Download - Skenario 5
Penyakit Jantung Kongenital Sianosis
Magdalena Pranata102009156
Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana
JL. Arjuna Utara No. 6Jakarta Barat 11510
email : [email protected]
PENDAHULUAN
Sebagian kecil bayi atau anak dengan penyakit jantung bawaan mengalami sianosis
sentral akibat darah yang tidak tersaturasi oksigen memitasi paru – paru. Meskipun anak yang
menderita kelainan ini mungkin tampak sangat bitu, namun anak tersebut dapat sangat sehat
sewaktu istirahat. Tetapi bila kebutuhan oksigen tubuh meningkat selama aktivitas, anak
tersebut menjadi sangat amat mudah lelah dan sesak napas. Walaupun saturasi oksigen arteri
mungkin amat rendah, kecerdasan anak biasanya normal. Polisitemia sekunder terjadi karena
hipoksia kronis. Hal tersebut pada mulanya menguntungkan anak karena polisitemia akan
meningkatkan jumlah oksigen actual yang diangkut dalam darah. Namun, jika hematokrit
melampaui batas tertentu, viskositas darah akan meningkat yang mengakibatkan
kecenderungan terjadinya thrombosis, terutama pada pembuluh darah otak. Emboli akbat
thrombosis dan perdarahan akibat koagulopati konsumtif juga diketahui merupakan
komplikasi penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik dapat dibagi
dalam 2 jenis. Pada jenis yang pertama, paru-paru mengalami penurunan perfusi karena pirau
darah dari kanan ke kiri memintas paru-paru. Tetralogi fallot merupakan contoh yang
tersering yang akan dibahas dalam makalah kali ini.
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan
dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah
defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang
10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik
Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang
paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke
kiri.1,2,3
1
PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 4 bulan ke poliklinik dengan keluhan
anaknya tampak biru pada saat menangis keras. Sejak lahir anaknya hanya dapat
minum susu sebentar saja dan sering batuk dan pilek. Pada pemeriksaan rontgen
paru tampakpenurunan corakan paru.
B. HIPOTESIS
Anak usia 4 bulan tampak biru saat menangis keras, sering batuk pilek dan hanya
dapat minum susu sebentar karena CHD yang mengarah kepada tetralogi fallot.
C. ANAMNESIS
Anamnesis yang dilakukan menyangkut anamnesis pediatrik secara menyeluruh
kemudian baru dilakukan anamnesis khusus yang mengarah pada kelainan
kardiovaskuler. Bila terjadi sianosis maka perlu ditanyakan kapan mulai timbul,
frekuensinya, lamanya setiap kali serangan dan faktor pencetusnya. Ada atau
tidaknya hambatan perkembangan diketahui dengan menanyakan perkembangan
fisis, motorik serta mental dan kemudian membandingkannya dengan nilai-nilai
normal untuk umur yang sesuai.
Riwayat kehamilan : ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi
(faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi).
Riwayat keluarga : apakah saudara dekatnya ada yang terkena blue babies, lahir
dalam keadaan meninggal karena penyakit jantung kongenital. Dan ditanyakan
apakah terdapat anggota keluarga yang lain mengalami penyakit jantung, seperti
hipertensi, arterosklerosis, stroke, PJB, aritmia, dll.
Riwayat Anak
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena sulit
untuk makan (ketika makan terasa sesak) sehingga asupan kalorinya sangat
sedikit. Apakah saat beraktifitas mengalami dispneu atau takipneu (karena
inadekuat O2 ke jaringan). Ortopneu biasanya diakibatkan kongesti vena
pulmonary. Berkeringat secara abnormal biasanya disebabkan oleh gagal
jantung kongesti. Nyeri pada dada yang disebabkan karena iskemia pada otot
2
jantung. Pernah mengalami sincope atau tidak (karena stenosis aorta, hipertensi
pulmonal, heart rate yang sangat tinggi/sangat rendah). 2,3
D. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru
setelah tumbuh.
Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
Skoliosis (ke arah kanan)
Serangan sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal
hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas
kusmaul,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu
sebelum ia berjalan kembali.
Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
Palpasi
Teraba getaran bising sepanjang tepi sternum kiri
Auskultasi
Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang
semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini adalah
bising stenosis pulmonal, bukan bising defek septum ventrikel. Darah dari
ventrikel kanan yang menuju ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami
turbulensi karena tekanan sistolik antara ventrikel kanan dan kiri hampir
sama. Pada serangan anoksia bising menghilang (aliran darah ke paru
sangat sedikit/tidak ada)
Bunyi jantung I keras (penutupan trikuspid yang kuat).
Bunyi jantung II terpisah dengan komponen pulmonal yang lemah
3
Pada bayi dengan usia 4 bulan dengan keadaan tampak biru pada saat menangis
keras, sejak lahir hanya dapat minum susu sebentar saja dan sering batuk dan pilek,
maka pemeriksaan fisik sebagai berikut :
Inspeksi : bayi tampak kebiruan, bertambah jelas bila menangis ; sering
batuk pilek, pemeriksaan rontgen paru tampak penuruna corakan paru.
Pada skenario tidak dijelaskan dilakukannya:
Palpasi
Perkusi
Auskultasi 1,2,3
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan
hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan
PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi
besi.
Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung bawaan
sianotik untuk menilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan hematokrit
merupakan indikator yang cukup baik untuk derajat hipoksemia. Peningkatan
hemoglobin dan hematokrit ini merupakan mekanisme kompensasi akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan antara 16-18 g/dl,
sedangkan hematokrit 50-65%. Bila kadar hemoglobin dan hematokrit melampaui
batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan trombo emboli, sebaliknya bila
kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi anemia relatif yang harus diobati.
Radiologi
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu.
4
Cardio thoracic ratio pasien tetralogi fallot biasanya normal atau sedikit membesar.
Akibat terjadinya pembesaran ventrikel kanan dengan konus pulmonalis yang
hilang, maka tampak apeks jantung terangkat sehingga tampak seperti sepatu kayu
(coer en sabot).
Pada 25% kasus arkus aorta terletak di kanan yang seharusnya di kiri, dapat
berakibat terjadinya suatu tarik bayangan trakeobronkial berisi udara di sebelah kiri,
yang terdapat pada pandangan antero-posterior atau dapat dipastikan oleh
pergeseran esophagus yang berisi barium ke kiri. Corakan vascular paru berkurang
dan lapangan paru relatif bersih, mungkin disebabkan oleh aliran darah paru paru
yang berkurang dan merupakan suatu tanda diagnostik yang penting. Bila terdapat
kolateral yang banyak mungkin corakan vascular paru tampak normal, atau bahkan
bertambah.
Pada proyeksi lateral, ruangan depan yang bersih atau kosong dapat atau tidak
dipenuhi oleh ventrikel kanan yang hipertrofi.
Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
Pada neonatus EKG tidak berbeda dengan anak normal. Pada anak mungkin
gelombang T positif di V1, EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Gelombang P di hantaran II tinggi (P
pulmonal).
Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat memperlihatkan setiap kelainan pada tetralogi fallot.
Pelebaran dan posisi aorta berupa diskontinuitas septum ventrikel dan dinding
depan aorta serta pelebaran ventrikel kanan mudah dilihat. Kelainan katup pulmonal
seringkali sulit dinilai, demikian pula penentuan perbedaan tekanan antara ventrikel
kanan dan a.pulmonalis tidak selalu mudah dilakukan.
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.
5
Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis
pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan
tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
Kateterisasi jantung dan angiokardiografi merupakan metode pemeriksaan utama
untuk menerangkan abnormalitas anatomis tersebut dan untuk menyingkirkan cacat
lainnya, yang menyerupai gambaran suatu tetralogi falot, terutama ventrikel kanan
dengan saluran keluar ganda disertai stenosis pulmonal serta tranposisi arteri dengan
stenosis pulmonal.
