KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Kantor Bank Indonesia Palembang
Triwulan III - 2010
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,
dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya
serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya.
Palembang, November 2010
Ttd
Endoong Abdul Gani Pemimpin
Daftar Isi
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Daftar Isi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK ix
INDIKATOR EKONOMI xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan 7
Suplemen 1 ANOMALI CUACA MENURUNKAN PRODUKTIVITAS DAN KUANTITAS KOMODITAS UNGGULAN SUMSEL 9
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan 13
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan 19
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan 20
1.5. Struktur Ekonomi 22
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 24
1.6.1. Perkembangan Ekspor 24
1.6.2. Perkembangan Impor 26
Suplemen 2 KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENINGKAT; PENGARUH MEMBAIKNYA KONDISI EKONOMI SECARA MAKRO? 28
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 33
2.1. Inflasi Tahunan 33
Daftar Isi
iv
Suplemen 3 RESUME HASIL QUICK SURVEY KENAIKAN TDL: DAMPAK KENAIKAN TDL TERHADAP SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI SUMBAGSEL 38
2.2. Inflasi Bulanan 40
Suplemen 4 MEMANTAU INFLASI SECARA MINGGUAN MELALUI SURVEI PEMANTAUAN HARGA 43
Suplemen 5 HARGA-HARGA VOLATILE FOODS SEMAKIN BERGEJOLAK 47
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 51
3.1. Kondisi Umum 51
3.2. Kelembagaan 52
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 52
3.3.1. Penghimpunan DPK 52
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 53
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 54
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 54
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 56
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 57
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (MKM) 59
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan 60
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 60
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 61
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 62
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 62
3.7. Rentabilitas Perbankan 64
3.8. Kelonggaran Tarik 64
3.9. Risiko Likuiditas 65
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah 65
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 67
Suplemen 6 PERBANDINGAN AKTIVITAS PERBANKAN ANTAR WILAYAH 68
Daftar Isi
v
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 69
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan 69
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan 72
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 75
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 75
5.2. Perkembangan Perkasan 78
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 79
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 81
6.1. Ketenagakerjaan 81
6.2. Pengangguran 83
6.3. Tingkat Kemiskinan 84
6.4. Nilai Tukar Petani 86
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 88
6.6. Rasio Gini Provinsi Sumatera Selatan 88
BAB 7 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 91
7.1. Pertumbuhan Ekonomi 91
7.2. Inflasi 94
7.3. Perbankan 96
DAFTAR ISTILAH
Daftar Isi
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Daftar Tabel
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 8
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 13
Tabel 1.3 Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Padi Provinsi Sumatera Selatan (dalam Ha) 15
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 20
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 22
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%) 23
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) 23
Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD) 24
Tabel 1.9 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 24
Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 26
Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 26
Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 54
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 55
Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 58
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan III 2010 64
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 66
Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010 (Rp Miliar) 70
Tabel 4.2 Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2009 dan Triwulan III 2010 (Rp Miliar) 71
Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan 77
Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar) 78
Tabel 5.3 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 79
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2008 - Februari 2010 81
Daftar Tabel
viii
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2008 - Februari 2010 82
Tabel 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2008 - Februari 2010 83
Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010 84
Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2010 85
Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2010 86
Tabel 6.7 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 87
Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 87
Tabel 6.9 IPM 2007-2008 Menurut Provinsi 88
Tabel 6.10 Rasio Gini 2007-2009 Menurut Provinsi 89
Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan III 2010 92
Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 (dalam persentase) 94
Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan IV 2010 97
Daftar Grafik
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000 7
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi 11
Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih 11
Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel 12
Grafik 1.5 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000 13
Grafik 1.6 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010 14
Grafik 1.7 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 14
Grafik 1.8 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan 14
Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi Semen 15
Grafik 1.10 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara 16
Grafik 1.11 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel 16
Grafik 1.12 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Bermotor 16
Grafik 1.13 Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar dan Jumlah Wisatawan 16
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 17
Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 17
Grafik 1.16 Perkembangan Penjualan LPG 18
Grafik 1.17 Perkembangan Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangga 18
Grafik 1.18 Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerintah 18
Grafik 1.19 Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri 18
Grafik 1.20 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 19
Grafik 1.21 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 19
Grafik 1.22 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama 20
Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 21
Grafik 1.24 Perkembangan Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel 21
Grafik 1.25 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan 22
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 25
Grafik 1.27 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 25
Daftar Grafik
x
Grafik 1.28 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan 25
Grafik 1.29 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Jun 10 - Agt 10 25
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 27
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 27
Grafik 1.32 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal 27
Grafik 1.33 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Jun 10 - Agt 10 27
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang 33
Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan III 2010 33
Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 34
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 35
Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan 36
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods, Administered Prices 36
Grafik 2.7 Perbandingan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 36
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang 40
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa 41
Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan 42
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices 44
Grafik 2.12 Event Analysis Inflasi Kota Palembang September 2009 - September 2010 45
Grafik 2.13 Perbandingan Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan YAD 45
Grafik 2.14 Perbandingan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional 45
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan 51
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan 52
Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan 53
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan III 2010 di Provinsi Sumatera Selatan 53
Daftar Grafik
xi
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010 56
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan 57
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan III 2010 57
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010 Berdasarkan Wilayah 58
Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Menurut Penggunaan 59
Grafik 3.10 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit 59
Grafik 3.11 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan 60
Grafik 3.12 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan 61
Grafik 3.13 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan 62
Grafik 3.14 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 62
Grafik 3.15 Perkembangan NPL Menurut Kelompok Bank 63
Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional Menurut Sektor Ekonomi Triwulan III 2010 63
Grafik 3.17 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 64
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 65
Grafik 3.19 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 67
Grafik 3.20 Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 67
Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010 71
Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010 71
Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan 72
Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan 72
Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan 73
Grafik 4.6 Perkembangan Penerimaan BPHTB Sumatera Selatan 73
Grafik 5.1 Perkembangan Kliring Sumsel 75
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Kliring vs Kredit Modal Kerja (KMK) 76
Grafik 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja 76
Grafik 5.4 Perkembangan RTGS Sumsel 76
Grafik 5.5 Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring Sumsel 77
Daftar Grafik
xii
Grafik 5.6 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong Sumsel 77
Grafik 5.7 Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2009-2010 78
Grafik 5.8 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 79
Grafik 5.9 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010 80
Grafik 6.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 86
Grafik 6.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia 87
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 91
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 95
Indikator Ekonomi
xiii
INDIKATOR EKONOMI
A. Inflasi dan PDRB
Indikator Ekonomi
xiv
B. Perbankan
Indikator Ekonomi
xv
Lanjutan
C. Sistem Pembayaran
Indikator Ekonomi
xvi
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
III/10 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan
Abstraksi
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2010 terkendala oleh hambatan di sisi suplai. Perekonomian tumbuh moderat namun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi antara lain terhambat oleh kendala menipisnya bahan baku sehubungan dengan adanya anomali cuaca yang menurunkan produksi komoditas primer, kenaikan biaya sehubungan dengan naiknya tarif listrik, serta realisasi fiskal yang masih cenderung bersifat kontraktif. Meskipun demikian, perekonomian masih tertopang dengan baik oleh realisasi investasi serta terjaganya optimisme terhadap prospek perekonomian. Inflasi cenderung meningkat seiring lonjakan harga volatile foods yang semakin hari semakin bergejolak, dan dibarengi dengan kecenderungan meningkatnya core inflation secara gradual. Di sisi lain, dunia perbankan masih tumbuh dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit meski berbarengan dengan semakin lebarnya spread suku bunga. Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai mengkonfirmasi masih intensnya aktivitas perekonomian.
Pada triwulan IV 2010, perekonomian diperkirakan masih terpengaruh kondisi cuaca dan kenaikan biaya produksi. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan akan berlanjut pada level yang relatif konstan terdorong oleh sektor konstruksi walaupun secara agregat kendala di sisi suplai masih mengganggu untuk sektor industri pengolahan berbasis pertanian. Harga komoditas unggulan tetap tinggi, investasi dan pengeluaran pemerintah tetap tinggi merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, namun anomali cuaca yang menipiskan ketersediaan bahan baku dan kenaikan tarif listrik membuat kegiatan produksi tidak maksimal. Tekanan inflasi diprediksi meningkat seiring tingginya ekspektasi inflasi serta adanya perayaan Natal dan tahun baru. Perbankan diperkirakan tumbuh konstan karena tetap terjaganya kondisi finansial secara makro dan prospek perekonomian, walaupun terdapat potensi terlambatnya investasi karena adanya kenaikan biaya. Frekuensi dan nilai transaksi tunai maupun non tunai diprediksi akan tinggi ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat.
Ringkasan Eksekutif
2
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan III 2010 sebesar 5,3% (yoy). Laju pertumbuhan tersebut tergolong moderat namun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Terus membaiknya kondisi perekonomian telah memungkinkan terjadinya peningkatan penjualan, ekspansi pasar, rencana realisasi investasi maupun terbentuknya optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum. Meskipun demikian, terdapat pula beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha, antara lain: (i) keterbatasan bahan baku crumb rubber akibat penurunan produksi karet, (ii) tingginya curah hujan yang berdampak pada penurunan produksi maupun kualitas produksi (khususnya pada sub sektor perkebunan), (iii) Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), (iv) meningkatnya persaingan usaha, (v) masalah regulasi, dan (vi) keterbatasan anggaran baik untuk pemeliharaan sarana irigasi maupun untuk menopang kegaitan produksi komoditas unggulan
Kinerja dunia usaha pada triwulan III 2010 menunjukkan perbaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas primer seperti sawit dan karet. Kondisi tersebut juga berdampak positif terhadap peningkatan daya beli masyarakat dan permintaan terhadap barang dan jasa.
Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang pada triwulan III - 2010 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai 114,09, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat indeks rata-rata sebesar 113,50. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IKESI) yang juga meningkat, yakni dari 105,96 menjadi 108,22 pada triwulan ini. Di sisi lain, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sedikit menurun dari sebesar 121,04 menjadi 119,96. Apabila dibandingkankan dengan indeks pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, seluruh indeks yang meliputi IKK, IKESI dan IEK mengalami penurunan.
Relatif tingginya harga-harga komoditas unggulan di pasar internasional tidak cukup membantu sektor pertambangan dan penggalian untuk tidak terpuruk pada triwulan ini. Hasil monitoring pada beberapa pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pelaku usaha (bahkan beberapa pelaku usaha mengalami penurunan lifting minyak) serta tingginya harga bahan baku masih merupakan penyebab kurang optimalnya produktivitas subsektor pertambangan.
Ringkasan Eksekutif
3
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan III 2010 secara tahunan didorong oleh net ekspor dengan andil sebesar 3,3%. Pertumbuhan ekspor mengalami akselerasi dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, impor juga tercatat mengalami akselerasi dibandingkan dengan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya. Konsumsi mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya. Seluruh komponen konsumsi relatif mengalami perbaikan kecuali pada komponen konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan.
Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan III 2010 sebesar 4,57% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,62% (yoy). Tekanan peningkatan inflasi semakin terasa jika dibanding angka inflasi triwulan yang sama tahun lalu inflasi yang tercatat sebesar 1,30% (yoy). Kendati kenaikan inflasi tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia yang sebesar 3,96±1%, angka tersebut telah berada di atas median proyeksi.
Tekanan inflasi tahunan pada triwulan III 2010 antara lain bersumber dari kenaikan biaya listrik yang ditransmisikan melalui peningkatan harga jual berbagai jenis barang. Selain itu juga, efek musiman telah mendorong permintaan barang, khususnya bahan makanan dan makanan jadi, pada bulan puasa dan Idul Fitri. Kenaikan biaya pendidikan khususnya tarif akademi/perguruan tinggi juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi. Kelompok sandang mengalami inflasi yang moderat seiring kenaikan harga emas di pasar internasional, kelompok kesehatan mengalami peningkatan sekitar 0,5% pada bulan Juli. Sementara itu, kelompok transportasi juga mengalami peningkatan harga pada bulan Juli dan September bersamaan dengan meningkatnya permintaan angkutan antar kota pada saat Idul Fitri.
Menurut hasil quick survey “Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap Sektor Industri Pengolahan”, 84% responden di Palembang merasakan dampak kenaikan TDL. Kenaikan harga yang dilakukan oleh pelaku usaha industri pengolahan di Palembang adalah sebesar 7,50%. Penurunan margin yang harus dilakukan karena adanya kenaikan TDL menurut pelaku usaha industri pengolahan di Palembang adalah sebesar 5,22%. Sebagian besar responden di Palembang berencana menaikkan harga jual pada awal tahun 2011 yang pada umumnya disebabkan oleh adanya ikatan kontrak sampai dengan akhir tahun 2010. Namun demikian, responden juga banyak yang berencana untuk meningkatkan harga jual pada bulan September –Oktober 2010 serta bulan Desember 2010.
Ringkasan Eksekutif
4
Core inflation bulanan mulai menunjukkan tendensi peningkatan yang gradual setelah sebelumnya bergerak di kisaran sangat rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, dan mengalami inflasi hampir 3% (mtm) pada bulan September 2010.
Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 2,89% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas cukup bervariasi. Untuk komponen volatile foods, harga beras dan daging ayam mengalami tendensi peningkatan Di sisi lain, cabe merah dan minyak goreng mengalami penurunan harga. Sementara itu, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan. Selain itu, harga emas perhiasan juga meningkat.
Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan III 2010 (Agustus 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit/pembiayaan mengalami peningkatan seiring dengan baiknya prospek ekonomi domestik. Dibandingkan periode sebelumnya, wilayah selain Palembang cenderung lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, sehingga dapat mendukung konvergensi perekonomian antar wilayah.
Realisasi pendapatan sebesar 75,30% dari anggaran yang sebesar Rp3.131,67 miliar. Sementara realisasi belanja sebesar 50,85% dari anggaran sebesar Rp3.225,41 miliar. Realisasi belanja maupun penerimaan periode ini tercatat lebih baik dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, realisasi fiskal tersebut secara umum masih cenderung bersifat kontraktif, karena realisasi belanja yang masih cenderung lebih lambat dibandingkan realisasi penerimaan.
Aktivitas kliring mengalami peningkatan dari sisi jumlah warkat dan nominal dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya. Tingginya aktivitas kliring sejalan dengan tingginya penyaluran kredit modal kerja. Modal yang disalurkan memiliki dampak positif terhadap peningkatan aktivitas kliring seiring bergulirnya kegiatan ekonomi antar pelaku usaha. Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai pada triwulan ini diiringi dengan meningkatnya cek dan bilyet giro kosong dari sisi jumlah warkat, sedangkan dari sisi nominal mengalami penurunan, yang
Ringkasan Eksekutif
5
mengindikasikan kelompok grassroot. Net-inflow diperkirakan terjadi karena relatif tingginya inflow selama triwulan berjalan yang salah satunya disebabkan aktivitas perekonomian yang relatif tinggi sehingga berdampak pada meningkatnya inflow secara triwulanan di atas angka 50%.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2010 diprediksi akan cenderung konstan dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011, tingginya harga komoditas di pasar internasional dan peningkatan investasi swasta, namun terdapat beberapa faktor risiko dari sisi suplai, yaitu yang muncul dari meningkatnya tarif listrik, penurunan produksi komoditas terkait musim kemarau basah pada triwulan sebelumnya, dan adanya penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor CPO. Secara musiman, perekonomian pada triwulan IV 2010 akan menurun karena faktor masuknya kembali musim hujan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan IV 2010 diperkirakan akan cenderung konstan pada kisaran 5,4 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh negatif di kisaran 4,3 ± 1%. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,5 ± 1%. Namun demikian, laju pertumbuhan triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan memberikan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2010 secara riil akan melambat, yaitu menjadi sebesar 1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,3% (qtq,sa).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2010 bervariasi dibandingkan proyeksi sebelumnya. Berdasarkan IMF, proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat direvisi menurun. Sebaliknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan India direvisi meningkat. Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina, tetap diperkirakan tumbuh tinggi seperti proyeksi semula yaitu sebesar 10,5%.
Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan secara moderat, yang didorong oleh ekspektasi excess demand pangan karena adanya kemarau basah, serta dampak lanjutan kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil survei konsumen dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan IV 2010 akan berada pada kisaran 5,24±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan
Ringkasan Eksekutif
6
(qtq) diperkirakan akan menurun menjadi 0,90±0,5%. Namun demikian, proyeksi tersebut saat ini mempunyai kecenderungan bias ke atas karena adanya risiko dampak perubahan iklim dan bencana alam melalui gangguan pada distribusi dan pasokan.
Pada bulan Oktober diperkirakan terjadi penurunan harga secara tipis karena penyesuaian kembali harga beberapa jenis barang/jasa pasca lebaran. Di bulan November, kenaikan harga akan kembali terjadi menyusul potensi gangguan distribusi dan pasokan barang seiring dengan curah hujan yang tinggi dan bencana alam di beberapa daerah. Pada akhir tahun, tekanan kenaikan harga akan muncul pada liburan Natal dan tahun baru, termasuk dari kelompok transportasi.
Kinerja perbankan pada triwulan IV 2010 diproyeksikan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2010 dengan tingkat pertumbuhan yang relatif stabil, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2010 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 5,7% ± 1% (qtq). Penyaluran kredit yang meningkat tersebut diprediksi tidak akan merubah tingkat Non Performing Loan (NPL) secara signifikan. Walaupun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya margin pasca naiknya tarif listrik, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB
Provinsi Sumsel ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
• Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan III 2010 sebesar 5,3% (yoy) ditopang oleh kenaikan ekspor dan stabilnya kinerja sektor industri pengolahan.
• Sektor pertanian tumbuh relatif rendah akibat kondisi cuaca yang lebih ekstrem dibandingkan tahun sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan III
2010 sebesar 5,3% (yoy), melambat dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya
yang mencetak pertumbuhan sebesar 5,7% (yoy).
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) 2000 pada triwulan ini
mencapai Rp16,7 triliun, lebih t inggi
dibandingkan PDRB periode yang sama
pada tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp15,9 triliun. Tingginya laju
perekonomian di Sumsel terkonfirmasi
oleh survei bisnis yang menunjukkan
kondisi usaha secara umum semakin
membaik.
Terus membaiknya kondisi perekonomian telah memungkinkan terjadinya
peningkatan penjualan, ekspansi pasar, rencana realisasi investasi maupun terbentuknya
optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum. Meskipun demikian,
terdapat pula beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha, antara lain:
(i) keterbatasan bahan baku crumb rubber akibat penurunan produksi karet, (ii) tingginya
curah hujan yang berdampak pada penurunan produksi maupun kualitas produksi
(khususnya pada sub sektor perkebunan), (iii) Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL),
(iv) meningkatnya persaingan usaha, (v) masalah regulasi, dan (vi) keterbatasan anggaran
BAB 1
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
8
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yo y) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
Lapangan Usaha
2009 2010
III IV I II III
Pertanian 4.2 6.3 9.0 4.6 2.6
Pertambangan dan Pe nggalian 2.3 0.8 0.6 1.5 1.4
Industri Pengola han 2.4 5.2 4.9 5.9 6.4
LGA 3.5 10.4 13.9 5.5 7.1
Banguna n 8.2 8.7 7.0 8.5 10.0
PHR 2.4 4.3 5.6 6.5 7.1
Pengangkutan & Komunikasi 12.7 12.3 12.5 13.9 15.0
Keu., Persewaan & Js. Perusahaan
6.5 6.6 6.8 7.8 7.4
Jasa-jasa 9.2 9.4 8.2 8.4 5.8
Total PDRB 4.4 5.3 5.7 5.7 5.3
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
untuk pemeliharaan sarana irigasi maupun untuk menopang kegiatan produksi komoditas
unggulan (Lihat Suplemen 1. Anomali Cuaca Menurunkan Produktivitas dan Kuantitas
Komoditas Unggulan Sumsel).
Kinerja dunia usaha pada triwulan III 2010 menunjukkan perbaikan dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya harga
komoditas primer seperti sawit dan karet. Kondisi tersebut juga berdampak positif terhadap
peningkatan daya beli masyarakat serta permintaan terhadap barang dan jasa.
Kinerja perekonomian triwulan
III 2010 berdasarkan komponen
sektoral ditandai dengan
pertumbuhan tahunan tertinggi
pada sektor pengangkutan dan
komunikasi yakni sebesar 15,0%
(yoy) dengan andil terhadap laju
PDRB sebesar 0,9%. Adapun sektor
ekonomi yang memberikan andil
yang paling tinggi adalah sektor
industri pengolahan yang
memberikan sumbangan terhadap
laju pertumbuhan ekonomi sebesar
1,1%.
Sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan
yang paling tinggi yakni sebesar 15,0% (yoy). Ekspansifnya kinerja subsektor komunikasi
diproyeksikan memberi andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja
sektor pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, aktivitas
perekonomian yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya telah menjadi dorongan
terhadap peningkatan kinerja subsektor pengangkutan.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
9
ANOMALI CUACA MENURUNKAN PRODUKTIVITAS DAN KUANTITAS KOMODITAS UNGGULAN SUMSEL *)
Perkembangan usaha di Sumatera Selatan secara umum menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Peningkatan kinerja ditunjukkan oleh meningkatnya penjualan, ekspansi pasar, rencana realisasi investasi maupun optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum. Membaiknya kondisi ekonomi terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas primer seperti sawit dan karet yang berdampak positif pada peningkatan daya beli masyarakat serta permintaan terhadap barang dan jasa. Meskipun demikian, terdapat beberapa pelaku usaha sawit dan tebu yang berpendapat bahwa kondisi usaha mengalami penurunan disebabkan oleh faktor iklim yang menurunkan produksi dan kualitas.
Terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan kinerja perekonomian, yaitu (i) keterbatasan bahan baku crumb rubber karena penurunan produksi karet, (ii) tingginya curah hujan berdampak pada penurunan produksi maupun kualitas/produksi tebu, sawit, dan karet, (iii) kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang meningkatkan biaya produksi, (iv) meningkatnya persaingan usaha, (v) regulasi, antara lain terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPn), biaya sertifikasi lahan perkebunan, tumpang tindih lahan, dan kurangnya dukungan pemerintah khususnya untuk sektor pertanian, serta (vi) keterbatasan anggaran untuk pemeliharaan sarana irigasi maupun pengembangan komoditas unggulan.
Permintaan domestik menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak langsung dari berlanjutnya tren membaiknya harga komoditas primer seperti karet dan sawit. Peningkatan kinerja dunia usaha terutama dirasakan pada sektor perdagangan, persewaan dan pengangkutan. Kinerja dunia usaha pada triwulan III-2010 secara umum menunjukkan peningkatan ke arah yang semakin membaik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor saat ini secara umum menunjukkan berlanjutnya tren positif dibanding tahun sebelumnya terutama untuk komoditas crumb rubber. Hal ini disebabkan meningkatnya permintaan terhadap crumb rubber dan membaiknya harga di pasar internasional.
Kapasitas utilisasi pelaku usaha secara umum mengalami perbaikan dibanding tahun lalu terutama untuk karet karena meningkatnya permintaan. Meskipun di sisi lain, faktor cuaca dan iklim yang cukup ekstrem berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi sawit dan gula. Hal yang masih menggembirakan di tengah masih terdapatnya kendala dan keterbatasan peningkatan usaha, beberapa pelaku usaha optimis untuk meningkatkan kapasitas utilisasinya. Pelaku usaha yang melakukan investasi pada tahun ini diantaranya melakukan pembukaan kantor cabang baru, pembelian armada kendaraan, pembangunan gudang open storage. Selain itu, investasi yang sifatnya rutin juga dilaksanakan seperti pemeliharaan mesin.
Suplemen 1
*) Diperoleh dari hasil Busi ness S urvey yang merupakan ke giatan pemantaua n kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
10
Margin usaha secara umum relatif tetap dibanding tahun sebelumnya. Kondisi sektor perdagangan menunjukkan fenomena meningkatnya biaya operasional yang diimbangi dengan peningkatan usaha dari sisi perbaikan harga. Hal yang cukup mengkhawatirkan terjadi pada sektor perkebunan sawit yang mengalami penurunan margin akibat rendahnya tingkat produksi. Namun demikian, pelemahan nilai tukar rupiah telah menahan penurunan margin, khususnya pelaku usaha yang berorientasi ekspor.
Penggunaan tenaga kerja secara umum relatif tetap jika dibandingkan dengan tahun lalu. Beberapa pelaku usaha menyatakan tidak akan menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja pada tahun 2010. Tenaga kerja baru yang akan direkrut hanya diperuntukkan untuk replacement pegawai yang pensiun atau mengundurkan diri. Akan tetapi, seiring dengan rencana realisasi investasi, terdapat beberapa pelaku usaha yang menambah jumlah tenaga kerja pada tahun ini.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
11
Grafik 1.3 Perkembang an Jumlah Pelanggan
dan Penju alan Air Bersih
Sumber : PT PDAM Tirta Musi
Grafik 1.2 Perkembang an Penyaluran Kredit Konstruksi
Sumber : Ba nk Indonesia
Kinerja sektor bangunan meningkat
sebesar 10,0% (yoy), tumbuh lebih cepat
dibanding kondisi triwulan sebelumnya yang
hanya mencapai 8,5% (yoy). Akselerasi usaha di
sektor ini terindikasi dari meningkatnya
penjualan, terutama untuk rumah tipe menengah
ke bawah pada beberapa pelaku usaha. Tingkat
permintaan yang masih tinggi dari masyarakat
dan ketersediaan lahan yang mencukupi diyakini
sebagai beberapa penyebabnya. Namun
demikian, ada beberapa faktor yang dirasakan menjadi kendala dalam peningkatan kinerja
sektor bangunan yang salah satunya adalah keengganan sebagian besar bank untuk
menyalurkan kredit bunga bersubsidi, padahal sebagian besar permintaan kredit rumah
berasal dari kalangan masyarakat yang mengharapkan adanya subsidi bunga.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan
tahunan yang relatif tinggi sebesar 7,4% (yoy). Cukup tingginya kinerja sektor keuangan
tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik (pembahasan lebih
lanjut sektor ini dibahas pada Bab III Perkembangan Perbankan Daerah).
Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air Bersih serta sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran (PHR) masing-masing tumbuh sebesar 7,1% (yoy). Jumlah pelanggan PDAM
meningkat sebesar 11,40% (yoy) dan penjualan
air bersih sebesar 11,20% (yoy) yang tergolong
relatif signifikan menjadi salah satu pendorong
utama meningkatnya kinerja sektor LGA.
Sementara itu, akselerasi sektor PHR dibanding
kondisi triwulan sebelumnya ditenggarai dipicu
oleh peningkatan kinerja sektor industri
pengolahan yang merupakan sektor unggulan
Sumsel dan berdampak langsung pada
peningkatan daya beli masyarakat sehingga
menyebabkan peningkatan kinerja sektor PHR.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
12
Grafik 1.4 Perkembang an Lifting Minyak Bumi
Provinsi Sumsel
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi da n Sum ber
Sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 6,4% (yoy), sedikit
lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Relatif membaiknya kinerja tahunan sektor
industri pengolahan tidak terlepas dari meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar
internasional dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal tersebut memberi
insentif kepada pelaku bisnis sektor industri pengolahan, walaupun dari sisi suplai (petani
perkebunan karet dan sawit) sedikit mengalami gangguan berupa penurunan produksi
yang menyebabkan sektor industri pengolahan tidak berkinerja dengan optimal.
Sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 5,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 8,4% (yoy). Kondisi
tersebut diperkirakan erat kaitannya dengan penurunan kondisi perekonomian secara
umum, terutama yang terjadi pada sektor pertanian.
Sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni sebesar 2,6% (yoy) yang disebabkan terutama karena menurunnya
kinerja subsektor tanaman bahan makanan (tabama) akibat kondisi cuaca yang lebih
ekstrem dan belum masuknya musim panen. Berdasarkan hasil survei di beberapa sentra
pertanian diindikasikan terjadinya penurunan produktivitas tabama yang salah satunya
disebabkan faktor cuaca disertai banyaknya serangan hama dan bencana alam seperti
banjir. Sementara itu, sektor perkebunan yang didominasi oleh kelapa sawit dan karet
memiliki beberapa permasalahan terkait rendahnya produktivitas tanaman karet yang
mayoritas merupakan kebun karet rakyat.
Sektor pertambangan dan
penggalian merupakan sektor ekonomi yang
mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah
yakni sebesar 1,4% (yoy). Berdasarkan
pemantauan pada beberapa perusahaan yang
bergerak di sektor ini, cukup signifikannya
penguatan harga minyak bumi dan batu bara
relatif menghambat keterpurukan sektor ini
ditengah penurunan produksi.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
13
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
Lapangan Usaha 2009 2010
III IV I II III
Pertanian 18.2 (18.9) 3.6 5.4 15.7
Pertambangan dan Pe nggalian
1.2 (0.7) (1.0) 2.0 1.2
Industri Pengola han 4.9 (2.1) (1.4) 4.6 5.4
LGA (4.7) 5.3 3.9 1.1 3.3
Banguna n 4.9 1.7 (2.9) 4.7 6.0
PHR 5.4 (2.0) 0.3 2.8 5.7
Pengangkutan & Komunikasi 4.3 4.7 1.0 3.2 5.8
Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan 2.4 0.3 3.6 1.3 2.5
Jasa-jasa 2.1 1.4 0.7 4.0 0.2
Total PDRB 6.3 (4.4) 0.3 3.6 6.0
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.5 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tr iwulan an PDRB
Provinsi Sumsel ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan
Perekonomian Sumsel secara triwulanan mengalami peningkatan sebesar 6,0% (qtq).
Pertumbuhan triwulanan dimaksud
mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencatat
kinerja triwulanan sebesar 3,6%
(qtq). Selain pergeseran faktor
siklikal yakni pada triwulan III masih
terjadi panen tabama di beberapa
wilayah, meningkatnya harga
komoditas primer dan kondisi cuaca
yang kondusif telah mendorong
kinerja perekonomian terus
meningkat.
Kinerja perekonomian pada triwulan III 2010 ditandai dengan pertumbuhan di
seluruh sektor perekonomian. Kinerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan paling
tinggi seiring semakin membaiknya harga komoditas primer dan cuaca yang kondusif bagi
subsektor perkebunan karet dan sawit.
Andil sektor pertanian terhadap laju
pertumbuhan triwulanan pun
diperkirakan relatif besar yakni sebesar
3,1%.
Sektor lainnya yang mengalami
laju pertumbuhan cukup tinggi antara
lain sektor bangunan yang tumbuh
sebesar 6,0 % (qtq). Adapun sektor
ekonomi yang mengalami
pertumbuhan triwulanan paling rendah
adalah jasa-jasa dengan laju
pertumbuhan triwulanan di bawah 1%
(qtq).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
14
Grafik 1.6 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB
Provinsi Sum atera Selatan Triwulan I II 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.8 Perkembang an Harga Tand an Buah Segar
di Sumatera Selatan
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Dari segi kontribusi, sektor
pertanian merupakan penyumbang PDRB
yang paling besar dengan pangsa sebesar
21,3%. Kontribusi sektor pertanian
mengalami peningkatan setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat sebesar
19,5%. Adapun kontribusi sektor
pertambangan dan penggalian sebesar
21,2%, relatif menurun dibanding
triwulan sebelumnya yang mencapai 22%.
Kinerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 15,7% (qtq). Kondisi
tersebut lebih baik dibandingkan kinerja pada triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 5,4% (qtq). Rendahnya curah hujan dibandingkan triwulan
sebelumnya berdampak positif terhadap meningkatnya produktivitas subsektor tanaman
perkebunan (terutama karet) dan menjadi pendorong utama meningkatnya kinerja sektor
pertanian. Hal ini pun semakin didukung oleh terus membaiknya harga komoditas primer,
baik di pasar internasional maupun domestik.
Dari subsektor tabama, panen padi yang terjadi di beberapa sentra beras
menyebabkan produksi subsektor tabama mengalami peningkatan. Hal tersebut
Grafik 1.7 Perkembang an Curah Hujan
di Sumatera Selatan
Sumber: Stasiun Klimatologi Ke nten
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
15
Grafik 1.9 Perkembang an Konsumsi Sem en
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, di olah
terkonfirmasi melalui data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel
yang menunjukkan terjadinya peningkatan luas panen padi sebesar 60,66% (qtq).
