Download - Respirasi Tanah
BIOLOGI TANAH :
RESPIRASI TANAH
Disusun Oleh:
ALBERTA WIDHI A.P (140410110033)
PUTRI NAZILATU R (140410110035)
EVANTI AROSYANI (140410110037 )
ABDUL AZIS A (140410110049)
ZANNE SANDRIATI P (140410110051)
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Besarnya jumlahnya mikroorganisme dalam tanah merupakan salah satu
faktor penentu subur tidaknya suatu tanah. Semakin banyak mikroorganisme
yang terkandung, maka semakin subur suatu tanah tersebut. Hal ini dikarenakan
bahan organik yang ada di dalam tanah hanya dapat didekomposisikan oleh
mikroorganisme-mikroorganisme yang menyumbangkan nutrisi-nutrisi yang
dibutuhkan oleh tumbuhan serta dapat memperbaiki kondisi tanah. Salah satu cara
untuk menghitung jumlah populasi dari mikroorganisme tanah tersebut adalah
dengan mengukur respirasi tanahnya. Ketika semakin besar respirasi tanahnya
maka jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam tanah tersebut pun semakin
besar.
Respirasi tanah, yang melepaskan gas CO2 ke atmosfir, merupakan proses
oksidasi biologis dari senyawa organik yang berasal dari akar dan organ/bagian
lain tanaman (serasah, dahan dan ranting mati, batang mati) di dalam dan
permukaan tanah yang dilakukan oleh mikroorganisme yang hidup di dalam
tanah. Proses ini dilakukan oleh mikroorganisme untuk mendapatkan energi dan
metabolit untuk keperluan pemeliharaan dan pertumbuhannya (Simojoki A 2001).
Melalui respirasi tanah ini karbon (CO2) dilepas dari tanah ke atmosfer (Rochette
et al. 1997). Raich & Tufekciogul (2000) menyatakan bahwa respirasi tanah
merupakan suatu indikator.
Dari pengertian tersebut maka perlu diketahui tentang respirasi tanah dan
macam-macam penelitian tentang respirasi tanah. Pada makalah ini akan
membahas bagaimana hubungan respirasi tanah dengan kesuburan tanah serta
contoh-contoh dari penelitian tentang respirasi tanah.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui informasi tentang repsirasi tanah
dan contoh-contoh penelitian dalam meningkatkan kualitas tanah dengan respirasi
tanah.
2
1.3 Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan respirasi pada tanah.
2. Bagaimana hubungan antara respirasi tanah terhadap kualitas tanah.
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi pada tanah.
3
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Respirasi Tanah
Aktivitas biologi tanah telah lama dikenal sebagai penanda ataupun
sebagai indikator kesuburan tanah. Respirasi tanah lebih dapat merefleksikan
keberadaan kehidupan atau aktivitas mikroba tanah, dibanding estimasi total C
mikroba ditanah (Hu dan Cao, 2007).
Respirasi tanah merupakan indikator yang sensitif dan penting pada suatu
ekosistem karena proses ini terkait dengan metabolisme di tanah, pembusukan
sisa tanaman pada tanah, dan konversi bahan organik tanah menjadi CO2. Melalui
respirasi tanah, karbon (CO2) dilepas dari tanah ke atmosfer (Rochette et al.
1997). Raich & Tufekciogul (2000) menyatakan bahwa respirasi tanah merupakan
suatu indikator yang baik terhadap mutu tanah, berkaitan erat dengan kesuburan
tanah.
Respirasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan produk sisa
berupa CO2 dan H2O dan pelepasan energi (Notohadiprawiro, 1998). Metabolisme
ini merupakan proses dekomposisi bahan organik yang secara umum
mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon
yang merupakan sumber utama bagi pembentukan material-material baru
(Alexander, 1977). Selanjutnya menurut Notohadiprawiro (1998), hasil proses
dekomposisi digunakan organisme untuk membangun tubuh, akan tetapi terutama
digunakan sebagai sumber energi atau sumber karbon utama, dimana proses
dekomposisi dapat berlangsung dengan mediasi mikroorganisme, sehingga
mikroorganisme merupakan tenaga penggerak dalam respirasi tanah.
