ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM PROGRAM
NON-PROFIT SAKSI SATU KAMERA SEJUTA INSPIRASI
(Studi Kasus Episode Mahfud MD, Buya Syafi’i Ma’arif,
dan Emha Ainun Nadjib di TVRI Jawa Tengah)
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Oleh :
Adityo Hernawan
NIM :117-13-015
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
iii
iv
v
vi
MOTTO
BERKARYALAH DARI HATI,
KARNA YANG DATANG DARI HATI
AKAN SAMPAI KE HATI.
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada bapak dan ibu tercinta; Heru
Sulistyono dan Sudariah dan adik penulis Melinda P.Y yang telah memberi
dukungan baik materi maupun non-materi.
Sahabat seperjuangan Mahasiswa Santai yang selalu setia
membantu;
Taufan Ardiansyah dan Miftakhul Huda.
Teman-teman seperjuangan KPI’13 (Aini, Taufan, Huda, Bagus,
Teguh, Ninik, Sri, Nopal, Rozaq, Rifngani, Rina, Puji, Wasi’, Khalim,
Pak Yadi, Maghfurin, Dewi’, Khusna, Rahmad)
Kawan-kawan yang tidak membantu, cenderung merepotkan, tapi
tetap asik; Nur Azizah, Aprilia Novia Utari, Sely Lestari.
Terima kasih
Atas doa dan support yang telah diberikan.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya yang tak terhingga,
serta berkat ridha-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan judul “Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Program Non-Profit SAKSI
Satu Kamera Sejuta Inspirasi (Studi Kasus Episode Mahfud MD, Buya Syafi’i,
Emha Ainun Nadjib di TVRI Jawa Tengah)”.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang
senantiasa mengikuti jejaknya. Semoga kita semua mendapatkan syafa'atnya di hari
kiamat kelak. Amiin.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini
penulis banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dan
kemampuan yang belum sempurna. Namun berkat adanya bantuan, motivasi dan
bimbingan dari berbagai pihak, syukur Alhamdulillah skripsi ini dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Dr. Mukti Ali, M.Hum selaku dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga
3. Dra. Maryatin, M. Pd selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
dan dosen pembimbing akademik.
4. Dr. Rifqi Aulia Erlangga selaku pembimbing skripsi yang telah sudi
meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis senatiasa mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dari
ix
pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis memohon petunjuk dan
berserah diri memohon ampunan dan rahmatNya.
Salatiga, 13 April 2017
Penulis,
Adityo Hernawan
x
ABSTRAK
Hernawan, Adityo. 2017. Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Program Non-Profit
SAKSI Satu Kamera Sejuta Inspirasi (Studi Kasus Episode Mahfud MD,
Buya Syafi’i, Emha Ainun Nadjib di TVRI Jawa Tengah). Skripsi Fakultas
Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Rifqi Aulia Erlangga S. Fil, M. Hum.
Kata Kunci: Analisis Isi, Pesan Dakwah, SAKSI.
Televisi sebagai media yang sangat efektif dalam menyebarkan dakwah dan
medium yang paling berpengaruh dalam membentuk sikap dan kepribadian secara
luas. Banyaknya acara di TVRI Jawa Tengah membuat penulis memilih acara
SAKSI (Saksi Satu Kamera Sejuta Inspirasi), salah satu alasannya karena acara ini
merupakan acara yang inspiratif sesuai dengan namanya.
Dari pernyataan di atas, maka peneliti merumuskan masalah agar penelitian
tidak jauh melebar, peneliti merumuskan masalah pada; 1) Pesan dakwah yang
terkandung dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) dan,
2) metode apa yang dipakai dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi).
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi melalui deskriptif analisis.
Teknik pengumpulan data berupa observasi yaitu penulis terjun langsung dan
mengamati pesan dakwah yang disampaikan. Data yang terkumpul, dipaparkan
sehingga tergambar pola atau struktur dari fokus masalah yang dikaji kemudian
diinterpretasikan sehingga mendapatkan jawaban dari fokus penelitian tersebut.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan penulis menyimpulkan; isi
pesan dakwah dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) di
TVRI Jawa Tengah meliputi; keutamaan pendidikan, pentingnya harapan,
semangat nasionalisme, cinta Indonesia, ukhuwah islamiyah, bermanfaat untuk
orang lain, introspeksi diri, larangan berlebih-lebihan, menjadi khalifatullah.
Sebagai kesimpulan, penulis dapat menyimpulkan isi pesan dakwah dengan
mengacu pada tiga episode bersama Mahfud MD, Buya Syafi’i Ma’arif, dan Emha
Ainun Nadjib, mengandung pesan; kebangsaan atau nasionalisme. Sedangkan
metode dakwah yang dipakai dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera
Sejuta Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah, peneliti memperoleh kesimpulan;
menggunakan metode diskusi, mauidzah hasanah, mujadalah billati hiya ahsan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LOGO ............................................................................................................ ii
NOTA PEMBIMBING ................................................................................ iii
PENGESAHAN ............................................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... v
MOTTO ........................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
ABSTRAK .................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah .................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ............................................................. 8
F. Metode Penelitian ............................................................ 9
G. Sistematika Penulisan ...................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Analisis Isi ..................................................... 13
B. Dakwah ............................................................................ 14
C. Tinjauan Tentang Televisi ............................................... 29
xii
D. Televisi Sebagai Media Dakwah ..................................... 33
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Singkat Program Non-Profit SAKSI (Satu
Kamera Sejuta Inspirasi) ................................................. 36
B. Tujuan dan Saran ............................................................. 37
C. Kerabat Kerja........... ....................................................... 38
D. Cuplikan Gambar Video SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi) .......................................................................... 38
E. Transkrip Dialog .............................................................. 40
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Pesan Dakwah ................................................... 52
B. Metode Dakwah .............................................................. 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 62
B. Saran ................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ........................................................................................................ 38
Gambar 2 ........................................................................................................ 39
Gambar 3 ........................................................................................................ 39
Gambar 4 ........................................................................................................ 39
Gambar 5 ........................................................................................................ 40
Gambar 6 ........................................................................................................ 44
Gambar 7 ........................................................................................................ 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat
dilihat (audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-
kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar
bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting daripada kata-
kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. Sangat menjengkelkan
bila dalam acara televisi hanya terlihat gambarnya saja tanpa suara, atau tanpa
gambar (Ardianto, 2014:137). Hal ini membuat televisi yang memiliki kelebihan
yaitu bisa dilihat dan didengar sehingga membuat media ini lebih disukai
daripada media massa lainnya.
Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin pesat, dengan
munculnya televisi-televisi swasta dan berkembangnya rumah produksi di
Indonesia, sehingga dampak siarannya seolah-olah tidak ada batas antara satu
negara dengan negara lainnya, terlebih setelah digunakannya satelit untuk
memancarkan signal televisi (Muda, 2003:4). Tayangannya pun murah meriah,
untuk menikmatinya tidak dipungut biaya, masyarakat dari berbagai kalangan
yang memiliki televisi dapat dengan mudah menikmatinya. Namun saat ini juga
tersedia layanan televisi berbayar, yang pemirsanya harus mengeluarkan budget
untuk membayar langganan siaran televisi.
2
Masyarakat sudah beralih ke televisi dalam mencari hiburan dan
informasi. Keunggulan televisi adalah sangat efektif dalam menyebarkan
informasi kepada khalayak atau pemirsa. Bersifat heterogen, dan anonim.
Melalui televisi, sajian pesan yang sama secara serentak bisa diterima dan
sesaat (Juniawati, 2014:215).
Televisi ibaratkan sebuah lidah, ia tergantung pemiliknya, jika
digunakan untuk berkata dengan jujur dengan landasan amar ma`ruf maka ia
akan berguna, namun apabila lidah tersebut di gunakan untuk menghujat,
menghasut atau berkata nahi munkar maka lidah tersebut pasti menjadi
malapetaka bagi si pemilik.
Eksistensi media televisi diharapkan dapat memberikan warna dalam
pelbagai aspek kehidupan umat Islam. Dengan perkembangan dan kemajuan
teknologi, dakwah semakin dimudahkan. Saat ini, untuk mendengarkan
ceramah atau pengajian tidak perlu untuk datang langsung menemui ulama,
namun masyarakat cukup dengan menonton tayangan televisi.
Dakwah dapat dikatakan sebagai sebuah seruan atau ajakan untuk
mengubah sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dari sifat hingga ke
perilaku masing-masing. Pada hakekatnya dakwah adalah mempengaruhi dan
mengajak manusia untuk menjalankan dan mengikuti ideologi pengajaknya.
Dakwah merupakan merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan,
dakwah merupakan suatu kewajiban yang terpikul di atas pundak setiap muslim
baik secara perorangan maupun kelompok. Tanpa dakwah dapat dipastikan
3
bahwa Islam akan seger lenyap. Sebab, hanya dakwahlah yang mampu
mempertahankan eksistensi Islam hingga saat ini. Hal ini tercantum dalam Al-
Quran :
ادلم بلت هيى أىحسىن إن رىبكى هوى بيل رىب كى بلكمىة وىالمىوعظىة الىسىنىة وىجى أىعلىم ادع إلى سىبيله وىهوى أىعلىم بلمهتىدينى بىن ضىل عىن سى
Artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang benar dan mencegah dari
yang munkar.” (QS. An Nahl 125)
Dakwah ibarat lentera kehidupan, yang memberi cahaya dan menerangi
hidup manusia dari kegelapan. Di saat manusia dilanda kegersangan spiritual
sehingga agama Islam melenceng dari kaidah-kaidahnya dengan demikian
dakwah diharapkan mampu memberi cahaya terang di tengah maraknya
berbagai kemusyrikan, kerusuhan, kecurangan, dan sederet tindakan tercela
lainnya agar dapat dicegah atau diminalisir dengan dakwah Islam (Hamdan,
2001:3).
Dilihat dari sudut pandang dakwah, media televisi dengan berbagai
kelebihan dan kekuatannya dapat menjadi media dakwah yang efektif jika
dikelola dan dipergunakan secara professional. Selain media televisi memiliki
relevansi sosiologis dengan masyarakat Indonesia yang pada umumnya berada
pada tahapan hearing and watching, di sisi lain masyarakat Indonesia yang
mayoritas beragama Islam adalah sebagai peluang yang cukup besar untuk
4
menjadikan media televisi sebagai alat untuk menyampaikan pesan agama
melalui dakwah (Atabik, 2013:208).
Salah satu media elektronik yang tampaknya menonjol dibandingkan
dengan media massa lainnya adalah televisi. Media televisi tampaknya
memiliki keistimewaan karena merupakan penggabungan dari media dengar
(audio) dan gambar (visual). Muatan isi dari media televisi bisa berupa
informasi, hiburan maupun pendidikan, bahkan bisa jadi merupakan gabungan
dari ketiga unsur di atas. Penyampaian isi pesan juga seolah-olah langsung
antara komunikator (pembawa acara, presenter, artis) dengan komunikan
(pemirsa). Informasi yang disampaikan mudah dimengerti karena jelas
terdengar secara audio dan terlihat jelas secara visual (Jusuf, 2014: 3).