Kinerja sektor bangunan mengalami pertumbuhan sebesar 6,0% (qtq), kinerja
tersebut lebih tinggi d ibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 4,7% (qtq).
Sementara itu, walaupun berdasarkan
kegiatan survei bisnis d iperoleh informasi
bahwa permintaan properti untuk
perumahan tipe menengah ke bawah
masih meningkat, namun data Asosiasi
Semen Indonesia menunjukkan terjadi
penurunan penjualan semen yakni sebesar
4,49% (qtq) yang diperkirakan terjadi
sebagai akibat terhentinya beberapa
proyek pembangunan selama Idul Fitri.
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan
sebesar 5,8% (qtq), lebih baik dibandingkan kinerja yang ditorehkan pada triwulan lalu
yang mencapai 3,2% (qtq). Permintaan konsumen yang tetap tinggi atas layanan
komunikasi seluler diyakini mampu menjaga kinerja subsektor komunikasi. Pada subsektor
Tabel 1.3 Realisasi Lu as Tan am (LT) dan Lu as Pan en (LP) Padi Provinsi Sum atera Selatan (dalam Ha)
Sumber : Dina s Tanaman Panga n dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
16
Grafik 1.13 Perkembang an Tingkat Penghunian Kam ar
dan Jumlah W isatawan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
Grafik 1.12 Perkembang an Pendaftaran Kendaraan B ermotor
Sumber: Dispenda Pr ovinsi Sumatera Selatan
pengangkutan, perayaan Idul Fitri yang diikuti masa cuti liburan telah mendorong
pertumbuhan subsektor ini. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo menunjukkan
tingkat aktivitas angkutan penumpang yang cukup tinggi dan mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami
pertumbuhan sebesar 5,7% (qtq) sebagai dampak meningkatnya konsumsi masyarakat
terutama di subsektor perdagangan besar & eceran. Kondisi tersebut terkonfirmasi oleh
data pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda Provinsi Sumatera Selatan yang
menunjukkan pendaftaran mobil baru mengalami peningkatan sebesar 5,84% (qtq) dan
pendaftaran motor mengalami peningkatan sebesar 6,66% (qtq). Tidak berbeda dengan
subsektor perdagangan, kinerja subsektor perhotelan pun diperkirakan mengalami
peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya sewa kamar dan ruang pertemuan.
Grafik 1.11 Perkembang an Penumpang Angkutan L aut
Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
Grafik 1.10 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
17
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini sebesar 5,4% (qtq)
mengalami perbaikan dibandingkan kinerja pada triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan triwulanan sebesar 4,6% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha, walaupun harga di pasar internasional terus menguat terkait permintaan yang tetap
tinggi, curah hujan yang relatif tinggi mengakibatkan ketersediaan bahan baku terbatas.
Para pelaku industri pada subsektor industri pengolahan non migas (khususnya crumb
rubber) mengalami kesulitan dalam penyediaan bahan baku yang berkualitas.
Rata-rata harga karet di pasar internasional pada triwulan ini mencapai USD371,00
cent/kg atau mengalami peningkatan sebesar 0,2% dibandingkan rata-rata harga pada
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USD370,28 cent/kg. Sementara itu rata-rata
harga CPO dunia tercatat sebesar USD838,57/metrik ton atau mengalami peningkatan
sebesar 7,31% dibandingkan dengan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya.
Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) mengalami pertumbuhan sebesar 3,3%
(qtq), relatif lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 1,1% (qtq). Salah satu indikator pertumbuhan pada sektor ini
tercermin dari data penjualan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang menunjukkan peningkatan
sebesar 8,84% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan pada level
4,72% (qtq). Walaupun tidak seperti sebelumnya, isu keamanan penggunaan tabung LPG
ukuran 3 kg seiring program konversi minyak tanah ke LPG tetap menjadi perhatian baik
dari konsumen maupun otoritas setempat. Di sisi lain, data konsumsi listrik dari PT PLN
Grafik 1.14 Perkembang an Harga Karet
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.15 Perkembang an Harga CPO
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
18
Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (WS2JB) menunjukkan terjadinya
peningkatan konsumsi listrik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat mengalami laju
pertumbuhan triwulanan relatif rendah yakni sebesar 2,5% (qtq). Namun demikian, kondisi
tersebut lebih baik dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan triwulanan sebesar 1,3% (qtq).
Relatif tingginya harga-harga komoditas unggulan di pasar internasional tidak
cukup membantu keterpurukan sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan
ini. Kinerja sektor pertambangan dan penggalian tercatat hanya mengalami pertumbuhan
sebesar 1,2% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil monitoring pada beberapa
pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pelaku
Grafik 1.16 Perkembang an Penjualan LPG
Sumber : PT. Pertamina UPMS II
Grafik 1.17 Perkembang an Konsumsi Listrik Total
dan Sektor Rumah Tangg a
Sumber : PT. PLN WS2J B
Grafik 1.18 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Sosial
dan Pemerintah
Sumber : PT. PLN WS2JB
Grafik 1.19 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri
Sumber : PT. PLN WS2JB
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
19
usaha (bahkan beberapa pelaku usaha mengalami penurunan lifting minyak) serta tingginya
harga bahan baku merupakan penyebab kurang optimalnya produktivitas subsektor
pertambangan. Rata-rata harga batu bara di pasar internasional pada triwulan ini tercatat di
level USD67,95/metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 8,02% (qtq) dibandingkan
posisi triwulan sebelumnya, sedangkan rata-rata harga minyak bumi tercatat di level
USD76,01/barrel atau mengalami penurunan sebesar 2,72% (qtq) dibandingkan posisi
triwulan sebelumnya.
Laju pertumbuhan sektor jasa-jasa sebagai penunjang perekonomian merupakan
yang terendah pada periode laporan yakni mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar
0,2% (qtq).
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan III 2010 secara tahunan
didorong oleh net ekspor dengan andil sebesar 3,3%. Kegiatan ekspor mengalami
peningkatan sebesar 23,9% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan kondisi pada
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,0% (yoy). Sementara itu, impor juga tercatat
meningkat dengan pertumbuhan tahunan sebesar 17,6% (yoy), mengalami akselerasi
dibandingkan dengan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 14,3%
(yoy).
Grafik 1.20 Perkembang an Harga Batu Bara
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.21 Perkembang an Harga Minyak Bumi
di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
20
Grafik 1.22 Perkembang an Indeks Ketepatan Waktu Pembel ian
(Konsumsi) Barang Tahan L ama
Sumber : Survei Konsumen K BI Palembang
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Pro vinsi Sum atera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Konsumsi mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya menjadi 3,5% (yoy)
dari 4,3% (yoy). Seluruh komponen konsumsi relatif mengalami perbaikan kecuali pada
komponen konsumsi rumah tangga yang
mengalami perlambatan. Komponen
konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar
4,0% (yoy), melambat apabila dibandingkan
dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang mencapai 5,7% (yoy). Adapun konsumsi
pemerintah tercatat mengalami kontraksi
sebesar 1,3% (yoy).
Sisi investasi tercatat mengalami
pertumbuhan negatif yakni sebesar 0,7%
(yoy). Namun demikian, kondisi tersebut
mengalami perbaikan dibanding triwulan sebelumnya.
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan relatif tinggi
adalah ekspor dengan pertumbuhan sebesar 9,4% (qtq). Kondisi tersebut terkait erat
dengan permintaan terhadap komoditas unggulan yang tetap tinggi dari pasar
internasional.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
21
Grafik 1.24 Perkembang an Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
Grafik 1.23 Perkembang an Nilai Tu kar Rupiah Terhad ap US Dollar
Sumber : Website Ba nk Indonesia, diola h
Net Ekspor mengalami pertumbuhan relatif tinggi yakni sebesar 43,6% (qtq).
Namun demikian, kondisi tersebut mengalami perlambatan dibandingkan kinerja triwulan
sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 49,8% (qtq). Melambatnya net ekspor
dibandingkan triwulan sebelumnya lebih
banyak disebabkan nilai mata uang
Rupiah yang terus menguat terhadap US
Dollar. Penguatan nilai Rupiah dalam
kurun waktu satu tahun terakhir rata-rata
meningkat sebesar 2,71% setiap
triwulannya. Di sisi lain, menguatnya nilai
tukar rupiah belum mendorong
peningkatan nilai impor. Saat ini
pertumbuhan impor sebesar 3,0% (qtq)
dari 5,0% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Konsumsi hanya mengalami
pertumbuhan sebesar 3,2% (qtq).
Namun demikian, kondisi tersebut lebih
baik dibandingkan kinerja triwulan
sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 2,1% (qtq).
Komponen konsumsi memberikan andil
sebesar 2,2%, di atas andil komponen
investasi yang sebesar 1,0%, namun
lebih rendah dibanding andil komponen
net ekspor yang mencapai 2,8%.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
22
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Pro vinsi Sum atera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi
Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor
pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 39,2%.
Pangsa sektor primer tersebut meningkat dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya.
Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa sektor
pertanian dari sebesar 16,2% menjadi 18,2%.
Sektor sekunder relatif tidak
mengalami perubahan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yakni sebesar
30,3%. Pangsa subsektor bangunan
mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yakni dari 6,3%
menjadi 6,4%. Sedangkan sub sektor
industri pengolahan mengalami
penurunan menjadi 23,4% dari 23,5 %.
Sementara subsektor LGA diperkirakan
tidak mengalami perubahan yakni tetap
sebesar 0,5%.
Pangsa sektor tersier sedikit menurun dari sebesar 31,0% pada triwulan
sebelumnya menjadi 30,5%. Hal tersebut terutama disebabkan terjadinya penurunan
pangsa pada subsektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta subsektor jasa-
jasa.
Grafik 1.25 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
23
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih
memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen
tersebut mengalami penurunan menjadi 72,3% dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya
yang mencapai 75,1%.
Menurunnya kontribusi komponen impor yang relatif besar dan peningkatan ekspor
sangat berpengaruh terhadap peningkatan kontribusi komponen eksternal menjadi 5,5%
dari pangsa triwulan sebelumnya yang sebesar 1,7%. Sebagai konsekuensinya, komponen
internal tercatat mengalami penurunan kontribusi dibandingkan kondisi triwulan
sebelumnya yakni menjadi sebesar 94,5%.
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Pro vinsi Sum atera Selatan (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diola h
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Pro vinsi Sum atera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
24
Tabel 1.8 Perkembang an Nilai Ekspor Komoditas Utam a Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
1.6.1. Perkembangan Ekspor
Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Juni - Agustus 2010) tercatat sebesar USD785,43
juta, meningkat sebesar 96,89% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar USD398,92 juta. Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 5,39% (qtq) dari sebesar USD745,25
juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas
karet dengan pangsa sebesar 79,95%.
Nilai ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010 (ytd) tercatat
sebesar USD1.796,43 juta atau meningkat sebesar 93,65% (yoy) dibandingkan dengan
posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD927,67 juta.
Tabel 1.9
Perkembang an Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Berdasarkan volume, ekspor pada periode Juni - Agustus 2010 tercatat sebesar
888,25 ribu ton, meningkat sebesar 30,90% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 678,56 ribu ton. Sementara dibandingkan triwulan
sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 56,76% (qtq) dari sebesar 566,63 ribu ton.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
25
Volume ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010 tercatat
sebesar 1.726,92 ribu ton atau meningkat sebesar 12,72% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1.532,11 ribu ton.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, ekspor ke Cina pada triwulan ini tercatat paling
tinggi dengan pangsa sebesar 21,99%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya mencapai 18,13%. Sementara ekspor ke Amerika Serikat mengalami
penurunan pangsa dari sebesar 24,69% pada triwulan sebelumnya menjadi 20,70%.
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter
Bank Indonesia
Grafik 1.27 Perkembang an Volum e Ekspor
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter
Bank Indonesia
Grafik 1.28 Perkembang an Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Tujuan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.29 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berd asarkan
Negara Tujuan Jun 10-Agt 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
26
Tabel 1.11 Perkembang an Bulanan Nilai Impor Komoditas Pi lihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
1.6.2. Perkembangan Impor
Nilai impor periode Juni - Agustus 2010 tercatat sebesar USD88,82 juta, meningkat sebesar
13,62% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
USD78,17 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi penurunan nilai impor
sebesar 31,64% (qtq) dari sebesar USD129,92 juta. Penurunan nilai impor secara
triwulanan ini terkait dengan menurunnya impor mesin pembangkit yang banyak
digunakan dalam menunjang kegiatan sektor pertambangan dan industri pengolahan.
Nilai impor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010 (ytd) tercatat
sebesar USD256,01 juta, meningkat sebesar 58,72% (yoy) dibandingkan dengan posisi
yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD161,29 juta.
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 103,98 ribu ton atau meningkat
sebesar 6,21% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 97,90 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor
tercatat mengalami penurunan sebesar 10,89% (qtq) dari sebesar 116,69 ribu ton.
Tabel 1.10 Perkembang an Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
27
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didominasi negara Cina
yakni sebesar 50,97%, kemudian disusul oleh negara Amerika Serikat dengan pangsa
sebesar 7,08%, dan negara Jerman dengan pangsa sebesar 5,05%. Sementara itu, pangsa
negara asal impor terbesar selama tahun 2010 hingga Agustus 2010 adalah negara Cina
dengan pangsa sebesar 53,83%.
Grafik 1.32 Perkembang an Impor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Asal
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Grafik 1.33 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berd asarkan
Negara Asal Jun 10-Agt 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.30 Perkembang an Nilai Impor Provinsi Sum atera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Impor
Provinsi Sum atera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
28
KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENINGKAT; PENGARUH MEMBAIKNYA KONDISI EKONOMI SECARA MAKRO?
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan III - 2010
Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang pada triwulan III - 2010 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai 114,09, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat indeks rata-rata sebesar 113,50. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IKESI) yang juga meningkat, yakni dari 105,96 menjadi 108,22 pada triwulan ini. Di sisi lain, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sedikit menurun dari sebesar 121,04 menjadi 119,96. Apabila dibandingkan dengan indeks pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, seluruh indeks yang meliputi IKK, IKESI dan IEK mengalami penurunan.
Grafik 1. IKK, IKESI, IEK Periode 2009-2010
Suplemen 2
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
29
Di tengah masih terjaganya optimisme konsumen selama triwulan III - 2010, beberapa hal yang menjadi perhatian utama bagi konsumen Palembang antara lain; tingkat penghasilan, ketersediaan tenaga kerja, perkiraan harga barang dan jasa baik kondisi untuk saat ini maupun prediksi untuk periode 6 bulan mendatang (lihat grafik 2).
Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen periode 2009-2010
II. Keyakinan Konsumen
Secara umum IKK selama triwulan III 2010 mengalami tren peningkatan. Pada bulan Juli tercatat sebesar 109,33, dengan IKESI dan IEK masing-masing 102,00 dan 116,67. Pada bulan Agustus mengalami peningkatan menjadi sebesar 113,22 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 107,11 dan 119,33. Sementara itu IKK pada bulan September kembali meningkat menjadi sebesar 119,72 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 115,56 dan 123,89.
2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi pada bulan Juli dan Agustus 2010 masih sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat terhadap kondisi tersebut masing-masing mencapai 44,33% dan 45,67%. Pada bulan September 2010, mayoritas responden justru berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih baik dibandingkan 6 bulan sebelumnya walaupun dengan angka yang tidak terlalu signifikan yakni sebesar 37,00%.
2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Pada awal triwulan, sebanyak 46,67% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan yang lalu. Sementara itu pada bulan Agustus mengalami penurunan menjadi 37,67%. Membaiknya kondisi ketersediaan lapangan kerja terindikasi dari meningkatnya optimisme responden ke level indeks 86,00 pada bulan Agustus dari sebelumnya sebesar 78,00. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja meningkat cukup signifikan di akhir triwulan yang diindikasikan dengan peningkatan indeks menjadi 105,00.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
30
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Sebanyak 50,33% responden berpendapat bahwa penghasilan mereka relatif tetap pada bulan Juli 2010, yang kemudian naik ke level 58,67% pada bulan Agustus. Di akhir periode triwulan III 2010 jumlah responden yang berpendapat bahwa pendapatan mereka tetap mengalami penurunan menjadi 49,00%.
