
6
dengan oksigen terlarut yang merupakan faktor pembatas bagi kehidupan
chironomida.
2.2.2. Oksigen terlarut
Oksigen adalah salah satu elemen yang dapat ditemukan dalam banyak
bentuk di lingkungan alami termasuk badan air. Bentuk pradominan di atmosfer
adalah gas oksigen, yakni lebih kurang 21% dari keseluruhan gas-gas di atmosfer.
Oksigen juga ditemukan berikatan dengan elemen-elemen lainnya. Oksigen
sebagai komponen mayor bahan organik dan secara biologi relevan dengan
komponen-komponen anorganik (Kodds 2002).
Jumlah oksigen yang terlarut di perairan adalah fungsi dari banyak faktor,
termasuk tingkat aktivitas metabolisme. Fotosintesis adalah salah satu sumber
terbesar penghasil oksigen. Cahaya, suhu, dan nutrien adalah pengontrol proses
fotosintesis. Sementara itu, aktivitas respirasi adalah salah satu pemakai terbesar
dari oksigen di perairan. Volume dari oksigen terlarut di suatu perairan pada
waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: suhu badan air, tekanan
parsial gas di atmosfer yang berhubungan langsung dengan air, serta konsentrasi
dari salinitas (garam-garaman), khusus untuk air laut.
Oksigen terlarut adalah faktor pembatas yang sangat penting di habitat
danau. Nilai dari oksigen terlarut ini berkaitan langsung dengan suhu karena
tingkat atau persentase saturasi dari oksigen dipengaruhi oleh suhu perairan.
Ketersediaan oksigen adalah salah satu variabel yang memiliki pengaruh langsung
bagi distribusi larva chironomida (Jo ´nasson, 1972, 1984; Heinis & Davids, 1993;
Hamburger 1998 in Brodersen et al. 2008). Hal ini membuktikan bahwa oksigen
sangat berpengaruh dan menjadi salah satu faktor pembatas bagi kehidupan
chironomida.
2.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD menggambarkan besarnya bahan organik yang dioksidasi dengan
agen pengoksidasi kuat seperti K2Cr2O7 (Nemerow 1991). Perbedaan utama
antara COD dengan BOD adalah COD menggambarkan tidak hanya bahan
organik yang bisa terdekomposisi secara biologi (biodegradable) seperti halnya
pada BOD namun juga bahan-bahan yang tidak bisa terdekomposisi secara biologi
7
melainkan secara kimia. Oleh karena itu, nilai COD besarnya sama atau lebih
besar dari nilai BOD. Pengukuran COD untuk memperkirakan nilai oksigen
ekuivalen dari bahan organik pada air yang dirasa tercemar yang dapat dioksidasi
secara kimiawi dengan menggunakan dikromat dalam larutan asam (Metcalf &
Eddy 2004).
COD diukur dengan mengkonversi semua bahan organik pada air contoh
menjadi karbondioksida dan air melalui proses oksidasi dengan melibatkan
potassium dikromat dan asam sulfat (Boyd 1998). Sumber dari bahan organik ini
biasanya berasal dari alam maupun aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan
yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan
pertanian.
2.2.4. pH
Konsentrasi ion hidrogen adalah salah satu parameter kualitas air yang
sangat penting baik untuk perairan alami maupun air limbah. Definisi yang
biasanya digunakan untuk menyatakan konsentrasi hidrogen adalah pH, yang
didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Kisaran
konsentrasi pH bagi keberadaan hampir semua kehidupan biologi biasanya sangat
sempit dan kritis (6-9) (Metcalf & Eddy 2004).
Alat yang umumnya digunakan dalam pengukuran pH adalah pH-meter.
Selain itu, juga ada berbagai variasi dari kertas pH dan larutan indikator yang
mengalami perubahan warna untuk mengukur nilai pH suatu perairan.
Pengukuran pH dilakukan dengan membandingkan warna dari kertas atau larutan
dengan seri warna standar yang telah ditetapkan.
2.2.5. Bahan organik
Seperti yang telah diketahui bahwa chironomida pada fase larva adalah
pemakan bahan organik. Komponen organik itu sendiri secara normal tersusun
dari ikatan-ikatan karbon, hidrogen, oksigen, dan terkadang bersama-sama dengan
nitrogen (Metcalf & Eddy 2004). Secara umum analisis yang digunakan untuk
memperkirakan jumlah bahan organik di suatu perairan adalah BOD dan COD.
Bahan organik ini biasanya berbentuk terlarut maupun partikulat yang dapat
dijumpai baik di perairan laut maupun tawar. Bahan organik di perairan biasanya
8
berasal dari tanaman maupun hewan yang sudah mati. Sumber bahan organik bisa
berasal dari perairan itu sendiri (autochtonous) maupun dari ekosistem lain
(allochtonous). Kebanyakan makroinvertebrata memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber makanan. Beberapa bersifat grazer, collector, maupun scavenger.
Oleh karena itu, ketersediaan bahan organik di perairan sangat berpengaruh bagi
pertumbuhan organisme akuatik yang memanfaatkannya.
Bahan-bahan organik ini selanjutnya akan didekomposisi oleh bakteri
dekomposer. Hasil dekomposisi ini adalah unsur-unsur hara yang bisa
dimanfaatkan oleh organisme autotrof seperti tanaman air maupun fitoplankton.
Oleh karena itu, bahan organik sering diasosiasikan dengan kesuburan perairan
dan produktivitas primer. Oksigen yang merupakan salah satu faktor pembatas di
perairan apabila tidak mencukupi jumlahnya akan mempengaruhi kehidupan biota
akuatik.
9
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011, berlokasi di
Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dan lingkungan yang terkontrol.
Wadah plastik berukuran 34x26x7 cm3 digunakan sebagai tempat hidup larva
chironomida yang menjadi objek penelitian. Pertimbangan penggunaan wadah
plastik ini adalah untuk mempermudah pemeliharaan, kuantifikasi, maupun
pengamatan larva chironomida itu sendiri. Massa telur chironomida diperoleh
dari Danau Lido (Lampiran 1) yang terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan
Cigombong, 25 km dari arah Kota Bogor ke arah Sukabumi.
3.2. Tahapan Penelitian
3.2.1. Persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan menyiapkan peralatan yang akan
digunakan untuk mengambil larva chironomida dari Danau Lido. Pada tahap ini
dibutuhkan wadah berupa botol sampel sebagai tempat untuk menampung massa
telur chironomida. Jumlah botol yang dibutuhkan adalah sembilan buah sesuai
dengan wadah pemeliharaan di laboratorium. Selanjutnya dilakukan pengambilan
massa telur yang berlokasi di Danau Lido. Pengambilan telur dilakukan pada pagi
hari. Massa telur yang diambil diusahakan dalam kuantitas yang sama untuk
masing-masing botol sampel agar jumlah larva yang nantinya dipelihara untuk
masing-masing wadah pemeliharaan jumlahnya seragam. Pengambilan massa
telur dilakukan di sekitar Karamba Jaring Apung dengan menggunakan bantuan
kuas (Lampiran 2). Selain massa telur, dilakukan pula pengambilan air dari
Danau Lido tersebut sebagai media pemeliharaan larva chironomida di
laboratorium.
10
3.2.2. Pelaksanaan
Larva chironomida yang ditumbuhkan di laboratorium diambil dalam
bentuk massa telur yang berasal dari Danau Lido. Massa telur ditetaskan pada
cawan petri yang berbeda untuk masing-masing wadah. Pengamatan selama lebih
kurang 24 jam pertama sejak telur diambil dari alam dilakukan setiap 4 jam
dengan kamera yang dihubungkan dengan mikroskop. Setelah telur menetas
menjadi larva, larva kemudian dipindahkan ke wadah plastik pemeliharaan
berukuran 34x26x7 cm3 yang diisi air Danau Lido setinggi 4 cm. Wadah
pemeliharan (Lampiran 3) ini dilengkapi dengan penutup yang dibuat dari kain
kassa nyamuk (Gambar 2). Hal ini dilakukan untuk menghindari insekta lain
yang berpotensi menjadi predator bagi larva chironomida.
Media kultur massa telur yang dipelihara di dalam wadah pemeliharaan
adalah air yang diberi tambahan bahan organik berupa kotoran kuda.
