Download - RUU Larangan Minuman Beralkohol
-
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL
DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. TUJUAN, DAN KEGUNAAN
D. METODE
II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
B. KAJIAN TERHADAP ASAS (PRINSIP)
C. KAJIAN TERHADAP KONDISI YANG ADA
D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU
III. ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A. KONDISI HUKUM YANG ADA
B. KETERKAITAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN DAERAH
C. HARMONISASI SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL
IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. LANDASAN FILOSOFIS
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
C. LANDASAN YURIDIS
V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN A. JANGKAUAN
-
2
B. ARAH PENGATURAN
C. RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
1. Ketentuan Umum (Pengertian istilah, dan frasa)
2. Materi yang akan diatur
3. Ketentuan sanksi
4. Ketentuan peralihan
VI. PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
VII. DAFTAR PUSTAKA
-
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konstitusi Indonesia Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebulkan
bahwa negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya kehidupan
masyarakat di dalamnya terbentuk dalam bingkai ajaran agama.
Secara ideal sebagai negara yang beragama, akan lebih mudah
mengatur perkembangan minuman beralkohol atau yang sering juga
disebut minuman keras (miras) yang setiap saat dapat mengancam
jiwa manusia.
Ajaran setiap agama pasti sepakat bahwa keberadaan minuman
beralkohol dapat mengancam jiwa manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung. Namun kenyataan yang ada, negara kita
sampai sekarang belum dapat membuat payung hukum tentang
undang-undang larangan miuman beralkohol. Hal ini tidak lepas dari
banyaknya kepentinga politik yang ada di dalamnya.
Perlu disadari bahwa adanya tuntutan masyarakat untuk
membuat Peraturan hukum/undang-undang tentang larangan
minuman beralkohol, jangan disalah-artikan bahwa itu adalah
keinginan/kepentingan sebagian umat Islam dalam rangka
menerapkan syariat Islam. Tuntutan dibentuknya UU tentang
Larangan Minuman Beralkohol lebih dikarenakan bahaya minuman
keras itu sendiri dalam kehidupan manusia.
Sebagai contoh di Amerika Serikat meskipun pemerintah AS
tidak merujuk pada agama Islam, Presiden Reagan (1986)
telah melakukan kampanye larangan minuman beralkohol (say no to
alcoho) dan memberlakukan UU Larangan Minuman Beralkohol yang
pada intinya berupa pelarangan dengan pengecualian.
-
4
Memang sungguh dilematis di negeri kita ini. Dalam
konstitusi menegaskan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, namun dalam menyikapi perkembangan
tentang minuman berlakohol pemerintah tidak dapat berbuat apa-
apa. Perkembangan minuman beralkohol tidak hanya menjadi
ancaman bagi umat Islam yang secara tegas mengharamkan
di dalam kitab sucinya, namun minuman beralkohol juga
merupakan ancaman bagi hidup dan kehidupan manusia dimuka
bumi ini, khususnya di Indonesia. Sedangkan hak untuk
mendapatkan lingkungan yang sehat dalam kehidupan manusia
merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin dalam Pasal
28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) yang berbunyi: Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Hak dasar ini tidak boleh dilanggar
oleh siapa pun dan harus dijunjung tinggi dan dihormati agar setiap
orang dapat menikmati kehidupannya dengan sejahtera.
Salah satu program pembangunan nasional adalah
meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan
yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang
memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabiitasi sejak
pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Dan untuk
mencapai hal tersebut, diperlukan pengaturan tentang pengendalian
dampak minuman keras terhadap kesehatan.
Adapun dampak negatif minuman beralkohol antara lain sebagai
berikut:
1. GMO (Gangguan Mental Organik), yang mengakibatkan perubahan
perilaku seperti bertindak kasar, sehingga bermasalah dengan
keluarga,masyarakat, dan kariernya. Perubahan fisiologis,
seperti mata juling, muka merah, dan jalan sempoyongan.
-
5
Kemudian, perubahan psikologi,seperti susah konsentrasi, bicara
melantur, mudah tersinggung, dan lainnya.
2. Merusak Daya Ingat, yaitu pada usia remaja (17-19 tahun), otak
manusia masih mengalami perkembangan pesat, oleh karena itu,
sayang sekali jika remaja sudah biasa dengan kecanduan minuman
beralkohol, karena akan menghambat perkembangan memori dan
sel-sel otak.
3. Odema Otak, merupakan pembengkakan dan terbendungnya darah
pada jaringan-jaringan otak sehingga mengakibatkan gangguan
koordinasi dalam otak secara normal.
4. Sirosis Hati, penyakit ini ditandai oleh pembentukan jahngan ikat
disertai nodul pada hati karena infeksi akut dan virus hepatitis
yang menyebabkan peradangan sel hati yang luas dan kematian
sel.
5. Gangguan Jantung, mengonsumsi minuman beralkohol, apalagi
kecanduan, bisa mengakibatkan gangguan Jantung, dimana lama
kelamaan Jantung tidak akan berfungsi dengan baik.
6. Gastrinitis, yaitu karena kecanduan minuman keras dimana
menyebabkan radang, atau luka pada lambung.
7. Paranoid, yaitu gangguan kejiwaan karena kecanduan dimana
seolah-olah merasa dipukuli, sehingga perilakunya kasar terhadap
orang-orang yang ada disekitarnya, atau seperti ada bisikan-
bisikan untuk melakukan sesuatu, dan ia akan melakukan sesuatu
diluar nalarnya.
Untuk mengatasi dampak negatif terhadap penggunaan
minuman beralkohol seperti tersebut diatas, seyogyanya Indonesia
memiliki undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol.
Namun, sangat disayangkan, hingga saat ini belum ada langkah-
langkah kongkrit berupa regulasi untuk melarangnya, bahkan
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, telah
mengeluarkan instruksi untuk mencabut beberapa Peraturan Daerah
-
6
yang mengatur tentang minuman beralkohol, dengan alasan
bertentangan dengan peraturan per-undang-undangan yang lebih
tinggi. Dalam hal ini, terkesan Pemerintah membiarkan atau
mengambangkan persoalan minuman beralkohol ini.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan alasan tersebut, identifikasi
masalah dirumuskan sebagai berikut :
1. Minuman beralkohol pada hakekatnya dapat membahayakan
kesehatan jasmani dan rohani, dapat mendorong terjadinya
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta
mengancam kehidupan masa depan generasi bangsa, yang pada
gilirannya akan merusak kehidupan berbangsa, bermasyarakat,
dan bernegara.
2. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan turut
campur atau pelibatan negara, daiam hal ini Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, sebagai penyelenggara negara yang
berfungsi dalam bidang legislasi nasional, memandang perlu
untuk mengajukan usul inisiatif rancangan undang-undang yang
mengatur tentang larangan minuman beralkohol;
3. Landasan filosofis pembentukan rancangan undang-undang
tentang minuman beralkohol ini adalah demi terciptanya rasa
keadilan masyarakat, landasan sosiologis merupakan kebutuhan
masyarakat akan rasa keamanan, ketertiban, dan kenyamanan,
dan landasan yuridis dijamin oleh Konstitusi Negara Republik
Indonesia, dimana setiap warganegara berhak mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, dan sehat.
