Download - Profesionalisme Guru
SKRIPSI
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA SMA NEGERI
DI KABUPATEN DEMAK
Disusun sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Strata 1
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Nama : Joko Irawan
NIM : 2401402017
Jurusan : Seni Rupa
Prodi : Pendidikan Seni Rupa S1
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia
ujian skripsi pada:
Hari : Senin
Tanggal : 23 Juli 2007
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Syafii, M.Pd. Drs. PC. S. Ismiyanto, M.Pd NIP. 131472572 NIP. 131568902
Mengetahui,
Ketua Jurusan Seni Rupa
Dr. Sri Iswidayati, M. Hum NIP. 131095302
3
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi dengan judul: Kompetensi Profesional Guru dalam Pembelajaran Seni
Rupa SMA Negeri di Kabupaten Demak Telah dipertahankan di hadapan sidang
Panitia Ujian Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Hari : Rabu
Tanggal : 01 Agustus 2007
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs.Triyanto, M.A Drs. Syakir, M.Sn. NIP. 131281218 NIP. 1312059065
Penguji I
Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd NIP. 130515742
Penguji II Penguji III
Drs. PC. S. Ismiyanto, M.Pd. Drs. Syafii, M. Pd.
4
NIP. 131568902 NIP. 131472572
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik
sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam
skripsi atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 2007
Joko Irawan 2401402017
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
1. Kita tak diijinkan memilih bingkai nasib, namun kita dapat memilih apa yang
dapat kita masukkan ke dalam bingkai tersebut (Dag Hammarskjold)
2. Isilah kehadiran jangan isi kekosongan, jangan terlalu penuh jangan terlalu
kurang (penulis)
Persembahan
Dengan rasa syukur kepada Allah S.W.T, atas segala karunia-
Nya skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta atas segala doa, bimbingan,
semangat, dan kesabaran beliau.
2. Kakakku, adikku, dan keponakanku tersayang
3. kekasihku syalunk ganeroza yang selalu menemani
membuka hari dan mengerti aku.
4. Teman-teman seperjuangan 2002.
5. Almamater.
6
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya karena peneliti dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kompetensi Profesional Guru dalam pembelajaran Seni Rupa
SMA Negeri di Kabupaten Demak”
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Berkenaan
dengan itu, peneliti mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberi kesempatan penulis untuk menempuh studi di UNNES.
2. Prof. Dr. Rustono, M. Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, yang telah
memberi fasilitas yang memungkinkan penulis dapat melaksanakan penelitian ini.
3. Dr. Sri Iswidayati, M. Hum, Ketua Jurusan Seni Rupa yang telah memberi
berbagai pelayanan dan berbagai fasilitas yang memungkinkan penulis melakukan
penelitian ini.
4. Drs. Syafii, M. Pd, Pembimbing I yang telah memberikan motivasi dan
bimbingan dalam melaksanakan penelitian ini.
5. Drs. PC. S. Ismiyanto, M. Pd, Pembimbing II yang telah memberikan motivasi
dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian ini.
6. Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo serta pihak sekolah SMAN 1, 2, dan 3
Demak yang telah memberi ijin dan pelayanan selama penelitian ini.
7
7. Drs. Ruswondho, Dosen Wali yang memberikan motivasi dan nasihat baik
akademik maupun nonakademik.
8. Para Bapak dan Ibu Dosen Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
9. Bapak dan Ibu, Kakak dan Adik-adikku serta Syalunkku tercinta, atas pengertian,
waktu, motivasi dan doa yang telah diberikan.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan dan dukungan baik moril maupum materiil, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini
Tidak ada sesuatu yang dapat saya berikan kepada beliau selain doa semoga
Allah SWT membalas semua amal dan jasa beliau.
Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan saran dari
pembaca sangat penulis harapkan.
Semarang, 2007
Penulis
8
SARI Joko Irawan, 2007. Kompetensi Profesional Guru Dalam Pembelajaran Seni Rupa SMA Negeri Di Kabupaten Demak Pendidikan Seni Rupa. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan berkaitan dengan segala aspek kehidupan manusia yang berguna untuk meningkatkan kualitas dan memberikan sesuatu hal yang baru dan juga memberi kesempatan pada siswa untuk berkreasi dan belajar, dengan tujuan agar perkembangan selanjutnya dapat menjadi lebih baik dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pembelajaran seni rupa serta kompetensi.profesional guru seni rupa SMA di Kabupaten Demak
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Data yang diambil meliputi: kegiatan proses pembelajaran seni rupa dan informan meliputi kompetensi guru-guru seni rupa SMA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pembelajaran seni rupa di SMA Negeri di Kabupaten Demak mencakup tiga tahapan pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran meliputi program tahunan, program semester, silabus dan rencana pembelajaran, yang diwajibkan bagi guru. Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri Kabupaten Demak sudah terstruktur dengan baik yaitu diawali dari tahap pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup. Dalam proses belajar mengajar setiap guru memiliki strategi tersendiri. Sebelum memberikan pelajaran, guru menyiapkan materi terstruktur dengan baik, terlebih dahulu memberikan materi yang mudah dipahami oleh siswa. Dalam pengelolaan media dan sumber belajar tidak semua guru menyiapkan peraga dan mengambil sumber dari referensi, internet dan majalah terkait. Dalam penggelolaan kelas tidak semua guru sudah dan mampu mengkondisikan kelas secara optimal serta seringnya seorang guru meninggalkan jam pelajaran, sehingga proses pembelajaran siswa mengalami kejenuhan dan pembelajaran yang tidak efektif. Pengelolaan interaksi belajar mengajar guru selalu memonitoring dan membantu siswa yang mengalami kesulitan serta memberi kesempatan kepada siswa mengikuti ekstrakurikuler bagi yang berminat mendalami seni rupa, sehingga interaksi dengan siswa berjalan dengan baik. Penilaian yang dilakukan oleh guru meliputi penilaian proses dan hasil pembelajaran dan memberikan nilai tambah bagi siswa yang aktif, kreatif, dan tepat waktu.
Bertolak dari penelitian ini dikemukakan saran-saran sebagai berikut; Kepada guru khususnya guru seni rupa hendaknya sebagai seorang pendidik harus bertanggung jawab terhadap profesinya, tidak sering meninggalkan jam pada saat mengajar, menggunakan peraga sebagai contoh untuk siswa dalam pembelajarannya, serta seorang guru dituntut kreatif dan memiliki wawasan yang luas agar siswa tidak mengalami kejenuhan. Guru yang sudah menguasai kemampuan profesinya dengan baik hendaknya lebih ditingkatkan lagi dengan mengikuti perkembangan pembelajaran seni rupa, sedangkan guru yang kurang memperhatikan kemampuan profesinya hendaknya lebih disiplin dan lebih meningkatkan kemampuannya sebagai
9
guru serta bertanggung jawab terhadap profesinya sebagai seorang pendidik. Bagi pemerintah disarankan lebih memperhatikan keberadaan seorang guru, perlu disadari bahwa guru adalah sosok paling penting dalam memajukan dan meningkatkan pengetahuan generasi bangsa. Hendaknya pemerintah mendahulukan peningkatan taraf hidup guru tanpa mempersoalkan dulu kualifikasinya. Siapa pun yang berstatus guru diberi hak atas pengabdiannya, sehingga tanggung jawabnya sebagai pendidik akan dilaksanakan sebaik-baiknya.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................... iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
PRAKATA ...................................................................................................... vi
SARI ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Permasalahan ........................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI...................................................................... 13
2.1 Profesionalisme Guru .............................................................. 13
2.2 Pembelajaran Seni Rupa ........................................................ 22
2.2.1 Konsep Belajar .............................................................. 22
2.2.2 Konsep Mengajar .......................................................... 26
2.2.3 Pembelajaran ................................................................. 28
2.2.4 Konsep Pendidikan Seni Rupa ...................................... 29
2.3 Tahapan Pembelajaran Seni Rupa di SMA Negeri ................. 35
2.3.1 Tahap Perencanaan ..................................................... 36
2.3.2 Tahap Pelaksanaan ...................................................... 38
11
2.3.3 Tahap Penilaian ........................................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 44
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................. 44
3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................... 45
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 45
3.1.1 Teknik Wawancara ..................................................... 46
3.1.2 Teknik Observasi ........................................................ 47
3.1.3 Dokumentasi ............................................................... 48
3.4 Teknik Analisis Data ............................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 50
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 50
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Demak ......................... 50
4.1.2 Deskripsi Latar Penelitian ........................................... 52
4.1.2.1 Gambaran Umum SMAN di Demak .............. 52
4.1.2.1.1 Keadaan Sekolah .............................. 52
4.1.2.1.2 Profil Guru Seni Rupa ...................... 57
4.1.3 Pembelajaran Seni Rupa di SMAN Demak ................ 62
4.1.3.1 Perencanaan ..................................................... 62
4.1.3.1.1 Program tahunan ........................... 62
4.1.3.1.2 Program semester .......................... 66
4.1.3.1.3 Silabus ........................................... 70
4.1.3.1.4 Rencana pembelajaran .................. 70
4.1.3.2 Pelaksanaan ..................................................... 73
4.1.3.3 Penilaian .......................................................... 81
4.1.4 Kompetensi Profesional Guru Seni Rupa ................... 86
4.1.4.1 Penguasaan Bahan Ajar ................................... 86
4.1.4.2 Penggunaan Media dan Sumber Belajar ......... 91
4.1.4.3 Pengelolaan Kelas ........................................... 93
12
4.1.4.4 Pengelolaan Interaksi Pembelajaran ............... 98
4.1.4.5 Program Belajar .............................................. 101
4.1.4.6 Evaluasi Pembelajaran .................................... 104
4.2 Pembahasan ............................................................................. 106
4.3 Tantangan Profesionalisme Guru Seni Rupa .......................... 110
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 113
5.1 Simpulan ................................................................................. 114
5.2 Saran ........................................................................................ 115
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 117
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 121
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Format Program Tahunan ............................................................. 63
Tabel 2.2. Format Program Semester ............................................................. 66
Tabel 2.3. Format Silabus .............................................................................. 70
Tabel 2.4. tingkat kompetensi guru................................................................. 109
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Depan Sekolah SMAN 1 Demak ............................................... 53
Gambar 4.2 Sisi lain SMAN 1 Demak ........................................................... 53
Gambar 4.3 Depan Sekolah SMAN 2 Demak ............................................... 54
Gambar 4.4 Sisi lain SMAN 2 Demak ........................................................... 55
Gambar 4.5 Depan Sekolah SMAN 3 Demak ............................................... 55
Gambar 4.6 Aktivitas Pak Bambang Saat Mengajar ...................................... 57
Gambar 4.7 Aktivitas Pak Susilo Saat Mengajar ........................................... 58
Gambar 4.8 Aktivitas Pak Bowo Saat mengajar ............................................ 61
Gambar 4.9 Aktivitas Pembelajaran Seni Rupa SMAN 1 Demak ................. 74
Gambar 4.10 Aktivitas Pembelajaran Seni Rupa SMAN 2 Demak ................ 77
Gambar 4.11 Aktivitas Pembelajaran Seni Rupa SMAN 3 Demak ................ 79
Gambar 4.12 Aktivitas Pak Susilo Dalam Pembelajaran................................. 88
Gambar 4.13 Aktivitas Pak Bambang Dalam Pembelajaran ........................... 91
Gambar 4.14 Aktivitas Pak Susilo Dalam Pembelajaran................................. 95
Gambar 4.15 Aktivitas Pak Bowo Dalam Pembelajaran ................................. 100
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Program Tahunan .......................................................................
Lampiran B Program Semester .......................................................................
Lampiran C Silabus .........................................................................................
Lampiran D Rencana Pembelajaran ................................................................
Lampiran E Alat Penilaian Kemampuan Guru ...............................................
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masalah
Perkembangan dan kemajuan jaman dewasa ini demikian pesat, terutama
perkembangan dalam bidang teknologi. Oleh karena itu, merupakan tugas berat bagi
dunia pendidikan, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia untuk dapat
membina dan membawa anak didik ke arah kemajuan. Pendidikan harus dapat
menghasilkan manusia yang cakap, aktif, dan kreatif.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
sebagai wahana pengembang sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia
dapat melepaskan diri dari keterbelakangan. Pendidikan juga mampu menanamkan
kapasitas baru bagi manusia dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru,
sehingga dapat diperoleh manusia yang produktif (Sutarto, 1999).
Senada dengan itu, Nurhadi (2003) menyatakan bahwa, “Kualitas kehidupan
bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan”. Berdasarkan pernyataan tersebut di
atas, tidaklah salah jika disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai peran yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas, kemajuan, dan perkembangan
suatu negara pada umumnya dan generasi muda pada khususnya. Oleh karena itu,
pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan nasional.
Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan interaktif antara pendidik
dengan yang dididik untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri. Dengan
17
demikian, pendidikan dapat berlangsung di mana saja dan dalam berbagai kondisi,
dalam masyarakat, keluarga, dan di sekolah.
Interaksi pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah,
tenaga pengajarnya adalah guru yang memiliki kecakapan-kecakapan, keterampilan
atau kepandaian khusus yang diperoleh dan dipelajari dalam suatu institusi, yang
menjadikannya sebagai guru. Lebih dari itu, para guru telah mendapat kepercayaan
dari masyarakat. Pendidikan di sekolah mempunyai standar kompetensi jelas, materi
yang akan diberikan, dan bagaimana strategi penyampaian materi serta evaluasi untuk
mengetahui kemampuan peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar
yang semua itu terangkum dalam satu kesatuan yang disebut kurikulum.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, salah satu usaha yang
dapat dilakukan adalah penyempurnaan kurikulum. Hal ini dilakukan karena
kurikulum mempunyai kedudukan yang penting dalam proses pendidikan. Kurikulum
merupakan alat yang menjadi pedoman bagi para pendidik dalam melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan atau standar
kompetensi yang telah dirumuskan. Kurikulum memberikan gambaran kepada para
pendidik mengenai ke mana peserta didik akan diarahkan, dengan apa peserta didik
diarahkan, dan bagaimana strategi yang digunakan. Kurikulum merupakan salah satu
faktor penunjang keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Kurikulum sering dinilai tidak hanya sebagai momok, tetapi juga sebagai
pengganggu dunia pendidikan. Pendidikan kita seperti disandera oleh sistem
kurikulum yang tak kunjung menghasilkan apa yang menjadi cita-cita ideal
pendidikan. Seperti sekarang ini, muncul kurikulum baru yang disebut Kurikulum
18
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang katanya sebagai penyempurnaan dari
kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) meskipun
dalam kenyataannya belum sepenuhnya dilaksanakan.
Guru dalam pelaksanaan kurikulum baru tersebut dituntut agar menjadi guru
yang profesional. Guru dipaksa untuk meninggalkan cara-cara mengajar yang
konservatif dan menggantinya dengan cara yang kreatif. Selama ini guru lebih banyak
menampakkan wajahnya sebagai perpanjangan dari wajah birokrasi, guru harus patuh
pada apa yang disebut dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dalam
mengajar.
Dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang selaras, seimbang antara
lahir dan batinnya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama
dalam aspek pengembangan kreativitas dan sensitivitas, pendidikan seni mempunyai
peranan yang sangat penting. Menurut Salam (2000), berkaitan dengan pendidikan
seni terdapat dua pandangan yang berbeda, yaitu seni dalam pendidikan (Art in
Education) dan pendidikan melalui seni (Education through Art). Seni dalam
pendidikan merupakan bentuk upaya untuk mewariskan, mengembangkan, dan
melestarikan berbagai jenis kesenian yang ada terhadap anak didik. Seni dalam
pendidikan merupakan sebuah proses enkulturasi atau proses pembudayaan yang
dilakukan oleh generasi tua terhadap generasi berikutnya dalam upaya mewariskan
dan menurunkan nilai-nilai. Sedangkan pendidikan melalui seni merupakan bentuk
upaya dalam pendidikan yang menggunakan seni sebagai alat atau sarana kegiatan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan melalui seni bertujuan untuk
memberikan keseimbangan antara intelektualitas dan sensitivitas pada diri siswa.
19
Oleh karena itu, pendidikan melalui seni lebih tepat diterapkan pada sekolah-sekolah
umum, termasuk Sekolah Menengah Umum (SMU).
Pada dasarnya fokus pendidikan seni terletak pada program kreativitas dan
pengembangan sensitivitas. Dalam pengembangan kreativitas, anak didorong agar
mampu mengembangkan kreativitas sehingga mampu berekspresi. Sedangkan dalam
pengembangan sensitivitas, siswa didorong agar mampu mengembangkan
sensitivisme sehingga mampu berapresiasi.
Pada jenjang pendidikan di tingkat SMU mata pelajaran seni rupa mempunyai
alokasi waktu dua kali pertemuan (2 x 45 menit) dalam seminggu dan dalam
pelaksanaannnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing.
Dalam pembelajaran seni rupa kegiatan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
siswa akan nilai estetik yang kasat mata melalui kegiatan menggambar atau seni
lukis, seni patung, dan pameran. Materi pembelajaran diberikan secara teori dan
praktik. Dengan teori siswa akan memiliki pengetahuan dan wawasan tentang
kesenirupaan, sementara dengan praktik siswa akan memiliki keterampilan
berekspresi, sehingga mampu berkarya sesuai dengan kemampuannya. Untuk
mendorong pengembangan kreativitas dan sensitivitas siswa, sangat terkait erat
dengan kemampuan guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
membawa kegiatan belajar ke arah tujuan yang ingin dicapai.
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi
yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-
kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah: kompetensi bidang substansi atau
bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai
20
dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian
masyarakat.
Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan kompetensi.
peningkatan kinerja (performance) dan kesejahteraannya. Guru sebagai orang yang
profesional dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan, wawasan dan
kreativitasnya.
Masyarakat telah mempercayakan sebagian tugasnya kepada guru. Tugas guru yang
diemban dari limpahan tugas masyarakat tersebut antara lain adalah mentransfer
kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani kehidupan (life skills), dan nilai-
nilai serta beliefs. Selain itu, guru secara mendalam harus terlibat dalam kegiatan-
kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan, dan mengklasifikasi. Tugasnya
sebagai pendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap,
tetapi mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu guru
harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa siap menghadapi the real life
dan bahkan mampu memberikan teladan yang baik.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sekolah berubah dari zaman
ke zaman. Di masa depan sekolah akan berubah dari format kelas menjadi sekolah
bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan bersama di
dunia atau sekolah global. Berkat kemajuan teknologi informasi sekolah bersama
yang diikuti oleh siswa dalam jumlah besar tersebut dapat terlaksana. Kehadiran
secara fisik dalam ruangan yang di sebut kelas tidak lagi menjadi keharusan, yang
menjadi keharusan adalah adanya perhatian dan aktivitas secara mandiri terhadap
sesuatu persoalan yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi interaktif. Oleh
21
karena itu. sejalan dengan perubahan format belajar klasikal ke belajar bersama
secara global, tetapi mandiri tersebut, dapat dipastikan bahwa peran guru juga akan
berubah. Selain itu peran guru juga dipengaruhi oleh adanya kebijakan desentralisasi
dan atau otonomi pendidikan. Guru di masa depan dituntut mengusai dan mampu
memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dan berubah peran menjadi
fasilitator yang membelajarkan siswa sampai menemukan sesuatu (scientific
curiosity'). Selain itu guru harus bersikap demokratis serta menjadi profesional yang
mandiri dan otonom. Peran guru seperti itu sejalan dengan era masyarakat madani
(civil society).
