Download - Refleksi Kasus 1 BPH
NAMA : Fidela Firwan Firdaus
NIM : 20080310018
RSUD : Panembahan Senopati Bantul
REFLEKSI KASUS
1. PENGALAMAN
Pasien datang ke poli bedah dikarenakan nyeri dan susah BAK 2 bulan yang lalu. Pasien mengeluh
sering BAK dan merasa BAK tidak tuntas 9 bulan yang lalu. Oleh dokter bedah didiagnosis BPH dan
pasien disarankan operasi.
2. MASALAH YANG DIKAJI
Bagaimana manajemen penatalaksanaan pasien dengan BPH ?
3. ANALISA KRITIS
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar
periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat walaupun secara histologi yang dominan adalah
hiperplasia.
Etiologi dari BPH belum dapat dimengerti secara lengkap, tetapi nampaknya multifactorial dan
diatur oleh sistem endokrin. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihydrotestosteron (DHT) dan proses aging (proses menua).
Tabel. Teori etiologi BPH
Teori Penyebab Efek Dihydrotestosteron ↑ 5-α reductase dan reseptor
androgen hiperplasia epitel dan stroma
Imbalans oestrogen-testosteron
↑ oestrogens ↓ testosteron hiperplasia stroma
Interaksi stromal – epitel
↑ epidermal growth factor/ fibroblast growth factor ↓ transforming growth factor β
hiperplasia epitel dan stroma
Penurunan kematian sel (↓ apoptosis)
↑ oestrogen ↑ waktu hidup sel stroma dan epitelium
Teori stem cells ↑ stem cells proliferasi transit cells
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien
kelompok tertentu. Pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful
waiting. Pasien dengan gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa. Pasien
dengan gejala berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi. Selain itu, indikasi dilakukan operasi adalah:
- Retensi urin berulang
- Infeksi saluran kemih berulang
- Gross hematuria berulang
- Batu buli-buli / divertikel
- Insufisiensi ginjal.
- Dilatasi traktus atas (hidroureter, hidronefrosis).
Tabel. Penatalaksanaan BPH
Observasi Watchful waiting Medikametosa -alpha blocker : terazosin, prazosin, tamsulsin, dll
-supresi androgen : 5α -reduktase inhibitor -fitoterapi
Operasi konvensional
-Transurethral resection of the prostate (TURP) -Transurethral incision of the prostate (TUIP)-Open simple prostatectomy
Invasif minimal -Laser -Transurethral electrovaporization of the prostate -Hyperthermia -Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA) -High Intensity focused ultrasound -Intraurethral stents -Transurethral balloon dilation of the prostate
1. Watchful waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom score
ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi tidak dapat
ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak
dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara
spontan.
2. Medikamentosa
a. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat
memperlihatkan respon kontaktil terhadap pengaruh penghambat alfa. Komponen yang
berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh
reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan
subyektif dan obyektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) BPH pada beberapa
pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu
paruhnya. Contoh penghamba alpha yang ada antara lain prazosin, terazosin, doxazosin dan
yang lebih baru tamslosin (blokade selektif pada reseptor α1a). Efek samping penghambat
apha antara lain hipotensi ortostaik, pusing, kelelahan, ejakulasi retrograd, rinitis dan sakit
kepala. Efek samping ini lebih sedikit pada penggunaan penghamba α1a yang lebih selektif.
b. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosterone
menjadi dehidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang
menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian
terapi ini selama 6 bulan, guna mendapat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi
20%) dan perbaikan pada gejala-gejala. Walupun begitu, perbakan gejala hanya terliat pada
prostat yang membesar >40 cm3. Efek samping termasuk penurunan libido, penurunan
volume ejakulat dan impotensi.
c. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan
medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Obat-
obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum
africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan
Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya.
3. Operasi konvensional
a. Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi.
Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari.
Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasive
minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%) dan
inkontinensia urin (<1%). Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan, striktur uretra atau
kontraktur leher buli, perforasi kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kasus yang berat,
sindrom TUR yang berakibat hipervolemi, hiponatremi karena absorpsi cairan irigasi yang
hipotonik (H2O). Manifestasi klinik sindrom TUR adalah mual, muntah, konfusi, hipertensi,
bradikardi dan gangguan visual. Risiko sindrom TUR meningkat pada waktu reseksi yang
melebihi 90 menit. Penatalaksanaanya termasuk pemberian diuresis dan pada kasus yag berat,
diberikan saline hipertonik.
b. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang kecil sering terjadi hyperplasia
komisura posterior (kenaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat
keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan morbiditas lebih sedikit
dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.
c. Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka
diperlukan. Prostat lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi
terbuka. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum bulibuli, batu
buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan
dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik. Simple suprapubic prostatectomy (Frayer)
dikerjakan melalui pembukaan buli-buli dan pemilihan metode ini berhubungan dengan
adanya patologi pada buli. Pada metode simple retropubic prostatectomy (Millin), buli tidak
dibuka dan incisi langsung dilakukan pada kapsul prostat.
4. Terapi minimal invasif
a. Laser
Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah Nd:YAG
dan holmium:YAG. Teknik coagulation necrosis salah satunya: transuretral laser-induced
prostatectomy (TULIP) yang dikerjakan dengan panduan ultrasonografi transrektal. Teknik
visual coagulative necrosis dikerjakan degan kontrol cystoscopic. Teknik visual contact
ablative dikerjakan dengan fiber yang diletakkan langsung bersentuhan dengan jaringan
prostat yang dvaporisasi. Teknik lainnya adalah Interstitial laser therapy.
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: kehilangan darah minimal, jarang terjadi
sindroma TUR, dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan, dan dapat
dilakukan out patient procedure. Sedangkan kerugian operasi dengan laser antara lain: sedikit
jaringan untuk pemeriksaan patologi, pemasangan kateter postoperasi lebih lama, lebih
iritatif, dan biaya besar.
b. Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus tegangan
tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra
pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR.
c. Hyperthermia
Hipertermia gelomban mikro dihantarkan melalui kateter transuretra. Alat lainnya
mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat pendingin tidak
diperlukan.
d. Transurethal needle ablation of the prostate
Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA) menggunakan kateter yang didesain
khusus melalui uretra. Jarum interstitial dengan frekuensi radio kemudian keluar dari ujung
kateter, melubangi mkosa uretra pars prostatika. Penggunaan frekuensi radio tersebut untuk
memanaskan jaringan sehingga megakibatkan nekrosis koagulatif.
e. High-intensity focused ultrasound
Metode ini dilakukan dengan meletakkan probe ultrasonografi didalam rektum yang akan
menampilkan gambaran prostat dan menghantarkan energi panas dari high-intensity focused
ultrasound, yang akan memanaskan jaringan prostat dan menjadi nekrosis koagulasi.
f. Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan endoskopi dan
dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.
g. Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa
prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40cm3).
Teknik ini jarang digunakan sekarang ini..
4. DOKUMENTASI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bapak DJ
Usia : 67 tahun
Alamat : Mantup, Banguntapan, Bantul
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
nyeri dan susah BAK 2 bulan yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan susah BAK 2 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sering
BAK dan merasa BAK tidak tuntas 9 bulan yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Jantung, Diabetes Melitus, Hipertensi, Asma dan alergi obat disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Baik, sadar, tak anemis
b. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 ºC
5. REFERENSI
1. Grace , Pierce A., Borley , Neil R . At a Glance Ilmu Bedah .ed. 3.2006.Jakarta : PT. Erlangga
2. Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit Kedokteran, EGC,
Jakarta, 1997
3. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.