4. Adapun sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan tentang
minuman beralkohol ini, akan tercermin dalam batang tubuh
rancangan undang-undang ini.
-
7
C. TUJUAN, KEGUNAAN, DAN SASARAN
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan diatas, maka penyusunan Naskah Akademik
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bertujuan untuk memberikan latar belakang, arahan dan
dukungan dalam perumusan pengaturan, dan pengendalian
minuman beralkohol dengan segala dimensinya secara
menyeluruh,terpadu, dan berwawasan lingkungan;
2. Berguna sebagai acuan atau referensi penyusunan dan
pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan
Minuman Beralkohol, dengan memberikan uraian tentang aspek
pengaturan pengendalian minuman beralkohol dengan segala
dimensinya, di masa kini dan masa yang akan datang;
3. Mempunyai sasaran agar terwujudnya tata pengaturan
pengendalian
minuman keras sesuai dengan visi dan misi pembangunan
kesehatan manusia Indonesia seutuhnya.
D. METODE
Penyusunan Naskah Akademik ini, menggunakan Metode
Penelitian Hukum, baik melalui metode yuridis normatif,
maupun melalui metode empiris, dan metode penelitian sosial,
dengan Metode Survei, yaitu;
1. Metode Yuridis Normatif, dilakukan melalui Studi Pustaka, yang
menelaah (terutama) data sekunder yang berupa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Minuman
beralkohol, kemudian dilengkapi dengan wawancara, diskusi
(focus group discussion), seminar, simposium, dan lain-lain.
-
8
2. Metode Yuridis Empiris, atau sociolegal adalah penelitian yang
diawali dengan penelitian normatif, yang dilanjutkan dengan
observasi yang mendalam serta penyebarluasan quesioner,
untuk mendapatkan data non hukum yang terkait dan
berpengaruh terhadap peraturan perundang-undangan yang
diteliti.
3. Metode Survei, adalah metode penelitian yang digunakan untuk
mencari keterangan secara faktual (Nazir, 1988). Dengan metode
ini, peneliti dapat membedah, membahas, dan menganalisis
suatu permasalahan yang erat hubungannya dengan pemakaian
minuman keras oleh orang-orang, atau sekelompok orang-orang
tertentu, dan dampaknya baik bagi pribadi yang bersangkutan,
kelompok masyarakat, maupun lingkungannya.
BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
1. Minuman beralkohol;
Adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari
bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan
cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan
bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur
ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol
(Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, 3 Pebruari 2012).
Berdasarkan fakta inilah, kemudian Komisi Fatwa MUI
menetapkan batas maksimal kandungan alkohol (sebagai senyawa
tunggal, ethanol), yang digunakan sebagai pelarut dalam produk
pangan, yaitu 1 (satu) persen. Bagi konsumen Muslim, minuman yang
merupakan hasil permentasi yang menghasilkan minuman beralkohol,
adalah haram untuk dikonsumsi.
-
9
2. Fermentasi, dan Destilasi;
Fermentasi, adalah suatu cara untuk mengubah substrat
menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan
bantuan mikroba, sedangkan Destilasi, adalah suatu proses
pemisahan ethanol dari cairan termentasi. Adapun alkohol adalah
senyawa ethanol (ethyl alcohol), yaitu suatu jenis alkohol yang paling
populer digunakan dalam industri.
B. PRAKTIK EMPIRIS
Minuman beralkohol dalam kehidupan masyarakat di Indonesia
sepertinya sudah tidak asing lagi. Saat ini, minuman beralkohol
dikonsumsi oleh remaja, orang dewasa, hingga orangtua yang sudah
berumur, kesadaran masyarakat kita tentang bahaya minuman
beralkohol masih sangat minim. Seperti halnya masyarakat yang
hidup di Jalur Pantura, mereka terbiasa merayakan pesta sehabis
panen dengan minuman beralkohol.
Kehidupan nelayan di laut pun, tidak jauh dari pengaruh
minuman beralkohol, malah dikonsumsi pada saat mereka melaut,
dengan alasan untuk menghangatkan badan dari terpaan angin
laut. Sebenarnya alasan tersebut hanya sekedar menutupi bahaya
dari minuman beralkohol, kehidupan masyarakat tepi laut yang
seperti itu terbentuk, seperti sudah menjadi kebiasaan, maka dari
itu berlangsung turun temurun, dimana kehidupan mereka tidak bisa
lepas dari minuman beralkohol.
Dari segi kehidupan sosial, minuman beralkohol sangat
berpengaruh terhadap kehidupan sosial. Biasanya, seseorang
mengonsumsi minuman keras, cenderung didorong oleh keadaan
ekonomi minim, kondisi keluarga yang tidak harmonis, masalah yang
dihadapi dan lain sebagainya.
-
10
Masyarakat kita belum sadar bahwa dengan mengonsumsi
minuman beralkohol, mereka hanya mendapatkan banyak kerugian,
untuk itu pemerintah diharapkan dapat mencari solusi terbaik untuk
kasus-kasus minuman beralkohol yang masih marak di negara kita
ini.
C. KAJIAN TERHADAP ASAS YANG TERKAIT DENGAN NORMA (KAIDAH)
Analisis terhadap penentuan asas-asas ini harus
memperhatikan' berbagai aspek bidang kehidupan yang terkait dengan
peraturan perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari
hasil penelitian, dalam hal ini yaitu asas-asas yang relevan terhadap
minuman beralkohol, yaitu asas keseimbangan kesehatan dan nilai-
nilai ekonomis, kemanfaatan umum, keterpaduan, kelestarian,
keadilan, kemandirian, asas transparansi, dan akuntabilitas.
1. Asas Keseimbangan Kesehatan dan Nilai-nilai Ekonomis
Sebagaimana diuraikan di Bab Pendahuluan, bahwa minuman
beralkohol sebenarnya adalah suatu bahan yang antara lain
mengandung alkohol, dimana didalamnya juga berisi ethanol, yang
kalau penggunaannya tidak sesuai dengan aturan yang tercantum
dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, sangat berbahaya untuk
kesehatan manusia.
Untuk mengeksplisitkan pengaturannya, khususnya
pengendalian sejak produksi, distribusi dan konsumsi, maka
persoalan minuman beralkohol perlu diatur lebih lanjut secara
komprehensif dalam bentuk undang-undang. Di satu sisi secara
medis, zat yang terkandung dalam minuman keras adalah zat adiktif
dan termasuk bahan berbahaya bagi kesehatan manusia, namun di
sisi lain adalah salah satu komoditi ekonomi yang menyerap tenaga
-
11
kerja, disamping sebagai tambahan pemasukan bagi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Oleh karena itu, untuk mengatur kedua komoditi yang bersifat
positif dan negatif ini, dipergunakan asas keseimbangan kesehatan
dan nilai-nilai ekonomis.
