Download - Resin Akrilik (Tutorial)
Efek Samping Resin Akrilik dan Mengapa Terjadi Monomer Sisa
Beberapa pasien yang menggunakan resin akrilik basis
mengalami reaksi alergi yang disebabkan monomer sisa metil
metakrilat atau benzoil acid, sedangkan yang tidak alergi dapat
mengalami iritasi karena terdapat jumlah monomer sisa yang tinggi
pada basis resin akrilik.
Monomer sisa merupakan sejumlah monomer yang tidak dapat
menjadi polimer pada basis resin akrilik dan dapat menimbulkan
reaksi alergi pada pasien yang menggunakan gigi tiruan.
Beberapa efek monomer sisa:
1. Pada Rongga mulut
Reaksi terbakar dan eritma di bawah basis gigi tiruan sering
diistilahkan dengan denture sore mouth. Penyebabnya bermacam-
macam diantaranya trauma, kebersihan mulut yang jelek, infeksi
bakteri serta reaksi alergi. Kebanyakan denture sore mouth disebabkan
oleh trauma dari adaptasi basis gigi tiruan yang tidak baik.
Sejak diperkenalkannya polimetil metakrilat atau yang sering disebut
resin akrilik di bidang kedokteran gigi, telah ada dilaporkan tentang
reaksi terhadap bahan pembuat basis gigi tiruan. Reaksi digambarkan
sebagai alergi dan iritasi kimia lokal yang gambaran reaksi oralnya
terlihat gejala-gejala seperti panasnya mulut dan lidah, eritema dan
erosi mukosa rongga mulut. Gejala tersebut dapat dihubungkan dengan
beberapa faktor penyebab oleh karena itu penting untuk
memperhatikan semua kemungkinan yang ada termasuk trauma dari
pemakaian gigi tiruan, iritasi kimia akibat resin akrilik, alergi
hipersensitifitas terhadap resin akrilik atau penyakit sistemik yang
tidak berhubungan dengan resin akrilik.
Fisher melakukan pengujian terhadap sejumlah pasien yang memakai
bahan basis gigi tiruan akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik
swapolimerisasi. Dari hasil uji disimpulkan bahwa monomer metil
metakrilat menyebabkan alergi terhadap kulit dan mukosa mulut tetapi
bila resin akrilik berpolimerisasi dengan sempurna, maka tidak ada
sensitizer atau reaksi alergi.
Banyak penelitian menduga bahwa monomer sisa yang tertinggal
akbat polimerisasi yang tidak sempurna dari bahan resin akrilik adalah
alergen pada kontak alergi. Alergi terhadap bahan resin akrilik
merupakan suatu kemungkinan tetapi tidak umum atau jarang terjadi.
Meskipun jarang, reaksi alergi lebih sering disebabkan oleh resin
akrilik swapolimerisasi dan ini disebabkan resin akrilik
swapolimerisasi mengandung monomer sisa lebih dari 5%.
2. Pada dokter gigi dan tekniker
Monomer sisa metil metakrilat dari resin akrilik merupakan
iritan primer yang mendatangkan respon inflamsi secara cepat dengan
aksi langsung pada jaringan bila berkontak dengan iritan secara
langsung. Akibat tertinggalnya monomer metil metakrilat di dalam
resin akrilik, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa monomer
sisa metil metakrilat dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas atau
alergi, juga iritasi lokal bila tidak mengalami reaksi polimerisasi secara
sempurna. Sedangkan bila metil metakrilat berpolimerisasi secara
sempurna maka tidak akan menyebabkan reaksi hipersensitifitas. Pada
basis resin akrilik umumnya reaksi bersifat lambat dan biasanya
dikenal dengan kontak alergi atau stomatitis venetata.
3. Penanggulangan
Perbandingan monomer dan polimer yang tepat merupakan
ahal yang penting untuk dipertimbangkan, perbandingan polimer dan
monomer biasanya 3 – 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan berat.
Bila perbandingan terlalu tinggi, tidak semua bubk sanggup dibasahi
oleh cairan dan akibatnya akrilik yang telah mengalami proses kuring
akan bergranul. Kegagalan dalam menentukan perbandingan monomer
dan polimer seperti terlalau banyaknya monomer dapat menyebabkan
reaksi yang tidak diinginkan akibat kelebihan cairannya, sehingga
pada gigi tiruan yang telah selesai di proses akan banyak mengandung
monomer sisa.
Penanggulangan kontak alergi alergi tergantung pada berat
ringannya kasus yang terjadi, dimana kasus yang ringan cukup dengan
menghilangkan alerginya dengna mencegah kontak bahan terhadap
kulit atau mukosa mulut misalnya dengan pembuatan gigi tiruan
sementara dengan metode tidak langsung. Bagi kasus yang berat,
untuk membantu penyembuhan pasien diobati dengan aplikasi
kortikosteroid topikal.
Pemaparan terhadap bahan hampir setiap hari bagi dokter gigi dan
tekniker oleh karena ventilasi laboratorium yang tidak baik. Oleh
sebab itu penggunaan masker sewaktu memanipulasi bahan basis.