Kateterisasi jantung akan mengungkapkan hipertensi sistolik dalam ventrikel kanan
yang sama besarnya dengan tekanan darah sistemik disertai penurunan tekanan yang
mencolok ketika kateter tersebut memasuki ruangan infundibulum atau arteri
pulmonalis. Tekanan darah rata rata dalam arteri pulmonal biasanya sebesar 5-10
mmHg, tekanan darah di dalam atrium biasanya normal. Aorta mungkin dengan
mudah dapat dimasuki dari bilik kanan melalui cacar septum ventrikel tersebut.
Tingkat kejenuhan oksigen arteri tergantung atas pintasan dari kanan ke kiri; pada
waktu istirahat besarnya 75-85%. Contoh darah dari kedua pembuluh vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis seringkali mengandung kadar
oksigen yang sama, sehingga memberikan indikasi mengenai tidak adanya pintasan
dari kiri ke kanan dapat diperlihatkan pada tingkat ventrikel. Angiografi dan atau
kurva pengenceran indikator dapat melokalisasikan tempat pintasan dari kanan ke
kiri atau yang berarah ganda pada tingkat ventrikel tersebut.
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis
pulmonal perifer. Melihat ukuran a.pulmonalis. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis
normal atau rendah.3,4
F. DIAGNOSIS
6
Diagnosis kerja
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan maka diagnosis
kerjanya à Tetralogi Fallot.
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel,
stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang
paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis
pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif ,
makin lama makin berat. Tetralogi Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan
tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi
defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara
rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan
lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi
sebagai berikut :
Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga
ventrikel
Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar
dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkan penyempitan
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik
kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.2,3
7
Gambar 1. Jantung normal dan Jantung TOF10
—-Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum
ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit
sama besar dengan lubang aorta. Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik
paling banyak yang tejadi pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup dan merupakan
kelainan jantung bawaan nomor 2 yang paling sering terjadi. TF umumnya
berkaitan dengan kelainan jantung lainnya seperti defek septum atrial.2,3—
-
8
Diagnosis Banding
1. Atresisa pulmonal
Yaitu suatu keadaan dimana katup pulmonal mengalami atresia sehingga seluruh
curah jantung akan di pindahkan kedalam aorta dan aliran darah paru tergantung
pada duktus arteriousus menetap. 8
Manifestasi klinis
hampir sama yang yang ditemukan pada tetralogi fallot, dengan pengecualian.
Sianosis terjadi beberapa hari setelah lahir , berbeda dengan tetralogi fallot yang
terjadi dalam tahun pertama kehidupan, bising sistolik tidakada atau lemah, bunyi
jantung pertama sering diikuti dengan klik sedangkan bunyi jantung ke 2 sering
sering dengan kekuatan sedang dan bersifat tunggal,serta dapat terdengar bising
pada setiapbagian dada anterior atau posterior pada duktus srteriusus. Gambaran
pada masa neonatus beraneka ragam. 8
2. Atresia trikuspid
Kelainan ini diperkirakan 2% dari seluruh penyakit jantung bawaan sianotik. Pada
keadaan ini tidak terdapat hubungan antara atrium kanan dan ventriekl kanan. Ini
menyebabkan ventrikel kanan menjadi hipoplastik. Kadang-kadang disertai defek
septum ventrikel. Darah dari atrium kanan akan melalui septum atrium ke atrium
kiri kemudian ke ventrikel kiri lalu ke aorta dan duktus arteriosus bila masih
terbuka. Bila terdapat defek septum ventrikel, darah dari ventrikel kiri akan ke
ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis. 9
Sianosis timbul pada minggu pertama dan biasanya berat bila tanpa kelainan lain
yang membantu darah ke paru. Bunyi jantung II biasanya tunggal karena
komponen P2 tidak ada. Foto toraks menunjukkan kardiomegali dan berbentuk
bulat atau agak segiempat (Square shape). Corakan pembuluh darah paru menurun
bila tidak teradapat defek spetum ventrikel.
