Download - Resin Akrilik.docx
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resin Akrilik
2.1.1 Pengertian
Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak
diaplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, plat ortodonsi, sendok
cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan, baik
dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. Oleh karena itu alangkah baiknya kita
mengetahui lebih lanjut tentang cara manipulasi ataupun sifat sifat dari resin akrilik
dengan melakukan serangkaian studi praktikum, dan nantinya dalam penggunaan atau
aplikasinya bisa tercapai dengan baik. Resin akrilik adalah turunan etilen yang
mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya (Anusavice, 2003).
Resin akrilik adalah rantai polimer yang terdiri dari unit-unit metil metakrilat
yang berulang. Resin akrilik digunakan untuk membuat basis gigi tiruan dalam proses
rehabilitatif, untuk pelat ortodonsi, maupun restorasi crown and bridge (Anusavice,
2003).
2.1.2 Syarat- Syarat Akrilik
Menurut Anusavice tahun 2003, syarat-syarat yang dibutuhkan untuk resin
akrilik yaitu :
a. Tidak toksis dan tidak mengiritasi.
b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.
c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang
tipis.
d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak
mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent.
4
e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah
jika terbentur atau jatuh.
f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehingga akrilik dapat dipakai sebagai
bahan restorasi yang cukup lama.
g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah
dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur.
i. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika
tertelan.
j. Mudah direparasi jika patah.
k. Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.
l. Mudah dibersihkan.
2.1.3 Klasifikasi Resin Akrilik
A. Heat Cured (Resin Akrilik Polimerisasi Panas)
Merupakan resin akrilik yang polimerisasinya dengan bantuan pemanasan.
Energi termal yang diperlukan dalam polimerisasi dapat diperoleh dengan
menggunakan perendaman air atau microwave. Penggunaan energy termal
menyebabkan dekomposisi peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal
bebas yang terbentuk akan mengawali proses polimerisasi ( Ecket, dkk.,
2004).
B. Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing
Merupakan resin akrilik yang teraktivasi secara kimia. Resin yang
teraktivasi secara kimia tidak memerlukan penggunaan energy termal dan
dapat dilakukan pada suhu kamar. Aktivasi kimia dapat dicapai melalui
penambahan amintersier terhadap monomer. Bila komponen powder dan
liquid diaduk, amintersier akan menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida
sehingga dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai ( Ecket, dkk.,
2004).
5
C. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang
frekuensi megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin
akrilik. Prosedur ini sangat disederhanakan pada tahun 1983, dengan
pengenalan serat kaca khusus, cocok untuk digunakan dalam oven microwave.
Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang tepat, dalam waktu yang sangat
singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari waktu dan jumlah watt dari
oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori dan memastikan
polimerisasi lengkap ( Ecket, dkk., 2004).
D. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya
Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resin VLC, adalah
kopolimer dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama
dengan silika microfine. Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan
resin akrilik yang telah dicampur dalam moldable di model master pada
sebuah meja berputar, dalam ruang cahaya dengan intensitas cahaya yang
tinggi dari 400-500 nm, untuk periode sekitar 10 menit ( Ecket, dkk., 2004).
2.1.4 Komposisi Resin Akrilik
Menurut Combe (1992) dan Anusavice (1996) komposisi resin akrilik:
A. Heat Cured acrylic
a. Bubuk (powder) mengandung :
1. Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama
2. Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%
3. Reduces Translucency : Titanium dioxide
4. Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan
6
jaringan mulut : 1%
5. Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil
b. Cairan (liquid) mengandung :
1. Monomer : methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah
menguap.
2. Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinon sebagai penghalang
polimerisasi selama penyimpanan.
3. Cross linking agent : 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat
membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai
menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan
resin akrilik.
B. Self Cured Acrylic
Komposisinya sama dengan tipe heat cured, tetapi ada tambahan
aktivator, seperti dimethyl-p-toluidin pada liquidnya
2.1.5 Sifat Resin Akrilik
A. Sifat Fisik
Warna dan Persepsi Warna
Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya warnanya sama
dengan jaringan sekitar. Warna disini berkaitan dengan estetika, dimana harus
menunjukka transulensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikannya.Selain itu harus dapat
diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan
setelah pembentukkan (Annusavice. 2003).
Stabilitas Dimensional
Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam
kurun waktu tertentu bentuknya tidak berubah. Stabilitas dimensional dapat
7
dipengaruhi oleh proses, molding, cooling, polimerisasi, absobsi air dan
temperatur tinngi (Annusavice. 2003).
