Download - Skenario C BLOK 6 (1)
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
1/19
Skenario C BLOK 6
CATATAN: LI DISESUAIKAN DENGAN ANALISIS
MASALAHNYA.TOLONG HASIL PENCARIAN YANG AKAN DIKASIH
DALAM BENTUK SOFTCOPY.TERIMA KASIH ATAS KERJASAMA
TEMAN-TEMAN SEJAWAT.
KLARIFIKASI ISTILAH YANG BELUM HARAP DICARI BERSAMA-
SAMA SUPAYA SEMUANYA TAHU APA ARTINYA.MOHON DALAI
BANTUAN PENYELESAIAN UNTUK BELAJAR MANDIRI KEDUA.
I.KLARIFIKASI ISTILAH:
1. METEORISMUS2. DOKTER KELUARGA:3. STEATORRHEA:JUMLAH LEMAK YANG BERLEBIHAN DALAM FESES4. SKLERA ISTERIK:
SKLERA:LAPISAN BOLA MATA YANG PUTIH DAN KERAS YANG MENUTUPI SEKITAR 5/6
PERMUKAAN BELAKANGNYA
IKTERUS:
5.
BELIKAT:OS SKAPULA6. NAUSEA:SENSASI YANG TIDAK MENYENANGKAN YANG SECARA SAMAR MENGACU PADA
EPIGASTRIK DAN ABDOMEN DENGAN KECENDERUNGAN UNTUK MUNTAH
7. KODEKOLITIASIS:PENYUMBATAN PADA KANTUNG EMPEDU8. TANDA MURPHY:9. OBSTRUKTIF JAUNDICE:
JAUNDICE:KONDISI DIMANA KEADAAN KULIT DAN MATA MENGUNING(OXFORD) AKIBAT
HIPERBILIRUBINEMIA DAN PENGENDAPAN PIGMEN EMPEDU.
10.BATU PADA SALURAN EMPEDU:11.USG:
IDENTIFIKASI MASALAH:
1.NY.HARIYANI,42 TAHUN,BADAN GEMUK,MENGELUH MATANYA BERWARNA KEKUNINGAN.GEJALA INI
DISERTAI DENGAN WARNA AIR SENI YANG LEBIH KUNING DARI BIASANYA.EMPAT BULAN SEBELUMNYA,
NY.HARIYANI SERING MERASA NYERI DI PERUT KANAN ATAS, KADANG-KADANG DISERTAI NYERI DI
UJUNG BAWAH BELIKAT KANAN DISERTAI DENGAN NAUSEA,METEORISMUS DAN STEATORRHEA.
2.PEMERIKSAAN FISIK:SKLERA IKTERIK DAN TANDA MURPHY
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
2/19
3.PEMERIKSAAN USG :ADA BATU PADA SALURAN EMPEDU.
4.DOKTER MENYIMPULKAN NY.HARIYANI MENDERITA OBSTRUKTIF JAUNDICE KARENA
KOLEDOKOLITIASIS.
ANALISIS MASALAH:
1.MATA
A.BAGAIMANA STRUKTUR MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS?
Jawab:
Struktur makroskopis dan mikroskopis bola mata
Lapisan bola mata
a. Tunica fibrosaPada bagian posterior terdapat sklera yang merupakan jaringan fibrosa padat dan berwarna
putih. Sklera ditembus oleh N. Opticus pada daerah yang bernama lamina cribrosa. Sklera
adalah area yang relatif lemah dan menonjol ke dalam bola mata oleh peningkatan tekanan
liquor cerebrospinalis di dalam tonjolan tubular spatium subarachnoideum yang terdapat di
sekeliling n. opticus. Sklera juga ditembus arteri dan nervus ciliares dan pembuluh venanya
yaitu, venae vorticosae. Ke arah anterior sclera langsung beralih menjadi kornea pada taut
corneosclera atau limbus. Kornea berfungsi memantulkan cahaya yang masuk ke mata.
b. Tunica vasculosa pigmentosaTersusun dari belakang ke depan oleh choroidea, corpus ciliare dan iris.