Lebih jauh lagi akibat adanya sinergi dari perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi serta perubahan masyarakat yang lebih demokratis dan
terbuka akan menimbulkan suatu tekanan dan tuntutan terhadap profesionalisme guru
dalam mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi tersebut. termasuk
dalam hal pertanggungjawabannya. Sebagaimana profesi-profesi lain, guru adalah
profesi yang kompetitif. Oleh karena itu, guru harus siap untuk diuji kompetensinya
secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi persyaratan
profesional yang terus berkembang. Di masa depan dapat dipastikan bahwa profil
kelayakan guru akan ditekankan pada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa,
dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan,
mengimplementasikan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan
teknologi pendidikan.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk
kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan
22
adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum
1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998)
mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum
tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar
siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan
tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi minat dan bakat. Sedangkan faktor eksternal
meliputi lingkungan sekitar, sarana dan prasarana, serta berbagai latihan yang
dilakukan oleh guru (Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan
masih belum memadai terutama dalam penguasaan bidang keilmuannya. Sekalipun
jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup, tetapi mutu dan
profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak di antaranya yang kurang
berkualitas, sehingga guru tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Secara spesifik pelaksanaan tugas guru sehari-hari di kelas seperti membuat
siswa berkonsentrasi pada tugas, memonitor kelas, mengadakan penilaian, dan
seterusnya, harus dilanjutkan dengan aktivitas dan tugas tambahan yang tidak kalah
pentingnya seperti membahas persoalan pembelajaran dalam rapat guru,
mengkomunikasikan hasil belajar siswa kepada orang tua, dan mendiskusikan
berbagai persoalan pendidikan dan pembelajaran dengan sejawat. Bahkan secara
lebih spesifik guru harus dapat mengelola waktu pembelajaran dalam setiap jam
pembelajaran secara efektif dan efisien. Menurut Rosenshine dan Stevens (1986),
terdapat sembilan keterampilan dasar yang penting dikuasai oleh guru untuk dapat
23
mengelola pembelajaran yang efektif dan efisien tersebut. Keterampilan-keterampilan
dasar tersebut adalah keterampilan; (1) membuka pembelajaran dengan me-review
secara singkat pembelajaran terdahulu yang terkait dengan pembelajaran yang akan
disajikan, (2) menyajikan secara singkat tujuan pembelajaran, (3) menyajikan materi
dalam langkah-langkah kecil dan disertai latihannya masing-masing, (4) memberikan
penjelasan dan keterangan yang jelas dan detil, (5) memberikan latihan yang
berkualitas, (6) mengajukan pertanyaan dan memberi banyak kesempatan kepada
siswa untuk menunjukkan pemahamannya, (7) membimbing siswa menguasai
keterampilan atau prosedur baru, (8) memberikan balikan dan koreksi, dan (9)
memonitor kemajuan siswa. Selain itu, masih ada keterampilan lain yang harus
dikuasai guru, misalnya menutup pelajaran dengan baik dengan membuat rangkuman
dan memberikan petunjuk tentang tindak lanjut yang harus dilakukan siswa.
Dengan kata lain, banyak hal-hal kecil yang harus diperhatikan dan dikuasai
oleh guru sehingga secara kumulatif membentuk suatu keutuhan kemampuan
profesional yang bisa ditampilkan dalam bentuk kinerja yang optimal
Penelitian ini mengambil Lokasi SMAN di Kabupaten Demak, alasan
dipilihnya lokasi tersebut di dasarkan atas observasi awal yang menunjukkan bahwa
sekolah tersebut belum pernah di teliti, terlebih yang berkenaan dengan kompetensi
guru seni rupa dan SMAN tersebut termasuk SMAN favorit di Kabupaten Demak. Di
samping itu SMAN tersebut banyak siswa yang mendapatkan atau meraih prestasi
yang cukup membanggakan dalam bidang seni rupa dan akademik
24
Berdasarkan uraian di atas peneliti terdorong untuk melakukan penelitian
yang berjudul “ KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DALAM
PEMBELAJARAN SENI RUPA SMA NEGERI DI KABUPATEN DEMAK”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan pada uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji beberapa
permasalahan, antara lain:
1. Bagaimana pembelajaran seni rupa pada SMA Negeri di Kabupaten Demak?
2. Bagaimana kompetensi profesional guru seni rupa SMA Negeri di Kabupaten
Demak?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, secara umum penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan profesionalisme
guru seni rupa pada SMA Negeri di Demak kota Kabupaten Demak.
Namun secara khusus tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pembelajaran seni rupa pada SMA
Negeri di Kabupaten Demak.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kompetensi profesional guru seni rupa
SMA Negeri di Kabupaten Demak.
25
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Dinas Pemerintah Kabupaten Demak
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah kota dalam pengambilan kebijakan agar lebih
memperhatikan kualitas pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu sumber
daya manusia. Serta untuk lebih meningkatkan kerja sama dengan para guru
tentang bagaimana upaya penciptaan mutu lulusan sesuai dengan standar
kompetensi yang diharapkan
2. Bagi Dunia Pendidikan
Sebagai informasi dan bahan kajian untuk lebih meningkatkan kualitas
profesionalisme guru seni rupa dalam mengembangkan kreativitas dan sensitivitas
siswa. Khususnya bagi Guru seni rupa, sebagai bahan kajian untuk mengembangkan
pembelajaran seni rupa dilihat dari sudut penguasaan, penyampaian materi, dan
pengevaluasian hasil belajar siswa.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Untuk menambah referensi bagi perguruan tinggi sehingga dapat memberikan
informasi kemungkinan dilaksanakannya penelitian lebih lanjut.
26
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Profesionalisme Guru
Hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar
(guru) adalah diusahakan agar guru bangga akan profesinya sebagai pengajar.
Walaupun kadang-kadang pekerjaan ini tidak mendapat penghargaan sebagaimana
mestinya. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mengajar itu dapat
dilakukan oleh siapa saja. Anggapan ini bisa saja benar, akan tetapi mengajar yang
bagaimana yang guru lakukan, sejauh mana guru mengindahkan kompetensi yang
ingin dicapai, bagaimana guru mendorong siswanya untuk belajar atau sekadar berdiri
di depan kelas dan membicarakan sesuatu. Berbagai hal seperti tersebut yang
sebaiknya dipahami oleh pengajar, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan
yang sesuai dengan tujuan institusi.
Secara umum, mengajar yang baik itu memerlukan keterampilan dasar untuk
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Menurut
Office of Educational Research and Improvement (1991), untuk mendapatkan status
profesional memerlukan ilmu sebagai ukuran atau standar. Pelaksanaan kegiatan
itulah yang akan dipakai sebagai ukuran untuk menilai cara mengajar seseorang yang
selanjutnya akan diukur dan dijadikan tolok ukur atau standar dalam penilaian profesi
mengajar. Rumusan dari tolok ukur ini akan diperlukan untuk menilai bagaimana
pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk menilai bagaimana
27
pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk pemberian sertifikat kepada
guru yang telah memenuhi standar tersebut.
The National Board for professional Teaching Standards (1998)
mengidentifikasi dan menemukan bahwa pengajar yang efektif akan mendorong
siswanya untuk belajar dan memperlihatkan sebagai seorang individu yang
memahami ilmu pengetahuan tentang mengajar yang mendalam, terampil,
berkemampuan, dan menjalankan semua tugasnya sebagai pengajar dengan baik
diperlihatkan dalam lima usulan, sebagai berikut:
1). Guru yang berhasil adalah guru yang dapat menyampaikan keahliannya untuk
semua siswanya.. Guru akan memperlakukan siswanya sama, namun mengetahui
perbedaan siswanya satu dengan yang lain, sehingga dapat memperlakukan
siswanya sama berdasarkan perbedaan yang telah diketahuinya. Guru akan
menyesuaikan kegiatannya berdasarkan observasi serta tentang pengetahuannya
akan minat, kecakapan, kemampuan, keterampilan, ilmu pengetahuan, lingkungan
keluarga serta hubungan satu sama lainnya di antara sesama siswa. Guru yang
berhasil akan memahami bagaimana siswanya berkembang dan belajar. Dia akan
mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatan pembelajarannya.
Guru sadar bahwa siswanya akan berperilaku sesuai dengan konteks yang
dipengaruhi budaya. Guru akan mengembangkan kemampuan kognitif dan
menghormati cara siswanya belajar. Salah satu hal yang sangat penting adalah
mendorong self-esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung jawab terhadap
masyarakat, respek terhadap perbedaan individu, budaya, kepercayaan, dan ras
dari siswanya.
28
2). Guru yang berhasil sangat memahami bidang ilmu keahlian yang akan
diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan,
diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya serta diterapkan
dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan
disiplin ilmu, serta mengembangkan kemampuan dari siswanya. Guru yang
berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya
kepada siswa, guru akan tahu mana yang sulit diterima oleh siswa sehingga akan
menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. cara guru mengajar akan
memungkinkan bahan ajar diterima siswa dengan baik karena mempunyai strategi
mengajar yang telah dikembangkannya sesuai kebutuhan siswa yang bervariasi
untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan kemampuan siswa.
3). Guru yang berhasil akan menciptakan, memperkaya, memelihara, dan
menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat siswa
dalam mempergunakan waktu mengajar, sehingga mengajarnya efektif. Guru juga
memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada siswa dan
teman sejawatnya. Guru yang profesioanal akan tahu cara mana yang tepat yang
dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Guru juga akan tahu bagaimana
mengatur siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diinginkan serta mampu
mengarahkan siswa untuk sampai pada lingkungan belajar yang menyenangkan.
Guru yang profesional harus memahami bagaimana memotivasi siswa termasuk
tahu bagaimana cara mengatasi apabila siswa mengalami kegagalan. Guru juga
harus mampu memahami kemajuan siswa dalam belajar baik perorangan ataupun
kelompok dalam kelasnya, memahami berbagai cara evaluasi untuk mengetahui
29
perkembangan siswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan atau
kegagalan siswa.
4). Guru adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh
siswanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya.
Seperti, keingintahuannya, kejujurannya, keramahannya, keterbukaannya, mau
berkorban dalam mengembangkan siswa. Guru juga harus mampu memanfaatkan
ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bidang ilmu dan
mengajarnya.. Untuk keberhasilan proses mengajar, guru yang profesional akan
selalu memikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta
selalu menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan teori, ide,
atau pun realita.
5). Guru yang profesioanal akan mengkontribusikan serta bekerja sama dengan
teman sejawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar, seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan staf lainnya selain
pengajar ataupun kebijakan lainya dari seluruh institusi pendidikan. Guru yang
baik selalu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubungan dengan teman
sejawatnya untuk meningkatkan produktivitas hasil pendidikan secara
menyeluruh.
Dari kelima aspek tersebut kemudian dikembangkan untuk dirumuskan
tentang sesuatu yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru yang dapat dikategorikan
profesional untuk kemudian disusun sebuah tolok ukur (standar), yakni kemampuan
intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, memiliki pengetahuan spesialisasi,
memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau
30
klien, memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable,
memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization,
mementingkan kepentingan orang lain (altruism), memiliki kode etik, memiliki
sanksi dan tanggung jawab komunita, mempunyai sistem upah, dan budaya
profesional
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata,
1996) telah merumuskan kemampuan–kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dan
mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
1). Kemampuan profesional, yang mencakup:
a. Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar
keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
b. Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran.
2). Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja
dan lingkungan sekitar.
3). Kemampuan personal, yang mencakup:
a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru
dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
b. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya
dimiliki guru.
c. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi
siswanya.
31
Selanjutnya Depdikbud(1998) merinci kemampuan profesional tersebut
menjadi sepuluh kemampuan dasar, yaitu; (1) penguasaan bahan pelajaran beserta
konsep-konsep dasar keilmuannya, (2) pengelolaan program belajar mengajar, (3)
pengelolaan kelas, (4) penggunaan media dan sumber pembelajaran, (5) penguasaan
landasan-landasan kependidikan, (6) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (7)
penilaian prestasi siswa, (8) pengenalan fungsi dan program bimbingan penyuluhan,
(9) pengenalan dan penyelenggaran administrasi sekolah, (10) pemahaman prinsip-
prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan
mutu pengajaran.
Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus
memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 7 ayat 1, yaitu:
”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
1). Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2). Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
3). Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas.
4). Mematuhi kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5). Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6). Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerjanya.
32
7). Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8). Memiliki jaminan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
9). Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan
tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang teori
dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata
lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya
tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.
Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru
dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh
pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga
masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada
beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a)
sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b)
pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemaslahakatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran
guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan
33
teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja yang dilandaskan pada
panggilan hati untuk melayani orang lain.
Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut
untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional
Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik
yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta
dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat penting dan
mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku
yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi untuk
meningkatkan layanan profesionalismenya demi kemaslahatan orang lain.
Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat
mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan
tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk
membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat
mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihnya.
Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran
sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai
tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan
masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi
kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.
Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian
pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani.
34
Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan
anak didik.
Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi
pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan
mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3)
kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi
profesional meliputi: (1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam
kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi
sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)
menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi
pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum
maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran,
kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar,
mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4)
kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka
profesionalime guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam
pengembangan profesionalisme guru menurut Balitbang Diknas(2004) antara lain
adalah :
1). Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk
memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk
meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata.
35
2). Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk
memaksimalkan pelaksanaannya.
3). Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui
efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan.
4). Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/ kota sesuai dengan
perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU
No.22/1999.
5). Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan
kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.
6). Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan
pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
7). Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di
Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan
mutu guru.
8). Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan
kembali aturan/ kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk
mengembangkan kreativitasnya.
9). Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan
Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu
guru.
10). Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar
lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam proses pembelajaran.
36
11). Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha
meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
12). Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK).
13). Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih
luas untuk meningkatkan karier.
14). Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung
jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru
dalam melaksanakan proses pengajaran.
Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang
telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya ”penghargaan yang profesional”
terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru
berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting
dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionlisme pada diri guru.
Menurut Rahardjo (dalam Kompas Oktober, 2006) profesionalisme yang
penuh adalah keahlian menguasai dan menjalankan sesuai dengan kemampuannya
sekaligus semangat kepedulian yang tinggi.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan profesionalisme guru seni rupa
adalah mengacu pada kemampuan profesional menurut Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata, 1996) kemudian Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan merinci kemampuan profesional guru dalam beberapa
kemampuan dasar meliputi penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber
pembelajaran, dan pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar,
37
pengelolaan program belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa. Dengan
kemampuan dasar yang disebutkan di atas, maka sosok profesional guru harus
mampu mengaplikasikan kemampuannya dengan berbagai ilmu yang dimiliki baik
teoritik maupun empirik serta membiarkan anak didiknya untuk mempunyai
pengalaman langsung dalam proses pembelajaran yang diarahkan oleh guru dalam
metode mengajar. Metode mengajar ini dapat dimulai dengan metode yang
konvensional. Dengan menguasai kemampuan profesional, seorang guru diharapkan
mampu membawa siswa mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
2.2. Pembelajaran Seni Rupa
2.2.1. Konsep Belajar
Kegiatan belajar merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam
keseluruhan proses pendidikan. Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat
kompleks sehingga berbagai penafsiran dan pengertian mengenai belajar menjadi
sangat beraneka ragam.
Belajar adalah untuk mencapai kebiasaan, ilmu pengetahuan dan sikap
(learning is acquisition of habits, knowledge and attitude), pendapat ini dikemukakan
oleh Crow dan Crow (dalam Martensi, 1979: 50). Pendapat lain dikemukakan oleh
Surahmad (1979: 50), bahwa belajar ditujukan pada pengumpulan pengetahuan,
penanaman konsep, dan kecekatan, serta pembentukan sikap dan perbuatan.
Kebiasaan belajar dan sikap yang dimiliki merupakan bentuk tingkah laku yang
relatif tetap pada diri seseorang, sehingga merupakan ciri khas pada bentuk pribadi
orang tersebut dalam memperoleh pengetahuan yang baru, hal ini berarti membentuk
pribadi.
38
Menurut Nasution (dalam Martensi 1980: 88) belajar adalah suatu usaha atau
kegiatan anak untuk menguasai bahan pelajaran yang diberikan guru di sekolah.
Sedangkan Surahmat (dalam Martensi 1980: 88) menyatakan bahwa belajar itu
merupakan perubahan dalam diri manusia dari yang tidak mengetahui menjadi
mengetahui.
Menurut Gagne, belajar adalah kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa
kapabilitas. Setelah belajar orang mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap dan
nilai (dalam Dimyati 1990: 10). Sejalan dengan ini adalah proses yang melibatkan
manusia secara perorangan sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi
perubahan pada pengetahuan dan sikap.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang
dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau
kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.
Dalam proses belajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut
Martensi (1980: 89) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1). Faktor internal
Faktor ini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa.
Faktor internal ini mencakup beberapa hal antara lain:
a) Pengaruh kecerdasan
Kecerdasan merupakan faktor yang penting dalam belajar, karena
keberhasilan dalam belajar akan banyak dipengaruhi oleh faktor kecerdasan.
39
b) Pengaruh bakat
Bakat merupakan kemampuan atau sifat-sifat yang ada pada seseorang
dan dapat dikembangkan melalui latihan-latihan yang terarah. Bakat pada
bidang tertentu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar pada bidang
tersebut.
c) Pengaruh minat
Minat adalah kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga
merupakan penyebab dari suatu keaktifan dan hasil keikutsertaannya dalam
keaktifan tersebut, sehingga dapat dipastikan akan memperoleh hasil yang
lebih baik.
d) Pengaruh motivasi
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan (Sardiman 1986: 73). Dalam konteks belajar motivasi merupakan daya
penggerak bagi individu untuk belajar sesuatu demi mencapai tujuan sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
e) Pengaruh perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan seseorang yang mempunyai
sifat lebih subyektif pada gejala mengenal. Menurut T.L Engel (dalam
Martensi 1980: 94) secara psikologis perasaan itu berarti suatu perasaan yang
menyenangkan. Dengan adanya perasaan senang akan menguntungkan proses
belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang lebih baik.
40
f) Pengaruh sikap
Sikap senantiasa diarahkan terhadap suatu hal (obyek). Belajar akan
lebih efektif apabila disertai dengan sikap positif, sikap positif terhadap
belajar akan menimbulkan perasaan puas dan senang sehinggga akan
menentukan prestasi belajarnya.
g) Pengaruh kematangan
Kematangan merupakan kesempurnaan proses perkembangan di dalam
tubuh. Kematangan di sini bukan berarti dewasa dalam pengertian umum
yang berkaitan dengan usia, tetapi kematangan sesuai dengan fase-fase
perkembangan anak secara sempurna. Anak akan mampu mempelajari sesuatu
apabila sudah mencapai kematangan dari fungsi atau organ tertentu.
2). Faktor eksternal
Faktor eksternal ini mencakup dua hal, yakni:
a) Pengaruh lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan utama dalam proses sosialisasi belajar
bagi anak, di dlam keluarga anak akan belajar bergaul, menghargai orang lain,
menerima norma-norma, sikap, dan sebagainya. Sikap dan tingkah laku anak
banyak dipengaruhi oleh keluarga dimana ia dilahirkan dan dimana ia tumbuh
(Elizabeth, dalam Martensi 1980: 96).
b) Pengaruh lingkungan sekolah
Iklim sosial dalam lingkungan sekolah sangat berpenagruh terhadap
proses belajar dan hasil prestasi belajar. Dalam lingkungan sekolah mencakup
hubungan dari beberapa komponen yang meliputi: kepala sekolah, guru,
41
siswa, program, fasilitas, media, kondisi gedung, peraturan (tata tertib), situasi
dan lain-lain. Keseluruhan hubungan antar beberapa komponen tersebut tidak
berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait dan saling mempengaruhi satu
sama lain.
2.2.1.Konsep Mengajar
Pada dasarnya mengajar adalah mengusahakan terciptanya suatu situasi yang
memungkinkan berlangsungnya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari
komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan instruksional
yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan
peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, bentuk kegiatan yang dilakukan
serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia. Menurut Arifin (1970:85)
Mengajar adalah rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar
dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Sedangkan menurut Nasution (1967 :15) mengajar adalah suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Dengan tahap memperhatikan perkembangan kejiwaan siswa yang belajar,
maka mengajar hendaknya:
1) Menguraikan pengalaman belajar yang perlu dialami oleh siswa.
2) Menguaraikan cara mengorganisasi batang tubuh ilmu pengetahuan atau struktur
materi yang dipelajari siswa.
3) Menguaraikan secara sistematis urutan pokok-pokok bahasan yang diasjikan.
42
4) Menguraikan prosedur penggunaan penguatan dalam proses belajar-mengajar,
dari penguatan yang bersifat ekstrinsik menjadi penguatan yang bersifat intrinsik.