Abrasi dan ketahanan abrasi
Kekerasan merupakan suatu sifat yang sering kali digunakan untuk
memperkirakan ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk mengikis
struktur gigi lawannya. Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan,
berefek pada hilangnya sebuah substansi / zat. Mastikasi melibatkan
pemberian tekanan yang mengakibatakan kerusakan dan terbentuknya
pecahan / fraktur. Namun resin akrilik keras dan memiliki daya tahan yang
baik terhadap abrasi (Combe, 1992).
Crazing ( Retak )
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena
adanya tensile stress, sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau
terpisahnya molekul – molekul polimer (Combe, 1992).
Creep ( Tekanan )
Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu dari
suatu bahan di bawah muatan statis atau tekanan konstan. Akrilik mempunyai
sifat cold flow, yaitu apabila akrilik mendapat beban atau tekanan terus
menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara
permanen (Combe, 1992).
Termal
Thermal conduktivity resin akrilik rendah dibandingkan dengan logam,
pengahntar panasnya sebesar 5,7 x 10-4 / detik / cm / 0C / cm2 (Combe,
1992).
Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang
telah mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif
terhadap kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus
(Combe, 1992).
8
Macam-macam Porosity:
Gasseous Porosity
Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer
tidak sempat berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola
uap) sehingga pada bagian resin yang lebih tebal, bubbles terkurung sehingga
terjadi porositas yang terlokalisir. Sedangkan pada bagian yang tipis, panas
cxothermis dapat keluar dan diserap gips sehingga resin ridak meiewati titik
didihnya dan lidak akan membentuk bubbles. (Combe, 1992)
Air yang terkandung didaiam resin sebelum atau selama polirnerisasi
akan merendahkan titik didih monumer sehingga dengan ternperatur biasa
akan terjadi seperti diatas. (Combe, 1992)
Shrinkage Porosity,0X4)
Ketidak-homogenan resin akhlik selama polirnerisasi sehingga bagian
yang mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk
voids (ruang-ruang hampa udara) dan terjadi porosity yang terlokalisi.
(Combe, 1992)
Polimer-polimer yang berbeda BM, komposisi dan ukuran akan
menyebabkan bagian- bagian yang mcmpunyai partikel-partikel lebih kecil
dulu berpolimerisasi daripada partikel yang lebih besar. Bagian-bagian yang
berpolimerisasi lebih lam bat akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi
lebih dulu, sehingga terbentuk voids dengan porosity yang terlokalisir.
(Combe, 1992)
Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama
polimerisasi juga akan menyebabkan diffusi monomer menjadi kurang baik
dan membuat voids dengan porosity internal. Yang ketiga hal diatas akan
menyebabkan kerapuhan pada basis protesa. (Combe, 1992)
9
B. Sifat Mekanik
Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun plastis,
dari bahan bila terkena gaya atau distribusi tekanan. Sifat mekanis bahan
basis gigitiruan terdiri atas kekuatan tensil, kekuatan impak, fatique, crazing
dan kekerasan. (Combe, 1992)
Kekuatan Tensil
Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa. Kekuatan
tensil resin akrilik yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama
resin akrilik. (Combe, 1992)
Kekuatan Impak
Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin
akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gigitiruan
akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi
fraktur. (Combe, 1992)
Fatique
Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat
fatique. Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan yang tidak
didesain dengan baik sehingga basis gigitiruan melengkung setiap menerima
tekanan pengunyahan. Kekuatan fatique basis resin akrilik polimerisasi panas
adalah 1,5 juta lengkungan sebelum patah dengan beban 2500 lb/in2 pada
stress maksimum 17 MPa. (Combe, 1992)
Crazing
Crazing merupakan terbentuknya goresan atau keretakan mikro. Crazing
pada resin transparan menimbulkan penampilan berkabut atau tidak terang.
Pada resin berwarna, menimbulkan gambaran putih (Anusavice, 2003).
10
Crazing kadang-kadang muncul berupa kumpulan retakan pada permukaan
gigitiruan resin akrilik yang dapat melemahkan basis gigitiruan. Retakan-
retakan ini dapat timbul akibat salah satu dari tiga mekanisme berikut.