Kontak langsung bahan monomer dengan pekerja laboratorium gigi
dapat menyebabkan sakit kepala yang sedang sampai parah dan dapat
dihilangkan dengan meminum aspirin sedangkan penggunaan sarung
tangan latex untuk manipulasi sehingga menghindarkan kontak
langsung dengan bahan resin akrilik.
Proses kuring merupakan hal yang penting dalam pembuatan
basis gigi tiruan sebab bila suhu dan lamanya pemanasan tidak
terkontrol dengan benar maka bahan resin akrilik tidak akan
mengalami proses kuring yang baik dan kemungkinan basis gigi tiruan
akan mengandung monomer sisa yang tinggi. Bila proses kuring
dilakukan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang terlalu
singkat, akan menghasilkan monomer sisa yang besar pada basis gigi
tiruan. Pengaturan suhu dan waktu dalam proses kuring juga harus
diperhatikan dimana bila suhu yang terlalu rendah dan waktu yang
terlalu singkat akan menghasilkan monomer sisa yang lebih besar.
Aplikasi dari Resin Akrilik
Penggunaan resin akrilik ini biasa dipakai sebagai bahan denture
base, landasan pesawat orthodontik (orthodontik base), basis gigi
tiruan, pembuatan anasir gigi tiruan (artificial teeth) dan sebagai bahan
restorasi untuk mengganti gigi yang rusak. Jenis resin denture base
yang terbuat sesuai dengan petunjuk pabrik yaitu bahan poly (metil
metakrilat), resin, yang populer disebut sebagai akrilik. Meskipun
secara umun dapat dibedakan sesuai proses pembentukaanya resin
denture base jenis poly (metil metakrilat) atau PMMA. Adapun jenis-
jenis resin denture base adalah:
1. Akrilik (dough-type)
Bahan ini merupakan bahan basis gigitiruan yang paling sering
digunakan karena diperoleh dari penyatuan dari liquid degan powder.
Dengan nama lain adalah poli (metil metakrilat).
2. Akrilik (gel-type)
Bahan ini merupakan hasil uraian unsur bebentuk gel yang dihasilkan
dengan cara mencampur liquid dengan powder.
3. Akrilik (puor-type)
Bahan ini terbentuk dari liquid dengan powder saja.
4. Akrilik (high-impact strength)
Bahan ini memeliki kekuatan tekan pada bahan yang dihasilkan
dengan cara menguraikan cabang rubber-like polimer butadiena
styrene menjadi molekul akrilik.
5. Akrilik (rapid heat-polymerized)
Bahan ini hampir sama dengan tipe dough hanya berbeda pada proses
modifikasi saja. Terkhusus pada proses polimerisasi hibridnya yaitu
dengan panas dan kimia.
6. Polyurethane resins
Bahan ini memiliki polomerisasi dari resin dengan proses
memancarkan spektrum cahaya pada daerah biru dengan panjang
gelombang antara 450-490 nm (Anusavice, 2004).
Cara Reparasi Resin Akrilik
1. Resin Perbaikan
Di luar karakteristik fisik resin basis protesa yang disukai, basis
protesa kadang-kadang fraktur. Pada kebanyakan keadaan, fraktur
tersebut dapat diperbaiki dengan menggunakan resin yang sesuai.
Resin perbaikan dapat diaktivasi oleh sinar, panas, maupun kimia.
Untuk memperbaiki protesa yang patah secara akurat, komponen-
komponen haruslah diatur kembali dan direkatkan bersama
menggunakan malam perekat atau modeling plastik. Bila keadaan ini
sudah diperoleh, dibuat model perbaikan dengan menggunakan stone
gigi. Protesa dipindahkan dari model dan medium perekat dibuang.
Kemudian, permukaan patah diasah untuk memberikan ruangan yang
cukup bagi bahan perbaikan. Model dilapisi dengan medium pemisah
untuk mencegah pelekatan resin perbaikan, dan bagian basis protesa
dikembalikan serta dicekatkan pada model. Persyaratan pengujian
untuk resin yang diaktivasi secara kimia untuk perbaikan basis protesa
dinyatakan pada Spesifikasi ADA No. 13 (Anusavice, 2004).
2. Resin Relining (Pelapik) Basis Protesa
Karena kontur jaringan lunak berubah selama protesa berfungsi,
seringkali permukaan protesa intraoral yang menghadap jaringan perlu
diubah, untuk menjamin kecekatan dan fungsi. Pada beberapa
keadaan, perubahan ini dapat dilakukan dengan prosdur pengasahan
selektif. Sementara pada keadaan lain, permukaan yang menghadap ke
jaringan harus digantikan dengan melapik (relining) atau mengganti
(rebasing) protesa yang lama (Anusavice, 2004).
Bila protesa akan direlining, bahan cetak dikeluarkan dari protesa.
Permukaan yang menghadap pada jaringan dibersihkan untuk
meningkatkan perlekatan antara resin yang ada dengan bahan relining.