Strategi adalah suatu rencana tentang cara-cara pendayagunaan dan
penggunaan potensi dan saran yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pengajaran. Dalam strategi terdapat metode belajar mengajar, yaitu cara atau jalan
untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam strategi belajar mengajar juga terkandung
teknik mengajar yaitu pemakaian alat-alat bantu mengajar atau cara-cara
menggunakan metode mengajar yang relevan dengan tujuan agar dapat mendorong
atau memotivasi siswa belajar yang optimal.
Strategi belajar-mengajar berbeda dari desain instruksional dalam arti yang
pertama berkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan urutan
umum perbuatan belajar-mengajar yang secara prinsip berbeda antara yang satu
dengan yang lain, sedangkan yang kedua menunjuk kepada cara-cara merencanakan
sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk menggunakan
satu atau lebih strategi belajar-mengajar tertentu. Kalau disejajarkan dengan
pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi belajar-
mengajar adalah ibarat melacaki pelbagai kemungkinan variasi rumah yang akan
dibangun (joglo, rumah gadang, bale gede, rumah gedung modern, dan sebagainya
yang masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik). Sedangkan desain
instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta bahan-
bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun kriteria
penyelesaiannya dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.
43
Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa untuk dapat melaksanakan tugas
secara proporsional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang
kemungkinan – kemungkinan strategi belajar-mengajar sesuai dengan tujuan-tujuan
belajar, baik dalam arti dampak instruksional maupun dampak pengiring, yang ingin
berdasarkan rumus tujuan pendidikan yang utuh, di samping penguasaan teknis di
dalam mendesain sistem lingkungan belajar- mengajar dan mengimplementasikan
secara efektif apa-apa yang tekah direncanakan di dalam desain instruksional.
Ceramah, diskusi, video tape, karya wisata, penggunaan nara sumber, dan
lain-lain itu adalah teknik dan alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat
dan cara di dalam pelaksanaan sesuatu strategi belajar-mengajar. Juga harus dicatat
bahwa di dalam suatu peristiwa belajar-mengajar, seringkali harus dipergunakan lebih
daripada satu strategi, karena tujuan-tujuan yang akan dicapai juga biasanya kait
mengait satu dengan lain di dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang lebih umum.
2.2.2.Pembelajaran
Kata pembelajaran merupakan persamaan kata instruction yang memiliki arti
pengajaran. S. Ulihbukit Karo-Karo, dkk (1979: 3) menegaskan bahwa pengajaran
artinya bahan pelajaran yang disajikan atau proses penyajian bahan ajar. Sedangkan
Surahmad (1979: 13) memberi pengertian bahwa pengajaran adalah suatu usaha yang
bersifat sadar tujuan dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju
kedewasaan anak didik. Perubahan itu adalah menunjuk suatu proses yang harus
dilalui.
44
Menurut Dimyati (1999:156), pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan
oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses yang mengandung serentetan perbuatan guru dan siswa sebagai usaha
sadar atas dasar hubungan timbal bailk yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan yang ditentukan.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan sumber-sumber
belajar guna membantu siswa agar dapat belajar sesuatu dengan kebutuhan dan
minatnya. Dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran
diperlukan berbagai perangkat atau komponen seperti materi (bahan), cara (metode),
alat (sarana), dan untuk membuktikan tercapai tidaknya tujuan diperlukan kegiatan
evaluasi (Sardiman 1986: 63).
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang
harus dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan serangkaian kegiatan belajar. Tujuan
pembelajaran merupakan langkah awal yang harus ditetapkan dalam proses
pembelajaran.
2.2.3. Konsep Pendidikan Seni Rupa
Pendidikan seni rupa di sekolah umum pada dasarnya diarahkan untuk
menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis,
apresiatif dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Sikap ini dapat tumbuh
melalui serangkaian proses kegiatan dan keterlibatan siswa dalam segala aktivitas
seni yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian dan menghargai karya seni.
45
Kurikulum mata pelajaran pendidikan seni rupa memuat ketiga kegiatan
tersebut di atas yang disusun sebagai suatu kesatuan. Artinya, pada proses
pembelajaran, ketiga proses kegiatan tersebut harus merupakan rangkaian aktivitas
seni yang harus dialami siswa melalui aktivitas mengapresiasi dan berkreasi seni.
Pendidikan seni rupa sebagai mata pelajaran di sekolah diberikan atas dasar
pertimbangan. pendidikan seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan
multikultural. Multilingual adalah mengembangkan kemampuan mengekspresikan
diri dengan berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan
berbagai perpaduannya. Multidimensional adalah mengembangkan kompetensi
meliputi persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan
produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan
cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetik, etika, dan estetika.
Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni rupa menumbuhkembangkan
kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan
mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai, bertoleransi,
demokratis, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang
majemuk.
Gagasan pendidikan seni rupa di sekolah sebagai upaya pemberian kesempatan
kepada anak untuk mengaktualisasikan diri melalui ekspresi seni rupa, barulah mulai
dikenal cara meluas sejalan dengan digantinya nama Mata Pelajaran Menggambar
dan Pekerjaan Tangan menjadi Pendidikan Seni Rupa.
Pendidikan Seni Rupa di Sekolah yang pada awalnya hanya mencakup
kegiatan menggambar dengan tujuan untuk menghasilkan anak yang terampil
46
menggambar melalui pelatihan koordinasi mata atau tangan, kemudian hadir dalam
cakupan yang lebih luas dengan tujuan yang beragam seperti: menanamkan kesadaran
budaya, mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan kesempatan
mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu pendidikan seni
rupa. Keragaman tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah ini merupakan cerminan
dari dinamika masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang, pengaruh
keragaman fokus pembinaan dan aspirasi masyarakat. Konsekuensi dari keragaman
ini tentu saja berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan seni rupa (Bongsoe dalam
Salam, 2001: 8).
Dengan pemahaman yang baik, akan mampu membuat keputusan yang cerdas
dan arif terutama dalam pembuatan kebijakan, perencanaan, maupun penilaian
program pendidikan seni rupa di sekolah. Hakikat dan tujuan pendidikan seni rupa
juga perlu disosialisasikan di luar lingkungan pendidikan formal, masyarakat luas,
khususnya kalangan orang tua atau wali yang memiliki kedekatan psikologis dengan
baik, amat penting dalam turut serta menyukseskan misi pendidikan seni rupa di
sekolah (Efland dalam Salam, 2003: 263).
Pendidikan seni rupa di sekolah umum yang semula hanya mencakup kegiatan
menggambar, kemudian juga dikembangkan ke bidang seni rupa yang lain.
Pendidikan seni rupa di sekolah umum menawarkan beragam tujuan. Salah satu
tujuan pendidikan seni rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar,
menanamkan kesadaran budaya-lokal, mengembangkan kemampuan apresiasi seni
rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan
penguasaan disiplin ilmu seni rupa, dan mempromosikan gagasan multikultural.
47
Pada pendidikan seni rupa, materi pelajaran yang diberikan tidak hanya
menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung,
mencetak, menempel, dan juga apresiasi seni. Fokus pembinaan tidak hanya pada
pelatihan keterampilan koordinasi mata dan tangan, tetapi juga pada pengembangan
fungsi jiwa yang memungkinkan anak menjadi sensitif dan kreatif.
Pendidikan seni rupa di sekolah hadir untuk memenuhi harapan masyarakat.
Itulah sebabnya seni rupa senantiasa berkembang mengikuti harapan masyarakat
sebagaimana yang dapat ditelusuri pada uraian mengenai berbagai tujuan pendidikan
seni rupa di sekolah. Menggambar mulai diajarkan di sekolah umum di Eropa
(sebagaimana sekolah umum yang dikenal dewasa ini). Tujuan pengajaran
menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui
latihan koordinasi mata dan tangan yang amat ketat. Cara pengajaran seperti ini
mengikuti pola pelatihan yang berlangsung di akademi seni rupa di Eropa.
Asselbergs dan Knoop (1995; 5) menuliskan tentang apa yang dilakukan oleh
murid dalam kegiatan menggambar di sekolah di Belanda berdasarkan pendekatan ini
sebagai berikut. Siswa belajar menggambarkan garis lurus, sudut, segi empat,
lengkungan, dan lingkaran untuk kemudian menggambarkan bentuk tiga dimensional
yang lebih rumit. Karena guru pada umumnya tidak cukup terampil dalam hal
menggambar seperti yang harus dilakukan ini, maka guru sangat tergantung pada
buku pegangan yang berfungsi sebagai alat bantu mengajar.
Selama ini batasan tentang seni yang dikemukakan oleh para filsuf masih
dianggap kurang jelas, mereka memberi batasan atau pengertian yang berbeda-beda
48
sehingga istilah seni yang merupakan padanan kata art belum dicapai keseragaman
tentang batasannya.
Mendelssohn (dalam Kadir Abdul, 1975: 12) mengatakan bahwa seni adalah
pertumbuhan keindahan yang dengan samar-samar diketahui oleh perasaan sehingga
menjadi suatu hal yang b enar dan baik. Sementara ahli estetika Italia, Pagano (dalam
Kadir Abdul, 1975: 14) beranggapan bahwa seni adalah mempersatukan keindahan
yang tersebar pada alam. Kapasitas yang menentukan keindahan adalah selera,
sedangkan kapasitas yang membawanya dalan satu keseluruhan adalah artistik jenius.
Menurutnya keindahan berpadu dengan kebaikan, jadi keindahan adalah kebaikan
yang terwujud, dan kebaikan adalah kebaikan batin.
Menurut The Liang Gie (1976: 60) pengertian seni dijelaskan seperti:
kemahiran, kegiatan manusia, karya seni, seni indah, dan seni penglihatan (seni rupa).
Kaitannya dengan pengertian seni sebagai suatu kemahiran, hal ini bisa dengan asal
usul katanya yaitu berasal dari kata ars yang berarti kemahiran atau ketangkasan,
sehingga secara etimologi kata ars dapat diartikan sebagai suatu kemahiran atau
ketangkasan seseorang dalam menciptakan atau mengerjakan benda-benda atau
sesuatu barang (Sudarso, 1976: 15).
Sependapat dengan pengertian seni sebagai kegiatan manusia, Leo Tolstoy
(dalam Setjoatmodjo, 1988: 76) menjelaskan bahwa seni adalah aktivitas manusia
yang mengandung kenyataan, bahwa seseorang yang sadar melalui bantuan simbol-
simbol eksternal tertentu menyatakan perasaan yang pernah dialaminya kepada orang
lain dan bahwa orang lain tersebut lalu kejangkitan oleh persaan ini dan juga
mengalaminya (The Liang Gie, 1976: 61).
49
Pengertian seni sebagai karya seni adalah suatu benda atau barang dari hasil
kegiatan manusia. Karya seni merupakan produk aktivitas manusia atau hasil kegiatan
manusia.
Pengertian seni indah merupakan definisi yang paling bersahaja dan sering
kita dengar, seperti yang dinyatakan oleh Soedarso (1988: 2) yang mejelaskan bahwa
seni adalah segala macam keindahan yang diciptakan oleh manusia. Dalam
pengertian ini, seni merupakan produk keindahan, berkaitan dengan pembuatan benda
untuk kepentingan estetis, lazimnya seni indah (Fine art) dilawankan dengan seni
terap (Applied art).
Pengertian seni penglihatan ini agaknya lebih sempit lagi karena hanya
dikhususkan terhadap karya yang diperuntukkan untuk dilihat yaitu seni rupa (visual
art). Seni penglihatan tersebut meliputi seni lukis, seni pahat, seni arsitekstur.
Dari berbagai macam pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa seni
adalah suatu karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman
batinnya disajikan dalam bentuk yang indah dan menarik, sehingga dapat merangsang
timbulnya pengalaman batin manusia lain yang menikmatinya.
Istilah rupa merupakan padanan kata form artinya bentuk, rupa, selain itu juga
kata shape yang artinya bentuk, rupa, dan model. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa rupa adalah bentuk yang berwujud sesuatu yang dapat dilihat
oleh mata. Kaitannya dengan seni, Sudarso (1976: 6) menjelaskan bahwa seni rupa
adalah cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia lewat obyek-
obyek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan tahan akan waktu ini yang
menjadikan kelebihan cabang seni rupa dibanding dengan seni lain.
50
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa seni rupa
adalah suatu hasil karya manusia yang mengekspresikan pengalaman batinnya yang
disajikan dalam bentuk dua atau tiga dimensi yang artistik, sehingga dapat
merangsang timbulnya pengalaman batin manusia lain untuk menikmatinya.
Seni rupa memiliki cabang-cabang, yaitu seni lukis (gambar), seni patung,
seni grafis, seni kriya, seni reklame, seni dekorasi, dan seni arsitektur (Sudarso 1976:
7). Menurut Kuntjaraningrat, membagi seni rupa menjadi tujuh macam, yaitu seni
bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis (gambar), seni rias, seni kerajinan, dan
seni olah raga.
Dalam proses berkarya seni rupa tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik
semata, melainkan memerlukan pertimbangan batin dan kreativitas, sehingga dapat
menghasilkan karya seni yang dalam penyajiannya dapat menimbulkan rasa indah
dan artistik.
2.3.Tahapan Pembelajaran Seni Rupa di SMA Negeri
Pada dasarnya pembelajaran melalui tiga tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran merupakan suatu proses, maka diperlukan
adanya perencanaan yang seksama dan sistematis (Ibrahim dan Sukmadinata, 1996:
31). Langkah sistematis dan seksama dalam pembelajaran merupakan suatu kegiatan
atau bagian terpenting dari strategi mengajar, yakni usaha guru dalam mengatur dan
menggunakan variabel-variabel pengajaran agar mempengaruhi siswa dalam
mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
51
Pada tahap perencanaan diperlukan pemikiran dan pertimbangan-
pertimbangan yang cukup mendalam untuk merumuskan dan mengembangkan
kompetensi, materi pokok, dan strategi pembelajaran yang digunakan serta evaluasi
yang memungkinkan untuk melihat kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi
yang dirumuskan.
2.3.1. Perencanaan
Pada tahapan perencanaan ini meliputi pembuatan Program Tahunan (prota),
Program Semester (promes), silabus atau garis besar materi pelajaran, dan
perencanaan pembelajaran.
1). Program Tahunan
Setiap tahun ajaran baru, guru diwajibkan untuk membuat rencana
program studinya untuk kurun waktu satu tahun. Bentuk dan format Program
Tahunan telah ditentukan dari sekolah, sehingga dalam hal ini guru tinggal
mengisi form yang telah diberikan sekolah. Adapun komponen-komponen yang
terdapat dalam Program tahunan tersebut adalah identitas mata pelajaran, kolom
semester, kolom bidang studi, kolom nomor kompetensi dasar, kolom kompeteni
dasar, kolom alokasi waktu, dan kolom keterangan.
Identitas mata pelajran memuat sekolah, mata pelajaran, kelas, dan tahun
ajaran. Pada kolom semester berisikan pembagian kompetensi dasar yang hendak
dicapai dalam satu tahun. Dalam kegiatan ini, guru melihat waktu efektif yag ada
dan banyaknya materi yang akan diajarkan untuk setiap kometensi dasar. Kolam
bidang studi menjelaskan bidang studi yang diampu oleh guru. Pada kolom
nomor kompetensi dasar berisikan nomor kompetensi dasar yang telah
52
dirumuskan. Kolom alokasi waktu memuat waktu yang diperlukan untuk
memberikan materi kepada siswa guna mencapai kompetensi yang telah
dirumuskan. Dalam hal ini guru melihat kondisi siswa dan kondisi lingkungan
sekolah serta banyaknya materi yang nantinya akan disampaikan untuk mencapai
kompetensi yang telah dirumuskan. Sedangkan pada kolom keterangan memuat
penjelasan atas apa yang telah ditulis.
2). Program Semester
menentukan alokasi waktu untuk setiap materi pokok yang akan
disampaikan. Setelah membuat Program Tahunan, selanjutnya guru
mengembangkan program tersebut menjadi Program Semester, yaitu program
yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu satu semester. Format program
Semester ini lebih rinci dibanding dengan Program Tahunan. Alokasi waktu
sudah dalam bentuk tiap minggu pada setiap bulannya, tetapi belum disebutkan
secara rinci aloksi waktu dalam bentuk jam.
Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam promes tersebut
adalah identitas mata pelajaran, kompetensi dasar, alokasi waktu dalam bentuk
minggu per bulan. Identitas pelajaran memuat hal yang seperti pada program
tahunan. Pada kolom kompetensi dasar memuat kompetensi-kompetensi dasar
yang telah dikembangkan oleh guru pengampu menjadi hasil belajar yang harus
dilalui oleh siswa untuk mencapai kompetensi yang dirumuskan.
Dalam penyusunan program ini, guru mengutip kompetensi dasar yang
tertera dalam buku teks pelajaran seni rupa yang dijadikan sebagai pegangan
53
dalam mengajar, sedangkan untuk menentukan alokasi waktu, guru tetap
menjadikan kalender pendidikan sebagai pedoman untuk mengajar.
3). Silabus
Dalam silabus terdapat beberapa komponen utama, yaitu identitas
pelajaran, kompetensi dasar, materi, strategi pembelajaran, alokasi waktu dan
sumber bahan. Identitas pelajaran berisikan nama sekolah, mata pelajaran, kelas/
semester, dan standar kompetensi. Kompetensi dasar memuat kompetensi-
kompetensi yang diharapkan akan dicapai oleh siswa setelah melalui serangkaian
pembelajaran. Dalam materi pokok memuat bahan pelajaran atau materi yang
digunakan untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang telah dirumuskan.
4). Perencanaan Pembelajaran
Rencana pembelajaran merupakan bentuk perencanaan pembelajaran yang
dibuat setiap satu kali pertemuan. Dalam Rencana Pembelajaran ini memuat
identitas pelajaran, kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, alat/ bahan dan sumber pembelajaran, dan penilaian dan tindak
lanjut. Rencana pembelajaran ini memudahkan guru dalam mengajar di kelas,
karena materi yang akan disampaikan telah dipersiapkan sebelumnya.
2.3.2. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahapan pelaksanaan ini merupakan serangkaian kegiatan guru dalam
pembelajaran seni rupa, yaitu meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
penutup. Pada kegiatan pendahuluan berupa sapaan oleh guru kepada siswanya
sampai pada suasana kelas yang kondusif untuk dimulai pelajaran, ulasan tentang
materi sebelumnya, dan ulasan sekilas tentang materi yang akan disampaikan.
54
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti. Pada tahapan inilah akan terlihat
bagaimana kemampuan guru terhadap penguasaan materi dalam menjelaskan materi
dan contoh karya agar bisa diterima dengan mudah oleh siswa. Hal ini merupakan
bagian tersulit yang harus ditempuh oleh guru, karena di sinilah guru dituntut untuk
profesional dengan menggunakan metode mengajar yang sevariatif dan seefektif
mungkin agar tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai.
Kegiatan terakhir adalah kegiatan penutup, di mana guru memberikan
simpulan atas apa yang telah disampaikan pada siswa pada pertemuan tersebut. Selain
itu juga tentang tindak lanjut dari praktik karya dan pemberitahuan kegiatan yang
akan dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya.
2.3.3. Tahap Penilaian
Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua askpek domain
pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sebab siswa yang
memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji dengan paper-and-pencil test belum
tentu dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan
kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran
mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun
1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang
menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Affective
adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi.
Sedangkan psychomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau
keterampilan motorik (Degeng: 2001). Namun ketiga domain pembelajaran itu
55
memang tidak dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran dalam porsi yang sama.
Untuk matapelajaran ekonomi misalnya lebih menekankan pada aspek kognigitif dan
affective dibandingkan dengan aspek psychomotor yang lebih menekankan pada
keterampilan motorik.
Fakta menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitikberatkan pada
aspek kognitif saja. Terbukti dengan tes-tes yang diselenggarakan di sekolah baik
lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemampuan aspek
kognitif. Laporan hasil belajar yang disampaikan kepada orang tua siswa (buku rapor)
juga hanya melaporkan kemampuan kognitif saja.
