Download - Skl Eritis
Skleritis adalah penyakit inflamasi yang mengenai sklera, inflamasi dapat terlokalisasi,
berupa nodul atau difus, Skleritis dapat mengenai segmen anterior dan segmen posterior mata
yang bermanifestasi sebagai adanya kemerahan pada mata dan nyeri yang berat pada malam
hari.4
Skleritis terbagi menjadi dua yaitu skleritis anterior dan posterior. Skleritis posterior
jarang terjadi, tetapi dapat terjadi secara bersamaan dengan skleritis anterior. Skleritis anterior
terbagi menjadi empat, yaitu:4
1. Skleritis anterior difus. Penyebaran inlamasinya pada sebagian sclera. Umumnya bersifat
benign.
2. Skleritis anterior nodular. Memiliki karakteristik satu atau lebih bentuk eritematosa,
inflamasi nodul pada sclera anterior. 20% kasus berkembang menjadi skleritis nekrosis.
3. Skleritis anterior nekrosis dengan inflamasi. Merupakan bentuk tersering yang
bersamaan dengan kelainan kolagen pembuluh darah pada arthritis rematoid. Pada
keadaan ini biasanya didapatkan nyeri yang parah dan kerusakan sklera dapat terlihat
jelas. Skleritis anterior nekrosis dengan inflamasi kornea disebut dengan sklerokeratitis.
4. Skleritis anterior nekrosis tanpa inflamasi. Merupakan bentuk yang terjadi pada pasien
dengan rematoid arthritis yang sudah lama. Skleritis anterior nekrosis tanpa inflamasi
disebut dengan perforansi skleromalasia.
Skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat.
Pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat
di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem
makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior
dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah
Angka kejadian skleritis lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki dengan rasio
1,6:1, usia tersering pada usia dekade 5 kehidupan, namun tidak ada bukti terjadinya skleritis
dengan ras.4
Sklera terdiri dari kolagen dan jaringan ikat, yang berfungsi melindungi mata. Degradasi
enzim fibril kolagen dan masuknya sel-sel inflamasi, termasuk sel T dan makrofag, berperan
dalam proses terjadinya skleritis.3 Ketebalan sklera bervariasi antara 0,3-1,2 mm. Sklera yang
sehat berwarna putih. Inflamasi, merupakan proses terjadinya skleritis hal ini berhubungan
dengan reaksi inflamasi yang berhubungan dengan penyakit imun kolagen.4,5
Inflamasi pada sklera dapat berkembang menjadi iskemia dan nekrosis, menyebabkan
penipisan dan perforasi bola mata. Skleritis anterior nekrosis merupakan bentuk dari kerusakan
skeritis tersering.4,5
Skleritis dapat terjadi dalam beberapa hari. Sebagian besar skleritis merasakan nyeri yang
biasanya bersifat konstan dan tumpul serta memburuk ketika malam hari hingga terkadang
terbangun dari tidur. Rasa nyeri dapat merambat ke bagian kepala atau wajah yang lain, terutama
sisi wajah yang sama. Ketajaman penglihatan biasanya sedikit berkurang. Penurunan penglihatan
yang lebih mencolok terjadi apabila timbul peradangan kamera anterior, skleritis anterior akibat
invasi mikroba langsung, dan pada skleritis posterior. Bola mata sering terasa nyeri. Tanda klinis
kunci adalah bola mata berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vascular dalam sclera dan
episklera. Pada skleritis, pembuluh darah sclera menunjukkan pola bersilangan yang menempel
pada sklera dan tidak dapat digerakkan. Sklera juga membengkak, disertai edema episklera dan
kapsul tenon diatasnya.6,1,7
Penatalaksanaan bervariasi tergantung jenis skleritis. Skleritis nodular anterior lebih
sering respon terhadap NSAID, sedangkan skleritis nekrotikan lebih berespon terhadap
immunosupresan. Obat pilihan untuk skleritis non-nekrotikan adalah flubiprofen 100 mg tiga kali
sehari dan indometasin 25-50 mg 3 kali sehari. Jika penggunaan satu NSAID tidak mengurangi
nyeri, maka yang lain bisa dicoba.8 Penggunaan tumor necrosis factor (TNF) seperti remicade
pada penderita skleritis yang berhubungan dengan rheumatoid arthritis memberikan hasil yang
menjanjikan dalam pengobatan penyakit ini.14
Glukokortikoid sistemik digunakan pada tiga keadaan yaitu ketika penggunaan NSAID
tidak efektif, pada kasus skleritis nekrotikan anterior dan pada kasus skleritis posterior. Dosis
prednisone dimulai sebanyak 1 mg/kgBB perhari ( maksimal 60 mg/hari) dan kemudian di
tapering off sesuai dengan respon klinis. Pada pasien dengan gejala yang progresif, bisa
dilakukan terapi kejut secara intravena sebanyak 1 gram perhari selama 3 hari diikuti pemberian
prednisone 60mg/hari. Namun, Metode ini masih kontroversi, karena metode ini berisiko
menyebabkan perforasi sclera.
Obat imunosupresi diberikan pada keadaan; skleritis nekrotikan yang mendapat terapi
siklofosfamid dan glukokortikoid; tipe skleritis yang lain yang tidak terkontrol dengan
pemberian glukokortikoid dosis tinggi selama 1 bulan; penggunaan prednisone lebih dari
10mg/hari sebagai dosis maintenance untuk mengontrol skleritis; dan isu hubungan
glukokortikoid dengan efek samping yang mungkin terjadi.
Penggunaan siklofosfamid (sampai 2 mg/kgBB/hari) menjadi terapi pilihan untuk pasien
dengan skleritis nekrotikan dan pada pasien dengan penyakit vaskulitis sistemik seperti
granulomatosis Wegener. Pembenaran penggunaan alkylating agent dalam kasus tersebut adalah
tingginya risiko kerusakan okuli yang progresif, lesi vaskulitis ekstraokuli, dan kematian.
Pasien dengan skleritis non-nekrotikan yang membutuhkan agen glukokortikoid-sparing,
pengobatan baris pertama terdiri dari methotrexate (sampai 25 mg / minggu), azathioprine
(sampai 200 mg / hari), atau mycophenolate mofetil (1 gram dua kali sehari). Dalam sebuah
penelitian retrospektif yang diperiksa hasil klinis dari 50 pasien yang diobati dengan agen ini,
46% mencapai ketenangan dan mampu menurunkan penggunaan prednison ≤ 10 mg / hari.
Tergantung pada beratnya penyakit, pengobatan biasanya dilanjutkan selama satu sampai dua
tahun setelah peradangan terkontrol. Agen lini kedua untuk skleritis termasuk kalsineurin
inhibitor (siklosporin atau tacrolimus), infliximab, atau rituximab.
Beberapa kasus skleritis anterior nekrotikan atau scleromalacia perforans, diperlukan
Terapi bedah untuk mengatasi perluasan penipisan sclera dan mencegah pecahnya bola mata.
Operasi pencangkokan sklera dapat dilakukan dengan donor sklera, periostium, atau fasia lata.
Upaya simultan untuk mengontrol peradangan yang mendasari dengan terapi medis sangat
penting ketika operasi diperlukan.