Respirasi tanah merupakan oksidasi biologi dari senyawa organik pada
mikroorganisme, akar, organ atau bagian lain dari tumbuhan serta organisme yang
hidup pada tanah dengan energi untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan
pengambilan bahan nutrien aktif (Amstrong 1979; Drew 1990 diacu dalam
Simojoki A 2001). Respirasi tanah merupakan indikator yang sensitif dan penting
pada suatu ekosistem, termasuk aktivitas yang berkenaan dengan proses
4
metabolisme di tanah, pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan konversi bahan
organik tanah menjadi CO2.
Respirasi tanah dengan mengetahui kadar CO2 atau konsumsi O2 adalah
salah satu pengukuran yang paling mudah, paling umum dan paling banyak
digunakan sebagai parameter untuk mengukur dekomposisi senyawa organic
didalam tanah. Hal tersebut sangat bergantung dari banyaknya faktor abiotic dan
faktor biotik yang mana dapat menjaga perbandingan kadar mikroflora tanah yang
berperan dalam tingkat respirasi (Verma,et all.,2010)
Respirasi tanah merupakan salah satu hal yang penting yang berkaitan
dengan perubahan iklim dan pemanasan global di masa depan. Respirasi tanah
yang berkaitan dengan suhu tanah digunakan sebagai salah satu kunci
karakteristik tanah atau bahan organik dan bertanggung jawab dalam pemanasan
global (Subke & Bahn 2010).
2.2 Respirasi Tanah dengan Kualitas Tanah
Mekanisme respirasi tanah tidak lepas dari organisme yang hidup di
dalamnya. Tanah melepaskan CO2 dari aktivitas organisme yang berada di tanah.
Seperti yang dinyatakan oleh Amstrong 1979 bahwa respirasi tanah merupakan
oksidasi biologi dari senyawa organik pada mikroorganisme, akar, organ atau
bagian lain dari tumbuhan serta organisme yang hidup pada tanah dengan energi
untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan pengambilan bahan nutrien aktif. Respirasi
tanah merupakan indikator yang sensitif dan penting pada suatu ekosistem,
termasuk aktivitas yang berkenaan dengan proses metabolisme di tanah,
pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan konversi bahan organik tanah menjadi
CO2. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya respirasi tanah ini tidak lepas dari
proses dekomposisi bahan organik. Berikut merupakan kurva yang
menggambarkan proses dekomposisi bahan organik pada tanah.
5
Gambar 1
Kurva proses
dekomposisi
Selama fase
pertama, peluluhan sel
yang dapat terlarutkan
merupakan proses yang
utama. Sampah yang
relatif masih baru dapat
mengalami kehilangan
5% dari massanya
dalam tempo 24 jam
hanya dikarenakan
proses peluluhan ini sendiri.
Fase kedua dari dekomposisi terjadi lebih lambat dan melibatkan
kombinasi dari proses fragmentasi oleh hewan tanah, perubahan kimia oleh
mikroba tanah, serta peluluhan produk pembusukan dari sampah. Model
eksponensial dari proses dekomposisi umumnya diterapkan terutama untuk fase
kedua ini.
Fase akhir dari proses dekomposisi terjadi dengan tempo sangat lambat
serta melibatkan perubahan kimia dari bahan organik yang tercampur dengan
tanah mineral dan peluluhan produk yang teruraikan ke lapisan tanah lainnya.
Proses dekomposisi selama fase akhir ini sering diperkirakan melalui pengukuran
respirasi tanah atau isotop pelacak.
Penguraian bahan organik dengan bantuan oksigen menghasilkan produk
CO2.Produksi CO2 dalam tanah dihasilkan melalui proses oksidasi bahan organik
tanah oleh mikroorganisme dan organ lainnya melalui respirasi akar tanaman.
Proses oksidasi bahan organik oleh organisme dapat dilihat dari reaksi sebagai
berikut :
6
Oksidasi bahan organik diatas disebut oksidasi enzimatik, yaitu oksidasi
yang melibatkan mikroorganisme, hasil utamanya berupa CO2, air dan energi.