2. Asas Kemanfaatan Umum
Pengendalian minuman beralkohol dilaksanakan untuk
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
kesehatan pribadi maupun umum. Di samping itu pengendalian
minuman beralkohol juga diarahkan untuk tidak merugikan
kepentingan tenaga kerja, baik di pertanian/perkebunan, maupun di
industri minuman.
Oleh sebab itu, didalam rancangan undang-undang ini, salah
satunya memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas kemanfaatan
untuk publik (umum) secara komprehensif.
3. Asas Keterpaduan dan Keserasian
Penyelenggaraan pengendalian dan keserasian dalam
pengendalian Minuman beralkohol, dilaksanakan secara seimbang
dalam mewujudkan keserasian untuk berbagai kepentingan baik
kepentingan kesehatan, kepentingan ekonomis (pajak dan cukai),
maupun kepentingan ketenagakerjaan.
Dengan memerhatikan sifat alami dari minuman yang
mengandung alkohol, dan mengupayakan penelitian yang terus-
menerus secara efektif, maka diharapkan pada suatu saat akan
mendapatkan minuman subsitusi yang secara bertahap dapat
menggantikan minuman beralkohol, dan tidak berbahaya bagi
kesehatan, serta meniadakan dampak negatif di masyarakat
secara luas.
-
12
4. Asas Keadilan
Penyelenggaraan pengendalian minuman beralkohol,
dilakukan merata kesemua lapisan kegiatan masyarakat di
seluruh Indonesia, dan setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh
lapangan pekerjaan, khususnya pada pabrik-pabrik minuman
beralkohol.
Pemerintah dapat menarik pajak untuk kepentingan
pembangunan kesehatan, dan hak asasi manusia yang diatur, dan
diakui, serta dilindungi dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dijabarkan
dalam Undang-Undang No. 23/1992, Peraturan Pemerintah No.
19/2003 dan berbagai Peraturan Daerah di berbagai wilayah
Indonesia.
5. Asas Kemandirian
Penyelenggaraan pengendalian minuman beralkohol,
berlandaskan kepada kepercayaan akan kemampuan sendiri, dan
bukan karena keterpaksaan dari dunia internasional, dengan tetap
memperhatikan budaya suku bangsa Indonesia, yang secara bertahap
dilakukan pengujian, agar bebas dari alkohol, dan bahan-bahan
berbahaya lainnya.
6. Asas Transparansi dan Akuntabilitas
Penyelenggaraan pengendalian minuman beralkohol, merupakan
proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik, baik nasional maupun internasional. Asas ini berlaku pula
bagi para pabrikan minuman beralkohol, dalam menggunakan
dananya (corporate social responsibility), untuk berbagai kepentingan
-
13
publik, antara lain; kesehatan, pendidikan, olah raga, dan
sebagainya.
D. KAJIAN TERHADAP KONDISI YANG ADA
Konsumsi minuman beralkohol sudah menjadi masalah
yang kompleks, tidak saja menyangkut masalah di bidang kesehatan
tetapi juga menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan, dan perpajakan, serta tidak jarang juga
masalah yang berdampak psikologis.
Di Indonesia sendiri penyalahgunaan alkohol juga menjadi
masalah kesehatan yang cukup serius. Sering munculnya
pemberitaan tentang tata niaga minuman beralkohol setidaknya
merupakan indikasi bahwa minuman beralkohol banyak dikonsumsi
oleh masyarakat di negara dengan mayoritas penduduk muslim ini.
Sudah sering terungkap bahwa minuman beralkohol hanya
akan memberikan efek negatif (mabuk) bagi peminumnya,
bahkan pada beberapa kasus justru berakibat pada kematian,
namun setiap tahun jumlah pecandu minuman beralkohol bukan
berkurang, justru semakin meningkat. Bagi beberapa kalangan,
mabuk minuman beralkohol, dianggap sebagai sarana untuk unjuk
kegagahan atau kejantanan.
Penyalahgunaan alkohol yang terjadi di Indonesia menurut
WHO, (WHO SEARO, 2002), dari tahun ke tahun adalah;
Tahun 1986 tercatat 2,6% pria pengkonsumsi alkohol yang berusia rata-rata 20 (dua puluh) tahun ke atas,
sementara untuk wanita tercatat sekitar O,8%.
Tahun 1998 di Indonesia, tercatat lebih dari 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu) orang, meninggal karena penyakit
khronis akibat konsumsi alkohol.
Tahun 1999-2000, 58% angka kriminalitas terjadi ditengarai akibat pengaruh minuman beralkohol.
-
14
Pada tahun 2000 diinformasikan bahwa, di Indonesia terdapat lebih dari 13.000 (tigabelas ribu) pasien penderita
penyakit, terkait penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang.
Tahun 2001 tercatal 39 (tiga puluh sembilan) kasus kematian pada remaja karena Hepatitis B yang terkait erat
dengan dampak pengkonsumsian alkohol (alcoholic cirrhosis,
alcoholic cancer, chronic pancreas inflamation, and heart
diseases).
Masih pada tahun yang sama, yaitu pada tahun 2001, juga terjadi di Bali, terdapat 50% dari total 65 (enam puluh
lima) kasus keracunan alkohol meninggal.
Tahun 2008, di Manado dan Minahasa, tercatat lebih dari 40 (empat puluh) kematian akibat keracunan alkohol (inioxicaty).
Masih pada tahun yang sama (2008), di Surabaya 9 (sembilan) orang tewas di 3 (tiga) lokasi berbeda setelah mengonsumsi
minuman beralkohol. Di Indramayu, Jawa Barat, 11 (sebelas)
orang meninggal setelah bermabuk-mabukan dengan minuman
beralkohol yang dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
Di Merauke, 14 (empai belas) orang meninggai dunia karena mengonsumsi minuman beralkohol jenis sopi yang dicampur
infus dan minyak babi, sementara belasan korban tewas akibat
minuman beralkohol lainnnya tersebar di beberapa daerah,
seperti Pasuruan, Jawa Timur, Deli Serdang, Sumatera Utara,
dan Jaya Pura, Papua.
E. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU
Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan
diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman
Beralkohol, akan memiliki implikasi, baik terhadap aspek kehidupan
masyarakat, maupun terhadap aspek beban keuangan negara.
-
15
1. Aspek Kehidupan Masyarakat;
Penggunaan minuman beralkohol dalam kehidupan masyarakat,
seringkali didasari oleh motif-motif sosial, antara lain seperti untuk
meningkatkan prestige, atau adanya pengaruh pergaulan dan
perubahan gaya hidup. Selain itu, aspek sosial lainnya, seperti sistem
norma dan nilai (keluarga dan masyarakat), juga menjadi kunci dalam
permasalahan penyalahgunaan alkohol.
