Download - Referat Otitis
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media akut merupakan penyakit yang sering didiagnosis dan sering diberikan
antimikroba sebagai terapi di Amerika Serikat.1 Di Amerika Serikat, hampir semua anak-anak
dengan otitis media akut mendapat terapi obat antimikroba. Bagaimanapun, strategi “wathcful-
waiting”, dimana dalam tatalaksana ini diberikan pada anak-anak yang yang memilikki kondisi
tidak ada perbaikkan dengan pemberian obat, sudah diterapkan sejak lama di beberapa negara
eropa untuk kepentingan meminimalisasi penggunaan antibiotik. Di Belanda dan Skotlandia,
strategi ini sudah disarankan untuk anak-anak seusia 6 bulan.2 Pada tahun 2004, pedoman klinis
yang dibuat oleh “American Academy of Pediatrics” dan “American Academy of Family
Physycian” menyetujui strategi ini sebagai pilihan terapi pada anak-anak seusia 6 bulan-23 bulan
dan penyakitnya tidak parah (adanya otalgia yang sedang dan suhu tubuh kurang dari 39oC
selama 24 jam pertama) dan pada diagnosis otitis media akut yang belum pasti.3 Rekomendasi
yang sama, tapi tanpa kriteria penetapan diagnosis yang pasti, sudah dimunculkan oleh
“Infectious Disease and Immunization Committee of the Canadian Paediatric Society”.
Adopsi dari strategi “wathcful-waiting” sudah didasarkan pada uji klinis yang
menunjukkan tingginya angka perbaikkan spontan pada anak-anak dengan otitis media akut.
Bagaimanapun, pada uji tersebut, uji coba awal yang melibatkan anak-anak dengan otitis media,
ada beberapa keterbatasan, kebanyakan adalah kurangnya kriteria diagnostik, sample anak-anak
yang terlalu sedikit dan penggunaan obat antimikroba yang memilikki tingkat keberhasilan yang
terbatas atau yang digunakan dibawah dosis optimal. Selain itu, tingkat perbaikkan spontan sama
dengan tingkat yang ada pada studi anak-anak yang menerima plasebo tidak seragam. Oleh
karena itu, untuk anak-anak dengan otitis media akut, permasalahan penggunaan antimikroba
dini masih belum jelas. Melalui referat ini, kami ingin membahas tentang uji klinis untuk
menentukan pengaruh penggunaan antibiotik pada gejala dan tanda otitis media akut tanpa
memandang derajat keparahan, pada anak-anak usia 6 sampai 23 bulan dengan diagnosis otitis
media akut. Anti mikroba yang digunakan adalah amoxicillin-klavulanat karena memilikki
tingkat efektifitas yang tinggi terhadap otitis media akut.4
1
BAB II
ANATOMI DAN KELAINAN TELINGA TENGAH
A. Anatomi Umum Telinga
Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau cavum tympani, dan telinga dalam
atau labyrinth.
Telinga luar terdiri atas dua bagian yaitu aurikula dan meatus akustikus eksternus:
a. Aurikula, atau daun telinga, mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi
mengumpulkan getaran suara, terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang
ditutupi kulit. Aurikula memiliki otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya dipersarafi
oleh N. facialis.
b. Meatus akustikus eksternus, atau liang telinga, merupakan sebuah tabung berkelok
yang menghubungkan aurikula dengan membran timpani. Pada orang dewasa
panjangnya sekitar 1 inci. Rangka sepertiga luar meatus adalah kartilago elastis, dan
dua pertiga dalamnya adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng tympani. Meatus
dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea,
dan glandula seruminosa. Glandula seruminosa merupakan modifikasi kelenjar
keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna cokelat kekuningan.
2
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa os temporalis yang
dilapisi oleh membran mukosa. Ruangan ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membran tympani ke perilimfe telinga dalam.
Membran tympani merupakan membran fibrosa tipis berwarna kelabu mutiara. Letaknya
miring, menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar
cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk dari perlekatan membran
tympani dengan malleus. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini
menghasilkan kerucut cahaya yang memancar ke anteroinferior umbo.
3
Membran tympani berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 1 cm. Pinggirnya tebal dan
melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus tympanicus, di bagian atasnya
berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan
posterior yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran
tympani yang dibatasi oleh plica-plica tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya
tegang dan disebut pars tensa. Membran tympani sangat peka nyeri, dipersarafi oleh N.
auriculotemporalis dan ramus auricularis N. vagus.
Tulang-tulang pendengaran terdiri atas malleus, incus, dan stapes. Selain itu, di cavum
tympani juga terdangar otot-otot yang menunjang fisiologi pendengaran, yaitu musculus tensor
tympani dan musculus stapedius.
a. M. Tensor tympani, berorigo di kartilago tuba Eustachii dan berinsersi pada malleus,
ketika berkontraksi akan meredam gerakan malleus dengan cara lebih menegangkan
membran tympani.
b. M. Stapedius, berorigo pada dinding posterior cavum tympani dan berinsersi pada stapes,
ketika berkontraksi akan menarik stapes.