Choroidea terdiri dari lapisan luar berpigmen dan lapisan dalam yang sangat vascular. Corpus ciliare terdiri atas:
- Corona ciliaris, bagian posterior corpus ciliare. Permukaannya mempunyai alurdangkal disebut striae ciliares.
- Processus ciliaris, lipatan-lipatan yang tersusun secara radial. Permukaanposteriornya melekat pada lig. suspensorium iridis.
- M. ciliaris, terdiri atas serabut-serabut otot polos meridianal dan sirkular.Persarafannya oleh serabut parasimpatis dari n. oculomotorius. Fungsinya, kontraksi
m. ciliaris terutama serabut meridianal menarik corpus ciliaris ke depan. Hal ini
menghilangkan tegangan yang ada pada ligamentum suspensorium dan lensa yang
elastis menjadi cembung dan meningkatkan daya refraksi lensa.
Iris dan pupilIris adalah diaphragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di tengahnya,
yaitu pupilla. Iris tergantung di dalam aquos humor di antara kornea dan lensa. Iris
membagi ruang antara lensa dan cornea menjadi, camera anterior dan posterior.
Serabutserabut otot iris terdiri dari serabut sirkular dan radial. Serabut sirkular
membentuk m. Sphincter pupillae dan serabut radial membentuk m. Dillator pupillae.
c. Tunica nervosa: retina
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
3/19
Terdiri atas pars pigmentosa di sebelah luar dan pars nervosa di sebelah dalam. Permukaan luar
melekat dengan choroidea dan permukaan dalam berhubungan dengan corpus vitreum. Pinggir
anteriornya membentuk cincin berombak yang disebut ora serrata yang merupakan ujung akhir
pars nervosa. Bagian anterior bersifat tidak peka dan hanya terdiri dari sel-sel berpigmen
dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.
Isi bola mata
a. Humor aquos, cairan bening yang mengisi camera anterior dan camera posterior bulbi.Fungsinya dalah menyokong dinding bola mata dengan memberikan tekanan dari dalam,
sehingga menjaga bentuk bola mata.
b. C orpus vitreum, mengisi bola mata di belakang lensa, fungsinya menambah dayapembesaran mata.
c. Lensa, struktur bikonveks yang transparan yang dibungkus oleh capsula transparan.B.BAGAIMANA FISIOLOGI?
C.PATOFISIOLOGI(MEKANISME DAN PENYEBAB MATA KUNING)
2.URINARIA
A.BAGAIMANA STRUKTUR MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS?
B.BAGAIMANA FISIOLOGI(MEKANISME DAN PEMBENTUKAN URIN)?
C.KOMPOSISI URIN NORMAL?
D.PATOFISIOLOGI URIN JADI KUNING(KOMPOSISI URIN YANG LEBIH KUNING DARI BIASA)?
3.NYERI DI PERUT KANAN ATAS:
A.JELASKAN ORGAN DAN REGIO!
B.MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPISNYA!
C.JENIS NYERI!
D.PATOFISIOLOGI NYERI DI PERUT KANAN ATAS!
Batu Obstruksi
duktus
Peningkatan tekanan untuk
melawan obstruksi
Distensi duktus dan
ketegangan perut kanan atas
atau epigastrium
Nyeri bilier
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
4/19
E.KENAPA NYERI TIMBUL EMPAT BULAN SEBELUM OBSTRUKTIF JAUNDICE?
Jawab:
Timbulnya nyeri di perut kanan atas merupakan gejala awal adanya sumbatan di saluran kantung
empedu. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi
dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
F.HUBUNGAN NYERI DI UJUNG BAWAH BELIKAT KANAN DENGAN NYERI PADA PERUT KANAN ATAS!
4.NAUSEA,METEORISMUS,STEATORRHEA
A.PATOFISIOLOGI HUBUNGAN ANTARA FESES BERLEMAK DENGAN FUNGSI EMPEDU(MEKANISME DAN
PENYEBAB)!
B.FISIOLOGI FESES NORMAL(MEKANISME PEMBENTUKAN)
C.KOMPOSISI FESES NORMAL!