Oleh sebab itu, hadirnya suatu peraturan perundang-undangan
dalam bentuk Undang-Undang yang mengatur tentang Larangan
Minuman Beralkohol ini adalah suatu keniscayaan, karena akan
berdampak sangat positif bagi kehidupan masyarakat.
Peranan negara dalam menciptakan lingkungan yang bersih
dari penyalahgunaan alkohol menjadi sangat vital. Bentuk
peraturan dan regulasi tentang minuman beralkohol, serta
pelaksanaan yang tegas, menjadi kunci utama penanganan masalah
alkohol ini.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah, peranan
provider kesehatan dalam mempromosikan kesehatan terkait masalah
alkohol, baik sosialisasi di tingkat masyarakat, maupun advokasi pada
tingkatan decision maker.
2. Aspek Beban Keuangan Negara;
Sebagaimana dimaklumi bersama, bahwa penerapan sistem
baru, apalagi yang berkaitan dengan diberlakukannya suatu peraturan
perundang-undangan dalam bentuk Undang-Undang yang mengatur
tentang Minuman Beralkohol, dipastikan akan memiliki dampak
terhadap aspek beban keuangan negara.
Namun, dalam hal ini, kewajiban penyelenggara negara,
khususnya yang duduk di Legisiatif dan Eksekutif, harus berusaha
semaksimal mungkin untuk mengatur kehidupan masyarakat, dalam
-
16
rangka pencapaian masyarakat yang tertib, aman, dan damai, serta
sejahtera. Aspek beban keuangan negara yang dikeluarkan dari
Anggaran Belanja Negara (ABN), mulai dari pembuatan Naskah
Akademik, dan draf RUU tentang Larangan Minuman
Beralkohol yang melibatkan banyak pihak sebagai stake- holder.
Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan antara para wakil
rakyat di Senayan dengan Pemerintah, yang tentunya memerlukan
dana, pengusul sangat yakin bahwa beban keuangan negara ini sangat
tidak berarti dengan manfaat yang akan diperoleh jika RUU tentang
Larangan Minuman Beralkohol ini, menjadi Undang-Undang dan
mengikat seluruh warganegara Indonesia.
BAB III
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A. KONDISI HUKUM YANG ADA
Dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, masalah minuman
beralkohol, tidak diatur secara eksplisit. Dalam Pasal 44 UU No.
23/1992 berbunyi:
1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat
adiktif,diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungannya.
2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung
zat adiktif, harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang
ditentukan.
3) Ketentuan mengenai pengaman bahan yang mengandung zat
adiktif, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
-
17
Dalam Penjelasan Pasal 44 tersebut dikatakan bahwa:
1) Bahan yang mengandung zat adiktif adalah
bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian
bagi dirinya atau masyarakat sekelilingnya;
2) Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung
oleh bahan tersebut dapat ditekan dan untuk mencegah
beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan
bahan yang mengandung zat adiktif ditujukan untuk menekan
dan mencegah penggunaan yang mengganggu atau merugikan
kesehatan orang lain;
Jika kita baca secara teliti, norma yang mengatur zat adiktif
tersebut kurang jelas (implisit), karena masih diatur secara umum.
Oleh karena itu, kemudian dilahirkan UU No. 22/1997 tentang
Narkotika (yang kemudian diganti dengan UU No. 35/2009) dan UU
No. 5/1997 tentang Psikotropika dengan berbagai peraturan
pelaksanaannya, sedangkan UU tentang Larangan Minuman
Beralkohol yang bahayanya juga tidak kalah dengan Narkotika, dan
Psikotropika, hingga saat ini belum pernah diterbitkan.
B. KETERKAITAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN DAERAH
Salah satu alasan yang sangat penting disusunnya Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman
Beralkohol, karena hingga saat ini belum ada suatu Undang-Undang
yang mengatur secara khusus tentang Minuman Beralkohol.
Sebagaimana telah disampaikan pada Bab Pendahuluan,
bahwa kalau masalah Minuman beralkohol ini tidak diatur dalam
suatu Undang-Undang tersendiri, maka dikhawatirkan sepuluh atau
dua puluh tahun yang akan datang, Indonesia akan menjadi negara
loss generation karena generasi muda bangsa ini dipastikan akan
semakin akrab dengan minuman beralkohol, yang nota-bene, menjadi
penghancur suatu bangsa dan negara.
-
18
Oleh sebab itu, untuk membahas keterkaitan undang-undang
dengan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol ini, dapat
disebutkan bahwa Undang-Undang yang terkait adalah Undang-
Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dampak negatifnya
kurang lebih sama dengan Minuman beralkohol, dan telah diatur
dalam suatu Undang-Undang tersendiri.
Dibawah ini beberapa contoh, antara lain;
1. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
a) Konsiderans Menimbang, huruf d, yaitu "bahwa penyalahgunaan
psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia dan kehidupan
bangsa, sehingga pada gilirannya, dapat mengancam ketahanan
nasional"
b) Ketentuan Umum, Pasal 1, point 1, sebagai berikut: "Psikotropika,
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukari
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh seloektif
pada susunan saraf pusat, yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku"
2. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika:
a) Konsideran Menimbang, huruf e, yaitu bahwa tindak pidana
Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan
menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih,
didukungoleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah
banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi
muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang
berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak
pidana tersebut;
-
19
a) Ketentuan Umum, Pasal 1, point 1, sebagai berikut; "Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampaimenghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke
dalam golongangolongansebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
4. Perda Bali No. 9 Th 2002, ttg Pengendalian Minuman Beraikohol; Konsiderans Menimbang, huruf a, "bahwa minuman beraikohol
merupakan jenis minuman dengan potensi ekonomi tinggi dan
kandungan kimia yang dapat membahayakan kesehatan
pemakainya, sehingga mengganggu ketertican masvarakat"
5. Perda Sumbawa No. 22 Thn 2005, tentang minuman beralkohol; Konsiderans Menimbang huruf a, "bahwa mengonsumsi minuman beralkohol dapat menimbulkan
gangguan kesehatan, gangguan ketenteraman, dan ketertiban
masyarakat
6. Perda Kab. Sleman No. 8 Tahun 2007, tentang Minuman Beralkohol; Konsiderans Menimbang huruf a, "bahwa dalam rangka
menjaga dan memelihara kesehatan jasmani dan rohani
masyarakat, ketentraman danketertiban masyarakat, tujuan
pariwisata, adat istiadat, dan agama, maka perlu adanya
pengawasan dan pengendalian melalui pelarangan
pengedaran, penjualan, dan penggunaan minuman beralkohol".
