Download - sedikit tentang APK
A. Ergonomi
1. Definisi
Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa Latin ergon (kerja) dan nomos
(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia
dalam lingkungan kerjanya ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Eko Nurmianto,1996).
Ergonomi disebut juga “Human Factors”, karena didalamnya mempelajari
sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi
dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.
Penerapan ergonomi umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang (re-desain) dari perangkat keras seperti perkakas
rumah (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja
(workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (display), jalan/lorong
(acces ways) dan lain-lainnya.
2. Tujuan Ergonomi
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah ;
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun
setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
3. Kapasitas Kerja
Untuk mencapai tujuan ergonomi seperti yang telah dikemukakan, maka perlu
keserasian antara pekerja dan pekerjaannya, sehingga manusia pekerja dapat
bekerja sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasannya. Secara umum
kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia ditentukan oleh berbagai faktor
yaitu (Manuaba, 1998) :
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Anthropometri
d. Kesegaran Jasmani
e. Kemampuan Kerja Fisik
4. Antropometri
Antropometri ialah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh
manusia khususnya dimensi tubuh. Antropometri dengan pengukuran dimensi dan
ketentuan lain karakteristik fisik tubuh manusia seperti volume, properti inersia
dan segmen tubuh. Ada dua tipe primer pengukuran tubuh manusia, yaitu statik
dan dinamik kadang-kadang antropometri adalah dengan menunjukkan dengan
aplikasi tipe tanda untuk tanda pemakaian peralatan untuk orang-orang.
Antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu :
a. Antropometri Statis, dimana pengukuran dilakukan pada tubuh manusia yang
berada dalam posisi diam.
b. Antropometri Dinamis, dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi
tubuh yang sedang bergerak, sehingga lebih kompleks dan lebih sulit diukur.
5. Antropometri Statis
Dimensi tubuh yang diukur pada antropometri statis diambil secara linier
(lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasil pengukuran
representatif, maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap
berbagai individu, dan tubuh harus dalam keadaan diam. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia, diantaranya :
a. Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai kira – kira
umur 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Kemudian ukuran tubuh
akan berkurang setelah usia 60 tahun.
b. Jenis Kelamin
Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar, kecuali dada
dan pinggul.
c. Suku Bangsa ( etnis )
Variasi dimensi akan terjadi, karena pengaruh etnis.
d. Pekerjaan
Selain faktor – faktor diatas, aktivitas kerja sehari – hari juga menyebabkan
perbedaan ukuran tubuh manusia.
6. Antropometri Dinamis
Terdapat tiga kelas pengukuran dinamis, yaitu :
a. Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan
mekanis dari suatu aktivitas
Contoh : Dalam mempelajari performansi atlit
b. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja
Contoh : Jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja,
yang dilakukan dengan berdiri atau duduk.
c. Pengukuran variabilitas kerja
Contoh : Analisis kinematika dan kemampuan jari – jari tangan dari seorang
juru ketik atau operator.
7. Pengukuran Bentuk Tubuh
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui bentuk tubuh manusia, agar
peralatan yang dirancang lebih sesuai dengan bentuk tubuh manusia, sehingga
dirasakan nyaman dan menyenangkan. Terdapat lima tingkat kenyamanan, yaitu :
a. 5 = Ketidaknyamanan / sakit yang tidak tertahankan
b. 4 = Sakit yang masih bisa ditahan
c. 3 = Sakit
d. 2 = Kematian rasa
e. 1 = Sensasi yang dirasakan
f. 0 = Tidak ada sensasi
8. Prinsip Perancangan
Data Antropometri dapat digunakan sebagai alat untuk perancangan
peralatan Mengingat bahwa keadaan dan ciri fisik dipengaruhi oleh banyak
faktor sehingga berbeda satu dengan yang lainya . I. Z. Sutalaksana memberikan
tiga prinsip dalam pemakaian data antropometri tersebut yaitu :
a. Perancangan fasilitas berdasarkan individu yang ekstrim
Penggunaan dari prinsip ini memungkinkan fasilitas yang dirancang dapat
dipakai dengan nyaman oleh sebagian besar orang (minimal 95 % dari
pemakai dapat menggunakanya). Untuk perancangan yang menggunakan
prinsip ini diantaranya perancangan tinggi tempat tidur.
b. Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan
Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar fasilitas tersebut
bisa digunakan dengan nyaman oleh semua yang mengkin memerlukannya .
c. Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata–rata para pemakainya .
Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan bersadarkan harga ekstrim
tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan pinsip
perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Apabila menggunakan harga
ekstrim maka hanya sebagian kecil dari orang – orang yang merasa nyaman
ketika menggunakan fasilitas tersebut .
9. Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri
Data Antropometri jelas diperlukan agar rancangan suatu produk bisa sesuai
dengan orang yang akan mengoprasikanya . Ukuran tubuh yang diperlukan pada
hakekatnya tidak sulit untuk diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti
halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order )
. Situasi jadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standart yang harus
dibuat untuk dioprasikan lebih banyak orang . Permasalahan yang timbul disini
adalah ukuran siapakah yang nantinya akan dipilih sebagai acuan untuk mewakili
populasi yang ada ?. Mengingat ukuran individu akan bervariasi satu dengan yang
lainya maka perlu penetapan data antropometri yang sesuai dengan populasi yang
menjadi target sasaran produk tersebut.
