Download - REVISI MKT F1
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
MK. MANAJEMEN KESUBURAN TANAH
Oleh
Kelompok F1:
Ass : mbak Firda
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2012
Nama Anggota kelompok F2 :
Sheilla Farida 0910483073
Amirrakhim Putrantyo 105040200111129
Tsulatsi Nabila 105040200111204
Rizky Fortunella 105040200111207
Maria Ulma H.F 105040200111212
Elok Fikri Hanim 105040200111217
Ni Made Dwi Hastuti 105040201111001
Dehangga Surya Legika 105040201111001
Rahadyan Rizki Indrawan 105040201111003
Muhammaad Rizki Abdina 105040201111004
Miko Putro Hutomo 105040201111005
Deki kunanjar 105040201111006
Naala Fathan 105040201111007
Alorisa Tirta A. 105040201111008
Ulil Azmi 105040201111009
Lutfi Qurrotun ‘A. 105040201111012
Adil Balada N. 105040201111014
Rachma Dewi 105040201111015
Nurul Qhomariyah 105040201111016
Hanis Alifatiz Z. 105040201111017
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Tanaman jagung untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal
memerlukan cukup hara utamanya N, P, dan K. Jagung membutuhkan pupuk
nitrogen terbanyak setelah padi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa
pemberian pupuk nitrogen, tanaman jagung tidak akan mendapatkan hasil sesuai
yang diharapkan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah yang cukup dan
berimbang, diperlukan pemberian pupuk.
Penggunaan pupuk organik akhir –akhir ini mulai dikembangkan dengan
tujuan untuk mendaur ulang hasil sampingan pertanian ( kompos dari UPT ). Selain
harga pupuk anorganik semakin mahal juga ada pertimbangan sebagai konservasi
lingkungan. Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa pupuk kandang selain
berfungsi sebagai sumber hara, juga dapat untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah (Malherbe 1994; Sanchez, 1976). Hasil penelitian Lund dan Doss
(1980) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik yang tinggi dapat
meningkatkan pH tanah, kandungan Na, K, dan P serta kapasitas nilai tukar kation.
Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak penyiapan
lahan pertanian khususnya pada lahan yang ditanami tanaman jagung, karena lahan
yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau
rusak. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi
kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar. Curamnya lereng akan
memperbesar energi angkut air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka
jumlah butir-butir tanah yang dipercik ke bawah oleh tumbukan air semakin banyak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1988) bahwa semakin panjang lereng
dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau berlangsungnya erosi
akan lebih besar. Dimana semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula
kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian
tanah makin besar.
Oleh karena itu, dalam laporan ini akan membahas tentang pengaruh
pemberian pupuk organic dan anorganik terhadap pertumbuhan tanaman jagung serta
pengaruh arah guludan pada lahan yang berlereng terhadap kesuburan tanah.
1. 2. Tujuan
Untuk mengetahui faktor pemberian pupuk N, P, K terhadap pertumbuhan
tanaman jagung
Untuk mengetahui faktor pemberian pupuk organik (hasil dari UPT) terhadap
pertumbuhan tanaman jagung
Untuk mengetahui faktor kemiringan/kelerengan lahan pada kesuburan tanah
1. 3. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemberian pupuk organic dan
anorganik terhadap pertumbuhan tanaman jagung
Mahasiswa dapat mengetahi pengaruh kemiringan dan arah guludan terhadap
kesuburan tanah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung
A. Klasifikasi Tanaman Jagung
Kerajaan : Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
B. Morfologi Tanaman Jagung.
1. Akar.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun
sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa
muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga
tegaknya tanaman.
2. Batang jagung .
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak
seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga
tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang
muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung
lignin.
3. Daun.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai
daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada
yang licin dan ada yang berambut. Stomata pada daun jagung berbentuk halter, yang
khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stomata dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk
kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada
selsel daun.
4. Bunga.
Jagung memiliki bunga jantandan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu
tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku
Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae
(tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan
bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina
tersusun dalam tongkol.
5. Tongkol.
Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu
tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah
bunga betina. Buah Jagung siap panen Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan
lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan
jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya
(protandri). (Anonymousa, 2012)
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,
tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji
yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan
persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan
berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik,
kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %,
sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl
dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl
2.3 Pupuk dan Sifat-sifatnya
Pupuk mengenal istilah makro dan mikro. Meskipun belakangan ini jumlah
pupuk cenderung makin beragam dengan aneka merek, kita tidak akan terkecoh.
Apapun namanya dan Negara manapun pembuatnya, dari segi unsur yang
dikandungnya tetap saja hanya ada dua golongan pupuk yaitu pupuk makro dan pupuk
mikro.
Sebagai patokan dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya.
Termasuk dalam pengertian ini adalah pemberian bahan kapur dengan maksud untuk
meningkatkan pH tanah yang masam, pemberian legin bersama benih tanaman
kacang-kacangan serta pemberian pembenah tanah (soil conditioner) untuk
memperbaiki sifat fisik tanah. Demikian pula pemberian urea dalam tanah yang
miskin akan meningkatkan kadar N dalam tanah tersebut. Semua usaha tersebut
dinamakan pemupukan. Dengan demikian bahan kapur, legin, pembenah tanah dan
urea disebut pupuk.
Dalam pengertian yang khusus pupuk ialah suatu bahan yang mengandung
satu atau lebih hara tanaman. Dengan pengertian ini, dari kegiatan yang disebutkan di
atas hanya urea yang dianggap pupuk karena bahan tersebut yang mengandung hara
tanaman yaitu nitrogen. Bahan pupuk selain mengandung hara tanaman umumnya
mengandung bahan lain, yaitu:
1. Zat pembawa atau karier (carrier). Double superfosfat (DS): zat pembawanya
adalah CaSO4 dan hara tanamannya fosfor (P).
2. Senyawa-senyawa lain berupa kotoran (impurities) atau campuran bahan lain
dalam jumlah relatif sedikit. Misalnya ZA (zwavelzuure amoniak) sering
mengandung kotoran sekitar 3% berupa khlor, asam bebas (H2SO4) dan
sebagainya.
3. Bahan mantel (coated) ialah bahan yang melapisi pupuk dengan maksud agar
pupuk mempunyai nilai lebih baik misalnya kelarutannya berkurang, nilai
higroskopisnya menjadi lebih rendah dan mungkin agar lebih menarik. Bahan
yang digunakan untuk selaput berupa aspal, lilin, malam, wax dan sebagainya.
Pupuk yang bermantel harganya lebih mahal dibandingkan tanpa mantel.
4. Filler (pengisi). Pupuk majemuk atau pupuk campur yang kadarnya tinggi sering
diberi filler agar ratio fertilizer nya dapat tepat sesuai dengan yang diinginkan,
juga dengan maksud agar mudah disebar lebih merata.