2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari persentase responden yang berada di atas 50,00% pada tiap periodenya. Pada bulan Juli tercatat sebesar 88,00%, kemudian menurun cukup tajam menjadi sebesar 77,33% pada bulan Agustus dan kembali turun ke level 50,33% pada bulan September 2010. III. Profil Responden
3.1 Profil Responden Bulan Juli 2010
Profil responden pada bulan Juli 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang
Periode Bulan Jul i 2010
Profil Responden Pengeluaran per Bulan
Rp 1juta-Rp3 Juta Rp3-5 juta >Rp 5
juta Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki Pendidikan
SMA 40 27 5 72 Akademi/D.III 8 4 3 15 Sarjana/S1 32 23 9 64 Pasca Sarjana 5 10 4 19
Subtotal 85 64 21 170
Perempuan Pendidikan
SMA 40 13 1 54 Akademi/D.III 22 4 3 29 Sarjana/S1 23 10 5 38 Pasca Sarjana 4 2 3 9 89 29 12 130
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
SMA 80 40 6 126 Akademi/D.III 30 8 6 44 Sarjana/S1 55 33 14 102 Pasca Sarjana 9 12 7 28
Total Responden 174 93 33 300
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
31
3.2 Profil Responden Bulan Agustus 2010
Profil responden pada bulan Agustus 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Agustus 2010
3.3 Profil Responden Bulan September 2010
Profil responden pada bulan September 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Sept ember 2010
Profil Responden Pengeluaran per Bulan
Rp 1juta-Rp3 Juta
Rp3-5 juta >Rp 5 juta Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki Pendidikan
SMA 54 20 3 77 Akademi/D.III 15 7 3 25 Sarjana/S1 32 16 6 54 Pasca Sarjana 5 4 6 15
Subtotal 106 47 18 171
Perempuan Pendidikan
SMA 37 9 3 49 Akademi/D.III 13 7 1 21 Sarjana/S1 30 15 1 46 Pasca Sarjana 4 4 5 13 84 35 10 129
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
SMA 91 29 6 126 Akademi/D.III 28 14 4 46 Sarjana/S1 62 31 7 100 Pasca Sarjana 9 8 11 28
Total Responden 190 82 28 300
Profil Responden Pengeluaran per Bulan
Rp 1juta-Rp3 Juta
Rp3-5 juta >Rp 5 juta Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki Pendidikan
SMA 53 20 0 73 Akademi/D.III 5 9 0 14 Sarjana/S1 47 25 11 83 Pasca Sarjana 3 2 2 7
Subtotal 108 56 13 177
Perempuan Pendidikan
SMA 27 15 4 46 Akademi/D.III 7 7 1 15 Sarjana/S1 36 19 4 59 Pasca Sarjana 0 2 1 3 70 43 10 123
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
SMA 80 35 4 119 Akademi/D.III 12 16 1 29 Sarjana/S1 83 44 15 142 Pasca Sarjana 3 4 3 10
Total Responden 178 99 23 300
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
32
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
• Core inflation mengalami peningkatan secara gradual namun robust dan harga volatile foods semakin bergejolak.
• Kenaikan inflasi banyak dipicu oleh kenaikan tarif listrik secara tidak langsung. • Meskipun masih dalam batas kisaran proyeksi inflasi triwulan III 2010, namun inflasi
mulai berada di atas median proyeksi.
2.1. Inflasi Tahunan
Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan III 2010 sebesar 4,57% (yoy), atau meningkat
dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,62% (yoy).
Tekanan peningkatan inflasi semakin terasa jika dibanding angka inflasi triwulan yang sama
tahun lalu inflasi yang tercatat sebesar 1,30% (yoy). Kendati kenaikan inflasi tahun ini
masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia untuk triwulan III 2010 yang sebesar
3,96±1%, angka tersebut telah berada di atas median proyeksi.
Tekanan inflasi tahunan antara lain bersumber dari kenaikan biaya listrik yang
ditransmisikan melalui peningkatan harga jual berbagai jenis barang. Selain itu juga, efek
musiman telah mendorong permintaan barang, khususnya bahan makanan dan makanan
jadi pada bulan puasa dan Idul Fitri. Kenaikan biaya pendidikan khususnya tarif
akademi/perguruan tinggi juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi.
Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kota Palembang
per Kelompok Pengelu aran Triwulan II I 2010
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
Grafik 2.1 Perkembang an Inflasi Tahun an Palemb ang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
34
Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Intern asional
Harga beberapa komoditas di pasar internasional mengalami perubahan yang
bervariasi. Indikasi excess demand muncul melalui meningkatnya harga kedelai dan harga
terigu. Namun, harga beras di pasar internasional justru mengalami penurunan.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada
triwulan III 2010 mengalami penurunan dari USD 425,37/metrik ton menjadi USD
402,76/metrik ton, atau turun sebesar 5,32% (qtq), demikian pula harga beras secara
tahunan menurun dari minus 13,24% menjadi minus 19,25% (yoy). Sementara itu harga
terigu dan harga kedelai mengalami peningkatan dari USD 3,78/bushel menjadi USD
5,31/bushel dan dari USD 9,38/bushel menjadi USD 10,18/bushel, atau masing-masing naik
sebesar 40,49% (qtq) dan 8,48% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan harga terigu dan
Perkembang an Harga Terigu
Sumber : Bloomberg, diola h
Perkembang an Harga Beras
Sumber : Bl oomberg, diola h
Perkembang an Harga Em as
Sumber : Bl oomberg, diola h
Perkembangan Harga Ked elai
Sumber : Bloomberg, diola h
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
35
kedelai masing-masing sebesar 20,29% dan minus 2,81% (yoy). Adapun harga emas
mengalami peningkatan sebesar 2,80% (qtq) dari USD 1.194,32/oz menjadi USD
1.227,73/oz. Peningkatan harga emas telah mengalami perlambatan menjadi 27,77% (yoy)
dari yang sebelumnya 29,50% (yoy).
Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi
tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,77%, diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok
perumahan yaitu masing-masing sebesar 7,28% dan 3,32%. Sebaliknya, inflasi terendah
terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok makanan jadi masing-masing sebesar
0,94% dan 1,29%.
Bila dibandingkan dengan triwulan II,
inflasi tahunan sebagian besar kelompok
barang dan jasa cukup bervariasi.
Kelompok pendidikan dan kelompok
perumahan mengalami peningkatan inflasi
yang cukup besar dari yang semula sebesar
-1,73% dan 1,79% menjadi 2,68% dan
3,32%. Kelompok bahan makanan dan
kelompok sandang mengalami perubahan
kenaikan harga tahunan yang cenderung
minimal dibandingkan triwulan
sebelumnya, sebaliknya terjadi penurunan
pada harga kelompok makanan jadi.
Kelompok bahan makanan berkontribusi sebesar 51% pada inflasi tahunan
September 2010. Kelompok perumahan dan kelompok sandang berkontribusi masing-
masing sebesar 19% dan 14%. Subkelompok padi-padian merupakan subkelompok yang
berkontribusi tertinggi pada inflasi tahunan, mencapai 22%. Hal ini menunjukkan bahwa
inflasi tahunan sebagian besar masih dipengaruhi kenaikan harga beras. Subkelompok
bumbu-bumbuan dan subkelompok daging dan hasilnya berkontribusi terhadap inflasi
tahunan masing-masing sebesar 9% dan 8%.
Grafik 2.4 Perkembang an Inflasi Tahun an per Kelompo k Barang dan
Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
36
Sejak awal tahun hingga September 2010, peningkatan inflasi yang terjadi lebih
disebabkan oleh adanya inflasi pada volatile foods. Core inflation tercatat stabil sejak
pertengahan 2009 dan sampai bulan Juni 2010 masih bertahan pada tingkat yang rendah,
namun pada triwulan ketiga ini mengalami peningkatan secara gradual. Inflasi administered
prices juga tercatat minimal namun mulai mengalami peningkatan pada bulan Agustus dan
September.
Grafik 2.7 Perbanding an Inflasi Tahun an
Palembang dan N asional
Sumber: BPS
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods,
Administered Pr ices
Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan
Sumber: BPS, diolah
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
37
Walaupun mempunyai pergerakan yang cenderung searah dengan inflasi nasional,
inflasi kota Palembang relatif cukup terkendali sejak pertengahan tahun 2009 sampai
dengan triwulan III 2010, dimana inflasi tahunan Palembang setiap bulannya selalu berada
di bawah inflasi nasional. Inflasi Palembang sebesar 4,57% (yoy) sedangkan inflasi nasional
sebesar 5,80% (yoy) pada triwulan III 2010, atau mempunyai selisih sebesar 1,23%.
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
38
RESUME HASIL QUICK SURVEY KENAIKAN TDL: DAMPAK KENAIKAN TDL
TERHADAP SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI SUMBAGSEL
Analisis ini d idasarkan atas hasil quick survey “Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap Sektor Industri Pengolahan”. Responden di wilayah kerja KKBI Palembang terdiri dari 130 responden. 100 responden berada di wilayah KBI Palembang, 20 responden berada di wilayah KBI Lampung, dan 10 responden berada di wilayah kerja KBI Bengkulu.
Mayoritas responden (81%) merasakan dampak kenaikan TDL pada kegiatan operasional perusahaan. Di Palembang, 84% responden merasakan dampak kenaikan TDL, sedangkan di Lampung dan Bengkulu dampak kenaikan TDL dirasakan oleh masing-masing 70% responden.
Respon kenaikan TDL tersebut dapat berupa menaikkan harga jual maupun menurunkan margin perusahaan. Responden yang berencana untuk menaikkan harga jual adalah sebesar 33%, sedangkan responden yang berencana untuk menurunkan margin lebih banyak, yaitu 49%.
Suplemen 3
Tabel 1. Kenaikan H arga Ju al
Prov insi % kenaikan*
Palembang 7.10 Bengkulu 11.83
Lampung 7.50
Sumbagsel 7.54 *rata-rata terti mbang
Grafik 2. Respon Kenaikan TDL
Tabel 2. Penurunan Margin Keuntungan
Prov insi % penurunan*
Palembang 5.22 Bengkulu 4.00
Lampung 10.17
Sumbagsel 6.03 *rata-rata terti mbang
Grafik 1. Dampak Kenaikan TDL
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
39
Kenaikan harga jual yang direncanakan oleh pelaku usaha industri pengolahan di Sumbagsel terkait kenaikan TDL adalah sebesar 7,54%. Kenaikan harga tertinggi yang dilakukan oleh pelaku usaha industri pengolahan terjadi di Bengkulu (11,83%), yang kemudian diikuti oleh Lampung (7,10%), dan Palembang (7,50%).
Penurunan margin yang harus dilakukan karena adanya kenaikan TDL menurut pelaku usaha industri pengolahan di Sumbagsel adalah sekitar 6,03%. Penurunan margin tertinggi terjadi di Lampung (10,17%), yang kemudian diikuti oleh Palembang (5,22%), dan Bengkulu (4,00%).
Sebagian besar responden di Sumbagsel berencana menaikkan harga jual pada awal tahun 2011 yang pada umumnya disebabkan oleh adanya ikatan kontrak sampai dengan akhir tahun 2010. Namun demikian, responden juga banyak yang berencana untuk meningkatkan harga jual pada bulan September–Oktober 2010 serta bulan Desember 2010. Di Bengkulu, mayoritas responden berencana meningkatkan harga jual pada Oktober 2010.
Grafik 3. Waktu Menaikkan Harg a Jual
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
40
2.2. Inflasi Bulanan
Kota Palembang pada bulan September
2010 tercatat mengalami inflasi sebesar
1,01% (mtm), meningkat dibandingkan
bulan Juni 2010 dimana terjadi inflasi
sebesar 0,95%. Hal in i d isebabkan oleh
kenaikan harga volatile foods yang cukup
tajam pada saat hari raya Idul Fitri
bersamaan dengan respon pelaku ekonomi
atas kenaikan biaya listrik yang terjadi pada
Agustus 2010. Permintaan beberapa
komoditas bahan makanan yang inelastis
memberikan tekanan sehingga peningkatan
inflasi kembali terjadi walaupun sempat
rendah pada bulan Agustus 2010.
Inflasi bulanan yang tertinggi pada bulan September 2010 terjadi pada kelompok
bahan makanan dan kelompok perumahan masing-masing sebesar 2,29% dan 0,84%.
Kenaikan harga kelompok bahan makanan disumbang antara lain oleh kenaikan harga
daging ayam ras dan beras. Harga-harga di kelompok tersebut secara umum mengalami
peningkatan didorong oleh gangguan distribusi dan spekulasi excess demand pangan
berkenaan dengan musim kemarau basah serta lonjakan permintaan pada Idul Fitri.
Kelompok perumahan mengalami kenaikan harga yang disebabkan antara lain oleh
meningkatnya tarif listrik. Kelompok sandang mengalami inflasi yang moderat seiring
kenaikan harga emas di pasar internasional, kelompok makanan jadi juga menunjukkan
tendensi peningkatan yang moderat sejak bulan Juli. Kelompok kesehatan mengalami
peningkatan sekitar 0,5% pada bulan Juli, kelompok pendidikan mengalami peningkatan
harga hampir 2% pada bulan Agustus. Sementara itu, kelompok transportasi juga
mengalami peningkatan harga pada bulan Juli dan September bersamaan dengan
meningkatnya permintaan angkutan antar kota pada saat Idul Fitri.
Grafik 2.8 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
41
Bahan makanan tercatat mempunyai kontribusi yang sangat besar pada inflasi
bulanan September 2010 yaitu sebesar 71%. Kemudian, kontribusi yang juga tinggi juga
dicatat oleh kelompok perumahan dan kelompok transportasi, yaitu masing-masing sebesar
14% dan 9%. Di antara kelompok bahan makanan, subkelompok daging dan hasilnya
merupakan subkelompok yang berkontribusi terbesar terhadap inflasi bulanan, yaitu
sebesar 23%, yang diikuti o leh subkelompok ikan segar dan subkelompok bumbu-
bumbuan, yaitu masing-masing sebesar 15% dan 12%.
Grafik 2.9 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang
per Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
42
Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
43
MEMANTAU INFLASI SECARA MINGGUAN MELALUI SURVEI PEMANTAUAN HARGA
Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan mencakup sekitar 35% bobot komoditas yang diperhitungkan dalam inflasi BPS berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) 2007. SPH diinterpretasikan lebih lanjut untuk menganalisa perubahan harga di dalam perekonomian secara lebih dini. Saat ini, KBI Palembang memperbarui perhitungan inflasi berdasarkan SPH dengan mempertimbangkan bobot masing-masing kelompok barang dan jasa menurut SBH 2007 yang dikeluarkan BPS, serta menyertakan sebagian besar komoditi yang disurvei.
Pada inflasi secara umum, korelasi antara inflasi BPS dengan inflasi SPH dengan metode rata-rata adalah sebesar 0,41. Korelasi tertinggi diperoleh melalui metode minggu 3 yaitu mencapai 0,50. Selain itu, metode ini juga menghasilkan korelasi yang cukup baik pada inflasi volatile foods dan core, yaitu masing-masing sebesar 0,77 dan 0,42. Meskipun demikian, SPH belum cukup baik dalam menjelaskan perubahan harga pada administered prices. Berdasarkan hal tersebut, perkiraan inflasi melalui SPH dilakukan dengan menggunakan metode minggu 3.
Perkembangan harga yang dipantau dari SPH secara umum cukup baik dalam menjelaskan perkembangan inflasi bulanan BPS, walaupun pergerakan inflasi SPH secara relatif lebih tinggi dibandingkan inflasi BPS sehingga melalui SPH dapat diperoleh informasi d ini dalam mendeteksi arah pergerakan inflasi. Melalui regresi sederhana dengan mengasumsikan adanya hubungan linier, diperoleh indikasi bahwa pergerakan 1% inflasi SPH secara signifikan akan berkesesuaian dengan pergerakan inflasi BPS sebesar 0,18%. Model regresi tersebut sudah terbebas dari masalah autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas serta mampu menjelaskan 24,9% variasi pada sampel
Suplemen 4
Grafik 1. Inflasi SPH dan BPS
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, SPH KBI Palemba ng
Tabel 2. Regresi Inflasi SPH
terhadap Inflasi BPS
**signifikan pada nilai kritis 5%
Tabel 1. Korelasi Inflasi SPH dan Inflasi BPS Bulanan menurut Metode
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
44
Melalui disagregasi inflasi bulanan, dapat diketahui bahwa inflasi pada triwulan III
2010 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation. core inflation bulanan mulai
menunjukkan tendensi peningkatan yang gradual setelah sebelumnya bergerak di kisaran
sangat rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan harga yang semakin
bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, mengalami inflasi hampir 3% (mtm)
pada bulan September 2010. Di sisi lain, inflasi administered prices mulai mengalami
peningkatan pada bulan Agustus, yang antara lain dipengaruhi oleh kenaikan harga listrik.