Perkembangan dakwah sebenarnya sangat ditentukan oleh kerjasama
yang baik oleh semua pihak, terutama dalam menghadapi era globalisasi
informasi misalnya dengan menggunakan sarana yang canggih serta
memanfaatkan teknologi modern yang ada. Kerjasama yang ideal pada
hakekatnya bentuk-bentuk hubungan antara juru dakwah sebagai penyampai
pesan-pesan dakwah dengan pengelola media itu sendiri. Sehingga terdapat
interaksi positif antara juru dakwah dengan umatnya dapat terjalin secara
optimal.
Era modern sekarang ini dakwah dapat dikemas dengan berbagai sarana
agar dakwah dapat menjadi efektif dan tidak ketinggalan zaman. Salah satunya
adalah dengan cara berdakwah melalui televisi.
5
Dalam hal ini peran televisi sangat penting, dakwah melalui televisi
sangat efektif daripada dakwah secara tradisional yang biasa digunakan oleh
juru dakwah kita selama ini, seperti mimbar-mimbar di setiap Jumat, maupun
beragam pengajian yang diadakan. Sehingga kegiatan seperti ini hanya dapat
dinikmati oleh sebagian khalayak, sebaliknya dakwah yang disampaikan
melalui televisi dapat disaksikan oleh siapapun dan di manapun.
Secara umum metode dakwah di Indonesia, dakwah dengan visualisasi
baik dengan hadirna penceramah (da’i) di hadapan khalayak (mad’u) maupun
dengan media televisi, lebih menarik dibanding dengan menggunakan media
lainnya, ini karena sesuatu yang dilihat dan didengar itu akan dapat lebih
mudah diserap dan dicerna oleh panca indera manusia daripada hanya didengar
(melalui media radio) maupun dibaca saja (melalui media cetak dan buku-buku)
(Atabik, 2013:192).
Sebagai media penyampai informasi (pesan), televisi bersifat netral.
Tidak baik dan tidak buruk. Baik dan buruk sangat tergantung dari pesan yang
disampaikan, jika televisi dijadikan sebagai media dakwah misalnya, dengan
sendirinya ia akan menjadi baik.
Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan metode yang tepat
dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual
dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah
masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual dalam arti
6
relevan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat (Suparta,
2003:xiii).
Dalam hubungan ini, berdasarkan pada latar belakang masalah yang
telah diuraikan tersebut bahwa televisi merupakan sarana efektif dalam
menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan melalui tayangan-tayangan atau
acara-acara. Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi
“Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Program Non-Profit SAKSI Satu
Kamera Sejuta Inspirasi (Studi Kasus Episode Mahfud MD, Buya Syafi’i,
Emha Ainun Nadjib di TVRI Jawa Tengah)”.
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Batasan masalah
Karena banyaknya efek yang ditimbulkan baik positif maupun negatif
dari suatu tayangan televisi, pembatasan masalah ini dilakukan guna
menghindari perluasan pembahasan yang tidak penting selain itu menjadi
terarah dan agar berhubungan antara masalah yang diteliti dengan
pembahasan dalam Analisis Pesan Dakwah Dalam Program Non-Profit
SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah peneliti
membatasinya pada program yang ditayangkan dalam episode Buya Syafi’i
Ma’arif, Emha Ainun Nadjib, Mahfud MD.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
7
a. Apa saja pesan dakwah yang dalam program non-profit SAKSI (Satu
Kamera Sejuta Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah?
b. Apa metode dakwah yang dipakai dalam program non-profit SAKSI (Satu
Kamera Sejuta Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah: Untuk mengetahui isi pesan dakwah dalam program non-profit SAKSI
(Satu Kamera Sejuta Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah, serta metode dakwah apa
yang dipakai dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) di
TVRI Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ditinjau dari segi akademis dan praktis
adalah sebagai berikut :
a. Manfaat akademis
Sebagai tambahan refrensi dan menambah jumlah studi mengenai
proses produksi program acara di televisi serta menambah khazanah
keilmuan bagi pengembang ilmu pengetahuan di bidang ilmu komunikasi
khususnya Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Salatiga.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperluas
wawasan dan mengembangkan pengetahuan bagi mahasiswa atau pihak-
pihak yang ingin mengetahui apa itu program non-profit “SAKSI (Satu
8
Kamera Sejuta Inspirasi)” di TVRI Jawa Tengah dan pada umumnya bagi
para pengelola stasiun televisi agar dijadikan sebagai sarana alternatif
untuk mempertahankan dan menyebarkan nilai-nilai edukasi secara efektif
dan efisien.
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menghidari terjadinya kesamaan terhadapa penelitian yang sudah
ada sebelumnya maka penulis mengadakan penelusuran terhadap penelitian-
penelitian yang telah ada sebelumnya, diantaranya sebagai berikut :
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Fauzan Hidayatullah tahun
2015 yang berjudul “Dakwah Rekreatif Ustadz Widjayanto Dalam Program
Cerita Hati (Spesial Ramadhan) Kompas TV”. Dalam skripsinya ia lebih banyak
mengambil pesan-pesan dakwah rekreatif dengan pendekatan kualitatif.
Kedua, skripsi yang ditulis Syafrian Akbar tahun 2010 yang berjudul
“Televisi Sebagai Media Dakwah (Analisis Produksi Siaran Program ’Ust.
Haryono’ di JakTV)”. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif untuk
mengetahui proses produksi dengan menjelaskan atau memaparkan proses
produksi siaran program “Ust. Haryono”. Dalam pelaksanaannya, program Ust.
Haryono memiliki tahapan yaitu praproduksi, produksi dan pasca produksi. Di
mana setiap tahap memiliki keterkaitan yang bekesinambungan dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya.
Ketiga, skripsi yang berjudul “Analisis Isi Pesan Dakwah Film
Perempuan Berkalung Sorban” yang disusun oleh Siti Muti’ah tahun 2010.
9
Dalam skripsinya ia mengambil pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam film
Perempuan Berkalung Sorban, film ini menceritakan tentang perjuangan seorang
wanita yang mempunyai pemikiran cukup radikal di kalangan dunia pesantren,
mulai dari pertanyaan tentang hak-hak wanita yang seperti dikebiri oleh para
lelaki atau suami sampai menuju pergailam di dunia modern.
Berdasarkan dari beberapa penelitian tersebut di atas berbeda dengan
penelitian ini, di mana pada penelitian pertama lebih melihat pada pesan dakwah
yang lebih spesifik yaitu pesan dakwah rekreatif, yang kedua yaitu mengkaji
proses produksi siaran, dan ketiga pesan dakwah dalam film. Pada penelitian
pertama dan kedua mempunyai kesamaan yaitu mengkaji media televisi.
Sedangkan dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada pendekatan pesan
dakwah dan metode dakwah dalam setiap episode yang ditayangkan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan pendekatan penelitian
Berdasarkan pendekatan yang digunakan, penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moloeng
(2013:56), menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sementara itu,
teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Metode deskriptif
bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi
tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.
10
2. Sumber data
Menurut Lofland yang dikutip oleh Moleong (2013: 157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain. Berkaitan dengan hal
itu pada bagian ini jenis datanya dibagi dalam kata-kata dan tindakan, sumber
data tertulis, dan foto.
3. Teknik pengumpulan data
a. Data primer
Sumber data primer merupakan data yang paling utama dalam
sebuah penelitian. Adapun sumber utama dalam penelitian ini adalah
rekaman video program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi)
yang telah diunggah ke YouTube dengan nama akun saksitvrijateng,
transkrip dialog yang berkaitan dengan pesan dakwah, beberapa
screenshot video.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data pendukung atau pelengkap
dari data primer. Data sekunder dalam penelitian ini di antaranya adalah
buku-buku, karya ilmiah, jurnal, internet dan sumber-sumber lain yang
ada relevansinya terhadap penelitian ini.
4. Teknik analisis data
Analisis data merupakan pencandraan dan penyusunan transkip
interview serta material yang lain yang telah terkumpul (Danim, 2002: 209).
11
Pengolahan atau analisis data dilakukan setelah adanya data terkumpul dari
hasil pengumpulan data. Analisis data sering disebut sebagai pengolahan data.
Ada yang menyebut data preparation, ada pula data analysis (Arikunto,
2002:209).
Selanjutnya, peneliti melakukan pengumpulan data dan meneliti
terhadap informasi yang kurang jelas. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan, proses ini berlangsung terus
menerus. Reduksi data meliputi: meringkas data, memberi kode,
menelusuri tema.
b. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,
sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif, dapat berupa teks
naratif, maupun matriks, grafik, jaringan, dan bagan. (Miles dan
Huberman, 1992:32).
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini lebih mudah dipahami, maka tentunya perlu
dibuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
12
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini memuat tentang: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi tentang pengertian analisis ini, tinjauan tentang pesan
dakwah, ruang lingkup dakwah yang terdiri dari pengertian, unsur-
unsur dakwah, media dakwah dan ruang lingkup televisi yang terdiri
dari pengertian televisi, sejarah dan perkembangannya, serta televisi
sebagai media dakwah.
BAB III : Gambaran Umum
Berisikan tentang gambaran singkat program non-profit SAKSI (Satu
Kamera Sejuta Inspirasi)
BAB IV : Pembahasan
Berisikan tentang analisis pesan dakwah dan metode dakwah yang
dipakai dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah dalam episode Buya Syafi’i Ma’arif,
Emha Ainun Nadjib, Mahfud MD.
BAB V : Penutup
Berisi tentang kesimpulan, saran dan penutup.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Analisis Isi
Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
secara mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis, atau tercetak dalam media
massa (Bambang, 2004:79). Analisis isi juga dapat dikatakan sebagai suatu
teknik penelitian untuk memperoleh gambaran isi pesan komunikasi massa yang
dilakukan secara obyektif, sistematis, dan relevan secara sosiologis, uraian
analisisnya boleh saja menggunakan tata cara pengukuran kuantitatif atau
kualitatif bahkan keduanya sekaligus (Zulkarimein, 1993: 213).
Dari beberapa definisi di atas maka muncullah prinsip analisis isi :
(Rachmat, 2007: 229)
1. Prinsip sistematik
Ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis.
Periset tidak dibenarkan menganalisis hanya pada isi yang sesuai pada
perhatian dan minatnya. Tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah
ditetapkan untuk diriset.
2. Prinsip objektif
Hasil analisis tergantung pada prosedur riset, bukan pada orangnya.
Kategori pesan yang sama bila digunakan untuk isi yang sama dengan
prosedur yang sama, maka hasilnya harus sama, walaupun risetnya berbeda.