Secara statistik terlihat bahwa ukuran tubuh manusia pada suatu populasi
tertentu berada disekitar harga rata –rata dan sebagian kecil harga ekstrim jatuh
didua sisi distribusi. Perancangan berdasarkan konsep harga rata – rata hanya
akan menyebabkan sebesar 50% dari popukasi pengguna rancangan akan dapat
menggunakan rancangan dengan baik. Sedang sebesar 50% sisanya tidak dapat
menggunakan rancangan tersebut dengan baik, oleh karena itu tidak dibenarkan
untuk merancang berdasarkan konsep harga rata – rata ukuran manusia. Suatu hal
yang tidak praktis apabila perancangan diperuntukkan bagi seluruh populasi,
karena perancangan dengan konsep ini akan membutuhkan biaya yang besar.
Untuk itu dilakukan perancangan yang berdasarkan harga tertentu dari ukuran
tubuh populasi . Perancangan jenis ini memanfaatkan konsep persentil dalam
perancangannya .
95%
2,5% 2,5%
2,5-th percentile 97,5-th percentile
Gambar 2.1. Distribusi Normal Dengan Data Antropometri Persentil ke 95
Pemakaian nilai–nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam
perhitungan data antropometri dapat dijelaskan dalam tabel 2.1. dibawah ini:
Tabel 2.1.Macam Persentil Dan Cara Perhitungan
Dalam Distribusi NormalPersentil PerhitunganKe – 1 X - 2,325 xσ Ke – 2,5 X – 1,96 xσ Ke – 5 X – 1,645 xσKe – 10 X – 1,28 xσKe – 50 XKe – 90 X + 1,28 xσKe – 95 X + 1,645 xσKe – 97,5 X + 1,96 xσKe – 99 X + 2,325 xσ
Sumber : Ergonomi Studi Gerak dan Waktu
N( XX σ, )
1,96 Xσ 1,96 Xσ
Perhitungan persentil digunakan untuk menentukan data antropometri
menurut persetil yang dikendaki juga bisa dilakukan dengan langkah yaitu
mengurutkan data dari yang terkecil sampai yang terbesar. Dan dilanjutkan
dengan menggunakan rumus dibawah ini :
P5% = SD 1,645−X ................................................................ ( 2.20 )
P50% = X ................................................................................... ( 2.21 )
P95% = SD 1,645+X ................................................................ ( 2. 22)
Dimana :
Pi = Persentil ke I
X = Nilai Rata – rata
SD = Standar deviasai
Sumber : Ergonomi Studi Gerak dan Waktu
10. Kecukupan dan Keseragaman Data Antropometri
a. Kecukupan Data
Banyaknya data yang harus dilakukan dalam pengambilan data dan
dilakukan test kecukupan data dipengaruhi oleh dua faktor utama:
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengukuran
2. Tingkat kepercayaan dari hasil pengukuran.
Untuk mendapatkan jumlah pengamatan yang harus dilaksanakan dapat dicari
berdasarkan rumus 2.23 :
( ) ( )2
22/'
−=
∑∑∑
Xi
XiXiNskN ............................................ (2. 23)
Dimana :
N’ = Jumlah data teoritis
k = Tingkat keyakinan
s = Derajat ketelitian
N = Jumlah data pengamatan
X = Data
Sumber : Ergonomi Studi Gerak dan Waktu
b. Keseragaman data
Tes keseragaman data adalah suatu tes statistik untuk mengetahui apakah
data berasal dari sistem yang seragam. Tes ini dilakukan dengan menghitung
batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dengan rumus dibawah ini :
UCL = X + 2,96 . SD............................................................... ( 2.24 )
LCL = X - 2,96 .SD ............................................................... ( 2.25 )
Dimana :
UCL = Upper Contol Limit (batas kontrol atas )
LCL = Lower Control Limit ( batas Control bawah )
X = Nilai Rata – rata
SD = Standar deviasi
Sumber : Ergonomi Studi Gerak dan Waktu
B. Aplikasi Data Antropometri
Data antropometri yang menyaj ikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada
saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Mengingat bahwa
keadaan dan ciri fisik dipengaruhi banyak faktor, maka agar rancangan suatu produk
nantinya sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka
prinsip-prinsip apa yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut
ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini : (Wignjosoebroto, S., 1995)
1. Prinsip Perancangan Produk bagi Individu dengan Ukuran Ekstrim
Prinsip ini digunakan apabila kita mengharapkan agar fasilitas yang
dirancang dapat dipakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang-
orang yang memakainya. Perancangan berdasarkan individu ekstrim ini dibagi
dua, yaitu :
a. Perancangan berdasarkan individu ekstrim atas Dari data yang
diperoleh, kita menggunakan data terbesar sesuai dengan persentil yang
diinginkan, misalnya persentil 95%. Makin tinggi persentil yang
digunakan, makin banyak populasi yang dapat menggunakan peralatan
tersebut.
b. Perancangan berdasarkan individu ekstrim bawah Dari data yang
diperoleh, digunakan data yang memiliki nilai terkecil dengan persentil
yang diinginkan, misalnya 5 %.
Rancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim ini dibuat agar bisa
memenuhi dua sasaran produk, yaitu
a. Sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim
dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-
ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari ukuran yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut, maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara
a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan
produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti
90, 95, atau 99 persentil. Contoh konkrit pada kasus ini dapat dilihat
pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi pintu darurat.
b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan
nilai persentil yang paling rendah seperti 1, 5, atau 10 persentil dari
distribusi persentil yang ada. Hal ini diterapkan sebagai contoh dalam
pendatapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang hams
dioperasikan oleh seorailg pekerja.
Secara umum aplikasi data antropometri untuk rancangan produk atau fasilitas
kerja akan menetapkan nilai 5 persentil untuk dimensi maksimum dan 95 persentil
untuk dimensi minimumnya.