Bulan puasa dan Idul Fitri tahun ini relatif memberikan tekanan inflasi yang lebih
rendah dibandingkan pada tahun sebelumnya, yang terlihat dari inflasi bulanan September
2010 yang lebih rendah dibandingkan inflasi bulanan pada September 2009. Inflasi bulanan
pada bulan September 2010 justru terlihat melambat dibandingkan bulan Agustus 2010,
dimana terjadi kenaikan tarif listrik dan biaya pendidikan.
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
45
Grafik 2.12 Event Analysis Inflasi Kota Palemb ang
Septemb er 2009 – September 2010
Sumber: Diolah dari BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.13
Perbanding an Inflasi Bulanan d an Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan YAD
Sumber: BPS dan Survei Konsume n BI
Grafik 2.14 Perbanding an Inflasi Bulanan
Palembang dan N asional
Sumber: Ba dan P usat Statistik
Secara umum inflasi kota Palembang memiliki pola pergerakan yang searah dengan
inflasi nasional, meskipun relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan inflasi nasional. Sejak
akhir tahun 2009, Kota Palembang mengalami inflasi yang secara umum lebih rendah
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
46
dibandingkan nasional. Pada bulan September 2010, inflasi Palembang meningkat menjadi
lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan setiap bulan oleh Bank
Indonesia Palembang dengan responden yang berdomisili di Palembang, terdapat
pergerakan yang searah antara laju inflasi bulanan atau laju inflasi bulanan pada bulan
sebelumnya dengan jumlah konsumen yang memprediksikan kenaikan harga pada 3 bulan
yang akan datang (ekspektasi harga t) dengan laju inflasi bulanan.
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
47
HARGA-HARGA VOLATILE FOODS SEMAKIN BERGEJOLAK Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 2,89% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
.
Grafik 1. Perg erakan Harga Bulan an Berd asarkan SPH
Sumber : SPH K BI Palembang
Suplemen 5
Grafik 2. Perg erakan Harga Mingguan Berd asarkan SPH
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
48
Sesuai dengan disagregasi inflasi seperti yang dijelaskan sebelumnya, perubahan harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan III 2010 ini semakin bergejolak. Harga volatile foods meningkat tajam di sekitar 3% dalam satu minggu pada minggu pertama Juni dan menurun drastis sekitar 2% pada minggu keempat Juni. Hanya dalam tempo dua minggu sesudahnya harga volatile foods meningkat kembali sekitar 3% dan menurun kembali 1,5-2,5% pada akhir Agustus. Kemudian harga volatile foods meningkat kembali sebesar 3,8% pada hari raya Idul Fitri, yaitu pada minggu kedua September, namun kemudian mengalami penyesuaian moderat sebesar 0,5-1% pada akhir September. Di sisi lain, core Inflation mengalami tendensi kenaikan yang konsisten dilihat dari nilainya yang selalu positif sejak minggu kedua Agustus.
Grafik 3. Perg erakan Harg a Beras
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 4. Perg erakan Harg a Minyak Goreng
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 5. Perg erakan Harg a Daging Ayam
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 6. Perg erakan Harg a Cab e Merah
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
49
Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas cukup bervariasi. Untuk komponen volatile foods, harga beras mengalami tendensi peningkatan sebesar 6,8% (qtq). Daging ayam mengalami peningkatan harga sebesar 11,6% (qtq). Di sisi lain, cabe merah dan minyak goreng mengalami penurunan harga masing-masing sebesar 19,0% dan 0,8%. Berbeda dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,7% dan 2,3% (qtq). Selain itu, harga emas perhiasan mengalami inflasi sebesar 0,6% (qtq).
Grafik 7. Perg erakan Harg a Nasi
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 8. Pergerakan Harg a Mie
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 9. Perg erakan Harg a Emas Perhiasan
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
50
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
• Baiknya prospek perekonomian domestik mendorong kinerja perbankan menjadi lebih ekspansif.
• Dibandingkan periode sebelumnya, wilayah selain Palembang cenderung lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, sehingga dapat mendukung konvergensi perekonomian antar wilayah
3.1. Kondisi Umum
Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi
Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan III
2010 (Agustus 2010) dari beberapa indikator
seperti total aset, penghimpunan dana dan
penyaluran kredit/pembiayaan mengalami
peningkatan seiring dengan baiknya prospek
ekonomi domestik.
Secara triwulanan (qtq) total aset
meningkat sebesar 3,01% menjadi Rp46,40
triliun dan secara tahunan total aset perbankan
Sumsel meningkat dibandingkan triwulan yang
sama pada tahun sebelumnya (yoy) sebesar
26,46%.
Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 27,69% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp29,10 triliun menjadi Rp37,15 triliun, dan secara
triwulanan tercatat meningkat sebesar 2,69% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/
pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 25,34% (yoy) dari Rp25,33
triliun menjadi Rp31,75 triliun.
Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat
mengalami peningkatan sebesar 29,48% dari Rp17,01 triliun menjadi sebesar Rp21,58
triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami peningkatan
sebesar 8,88%.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perban kan Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
BAB 3
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
52
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
Peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang lebih tinggi dari peningkatan DPK
secara triwulanan telah menyebabkan peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari
83,12% pada triwulan II 2010 menjadi 85,45% pada triwulan III 2010.
3.2. Kelembagaan
Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel
sampai dengan triwulan III 2010 berjumlah 54
bank. Jumlah kantor bank sebanyak 512 kantor
yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum
Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah
Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, 62 Kantor
Cabang Bank Umum Konvensional, 10
Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 4
Kantor Cabang BPR/S, 302 Kantor Cabang
Pembantu Bank Umum Konvensional, 40
Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,
serta 64 Kantor Kas Bank Umum, 3 Kantor Kas Bank Syariah dan 4 Kantor Kas BPR.
Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tercatat sebanyak 525 unit.
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
3.3.1 Penghimpunan DPK
Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK
mengalami peningkatan sebesar 27,69%. Seluruh komponen DPK mengalami kenaikan
secara tahunan. Giro tercatat meningkat dari Rp5,46 triliun menjadi sebesar Rp6,69 triliun
atau sebesar 22,43%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 25,85% menjadi
Rp15,07 triliun. Simpanan berjangka/deposito meningkat dari Rp11,65 triliun menjadi
Rp15,39 triliun atau meningkat sebesar 32,04%.
Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar
2,69% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito dan tabungan masing-
masing sebesar 7,55% dan 2,87%. Namun di sisi lain, simpanan giro mengalami
penurunan sebesar 7,30% (qtq).
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
53
Berdasarkan pangsa masing-masing komponen simpanan terhadap total DPK yang
dihimpun, deposito berjangka tercatat memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 41,42%, atau
sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 39,55%. Sementara itu
tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 40,57% dan 18,00%.
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang masih
mengelompokkan daerah berdasarkan 11 kabupaten/kota. Berdasarkan laju pertumbuhan
secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Lematang Ilir Ogan Tengah tercatat mengalami
pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 67,83% atau dengan pangsa pertumbuhan
tahunan sebesar 7,70%. Kota Palembang dan Ogan Komering Ulu juga mencatat
kontribusi terhadap pertumbuhan tahunan yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar
17,85% dan 7,23%. Pada periode ini, Ogan Komering Ilir merupakan wilayah yang
membatasi pertumbuhan kredit secara tahunan, yaitu dengan andil pertumbuhan tahunan
sebesar minus 0,28%.
Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan III 2010
di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
54
Tabel 3.1
Pertumbuhan DPK Perban kan p er Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Kabupaten/Kota 2009 2010
III IV I II III* Prabumulih 1,049,379 1,069,924 994,060 1,204,056 1,242,549
Pagar Alam 344,141 308,350 244,480 327,537 340,667
Lubuklinggau 1,277,817 1,196,570 1,266,307 1,467,709 1,394,871
Baturaja 700,139 789,252 42,448 44,761 44,610
Palembang 20,133,157 22,469,744 21,479,957 23,946,104 25,390,620
Ogan Komering Ulu 531,868 472,256 1,329,957 1,519,619 1,490,788
Ogan Komering Ilir 746,386 746,578 841,085 694,373 620,866
Musi Banyuasin 984,333 1,041,640 1,265,999 1,795,090 1,524,471
Musi Rawas 39,497 45,194 104,645 44,027 53,998
Lematang Ilir Ogan Tengah 2,513,605 4,524,899 4,482,735 4,263,236 4,218,599
Lahat 775,003 722,501 764,056 870,552 829,650
*Posisi Agustus 2010
Wilayah Musi Rawas tercatat sebagai wilayah dengan peningkatan penghimpunan
DPK terbesar secara triwulanan yakni naik sebesar 22,65%. Sementara itu, beberapa
kota/kabupaten lain yakni Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir mencatat penurunan
DPK dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK Kabupaten Musi Banyuasin juga tercatat
mengalami penurunan paling drastis yaitu sebesar 15,08%. Kontribusi Palembang terhadap
pertumbuhan penyaluran kredit merupakan yang tertinggi yakni sebesar 4,12%. Wilayah
yang juga berkontribusi sebagai penopang pertumbuhan triwulanan antara lain adalah
Prabumulih dan Pagar Alam, dengan andil masing-masing sebesar 0,11% dan 0,04%.
Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang masih merupakan wilayah dengan pangsa
terbesar yakni sebesar 68,34% dari total DPK Sumatera Selatan, sementara daerah yang
mempunyai pangsa terendah adalah Kabupaten Baturaja sebesar 0,12%.
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,34%
dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp25,33 triliun menjadi Rp31,75 triliun. Laju
pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa sosial dan kredit sektor lain-lain
masing-masing sebesar 138,08% dan 44,80%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
55
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
Sektor 2009 2010
III IV I II III* Pertanian 4,205,007 4,935,680 4,263,349 4,270,243 4,801,640
Pertambangan 435,143 609,393 615,637 518,460 593,694
Perindustrian 2,660,552 3,156,263 2,610,876 3,018,585 3,264,175
Perdagangan 5,510,281 5,828,923 4,936,273 5,325,800 6,325,730
Jasa-jasa 3,533,555 3,485,232 3,518,964 3,712,200 3,752,123
Listrik, Gas dan Air 178,887 242,201 250,016 284,317 286,056
Konstruksi 1,656,373 1,550,167 1,485,497 1,601,727 1,657,412
Pengangkutan 242,737 244,498 330,557 363,728 368,274
Jasa Dunia Usaha 1,278,693 1,262,746 1,255,387 1,041,484 1,019,302
Jasa Sosial M k
176,865 185,620 197,507 420,944 421,079
Lain-lain 8,984,438 9,896,154 12,060,873 13,224,773 13,009,828
*Posisi Agustus 2010
Sektor yang berkontribusi terbesar sebagai penopang pertumbuhan kredit tahunan
adalah sektor perdagangan dan sektor perindustrian masing-masing sebesar 2,95% dan
2,33%. Sektor perdagangan juga memegang peranan terbesar pada pertumbuhan
triwulanan dengan andil pertumbuhan sebesar 3,74%. Pertumbuhan kredit secara tahunan
sedikit terhambat oleh pertumbuhan kredit di sektor jasa dunia usaha dengan andil sebesar
minus 0,65%.
Selain sektor lain-lain, sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam
penyaluran kredit yaitu sebesar 19,93%. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor
pertanian dan sektor perindustrian yaitu masing-masing sebesar 15,12% dan 10,28%.
Selain itu, penyaluran kredit di sektor jasa konstruksi dan sektor jasa dunia usaha juga
mempunyai pangsa yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 5,22% dan 3,21%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
56
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervariasi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit modal kerja
mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp10,59 triliun menjadi Rp.14,34 triliun atau
35,43%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 34,91%. Di sisi lain, kredit
investasi menurun 8,08%. Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk
modal kerja tercatat mengalami peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar 11,15%.
Penyaluran kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar 2,69%, sedangkan kredit
investasi tercatat menurun sebesar 1,47%.
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I II 2010
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
57
Dari per komposisi, penyaluran kredit berdasarkan penggunaan masih didominasi
oleh kredit modal kerja yakni sebesar 45,16%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni
sebesar 38,14%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 16,70%. Jika diperhatikan
pula data triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit peningkatan pada proporsi kredit modal
kerja dari sebelumnya sebesar 42,89%.
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wilayah Palembang, Lematang Ilir Ogan Tengah, dan
Ogan Komering Ulu tercatat sebagai wilayah yang paling dominan dalam penyaluran
kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing
sebesar 22,88%, 4,20% dan 3,40%.
Begitupun halnya dengan pertumbuhan secara triwulanan (qtq), wilayah Palembang
dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi terhadap
pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar 3,81% dan 1,01%.
Sementara itu, kontribusi pertumbuhan yang negatif disumbang oleh wilayah Ogan
Komering Ilir dengan andil sebesar minus 0,14%.
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan
Provinsi Sum atera Selatan
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan
Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan III 2010
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
58
Tabel 3.3 Perkembang an Penyaluran Kredit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah
di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) Wilayah 2009 2010
III IV I II III*
Prabumulih 919,247 1,034,049 926,720 1,065,823 1,129,014
Pagar Alam 315,990 309,706 264,518 269,491 287,771
Lubuklinggau 841,744 840,973 921,416 1,130,749 1,139,823
Baturaja 1,076,839 1,099,851 95,339 91,588 95,105
Palembang 12,778,531 14,835,993 16,204,837 16,815,392 17,949,328
Ogan Komering Ulu 1,429,590 1,743,072 1,844,438 2,087,848 2,148,417
Ogan Komering Ilir 2,157,162 2,209,802 2,259,199 2,485,484 2,440,583
Musi Banyuasin 2,286,765 2,727,439 2,342,973 2,745,756 3,035,393
Musi Rawas 594,602 693,235 869,712 766,770 828,609
Lematang Ilir Ogan Tengah 1,092,360 1,674,845 1,552,376 1,803,014 1,870,689
Lahat 686,291 737,015 718,920 802,817 817,397
Lainnya 2,998 5,665 5,524 5,329 5,061
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.8
Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Selatan Triwulan III 2010 Berdasarkan Wilayah
*Posisi Agustus 2010
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa
penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 56,54%. Kemudian disusul oleh Musi Banyuasin
dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 9,56% dan
7,69%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
59
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM)
Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada triwulan ini secara tahunan
tercatat mengalami peningkatan dari posisi yang sama tahun sebelumnya, yakni meningkat
sebesar 29,48% (yoy) dari Rp17,01 triliun menjadi sebesar Rp21,58 triliun. Berdasarkan
penggunaan, pertumbuhan tertinggi adalah kredit konsumsi yaitu sebesar 38,12%, diikuti
oleh kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 30,80% dan 17,28%.
Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami peningkatan
sebesar 8,88% dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut dikontribusikan oleh
kenaikan penyaluran kredit konsumsi, kredit modal kerja, dan kredit investasi masing-
masing sebesar 10,86%, 7,15% dan 4,25%.
Berdasarkan pangsa penggunaan, kredit yang diberikan pada triwulan III 2010
banyak digunakan untuk konsumsi dan modal kerja. Kredit konsumsi tercatat sebesar
Rp11,88 triliun atau dengan pangsa sebesar 55,05%, sementara kredit modal kerja tercatat
sebesar Rp7,88 triliun atau dengan pangsa sebesar 36,52%. Selain itu, kredit investasi
tercatat sebesar Rp1,82 triliun atau dengan pangsa sebesar 8,43%.
Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat
pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi
penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 4,96%,
sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.