Komposisi feses terdiri dari :
- Sisa makanan yang tidak dapat dicerna- Pigmen dan garam empedu- Sekresi intestinal termasuk mucus- Leukosit yang bermigrasi dari aliran darah- Epitel- Bakteri- Material inorganic terutama kalsium dan fosfat- Makanan yang tercerna (dalam jumlah yang sangat sedikit)- Gas
D.ORGAN APA SAJA YANG BERHUBUNGAN DENGAN STEATORRHEA!
E.ORGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN NAUSEA DAN METEORISMUS!
F.PATOFISIOLOGI NAUSEA DAN METEORISMUS!
5.HUBUNGAN BERAT BADAN DAN UMUR DENGAN GEJALA!
6.PEMERIKSAAN FISIK
A.BAGAIMANA CARA MEMERIKSAAN MATA DENGAN ABDOMEN (MURPHY +)
B.INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN DENGAN GEJALA SKLERA IKTERIK!
Jawab:
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
5/19
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar
bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L). Jika ikterus sudah jelasdapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7 mg%.
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi
pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l
sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.
(3)
C.HUBUNGAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN DENGAN GEJALA SEBELUMNYA!
7.PEMERIKSAAN USG
A.BAGAIMANA CARA PEMERIKSAAN USG?
B.INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN TERHADAP GEJALA!
C.BAGAIMANA HUBUNGAN PEMERIKSAAN USG TERHADAP GEJALA YANG DIALAMI SEBELUMNYA?
D.HISTOFISIOLOGI DARI HEPAR DAN KANTUNG EMPEDU!
(APA KOMPONEN KANTUNG EMPEDU ?)E.PATOFISIOLOGI (MEKANISME,KOMPOSISI BATU EMPEDU) DAN SISTEM PERDARAHAN DARI SISTEM
PORTA HEPATICA!
Jawab:
KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU
Komposisi Cairan Empedu4
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95
Garam Empedu 1,1 gm % 6
Bilirubin 0,04 gm % 0,3
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 0,9
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 1,2
Lecithin 0,04 gm % 0,3
Elektrolit - -
Patofisiologi dari pembentukan empedu dibedakan berdasarkan empedu yang terbentuk, yaitu sbb:
A. Patofisiologi Batu Kolesterol
Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama yang dapat
terjadi secara berurutan atau bersamaan:
1. Supersaturasi kolesterol empedu.
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
6/19
2. Hipomotilitas kantung empedu.3. Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol.4. Hipersekresi mukus di kantung empedu
1. Supersaturasi Kolesterol Empedu
Kolesterol merupakan komponen utama dalam batu kolesterol. Pada metabolisme kolesterol
yang normal, kolesterol yang disekresi ke dalam empedu akan terlarut oleh komponen empedu
yang memiliki aktivitas detergenik seperti garam empedu dan fosfolipid (khususnya lesitin).
Konformasi kolesterol dalam empedu dapat berbentuk misel, vesikel, campuran misel dan
vesikel atau kristal. Umumnya pada keadaan normal dengan saturasi kolesterol yang rendah,
kolesterol wujud dalam bentuk misel yaitu agregasi lipid dengan komponen berpolar lipid
seperti senyawa fosfat dan hidroksil terarah keluar dari inti misel dan tersusun berbatasan
dengan fase berair sementara komponen rantaian hidrofobik bertumpuk di bagian dalam misel.
Semakin meningkat saturasi kolesterol, maka bentuk komposisi kolesterol yang akan ditemukan
terdiri atas campuran dua fase yaitu misel dan vesikel.Vesikel kolesterol dianggarkan sekitar 10
kali lipat lebih besar daripada misel dan memiliki fosfolipid dwilapisan tanpa mengandung
garam empedu. Seperti misel, komponen berpolar vesikel turut diatur mengarah ke luar vesikel
dan berbatasan dengan fase berair ekstenal sementara rantaian hidrokarbon yang hidrofobik
membentuk bagian dalam dari lipid dwilapis. Diduga 1.0, empedu dianggap
tersupersaturasi dengan kolesterol yaitu keadaan di mana peningkatan konsentrasi kolesterol
bebas yang melampaui kapasitas solubilitas empedu.