Elektrokardiogram menunjukkan deviasi aksis ke kiri dan mungkin terdapat
hipertrofi ventrikel kiri.
Ekokardiografi akan menunjukkan katup trikuspid atretik dan ventrikel kanan yang
kecil dan ventrikel kiri yang besar.
9
Kateterisasi jantung dan angiografi akan memastikan kelainan anatomi yang ada,
dimana ventrikel kanan tidak dapat dilalui kateter. Penatalaksanaan dengan operasi
paliatif dan korektif
3. Defek septum ventrikel (VSD)
Defek septum ventrikel merupakan Penyakit jantung bawaan (PJB) yang paling
sering ditemukan, sekitar 30% dari semua jenis PJB. Pada sebagian kasus, diagnosis
kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa neonatus, karena pada minggu-
minggu pertama bising yang bermakna biasanya belum terdengar karena resistensi
vascular paru masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10 minggu. Pada VSD kecil
hanya terjadi pirai dari kiri ke kanan yang minimal sehingga tidak terjadi gangguan
hemodinamik yang berarti. Pada defek sedang dan besar terjadi pirau yang
bermakna dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. VSD terjadi bila sekat ventrikel
tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik
kanan pada saat sistole.
Manifestasi klinik : Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak
terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter
dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah
nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostalis dan region epigastrium.
Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.
Penatalaksanaan: Pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat-obatan utuk
mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic, misalnya lasix.
Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan
dan bertambahnya berat badan, rnaka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun.
Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup
berkurang. 4,8,9
Gambar 2. Ventrikel Septum Defect/ VSD
10
4. Duktus Arteriosus Persisten (PDA)
Duktus Arteriosus Persisten adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi
lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. PDA sering dijumpai pada bayi
premature, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Sebagian
besar PDA persisten menghubungkan aorta dengan a.pulmonalis kiri. Pada bayi
baru lahir, duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari a.pulmonalis ke
aorta akan berfungsi sebaliknya karena resistensi vascular paru menurun dengan
tajam dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara
fungsional tidak terdapat arus darah dari aorta ke a.pulmonalis. Bila duktus tetap
terbuka, terjadi keseimbangan antara aorta dan a.pulmonalis. dengan semakin
berkurangnya resistensi vascular paru maka pirai dari aorta ke arah a.pulmonalis
(kiri ke kanan) makin meningkat.
PDA adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan
arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta desendens tepat di
sebelah distal arteri subklavikula kiri. PAD terjadi bila duktus tidak menutup bila
bayi lahir. Penyebab PAD bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu
dan prematuritas.
ManifestAsi klinik: Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti
mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak
akan mengalami dispnea, jantung membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat
penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume darah, adanya tanda machinery
type . Murmur jantung akibat aliran darah turbulensi dari aorta melewati duktus
menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan: Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan
biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot
lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk
dilakukan operasi. 4,8,9
11
Gambar 3. Duktus Arteriosus Persisten/ PDA11
5. Transposisi arteri besar/ Transpotition Great artery (TGA)
Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisiaorta, arteri aorta
dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anaktidak akan hidup kecuali ada
suatu duktus arteriosus menetap atau kelainanseptum ventrikuler atau atrium, yang
menyebabkan bercampurnya daraharteri-vena. Pada TGA terjadi perubahan tempat
keluarnya posisi aorta dan arteri pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan
dan terletak di sebelahanterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar
dari ventrikel kiri ,terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima
darah vena sistemik dari vena kava, atriumkanan, ventrikel kanan dan darah
diteruskanke sirkulasi sistemik. Sedang darah dari vena pulmonalis dialirkan
keatrium kiri, ventrikel kiri dan diteruskan ke arteripulmonalis dan seterusnya
keparu.Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebutterpisah
dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasiantara 2 sirkulasi
ini. Pada neonatus percampuran darah terjadi melaluiduktus arteriosus dan foramen
ovale keatrium kanan. Pada umumnyapercampuran melalui duktus dan foramen
ovale ini tidak adekuat, dan biladuktus arteriosus menutup maka tidak terdapat
percampuran lagi di tempattersebut, keadaan ini sangat mengancam jiwa penderita.