Pertimbangan penambahan bahan organik didasarkan pada teknik kultur
chironomida oleh Mc Larney et al. (2003). Teknik kultur dilakukan dengan
menumbuhkan chironomida pada kolam berukuran 2 m x 1 m x 0.5 m. Bahan
organik yang digunakan adalah kotoran kuda dengan konsentrasi 1,0 mg/l.
Penelitian dilakukan dengan menerapkan dua perlakuan. Wadah pertama adalah
kontrol berupa media air dari Danau Lido tanpa penambahan bahan organik,
perlakuan kedua ditambahkan bahan organik dengan konsentrasi 0,5 mg/l, dan
perlakuan ketiga dengan konsentrasi 1 mg/l. Penelitian pendahuluan yang
dilakukan dengan mencobakan bahan organik konsentrasi 1 mg/l dan 2 mg/l
menyebabkan massa telur chironomida membusuk. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan konsentrasi bahan organik 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Bahan organik
yang digunakan dibungkus dengan kain kassa dan diletakkan di masing-masing
sudut wadah pemeliharaan (Gambar 3). Kotoran kuda yang sudah dikeringkan
diayak hingga diperoleh bagian yang halus (Lampiran 3). Bagian inilah yang
digunakan sebagai sumber bahan organik dalam wadah pemeliharaan.
Masing-masing variasi perlakuan dicobakan dalam 3 ulangan sehingga
wadah pemeliharaan yang digunakan terdiri dari 9 wadah. Ketika massa telur
yang dipelihara menetas menjadi larva chironomida, larva dipindahkan ke wadah
plastik. Pengamatan terhadap pertumbuhan larva chironomida dilakukan setiap
11
hari. Pengukuran kualitas air berupa suhu, DO, dan COD dilakukan setiap tiga
hari sekali, sedangkan pengukuran pH dilakukan setiap satu minggu sekali. Suhu
dan DO diukur dengan menggunakan DO meter sedangkan pH diukur dengan pH
meter. Parameter in situ langsung dilakukan di ruang pemeliharaan sementara
untuk parameter ex situ yakni COD dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia
Perairan bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor (Lampiran 4).
Gambar 2. Wadah pemeliharaan larva chironomida skala laboratorium
Gambar 3. Tampak atas posisi peletakkan kantung bahan organik
pada wadah pemeliharaan
Bahan Organik
Wadah Pemeliharaan
X
Keterangan:
X: Penutup dari kassa nyamuk
A1,A2,A3: Kontrol (tanpa penambahan bahan organik)
B1,B2,B3: Penambahan bahan organik konsentrasi 0,5 mg/l
C1,C2,C3: Penambahan bahan organik konsentrasi 1 mg/l
A1 A2 A3
B1 B2 B3
C1 C2 C3
12
3.2.3. Pengambilan contoh
Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam pengambilan massa
telur dari Danau Lido untuk kemudian dipelihara di laboratorium adalah metode
purposive sampling yaitu metode pengambilan contoh dengan didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang sudah ada. Pengambilan larva dilakukan pada
lokasi Karamba Jaring Apung (KJA), dengan pertimbangan bahwa chironomida
dewasa diketahui lebih menyukai KJA sebagai tempat meletakkan massa telurnya.
Pengambilan dilakukan dengan menggunakan bantuan kuas dan disimpan dalam
botol sampel dengan jumlah sama dengan jumlah wadah pemeliharaan dan
kuantitas telur untuk masing-masing wadah diseragamkan secara visual. Massa
telur selanjutnya dimasukkan ke dalam botol kaca berukuran sedang. Botol kaca
tersebut sebelumnya telah diisi dengan air yang berasal dari Danau Lido.
Kemudian massa telur dibawa ke Laboratorium Biologi Mikro I dan ditetaskan di
cawan petri. Pengamatan dilakukan setiap 4 jam sekali dengan mikroskop
majemuk yang dihubungkan dengan kamera dan program video Quickcam.
Setelah seluruh telur menetas, larva dipindahkan ke wadah plastik yang diletakkan
di ruangan tertutup dengan kisaran suhu 26,1-27,4 0C. Wadah plastik diletakkan
pada bagian ruangan yang tidak terkena sinar matahari secara langsung untuk
menekan pertumbuhan alga yang diperkirakan dapat mengganggu pertumbuhan
larva chironomida.
Pengambilan contoh yang dilakukan di laboratorium, yaitu pengambilan
contoh larva yang dilakukan secara acak (randomize sampling) setiap hari selama
21 hari. Sampel larva diambil dengan menggunakan pipet drop. Larva yang
diambil setiap pengambilan contoh berjumlah 10 ekor dari masing-masing wadah
pemeliharaan. Jumlah pengambilan disesuaikan dengan perkiraan jumlah telur
yang ditetaskan. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam botol film dan diberi
alkohol sebagai usaha preservasi atau pengawetan. Tahapan berikutnya, sampel
dianalisis di laboratorium. Kualitas air di wadah pemeliharaan dipantau untuk
memastikan kehomogenan kondisi lingkungan tempat pemeliharaan. Parameter
yang diukur meliputi suhu, pH, dan COD dapat dilihat pada Tabel 1. Pengambilan
sampel air dilakukan pada semua wadah pemeliharaan yang selanjutnya dianalisis
di laboratorium.
13
Tabel 1. Metode dan alat yang digunakan pada pengukuran parameter fisika-
kimia perairan.
Parameter Unit Alat Metode Pustaka Acuan
FISIKA
1. Suhu oC DO meter - APHA 1995
KIMIA
1. pH 2. DO 3. COD
- mg/l mg/l
pH meter DO meter
-
- -
Heat Dillution Method
APHA 1995 APHA 1995 Boyd 1998
3.2.4. Analisis laboratorium
Analisis sampel larva chironomida dilakukan di Laboratorium Biologi
Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Sampel larva chironomida yang
telah diambil dari wadah pemeliharaan dan diawetkan dengan alkohol 70%
dipindahkan ke dalam botol kaca yang telah diberi KOH 10%. Pemberian KOH
dilakukan untuk membersihkan jaringan-jaringan internal chironomida untuk
mempermudah proses identifikasi. Perendaman dengan KOH disesuaikan dengan
ukuran chironomida. Setelah dirasa cukup bersih, chironomida disusun di atas
kaca preparat dengan bantuan mikroskop bedah lalu diangin-anginkan hingga
kering. Selanjutnya diberi Entellan® dan ditutup dengan menggunakan kaca
penutup. Preparat inilah yang akan diidentifikasi dan dihitung ukuran tubuh yang
terdiri dari panjang total, lebar badan, panjang kepala, dan lebar kepala. Proses
identifikasi sekaligus pengukuran dilakukan dengan bantuan mikroskop majemuk
yang terhubung dengan kamera optilab dan dilengkapi program Image Raster
(Lampiran 7).
Pengukuran panjang total dilakukan dengan menarik garis lurus mulai dari
ujung kepala hingga ujung bagian ekor larva chironomida. Pengukuran lebar
badan dilakukan pada segmen kelima tubuh dihitung dari segmen sesudah kepala.
Sedangkan pengukuran panjang kapsul kepala dilakukan dengan menarik garis
lurus mulai dari ujung terdepan hingga sebelum segmen pertama. Lebar kepala
diukur dengan menarik garis tegak lurus panjang kepala.
14
3.3. Pengolahan Data
3.3.1. Penentuan kohort melalui analisis distribusi frekuensi panjang larva
chironomida
Data yang diperoleh selama pengamatan berlangsung akan diolah untuk
menghasilkan penjelasan secara deskriptif. Ciri-ciri penting sejumlah besar data
dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokan data tersebut ke dalam
beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke
dalam tiap kelas. Susunan dari data ini biasanya disajikan dalam bentuk tabel
yang disebut sebaran frekuensi (Walpole 1992). Data yang disajikan dibuat dalam
bentuk kelompok untuk memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai
populasi yang sedang diamati.
Penentuan selang kelas berdasarkan Walpole (1992) adalah dengan
menentukan banyaknya kelas yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut, dengan n sebagai jumlah data panjang:
Kemudian ditentukan wilayah dengan mengurangi nilai maksimum dengan
minimum data keseluruhan. Selanjutnya adalah penentuan lebar kelas sesuai
dengan rumus:
Langkah selanjutnya adalah mendaftar selang kelas atas dan selang kelas
bawah dengan data terkecil sebagai permulaan selang kelas bawah. Sedangkan
batas kelas diperoleh dengan menambah atau mengurangi selang kelas dengan ½
kali nilai satuan terkecil. Nilai tengah didapat dengan merata-ratakan batas kelas
atas dan batas kelas bawah. Selanjutnya nilai frekuensi ditentukan pada masing-
masing kelas dan yang terakhir adalah pengecekan jumlah kolom frekuensi
memiliki jumlah yang sama terhadap banyaknya total pengamatan.