14
3. Prinsip kuantitatif
Mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai
jenis isi yang didefinisikan. Diartikan juga sebagai prinsip digunakannya
metode deduktif.
4. Prinsip isi yang nyata
Yang diriset dan dianalisis adalah isi yang tersurat (tampak) bukan makna
yang dirasakan periset. Perkara hasil akhir dari analisis nanti menunjukkan
adanya sesuatu yang tersembunyi, hal itu sah saja. Namun semuanya bermula
pada analisis terhadap isi yang tampak.
Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi. Baik surat kabar, radio, berita, televisi, iklan, maupun semua bahan-
bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat
menggunakan analisis isi sebagai teknik metodologi penelitian (Bambang, 2004:
79).
B. Dakwah
1. Pengertian dakwah dan tujuan dakwah
Secara etimologi, dakwah berasal dari akar kata da’aa-yad’uu yang
mengandung arti mengajak, menyeru, mengundang, mendorong ataupun
memohon (Bahri, 2008:17). Begitu banyaknya, makna “dakwah” secara
bahasa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, namun secara keseluruhan
memiliki makna yang sama yakni mengajak, menyeru, memanggil, terhadap
15
jiwa-jiwa yang fitrah untuk kembali ke agama Islam yang disebarluaskan
dengan cara damai.
Adapun secara terminologi, dakwah merupakan segala aktivitas yang
dilakukan secara terorganisir, untuk mengajak seseorang atau lebih kepada
jalan yang lurus (ash shiroth al mustaqiim) (Abdillah, 2012:2).
Definisi dakwah secara terminologi memiliki arti yang beraneka
ragam. Beberapa ahli ilmu dakwah memberikan definisi terhadap istilah
dakwah tergantung pada sudut pandang mereka masing-masing. Sehingga
antara definisi menurut ahli satu dengan yang lainnya senantiasa terdapat
persamaan dan perbedaan. Pengertian dakwah secara terminologi menurut
beberapa pakar keilmuan, diantaranya : (Bahri, 2008:20)
a. Dr. Muhammad Sayyid Al-Wakil mendefinisikan, “Dakwah ialah
mengajak dan mengumpulkan manusia untuk kebaikan serta
membimbing mereka kepada petunjuk dengan cara ber-amar makruf nahi
munkar.”
b. Dakwah menurut H. M. Arifin, M.Ed. mengandung pengertian sebagai
suatu ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan
sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha
mempengaruhi oran lain, baik secara individual maupun secara
kelompok, agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap
penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message
yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.
16
c. Menurut Drs. H. Masyhur Amin, dakwah adalah suatu aktivitas yang
mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana,
dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini
(dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat).
d. Sementara itu Jamaludin Kafie berpendapat, “Dakwah adalah suatu
sistem kegiatan dari seseorang, sekelompok, segolongan umat Islam
sebagai aktualisasi imaniah yang dimanifestasikan dalam bentuk seruan,
ajakan, panggilan, undangan, dan doa, yang disampaikan dengan ikhlas
dan menggunakan metode, sistem, dan teknik tertentu, agar mampu
menyentuh qalbu dan fitrah supaya dapat mempengaruhi tingkah lakunya
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Senada dengan pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa
dakwah merupakan suatu usaha untuk mengubah keadaan manusia baik
individu atau kelompok masyarakat dari segala aspek baik dari segi aqidah,
keyakinan, ibadah, perbuatan manusia itu sendiri, dari keadaan yang kurang
baik menjadi lebih baik sesuai dengan ajaran Islam yang berdasarkan kepada
Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Kata “dakwah” mencakup aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkar.
Karena kegiatan amar ma’ruf merupakan praktek dakwah untuk mengajak
orang melakukan dan mengikuti kebaikan, sedang kegiatan nahi munkar
merupakan pelaksanaan dakwah untuk mengajak orang menjauhi dan
meninggalkan segala perbuatan munkar dan jelek.
17
Pada dasarnya, dakwah bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan
kehidupan individu dan masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera yang
dinaungi oleh kebahagiaan baik jasmani maupun rohani, dalam pancaran sinar
agama Allah dengan mengharap ridha-Nya (Bambang, 2010:26).
Ada pandangan yang menyatakan bahwa dakwah hukumnya fardu ‘ain
yang didasarkan pada hadits Nabi SAW :
عيد ال عت رىسولى هللا صلى هللا عليه وسلم ي ىقول : عىن أىب سى دري رىضيى هللا عىنه قىالى : سىه بيىده، فىإن لى يىستىطع فىبلسىانه، فىإن لى يىستىطع فىبقىل به وىذىلكى مىن رىأىى منكم منكىرا ف ىلي غىي
[سلمرواه م] أىضعىف اإليىان
Artinya :
“Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata: Saya mendengar
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang
melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak
mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka
(tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya
iman”. (HR Muslim)
Dakwah juga bertujuan untuk mempertegas fungsi hidup manusia di
muka bumi ini, yang tidak lain adalah untuk mengabdi dan menyembah Allah
semata, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran :
نسى إل لي ىعبدون لىقت الن وىاإل وىمىا خى
Artinya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
18
Menyembah kepada Allah berarti memusatkan penyembahan hanya
kepada Allah semata, dengan menjalani segala sesuatu yang diperintahkan dan
menjauhi segala larangan-Nya. Dengan kata lain, semua kegiatan seorang
hamba, baik yang berupa ibadah terhadap Ilahi ataupun yang berupa
mu’amalah (amal perbuatan terhadap sesama manusia), semua itu dilakukan
dalam rangka persembahannya kepada Allah dan semata-mata mengharap
keridhaan dari-Nya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan, dakwah yaitu
mengajak manusia untuk mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-
larangan-Nya atau kembali kepada Islam dengan cara tertentu yang
mencerminkan suatu perubahan pada perilaku kehidupan terhadap orang yang
di ajak.
2. Unsur-unsur dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku
dakwah), mad’u (jama’ah atau pemirsa), materi dakwah.
a. Da’i
Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebutan
mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebutan ini
konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.
19
Nasarudin Latif mendefinisikan da’i adalah seorang muslim dan
muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi
tugas ulama (Munir, 2009:22).
Orang yang melakukan seruan ataupun ajakan disebut dengan
da’i, yakni orang yang menyeru. Akan tetapi, karena proses memanggil
atau menyeru adalah merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas
pesan tertentu, maka pelakunya disebut juga dengan istilah muballigh
(Mariah, 2000:12).
b. Mad’u
Mad’u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia, baik
laki-laki ataupun perempuan, tua maupun muda, miskin atau kaya,
muslim maupun non muslim, kesemuanya menjadi objek kegiatan
dakwah. Semua berhak menerima ajakan dan seruan ke jalan Allah
(Bahri, 2008:230).
Syaikh Muhammad Abduh, dalam Tafsir Al-Manar
menyimpulkan, bahwa dalam garis besarnya, umat yang dihadapi oleh
seorang pembawa dakwah (da’i) itu dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
golongan, yang masing-masingnya harus dihadapi dengan cara yang
berbeda-beda pula. Ketiga golongan tersebut adalah : (Bahri, 2008:231)
1) Golongan cerdik-cendikia yang cinta akan kebenaran, dan dapat
berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka
20
ini harus dipanggil hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dengan dalil-
dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh akal mereka
2) Golongan orang awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat
berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan
mauizhatul hasanah. Dengan anjuran dan didikan yang baik-baik, serta
dengan ajaran yang mudah untuk dipahami.
3) Golongan yang tingkat kecerdasannya berada di antara kedua golongan
tersebut. Golongan ini belum dapat dicapai dengan hikmah, juga tidak
akan sesuai jika dilayani seperti golongan awam. Salah satu ciri
mereka adalah suka membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas yang
tertentu, tidak sanggup secara mendalam. Kepada mereka ini yakni
dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya mereka mampu
berpikir secara sehat, dan pada praktiknya dilakukan dengan cara yang
lebih baik.
c. Materi atau pesan dakwah
Unsur lain yang selalu ada dalam proses dakwah adalah maddah
atau pesan dakwah. Maddah adalah isi pesan atau materi yang
disampaikan oleh da’i kepada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa
yang menjadi pesan dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri (Azis,
2004:94).
21
Pada prinsipnya, ketika berbicara maka kata-kata yang diucapkan
adalah pesan (messages). Ketika menulis surat maka apa yang dituliskan
adalah pesan. Jika menonton televisi maka program yang disaksikan atau
dengar adalah pesan. Pesan memiliki wujud (physical) yang dapat
dirasakan atau diterima oleh indra. Dominick mendefinisikan pesan
sebagai : the actual phisical product that the source encodes. (produk
fisik aktual yang telah dienkoding sumber) (Morissan, 2013:19).
Keseluruhan ajaran Islam yang menjadi materi dakwah bersumber
dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena luasnya ajaran Islam itu maka
setiap da’i harus selalu berusaha dan tidak bosan-bosannya mempelajari
Al-Qur’an, Hadits, dan kitab-kitab lainnya. Semakin kaya seorang da’i
dengan materi atau pesan dakwahnya, semakin segar dan mempesona
pesan yang disampaikan (Azis, 2004:104). Sebagaimana yang tertuang
dalam Al-Qur’an surah An-Nissa ayat 58:
مركم اللى إن ت ت ؤىدوا أىن يى ا إلىى الىمىانى إذىا أىهلهى متم وى تىكموا أىن الناس بىيى حىكىا اللى إن بلعىدل به يىعظكم نعم
يعا كىانى اللى إن بىصي سى
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nissa: 58).
22
Ajaran yang dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah SAW, kepada
umatnya ini meliputi aspek duniawi dan ukrawi, yang tentunya materi
yang harus diserukan dalam dakwah pun menjadi luas sekali. Adapun di
antara materi-materi tersebut dapat diringkas menjadi beberapa pokok
bahasan, diantaranya : (Bahri, 2008:235)
a. Akidah Islam, yang meliputi tauhid dan keimanan.
b. Pembentukan pribadi yang sempurna, dengan berpondasikan pada
nilai-nilai akhlaqul karimah.
c. Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur.
d. Kemakmuran dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat
Sumber dari keseluruhan materi yang didakwahkan, pada dasarnya
merujuk pada Al-Qur’an, Hadits Rasulullah SAW, ra’yu para ulama, serta
beberapa sumber lainnya.
3. Media dakwah
Kata “media” merupakan jamak dari bahasa Latin yaitu medium, yang
berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media berarti segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat
dirumuskan bahwa media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan (Asmuni, 1993:163).
