SIPENDIKUM 2018
184
EVALUASI PENTINGNYA PERPU DALAM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DAN KETATANEGARAAN INDONESIA
Encik Muhammad Fauzan1
Email: [email protected]
Novan Mahendra Pratama
Email: [email protected]
Indah Purbasari
Email: [email protected]
Abstrak
Pemerintah telah beberapa kali mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam beberapa tahun akhir ini dan
ada beberapa yang menimbulkan kontroversial karena pembentukannya
ada yang berpendapat hanya untuk menujukkan kekuasaan absolut
sehingga menghilangkan makna dan tujuan perppu yang sebenarnya. Hal
ini menimbulkan persoalan apakah pada era demokrasi saat ini masih
relevan jika dilihat dari aspek hukum perundang-undangan dan
ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan permasalahan ini, artikel ini
menganalisisnya dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan
pendekatan konseptual. Hasil dari kajian ini menemukan bahwa Perppu
yang dikeluarkan oleh pemerintah banyak yang tidak mendasarkan pada
makna asli kenapa dikeluarkan perppu sehingga seakan-akan keluarnya
perppu hanya meligitimasi kekuasaan. Oleh karena itu, berdasarkan hal ini,
merekomendasikan untuk tidak memasukkan perppu dalam hirarki
peraturan perundang-undangan. Artinya keberadaan perppu dihapuskan
dalam peraturan perundang-undangan. Jika pemerintah ingin
mengeluarkan kebijakan yang dianggap mendesak cukup melalui jenis
peraturan perundang-undangan yang telah ada dibawah undang-undang.
Meskipun pada hierarkinya peraturan perundang-undangan yang ada saat
ini, undang-undang sejajar dengan Perppu, namun sebenarnya antara
kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan. Dimana undang-undang
dikeluarkan berdasarkan obyektif ketatanegaraan, sedangkan perppu
dikeluarkan berdasarkan subjektif Presiden dalam keadaan negara kondisi
darurat.
Kata Kunci : Pembentukan, kedudukan, materi muatan, subjektif Presiden,
darurat.
1 Penulis Pertama dan Ketiga adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura sedangkan
penulis kedua adalah Mahasisw Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura konsentrasi HTN-HAN.
SIPENDIKUM 2018
185
Pendahuluan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 telah menempatkan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (yang selanjutnya disebut Perppu) dalam jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan yang kedudukan sama dengan undang-undang (UU).
Seperti kita ketahui bersama, bahwa UU merupakan produk hukum dari Dewan
Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR) dengan Presiden. Sedangkan Perppu
merupakan noodverordeningrecht2 Presiden, karena pada saat itu Presiden beranggapan
bahwa negara dalam keadaan bahaya. Jadinya Perppu itu merupakan produk hukum
subjektif Presiden. Perppu pada dasarnya dikonsepsikan sama dengan UU pada
umumnya, akan tetapi karena adanya kegentingan yang memaksa, maka ditetapkan
dalam bentuk peraturan pemerintah.3 Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
menyebutkan bahwa ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang”4. Perppu merupakan
peraturan pemerintah, namu berfungsi sebagai undang-undang. Jadi, Perppu merupakan
salah satu produk hukum yang dapat ditetapkan Presiden tanpa membutuhkan
keterlibatan DPR.
Perppu dibentuk dan dilaksanakan oleh Pemerintah bukan tanpa peranan DPR
sama sekali. Peran DPR dapat dilihat dalam Pasal 22 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
menyebutkan bahwa “peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut” dan “jika tidak mendapatkan
persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut”5. Dalam hal seperti ini,
peranan DPR melakukan prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan
Negara Indonesia. Namun fakta menunjukkan bahwa dikeluarkannya Perppu oleh
Presiden hanya jalan melegitimasi kebijakan sesaat agar kebijakan yang dibuat Presiden
dapat dijalankan secepat mungkin. Akan tetapi Perppu yang telah ada pun banyak
menghilangkan makna pentingnya sebuah Perppu yang dapat dibuat atau dikeluarkan
Presiden jika negara dalam keadaan darurat sehingga memaksa perlu Perppu. Istilah “
dalam hal ihkwal kegentingan memaksa” sering menimbulkan banyak penafsiran dari
berbagai sudut pandang yang berbeda. Hal ini menimbulkan kesia-siaan keberadaan
perppu dan membuat DPR hanya bisa menjadi alat pengesah saja jika mayoritas
anggota DPR adalah pendukung Presiden. Sebaliknya akan menjadi pembahasan
menarik jika mayoritas DPR dikuasai oleh oposisi pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam artikel ini memunculkan
permasalahan yaitu apakah masih diperlukan keberadaan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang tersebut pada saat ini?. Meninggat sistem hirarki perundang-
undangan di Indonesia telah memberikan banyak jenis regulasi yang dapat digunakan
oleh pemerintah dalam menerapkan kebijakannya.