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
7/19
Pada keadaan supersaturasi, molekul kolesterol cenderung berada dalam bentuk vesikel
unilamelar yang secara perlahan-lahan akan mengalami fusi dan agregasi hingga membentuk
vesikel multilamelar (kristal cairan) yang bersifat metastabil. Agregasi dan fusi yang berlanjutan
akan menghasilkan kristal kolesterol monohidrat menerusi proses nukleasi. Teori terbaru pada
saat ini mengusulkan bahwa keseimbangan fase fisikokimia pada fase vesikel merupakan faktor
utama yang menentukan kecenderungan kristal cairan untuk membentuk batu empedu. Tingkat
supersaturasi kolesterol disebut sebagai faktor paling utama yang menentukan litogenisitas
empedu. Berdasarkan diagram fase, faktor-faktor yang mendukung supersaturasi kolesterol
empedu termasuk: a. Hipersekresi kolesterol.
b.Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relatif cadangan
asam empedu.
c. Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid
a. Hipersekresi kolesterol.
Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi kolesterol
empedu.Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:
i. peningkatan uptake kolesterol hepatik
ii. peningkatan sintesis kolesterol
iii. penurunan sintesis garam empedu hepatik
iv. penurunan sintesis ester kolestril hepatik
Penelitian mendapatkan penderita batu empedu umumnya memiliki aktivitas koenzim A
reduktase 3-hidroksi-3-metilglutarat (HMG-CoA) yang lebih tinggi dibanding kontrol.Aktivitas
HMG-CoA yang tinggi akan memacu biosintesis kolesterol hepatik yang menyebabkan
hipersekresi kolesterol empedu. Konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam empedu
supersaturasi kolesterol pembentukan kristal kolesterol.
b. Hiposintesis garam empedu / perubahan komposisi relatif cadangan asam empedu.
Garam empedu dapat mempengaruhi litogenisitas empedu sesuai dengan perannya sebagai
pelarut kolesterol empedu. Hiposintesis garam empedu misalnya pada keadaan mutasi pada
molekul protein transpor yang terlibat dalam sekresi asam empedu ke dalam kanalikulus
(disebut proteinABCB11) akan menfasilitasi supersaturasi kolesterol yang berlanjut dengan
litogenesis empedu. Komposisi dasar garam empedu merupakan asam empedu di mana
terdapat tiga kelompok asam empedu utama yakni:
i. Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik.
ii. Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik.
iii. Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik.
Ketiga kelompok ini membentuk cadangan asam empedu tubuh (bile acid pool) dan masing-
masing mempunyai sifat hidrofobisitas yang berbeda. Sifat hidrofobisitas yang berbeda ini akan
mempengaruhi litogenisitas empedu. Semakin hidrofobik asam empedu, semakin besar
kemampuannya untuk menginduksi sekresi kolesterol dan mensupresi sintesis asam empedu.
Konsentrasi relatif tiap asam empedu yang membentuk cadangan asam empedu tubuh akan
mempengaruhi CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang berbeda. Asam empedu primer dan
tertier bersifat hidrofilik sementara asam empedu sekunder bersifat hidrofobik. Penderita batu
empedu umumnya mempunyai cadangan asam kolik yang kecil dan cadangan asam deoksikolik
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
8/19
yang lebih besar.Asam deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu meningkatkan CSI dengan
meninggikan sekresi kolesterol dan mengurangi waktu nukleasi. Sebaliknya, asam
ursodeoksikolik dan kenodeoksikolik merupakan asam empedu hidrofilik yang berperan
mencegah pembentukan batu kolesterol dengan mengurangi sintesis dan sekresi kolesterol.
Asam ursodeoksikolik turut menurunkan CSI dan memperpanjang waktu nukleasi, diduga
dengan cara melemahkan aktivitas protein pronukleasi dalam empedu.
c. Defek sekresi dan hiposinstesis fosfolipid
95% daripada fosfolipid empedu terdiri atas lesitin.Sebagai komponen utama fosfolipid
empedu, lesitin berperan penting dalam membantu solubilisasi kolesterol. Mutasi pada molekul
protein transpor fosfolipid (disebut proteinABCB4) yang berperan dalam sekresi molekul
fosfolipid (termasuk lesitin) ke dalam empedu terkait dengan perkembangan kolelitiasis pada
golongan dewasa muda.