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat
menggunakan berbagai media yang menjadi elemen vital serta urat nadi dalam
23
totalitas dakwah itu sendiri. Adapun media dakwah yang dapat dimanfaatkan
antara lain : (Bahri, 2008:236)
a) Lisan
Da’wah bil lisan yaitu penyampaian informasi atas pesan dakwah
melalui lisan. Termasuk dalam bentuk ini adalah ceramah, khutbah,
tausyiah, pengajian, pendidikan agama (lembaga pendidikan formal),
kuliah, diskusi, seminar, nasihat, dan lain sejenisnya.
b) Tulisan
Da’wah bil qalam yaitu penyampaian materi dakwah dengan
menggunakan media tulisan. Termasuk dalam jenis ini adalah buku-buku,
majalah, surat kabar, risalah, buletin, brosur, dan lain sejenisnya. Dalam
memanfaatkan media ini, hendaknya ia ditampilkan dengan gaya bahasa
yang lancar, mudah dicerna, dan menarik minat publik, baik mereka yang
awam maupun kaum terpelajar.
c) Audio visual
Dakwah dengan menggunakan media audio visual merupakan
suatu cara penyampaian yang merangsang penglihatan serta pendengaran
audience. Yang termasuk dalam jenis ini adalah televisi, film, sinetron,
sandiwara, drama, teater, dan lain sebagainya. Terkadang, pesan yang
disampaikan melalui media ini, cenderung lebih mudah diterima oleh
audience, bahkan dapat membentuk karakter mereka. Materi dakwah
yang dikemas dalam bentuk hiburan akan cenderung lebih disukai
24
daripada dakwah yang disampaikan melalui ceramah keagamaan yang
kaku, apalagi membosakan.
d) Uswah dan qudwah hasanah
Yaitu cara penyampaian dakwah yang dilakukan dalam bentuk
perbuatan nyata. Ia tidak banyak berbicara, namun langsung
mempraktikkannya. Ia tidak menganjurkan, tetapi langsung memberi
contoh kepada mad’u-nya. Termasuk dalam bentuk ini adalah bergaul
bersama masyarakat dengan menunjukkan keluhuran budi pekerti,
menyediakan diri untuk membantu orang lain, turut serta dalam
meramaikan masjid, dan lain sebagainya.
Penggunaan media dakwah disesuaikan dengan situasi dan kondisi si
penerima pesan dakwah (mad’u) agar lebih memahami pesan dakwah yang
disampaikan agar tidak menimbulkan keraguan dari pesan dakwah yang
diterimanya.
Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai media yang dapat
merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk
menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif media yang dipakai semakin
efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang menjadi
sasaran dakwah.
25
Penyampaian dakwah dibagi menjadi tiga golongan yaitu : (Ilaihi,
2010:107)
a) The spoken words (yang berbentuk ucapan)
Yang termasuk kategori ini adalah alat yang dapat mengeluarkan
bunyi, karena hanya dapat ditangkap oleh telinga; disebut juga dengan the
audial media yang biasa dipergunakan sehari-hari seperti telepon, radio,
dan sejenisnya.
b) The printed writing (yang berbentuk tulisan)
Yang termasuk di dalamnya adalah barang-barang tercetak, gambar-
gambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar, majalah, dan
sebagainya.
c) The audio visual (yang berbentuk gambar hidup)
Yaitu merupakan penggabungan golongan di atas, yang termasuk ini
adalah film, televisi, video, dan sebagainya.
4. Metode dakwah
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang merupakan
gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau
sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah, atau cara. Jadi, metode bisa
diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh. (Bahri, 2008:238).
Pengertian metode dakwah adalah metode yang dilalui seorang da’i dalam
menyampaikan dakwahnya, atau metode yang dipakai dalam penerapan
pendekatan dakwah.
26
Metode dakwah merupakan suatu jalan atau cara yang dipakai juru
dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah. Dalam menyampaikan
sesuatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, suatu pesan
walaupun baik, akan tetapi disampaikan dengan metode yang tidak benar,
pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Dalam “Ilmu Komunikasi”
ada jargon “the Methode is message” (Anwar, 2004:15). Maka dari itu
kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dalam memakai metode
sangat memengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah.
Prinsip penggunaan metode dakwah Islam sudah tertera dalam QS An-
Nahl ayat 125 :
ة بيل رىب كى بلكمى ادلم بلت هيى أىحسىن إن رىبكى هوى أىعلىم وىالمىوعظىة الىسىنىة ادع إلى سى وىجىبيله وىهوى أىعلىم بلمهتىدينى بىن ضىل عىن سى
Artinya :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan
pelajaran pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS
An-Nahl:125)
Secara garis besar dari ayat tersebut terdapat tiga pokok metode
dakwah, yaitu :
a. Bil hikmah, berdakwah dengan memerhatikan situasi dan kondisi sasaran
dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga di
27
dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam, mereka tidak lagi merasa
terpaksa atau keberatan.
b. Mauizatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat
atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang,
sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan dapat menyentuh
hati mereka.
c. Mujadalah billati hiya ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar
pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak
memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada sasaran dakwah.
Pada prinsipnya, jika ditinjau dari sudut pandang yang lain metode
dakwah dapat dilakukan dengan berbagai metode dalam pelaksanaannya.
Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut : (Amin, 2013:101-104)
a. Metode ceramah
Metode ceramah merupakan suatu teknik dakwah yang banyak
diwarnai oleh ciri-ciri karakteristik bicara seorang da’i pada suatu
aktivitas dakwah. Metode ini harus disertai dengan keahlian khusus agar
dapat dimengerti oleh pendengar dan merasa simpatik dengan
ceramahnya.
Metode ceramah adalah sebagai metode dakwah bil lisan yang
dapat berkembang menjadi metode lain, seperti metode diskusi dan tanya
jawab.
28
b. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan
menggunakan tanya jawab untuk merangsang perhatian penerima
dakwah. Di samping itu, metode ini dipandang cukup efektif apabila
ditempatkan dalam usaha dakwah sehingga terjadi hubungan timbal balik
antara subjek dakwah dengan objek dakwah.
c. Metode diskusi
Diskusi yang dimaksudkan adalah sebagai pertukaran pikiran (ide,
gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang secara lisan
dengan membahas suatu permasalahan tertentu yang dilaksanakan dengan
teratur.
Dakwah dengan metode diskusi dapat memberikan peluang untuk
memberi sumbangan pemikiran terhadap suatu permasalahan dalam
materi dakwah. Tambahan lagi, metode diskusi dapat memperluas
pandangan tentang materi dakwah yang didiskusikan dan terlatih untuk
berpikir secara kreatif dan logis (analisis) dan objektif.
d. Metode keteladanan
Dakwah dengan metode keteladanan berarti suatu cara penyajian
dakwah dengan memberikan keteladanan langsung sehingga mad’u akan
tertarik untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkannya. Metode ini
dapat dipergunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, cara
29
bergaul, cara beribadah, dan segala aspek kehidupan manusia. Nabi
sendiri merupakan teladan bagi setiap manusia.
C. Tinjauan Tentang Televisi
1. Pengertian televisi
Televisi berasal dari bahasa Yunani “tele” yang berarti jarak jauh, dan
“vision” yang berarti penglihatan (Lathief, 1989:221). Adapun televisi dalam
eksiklopedi nasional mempunyai pengertian, televisi adalah pengubah gambar
(serta suara) menjadi sinyal listrik kemudian disalurkan dengan perantara
kabel atau gelombang elektromagnetik untuk diubah menjadi bentuk semula
oleh pesawat penerima (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 194).
Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, televisi adalah pesawat
sistem penyiaran gambar objek yang bergerak yang disertai dengan bunyi
(suara) melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya
(gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dengan mengubahknya
menjadi berkas cahaya yang dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan
untuk penyiaran, pertunjukan, berita, dan sebagainya (KBBI, 1998:191).
Menurut catatan Agee, et al, siaran percobaan televisi di Amerika
Serikat dimulai pada tahun1920-an. Para ilmuwan terus mengembangkan
teknologi komunikasi dalam bentuk televisi ini. Antara tahun 1890 dan 1920,
sekelompok ilmuwan Inggris, Prancis, Rusia, dan Jerman menyarankan
pengembangan teknik-teknik transmisi gambar televisi. John L Baird, sebagai
penemu dari Skotlandia, memeragakan pertama kali teknologi gambar hidup
30
televisi di London tahun 1926. Sejak itu televisi dapat menayangkan gambar-
gambar hidup seperti film layar lebar. Sementara itu, The English Derby
membuat movie house (film televisi) pada tahun 1923. British Broadcast
Corporation (BBC) merupakan televisi siaran pertama di dunia yang
membuat jadwal televisi secara teratur pada 2 November 1936 (Elvinaro et al,
2014:134).
Jelas televisi siaran untuk dapat diterima di rumah harus melalui
proses-proses tertentu. Kecanggihan yang ada pada televisi ini bila tidak
ditunjang dengan sumber daya manusia menyebabkan televisi yang diterima
menjadi tontonan yang membosankan. Karenanya untuk menjadikan televisi
siaran ini tetap survive maka dibutuhkan tenaga-tenaga yang handal di
bidangnya dan juga manajerial yang kua, setidaknya ada delapan hal yang
harus dimiliki individu-individu di televisi siaran, individu yang handal
tersebut harus memiliki :
a) Keahlian di bidang masing-masing
b) Tanggung jawab profesi
c) Kreativitas
d) Sifat untuk bekerja sama
e) Kepemimpinan yang bijaksana
f) Kesadaran pada fungsinya masing-masing
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa televisi
adalah alat atau benda untuk menyiarkan siaran-siaran yang membawakan
31
suara dan gambar sekaligus dan dari siaran televisi penonton dapat mendengar
dan melihat gambar yang disajikan. Stasiun televisi merupakan suatu tempat
terpusatnya kegiatan dari suatu organisasi penyiaran (Darwanto, 1994:46).
Televisi merupakan media yang dapat mendominasi media massa karena
sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan.
2. Sejarah dan perkembangan televisi
Penemuan televisi telah melalui berbagai eksperimen yang dilakukan
oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh
James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada
tahun 1920. Paul Nipkow dan William Jenkins melalui eksperimennya
menemukan metode pengiriman gambar melalui kabel. Televisi sebagai
pesawat transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan metode
mekanikal dari Jenkins. Pada tahun 1928 General Electronic Company mulai
menyelenggarakan acara siaran televisi secara reguler. Pada tahun 1939
Presiden Franklin D. Roosevelt tampil di layar televisi. Sedangkan siaran
televisi komersial Amerika dimulai pada 1 September 1940 (Elvinaro et al,
2014:136).
Televisi yang muncul setelah media cetak dan radio, ternyata
memberikan nilai yang menakjubkan dalam sisi pergaulan hidup manusia
pada saat sekarang ini baik terhadap pola perilaku, pola pikir, budaya, dan
sebagainya. Dewasa ini hampir setiap negara memiliki stasiun pemancar
32
televisi sendiri. Bahkan pemirsa di rumah menikmati siaran dari berbagai
penjuru dunia melalui parabola yang berfungsi sebagai sambungan satelit.