2. Prinsip Perancangan Produk yang Bisa Dioperasikan antara Rentang Ukuran
Tertentu
Dalam hal ini, rancangan dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup
fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagi ukuran tubuh.
Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi/jok mobil yang
mana dalam hal ini posisinya dapat digeser maju atau mundur dan sudut
sandarannya dapat diubah sesuai dengan posisi yang diinginkan.
Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam
ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5
sampai dengan 95 persentil.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata
Dalam hal ini perancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran
manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka
yang berada dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan dibuat untuk
mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki
ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri. Perancangan dengan prinsip
ini dapat dikatakan perancangan dengan persentil 50 %.
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses
perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran yang dapat
diberikan sesuai dengan langkah-langkah berikut:
a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana
nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus
menggunakan data structural body dimensions atau functional body
dimensions.
c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,
diakomodasikan dan target utama pemakai rancangan produk tersebut.
Hal ini lazim dikenal sebagai market segmentation, seperti produk
mainan, peralatan rurnah tangga dan lain-lain.
d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel atau rata-rata.
e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti ; 90, 95, 99 atau nilai
persentil lain yang dikehendaki.
f. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah didefinisikan, selanjutnya
pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai.
Aplikasi data tersebut ditambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila
diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya
pakaian, penggunaan sarung tangan yang dikenakan operator dan lain-
lain.
C. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri
Data antropometri jelas diperlukan agar supaya rancangan suatu produk bisa
sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan
pada hakekatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti
halnya dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order). Situasi
menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk
dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah ukuran yang
nantinya akan dipilih sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada. Karena
ukuran individu akan bervariasi antara satu dengan lainnya, maka perlu penetapan
data antropometri yang sesuai dengan populasi yang menjadi target sasaran produk
tersebut.
Untuk penetapan data antropometri, pemakaian distribusi normal akan umum
ditetapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformul.asikan berdasarkan
harga rata-rata (mean) dan simpangan standarnya dari data yang ada. Dari nilai yang
ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas
distribusi normal. Dengan persentil yang dimaksudkan disini adalah suatu nilai yang
menunjukkan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah
ukuran tersebut. Dalam antropometri angka 95 akan menggambarkan ukuran tubuh
manusia yang terbesar dan 5 persentil sebaliknya. Akan menunjukkan ukuran terkecil.
Bilamana diharapkan
D. Rancangan (Desain)
Mendesain adalah mengekspresikan pikiran-pikiran ataupun ide-ide dalam
material daripada kata-kata. Mendesain bermula dari ide-ide yang dipupuk dengan
pengalaman serta pengamatan yang kemudian dikembangkan dengan
menterjemahkan bayangan gambaran yang diperoleh ke dalam sketsa-sketsa dan
selanjutnya dituangkan dalam material.
Tidak ada produk yang paling bagus sehingga tidak bisa diperbaiki ataupun
digantikan dengan produk yang lebih baik. Ini adalah semangat yang memacu
perancang dalam menjadikan sesuatu menjadi lebih bermakna dan membuat hidup
manusia lebih berarti.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan seksama supaya desain
menjadi baik dan benar (Kristianto, 1993):
1. Fungsi
Segi desain ini harus selalu dipertimbangkan paling dulu. Seorang perancang
harus mempertanyakan apakah benda yang dirancang bisa memberikan
pelayanan yang memuaskan. Supaya fungsi tercapai secara maksimal, hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain:
a.Norma tubuh manusia, dimana ukuran-ukuran perabot harus didasarkan pada
ukuran tubuh manusia.
b.Norma penanganan, yaitu berhubungan dengan saat perabot dipakai. Misalnya
untuk tinggi laci yang baik adalah tinggi dimana tangan bisa menjangkau dan
bisa melihat ke dalan laci.
c.Norma benda, yaitu ukuran-ukuran benda yang akan disimpan dalam perabot.
2. Bentuk
Bentuk merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi dan akan
dipikirkan oleh perancang pada waktu yang bersamaan. Dalam hubungannya
dengan bentuk dan fungsi, hendaknya perancangan dilakukan secara cermat agar
yang satu tidak menyisihkan yang lain.
3. Konstruksi
Konstruksi mempengaruhi kekuatan dan penampilan perabot. Misalnya saja
untuk konstruksi pintu, yaitu ada konstruksi pintu papan, konstruksi pintu panel
dan konstruksi pintu lembaran/papan buatan.
4. Bahan
Masing-masing bahan mempunyai ketahanan dan karakter sendiri-sendiri. Gelas,
kaca dan plastik merupakan bahan yag lebih tahan, namun untuk menentukan
bahan yang akan digunakan harus disesuaikan dengan fungsi ataupun kegunaan
produk yang akam dirancang.
E. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk
mempunyai keuntungan antara lain pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan
keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi.
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan
otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah.
Clark (1996) menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk
mempunyai derajat setabilitas tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan
subyektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Disamping itu tenaga kerja juga dapat
mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan.
Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan maupun kerugian, maka
untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh,
perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja yang sesuai dilakukan dengan
posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan pertimbangan
tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai
berikut:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki.
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan.
3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar.
4. Obyek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih
dari 15 cm dari landasan kerja.
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi.
6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama.