Tuntutan pada kurikulum baru itu penilaian harus mengarah pada kompetensi
siswa, sesuai dengan kompetensi tuntutan kurikulum. Kompentensi yang dimaksud
pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang
mencakup pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Penilaian harus mengacu pada
pencapaian standar kompetensi siswa. Standar kompetensi adalah batas dan arah
kemamuan yang harus dan dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu (Marpadi: 2003).
Sistem penilaian yang diharapkan diterapkan untuk mengukur hasil belajar
siswa menurut kurikulum 2004 adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Di mana
untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar maka
diperlukan suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan mengunakan indikator-
indikator yang dikembangkan guru secara jelas. Berkelanjutan berarti semua
indikator harus ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi
dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta
56
didik. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai teknik penilaian dan ujian, seperti:
pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktik, dan pengamatan
(Marpadi, 2003).
Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup
beberapa hal, yaitu: (1) standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki
oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran. Hal ini memiliki implikasi yang sangat
signifikan dalam perencanaan, metodelogi dan pengelolaan penilaian; (2) kompetensi
dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran yang harus dimiliki
lulusan SMA; (3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester
dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus; (4) proses penilaian,
pemilihan dan pengembangan teknik penilaiain, sistem pencatatan dan pengelolaan
proses; dan (5) proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.
Tujuan penilaian yang dilakukan guru di kelas hendaknya diarahkan pada
empat (4) hal berikut: keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses
pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Checking-up, yaitu untuk
mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses
pembelajaran. Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai
kompetensi yang ditetapkan atau belum.
Syafii (1981: 1) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu tahapan dan
kegiatan yang amat penting dalam suatu proses rangkaian kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu dengan evaluasi akan dilihat derajat ketercapaian tujuan yang
57
dirumuskan. Sehubungan dengan itu pula dalam kegiatan evaluasi diperlukan
perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan data serta pelaporan yang benar. Jika hal-
hal tersebut tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya maka tujuan dan sasaran
pembelajaran yang dirancang sebelumnya boleh jadi tidak tampak ketercapaiannya
(Syafii dalam Hastu, 2006: 30).
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai
metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar
tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test),
sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum)
akan sangat efektif dinilai dengan tes praktik (performance assessment). Demikian
juga, metoda observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran
siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk menilai
aspek afektif, minat dan motivasi anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya
memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metoda dan teknik penilaian
sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metoda dan teknik yang
dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman
belajar yang telah ditetapkan.
Di samping itu, tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan
oleh guru adalah untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai
dengan matriks kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas
diharapkan mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portfolio) yang
berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolio
58
siswa memberikan gambaran secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian
belajar siswa pada kurun waktu tertentu. Portofolio siswa dapat berupa rekaman
perkembangan belajar dan psikososial anak (developmental), catatan prestasi khusus
yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal
sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah
dikuasai anak secara kumulatif. Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah
maupun bagi orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci
tentang perkembangan belajar anak dan aspek psikososialnya, sehingga guru dapat
memberikan bimbingan.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mengkaji profesionalisme guru seni rupa pada SMA Negeri di
Kabupaten Demak dengan fokus kajian pada potensi keilmuan yang dimiliki oleh
guru seni rupa yang bersangkutan. Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji,
penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan
data, gambar, dan perilaku orang yang diamati. Dengan kata lain, penelitian ini
memaparkan tentang kemampuan profesional guru dalam mengajar seni rupa pada
SMA Negeri di Demak Kota, yaitu SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak,
dan SMA Negeri 3 Demak.
Ismiyanto (2003: MP/III/ 3) menerangkan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah atau bidang-bidang tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Surakhmad (1975: 131) bahwa penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang menuturkan, menganalisis, dan mengklarifikasikan.
Objek penelitian ini adalah guru seni rupa pada SMA Negeri di Kabupaten
Demak, di mana SMA Negeri memiliki image lebih tinggi, lebih diminati, kualitas
pendidikan lebih tinggi, dan lebih diakui di mata masyarakat. Dengan melihat
berbagai keunggulan SMA Negeri dibanding dengan SMA Swasta, peneliti tertarik
untuk mengkaji sejauh mana kompetensi guru, dalam hal ini guru seni rupa dilihat
60
dari kompetensi keilmuan yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya sebagai
sebuah profesi.
3.2. Lokasi dan Sasaran Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2
Demak, dan SMA Negeri 3 Demak yang berlokasi di Demak Kota. Pemilihan
lokasi penelitian tersebut karena ketiga sekolah tersebut merupakan sekolah
unggulan atau favorit di Kabupaten Demak, sehingga masyarakat memiliki
pandangan bahwa mutu pendidikan dan mutu pengajar di sekolah-sekolah
tersebut lebih tinggi dibanding sekolah negeri lainnya.
2. Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah kompetensi guru seni rupa dalam
pembelajaranyang ada di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak, dan
SMA Negeri 3 Demak. Dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian adalah
pembelajaran seni rupa dan kompetensi profesional guru seni rupa, meliputi
penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber pembelajaran, mengelola
kelas, mengelola interaksi belajar mengajar, mengelola program belajar, dan
penilaian siswa.
3.3.Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang lebih
banyak menampilkan uraian kata daripada angka. Oleh karena itu, teknik yang
digunakan dalam upaya menjaring data di lapangan adalah teknik wawancara,
observasi, dan dokumentasi.
61
1. Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik utama yang lebih banyak digunakan
untuk mencari data di lapangan. Agar kegiatan wawancara berjalan baik dan
dapat mencapai sasaran yang diinginkan maka di samping wawancara bebas
dilakukan pula wawancara terpimpin, yaitu dalam kegiatan wawancara digunakan
pedoman wawancara atau instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan
yang telah disiapkan (Moleong 1988: 116). Urutan pertanyaan dan pelaksanan
wawancara dalam instrumen penelitian ini disesuaikan dengan informasi, karena
pengetahuan masing-masing informan tentang masalah yang diteliti tidak sama.
Sasaran informasi dalam penelitian ini adalah Guru Seni rupa, siswa Kelas X dan
XI, dan pihak-pihak yang terkait di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2
Demak, dan SMA Negeri 3 Demak.
2. Observasi
Teknik observasi dilakukan di antaranya untuk mengetahui secara
langsung tentang keadaan SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak, dan
SMA Negeri 3 Demak yang meliputi kondisi geografis letak sekolah, jumlah
gedung sekolah, jumlah dan jenis inventaris sekolah adalah buku, meja, kursi,
sapu, tempat sampah, bola, papan tulis. latar belakang siswa, kemampuan siswa,
minat siswa, kesulitan siswa, dan para staf pengajarnya (khususnya guru seni
rupa) kepribadian guru seni rupa, latar belakang, kinerja guru seni rupa, profil
guru seni rupa. Teknik observasi ini dilengkapi dengan catatan-catatan dan
62
dokumentasi foto gedung bagian depan dan sudut lain sekolah dan foto guru dan
siswa saat proses belajar - mengajar di lapangan.
3. Dokumen
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen
yang digunakan sebagai data sekunder yang mendukung penelitian dengan jalan
menelusuri data-data yang ada di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak,
dan SMA Negeri 3 Demak. Data program tahunan, program semester, silabus,
perencanaan pembelajaran. Data jumlah guru dan staf karyawan, data penugasan
guru, data perangkat pembelajaran, media dan sumber pembelajaran guru yang
bersangkutan, data jumlah siswa, data jumlah gedung.
3.4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan,
hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman tentang
kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain (Muhajir 1989:
171). Analisis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif. Proses analisis data yang diperoleh dari lapangan baik melalui wawancara,
observasi maupun dokumentasi disajikan dalam bentuk paparan deskriptif.
Proses analisis data ditempuh melalui proses redukdi data, penyajian data, dan
penarikan suatu kesimpulan hasil penelitian. Proses reduksi data meliputi: pemilihan
dan penyederhanaan data-data kasar yang diperoleh di lapangan. Kemudian data
diseleksi, diringkas, dan dikelompokkan dalam satuan-satuan pokok pikiran. Data-
data yang tidak perlu dan tidak banyak berkaitan dengan masalah penelitian dibuang
dan kemudian digantikan dengan data-data yang sesuai (Rohidi, 1990: 16).
63
Untuk mempermudah proses dalam penyusunan data dan memperoleh suatu
sajian data yang sistematis, maka sebelumnya dibuatkan kerangka tulisannya.
Kemudian data-data tersebut disusun berdasarkan urutan dalam kerangka tulisan.
Berdasarkan sajian data maka dapat diperoleh hasil penelitian dan pembahasan
berikut kesimpulannya.
Dengan demikian, melalui pendiskusian data tersebut dapat diketahui usaha-
usaha yang telah dilakukan oleh guru seni rupa dalam pembelajaran seni rupa pada
siswa kelas X dan XI SMU Negeri di Demak Kota Kabupaten Demak.
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Demak
Demak merupakan sebuah kabupaten yang letaknya di sebelah timur Kota
Semarang ( Ibu kota Propinsi Jawa Tengah). Demak merupakan kota yang bersejarah
dengan kejayaan Kerajaan Demak yang pernah berjaya pada masanya, Demak dulu
kota kerajaan yang besar dengan memimpin penduduk di Pulau Jawa, Demak juga
terkenal dengan kota wali, maka sering disebut Demak sebagai kota yang religius.
Sebagian besar atau 80% penduduk Demak beragama Islam, sedangkan 30% agama
yang lain, misalnya Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu.
Demak memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi dengan keanekaragaman
mata pencaharian, status sosial, dan pendidikan. Hampir 50 persen penduduk Demak
bermatapencaharian sebagai petani, 20 persen sebagai nelayan, 20 persen
berwiraswasta dan 10 persen PNS.
Status sosial penduduk Kota Demak berada pada taraf menengah ke bawah,
karena tingkat pendapatan yang relatif rendah, hal ini terkait dengan kondisi geografis
Kabupaten Demak yang berada di antara dua Kabupaten yang besar dan cukup maju
perekonomiannya, yaitu Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kudus. Kondisi seperti
inilah yang menyebabkan Kabupaten Demak sulit untuk bangkit menjadi kabupaten
yang berperekonomian selalu tumbuh apabila tidak didukung oleh perencanaan
pemerintah kabupaten setempat untuk mampu mengembangkan
65
Demak sebagai kota wali. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara meningkatkan
sektor pariwisata misalnya: Masjid Agung Demak, makam Sunan Kadilangu.
Di sektor pendidikan, Kabupaten Demak masih relatif rendah. Hal ini bisa
dilihat dari banyaknya anak yang putus sekolah dan banyak orang tua yang kurang
mampu melanjutkan pendidikan anak-anaknya sampai ke tingkat SMP, SMA, apalagi
perguruan tinggi. Kurang lebih hanya 10 persen penduduk yang mampu melanjutkan
ke perguruan tinggi, dan selebihnya bekerja atau menganggur. Kabupaten Demak
memiliki 32 SMP terdiri dari 14 negeri dan 18 swasta, 40 SMA terdiri dari 17 negeri
dan 23 swasta, satu perguruan tinggi.
Keadaan secara topografi wilayah adalah tanah, dataran rendah, dan datar serta
merupakan daerah pemukiman padat penduduk. Seperti yang bisa dilihat, masalah
sanitasi di Kabupaten Demak masih sangat buruk. Kurangnya kesadaran masayarakat
untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.
Dilihat dari kondisi geografis, Kota Demak berbatasan dengan Semarang di
sebelah barat, di sebelah timur berbatasan dengan Kota Kudus, Purwodadi di sebelah
selatan, dan Laut Jawa di sebelah utara. Demak berada di antara dua kota maju yaitu
Semarang dan Kudus. Demak terkenal dengan Kota Wali yang merupakan tempat
pemakaman Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak.
Simbol Kota Demak adalah Masjid Agung Demak, masjid pertama kali di
Pulau Jawa dan dibangun oleh para wali yang sering disebut “wali songo”. selain
Masjid Agung Demak, Kota Demak juga terkenal dengan seorang wali salah satu
“wali songo” adalah Kanjeng Sunan Kalijaga yang sekarang dimakamkan di
66
Kadilangu dan juga membuat masjid yang dikenal dengan Masjid Kadilangu karena
terletak di Desa Kadilangu.
Di Kabupaten Demak terdapat perkumpulan atau sanggar kesenian yang
dikenal dengan nama “Dewan Kesenian Demak”, anggotanya terdiri dari seluruh
seniman tua dan muda yang ada di Kabupaten Demak, baik lukis, patung
sinematografi maupun teater. Sanggar seni ini tergolong muda karena baru saja
berdiri tahun 2004, meskipun belum maju seperti di Kabupaten Semarang. Dewan
Kesenian telah berkali-kali mengadakan pameran bersama di setiap event kebudayaan
di Kabupaten Demak, bahkan juga pameran ke luar Kabupaten Demak.
4.1.2 Deskripsi Latar Penelitian
4.1.2.1. Gambaran Umum SMA Negeri Demak Kota di Kabupaten Demak
4.1.2.1.1. Keadaan Sekolah
Dilihat dari lingkungannya, SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2
Demak, dan SMA Negeri 3 Demak terletak di daerah perkotaan. SMA Negeri 1
Demak terletak di Jl Sultan Patah/ Katonsari 85 Demak. SMA Negeri 1 Demak
terletak di sebelah barat Kota Demak dengan jarak lima km dari Kabupaten
Demak. SMAN SMAN 1 tersebut terletak bersebelahan dengan Universitas
Sultan Fatah Demak (UNISFAT).
67
Gambar 4.1.Depan Sekolah SMA Negeri 1 Demak
Fasilitas lain yang dimiliki adalah empat kantin sekolah, 1 ruang Rohis,
satu ruang gambar, satu koperasi, satu ruang dapur, lima kamar mandi/ WC Guru
dan TU, 18 kamar mandi/ WC siswa, satu ruang ibadah, satu ruang musik, satu
ruang Satpam, satu rumah penjaga sekolah, dua tempat parkir siswa, satu tempat
parkir guru, dan empat ruang Wakasek.
.
Gambar 4.2. Sisi Lain Sekolah SMA Negeri 1 Demak
68
SMA Negeri 1 Demak termasuk sekolah menengah negeri paling tua di
Kabupaten Demak. SMA Negeri 1 Demak merupakan salah satu sekolah
unggulan di Kabupaten Demak. Hal inilah yang memicu pihak sekolah untuk
mampu memberikan yang terbaik untuk siswa dan sekolah. Salah satu di
antaranya adalah dalam hal perekrutan guru-guru yang ada
SMA Negeri 2 Demak terletak di Jl Kudus No. 182 Demak. SMA Negeri
2 Demak terletak di sebelah timur Kota Demak dengan jarak kurang lebih 5 km
dari Kabupaten Demak. SMAN 2 Demak terletak di pinggir jalan raya, sehingga
bisa ditempuh dengan berbagai alat transportasi dari berbagai arah.
Gambar 4.3.Depan Sekolah SMA Negeri 2 Demak
Tertulis dalam Laporan SMA Negeri Demak tahun 2006 bahwa sekolah
tersebut mempunyai gedung sekolah yang terdiri dari: 22 ruang kelas, satu
laboratorium IPA, satu laboratorium Bahasa, satu laboratorium Biologi, satu
laboratorium Komputer, satu ruang Perpustakaan, satu ruang UKS, satu ruang
Pramuka, satu ruang BP atau BK, satu ruang Kepala Sekolah, satu ruang Wakil
Kepala Sekolah, satu ruang Guru, satu ruang Tata Usaha (TU), dan 1 ruang OSIS.
69
Gambar 4.4. Sisi Lain Sekolah SMA Negeri 2 Demak
Fasilitas lain yang dimiliki adalah 4 kantin sekolah, Mushola, 1 ruang
gambar, satu koperasi, empat kamar mandi/ WC Guru dan TU, 15 kamar mandi/
WC siswa, satu ruang Satpam, satu rumah penjaga sekolah, dua tempat parkir
siswa, satu tempat parkir guru, dan lapangan sekolah (basket, tennis lapangan,
volley, takrow, sepak bola, dan tenis meja).
SMA Negeri 3 Demak terletak di Jl Sultan Trenggono No.81 Demak.
SMA Negeri 3 Demak terletak di sebelah barat Kota Demak dengan jarak sekitar
10 km dari Kabupaten Demak. SMAN 3 Demak juga terletak di pinggir jalan
raya, sehingga bisa ditempuh dengan berbagai alat transportasi dari berbagai
arah.
70
Gambar 4.5.Depan Sekolah SMA Negeri 3 Demak
Sesuai dengan Laporan yang tertulis, SMA Negeri Demak kota tahun
2006 bahwa SMAN 3 mempunyai gedung sekolah (permanen) yang terdiri dari:
18 ruang kelas, satu laboratorium IPA, satu laboratorium bahasa, satu
laboratorium komputer, satu ruang perpustakaan, satu ruang kegiatan OSIS, satu
ruang Komite, satu ruang UKS, satu ruang Pramuka, satu ruang BP atau BK, satu
ruang Kepala Sekolah, satu ruang Guru, satu ruang Tata Usaha (TU),
Fasilitas lain yang dimiliki adalah empat kantin sekolah, satu ruang Rohis,
satu ruang gambar, satu koperasi, satu ruang dapur, empat kamar mandi/ WC
Guru dan TU, 16 kamar mandi/ WC siswa, satu ruang ibadah, satu ruang musik,
satu ruang Satpam, satu rumah penjaga sekolah, dua tempat parkir siswa, satu
tempat parkir guru, dan satu ruang Wakil kepala sekolah.
71
4.1.2.1.2. Profil Guru Seni Rupa di SMA Negeri Demak Kota
Mata pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 1 Demak diampu oleh
Bambang Wahyono, mahasiswa Universitas Negeri Semarang tahun 2001. Pak
Bambang sudah mengajar di sekolah tersebut selama dua tahun, Pak Bambang
menggantikan guru seni rupa yang sebelumnya. Meskipun tergolong guru muda
dan baru, tetapi kemampuannya dalam mengajar serta kedekatan dengan siswa
hampir seperti guru seni rupa sebelumnya.
Gambar 4.6. Aktivitas Pak Bambang Saat Mengajar
Sedangkan di SMA Negeri 2 Demak, mata pelajaran Seni Budaya diampu
oleh Drs. Susilo, sarjana lulusan IKIP Semarang tahun 1987. Pak Susilo mulai
mengajar di SMA Negeri 2 Demak sejak tahun 1988 sampai sekarang. Selain itu,
Pak Susilo juga pernah dipercaya melaksanakan tugas sebagai wakil kepala
sekolah urusan sarana prasarana dari tahun 1993 sampai dengan 1998. Kemudian
72
pada tahun 2002 diberi tugas sebagai sekretaris Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) Pendidikan Seni Budaya Kabupaten Demak, juga sebagai
anggota tim penyusun Bahan Ajar Pendidikan Seni Rupa Kurikulum 2004 dan
LKS gabungan antara MGMP Pendidikan Seni Rupa Kota Semarang dan
Kabupaten Demak.
Pak Susilo, di sela-sela melaksanakan tugas sebagai guru, juga menjadi
pelukis pada Komunitas Seni rupa “Glagah Wangi” Demak yang pernah
mengadakan pameran di Jakarta, Surakarta, Kendal, Semarang, dan Demak. Pak
Susilo juga menjadi pengurus Dewan Kesenian Kabupaten Demak, serta menjadi
designer rumah, sebagai sambilan.
Gambar 4.7. Aktivitas Pak Susilo Saat Mengajar
Beberapa penghargaan yang diperoleh Pak Susilo yaitu: (1) penghargaan
sebagai Guru Berprestasi Juara I Tingkat Kabupaten Demak tahun 2002, (2)
sebagai sepuluh besar Guru Berprestasi Tingkat Propinsi Jawa Tengah tahun
2002, (3) mendapat penghargaan sebagai Juara Harapan Tingkat nasional dan
73
Lomba Menggambar Adegan Wayang Modern pada Pekan Wayang Indonesia
tahun 1998, (4) empat kali sebagai finalis lomba Keberhasilan Guru dalam
Pembelajaran Tingkat Nasional pada tahun 2002, 2004, 2005, dan 2006, (5) juara
II Lomba Kreativitas Guru tingkat Nasional tahun 2005 yang diselenggarakan
oleh LIPI, (6) juara III pada Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran Tingkat
Nasional pada tahun 2006, (7) beberapa artikelnya tentang pendidikan pernah
dimuat di Harian Kompas, Suara Merdeka, dan jurnal pedagogik.