Kegiatan penyiaran melaui media televisi di Indonesia dimulai pada
tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan
Pesta Olahraga se Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula
Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai
panggilan stasiun (station call) hingga sekarang. Selama tahun 1962-1963
TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala
kesederhanaannya (Elvinaro et al, 2014:136).
Saat itu, masyarakat Indonesia disuguhi tontonan realita yang begitu
memukau, meskipun hanya siaran televisi hitam putih, tetapi siaran pertama
televisi di Indonesia itu menjadi momentum yang sangat bersejarah.
Sementara puncak ketenaran (booming) televisi di Indonesia sendiri dimulai
tahun 1992 ketika RCTI mulai mengudara dengan bantuan decoder atau alat
pemancar. Saat ini, di Indonesia sudah mengudara satu televisi pemerintah,
yakni TVRI, dan beberapa televisi swasta, antara lain SCTV, MNC, ANTV,
Indosiar, MetroTV, Trans TV, Trans 7, TVOne, Global TV, serta stasiun-
stasiun lokal seperti, O Channel, Jak TV, CTV Banten, dan lain-lain
(Askurifai, 2006:12).
Bagi masyarakat Indonesia, televisi bukan merupakan barang baru
lagi. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kepemilikan televisi yang terus
meningkat setiap tahunnya dengan kecanggihan teknologinya yang juga
33
semakin meningkat. Seperti pada mulanya televisi yang pada awalnya hitam
putih menjadi berwarna, dengan kecanggihan yang disesuaikan dengan
perkembangan jaman. Semua stasiun televisi telah hadir setiap hari di tengah
masyarakat Indonesia dengan menyajikan program tayangan yang beraneka
ragam, dari yang bersifat hiburan, pendidikan, dan lain sebagainya.
D. Televisi Sebagai Media Dakwah
Berdakwah menggunakan media teknologi komunikasi (televisi),
merupakan salah satu bentuk pengoptimalan fungsi teknologi tersebut. Kegiatan
dakwah pada dasarnya tidak berbeda dengan kegiatan komunikasi secara umum.
Dalam berkomunikasi kecanggihan media di samping komponen lain,
komunikator, isi pesan, komunikan dan feedback, merupakan salah satu faktor
sukses tidaknya suatu aktivitas komunikasi.
Di era modern saat ini dakwah tidak hanya dilakukan dengan cara
langsung bertatap muka antara da’i (penceramah) dengan mad’u (masyarakat
yang diceramahi). Namun dengan memanfaatkan media atau wasilah dakwah
juga dapat dilaksanakan. Azis (2004) menjelaskan bahwa pada dasarnya dakwah
dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indra-inda manusia
serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan
efektif wasilah yang dipakai maka semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran
Islam pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah. Pemakaian media
(terutama media massa) telah meningkatkan intensitas, kecepatan, dan jangkauan
komunikasi yang dilakukan umat manusia terutama bila dibandingkan sebelum
34
adanya media massa seperti pers, radio, televisi, internet, dan sebagainya. Oleh
karena itu sudah seyogyanya bagi para da’i memanfaatkan peluang ini dalam
menyebarkan ajaran Islam diantaranya menggunakan televisi (Atabik, 2013:194).
Diyakini hingga hari ini media televisi mampu menembus tembok kamar
tidur keluarga yang tidak mungkin ditembus oleh individu. Besarnya magnet
media terhadap khalayak menjadikan televisi mampu menyedot perhatian
pemirsa 5-6 jam untuk menonton acara televisi dengan jumlah penonton
mencapai 94%. Lebih lanjut aksi media lewat tampilannya yang berulang dapat
memberikan efek pengaruh terhadap masyarakat sebagai konsumen baik individu
atau kelompok (Juniawati, 2014:216).
Muhyidin (2002) menjelaskan, sebagai sebuah sarana televisi sebagai
media dakwah mempunyai kelebihan dibanding media lain. Kelebihan televisi
sebagai media dakwah jika dibandingkan dengan media yang lainnya adalah
sebagai berikut : (Atabik, 2013:196)
a) Televisi memiliki jangkauan yang sangat luas sehingga ekspansi dakwah
dapat menjangkau tempat yang lebih jauh. Bahkan pesan-pesan dakwah
bisa disampaikan pada mad’u yang berada di tempat-tempat yang sulit
dijangkau.
b) Televisi mampu menyentuh mad’u yang heterogen dan dalam jumlah
yang besar. Hal ini sesuai dengan salah satu karakter komunikasi massa
yaitu komunikan yang heterogen dan tersebar. Kelebihan ini jika
dimanfaatkan dengan baik tentu akan berpengaruh positif dalam aktifitas
35
dakwah. Seorang da’i yang bekerja dalam ruang yang sempit dan terbatas
bisa menjangkau mad’u yang jumlahnya bisa jadi puluhan juta dalam satu
sesi acara.
c) Televisi mampu menampung berbagai varian metode dakwah sehingga
membuka peluang bagi para da’i memacu kreatifias dalam
mengembangkan metode dakwah paling efektif.
d) Media televisi bersifat audio visual. Hal ini memungkinkan dakwah
dilakukan dengan menampilkan pembicaraan sekaligus visualisasi berupa
gambar.
Kehadiran televisi dengan berbagai stasiun televisi baik nasional maupun
swasta secara tidak langsung menjadikan alternatif tontonan yang sangat luas.
Televisi sangat efektif untuk kepentingan dakwah, karena kemampuannya yang
dapat menjangkau daerah yang cukup luas dengan melalui siaran gambar
sekaligus narasinya (suaranya). Dakwah melalui televisi dapat dilakukan dengan
cara baik, dalam bentuk ceramah, sandiwara, ataupun drama. Dengan melalui
televisi seorang pemirsa dapat mengikuti dakwah, seakan ia berhadapan dan
berkomunikasi langsung di hadapan da’i. Sangat menarik dakwah melalui
televisi, dan apalagi jika da’i benar-benar mampu menyajikan dakwahnya dalam
suatu program yang mudah dan disenangi berbagai kalangan masyarakat
(Muhaimin, 1994:87).
36
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Program Non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah
Program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) merupakan
proogram yang ditayangkan di TVRI Jawa Tengah. Program ini menggali
inspirasi dari tokoh-tokoh penting dalam bidangnya dengan mengungkap
pemikiran-pemikiran, ide-ide, dan tindakan dari tokoh dalam mencapai
kesuksesannya.
Program ini bersifat non-profit, yaitu mempunyai tujuan yang tidak
komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba
(keuntungan).
Dalam proses produksi SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) melalui 3
tahapan yaitu: pra produksi, produksi, pasca produksi. Pada tahap ini kegiatan
awal yang dilakukan dalam proses produksi SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi) adalah persiapan atau pra-production. Dalam hal ini adalah
menetapkan narasumber, kemudian waktu dan lokasi shooting yang disesuaikan
dengan narasumber, lalu selanjutnya menentukan topik pembahasan yang
dilakukan oleh Rifqi Aulia Erlangga sebagai producer, screnwriter, sekaligus
presenter program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi).
37
Pada tahapan selanjutnya yaitu produksi, dalam hal ini tim produksi
memulai untuk shooting dengan melibatkan penggunaan peralatan-peralatan
yang rumit dan koordinasi sekelompok individu yang memiliki kemampuan
teknis untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada penonton.
Pelaksanaan produksi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya pada tahapan pra produksi.
Tahapan pada proses pasca produksi merupakan tahap penyelesaian dan
mengemas tayangan setelah shooting. Pasca produksi adalah semua kegiatan
setelah proses produksi sampai materi selesai dan siap ditayangkan. Pelaksanaan
pasca produksi melibatkan editor yang mempunyai tugas memotong, dan
memilah gambar.
Program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) mempunyai
durasi penayangan selama 30 menit dimulai pada pukul 15:30 - 16:00 WIB setiap
hari Minggu.
B. Tujuan dan Sasaran
SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) adalah program non-profit acara
talk show yang dikemas dengan sederhana, ringan, dan menarik sehingga tidak
sulit mengerti dan memahami acara dan tema apa yang disajikan. Tujuan dari
program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) ini dalam setiap
produksinya menghadirkan sosok tokoh yang dinilai mampu membangkitkan
semangat agar orang lain tidak pantang menyerah, selalu antusias dan semangat,
dan selalu berusaha bangkit dari keterpurukan, serta melakukan tindakan nyata
38
untuk menjadikan hidup menjadi lebih baik supaya dapat memberikan sebanyak
mungkin manfaat bagi orang banyak.
Karena dikemas dengan ringan, maka penonton atau audiens dalam
program ini tidak dibatasi secara tingkatan umur. Anak-anak, remaja, dan orang
dewasa sasaran utama dari terbentuknya program non-profit SAKSI (Satu
Kamera Sejuta Inspirasi).
C. Kerabat Kerja
Sutradara : Ahmad Shofiudin Latif
Produser : Rifqi Aulia Erlangga
Eksekutif Produser : Ahmad Shofiudin Latif
Editor : Billy Anderson
Penulis Naskah : Rifqi Aulia Erlangga
Editor Naskah : Billy Anderson
D. Cuplikan Gambar Video Saksi (Satu Kamera Sejuta Inspirasi)
Gambar 1. Sumber : Bumper-in video SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi)
39
Gambar 2. Sumber : Wawancara dengan Buya Syafi’i Ma’arif
Gambar 3. Sumber : Wawancara dengan Mahfud MD
Gambar 4. Sumber : Wawancara dengan Emha Ainun Nadjib
40
Dari beberapa cuplikan gambar di atas diambil dari video SAKSI (Satu
Kamera Sejuta Inspirasi) yang telah diunggah di YouTube yang menggambarkan
seorang presenter sedang bersama narasumber diantaranya adalah; Buya Syafi’i
Ma’arif, Mahfud MD, dan Emha Ainun Nadjib.
E. Transkrip Dialog
1. Episode Mahfud MD
Judul : SAKSI Episode Mahfud MD
Diunggah Hari/Tanggal : 16 September 2013
Pembawa Acara : Rifqi Aulia Erlangga
Narasumber : Mahfud MD
Gambar 5. Sumber : Episode Mahfud MD
R : Pak Mahfud MD di masa muda, waktu itu masa yang paling krusial
untuk bapak itu pilihan apa?
M : Ketika saya remaja memang tidak banyak alur negatif yang relatif agak
cenderung merusak seperti saat ini. Saya hidup di masa remaja pada
tahun 70an, pada saat itu kita masih begitu bersahaja, narkoba hampir
41
tidak ada, dunia gemerlap tidak seperti sekarang, kemudian tantangan
materialisme juga tidak terlalu banyak sehingga waktu muda saya
banyak belajar, membaca buku. Ketika saya masih semester akhir di
sebuah perguruan tinggi di Jogja saya menikah dengan istri saya.