Manifesfasi klinik: Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada
adanyakelainan atau stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainanmerupakan
PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan: Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah.
12
Pada saatprosedur, suatu kateter balon dimasukan ketika melakukan kateterisasi
jantung, untukmemperbesar kelainanseptum intra arterial. Pada cara Blalock Halen
dibuatsuatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan.
Sedangkan cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum
dihilangkandibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenisasi dari
venapulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah
tidakteroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk
keperluansirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah berkurang
secaranyata dengan adanya koreksi dan paliatif. 4,8,9
Gambar 4. Transpotition Great Artery/ TGA12
G. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor
tersebut antara lain :
Faktor endogen :
Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen :
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidmide,dextroamphetamine.aminopterin,amethopterin, jamu)
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
13
Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus
penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke
delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.1,2,3
H. EPIDEMIOLOGI
Tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak,
setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten
atau lebih kurang 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Di antara penyakit
jantung bawaan sianotik, tetralogi fallot merupakan 2/3nya.11
Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak
ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung
bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus
arteriosus persisten. Di US angka kejadiannya mencapai 3-6 dari 10000 kelahiran.
Tetralogi fallot merupakan penyebab tersering pada PJB yang menyebabkan
sianosis. Lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.12
I. PATOFISIOLOGI
Patologi
Katup pulmonal mungkin mempunyai suatu cincin kecil, seringkali bicuspid
merupakan satu – satunya tempat dimana stenosis terjadi. Hipertrofi oleh krista
supraventrikularis ikut memperberat stenosis infudibulum berukuran besar dan
kontur yang beraneka ragam. Kadang – kadang lintasan jalan keluar ventrikel
mengalami obstruksi lengkap (atresia pulmonal) dalam keadan – keadan demikian,
anatomi arteri – arteri pulmonal sangat bervariasi. Biasanya cacat septum ventrikel
berukuran besar, terletak tepat di bawah katup aorta serta berhubungan dengan
tonjolan – tonjolan aorta posterior dan kanan. Bentuk normal katup – katup mitral
dan aorta tetap dipertahankan. Aorta melengkung kea rah kanan pada kira – kira
20% kejadian, berukuran besar dan meliputi cacat septum ventrikel tersebut,
sehingga dalam perbandingan berbeda – beda berasal dari ventrikel kanan.3,5
14
Patofisiologi
Tetralogi fallot adalah kelainan daerah konotrunkal yang paling sering dijumpai.
Cacatnya disebabkan oleh pemisahan konus yang tidak merata, karena pergeseran
letak sekat trunkus dan konus ke depan. Sehingga pergeseran itu menimbulkan
empat perubahan kardiovaskuler, yaitu :
stenosis infundibularis pulmonalis.
cacat yang besar pada septum interventrikularis.
overriding aorta ( aorta yang keluar langsung di atas sekat yang cacat).
hipertrofi dinding ventrikel karena tekanan sisi kanan yang lebih tinggi.
Karena adanya VSD yang besar dan stenosis pulmonal maka akan terjadi perubahan
hemodinamik. Stenosis pulmonal yang terjadi itu menyebabkan darah yang berasal
dari vena cava superior dan inferior seluruhnya akan tertampung dalam ventrikel
kanan. Kemudian masuk ke aorta tanpa membebani ventrikel kiri, sehingga timbul
hipertrofi ventrikel kanan sedangkan ventrikel kiri relatif kecil. VSD tersebut
menyebabkan terjadinya shunt kanan ke kiri sehingga timbul sianosis. Stenosis
pulmonal menyebabkan aliran darah ke pulmo jadi menurun sehingga terjadi
hipoksemia yang dikompensasi dengan polisitemia. 1,2
Kelainan jantung congenital menyebabkan dua perubahan hemodinamik utama.
Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan alirandarah
pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan pada jantung kanan lebihbesar
daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melaluilubang
abnormal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi kedaerah
yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenisasi mengalir ke
dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila
ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal
sewaktu lahir.Penebalan vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran
darahpulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah bergerakdari
kananke kiri.Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta
kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung.Manifestasi dari
penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung,perfusi tidak adekuat dan
kongesti pulmonal.
15
Pengembalian vena sistemis ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung
normal. Ketika ventrikel kanan menguncup dan menghadapi stenosis pulmonalis,
maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam
aorta. Akibatnya terjadi ketidakjenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran
darah paru – paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan,
dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang –
kadang dari suatu duktus arteriosus menetap. Puncak tekanan – tekanan sistolis dan
diastolis di dalam setiap ventrikel biasanya sama, seperti juga halnya dengan
tekanan rata – rata pada kedua atrium. Suatu perbedaan atau penurunan tekanan
darah yang dapat diukur yang disebabkan oleh stenosis pulmonal, hampir selalu di
jumpai diseberang aliran keluar ventrikel kanan. Jika terdapat obstruksi terhadap
aliran keluar ventrikel kanan dan cacat septum ventrikel, tanpa disertai pintasan dari
kanan ke kiri, maka anomali demikian dinamakan Fallot asianosis.2,3,4,5
J. GEJALA KLINIK
Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :
Sesak saat beraktivitas
Berat badan bayi tidak bertambah
Pertumbuhan berlangsung lambat
Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang)
Kebiruan : Kebiruan akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu, atau
menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh
tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to
left shunt). Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya
oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh.
Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala
kebiruan.4,6
Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok
yang justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri
femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan
membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin
berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi.
16
Keluhan yang timbul mencerminkan derajat hipoksia. Saat dan beratnya gejala juga
bervariasi, dari yang mengalami sianosis dini dengan serangan anoksia yang berat
dan meninggal pada waktu umur 2-3 bulan, sampai ke keadaan ringan tanpa gejala.
Pada kasus yang berat, sianosis timbul bila pada minggu minggu pertama disertai
serangan biru, polisistemia dini dan penurunan toleransi latihan. Bila bayi dapat
melampaui 2 tahun, gejala tersebut akan berkurang, mungkin akibat terbentuknya
kolateral.
Dispnea terjadi bila penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi bayi dan anak anak
yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat kemudian akan
duduk atau berbaring. Anak anak yang lebih besar mungkin mampu berjalan sejauh
kurang lebih satu blok, sebelum berhenti untuk beristirahat. Secara khas, anak anak
akan mengambil sikap berjongkok / squatting untuk meringankan dan
menghilangkan dispea yang terjadi akibat aktivitas fisik. Biasanya anak tersebut
dapat melanjutkan aktivitas fisiknya kembali dalam beberapa menit 1 2 Squatting
pada umumnya terdapat pada anak prasekolah, sedangkan anak yang lebih besar
jarang melakukannya karena malu.
Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia “biru”)
terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi
tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat,
penderita mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan
serangan demikian paling sering terjadi pada pagi hari. Serangan serangan tersebut
dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang kadang
berakibat fatal. Episode serangan pendek diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan
penderita akan tertidur. Sedangkan serangan serangan berat dapat berkembang
menuju ketidaksadaran dan kadang kadang menuju kejang kejang atau
hemiparesis. Awitan serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga.
Serangan yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah
pulmonal yang memang mengalami gangguan sebelumnya, yang berakibat
terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak dengan gangguan pertumbuhan dan
mungkin perkembangan tinggi badan dan keadaan gizi biasanya dibawah rata rata
17
serta otot otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak. Masa pubertas
terlambat.
Tampak sianosis dari berbagai derajat. Pada usia tahun pertama, sianosis akan
terjadi dan tampak paling menonjol pada mukosa bibir dan mulut serta jari jari
tangan dan kaki. Pada kasus kasus berat, sianosis terjadi pada masa neonatal.