Penentuan kohort larva chironomida dilakukan dengan menggunakan data
yang sudah terdistribusi pada selang kelas tertentu. Kohort merupakan gambaran
mengenai organisme yang memiliki umur yang sama dan berada pada kondisi
lingkungan perairan yang sama (Battacharya 1967 in Spare & Venema 1999).
Penentuan nilai kohort pada larva chironomida dapat menjelaskan mengenai
kelompok ukuran larva chironomida pada setiap waktu pengamatan. Penentuan
15
kohort dan sebaran distribusinya per minggu dilakukan dengan metode
NORMSEP (Normal Separation) dan bantuan program FISAT II.
3.3.2. Rancangan acak lengkap
Rancangan acak lengkap adalah salah satu rancangan percobaan yang
paling sederhana. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah perlakuan
bahan organik yang berbeda mempengaruhi perubahan ukuran larva chironomida.
Rancangan ini digunakan apabila bahan maupun kondisi percobaan bersifat
homogen. Rancangan ini digunakan karena relatif lebih mudah dan analisis
statistiknya sederhana. Penelitian kali ini menggunakan perlakuan yang
dibedakan berdasarkan konsentrasi bahan organik yang digunakan. Hipotesis
yang digunakan yaitu sebagai berikut:
H0 : semua αi = 0 (atau tidak ada pengaruh perlakuan bahan organik terhadap
pertumbuhan larva chironomida)
H1 : minimal ada satu αi ≠ 0 (atau minimal ada satu perlakuan bahan organik
yang mempengaruhi pertumbuhan larva chironomida)
Jika Ftabel>Fhitung maka keputusan yang diperoleh adalah terima H0 sedangkan jika
Ftabel<Fhitung maka keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 atau terima H1.
Selanjutnya, kesimpulan yang diperoleh jika keputusannya terima H0 adalah tidak
ada satu pun perlakuan yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap
pertumbuhan larva chironomida. Sementara itu jika keputusan yang didapat tolak
H0 atau terima H1, maka kesimpulan yang bisa diambil adalah minimal ada satu
perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan larva chironomida. Parameter yang
digunakan dalam rancangan acak lengkap adalah panjang total, lebar badan,
panjang kepala, dan lebar kepala.
3.3.3. Analisis kelompok
Analisis kelompok adalah teknik multivariat yang bertujuan untuk
mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya.
Analisis kelompok digunakan untuk mengklasifikasi objek sehingga setiap objek
yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam kelompok yang
sama. Larva chironomida diketahui mengalami empat tahap yang disebut instar.
Analisis kelompok digunakan untuk mengelompokkan larva chironomida
16
berdasarkan instarnya. Pengelompokan ini dilakukan dengan bantuan program
MINITAB 14 dan panduan penentuan centroid atau pusat data berdasarkan
Dettinger-Klemm (2003) dan Zilli et al. (2008).
17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Deskripsi lokasi pengambilan massa telur
Lokasi pengambilan massa telur yang digunakan untuk penelitian utama
adalah kawasan Karamba Jaring Apung Danau Lido. Lokasi ini dipilih
berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan dan survei yang dilakukan bahwa
chironomida dewasa sering meletakkan telurnya pada jaring karamba yang
terdapat di Danau Lido. Lokasi pengambilan terletak dekat dengan jalan raya dan
restoran terapung serta rumah makan di pinggir danau. Lokasi ini memiliki
kedalaman sekitar 9,5 m dan tidak ditemukan adanya tumbuhan air. Massa telur
diambil dari jaring karamba maupun benda-benda terapung di sekitar KJA. Massa
telur berbentuk seperti gumpalan bening gelatin yang bila diperhatikan dengan
seksama terdiri dari butir-butir telur berwarna kecoklatan (Gambar 4). Satu massa
telur umumnya terdiri dari 200 butir telur chironomida.
Gambar 4. Massa telur chironomida genus Chironomus sp.
Sumber: Dokumentasi pribadi
4.1.2. Larva chironomida
Chironomida memiliki hubungan yang relatif dekat dengan nyamuk
(Culicidae) dan agas penggigit (Ceratopogonidae). Oleh karena itu, Chironomida
adalah kelompok diptera dengan subordo Nematocera. Biasanya disebut non-
biting midges (agas yang tidak menggigit) atau blind mosquitoes (nyamuk buta)
ketika dewasa dan bloodworms (cacing darah) ketika masih dalam fase larva.
Chironomidae biasanya menjadi kelompok makroinvertebrata paling melimpah,
18
baik dalam jumlah spesies maupun jumlah individu yang dapat ditemukan pada
hampir seluruh habitat air tawar (Eppler 2001).
Chironomida yang menjadi objek penelitian ini adalah pada fase larva
chironomida Subfamili Chironominae yang memiliki ciri berupa antena yang
terdiri dari 4-8 segmen merupakan subfamili yang ditemukan paling melimpah
baik di air tawar, payau, maupun laut. Sebagian besar larva membangun silken
tubes, sejenis tabung sebagai tempat tinggal di dalam maupun di atas substrat.
Beberapa bersifat grazer dan beberapa yang lain bersifat predator. Beberapa taksa
larva subfamili ini memiliki hemoglobin yang memberi warna merah pada
tubuhnya. Hal ini memungkinkan larva chironomida subfamili ini untuk bertahan
hidup pada kondisi oksigen yang rendah (Eppler 2001). Sedangkan fokus dari
penelitian ini adalah larva chironomida dari subfamili Chironominae dan genus
Chironomus sp. (Gambar 5). Adapun klasifikasi genus Chironomus sp. menurut
Eppler (2001) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Chironomidae
Subfamili : Chironominae
Genus : Chironomus sp.
Gambar 5. Bagian kepala dari larva chironomida genus Chironomus sp. yang
memperlihatkan bagian mentum
Sumber: A. Dokumentasi pribadi, B. Zilli et al. (2008)
B A
19
Gambar 6. Larva chironomida genus Chironomus sp.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 5 dan 6 merupakan larva chironomida dari genus Chironomus sp.
Genus ini dapat dibedakan dengan bentuk mentum yang terdiri dari 3 atau 4 gigi
tengah yang terpisah dari bagian lateral mentum oleh garis mulai dari gigi paling
belakang hingga sudut anterimedial dari lempeng ventromental.
4.1.3. Perkembangan larva Chironomus sp.
Larva chironomida termasuk Chironomus sp. memiliki empat fase
metamorphosis, yaitu dewasa dalam bentuk serangga atau insekta, telur, larva,
dan pupa. Siklus hidup dari telur hingga dewasa berkisar dalam rentang waktu
satu minggu hingga lebih dari satu tahun bergantung pada spesiesnya (Bay 2003).
Pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa telur memerlukan waktu lebih kurang
17 jam dari waktu pengambilan hingga menetas pada kondisi lingkungan yang
homogen. Fase hidup selanjutnya adalah larva. Larva Chironomus sp. pada
wadah tanpa bahan organik hanya dapat bertahan hidup selama lebih kurang satu
minggu dengan sifat hidup planktonik. Hal yang berbeda ditunjukkan pada wadah
dengan penambahan bahan organik sebanyak 0,5 mg/liter dan 1,0 mg/l, yaitu larva
Chironomus sp. dapat berkembang hingga mencapai fase pupa (Gambar 7) dan
dewasa. Larva pada wadah dengan tambahan bahan organik ini memerlukan
waktu lebih kurang tiga minggu untuk menjadi pupa. Selanjutnya pupa akan
hidup selama 24-48 jam sebelum akhirnya menjadi Chironomus sp. dewasa.
20
Gambar 7. Pupa Chironomus sp. (A. Pupa dengan isi, B. Pupa kosong/exoviae)
Sumber: Dokumentasi pribadi
4.1.4. Keadaan fisika kimia air wadah pemeliharaan
Pengukuran parameter fisika maupun kimia air dilakukan untuk melihat
pengaruh perlakuan penambahan bahan organik terhadap kecenderungan keadaan
fisika kimia air pada wadah pemeliharaan. Nilai parameter fisika kimia yang telah
diukur disajikan pada Lampiran 8.