Pertama, apabila pasien memiliki kebiasaan sering mengeluarkan
gigitiruannya dan membiarkannya kering, siklus penyerapan air yang konstan
diikuti pengeringan sehingga dapat menimbulkan stress tensil pada
permukaan dan mengakibatkan terjadinya crazing. Kedua, penggunaan anasir
gigitiruan porselen juga dapat menyebabkan crazing pada basis di daerah
sekitar leher anasir gigitiruan yang diakibatkan perbedaan koefisien ekspansi
termal antara porselen dan resin akrilik. Ketiga, crazing dapat terjadi selama
perbaikan gigitiruan ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin
akrilik yang telah mengeras dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat
crazing ini dapat dikurangi oleh cross-linking agent yang berfungsi mengikat
rantai-rantai polimer. (Combe, 1992)
Kekerasan
Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15
kg/mm2. Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif
lunak dibandingkan dengan logam dan mengakibatkan basis resin akrilik
cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan makanan yang abrasif dan
terutama pasta gigi pembersih yang abrasif, namun penipisan basis resin
akrilik ini bukan suatu masalah besar. (Combe, 1992)
C. Sifat kimia
1. Penyerapan Air
Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih
besar pada bahan yang lebih kasar. Penyerapan air menyebabkan perubahan
dimensi, meskipun tidak signifikan. Penelitian Cheng Yi-Yung (1994)
menemukan bahwa penambahan berbagai serat pada resin akrilik
11
menunjukkan perubahan dimensi yang lebih kecil selama perendaman dalam
air. (Combe, 1992)
2. Stabilitas Warna
Yu-lin Lai dkk. (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan
terhadap stain dari nilon, silikon serta dua jenis resin akrilik dan menemukan
bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorasi yang paling rendah setelah
direndam dalam larutan kopi. Beberapa penulis juga menyatakan bahwa resin
akrilik polimerisasi panas memiliki stabilitas warna yang baik. (Combe,
1992).
D. Sifat biologis
1. Pembentukan Koloni Bakteri
Kemampuan organisme tertentu untuk berkembang pada permukaan
gigitiruan resin akrilik berkaitan dengan penyerapan air, energi bebas
permukaan, kekerasan permukaan, dan kekasaran permukaan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki
penyerapan air yang rendah, permukaan yang halus, kekerasan permukaan
yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak permukaan dengan air
yang cukup besar sehingga apabila diproses dengan baik dan sering
dibersihkan maka perlekatan bakteri tidak akan mudah terjadi. Pembersihan
dan perendaman gigitiruan dalam pembersih kemis secara teratur umumnya
sudah cukup untuk mengurangi masalah perlekatan bakteri. (Combe, 1992)
2. Biokompatibilitas
Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat biokompatibel.
Walaupun demikian, beberapa pasien mungkin menunjukkan reaksi alergi
yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat atau benzoic acid pada basis
gigitiruan. Pasien yang tidak alergi juga dapat mengalami iritasi apabila
terdapat jumlah monomer yang tinggi pada basis gigitiruan yang tidak
12
dikuring dengan baik. Batas maksimal konsentrasi monomer sisa untuk resin
akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah 2,2 %. (Combe, 1992)
2.1.6 Tahap – Tahap Reaksi Resin Akrilik
1. Sandy Stage: Campurannya kasar seperti pasir basah.
2. Sticky Stage : Monomer akan melarutkan butir- butir polimer sehingga
campuran tersebut melunak, melekat serta berserabut. Bila dipegang
atau ditarik- tarik, campuran tadi masih melekat di tangan.
3. Dough Stage: Monomer makin banyak merembes ke dalam butir-butir
polimer dan ada juga monomer yang menguap sehingga
konsistensi makin padat. Pada akhirnya akan menjadi adonan yang
plastis dan tidak tidak melekat lagi di tangan kalau dipegang.
4. Rubbery Stage: Bentuk dan campuran pada tingkatan paling akhir ini
sudah agak keras,menyerupai karet, tetapi masih dapat diputuskan
dengan jari tangan.
5. Hard Stage: Sudah tidak dapat diputuskan dengan tangan (Craig, 2002).
2.1.7 Manipulasi Resin Akrilik
Rasio polimer:monomer adalah 3:1. Hal ini akan memberikan monomer
yang cukup untuk membasahi keseluruhan partikel polimer. Ada dua jenis cara
manipulasi resin akrilik, yaitu teknik molding-tekanan, dan teknik molding-
penyuntikan (O’Brien, dkk.,1985)
1. Teknik Molding-Tekanan
Susunan gigi tiruan disiapkan untuk proses penanaman.
13
Master model ditanam didalam dental stone yang dibentuk dengan
tepat.
Permukaan oklusal dan insisal elemen gigi tiruan dibiarkan sedikit
terbuka untuk memudahkan prosedur pembukaan kuvet.
Penanaman dalam kuvet gigi tiruan penuh rahang atas. Pada tahap ini,
dental stone diaduk dan sisa kuvet diisi. Penutup kuvet perlahan-lahan
diletakkan pada tempatnya dan stone dibiarkan mengeras. Setelah
proses pengerasan sempurna, malam dikeluarkan dari mould. Untuk
melakukannya, kuvet dapat direndam dalam air mendidih selama 4
menit. Kuvet kemudian dikeluarkan atau diangkat dari air dan kedua
bagian kuvet dibuka. Kemudian malam luar dikeluarkan.Penempatan
medium pemisah berbasis alginat untuk melindungi bahan protesa
(O’Brien, dkk., 1985).