Grafik 3. 9 Penyaluran Kredit MKM Perb ankan
Provinsi Sum atera Selatan Menurut Penggunaan
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.10 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
60
Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 49,50%, dan 30,20%. Secara triwulanan
(qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro, kredit usaha kecil, dan kredit
usaha menengah masing-masing meningkat sebesar 5,69%, 9,71% dan 10,90%.
Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar
47,21% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah. Kemudian, kredit mikro dan
kredit menengah masing-masing mempunyai pangsa sebesar 26,78% dan 26,01%. Pangsa
penyaluran kredit kecil mengalami peningkatan yang robust sejak triwulan yang sama
tahun sebelumnya.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman pada triwulan III 2010 mengalami pertumbuhan dengan arah yang
berbeda. Menurunnya bunga simpanan dan meningkatnya suku bunga pinjaman
memperlebar spread suku bunga kredit perbankan.
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu
1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Suku bunga simpanan mengalami
penurunan secara terus-menerus pada
beberapa periode terakhir. Rata-rata suku
bunga simpanan tercatat sebesar 7,20%,
menurun tipis dibandingkan dengan tingkat
suku bunga simpanan pada triwulan
sebelumnya (qtq) yang tercatat sebesar
7,22% maupun dengan periode yang sama
tahun sebelumnya (yoy), suku bunga
simpanan tercatat jauh menurun dari tahun
sebelumnya sebesar 8,32%.
Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Simpanan
Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
61
Grafik 3.12 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman
Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, berdasarkan jangka waktu
simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang
bervariasi. Penurunan suku bunga yang secara relatif paling drastis terjadi pada jenis
simpanan dengan jangka waktu 12 bulan, sedangkan suku bunga simpanan dengan jangka
waktu 6 bulan relatif meningkat.
Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan
dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar 7,38%. Sedangkan suku bunga simpanan
yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 6 bulan yakni sebesar
7,08%.
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal
kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), namun sedikit
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq).
Rata-rata tingkat suku bunga
pinjaman tercatat sebesar 15,22%,
meningkat apabila dibandingkan dengan
tingkat suku bunga pinjaman pada triwulan
sebelumnya (qtq) yang sebesar 15,08% yang
didorong oleh kenaikan suku bunga kredit
konsumsi. Namun, suku bunga pinjaman
masih lebih rendah dibandingkan dengan
tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar
15,44%. Berdasarkan penggunaan, suku
bunga kredit yang tertinggi pada triwulan III
2010 adalah suku bunga kredit konsumsi,
yaitu sebesar 17,59%. Sementara itu kredit investasi tercatat sebagai kredit dengan suku
bunga terendah, yakni sebesar 14,01%.
Berbeda dengan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja,
suku bunga kredit konsumsi mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
dari 16,69% menjadi 17,59%, yang menunjukkan terjadinya excess demand pada jenis
kredit ini.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
62
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
Spread suku bunga bank umum
konvensional, yaitu selisih antara suku
bunga kredit dan suku bunga
simpanan perbankan tercatat
mengalami peningkatan pada
triwulan III 2010 menjadi 8,02%. Ha l
ini di satu sisi menunjukkan tingginya
kinerja perbankan untuk
menghasilkan laba, namun di sisi lain
memberikan indikasi adanya excess
demand dalam hal penyaluran kredit
pada triwulan III 2010.
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Tingkat Non-Performing Loan (NPL)
gross bank umum Sumatera Selatan
pada triwulan III 2010 sebesar 1,90%,
menurun dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya maupun triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,02%.
Sementara itu, NPL net (sudah
memperhitungkan PPAP) posisi
triwulan III 2010 tercatat sebesar
0,79%, juga menurun apabila
dibandingkan tingkat NPL net
triwulan sebelumnya.
Grafik 3.13 Perkembang an Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.14 Perkembang an NPL Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
63
Perubahan NPL Gross pada periode
triwulan III 2010 secara umum menurun
pada setiap kelompok bank. Bank
pemerintah mengalami penurunan NPL
secara tipis dari 1,88% menjadi 1,79%.
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN)
mengalami penurunan NPL dari 1,97%
menjadi 1,88%. Walaupun tetap
merupakan yang tertinggi, NPL pada BPR
mengalami penurunan yang paling
signifikan, yaitu dari 7,47% menjadi
6,95%.
Persentase NPL gross bank umum
konvensional terbesar masih bersumber
dari sektor perdagangan yakni sebesar
42,91%, meningkat dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 42,03%.
Sektor pertanian tercatat menyumbang
NPL sebesar 8,92% dan sektor konstruksi
tercatat menyumbang NPL sebesar
14,39%. Berubahnya proporsi NPL di
sektor–sektor tersebut pada umumnya
lebih bersifat temporer bergantung pada
faktor musiman permintaan barang dan
jasa serta cash flow yang secara umum
berbeda pada masing-masing sektor.
Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan II I 2010
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.15 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank
*Posisi Agust us 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
64
3.7. Rentabilitas Perbankan
Bank pemerintah mampu mencatat keuntungan sebesar Rp513,0 miliar, lebih tinggi
dibandingkan BUSN yang memperoleh keuntungan Rp311,2 miliar. Sementara itu, BPR
hanya mampu mencetak laba sebesar Rp20,5 miliar.
Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 1,63%, lebih rendah dibandingkan
BPR yang mencapai 2,27% maupun dibandingkan BSU yang mencapai 3,35%. Rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank pemerintah sebesar 84,68%.
Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar
81,81% dan 70,73%.
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan III 2010
No Indikator Angka Rasio Bank
Pemerintah BUSN BPR
1 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
84.68 81.81 70.73
2 Return on Asset (ROA) 1.63 2.27 3.35
3 Keuntungan (dalam Rp juta) 513,024 311,233 20,491
3.8. Kelonggaran Tarik
Dari Laporan Bank Umum (LBU) KBI
Palembang diperoleh informasi bahwa
undisbursed loan (kredit yang belum
ditarik oleh debitur) pada triwulan III
2010 tercatat sebesar Rp1,94 triliun atau
7,31% dari plafon kredit yang disetujui
oleh perbankan, menurun dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp2,37 triliun atau 11,48%, dan
juga menurun bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp1,90 triliun atau 7,48%.
Grafik 3.17 Perkembang an Undisbursed Loan
Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi Februari 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
65
3.9. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas bank umum konvensional di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III
2010 tergolong cukup likuid dengan
besaran angka rasio likuiditas sebesar
92,63% 1. Rasio tersebut tercatat
menurun jika dibandingkan dengan rasio
likuiditas triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 95,82%.
Meningkatnya rasio likuiditas
merupakan dampak dari kenaikan aktiva
likuid < 1 bulan sebesar 2,56% (qtq)
menjadi sebesar Rp30,05 triliun yang
disertai dengan peningkatan pasiva likuid
< 1 bulan sebesar 6,09% (qtq) menjadi
sebesar Rp32,44 triliun.
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja
yang cukup baik. Total aset pada triwulan III 2010 (hingga Agustus 2010) tercatat sebesar
Rp2.399,59 miliar, meningkat sebesar 59,46% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.504,84 miliar, dan juga meningkat apabila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengalami peningkatan
sebesar 17,17%.
Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.261,21 miliar, meningkat cukup pesat
sebesar 29,06% (yoy) dan meningkat sebesar 9,09% (qtq). Dana investasi t idak terikat
mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 87,41% atau sebesar Rp1.102,45
miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp440,07 miliar (pangsa
34,91% dari total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp662,11 miliar (pangsa
52,50% dari total DPK).
1 Diperoleh melalui rasio nila i aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan
Grafik 3.18 Perkembang an Risiko Likuiditas
Perban kan Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
66
Berbeda dengan DPK, penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan yang sedikit
lebih tinggi, yaitu sebesar 47,34% (yoy) atau 5,90% (qtq). Dari total penyaluran
pembiayaan yang mencapai Rp1.436,89 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa
sebesar 64,12% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat
sebesar Rp 220,85 miliar atau memiliki pangsa sebesar 15,37% dan pembiayaan
musyarakah tercatat sebesar Rp198,19 miliar atau memiliki pangsa sebesar 13,79%.
Sementara itu, piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil yakni
masing-masing sebesar 6,49% dan 0,12%.
Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan
penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit Ratio (FDR) menurun dari
sebesar 117,36% pada triwulan sebelumnya menjadi 113,93%.
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
INDIKATOR 2009 2010
III IV I II III*
Total Aset 1,504,843 1,727,725 1,826,867 2,047,994 2,399,593
Dana Pihak Ketiga 977,232 1,026,077 1,015,414 1,156,153 1,261,208
1. Simpanan Wadiah 80,625 92,307 95,832 130,473 158,755
- Giro Wadiah 54,186 64,322 57,057 75,080 82,068
- Tabungan Wadiah 26,439 27,985 38,775 55,393 76,687
2. Dana Investasi tidak terikat 896,607 933,770 919,582 1,025,680 1,102,453
- Tabungan Mudharabah 382,576 419,160 406,078 433,700 440,346
- Deposito Mudharabah 514,031 514,610 513,504 591,980 662,107
Komposisi Pembiayaan 975,233 1,051,636 1,214,996 1,356,821 1,436,886
- Piutang Murabahah 589,850 669,024 755,944 869,120 921,316
- Piutang Istishna 2,026 1,919 1,819 1,753 1,706
- Piutang Qardh 47,634 54,364 79,804 85,373 93,210
- Pembiayaan Mudharabah 230,029 215,169 211,819 213,776 220,847
- Pembiayaan Musyarakah 105,644 111,113 165,178 185,764 198,193
Aktiva Ijarah 50 47 432 1,035 1,614
Non Performing Financing 2.51 1.09 1.34 1.83 1.92
*) Data s.d Agust us 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
67
Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami peningkatan
tipis d ibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,83% menjadi 1,92. Tingkat NPF juga
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara besaran masih terbilang
rendah.
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan
perkembangan kinerja. Total aset BPR meningkat sebesar 22,96% (yoy) atau 4,14% (qtq).
Peningkatan DPK yang terjadi juga cukup tinggi, yakni sebesar 17,49% (yoy) atau 4,17%
(qtq).
Penyaluran kredit mengalami peningkatan sebesar 4,23% (qtq), dan secara tahunan
juga menunjukkan peningkatan sebesar 31,85% (yoy). Dengan perkembangan DPK dan
penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR mengalami peningkatan
dari 93,44% menjadi 93,53%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada
BPR menurun dari 7,47% menjadi 6,95%.
Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 73,76% menjadi 70,50%, yang
menunjukkan sedikit menurunnya kondisi likuiditas pada BPR. Rasio likuiditas tersebut
meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 44,83%.
Grafik 3.19 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredit
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
Grafik 3.20 Perkembang an Rasio Likuiditas
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2010
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
68
PERBANDINGAN AKTIVITAS PERBANKAN ANTAR WILAYAH
Bila diasumsikan mempunyai hubungan linier, pertumbuhan DPK sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan kredit sebesar 0,43%. Wilayah OKU dan Ogan Ilir merupakan wilayah yang memiliki pertumbuhan DPK yang tinggi dan dapat digolongkan sebagai wilayah surplus secara relatif terhadap wilayah lainnya. Sedangkan wilayah Palembang, Lubuklinggau, Muba, Lahat, dan OKI merupakan wilayah defisit yang cenderung menyerap kredit dibandingkan menyumbang DPK di Sumsel. Wilayah Baturaja tercatat sebagai wilayah yang memiliki pertumbuhan kredit dan DPK yang negatif secara tahunan, walaupun secara relatif merupakan wilayah surplus.
Estimasi logistik mengindikasikan bahwa pada bulan Juli ke Agustus 2010, peluang terjadinya ekspansi kredit perbankan di Kota Palembang lebih rendah 0,16 (antilog dari -1,86) kali dibandingkan perbankan di luar Palembang. Hal ini menunjukkan adanya penyebaran penyaluran kredit perbankan ke wilayah di luar Kota Palembang yang dapat menunjukkan adanya dorongan konvergensi antar wilayah.
Suplemen 6
Grafik 1. Pertumbuhan Kredit vs. DPK per wilayah *
*Data Agustus 2010
Tabel 1. Peluang Ekspansi Kredit
Data Agustus 2010, DW=1 jika berada di Palembang, DW=0 bila lainnya *signifikan pada nilai kritis 10% ***si gnifikan pa da nilai kritis 1%
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
• Realisasi pendapatan daerah mencapai Rp2.358,26 miliar atau sebesar 75,30%.
Sementara itu, belanja terealisasi 50,85% atau sebesar Rp1.640,22 miliar.
4.1 Realisasi APBD Sumatera Selatan
Realisasi pendapatan sebesar Rp2.358,26 miliar atau mencapai 75,30% dari total anggaran
yang sebesar Rp3.131,67 miliar. Sementara realisasi belanja sebesar Rp1.640,22 miliar atau
mencapai 50,85% dari anggaran sebesar Rp3.225,41 miliar. Realisasi belanja maupun
penerimaan periode ini tercatat lebih baik dibandingkan pencapaian pada periode yang
sama tahun sebelumnya.
Dari sisi komponen pendapatan, realisasi paling tinggi dicapai oleh komponen Dana
Perimbangan yakni sebesar 86,19% dengan kontribusi sebesar 57,58% dari total
pendapatan. Realisasi dana perimbangan paling tinggi dicapai oleh Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak yang mencapai 86,54%, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) terealisasi
sebesar 84,05%. Sementara itu, realisasi komponen PAD yang merupakan gambaran
kemandirian suatu daerah tercatat sebesar Rp974,15 miliar atau terealisasi sebesar 65,09%
dengan pangsa sebesar 41,31% terhadap total pendapatan. Komponen PAD yang
mencatat realisasi paling besar secara nominal adalah Pajak Daerah yakni sebesar Rp891,28
miliar atau dengan tingkat realisasi sebesar 65,53% dari anggaran. Tingkat realisasi
tertinggi pada komponen PAD dicapai oleh Hasil Retribusi Daerah yakni sebesar 91,48%
dengan nominal sebesar Rp11,86 miliar. Sementara itu, realisasi Lain-lain PAD yang sah
tercatat sebesar Rp47,60 miliar atau mencapai 57,37% dari target anggaran.
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
70
Tabel 4.1
Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
71
Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 58,26%
atau mencapai Rp695,17 miliar, melebihi pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar
55,20%. Realisasi belanja hibah pada komponen belanja tidak langsung tercatat sebesar
Rp68,94 miliar merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni
sebesar 95,75%. Sementara itu, realisasi belanja pegawai sebesar Rp301,33 miliar atau
mencapai 64,78%. Komponen belanja tidak langsung yang terealisasi paling rendah adalah
belanja tidak terduga yakni sebesar 8,25%.
Tabel 4.2 Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2009 dan Triwulan III 2010 (Rp Miliar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
72
Komponen belanja langsung mencapai Rp945,05 miliar atau terealisasi sebesar
46,51%, melebihi pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 34,43%. Realisasi belanja
modal pada komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp519,44 miliar dan merupakan
komponen belanja langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 55,14%.
Sementara itu, realisasi belanja pegawai sebesar Rp280,41 miliar atau mencapai 42,28%.
Komponen belanja langsung yang terealisasi paling rendah adalah belanja barang dan jasa
yakni dengan realisasi sebesar Rp145,19 atau hanya terealisasi 34,02% dari anggaran.
4.2 Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung
menginformasikan bahwa rata-rata penerimaan pajak pada triwulan III 2010 mengalami
peningkatan dibandingkan kondisi tahun sebelumnya.
Penerimaan PPh Orang Pribadi tercatat sebesar Rp5,27 miliar atau mengalami
peningkatan sebesar 9,61% (yoy). Kondisi tersebut melambat dibandingkan kinerja
triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 339,89% (yoy). Bertolak
belakang dengan kinerja penerimaan PPh Orang Pribadi, kinerja penerimaan PPh Pasal 21
tercatat mengalami perbaikan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang mengalami
peningkatan sebesar 30,07% (yoy). Penerimaan PPh Pasal 21 pada triwulan berjalan
tercatat sebesar Rp284,72 miliar atau meningkat 36,85% (yoy) dibanding tahun
sebelumnya.