2Hak Presiden untuk mengatur kegentingan yang memaksa.
3Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat Edisi Ke-1, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 3. 4Vide Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5Pasal 22 ayat (2) juncto ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SIPENDIKUM 2018
186
Metode Penelitian
Penelitian dalam penulisan artikel ini merupakan penelitian doktrinal dengan
menggunakan jenis pendekatan penelitian hukum kritis dan analitis (Analytical and
Critical Studies). Penelitian doktrinal merupakan penelitian merujuk kepada teori-teori
hukum, peraturan perundang-undangan, sistem hukum yang menggunakan bahan
kepustakaan sebagai bahan utama dalam mengkajinya.6 Oleh karena itu, pembahasan
dalam artikel ini menggunakan teori hukum perundang-undangan dan teori hukum
ketatanegaraan sebagai dasar dalam menganalisis dalam mengevaluasi pentingnya
peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Selain itu, pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan
penelitian hukum kritis dan analitis dimana pendekatan penelitian hukum kritis
merupakan pendekatan dengan menguji atau menilai sesuatu yang menjadi
permasalahannya yaitu dalam hal ini keberadaan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang. Sedangkan pendekatan penelitian hukum analitis merupakan
pendekatan yang dengan cara menguji dan mengevaluasi untuk memahami atau
menjelaskan terhadap permasalahan yang dibahas. 7Penggunaan pendekatan ini
bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengevaluasi seberapa penting lagi adanya
peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Hasil dan Pembahasan
Dasar Pembentukan Perppu
Kewenangan Presiden dalam mengeluarkan perppu didasarkan pada Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) sebagai
konstitusi Indonesia tepatnya pada pasal 22 yang menyatakan bahwa:
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
Pasal tersebut memberikan hak kepada Presiden dalam mengeluarkan perppu dengan
syarat kondisi kegentingan yang memaksa. Pengaturan dalam konsitusi ini
mencerminkan betapa pentingnya Perppu tersebut dalam sebuah negara dimana
konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara untuk memberlakukan sistem
ketatanegaraan. Encik Muhammad Fauzan berpendapat bahwa konstitusi juga
mempunyai dua fungsi yaitu fungsi normatif dan fungsi sosiologis. Fungsi normatif ini
6 Anwarul Yakin, Legal Research and Writing, (Malaysia : Malayan Law Journal Sdn. Bhd. Lexis Nexis
Group, 2007). hlm. 10 7 Ibid, hlm 16
SIPENDIKUM 2018
187
menjadikan konstitusi sebagai rujukan utama dan pertama bagi penyusunan norma-
norma dibawahnya. Sedangkan fungsi sosiologi artinya bahwa konstitusi ini
mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga dan melindungi masyarakat
akan tindakan kesewenang-wenangan pemerintah.8
Konstitusi juga telah digambarkan oleh Brian Thompson sebagai “a constitution
is a document which contains the rules for the operation of an organization”.9 Pendapat
ini bermakna bahwa konstitusi sebagai sebuah dokumen yang didalamnya mengatur
mengenai fungsi-fungsi dari suatu organisasi. Selain itu, Sri Soemantri berpendapat
konstitusi merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:10
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
2. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang, maupun untuk masa yang akan datang;
3. Suatu keinginan (kehendak), dengan mana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin;
4. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
Pendapat ini mendefinisikan mengenai arti formil dari sebuah konstitusi yang
dewasa ini dirasa sangat penting untuk suatu negara, agar negara tersebut tetap berada di
lajurnya. Konstitusi bagi suatu negara menjadi dasar dan acuan untuk semua peraturan
perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang dasar. Dibalik keluarnya
suatu produk hukum tidak terlepas dari konfigurasi politik yang dapat mempengaruhi
produk hukum. Mahfud MD berpendapat mengenai konstitusi:11
1. Ia dimaksudkan sebagai keharusan bagi politik hukum nasional untuk selalu
mengawal dan mengalirkan hukum-hukum yang sesuai dengan dan dalam rangka
menegakkan konstitusi;
2. Ia dimaksudkan sebagai cara mengawal pembangunan politik hukum itu sendiri
agar tidak ke luar dari aliran konstitusi dan sumber nilai yang mendasarinya.