Hari ke-
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Nil
ai
CO
D (
mg/l
)
0
20
40
60
80
100
tanpa penambahan bahan organik
bahan organik 0.5 mg/l
bahan organik 1.0 mg/l
Gambar 8. Nilai COD pada tiga perlakuan berbeda
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan gambaran besarnya bahan
organik di suatu perairan yang dapat didekomposisi secara biologi maupun kimia.
Pengukuran COD dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan pengaruh
penambahan bahan organik terhadap kandungan bahan organik di masing-masing
A B B
21
wadah pemeliharaan. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan besarnya nilai COD. Ketiga perlakuan memiliki kecenderungan variasi
perubahan yang sama untuk nilai COD, yakni mengalami kenaikan sampai hari
tertentu dan mengalami penurunan hingga pengamatan terakhir.
Nilai COD paling tinggi adalah pada wadah dengan konsentrasi bahan
organik sebesar 1,0 mg/l dengan nilai 86,67 mg/l pada pengamatan hari ke-12.
Sedangkan nilai COD tertinggi pada perlakuan bahan organik 0,5 mg/l adalah
59,33 mg/l pada hari ke-15 dan untuk dan perlakuan tanpa penambahan bahan
organik adalah 20,67 mg/l untuk pengamatan hari ke-6. Kisaran nilai COD untuk
perlakuan tanpa bahan organik adalah 16,67-20,67 mg/l. Perlakuan dengan bahan
organik 0,5 mg/l memiliki kisaran 14,33-59,33 mg/l. Sedangkan pada wadah
perlakuan dengan penambahan bahan organik 1,0 mg/l, nilai COD berkisar antara
15,67-86,67 mg/l. Perbedaan nilai COD ini disebabkan oleh perbedaan jumlah
bahan organik yang ditambahkan pada masing-masing wadah perlakuan.
Salah satu parameter fisika yang diukur adalah suhu, yakni salah satu
parameter yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota air. Metabolisme
biota akan meningkat jika terjadi kenaikan suhu hingga batas tertentu dan
sebaliknya, akan terjadi penurunan tingkat metabolisme bila terjadi penurunan
suhu. Pengukuran parameter suhu dilakukan setiap tiga hari. Suhu yang tercatat
berkisar antara 26,1-27,4 ºC. Kecenderungan variasi suhu untuk masing-masing
perlakuan sama, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Masing-masing wadah
pemeliharaan tidak memperlihatkan kenaikan maupun penurunan suhu yang
signifikan. Suhu paling tinggi terjadi pada pengamatan hari ke-9 dan paling
rendah terjadi pada pengamatan hari ke-6.
Gambar 10 menggambarkan keadaan pH pada masing-masing wadah
pemeliharaan. Pengukuran pH dilakukan setiap minggu dan ditampilkan dalam
bentuk grafik dalam bentuk rata-rata untuk masing-masing perlakuan. Nilai pH
tertinggi tercatat pada pengamatan minggu pertama pada wadah pemeliharaan
tanpa penambahan bahan organik dan terendah pada wadah dengan bahan organik
0,5 mg/l untuk pengamatan minggu terakhir. Kisaran nilai pH berada pada
rentang 6,9-7,7. Variasi nilai pH kecil dan masih memenuhi syarat hidup untuk
biota perairan yakni 6-9.
22
hari ke-
2 4 6 8 10 12 14 16
nil
ai
suhu
(0
C)
25,0
25,5
26,0
26,5
27,0
27,5
28,0tanpa penambahan bahan organik
bahan organik 0.5 mg/l
bahan organik 1.0 mg/l
Gambar 9. Nilai suhu pada tiga perlakuan berbeda
minggu ke-
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
nil
ai
pH
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
Gambar 10. Nilai pH pada tiga perlakuan berbeda
Parameter selanjutnya adalah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen).
Hampir sama seperti suhu, nilai DO juga sangat mempengaruhi aktivitas
metabolisme biota air termasuk larva chironomida. DO digunakan sebagai
23
masukan untuk respirasi bagi mahluk hidup heterotrof. Nilai DO sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti aktivitas fotosintesis organisme
autotrof, difusi udara, maupun mixing. Pada penelitian kali ini tidak ada
penambahan kadar oksigen yang dilakukan secara sengaja. Fotosintesis yang
berlebihan pun secara tidak langsung dihindari dengan cara penempatan wadah di
ruang tertutup. Cara ini dilakukan untuk menghindari tumbuhnya perifiton yang
diperkirakan akan mengganggu pertumbuhan larva chironomida itu sendiri.
Gambar 11 menunjukkan variasi nilai DO yang cenderung mengalami
penurunan. Variabilitas nilai DO untuk setiap perlakuan hampir sama. Perlakuan
tanpa penambahan bahan organik menunjukkan kisaran nilai DO yang lebih tinggi
dari dua perlakuan yang lain. Nilai DO berkisar antara 3,8-7,8 mg/l. Perlakuan
dengan penambahan bahan organik 0,5 mg/l berkisar antara 4,7-6,7 mg/l.
Sedangkan untuk perlakuan dengan bahan organik 1,0 mg/l yakni kandungan
bahan organik paling tinggi, nilai DO berkisar antara 3,8-5,3 mg/l.
hari ke-
2 4 6 8 10 12 14 16
nil
ai
oksi
gen
ter
laru
t (m
g/l
)
0
2
4
6
8
tanpa penambahan bahan organik
bahan organik 0.5 mg/l
bahan organik 1.0 mg/l
Gambar 11. Nilai oksigen terlarut pada tiga perlakuan berbeda
24
4.1.5. Pengelompokan larva chironomida berdasarkan instar
Fase hidup chironomida saat larva adalah tahapan hidup paling lama dari
keempat siklus hidup chironomida. Perkembangan larva chironomida di daerah
tropis umumnya membutuhkan waktu ± 1 bulan. Selama fase ini, chironomida
mengalami empat instar. Waktu capaian masing-masing instar dari larva
chironomida berbeda-beda bergantung pada spesiesnya. Penentuan capaian instar
dari larva chironomida pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur panjang
dan lebar kapsul kepala. Kapsul kepala dari larva chironomida terbuat dari zat
kitin. Penentuan instar didasarkan pada pergantian kulit (molting) pada kapsul
kepala yang menandai terjadinya pergantian instar. Tabel 2 merupakan dasar
pengelompokan instar berdasarkan penelitian Dettinger-Klemm (2003).
Tabel 2. Karakteristik ukuran larva Chironomus sp. berdasarkan instar
Instar Head L (µm) Head W (µm) Body L (mm) Body W (µm)
I 105-108; 123 ± 10,9 101-184; 112 ± 11,2 0,7-2,0 40-201
II 182-224; 199 ± 10,7 159-208; 190 ± 9,9 1,7-3,8 102-347
III 270-405; 355 ± 29,7 245-356; 311 ± 22,3 3,0-7,5 161-564
IV 494-649; 585 ± 40,3 409-592; 510 ± 37,1 4,7-12,8 353-1128
Tabel 2 dijadikan pedoman dalam menentukan centroid atau pemusatan
data panjang dan lebar kapsul kepala dari larva chironomida. Selanjutnya data
diolah dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB 14. Larva
dikelompokkan menjadi 4 instar. Masing-masing instar memiliki kisaran panjang
dan lebar kapsul kepala yang berbeda. Berikut ditampilkan grafik pengelompokan
larva berdasarkan instar dengan pedoman ukuran dari Dettinger-Klemm (2003).
Gambar 12 menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian, pada wadah
dengan perlakuan tanpa penambahan bahan organik hanya terdapat satu kelompok
larva chironomida, yakni instar satu. Kisaran panjang kapsul kepala untuk instar
satu adalah antara 15-121 µm dan lebar kapsul kepala berkisar antara 12,5-91,4
µm. Keterbatasan bahan organik adalah faktor yang mempengaruhi terhambatnya
pertumbuhan larva Chironomus sp. pada perlakuan tanpa penambahan bahan
organik. Kurangnya bahan organik sebagai sumber makanan dan bahan
pembuatan tubes bagi larva chironomida menyebabkan terganggunya
pertumbuhan larva.