Pada tanah mineral, emisi CO2 dari tanah akan semakin tinggi pada kedalaman
tanah yang dangkal, hal ini disebabkan jumlah akar dan bahan organik akan
berkurang dengan semakin dalamnya tanah (Simojoki A 2001).
Gambar 2 Hubungan mekanisme respirasi tanah dengan komponen lainnya
Aktivitas biologi tanah telah lama dikenal sebagai penanda ataupun
sebagai indikator kesuburan tanah. Respirasi tanah lebih dapat merefleksikan
keberadaan kehidupan atau aktivitas mikroba tanah, dibanding estimasi total C
mikroba ditanah.
Pengaruh kadar air terhadap aktivitas mikroorganisme dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung kadar air berpengaruh terhadap
kondisi resirkulasi udara untuk ketersediaan oksigen dalam tanah. Menurut Boyd
(1993) kadar air berpengaruh terhadap proses dekomposisi yang berhubungan
dengan kadar oksigen terlarut, semakin tinggi kadar air maka ketersediaan oksigen
menjadi rendah dan akan menghambat proses dekomposisi aerob yang secara
tidak langsung akan berpengaruh pada laju respirasi. Kerja bakteri pada
permukaan tanah memerlukan konsumsi oksigen yang tinggi.Pada tanah yang
7
tidak kontak langsung dengan udara, seringkali menghadapi masalah kekurangan
oksigen.
Pada kondisi air yang berlebihan akan menciptakan agregat tanah yang
kecil dan kompak. Pada kondisi ini kandungan pori-pori mikro tanah sangat
sedikit, padahal melalui pori-pori ini mikro air dapat bergerak bebas.Akibatnya
tanah tidak memberi ruang bagi ketersediaan oksigen dikarenakan pori-pori tanah
yang terisiair.
Makro organisme dan mikro organisme tanah sangat berperan dalam
proses dekomposisi, mulai dari merombak zat sisa menjadi elemen yang lebih
kecil (detritus) ataupun mengeluarkan enzim untuk penguraian yang lebih
sederhana lagi (dekomposer). Makro fauna berperan sebagai detritus secara fisika
memecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil ataupun kimia dengan
memakannya dan mengeluarkannya sebagai feses, contohnya saja Colembolla,
Acarina, cacing tanah.Kemudian mikrofauna seperti bakteri, aktinomicetes dan
mikrofungi sebagai dekomposer yang mendegradasi lignin ataupun selulosa
(bahan sisa yang sebelumnya telah terurai). Misalnya Trichoderma reesei, T.
harziarum, T. koringii, Phanerochaela crysosporium,Cellulomonas,
Pseudomonas, Themospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillum,
Streptomyces.
8
Respirasi tanah diukur sebagai fluks CO2 dari tanah, dan berasal dari
respirasi autotrofik dan heterotrofik.CO2 dalam respirasi autotrofik misalnya dari
respirasi akar dan mikoriza yang terkait erat dengan laju fotosintesis.CO2 dalam
respirasi heterotrofik berasal dari metabolisme mikroorganisme tanah dan fauna
tanah. Respirasi heterotrofik merupakan proses respirasi yang memiliki kaitan erat
dengan perubahan suhu (Vicca et al. 2010).
Aktivitas enzim dalam tanah bergantung pada komposisi komunitas
mikroba dan sifat dari matriks tanah.Komposisi dari komunitas mikroba berperan
sangat penting karena komposisi tersebut sangat berpengaruh terhadap jenis dan
tingkat produksi enzim.Enzim pemecah substrat umum seperti protein dan
selulosa dihasilkan oleh begitu banyak jenis mikroba (dimana jenis enzim-enzim
ini memang secara universal sering djumpai di dalam tanah). Enzim-enzim yang
terlibat di dalam proses-proses yang hanya terjadi dalam lingkungan tertentu,
seperti proses denitrifikasi (atau produksi metana) dan oksidasi, tampak lebih
sensitif terhadap komposisi komunitas mikroba ini.
9
Sebagian besar mikroba tanah (termasuk jamur ericoid dan ektomikoriza)
menghasilkan enzim (protease dan peptidase) yang memecah protein menjadi
asam amino.Produk-produk penguraian ini dapat dengan segera diserap oleh
mikroba dan digunakan baik untuk memproduksi protein mikroba ataupun
memberikan energi respirasi. Dikarenakan protease merupakan subjek yang sering
diserang oleh protease lain, umur hidup enzim ini di dalam tanah relatif pendek,
dan aktivitas protease ini cenderung merupakan cerminan dari aktivitas mikroba.
Namun lain halnya dengan fosfatase (enzim yang membelah fosfat dari senyawa
fosfat organik) yang dapat hidup lebih lama, sehingga aktivitas enzim ini di tanah
berkorelasi lebih kuat terhadap ketersediaan fosfat organik di dalam tanah
daripada dengan aktivitas mikroba.
Selulosa merupakan penyusun senyawa kimia yang paling banyak
ditemukan dari sampah tanaman.Senyawa ini terdiri dari rantai unit glukosa,
sering memiliki panjang ribuan unit, namun tidak ada glukosa ini yang tersedia
sampai diaktivasikannya oleh eksoenzim. Proses pemecahan selulosa memerlukan
tiga sistem enzim yang terpisah: endoselulase sebagai pemutus ikatan internal
untuk mengganggu struktur kristal selulosa; eksoselulase kemudian bertindak
sebagai pembelah unit disakarida dari ujung-ujung rantai –membentuk selobiosa;
yang kemudian diserap oleh mikroba dan dipecah secara intraseluler menjadi
glukosa oleh selobiase. Beberapa mikroba tanah, termasuk sebagian besar fungi,
dapat menghasilkan seluruh paket enzim selulase. Organisme lain, seperti
10
beberapa bakteri, hanya menghasilkan beberapa enzim selulase dan harus
berfungsi sebagai bagian dari konsorsium mikroba untuk mendapatkan energi dari
pemecahan selulosa.
Penguraian komponen lignin membutuhkan proses yang perlahan-lahan
dikarenakan hanya beberapa organisme mikroba (terutama fungi) yang
memproduksi enzim yang diperlukan pada proses ini; dan mikroba inipun hanya
menghasilkan enzim apabila substrat yang lebih labil lainnya sudah tidak tersedia.
Lignin terbentuk secara non-enzimatik oleh reaksi kondensasi dengan fenol serta
radikal bebas –menciptakan struktur tidak beraturan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi untuk teruraikan oleh enzim-enzim pada umumnya.Untuk alasan ini,
enzim pendegradasi lignin menggunakan radikal bebas, yang memiliki spesifisitas
substrat yang rendah. Oksigen diperlukan untuk menghasilkan radikal bebas ini,
sehingga proses penguraian lignin tidak dapat terjadi pada keadaan tanah
anaerobik. Dekomposer umumnya berinvestasi energi dalam memproduksi enzim
pendegradasi lignin.
Kualitas tanah biasanya diukur dengan tingkat respirasi tanah ini.
Respirasi tanah menandakan terdapatnya aktivitas organisme dalam
tanah.Semakin aktif organisme dalam tanah tingkat respirasinya semakin baik.
Pada lahan yang kurang baik, dapat diperbaiki dengan peningkatan mutu tanah.
Salah satunya dengan meningkatkan tingkat respirasi dengan bakteri genus
Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan Streptomyces sp. penurunan aktivitas biologi
tanah lebih banyak dipengaruhi oleh manajemen pengolahan, pemupukan
anorganik pada tanah dan juga ketersedian bahan organik. Produksi CO2 akan
menurun dengan adanya pengasaman, karena difusi gas terhambat dan
penambahan pupuk N yang dapat menurunkan respirasi mikroorganisme dalam
tanah.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi Tanah
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi tanah, diantaranya yaitu:
1) Kadar Air
Pengaruh kadar air terhadap aktivitas mikroorganisme dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung kadar air berpengaruh
11
terhadap kondisi resirkulasi udara untuk ketersediaan oksigen dalam tanah.
Menurut Boyd (1993) kadar air berpengaruh terhadap proses dekomposisi
yang berhubungan dengan kadar oksigen terlarut, semakin tinggi kadar air
maka ketersediaan oksigen menjadi rendah dan akan menghambat proses
dekomposisi aerob yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada laju
respirasi. Kerja bakteri pada permukaan tanah memerlukan konsumsi oksigen
yang tinggi. Pada tanah yang tidak kontak langsung dengan udara, seringkali
menghadapi masalah kekurangan oksigen. agregat tanah yang kecil dan
kompak. Pada kondisi ini kandungan pori-pori mikro tanah sangat sedikit,
padahal melalui pori-pori ini mikro air dapat bergerak bebas. Akibatnya tanah
tidak memberi ruang bagi ketersediaan oksigen dikarenakan pori-pori tanah
yang terisi air.
2) Oksigen
Kurangnya oksigen mendorong aktivitas mikroorganisme
pendekomposisi bekerja pada kondisi anaerob. Menurut Buckman dan Brady
(1982) hanya jasad anaerob dan fakultatif yang dapat berfungsi dengan baik
dan wajar dalam keadaan kekurangan oksigen karena mampu menggunakan
oksigen dalam ikatan, sehingga menghasilkan bentuk reduksi dalam bentuk
karbon dioksida yang lebih tinggi. Pada kondisi aerob pelepasan CO2
Terutama berasal dari proses dekomposisi material organic secara aerob yaitu
melalui proses respirasi. Sedangkan pada kondisi yang anaerob, pelepasan
CO2 terutama berasal dari proses dekomposisi material organic secara
anaerob yaitu melalui proses fermentasi. Pada umumnya dekomposisi
material organik secara aerob lebih cepat daripada dekomposisi material
organic secara anaerob. Hal ini muncul dari fenomena energy yang dihasilkan
pada respirasi aerob yang jauh lebih tinggi daripada respirasi anaerob. Pada
respirasi aerob dihasilkan 38 ATP sedangkan pada respirasi anaerob hanya
dihasilkan 2 ATP. Perbedaan energi sangat besar ini menyebabkan perbedaan
laju pertumbuhan, yang selanjutnya berpengaruh nyata pada laju
dekomposisi. Tetapi ada penelitian yang menunjukkan fenomena laju
dekomposisi pada kondisi anaerob jauh lebih tinggi daripada dekomposisi
pada kondisi aerob. Anonim (2004) menunjukkan bahwa dekomposisi pada
12
kondisi anaerob 1,26 sampai 2,13 kali lebih tinggi daripada dalam kondisi
aerob.
Kadar air yang tinggi dengan ketersediaan oksigen yang tidak ada, akan
mengakibatkan proses dekomposisi kurang sempurna sehingga menghasilkan
senyawa lain berupa asam-asam organik, yang akan mengubah sifat tanah
menjadi basa atau pH meningkat. Sebagaimana diketahui organisme pengurai
atau dekomposer umumnya menghendaki pH yang mendekati basa (Buckman
dan Brady, 1982).
3) Suhu dan Kelembaban
Respirasi tanah dilakukan oleh mikroorganisme tanah baik berupa bakteri
maupun cendawan. Interaksi antara mikroba dengan lingkungan fisik di
sekitarnya mempengaruhi kemampuannya dalam respirasi, tumbuh, dan
membelah. Salah satu faktor lingkungan fisik tersebut adalah kelembapan
tanah yang berkaitan erat dengan respirasi tanah (Cook & Orchard 2008).
Respirasi tanah merupakan salah satu hal yang penting yang berkaitan
dengan perubahan iklim dan pemanasan global di masa depan. Respirasi
tanah yang berkaitan dengan suhu tanah digunakan sebagai salah satu kunci
karakteristik tanah atau bahan organik dan bertanggung jawab dalam
pemanasan global (Subke & Bahn 2010).
Suhu dan kelembaban tanah merupakan dua faktor penting yang
menentukan respirasi tanah (Raich & Tufekciogul 2000). Hasil pengamatan
Rochette et al. (1997) menunjukkan respirasi dari tanah yang lembab dua
sampai tiga kali lebih besar dibandingkan tanah yang kering. Peningkatan
respirasi tanah dengan meningkatnya suhu tanah juga banyak dilaporkan.
Respirasi tanah juga dipengaruhi oleh jenis tumbuhan yang hidup di atasnya
(Raich & Tufekciogul 2000). Hasil penelitian menunjukkan respirasi tanah
pada padang rumput lebih tinggi dibandingkan respirasi tanah dibawah kanopi
hutan (Raich & Tufekciogul 2000)
Kadar kelembaban 30% dan 45% sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan cendawan pendekompos karbohidrat dalam keadaan anaerob dan
bakteri yang akan hidup optimal pada kelembaban tanah yang tidak terlalu
13
tinggi dan tidak terlalu rendah. Sedangkan kelembaban 15% kurang
menguntungkan
4) Kadar bahan organik
Keberadaan bahan organik tanah, kadar C-organik dan rasio C : N
merupakan faktor utama dalam proses dekomposisi tanah (Alexander, 1977).
Foth (1995) mengatakan bahwa penambahan sejumlah sisa-sisa tanaman
dewasa (sisa organik) ke dalam tanah bagi perombakan mikrobial yang berisi
50% karbon dan 1% nitrogen, akan menghasilkan kenaikan aktivitas mikrobial
yang lebih besar. Hal ini ditandai dengan tingginya CO2 yang dihasilkan.
Menurut Notohadiprawiro (1998) bahwa sebagian besar karbon, hidrogen dan
oksigen, dilepas sebagai karbon dioksida dan air Komposisi bahan organik
yang disumbangkan ke dalam tanah akan menentukan kecepatan dekomposisi
dan senyawa yang dihasilkan (Mulyani, dkk. 1991). Menurut Hakim, dkk.
(1986) bahwa bahan organik seperti gula, protein sederhana dan protein kasar,
merupakan senyawa yang cepat sekali di dekomposisi. Cepatnya senyawa
organik sederhana tersebut terdekomposisi menyebabkan senyawa organik
tersebut cepat habis, sehingga laju respirasi tanah juga mengalami penurunan
karena menurunnya aktivitas mikroorganisme. Namun senyawa-senyawa yang
lambat terdekomposisi masih ada, sehingga masih tersedia senyawa organik
penyedia energi bagi aktivitas mikroorganisme selanjutnya. Lebih lanjut
menurut Hakim, dkk. (1986) bahan organik seperti lignin, selulosa, hemi
selulosa dan lemak dan lain-lain, merupakan bahan organik yang lambat sekali
di dekomposisi.
Selain itu, peningkatan respirasi tanah juga diakibatkan adanya
penambahan C organik berasal dari kompos jerami padi yang menunjang
aktivitas mikroba heterotrof sehingga terjadi peningkatan respirasi tanah
(Widati, 2007)..
Reeves (1997) mengemukakan bahwa C organik tanah berfungsi sebagai
sumber energi untuk aktivitas mikroba dalam proses respirasi. Menurut Boyd
(1993) pada pH netral, mikroorganisme mampu menghasilkan enzim-enzim
penghidrolisa polisakaridayang berperan sebagai pengatur dekomposisi
14
sellulosa dan pH normal untuk aktivitas bakteri dalam tanah berkisar 7 - 8,5
(Buckman dan Brady, 1982).
15
BAB III
KESIMPULAN
1. Respirasi tanah adalah oksidasi biologi dari senyawa organik pada
mikroorganisme, akar, organ atau bagian lain dari tumbuhan serta organisme
yang hidup pada tanah dengan energi untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan
pengambilan bahan nutrien aktif.
2. Kualitas tanah memiliki hubungan dengan tingkat respirasi tanah, karena
respirasi tanah menandakan terdapatnya aktivitas organisme dalam tanah,
semakin aktif organisme dalam tanah maka tingkat respirasinya semakin baik,
sedangkan pada lahan yang kurang baik diperlukan peningkatan mutu tanah
dengan meningkatkan tingkat respirasi dengan bakteri genus Pseudomonas sp.,
Bacillus sp., dan Streptomyces sp.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi pada tanah yaitu kadar air, oksigen,
bahan organik, suhu dan kelembaban.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M., 1977. Introduction to Soil Mikrobiology. John Willey & Sons, Inc.
New York,
467 hal.
Anonim. 2011 .Dekomposisi: Heterogenitas Temporal dan Spasial, serta Faktor
Pengendali. http://dbabipress.wordpress.com/2010/09/ (diakses pada 17
Oktober 2014).
Antonius, S. 2011. Pengaruh Pupuk Organik Hayati yang Mengandung Mikroba
Bermanfaat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Semangka
Serta Sifat Biokimia Tanahnya Pada Percobaan Lapangan di Malinau-
Kalimantan Timur.Berk. Panel Hayati : 16 (203-206).
Azizah, R. 2007. Pengaruh Kadar Air Terhadap Laju Respirasi Tanah Tambak
pada Penggunaan Katul Padi Sebagai Priming Agent. Ilmu Kelautan. Vol.
12 (2) : 67 – 72
Boyd, C.E., 1993. Shrimp Pond Bottom Soil and Sedimen Managemen. U.S.
Wheat Assosiaties. Singapore. 255 pp.
Buckman, H.O. and Brady, N.C., 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara,
Jakarta, 788 hal.
Cook VJ, Orchard VA. 2008. Relationships between soil respiration and soil
moisture. Soil Biology & Biochemistry 40: 1013–1018.
Foth, H.D., 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Jakarta. 374 hal.
Hakim, N., Nyakpa, Y.M., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Saul, M.R., Dika, M.A.,
Ban-Hong, G., Bailey, H.H., 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Jakarta. 488 hal.
Hu C and Cao Z. 2007. Size and activity of the soil microbial biomass and soil
enzyme activity in long-term fi eld Experiments. Word Joural of
Agricultural Sciences 3: 63–70.Rochette et al. 1997
Irawan, A. dan Tania J. 2011. Hubungan iklim mikro dan bahan organik tanah
dengan emisi CO2 dari permukaan tanah di hutan alam babahaleka taman
nasional lore lindu, sulawesi tengah. J. Agromet. 25 (1): 1-8.
17
Mailani.2006. Aktivitas Enzimatik Dan Respirasi Pada Tanah Tercemar Pestisida
Yang Diberi Serbuk Jerami Dan Bakteri Pendegradasi Nitril.Bogor :
FMIPA, Biokimia
Maysaroh. 2011. Hubungan Kualitas Bahan Organik Tanah Dan Laju Respirasi
Tanah di beberapa Lahan Budidaya. Bogor : IPB, Biologi
Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi.
Depdikbud, Jakarta.
Raich, J.W. and Tufekciogul A. 2000. Vegetation and soil respiration:
Correlations and controls.
http://www.ingentaconnect.com/content/klu/biog/2000/00000048/00000001/
00204519 (15 oktober 2014).
Raich, J.W. and W.H. Schlesinger. 1992. The global carbon dioxide flux in soil
respiration and its relationship to vegetation and climate. Tellus 44b: 81-99.
Reeves, D.W. 1997. The role of soil organic matter in maintaining soil quality in
continuous cropping systems. Soil Tillage Res. 43 : 131–167.
Rochette P et al. 2000. Soil carbon and nitrogen dynamics following application
of pig slurry for the 19th consecutive year: i. carbon dioxide fluxes and
microbial biomass carbon. Soil sci. Soc. Am. J., vol. 64, July–August 2000.
Saraswati, R., Santosa, E., Yuniarti, E. 2005. Organisme Perombak Bahan
Organik. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati
Saraswati, R., Santosa, E., Yuniarti, E.. 2000. Organisme Perombak Bahan
Organik. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (211).
Simojoki, A. 2001. Oxygen supply to plant roots in cultivated mineral soils.
Doctoral Dissertation. Department of Applied Chemistry and Microbiology,
University of Helsinki. Pro Terra No. 7. Helsinki. 59 p. + 6 appendix
articles. ISSN 1457-263X, ISBN 951-45-9926-8, ISBN 951-45-9927-6
(PDF).
Subke JA, Bahn M. 2010. On the ‘temperature sensitivity’ of soil respiration: Can
we use the immeasurable to predict the unknown?. Soil Biology &
Biochemistry 42: 1653-1656.
18
Verma,et al.2010. Effect of heavy metals on soil respiration during decomposition
of sugarcane (Saccharum officinarum L.) trash in different soils. Plant Soil
Envronment., 56, 2010 (2): 76–81
19