A. Pupuk Tunggal
Pupuk tunggal adalah pupuk yang tersusun atas senyawa-senyawa anorganik
dengan kandungan unsur hara utamanya (hara makro) satu macam, misalnya N, P, atau K.
B. Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan-bahan organik yang telah mengalami pelapukan,
seperti jerami, alang-alang, sekam padi, dan lain-lain termasuk kotoran hewan.
Sebenarnya pupuk hijau dan seresah dapat dikatakan sebgai pupuk kompos. Tetapi
sekarang sudah banyak spesifikasi mengenai kompos. Biasanya orang lebih suka
menggunakan limbah atau sampah domestik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
bahan yang dapat diperbaharui yang tidak tercmpur logam dan plastik. Hal ini juga
diharapkan dapat menanggulangi adanya timbunan sampah yang menggunung serta
megurangi polusi dan pencemaran di perkotaan (Foth, 1995).
2.4 Kandungan Unsur Hara pada Pupuk dan Manfaatnya Bagi Tanaman
1. Pupuk Urea [(CO (NH2)2]
Urea merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (ammonia) dengan
CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan ikatan hasil tambang
minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46 %. Dalam proses pembuatan
Urea sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman kalau
terdapat dalam jumlah yang banyak. Agar tidak mengganggu kadar biuret dalam Urea
harus kurang 1,5-2,0 %. Kandungan N yang tinggi pada Urea sangat dibutuhkan pada
pertumbuhan awal tanaman.
2. Pupuk SP 36 (Superphospat 36)
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang
ditambang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang
lebih rendah dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium
sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat
mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan
produksi tanaman rendah.
3. Pupuk NPK (Nitrogen Phospate Kalium)
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara utama
lebih dari dua jenis. Dengan kandungan unsur hara Nitrogen 15 % dalam bentuk NH3,
fosfor 15 % dalam bentuk P2O5, dan kalium 15 % dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen
(pembawa nitrogen ) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman
tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman.(Hardjowigeno, 1987).
4. Pupuk KCl (Kalium Klorida)
Pembuatan pupuk KCl melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang
kemudian diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk
menghasilkan pupuk KCl. Kalium klorida (KCl) merupakan salah satu jenis pupuk
kalium yang juga termasuk pupuk tunggal. Kalium satu-satunya kation monovalen
yang esensial bagi tanaman. Peran utama kalium ialah sebagai aktivator berbagai
enzim. Kandungan utama dari endapan tambang kalsium adalah KCl dan sedikit
K2SO4. Hal ini disebabkan karena umumnya tercampur dengan bahan lain seperti
kotoran, pupuk ini harus dimurnikan terlebih dahulu. Hasil pemurniannya
mengandung K2O sampai 60 %. Pupuk Kalium (KCl) berfungsi mengurangi efek
negative dari pupuk N, memperkuat batang tanaman, serta meningkatkan
pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah dan ketahanan tanaman
terhadap penyakit. Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil, lemah
(tidak tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan fotosintesis terganggu yang
pada akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan kalium dapat menyebabkan daun
cepat menua sebagai akibat kadar Magnesium daun dapat menurun. Kadang-kadang
menjadi tingkat terendah sehingga aktivitas fotosintesa terganggu.
5. Pupuk Kompos
Kandungan pupuk kompos adalah bahan organik yang mencapai 18 % bahkan
ada yang mencapai 59 %. Unsur lain yang dikandung oleh kompos adalah nitrogen,
fosfor, kalsium, kalium dan magnesium. Manfaat bokhasi pada lahan pertanian yaitu :
mampu menggantikan dan mengefektifkan penggunaan pupuk kimia (anorganik)
sehingga biaya pembelian pupuk dapat ditekan, bebas dari biji tanaman liar (gulma),
tidak berbau dan mudah digunakan dan memperbaiki derajat keasaman tanah, selain
itu sangat berguna untuk menyuburkan tanaman (Anonymousb, 2012).
2.5 Gejala Tanaman Kekurangan Unsur Hara
Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan mengakibatkan
pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau
penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda yang
sebelumnya tampak layu dan mengering. Keadaan yang demikian akan merugikan
petani dan tentu saja sangat tidak diharapkan oleh petani.
A. Gejala Kekurangan Unsur Hara Makro
1. Kekurangan Unsur Nitrogen ( N )
Gejala sehubungan dengan kekurangan unsur hara ini dapat terlihat dimulai
dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan selanjutnya berubah menjadi
kuning . Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi
kering dan berwarna merah kecoklatan. Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang
terhambat ini akan berpengaruh pada pertumbuhan, yang dalam hal ini perkembangan
buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang. Kandungan unsur N
yang rendah dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan
menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil.
2. Kekurangan unsur fosfor ( P )
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa fungsi fosfat dalam tanaman adalah:
dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat dan memperkuat
pertumbuhan tanaman dewasa pada umumnya, meningkatkan produk biji-bijian dan
memperkuat tubuh tanaman padi-padian sehingga tidak mudah rebah. Karena itu
defisiensi unsur hara ini akan menimbulkan hambatan pada pertumbuhan sistem
perakaran, daun, batang seperti misalnya pada tanaman serealia (padi-padian, rumput-
rumputan, jewawut, gandum, jagung) daunnya berwarna hijau tua/ keabu-abuan,
mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya
mati. Tangkai daun kelihatan lancip. Pertumbuhan buah jelek, merugikan hasil biji.
3. Kekurangan Unsur Kalium ( K )
Defisiensi Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini
jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda, jadi agak berlainan dengan gejala-
gejala karena difisiensi N dan P. Gejala yang terdapat pada daun terjadi secara
setempat-setempat. Padapermulaannya tampak agak mengkerut dan kadang-kadang
mengkilap dan selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampakmenguning, warna
seperti ini tampak pula di antara tulang-tulang daun, pada akhirnya daun tampak
bercak-bercak kotor, berwarna coklat, sering pula bagian yang bercak ini jatuh
sehingga daun tampak bergerigi dan kemudian mati. Pada tanaman kentang gejala
yang dapat dilihat pada daun yang mana terjadi pengkerutan dan peng-gulungan,
warna daun hijau tua berubah menjadi kuning bertitik-titik coklat. Gejala yang
terdapat pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-pendek sehinga tanaman
tampak kerdil. Gejala yang tampak pada buah misalnya buah kelapa dan jeruk banyak
yang berjatuhan sebelum masak, sedang masaknya buahpun berlangsung sangat
lambat. Bagi tanaman yang berumbi menderita defisiensi K hasil umbinya sangat
kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah.
4. Kekurangan Unsur Kalsium (Ca)
Defisiensi unsur Ca meyebabkan terhambatnya pertumbuhan sistem perakara,
selain akar kurang sekali fungsinyapun demikian terhambat, gejala-gejalanya yang
timbul tampak pada daun, dimana daun-daun muda selain berkeriput mengalami per-
ubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis ( berubah menjadi kuning) dan
warna ini menjalar diantara ujung tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada
beberapa tempat mati. Kuncup-kuncup yang telah tumbuh mati. Defisiensi unsur Ca
menyebabkan pula pertumbuhan tanaman demi-kian lemah dan menderita. Hal ini
dikarenakan pengaruh terkumpulnya zat-zat lain yang banyak pada sebagian dari
jaringan-jaringannya. Keadaan yang tidak seimbang inilah yang menyebabkan lemah
dan menderitanya tanaman tersebut atau dapat dikatakan karena distribusi zat-zat
yang penting bagi pertumbuhan bagian yang lain terhambat ( tidak lancar).
5. Kekurangan Unsur Magnesium ( Mg )
Unsur Mg merupakan bagian pembentuk klorofil, oleh karena itu kekurangan
Mg yang tersedia bagi tanaman akan menimbulkan gejala – gejala yang tampak pada
bagian daun, terutama pada daun tua. Klorosis tampak pada diantara tulang-tulang
daun, sedangkan tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian diantara
tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak
kecoklatan. Daun-daun ini mudah terbakar oleh terik matahari karena tidak
mempunyai lapisan lilin, karena itu banyak yang berubah warna menjadi coklat
tua/kehitaman dan mengkerut. Defisiensi Mg menimbulkan pengaruh pula pada
pertumbuhan biji, bagi tanaman yang banyak menghasilakn biji hendaknya
diperhatikan pemupukannya dengan Mg SO4, MgCO3 dan Mg(OH)2.
6. Kekurangan Unsur Belerang ( S )
Defisiensi unsur S gejalanya klorosis terutama pada daun-daun muda,
perubahan warna tidak berlangsung setempat-tempat, melainkan pada bagian daun
selengkapnya, warna hijau makin pudar berubah menjadi hijau yang sangat muda,
kadang mengkilap keputih-putihan dan kadang-kadang perubahannya tidak merata
tetapi berlangsung pada bagian daun selengkapnya. Perubahan warna ini dapat pula
menjadi kuning sama sekali, sehingga tanaman tampak berdaun kuning dan hijau,
seperti misalnya gejala-gejala yang tampak pada daun tanaman teh di beberapa tempat
di Kenya yang terkenal dengan sebutan ” Tea Yellows” atau ” Yellow Disease”
B. Gejala Kekurangan Unsur Hara Mikro
1. Kekurangan Unsur Besi ( Fe )
Defisiensi zat besi sesungguh-nya jarang sekali terjadi. Terjadinya gejala-
gejala pada bagian tanaman terutama daun yang kemudian dinyatakan sebagai
kekurangan tersedia-nya zat Fe ( besi ) adalah karena tidak seimbang tersedianya zat
Fe dengan zat kapur pada tanah yang berkelebihan kapur dan yang bersifat alkalis.
Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah – daerah yang tanahnya banyak
mengandung kapur. Gejala-gejala yang tampak pada daun muda, mula-mula secara
setempat-tempat berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan-kuningan, sedang
tulang-tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringan-jaringannya tidak mati.
Selanjutnya pada tulang-tulang daun terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau
berubah menjadi warna kuning dan ada pula yang menjadi putih. Gejala selanjutnya
yang paling hebat terjadi pada musim kemarau, daun-daun muda yang banyak yang
menjadi kering dan berjatuhan. Tanaman kopi yang ditanam didaerah-daerah yang
tanahnya banyak mengandung kapur, sering tampak gejala-gejala demikian.
2. Kekurangan Unsur Mangan (Mn)
Gejala-gejala dari defisiensi Mn pada tanaman adalah hampir sama dengan
gejala defisiensi Fe pada tanaman. Pada daun-daun muda diantara tulang -tulang daun
secara setempat-setempat terjadi klorosis, dari warna hijau menjadi warna kuning
yang selanjutnya menjadi putih. Akan tetapi tulang-tualng daunnya tetap berwarna
hijau, ada yang sampai ke bagian sisi-sisi dari tulang. Jaringan-jaringan pada bagian
daun yang klorosis mati sehingga praktis bagian-bagian tersebut mati, mengering ada
kalanya yang terus mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak
menggerigi. Defisiensi ter-sedianya Mn akibatnya pada pembentukan biji-bijian
kurang baik.
3. Kekurangan Unsur Borium ( B )
Walaupun unsur Borium sedikit saja diperlukan tanaman bagi
pertumbuhannya tetapi kalau unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup
serius. Pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda terjadi klorosis,
secara setempat-setempat pada permukaan daun bagian bawah, yang selanjutnya
menjalar ke bagian tepi-tepinya. Jaringan-jaringan daun mati. Daun-daun baru yang
masih kecil-kecil tidak dapat berkembang, sehingga per-tumbuhan selanjutnya kerdil.
Kuncup-kuncup yangmatiberwarnahitam/coklat.
4. Kekurangan Unsur Tembaga ( Cu )
Defisiensi unsur tembaga akan menimbulkan gejala-gejala pada bagian daun,
terutama daun-daun yang masih muda tampak layu dan kemudian mati (die back),
sedang ranting-rantingnya berubah warna menjadi coklat dan ahkirnya mati.
5. Kekurangan Unsur Seng/Zinkum ( Zn)
Tidak tersediannya unsur Zn bagi pertumbuhan tanaman meyebabkan tanaman
tersebut mengalami beberapa penyimpangan dalam pertumbuhannya. Penyimpangan
ini menimbulkan gejala-gejala yang dapat kita lihat pada bagian daun-daun yang tua:
Bentuk lebih kecil dan sempit dari pada bentuk umumnya.
Klorosis terjadi diantara tulang-tulang daun.
Daun mati sebelum waktunya, kemudian berguguran dimulai dari daun-daun yang ada
di bagian bawah menuju ke puncak.
6. Kekurangan Unsur Molibdenum (Mo)
Molibdenum atau sering pula disebut Molibdin tersedianya dalam tanah dalam
bentuk MoS2 dan sangat dipengaruhi oleh pH, biasanya pada pH rendah tersedianya bagi
tanaman akan kurang. Defisiensi unsur ini menyebab-kan beberapa gejala pada tanaman,
antara lain per-tumbuhannya tidak normal, terutama pada sayur-sayuran. Secara umum
daun-daunnya mengalami perubahan warna, kadang-kadang mengalami pengkerutan
terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk ( die back ) bisa pula terjadi
pada tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara ini.
7. Kekurangan Unsur Si, Cl Dan Na
Unsur Si atau Silisium hanya diperlukan oleh tanaman Serelia misalnya padi-
padian, akan tetapi kekurangan unsur ini belum diketahui dengan jelas akibatnya bagi
tanaman. Defisiensi unsur Cl atau Klorida dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun
yang kurang abnormal ( terutama pada tanaman sayur-sayuran), daun tampak kurang
sehat dan berwarna tembaga. Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan
kapas menunjukkan gejala seperti itu.
Defisiensi unsur Na atau Natrium bagi pertumbuhan tanaman yang baru diketahui
pengaruhnya yaitu meng-akibatkan resistensi tanaman akan merosot terutama pada
musim kering. Tanpa Na tanaman dalam pertumbuhan-nya tidak dapat meningkatkan
kandungan air ( banyak air yang dapat dipegang per unit berat kering ) pada jaringan
daun. Gejala-gejal lainnya belum diketahui secara jelas (Anonymousc, 2012).
BAB III
METODOLOGI
3. 1. Alat dan Bahan
Alat
menanam jagung ( lapang )
o Tugal : membuat lubang tanam
o Timbangan : menimbang pupuk anorganik ( Urea : 12,4gr/tan ,
SP36 : 5,7gr/Tan , KCL : 5,7gr/Tan )
o Penggaris : Mengukur tinggi tanaman jagung
o Alat tulis : Mencatat data
Penetapan pH
o pH Meter : Menentukan pH larutan tanah
o Fial film : Tempat larutan tanah
o Ayakan 2mm : mengayak sample tanah
Penetapan C-Organik
o Labu enlenmeyer : mencampurkan bahan-bahan kimia
o Ayakan 0,5mm : mengayak sampel tanah
o Buret : titrasi
o Beker glass : tempat awal larutan
o Alat pengocok listrik : mengocok larutan tanah
Penetapan BI dan BJ
o Ring : mengambil sample tanah
o Oven : mengeringkan sampel tanah
o Timbangam : menimbang sample tanah
o Wadah : tempat mengoven sample tanah
Pengukuran N-total
o Labu Kjeldahl : sebagai tempat atau wadah sampel tanah
o Alat destruksi : untuk tempat pembakaran (destruksi) bahan
o Erlenmeyer : untuk menampung hasil destalasi
o Buret : sebagai alat titrasi
o Pengaduk : untuk menstiter bahan (sampel N total) sehingga
didapatkan Vc
Analisis P
o Timbangan analitik : untuk menimbang sampel tanah
o Kertas whatman : untuk menyaring larutan sampel
o Tabung reaksi : untuk mencampur larutan
o Shacker : untuk mencampur / menghomogenkan larutan
o Pipet : untuk mengambil larutan
o Vitraton : untuk mengetahui kandungan P
Analisis K
o Timbangan analitik : untuk menimbang sampel tanah
o Kertas whatman : untuk menyaring larutan sampel
o Tabung reaksi : untuk mencampur larutan
o Shacker : untuk mencampur / menghomogenkan larutan
o Pipet : untuk mengambil larutan
o Flame photometer : untuk mengetahui kandungan P
Bahan
Menanam jagung
o Jagung : bahan tanam dan objek pengamatan
o Urea : pemupukan
o SP36 : pemupukan
o KCL : pemupukan
o Pupuk organic : pemupukan
Penetapan C-Organik
o Sample tanah (0,5gr) : objek pengamatan
o Larutan K2Cr2O7 1N : mengikat rantai karbon
o H2SO4 : mebuat tanah dapat bereaksi sepenuhnya
o Aquades : mengehentikan reaksi
o H3PO4 : melepas rantai karbon
o Indikator difenilamina : indicator perubahan warna
o Larutan FESO4 : titrasi
Penetapan BI
o Sample tanah : objek pengamatan
Pengukran PH tanah
o Sample tanah 10gr : objek pengamatan
o Aquades 20ml : melarutkan tanah
Pengukuran N-total
o Campuran selen : untuk membantu pembakaran (destruksi)
o H2SO4 Pekat : membantu pembakaran dalam memisahkan
H2SO4
o H2O murni : sebagai pelarut atau pengencer
o NaOH 40% : sebagai larutan titrasi
Analisis P
o Sampel tanah : Sebagai bahan pengujian
o Olsen ( NaHCO3 ) : untuk mempercepat reaksi
o Askorbit : sebagai pereaksi reagen P
o aquades : Untuk menghentikan reaksi
Analisis K
o Sampel tanah : Sebagai bahan pengujian
o 20 ml NH4OAC 1 N : untuk mempercepat reaksi
o aquades : Untuk pengenceran
3. 2. Cara Kerja
Cara kerja di lapang
Menimbang pupuk anorganik (Urea = 12,4gr/tan, SP36= 5,7gr/tan, KCL=
5,7gr/tan) dan anorganik (2Kg/gulud)
Jagung ditanam di plot 2, 3, 4, dan 5 (setiap polt 4 lubang tanam dan menanam 2
biji perlubang)
Pupuk urea dan SP36 diberikan pada plot 2 dan 4, pupuk organic diberikan pada
plot 3 dan 5
Penyulaman
Pemupukan Kompos dan KCL (3MST )
Pemupukan KCL (5,7gr/tan) dan pengamatan ( tinggi dan jumlah daun), disertai
perawatan
Pemupukan kompos dan KCL, disertai Perawatan dan pengamatan ( tinggi dan
jumlah daun)
Perawatan dan pengamatan ( tinggi dan jumlah daun)
Pencabutan tanaman sample dan pengambilan sample tanah
Cara kerja di laboratorium
o C-Organik
0.5 g contoh tanah halus yang melalui ayakan 0.5 mm
dimasukkan dalam labu erlenmeyer 500 ml.
+10 ml tepat larutan K2Cr2O7 1 N
Untuk mengikat rantai karbon
+20 ml H2SO4
(digoyang-goyangkan untuk membuat tanah dapat bereaksi sepenuhnya)
Biarkan selama 30 menit.
+ air sebanyak 200 ml
Untuk menghentikan reaksi
Ditambah 10 ml H3PO4 85% + 30 tetes indikator difenilamina
dititrasi dengan larutan fero (FeSO4) melalui buret
Sampai berubah warnanya menjadi hijau terang
Catat ml sampel
Masukkan perhitungan
o Berat Isi
Timbang contoh tanah dengan silindernya (berat total)
Timbang wadah kosong (k)
Timbang wadah dan sampel tanah (Tb+k)
Oven pada suhu 1050C selama 24 jam
Timbang wadah dan sampel tanh yang sudah dioven(To+k)
Tentukan kadar lengas contoh tanah yang dianalisa
Hitung BI
o Penetapan PH sample tanial film
Timbang sample taanah 10gr dan masukkan ke fial film
Tambahkan aquades sebanyak 10ml
Kocok larutan tanah selama 1 jam
Ukur Ph menggunakan Ph meter
Pencatatan hasil
o N – total
Timbang 0,5 gr contoh tanah ukuran 0,5 mm, masukkan dalam labu kjeldahl
Tambah 1 gr campuran selen dan 5 ml H2SO4 pekat
Didestruksi pada temperature 300o
Setelah didinginkan
Di encerkan kira – kira dengan 50 ml H2O murni
Hasil destruksi di encerkan menjadi kurang lebih 100 ml
Tambahkan 20 ml NaOH 40%
Disulingkan
Sulingan di tampung dengan asam borat 20 ml sampai warna hijau dan
volumenya 50 ml
Titrasi dengan H2SO4 0,01 N sampai warna merah
Hasil
o Analisis K
Timbang sampel tanah sebanyak 1 gram
Masukkan sampel pada fial film
Tambah dengan Amonium asetat (NH4OAC) 1 N sebanyak 20 ml
Homogenkan selama 1 jam
Saring dengan kertas Whatman
Ukur dengan Flame Photometer
Catat hasilnya
o Analisis P
Timbang sampel tanah lolos ayakan 0,5 mm sebanyak 2 gram
Tambahkan 20 ml olsen ( NaHCO3 )
Kocok selama 2 jam
Saring dengan menggunakan kertas whatman
Contoh sampel di pipet 5 ml
Masukkan ke tabung reaksi
Tambahkan aquades 20 ml
Buat larutan reagen P dengan cara tambahkan askorbit 3,643 gram
Tambahkan reagen P sebanyak 8 ml pada contoh sampel labu ukur
Di encerkan dengan aquades sampai 50 ml
Masukkan kedalam vitraton
Tambahkan aquades secukupnya
Masukkan sampel tersebut
Muncul angka hasilnya
3. 3. Analisis Perlakuan
Dalam praktikum ini penanaman jagung dilakukan di lahan yang berlereng.
Dimana terdapat 5 perlakuan yang terdiri dari control (plot 1), pemberian pupuk
anorganik dengan guludan searah lereng (plot 2), pemberian pupuk organic dengan
guludan searah lereng, pemberian pupuk anorganik dengan guludan searah kontur
(plot 4), dan pupuk organic dengan guludan searah kontur (plot 5). Dari kelima
perlakuan tersebut hasilnya dibandingkan untuk mengetahui pengaruh pemberian
pupuk organi dan pupuk anorgani dengan arah guludan yang berbeda-beda. Parameter
yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, pH tanah, C-Organik.
Pengamatan tinggi dan jumlah tanaman dilakukan seminggu sekali. Pupuk organic
yang digunakan adalah kompos , sedangkan pupuk kimia terdiri dari urea sebagai
sumber N, SP36 sebagai sumber P dan KCL sebagai sumber K. Pemberian pupuk
urea dan SP36 diberikan pada awal tanam karena pupuk N dan P dibutuhkan saat
masa vegetative. sementara KCL diberikan 3 MST, seharusnya pada saat tanam juga
tetapi pupuknya belum tersedia.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 HASIL
4.1.1 DATA HASIL PENGAMATAN
a. Data Pengamatan Tanaman jagung
No Tanaman
Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III Pengamatan IV
(9 nov 2012) (23 nov 2012) (30 nov 2012) (14 des 2012)
T (cm) D T (cm) D T (cm) D T (cm) D
Plot 2
(anorganik
searah
lereng)
1 - - 6.5 2 12 4 15 6
2 - - 9 3 21 4 26 6
3 10 3 15 5 15 7 20 9
4 11 3 22 5 32 5 38 6
Rata2 5.25 1.5 13.125 3.75 20 5 24.75 6.75
Plot 3
(organic
searah
lereng)
1 13 3 18 5 35 6 40 8
2 - - 7 3 16 4 23 5
3 9 3 14 5 20.5 4 25.5 4
4 12 3 13 4 25 4 30 4
Rata2 8.5 2.25 13 4.25 24.125 4.5 29.625 5.25
Plot 4
(anorganik
searah
kontur)
1 3 - 17 3 22.5 5 27 6
2 12.5 3 17 5 20 5 30 6
3 11.5 3 23 5 24 5 30 6
4 12 3 25 5 37 6 45 7
Rata2 9.75 2.25 20.5 4.5 25.875 5.25 33 6.25
Plot 5
(organic
searah
kontur)
1 13 3 26 5 39 6 46 8
2 9 3 17 5 32 6 43 8
3 19 4 33 7 56 8 70 9
4 16 3 25 5 38 7 30 9
Rata2 14.25 3.25 25.25 5.5 41.25 6.75 47.25 8.5
b. Data berat kering dan berat basah tanaman
c. Serapan hara subsample tanaman
Perlakuan BB BKO KA Serapan hara
(%)
Plot 1 - - - -
Plot 2 60.4 5.2 10.62 55.2
Plot 3 65.5 5.9 10.10 59.6
Plot 4 109.3 10 9.93 99.3
Plot 5 102.5 8.3 11.35 94.2
Perhitungan :
Serapan Hara Tanaman = KA X BK
Plot 2
Serapan hara = 10.62 X 5.2 = 55.2 %
Plot 3
Serapan Hara = 10.10 X 5.9 = 59.6 %
Plot 4
Serapan Hara = 9.93 X 10 = 99.3 %
Plot 5
Serapan Hara = 11.35 X 8.3 = 94.2 %
Perlakuan Berat kering(Gram)
Total Berat basah (Gram)
Total Akar Batang Daun Akar Batang Daun
Plot 1 - - -
Plot 2 1.5 1.5 2.2 5.2 13.2 28.1 19.1 60.4
Plot 3 1.1 1.1 3.7 5.9 14.5 19.0 32.0 65.5
Plot 4 3.0 1.8 5.2 10 33.3 30.0 46.0 109.3
Plot 5 2.0 2.4 3.9 8.3 26.1 42.5 33.9 102.5
d. Analisis pH (setelah tanam)
Pengamatan
Plot 2
Anorganik
Plot 3
Organik
Plot 4
Anorganik
Plot 5
Organik
H2O
Ph 6.62 6.77 6.66 6.86
Suhu (O) 23.6 25.8 26.0 25.8
e. Analisis C-organik (setelah tanam)
Perlakuan ml sampel % C-Organik Kriteria
Plot 2 8.8 1.304 Rendah
Plot 3 7.2 1.952 Rendah
Plot 4 8.5 1.146 Rendah
Plot 5 8 1.540 Rendah
ml blanko = 10,3 ml
Perhitungan :
% C-Organik = 𝒎𝒍 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒌𝒐−𝒎𝒍 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍𝒙𝟑
𝒎𝒍 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒌𝒐 𝒙 𝟎,𝟓𝒙𝑭𝑲𝒂
Fka = 𝟏𝟎𝟎+%𝑲𝑨
𝟏𝟎𝟎
% C-Organik plot 2 anorganik = 10,3 𝑚𝑙−8,8 𝑚𝑙𝑥 3
10,3 𝑚𝑙 𝑥 0,5𝑥
100+49,25373
100
= 1.304 %
% C-Organik plot 3 Organik = 10,3 𝑚𝑙−7,2 𝑚𝑙𝑥 3
10,3 𝑚𝑙 𝑥 0,5𝑥
100+8,108108
100
= 1.952 %
% C-Organik plot 4 anorganik = 10,3 𝑚𝑙−8,5 𝑚𝑙𝑥 3
10,3 𝑚𝑙 𝑥 0,5𝑥
100+9,289617
100
= 1.146 %
% C-Organik plot 5 Organik = 10,3 𝑚𝑙−8,0 𝑚𝑙𝑥 3
10,3 𝑚𝑙 𝑥 0,5𝑥
100+14,94253
100
= 1.540 %
f. Analisis N Total
Perlakuan Vc N - total Vb 1.56
gr contoh 0.5 gr Plot 2 Anorganik 5.38 0.773 %
Plot 3 Organik 17 4.5 %
Plot 4 Anorganik 7.4 1.73 %
Plot 5 Organik 10.54 2.8 %
Perhitungan :
N Total = 𝑽𝒄−𝑽𝒃 𝑵 𝟎.𝟎𝟏𝟒 𝑭𝑲
𝒈𝒓𝒂𝒎 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
N Total pada plot 2 = 5.38−1.56 𝑥 0.0969 𝑥 0.014 𝑥 1.4925
0.5 𝑥 100 %
= 0.773 %
FK = 100+49.25%
100= 1.4925 %
N Total pada plot 3 = 17−1.56 𝑥 0.0969 𝑥 0.014 𝑥 1.081
0.5 𝑥 100 %
= 4.5 %
FK = 100+ 8.108 %
100= 1.081 % %
N Total pada plot 4 = 7.4 −1.56 𝑥 0.0969 𝑥 0.014 𝑥 1.0929
0.5 𝑥 100 %
= 1.73 %
FK = 100+ 9.29 %
100= 1.0929 %
N Total pada plot 5 = 10.54 −1.56 𝑥 0.0969 𝑥 0.014 𝑥 1.1494
0.5 𝑥 100 %
= 2.8 %
FK = 100+ 914.94 %
100= 1.1494 %
g. Analisis P
Perlakuan Hasil Bacaan Kadar P (ppm) Kriteria
Plot 2 0.52 116.14 Tinggi
Plot 3 0.64 104.12 Tinggi
Plot 4 0.16 24.64 Tinggi
Plot 5 0.32 53.78 Tinggi
Perhitungan :
Kadar P = 𝑩𝒂𝒄𝒂𝒂𝒏−𝑨
𝑩𝒙 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏 𝒙 𝑭𝒌𝒂
Keterangan :
A = 0.01333
B = 0.65
Pengenceran = 100
Plot 2 Anorganik = 0.52−0.01333
0.65𝑥 100 𝑥
100+49.25373
100
= 116.14 ppm
Plot 3 Organik = 0.64−0.01333
0.65𝑥 100 𝑥
100+8.108108
100
= 104.12 ppm
Plot 4 Anorganik = 0.16−0.01333
0.65𝑥 100 𝑥
100+9.289617
100
= 24.64 ppm
Plot 5 Organik = 0.32−0.01333
0.65𝑥 100 𝑥
100+14.94253
100
= 53.78 ppm
h. Analisis K
Perlakuan Hasil Bacaan Kadar K (ppm) Kriteria
Plot 2 12.6 1.049 Sedang
Plot 3 33.9 2.059 Tinggi
Plot 4 2.7 0.49 Rendah
Plot 5 9.8 0.6225 Sedang
Perhitungan :
Kadar K = 𝑩𝒂𝒄𝒂𝒂𝒏−𝑨
𝑩𝒙 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏 𝒙 𝑭𝒌𝒂
Keterangan :
A = 0.01333
B = 0.65
Pengenceran = 20
390 𝑥 11 = 0.564
Plot 2 Anorganik = 12.6−0.01333
0.65𝑥 0.564 𝑥
100+49.25373
100
= 1.049 ppm
Plot 3 Organik = 33.9−0.01333
0.65𝑥 0.564 𝑥
100+8.108108
100
= 2.059 ppm
Plot 4 Anorganik = 2.7−0.01333
0.65𝑥 0.564 𝑥
100+9.289617
100
= 0.49 ppm
Plot 5 Organik = 9.8−0.01333
0.65𝑥 0.564 𝑥
100+14.94253
100
= 0.6225 ppm
4. 2 PEMBAHASAN
Analisis hasil pengamatan per plot (5 perlakuan)
Pada praktkum manajemen kesiburan tanah, jenis tanaman yang
ditanam adalah jagung dan kacang.
Dari hasil pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat diketahui
bahwa indikator pertumbuhan tanaman jagung dari yang paling baik hingga
paling rendah adalah pada plot 5, plot 4, plot 3 dan terakhir plot 2. Plot 5
dengan perlakuan pupuk organik searah kontur menunjukan pertumbuhan
yang signifikan hingga minggu terakhir pengamatan yaitu pada 4 MST. Plot 2
dengan pelakuan pupuk anorganik searah lereng menunjukkan hasil yang
paling rendah, hal ini dikarenakan bedengan yang searah lereng dapat
menyebabkan pupuk yang diberikan ke tanaman akan tercuci dan terakumulasi
di tanaman bagian bawah. Hilangnya pupuk akibat leaching ini menyebabkan
tanaman jagung pada plot 2 pertumbuhannya paling jelek dibandingkan
tanaman jagung pada plot 5, plot 4, dan plot 3. Pada plot 3 dengan perlakuan
pemberian pupuk organik searah lereng hasil yang didapatkan lebih baik dari
pada plot 2 dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik searah lereng. Hal
ini dikarenakan pupuk organic yang diberikan dapat mengikat unsure hara
sehingga unsure hara yang ada tidak seluruhnya tercuci. Begitu halnya yang
terjadi pada plot 4 dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik searah
kontur lebih baik dari plot 2 dan plot 3. Hal ini dikarenakan pupuk anorganik
bersifat fast release sehingga unsure hara dapat terpenuhi serta pencucian
unsure hara dapat dikurangan dengan guludan searah kontur. Sedangkan pada
plot 5 dengan perlakuan pemberian pupuk organic searah kontur menunjukan
pertumbuhan yang paling baik dari ketiga plot lainnya. Hal tersebut Hal ini
dapat disebabkan karena kompos yang bersifat slow release, yaitu hara yang
dilepaskan oleh kompos lebih lambat, sehingga hara N tidak banyak hilang
dari tanah akibat penguapan, dan hara P dan K tidak banyak yang terfiksasi.
Dengan demikian, tanaman bisa menyerap hara sesuai yang dibutuhkan
tanaman.
Perbedaan pertumbuhan tanaman jagung yang dilihat dari
pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun memiliki perbedaan pada tiap
plotnya. Hal ini disebabkan karena perlakuan yang diberikan pada tiap plotnya
berbeda. Dibandingkan dengan pengaruh pupuk NPK, ternyata organik
memberikan pengaruh yang lebih baik daripada NPK. Keadaan ini
ditunjukkan oleh lebih baiknya performa organ vegetatif tanaman yang
ditunjukkan oleh jumlah daun, tinggi dan panjang tanaman jagung. Hal ini
mengindikasikan bahwa kondisi media tumbuh tanaman jagung yang diberi
pupuk organik lebih baik daripada yang diberi pupuk NPK (pupuk anorganik).
Burke et al. (1995) menyatakan bahwa aplikasi bahan organik (kompos) selain
meningkatkan kadar hara makro dan mikro, juga bertindak sebagai penyangga
biologi tanah dan menyebabkan struktur tanah lebih remah dan stabil.
Terciptanya kondisi media tumbuh yang secara fisik, kimia dan biologi
lebih baik pada media tanam yang diberi kompos daripada yang dipupuk NPK
diduga menyebabkan pertumbuhan akar tanaman lebih baik dengan distribusi
dan daya jelajah yang lebih luas, sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya menyerap hara.
Analisis serapan unsure hara Tanaman
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat basah tanaman
tertinggi diperoleh dari plot 4 yaitu senilai 109.3 gram dengan perlakuan
pemberian pupuk anorganik dengan guludan searah kontur. Untuk berat kering
yang paling tinggi juga pada plot 4 yaitu sebesar 10 gram. Dari berat basah
dan berat kering yang diperoleh maka akan diketahui presentase serapan
unsure hara. Presentase serapan hara tanaman diperoleh dari hasil kali antara
berat basah dengan berat kering. Dari data yang ada dapat diketahui bahwa
presentase serapan unsure hara yang paling tinggi juga terdapat pada plot 4
yaitu senilai 99.3 %. Hal ini disebabkan karena serapan N tanaman terhadap
pupuk anorganik lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik.
Peranan hara N dalam memacu pertumbuhan vegetatif dan sintesa
asam amino, dan kemudian Kalium berfungsi antara lain pada perkembangan
akar, pembentukan karbohidrat (pati), dan mempengaruhi penyerapan unsur
lain. Selanjutnya fosfat berperan penting dalam pembelahan sel,
perkembangan akar, pembentukan bunga dan biji, penyusun RNA dan DNA
dan menyimpan, memindahkan energi (ATP dan ADP) (Leiwakabessy et al.,
2003; Marschner, 1986).
Menurut Nursyamsi et al (2005) serapan hara oleh tanaman
mencerminkan kondisi tanah dan tanaman. Bila kondisi tanah (sifat fisik,
kimia, dan biologi) serta tanaman baik maka akar tanaman akan menyerap
unsur hara melalui aliran masa (mass flow), difusi, dan penyerapan langsung
oleh akar tanaman (root interception) (Jungk, 2002).
Hasil dari praktikum yang kami peroleh tidak sesuai dengan literature
yang kami baca. Seharusnya serapan hara pada pemngaplikasian pupuk
organic lebih tinggi daripada pengaplikasian pupuk anorganik. Hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan dalam pelaksanaan praktikum. Pengambilan
sampel juga hanya 1 dan tidak dapat mewakili seluruh populasi tanaman
jagung yang ada.
Dari literatur yang kami peroleh menjelaskan bahwa, pada tanaman
jagung, aplikasi kompos yang diperkaya mikrob aktivator mampu
meningkatkan nilai serapan N, K, Ca, dan Mg. Hasanuddin (2003)
menjelaskan bahwa pemberian bahan organik saja atau yang ditambah dengan
Azotobacter sp. mampu meningkatkan nilai serapan N dan P tanaman jagung.
Nursyamsi et al. (2005) juga melaporkan bahwa penambahan bahan organik
mampu meningkatkan nilai serapan P dan K tanaman jagung. Hal ini berarti
bahwa kompos yang diaplikasikan di lahan akan lebih efektif untuk
meningkatkan serapan hara.
Analisis hasil pengamatan terhadap pH tanah
Dari hasil pengamatan perlakuan pemberian kompos dan pupuk
anorganik tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH tanah setelah
tanam. Namun pH tertinggi diperoleh pada plot 5 dengan perlakuan pemberian
pupuk organic searah kontur serta pada plot 3 dengan perlakuan pemberian
pupuk organik searah lereng.
Ph tanah merupakan indicator pelapukan tanah, kandungan mineral
dalam batuan induk, lama waktu dan intensitas pelapukan. Kompos
mengalami proses pelapukan dan dekomposisi yang lebih lama dibandingkan
dengan pupuk anorganik. Menurut Anwar (2006) pemberian kompos dapat
meningkatkan kandungan bahan organik tanah, dan bahan organic tanah
berkorelasi positif dengan Fe2+
-larut, sedangkan Fe-larut berkorelasi positif
dengan pH tanah. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya pemberian kompos
memicu terjadinya reduksi Fe, dalam reduksi Fe diperlukan sejumlah ion H+
untuk meningkatkan pH.
Pada data pengamatan suhu, suhu tertinggi terdapat pada plot 4 dengan
perlakuan pemberian pupuk anorganik dan teras searah kontur, sedangkan
suhu terendah terdapat pada plot 2 dengan perlakuan pemberian pupuk
anorganik searah lereng. Pada plot 3 dan plot 5 dengan perlakuan pemberian
pupuk organik suhu tanahnya sebesar 25,8o. Pemberian pupuk organik mampu
meningkatkan suhu tanah, meskipun data suhu tertinggi didapatkan pada plot
2 dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik searah lereng.
Menurut literature pemberian kompos (pupuk organik) dapat
meningkatkan suhu, hal ini dikarenakan pada kompos (pupuk organik)
terdapat mikroba-mikroba yang akan menguraikan bahan organik menjadi
CO2, uap air, dan panas sehingga suhu tanah akan meningkat.
Analisis C-organik
Pada pengamatan C-Organik, dari semua plot yang diamati kriteria C-
Organiknya termasuk dalam kategori rendah. Rendahnya C-Organik pada plot
3 dikarenakan bedengan pada plot ini searah lereng sehingga bahan organik
yang diberikan akan hilang karena pencucian. Selain itu rendahnya C-Organik
juga disebabkan karena penambahan bahan organic yang jarang dilakukan.
Pada plot 2 dan plot 4 dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik,
hasil C-Organik yang didapatkan termasuk dalam kategori rendah. Hal ini
dikarenakan pada pupuk anorganik kadar bahan organiknya tidak ada
sehinggga hal ini memicu rendahnya kadar C-Organik. Penambahan bahan
organik berupa kompos merupakan salah satu alternatif agar dapat
meningkatkan kadar bahan organic.