25
0 200 400 600
0
200
400
600instar I
Gambar 12. Pengelompokan instar I larva Chironomus sp. berdasarkan panjang
total dan lebar kapsul kepala pada wadah tanpa penambahan bahan organik
Gambar 13 (bagian atas) menunjukkan grafik pengelompokan instar pada
wadah perlakuan dengan penambahan bahan organik dengan kadar 0,5 mg/l.
Bahan organik menjadi sumber makanan dan bahan pembuatan tubes bagi larva
Chironomus sp. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa terjadi pertumbuhan larva
yang ditandai oleh perkembangan instar mulai dari instar I hingga instar IV pada
Gambar 13. Instar I memiliki kisaran panjang kapsul kepala antara 38-183 µm
dan lebar kapsul kepala antara 24-126 µm. Larva Chironomus sp. instar II
memiliki kisaran panjang dan lebar kapsul kepala antara 187-270 µm dan 185-232
µm. Instar III dengan kisaran panjang kapsul kepala antara 287-475 µm dan lebar
kapsul kepala 253-356 µm. Sedangkan untuk lava Chironomus sp. instar IV
memiliki kisaran panjang dan lebar kapsul kepala antara 476-515 µm dan 358-428
µm.
26
0 100 200 300 400 500 600
0
100
200
300
400
500
600
0 100 200 300 400 500 600
0
100
200
300
400
500
600
Gambar 13. Tahap perkembangan larva Chironomus sp. berdasarkan panjang
total dan lebar kapsul kepala perlakuan dengan penambahan bahan
organik 0,5 mg/ l (atas) dan 1,0 mg/l (bawah)
Gambar 13 (bagian bawah) menunjukkan informasi mengenai
perkembangan larva Chironomus sp. yang terbagi menjadi empat instar. Masing-
masing instar memiliki kisaran yang berbeda baik dari segi panjang maupun lebar
kapsul kepala. Penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi perlakuan dengan
penambahan bahan organik 1,0 mg/l, larva Chironomus sp. dapat tumbuh dengan
27
baik dan mencapai empat instar hingga dewasa. Berdasarkan Gambar 13 dapat
diketahui bahwa kisaran panjang kapsul kepala untuk instar I berkisar antara 44,5-
160 µm dan lebar kapsul kepala 40,9-137 µm. Kisaran panjang dan lebar kapsul
kepala untuk instar II berkisar antara 193-228 µm dan 166-208 µm. Larva
Chironomus sp. instar III memiliki panjang kapsul kepala sebesar 229-405 µm
dan lebar kapsul kepala antara 209-353 µm. Instar terakhir (instar IV) panjang
dan lebar kapsul kepala berkisar antara 408-572 µm dan 360-404 µm.
Berdasarkan perbandingan kedua grafik tersebut, dapat dilihat bahwa penambahan
bahan organik yang lebih banyak akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan
yang lebih besar. Titik-titik pada grafik menunjukkan bahwa pada penambahan
bahan organik 1,0 mg/l mengakibatkan pertumbuhan lebih besar pada instar IV.
Berdasarkan pengelompokan instar, dapat diketahui waktu capaian
masing-masing instar dengan membandingkan kisaran panjang total larva
Chironomus sp. dengan waktu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Zilli et al.
(2008) yang menyatakan bahwa kurva pertumbuhan populasi erat kaitannya
dengan pertumbuhan panjang total berdasarkan waktu. Tabel 3 menggambarkan
hasil penelitian Zilli et al. (2008) mengenai waktu capaian instar pada spesies C.
calligraphus.
Tabel 3. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar C. calligraphus
Instar Lebar Kapsul
Kepala (µm) Tingkat
Pertumbuhan Panjang Total
(µm) Jangka
Waktu (hari)
I 115,2±6,9 1,58 1109±193,4 5±1,2
II 182,2±10,8 1,62 2449,1±701,4 3±0,7
III 295,3±19,1 1,6 5121,1±750,7 6±2,6
IV 472,8±30,9 1,6 8943,6±1672,7 10±1,7
Penentuan waktu capaian instar dilakukan dengan membandingkan data
panjang total berdasarkan penelitian Zilli et al. (2008) dengan panjang total
berdasarkan penelitian. Panjang total untuk masing-masing perlakuan dirata-
ratakan setiap harinya dan dilakukan penentuan waktu capaian berdasarkan
pengelompokan panjang total pada Tabel 3. Sehingga diperoleh waktu capaian
instar yang ditampilkan pada Tabel 4 berikut.
28
Tabel 4. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar berdasarkan
penelitian
Instar
Waktu Capaian Instar (± hari)
Bahan Organik
0 mg/l Bahan Organik
0,5 mg/l Bahan Organik
1,0 mg/l
I 7* 4 4
II - 2 2
III - 13 10
IV - 2** 5** *waktu capaian instar I tidak bisa ditentukan karena terjadi kematian seluruh individu
pada hari ke-7
**waktu capaian ketika sudah ada chironomida yang mencapai fase pupa
Berdasarkan hasil penelitian dapat dibandingkan jangka waktu yang
dibutuhkan larva pada masing-masing perlakuan untuk melewati masing-masing
instar. Larva pada perlakuan tanpa penambahan bahan organik hanya bertahan
hingga pengamatan hari ke-7 karena tidak tersedianya bahan organik sebagai
sumber makanan. Fase hidup larva chironomida pada perlakuan ini hanya fase
planktonik dan instar I. Perlakuan dengan penambahan bahan organik 0,5 mg/l
dan 1,0 mg/l memiliki pola yang sama untuk jangka waktu instar I dan II. Akan
tetapi terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada instar III dan IV.
Penambahan bahan organik yang lebih tinggi menyebabkan larva Chironomus sp.
lebih cepat mencapai instar IV, namun jangka waktu untuk instar IV menjadi lebih
lama. Hal ini membuktikan, bahan organik memberikan pengaruh bagi waktu
capaian instar pada Chironomus sp.
Berdasarkan tingkatan instar yang telah diperoleh dari nilai rata-rata
panjang total, larva chironomida dikelompokkan berdasarkan keempat tingkatan
instar tersebut. Gambar 14 dan 15 menunjukkan perbandingan panjang dan lebar
kapsul kepala (kiri) dan lebar badan (kanan) larva chironomida untuk masing-
masing instar pada perlakuan penambahan bahan organik. Berdasarkan gambar
tersebut dapat terlihat bahwa terjadi perubahan ukuran kapsul kepala dan lebar
badan. Perlakuan dengan penambahan bahan organik lebih tinggi menyebabkan
perubahan ukuran lebih cepat karena ketersediaan makanan yang lebih tinggi.
Namun, pada perlakuan ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai
instar IV.
29
Gambar 14. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada
perlakuan penambahan bahan organik 0,5 mg/l
60 µm
30
Gambar 15. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada
perlakuan penambahan bahan organik 1,0 mg/l
60 µm
31
4.1.6. Penentuan kohort berdasarkan analisis distribusi frekuensi
panjang larva chironomida dengan metode NORMSEP
Larva chironomida yang diamati memperlihatkan perubahan ukuran baik
panjang total, lebar badan, panjang kepala, maupun lebar kepala. Hal ini
membuktikan bahwa larva chironomida mengalami pertumbuhan. Analisis
pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode NORMSEP
(Normal Separation). Larva chironomida diklasifikasikan menjadi beberapa
selang kelas panjang dan diolah dalam bentuk grafik distribusi panjang dengan
perangkat lunak FISAT II.
Berdasarkan data panjang total larva chironomida yang telah
dikelompokkan berdasarkan selang kelas tertentu, perlakuan tanpa penambahan
bahan organik tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sehingga tidak
dapat dideskripsikan dengan menggunakan metode ini. Gambar 15 menunjukkan
perbandingan grafik distribusi panjang untuk perlakuan dengan penambahan
bahan organik sebanyak 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Setiap grafik menunjukkan hanya
ada satu sebaran normal untuk masing-masing perlakuan. Hal ini menjelaskan
bahwa hanya ada satu kohort (kelompok umur) pada kedua perlakuan ini.
Pergeseran garis merah ke arah kanan menggambarkan terjadinya
perubahan nilai modus setiap minggunya. Berdasarkan metode ini dapat
dijelaskan bahwa pertumbuhan panjang larva chironomida cukup signifikan
dilihat dari pergerakan ke kanan dari nilai modus yang terjadi (Lampiran 5).
Pergesaran nilai modus ke arah kanan lebih signifikan terjadi pada
perlakuan dengan penambahan bahan 1,0 mg/l. Nilai modus pada minggu
pertama adalah 2490 µm, minggu kedua 5730 µm dan minggu ketiga 6140 µm.