Setelah tahap ini, resin yang tepat kemudian dimasukkan dan dibentuk
menggunakan teknik milding-tekanan. Untuk relining, temperatur
polimerisasi yang rendah lebih disukai guna meminimalkan distorsi
dari basis protesa yang ada. Kemudian, dipilih resin yang diaktivasi
secara kimia. Bahan yang dipilih diaduk menurut anjuran pabrik dan
ditempatkan dalam mold, ditekan dan dibiarkan mengalami
polimerisasi. Protesa dikeluarkan dari kuvet, dirapikan, dan dipoles
(Anusavice, 2004).
3. Rebasing Basis Protesa
Tahap-tahap yang diperlukan dalam rebasing serupa dengan relining.
Cetakan jaringan lunak yang akurat diperoleh dengan menggunaan
protesa yang ada sebagai sendok cetak perseorangan. Kemudian,
model stone dibuat dari cetakan. Model dan cetakan disusun dalam
reline jig, yang dirancang untuk mempertahankan relasi vertikal dan
horizontal yang benar antara model stone dan permukaan gigi tiruan.
Hasil susunan tersebut memberikan petunjuk tentang permukaan
oklusal gigi tiruan. Setelah petunjuk tersebut diperoleh, protesa dilepas
dan elemen gigi tiruan dipisahkan dari basis yang lama. Elemen gigi
tiruan disusun kembali sesuai petnjuk yang ada dan ditahan pada
hubungan sebenarnya pada model sementara direkatkan dengan malam
pada pelat basis yang baru (Anusavice, 2004).
Porositas
Penyebab porositas
a. Menaikkan suhu terlalu cepat hingga 100 C.
Umumnya resin akrilik polimerisasi panas dipolimerisasi
dengan menempatkan kuvet dalam water bath dengan suhu konstan
pada 70 ºC selama 90 menit dan dilanjutkan dengan perebusan akhir
pada suhu 100 ºC selama 30 menit.12 (Combe, 1992; Craig dkk.,
2004).
b. Pencampuran komposisi akrilik yang terlalu encer.
Perbandingan polimer dan monomer yang umumnya digunakan
adalah 3:1 satuan volume atau 2,5:1 satuan berat. Bila monomer terlalu
sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer
akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranula
tetapi monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi yang lebih besar (21% satuan
volume) dibandingkan dengan kontraksi yang terjadi pada adonan
resin akrilik yang seharusnya (7% volume), sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk mencapai fase dough (konsistensi) dan
akhirnya menyebabkan timbulnya porositas pada resin akrilik (Combe,
1992; Craig dkk., 2004).
c. Kurang homogen pada waktu mencampur (pengadukan yang tidak
tepat antara komponen polimer dan monomer) (Combe, 1992;
Craig dkk., 2004).
d. Pendinginan secara tiba – tiba mengakibatkan perbedaan kontraksi
antara akrilik dengan gips tanam dan model.
e. Penguapan monomer yang tidak bereaksi dan berat molekul
polimer yang rendah disertai temperatur resin mencapai atau
melebihi titik didih bahan tersebut (Combe, 1992; Craig dkk.,
2004).
f. Pengisian
Sewaktu melakukan pengisian ke dalam mold perlu diperhatikan agar
mold terisi penuh dan sewaktu di-press terdapat tekanan yang cukup
pada mold, ini dapat dicapai dengan cara mengisikan adonan akrilik
sedikit lebih banyak ke dalam mold. Jika jumlah adonan yang
dimasukkan ke dalam mold kurang, maka dapat menyebabkan
terjadinya shrinkage porosity (Combe, 1992; Craig dkk., 2004).
Pencegahan
a. Digunakan akrilik pada fase dough
b. Setelah kuvet diisi akrilik, biarkan terlebih dahulu sampai 30 menit
sebelum direbus agar akrilik dapat meneruskan polimerisasinya
c. Adonan resin akrilik yang homogen,
d. Penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat
e. Prosedur pengadukan yang terkontrol dengan baik.
f. Serta waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat (Combe,
1992; Craig dkk., 2004).
Sifat Fisik Dan Mekanik Resin Akrilik
Sifat Fisik
Warna dan Persepsi Warna
Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya
warnanya sama dengan jaringan sekitar. Warna disini berkaitan
dengan estetika, dimana harus menunjukka transulensi atau
transparansi yang cukup sehingga cocok dengan penampilan jaringan
mulut yang digantikannya.Selain itu harus dapat diwarnai atau
dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan setelah
pembentukkan (Annusavice. 2003).
Stabilitas Dimensional
Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik,
sehingga dalam kurun waktu tertentu bentuknya tidak berubah.
Stabilitas dimensional dapat dipengaruhi oleh proses, molding,
cooling, polimerisasi, absobsi air dan temperatur tinngi (Annusavice.
2003).
Abrasi dan ketahanan abrasi
Kekerasan merupakan suatu sifat yang sering kali digunakan untuk
memperkirakan ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk
mengikis struktur gigi lawannya. Proses abrasi yang terjadi saat
mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah substansi / zat.
Mastikasi melibatkan pemberian tekanan yang mengakibatakan
kerusakan dan terbentuknya pecahan / fraktur. Namun resin akrilik
keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi (Combe,
1992).
Crazing ( Retak )
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena
adanya tensile stress, sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau
terpisahnya molekul – molekul polimer (Combe, 1992).
Creep ( Tekanan )
Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu
dari suatu bahan di bawah muatan statis atau tekanan konstan. Akrilik
mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila akrilik mendapat beban atau
tekanan terus menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah
bentuk secara permanen (Combe, 1992).
Termal
Thermal conduktivity resin akrilik rendah dibandingkan dengan
logam, pengahntar panasnya sebesar 5,7 x 10-4 / detik / cm / 0C / cm2
(Combe, 1992).
Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa
akrilik yang telah mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas
menyebabkan efek negatif terhadap kekuatan dari resin akrilik.
Dimana resin akrilik ini mudah porus (Combe, 1992).
Sifat Mekanis
Strength ( Kekuatan)
Kekuatan resin akrilik tergantung dari komposisi resin, teknik
prosesing, dan lingkungan gigi tiruan itu sendiri. Resin akrilik
mempunyai modolus elastisitas yang relatif rendah yaitu 2400 Mpa,
oleh karena itu basis tidak boleh kurang dari 1 mm (Combe, 1992).
Fraktur
Gigi tiruan yang tidak sesuai karena desain yang tidak baik dapat
menyebabkan daya fleksural yang berkelanjutan sehingga terjadi
fatigue dan ahkirnya memyebabkan gigi tiruan fraktur (Combe, 1992).
Fleksibilitas.
Fleksibilitas maksimal didefinisikan sebagai regangan yang terjadi
ketika bahan ditekan sampai batas kesetimbangannya. Resin akrilik
mempunyai sifat yang lunak dan fleksibel (Annusavice. 2003 ).
Sifat Kimia
Resin akrilik merupakan turunan etilen yang mengandung
gugus vinil. Dalam rumus strukturnya ada 2 kelompok resin akrilik
yaitu : asam akrilik dan asam metakrilat. Meskipun asam poli ini keras
dan transparan, polaritasnya, berkaitan dengan kelompok karboksil,
menyebabkan asam tersebut menyerap air. Air cenderung memisahkan
rantai-rantai serta menyebabkan pelunakan umum dan mengurangi
kekuatan. Metil metakrilat. Poli metil metakrilat sendiri tidak banyak
digunakan dalam kedokteran gigi untuk prosedur molding. Metil
metakrilat adalah suatu cairan bening transparan pada suhu ruang
dengan sifat fisik :
Titik leleh - 48
Titik didih
Kepadatan g/ml pada 20
Panas polimerisasi kcal/mol
Bahan tersebut menunjukan tekanan uap yang tinggi dan merupakan
pelarut organik yang baik meskipun polimerisasi metil metakrilat
dapat diawali oleh sinar ultraviolet, sinar tampak, atau panas, bahan
tersebut biasanya dipolimerisasi dalam kedokteran gigi dengan
menggunakan inisiator kimia.
Seperti semua resin akrilik , polimetil metakrilat menunjukan
kecenderungan menyerap air melalui proses imbibisi. Struktur non-
kristalnya mempunyai energi internal yang tinggi jadi difusi molekuler
dapat terjadi kedalam resin, karena diperlukan sedikit energi aktivasi
tambahan lagi, gugus karboksil kutub, meskipun teresterifikasi dapat
membentuk jembatan hidrogen dengan air yang terbatas.
Sifat Biologi
Secara biologi resin tidak meiliki harus tidak meiliki rasa, tidak
berbau, tidak tosik dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Untuk
memenuhi syarat inibahan tersebut sama sekali tidak boleh larut dalam
saliva atau cairan lain yang dimasukan ke dalam mulut, serta tidak
tembus cairan mulut,dalam arti tidak tidak boleh menjadi tidak sehat
atau memiliki rasa dan bau yang dapat diterima. Bila resin digunakan
sebagai bahan tambal atau semen, bahan tersebut harus dengan
struktur gigi untuk mencegah pertumbuhan mikroba sepanjang
pertemuan restorasi permukaan gigi.
Macam-macam Resin Akrilik
1. Macam-macam resin akrilik berdasarkan aktivasinya
a) Resin akrilik kuring panas ( Heat Curing Acrilic Resin )
Resin akrilik yang dalam polimerisasinya membutuhkan pemanasan
dan perendaman dalam air.
Komposisi resin Akrilik kuring panas :
Bubuk : - Poli metil metakrilat
- Benzoil peroksida
- Dibuthil phtalat
Cairan :- Metil metakrilat
- Hidrokinon
- Dibuthil phtalat
- Etilen glikol dimetakrilat
Sifat resin akrilik kuring panas
- Larut dalam ester dan alkohol
- Tidak larut dalam cairan mulut
- Estetika baik
- Konsentrasi monomer sisa tinggi
- Mengalami pengkerutan (polimerisasi dalam pemakaian)
b) Resin akrilik kuring dingin ( cold cured resin akrilik )
Resin akrilik yang dalam polimerisasinya diaktivasi secara
kimia dan bisa diproses pada suhu kamar
Komposisi resin akrilik kuring dingin :
Bubuk : - Polimetil metakrilat
- Benzoil peroksida
Cairan : - Metil metakrilat
- Hidrokinon
- Etilen glikol dimetakrilat
- Tertier amine
Sifat resin akrilik kuring dingin
- Aktivasi pada suhu kamar melalui bahan kimia
- Larut dalam ester dan alkohol
- Tidak larut dalam cairan mulut
- Cara manipulkasi lebih mudah dan lebih cepat
- Berat molekul lebih rendah
- Konsentrasi monomer sisa lebih tinggi
- Mengalami pengkerutan
- Porusitas lebih banyak
- Penyerapan air lebih besar
- Agak lunak
c) Resin akrilik gelombang mikro ( mikrowaved activated resin )
Komposisinya sama dengan resinj akrilik kuring panas dengan
komposisi dalam monomer trietilen atau tetraetilen glokol
dimetakrilat.
Sifat resin akrilik gelombang mikro
- Proses lebih cepat, lebih bersih tetapi sangat mahal
- Estetika sangat bagus
- Minimal porositas karena tidak banyak menyerap cairan
- Biokompatibilitas tinggi
d) Resin Akrilik Cahay tampak ( Visible light cured )
Sifat resin akrilik cahay tampak
- Dapat berikatan secara fisiko mekanik
- Mempunyai kekuatan yang baik
- Dapat dikerjakan dengan mudah dan murah
- Tidak menyebabkan poerubahan dimensi
Aplikasi resin akrilik
1. Basis Protesa
a. Gigi Tiruan Lepasan dan Sebagian Lepasan
Resin Basis Protesa Teraktivasi dengan Panas (Heat Cured)
Bahan bahan teraktivasi dengan panas digunakan dalam pembuatan
hampir semua basis protesa. Energi termal yang diperlukan untuk
polimerisasi bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan
menggunakan perendaman air atau oven gelombang mikro
(microwave). Karena prevalensi dari resin ini, sistem teraktivasinya
dengan panas lebih di tekankan.
Waktu yang diperlukan bagi adukan resin mencapai tahap menyerupai
adonan disebut waktu pembentukan adonan. Spesifikasi ADA No.12
untuk resin basis protesa menyebutkan bahwa konsistensi ini diperoleh
kurang dari 40 menit sejak mulai proses pengadukan. Secara klinis,
kebanyakan resin mencapai konsistensi menyerupai adonan dalam
waktu kurang dari 10 menit.
Resin Basis Protesa Teraktivasi Secara Kimia (Self Cured)
Aktivator kimia mungkin juga digunakan untuk melangsungkan
polimerisasi basis protesa. Aktivasi kimia tidak memerlukan
penggunaan energi termal dan karena dpat dilakukan pada temperatur
ruang. Sebagai hasilnya, resin yang teraktivasi secara kimia sering
disebut sebagai resin cold curing, self curing atau otopolimerisasi.
Resin Basis Protesa Teraktivasi dengan Sinar (Light Cured)
Sinar yang dilihat oleh mata adalah aktivator, sementara
camphoroquinone bertindak sebagai pemulai polimerisasi. Resin basis
protesa komponen tunggal dipasok dalam bentuk lembaran dan benang
serta dibungkus dalam kantung kedap cahaya untuk mencegah
polimerisasi yang tidak diinginkan. Resin yang diaktifkan dengan sinar
tidak dapat dimasukkan dalam kuvet seperti cara konvensional
(Anusavice, 2003).
b. Basis untuk Pesawat Lepas Orthodontik (Space Maintainer)
Heat Cure Akrilik Resin
Heat cure resin memberi produk akhir yang keras, padat dan memiliki
warna yang stabil, bebas porous dan bila digunakan polimer yang tidak
berwarna, akan terbentuk bahan yan transparan dan bening. Pesawat
harus dibuat dalam bentuk malam dan ditanam serta resin diproses
dalam flask dibawah tekanan dan panas.
Self Cure Akrilik Resin
Penggunaan bahan akrilik yang dapat mengeras sendiri membuat
pesawat ortodonti dan dapat diperbaiki dan dirubah tanpa perlu
mengikuti prosedur normal dari waxing.
Kekurangan yang berhubungan dengan penggunaan self cure akrilik
adalah bahwa bahan sulit untuk dipoles sampai mengkilap, adanya
kecenderungan terbentuknya porous dan ketidakstabilan warna. Juga
kadang kadang ditemukan bahwa jaringan mulut sensitif terhadap
bahan ini. Penggunaan self cure akrilik akan sangat bermanfaat untuk
merawat pasien jika kecepatan merupakan faktor yang penting
(Adams, 1991).
2. Sendok Cetak Perorangan .
Selama ini dikenal beberapa macam sendok cetak antara lain: Sendok
cetak sipa pakai (Stock tray), Sendok cetak perorangan (Custom Tray)
dan sendok cetak siap pakai dengan modifikasi (Modified Stock Tray).
Kasus yang seluruh tepi jaringan mulutnya harus tercetak dengan tepat
atau ukurannya tidak biasa, memerlukan sendokcetak khusus, berupa
sendok cetak perorangan. Dengan penggunaan sendok cetak jenis ini,
ketebalan bahan dapat dikontol, dukungan pada bahan cetak lebih baik
karena bentuknya sesuai dengn rahang yang akan dicetak.
Sendok cetak ini dirasakan kurang praktis karena pasien harus dicetak
dua kali, pertama untuk membuat model malam yang jadi basis
pembuatan sendok cetak perorangan dan kedua untuk pencetakan yang
sebenarnya. Sendok cetak perorangan dapat dibuat dari resin akrilik,
guttapercha atau shellac base plate (Gunadi, 1991).
3. Restorasi Gigi Tiruan
a. Temporary crown
Mahkota penuh terbuat dari aluminium, resin, baja tahan karat atau
resin akrilik untuk melindungi gigi yang telah dipreparasi dan jringan
lunak disekelilingnya. Mudah dibuka, menjaga oklusi dan dipasang
pada gigi sambil menunggu penyelesaian restorasi permanennya
(Harty, 1995)
b. Temporary brigde
Gigi tiruan jembatan dibuat dari bahan bahan sementara (resin akrilik)
yang dipasang pada gigi yang telah dipreparasi selama menunggu gigi
tiruan jembatan permanen selesai dibuat (Harty, 1995)
c. Jacket crown
Mahkota penuh yang seluruhnya menutupi gigi yang telah dipreparasi
dan mempunyai bahu servikal. Dibuat dari porcelen atau resin akrilik
dan disemenkan pada gigi (Harty, 1995)
Syarat Resin Akrilik
Menurut Anusavice tahun 2003 syarat-syarat yang dibutuhkan untuk
resin akrilik yaitu :
a. Tidak toxic dan tidak mengiritasi.
b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.
c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada
bagian yang tipis.
d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena
stress tidaak mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent.
e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah
atau pecah jika terbentur atau jatuh.
f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehinnga acrylic dapat dipakai
sebagai bahan restorai yang cukup lama.
g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah
dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur.
i. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengann sinar
x jika tertelan.
j. Mudah direparasi jika patah.
k. Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya didalam
mulut.
l. Mudah dibersihkan.
Teknik manipulasi
1. Teknik Molding-Tekanan
Susunan gigi tiruan disiapkan untuk proses penanaman.
Master model ditanam didalam dental stone yang dibentuk dengan
tepat.
Permukaan oklusal dan insisal elemen gigi tiruan dibiarkan sedikit
terbuka untuk memudahkan prosedur pembukaan kuvet.
Penanaman dalam kuvet gigi tiruan penuh rahang atas. Pada tahap
ini, dental stone diaduk dan sisa kuvet diisi. Penutup kuvet
perlahan-lahan diletakkan pada tempatnya dan stone dibiarkan
mengeras. Setelah proses pengerasan sempurna, malam dikeluarkan
dari mould. Untuk melakukannya, kuvet dapat direndam dalam air
mendidih selama 4 menit. Kuvet kemudian dikeluarkan atau
diangkat dari air dan kedua bagian kuvet dibuka. Kemudian malam
luar dikeluarkan.Penempatan medium pemisah berbasis alginat
untuk melindungi bahan protesa (O’Brien, dkk., 1985).
2. Teknik Molding-Penyuntikan
Setengah kuvet diisi dengan adukan dental stone dan model master
diletakkan ke dalam stone tersebut. Stone dibentuk dan dibiarkan
mengeras.
Sprue diletakkan dalam basis malam.
Permukaan oklusal dan insisal gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka
untuk memudahkan pengeluaran protesa.
Pembuangan malam dengan melakukan pemisahan kedua kuvet
disatukan kembali.
Resin disuntikkan ke dalam rongga mold.
Resin dibiarkan dingin dan memadat.
Kuvet dimasukkan kedalam bak air untuk polimerisasi resin. Begitu
bahan terpolimerisasi, resin bahan dimasukkan ke dalam rongga mold.
Setelah selesai, gigi tiruan dikeluarkan, disesuaikan, diprose akhir,
dipoles (O’Brien, dkk., 1985)
Aspek – aspek yang mempengaruhi manipulasi
1. Perbandingan bubuk dan cairan
Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume
atau 2,5 : 1 satuan berat. Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua
bubuk sanggup dibasahi oleh cairan akibatnya akrilik yang telah
selesai berpolimerisasi akan bergranul dan adonan tidak akan mengalir
saat dipress ke dalam mold . Sebaliknya, cairan juga tidak boleh terlalu
banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan
akrilik , maka pengerutan selama polimerisasi akan lebih besar (dari
7% menjadi 21 % satuan volume ) dan membutuhkan waktu yang
lama untuk mencapai konsistensi dough dan dapat menimbulkan
porositas pada bahan gingiva tiruan (Anusavice ,2003).