Dengan adanya sianosis berat, maka kulit tampak berwarna biru kehitaman dan
sklera berwarna kelabu akibat kongesti pembuluh pembuluh darah yang
memberikan petunjuk adanya konjungtivitis ringan. Pembentukan jari jari tabuh
pada tangan dan kaki yang menjadi nyata menjelang usia 1-2 tahun. Pada anak
besar dapat terlihat osteoartropati. Tekanan darah dan denyut nadi pada umumnya
normal, tetapi sianosis berat dan polisistemia yang berlangsung beberapa tahun
dapat menyebabkan hipertensi . Gigi geligi sering dalam keadaan buruk, seperti
pada kelainan jantung sianotik lainnya, akibat gangguan perkembangan email.
Sering terjadi hipertrofi gusi dan lidah menunjukan gambaran peta (geographic
tongue). Dapat terjadi kelainan ortopedi berupa skoliosis. Polisistemia dapat
menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa pelebaran pembuluh
darah retina. Tetralogi fallot jarang sekali menyebabkan gagal jantung. Bila
terdapat splenomegali harus dicurigai endokarditi. Hemitoraks kiri depan dapat
menonjol ke depan.
Pada pemeriksaan jantung biasanya jantung mempunyai ukuran normal dan impuls
apeks (ictus) tampak jelas. Suatu getaran sistolik (thril) dapat dirasakan pada 50%
kasus di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal ke 3 dan ke 4.
Bising sistolik yang ditemukan seringkali terdengar keras dan kasar; bising tersebut
dapat menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi kiri tulang dada.
Bising tersebut dapat bersifat bising ejeksi atau bising pansistolik serta dapat
didahului dengan terdengarnya bunyi klik. Bising sistolik tersebut disebabkan oleh
turbulensi darah yang terjadi di atas lintasan aliran keluar ventrikel kanan serta
cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan pintasan dari kiri ke kanan.
Bunyi jantung ke 2 terdengar tunggal dan ditimbulkan oleh penutupan katub aorta.
Bising sistolik tersebut jarang disertai bising diastolik; bising terus menerus dapat
terdengar pada setiap bagian dada, baik di anterior maupun posterior; bising
tersebut dihasilkan oleh pembuluh pembuluh darah kolateral bronkus yang melebar
18
atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap. Temuan ini sering didapatkan
pada atresi paru.2,3,4,10
K. PENATALAKSANAAN
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk
memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
Medika Mentosa
Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
Natrium Bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke
paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian :
Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum
teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
Berikan transfusi darah bila kadar hemoglobin kurang dari 15 g/dl, sekali
pemberian 5 ml/kgBB
Propanolol oral 1 mg/kg/hari dalam 4 dosis dapat digunakan untuk serangan
sianotik
Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
Pemberian Prostaglandin E1 untuk sianosis atau pada keadaan akut (vasodilator
arteriol dan menghambat agregasi trombosit)
Pemberian Vasopressor pada awal serangan atau jika terapi lain gagal
(methoxamine, phenylephrine)6,7
Non Medika Mentosa
Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah seperti jongkok.
Perhatikan kebersihan mulut dan gigi untuk meniadakan sumber infeksi
terjadinya endokarditis infektif atau abses otak.
19
Hindari dehidrasi6,7
Tindakan Pembedahan
Bedah paliatif
Bedah paliatif yang biasa dilakukan adalah operasi B-T (Blalock-Taussig) Shunt
yang bertujuan meningkatkan sirkulasi pulmonal dengan menghubungkan
a.subklavia dengan a.pulmonalis yang ipsilateral. Umumnya operasi paliatif
dilakukan pada bayi kecil atau dengan hipoplasia a.pulmonalis dan pasien yang
sering mengalami sianotik. Selain BT Shuntterdapat pula Potts Shunt, Waterston
Shunt, dan Glenn Shunt. Tetapi BT Shunt merupakan yang paling sering
digunakan karena memberikan hasil yang paling baik. Tetapi BT Shunt juga
menimbulkan beberapa komplikasi walaupun angka kejadiannya sangat kecil.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain : hipoplasia pada lengan, gangren
pada digitalis, cedera nervus frenikus, stenosis a.pulmonal.