Sedangkan untuk penambahan bahan organik 0,5 mg/l, nilai modus yang
ditemukan lebih kecil dari perlakuan penambahan bahan organik 1,0 mg/l, yaitu
berturut-turut dari minggu pertama hingga minggu ketiga adalah 2214, 4966 dan
5605 µm. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan ukuran panjang total dari larva
Chironomus sp. lebih cepat terjadi pada perlakuan dengan penambahan bahan
organik yang lebih tinggi. Pertumbuhan panjang ini dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan ketersediaan makanan. Apabila kedua hal ini telah tercukupi dan
tersedia dalam kondisi optimum, pertumbuhan larva juga akan optimum.
32
Gambar 16. Distribusi panjang total Chironomus sp.
(kiri: bahan organik 0,5 mg/l, kanan: bahan organik 1,0 mg/l)
Berdasarkan pergeseran nilai modus, diperoleh hubungan regresi linier
sederhana antara waktu dengan modus panjang total larva Chironomus sp.
Perlakuan dengan penambahan bahan organik 1,0 mg/l menyebabkan kenaikan
nilai modus sebesar 1136 µm setiap satu minggu. Perlakuan dengan penambahan
bahan organik yang lebih sedikit, yaitu 0,5 mg/l menunjukkan kenaikan nilai
modus yang lebih kecil, yakni 870,6 µm. Gambar 17 memperlihatkan grafik
hubungan antara waktu dengan penambahan nilai modus.
minggu ke-
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
nil
ai
modu
s
2214
4966
5605
2490
5730
6140
penambahan bahan organik 0.5 mg/l
penambahan bahan organik 1.0 mg/l
penambahan bahan organik 0.5 mg/l
penambahan bahan organik 1.0 mg/l
Gambar 17. Hubungan waktu dengan modus panjang total Chironomus sp.
33
Selain menggunakan hubungan regresi linier sederhana untuk
menunjukkan perbedaan pengaruh penambahan bahan organik, dilakukan uji
rancangan acak lengkap untuk melihat pengaruh bahan organik terhadap nilai
modus yang dicapai dari grafik distribusi frekuensi panjang. Berdasarkan tabel
pengujian rancangan acak lengkap, diperoleh hasil Fhitung>Ftabel. Keputusan yang
diperoleh adalah tolak H0 yang artinya perlakuan mempengaruhi nilai modus yang
diperoleh berdasarkan waktu. Hal ini menggambarkan bahwa penambahan bahan
organik memberikan pengaruh bagi pertumbuhan panjang total larva chironomida.
4.1.7. Pengaruh perbedaan perlakuan bahan organik terhadap berbagai
parameter pertumbuhan
Pertumbuhan adalah salah satu ciri mahluk hidup yang membedakannya
dari mahluk tak hidup. Secara teoritis pertumbuhan dapat diartikan sebagai
perubahan dimensi (panjang, berat, ukuran, volume, dan jumlah) per satuan waktu
baik individu, stok maupun komunitas. Pertumbuhan banyak dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor keturunan, jenis
kelamin, umur, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan dalam
memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor eksternal meliputi jumlah makanan
yang tersedia di perairan, ukuran makanan, kandungan gizi makanan, dan faktor
lingkungan.
Pertumbuhan ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.
Pertumbuhan positif ditandai oleh selisih yang nilainya positif, sedangkan
pertumbuhan negatif ditandai oleh selisih yang nilainya negatif atau dengan kata
lain mengalami penurunan. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan, penelitian ini mengambil aspek bahan organik yang dalam
kehidupan larva chironomida berperan sebagai sumber makanan dan bahan
pembuatan tubes. Tiga perlakuan bahan organik diamati pengaruhnya bagi
pertumbuhan larva Chironomus sp. Berdasarkan data yang diambil setiap hari
selama tiga minggu pada fase larva, diperoleh empat parameter pertumbuhan
yakni panjang total, lebar badan, serta panjang dan lebar kapsul kepala.
Dalam rangka mengetahui pengaruh penambahan bahan organik terhadap
pertumbuhan larva Chironomus sp, maka data parameter pertumbuhan tersebut
34
dimasukkan ke dalam tabel rancangan acak lengkap. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan tabel ‟Anova: single factor‟ pada perangkat lunak Ms. Excell.
Berdasarkan tabel hasil pengujian rancangan acak lengkap untuk keempat
parameter, yakni panjang total, lebar badan, serta panjang dan lebar kapsul kepala
diperoleh nilai Ftabel<Fhitung. Keputusan yang dihasilkan adalah tolak H0, artinya
minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan larva Chironomus
sp. Hal ini menggambarkan bahwa bahan organik yang ditambahkankan pada
wadah pemeliharan larva Chironomus sp. memberikan pengaruh bagi
pertumbuhan larva tersebut.
4.1. Pembahasan
Larva, pupa, maupun chironomida dewasa membentuk bagian yang
terintegrasi pada jaring-jaring makanan. Organisme ini berperan sebagai makanan
bagi invertebrata yang lebih besar, ikan, amfibi maupun burung (Eppler 2001).
Peran chironomida lainnya adalah sebagai bioindikator untuk memantau kondisi
dan kesehatan suatu perairan. Beberapa genus dari subfamili chironomidae
bersifat toleran terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Selain itu, penggunaan
chironomida dalam fungsi paleolimnologi juga mulai dikembangkan.
Penggunaan analisis isotop terhadap sedimen memungkinkan rekonstruksi ulang
beberapa hal di masa lampau seperti variasi fisik, iklim dan lingkungan. Hal ini
dilakukan dengan menguji rekaman sedimen lewat penggunaan sisa-sisa biologis
termasuk chironomida (Velle & Laroque 2007). Pengujian seringkali dilakukan
dengan menggunakan kapsul kepala karena bagian kepala larva chironomida ini
terbuat dari zat kitin yang bisa bertahan sangat lama di alam tanpa terdekomposisi.
Oleh karena, itu dibutuhkan penelitian yang lebih spesifik mengenai chironomida
untuk mengetahui seberapa besar potensinya dapat dimanfaatkan bagi
kepentingan lingkungan dan manusia.
Penelitian ini dilakukan dengan memelihara chironomida mulai dari fase
telur hingga menjadi pupa dan tumbuh menjadi chironomida dewasa di
laboratorium dengan perlakuan penambahan kadar bahan organik yang berbeda.
Pemeliharaan dilakukan di laboratorium dengan tujuan untuk mempermudah
pengkajian baik dari segi pengamatan siklus hidup maupun pertumbuhan.
35
Chironomida memiliki empat fase metamorfosis. Fase pertama yakni fase telur,
dimulai dari pemijahan dewasa yang pada sebagian besar spesies chironomida
terjadi di udara dan di tanah untuk beberapa spesies. Selanjutnya chironomida
meletakkan telurnya di permukaan air. Beberapa saat setelah peletakkan, telur
akan dibungkus oleh struktur kompleks berupa gelatin. Massa telur kemudian
tenggelam ke dasar perairan atau tersangkut di beberapa tumbuhan air yang
tenggelam. Beberapa spesies chironomida, massa telurnya tetap mengapung di
permukaan air dalam bentuk massa gelatin. Masing-masing massa telur
berjumlah kurang dari 100 hingga 2000 telur bergantung pada spesies (Bay 2003).
Telur-telur ini biasanya memerlukan waktu tetas sekitar 24 sampai 36 jam (Bay
2003) bahkan bisa mencapai 3 hari (Zilli et al. 2008). Sedangkan pada penelitian
ini, telur membutuhkan waktu ±17 jam sejak pengambilan massa telur dari alam
hingga menetas. Kemungkinan yang terjadi adalah massa telur telah diletakkan
cukup lama oleh chironomida dewasa sehingga hanya memerlukan waktu kurang
dari 24 jam untuk menetas.
Pemeliharaan chironomida setelah menetas dilakukan di wadah dengan
perlakuan yang berbeda. Wadah tanpa penambahan bahan organik, wadah dengan
penambahan bahan organik sebesar 0,5 mg/l, dan wadah dengan penambahan
bahan organik 1,0 mg/l. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan
bahan organik diduga berperan sebagai sumber makanan maupun bahan pembuat
tubes bagi chironomida. Kotoran kuda kering adalah bahan organik yang
digunakan dalam penelitian kali ini.