Berkaitan dengan hal ini, bahwa UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi
Indonesia merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang utama dan pertama
dalam hierarki peraturan perudang-undangan. UUD NRI Tahun 1945 hanya menyebut
bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan yaitu Ketetapan MPR, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang/Perppu, Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Daerah.
Kelima jenis bentuk peraturan perundang-undangan tersebut diatur lebih lanjut
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
8 Encik Muhammad Fauzan, Jurnal Masalah Masalah Hukum, Fungsi Sosiologis Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Memenuhi Hak-Hak Masyarakat (Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro : Jilid 42 Nomor 3 Juli 2013), hlm. 348-349 9Ahmad Sukarja dalam Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta : Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005), hlm. 15. 10
Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2015), hlm. 9. 11
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2012), hlm. 9.
SIPENDIKUM 2018
188
Perundang-undangan. Kedudukan perppu dalam hierarki peraturan perundang-undangan
juga mengalami dinamika yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tap MPRS Nomor
XX/MPRS/1966
Tap MPR Nomor
III/MPR/2000
UU Nomor 10
Tahun 2004
UU Nomor 12
Tahun 2011
1. UUD RI 1945
2. Ketetapan
MPRS/ MPR
3. UU / Perpu
4. PP
5. Keppres
6. Peraruran-
peraturan
Pelaksanaan
Lainnya, seperti
:
- Peraturan
Menteri
- Instruksi
Menteri
- dan Lain -
lainnya.
1. UUD 1945
2. Ketetapan
MPR
3. UU
4. Perpu
5. PP
6. Keppres
7. Perda
1. UUD Negara
RI Tahun 1945
2. UU / Perpu
3. PP
4. Perpres
5. Perda
1. UUD NRI
Tahun 1945
2. Ketetapan
MPR
3. UU/Perpu
4. Peraturan
Pemerintah
5. Peraturan
Presiden
6. Peraturan
Daerah
Provinsi
7. Peraturan
Daerah
Kabupaten/
Kota
Tabel 1: Regulasi yang pernah mengatur hierarki peraturan perundang-
undangan12
Tabel diatas menunjukkan bahwa Perppu selalu menjadi bagian dari jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan. Namun kedudukan Perppu dalam hierarki
pernah mengalami perubahan tidak sejajar dengan undang-undang melainkan dibawah
undang-undang jika dilihat dalam ketetapan MPR/III/MPR/2000. Namun seiring
perjalanan ketatanegaraan di Indonesia, kedudukan Perppu dikembalikan lagi sejajar
dengan undang-undang. Dinamika pengaturan peraturan perundang-undangan
menunjukkan hal ini merupakan suatu yang sangat penting dalam menjalankan negara
dan pemerintahan.
Peraturan perundang-undangan merupakan perwujudan nyata dari
perkembangan hukum modern yang bersifat tertulis. Pernyataan tersebut memperkuat
suatu pernyataan, bahwa peraturan perundang-undangan bersifat tertulis memberikan
kepastian hukum yang lebih nyata dibandingkan dengan hukum tidak tertulis. Kaidah
hukum bisa terbentuk, salah satunya melalui pembentukan peraturan perundang-
undangan. Peraturan perundang-undangan oleh Bagir Manan didefinisikan sebagai
12
Diolah dari berbagai sumber oleh penulis dan peraturan yang dipakai saat ini adalah Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
SIPENDIKUM 2018
189
“setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang
berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum”.13
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dijelaskan juga pengertian peraturan perundang-undangan yaitu “peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.14