Dengan melihat begitu banyaknya penghargaan yang diraihnya, tidak
diragukan lagi kemampuan Pak Susilo dalam mengajar. Tidak sekadar pada
materi tetapi juga pengalaman dan berbagai karya Pak Susilo mampu
menguasainya dengan baik. Kemampuannya mengkoordinasi siswa-siswanya
selama proses belajar-mengajar dan kerendahan hatinya dengan sesama rekan
guru dan staf administrasi SMA Negeri 2 Demak menyebabkan Pak Susilo
menyandang guru profesional
Selain berbagai penghargaan yang diperoleh guru seni rupa yang
bersangkutan di SMA Negeri 2 Demak, ada juga beberapa siswa yang berprestasi
di bidang seni rupa dalam berbagai perlombaan, antara lain: (1) sepuluh besar
lomba karikatur di BII tahun 1996, (2) juara tiga tingkat Propinsi lomba Poster
atas nama Bambang, W. tahun 1999, (3) juara tiga tingkat Propinsi Jawa Tengah
lomba Poster atas nama Arafin Nahar tahun 2007, (4) juara dua lomba Poster
tingkat Kabupaten tahun 1999, (5) juara dua Lomba Lukis Tingkat Kabupaten
tahun 2002, (6) juara pertama Porseni tahun 2006, (7) juara pertama dalam ulang
tahun KORPRI (PGRI).
74
Di samping prestasi guru seni rupanya, ternyata Pak Susilo juga mampu
mencetak siswa-siswanya berprestasi di luar sekolah di bidang seni rupa. Di
sinilah peran seorang guru seni rupa benar-benar terlihat, karena kreativitas siswa
akan muncul seiring dengan profesionalitas seorang guru seni rupa untuk mampu
menularkan ilmunya, mengembangkan, menggali, dan menumbuhkan potensi dan
kreativitas siswa.
Mata pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 3 Demak diampu oleh Drs.
Prabowo, lulusan IKIP Yogyakarta tahun 1992. Beliau mulai mengajar di SMA
Negeri 3 Demak sejak tahun 1993 sampai sekarang. Selain mengajar, Pak
Prabowo mempunyai kesibukan lain yaitu usaha tanaman hias.
Sebagai seorang guru, tiga guru seni rupa tersebut termasuk guru yang
disegani dan disukai oleh anak-anak di sekolah masing-masing. Banyak alasan
guru tersebut disukai oleh murid-muridnya, kebiasaannya bergaul dengan siapa
saja merupakan salah satu dari faktor penyebabnya, tentunya dalam batas-batas
tertentu. Selain itu, sikapnya yang ramah kepada murid, cara mengajarnya juga
menjadi salah satu hal yang besar pengaruhnya dalam kedekatan dengan
siswanya.
75
Gambar 4.8. Aktivitas Pak Prabowo Saat Mengajar
Hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa menunjukkan bahwa
sebagian besar dari siswa senang jika diajar oleh guru seni rupa, baik oleh Pak
Bambang (25) pada SMAN 1 Demak, Pak Sus (47) pada SMAN 2 Demak
maupun Pak Bowo (45) pada SMAN 3 Demak. Seperti yang dikatakan oleh
Kutriyah kelas XI D, siswa SMAN 2 Demak ini “Pak Sus itu kalau mengajar
enak, tegas, santai tapi serius”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tohari
siswa kelas X SMAN 3 Demak “Pak Bowo itu kalau menerangkan mudah
ditangkap, jelas, meskipun tugas yang diberikan banyak tapi kami senang”.
Di kalangan teman sesama guru, guru seni rupa sangat disegani dan juga
disukai karena keramahannya dan sifatnya yang rendah hati dan suka menolong
teman. Hal ini dikemukakan oleh Pak Tukul salah seorang Tenaga Administrasi
mengatakan, “Pak Bambang orangnya baik mas, ramah, dan kalau ada teman
yang dalam kesulitan dengan tanpa diminta dia menawarkan diri untuk dapat
76
membantu kesulitannya”. Hal serupa juga disampaikan oleh Bu Maya, SPd guru
mata pelajaran Sejarah SMAN 2 Demak ini saat diwawancarai berkata, “Pak Sus
itu orangnya ramah mas dan banyak disukai teman-teman di sini, selain itu
orangnya pinter dan kreatif banget, banyak ide mas”.
4.1.3 Pembelajaran Seni Rupa di SMA Negeri Kabupaten Demak
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru-guru seni rupa diperoleh onformasi
bahwa, dalam pembelajaran seni rupa terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian.
4.1.3.1. Perencanaan
Berdasarkan wawancara dengan informan Pada tahapan Perencanaan terdiri
dari empat jenis, yaitu program tahunan, program semester, silabus dan rencana
pembelajaran.
1). Program Tahunan
Dalam program tahunan ini, baik Pak Bambang, Pak Sus dan Pak Bowo
mengutip kompetensi-kompetensi dasar secara umum dalam waktu satu tahun,
sehingga terbentuk kompetensi- kompetensi dasar. Kompetensi-kompetensi dasar
tersebut antara lain:
1). Mengidentifikasi keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa daerah
setempat secara lisan dan tulisan.
2). Mengidentifikasi karya seni rupa nusantara dalam gagasan dan teknik secara
lisan dan tulisan.
77
3). Berkreasi seni rupa berdasarkan eksplorasi gagasan, bentuk, dan teknik seni
rupa nusantara daerah setempat.
PROGRAM TAHUNAN
Mata Pelajaran : Pend. Seni Rupa
Satuan pendidikan : SMAN 1 Demak
Kelas/ program : X
Tahun pelajaran : 2006/ 2007
Semester Standar kompetensi/ kompetensi dasar
Alokasi waktu keterangan
Tabel 2.1. Format Program Tahunan
Bedasarkan pengamatan peneliti, kompetensi-kompetensi dasar yang Pak
Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo memiliki kesamaan karena hasil wawancara
dengan ketiga guru tersebut menyampaiakan bahwa kompetensi-kompetensi dasar
sama karena kesepakan dari hasil rapat MGMP guru seni rupa di kabupaten Demak.
Berdasarkan format yang disampaikan oleh Pak Bambang(25), Pak Sus, dan
Pak Bowo, untuk bagian identitas di isi sendiri oleh guru yang bersangkutan,
kemudian untuk pengisian kolom-kolom baik Pak Bambang, Pak Sus dan Pak Bowo
ada kesamaan yaitu dimulai dari mengisi kolom semester, SK/KD, alokasi waktu, dan
keterangan. Seperti yang telah disampaikan guru yang bersangkutan bahwa kesamaan
penulisan karena sudah menjadi hasil musyawarah MGMP.
Berdasarkan pengamatan peneliti komponen- komponen yang terdapat dalam
program tahunan tersebut adalah identitas mata pelajaran, kolom semester, kolom
bidang studi, kolom nomor kompetensi dasar, kolom kompetensi dasar, kolom
alokasi waktu, dan kolom keterangan.
78
Identitas mata pelajaran memuat sekolah, mata pelajaran, kelas, dan tahun
ajaran. Pada kolom semester berisikan pembagian kompetensi dasar yang hendak
dicapai dalam satu tahun. Dalam kegiatan ini, guru melihat waktu efektif yang ada
dan banyaknya materi yang akan diajarkan untuk setiap kompetensi dasar. Kolom
bidang studi menjelaskan bidang studi yang diampu oleh guru. Dalam kolom nomor
kompetensi dasar berisikan nomor kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Kolom
alokasi waktu memuat waktu yang diperlukan untuk memberi materi kepada siswa
guna mencapai kompetensi yang telah dirumuskan. Sedangkan pada kolom
keterangan memuat penjelasan apa yang telah ditulis.
Kompetensi-kompetensi dasar tersebut di atas disampaikan dalam waktu dua
semester dan dalam waktu satu semester hanya enam minggu atau kurang lebih 26
jam (26 x 45 menit). Pembuatan prota tersebut dengan berpedoman pada buku
pegangan, sehingga kinerja guru hanya bersandar pada buku bukan pada lintas
kurikulum yang saat dilaksanakan.
Berdasarkan informasi dari guru-guru seni rupa yang bersangkutan, Pak
Bambang memberi informasi prota dibuat selama dua hari, sedangkan format
pembuatan prota terdiri dari empat kolom yaitu kolom semester, kolom standar
kompetensi/kompetensi dasar, kolom alokasi waktu, dan kolom keterangan. Kolom
semester berisi jumlah semester yaitu semester satu dan dua, kolom SK/KD berisi
SK/SD yang akan ditempuh dalam waktu dua semester, kolom alokasi waktu berisi
tentang waktu yang akan ditempuh dalam setiap satu SK/KD dan, kolom keterangan.
Pak Sus (47) membuat prota selama satu hari, format yang digunakannya ada
persamaan dengan format yang digunakan Pak Bambang, yaitu terdiri dari empat
79
kolom adalah kolom semester, kolom SK/KD, kolom alokasi waktu, dan kolom
keterangan. Seperti yang disampaikan Pak Bambang ada kesamaan dengan isi kolom-
kolom prota yang dibuat oleh Pak Sus yaitu kolom semerter berisi jumlah semester
yang akan ditempuh dalam waktu satu tahun, kolom SK/KD terdiri dari SK/KD yang
sudah dibuat sesuai dengan semester yang akan ditempuh dalam kurun waktu satu
tahun, kolom alokasi waktu adalah waktu yang akan ditempuh dalam waktu satu
tahun yang sudah disesuaikan semester dan waktu yang ditempuh setiap satu
kompetensi dasar, dan kolom keterangan berisi tentang kegiatan yang nantinya perlu
dicatat.
Pak Bowo (45) dalam membuat prota selama dua hari. Pembuatan prota oleh
Pak Bowo memiliki kesamaan dengan Pak Bambang dan Pak Susilo, yaitu terdiri dari
empat kolom adalah kolom semester, kolom SK/KD, kolom alokasi waktu, dan
kolom keterangan. Seperti yang disampaikan Pak Bambang dan Pak Sus ada
kesamaan dengan isi kolom-kolom prota yang dibuat oleh Pak Bowo yaitu kolom
semerter berisi jumlah semester yang akan ditempuh dalam waktu satu tahun, kolom
SK/KD terdiri dari SK/KD yang sudah dibuat sesuai dengan semester yang akan
ditempuh dalam kurun waktu satu tahun, kolom alokasi waktu adalah waktu yang
akan ditempuh dalam waktu satu tahun yang sudah disesuaikan semester dan waktu
yang ditempuh setiap satu kompetensi dasar, dan kolom keterangan berisi tentang
kegiatan yang nantinya perlu dicatat.
Berdasarkan pengamatan peneliti tentang pembuatan prota oleh Pak Bambang,
Pak Sus dan Pak Bowo terdapat persamaan format, karena menurut Pak Sus untuk
semua guru-guru mendapatkan format yang sama dari sekolah masing- masing,
80
alokasi waktu disesuaikan dengan kalender akademik. Guru-guru yang bersangkutan
membuat perangkat pembelajaran salah satunya prota dikerjakan pada bulan Agustus
karena menurut informasi dari guru-guru yang bersangkutan bulan Agustus banyak
waktu yang luang untuk membuat perangkat pembelajaran sedangkan kalau dibuat
bulan Juli banyak kegiatan sekolah yang menyangkut penerimaan siswa baru.
2). Program Semester
Dalam mengembangkan kompetensi dasar, guru seni rupa baik Pak Bambang,
Pak Sus maupun Pak Bowo berdasarkan pada kondisi siswa, keadaan lingkungan, dan
fasailitas yang tersedia. Misalnya, kompetensi dasar, berkreasi seni rupa daerah
setempat. Berdasarkan kompetensi tersebut, guru mengembangkannya menjadi hasil
belajar sebagai berikut:
1). Merancang karya seni rupa daerah setempat
2). Membuat karya seni rupa daerah setempat.
3). Mempersiapkan pameran kelas atau sekolah.
PROGRAM SEMESTER
Mata Pelajaran : Pend. Seni Rupa
Jumlah Minggu efektif : 17 minggu
Kelas/ semester : X/ 1 (satu)
Tahun pelajaran : 2006/ 2007 Bulan Standar
kompetensi Kompetensi
dasar Alokasi waktu Juli Agust Sept Okt Nop Des
Tabel 2.2. Format Program Semester
81
Sama halnya dengan prota, dalam pengisian promes oleh guru yang
bersangkuatan memiliki kesamaan, yaitu dalam diawali dengan pengisian
identitas, dari pihak sekolah menyampaikan identitas di isi sendiri oleh guru-guru
yang bersankutan, kudian dalam pengisian kolom diawali dari mengisi standar
kompetensi, kompetensi dasar, alokasi waktu, dan bulan. Kesamaan ini juga
karena merupakan hasil dari MGMP.
Setelah membuat Program Tahunan, selanjutnya guru mengembangkan
program tersebut menjadi Program Semester, yaitu program yang akan
dilaksanakan dalam kurun waktu satu semester. Format program Semester ini
lebih rinci dibanding dengan Program Tahunan. Alokasi waktu sudah dalam
bentuk tiap minggu pada setiap bulannya, tetapi belum disebutkan secara rinci
aloksi waktu dalam bentuk jam.
Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam promes tersebut
adalah identitas mata pelajaran, kompetensi dasar, alokasi waktu dalam bentuk
minggu per bulan. Identitas pelajaran memuat hal yang seperti pada program
tahunan. Pada kolom kompetensi dasar memuat kompetensi-kompetensi dasar
yang telah dikembangkan oleh guru pengampu menjadi hasil belajar yang harus
dilalui oleh siswa untuk mencapai kompetensi yang dirumuskan. Alokasi memuat
waktu yang diperlukan dalam tiap kompetensi dasar. Sedangkan bulan memuat
berapa kali pertemuan dalam setiap bulan, setiap bulan memiliki pertemuan yang
berbeda karena disesuaikan dengan kalender akademik.
Dalam penyusunan program ini, guru mengutip kompetensi dasar yang
tertera dalam buku teks pelajaran seni rupa yang dijadikan sebagai pegangan
82
dalam mengajar, sedangkan untuk menentukan alokasi waktu, guru tetap
menjadikan kalender pendidikan sebagai pedoman untuk mengajar.
Pengembangan promes ini bahkan hampir sama antara guru seni rupa di
SMA satu dengan lainnya. Di sinilah penulis melihat adanya alih fungsi dari buku
pegangan, padahal seharusnya guru mengembangkannya berdasarkan pada
perangkat kurikulum yang berlaku saat itu.
Berdasarkan wawancara dengan Pak Bambang(25), dalam pembuatan
promes Pak Bambang menggunakan format, yang terdiri dari identitas program
meliputi, mata pelajaran, jumlah minggu efektif, kelas/semester, dan tahun
ajaran. Sedangkan format kolom terdiri dari empat kolom yaitu, kolom standar
kompetensi yang berisi standar kompetensi yang ditempuh dalam satu semester,
kompetensi dasar berisi tentang kompetensi dasar yang dikembangkan oleh guru
kemudian menjadi poin-poin yang disesuaikan dengan waktu, alokasi waktu
berisi tentang waktu yang ditempuh dalam satu semester, pembagian waktu
ditentukan jumlah kompetensi dasar dan jumlah minggu yang akan ditempuh.
Sedangkan bulan terdiri dari enam bulan yang diawali bulan Juli sampai bulan
Januari pada semester satu. Pada kolom bulan, berisi tentang jumlah minggu yang
efektif dan tidak efektif, ulangan blok, libur hari raya dan libur akhir semester.
Dalam pembuatan progran semester ini Pak Bambang membutuhkan waktu
selama dua hari.
Sama halnya dengan Pak Bambang, promes yang dibuat oleh Pak Sus
memiliki kesamaan yaitu format identitas dan kolom. Format identitas terdiri dari
mata pelajaran, jumlah minngu efektif, kelas/semester, dan tahun ajaran.
83
Sedangkan format kolom terdiri dari empat kolom yaitu kolom standar
kompetensi, kompetensi dasar, alokasi waktu, dan bulan. Pada kolom kompetensi
dasar memuat kompetensi-kompetensi dasar yang telah dikembangkan oleh guru
pengampu menjadi hasil belajar yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai
kompetensi yang dirumuskan. Alokasi memuat waktu yang diperlukan dalam
tiap kompetensi dasar. Sedangkan bulan memuat beberapa kali pertemuan dalam
setiap bulan, setiap bulan memiliki pertemuan yang berbeda karena disesuaikan
dengan kalender akademik.
Pak Bowo mengerjakan promes selama dua hari, sama halnya informasi
yang disampaikan oleh Pak Bambang dan Pak Sus, promes yang dibuat memiliki
kesamaan format yaitu identitas yang terdiri dari mata pelajaran, jumlah minggu
efektif, kelas/semester, dan tahun ajaran. Sedangkan format kolom meliputi
kolom standar kompetensi, kolom kompetensi dasar, alokasi waktu, dan bulan.
Menurut informasi dari Pak Bowo untuk pembuatan memiliki kesamaan antara
sekolah satu dengan sekolah yang lain, karena guru mendapatkan format dari
sekolah masing-masing, perbedaan itu terjadi jika alokasi waktu di setiap
kompetensi dasar.
Berdasarkan pengamatan peneliti, program semester yang dibuat oleh
Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo memiliki kesamaan. Karena
berdasarkan wawancara dengan Pak Suntono yang merupakan wakasek
kurikulum mengatakan bahwa format prota yang dibuat oleh guru-guru
merupakan format yang diberikan dari dinas ke sekolah masing-masing.
sedangkan waktu pembuatan prota antara guru satu dengan yang lain ada
84
perbedaan dalam waktu penyelesaian, ada yang satu hari, dua hari, bahkan satu
minggu.
3). Silabus
Pembuatan silabus juga berpegangan pada buku pegangan. Meskipun
demikian, peneliti melihat bahwa selama proses belajar-mengajar berlangsung,
strategi pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab,
demonstrasi, dan penugasan. Sedangkan dalam strategi pembelajaran pengalaman
belajar, Pak Bambang dan Pak Bowo hanya memberikan tiga macam, yaitu membaca
buku, mengamati, dan membuat karya, sedangkan Pak Sus menambahnya dengan
menggali informasi dari internet.
SILABUS DAN SISTEM PENILAIAN
Sekolah : SMAN 2 Demak
Mata Pelajaran : Pend. Seni Rupa
Kelas/ Semester : X / I (satu)
Standar Kompetensi : Penilaian Kompetensi Dasar Indikator
Pencapaian Materi
pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Alokasi Waktu
Sumber Bahan
Jenis Tes
Bentuk Instrumen
Instrumen
Tabel 2.3. format Silabus
Dalam silabus terdapat beberapa komponen utama, yaitu identitas pelajaran,
kompetensi dasar, materi, strategi pembelajaran, alokasi waktu dan sumber bahan.
Identitas pelajaran berisikan nama sekolah, mata pelajaran, kelas/ semester, dan
85
standar kompetensi. Kompetensi dasar memuat kompetensi-kompetensi yang
diharapkan akan dicapai oleh siswa setelah melalui serangkaian pembelajaran. Dalam
materi pokok memuat bahan pelajaran atau materi yang digunakan untuk mencapai
kompetensi-kompetensi yang telah dirumuskan. Indikator pencapaian dikutip dari
standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pembelajaran dikutip dari standar
kompetensi dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran dikutip dari standar
kompetensi dan kompetensi dasar, alokasi waktu memuat waktu yang diperlukan
dalam setiap kegiatan pembelajaran, sumber bahan memuat tentang bahan ajar dan
buku yang digunakan.