Selama penelitian berlangsung, parameter fisika kimia yang diamati antara
lain suhu, pH, DO dan COD. Suhu yang teramati hanya berkisar antara 26,1-27,4
ºC. Suhu yang cenderung stabil disebabkan pemeliharaan yang dilakukan di
laboratorium sehingga suhu air dalam wadah tidak terlalu dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. Begitu pula dengan nilai pH, berkisar antara 6,9-7,7. Nilai tersebut
masih mendukung kehidupan biota air sehingga tidak terlalu berpengaruh
terhadap kehidupan larva chironomida.
Parameter selanjutnya, yakni nilai DO atau oksigen terlarut. Nilai DO
yang teramati bervariasi berdasarkan kadar bahan organik pada wadah
pemeliharaan. Kisaran nilai DO tertinggi ada pada wadah perlakuan tanpa
36
penambahan bahan organik karena tidak dilakukannya penambahan bahan organik
sehingga oksigen yang terlarut di air tidak terlalu banyak dimanfaatkan untuk
dekomposisi bahan organik. Kisaran ini menurun seiring penambahan kandungan
bahan organik. Wadah perlakuan dengan penambahan bahan organik paling
tinggi yakni 1,0 mg/l memiliki kisaran nilai DO yang paling kecil karena oksigen
digunakan untuk proses dekomposisi (perombakan bahan organik). Sedangkan
untuk nilai COD, kecenderungan nilainya hampir sama untuk setiap wadah
perlakuan yakni rendah pada pengamatan awal, kemudian mengalami kenaikan
hingga titik tertentu dan kembali turun hingga hari terakhir pengamatan. Hal ini
disebabkan karena pada awal pengamatan, bahan organik belum begitu
berpengaruh pada kondisi kualitas air pada wadah. Selanjutnya COD mengalami
kenaikan karena bahan organik mulai mempengaruhi air dan kembali mengalami
penurunan seiring pertumbuhan chironomida. Hal ini menjelaskan bahwa bahan
organik digunakan oleh larva chironomida sebagai sumber makanan dan bahan
pembuatan tubes.
Larva chironomida yang diamati pada penelitian ini berasal dari subfamili
Chironominae dan genus Chironomus sp. Identifikasi dilakukan dengan
mengamati bagian mentum larva dan berpedoman pada buku identifikasi Eppler
(2001). Siklus hidup Chironomus sp. terdiri dari 4 fase, yakni telur, larva, pupa
dan dewasa. Fase larva merupakan fase terlama yang terdiri dari ± 21 hari pada
wadah dengan penambahan bahan organik. Sedangkan pada tanpa penambahan
bahan organik, pertumbuhan larva hanya sampai ± 1 minggu dan hanya tumbuh
hingga instar I dengan sifat hidup planktonik. Terhambatnya pertumbuhan larva
pada kondisi minim bahan organik disebabkan karena kekurangan bahan makanan
dan tidak tersedianya bahan untuk pembuatan tubes sehingga larva hanya bersifat
planktonik. Pada wadah B dan C, larva menjadi bersifat bentik secara
keseluruhan pada hari ke-4. Bahan organik yang tersedia memungkinkan larva
untuk membentuk tubes. Larva terus mengalami perkembangan dari segi ukuran
hingga minggu ke-3. Minggu ke-3 larva membentuk pupa. Fase ini hanya
berlangsung selama 24-48 jam dan selanjutnya pupa akan keluar membentuk
chironomida dewasa.
37
Larva Chironomus sp. membutuhkan waktu ± 3 minggu untuk berubah
menjadi pupa. Selama waktu tersebut, larva Chironomus sp. mengalami
perubahan ukuran kapsul kepala sebanyak empat kali. Perubahan ukuran ini lebih
dikenal dengan sebutan pergantian instar. Kapsul kepala merupakan satu-satunya
bagian tubuh Chironomus sp. yang terbuat dari zat kitin. Oleh karena itu,
perkembangan ukurannya tidak mengikuti layaknya perkembangan ukuran tubuh.
Ukurannya hanya berubah sebanyak 4 kali dalam suatu kelompok selang per
instar. Parameter yang biasa digunakan sebagai penentuan instar ini adalah
panjang dan lebar kapsul kepala. Penelitian ini berpedoman pada Dettinger-
Dettinger-Klemm (2003) untuk pengelompokan larva Chironomus sp.
berdasarkan instar.
Pengelompokan berdasarkan instar terdiri dari 4. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa larva Chironomus sp. yang ditemukan terdiri dari 4 instar
untuk perlakuan dengan penambahan bahan organik. Sedangkan untuk perlakuan
tanpa penambahan bahan organik hanya ditemukan larva instar I. Hal ini terjadi
karena ketidaktersediaan bahan organik pada wadah perlakuan tanpa penambahan
bahan organik sehingga pertumbuhan larva terhambat. Berdasarkan waktu
capaian instar juga dapat dilihat pengaruh bahan organik bagi jangka waktu yang
dibutuhkan untuk melewati satu instar. Perlakuan dengan kandungan bahan
organik yang lebih tinggi menyebabkan larva Chironomus sp. lebih cepat
mencapai instar IV. Namun membutuhkan jangka waktu yang lebih lama pada
instar IV. Hal ini membuktikan bahwa penambahan bahan organik dapat
meningkatkan pertumbuhan larva chironomida.
Berdasarkan hasil penelitian larva Chironomus sp. yang ditemukan
diketahui hanya terdiri dari satu kelompok umur. Hal ini terjadi karena
pengumpulan massa telur dilakukan pada waktu dan lokasi yang sama. Larva
Chironomus sp. pada wadah dengan penambahan bahan organik baik 0,5 mg/l
maupun 1,0 mg/l mengalami pertumbuhan yang digambarkan oleh pergeseran
modus ke kanan pada grafik distribusi panjang. Pergeseran modus lebih cepat
terjadi pada perlakuan dengan penambahan bahan organik 1,0 mg/l. Hal ini
membuktikan bahwa penambahan bahan organik sebagai sumber makanan bagi
larva chironomida dapat mempercepat pertumbuhan. Sedangkan pada wadah
38
tanpa penambahan bahan organik tidak terjadi pertumbuhan. Larva Chironomus
sp. hanya bertahan hingga selama lebih kurang satu minggu. Larva Chironomus
sp. pada perlakuan tanpa penambahan bahan organik tidak tumbuh karena tidak
tersedianya makanan sebagai sumber energi untuk melakukan proses
metabolisme. Perbedaan pertumbuhan juga diperlihatkan pada uji rancangan acak
lengkap. Berdasarkan uji Anova: Single factor (Lampiran 6), diperoleh hasil
bahwa minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan larva
Chironomus sp. Hasil tersebut ditunjukkan pada empat parameter yang diuji
yakni panjang total, lebar badan, serta panjang dan lebar kapsul kepala.
Berdasarkan hasil pengamatan di Danau Lido, keberadaan Keramba Jaring
Apung memiliki dampak negatif, yaitu menambah masukan bahan organik ke
Danau Lido yang bersumber dari pelet atau pakan buatan ikan budidaya. Dampak
negatif ini dapat dikurangi dengan mempertimbangkan peran larva chironomida
sebagai pakan alami ikan. Larva chironomida diharapkan dapat mengurangi
pencemaran akibat masukan bahan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
kondisi perairan yang optimum bagi pertumbuhan maupun perkembangan larva
Chironomus sp. sehingga dapat dilakukan optimalisasi larva chironomida sebagai
pakan alami untuk mengurangi jumlah pakan buatan yang digunakan dalam
budidaya ikan di Danau Lido.
Peran larva chironomida lainnya yakni sebagai indikator lingkungan.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan perkembangan dan pertumbuhan
larva chironomida pada dua perlakuan penambahan bahan organik yang berbeda
konsentrasi. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar indikator perubahan
lingkungan yang disebabkan oleh bahan organik. Badan air dengan penambahan
bahan organik yang lebih tinggi yaitu 1,0 mg/l akan ditunjukkan oleh
pertumbuhan dan perkembangan larva chironomida yang lebih cepat. Peran
chironomida sebagai indikator juga digambarkan pada penelitian yang dilakukan
di 13 danau yang berada di daerah Inggris dan Skotlandia bagian selatan.
Penelitian tersebut membuktikan bahwa chironomida dapat digunakan untuk
menggambarkan perubahan pola total phospor dan klorofil-a (Langdon et al.