2. Hipomotilitas kantung empedu
Motilitas kantung empedu merupakan satu proses fisiologik yang mencegah litogenesis dengan
memastikan evakuasi empedu dari kantung empedu ke dalam usus sebelum terjadinya proses
litogenik.Hipomotilitas kantung empedu memperlambat evakuasi empedu ke dalam usus
proses absorpsi air dari empedu oleh dinding mukosa lebih cepat dari evakuasi empedu
peningkatan konsentrasi empedu proses litogenesis empedu.
Hipomotilitas kantung empedu dapat terjadi akibat.
a. Kelainan intrinsik dinding muskuler yang meliputi:
Perubahan tingkat hormon seperti menurunnya kolesistokinin (CCK), meningkatnyasomatostatin dan estrogen.
Perubahan kontrol neural (tonus vagus).b. Kontraksi sfingter melampau hingga menghambat evakuasi empedu normal.
Patofisiologi yang mendasari fenomena hipomotilitas kantung empedu pada batu empedu
masih belum dapat dipastikan. Namun begitu, diduga hipomotilitas kantung empedu
merupakan akibat efek toksik kolesterol berlebihan yang menumpuk di sel otot polos dinding
kantung yang menganggu transduksi sinyal yang dimediasi oleh protein G. Kesannya, terjadi
pengerasan membran sarkolema sel otot tersebut.Secara klinis,penderita batu empedu dengan
defek pada motilitas kantung empedu cenderung bermanifestasi sebagai gangguan pola makan
terutamanya penurunan selera makan serta sering ditemukan volume residual kantung empedu
yang lebih besar.Selain itu, hipomotilitas kantung empedu dapat menyebabkan stasis kantung
empedu.Stasis merupakan faktor resiko pembentukan batu empedu karena gel musn akan
terakumulasi sesuai dengan perpanjangan waktu penyimpanan empedu. Stasis menyebabkan
gangguan aliran empedu ke dalam usus dan ini berlanjut dengan gangguan pada sirkulasi
enterohepatik. Akibatnya, output garam empedu dan fosfolipid berkurang dan ini memudahkan
kejadian supersaturasi.Stasis yang berlangsung lama menginduksi pembentukan lumpur bilier
(biliary sludge) terutamanya pada penderita dengan kecederaan medula spinalis, pemberian
TPN untuk periode lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan
berat badan mendadak. Lumpur bilier yang turut dikenal dengan nama mikrolitiasis atau
pseudolitiasis ini terjadi akibat presipitasi empedu yang terdiri atas kristal kolesterol
monohidrat, granul kalsium bilirubinat dan mukus. Patofisiologi lumpur bilier persis proses yang
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
9/19
mendasari pembentukan batu empedu. Kristal kolesterol dalam lumpur bilier akan mengalami
aglomerasi berterusan untuk membentuk batu makroskopik hingga dikatakan lumpur bilier
merupakan prekursor dalam litogenesis batu empedu.
3 Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol
Empedu yang supersaturasi dengan kolesterol cenderung untuk mengalami proses nukleasi.
Nukleasi merupakan proses kondensasi atau agregasi yang menghasilkan kristal kolesterol
monohidrat mikroskopik atau partikel kolesterol amorfus daripada empedu supersaturasi.
Nukleasi kolesterol merupakan proses yang dipengaruhi oleh keseimbangan
unsur antinukleasidanpronukleasiyang merupakan senyawa protein tertentu yang dikandung
oleh empedu, faktorpronukleasiberinteraksi dengan vesikel kolesterol sementara
faktor antinukleasiberinteraksi dengan kristal solid kolesterol.Antara faktor pronukleasi yang
paling penting termasuk glikoprotein musin, yaitu satu-satunya komponen empedu yang
terbukti menginduksi pembentukan batu pada keadaan in vivo. Inti dari glikoprotein musin
terdiri atas daerah hidrofobik yang mampu mengikat kolesterol, fosfolipid dan bilirubin.