7. Perda Kabupaten Kendal No. 4 Tahun 2009, ttg Minuman Keras; Konsiderans Menimbang huruf a, "bahwa minuman keras pada
hakekatnya dapat membahayakan kesehatan jasmani dan
rohani, dapat mendorong terjadinya gangguan keamanan dan
-
20
ketertiban masyarakat, serta mengancam kehidupan masa
depan generasi bangsa"
C. HARMONISASI SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL;
Harmonisasi bermula dari Rudolf Starnler
(hltp://www.legalitas.org) yang mengemukakan bahwa konsep dan
prinsip-prinsip hukum yang adil mencakup harmonisasi. Dengan kata
lain, hukum akan tercipta dengan baik, jika terdapat keselarasan
antara maksud, tujuan, dan kepentingan penguasa (pemerintah),
dengan masyarakat.
Badan Pembina Hukum Nasional memberikan pengertian
harmonisasi hukum sebagai kegiatan ilmiah untuk menuju proses
pengharmonisasian. Proses pengharmonisasian, pada hakekatnya
adalah proses penyelarasan, penyesuaian, penyeimbangan,
pensinkronisasian hukum tertulis, yang mengacu pada nilai-nilai
filosofis, sosiologis, historis, ekonomis,dan yuridis. Dalam praktek
pembentukan suatu Undang-Undang, kita mengenal proses
harmonisasi secara vertikal, dan horizontal, yaitu;
a. Harmonisasi secara vertikal, yaitu proses penyelarasan
peraturan perundang-undangan yang berada dibawah
diselaraskan dengan aturan yang ada diatasnya. Misalnya,
Peraturan Daerah, diharmonisasikan dengan Undang-
Undang, atau Undang-Undang diharmonisasikan dengan
Undang-Undang Dasar;
b. Harmonisasi secara horizontal, yaitu proses penyelarasan
peraturan perundang-undangan yang sejajar tingkatannya.
Misalnya, Peraturan Daerah diharmonisasikan dengan
Peraturan Daerah, atau Undang- Undang diharmonisasikan
dengan Undang-Undang.
Namun, di dalam prakteknya, proses pengharmonisasian ini
pernah juga mengundang kontroversial, misalnya Mendagri
-
21
rnenginstruksikan peninjauan kembali Peraturan Daerah-Peraturan
Daerah yang mengatur tentang minuman beralkohol,
diharmonisasikan dengan Produk Perundang-Undangan diatasnya
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. LANDASAN FILOSOFIS;
Minuman beralkohol pada dasarnya merupakan suatu bentuk
gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh
karena itu, secara filosofis, pembentukan RUU tentang Larangan
Minuman Beralkohol, merupakan bagian dari pemenuhan tujuan
bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan
bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa Indonesia,
dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman
ketakutan untuk berbuat, atau tidak berbuat sesuatu, yang
merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan sehat,
serta berhak mernperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 G, ayat (1),
dan Pasal 28 H, ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
B. LANDASAN SOSIOLOGIS;
-
22
Pertimbangan sosiologis berkaitan dengan permasalahan
empiris, dan kebutuhan yang dialami oleh masyarakat, yang
menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian minuman
beralkohol. Oleh karena itu, secara sosiologis, UU tentang Larangan
Minuman Beralkohol haruslah memberikan jawaban atau solusi
terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penanganan bahaya
yang diakibatkan oleh minuman beralkohol.
Sementara itu, jika kebiasaan dari sebagian masyarakat, atau
di daerah-daerah tertentu mengonsumsi minuman beralkohol karena
dianggap merupakan warisan tradisional (arak, tuak, Sopi, Lapen, dll),
jika dikaitkan dengan sisi agama, dimana mayoritas masyarakat
Indonesia adalah muslim, dan minuman beralkohol hukumnya haram,
maka hal ini akan sangat bertolakbelakang. Aspek sosiologis lainnya,
adalah bagaimana me-"manage" dampak negatif dari
minuman keras dengan cara pencegahan (preventive),
pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response), serta
upaya pemulihan (recovery), akibat minum minuman beralkohol.
C. LANDASAN YURIDIS
Aspek yang berkaitan dengan hukum (yuridis) dalam
pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman
Beralkohol ini, dikaitkan dengan peran hukum baik sebagai pengatur
perilaku (social control), maupun sebagai instrumen untuk
penyelesaian suatu masalah (dispute solution). Aspek yuridis ini
sangat diperlukan, karena hukum, atau peraturan perundang-
undangan dapat menjamin adanya kepastian (certainty), dan
keadilan (fairness) dalam penanganan akibat minuman beralkohol
ini.
Dalam kaitannya dengan peran dan fungsi hukum tersebut,
maka persoalan hukum yang terkait dengan pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap penggunaan minuman
-
23
beralkohol masih bersifat sektoral, dan parsial, sedangkan kebutuhan
yang sangat mendesak adalah adanya undang-undang yang menjadi
payung (umbrella), bagi semua peraturan-perundang-undangan yang
ada, yaitu Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah dibeberapa
Propinsi, dan Kabupaten/Kota di Indonesia.
Oleh sebab itu, agar hubungan antar peraturan
perundang-undangan yang satu dengan lainnya dapat terjalin dengan
harmonis, baik vertikal, maupun horizontal, maka pertimbangan
yuridis pembentukan suatu peraturan perundang-undangan tentang
minuman beralkohol dalam bentuk undang-undang, adalah suatu
keniscayaan, demi menyelamatkan generasi bangsa Indonesia
kedepan.
BABV
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN,
DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
A. JANGKAUAN PENGATURAN
Lingkup atau Jangkauan pengaturan, dalam Rancangan
Undang-Undang tentang Larangan Minuman Keras ini, mencakup hal-
hal sebagai berikut:
Larangan minuman beralkohol;
Ruang lingkup;
Pengawasan;
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan;
Peran serta masyarakat;
Kerjasama luar negeri;
Ketentuan Pidana;
Ketentuan Umum;
Ketentuan penutup
B. ARAH PENGATURAN
-
24
Walaupun pengaruhnya terhadap individu berbeda-beda, namun
terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam darah atau
Blood Alkohol Concentration (BACj dan efeknya. Euphoria ringan dan
stimuiasi terhadap perilaku, lebih aktif seiring dengan meningkatnya
konsentrasi alkohol di dalam darah. Resiko intoksikasi (mabuk)
merupakan gejala pemakaian alkohol yang paling umum.
Penurunan kesadaran seperti koma, dapat terjadi pada
keracunan alkohol yang berat, demikian juga natas terhenti hingga
kematian. Selain itu, efek jangka pendek alkohol dapat menyebabkan
hilangnya produktifitas kerja. Alkohol juga dapat menyebabkan
perilaku kriminal. Ditengarai 70% dari narapidana menggunakan
alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan, dan lebih dari 40%
kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol.