Grafik 4.3 Perkembang an Penerimaan PPh Orang Pribadi
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung
Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
73
Sementara itu, penerimaan PBB tercatat sebesar Rp759,46 miliar atau mengalami
peningkatan sebesar 11,29% (yoy). Kondisi tersebut juga mengalami perlambatan
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 984,03%
(yoy). Adapun penerimaan Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tercatat
sebesar Rp25,39 miliar, turun 28,91% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Grafik 4.6 Perkembang an Penerimaan B PHTB
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Ba ngka Belitung
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
74
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Grafik 5.1 Perkembang an Kliring Sumsel
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
• Meningkatnya aktivitas kliring pada triwulan laporan dipengaruhi oleh tingginya penyaluran kredit modal kerja.
• Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai diiringi dengan meningkatnya cek dan bilyet giro kosong
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
Aktivitas kliring mengalami peningkatan dari sisi jumlah warkat dan nominal dibandingkan
triwulan maupun tahun sebelumnya. Jumlah warkat yang dikliringkan selama triwulan III
2010 tercatat 189.809 lembar, meningkat 0,86% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan
sebesar 7,33% (yoy) dibandingkan kondisi tahun sebelumnya.
Nominal kliring tercatat sebesar
Rp6,68 triliun, mengalami peningkatan
sebesar 5,41% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya dan sebesar
15,98% (yoy) dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun
sebelumnya.
Aktivitas kliring pada triwulan III
2010 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan kondisi triwulan
sebelumnya yang mengalami
peningkatan jumlah warkat dan nominal masing-masing sebesar 0,62% (yoy) dan 6,85%
(yoy). Aktivitas kliring di Sumatera Selatan selama dua tahun terakhir relatif dipengaruhi
oleh pergerakan harga karet dan jumlah kredit yang disalurkan (terutama kredit modal
kerja). Kondisi yang sama terjadi pada triwulan laporan yang menunjukkan tingginya
aktivitas kliring seiring dengan tingginya penyaluran kredit modal kerja. Modal yang
disalurkan memiliki dampak positif terhadap peningkatan aktivitas kliring seiring bergulirnya
kegiatan ekonomi antar pelaku usaha.
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
76
Grafik 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Klir ing vs Kredit Modal Kerja
(KMK)
Perputaran kliring harian pada
triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp107,72
miliar per hari, mengalami peningkatan
dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp102,19 miliar per
hari. Sementara dari sisi jumlah warkat
tercatat menjadi 3.061 lembar per hari dari
3.035 lembar per hari. Jumlah hari kerja
selama triwulan berjalan tercatat tidak
mengalami perubahan dibandingkan
triwulan sebelumnya yakni 62 hari kerja.
Nilai net RTGS tercatat sebesar
Rp5,13 triliun, mengalami penurunan
sebesar 0,29% (qtq) dibandingkan kondisi
triwulan sebelumnya. Sementara itu,
pertumbuhan tahunan nilai net RTGS
meningkat sebesar 14,22% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
tahunan pada triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar 2,62%
(yoy).
Grafik 5.4 Perkembang an RTGS Sumsel
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
77
Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai pada triwulan ini diiringi dengan
meningkatnya cek dan bilyet giro kosong dari sisi jumlah warkat, sedangkan dari sisi
nominal mengalami penurunan. Jumlah cek dan bilyet giro (BG) kosong pada triwulan ini
tercatat sebanyak 3.090 lembar dengan nominal sebesar Rp83,35 miliar. Jumlah warkat
cek/BG kosong bertambah sebesar 5,32% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebanyak 2.934 lembar, sedangkan dari sisi nominal tercatat menurun
sebesar 4,41% (qtq) dari sebesar Rp87,19 miliar. Sementara itu, nominal cek/BG kosong
tercatat mengalami penurunan secara tahunan sebesar 0,40% (yoy), sedangkan dari sisi
jumlah warkat tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,15% (yoy).
Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong
Provinsi Sum atera Selatan
II I IV I I I I II
1. Lembar Warkat 3,025 3,123 2,784 2,934 3,090
2. Nominal (Rp Miliar) 83.68 88.17 85.10 87.19 83.35
Keterangan2009 2010
Aktivitas kliring bulanan yang paling tinggi selama triwulan III 2010 terjadi pada
bulan Agustus dengan rata-rata perputaran nominal kliring per hari sebesar Rp111,56 miliar
dan rata-rata jumlah warkat per hari sebesar 3.262 lembar.
Grafik 5.6 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro
Kosong Sumsel
Grafik 5.5 Perkembangan Bulanan
Perputaran Kliring Sumsel
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
78
Grafik 5.7 Perkembangan Keg iatan Perkasan Sumsel
2009-2010
5.2. Perkembangan Perkasan
Kegiatan perkasan pada triwulan III 2010 mencatat inflow sebesar Rp2,51 triliun,
meningkat 59,34% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,57
triliun. Dibandingkan triwulan sebelumnya, terjadi peningkatan inflow sebesar 68,57%
(qtq) dari sebesar Rp1,49 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp2,44
triliun atau naik sebesar 4,46 (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
namun turun sebesar 2,31% (qtq) apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Dengan membandingkan inflow dan outflow diperoleh net-inflow selama triwulan
III 2010 sebesar Rp64,02 miliar, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya
tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp765,74 miliar. Net-inflow di Sumatera Selatan
merupakan peristiwa yang relatif jarang terjadi. Kondisi net-inflow terakhir dialami
Sumatera Selatan pada triwulan I 2009 ketika dampak krisis keuangan global 2008 masih
cukup terasa.
Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar)
III IV I II III
Inflow 1,574.04 1,617.00 1,258.33 1,487.84 2,508.09
Outflow 2,339.78 2,319.96 1,635.36 2,501.95 2,444.08
Net Inflow (Net Outf low) (765.74) (702.96) (377.03) (1,014.11) 64.02
Keterangan2009 2010
Net-inflow diperkirakan terjadi karena relatif tingginya inflow selama triwulan
berjalan yang salah satunya disebabkan aktivitas perekonomian yang relatif tinggi sehingga
berdampak pada meningkatnya inflow secara triwulanan di atas angka 50%.
Melalui kegiatan perkasan,
dilakukan pula penarikan uang lusuh di KBI
Palembang sebagai wujud dari clean money
policy Bank Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan uang dalam kondisi layak edar.
Uang lusuh yang ditarik tercatat meningkat
sebesar 0,83% (qtq), sedangkan secara
tahunan meningkat sebesar 233,36% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya.
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
79
Grafik 5.8 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
oleh KBI Palembang
Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami
penurunan dari sebesar 32,03% pada triwulan sebelumnya menjadi 19,16%. Secara
nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan ini mencapai Rp480,47
miliar.
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia
mengadakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan penyelenggaraan
kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan terhadap uang
tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.
Tabel 5.3 Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Miliar)
III IV I II III
Inflow 336.99 239.24 312.39 235.59 318.01
Outflow 331.85 344.60 284.62 437.42 318.98
Net Inflow (Net Outflow) 5.14 (105.36) 27.77 (201.83) (0.97)
Keterangan2009 2010
Outflow di Lubuk Linggau pada triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp318,98 miliar,
menurun sebesar 27,08% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas
inflow tercatat sebesar Rp318,01 miliar atau meningkat sebesar 34,98% (qtq)
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
80
dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga dengan membandingkan angka outflow dan
inflow diperoleh net-outflow sebesar Rp0,97 miliar.
Masih terjadinya net-outflow merupakan salah satu indikator cukup tingginya
aktivitas perekonomian di Lubuk Linggau pada triwulan III 2010 ini. Hal tersebut sejalan
dengan kondisi perekonomian Sumatera Selatan yang diproyeksi mengalami peningkatan
kinerja secara triwulanan (qtq). Peningkatan aktivitas ekonomi Lubuk Linggau dari sisi
pembayaran tunai pada triwulan ini terutama terjadi pada Agustus 2010 yang ditandai
dengan terjadinya net-outflow yang mencapai Rp83,09 miliar.
Grafik 5.9 Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau
Tahun 2009-2010
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
• Meningkatnya harga komoditas unggulan berdampak pada kenaikan indeks harga yang diterima petani dan peningkatan nilai tukar petani secara umum.
• IPM Sumsel terus mengalami peningkatan.
6.1. Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel pada bulan Februari 2010 mencapai 3.619.177
orang, bertambah 131.178 orang atau 3,76% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada
bulan Februari 2009 yang tercatat sebesar 3.487.999 orang. Secara keseluruhan, kondisi
ketenagakerjaan di Sumsel pada bulan Februari 2010 ditandai perubahan beberapa
indikator ketenagakerjaan yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Dari total
angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Februari 2010 tercatat sebesar
3.382.059 orang, bertambah 186.294 orang atau sebesar 5,83% (yoy) jika dibandingkan
dengan posisi bulan Februari 2009.
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2008 – F ebruari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
82
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, kondisi ketenagakerjaan pada Februari
2010 memperlihatkan fenomena yang relatif sama dengan kondisi tahun-tahun
sebelumnya, dimana sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian yakni sebesar
59,55%, dengan tingkat persentase pekerja yang sedikit meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk masih bertempat tinggal di
daerah pedesaan dan mengandalkan hasil pertanian sebagai mata pencaharian.
Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas), dapat diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan
ekonomi formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal
umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan
berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada bulan Februari 2010 lebih dari 75%
tenaga kerja masih bekerja pada kegiatan informal.
Tabel 6.2 Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja
Menurut Status Pekerjaan, F ebruari 2008 – Februari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Dari 3.382.059 orang yang bekerja, sebanyak 25,31% penduduk berstatus pekerja
tidak dibayar, kondisi ini sedikit mengalami perubahan jika dibandingkan dengan kondisi
pada Februari 2009 dimana proporsi terbesar penduduk yang bekerja berstatus berusaha
dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar yakni sebesar 23,59%.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
83
6.2. Pengangguran
Masalah pengangguran merupakan masalah yang melekat pada aspek ketenagakerjaan.
Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah
penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2010
mengalami penurunan sebanyak 55.116 orang atau 18,86% dibandingkan dengan posisi
bulan Februari 2009, dan mengalami penurunan sebanyak 26.353 orang atau sebesar
10,00% jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2009 yang mencapai
263.471 orang.
Tabel 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan
Februari 2008 – Februar i 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Februari 2010 menurun
menjadi 6,55% dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2009 yang mencapai 8,38%.
TPT pada Februari 2010 tercatat merupakan yang terendah sejak tahun 2007.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan
pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan
banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk
perkotaan. Di sisi lain, lapangan kerja di perkotaan relatif terbatas sehingga menyebabkan
terjadinya tingkat pengangguran yang relatif tinggi.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
84
6.3. Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan data resmi BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di
bawah Garis Kemiskinan) pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 1.125.725 jiwa atau
15,47% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan
sebesar 3,61% atau sebesar 42.140 orang dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (Maret 2009) yang tercatat sebesar 1.167.870 jiwa.
Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan
Tahun 1993-2010
Tahun Jumlah Penduduk Miskin
(ribuan) Persentase
1993 901,9 15,73
1996 1.017,0 17,04 1999 1.481,9 23,87 2002 1.434,1 22,49
2003 1.397,3 21,54 2004 1.379,3 20,92
Januari 2005 1.429,0 21,01 Januari 2006 1.446,9 20,99 Maret 2007 1.331,8 19,15 Maret 2008 1.249,61 17,73 Maret 2009 1.167,87 16,28 Maret 2010 1.125,73 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2010 berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar
464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari
17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2010, jumlah penduduk miskin relatif
terus mengalami penurunan.
Garis Kemiskinan (yang merupakan indikator penetapan kriteria miskin) mengalami
peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni meningkat sebesar 4,38% dari
Rp212.381,00 per kapita/bulan menjadi Rp221.687,00 per kapita/bulan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, Garis Kemiskinan di
perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 4,3% dari
Rp247.661,00 per kapita/bulan menjadi Rp258.304,00 per kapita/bulan. Sementara itu,
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
85
Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan sebesar 4,5% pada periode
yang sama, dari Rp190.109,00 per kapita/bulan menjadi Rp198.572,00 per kapita/bulan.
Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jum lah d an Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2010
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin Persentase
Perkotaan Maret 2008 229.552 514.704 18,87 Maret 2009 247.661 470.025 16,93 Maret 2010 258.304 471.224 16,73
Perdesaan Maret 2008 175.556 734.905 17,01 Maret 2009 190.109 697.848 15,87
Maret 2010 198.572 654.501 14,67
Kota+Desa
Maret 2008 196.452 1.249.609 17,73 Maret 2009 212.381 1.167.873 16,28 Maret 2010 221.687 1.125.725 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
Dengan memperhatikan garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan
bukan makanan terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis
kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 77,08%. Garis kemiskinan bukan
makanan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar Rp170.875,00/kapita/bulan, dan garis
kemiskinan makanan sebesar Rp50.813,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami
kenaikan dibandingkan Maret 2009 yang mencatat Rp163.801,00/kapita/bulan untuk garis
kemiskinan bukan makanan dan Rp48.580,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan
makanan.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase
penduduk miskin, ada beberapa dimensi lain yang perlu diperhatikan yakni tingkat
kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri. Selain harus mampu memperkecil
jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus mampu
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
86
Grafik 6.1 Indeks Harga yang d iterima, Indeks Harga yang dibayar
dan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan d an Bukan Makanan di Sumsel
Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Total Makanan Bukan Makanan
Perkotaan Maret 2009 181.415 66.246 247.661
Maret 2010 188.781 69.523 258.304
Perdesaan Maret 2009 152.681 37.427 190.109 Maret 2010 159.571 39.001 198.572
Kota+Desa Maret 2009 163.801 48.580 212.381 Maret 2010 170.875 50.813 221.687
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
6.4. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan
salah satu indikator yang digunakan
untuk menunjukkan kesejahteraan
petani. Perkembangan NTP dalam satu
tahun terakhir terus mengalami
peningkatan. Rata-rata NTP pada
triwulan III 2010 tercatat sebesar
104,85 atau meningkat sebesar 0,81%
(qtq) dibanding periode triwulan
sebelumnya yang memiliki rata-rata
NTP sebesar 104,01. Peningkatan nilai
tukar petani terutama disebabkan meningkatnya harga komoditas unggulan yang
berdampak pada indeks harga yang diterima petani jauh lebih besar daripada pertumbuhan
indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat menjadi
128,79 dari 124,67 atau naik sebesar 3,31% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani
mengalami peningkatan sebesar 2,48% (qtq) dari 119,86 menjadi 122,83.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
87
Grafik 6.2 Perkembang an Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan
Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata Indeks Konsumsi
Rumah Tangga Petani mengalami
peningkatan sebesar 2,96% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya dari
120,93 menjadi 124,51. Konsumsi yang
mengalami peningkatan indeks paling
tinggi terjadi pada komponen bahan
makanan yang naik sebesar 4,81%
(qtq) sebagai akibat tingkat konsumsi
yang tinggi selama bulan Ramadhan
dan perayaan Idul Fitri yang jatuh di bulan September.
Tabel 6.7 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sum atera Selatan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan
yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari
sebesar 117,59 pada triwulan sebelumnya menjadi 118,46. Peningkatan biaya produksi
yang paling tinggi terjadi pada komponen penambahan barang modal yang digunakan
selama proses penanaman.
Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Pen ambahan Modal Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
88
Tabel 6.9 IPM 2007-2008 Menurut Provinsi
Sumber : Badan P usat Statistik
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. IPM
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah wilayah adalah wilayah maju, wilayah
berkembang atau wilayah terbelakang, serta
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan
ekonomi terhadap kualitas hidup.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Sumatera
Selatan pada tahun 2008 adalah 72,05
menempati peringkat ke-12 dari seluruh provinsi
di Indonesia. Kondisi ini lebih baik dibandingkan
peringkat tahun 2009 dimana Angka IPM
Sumatera Selatan tercatat sebesar 71,40 dan
menempati peringkat ke-13 nasional. Peringkat IPM tertinggi masih dimiliki o leh DKI Jakarta
sedangkan IPM terendah adalah Provinsi Papua.