R : Kira-kira bapak bisa sampaikan untuk menyelamatkan mereka anak-anak
muda, apakah harus mengurung diri di perpustakaan atau bapak punya
saran lain.
M : Yang penting orang yang mengidolakan seseorang yang dianggap baik
itu satu hal yang sangat positif, itu artinya bangsa ini mempunyai
harapan bahwa ke depan itu kita masih punya kader-kader bangsa yang
peduli terhadap bangsa dan negara. Jamannya sudah lain, tidak harus
mengurung diri di perpustakaan karena kita sudah bisa belajar lewat
dunia maya, kalau saya dulu yang saya hadapi adalah real space,
sekarang cyber space. Saya kira remaja sekarang sudah harus bisa
menghadapi dunia maya. Saya juga sering menyarankan kepada anak-
anak muda untuk menguasai IT, ikuti perkembangan karena tanpa itu
kita juga tidak akan maju.
Perkembangan masyarakat dari waktu ke waktu semakin cepat, cepat
pertumbuhan isunya maupun cepat peredarannya, kalau kita terlambat
tidak mengikuti itu kita akan sulit maju. Perbanyak informasi dan
informasi itu harus dipilih yang positif.
42
R : Bapak sangat memperhatikan masalah pendidikan, banyak orang
belakangan ini yang sangat mendewa-dewakan prestasi yang tertulis
seperti di raport padahal tidak semua orang akademisnya bagus.
Komentar bapak untuk anak muda yang sebenarnya punya potensi lain
tapi tidak bakat sekolah, apa yang bisa bapak sampaikan?
M : Setiap potensi yang melekat pada diri manusia jika dikembangkan akan
memberi manfaat. Oleh sebab itu dikembangkan potensi yang setiap
orang miliki itu sesuai dengan kecenderungannya, ahli sepak bola jika
sungguh-sungguh juga bisa besar karena sepak bola, asal ditekuni saja
karena Tuhan memberi begitu banyak aspek kehidupan yang kemudian
menjadi kecenderungan masing-masing orang. Kegagalan seseorang
kadang kala karena dia tanggung, tidak berani mengambil resiko atas
apa yang ada dihadapannya. Oleh sebab itu, ia tidak mencoba, tidak mau
memaksimalkan potensi diri. Intinya adalah sungguh-sungguh.
R : Apa yang menjadi panggilan hati pak Mahfud sehingga saya harus
berkontribusi untuk negara?
M : Teorinya orang itu jika kebutuhan ekonominya minimal sudah terpenuhi
biasanya orang tidak butuh lagi soal ekonomi. Tapi ada teori lain
mengatakan sesudah kebutuhan ekonomi terpenuhi lalu orang
mempunyai kebutuhan lain yaitu aktualisasi. Mungkin itu yang
kemudian sekarang mendorong saya untuk bekerja di luar bidang
pendidikan, misal menjadi menteri, ketua MK, itu dalam rangka
43
aktualisasi diri. Saya ingin mengabdi untuk memperbaiki bukan
menguasai.
R : Anak muda jaman bapak dengan saat ini tantangannya lain, kontribusi
yang dilakukan terutama untuk negara karena yang apatis dengan negara
ini juga banyak. Cara sederhana untuk berkontribusi kepada negar ini
menurut pak Mahfud apa pak?
M : Anak muda harus tau bahwa negara ini punya semua modal yang
diperlukan untuk maju dan punya semua modal yang bisa kita berikan
kepada setiap warga negara untuk maju sehingga setiap anak muda
sekarang ini sebenarnya punya peluang untuk maju seperti yang lain.
Saya kira anak-anak muda harus punya harapan. Membangun
nasionalisme itu harus dengan mengenal potensi negeri sendiri. Jangan
sampai di bawa terlalu jauh oleh dunia maya dan saya ingin katakan
bahwa kemajuan setiap orang itu termasuk setiap anak muda itu hanya
tergantung pada usaha dia sekeras apa, itu akan menentukan masa depan
setiap orang.
R : Jadi selama kita optimis, kita kerja keras kita tidak berpangku tangan
terhadap kepemimpinan bapak yakin kita akan kecipratan suksesnya?
M : Saya yakin bahwa kesuksesan itu hanya bisa dibangun dengan
kesungguhan karena sumber daya yang dimiliki itu jauh lebih banyak
dibanding bangsa-bangsa lain.
44
R : Mana yang harus kita perbaiki lebih dulu apakah rakyatnya atau para
pemimpinnya?
M : Menurut saya itu simultan, artinya kesadaran kolektif itu harus diraih
oleh semua warga
2. Episode Buya Syafi’i Ma’arif
Judul : SAKSI Episode Buya Syafi'i Ma'arif
Diunggah Hari/Tanggal : 19 September 2013
Pembawa acara : Rifqi Aulia Erlangga
Narasumber : Buya Syafi'i Ma'arif
Gambar 6. Sumber : Episode Buya Syafi’ie Ma’arif
R : Buya dikenal sebagai orang yang keras terhadap pemerintah, komentarnya
sedikit tegas tapi entah kenapa tidak membuat orang sakit hati.
B : Saya mencintai Indonesia sepenuh hati dan saya tidak rela kalau bangsa
dan negara yang cantik ini dirusak oleh anak-anaknya sendiri dan itu terjadi
45
karena secara moral kita sudah lama pingsan atau koma. Inilah keadaan
yang harus kita perbaiki dan jangan tenggelam dalam pesimisme, jangan
tenggelam dalam keputusasaan. Dalam batas-batas apapun kita harus
berbuat sesuatu walaupun kecil tapi harus dilakukan secara maksimal.
R : Peluang Indonesia untuk lebih baik dalam perbaikan karakternya,
peluangnya besar atau tidak?
B : Ini sangat tergantung kepada pemimpinnya. Jika pemimpinnya baik akan
ada keteladanan bagi masyarakat. Money politic sangat merusak sekali
dapat menghancurkan pola bangsa, dan itu tidak bisa sembuh dalam waktu
dekat. Kita coba bersama-sama, media massa termasuk televisi dan tokoh-
tokoh agama dari semua golongan, kita coba bahwa bangsa ini menunggu
tangan dingin kita untuk memperbaiki keadaan yang sudah terlanjur agak
parah.
R : Lintas agama di Indonesia ini kan agamanya banyak, kepercayaannya
banyak, tapi kesannya itu mudah disulut. Saya tidak tau apa ada tujuan lain
dibalik perselisihan tapi kesan yang terlihat adalah damainya agama-agama
di Indonesia itu tidak semudah kelihatannya.
B : Bukan hanya antar muslim dan non-muslim, juga di dalam NU dan
Muhammadiyah kita mencoba merajut persaudaraan itu dalam rangka
memperbaiki modal bangsa.
R : Selebihnya bagaimana menurut Buya cara kita untuk menyampaikan
rajutan yang sama di tingkat elit agar bisa sampai tergerak menyeluruh.
46
B : Nah, kita memerlukan agen-agen di tingkat provinsi, kabupaten sampai ke
bawah. Untuk itu media menjadi sangat penting, televisi, surat kabar, dan
lain-lain.
R : Yang bisa kita lakukan sebagai rakyat biasa untuk dapat berkontribusi
untuk bangsa.
B : Kita perlu menciptakan critical mass kita harap akan muncul kantong-
kantong kekuatan rakyat sipil yang bersama-sama untuk memperbaiki citra
Indonesia yang cantik. Indonesia potensinya cantik sekali.
R : Orang seusia saya yang masih muda, banyak sekali yang di Indonesia
ingin ke luar negeri, ke Eropa, Amerika, namun Buya yang sudah ke mana-
mana mengakui dengan tulus dan jujur Indonesia itu jauh lebih cantik.
B : Cantik sekali, saya tidak bisa membayangkan kok ada dunia semacam ini.
Ini yang menurut saya kita harus sadar betul jangan sampai kita berkhianat
kepada bangsa. Dosa besar dan dusta besar.
R : Masalah pemimpin, lebih baik tidak memilih sama sekali atau memilih
yang terbaik diantara yang tidak bagus-bagus amat.
B : Ini negara demokrasi, kita memerlukan partisipasi dari rakyat dalam
berpolitik. Kita carilah yang pincang di antara yang lumpuh, yang baik
ideal memang sulit, kita cari yang terbaik lalu kita pantau terus. Bangsa ini
memerlukan tangan-tangan lembut yang betul-betul tampil secara optimal
dengan sepenuh hati.
R : Berarti syarat utamanya adalah cinta betul terhadap Indonesia.
47
3. Episode Emha Ainun Nadjib
Judul : SAKSI Episode Emha Ainun Nadjib
Diunggah Hari/Tanggal : 26 November 2013
Pembawa Acara : Rifqi Aulia Erlangga
Narasumber : Emha Ainun Nadjib
Gambar 7. Sumber : Episode Emha Ainun Nadjib
R : Saya memiliki kesempatan yang luar biasa karena bisa kembali
menghadirkan Cak Nun, atau Emha Ainun Nadjib. Saya ingin berbicara
mengenai kebangsaan bersama Cak Nun, saya pribadi berpikir dengan
banyaknya media saat ini seakan akan Indonesia antara mau maju dan tidak
maju tapi kok cenderung banyak negatifnya. Cak Nun punya komentar?
C : Terlalu jaih jika bicara negatif dan postitif, karena itu bisa secara ilmu,
moral, bisa secara budaya. Kita bicara kebangsaannya dulu, kita sudah
memilih untuk berdemokrasi, jadi kita bukan lagi jadi manusia Indonesia,
pilihannya menjadi manusia dunia. Kalau saya manusia jawa, saya benerin
48
betul sampai jawa bener-bener betul supaya saya bermanfaat untuk
Indonesia.
R : Berarti Cak Nun termasuk yang setuju kalau kita tidak usah berpikir yang
nasionalis sekali yang penting bermanfaat untuk lokasi yang kecil-kecil
dulu.
C : Metode apa saja kan selalu berbuatlah ibda’ binafsih (dimulai dari diri
sendiri), sebenarnya tidak usah jadi metode, itu sudah otomatis. Tapi
sekarang ini yang disebut manfaat saja juga tidak jelas. Kamu jadi
gubernur, pengusaha sukses, bermanfaat untuk keindonesiaan,
kemanusiaan, untuk moral atau untuk apa, hampir semua parameter
mengalami kelunturan. Saya cinta Indonesia dan saya coba bantu semampu
saya tapi saya bukan penganut Indonesia. Saya mau mengurusi karna
konteks saya bukan Indonesia, konteks saya adalah kemanusiaan. Cinta
sejati, dan apakah itu bagus untuk Indonesia. Bagus. Jadi kalau saya mau
membantu yang kemudian bernilai Indonesia pertimbangan saya bukan
Indonesia. Masyarakat punya resistensi moral, punya resistensi tentang
martabat, sebagai manusia itu ada martabatnya, kalau di lagu “Ilir-ilir” ada
dodotiro dodotiro kumintir itu artinya jarit atau selendang yang sobek di
sini (bagian paha) itu menjatuhkan martabat pemakainya, jadi tidak boleh
sobek.