2. Pencampuran
Setelah perbandingan tepat, maka bubuk dan cairan dicampur
dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga
mencapai fase dough .
Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase,
yaitu :
a. Sandy stage
Mula – mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.
b. Sticky stage
Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan.
c. Dough stage
Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya
tidak melekat lagi dan mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan
saat yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mold dalam
waktu 10 menit.
d. Rubbery stage
Bila adonan dibiarkan terlalu lama , maka akan terbentuk adonan
menyerupai karet dan menjadi kaku (rubbery – hard ) sehingga tidak
dapat dimasukkan ke dalam mould (Anusavice ,2003).
3. Pengisian
Sebelum pengisian dinding mould diberi bahan separator untuk
mencegah merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi
sehingga menghasilkan permukaan yang kasar, merekatnya dengan
bahan tanam gips dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin
akrilik.
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi
penuh dan saat dipress terdapat tekanan yang cukup pada mould.
Setelah pengisian adonan ke dalam mould penuh kemudian dilakukan
press pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould
terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian dilakukan press
terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit .
Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring
4. Kuring
Salah satu tehnik kuring mencakup proses pembuatan bahan
tiruan dalam water bath bertemperatur konstan yaitu 70 C selama 8
jam atau dengan cara dipanaskan pada suhu 70 C selama 1 jam 30
menit kemudian meningkatkan temperatur smapai 100 C
dipertahankan selama 1 jam (Anusavice, 2003).
Pemanasan pada suhu 100 C penting dilakukan untuk
mendapatkan kekuatan dan derajat polimerisasi resin akrilik yang
tinggi dan juga akan mengurangi sisa monomeryang tertinggal
Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin
akrilik kemudian dipanaskan di dalam water bath . Suhu dan lamanya
pemanasan harus dikontrol .
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring , yaitu :
a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna ,
memungkinkan mengandung monomer sisa tinggi.
b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer
mendidih pada suhu 100,3 C . Resin hendaknya tidak mencapai
suhu ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian monomer yang
belum bereaksi . Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis.
Maka apabila sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring
tiba – tiba dimasukkan ke dalam air mendidih , suhu resin bisa naik
di atas 100,3 C sehingga menyebabkan monomer menguap . Hal ini
menyebabkan gaseous porosity.
Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan .
Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar . Selama
proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-tiba karena
semalaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasksi antara gips dan
akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila
pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi kesempatan
keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin
dikeluarkan dari cetakan dengan hati – hati untuk mencegah patahnya
gingiva tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik.
Ada Dua Jenis Polimerisasi Resin Akrilik
1. Reaksi KondensasiReaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau
kondensasi berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi
kimia antara 2 atau lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa
untama bereaksi, seringkali dengan pembentukan produk sampingan
seperti air, asam halogen, dan ammonia. Pembentukan produk
sampingan ini adalah alasan mengapa polimerisasi pertumbuhan
bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi.
2. Reaksi Adisi
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan
komposisi selama polimerisasi tambahan/adisi. Makromolekul
dibentuk dari unit-unit yang kecil, atau monomer, tanpa perubahan
dalam komposisi, karena monomer dan polimer memiliki rumus
empiris yang sama. Dengan kata lain struktur monomer diulangi
berkali-kali dalam polimer (Anusavice, 2004)
Pada proses polimerisasi polimetil metakrilat terjadi reaksi
kimia berupa reaksi adisi. Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi
polimetil metakrilat berlangsung dengan tahap sebagai berikut
(Umriati, 2000):
a) Aktivasi dan Initiasi
Untuk berlangsungnya polimerisasi dibutuhkan radikal bebas,
yaitu senyawa kimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki
electron ganjil (tidak mempunyai pasangan). Radikal bebas tersebut
dibentuk misalnya, dalam penguraian peroksida, dimana satu molekul
benzoil peroksida dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal bebas
inilah yang menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut
inisiator. Sebelum terjadi inisiasi, inisiatornya perlu diaktifkan dengan
penguraian peroksida baik dengan sinar, ultraviolet, panas atau dengan
bahan kimia lain seperti tertian amina.
Proses yang terjadi pada tahap inisiasi adalah:
- Benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas
- Radikal bebas dapat terurai dan menghasilkan radikal bebas lain.
b) Propagasi
Stadium terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan monomer
dan mendorong terbentuknaya rantai polimer. Proses yang terjadi pada
tahap ini adalah:
- Radikal bebas bereaksi dengan monomer menjadi radikal bebas
sehingga monomer teraktifkan.