Peraturan perundang-
undangan tersebut diatur dalam Undang-Undang meliputi “Undang-Undang dan
peraturan di bawahnya”.15
Perbedaan Undang-Undang dan Perppu
A. Hamid S. Attamimi menyatakan bahwa mengenai materi muatan undang-
undang dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yakni :16
1. Ketentuan dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945;
2. Berdasarkan Wawasan Negara berdasar atas hukum (rechtstaat);
3. Berdasarkan Wawasan Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi.
Sementara dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan
bahwa materi muatan undang-undang adalah:17
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;Dan/atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Materi muatan undang-undang tersebut harus dibahas dalam DPR sebagai
pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang. Adapun proses pembentukan
undang-undang adalah sebagai berikut:
1. DPR memang memegang kekuasaan membentuk UU, akan tetapi dalam setiap
pembuatan dan pengundangan UU membutuhkan persetujuan bersama dengan
Presiden.
13
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung :
Alumni, 1997), hlm. 123.
14Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234). 15
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234). 16
Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku 1 op. cit., hlm. 246. 17
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234).
SIPENDIKUM 2018
190
2. Sebelum UU disahkan dan diundangkan, ada yang namanya RUU. RUU inilah
cikal bakal calon UU untuk diundangkan. Dalam RUU inilah membutuhkan
persetujuan bersama antara Presiden dengan DPR.
3. Apabila RUU tersebut tidak disetujui bersama, maka RUU tersebut tidak boleh
dibahas dalam sidang DPR masa itu. Akan tetapi jika RUU tersebut disetujui
bersama, maka RUU tersebut akan disahkan Presiden untuk menjadi UU.
4. Dalam suatu hal RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan Presiden
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari semenjak RUU tersebut disetujui, maka RUU
tersebut telah sah menjadi UU dan wajib untuk diundangkan.
5. Mengenai bentuk dari UU yakni merupakan produk hukum “kompromi”18
antara
Presiden dengan DPR. Meskipun UU produk hukum kerjasama antara Presiden
dengan DPR, namun produk hukum tersebut mengikat seluruh lapisan masyarakat
di Negara Indonesia.
Jadi, UU dalam arti formil merupakan UU yang berbetuk tertulis yang melewati
prosedural tertentu dalam proses pembuatannya, yakni melalui Presiden dan DPR.
Kemudian UU tersebut wajib diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara, UU
tersebut mulai berlaku dan mengikat berdasarkan tanggal yang telah ditentukan didalam
UU tersebut. Sedangkan UU dalam arti materiil ialah UU yang memiliki substansi
mengenai suatu hal tertentu yang diatur didalam UU tersebut. Materi muatan yang
diatur didalam UU mengacu kepada Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011. Didalam materi
muatan tersebut ialah kondisi obyektif dari permasalahan tertentu maupun dalam rangka
pemenuhan hukum didalam negara, agar tidak terjadi kekososngan hukum (vacum of
norm).
Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 lebih menitikberatkan pada aspek kebutuhan
hukum yang bersifat mendesak yang terkait dengan waktu yang terbatas. Setidaknya
terdapat 3 (tiga) unsur penting yang dapat menimbulkan suatu “kegentingan yang
memaksa”, yakni :19
a. Unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat);
b. Unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity); dan/atau
c. Unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.
Mengenai materi muatan yang diatur dengan Perppu ialah sama dengan UU. Hal
ini terdapat pada Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi “Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-
Undang”. Hal ini berarti menunjukkan secara substansial materi Perppu sama dengan
materi UU dan dari pasal tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan materi muatan
antara Perppu dan UU. Namun pada Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
menegaskan materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam :
a. Undang-Undang;
18
Kompromi ialah dari kerjasama. 19
J. Ronalad Mawuntu, “Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undag-Undang Dalam Sistem Norma
Hukum Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, Volume XIX Nomor 5,
(Manado : Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, 2011), hlm. 122-123.