Tidak usah bicara kebangsaan dulu, karena jadi manusia saja belum tentu
baik. Jadi makhluk dulu deh, kayak rumput, kalau sudah berkembang nanti
49
jadi binatang, ada dinamika tapi tidak cukup jadi binatang lalu ditambahi
akal deh jadi manusia. Setelah jadi manusia, supaya ada keterikatan dengan
Tuhan baca-baca firman melalui agama. Maka dari makhluk menjadi
tumbuhan, lalu menjadi binatang, dan meningkat jadi manusia, dan
meningkat menjadi hamba Allah, meningkat menjadi khalifatullah, dia
tidak hanya berkaitan dengan Tuhan tetapi mengerti tugasnya dari Tuhan,
dia mengerti perjanjiannya dengan Tuhan, maka dia menjadi khalifah. Nah,
urusan kebangsaan itu hanya bagian dari kekhalifahan.
R : Pada saat ini Indonesia itu yang paling utama, apakah ini hanya terjadi di
media saja atau memang seakan-akan spiritual di Indonesia kurang begitu
baik, cenderung menyalahkan orang yang tidak sama salah, itu memang
dominan atau memang hanya karena sedikit tapi sering di blow up oleh
media.
C : Media tidak ada urusannya dengan spiritualitas, moralitas. Mereka kan
pedagang dan kebetulan yang diperdagangkan adalah informasi, dan di
dalam muatan informasi itu bisa apa saja, bisa kambing sampai Tuhan.
Kalau spiritualitas diperlakukan secara tertentu dan itu memprihatinkan,
saya mengutip anak saya, dia bilang Islam sudah datang di Indonesia abad
7 menjelang 8, ketika Nabi Muhammad masih ada Islam sudah ke sini,
cuma yang datang ke sini tidak sengaja pedagang yang memang urusannya
dagang yang kebetulan mengerti Islam. Tapi selama 4 abad, 5 abad, Islam
50
tidak berkembang di Indonesia, nanti setelah wali songo baru Islam bener-
bener refolusi masa.
Sebab yang membawa pertama adalah pedagang, yang membawa kedua
ketika walisongo itu spiritualis, kenapa pedagang kok tidak laku karena
sejak dulu sebelum ada Islam, Hindu, Budha pun orang Nusantara ini
sudah manusia hebat, bahwa yang paling atas derajatnya itu spiritualis yang
punya kualitas hidup, yang dipercaya orang, yang bisa bikin orang nyaman.
Spiritualis itu nomor satu, baru nanti orang pinter secara ilmu pengetahuan,
baru orang sakti atau orang kuat, orang berkuasa, dan yang paling bawah
orang kaya.
R : Cak Nun, berarti tadi kalau Cak Nun sudah menceritakan banyak hal
tentang kondisi Indonesia salah satunya adalah terbalik bahwa orang kaya
menjadi nomor satu saat ini, orang memang “judge the book by its cover”
apa yang terlihat itu yang didewa-dewa kan. Saya antara malu tapi tidak tau
harus berbuat apa. Cak Nun, kira-kira masyarakat biasa-biasa itu harus
melakukan apa?
C : Jadi orang mungkin menyangka kalau saya bilang orang kaya yang paling
atas trus dipikir saya anti orang kaya. Tidak! Saya tidak anti kekayaan, saya
tidak anti dunia. Justru Tuhan menyuruh kita mengolah dunia tapi kita
tidak lebih tinggi dari yang kita olah. Saya tidak anti kekayaan, cuma
kekayaan jangan sampai mengatur kita. Anda mencari materi jangan
51
sampai menjadi kebutuhan primer dalam hidup Anda, yang primer adalah
martabat Anda, moral Anda, manfaat hidup Anda.
Di bidang kesehatan, kebudayaan, agama, politik, pendidikan, jangan
sampai berdagang di sini, ada yang bisa diperdagangkan misal meja di
kelas itu perdagangan, tapi ketika menjadi guru mengajar jangan dihitung,
transaksi ketika mengajar niati itu adalah dharma kita kepada Allah, ibadah
kepada Allah, bahwa efeknya dapat gaji alhamdulillah. Mayoritas orang
berlomba mencari materi tapi mayoritas mereka mengeluh soal materi.
Acara Anda ini non-profit, apakah Anda menjadi miskin karena ini, tidak
sama sekali, Anda mendapat rizki min haitsula yahtasib, dari tempat yang
tidak terduga-duga, rizki itu bisa bertambahnya teman, itu potensi rizki,
dan rizki tidak hanya berupa uang, bisa berupa apa saja karena seluruhnya
yang kita sebut tadi adalah integralitas.
R : Mudah-mudahan nanti Anda atau kami ingin bagaimana bisa berkontribusi
seminimal mungkin kepada bangsa Indonesia.
52
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Pesan Dakwah
1. Mahfud MD
a. Keutamaan pendidikan
Dalam dialog bersama Mahfud MD pada durasi 10:35, beliau
mengatakan:
“ketika saya remaja memang tidak banyak alur negatif yang relatif
agak cenderung merusak seperti saat ini. Saya hidup di masa remaja
pada tahun 70an, pada saat itu kita masih begitu bersahaja, narkoba
hampir tidak ada, dunia gemerlap tidak seperti sekarang, kemudian
tantangan materialisme juga tidak terlalu banyak sehingga waktu
muda saya banyak belajar, membaca buku. Ketika saya masih
semester akhir di sebuah perguruan tinggi di Jogja saya menikah
dengan istri saya”.
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju kedewasaan baik secara akal, mental,
maupun moral.
نسىانى من عىلىق الذي خىلىقى اق رىأ بسم رىب كى الذي اق رىأ وىرىبكى الىكرىم خىلىقى اإلنسىانى مىا لى ي ىعلىم عىلمى بلقىلىم عىلمى اإل
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang paling Pemurah, Yang mengajarkan
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-Alaq: 1-5)
53
Dan dalam firman Allah yang lain :
تعال هللا امللك الق وى لى تىعجىل بلقرأن من قىبل اىن يقضىى اليكى وحيه وىقل رىب زدن ف علما
Artinya :
“Dan katakanlah: Yaa Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan”. (QS Thaha :114)
b. Pentingnya harapan
Mahfud MD juga menyebutkan bahwa sebagai anak muda kita
harus tetap mempunyai harapan dan tidak berputus asa, karena hal itu
merupakan potensi untuk memperbaiki negara ini. Dalam durasi 10:02
beliau menyampaikan.
“Kegagalan seseorang kadang kala karena dia tanggung, tidak berani
mengambil resiko atas apa yang ada dihadapannya. Oleh sebab itu, ia
tidak mencoba, tidak mau memaksimalkan potensi diri. Intinya adalah
sungguh-sungguh”.
Hal ini ditegaskan dalam surat Az-Zumar ayat 53 :
ي ىغفر اللى إن قل يى عبىاديى الذينى أىسرىفوا عىلىىى أىن فسهم لى ت ىقنىطوا من رىحىة الل يعا الذنوبى إنه هوى الغىفور الرحيم جى
Artinya :
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
54
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (QS. Az-Zumar: 53)
c. Semangat nasionalisme
Seperti yang diungkapkan oleh Mahfud MD pada durasi 03:41
bahwa:
“Membangun nasionalisme itu harus dengan mengenal potensi negeri
sendiri. Jangan sampai di bawa terlalu jauh oleh dunia maya dan saya
ingin katakan bahwa kemajuan setiap orang itu termasuk setiap anak
muda itu hanya tergantung pada usaha dia sekeras apa, itu akan
menentukan masa depan setiap orang.”
Nasionalisme juga sangat penting karena dapat menumbuhkan
semangat perubahan bagi bangsa Indonesia. Al-Qur’an sebagai sumber
utama ajaran Islam telah menerangkan betapa pentingnya menjaga
persatuan dan kesatuan negara seperti dalam surat Ali Imran ayat 103,
sebagai mana berikut :
اء تم أىع دى عا وىلى ت ىفى رقوا وىاذ ك رو نعمىتى هللا عىلىيكم إذكن ي فىأىلفى واىعتصموا بىبل هللا جىتم عىلىى شىفاى خ فرىة بىيى قل وبكم ته إخوىان وىكن ا منى النار فىأىنق ىدىكم م فىأىصبىحتم بنعمى هى ن
تىدونى ته لىعىل كم تى هللا لىكم اىيى الكى ي بىب كىذىArtinya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu...”. (QS. Ali
Imran:103)
55
2. Buya Syafi’i
a. Cinta Indonesia
Buya Syafi’i dalam durasi 05:28 menjelaskan bahwa :
“Saya mencintai Indonesia sepenuh hati dan saya tidak rela kalau
bangsa dan negara yang cantik ini dirusak oleh anak-anaknya
sendiri dan itu terjadi karena secara moral kita sudah lama pingsan
atau koma. Inilah keadaan yang harus kita perbaiki dan jangan
tenggelam dalam pesimisme, jangan tenggelam dalam
keputusasaan. Dalam batas-batas apapun kita harus berbuat sesuatu
walaupun kecil tapi harus dilakukan secara maksimal.”
Dialog ini lebih banyak membahas bagaimana seharusnya menjadi
rakyat Indonesia yang baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia.
Seperti firman Allah yang berbunyi :
ا الذينى آمىنوا أىطيعوا الل ى وىأىطيعوا الرسولى وىأول الىمر منكم فىإن ت ىنىازىعتم ف يى أىي هىي وىأىحسىن وم اآلخر ذىلكى خى شىيء ف ىردوه إلى الل وىالرسول إن كنتم ت ؤمنونى بلل وىالي ى
تىويل Artinya :
“Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasulullah dan mereka yang memegang kekuasaan di antara
kamu. Jika kamu berselisih mengenai sesuatu kembalikanlah
kepada Allah dan Rasul-Nya kalau kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Itulah yang terbaik dan penyelesaian yang
tepat.” (QS. An-Nisa: 59)
Dari terjemahan di atas kita dapat mengambil beberapa intisari
yang sangat berharga, yaitu kita diwajibkan menjalankan perintah Allah
56
yang telah diwahyukan melalui Al-Qur’an, kita diperintahkan-Nya untuk
tetap terus berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan menjadikannya
sebagai landasan berperilaku khususnya dalam konteks ini yaitu
berbangsa dan bernegara.
b. Ukhuwah Islamiyah
Terwujudnya Ukhuwah Islamiyah merupakan dambaan setiap
Muslim. Bagaiamana pun masalah ukhuwah (persaudaraan) dan persatuan
merupakan masalah yang sangat penting. Pada dasarnya Islam sangat
menekankan pada persaudaraan dan persatuan. Bahkan Islam itu sendiri
hadir untuk mempersatukan pemeluk-pemeluknya, bukan untuk memecah
belah.