Bedah Korektif
Pada bedah korektif dilakukan koreksi total yang dapat didahului atau tanpa
bedah paliatif. Bila arteri pulmonalis tidak terlalu kecil, umumnya koreksi total
dilakukan pada pasien tetralogi Fallot di bawah usia 2 tahun.6,7
L. PENCEGAHAN
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan
embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah
besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit jantung congenital belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh
pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program KB
oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin).
f. Terpajan radiasi (sinar X).
20
g. Gizi ibu yang buruk.
h. Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.
Maka untuk menghindari terjadinya penyakit jantung congetinal akan lebih baik
untuk menghindari beberapa factor yang diduga mempunyai pengaruh pada
peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan seperti diatas.10,11
M. KOMPLIKASI
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalamiberbagai komplikasi
antara lain:
1. Gagal jantung kongestif / CHF.
2. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung.
3. Aritmia.
4. Endokarditis bakterialistis.
5. Hipertensi.
6. Hipertensi pulmonal.
7. Tromboemboli dan abses otak.
8. Obstruksi pembuluh darah pulmonal.
9. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur).
10. Enterokolitis nekrosis.
11. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau
displasia bronkkopulmoner).
12. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit.
13. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin).
14. Gagal tumbuh.1,2,3,12
N. PROGNOSIS
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa prognosis pasien tetralogi fallot tanpa
operasi adalah tidak baik, meskupun hal ini bergantung pada beratnya stenosis
pulmonal dan terbentuknya sirkulasi kolateral. Pasien dengan dispnea d effort jarang
21
bertahan sampai besar. Pasien tetralogi fallot derajat sedang dapat bertahan sampai
umur 15 tahun, dan hanya sebagian kecil yang hidup sampai dekade ketiga.2,3,12
PENUTUP
Kesimpulan:
Anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik tetralogi fallot sangat menentukan
untuk kelangsungan hidup anak mengingat masalah yang dapat menimbulkan komplikasi
yang dapat terjadi pada anak tetralogi fallot bahkan hingga dapat menimbulkan kematian
yang diakibatkan karena hipoksia , syok maupun gagal. Oleh karena itu penatalaksanaan pada
tetralogi fallot harus memiliki keterampilan dan pengetahuan konsep dasar perjalanan
penyakit tetralogi fallot yang baik agar dapat menentukan diagnosa yang tepat bagi anak yang
mengalami tetralogi fallot sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Hull David, Johnston Derek I. Dasar - Dasar Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC; 2008. hal:
130-151.
22
2. Latief Abdul, Napitupulu Partogi M. Pudjiadi Antonius, Ghazali M.V. Putra Sukman
Tulus. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta : Universitas Indonesia; 2007. hal: 725-
728.
3. Behrman Richard E. Vaughan Victor. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: ECG;
2005. hal: 726-733.
4. Rubenstein David, Wyne David, Bradley John. Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta:
Erlangga; 2007. hal: 329-334.
5. Stanley L. Robbins, Ramzi S. Cotran, Vinany Kumar. Buku Saku Dasar Patologi
Penyakit. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2005. hal: 349-350.
6. Bambang M,Sri endah R,Rubian S. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak.
Jakarta: EGC; 2005.
7. Doengoes, Marylin E. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC; 2000.
8. Carpenito, Linda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC;
2006
9. Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius;
2000.
10. Heru Cahyadi. 2010. Tetralogi Fallot.
http://medicastore.com/penyakit/899/Tetralogi_Fallot.html. (diunduh tanggal 24 September
2011).
11. Gusty. Reni Prima, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Tetralogi Fallot.
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-gwtp250.htm.
(diunduh tanggal 24 September 2011).
12. Ide Bagus. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kelainan Jantung Bawaan.
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2010/04/askep-anak-dengan-penyakit-jantung.html..
(diunduh tanggal 24 September 2011).
23