7. Seluruh obyek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk.
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat duduk yang dipakai
harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan posisi. Ukuran tempat
duduk disesuaikan dengan dimensi ukuran antropometri pemakainya. Fleksi lutut
membentuk sudut 900 dengan telapak kaki bertumpu pada lantai atau injakan kaki
(Pheasant, 1988). Jika landasan kerja terlalu rendah, tulang belakang akan
membungkuk ke depan, dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat dari posisi rileks,
sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman. Sanders dan Mc
Cormick (1987) memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja
pada posisi duduk sebagai berikut; jika memungkinkan menyediakan kerja yang dapat
diatur naik dan turun; landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada
posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horisontal atau sedikit
menurun (Sloping Down Slightly); dan ketinggian landasan kerja tidak memerlukan
fleksi tulang belakang yang berlebihan.
F. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan.
Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun
kerugian. Menurut Sutalaksana (2000), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga
baik fisik maupun mental sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat
dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih
menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri itu sendiri
lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih
banyak 10 – 15 % dibandingkan dengan duduk.
Pada desain stasiun kerja berdiri apabila tenaga kerja harus bekerja untuk
periode yang lama maka faktor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan
pengaruh kelelahan dan keluhan subyektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak
terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi
kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut Pulat (1992) dan Clark (1996)
memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan
posisi berdiri sebagai berikut:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.
2. Harus memegang obyek yang berat (lebih dari 4,5 kg)
3. Sering menjangkau ke atas ke bawah dan ke samping.
4. Sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah.
5. Diperlukan mobilitas tinggi.
Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri secara prinsip
hampir sama dengan desain landasan kerja posisi duduk. Manuaba (1986); Sanders
dan Mc Cormick (1987); Grandjean (1993) memberikan rekomendasi ergonomis
tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri didasarkan pada ketinggian siku
berdiri seperti berikut ini; untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud
untuk mengurangi pembebanan statis pada otot bagian belakang, tinggi landasan kerja
adalah 5 – 10 cm di atas tinggi siku berdiri; selama kerja manual, dimana pekerja
sering memerlukan ruangan untuk peralatan yaitu material dan kontainer dengan
berbagai jenis, tinggi landasan kerja adalah 10 – 15 cm di bawah tinggi siku berdiri;
untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja
adalah 15 – 40 cm di bawah tinggi siku berdiri.
G. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Dinamis
Desain stasiun kerja sangat ditentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang
dilakukan. Baik desain stasiun kerja untuk posisi duduk maupun berdiri keduanya
mempunyai keuntungan dan kerugian. Clark (1996) mencoba mengambil keuntungan
dari kedua posisi tersebut dan mengkombinasikan desain stasiun kerja untuk posisi
duduk dan berdiri menjadi satu desain dengan batasan sebagai berikut:
1. Pekerjaan dilakukan dengan duduk pada suatu saat dan pada saat lainnya
dilakukan dengan berdiri saling bergantian.
2. Perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm ke depan dan atau 15 cm di atas
landasan kerja.
3. Tinggi landasan kerja dengan kisaran antara 90 – 120 cm, merupakan kerugian
yang paling tepat baik untuk posisi duduk maupun berdiri.
Das (1991) dan Pulat (1992) menyatakan bahwa posisi duduk-berdiri
merupakan posisi terbaik dan lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja
atau berdiri saja. Hal tersebut disebabkan karena memungkinkan pekerja berganti
posisi kerja untuk mengurangi kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi
kerja.
Helander (1995) dan Tarwaka (1995), memberikan batasan ukuran ketinggian
landasan kerja untu pekerjaan yang memerlukan sedikit penekanan yaitu 15 cm di
bawah tinggi siku untuk kedua posisi kerja. Selanjutnya dibuat kursi tinggi yang
menyesuaikan ketinggian landasan kerja posisi berdiri dengan dilengkapi sandaran
kaki agar posisi kaki tidak menggantung. Mengingat dimensi ukuran tubuh manusia
berbeda-beda maka desain stasiun kerja harus selalu mempertimbangkan
antropometri pemakainya (User Oriented). Sedangkan pemilihan posisi kerja harus
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2Pemilihan Sikap Kerja terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda-beda
Jenis PekerjaanSikap Kerja yang Dipilih
Pilihan Pertama Pilihan Kedua1. Mengangkat > 5 kg
2. Bekerja dibawah tinggi siku
3. Menjangkau horisontal di luar
daerah jangkauan optimum
4. Pekerjaan ringan dengan
pergerakan berulang
5. Pekerjaan perlu ketelitian
6. Inspeksi dan monitoring
7. Sering berpindah-pindah
Berdiri
Berdiri
Berdiri
Duduk
Duduk
Duduk
Duduk-berdiri
Duduk-berdiri
Duduk-berdiri
Duduk-berdiri
Duduk-berdiri
Duduk-berdiri
Duduk-berdiri
BerdiriSumber : Helander (1995)
Masih menurut Helander (1995) posisi duduk berdiri yang telah banyak
dicobakan di industri, ternyata mempunyai keuntungan secara bio mekanis dimana
tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan
posisi duduk maupun berdiri terus menerus. Hal tersebut tentunya dapat dipakai
sebagai pertimbangan dalam intervensi ergonomi, sehingga penerapan posisi kerja
duduk berdiri dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi sebagian besar tenaga
kerja.
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa suatu desain
produk harus berpusat pada pemakainya (Human Centered).
H. Hal-hal Penting yang Berkaitan Dengan Perancangan Mesin Pemotong
Singkong Mekanis
Perancangan alat perajang singkong agar sesuai dengan antropometri
pengguna adalah bukan hal yang mudah. Untuk melakukan perancangan yang baik,
maka hal-hal penting yang berkaitan dengan alat perajangan singkong ini adalah:
1. Jangkauan tangan kanan untuk mengambil singkong dari bak penampungan
Bak penampung singkong yang akan diolah sebaiknya diletakkan dengan
ketinggian dan jarak jangkauan yang optimal. Posisi badan harus tetap tegak,
tidak boleh miring ataupun membungkuk di saat mengambil singkong yang akan
diolah.