2006).
39
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Perlakuan dengan penambahan bahan organik 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l
menunjukkan pertumbuhan panjang hingga 3 minggu, sedangkan pada perlakuan
tanpa penambahan bahan organik, kelangsungan hidup larva hanya mencapai 1
minggu dan instar pertama.
5.2. Saran
Penelitian akan menjadi lebih baik apabila pemeliharaan Chironomus sp.
dapat dimulai dari fase pemijahan sehingga diperoleh informasi mengenai telur
secara keseluruhan untuk melengkapi deskripsi siklus hidup Chironomus sp.
40
DAFTAR PUSTAKA
Bay EC. 2003. Chironomida midges. Emeritus urban entomologist WSU
Puyallup. 3 pp.
Boyd C. 1998. Water quality for pond aquaculture. Auburn University. Alabama.
36 pp.
Brodersen KP, Pederson Ole, Walker IR, & Jensen MT. 2008. Respiration of
midges (Diptera; Chironomidae) in British Columbian Lakes: oxy-
regulation, temperature and their role as paleo-indicator. Freshwater
Biology 53: 593-602.
Carew ME, Pettigrove V, & Hoffmann AA. 2003. Identifying chironomidas
(Diptera: Chironomidae) for biological monitoring with PCR-RFLP.
Bulletin of Entomological Research 93: 483-490.
Eppler JH. 2001. Identification manual for the larval Chironomidae (Diptera) of
North and South Carolina. EPA Region 4 and Human Health and
Ecological Criteria Division. Crawfordville.
FISAT. 2005. Fisat Version 1.2.2. FAO. Rome, Italy.
Halpern M, Gasith A, & Broza M. 2002. Does the tube of a benthic chironomida
larva play a role in protecting its dweller against chemical toxicants?
Hydrobiologia 470: 49-55.
Heinrich M, Barnekov L, & Rosenberg S. 2006. A comparison of chironomida
biostratigraphy from Lake Vuolep Njakajaure with vegetation, lake-level,
and climate changes in Abisko National Park, Sweden. J Paleolimnol 36:
119-131.
Dettinger-Klemm. 2003. Chironomidas (Diptera, Nematocera) of temporary pools
– an ecological case study [disertasi] Universitast Marburg. Philipps.
Kodds WK 2002. Freshwater ecology concepts and environmental applications.
Academic Press. United States of America.
Langdon PG, Ruiz Z, Brodersen KP, & Foster IDL. 2006. Assessing lake
eutrophication using chironomidas understanding the nature of community
response in different lake types. Freshwater biology 51: 562-577.
Lobinske RJ, Cichra CE, & Ali A. 2002. Predation by bluegill (Lepomis
macrochirus) on larval Chironomidae (Diptera) in relation to midge standing
crop in two central Florida lakes. Florida entomologist. 85(2): 372-375.
41
McLarney WO, Henderson S, & Sherman MM. 1974. A new mthed for culturing
Chironomus tentans Fabricus larvae using burlap substrate in fertilized
pools. Aquaculture 4: 267-276.
Metcalf & Eddy, Inc. 1991. Wastewater engineering (Treatment, disposal, &
reuse), 3th
edition. McGraw-Hill book company. New York.
MINITAB, Inc. 2003. Minitab Release 14 for Windows.
Nemerrow NL. 1991. Stream, lake, estuary, and ocean pollution, 2nd
edition. Van
Nostrand Reinhold. New York.
Odum HT. 1992. Ekologi sistem. suatu pengantar. W.B. Gadjah Mada University
Press.
Rossaro B. 1991. Chironomidas and water temperature. Aquatic insects 13 (2):
87-98.
Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis. FAO. 436
pp.
Velle G & Larocque I. 2007. Assesing chironomida head capsule Consentrations
in sediments using exotic markes. J Paleolimnol: 13 pp.
Walpole RE. 1992. Pengantar statistika edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 512.
Zilli FL, Montalto L, Paggi AC, & Marchese MR. 2008. Biometry and life cycle
of Chironomus sp. calligraphus Goeldi 1905 (Diptera, Chironomidae) in
laboratory conditions). Interciencia 33 (10): 767-770.
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1. Foto lokasi pengambilan massa telur
44
Lampiran 2. Alat yang digunakan untuk pengambilan massa telur
Lampiran 3. Alat dan bahan untuk pemeliharaan chironomida
Botol Kaca Kuas
Wadah plastik Ruangan pemeliharaan
Cawan petri Kotoran kuda kering
45
Lampiran 4. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air
H2SO4 pekat Alat kaca
Akuades pH-meter
Pipet larutan Bahan kimia
HCl bilasan Buret
46
Lampiran 5. Data Perubahan Nilai Modus (FISAT II)
A. Perlakuan dengan penambahan bahan organik 0.5 mg/l
47
B. Perlakuan dengan penambahan bahan organik 1.0 mg/l
48
Lampiran 6. Tabel anova: single factor rancangan acak lengkap
Panjang Kepala
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 3 198.9334 66.31114 4.866792
Column 2 3 746.9428 248.9809 36.28612
Column 3 3 835.5225 278.5075 699.9667
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 79267.36 2 39633.68 160.4344 6.18E-06 5.143253
Within Groups 1482.239 6 247.0399
Lebar Kepala
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 3 496.5223 165.5074 9951.449
Column 2 3 472.2016 157.4005 8476.391
Column 3 3 460.3862 153.4621 7432.895
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 226.3246 2 113.1623 0.013128 0.986987 5.143253
Within Groups 51721.47 6 8620.245
Panjang Total
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 3 2085.807 695.269 85.89971
Column 2 3 13363.66 4454.552 33611.07
Column 3 3 14958.69 4986.231 379876.4
49
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 32827244 2 16413622 119.062 1.48E-05 5.143253
Within Groups 827146.7 6 137857.8
Lebar Badan
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 3 159.9159 53.30529 2.63094
Column 2 3 834.768 278.256 138.1716
Column 3 3 935.5527 311.8509 1372.474
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 118577.3 2 59288.64 117.5369 1.54E-05 5.143253
Within Groups 3026.553 6 504.4256
50
Lampiran 7. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis chironomida
Mikroskop bedah Mikroskop majemuk
Kamera Dino lite Kamera OptiLab
Kaca objek
Kaca penutup
51
Botol film Botol kaca
Entellan
52
Lampiran 8. Parameter fisika kimia air pada wadah pemeliharaan
Hari/ Tanggal Sampel DO (mg/l)
Rata-
rata
Suhu
(0C)
Rata-
rata pH
Rata-
rata
Senin, 300511
A1 7.2
6.9
26.8
27.0
7.42
7.71 A2 6.9 26.9 7.98
A3 6.6 27.2 7.73
B1 6.5
6.4
26.8
26.9
7.57
7.5 B2 6.9 26.8 7.58
B3 5.9 27 7.48
C1 5
5.3
26.8
26.9
7.6
7.6 C2 5.6 26.9 7.61
C3 5.2 26.9 7.67
Kamis, 020611
A1 8.3
7.8
26.3
26.1
A2 6.4 26.4
A3 8.7 25.6
B1 6.9
6.7
26.4
26.4 B2 6.6 26.4
B3 6.6 26.4
C1 5.4
5.3
26.3
26.4 C2 4.4 26.6
C3 6.1 26.2
Senin, 060611
A1 7.2
7.2
27.2
27.4
6.9
7.4 A2 7.3 27.3 7.93
A3 7.2 27.7 7.42
B1 4.6
5.2
27.2
27.3
7.45
7.6 B2 5.4 27.2 7.74
B3 5.5 27.5 7.49
C1 3.6
3.8
27.3
27.2
7.42
7.3 C2 3.6 27.3 7.09
C3 4.3 27.1 7.42
Kamis, 090611
A1 7.4
8.0
26.3
26.7
A2 7.8 26.9
A3 8.8 26.8
B1 5.1
4.9
26.3
26.4 B2 5.1 26.4
B3 4.6 26.4
C1 3.9
4.0
26.4
26.5 C2 4.2 26.7
C3 3.9 26.4
Senin, 130611
B1 5.1
4.7
26.1
26.2
6.9
6.9 B2 5.2 26.1 7.09
B3 3.9 26.3 6.85
C1 3.3
4.2
26.3
26.3
6.91
7.1 C2 4.7 26.2 7.28
C3 4.5 26.4 7.21
53