Selain dampak negatif yang telah dijelaskan diatas tadi,
mengonsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka panjang, dapat
menyebabkan penyakit kronis seperti kerusakan jantung, tekanan
darah tinggi, stroke, kerusakan hati, kanker saluran pencernaan,
gangguan pencernaan lain (misalnya tukak lambung), impotensi, dan
berkurangnya kesuburan, meningkatnya resiko terkena kanker
payudara, kesulitan tidur, kerusakan otak dengan perubahan
kepribadian dan suasana perasaan, sulit dalam mengingat, dan tidak
berkonsentrasi.
Oleh sebab itu, didalam penyusunan Rancangan undang-
undang tentang Larangan Minuman Beralkohol ini, diperlukan
ketegasan tentang larangan minuman beralkohol tana terkecuali.
C. RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
Berbicara mengenai istilah "materi muatan" kita
tidak dapat melepaskan diri dari penciptanya yaitu A. Hamid, SA.
Dalam hal ini kita tetap menghormati para ahli hukum dan
perundang-undangan seperti Irawan Suyito, Rusminah, Suhino,
-
25
Yuniartro, Bagir Manan, Solly Lubis, dll.. Di mata penulis, A. Hamid,
SA adalah "Bapak Perundang-undangan Indonesia" (paling tidak salah
satunya).
Banyak sekali pendapat, teori, dan istilah yang dikembangkan
oleh A.Hamid, SA, yang berkaitan dengan dunia perundang-undangan.
Salah satunya adalah istilah "materi muatan", yang diperkenalkannya
pada tahun 1979 dalam tulisannya yang berjudul "Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan", yang kemudian dikembangkan lebih
lanjut dan dimuat dalam disertasinya tahun 1990, dengan judul
"Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara".
Dalam disertasinya, A. Hamid, SA mengeluh belum adanya
tradisi di Indonesia untuk menghormati ciptaan dalam bidang ilmiah
dibandingkan dengan di negara-negara maju. Menurutnya, di Belanda
setiap penulis yang mengutip sesuatu karya cipta ilmiah penulis
lainnya (biasanya suatu istilah atau kata atau frasa yang mengandung
makna tertentu), selalu disebutkan biasanya dalam catatan kaki siapa
pencipta istilah atau kata tersebut. Oleh A. Hamid, SA dalam
disertasinya dikutipkan berbagai istilah yang diciptakan oleh para
ahli hukum dan perundang-undangan Belanda, misalnya van der
Hoeven dengan istilahnya "pseudowetgeving", Mannoury dengan
istilahnya "spiegelrecht", T.Koopmans dengan istilahnya "moditicatie"
dalam kalimalnya "de wetgever streeft niet meer primair naar
codificatie maar naar modificatie".
Adapun mengenai "materi muatan" tidaklah semudah apa
yang dibayangkan orang. Kalau istilah "peraturan perundang-
undangan" dengan segala macam seluk-beluknya barangkali para ahli
hukum tata Negara sudah banyak membicarakannya dan
membahasnya, walaupun sampai sekarang-pun belum ada
kesepahaman mengenai "peraturan perundang-undangan", namun
paling tidak, para ahli perundang-undangan telah mengeluarkan
berbagai teori. Misalnya teori "undang-undang dalam artian formil.
-
26
Dikutip dari Machmud Aziz, "Dasar-Dasar Konstitusional
Peraturan Perundang-undangan". Materi pokok pelajaran dalam
Diklat Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (Legislative
Drafting Courses) di Departemen Kehakiman dan HAM dan berbagai
Departemen/LPND lainnya, maupun di Pemerintah Daerah/DPRD.
Istilah "materi muatan" merupakan terjemahan dari
kalimat "net eigenaardig onderwerp der wet te omscrijven" dari
Torbecke dalam "Met Wetsbegrip in Nederland", 1966, hal.47,
karangan Bohtlink/Logemann, yaitu: De Grondwet ontleent het begrip
van wet enkel van den persoon, die haarmaakt. Zij heeft de vraag
opengelaten, wat moet bij ons door eene wet, eneat kan op eene andere
wijze warden vastgesteld ? Even als andere Grondwetten, heeft zij zich
onthouden het eigenaardig onderwerp der wette omschrijven."
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945) meminjam pemahaman tentang Undang-
Undang (UU), hanyalah dari sudut pejabat atau lembaga yang
membentuknya. Undang Undang Dasar (UUD), membiarkan
pertanyaan terbuka mengenai apa yang di negara kita, harus
ditetapkan dengan Undang Undang dan apa yang boleh di ditetapkan
dengan cara lain.
Demikian pula ilmu hukum tata usaha negara telah
banyak mempersoalkan kaidah-kaidah bagi teknik dan proses
pembentukan berbagai jenis peraturan perundang-undangan. Namun
demikian, menurut A. Hamid, SA keduanya belum menyinggung
secara mendalam dan membiarkannya tanpa kejernihan mengenai
rnasalah "materi muatan" peraturan perundang-undangan yang
semestinya dirnuat dalam tiap jenis peraturan perundang-undangan.
Mengenai apa yang harus dimuat dalam suatu jenis
peraturan perundang-undangan baru, A. Hamid, SA, yang
mengeluarkan teorinya secara signitikan pada tahun 1979, dan
sebagai konseptor "materi muatan", mengatakan bahwa berdasarkan
-
27
UUD 1945 (sebelum amandemen) ada 18 hal (butir) yang secara tegas-
tegas diperintahkan oleh UUD 1945.
Akan tetapi, sesudah terjadinya Perubahan Pertama
UUD 1945, Perubahan Kedua UUD 1945, Perubahan Ketiga UUD
1945, dan Perubahan Keempat UUD 1945 (SIUM MPR 1999, ST MPR
2000, ST MPR 2001, dan ST MPR 2002), yang secara tegas-tegas
harus diatur lebih lanjut dengan undang-undang menjadi kurang lebih
40 hal (butir) yaitu:
Pasal2ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat (5), Pasal 11 ayat
(3), Pasal 12, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (4), Pasal 18 ayat (1),
Pasal 18 ayat (7), Pasal 18A ayat (1), Pasal ISA ayat (2), Pasal 18B ayat
(1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Pasal 20A ayat (4), Pasal 22A,
Pasal 22B, Pasal 22C ayat (4), Pasal 22D ayat (4), Pasal 22E ayat (6),
Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasc, 23D, Pasal 23E ayat (3), Pasal
23G ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 24A ayat(1), Pasal 24A ayat (5),
Pasal 24B ayat (4), asal 24C ayat (6), Pasal 25, Pasal 25A, Pasal 26
ayat (3), Pasal 281 ayat (5), Pasal 30 ayat (5), Pasal 31 ayat (3), & Pasal
33 ayat (5), Pasal 34 ayat (4), dan Pasal 36C.
Hal-hal lain yang harus diatur dengan undang-undang adalah
yang berkaitan dengan asas konstitusionalisme dan asas negara
berdasar atas hukum (rechtsstaat). Disamping itu, hal-hal yang
membebani masyarakat, mengurangi kebebasan orang atau yang
berkaitan dengan HAM, juga merupakan materi muatan undang-
undang.