Pengikatan vesikel yang kaya dengan kolesterol kepada regio hidrofilik glikoprotein musin ini
diduga memacu proses nukleasi. Faktor pronukleasi lain yang berhasil diisolasi daripada model
sistem empedu termasuk imunoglobulin (IgG dan M), aminopeptidase N, haptoglobin dan
glikoprotein asam -1. Penelitian terbaru menganjurkan peran infeksi intestinal distal oleh
spesies Helicobacter(kecuali H. pylori) menfasilitasi nukleasi kolesterol empedu.Proses nukleasi
turut dapat diinduksi oleh adanya mikropresipitat garam kalsium inorganik maupun
organik.Faktor antinukleasi termasuk protein seperti imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA
II. Mekanisme fisiologik yang mendasari efek untuk sebagian besar daripada faktor-faktor ini
masih belum dapat dipastikan.Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya proses kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat. Waktu nukleasi
pada empedu penderita batu empedu telah terbukti lebih pendek dibanding empedu kontrol
pada orang normal.Waktu nukleasi yang pendek mempergiat kristalisasi kolesterol dan
menfasilitasi proses litogenesis empedu.
4 Hipersekresi mukus di kantung empedu
Hipersekresi mukus kantung empedu dikatakan merupakan kejadian prekursor yang universal
pada beberapa penelitian menggunakan model empedu hewan. Mukus yang eksesif
menfasilitasi pembentukan konkresi kolesterol makroskopik karena mukus dalam kuantitas
melampau ini berperan dalam memerangkap kristal kolesterol dengan memperpanjang waktu
evakuasi empedu dari kantung empedu. Komponen glikoprotein musin dalam mukus ditunjuk
sebagai faktor utama yang bertindak sebagai agen perekat yang menfasilitasi aglomerasi kristal
dalam patofisiologi batu empedu.Saat ini, stimulus yang menyebabkan hipersekresi mukus
belum dapat dipastikan namun prostaglandin diduga mempunyai peran penting dalam hal ini.
B. Patofisiologi batu berpigmen
Patofisiologi batu berpigmen untuk kedua tipe yakni batu berpigmen hitam dan batu berpigmen
coklat melibatkan dua proses yang berbeda.
1. Patofisiologi batu berpigmen hitam
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat (khususnya
monoglukuronida) ke dalam empedu.Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
10/19
terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi normal.Bilirubin terkonjugat
selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase- endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat.
Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang
dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas buffering asam sialik dan
komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan fosfat
yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu dengan ph yang lebih rendah.
Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan
bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan
berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam.
2. Patofisiologi batu berpigmen coklat
Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai dengan
penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu.Infeksi traktus bilier oleh
bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing
sepertiAscaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensismendukung
pembentukan batu berpigmen.
Sebagaimana yang ditampilkan pada diagram 7, patofisiologi batu diawali oleh infeksi
bakteri/parasit di empedu. Mikroorganisma enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim
glukuronidase-, fosfolipase A dan hidrolase asam empedu terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim
tersebut didapatkan seperti berikut:
i. Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga menyebabkan pembentukan
bilirubin tak terkonjugat.
ii. Fosfolipase A menghasilkan asam lemak bebas (terutamanya asam stearik dan asam
palmitik).
iii. Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat.
Hasil produk enzimatik ini selanjutnya dapat berkompleks dengan senyawa kalsium dan
membentuk garam kalsium. Garam kalsium dapat termendak lalu berkristalisasi sehingga
terbentuk batu empedu. Proses litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis empedu dan
konsentrasi kalsium yang tinggi dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotein bakteri diduga
dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang menfasilitasi pembentukan batu,
seperti fungsi pada musin endogenik.