Penilaian meliputi jenis tes, bentuk instrumen dan instrumen. Jenis tes terdiri
dari ulangan harian, tugas individu, dan tugas kelompok. Bentuk instrumen terdiri
dari soal pilihan ganda, dan lembar observasi
Dalam pembuatan silabus, berdasarkan hasil wawancara dengan guru seni
rupa yang bersangkutan, silabus dibuat bersama- sama melalui rapat MGMP,
sehingga semua guru seni rupa memiliki silabus dari MGMP. Pembuatan silabus ini
dikerjakan selama satu minggu.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis melihat bahwa penugasan yang diberikan
pada siswa lebih dominan praktiknya daripada teoretisnya sehingga terkadang
cenderung memberatkan siswa di samping tugas yang banyak juga mahalnya biaya
yang harus dikeluarkan oleh siswa.
4). Perencanaan Pembelajaran
Berdasarkan wawancara dengan Pak Bambang(25) dalam pembuatan rencana
pembelajaran (RP) membutuhkan waktu dua hari, rencana pembelajaran yang dibuat
86
adalah pengembangan dari silabus yang telah dibuat. Format RP terdiri dari (1)
identitas meliputi satuan pendidikan, mata pelajaran, kelas/semester, (2) kompetensi
dasar, berisi tentang kompetensi yang dikutip dari standar kompetensi, (3) indikator,
adalah hasil pengembangan dari kompetensi dasar, berdasarkan pengamatan setiap
kompetensi dasar dikembangkan menjadi dua indikator, (4) materi pelajaran, berisi
tentang materi apa yang akan disampaikan sesuai dengan kompetensi dasar, (5)
kegiatan pelajaran, terdiri dari kegiatan belajar berisi tentang mengamati,
menjelaskan, dan menulis laporan. Strategi berisi tentang observasi, tanya jawab, dan
penugasan. dan alokasi waktu berisi tentang waktu yang ditempuh setiap satu
kegiatan pelajaran, (6) alat/bahan dan sumber pembelajaran terdiri dari alat dan bahan
sesuai dengan materi pelajaran, sedangkan sumber meliputi kliping, bahan ajar dan
LKS MGMP, majalah seni, dan internet, (7) penilaian dan tindak lanjut terdiri dari
penilaian ranah psikomotorik dan ranah afektif.
Menurut Pak Susilo dalam pembuatan RP untuk format semuanya sama,
perbedaan itu ada karena disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan dan ruang
lingkup sekolah masing-masing. Menurut informasi dari Pak Sus lingkup sekolah
desa dan kota ada perbedaan jadi materi yang disampaikan disesuaikan daerah
setempat.
Sedangkan menurut Pak Bowo ada kesamaan seperti yang disampaikan Pak
Sus, yaitu bentuk format, bisa terjadi perbedaan jika materi yang akan disampaikan
berbeda dan strategi pembelajarannya.
Dalam rencana pembelajaran ini, materi yang akan disampaikan dirinci dalam
poin kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang ada. Selama
87
penelitian, penulis melihat Pak Bowo terkesan melenceng dari tujuan pembelajaran
seni rupa, karena lebih cenderung pada fashion meskipun pada prinsipnya adalah
mengenalkan padu-padan warna tetapi tidak diterapkan dalam bentuk gambar atau
lukisan melainkan pada pakaian.
Berdasarkan pada fakta di atas, penulis beranggapan bahwa tidak semua guru
mengerti dan memahami tentang apa yang akan disampaikan agar tujuan dari
pembelajaran seni rupa dapat dicapai. Pola pembuatan perangkat pembelajaran yang
senantiasa mengacu pada buku pegangan saja dapat menghambat kinerja guru sebagai
tenaga profesional. Oleh karena itu guru harus senantiasa mengikuti perkembangan
seni rupa dan model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran.
4.1.3.2. Pelaksanaan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, selama
pembelajaran berlangsung, baik Pak Bambang, Pak Susilo maupun Pak Bowo dalam
proses belajar mengajar terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap inti,
dan penutup.
Pada tahap pendahuluan biasanya dimulai dengan guru mengucapkan salam,
selanjutnya guru berusaha untuk mengkondisikan siswa agar siap memulai pelajaran,
misalnya dengan bertanya tentang pelajaran atau tugas yang telah diberikan pada
pertemuan sebelumnya, dan bertanya tentang hal-hal yang berkenaan dengan materi
yang akan disampaikan oleh guru. Pertanyaan-pertanyan tersebut diberikan dalam
rangka untuk menggali pengetahuan siswa. Misalnya, pada 29 Januari 2007, di kelas
XI IPS 2 SMA Negeri 1 Demak, materi yang diberikan oleh Pak Bambang adalah
membuat karya seni topeng. Pak Bambang bertanya pada siswanya.
88
Guru : Ada yang tahu, apa itu topeng?
Siswa 1 : Karya seni yang meniru bentuk wajah manusia pak.
Guru : Ya, terus topeng dibuat dari apa saja?
Siswa 2 : kertas pak.
Siswa 3 : kayu.
Siswa 4 : tanah liat.
Guru : Benar. Nah, sekarang kita akan mempelajari bagaimana cara
membuat topeng dari tanah liat.
Setelah kegiatan pendahuluan, keadaan kelas sudah mulai kondusif untuk
dimulai kegiatan inti pembelajaran. Pada kegiatan ini guru mulai memberikan
penjelasan tentang topeng secara lebih jelas dan detail.
Gambar 4.1. Aktivitas pembelajaran seni rupa di SMAN 1 Demak
Dalam kegiatan ini Pak Bambang (25) mulai menguraikan materi pelajaran
untuk memberikan gambaran kepada siswa. Suasana belajar berjalan dengan santai
89
penuh dengan antusiasme siswa untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh
Pak Bambang. Guru memberi contoh karya jadi dari topeng wajah, yang telah
dipersiapkan oleh Pak Bambang sebelumnya. Siswa mulai tertarik dengan
mengajukan berbagai pertanyaan seputar topeng, cara membuat, dan pewarnaan
sampai dengan finishing.
Pada kondisi inilah, akan terlihat bagaimana penguasaan guru tentang materi
yang disampaikan, kemampuannya untuk menjelaskan pada siswa tentang pelajaran
agar bisa diterima dengan mudah. Pada tahap ini, Pak Bambang juga memperagakan
bagaimana cara membuat topeng. Kondisi kelas dibuat melingkar sehingga seluruh
siswa dapat mengamati dengan detail proses pembuatannya dan Pak Bambang berada
di tengah-tengah siswanya. Sambil menjelaskan kepada siswa, Pak Bambang juga
sambil memperagakan cara membuatnya dengan pelan agar siswa bisa mengikuti.
Pada pertemuan sebelumnya, guru telah memberitahukan materi apa yang akan
dipelajari minggu depan dan peralatan serta perlengkapan apa saja yang harus
dibawa.
Pada tahapan ini, sambil guru menjelaskan siswa juga langsung praktik
dengan perlengkapan dan peralatan yang telah disiapkan sebelumnya. Guru
berkeliling mengamati proses pembuatan topeng oleh siswa, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa.
Kemudian, pada tahap akhir yaitu penutup yang merupakan tahapan paling
akhir dalam proses belajar-mengajar. Pada tahap ini, Pak Bambang menyimpulkan
tentang apa yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut, dan apabila karya belum
selesai bisa dilanjutkan di rumah kemudian pada pertemuan selanjutnya dapat
90
diteruskan kembali. Biasanya materi praktik, diberikan selama dua kali pertemuan
untuk selanjutnya dilakukan penilaian oleh guru. Mata pelajaran seni budaya di
dalamnya termasuk seni rupa dan seni tari, sehingga waktu yang digunakan untuk
pembelajaran seni rupa yang pengaplikasian teori dan prakteknya secara proporsional
dirasa kurang.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pada kelas X1 SMA Negeri 2 Demak,
Pak Susilo(47) memberikan materi tentang “gambar proyeksi perspektif”. Pada
kegiatan pendahuluan, hampir sama dengan yang dilakukan oleh Pak Bambang pada
SMA Negeri 1 Demak, yaitu dengan menanyakan tentang materi sebelumnya dan
bertanya sedikit tentang materi yang akan dipelajari yang pada pertemuan
sebelumnya juga telah diberitahukan materi serta peralatan dan perlengkapan yang
harus dipersiapkan oleh siswa.
Pada kegiatan inti, Pak Sus memulai dengan beberapa pertanyaan ringan.
Guru : Apa yang dimaksud dengan gambar perspektif?
Siswa 1 : Gambar yang penuh dengan garis-garis pak.
Memang banyak siswa yang belum mengetahui tentang gambar perspektif.
Pak Sus dapat melihat kebingungan siswanya tentang materi yang disampaikan
tersebut, sehingga Pak Sus menjelaskan secara lugas kepada siswa tentang apakah
gambar perspektif itu, bagaimana cara membuatnya, dan bagaimana mengaplikasikan
garis ke dalam kertas serta menjelaskan hukum perspektif kepada siswa. Seperti yang
kita ketahui, bahwa “bukan seni rupa bila tidak praktik”. Selama proses pembelajaran
berlangsung setiap teori yang diberikan selalu dibarengi dengan praktik, sehingga
siswa tidak hanya tahu tentang teorinya saja tetapi juga bisa cara membuatnya dengan
91
berbagai kreativitas masing-masing. Kondisi kelas dibuat senyaman mungkin oleh
Pak Sus sehingga siswa bisa dengan nyaman pula mengikuti dan menerima pelajaran
yang diberikan.
Gambar 4.2. Aktivitas pembelajaran Seni rupa di SMAN 2 Demak
Menurut Umi salah satu siswa kelas X, Pak Sus orangnya enak, santai, dan
penjelasannya mudah diterima siswa serta selalu diiringi bercanda supaya tidak
terlalu serius. Di sinilah kelebihan Pak Sus dibanding guru-guru yang lain di SMA
Negeri 2 Demak. Pak Sus telah mengajar di SMAN tersebut selama sembilan belas
tahun. Selama masa observasi, peneliti melihat berbagai kombinasi model
pembelajaran seni rupa yang dilakukan oleh Pak Sus, di antaranya metode ceramah,
tanya jawab, peraga, dan demonstrasi. Pembelajaran seni rupa tidak hanya
berlangsung di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas baik masih dalam lingkup
sekolah maupun daerah setempat. Seperti pernyataan Pak Sus, bahwa dengan
membawa siswa ke luar kelas akan lebih membangkitkan daya kreasi siswa, di
92
samping kejenuhan pada sistem kelas yang dibatasi oleh ruang. Selain mempelajari
seni rupa, guru juga mengenalkan budaya daerah setempat, seperti artefak Masjid
Agung Demak, tempat pembuatan keramik, dan sablon.
Pada kegiatan penutup, biasanya Pak Sus selalu memberikan tugas-tugas.
Pemberian tugas adalah salah satu cara yang dipakai oleh Pak Sus untuk membuat
agar kreativitas siswa selalu berkembang. Pemberian tugas tersebut diusahakan tidak
memberatkan siswa, siswa merasa senang meskipun mungkin diperlukan biaya untuk
bisa mengerjakan tugas tersebut. Pak Sus berpendapat bahwa dari praktik dan
pemberian tugaslah bakat dan kompetensi siswa dapat digali dan dikembangkan.
Selama satu semester, Pak Sus hampir tidak pernah absen mengajar. Seperti
pernyataan Pak Sus, “kehadiran adalah salah satu hal penting untuk guru dapat
membelajarkan siswa dengan baik, mengarahkan, dan juga sebagai sarana kita bisa
berinteraksi dan mendisiplinkan siswa”.
Tidak banyak berbeda dengan yang dilakukan oleh Pak Bowo(45) pada SMA
Negeri 3 Demak. Seperti kedua guru seni rupa di dua SMAN lain yang menjadi objek
penelitian, beliau dalam mengajar juga melalui tiga tahapan, yaitu pendahuluan, inti,
dan penutup. Pada bagian pendahuluan tidak berbeda dengan guru-guru yang lain,
yang berbeda adalah pada kegiatan inti pembelajaran. Selama periode penelitian,
peneliti jarang bisa bertemu dengan Pak Bowo, karena ketidakhadiran beliau bisa
dikatakan “sering”.
93
Gambar 4.3. Aktivitas pembelajaran Seni rupa di SMAN 3 Demak
Pembelajaran seni rupa pada kelas X adalah penerapan “komposisi warna”.
Akan tetapi penerapan komposisi warna tersebut tidak diterapkan pada media kertas,
kanvas atau media seni yang lain melainkan pada pakaian. Dengan komposisi warna
tersebut, yang diharapkan oleh Pak Bowo adalah siswa dapat peka terhadap warna
pakaian atau bagaimana memadupadankan warna dalam kehidupan sehari-hari. Selain
mengkomposisikan warna pada pakaian, materi selanjutnya yang akan diberikan
adalah mengkomposisikan bentuk dan warna buah, di mana siswa juga membawa
objek seperti yang diharapkan oleh Pak Bowo.
Dalam pembelajaran seni rupa, Pak Bowo mengajak siswanya langsung ke
objeknya, misalnya ke Masjid Agung, Klenteng yang berada di wilayah Demak kota
agar siswa bisa mengenal kebudayaan setempat. Pada setiap bagian akhir dari
94
pembelajaran, Pak Bowo juga memberikan tugas kepada siswanya begitu pula pada
setiap jam kosongnya.
Di sela-sela mengajar, baik Pak Bambang maupun Pak Sus sesekali
menceritakan pengalamannya waktu masih belajar di bangku sekolah dan bangku
kuliah. Pak Bambang dan Pak Sus juga menceritakan tentang bagaimana
perkembangan sejarah seni rupa di Indonesia. Bahkan tak jarang Pak Bambang
meminta kepada siswanya untuk mencari informasi tentang bagaimana seni rupa di
Indonesia dan perkembangannya dari internet maupun media lain, kemudian
disajikan dalam bentuk makalah. Hal ini dilakukan agar siswa tidak hanya mendapat
pengetahuan hanya dari guru dan sebatas pada silabus pembelajaran saja, tetapi agar
siswa menggali sendiri wawasan, kompetensi, dan kreativitasnya
Dalam pemberian tugas, terkadang siswa-siswanya Pak Bambang (25) merasa
keberatan, karena terlalu banyak di samping juga tugas-tugas dari guru mata pelajaran
yang lain dan harus dikumpulkan tepat waktu. Tetapi setelah semua itu dibiasakan,
akhirnya siswa merasa senang dengan tugas-tugas tersebut, karena siswa bisa bermain
dengan kreasi dan lebih tahu banyak hal yang berkaitan dengan seni.
4.1.3.3. Penilaian
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa penilaian dalam
pembelajaran seni rupa dilakukan oleh guru meliputi dua aspek, yaitu afektif, dan
psikomotorik
Penilaian yang digunakan Pak Bambang (25) adalah penilaian proses karya
dan hasil karya baik dari ranah afektif dan psikomotorik. Penilaian ranah afektif Pak
95
Bambang melakukan pengamatan sikap siswa selama proses belajar mengajar
maupun diluar kelas akan tetapi masih dalam lingkup sekolah, sikap hubungan antara
siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan karyawan sekolah. Pak
Bambang juga memonitoring sikap siswa selama proses berkarya, dengan begitu akan
ketahuan sikap siswa ini dalam pembelajaran apakah mengganggu teman lain atau
malah serius mengerjakan tugas.
Penilaian psikomotorik baik proses berkarya ataupun hasil karya, Pak
Bambang memiliki strategi sendiri, dalam proses berkarya Pak Bambang memeriksa
alat dan media yang akan digunakan siswa dan Pak Bambang sangat tegas dan
disiplin, seperti yang disampaikan Ana siswa kelas X Ana mengatakan, “Pak
Bambang itu tegas dan disiplin mas, sering siswa dikeluarkan dari kelas karena tidak
membawa alat dan media.” Siswa lain Bayu juga berpendapat, “Pak Bambang
orangnya selalu menghargai karya siswa jadi nilai saya baik dan Pak Bambang selalu
menjaga siswa dalam proses berkarya.” Pak Bambang selalu memonitoring kerja
siswa sehingga penilaian proses karya siswa mulai dari persiapan alat dan media,
kesungguhan siswa, ide dan kreativitas, jika ada siswa yang belum siap akan
mendapatkan nilai kurang bahkan akan dikeluarkan dari kelas.
Penilaian hasil karya menurut hasil wawancara dengan Pak Bambang,
menyampaikan siswa akan mendapat nilai diatas standar jika mengerjakan tugas
dengan sungguh-sungguh dari mulai proses awal sampai finishing. Hasil karya akan
mendapatkan nilai baik jika selama proses dikerjakan sendiri dan orisinalitas siswa.
Penilaian aspek afektif dilakukan oleh guru adalah dengan cara membuat
daftar nama siswa dan kemudian melihat perilaku siswa dalam pembelajaran yang
96
meliputi minat dan sikap siswa sejak awal pelajaran sampai akhir pelajaran. Contoh
pada kegiatan siswa dalam membuat gambar proyeksi perspektif. Menurut informasi
dari Pak Sus penilaian yang digunakan adalah penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian ranah afektif, Pak Sus (47) menggunakan strategi pengamatan siswa
baik selama praktik maupun selama proses belajar-mengajar, diamati sikap siswa
yang aktif bertanya dan siswa yang pasif bertanya, guru juga mengamati sikap
hubungan siswa dengan siswa dan bagaimana sikap siswa kepada guru
Penilaian proses pada ranah psikomotorik, Pak Sus menggunakan strategi
praktik dan tanya jawab, sebelum tugas dikerjakan oleh siswa Pak Sus memberikan
materi dan menampilakan peraga. Penilaian proses dilakukan pada saat siswa
mengerjakan tugas pada saat proses, yaitu yang dinilai perlengkapan alat dan media
yang dibawa siswa terlebih dahulu, jika siswa ada yang tidak lengkap membawa alat
dan media maka siswa yang bersangkutan disuruh keluar dan boleh kembali kalau
sudah mendapatkan alat dan media yang dibutuhkan, seperti informasi yang di
sampaikan Khamid siswa kelas X mengatakan saya sering dikeluarkan mas, gara-gara
saya lupa membawa alat dan media. Sedangkan jika ada siswa yang tertib dan disiplin
membawa alat dan media maka siswa yang bersangkutan akan mendapatkan nilai
tambah, kata Pak Sus. Kemudian penilaian proses kerja siswa, dilihat dari ide,
kreatifitas siswa. Bagi siswa yang kreatif mau mengerjakan tugasnya sendiri akan
mendapatkan nilai tambah daripada siswa yang tidak mengerjakan sendiri, kerja
siswa selalu dimonitoring guru mulai dari ide sampai hasil karya.
97
Pak Sus juga melakukan penilaian hasil karya, yaitu hasil karya siswa dilihat
dari kesungguhan siswa dalam mengerjakan tugas, nilai hasil juga di pengaruhi
dengan nilai proses.
Pak Bowo (45) dalam melakukan penilaian tidak jauh beda dengan apa yang
dilakukan oleh Pak Bambang dan Pak Sus yaitu penilaian proses dan hasil baik
afektif dan psikomotorik. Dalam penilaian afektif Pak Bowo menggunakan strategi
mengamati sikap siswa baik dalam proses belajar tatap muka di dalam kelas bahkan
juga sikap siswa diluar kelas tetapi masih dalam lingkup materi seni budaya. Seperti
yang telah disampaikan oleh Arifin siswa kelas X menyampaikan, jika diajar Pak
Bowo boleh rame asal sopan. penilaian sikap yang dilakukan oleh Pak Bowo juga
mengamati sikap hubungan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa
dengan staf karyawan yang ada di sekolah.
Sedangkan penilaian ranah psikomotorik memiliki bobot yang paling tinggi
daripada ranah afektif, penilaian proses ranah psikomotorik yang dilakukan oleh Pak
Bowo sama dengan guru yang lain, Pak Bowo menilai proses berkarya siswa setelah
siswa mendapatkan materi terlebih dahulu, kemudian selama proses berkarya siswa
dipantau mulai dari menciptakan ide, kesungguhan berkarya dan orisinalitas karya.
Seperti hasil wawancara peneliti dengan Pak Bowo, menyampaikan siswa akan
mendapatkan nilai baik jika siswa memiliki alat dan media, kesungguhan berkarya,
kreatifitas dan karya sendiri. Penilaian hasilpun sangat diperhatikan oleh Pak Bowo,
jika siswa tidak mengumpulkan tugas tepat waktu walaupun karyanya baik maka nilai
akan dikurangi. Sebaliknya, walaupun hasilnya biasa saja tetapi sesuai prosedur
98
berkarya dan mengumpulkan tugas dengan tepat waktu maka siswa tersebut akan
mendapatkan nilai baik.
Penilaian aspek psikomotorik yang dilakukan oleh guru adalah dengan cara
memonitor kerja siswa melalui kegitan eksplorasi dan kreasi dilihat dari awal
penciptaan karya sampai finishing karya, kemudian apresiasi. Pada aspek psimotorik
ini memiliki bobot nilai paling besar, karena berdasarkan pengamatan peneliti
sebenarnya guru lebih menitikberatkan nilai praktik, karena dengan praktik guru akan
tahu bakat dan minat secara keseluruhan, selain itu karena praktik melalui tahapan
yaitu dari eksplorasi, kreasi, dan apresiasi.
Penjelasan Pak Susilo mengenai penilaian aspek psikomotorik, dalam
pembelajaran seni rupa Pak Sus mengatakan seni rupa adalah penilaian yang paling
lengkap dari mulai kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk siswa SMA lebih
cenderung pada praktik karena dalam silabusnya lebih banyak praktik seni kriya dari
pada pengetahuan seni, untuk itu bobot nilai psikomotorik lebih dominan.
Seperti yang disampaikan Pak Sus, penilain psimotorik oleh Pak Bambang dan
Pak Bowo juga melalui beberapa tahap dari ide, proses karya, dan hasil karya. Guru
mengamati siswa dalam menyiapkan ide, kemudian mendampingi siswa dalam proses
berkarya, dalam proses berkarya tersebut berlangsung siswa boleh bertanya pada guru
jika masih ada yang belum jelas, setelah itu baru finishing. Jadi, berdasarkan
pengamatan peneliti penilaian yang dilakukan guru adalah sama yaitu dilihat dari
proses berkarya sampai hasil karya. Walaupun ada salah guru yang mengatakan yang
penting hasilnya bagus ya nilainya bagus, yaitu Pak Bowo.
99
4.1.4 Kompetensi Profesional Guru Seni Rupa SMA Negeri di Demak Kota
Pada penelitian ini, Kemampuan profesional guru SMA Negeri di Kabupaten
Demak mengacu pada penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber
pembelajaran, pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, pengelolaan
program belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa.
4.1.4.1. Kemampuan Penguasaan Bahan Ajar
Dalam hal penguasaan bahan ajar antara SMAN 1 Demak, SMAN 2 Demak,
dan SMAN 3 Demak terdapat kesamaan dan juga perbedaan. Hasil pengamatan
terhadap Pak Bambang(25) guru seni rupa di SMA Negeri 1 Demak, dilihat dari
kemampuan penguasaan bahan ajar, Pak Bambang sangat menguasai, dalam
penyampain materi Pak Bambang sudah sangat terampil, materi-materi yang
disampaikan kepada siswa terstruktur dan logis, diawali dengan materi yang mudah
dipahami siswa. pada awal pelajaran Pak Bambang memberi materi yang ringan-
ringan. Pada waktu itu materi yang disampaikan adalah tentang topeng, Pak Bambang
memberi pertanyaan kepada siswa
Guru : “ siapa yang tau Pak Bambang menampilkan apa?”
Siswa : “ topeng Pak “
Guru : ” ya benar, trus apa yang di maksud topeng?”
Siswa : “ tiruan wajah manusia Pak”
Berdasarkan pengamatan peniliti, Pak Bambang dalam menjabarkan bahan
ajar tidak mengalami kendala yang berarti walaupun dari pengamatan peneliti Pak
Bambang dalam menyampaikan materi terlalu cepat. Berikut penyampaian materi
oleh Pak Bambang, setelah kalian melihat topeng dan sekarang kalian tau tentang
100
definisi topeng untuk itu Pak Bambang mau menjelaskan proses pembuatan topeng.
Dalam mendemostrasikan penguasaan bahan ajar Pak Bambanng cukup terampil
dengan cara menampilkan topeng dan bagaimana prosedur pembuatan topeng.
Pertama-tama kalian menyiapkan tanah liat yang kemudian kalian bentuk topeng
sesuai dengan ide kalian, diharapkan jangan mencontoh sama persis bentuk topeng
yang ada, melainkan mengembangkan gagasan bentuk topeng yang ada kemudian di
jadikan bentuk topeng yang baru, setelah jadi siapkan kertas limbah dan lem kertas,
kemudian topeng tanah liat ditempeli kertas limbah berulang kali dengan di campur
lem, kalau sudah merasa ketebalanya cukup, kertas diangkat dari dasar topeg tanah
liat, setelah topeng kertas sudah jadi, kemudian dirapikan dan siap untuk diwarna.
sambil menjelaskan proses pembuatan topeng Pak Bambang juga mempraktikkan di
dalam kelas, sesekali Pak Bambang memberi kesempatan kepada siswa untuk
bertanya jika dalam penjelasan ada yang belum dimengerti siswa. Materi yang
disampaikan Pak Bambang sudah terstruktur dengan mulai dari pengenalan topeng,
definisi topeng sampai prosedur pembuatan topeng. Setelah peneliti mengamati lebih
lanjut, dalam penyampaian bahan ajar Pak Bambang sudah menguasai bahan ajar
dengan baik, menyiapkan materi dengan terstruktur dan penyampaian materi yang
tepat, sudah sesuai rencana pembelajaran.
Hampir sama kemampuan profesional Pak Sus dengan Pak Bambang, tetapi
ada perbedaan yang menonjol dalam persiapan materi. Pak Susilo(47) dalam
menyiapkan bahan ajar sangat terstruktur dan logis. Dilihat dari cara mengajar, Pak
Sus termasuk salah satu guru profesional karena keahliannya menguasai bahan ajar
dan penyampaian materi yang terstruktur dan tidak tampak satupun kendala dalam
101
proses mengajarnya, sehingga Pak Sus telah siap dalam menyampaikan bahan ajar
kepada siswa..
4.12. Aktivitas Pak Sus Dalam Pembelajaran
Seperti yang diamati peneliti, pengorganisasian pelajaran oleh Pak Sus,
disesuaiakan dengan bahan yang mudah didapat oleh siswa dan telah siap sesuai
dengan kemampuan siswa. Pada awal pembelajaran siswa diminta menyiapkan buku
yang akan dibahas, saat itu Pak Sus memberi materi tentang gambar proyeksi-
perspektif. Pak Sus sudah menyiapkan peraga yang telah dibuat sendiri yang di sebut
Triple Side Box. Penggunaan alat peraga Triple Side Box ini sebagai strategi pilihan
dalam meningkatkan keterampilan siswa dan memberi kemudahan siswa dalam
proses pembelajaran menggambar proyeksi dan merancang desain tiga dimensi.
Pak Sus (47) dalam mendemostrasikan penguasaan bahan ajar, sudah baik. Di
lihat cara menggunaan media, Pak Sus dengan menggunakan media yang
102
mendukung, Pak Sus dengan baik sekali mendemonstrasikan pembelajaran sehingga
proses pembelajaran sangat menarik siswa untuk selalu memperhatikan materi. Pak
Sus dalam menjelaskan materi dari dasar terlebih dulu yaitu tentang definisi gambar
proyeksi-perspektif, setelah membahas itu, Pak Sus menjelaskan serta memperagakan
bagaimana cara menggambar proyeksi-perspektif dengan menggunakan alat peraga,
di sela-sela penyampaian materi Pak Sus juga memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya. Setelah materi selesai Pak Sus memberi tugas kepada siswa untuk
membuat gambar proyeksi-perspektif seperti contoh. Hasil wawancara dengan siswa
yang bernama Winda, menyampaikan informasi bahwa, Pak Sus dalam
menyampaikan materi mudah dipahami, Pak Sus sabar lho mas, menghadapi siswa
yang tidak mudheng-mudheng, dibimbing Pak Sus agar bisa mengerjakan dengan
benar.
Berbeda lagi dengan kemampuan profesional Pak Bowo, dalam penguasaan
bahan ajar Pak Bowo belum begitu menguasai, berdasarkan pengamatan peneliti, Pak
Bowo dalam mengorganisasikan materi pembelajaran masih kurang tepat, karena
Pak Bowo kurang melihat kondisi dan lingkungan siswa sehingga penyampaian
materi belum terstruktur dengan baik, jadi banyak siswa yang bingung. Misalnya,
pada waktu materi tentang komposisi warna, Pak Bowo menerapkan materi itu
melalui bagaimana mengkomposisiskan warna diaplikasikan pada pakaian. Banyak
siswa yang mengalami kebingungan, seperti pertanyaan siswa berikut:
Siswa :”Pak, biar pakaian saya selaras cocoknya warna apa Pak?”
Guru : “pakai warna gelap dan terang!”
103
Pak Bowo (45) dalam menyampaikan bahan ajar kelihatan belum terstruktur
dengan baik. Pada materi komposisi warna yang seharusnya siswa diajak bagaimana
mengolah warna, dengan belajar mengolah warna maka siswa diharapkan peka
terhadap warna sekitar yang dilihat oleh siswa. Peneliti mengamati banyak siswa
yang bingung bahkan semangat belajar siswa pun menurun, menurut peneliti karena
kurang menariknya proses belajar yang disampaikan oleh guru. Seperti informasi dari
Indra, siswa yang diajar saat itu menyampaikan, saya binggung mencari pakaian yang
cocok buat saya mas, karena saya belum mendapatkan materi tentang perpaduan
warna, bukan cuma saya tetapi teman-teman yang lain pun sama. Informasi yang
disampaikan Indra ada benarnya karena peneliti mengamati banyak siswa yang
binggung mencari warna dan bentuk pakaian, seperti siswa lain yang bernama Teguh
mengatakan, saya membawa pakaian karang taruna yang biasa saya pakai buat
kegiatan karang taruna, soalnya saya binggung mau bawa apa, yang penting
membawa.
Awal masuk kelas Pak Bowo mengatakan, hari ini materinya melanjutkan
minggu kemarin yaitu tentang komposisi warna, siapkan pakaian dan silahkan ganti
pakaian, habis itu maju satu persatu untuk dinilai tentang perpaduan warna yang
kalian pakai. Setelah selesai siswa maju kemudian Pak Bowo mengevaluasi kerja
siswa. Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo dalam mendemonstrasikan
pembelajaran tidak mampu memberikan daya tarik kepada siswa, sehingga siswa
cenderung binggung bahkan minat belajarnya sudah berkurang. Hal ini disebabkan
karena materi yang disampaikan oleh Pak Bowo kurang terstrukrur dengan baik,
contoh peragapun tidak disiapkan oleh guru.
104
Dalam penguasanan bahan ajar antara Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak
Bowo terdapat perbedaan, dilihat dari penguasaan bahan ajar Pak Bambang sudah
cukup baik, sedangkan pengamatan peneliti, Pak Sus sudah sangat baik dalam
penyampaian bahan ajar, sedangkan Pak Bowo dalam penyampaian bahan ajar
kurang begitu menguasai sehingga banyak kendala yang dihadapi siswa-siswanya
4.1.4.2. Kemampuan Penggunaan Media dan Sumber Pembelajaran
Berdasarkan pengamatan peneliti, selain bahan ajar, Pak Bambang (25) telah
mempersiapkan media dan sumber pembelajaran secara lengkap. Dalam
pembelajaran topeng, Pak Bambang membuat alat bantu mengajar yaitu peraga
topeng sesuai dengan bahan yang di tugaskan sekaligus sebagai contoh siswa dalam
berkarya nanti. Penentuan sumber belajar Pak Bambang mampu menyiapkan sumber
belajar yang dibutuhkan dan mendukung dalam proses pembelajaran. Buku-buku
4.13. Aktivitas Pak Bambang Dalam Pembelajaran
105
panduan tentang topeng pun telah disiapkan, mulai dari ensiklopedia topeng
tradisional dan modern, selain itu siswa juga diberi tugas mencari referensi dan
gambar topeng di majalah atau di internet, dengan begitu proses belajar mengajar
berjalan dengan lancar.
Sedangkan di SMAN 2 dilihat dari media dan sumber pelajaran, dalam materi
gambar proyeksi-perspektif oleh Pak Sus (47) menciptakan peraga yang disebut
Triple Side Box belum pernah dibuat oleh guru-guru seni rupa yang lain, dan dalam
hal penggunaan alat peraga Pak Sus pernah meraih juara guru prestasi dua nasional.
Apalagi dalam hal sumber pembelajaran, Pak Sus menyiapkan buku sumber secara
lengkap dari berbagai penerbit. Sehingga proses pembeljaran bisa berjalan secara
optimal.
. Sedangkan dalam media dan sumber pelajaran, Pak Bowo (45) tidak
menyiapkan media, baik itu peraga maupun komposisi warna yang lain untuk di
jadikan contoh siswa untuk berkarya. Sumber materi pelajaranpun tidak disiapkan
oleh Pak Bowo sehingg proses belajar-mengajar kurang efektif.
Berdasarkan wawancara dengan Pak Bowo, untuk contoh peraga biarkan
siswa bisa melihat sendiri di majalah atau di tabloid. Pak Bowo berharap siswa akan
peka memadukan warna pakaian dengan cara melihat contoh di majalah dan tabloid.
Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo belum siap sama sekali untuk
menyampaikan materi kepada siswa, bisa dilihat dengan tidak mempersiapkan media
dan sumber, bahkan peraga. Sedangkan Pak Bambang dan Pak Sus telah siap media
dan sumber pembelajaran apalagi didukung dengan peraga yang memudahkan siswa
menerima materi.
106
4.1.4.3. Kemampuan Pengelolaan Kelas.
Dilihat dari pengelolaan kelas, Pak Bambang (25) dalam menentukan alokasi
waktu sudah sesuai dengan kalender akdemik dan mempunyai strategi tersendiri,
yaitu siswa diperbolehkan mendengarkan musik dalam berkarya, ”biar tidak spaneng
seperti mengerjakan tugas matematika”, pengelolaan kelas yang dilakukan Pak
Bambang memiliki perbedaan dengan sekolah-sekolah yang lain, menurut Pak
Bambang, tujuan pembelajaran akan tercapai jika kondisi pembelajaran optimal,
siswa juga harus menikmati tugas yang akan dikerjakan, untuk itu siswa tidak dibuat
spaneng. Siswa akan senang mengerjakan tugas jika kondisi kelas tidak tegang,
seperti yang dikatakan oleh Cahyo siswa kelas X, saya senang mas kalau ikut
pelajaran seni rupa, karena dalam pelajaran seni rupa itu santai, apalagi pelajaran
seni rupa boleh mendengarkan musik, sehingga membuat saya semangat mengerjakan
tugas. Siswa lainpun berpendapat seperti yang dikatakan Sugiyono siswa kelas X
mengatakan pelajaran seni rupa itu seperti bermaian mas, jadi kalau pelajaran seni
rupa saya kesannya jadi pelajaran refresing. Dengan begitu Pak Bambang mampu
mengorganisasikan siswa untuk dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Menurut
Pak Bambang setiap praktik, ruang kelas yang berada di tengah dikosongkan untuk
tempat praktik, dengan begitu kondisi kelas pada waktu praktik akan kelihatan santai,
nyaman, dan guru bisa memonitoring kerja siswa. Diberi kebebasan bertanya pada
saat praktik, mengumpulkan tugas harus tepat waktu, diamati proses berkarya siswa
sampai selesai. Pak Bambang dalam mengelola kelas, sudah sangat terampil
walaupun pengalaman mengajarnya kurang dibanding dengan Pak Sus yang sudah
berpengalaman.
107
Dalam pengelolaan kelas, Pak Sus (47) sangat berbeda sekali dengan Pak
Bambang. Pak Sus dalam mengelola kelas seperti yang peneliti amati, kondisi kelas
sangat tenang, rapi, tidak ada suara musik atau gaduh seperti di kelasnya Pak
Bambang. Cara mengajar Pak Sus walaupun tenang, Pak Sus juga sesekali mengajak
siswa untuk guyonan biar tidak spaneng sehingga selama proses belajar mengajar
banyak siswa mengatakan serius tapi santai, bagi Pak Sus yang penting siswa
mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap pengelolaan kelas oleh Pak Sus,
pengelolaan waktu alokasi sudah di buat sebaik-baiknya sesuai dengan kalender
akademik. pada masuk kelas Pak Sus memberikan salam terlebih dahulu dan
kemudian menyampaikan materi yang akan dipelajari hari itu, sebelum pelajaran
dimulai Pak Sus memberikan pengantar materi, seperti yang disampaikan Pak Sus,
hari ini kita akan mempelajari tentang gambar perspektif, dengan kalian mempelajari
gambar perspektif, kalian akan mendapatkan dasar menggambar dengan benar, kita
juga akan mempelajari hukum perspektif. Biar kondisi kelas optimal, bagi siswa yang
belum jelas, Pak Sus memperbolehkan siswa mengajukan pertanyaan dengan tunjuk
jari terlebih dahulu, sehingga Pak Sus mampu menciptakan kelas yang kondusif. Jika
ada siswa yang mengganggu proses belajar-mengajar maka Pak Sus akan
menegurnya, kata Pak Sus. Guru mengamati siswa selama proses pembelajaran,
melihat ada siswa yang tidak memperhatikan karena sibuk main game di handphone,
kemudian Pak Sus menegur siswa itu
Guru : “ kamu yang di pojok kanan meja paling belakang tadi saya menjelaskan
apa?
108
Siswa :”saya Pak?”
Guru : “iya kamu! “
Ternyata siswa yang bernama Cipto diam dan tidak bisa menjawab
Guru : “kamu kalau ada guru menjelaskan malah main game, bawa sini handphone-
nya nanti diambil di kantor, siapa nama kamu?”
Cipto : “Cipto, Pak”
Guru : “jangan di ulangi lagi!”
Cipto : “ya Pak!”
Selanjutnya guru menjelaskan dan kemudian tanpa diketahui siswa Pak Sus
memberi tanda kurang pada siswa tersebut.
4.14. Aktivitas Pak Susilo Saat Mengajar
Guru menegur siswa yang mengganggu proses belajar-mengajar dengan tujuan
agar tidak mengganggu teman lain. selain itu, guru bertujuan mendisiplinkan kelas
agar mampu menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Berdasarkan
109
pengamatan, Pak Sus dalam mengelola kelas agar siswanya tidak jenuh Pak Sus
melakukan variasi dalam mengajarnya, yaitu dengan memvariasi gaya mengajarnya
dengan cara dalam menyampaikan materi, Pak Sus sesekali mengajak siswa
melakukan pembelajaran di luar kelas, media pembelajarannyapun divariasi, dari
kertas divariasi dengan media lain dengan tujuan untuk menghindari kejenuhan yang
menyebabkan menurunnya kegiatan belajar dan tingkah laku positif siswa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo (45) dalam mengelola kelas
sudah mampu menciptakan kondisi kelas yang optimal, dilihat dari penguasaan kelas
yang cukup baik walaupun banyak siswa yang mengeluhkan, seperti informasi yang
disampaikan Abdul Ghofur siswa kelas X, mengatakan Pak Bowo sering
meninggalkan kelas, sehingga kondisi kelas rame dan tidak teratur. Pak Bowo Terlalu
disiplin dan tegas mas, jika ada siswa yang terlambat memberi tahu jamnya Pak
Bowo, maka Pak Bowo marah sehingga pelajaran sudah tidak menarik lagi, kata
Hamzah ketua kelas X.
Dalam pengelolaan kelas, dengan ketegasan Pak Bowo mampu mengelola
alokasi waktu cukup baik dengan menetapkan alokasi waktu dengan tepat maka
proses pembelajaran akan tercapai dengan tepat pula. Pak Bowo juga mampu
mengkondisikan kelas dalam keadaan tenang dan sering sekali Pak Bowo membawa
siswanya praktik di luar kelas. Dengan tujuan agar mengurangi kejenuhan siswa yang
diakibatkan karena proses pembelajaran dalam ruang yang sama, gaya mengajar yang
sama, untuk itu Pak Bowo mencoba mengajak siswanya untuk melaksanakan
pembelajaran diluar kelas.