SIPENDIKUM 2018
191
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Mengenai bentuk formil dari Perppu ialah berbeda dengan UU. Jika dalam UU
melalaui proses yang lama dan harus mendapat persetujuan bersma antara Presiden
dengan DPR, maka dikeluarkannya Perppu tidak melalui mekanisme yang lama. Perppu
dapat langsung dikeluarkan jika atas dasar subyektifitas Presiden memandang suatu
permasalahn yang dpat membuat negara ini dalam keadaan kegentingan yang memaksa,
maka Presidn dapat dngan langsung mengelaurkan Perppu karena itu mengenai
noodverordeningrecht seorang Presiden. Jadi Perppu merupakan produk hukum yang
dikeluarkan oleh Presiden.
Mengenai materiil dari Perppu ialah sama dengan UU, hanya saja dalam
ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan hanya UU saja yang
dapat mengatur mengenai materi ketentuan pidana, sedangkan pada pasal dan ayat
tersebut tidak ada ketentuan yang mengatur Perppu dapat mengatur materi ketentuan
pidana. Hal ini menunjukkan Perppu tidak dapat mengatur materi mengenai ketentuan
pidana..
Penjelasan mengenai Perppu dan UU dari aspek formil dan materiil sudah
dijelaskan di atas, maka untuk lebih mempermudahnya akan disajikan dalam Tabel 2
sebagaimana dibawah ini:
No. Pembeda UU Perppu
1. Materiil a. Perintah suatu Undang-
Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang;
b. Pengesahan perjanjian
internasional tertentu;
c. Tindak lanjut atas putusan
Mahkamah Konstitusi;
dan/atau
d. Pemenuhan kebutuhan
hukum dalam masyrakat.
Sama dengan UU
2. Formil Melalui serangkaian mekanisme
tertentu dan proses yang lama
serta harus mendapatkan
persetujuan bersama antara
Presidn dengan DPR
Tanpa melalui proses
yang lama dan tidak
membutuhkan
persetujuan bersama
antara Presiden dan
DPR. Karena Perppu
itu mengenai
noodverordeningrecht
Presiden.
3. Jangka waktu
berlaku
Ada yang ditentukan jangka
waktu berlakunya. Ada juga
yang tidak ditentukan jangka
Sampai persidangan
DPR selanjutnya. Jika
tidak mendapat
SIPENDIKUM 2018
192
waktu berlakunya sampai ada
UU baru yang menyatakan UU
yang lama dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
persetujuan maka
harus dicabut.
4. Ketentuan
Pidana
Memuat materi mengenai
ketentuan pidana.
Tidak memuat materi
mengenai ketentuan
pidana.
5. Kondisi negara
pada saat
dikeluarkannya
Dalam kondisi yang normal. Dalam kondisi yang
abnormal.
6. Dasar
dikeluarkannya
aturan tersebut
Untuk mengisi kebutuhan
hukum di negara tersebut agar
tidak terjai kekosongan hukum
(vacum of norm).
Karena kegentingan
yang memaksa yang
didasarkan kepada
subyektifitas
Presiden.
7. Lembaga
negara yag
mengeluarkan
Hasil persetujuan bersama antara
Presiden dan DPR
Presiden
Tabel 2 : Perbedaan Perppu dengan UU
Pelaksanaan Perppu
Dinamika peraturan perundang-undangan di Indonesia menunjukkan bahwa latar
belakang dikeluarkannya Perppu oleh Presiden umunya berbeda-beda. Hal ini dilatar
belakangi oleh “kegentingan yang memaksa” yang selalu bersifat multitafsir dan juga
turut andil juga yaitu subyektifitas Presiden dalam melakukan penafsiran frasa
“kegentingan yang memaksa” sebagai dasar dikeluarkannya Perppu.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka materi muatan undang-undang
dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tetaplah berbeda. Namun
keberadaan Perppu ini dapat dijadikan alat untuk memaksakan kekuasaan melalui
legitimasi Perppu. Aspek lain dalam pembentukan Perppu juga menimbulkan
kontroversial mengenai parameter “kegentingan yang memaksa”. Bahkan seringkali
muncul di masyarakat mengenai Perppu itu umumnya dibuat bukan karena adanya
kegentingan yang memaksa, akan tetapi karena “kepentingan yang memaksa”.