2. Teknik Molding-Penyuntikan
Setengah kuvet diisi dengan adukan dental stone dan model master
diletakkan ke dalam stone tersebut. Stone dibentuk dan dibiarkan
mengeras.
Sprue diletakkan dalam basis malam.
Permukaan oklusal dan insisal gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka
untuk memudahkan pengeluaran protesa.
Pembuangan malam dengan melakukan pemisahan kedua kuvet
disatukan kembali.
Resin disuntikkan ke dalam rongga mold.
Resin dibiarkan dingin dan memadat.
Kuvet dimasukkan kedalam bak air untuk polimerisasi resin.
Begitu bahan terpolimerisasi, resin bahan dimasukkan ke dalam
rongga mold. Setelah selesai, gigi tiruan dikeluarkan, disesuaikan,
diprose akhir, dipoles (O’Brien, dkk., 1985)
14
2.1.8 Aspek – Aspek yang Mempengaruhi Manipulasi
1. Perbandingan bubuk dan cairan
Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5:
1 satuan berat. Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua bubuk sanggup dibasahi
oleh cairan akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul dan
adonan tidak akan mengalir saat dipress ke dalam mold . Sebaliknya, cairan juga
tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada
adonan akrilik , maka pengerutan selama polimerisasi akan lebih besar (dari 7%
menjadi 21 % satuan volume ) dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
konsistensi dough dan dapat menimbulkan porositas pada bahan gingiva tiruan
(Anusavice ,2003).
2. Pencampuran
Setelah perbandingan tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam
tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough .
Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :
a. Sandy stage
Mula – mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.
b. Sticky stage
Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan.
c. Dough stage
Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya tidak
melekat lagi dan mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan saat
yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mold dalam waktu 10
menit.
d. Rubbery stage
Bila adonan dibiarkan terlalu lama , maka akan terbentuk adonan
menyerupai karet dan menjadi kaku (rubbery – hard ) sehingga tidak
dapat dimasukkan ke dalam mould (Anusavice ,2003).
15
3. Pengisian
Sebelum pengisian dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah
merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan
permukaan yang kasar, merekatnya dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari
gips masuk ke dalam resin akrilik. (Anusavice ,2003)
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan
saat dipress terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke
dalam mould penuh kemudian dilakukan press pertama sebesar 1000 psi ditunggu
selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian
dilakukan press terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit .
Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring (O’Brien dkk, 1985)
4. Kuring
Salah satu tehnik kuring mencakup proses pembuatan bahan tiruan dalam
water bath bertemperatur konstan yaitu 70 C selama 8 jam atau dengan cara
dipanaskan pada suhu 70 C selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan
temperatur smapai 100 C dipertahankan selama 1 jam (Anusavice, 2003).
Pemanasan pada suhu 100 C penting dilakukan untuk mendapatkan
kekuatan dan derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi dan juga akan mengurangi
sisa monomeryang tertinggal. (Anusavice ,2003)
Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik
kemudian dipanaskan di dalam water bath . Suhu dan lamanya pemanasan harus
dikontrol. (Anusavice ,2003)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring , yaitu :
a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna , memungkinkan
mengandung monomer sisa tinggi.
b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer
mendidih pada suhu 100,3 C . Resin hendaknya tidak mencapai suhu
ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian monomer yang belum
bereaksi . Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis. Maka apabila
sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring tiba – tiba
16
dimasukkan ke dalam air mendidih , suhu resin bisa naik di atas 100,3
C sehingga menyebabkan monomer menguap . Hal ini menyebabkan
gaseous porosity.
Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan .
Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar . Selama
proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-tiba karena
semalaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasksi antara gips dan
akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila
pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi kesempatan
keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin
dikeluarkan dari cetakan dengan hati – hati untuk mencegah patahnya
gingiva tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik (Mc Cabe
JF, 2008)
2.1.9 Efek Samping Resin Akrilik dan Mengapa Terjadi Monomer Sisa
Beberapa pasien yang menggunakan resin akrilik basis mengalami reaksi
alergi yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat atau benzoil acid, sedangkan
yang tidak alergi dapat mengalami iritasi karena terdapat jumlah monomer sisa yang
tinggi pada basis resin akrilik. (Mc Cabe JF, 2008)
Monomer sisa merupakan sejumlah monomer yang tidak dapat menjadi
polimer pada basis resin akrilik dan dapat menimbulkan reaksi alergi pada pasien
yang menggunakan gigi tiruan. (Mc Cabe JF, 2008)
Beberapa efek monomer sisa:
1. Pada Rongga mulut
Reaksi terbakar dan eritma di bawah basis gigi tiruan sering diistilahkan
dengan denture sore mouth. Penyebabnya bermacam-macam diantaranya trauma,
kebersihan mulut yang jelek, infeksi bakteri serta reaksi alergi. Kebanyakan
denture sore mouth disebabkan oleh trauma dari adaptasi basis gigi tiruan yang
tidak baik. (Mc Cabe JF, 2008)
17
Sejak diperkenalkannya polimetil metakrilat atau yang sering disebut resin
akrilik di bidang kedokteran gigi, telah ada dilaporkan tentang reaksi terhadap
bahan pembuat basis gigi tiruan. Reaksi digambarkan sebagai alergi dan iritasi
kimia lokal yang gambaran reaksi oralnya terlihat gejala-gejala seperti panasnya
mulut dan lidah, eritema dan erosi mukosa rongga mulut. Gejala tersebut dapat
dihubungkan dengan beberapa faktor penyebab oleh karena itu penting untuk
memperhatikan semua kemungkinan yang ada termasuk trauma dari pemakaian
gigi tiruan, iritasi kimia akibat resin akrilik, alergi hipersensitifitas terhadap resin
akrilik atau penyakit sistemik yang tidak berhubungan dengan resin akrilik.
Fisher melakukan pengujian terhadap sejumlah pasien yang memakai bahan
basis gigi tiruan akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi. Dari
hasil uji disimpulkan bahwa monomer metil metakrilat menyebabkan alergi
terhadap kulit dan mukosa mulut tetapi bila resin akrilik berpolimerisasi dengan
sempurna, maka tidak ada sensitizer atau reaksi alergi. (Mc Cabe JF, 2008)
Banyak penelitian menduga bahwa monomer sisa yang tertinggal akbat
polimerisasi yang tidak sempurna dari bahan resin akrilik adalah alergen pada
kontak alergi. Alergi terhadap bahan resin akrilik merupakan suatu kemungkinan
tetapi tidak umum atau jarang terjadi. Meskipun jarang, reaksi alergi lebih sering
disebabkan oleh resin akrilik swapolimerisasi dan ini disebabkan resin akrilik
swapolimerisasi mengandung monomer sisa lebih dari 5%. (Mc Cabe JF, 2008)
2. Pada dokter gigi dan tekniker
Monomer sisa metil metakrilat dari resin akrilik merupakan iritan primer yang
mendatangkan respon inflamsi secara cepat dengan aksi langsung pada jaringan
bila berkontak dengan iritan secara langsung. Akibat tertinggalnya monomer
metil metakrilat di dalam resin akrilik, beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa monomer sisa metil metakrilat dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas
atau alergi, juga iritasi lokal bila tidak mengalami reaksi polimerisasi secara
sempurna. Sedangkan bila metil metakrilat berpolimerisasi secara sempurna maka
tidak akan menyebabkan reaksi hipersensitifitas. (Mc Cabe JF, 2008)
18
Pada basis resin akrilik umumnya reaksi bersifat lambat dan biasanya dikenal
dengan kontak alergi atau stomatitis venetata. (Mc Cabe JF, 2008)
3. Penanggulangan
Perbandingan monomer dan polimer yang tepat merupakan ahal yang penting
untuk dipertimbangkan, perbandingan polimer dan monomer biasanya 3 – 3,5 : 1
satuan volume atau 2,5 : 1 satuan berat. Bila perbandingan terlalu tinggi, tidak
semua bubk sanggup dibasahi oleh cairan dan akibatnya akrilik yang telah
mengalami proses kuring akan bergranul. Kegagalan dalam menentukan
perbandingan monomer dan polimer seperti terlalau banyaknya monomer dapat
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan akibat kelebihan cairannya, sehingga
pada gigi tiruan yang telah selesai di proses akan banyak mengandung monomer
sisa. (Mc Cabe JF, 2008)
Penanggulangan kontak alergi alergi tergantung pada berat ringannya kasus
yang terjadi, dimana kasus yang ringan cukup dengan menghilangkan alerginya
dengna mencegah kontak bahan terhadap kulit atau mukosa mulut misalnya
dengan pembuatan gigi tiruan sementara dengan metode tidak langsung. Bagi
kasus yang berat, untuk membantu penyembuhan pasien diobati dengan aplikasi
kortikosteroid topikal. (Mc Cabe JF, 2008)
Pemaparan terhadap bahan hampir setiap hari bagi dokter gigi dan tekniker
oleh karena ventilasi laboratorium yang tidak baik. Oleh sebab itu penggunaan
masker sewaktu memanipulasi bahan basis. Kontak langsung bahan monomer
dengan pekerja laboratorium gigi dapat menyebabkan sakit kepala yang sedang
sampai parah dan dapat dihilangkan dengan meminum aspirin sedangkan
penggunaan sarung tangan latex untuk manipulasi sehingga menghindarkan
kontak langsung dengan bahan resin akrilik. (Mc Cabe JF, 2008)
Proses kuring merupakan hal yang penting dalam pembuatan basis gigi tiruan
sebab bila suhu dan lamanya pemanasan tidak terkontrol dengan benar maka
bahan resin akrilik tidak akan mengalami proses kuring yang baik dan
kemungkinan basis gigi tiruan akan mengandung monomer sisa yang tinggi. Bila
19
proses kuring dilakukan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang
terlalu singkat, akan menghasilkan monomer sisa yang besar pada basis gigi
tiruan. Pengaturan suhu dan waktu dalam proses kuring juga harus diperhatikan
dimana bila suhu yang terlalu rendah dan waktu yang terlalu singkat akan
menghasilkan monomer sisa yang lebih besar. (Mc Cabe JF, 2008)
2.1.10 Kekurangan dan Kelebihan Resin Akrilik
A. Heat Cured Acrylic (Resin akrilik teraktivasi)
a). Kelebihan:
- nilai estetis yang unggul dimana warna hasil akhir akrilik sama
dengan warna jaringan lunak rongga mulut.