Analisis N-total
Dari hasil analisis di laboratorium ketersediaan N nyata lebih tinggi
pada perlakuan pemberian pupuk organic berupa kompos (plot 3 dan plot 5)
dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik (plot 2 dan plot
4). Hal ini disebabkan karena sumbangan N yang diberikan oleh kompos lebih
tinggi dibandingkan pupuk anorganik. Kompos merupakan pupuk slow release
maka N yang tersedia dan diserap tanaman lebih efisien karena kehilangan N
akibat penguapan maupun denitrifikasi akan lebih rendah dibandingkan
dengan pupuk an organik, sehingga membuat unsur N yang tersedia pada
perlakuan kompos lebih tinggi dan N yang dapat diserap oleh tanaman
menjadi lebih banyak.
Unsur N yang dapat diserap oleh tanaman tergantung pada tingkat
pencucian, volatilisasi/ penguapan, dan denitirifikasi yang terjadi di tanah
(Rahmawati, 2005). Pada plot 2 dengan pupuk anorganik guludan searah
lereng menyebabkan tingkat pencucian unsure hara N lebih tinggi, sehingga
ketersediaan N pada plot tersebut paling rendah dibandingkan plot yang lain.
Sementara pada guludan yang searah kontur, unsure hara dapat tertahan di
sekitar tanaman dan lebih mudah diserap oleh tanaman tersebut.
Analisis P
Dari hasil analisis kandungan unsure hara P di dalam tanah setelah
tanam, perlakuan plot dengan guludan searah lereng (plot 2 dan plot 3)
memberikan nilai P yang tinggi. Sifat fosfor dalam tanah ketersediaannya
berkurang akibat terfiksasi dalam kondisi pH masam dan alkalis. Pengaruh
kelerengan tidak begitu berpengaruh terhadap kehilangan fosfor. Namun,
mungkin sedkit terbawa partikel tanah yang tererosi ke bawah. Oleh sebab itu,
plot dengan guludan searah lereng dengan searah kontur ketersediaan P lebih
tinggi pada plot searah lereng. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kandungan P
total sebelum ditanami tanaman jagung.
Selain itu, pupuk P anorganik bersifat slow release. Sehingga
ketersediaannya di dalam tanah lebih tinggi dibandingkan pada pemberian
kompos yang hanya diberikan satu kali. Dan serapan P oleh tanaman lebih
tinggi pada pupuk kompos dibandingkan pada pupuk anorganik. Sehingga hal
ini menyebabkan pada plot anorganik (2 dan 4) ketersediaan P setelah
ditanami jagung lebih tinggi dibandingkan degan plot organic (3 dan 4).
Analisis K
Dari hasil perhitungan analsisi K didapatkan hasil pada plot 2 dengan
perlakuan pupuk anorganik kadar K sebesar 1,049 ppm. Pada plot 3 dengan
perlakuan pupuk organik kadar K sebesar 2,059 ppm. Pada plot 4 kadar K
lebih rendah dibanding plot sebelumnya yaitu sebesar 0,49 ppm. Pada plot
yang terakhir kadar K sebesar 0,6225 ppm. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa kadar K yang paling tinggi pada plot 3 dengan perlakuan pupuk
organik disebabkan didalam pupuk organik terdapat kandungan bahan organik
yang tinggi sehingga bahan organik dapat mengikat K dan terjadi penambahan
unsur K dalam jumlah yang tinggi didalam tanah.
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Kapasitas tukar kation tanah sangat
beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam
tanah berbeda-beda pula (Anonymousf,2013).
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif
Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Ketersediaan Kalium merupakan Kalium
yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung
penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan
dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral
yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan
jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya
sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses
kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik.
Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium
dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan
ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk
diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perlakuan per plot yang
meberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman jagung adalah perlakuan
pada plot 5, yaitu pemberian pupuk organic (kompos) dengan guludan searah kontur.
Sementara terhadap pengamatan pH tanah, pupuk kompos mampu meningkatkan pH
karena kompos dapat menambahkan kandungan organic tanah. untuk analisis
laboratorium yang dilakukan yaitu analisis C-Organik, N total dan kadar P maupun K,
tanah yang diberi perlakuan pupuk organik menunjukkan hasil yang lebih tinggi
daripada perlakuan pupuk anorganik.
5.2. Saran
Praktikum kegiatan praktikum kurang terorganisir antara jadwal di lahan dan di lab,
sehingga analisis di lab tidak dapat terpenuhi dan data yang harus dibahas kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa. 2012. http://mukegile08.wordpress.com/2011/06/06/morfologi-dan-klasifikasi-
tanaman-jagung/. Diakses tanggal 26 Desember 2010
Anonymousb. 2012. http : // www. Pupuk Kompos. Go. Id. Diakses tanggal 26 Desember
2012
Anonymousc. 2012. http://rizalm09.student.ipb.ac.id/2012/04/22/gejala-tanaman-kekurangan-
unsur-hara/. Diakses tanggal 26 Desember 2012
Anonymousd.2012.http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pupuk_organik&action=edit&se
ction=8. Diakses tanggal 26 Desember 2012
Anonymouse . 2012. http://goalterzoko.blogspot.com/2012/09/pendugaan-erosi-dan-
kehilangan-hara.html. Diakses tanggal 26 Desember 2012
Anonymousf . 2012. Sifat Kimia Tanah. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-
kimia-tanah/ Diakses tanggal 3 januari 2013
Anwar, et al. 2006. Pengaruh Kompos Jerami terhadap Kualitas Tanah, Kelarutan Fe2+
dan
SO42-
serta Produksi Padi pada Tanah Sulfat Masam. Jurnal Tanah Dan Iklim
No. 24
Foth, Henry D. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Leiwakabessy, F. M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Simbolon. I.G., 2008. Pengaruh Kompos Dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan Dan
Serapan N, P, K Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Pada Tanah Alluvial
Karawang. Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Burke, I.C., E.T. Elliot and C.V. Cole, 1995. Influence of Macroclimate, Landscape Position
and Management of Soil Organic Matter in Agroecosystem. Ecol. Applic., 5: 124-131.
Leiwakabessy, F. M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nursyamsi D, Syafuan LO, Purnomi DW. 2005. Peranan Bahan Organik dan Dolomit dalam
Memperbaiki Sifat-Sifat Tanah Podsolik dan Pertumbuhan Jagung (Zea Mays L.).
Jurnal Penelitaian Pertanian 24(2):118-129.
Hasanudin. 2003. Peningkatan Ketersediaan dan Serapan Hara N dan P serta hasil Tanaman
Jagung Melalui Inokulasi Mikoriza, Aztobacter, dan Bahan Organik pada Tanah
Ultisol. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 5(2): 83-89
Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Makalah.Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.