Kegentingan yang memaksa dapat digambarakan sebagai suatu kondisi abnormal yang
membutuhkan upaya di luar kebiasaan untuk sesegera mungkin mengakhiri kondisi
tersebut.
Dalam konsdisi abnormal tersebut membutuhkan adanya norma hukum yang
bersifat khusus, baik dari segi formil maupun materiil. Sehingga dalam kondisi yang
demikian tersebut Perppu menjadi alternatif sebagai suatu instrumen hukum laksana UU
yang berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. “Kegentingan
yang memaksa” sebagai dasar dikeluarkannya Perppu tidaklah sama dengan pengertian
SIPENDIKUM 2018
193
“keadaan bahaya”20
dalam Pasal 12 UUD NRI Tahun 1945, meskipun kedua hal
tersebut merupakan penjabaran yang lebih konkret dari kondisi darurat pada suatu
sistem ketatanegaraan tertentu.
Penentuan syarat-syarat dan akibat “keadaan bahaya” pada Pasal 12 UUD NRI
Tahun 1945 jelas membutuhkan keterlibatan DPR untuk dapat ditetapkan dengan UU,
sedangkan “kegentingan yang memaksa” pada Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945
bergantung kepada subyektifitas Presiden dalam menilai suatu kondisi yang
dianggpanya sebagai suatu kegentingan yang memaksa, walaupun pada akhirnya nanti
tergantung juga kepada persetujuan para wakil rakyat di DPR. Apabila meninjau dari
Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945, dapat diketahui mengenai Perppu mempunyai hierarki,
fungsi dan materi yang sama dengan UU, hanya saja di dalam pembentukannya yang
berbeda dengan UU.21
Dalam mengeluarkan Perppu, ada beberapa dasar pertimbangan penetapan
Perppu. Terdapat 3 (tiga) peristilahan yang diatur dalam ketentuan UUD NRI Tahun
1945. Ketiga dasar tersebut yakni :22
a. Negara Dalam Keadaan Bahaya (state is being dangerous).
Dapat dilihat bunyi ketentuan UUD NRI Tahun 1945, yakni dalam Pasal 12 UUD
NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-
syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.
b. Keadaan-Keadaan Yang Mendesak (emergency situation).
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat pasal 139 ayat (1) menyatakan
bahwa pemerintah berhak atas kuasa dn tanggung jawab sendiri menetapkan
undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan federal yang
karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera, ayat (2)
“Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa Undang-undang
Federasi, ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang
berikut”. Undang -Undang Dasar Sementara 1950 dalam Pasal 96 paragrap (1)
“Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-
undang darurat untuk hal-hal penyelenggaraan pemerintahan yang karena
keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur segera”, paragraph (2) “Undang-
undang darurat mempunyai kekuasaan dan derajat undang-undang, ketentuan ini
tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut”. Dilihat dari
ketentuan tersebut di atas dapat disebutkan bahwa ada beberapa istilah yang dapat
dihubungkan dengan dasar pertimbangan ditetapkannya perppu yaitu i)negara
20
Lihat Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 21
Maria Farida Indrati Soeprapto, (Buku 2) Ilmu Perundang-Undangan : Proses dan Teknik
Pembentukannya, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 80. 22
Yoyon M. Darmawan, “Kedudukan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perppu) di
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dihubungkan Dengan Diterbitkannya Peraturan Pemerintahan
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota”, Jurnal Surya Kencana Dua (Dinamika Masalah Hukum & Keadilan, Volume 2 Nomor 2,
(Tangerang Selatan : Magister Hukum, 2015), hlm. 17-18.
SIPENDIKUM 2018
194
dalam keadaan bahaya, (ii)negara keadaankeadaan yang mendesak dan iii)hal
ikhwal kegentingan yang memaksa.
c. Hal Ikhwal Kegentingan Yang Memaksa (state is being emergency-force
meujeur).
Dapat dilihat dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi
“Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang”, dalam ayat (2) Peraturan
Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut, kemudian ayat (3) Jika tidak mendapat persetujuan,
maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 lebih menitikberatkan pada aspek kebutuhan
hukum yang bersifat mendesak yang terkait dengan waktu yang terbatas. Setidaknya
terdapat 3 (tiga) unsur penting yang dapat menimbulkan suatu “kegentingan yang
memaksa”, yakni :23
a. Unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat);
b. Unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity); dan/atau
c. Unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.
Oleh karena itu, dikeluarkannya UU karena negara dalam keadaan normal,
sedangkan dikeluarkannya Perppu disebabkan negara dalam kondisi abnormal
berdasarkan subyektifitas Presiden. Maka berdasarkan Perppu yang telah dikeluarkan
oleh Presiden dapat dicermati apakah Perppu-perppu tersebut layak dikeluarkan dan
negara dalam kegentingan memaksa?. Tabel 3 dan tabel 4 dibawah ini menggambarkan
Perpu yang telah dikeluaran oleh Presiden dari tahun 2007 sampai tahun 2017.
Nomor Tahun Nomor dan judul perppu
1 2017 Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi
Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan,
Lembaran Negara Nomor 95 tahun 2017 dan
Tambahan Lembaran Negara 6051
2 2017 Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan, Lembaran Negara
Nomor 138 tahun 2017 dan Tambahan Lembaran
Negara 6084
3 2016 Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak Lembaran negara
nomor 99 tahun 2016 dan Tambahan Lembaran
Negara 5882
4 2015 Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
23
J. Ronalad Mawuntu, “Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undag-Undang Dalam Sistem Norma
Hukum Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, Volume XIX Nomor 5,
(Manado : Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, 2011), hlm. 122-123.
SIPENDIKUM 2018
195
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Lembaran negara nomor 31 tahun 2015 dan
Tambahan Lembaran Negara 5661
5 2014 Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota, Lembaran negara nomor 245
tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara 5588
6 2014 Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, Lembaran negara nomor 246
tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara 5589
7 2013 Nomor 1 Tahun 2013 tentang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, Lembaran negara
nomor 167 tahun 2013 dan Tambahan Lembaran
Negara 5456
Tabel 3 : Daftar Perppu yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah tahun 2013-
2017
Perppu sebagaimana pada tabel 3 dari tahun 2013 – 2017 tidak menggabarkan
bahwa negara memerlukan Perppu dimana keluarnya Perppu ini dikarena dalam
keadaan memaksa. Hal demikian juga terjadi Perppu yang telah dikeluarkan oleh
Presiden pada tahun 2007-2009 sebagaimana dijelaskan pada tabel 4 dibawah ini:
Nomor Tahun Nomor dan judul perppu
1 2009 Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat DaerahLembaran negara nomor
41 tahun 2009 dan Tambahan Lembaran Negara
4986
2 2009 Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Lembaran negara
nomor 110 tahun 2009 dan Tambahan Lembaran
Negara 5036
3 2009 Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian Lembaran negara nomor 111 tahun
SIPENDIKUM 2018
196
2009 dan Tambahan Lembaran Negara 5037
4 2009 Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Lembaran negara nomor 132 tahun 2009
dan Tambahan Lembaran Negara 5051
5 2008 Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan UU 21-
2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua Lembaran negara nomor 57 tahun 2008 dan
Tambahan Lembaran Negara 4842
6 2008 Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua
UU 23-1999 tentang Bank Indonesia Lembaran
negara nomor 142 tahun 2008 dan Tambahan
Lembaran Negara 4901
7 2008 Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan UU 24-
2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaran negara nomor 143 tahun 2008 dan
Tambahan Lembaran Negara 4902
8 2008 Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman
Sistem Keuangan Lembaran negara nomor 149
tahun 2008 dan Tambahan Lembaran Negara 4907
9 2008 Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Uu 6-1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Lembaran negara nomor 211 tahun
2008 dan Tambahan Lembaran Negara 4953
10 2007 Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Perubahan UU 36-
2000 Tentang Penetapan Perpu 1-2000 Tentang
Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas
Menjadi UU Lembaran negara nomor 72 tahun
2007 dan Tambahan Lembaran Negara 4729
11 2007 Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Penanganan
Permasalahan Hukum Dalam Rangka Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan
Masyarakat Di Provinsi Nagroe Aceh Darussalam
dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
SIPENDIKUM 2018
197
Lembaran negara nomor 119 tahun 2007 dan
Tambahan Lembaran Negara 4765
Tabel 4 : Daftar Perppu yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah tahun 2007-
2009
Sementara pada tahun 2010 sampai tahun 2012 tidak ada Perppu yang
dikeluarkan oleh Presiden sehingga pada tahun-tahun tersebut dapat dikatakan negara
dalam keadaan stabil atau normal. Perppu-perppu yang telah dikeluarkan oleh Presiden
sebagaiamana tabel 3 dan tabel 4 pada dasarnya adalah kebijakan yang dapat dituangkan
dalam jenis peraturan perundang-undangan lainnya selain Perppu seperti peraturan
pemerintah, peraturan presiden atau lainnya. Hal ini untuk menghidari legitimasi
kekuasaan Presiden yang absolut sehingga dalam mengeluarkan kebijakan dapat
terkontrol walaupun jika dikeluarkan melalui Perppu tetap akan di bahas dalam DPR.
Namun terdapat masa waktu dimana kebijakan melalui Perppu dapat dipaksakan tetap
dijalankan terlebih dahulu sebelum dibahas di DPR.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hal tersebut diatas, maka keberadaan Perppu dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Keberadaan Perppu telah menimbulkan konflik dalam aspek perundang-undangan
yaitu kedudukan yang sama dengan Undang-Undang dan materi muatan yang
dapat sama dengan Undang-Undang.
2. Perppu merupakan produk hukum buatan Presiden karena berdasarkan penafsiran
Presiden terkait kegentingan yang memaksa yang diikuti dengan subyektifitas dari
Presiden, sedangkan Undang-Undang merupakan produk hukum kerjasama yang
baik antara Presiden dengan DPR yang didasarkan pada kebutuhan pemenuhan
hukum untuk negara agar tidak terjadi kekosongan hukum dan hal-hal lain yang
dirasa perlu untuk dikeluarkannya Undang-Undang.
3. Keberadaan Perppu tidak terlalu penting dalam ketatanegaraan karena dapat
menimbulkan kekuasaan absolut dimana ada masa waktu Perppu tetap sah
dilaksanakan sebelum pembahasan di DPR.
Oleh karena itu, saran yang dapat disampaikan dalam artikel ini adalah:
1. Mempertegas kedudukan peraturan perundang-undangan selain Perppu dengan
menghilangkan Perppu dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
2. Jika negara tetap membutuhkan suatu peraturan perundang-undangan maka dapat
dibentuk melalui kebijakan undang-undang darurat atau jenis peraturan
perundang-undangan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar ketika negara dalam
kondisi darurat dan memaksa adanya suatu kebijakan tetap dalam pengawasan
oleh DPR atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dapat di uji
materi
SIPENDIKUM 2018
198
Daftar Pustaka
Dasril Rajab. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
Bagir Manan dan Kuntana Manan. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia.
Bandung : Alumni, 1997.
Jimly Asshiddiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta : Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005.
________________. Hukum Tata Negara Darurat Edisi Ke-1,. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2007.
Maria Farida Indrati Soeprapto. (Buku 1) Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi
dan Materi Muatan. Yogyakarta : Kanisius, 2007.
______________________________. (Buku 2) Ilmu Perundang-Undangan : Proses
dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta : Kanisius, 2007.
Moh. Mahfud MD. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2012.
Sri Soemantri. Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Sudikno Mertokusumo. Teori Hukum. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2011.
Undang-Undang :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
Jurnal :
Encik Muhammad Fauzan, Jurnal Masalah Masalah Hukum, Fungsi Sosiologis
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Memenuhi
Hak-Hak Masyarakat, Jilid 42 Nomor 3 Juli 2013 Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, 2013
J. Ronalad Mawuntu. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado,
“Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undag-Undang Dalam Sistem Norma
SIPENDIKUM 2018
199
Hukum Indonesia”. Volume XIX Nomor 5. Manado : Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, 2011.
Yoyon M. Darmawan. Jurnal Surya Kencana Dua (Dinamika Masalah Hukum &
Keadilan), “Kedudukan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang
(Perppu) di Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dihubungkan Dengan
Diterbitkannya Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota”.
Volume 2 Nomor 2. Tangerang Selatan: Magister Hukum, 2015.