- Selain itu resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi.
- dan harga terjangkau.
b). Kekurangan:
- daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah.
- fleksibilitas juga masih rendah.
- dan hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi penyusutan
volume (Combe, 1992).
B. Self Cured Acrylic (Resin akrilik Teraktivasi Kimia)
a). Kelebihan:
- mudah dilepaskan dari kuvet.
- fleksibilitas lebih tinggi dari tipe1.
- pengerutan volume akhir tergolong rendah karena proses
polimerisasi dari tipe ini tergolong kurang sempurna.
b). Kekurangan:
20
- elastisitas dari tipe initergolong kurang dari tipe I, kemudian
karena digunakan bahan kimia hal tersebut dapat mengiritasi
jaringan rongga mulut.
- dari segi ekonomis lebih mahal (Combe, 1992).
C. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Cahaya)
a). Kelebihan:
- penyusutan saat polimerisasi rendah.
- hasil akhir manipulasi dapat dibentuk dengan baik.
- resin ini dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana.
b). Kekurangan:
- elastisitas dari resin akrilik ini kecil dan penggunaan sinar UV
pada resin ini dapat merusak jaringan rongga mulut (Combe,
1992).
D. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik Teraktivasi Kimia)
a). Kelebihan:
- waktu pemanasan yang dibutuhkan sangat singkat.
- perubahan warna kecil.
- sisa monomernya lebih sedikit di karenakan polimerisasinya
lebih sempurna.
b). Kekurangan:
- resin akrilik ini masih dapat menyerap air.
- harga cukup mahal karena manipulasinya menggunakan
peralatan canggih ( Combe, 1992).
21
2.2 Polimerisasi Resin Akrilik
2.2.1 Pengertian Polimerisasi Resin Akrilik
Polimerisasi merupakan persamaan senyawa berat molekul rendah yang disebut
monomer ke senyawa berat molekul besar yang disebut polimer (Craig, dkk., 2004).
2.2.2 Ada Dua Jenis Polimerisasi Resin Akrilik
1. Reaksi Kondensasi
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau
kondensasi berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2
atau lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa untama bereaksi, seringkali dengan
pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen, dan ammonia.
Pembentukan produk sampingan ini adalah alasan mengapa polimerisasi
pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi. (Craig, dkk.,
2004)
2. Reaksi Adisi
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan komposisi
selama polimerisasi tambahan/adisi. Makromolekul dibentuk dari unit-unit yang
kecil, atau monomer, tanpa perubahan dalam komposisi, karena monomer dan
polimer memiliki rumus empiris yang sama. Dengan kata lain struktur monomer
diulangi berkali-kali dalam polimer (Anusavice, 2004).
22
Pada proses polimerisasi polimetil metakrilat terjadi reaksi kimia berupa
reaksi adisi. Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi polimetil metakrilat
berlangsung dengan tahap sebagai berikut (Umriati, 2000):
a) Aktivasi dan Initiasi
Untuk berlangsungnya polimerisasi dibutuhkan radikal bebas, yaitu
senyawa kimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki electron
ganjil (tidak mempunyai pasangan). Radikal bebas tersebut dibentuk
misalnya, dalam penguraian peroksida, dimana satu molekul benzoil
peroksida dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal bebas inilah yang
menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator. Sebelum
terjadi inisiasi, inisiatornya perlu diaktifkan dengan penguraian peroksida
baik dengan sinar, ultraviolet, panas atau dengan bahan kimia lain seperti
tertian amina. (Umriati, 2000).