6.6. Rasio Gini Provinsi Sumatera Selatan
Rasio Gini adalah salah satu ukuran ketimpangan pendapatan penduduk secara
menyeluruh. Rasio Gini didasari kurva Lorenz yaitu kurva dua dimensi antara distribusi
penduduk (persentase kumulatif penduduk) dan distribusi pengeluaran perkapita
(persentase kumulatif pengeluaran perkapita). Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai
Rasio Gini yang mendekati 0 memiliki pengertian bahwa tingkat ketimpangan pendapatan
sangat rendah, atau distribusi pendapatan merata, sedangkan apabila nilainya mendekati 1
maka tingkat ketimpangan pendapatan berarti tinggi.
Perkembangan angka Rasio Gini Sumatera Selatan dalam tiga tahun terakhir relatif
stabil. Pada tahun 2007 Indeks Gini tercatat 0,32, kemudian mengalami perbaikan pada
tahun 2008. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh hantaman krisis keuangan global yang
sedikit menurunkan kesejahteraan golongan menengah ke atas. Setelah dampak krisis
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
89
sedikit berkurang, Indeks Gini pada tahun 2009 kembali mengalami peningkatan ke level
0,31.
Walaupun Indeks Gini Sumatera Selatan relatif lebih baik dibandingkan nasional,
upaya-upaya untuk memperkecil angka rasio gini harus terus dilakukan. Upaya tersebut
antara lain dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan cara
mendorong peningkatan peran investasi, terutama di sektor-sektor yang tradeable. Upaya
yang lain adalah membenahi pengelolaan jaminan pengaman sosial, perlu dicarikan metode
ataupun pola redistribusi pendapatan yang lebih adil untuk mengurangi ketidakmerataan.
Tabel 6.10 Rasio Gini 2007-2009 Menurut Provinsi
Sumber : Ba dan Pusat Statistik
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
90
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
• Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus berlanjut pada level yang relatif konstan pada triwulan IV 2010 seiring dengan baiknya kondisi perekonomian secara umum, kendati terdapat risiko dari sisi suplai produksi.
• Inflasi diperkirakan meningkat terutama didorong oleh kenaikan harga listrik, faktor cuaca, serta adanya perayaan Natal dan tahun baru.
• Kinerja perbankan diperkirakan tumbuh stabil karena kondisi finansial secara makro yang baik
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2010 diprediksi terus
berlanjut pada level yang konstan dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat
pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 dan tingginya harga
komoditas di pasar internasional, terdapat beberapa faktor risiko dari sisi suplai, yaitu yang
muncul dari meningkatnya tarif listrik, penurunan produksi komoditas terkait musim
kemarau basah pada triwulan sebelumnya, dan adanya penundaan transaksi dari beberapa
negara tujuan ekspor CPO. Secara musiman, perekonomian pada triwulan IV 2010 akan
menurun karena faktor masuknya kembali musim hujan.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera
Selatan triwulan IV 2010 diperkirakan akan
cenderung konstan. Berdasarkan data historis,
kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock
yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan
pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada
triwulan IV 2010 akan berada pada kisaran
5,4 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
tumbuh negatif di kisaran 4,3 ± 1%. Dengan
demikian, pertumbuhan ekonomi kumulatif
tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,5 ± 1%
(yoy).
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
Sumber: BPS, estimasi BI
*Hasil proyeksi KBI Palemba ng
BAB 7
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
92
Namun demikian, laju pertumbuhan triwulanan dengan penyesuaian musiman
diprediksi akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan
memberikan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2010 secara riil akan
melambat, yaitu menjadi sebesar 1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,3%
(qtq,sa).1
Tabel 7.1
Resume Lead ing Economic Indicator Pro vinsi Sumsel Tr iwulan III 2010 Aspek Pertumbuhan Penyebab Pertumbuhan Ekspektasi
triwulan mendatang
Keterangan Ekspektasi
Kegiatan Usaha (umum)
Meningkat, Melambat
Realokasi sumber daya produksi akibat kenaikan TDL
Meningkat Baiknya prospek perekonomian khususnya permintaan karet
Volume produksi
Meningkat, Melambat
Faktor musiman yang meningkatkan produksi, namun terdapat perubahan struktur biaya akibat kenaikan TDL
Meningkat
Nilai penjualan
Meningkat, melambat
Meningkatnya harga jual dan permintaan
Meningkat, melambat
Penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor
Kapasitas produksi
Meningkat Peningkatan kegiatan investasi karena optimisme usaha yang tinggi dan kondisi perekonomian yang baik
Tetap Tertundanya investasi lebih lanjut karena adanya perubahan struktur biaya akibat kenaikan TDL
Tenaga kerja Menurun Terjadinya mobilitas tenaga kerja yang bersifat jangka pendek
Meningkat Dimulainya proyek pemerintah, penambahan produksi, serta proyek Sea Games
Volume pesanan
Meningkat Permintaan yang cukup tinggi karena meningkatnya aktivitas perekonomian
Meningkat, melambat
Penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor
Harga jual komoditas unggulan
Meningkat Masuknya pembeli dari Cina dan India khususnya untuk komoditas karet
Meningkat, Melambat
Penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor
Kondisi keuangan
Meningkat, melambat
Membaiknya harga jual, namun terdapat kenaikan biaya listrik
Meningkat, Melambat
Penundaan transaksi ekspor, menurunnya margin karena naiknya biaya listrik
Akses kredit Meningkat
Baiknya prospek bisnis Meningkat, melambat
Baiknya prospek bisnis, namun terjadi penundaan produksi jangka pendek
Situasi bisnis Meningkat, melambat
Perekonomian domestik tetap baik, namun terjadi kenaikan biaya energi
Meningkat Perekonomian domestik tetap baik, diiringi dengan situasi investasi yang kondusif
Sumber: SKDU K BI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
1 Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
93
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan III 2010 yang
dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada triwulan IV 2010, dan peningkatan tersebut lebih cepat dibanding
triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, nilai penjualan,
tenaga kerja, dan situasi bisnis.
Kinerja ekspor produk-produk unggulan Sumsel pada triwulan IV 2010 diperkirakan
akan mengalami penurunan secara triwulanan yang disebabkan oleh produksi yang berisiko
menurun karena gangguan cuaca dan di sisi lain terdapat penundaan pesanan CPO ke
Indonesia oleh beberapa perekonomian tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat dan
kawasan Eropa. Di sisi lain, nilai tukar Rupiah tetap kuat dan menyebabkan barang ekspor
Sumatera Selatan menjadi kurang kompetitif dibandingkan sebelumnya, dengan risiko
sedikit menurun karena mulai dinaikkannya suku bunga acuan di Cina yang memperlambat
capital inflow ke negara-negara di kawasan Asia.
Pada triwulan IV 2010, tekanan dari sisi impor diprediksi relatif tetap walaupun
terjadi potensi penurunan kuantitas barang impor sehubungan dengan tersendatnya
kegiatan produksi secara temporer. Hal ini disebabkan oleh: (1) pendapatan masyarakat
yang masih baik sehubungan dengan tingginya harga karet, (2) adanya penurunan tarif
barang impor terkait Asean-China Free-Trade Area (AC-FTA) yang diprediksi akan semakin
terasa ke depan, (3) adanya apresiasi Rupiah yang menyebabkan barang impor relatif lebih
kompetitif dibandingkan sebelumnya.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk
tahun 2010 bervariasi dibandingkan proyeksi sebelumnya. Berdasarkan IMF, proyeksi
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat direvisi menurun menjadi 2,6% dari yang
sebelumnya 3,2%. Sebaliknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan India
direvisi meningkat masing-masing dari 1,0% menjadi 1,7% dan dari 9,4% menjadi 9,7%.
Pertumbuhan ekonomi Thailand juga direvisi meningkat dari 7,0% menjadi 7,5%.
Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina, tetap
diperkirakan tumbuh tinggi seperti proyeksi semula yaitu sebesar 10,5%. Korea Selatan,
Malaysia, dan Vietnam juga diperkirakan mampu tumbuh sesuai proyeksi semula, yaitu
masing-masing sebesar 5,7%, 6,7% dan 6,5%.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
94
Tabel 7.2
Proporsi Ekspor Sumatera Selatan d an Pro yeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010
(dalam persentase)
Negara Ekspor Sumsel1 Proyeksi Sebelumn ya2 Proyeksi Terakhir3
AS 7,20 3,3 2,6
Eropa 4,79 1,0 1,7
Cina 24,99 10,5 10,5
India 4,85 9,4 9,7
Korea Selatan 3,11 5,7 5,7
Malaysia 31,24 6,7 6,7
Thailand 6,62 7,0 7,5
Vietnam 5,88 6,5 6,5 1 Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor
Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2009 sampai dengan Februari 2010, Bank Indonesia 2 IMF World Economic Outlook Update, July 2010
3 IMF World Economic Outlook, October 2010
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat membuat permintaan domestik
tetap kuat, yaitu: (1) tetap baiknya pendapatan karena baiknya harga karet yang memicu
peningkatan konsumsi masyarakat (2) adanya potensi peningkatan investasi sehubungan
dengan persiapan pergelaran Sea Games 2011, (3) masih rendah dan stabilnya tingkat
inflasi yang dapat mempertahankan daya beli masyarakat, (4) potensi peningkatan
penyaluran kredit perbankan karena meningkatnya kegiatan investasi dan baiknya outlook
perekonomian Indonesia.
Sebaliknya, terdapat pula potensi yang patut diperhatikan karena dapat membuat
pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan, yaitu: (1) nilai tukar Rupiah yang
berpotensi semakin terapresiasi yang dapat menurunkan net ekspor, (2) kenaikan Tarif
Dasar Listrik (TDL) yang menambah beban biaya usaha. (3) Penundaan transaksi CPO dari
beberapa negara tujuan ekspor.
7.2. Inflasi
Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan secara moderat, yang didorong
oleh ekspektasi excess demand pangan karena adanya kemarau basah, serta dampak
lanjutan kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Berdasarkan proyeksi dan
dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di
Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan IV 2010 akan
meningkat menjadi 5,24±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan
menurun menjadi 0,90±0,5%. Namun demikian, proyeksi tersebut saat ini mempunyai
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
95
kecenderungan bias ke atas karena adanya risiko dampak perubahan iklim dan bencana
alam melalui gangguan pada distribusi dan pasokan.
Kinerja ekspor CPO diperkirakan menurun karena adanya penundaan transaksi dari
beberapa negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan
Eropa. Hal ini akan dipengaruhi secara negatif terhadap pendapatan masyarakat dan
kemudian berimplikasi pada menurunnya permintaan domestik, relatif terhadap keadaan
normal.
Pada bulan Oktober diperkirakan terjadi penurunan harga secara tipis karena
penyesuaian kembali harga beberapa jenis barang/jasa pasca lebaran. Di bulan November,
kenaikan harga akan kembali terjadi menyusul potensi gangguan distribusi dan pasokan
barang seiring dengan curah hujan yang tinggi dan bencana alam di beberapa daerah. Pada
akhir tahun, tekanan kenaikan harga akan muncul pada liburan Natal dan tahun baru,
termasuk dari kelompok transportasi.
Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh
hasil survei konsumen dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa akan terjadi
kenaikan harga. Ekspektasi masyarakat tersebut antara lain dapat dipengaruhi oleh
ekspektasi kondisi perekonomian secara umum di masa depan dan kebijakan-kebijakan
tertentu yang akan dibuat.
Dari sisi perekonomian domestik,
peningkatan tekanan inflasi tersebut
utamanya disebabkan oleh investasi dan
konsumsi yang diindikasikan akan tetap
tinggi pada baik melalui pengeluaran
pemerintah maupun melalui konsumsi
masyarakat. Pergelaran Sea Games 2011
yang menuntut berbagai persiapan
termasuk pembangunan perumahan,
jalan, maupun infrastruktur penunjang
lainnya diperkirakan akan berdampak
pada kenaikan harga barang konstruksi
karena tingginya permintaan.
Realisasi inf lasi tahunan sampai dengan triwulan III 2010 (September 2010) masih
sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia untuk inflasi sepanjang 2010, begitu pula volatilitas
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan dan
proyeksi KBI Palembang
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
96
inflasi bulanan. Hal ini diharapkan dapat meminimalisasi inflation bias ke depan melalui
terjaganya ekspektasi inflasi dalam perekonomian.
Walaupun ke depan diperkirakan terjadi kenaikan tekanan inflasi dibandingkan
perkiraan semula, sampai saat ini perkiraan inflasi akhir tahun 2010 masih konsisten
dengan kisaran proyeksi inflasi yang telah disusun di awal tahun yakni sebesar 5,24±1%
(yoy).
7.3. Perbankan
Kinerja perbankan pada triwulan IV 2010 diproyeksikan akan mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan III 2010 dengan tingkat pertumbuhan yang relatif stabil, baik dari sisi
penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit.
Pemulihan perekonomian dunia terus berlangsung walaupun tetap rapuh, dan
berlangsung lebih baik di negara berkembang ketimbang negara maju. Hal ini membuat
investor asing masih terkonsentrasi untuk menginvestasikan dananya di emerging markets
termasuk Indonesia. Sehingga, capital inflow diperkirakan akan terjaga pada level yang
tinggi yang ditandai dengan kecenderungan meningkatnya IHSG dan terapresiasinya
Rupiah, dan memberikan keleluasaan pada perbankan untuk meningkatkan penyaluran
kredit.
Faktor risiko muncul dari kenaikan tarif listrik yang merubah kondisi profitabilitas
bisnis. Dalam jangka pendek, hal ini dapat memperlambat kegiatan ekspansi usaha atau
investasi khususnya sebelum harga jual produk dapat ditingkatkan secara proporsional
dengan kenaikan biaya. Hal tersebut pada akhirnya akan memperlambat laju pertumbuhan
permintaan kredit perbankan.
Penyaluran kredit perbankan diperkirakan juga akan terdorong kegiatan investasi
maupun pembangunan fisik khususnya terkait persiapan Sea Games 2011, antara lain
melalui pembangunan perumahan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Kemudian,
ekspektasi naiknya permintaan Cina dan India atas komoditas primer di masa depan juga
dapat mendorong penyaluran kredit.
Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada
triwulan IV 2010 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di
kisaran 5,7% ± 1% (qtq). Hal ini diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat secara optimal.
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
97
Penyaluran kredit yang meningkat tersebut diprediksi tidak akan merubah tingkat
Non Performing Loan (NPL) secara signifikan. Walaupun kemampuan membayar debitur
sedikit berkurang karena turunnya margin pasca naiknya tarif listrik, namun hal tersebut
diperkirakan hanya akan bersifat temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.
Tabel 7.3
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian p ada Triwulan IV 2010
Indikator Prediksi Faktor Penyebab
Ekspor Moderat Harga komoditas dunia khususnya karet berada pa da level yang
cukup tinggi, namun terda pat penundaan transaksi dari bebera pa
negara tujua n ekspor CPO.
Impor Moderat Pendapatan per kapita yang meningkat, nilai Rupiah yang
terapresiasi, dan implementasi AC-FTA.
Pertumbuhan Moderat Potensi pe ningkatan pengeluaran pemerintah da n investasi,
walaupun terdapat hambatan dari sisi produksi terkait kenaikan
biaya listrik dan faktor cuaca
Inflasi Meningkat Natal dan tahun baru, ke naikan harga bara ng konstruksi,
ekspektasi kenaikan harga kom oditas pa nga n, kenaika n biaya
listrik.
Pengangguran Menurun Meningkatnya investasi yang me ndor ong pe nyerapan tenaga kerja
khususnya terkait konstruksi
Investasi Meningkat Membaiknya outlook perekonomian Indonesia da n ada nya
rencana pembangunan terkait persiapan Sea Games 2011.
Konsumsi domestik Moderat Kenaikan permintaan pada Natal dan tahun baru, namun sedikit
terhambat oleh kenaikan harga-harga
Kredit p erbankan Moderat Risiko perekonomian menurun, da n ada nya capital inflow, namun
terdapat peruba han alokasi sumber daya yang memperlambat
investasi
*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
98
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secarakeseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut
Ekspor
Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent) Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Industri Pekerja Pekerja Dibayar Pekerja Tidak Dibayar I n p u t Output Nilai Tambah/Value Added Produktivitas Tingkat Efisiensi
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut. Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang. Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya. Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya. Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar. Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja Gross Margin Usaha Perusahaan Perusahaan Industri Jasa Industri
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah. Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output. Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko. Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi. Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).