- Monomer teraktifkan dapat bereaksi dengan molekul monomer lain
dan seterusnya menjadi pertumbuhan rantai.
c) Terminasi
Tahap ini terjadi apabila dua radikal bebas bereaksi membentuk
suatu molekul yang stabil.Pertumbuhan rantai polimer merupakan
suatu proses random yaitu sebagian rantai tumbuh lebih cepat dan
sebagian terminasi sebelum yang lainnya sehingga tidak semua rantai
mempunyai panjang yang sama. Terjadi pergerakan rantai polimer dari
rantai yang satu ke rantai lainnya sewaktu menerima beban stress,
sehingga semakin panjang rantai polimer semakin sedikit monomer
sisa pada basis gigi tiruan dan proses polimerisadi lebih sempurna
(Umriati, 2000).
Manipulasi resin akrilik
Manipulasi Heat Cured Acrylic Perbandingan monomer dan polymer
akan menentukan sturktur resin. Perbandingan monomer dan polymer,
biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan berat. Bila
ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi oleh
monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain itu
juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi monomer
murni terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume. Pada adonan
acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer yang
benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka
kontraksi yang terjadi akan lebih besar.Pencampuran polymer dan
monomer harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik
atau gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan
supaya tidak terjadi polymerisasi awal.
Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).
Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).
Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat,
apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir
polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam polimer.
Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat
lekat hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita
inginkan.
Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih
banyak monomer yang menguap, terutama pada permukaannya
sehingga terjadi permukaan yang kasar.
Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah
menjadi keras dan getas pada permukaannya, sedang keadaan bagian
dalam adukan masih kenyal.Waktu dough (waktu sampai tercapainya
konsistensi liat) tergantung pada:
1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat
dan lebih cepat mencapai dough.
2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat
terbentuk konsistensi liat.
3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.
4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan
adonan dalam tempat yang dingin.
5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu
dough lebih singkat.
Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi
dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam
kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga
tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan
separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal
(CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai
tahap plastis (dough stage). Pemberian separator tersebut dimaksudkan
untuk:
a. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-
polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang
kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.
b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.
Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan :
- Cetakan terisi penuh.
- Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat
dicapai dengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam
cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan
berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat
menyebabkan terjadi shrinkage porosity. Ruang cetak diisi dengan
acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat
dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat
hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan
berulang-ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat. Cara
pengepresan yang benar adalah:
1. Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam
rongga cetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas
selofan.
Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan acrylic
dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan,
diselipi kertas selofan.
2. Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan
ditingkatkan menjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan
pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi kertas
selofan.
3. Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian
kuvet diambil dan dipindahkan pada begel.
Pemasakan (Curing)
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah
pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan
(curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam
pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan
suhu/temperature.
Metode pemasakan dapat dilakukan dengan tiga metode pemasakan
resin acrylic, yaitu:
1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi
air setinggi 5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas
nyala api hingga mencapai temperature 700C (dipertahankan selama
10 menit). Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 1000C
(dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan
dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian
kuvet dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali
(dipertahankan selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan
mendingin sampai temperature ruang.
3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian
kuvet dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali.
Setelah mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.
Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan dingin
secara perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan
kontraksi antara gips dan acrylic yang menyebabkan timbulnya stress
di dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan akan memberi
kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis. Selama
pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol
perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah
menguap, maka berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan
kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas pada
permukaan acrylic.
Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah:
1. Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat.
2. Penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak.
3. Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mdidih monomer
(100,30C).
Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-0,5%.
Pemasakan pada temperature yang terlalu rendah dan dalam waktu
singkat akan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini harus
dicegah, karena:
a. Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan
mulut.
b. Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin
menjadi lunak dan lebih flexible.
Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada
kekuatan dan sifat-sfat optic acrylic. Porositas yang terjadi dapat
berupa shrinkage porosity (tampak geleembung yang tidak beraturan
pada permukaan acrylic) dan gaseous porosity (berupa gelembung
uniform, kecil, halus dan biasanya terjadi pada bagian acrylic yang
tebal dan jauh dari sumber panas).
Permasalahan yang sering timbul pada acrylic yang telah mengeras
adalah terjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini
disebabkan adanya tensile stress ysng menyebabkan terpisahnya
moleku-molekul primer. Retak juga dapat terjadi oleh karena pengaruh
monomer yang berkontak pada permukaan resin acrylic, terutama pada
proses reparasi.
Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena :
1. Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengerigan
dan pembasahan denture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi
secara berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan pengganti tin-foil
untuk lapisan cetakan maka air dapat masuk ke dalam acrylic sewaktu
pemasakan; selanjutnya apabila air ini hilang dari acrylic maka dapat
menyebabkan keretakan.
2. Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi
termis antara denture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan
landasan denture acrylic;retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan
tersebut.
3. Kerja bahan pelarut; missal pada denture yang sedang direparasi,
sejumlah monomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan
keretakan.
Denture dapat mengalami fraktur atau patah karena:
1. Impact; missal jatuh pada permukaan yang keras.
2. Fatigue; karena denture mengalami bending secara berulang-ulang
selama
pemakaian.