Patofisiologi Batu Intra Hepatal ( Hepatolithiasis ):
Terbentuk batu empedu dalam saluran empedu intrahepatal Perubahan empedu karena infeksi Hidrolisis bil.glukoronidase oleh aktivitas -dekloronidasebilirubin bebas Dekonyugasi bilirubin dan kalsium Ca. bilirubinat insoluble mikrokalculi Infeksi berulang mikrokalkuli nidus kristalisasi batu empedu
F.JENIS BATU EMPEDU DAN KOMPOSISI!JELASKAN JUGA TENTANG GEJALA YANG DIAKIBATKAN DARI
MASING-MASING BATU EMPEDU!
Karakteristik Batu kolesterol Batu pigmen hitam Batu pigmen coklat
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
11/19
Warna Kuning pucat putih
kecoklatan
Hitam Coklat-oranye
Konsistensi Keras
Kristal berlapis
Inti warna gelap
Keras
mengkilat lembek
kristal
Jumah, ukuran dan
ketegangan
Multiple : 2-25 mm,
halus
Soliter : 2-4 cm,
buat halus
Multiple : < 5 mm
tidak teratur, halus.
Multiple : 10-30 mm
bulat halus
Komposisi Kolestrol
monohidrat > 50 %lainnya :
glikoprotein, garam
kalsium
Polimer pigmen (40
%)Garam kalsium-15
% (Karbonat, Fosfat)
Koleterol (2 %)
Lainnya (30 %)
Kalsium bilirubin (60
%)Calsium fatty acid
spoas pamitat,
stearat)-15 %
Kolesterol (15 %)
Lainnya (10 %)
Radiodensitas Lusen 50 % opaque Lusen
CT scan < 20-60 > 140 60-140
Lokasi dalam
system bilier
Kandung empedu
Duktus
Kandung empedu
Duktus intrahepatik
Duktus
Asosiasi klinik Metabolic
Tidak ada infeksi
Tidak ada inflamasi
Hemolisis
Sirosis
Nutrisi parenteral
Infeksi
Infestasi
Inflamasi
G.CARA MENGIDENTIFIKASI KANDUNGAN BATU EMPEDU MELALUI APA?
8.HUBUNGAN ANTARA OBSTRUKTIF JAUNDICE KARENA KOLEDOKOLITIASIS
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
12/19
KETERKAITAN ANTAR MASALAH:
LEARNING ISSUE:
1.SISTEMPENGLIHATAN: RISHA;RAHMAN
2.SISTEM VISCERA ABDOMEN: DESY;DEVIN
3.SISTEM URINARIA: TERRY;FIRMAN
4.KOLEDOKOLITIASIS: DIMAS;RISHA
5.PEMERIKSAAN FISIK DAN USG: CLARA;FEBRI
6.NYERI: ZHAZHA,IMAM
7.OBSTRUCTIVE JAUNDICE: FEBRI;CLARA
8.NAUSEA,METEORISMUS,DAN STEOTORRHEA: FATTY;DIMAS
Learning issue
OBSTRUCTIVE JAUNDICE
DEFENISI
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi
pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l
sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.(3)
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk
jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit
bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.(4)
BATU EMEMPEDU(KOLEDOKOLITIASIS)LEMAK BERLEBIHAN
OBSTRUKTIF JAUNDICE
NYERI di PERUT KANAN ATAS
,KADANG DISERTAI NYERI
UJUNG BAWAH BELIKAT KANAN
MATA KUNING
NAUSEA,METEORISMUS,
DAN STEATORRHEA
AIR SENI LEBIH
KUNING DARI BIASA
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
13/19
ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan
pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat
variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58%
populasi. (4)
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum
hepatikum) dari bagian paling kaudalforegutdiawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini
terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik
ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian
kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi
duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitanforegut,
nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4)
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik.
Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu,
duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran
intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris. (4)
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris
komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi
menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus
biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial
melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum.
Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris
komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus
pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4)
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier.
Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir
kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum. (4)
METABOLISME NORMAL BILIRUBIN
Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme
setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau.
Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan
albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk
bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo
dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati
albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan
dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung
sehingga disebut bilirubin direk.(5)
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak,
kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
14/19
bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu
menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia
dengan manifestasi klinis berupa ikterus. (5)
KLASIFIKASI
Gambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-
hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada
jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice
non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-
hepatik.(1)
DIAGNOSIS
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.(5)
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal, keluhan
saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien
ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan.(5)
Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin (Tabel 1). Penyakit yang
menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan jaundice medis
seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi hepatosit, atau kegagalan
ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan jaundice surgical melalui kegagalan
transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi bilirubin termasuk
anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi.
Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis
virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik, sirosis,
kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan
termasuk koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau
kolangitis sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan
antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara
medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi
intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh,
pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif membedakan
obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan
dengan nyeri kuadran atas kanan dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris
umum
biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan jaundice
tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga sebuah
keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu
menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan.(2)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-tanda
stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena
pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
15/19
dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan
pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum
Courvoisier). (5)
Hukum Courvoisier
Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung
empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,
ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.(3)
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum bilirubin direk
dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap.
Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin
atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis
intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk)
terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada
pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang
diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih
menengah pada bilirubin serum (4 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih
sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan
obstruksi bilier parsial. (2)
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan
pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin direk
meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan saluran
empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin
tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan
bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih
mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati.
Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis
menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat
mencapai usus). (2)
Pemeriksaan Penunjang
USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama
dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan
kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan
diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu,
pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak
ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus
bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat
diagnosis ikterus obstruktif.(2)
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
16/19
Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai
kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal.
Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi. (2)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu
radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak
diekskresikan oleh sel hati yang sakit.(5)
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah pemeriksaan ERCP
(Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan endoskopi melalui
muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas.
Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada
muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin
timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. (5)
Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat
divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography(PTC).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah
hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di
dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat
memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya
dengan tepat. (5)
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan biopsi
jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda
obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.(5)
JAUNDICE OBSTRUKTIF
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya
kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar.
Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis.
Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan
septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. (5)
Patofisiologi jaundice obstruktif
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan
penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk
metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.(4)
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu
(yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang
menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena
kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan
malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi
vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring
malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.(4)
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
17/19
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi
mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan
dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan
hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan
menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak
terpengaruh. (4)
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi
mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik
mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel
penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan
akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis
radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.(4)
Etiologi jaundice obstruktif
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya
tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering
dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum
hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran
empedu. (5)
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila
vater. (5)
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla,
karsinoma pankreas, striktur bilier.(4)
Gambaran klinis jaundice obstruktif
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis.
Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang
semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona
kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula.
Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi
ekstrahepatik (hukum Couvoissier).(4)
Pemeriksaan pada jaundice obstruktif
1. Hematologi (4)Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi.
Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.
Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah
dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20
mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak
meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi
dihilangkan.
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
18/19
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi
lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai
normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas,
kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan
mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.
1. Pencitraan (4)Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu
membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk
menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4)
memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal,
informasi staging pada kasus malignansi)
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi
penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase
hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu
dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur.
Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang
mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi
95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan
bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi
gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam
evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor
ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau
maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography(MRCP) merupakan teknik visualisasi terbaru,
non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien
dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier
memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
Penatalaksanaan jaundice obstruktif
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat
berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk
menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau
dengan laparoskopi.(5)
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan,
dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan.
Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T
-
8/2/2019 Skenario C BLOK 6 (1)
19/19
pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat
pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-
duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi. (5)
PEMBAGIAN BAHAN ANALISIS MASALAH:
1.RISHA :1B;3B;4A;7A;7G
2.DESY :2A;3C;4A;7A;8
3.RAHMAN :1C;3B;4C;6C;7D;7G
4.IMAM :1B;3C;4E;4F;7C
5.DEVIN :2A;3D;4E;4F;7B
6.DIMAS :1A;2D;4B;6B;7E
7.CLARA :2B;3E;3F;6A;7C
8.ZHAZHA :1C;3A;4B;6C;7F
9.FIRMAN :2B;3A;4D;5;7F
10.TRY FEBRI :1A;3E;4C;6B;7E
11.TERRY :2C;3D;4D;5;7B;8
12.FATTY :2C;2D;3F;6A;7D