Apabila ke-40 hal tersebut yang perlu diatur atau ditetapkan
dengan undang-undang dirinci, maka kita akan mendapatkan
muatan undang-undang yang materi-materinya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Yang secara tegas diperintahkan oleh UUD untuk diatur dengan UU;
-
28
Yang mengatur lebih larijut kefenfuan ketentuan UUD dan TAP MPR;
Yang mengatur HAM penduduk, terlepas dari kedudukannya sebagai warga negara atau bukan;
Yang mengatur hak dan kewajiban warga negara; Yang mengatur pembagian kekuasaan negara, termasuk
kekuasaan peradilan dan hakim yang bebas;
Yang mengatur organisasi pokok lembaga-lembaga negara; Yang mengatur pembagian daerah negara atas daerah
besar dan kecil;
Yang mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan;
Hal-hal lain yang oleh ketentuan suatu undang-undang, ditetapkan untuk diatur tebih lanjut dengan undang-undang lain
Yang mengatur lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang (vide Pasal 22A, UUD 1945 baru).
Menurut A. Hamid, SA dari apa yang tercantum diatas ternyata
materi muatan dalam hurut c, kemudian h, ialah yang paling luas,
karena didalamnya termasuk hal-hal yang menyangkut pengaturan
disertai sanksipidana, pencabutan hak milik, dan sebagainya yang
berkaitan dengan"terganggu"-nya hak-hak asasi (HAM), dan hak-hak
warganegara.
Khusus mengenai "undang-undang dalam arti formil" yang
tidak memuat materi peraturan seperti pengesahan perjanjian dan
juga penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara, haruslah
diakui bahwa karena sifatnya itu, maka tidak diperlukan lagi adanya
pengaturan lebih lanjut, baik dengan Peraturan Pemerintah maupun
dengan Keputusan Presiden, sedangkan Materi muatan Perpu adalah
sama dengan undang-undang.
Maksudnya bahwa apa yang dapat diatur dalam suatu Undang-
Undang, juga dapat diatur dalam suatu Perpu yang dibuat oleh
Presiden dalam keadaan yang memaksa, karena untuk membuat suatu
-
29
UU terlalu lama padahal masalah yang harus diatasi sangat genting
dan mendesak (vide Pasal 22 UUD Negara RI Tahun 1945).
Berdasarkan ajaran A. Hamid SA tentang "materi muatan"
maupun berdasarkan ketentuan Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011,
maka masalah pengendalian minuman beralkohol, karena
menyangkut hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak, untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, dan
untuk berkreasi dan berekspresi, hak dan kewajiban warga negara,
keuangan negara, dan untuk mendapatkan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia tersebut, maka pengendalian minuman
beralkohol, merupakan salah satu materi muatan undang-undang ini.
Selanjutnya, mengenai ruang lingkup Materi Muatan, pada
dasarnya mencakup:
1. Ketentuan Umum
Dalam ketentuan umum ini, memuat rumusan akademik mengenai
pengertian istilah, dan trasa, yaitu;
a. Istilah, adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai
nama/lambang, yang mengungkapkan makna, konsep, proses,
keadaan, atau sitat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
b. Frasa, adalah satuan linguistik yang lebih besar dari kata, dan
lebih kecil dari klausa, dan kalimat. Frasa berarti juga
kumpulan kata non predikat.
2. Materi Muatan Yang Akan Diatur;
Sebagaimana diuraikan di atas, maka materi muatan atau
substansi
yang berkaitan dengan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol,
harus diatur sejak dari hulu sampai dengan hilir, atau sejak dari
produksi minuman keras sampai dengan penggunaannya (konsumsi),
-
30
termasuk ekspor dan impornya. Adapun materi muatan Rancangan
Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol, meliputi, antara lain:
a. Larangan minuman beralkhol; Norma yang dapat dibuat :
i. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang larangan minuman beralkohol;
ii. sosialisasi dan penyadaran larangan peredaran minuman beralkohol kepada masyarakat dan Pelaku Usaha; dan
iii. pembinaan kepada masyarakat dan Pelaku Usaha terhadap larangan minuman beralkohol
b. Ruang lingkup; Norma yang dapat dibuat :
i. Larangan minuman beralkohol berlaku secara nasional di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ii. memproduksi minimuman beralkohol dari jenis apapun
iii. menjual dan membeli minuman beralkohol baik langsung
ataupun tidak langsung
iv. mengedarkan minuman beralkohol baik secara langsung
maupun tidak langsung
v. meminum minuman alkohol atau yang mengandung alkohol
vi. menyimpan minuman beralkohol baik secara sengaja
ataupun tidak sengaja.
c. Pengawasan; Norma yang dapat dibuat :
i. Produksi minuman beralkohol
ii. Perdagangan minuman beralkohol
iii. Pengedaran minuman beralkohol
iv. Penyimpanan minuman beralkohol
d. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan; Norma yang dapat dibuat :
-
31
i. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta
keterangan tentang adanya pelanggaran minuman
beralkohol;
ii. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan
pelanggaran terhadap pelarangan minuman beralkohol;
iii. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai
saksi;
iv. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak
pidana dalam pelanggaran minuman beralkohol;
v. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan
pelanggaran minuman beralkohol;
vi. melakukan penyadapan yang terkait dengan pelanggaran
minuman beralkohol;
vii. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan
penyerahan di bawah pengawasan;
viii. memusnahkan minuman beralkohol;
ix. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
x. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang,
dan tanaman;
xi. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos
dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai
hubungan dengan minuman beralkohol
xii. melakukan penyegelan terhadap minuman beralkohol yang
disita;
xiii. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang
bukti minuman beralkohol;
xiv. meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan tugas penyidikan pelanggaran
larangan minuman beralkohol;
xv. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya
dugaan pelanggaran minuman beralkohol;
xvi. mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan
barang bukti yang disita kepada jaksa penuntut umum;
-
32
e. Peran serta masyarakat
Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:
1) Setiap warga atau kelompok masyarakat, pimpinan institusi,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi
kemasyarakatan dapat berperan serta secara aktif untuk
memberikan masukan sekaligus pengawasan terhadap jalannya
pengendalian minuman beralkohol;
2) Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan,
dapat melakukan gugatan publik, atau gugatan perwakilan
kelompok (class action), hak gugat LSM (legal standing), dan
gugatan oleh warga negara (citizen law suit), terhadap
pelanggaran terhadap UU ini;
3) Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan dapat
melakukan laporan dan pengaduan atas pelanggaran Undang-
Undang ini.
4) Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan
dapat memberikan informasi atas pelanggaran Undang-Undang
ini.
f. Penegakkan Hukum dan Ketentuan Sanksi;
Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:
a. Sanksi pidana dikenakan kepada setiap orang yang
melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini.
g. Ketentuan Peralihan
a. Ketentuan Peralihan adalah salah satu ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang rumusannya dapat
didefinisikan ketika diperlukan atau jika diperlukan". Definisi
ini berarti bahwa tidak semua peraturan perundang-undangan
memiliki Ketentuan Peralihan (Transitional Provision).
Substansinya bahwa Ketentuan Peralihan diperlukan untuk
-
33
mencegah kondisi kekosongan hukum akibat perubahan
ketentuan dalam perundang-undangan.
b. Khusus untuk pembentukan Undang-Undang tentang Minuman
Beralkohol ini, tidak diperlukan adanya Ketentuan Peralihan,
karena memang semenjak Republik Indonesia dibentuk pada
tahun 1945, belum diterbitkan suatu Undang-Undang yang
khusus mengatur tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Namun pengusul juga membuka diri, kalau memang nanti
dialam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Larangan Minuman Beralkohol ini diperlukan adanya Ketentuan
Peralihan, dengan alasan sebelumnya ada Keppres dan beberapa
Perda yang mengatur tentang Minuman beralkohol.
BAB VI P E N U T U P
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di Bab
Penutup ini, diuraikan juga tentang Sub Bab mengenai Kimpulan dan
Sub Bab Saran.
A. KESIMPULAN
1. Minuman beralkohol pada hakekatnya dapat membahayakan
kesehatan jasmani dan rohani, dapat mendorong terjadinya
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta
mengancam kehidupan masa depan generasi bangsa, khususnya
bangsa Indonesia.
2. Saat ini belum ada peraturan perundang-undangan dalam
bentuk Undang-Undang yang khusus mengatur tentang
Larangan Minuman Beralkohol, yang sudah diberlakukan berupa
-
34
Keppres dan beberapa Peraturan Daerah, baik di tingkat
Propinsi, maupun di tingkat Kabupaten/Kota.
B. SARAN
1. Untuk mencegah terjadinya gangguan dan ketertiban
masyarakat, dan meluasnya pemakaian minuman
keras, dan menyelamatkan generasi bangsa Indonesia, perlu
diterbitkan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang
Larangan minuman Beralkohol;
2. Untuk melaksanakan amanah Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia 1945 yang intinya, bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir batin, maka RUU tentang Larangan
Minuman Beralkohol, hendaknya menjadi Prioritas dalam
Program Legislasi Nasional tahun 2013, dan dibahas serta
diundangkan dalam Tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
-
35
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nornor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai I teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia;
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol;
8. Kutipan Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pedoman Fatwa Produk Halal;
9. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 9 Tahun 2002 tentang , Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol;
11. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pelarangan Pengedaran Penjualan Dan Penggunaan Minuman Beralkohol;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 4 Tahun2009 tentang Minuman Keras;
13. Mukhtashar Kitab Al Umm fi Al Fiqh (Imam Syafi'i Abu AbdullahMuhammad bin Idris), penerjemah, Amiruddin, editor, Edy Fr, Titi Tartilah, Jakarta, Pustaka Azzam, 2008.
14. Ensiklopedi Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, dan Pencetak Intermasa, Jakarta, Cetakan ketiga, Tahun 1994;
15. Disertasi "Analisis Pengaruh Orientasi Pasar, Good Governance (Good Corporate Governance), dan Kepemimpinan Profesional, Terhadap Kinerja Manajerial BP. MIGAS dan PT. Pupuk Kujang (Persero), serta implikasinya Pada Kontribusi Penerimaan Neggra", oleh Dr. H. Anwar Sanusi, SH, SPel, MM, Universitas Borobudur, Jakarta, Tahun 2007;
16. Seminar Sehari dengan thema Urgensi RUU MIRAS "Selamatkan Generasi Muda" di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, pada hari Kamis, 16 Pebruari 2012, dalam rangka Hari Ulang Tahun ke 39 Partai Persatuan Pembanguan H. Suryadharma All Msi " Ketua Umum DPP PPP, Menteri Agama Republik Indonesia.
17. Para pembicara Seminar, sebagai bahan masukkan untuk RUU MIRAS, yaitu ; Prot. Dr. H. Jimmly Assiddiqqy, SH
-
36
(Intelektual Muslim, Pakar Hukum Tata Negara), Drs. H. Slamet Etfendi Yusuf (Ketua MUI Pusat), Dr. b it H. Masdar Farid Mashudi (Ketua PBNU), Dr. H. Abdul Mufti (Ketua PP Muhammadiyah), dan Drs. H. Hasrul Azwar, MM (Ketua Fraksi PPP).
18. SINDOnews.com, Kamis, tgl. 16 Pebruari 2012, dengan Judul PPP segera rumuskan UU Miras", Wawancara dengan Ketua Umum PPP (Drs. H. Suryadharma Ali, Msi), Hotel Milenium, Jakarta, 16/2/2012;
19. TRIBUNnews.com, Rabu, 1 Pebruari 2012, dengan Judul "Marak Supir Mabok, MUI minta RUU MIRAS dipercepat", wawancara dengan Ketua MUI, Drs. H. Amidhan, Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta.
20. AnneAhira.com, Artikel, dengan Judul "Dampak Negatif Minuman Keras", oleh AnneAhira.com Content Team, print out, 15 Pebruari 2012;
21. Legal Drafting As Prominent Production Law Faculty UNNES, oleh : Darwanto, print out, 6 Pebruari 2012;
22. Teknik Penyusunan Undang-Undang, Makalah, Berita, Paparan, Diskusi Masalah Hukum, worldpress.com, print out, 27 Pebruari 2012;
23. Media Informasi Dampak Minuman Beralkohol, print out, 28 Pebruari2012, Sumberdari: http://elib.uriikom.ac.id/files/disk1/46;
24. Minuman Keras Asli Indonesia, Serba tujuh, blogspot.com, print out, hari Jum'at, 17 Pebruari 2012;
25. ArtikelK3.com (database Article), "Hazardous Substances in alcoholic drinks", print out on Tuesday, 28th February, 2012;
26. Pengaruh Minuman Beralkohol Bagi Kesehatan, www.bedtamandiri.com Artikel Kesehatan, print out, 28 Pebruari, 2012;
27. Pengaruh Penyalahgunaan Alkohol terhadap tindak Pidana Kekerasan di Kotamadya Jayapura, Irian Jaya, oleh Garpenassy, Telly, J, 1996;
28. Analisis Kriminologis Penyalahgunaan Minuman Beralkohol, di Wilayah Kota Wisata, Jayapura, oleh Paru Andreas, Muhadar, dan Andi Sofian;
29. A. Hamid, SA, Dr, Dasar-dasar Konstitusional Peraturan Perundang-undangan, Diklat "Legislative Drafting Course", Jakarta, Tahun 1990.
30. Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Depdikbud, Tahun 1975.
-
37
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL