Download - Ru Sirosis Hepatis_erina!!!
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
perubahan arsitektur hepar dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran
tersebut terjadi akibat adanya nekrosis hepatoseluler, kolapsnya jaringan
penunjang retikulin disertai deposit jaringan ikat, serta distorsi jaringan vaskular
dan regenerasi nodulus parenkim hati. Sirosis hepatis merupakan fase lanjut dari
penyakit hati kronis dengan tanda berupa terjadinya proses peradangan, nekrosis
sel hati, usaha regenerasi, dan penambahan jaringan ikat difus (fibrosis) dengan
terbentuknya nodul yang mengganggu susunan lobulus hati dan irreversibel.1,2,3
Keseluruhan insiden sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik
maupun infeksi virus kronik. 3 Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan. 3,4. Berdasarkan
klinisnya sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yaitu sirosis
hati yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hepatis dekompensata yaitu
sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis
sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.2,4
Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien sirosis hepatis antara lain
berupa lemah, penurunan berat badan, nyeri perut, ikterus (BAK kecoklatan dan
mata kuning), perut membesar, riwayat konsumsi alkohol, riwayat sakit kuning,
muntah darah ,BAB hitam. Dari pemeiksaan fisik, biasanya ditemukan tanda –
tanda kegagalan fungsi hati berupa : Ikterus, spider naevi, ginekomastisia,
hipoalbumin,kerontokan bulu ketiak, ascites, eritema palmaris serta tanda-tanda
hipertensi portal berupa Varises esofagus/cardia, splenomegali, pelebaran vena
kolateral, hemoroid, caput medusa.2,3,5
Dengan kemajuan pengobatan maka sirosis hati kompensata, khusus
akibat virus hepatitis B dan C dapat diberikan pengobatan kausatif, yaitu obat
antivirus baik interferon alfa, maupun nukleusida analog. Secara umum tidak
diperlukan diet/terapi khusus pada penderita sirosis hati kompensata. Pasien
1
baiknya mengurangi konsumsi alkohol. Selain itu, pasien juga dihindarkan dari
pemberian obat-obatan yang hepatotoksik. Pada sirosis hati dekompensata
pengobatan didasarkan pada gejala/tanda yang menonjol dan komplikasi yang
mucul pada penderita. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi.1,2,5
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus sirosis hepatis pada seorang laki-laki.
KASUS
Seorang laki-laki (SG), umur 59 tahun, pekerjaan sebagai petani, agama
Kristen Protestan, alamat desa kawangkoan baru jaga 6, status menikah,
pendidikan terakhir sekolah menengah pertama, masuk rumah sakit RSUP.Prof.
dr. R.D.Kandou Manado, di ruang perawatan C2 K.209, pada tanggal 3
September 2015 jam 18.00 WITA dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak nafas
dialami pasien sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa
ia juga pernah muntah berwarna hitam dan diikuti dengan BAB hitam 2 minggu
yang lalu. setelah muntah dan BAB hitam pasien mengeluh lemas dan tangannya
menjadi berwarna kekuningan sekitar satu bulan yang lalu dengan pasien
mengeluh nyeri ulu hati hilang timbul, kemudian 3 minggu yang lalu pasien
merasa perut menjadi tegang dan semakin hari semakin membesar. Pasien juga
mengeluhkan badan lemas dan pandangan menjadi gelap bila bergerak dari duduk
ke posisi berdiri secara cepat. Pasien juga kehilangan nafsu makan, pusing, dan
merasa perih di ulu hatinya. Pasien mengeluhkan pula kondisi perutnya yang
terlihat semakin membesar. Keluhan demam dan menggigil disangkal pasien.
BAK berwarna kekuningan. BAB sekarang tidak ada keluhan. Riwayat penyakit
dahulu : riwayat diabetes melitus sejak 1 tahun yang lalu minum obat tidak
teratur, riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, Hipertensi, disangkal pasien.
Riwayat penyakit keluarga : hanya pasien yang sakit seperti ini. Riwayat sosial :
pasien bekerja sebagai petani dan memiliki pola makan yang tidak teratur. Pasien
merupakan perokok aktif sejak pasien sekolah. Pasien juga sering mengonsumsi
2
minuman beralkohol semenjak muda 2 – 3 tiap minggu dan pasien berhenti
mengonsumsi alkohol sekitar 9 tahun lalu. Tidak ditemukan riwayat alergi obat
dan makanan. Pada pemeriksaan fisik keadaan pasien tampat sakit sedang,
kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 80 kali permenit,
respirasi 20 kali per menit, suhuh badan 36,5 º Celsius. Berat badan 54 kg, tinggi
badan 165 cm, Indeks massa tubuh (IMT) 19,8 kg/m2. Lingkar perut 108 cm. Pada
pemeriksaan kepala, wajah tampak pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik,
Pada pemeriksaan leher didapatkan spider navi positif, faring tidak hiperemis,
tonsil tidak membesar, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening,
tekanan vena jugularis normal. Pada pemeriksaan dada didapat pergerakan
dinding dada simetris kiri dan kanan, suara pernapasan vesikuler dan tidak
terdapat suara napas tambahan. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak
tampak, teraba di sela iga V garis midklavikularis kiri dan tidak kuat angkat, dan
batas kiri jantung pada linea midclavikularis sinistra, sela iga V. Batas kanan
jantung pada linea sternalis dextra, sela iga IV, frekuensi jantung 90 kali permenit,
teratur, suara jantung satu dan dua normal, tidak terdapat bising. Pada
pemeriksaan paru suara pernapasan vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak
ditemukan. Pada pemeriksaan perut di dapatkan cembung, tegang, tidak
ditemukan nyeri ulu hati, hepar teraba pada abdomen di kuadran kanan atas
kurang lebih 3 jari dibawah arkus kosta, lien tidak teraba, bising usus normal,
tidak ditemukan nyeri ketok costo vertebra angle (CVA), shifting dullness positif,
undulasi positif, dan tidak ditemukan nyeri pada daerah suprapubik. Pada
pemeriksaan anggota gerak edema ditemukan pada anggota gerak bawah, dan
ditemukan eritema palmaris. Reflex fisiologi normal, dan tidak ditemukan reflex
patologis. Hasil laboratorium tanggal 3 September 2015 Hemoglobin 10,5 g/dl,
Leukosit 6800 /mm³, Trombosit 236.000 /mm³, Hematokrit 32,4%, Eritrosit 3,03
10^6/µL, MCV 107 fL, MCH 35 pg, MCHC 32 g/dL, Creatinin 0,8 mg/dl,
Ureum 35 mg/dl, SGOT (AST) 51 U/L, SGPT (ALT) 18 U/L, gula darah
sewaktu (GDS) 248 mg/dl, Kalium 5,10 mEq, Natrium 130 mEq/L, Chlorida 99
mEq/L, albumin 2,35 g/dL, HBSAg Elisa Non Reaktif, HIV Non Reaktif. Pada
urinalisis lengkap warna kuning, kekeruhan : keruh, berat Jenis : 1020, pH : 5,
3
leukosit : ++, nitrit : p08, protein : +, glukosa : +, keton : +, urobilinogen : +,
bilirubin : ++, darah/eritrosit : ++.
Hasil pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) kesan normal. Hasil ekspertisi x-foto
thorax didapatkan CTR kurangg lebih atau sama dengan 40. Pada pasien
didiagnosis dengan Suspect Sirosis Hepatis Dekompensata, Anemia et causa
Chronic Disease, Post Melena et causa varises bleeding, Diabetes melitus tipe 2.
Terapi pasien, Terapi non farmakologis tirah baring dan diet 1500-2000 kalori,
protein 1 gr/KgBB/hari, rendah garam (200-500 mg/hari). Terapi Farmakologis
pemberian Oksigen 3 liter/menit, injeksi cefotaxime 3x2 gr intra vena, injeksi
furosemide 1- 1- 0 intra vena, spinorolakton 1x1 mg per oral, lactulosa sirup 4 x 2
sendok makan, propanolol 3 x 20 mg, curcuma 2x1 tablet, novorapid 3x12 unit.
Direncanakan pemeriksaan foto thorax PA/lateral, pungsi asites : warna, biokimia,
sitologi, bakteri, biopsi hati, endoskopi, dan pemeriksaan fungsi ginjal.
Perawatan hari kedua, keluhan masih sama, terapi injeksi cefotaxim 3x2
gr intra vena terapi lain lanjut. Terapi ditambah metronidazole 2 x 250 mg dan
drips albumin 20% 1 botol/hari. Lingkar perut didapatkan 106 cm. Tirah baring ½
duduk, direncanakan pungsi Ascites, takar urine, balance cairan, timbang BB/hari,
ukur Lingkar perut/ hari.
Perawatan hari ketiga, keluhan ada sesak, perut membesar dan mual.
Lingkar perut 105 cm. Direncanakan pemeriksaan USG abdomen. Pasien di
diagnosis dengan Suspect Sirosis Hepatis Dekompensata, Anemia et causa
Chronic Disease, Post Melena et causa varises bleeding, Diabetes melitus tipe 2.
Rencana dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis.
Perawatan hari keempat sampai keenam keluhan sesak berkurang, mual,
dan perut membesar. terapi lain dilanjutkan. Lingkar perut 104 cm. Tirah baring ½
duduk, direncanakan pungsi Ascites, takar urine, balance cairan, timbang BB/hari,
ukur Lingkar perut/ hari. Hasil pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis, Hb 11
g/dl, Leukosit 10500 /mm³, Trombosit 228.000 /mm³, Hematokrit 34,4%, Eritrosit
3,01 10^6/µL, MCV 110 fL, MCH 38 pg, MCHC 35 g/dL, Creatinin 0,8 mg/dl,
Ureum 30 mg/dl, SGOT (AST) 51 U/L, SGPT (ALT) 18 U/L, gula darah
sewaktu (GDS) 256 mg/dl, Kalium 5,20 mEq, Natrium 138 mEq/L, Chlorida 98
mEq/L, albumin 2,76 g/dL. Pada urinalisis lengkap warna kuning, kekeruhan :
4
keruh, berat Jenis : 1020, pH : 5, leukosit : ++, nitrit : p08, protein : +, glukosa : +,
keton : +, urobilinogen : +, bilirubin : +, darah/eritrosit : +.
Perawatan hari kesembilan. Keluhan perut membesar berkurang dan
nyeri perut. Lingkar perut 98 cm. Pasien diagnosis dengan Suspect Sirosis Hepatis
Dekompensata, Anemia et causa Chronic Disease, Post Melena et causa varises
bleeding, Diabetes melitus tipe 2.
Perawatan hari kesepuluh, 12 september 2015 pasien pulang paksa.
PEMBAHASAN
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil
penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari
sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan
30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C.8 Pada kasus ini, kemungkinan yang
menjadi penyebab sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang
diakibatkan oleh alkoholik. Pasien juga sering mengkonsumsi minuman alkohol
sejak muda, 2-3 kali tiap minggu. Alkohol merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian
dapat berkembang menjadi sirosis hepatis.
Pada anamnesa diketahui bahwa pasien mengeluh bahwa perutnya
membesar sejak beberapa minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan badan
lemas dan kehilangan nafsu makan, pusing, dan merasa perih di ulu hati. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa Stadium awal sirosis sering
5
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis
(konpensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaanperut kembung, mual, berat badan menurun2. Pada pasien didapatkan
keluhan perut semakin membesar disertai badan berwarna kekuningan. Serta
adanya riwayat muntah berwarna hitam dan diikuti dengan BAB hitam yang mana
pada manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut dapat terjadi kegagalan
parenkim hati dan hipertensi portal. Kegagalan perenkim hati memperlihatkan
gejala klinis berupa : Ikterus, asitesedema perifer, kecenderungan perdarahan,
eritema Palmaris, spider navi, fetor hepatikum, dan ensefalopatihepatik Sedangkan
gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara lain: Varises
esophagus dan lambung, splenomegali, perubahan sum-sum tulang, caput medusa,
asites, collateral vein hemorrhoid, kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan
trombositopeni)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 82
x/menit, suhu badan 36.5 ºC dan pernafasan 20 x/menit. Pada sklera didapatkan
adanya ikterus, serta pada regio sela iga 2 kanan didapatkan adanya spider navi.
Pada abdomen didapatkan perut cembung, dinding perut agak tegang, Hepar dan
lien sulit untuk dinilai dan pemeriksaan shifting dullness (+), serta adanya eritema
palmaris. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa temuan
klinis pada pemeriksaan fisik pada sirosis hepatis antara lain : 2,51. Hati: Biasa hati
membesar pada awal sirosis. Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya
kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati.
2.Limpa : pembesaranlimpa/splenomegali. Perut dan ekstra abdomen : Pada perut
diperhatikan vena kolateral dan ascites. 3.Manifestasi diluar perut : Adanya spider
navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan
tubuh bagian bawah, serta adanya eritema palmaris, ginekomastia, danatrofi
testis padapria.
Penyebab yang paling umum dari asites adalah sirosis hati. Banyak dari
faktor-faltor risiko untuk mengembangkan ascites dan cirrhosis adalah serupa.
Faktor-faktor risiko yang paling umum termasuk hepatitis B, hepatitis C, dan
penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Faktor-faktor risiko yang
6
berpotensial lainnya berhubungan dengan kondisi-kondisi lain yang
mendasarinya, seperti gagal jantung congestif, malignancy, dan penyakit ginjal.7,8
Cairan peritoneal harus diperiksa untuk dihitung jumlah sel, pada albumin, kultur,
total protein, pewarnaan gram, dan sitologi untuk jenis asites yang tidak diketahui
penyebabnya: 1. Indikasi : kebanyakan cairan asites transparan dan kuning
minimal 10000 sel darah merah / microliter memeberikan warna cairan asites
warna pink dan jaringan terdapat 20000 sel darah merah / microliter diperkirakan
berwarna emrah seperti darah. Hal ini mungkin berhubungan dengan traumatik
pungsi atau keganasan. Cairan kemerahan yang berasal dari traumatik pungsi
berupa darah dan cairan akan membentuk bekuan. Cairan yang non traumatik
berwarna kemerahan dan tidak membentuk bekuan karena cairan tersebut lisis.
Jumlah neutrofil > 50000 sel/microliter memberikan gambar purulent dan
menunjukan infeksi. 2. Jumlah hitung sel : Cairan asites yang normal
mengandung < 500 leukosit/microliter dan < 250 leukosit PMN / microliter.
Inflamasi yang alaindapat menyebabkan peningkatan sel darah putih. Jumlah
netrofil > 250 sel / microliter menunjukan adanya hepatitis bakterial. Pada
peritonitis TB dan peritoneal Carsinomatosis terhadap predominan limfosit. 3.
SAAG adalah pemeriksaan terbaik untuk mengklasifikasikan asites dengan
hipertensi portal (SAAG>1,1 g/dl) dan non portal HT (SAAG<1,1 gr/dl).
Pengukuran nilai albumin berhubungan langsung dengan tekanan portal.
Spesimen harus diperoleh secara berkelanjutan. Ketepatan hasil SAAG + 97%
dalam mengklasifikasikan asites. Kadar albumin yang meningkat dan rendah
menjelaskan sifat asites transudat/eksudat. 4. Protein total, Dulu cairan asites
dikategorikan eksudat jika jumlah protein > 0.5 g/dl, akan tetapi ketepatan hanya
56% untuk mendeteksi penyebab eksudat. Kadar protein total merupakan
informasi tambahan pada pemeriksaan SAAG. Peningkatan SAAG dan jumlah
protein yang meningkat pada kebanyakan kasusasites dikarenakan kongesti hati.
Pada pasien-pasien dengan asites maligna mempunyai nilai SAAG yang rendah
dan kadar protein tinggi. 5. Kultur atau pewarnaan gram, Sensitifitas kultur darah
kira-kira 92 % dalam mendeteksi pertumbuhan bakteri pada cairan asites.
Pewarnaan gram sensitifitasnya hanya 10% dalam memberikan gambaran bakteri
pada peritonitis bakterial spontan. Kira-kira diperlukan 10000 bakteri/ml agar
7
dapat terlihat pada pewarnaan gram. Pada peritonitis bakteri spontan nilai
konsentrasi rata-rata bakteri 1 organisme/ml. 6. Sitologi, Pemeriksaan sitologi
sensitifitasnya hanya 58-75 % dalam mendeteksi asites maligna.4,5,6
Pada pemeriksaan lab didapatkan AST 51 U/L dan ALT 18 U/L GDS 248
mg/dl, HBSAg ElisA Non Reaktif. Pada sirosis biasanya ditemukan Amino trans
ferases-AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan AST>ALT. Namun,
amino trans ferase normal tidak menyingkirkan sirosis.3 Maka disimpulkan bahwa
pasien ini kemungkinan mengalami Sirosis Hepatis. Dasar pertimbangan
diagnosis kerja ini berdasarkan dari anamnesa didapatkan bahwa keluhan perut
membesar yang disertai dengan keluhan lemah badan, nafsu makan berkurang
sehingga berat badan menurun. Dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien
memiliki riwayat konsumsi alkohol yang sering dimasa mudanya, yang mana
alkohol diketahui merupakan salah satu penyebab terjadinya sirosis hepatis.
Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol berat. Alkohol
tampaknya melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal protein,
lemak,dan karbohidrat.2,3
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis
hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya: 1.
Ensepalopati Hepatikum, merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah
mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan
ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus
sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis
terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme
energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkayan
permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke
dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek,
mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan
betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma aminobutyric acid (GABA).
Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa
peningkatan kadar amonia serum. 2. Varises esophagus merupakan komplikasi
yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira
8
kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan
pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5 - 15% dengan angka kematian dalam 6
minggu sebesar 15 - 20% untuk setiap episodenya. 3. Peritonitis Bakterial
Spontan (PBS), merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan
asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya
rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang
pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebab kan
oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh
karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain
escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme
enterik gram negative lainnya. Diagnosa SBP berdasarkan pemeriksaan pada
cairan asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm
dengan kultur cairan asites yang positif. 4. Sindrom hepatorenal
merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang d apat diamati pada pasien yang
mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh
vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan
menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus. Diagnosa sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan
cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari
1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10
mEq/L. 5. Sindrom Hepatopulmonal, pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks
dan hipertensi portopulmonal.7,8
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis.8 Penatalaksanaan pada pasien ini sebaiknya aktivitas fisik dibatasi
dan dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur. Karena tidak ada tanda-tanda koma
hepatikum, maka diberikan diet 1500-2000 kalori dengan protein sekurang-
kurangnya 1 gram/KgBB/Hari. Pemberin oksigen terutama diberikan karena
9
pasien mengeluh adanya sesak. Pemberian diuretik seperti furosemide dan
spinorolacton ditujukan untuk mengurangi bengkak pada pasien ini. Pemberian
antibiotika cefotaxim ditujukan agar pasien tidak mengalami infeksi sekunder
yang terdapat di Rumah Sakit. Pemberian beta blocker dalam hal ini propanolol
ditujukan untuk mencegah ruptur varises esofagus akibat tekanan tinggi. Serta
pemberian novorapid 3 x 12 unit ditujuakan untuk mengontrol gula darah pasien.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child – Turcotte -Pugh. Child
dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964
sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt. Pugh
kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai
pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi.
Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu
protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah. Sis tem klasifikasi
Child – Turcotte - Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien
dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun
untuk pasien dengan kriteria Child - Pugh A adalah 100%, Child - Pugh B adalah
80%, dan Child – Pugh C adalah 45%.5,6
KESIMPULAN
Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati kronik
difus yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang membentuk
jaringan ikat dan gambaran nodul.
Penyakit ini dapat disebabkan berbagai etiologi. Infeksi virus hepaittis B
dan C merupakan penyebab yang sering di Indonesia, sedangkan alkohol
merupakan penyebab terbanyak di daerah Barat. Seiring meningkatnya obesitas,
diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, maka non alkoholik steatohepatitis
juga menjadi etiologi sirosis yang penting.
Pengobatan penyakit ini didasarkan pada etiologi dan gejala klinis yang
tampak serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit ini baik
10
jika diobatipada stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut, akan sulit
untuk bertahan hinggalebih dari 5 tahun, karena sirosis bersifat irreversibel.
Terapi pasien sirosis dapat diberikan mulai dari medikamentosa hingga
transplantasi hepar.
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Kasper, Dennis, et al. 2004. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th
Edition. McGraw-Hill Professional
2. Lawrence, M. 2007. Current Medical Diagnosis & Treatment, forty-sixth
edition. McGraw-Hill/Appleton & Lange. P 1440-1441.
3. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006. 443-4463.
4. Sudoyo, Aru W, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke 4, jilid
I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.p. 668-673
6. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/
185856-
overview#showall .
7. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/9
78
1416032588.pdf .
8. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
LAMPIRAN
12
Lampiran 1
Gambar EKG
Lampiran 2
X-Foto thorax
Seminar Ilmiah
SEORANG PASIEN DENGAN SUSPECT
13
SIROSIS HEPATIS
Oleh :
Z. Anggreani, E. Tandirerung
Residen Pembimbing :
dr. Nansy Sasube
Supervisor Pembimbing
dr. Frans Wantania, Sp.PD
DIPENTASKAN PADA FORUM ILMIAH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRAT
BLU RSU Prof. Dr. R.D. KANDOU
MANADO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
14
Responsi Umum Dengan Judul :
Suspect Sirosis Hepatis
Telah dikoreksi dan dibacakan pada tanggal September 2015
Residen Pembimbing :
dr. Nansy Sasube
Supervisor Pembimbing,
dr. Frans Wantania, Sp.PD
15