Proses yang terjadi pada tahap inisiasi adalah:
- Benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas
- Radikal bebas dapat terurai dan menghasilkan radikal bebas lain.
b) Propagasi
Stadium terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan monomer dan
mendorong terbentuknaya rantai polimer. Proses yang terjadi pada tahap
ini adalah:
- Radikal bebas bereaksi dengan monomer menjadi radikal bebas
sehingga monomer teraktifkan.
- Monomer teraktifkan dapat bereaksi dengan molekul monomer lain
dan seterusnya menjadi pertumbuhan rantai. (Umriati, 2000).
c) Terminasi
23
Tahap ini terjadi apabila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu
molekul yang stabil.Pertumbuhan rantai polimer merupakan suatu proses
random yaitu sebagian rantai tumbuh lebih cepat dan sebagian terminasi
sebelum yang lainnya sehingga tidak semua rantai mempunyai panjang
yang sama. Terjadi pergerakan rantai polimer dari rantai yang satu ke
rantai lainnya sewaktu menerima beban stress, sehingga semakin panjang
rantai polimer semakin sedikit monomer sisa pada basis gigi tiruan dan
proses polimerisadi lebih sempurna (Umriati, 2000).
2.3 Cara Reparasi Resin Akrilik
A. Resin Perbaikan
Sesuai dengan sifatnya, resin akrilik dapat mengalami fraktur. Resin perbaikan
dapat diaktivasi oleh sinar, panas, maupun kimia. Untuk memperbaiki protesa
yang patah secara akurat, komponen-komponen haruslah diatur kembali dan
direkatkan bersama menggunakan malam perekat atau modeling plastik. Bila
keadaan ini sudah diperoleh, dibuat model perbaikan dengan menggunakan
stone gigi.
Protesa dipindahkan dari model dan medium perekat dibuang. Kemudian,
permukaan patah diasah untuk memberikan ruangan yang cukup bagi bahan
perbaikan. Model dilapisi dengan medium pemisah untuk mencegah pelekatan
resin perbaikan, dan bagian basis protesa dikembalikan serta dicekatkan pada
model. Persyaratan pengujian untuk resin yang diaktivasi secara kimia untuk
perbaikan basis protesa dinyatakan pada Spesifikasi ADA No. 13 (Anusavice,
2004).
B. Resin Relining (Pelapik) Basis Protesa
Karena kontur jaringan lunak berubah selama protesa berfungsi, seringkali
permukaan protesa intraoral yang menghadap jaringan perlu diubah, untuk
menjamin kecekatan dan fungsi. Pada beberapa keadaan, perubahan ini dapat
dilakukan dengan prosdur pengasahan selektif. Sementara pada keadaan lain,
24
permukaan yang menghadap ke jaringan harus digantikan dengan melapik
(relining) atau mengganti (rebasing) protesa yang lama (Anusavice, 2004).
Bila protesa akan direlining, bahan cetak dikeluarkan dari protesa. Permukaan
yang menghadap pada jaringan dibersihkan untuk meningkatkan perlekatan
antara resin yang ada dengan bahan relining. Setelah tahap ini, resin yang
tepat kemudian dimasukkan dan dibentuk menggunakan teknik milding-
tekanan. Untuk relining, temperatur polimerisasi yang rendah lebih disukai
guna meminimalkan distorsi dari basis protesa yang ada. Kemudian, dipilih
resin yang diaktivasi secara kimia. Bahan yang dipilih diaduk menurut anjuran
pabrik dan ditempatkan dalam mold, ditekan dan dibiarkan mengalami
polimerisasi. Protesa dikeluarkan dari kuvet, dirapikan, dan dipoles
(Anusavice, 2004).
C. Rebasing Basis Protesa
Tahap-tahap yang diperlukan dalam rebasing serupa dengan relining. Cetakan
jaringan lunak yang akurat diperoleh dengan menggunaan protesa yang ada
sebagai sendok cetak perseorangan. Kemudian, model stone dibuat dari
cetakan. Model dan cetakan disusun dalam reline jig, yang dirancang untuk
mempertahankan relasi vertikal dan horizontal yang benar antara model stone
dan permukaan gigi tiruan. Hasil susunan tersebut memberikan petunjuk
tentang permukaan oklusal gigi tiruan. Setelah petunjuk tersebut diperoleh,
protesa dilepas dan elemen gigi tiruan dipisahkan dari basis yang lama
(Anusavice, 2004).