2. Tinggi tempat duduk
Tinggi tempat duduk sebaiknya sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha dalam
keadaan datar. Tempat duduk yang terlalu rendah akan mengakibatkan cepat
lelahnya pinggang dan paha. Sedangkan jika tempat duduk terlalu tinggi akan
menyebabkan posisi kaki tidak nyaman.
3. Lebar tempat duduk
Lebar tempat duduk sebaiknya tidak kurang dari 35cm, akan tetapi juga tidak
terlalu lebar, sehingga memberikan kenyamanan duduk pekerja.
4. Bantalan tempat duduk
Pekerja akan merasa lebih nyaman dengan ditambahkannya bantalan tempat
duduk. Keluhan pegal-pegal atau panas pada pantat akan dapat dikurangi.
5. Sandaran tempat duduk
Papan tolak punggung yang menekan pada punggung akan dapat mengurangi
kelelahan pada punggung. Pekerjaan dengan posisi duduk jika ditinjau dari sudut
otot sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari
sudut tulang dianjurkan duduk tegak agar punggung tidak bungkuk dan otot perut
tidak lemas. Oleh karena itu dianjurkan pemilihan sikap duduk tegak diselingi
istirahat dengan sedikit membungkuk
6. Tinggi Mesin
7. Getaran Mesin
8. Putaran Motor Mesin
9. Letak Mesin
A. Antropometri
Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh dan aplikasi yang menyangkut geometri fisik, massa dan kekuatan tubuh manusia. Permasalahan variasi dimensi antropometri seringkali menjadi faktor dalam menghasilkan rancangan yang sesuai untuk pengguna.
Demensi tubuh manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang harus menjadi
salah satu pertimbangan dalam menentukan sample data yang akan diambil. Faktor-
faktor tersebut adalah:
1. Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20
tahun pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah
60 tahun.
2. Jenis kelamin
Pria pada umumnya memilki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali pada
bagian dada dan pinggul.
3. Rumpun dan suku bangsa
4. Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh
5. Pekerjaan, aktivitas sehari-hari
6. Saat pengukuran
Antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Antropometri statis
Pengukuran manusia dilakukan pada posisi diam dan linear pada permukaan
tubuh.
2. Antropometri dinamis
Pengukuran manusia dilakukan dalam keadaan bergerak.
Kelompok 1 Praktikum APKFakultas Teknik Industri UMM
Modul 4“Antropometri Dalam Perancangan Sistem Kerja”
B. Metode Perancangan Dengan Antropometri
Tahapan perancangan sistem kerja dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai berikut (Roebuck, 1995):
1. menentukan tujuan perancangan dan kebutuhannya.
2. mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai.
3. pemilihan sample yang akan diambil datanya.
4. penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan pemilihan
presentil.
5. penentuan kebutuhan data.
6. penyiapan alat ukur
7. pengambilan data
8. pengolahan data yang meliputi atas:
a. Uji kenormalan data
b. Uji keseragaman data
c. Uji kecukupan data
d. Perhitungan presentil
9. visualisasi rancangan.
10. analisis hasil rancangan.
A. Biomekanika
Biomekanika pada dasarnya mempelajari kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan
ketelitian manusia dalam melakukan kerjanya.
Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan yang bersifat material
handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual atau pekerjaan lain
yang dominan menggunakan otot tubuh. Meskipun kemajuan teknologi telah banyak
membantu aktivetas manusia, namun ada beberapa pekerjaan yang tetap
membutuhkan fisik yang cukup besar, misalnya penanganan atau pemindahan
material secara manual. Usaha fisik yang besar ini banyak mengakibatkan kecelakaan
kerja, yang menjadi isu besar dari negara-negara industri belakangan ini.
Sebuah negara yang menangani masalah kesehatan dan keselamatan kerja di
Amerika, NIASH (National Institute of Occupation Safety and Health) melakukan
analisis terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban, dan
merekomendasikan batas beban yang boleh diangkat oleh manusia tanpa
menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang-ulang
dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Rekomendasi NIOSH tahun 1991 tersebut
adalah sebagai berikut:
Keterangan :
1. RWLH = Batas beban yang direkomendasikan
2. LC = Konstanta pembebanan = 23 kg
3. HM = Faktor pengali horizontal = 25/H
4. VM = Faktor pengali vertikal = [ 1-0.03 ] v- 75
5. DM = Faktor pengali perpindahan = 0.82 + 4.5/D
6. AM = Faktor pengali asimetrik = 1 – 0.0032 A
7. FM = Faktor pengali frekuensi
8. CM = Faktor pengali kopling
Kelompok 1 Praktikum APKFakultas Teknik Industri UMM
Modul 5“Biomekanika Dan Lingkungan Fisik Dalam Pengukuran Kerja Secara Fisiologis”
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan pada pengangkatan beban
dilakukan :
1. Penerapan prinsip-prinsip biomekanika.
2. Kurangi berat dari benda yang ditangani.
3. Manfaatkan dua atau lebih orang untuk memindahkan barang yang berat.
RWLH = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM
4. Ubahlah aktivitas jika mungkin sehinga lebih mudah, ringan dan tidak
berbahaya.
5. Minimasi jarak horizontal antara tempat mulai dan berakhir pada perpindahan
barang.
6. Material tidak lebih tinggi dari bahu.
7. Kurangi frekuensi perpindahan.
8. Berikan waktu istirahat.
9. Berlakukan rotasi kerja terhadap pekerjaan yang sedikit membutuhkan tenaga.
10. Rancang kontainer agar mempunyai pegangan yang dapat dipegang dekat
dengan tubuh.
11. Benda yang berat dijaga agar diangkat setinggi lutut.
Studi biomekanika dapat diterapkan pada:
1. Merancang kembali pekerjaan yang sudah ada.
2. Mengevaluasi pekerjaan.
3. Penyaringan pegawai.
4. Tugas-tugas penanganan kerja secara manual.
5. Pembebanan statis.
6. Penentuan sistem waktu.
B. Lingkungan Kerja Fisik
Dalam perancangan sistem kerja, lingkungan fisik di sekitar tempat kerja perlu
diperhatikan karena performance kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan kerja fisiknya. Kondisi lingkungan fisik yang dimaksud adalah:
1. Temperatur
Kelompok 1 Praktikum APKFakultas Teknik Industri UMM
Modul 5“Biomekanika Dan Lingkungan Fisik Dalam Pengukuran Kerja Secara Fisiologis”
Temperatur yang berbeda-beda pada lingkungan kerja akan memberikan pengaruh
yang berbeda-beda.
49˚ = Temperatur yang dapat ditahan sekitar satu jam tetapi jauh diatas
kemampuan fisik dan mental.
29.5˚ = Aktivitas mental dan daya tangkap menurun dan mulai membuat
kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
24˚ = Kondisi optimum.
10˚ = Kekuatan fisik yang ekstrim mulai muncul.
2. Kelembaman
Tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuh
dengan suhu sekitarnya. Keseimbangan tersebut akan memenuhi rumus:
M + R+ C – E = O²
Dimana : M = Panas yang diperoleh dari metabolisme.
R = Perubahan panas karena radiasi.
C = Perubahan panas karena konveksi
E = Hilangnya tenaga akibat penguapan.
3. Pencahayaan
Hal ini diperhatikan dengan pencahayaan adalah:
1. Intensitas cahaya.
2. Arah datangnya cahaya.
3. Warna cahaya.
Standar untuk tingkat pencahayaan ruang kerja :
Jenis pekerjaan contoh Tk pencahayaanUmum Ruang simpan/gedung 80 – 170
Ketelitian biasa Pengepakan,perakitan, bubut,
miling, bor, kerja meja.
200 – 300
Kerja teliti Membaca, menulis, perakitan
alat presisi, pemakaian alat teliti
500 – 700
Kerja sangat teliti Menggambar teknik, tes alat
elektronik, inspeksi.
1000 – 2000
Kelompok 1 Praktikum APKFakultas Teknik Industri UMM
Modul 5“Biomekanika Dan Lingkungan Fisik Dalam Pengukuran Kerja Secara Fisiologis”
4. Kebisingan
Pengertian kebisingan adalah sejumlah gangguan pada suara-suara di lingkungan
sekitar. Dalam hubungannya dengan pekerjaan yang membutuhkan waktu yang
lama, terdapat batasan dalam kemampuan menerima tingkat kebisingan. Tingkat
kebisingan yang disarankan untuk durasi pekerjaan tertentu dapat dilihat sebagai
berikut :
Durasi per hariTk kebisingan yang
diperkenankan (Db-A)8 906 924 953 972 100
1.5 1021 105
0.5 1100.25 atau kurang 115
5. Getaran mekanis 150
Getaran mekanis merupakan getaran yang ditimbulkan oleh peralatan mekanis,
yang pada umumnya menganggu karena intensitas dan frekuensinya.
6. Bau-bauan
Bau-bauan di lingkungan kerja dapat dikategorikan sebagai pencemaran bila
mengganggu konsentrasi kerja.
7. Warna
Warna di sekitar tempat kerja akan mempengaruhi kondisi psikologi pekerja.
Pendayagunaan efektif tentang fungsi dan peran manusia sebagai komponen
dalam suatu system produksi haruslah melalui pertimbangan yang seksama paa
perancangan kerja (job desaign) dilaksanakan. Dalam memainkan perannya sebagai
komponen kerja dalam satu atau lebih aktivitas operasional dan proses produksi, manusi
umumnya akan bertanggung jawab untuk tiga fungsi dasar berikut:
• Menerima data / informasi mengenai apa yang harus dikerjakan ataupun perlu
diambil tindakan. Informasi dalam hal ini diterima melalui organ visual ataupun
pendengaran (audio).
• Mengolah informasi, membentuk persepsi dan membuat keputusan yang
diterima melalui indera yang dimiliki dan yang tersimpan dalam memorinya.
• Melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang diambil dengan melakukan
berbagai macam aktivitas fisik ataupun mental.
Dari hal-hal di atas tampak bahwa manusia akan terkait dengan aktivitas kerja
melalui dua cara yaitu adanya signal / stimulusi yang membawa pesan atau informasi
yang diterimanya melalui mekanisme display dan tindakan-tindakan konkrit sebagai
tanggapan yang dilakukan melalui mekanisme kontrol. Dalam berbagai kasus produksi
pengembangan dan penggunaan mesin atau fasilitas kerja lainnya dikehendaki manusia
untuk membantu mempercepat proses pengolahan informasi, pengambilan keputusan dan
menggantikan manusia sebagai sumber energi fisik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Langkah Pengukuran Kerja
LANGKAH PERSIAPAN• Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan
ditetapkan waktu standarnya.• Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada
supervisor/pekerja.• Pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan system
operasi kerja yang akan diukur waktunya.ELEMENTAL BREAKDOWNBagi siklus kegiatan yang berlangsung ke dalam elemen-elemen kegiatan sesuai dengan aturan yang ada.
PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
• Laksanakan pengamatan dan pengukuran waktu sejumlah N pengamatan untuk setiap siklus/ elemen kegiatan (X1, X2 ….Xn)
• Tetapkan performance rating dari kegiatan yang ditunjukan operator.
CHEK KESERAGAMAN DAN KECUKUPAN DATA• Keseragaman data:
- Common sense (subjektif)- Batas-batas kontrol ± 3.sd
• Kecukupan data:
N' = [ 40 √ N ( ∑ X² ) - (∑ X )² ]²
Σ X
N` < NWaktu normal =waktu observasi rata-rata x (1 + performance rating )
100 % Waktu standar = waktu normal x ———————— (jam/unit ) 1 100%--% allowanceOutput standar =——(unit/jam) Ws
B. Cara Pengukuran Dan Pencatatan Waktu Kerja
Ada tiga metode yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja
dengan menggunakan jam henti yaitu (stop-watch) yaitu pengukuran waktu secara
Buang data ekstrim
terus menerus (continous timing), pengukuran waktu secara berulang-ulang
(repetitive timing) dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing).
C. Penetapan Jumlah Siklus Yang Diamati
Untuk menetapkan beberapa jumlah observasi yang seharusnya dibuat (N') maka
disini harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan (convidence level)
dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran kerja ini. Di dalam
aktivitas pengukuran kerja biasanya akan diambil 95% convidence level dan 5%
degree of accuracy. Hal ini berarti sekurang-kurangnya 95 dari 100 rata-rata dari
waktu yang dicatat atau diukur untuk suatu elemen kerja akan memiliki penyimpangan
tidak lebih dari 5%. Dengan demikian formula atau rumusnya dapat ditulis sebagai
berikut:
N' = [ 40 √ N ( ∑ X² ) - (∑ X )² ]²
Σ X
Dimana N' adalah jumlah pengamatan atau pengukuran yang seharusnya
dilaksanakan untuk memberikan tingkat kepercayaan 95% dan derajat ketelitian 5%
dari data waktu yang diukur. Apabila selanjutnya dikehendaki tingkat kepercayaan
95% dan tingkat ketelitian 10% maka rumus tersebut akan berubah menjadi:
N' = [ 20 √ N ( ∑ X² ) - (∑ X )² ]²
Σ X
D. Analisis Test Keseragaman Data
Selain kecukupan data harus dipenuhi dalam pelaksanaan time study maka yang tidak
kalah pentingnya adalah bahwa data yang diperoleh haruslah seragam.
Peta kontrol (control chart) adalah suatu alat yang tepat guna dalam mengetest
keseragaman data atau keajegan data yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Untuk menentukan limit (batas) atas dan bawah maka dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
BKA = X + 3.SD BKB = X – 3.SD
E. Penyesuaian Waktu Dengan Rating Performance Kerja
Barangkali bagian yang paling penting tetapi justru sulit di dalam pelaksanaan
pengukuran kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada
saat pengukuran kerja berlangsumg. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi
kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai “Rating Performance “.
Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa
“dinormalkan” kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh
operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan
yang tidak sebagaimana mestinya.
F. Penentuan Waktu Longgar Dan Waktu Baku
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukan
bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan
pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada
prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan operator tersebut mampu
bekerja terus menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Di sini
kenyataannya khusus untuk keperluan personal needs, istirahat untuk melepas lelah,
dan alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya. Waktu longgar yang dibutuhkan dan
akan menginterupsi proses produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi personal
allowance, fatique allowance, dan delay allowance. Waktu baku yang akan ditetapkan
kelonggaran-kelonggaran (allowance) yang perlu. Dengan demikian maka waktu baku
adalah sama dengan waktu normal kerja dengan waktu longgar.
Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja
(performance) manusia dan dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
• Faktor-faktor diri : sikap, sifat, sistem nilai, karakteristik, fisik, karakteristik fisik,
minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dan lain-lain.
• Faktor-faktor situasional : lingkungan fisik, mesin dan peralatan, metode kerja
dan lain-lain.
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat dikelompokkan menjadi
kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara
sempurna, karena terdapat hubungan yang erat antara satu sama lainnya. Apabila
dilihat dari energi yang dikeluarkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit
mengeluarkan energi dibanding dengan kerja fisik.
Kerja fisik dapat mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, yang
dapat dideteksi melalaui perubahan;
• Konsumsi energi.
• Denyut jantung.
• Peredaran darah dalam tubuh.
• Temperatur tubuh.
• Konsentrasi asam laktat dalam darah.
• Komposisi kimia dalam darah dan air seni.
• Tingkat penguapan dan faktor lainnya.
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan
konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerjanya biasanya ditentukan dengan
cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran :
• Kecepatan denyut jantung.
• Konsumsi oksigen.
Hubungan kecepatan jantung dengan aktivitas lainnya seperti :
• Tekanan darah .
• Aliran darah.
• Komposisi kimia dalam darah.
• Temperatur tubuh.
• Tingkat penguapan.
• Jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru-paru.
Konsumsi energiUntuk merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan kecepatan denyut jantung dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara energy expenditure dengan kecepatan denyut jantung dengan melakukan analisis regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan:
Y = 1.80411 – 0.0229038 X + 4.71733.10‾ X²
Dimana :
Y = energi (kalori per menit)
X = kecepatan denyut jantung (denyut per menit)
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka
konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu bisa ditulis dalam bentuk matematis
sebagai berikut :
KE = Et – Ei
Dimana :
KE : konsumsi energi untuk suatu kegiatan terentu ( kilokalori/menit)
Et : pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu (kilokalori/menit)
Ei : pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit)
Dengan demikian konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan selisih antara
pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi pada waktu istirahat.
Aktivitas otot mengubah fungsi sebagai berikut :
• Denyut jantung.
• Tekanan darah.
• Output jantung.
• Komposisi kimia dalam darah dan urine.
• Temperatur tubuh.
• Pespiration rate.
• Ventilasi paru-paru (pulmonary ventilation dalam liter/menit).
• Konsumsi.
Penjelasan sederhana tentang sistem konversi input udara, makanan dan air diberikan
pada bagan alir yang ditunjukan berikut ini :
Udara O2 dideteksi kedalam kerja mekanik
Darah oleh paru-paru SI Kerja intern
S CO2 T sirkulasi respirasi E M
O T makanan metabolisme O panas T
Pembentukan glikogen
Sirkulasi tambahan evaporasi
Pembentukan asam laktat
Ekses asam laktat
Kerja kekurangan O2
Kelelahan otot, debet O2
Siklus Kerja FisiologiJika denyut nadi dipantau selama istirahat, maka waktu pemulihan untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga sebagian mengalami kelelahan kronis.
Murrel membuat metode untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari kerja fisik :
R = T(W – S)
W – 1.5
Dimana :
R : waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit.
T : total waktu kerja dalam menit.
W: konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam kkal/menit.
S : pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam kkal/menit (biasanya 4 atau 5 kkal/menit).
Kurva Pemulihan
Untuk menghindari kerugian pengukuran pekerja ketika bekerja, dapat digunakan tingkat denyut salama pemulihan. Kurva pemuluhan tingkat denyut jantung menunjukan :
• Tekanan fisiologis.
• Aptitude fisik dari subyek.
• Keberadaan kelelahan fisiologis.
• Kelelahan fisiologis saat rangkaian periode kerja diamati.
Dengan melakukan pengukuran pada titik dapat ditunjukan bahwa:
• Untuk pemulihan normal : pengukuran dari denyut jantung ketiga sama atau
lebih besar dari 10 denyut jantung/menit. Ketiga denyut nadi sama atau lebih
kecil dari 90 denyut/menit.
• Tanpa pemulihan : penurunan dari denyut pertama ke denyut ketiga atau lebih
kecil dari 10 denyut/menit. Denyut
Fatique Fatique adalah salah satu kelelahan yang terjadi pada syaraf otot-otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Makin berat beban yang dikerjakam dan semakin tidak beraturnya pergerakan, maka timbulnya fatique akan lebih cepat. Timbulnya fatique ini perlu dipelajari untuk menentukan tingkat kekuatan otot manusia sehingga kerja yang akan dilakukan atau dibebankan dapat sesuai dengan kemampuan otot tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fatique :
• Besarnya tenaga yang dikeluarkan.
• Kecepatan.
• Cara dan sikap melakukan kegiatan.
• Jenis kegiatan.
• Jenis kelamin.
• Umur.
Fatique dapat diukur dengan :
• Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernapasan.
• Mengukur tekanan darah peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang
digunakan, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan temperatur badan, komposisi
kimia dalam urine dan darah.
• Menggunakan alat penguji kelelahan Riken Fatique Indikator dengan ketentuan
pengukuran elektroda logam tes variasi perubahan air liur (saliva) karena lelah.
Metoda sampling kerja sangat cocok untuk digunakan dalam melakukan
pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki siklus waktu yang
sangat panjang. Pada dasarnya prosedur pelaksanaannya cukup sederhana, yaitu
melakukan pengamatan aktivitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak
terhadap satu atau lebih mesin/operator dan kemudian mencatatnya apakah mereka ini
dalam keadaan bekerja atau menganggur (idle). Jika dalam pengamatan ini terlihat bahwa
mesin/operator sedang bekerja, maka tanda “tally’ akan diberikan untuk kondisi bekerja
sedangkan apabila sedang menganggur, tanda “tally” diberikan untuk kondisi
menganggur ini.
Langkah-langkah sistematis dari aktivitas sampling kerja adalah :
1. Langkah Persiapan Awal
• Catat segala informasi dari semua aktivitas yang ingin diamati.
• Rencanakan jadwal waktu penamatan berdasaran prinsip randomisasi.
2. Pengamatan Awal (Pre-Work Sampling)
• Laksanakan pengamatan awal sejumlah pengamatan tertentu secara acak (N
pengamatan)
• Hitung pengamatan awal (%) untuk N pengamatan tersebut.
3. Pengujian Keseragaman dan Kecukuan Data
• Keseragaman data
Batas kontrol : + 3 N
pp )1( −
• Kecukupan data : N’ = pS
pk2
2 )1( −
4. Hitung Derajat Ketelitian Dari Data Pengamatan Yang Diperoleh
• Rumus : Sp = kN
pp )1( −
5. Penentuan Waktu Normal dan Waktu Baku
a. Besarnya waktu normal (Wn) adalah memenuhi formulasi berikut ini :
Wn = hasilkanodukYangDiTotalUnit
ormanceRatingPerftyxWorkActiviaxxWaktuKerjPengamaTotalWaktu
Pr
%%tan
b. Besarnya waktu baku (Wb) dirumuskan dengan :
Wb = Wn x Allowance−%100
%100
6. Analisa Kesimpulan
• Buat analisa terhadap hasil akhir yang berkaitan dengan % delay (p).
• Tarik kesimpulan dan saran perbaikan untuk mengeliminir % delay yang
dianggap terlalu besar.