Dalam dialognya pada durasi 06:03 Buya Syafii menegaskan :
“Bukan hanya antar muslim dan non-muslim, juga di dalam NU dan
Muhammadiyah kita mencoba merajut persaudaraan itu dalam
rangka memperbaiki modal bangsa”.
3. Emha Ainun Nadjib
a. Bermanfaat untuk orang lain
Berdasarkan pada dialog bersama Cak Nun ada banyak sekali
pesan yang ditemukan salah satunya adalah bermanfaat bagi orang lain
sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
57
خىي الناس أىن فىعهم للناس Artinya :
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani)
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah menganjurkan
untuk selalu berbuat baik terhadap orang lain. Hal ini menjadi indikator
bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya. Eksistensi manusia
sebenarnya ditentukan oleh kemanfaatannya pada orang lain. Adakah ia
berguna atau menjadi parasit bagi yang lainnya.
b. Introspeksi diri
Cak Nun juga menyampaikan bahwa untuk memulai sesuatu harus
dimulai dari diri sendiri, seperti firman Allah dalam QS Al-Ra’ad :
وا مىا بىن فسهم .. ..إن اللى ل ي غىي مىا بقىوم حىت ي غىي
Artinya :
“..Sesunggnya Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum
sampai mereka mengubahnya sendiri..”. (QS. Al-Ra’ad: 11)
Dari ayat di atas merupakan introspeksi diri bahwa seorang
muslim sepatutnya mengakui bahwa dirinya adalah tempat salah.
Pengakuan ini harus ada sehingga pintu untuk mengoreksi diri tidak
tertutup. Jika kondisi bangsa masih terpuruk, maka setiap orang harus
58
mulai untuk memperbaiki diri sendiri agar bangsa ini juga semakin
membaik.
c. Larangan berlebih-lebihan
Di samping itu, Cak Nun mengatakan pada durasi 03:40 untuk
tidak mencintai harta secara berlebihan, kekayaan jangan sampai
mengatur kita.
“Saya tidak anti kekayaan, cuma kekayaan jangan sampai mengatur
kita. Anda mencari materi jangan sampai menjadi kebutuhan primer
dalam hidup Anda, yang primer adalah martabat Anda, moral Anda,
manfaat hidup Anda”.
Hal ini tertera dalam Al-Qur’an, yaitu :
اجى حبا املىالى نى تبو وArtinya :
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang
berlebihan”. (QS. Al-Fajr: 20)
Hendaknya diyakini bahwa standar sukses dan mulia bukanlah
dinilai dari banyaknya harta dan uang. Namun moral kita sebagai
kalifatullah.
d. Menjadi khalifatullah
Terkait dengan khalifatullah, Cak Nun menggambarkan dengan
gamblang bahwa sebagai manusia kita harus mengerti tugasnya dari
Tuhan, dan mengerti perjanjiannya dengan Tuhan, maka dia menjadi
khalifah. Pada durasi 05:02 Cak Nun menjelaskan :
59
“Maka dari makhluk menjadi tumbuhan, lalu menjadi binatang, dan
meningkat jadi manusia, dan meningkat menjadi hamba Allah,
meningkat menjadi khalifatullah, dia tidak hanya berkaitan dengan
Tuhan tetapi mengerti tugasnya dari Tuhan, dia mengerti
perjanjiannya dengan Tuhan, maka dia menjadi khalifah. Nah,
urusan kebangsaan itu hanya bagian dari kekhalifahan”.
Allah SWT berfirman :
ليفىة ة إن جىاعل ف الىرض خى ئكى إذ قىالى رىبكى للمىلى وى ي فسد مىن فيهىا أىتىعىل قىالوا
ا س لىكى فيهى مىاءى وىنىن نسىب ح بىمدكى وىن قىد وىيىسفك الد قىالى إن أىعلىم مىا لى ت ىعلىمونى
Artinya :
“Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat,
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang
khalifah’. Berkata mereka, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan
padanya orang yang merusak di dalamnya dan menmpahkan
darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan
memuliakan Engkau?’. Dia berkata, ‘Sesungguhnya Aku lebih
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS. Al-Baqarah:
30)
Ayat di atas bermakna bahwa kedudukan manusia di muka bumi
ini adalah sebaga khalifah atau pengganti Allah yang diberi tugas untuk
memelihara dan melestarikan alam, mengambil manfaat, serta mengelola
kekayaan alamnya sehingga terwujud kedamaian dan kesejahteraan
segenap manusia.
60
B. Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara yang digunakan da’i untuk
menyampaikan pesan dakwah untuk mencapai tujuan dakwah (Wahyu,
2010:21). Dalam hal ini, dari hasil pengamatan peneliti terhadap tayangan
SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) terdapat beberapa metode dakwah
yang digunakan. Beberapa di antaranya adalah :
a. Metode diskusi
Metode ini yang dilakukan pada program SAKSI (Satu Kamera
Sejuta Inspirasi) dalam acaranya, yaitu dengan tanya jawab tentang
permasalahan-permasalahan yang ada. Metode ini bertujuan agar
pemirsa dapat menggali inspirasi dari tokoh atau narasumber yang ada.
b. Mauidzah hasanah (مىوعظىة الىسىنىة)
Metode dakwah dengan mauidzah hasanah adalah nasehat
dengan menggunakan ungkapan yang lembut dan indah sesuai dengan
keadaan. Dalam hal ini narasumber sebagai da’i yang memberikan
inspirasi kepada pemirsa dengan bahasa yang lembut dan tidak terkesan
kasar.
c. Mujadalah billati hiya ahsan ( دله بلت هيى أىحسىنامى )
Metode dakwah mujadalah billati hiya ahsan adalah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya
61
dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada
sasaran dakwah. Presenter sebagai seorang yang memandu acara dan
memberikan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan tema atau topik
bahasan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Isi pesan dakwah dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah meliputi; pada episode Mahfud MD terdapat
pesan keutamaan pendidikan, pentingnya harapan, semangat nasionalisme.
Kemudian pada episode Buya Syafi’i terdapat pesan dakwah cinta Indonesia,
ukhuwah islamiyah. Dan terakhir Emha Ainun Nadjib yang mempunyai pesan
bermanfaat untuk orang lain, introspeksi diri, larangan berlebih-lebihan,
menjadi khalifatullah. Sebagai kesimpulan, penulis dapat menyimpulkan isi
pesan dakwah dengan mengacu pada tiga episode bersama Mahfud MD, Buya
Syafi’i Ma’arif, dan Emha Ainun Nadjib, mengandung pesan; kebangsaan
atau nasionalisme.
Pesan kebangsaan yang dibahas oleh ketiga narasumber mempunyai
kesamaan yaitu berfokus pada mengajak masyarakat untuk memberikan
kontribusi nyata untuk kemajuan bangsa seminimal mungkin dari yang bisa
kita lakukan dengan tetap menjadi manusia yang baik di mata Tuhan dan
manusia, tetap menjalankan perintah-Nya seperti yang telah tertuang dalam
Al-Qur’an dan Hadist serta menjauhi segala larangan-Nya.
63
2. Metode dakwah yang dipakai dalam program non-profit SAKSI (Satu Kamera
Sejuta Inspirasi) di TVRI Jawa Tengah, peneliti memperoleh kesimpulan;
menggunakan metode diskusi, (مىوعظىة الىسىنىة) mauidzah hasanah, ( ادله بلت مى
.mujadalah billati hiya ahsan (هيى أىحسىن
B. Saran-saran
1. Peneliti berharap kepada TVRI Jawa Tengah melalui program non-profit
SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) mampu meningkatkan pesan-pesan
dakwah yang merupakan inti dari ajaran Islam.
2. Kepada praktisi dan ilmuwan dakwah agar lebih memperhatikan dunia media
televisi, karena pada saat ini media televisi sangat efektif dan efisien dalam
menyampaikan pesan dakwah.
3. Bagi Tim SAKSI (Satu Kamera Sejuta Inspirasi) diharapkan dapat
mengundang lebih banyak sosok-sosok inspiratif.
4. Bagi masyarakat secara umum, tayangan SAKSI (Satu Kamera Sejuta
Inspirasi) merupakan sebuah tontonan yang sangat mendidik dan inspiratif.
Diharapkan masyarakat lebih cerdas dalam memilah tontonan yang baik dan
bermanfaat bagi diri sendiri.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Ari. 2012. Paradigma Baru Dakwah Kampus.Yogyakarta: Adil Media.
Amin, Samsul Munir. 2013. Ilmu Dakwah. Jakarta: Paragonatama Jaya.
Anwar, Syarif. 2004. Islam Agama Dakwah Materi Dakwah Yang Merakyat.
Yogyakarta: UII Press.
Arikunto. S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ardianto, Elvinaro. 2014. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Atabik, A. 2013. Prospek Dakwah Melalui Media Televisi, Jurnal Dakwah. Vol I. No
02. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus.
Azis, Ali M. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.
Bahri, Fathul. 2008. Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Da’i. Jakarta: Sinar
Grafika Offset.
Baskin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia.
Depdikbud. 1998. Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
Erwin, Jusuf. 2014. Studi Dakwah dan Media, Jurnal Dakwah. Vol 11. No 01. Institut
Agama Islam Negeri Gorontalo.
Gunawan. I. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Ilahi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Indonesia, Ensiklopedi Nasional. Jakarta: PT. Cipta Adi Pusaka Jilid 6.
Iskandar Muda. D. 2003. Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
65
Juniawati. 2014. Dakwah Melalui Media Elektronik, Jurnal Dakwah. Vol XV. No 02.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak.
Krisyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Perdana
Media Group.
Latif . R. 2003. Siaran Televisi Non Drama. Jakarta: Kencana Prenada.
Mariah, Siti. 2000. Metodologi Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Mitra Utama.
Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif, Penerjemah Tjetjep Rohendi,
Jakarta: UI Press. Cet. 3.
Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Muhaimin, Slamet Abda. 1994. Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah. Surabaya: Al-
Ikhlas.
Munir, M dan Ilahi, Wahyu. 2009. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Nasution, Zulkarimein. 1993. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
S. Ma’arif, Bambang. 2010. Komunikasi Dakwah; Paradigma Untuk Aks. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Setiawan, Bambang dan Muntaha, Ahmad. 2004. Mertode Penelitian Komunikasi.
Jakarta: Pusat Penerbitan Univeritas Terbuka.
Subroto. D.S. 2005. Produksi Acara Televisi. Yogyakarta: Duta Wacana University
Press.
Suparta, Munzier dan Hetani, Hjani. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. Cet-1.
Syukir, Asmuni. 1993. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Yahya, Muchlis. 2010. Dasar-dasar Penelitian (Metodologi dan Aplikasi). Semarang:
Pustaka Zaman.