2.4 Teknik Membersihkan Gigi Tiruan Akrilik
A. Teknik mekanik
Pembersihan gigi tiruan secara mekanik, yaitu dengan menyikat gigi tiruan
menggunakan sikat gigi yang lembut atau sikat gigi nilon yang lembut dengan
menggunakan air dan sabun. Tindakan pembersihan mekanis sikat biasanya
cukup untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang melekat pada gigi tiruan,
25
namun tidak efektif untuk desinfeksi gigi tiruan. Penggunaan sikat gigi yang
kaku, pasta gigi yang abrasif, seperti kalsium karbonat atau silica terhidrasi, dapat
menyebabkan abrasi pada bahan polimer atau mengakibatkan goresan pada
permukaannya. Pasta gigi dengan beberapa bahan abrasive lembut (natrium
bikarbonat atau resin akrilik) dapat digunakan. ( Ecket, 2004)
B. Pembersih gigtiruan secara kimia
Pembersih kimia yang paling umum digunakan menggunakan teknik
perendaman gigi tiruan pada larutan peroksida dan hipoklorit. Keuntungan dari
pembersihan gigi tiruan dengan cara perendaman adalah pembersihan yang
mencakup seluruh bagian dari gigi tiruan, abrasi minimal pada basis gigi tiruan
dan gigi, dan merupakan teknik yang sederhana. ( Ecket, 2004)
C. Pembersih Oxygenating
Peroksida disediakan dalam bentuk bubuk dan tablet.Bahan yang mengandung
senyawa alkali, deterjen, natrium perborat, dan bubuk.Ketika bahan ini dicampur
dengan air, perboratnatrium peroksida terurai melepaskan oksigen. Pembersihan
adalah hasil dari kemampuan oksidasi dari dekomposisi peroksida dan dari reaksi
effervescent menghasilkan oksigen. Hal ini secara efektif dapat menghapus
deposit organic dan membunuh mikroorganisme. Alkali peroksida adalah metode
aman, efektif membersihkan gigi tiruan dan sterilisasi, khususnya di kalangan
pasien geriatri. ( Ecket, 2004)
D. Larutan hipoklorit
Hipoklorit yang umumnya digunakan sebagai pembersih gigi tiruan untuk
menghilangkan plak dan noda ringan, dan mampu membunuh organisme pada
gigi tiruan adalah natrium hipoklorit. Salah satu teknik pembersihan gigi tiruan
26
dengan perendaman gigi tiruan dalam larutan sodium hipoklorit 5% dan disertai
penyikatan pada gigi truan. Selain itu, gigi tiruan direndam dalam larutan yang
mengandung 1 sendok the hipoklorit (Clorox) dan 2 sendok teh dari glassy
phosphate (Calgon) dalam setengah gelas air, untuk mengontrol kalkulus, noda
berat pada gigi tiruan. Hipoklorit alkalin tidak dianjurkan untuk gigi tiruan yang
dibuat dari paduan logam tuang. Ion klorin dapat menyebabkan korosi dan
penggelapan dari logam ini. Larutan terkonsentrasi hipoklorit juga tidak boleh
digunakan karena penggunaan jangka panjang dapat mengubah warna gigi tiruan
resin. ( Ecket, 2004)
E. Teknik pembersihan lain
a. Unit ultrasonic memberikan getaran yang dapat digunakan untuk
membersihkan gigi tiruan. Bila teknik ini digunakan, gigi tiruan ditempatkan ke
unit pembersih, yang diisi dengan larutan pembersih. Tindakan pembersihan dari
agen perendaman dilengkapi oleh aksi debriding mekanik getaran ultrasonik.
Meskipun efektif, teknik ini mungkin tidak cukup menghilangkan plak pada
permukaan gigi tiruan. ( Ecket, 2004)
b. Asam yang diencerkan (asam sitrat, isopropilalkohol, asam klorida, atau
cuka rumah tangga biasa) tersedia untuk menghilangkan endapan keras pada gigi
tiruan. Cuka juga dapat membunuh mikroorganisme tetapi kurang efektif
dibandingkan dengan larutan bleaching. Pembersih dengan bahan asam yang
diencerkan harus digunakan hati-hati, dan gigi tiruan harus dibilas secara
menyeluruh untuk menghindari kontak dengan bahan kulit dan mukosa. Asam
encer juga dapat menyebabkan korosi dari beberapa gigi tiruan logam paduan.
( Ecket, 2004)
c. Pembersih gigi tiruan yang mengandung enzim (mutanese dan protease)
telah ditunjukkan dapat mengurangi plak gigi tiruan secara signifikan, dengan 15
menit perendaman setiap hari, terutama ketika dikombinasi dengan menyikat gigi
tiruan. ( Ecket, 2004)
27
d. Penggunaan polimer silikon. Pembersih ini memberikan lapisan pelindung,
yang menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi tiruan sampai aplikasi
berikutnya. ( Ecket, 2004)