Ketika telinga mendengar suara yang amat keras, kedua otot ini akan berkontraksi
sehingga mengurangi hantaran suara di tulang-tulang telinga.
Telinga tengah juga berhubungan dengan beberapa bagian tubuh yang lain, seperti
berhubungan dengan nasofaring lewat tuba auditiva Eustachii, yang berfungsi menyeimbangkan
tekanan udara di dalam cavum tympani dengan nasofaring. Selain itu terdapat pula aditus ad
antrum yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga mastoid. Rongga mastoid sendiri
terletak di belakang cavum tympani.
Telinga dalam terletak medial terhadap telinga tengah, terdiri atas labirin ossea dan
labirin membranosa.
4
Labirin ossea merupakan labirin tulang, yang di dalamnya terdapat labirin membranosa.
Labirin membranosa berisi endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Berikut adalah bagian-
bagian labirin ossea dengan bagian labirin membranosa di dalamnya:
a. Vestibulum, yang terdiri atas utrikulus dan sakulus. Organ ini berfungsi dalam sistem
keseimbangan statis dan statokinetik.
b. Kanalis semisirkularis superior, posterior, dan lateral. Kanalis ini berisi duktus
semisirkularis.
c. Koklea, berbentuk seperti rumah siput, memiliki bagian-bagian yaitu skala vestibuli dan
skala timpani, yang berfungsi menghantarkan getaran suara sampai ke saraf sensori
telinga. Di dalam koklea terdapat duktus koklearis. Epitel-epitel duktus koklearis yang
letaknya di atas membrana basilaris membentuk organ Corti.5
Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
5
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan
bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan
kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4
cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.
Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian
tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada
dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak
kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak,
tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring
ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan
kelenjar mucus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari
epitel silinder berlapis dengan sel silinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke
arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatine
2. M. elevator veli palatine
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
6
Gambar 8. Tuba Eustachius
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase
sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari
nasofaring ke kavum timpani.
B. Kelainan Telinga Tengah
I. GANGUAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS
Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal seperti tuba terbuka secara
abnormal, dan obstruksi tuba.
1. Tuba terbuka abnormal
Tuba terbuka abnormal adalah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara masuk ke telinga
tengah waktu respirasi. Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau
autofoni (gema suara sendiri terdengar lebih keras). Keluhan ini kadang-kadang sangat
mengganggu, sehingga pasien mengalami stres berat.
2. Obstruksi tuba
Obstruksi tuba dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di nasofaring,
peradangan adenoid atau nasofaring. Gejala klinik awal yang timbul pada penyumbatan tuba
oleh tumor adalah terbentuknya cairan pada telinga tengah (otitis media serosa).
II. BAROTRAUMA (AEROTITIS)
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar
telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam yang menyebabkan tuba gagal untuk
membuka. Keluhan pasien berupa kurang dengar, autofoni, perasaan ada air di dalam telinga dan
kadang-kadang tinitus dan vertigo.
III. OTITIS MEDIA
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Ahli membagi otitis media menjadi otitis media
supuratif (otitis media akut (oma), otitis media superatif kronis (omsk)), dan otitis media non
supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria otitis media musinosa, otitis media efusi).
IV. OTOSKLEROSIS
7
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis
di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran
suara ke labirin dengan baik.6
8
BAB III
PEMBAHASAN
OTITIS MEDIA AKUT
1. Definisi
Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.6
2. Epidemiologi
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan
atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 thn sekitar 62%,
sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak
mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari
mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.7
3. Etiologi
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan
tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah terganggu juga sehingga terjadi peradangan. Hal-hal yang menyebabkan
sumbatan pada muara tuba antara lain, infeksi saluran pernafasan, alergi, perubahan tekanan
udara tiba-tiba, tumor, dan pemasangan tampon yang menyumbat muara tuba.
Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling
sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,
Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),
Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba Eustachiusnya
pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.6,8
9
4. Patogenesis
Patogenesis terjadi otitis media
OMA – OME – OMSK / OMP
Sembuh / normal
f. tuba tetap
terganggu
Gangguan tuba Tekanan Efusi OME
Negatif telinga Infeksi (-)
Tengah
Etiologi :
Perubahan tekanan udara tiba-tiba
Alergi
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Tampon
Tumor
OMA
Sembuh OME OMSK/OMP
10
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui
saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran
dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu
telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi
otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan
dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak
adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.6
5. Stadium
OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran membran timpani yang
diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi.6
Pada stadium oklusi tuba Eustachius perdapat gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Membran timpani berwarna
normal atau keruh pucat dan sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi
dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.6
11
Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran
timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah
penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-
100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.6
Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superfisila serta terbentuk eksudat purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah
yang lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain antibiotik,
pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang. Miringotomi ialah tindakan insisi
pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga
luar.6
Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian
antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur.
Keluar nanah dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi lebih
tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. sering terlihat sekret banyak keluar dan
kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.6
Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.6
12
6. Diagnosis
6.1 Anamnesis
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga,
keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil
gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak
gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai tertidur dengan tenang.6
Pada penelitian dikatakan bahwa anak-anak dengan OMA biasanya hadir dengan riwayat
onset yang cepat dan gejala seperti otalgia, rewel pada bayi atau balita, otorrhea, dan/atau
demam6,8. Dalam sebuah survei di antara 354 anak-anak yang mengunjungi dokter untuk
penyakit pernapasan, demam, sakit telinga, dan menangis yang berlebihan sering didapatkan
dengan OMA (90%). Namun, gejala ini juga terdapat pada anak tanpa OMA (72%). Gejala lain
dari infeksi virus pernapasan atas, seperti batuk dan hidung tersumbat, sering mendahului atau
menyertai OMA dan tidak spesifik juga. Dengan demikian, sejarah klinis saja tidak bisa untuk
menilai adanya OMA, terutama pada anak muda.9
6.2 Pemeriksaan Fisik
Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan inflamasi
diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan pasti. Untuk melihat membran timpani dengan
baik adalah penting bahwa serumen yang menutupi membran timpani harus dibersihkan dan
dengan pencahayaan yang memadai. Temuan pada otoskop menunjukkan adanya peradangan
yang terkait dengan OMA telah didefinisikan dengan baik. Penonjolan (bulging) dari membran
timpani sering terlihat dan memiliki nilai prediktif tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan
(bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari OMA.10
Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten dan disebabkan oleh edema dari
membran timpani. Kemerahan dari membran timpani yang disebabkan oleh peradangan mungkin
13
hadir dan harus dibedakan dari eritematosa ditimbulkan oleh demam tinggi. Ketika kehadiran
cairan telinga bagian tengah sulit untuk menentukan, penggunaan timpanometri dapat membantu
dalam membangun diagnosis.
6.3 Pemeriksaan Penunjang
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap
gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi
perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan
riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang
tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi. Untuk menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga diperlukan pemeriksaan
timpanometeri pada pasien.6
7. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi, penggobatan
terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif pada
telinga tengah hilang, sehingga diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan
fisiologik untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk anak > 12
tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati antibiotik diberikan jika
penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi
Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin
intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi
mastoiditis yang terselubung,. Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kkekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka
diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/kgBB per hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mb/kgBB dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari
14
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejal – gejala klinis lebih
cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya
sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3 – 5 bhari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan
tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini
dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah. Pada keadaan demikian,
antibiotika dapat dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setrelah pengobatan sekret masih
tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
8. Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub-periosteal
sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Namun, sekarang setelah
adanya antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK jika perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua
bulan.6
15
BAB IV
KESIMPULAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa
telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak
yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung
maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.
Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-tanda efusi
telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya membran
timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang
membran timpani, cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah,
kemerahan pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal(14). Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan inflamasi
diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan OMA,
penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari OMA.
Harus dapat membedakan antara OMA dan OME, OME terbatas pada keadaan dimana
terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani tanpa radang. Bila efusi tersebut
berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai tanda radang disebut OMA.
Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk antibakteri Perawatan atau
Observasi pada Anak Dengan OMA, apabila anak <6 tahun dapat diberi antibiotik walaupun
diagnosis belum pasti, usia 6bulan-2tahun kalau sudah pasti diagnosisnya OMA dapat diberi
antibakteri dan kalau belum pasti bisa diberi antibakteri apabila gejala makin berat dan observasi
bila gejala ringan. Untuk usia >2tahun, bisa diberi antibakteri bila gejala makin berat dan
observasi jika gejala ringan, dan apabila diagnosis belum pasti bisa di observasi dahulu.
Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan antibakteri pada
anak-anak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam. Keputusan untuk mengamati atau mengobati
didasarkan pada usia anak, kepastian diagnostik, dan tingkat keparahan penyakit. Pilihan pertama
pemberian antibiotik pada OMA adalah dengan amoxycilin
16
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Finkelstein JA, Metlay JP, Davis RL,Rifas-Shiman SL, Dowell SF, Platt R.
Antimicrobialuse in defined populations of infants and young children. Arch Pediatr
Adolesc Med 2000;154:395-400.
2. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and management of childhood
otitis media in primary care. Guideline no. 66. Edinburgh: Royal College of Physicians in
Edinburgh, 2003. (http://www.sign.ac.uk/guidelines/fulltext/66/index.html.)
3. American Academy of Pediatrics Subcommittee on Management of Acute Otitis Media.
Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics 2004;113:1451-65.
4. Hoberman A, Dagan R, Leibovitz E, et al. Large dosage amoxicillin/clavulanate,
compared with azithromycin, for the treatment of bacterial acute otitis media in children.
Pediatr Infect Dis J 2005;24:525-32.
5. Sumber: Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta: EGC;
2006.
6. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung,
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
7. Epidemiology of acute otitis media. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
8. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org
9. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP, Vierimaa E. Lack of
specific symptomatology in children with acute otitis media. Pediatr Infect Dis
J.1994;13 :765– 768
10. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of diagnosis and
management of otitis media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :539
17