110
Menurut Pak Bowo (45), siswa sering diajak keluar sekolah untuk melihat
obyek secara langsung, dengan begitu Pak Bowo berharap siswa mampu
mengapresisai obyek budaya karya daerah setempat, dan peka terhadap karya seni di
daerah setempat. Informasi dari Hamzah, kita sering disuruh Pak Bowo menggambar
Masjid Agung Demak, Pak Bowo sudah siap di Masjid, sebelum mengerjakan tugas
Pak Bowo memberikan sedikit teknik dalam menggambar, setelah itu siswa dibiarkan
mengerjakan tugas sampai jam seni budaya habis, kemudian siswa diminta kembali
ke sekolah lagi. Begitulah cara Pak Bowo mengorganisasi siswa agar aktif dalam
proses pembelajaran.
Dilihat dari kemampuan mengelola kelas antara Pak Bambang, Pak Susilo,
dan Pak Bowo. Ada persamaan dan ada pula perbedaan. Kesamaan terletak pada
bagaimana seorang guru memperhatikan siswa agar kondisi belajar siswa optimal,
atau dengan kata lain, seorang guru berusaha menciptakan pembelajaran yang
kondusif, tidak membuat siswa mengalami kejenuhan yang berakibat menurunnya
semangat belajar siswa dan tingkah laku positif siswa. Sedangkan perbedaan terletak
pada strategi guru dalam pengelolaan kelas, agar siswa menikmati pembelajaran
dengan senang, Pak Bambang dan Pak Susilo sudah mampu berkreasi dengan cara
masing-masing, sehingga kondisi siswa dapat tercipta suasana yang mendukung
dalam proses pembelajaran, dan mampu membawa siswa pada kondisi pembelajaran
yang menyenangkan. Sedangkan Pak Bowo belum mampu menciptakan kreatifitas
untuk mengelola kelas agar kondusif dan membawa siswa pada pembelajaran yang
optimal dan menyenangkan.
111
4.1.4.4. Kemampuan Pengelolaan Interaksi Belajar-Mengajar
Dalam pengelolaan interaksi belajar mengajar, Pak Bambang(25)
menggunakan metode tanya jawab, ceramah dan demontrasi dalam proses belajar
mengajarnya. Sebagai cara pendekatan kepada siswa oleh Pak Bambang adalah
dengan selalu memonitoring kerja siswa dalam berkarya, memperhatikan baik dalam
proses berkarya maupun selama pembelajaran, memberi motivasi kepada siswa
melalui memberikan nilai tambah bagi siswa yang kreatif dan penyampaian hal-hal
baru tentang seni rupa beserta kegunaan seni rupa dalam kehidupan sehari-hari, dan
membantu siswa bila mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas Dengan begitu
secara tidak langsung Pak Bambang mampu mengembangkan hubungan antar pribadi
yang sehat dan serasi kepada siswa. Kata Pak Bambang, siswa diberi kebebasan
bertanya baik dalam proses belajar mengajar atau di luar pembelajaran seni rupa
dengan tujuan ada hubungan baik antara guru dan siswa dalam konteks pembelajaran,
interaksi yang baik antara guru dan siswa akan menciptakan suasana belajar-mengajar
yang kondusif, interaksi yang baik ini memotivasi siswa untuk lebih respect dalam
mempelajari seni rupa, sehingga Pak Bambang mengadakan ekstrakurikuler seni rupa
untuk menambah pengetahuan siswa yang ingin mendalami materi seni rupa.
Dalam pengelolaan kelas, Pak Bambang mampu menangani perilaku siswa
yang tidak diinginkan yaitu menegur siswa yang menggunakan tanah liat untuk di
lempar-lemparkan sehingga mengotori kelas, dengan teguran kepada siswa
diharapkan situasi pembelajaran akan kembali optimal.
Dalam pengelolaan interaksi belajar-mengajar, Pak Susilo (47) lebih banyak
menggunakan sistem tanya jawab, demonstrasi, dan praktik dalam strategi
112
mengajarnya. Sehingga dalam belajar-mengajar, siswa tidak hanya dijejali materi saja
melainkan juga siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Di samping itu,
pemberian tugas yang diberikan selain praktik karya juga menuntut siswa untuk
mencari lagi materi yang mendukung, baik dari koran atau majalah, buku maupun
internet.
Kemampuan Pak Sus dalam mengelola kelas agar kondusif untuk belajar
adalah salah satu hal yang selalu dilakukan untuk menciptakan interaksi yang baik
antara guru dan murid, yaitu dengan melakukan tanya jawab tentang materi seni rupa,
jika ada pameran di luar sekolah, Pak Sus mengajak siswanya untuk ikut berapresiasi
karya seni rupa. Menurut Pak Sus, jika interaksi antara guru dengan siswa terjalin
dengan baik, maka proses belajar akan berjalan dengan baik pula. Siswa juga diberi
kesempatan belajar datang kerumah jika masih mengalami kesulitan, dengan sabar
Pak Sus membimbing siswa yang mengalami kesulitan
Pak sus dalam pengelolaan interaksi belajar mengajar, mampu menangani
perilaku siswa yang tidak diinginkan yaitu dengan menegur siswa. Dengan begitu Pak
Sus mampu membawa perilaku siswa menjadi lebih baik dan tidak segan- segan
memberi peringatan- peringatan kepada siswa jika melakukan perbuatan yang tidak
diinginkan di sekolah.
113
4.15. Aktivitas Pak Bowo Dalam Pembelajaran.
Dalam pengelolaan interaksi belajar-mengajar, Pak Bowo (45) juga
menggunakan metode tanya jawab, ceramah, dan demonstrasi. Dengan metode itu
kata Pak Bowo bisa mengembangkan hubungan antar pribasi yang sehat dan serasi
kepada siswa dan memberi kedekatan antara siswa dan guru, sehingga interaksi akan
terjalin dengan baik. Pak Bowo lebih sering memberikan tugas kepada siswanya
melalui telepon, seperti yang dikatakan oleh Firman Siswa kelas X mengatakan, “Pak
Bowo kalau memberikan tugas untuk menggambar di luar sekolah misalnya
menggambar Masjid Agung Demak, Pak Bowo tinggal telepon siswanya untuk
datang kesana dan yang tidak datang di anggap tidak masuk”.
Walaupun Pak Bowo(45) adalah guru yang tegas, tetapi interaksi Pak Bowo
dengan siswa sangat baik, Pak Bowo dengan sabar membimbing siswa yang
bersungguh-sungguh ingin belajar. Bagi siswa yang sulit untuk menerima materi, Pak
114
Bowo dengan sabar mengulas kembali materi yang baru saja disampaikan menurut
wawancara dengan siswa yang bernama agung siswa kelas X.
Dalam menangani peralaku siswa Pak Bowo selalu memantau sikap dan
tingkah laku siswa. Pak Bowo tidak segan- segan memberi peringatan dan menegur
siswa jika melihat perilaku siswa yang tidak diinginkan di sekolah.
Melihat dari kemampuan interaksi antara Pak Bambang, Pak Susilo,dan Pak
Bowo. Ketiganya sudah sangat baik, mulai dari membimbing sampai pada interaksi
siswa pada kegiatan belajar-mengajar.
4.1.4.5. Kemampuan Pengelolaan Program Belajar
Dalam pengelolaan program belajar-mengajar, seperti guru seni rupa yang lain
Pak Bambang menyiapkan program belajar-mengajar tentang materi apa yang akan
disampaikan yaitu meliputi prota, promes, silabus, dan rencana pembelajaran.
Perangkat pembelajaran disiapkan oleh guru di awal semester untuk menyiapkan
materi secara terstruktur dengan baik. Untuk guru seni rupa disetiap minggunya ada
kegiatan MGMP di Kabupaten Demak, anggotanya terdiri dari semua guru seni rupa
di Kabupaten Demak, tujuannya untuk membuat perangkat pembelajaran bersama
kemudian dikembangkan oleh guru masing-masing sekolah sesuai dengan lingkungan
sekolah masing-masing. Menurut informasi dari Pak Bambang, perangakat
pembelajaran dibuat membutuhkan waktu selama satu minggu, format perangkat
pembelajaran disediakan oleh sekolah.
Perangkat pembelajaran yang dibuat Pak Bambang (25) dikerjakan pada
bulan Agustus, karena menurut Pak Bambang bulan Agustus adalah bulan yang tidak
115
banyak kegiatan di sekolah, sedangkan kalau di bulan Juli banyak kegiatan di sekolah
seperti penerimaan siswa baru, pambagian tugas guru, dan orientasi siswa baru
Perangkat yang dibuat Pak Bambang meliputi rincian minngu efektif,
perhitungan alokasi waktu tiap semester, program tahunan, program semester, silabus
dan rencana pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan Pak Bambang, dalam
pembuatan program pembelajaran, Pak Bambang mengalami kesulitan karena
mungkin baru dua tahun Pak Bambang mengajar, jadi pengalaman membuat program
pambelajaran masih kurang, sehingga banyak kendala yang dihadapi.
Pak Susilo (47) selalu merencanakan terlebih dahulu setiap materi pelajaran
yang akan disampaikan, sehingga proses belajar-mengajar bisa berjalan secara
terstruktur dan materi selesai tepat pada waktunya. Berbeda dengan Pak Bambang,
Pak Susilo dalam pembuatan program pembelajaran tidak mengalami kendala yang
berarti karena banyaknya jam terbang mengajar Pak Sus, dengan kata lain Pak Sus
sudah berpengalaman dalam membuat program pembelajaran.
Sama halnya dengan Pak Bambang, Pak Sus menyelesaikan program
pembelajaran membutuhkan waktu selama satu minggu. Program pembelajaran juga
dikerjakan Pak Sus pada bulan Agustus, karena sama halnya yang disampaikan Pak
Bambang pada bulan Agustus adalah bulan yang luang untuk mengerjakan program
pembelajaran karena tidak banyak kegiatan di sekolah, sedangkan kalau bulan Juli
banyak kegiatan yang berkenaan dengan penerimaan siswa baru, orientasi siswa baru,
pembagian tugas guru. Pembuatan program belajar yang dibuat oleh Pak Sus meliputi
rincian minggu efektif, alokasi waktu persemester, prota, promes, silabus, dan
116
rencana pembelajaran, semua itu merupakan bagian terpenting yang harus disiapkan
agar tujuan dari pembelajaran seni rupa dapat tercapai.
Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak jauh beda dengan Pak Bambang dan
Pak Susilo. Pak Bowo (45) juga menyipakan program pembelajaran meliputi, rincian
minggu efektif, alokasi waktu tiap semester, program tahunan, program semester,
silabus, dan rencana pembelajaran. Format program pembelajaran disediakan sekolah,
hasil wawancara dengan Pak Bowo, program pembelajaran dibuat membutuhkan
waktu selama dua minggu, dikerjakan pada bulan Agustus, karena kalau dikerjakan
bulan Juli banyak kegiatan di sekolah, yaitu penerimaan siswa baru dan orientasi
siswa. walaupun Pak Bowo sudah lama mengajar tetapi Pak Bowo mengalami
kesulitan, berdasarkan wawancara dengan Pak Sus, Pak Bowo hampir tidak pernah
ikut MGMP, jadi kendala yang dihadapi pak bowo karena tidak mengikuti
perkembangan materi yang sudah dimusywarahkan di MGMP.
Berdasarkan pengamatan peneliti program pembelajaran yang telah dibuat
antara Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo, dalam hal format terdapat
persamaan karena format disediakan sekolah masing-masing. Waktu yang dibutuhkan
dalam pembuatan program pembelajaran Pak Bowo membutuhkan waktu paling lama
daripada Pak Bambang dan Pak Susilo, dalam hal kesulitan, Pak Bambang dan Pak
Bowo yang yang banyak mengalami kesuliatan. Jadi tidak semua guru dengan
mudah mempersiapkan program pembelajaran, untuk itu guru harus dituntut
profesional dalam segala kemampuan pembelajaran.
117
4.1.4.6. Kemampuan Penilaian Prestasi Siswa
Pengelolaan penilaian prestasi siswa, Pak Bambang (25) menggunakan
strategi yaitu dengan memberikan nilai tambah pada siswa yang aktif memberikan
pertanyaan dan mengumpulkan tugas tepat waktu, dan jika tugas dikumpulkan
melebihi batas waktu yang ditentukan maka nilai akan dikurangi. Dalam penilaian,
Pak Bambang sangat disiplin selain penilaian dilihat dari proses berkarya, hasil karya,
kreatifitas, kesungguhan siswa tetapi juga disiplin waktu pengumpulan tugas. Dalam
penilaian Pak Bambang dalam menilai siswa dilihat dari selama proses pembelajaran
meliputi ide kreatifitas siswa, desain karya, hingga proses berkarya. Selain itu,
penilaian dilakukan pada akhir pembelajaran yaitu hasil karya siswa yang telah
dibuat siswa dalam monitoring guru. Penilaian ini selalu di lakukan Pak Bambang
dalam setipa pembelajaran.
Dalam hal penilaian prestasi siswa, Pak Susilo (47) tidak hanya menilai hasil
akhir dari praktik karya yang dihasilkan oleh siswa, tetapi juga bagaimana prosesnya,
ketekunan, dan keseriusan dalam mengerjakan tugas merupakan aspek penting yang
dinilai. Dengan adanya penilaian tersebut, Pak Sus berharap bisa menjadi motivasi
bagi siswanya untuk berkarya lebih baik, meningkatkan kreatifitas, dan serius dalam
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. “Bagi saya, nilai adalah tolok ukur
kemampuan dan keseriusan siswa, tetapi bukan berarti siswa yang nilainya jelek dia
bodoh, tetapi hanya kurang serius sehingga kreatifitasnya statis”, kata Pak Sus
Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo (45) dalam hal pengelolaan
penilaian prestasi siswa hampir sama dengan guru seni rupa yang lain yaitu dengan
memberikan nilai tambah bagi siswa yang kreatif dan mengumpulkan tugas tepat
118
waktu, dan tidak segan-segan akan memberikan nilai kurang atau di bawah standar
jika siswa tidak ada kesungguhan dan tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas,
semua itu dilakukan guru untuk memotivasi siswa agar lebih serius untuk
mengerjakan tugas seni rupa. Pak bowo juga menggunakan sistem penilaiaan proses
dan hasil karya yaitu dengan menilai kerja siswa dimulai dari penciptaan ide
kenmudian desain karya sampai dengan proses berkarya. Selain itu penilaian juga
dilakukan pada hasil pembelajaran yaitu dengan menilai finishing karya siswa.dilihat
denagn hasil akhir siswa dengan harapan guru selalu menilai tidak sekedar proses
akan tetapi hasilnya pun dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan pengamatan peneliti tentang kompetensi profesional yang
meliputi penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber pembelajaran,
pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, pengelolaan program
belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa, ternyata banyak persamaan dan
perbedaan antara Pak Bambang, Pak Sus, dan Pak Bowo. Untuk itu peneliti akan
melakukan penilaian dengan menggunakan media yang disebut alat penilaian
kemampuan guru (APKG).( hasil pengamatan terlampir).
119
4.2.Pembahasan
Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan
menggambarkan profil seorang guru seni rupa profesional. Tetapi tidak mungkin kita
tidak dapat menemukan guru yang memenuhi syarat profesionalisme.
Berdasarkan hasil observasi bahwa, setelah bertugas lebih dari lima tahun,
seorang guru seni rupa mulai melampaui prestasi guru-guru seangkatannya. Guru
dapat berbicara dengan semangat dan teliti mengenai keadaan sekolahnya, dan
terutama mengenai murid-muridnya, lebih dari guru-guru lain. Sekali lagi, bukan
karena dia terlalu istimewa, tetapi karena dia peduli, dia peduli dengan segala
ketulusan. Apa yang dialaminya, direnungkannya; apa yang direnungkannya
disuarakannya; apa yang disuarakannya dilaksanakannya; apa yang dilaksanakannya
disempurnakannya. Dia mulai dapat melihat lebih dalam, tembus lapisan permukaan
apa-apa yang hanya kasat mata. Dialah itu, guru profesional tulen.
Tidak ada yang memerintahkan dia berbuat demikian, tetapi ini terjadi karena
dia menghargai pekerjaannya. Ia menghargai anak bangsa yang dipercayakan
kepadanya. Ia bangga pada pekerjaannya. Dan ia terus belajar, yang menjadikan
cakrawala pemikirannya menjadi lebih luas. Jauh lebih luas dari apa yang dimilikinya
lima tahun yang lalu.
Tetapi, meskipun guru seni rupa di SMA Negeri 1 Demak usia mengajarnya
baru dua tahun, tidak berarti dia tidak lebih profesional dibanding dengan guru seni
rupa di SMA Negeri 2 Demak dan SMA Negeri 3 Demak. Jika seorang guru
memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus me-lakukannya
dan menyadari bagaimana ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian
120
ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat
demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional,
yang menjadi semakin profesional.
Dalam menjalankan tugasnya, guru-guru seni rupa baik di SMA Negeri 1, 2
maupun 3 Demak memiliki visi ke depan, dalam hal ini adalah masa depan dan
generasi muda yang berbahagia, yaitu: pendekatan mengajar yang kreatif, mengajar
sangat mengasyikan, belajar adalah penemuan, dan seminar adalah pengayaan.
Seperti pernyataan pak Susilo guru Seni Rupa di SMA Negeri 2 Demak “Tanpa visi,
sepanjang hayat kita akan berbicara tidak lain dari sesuatu yang negatif: pendidikan
tidak berguna, mengajar membosankan, murid tidak berselera belajar, bahkan
mungkin juga seminar hanya menghabiskan tenaga. Lalu kita pun menjadi semakin
lumpuh, dikalahkan oleh mata rantai permasalahan yang tampaknya tidak pernah
(memang tidak pernah) akan hilang”.
Pada dasarnya, argumentasi ini menekankan perlunya profesionalisasi dilihat
sebagai pengembangan serangkaian paradigma baru di dalam pendidikan, yang antara
lain dikaitkan dengan kondisi-kondisi yang akan dan sedang mempengaruhi
kehidupan di dunia, yang esensinya harus dapat ditangkap para guru, tidak hanya
guru seni rupa saja.
Peralihan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke
paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Guru dengan orientasi profesional
demikian, akan merangsang anak didiknya untuk mencari jawaban, untuk meneliti
masalah, dan mengembangkan sendiri berbagai informasi baru. Dia tidak secara
121
dogmatis atau indoktriner memaksakan informasi usang yang sudah tidak berharga
apa-apa di dalam kehidupan anak didik.
Jika dilihat dari cara mengajar dari tahap perencanaan hingga tahap penilaian,
Pak Bowo memang jauh berbeda dengan dua guru seni rupa lain yang menjadi objek
penelitian ini. Dapat dikatakan bahwa Pak Bowo belum cukup memiliki kemampuan
profesional dalam mengajar. Ia belum bisa mengkondisikan siswa dengan baik, untuk
bisa dengan mudah menerima apa yang disampaikannya. Tidak hanya itu, Pak Bowo
kurang mempersiapkan materi pelajaran dengan baik sehingga kurang terkuasai,
kurang terstruktur, dan bahkan tak jarang melenceng dari apa yang seharusnya
disampaikan. Jika pada proses penyampaian masih kurang menguasai, maka besar
kemungkinan siswa juga kurang paham tentang materi tersebut.
Pada dasarnya, profesionalisme seorang guru seni rupa tidak hanya tercermin
dari kemampuannya dalam menguasai pelajaran saja, melainkan juga pada tanggung
jawabnya sebagai pengajar yang salah satunya adalah kehadirannya di dalam kelas
untuk melaksanakan tugasnya. Bisa dibilang waktu 1 kali pertemuan dengan 2 jam
pelajaran dalam satu minggu, belum cukup untuk mengapresiasikan tujuan dari
pembelajaran seni rupa itu sendiri. Tetapi mengingat keterbatasan waktu, dengan
melihat banyaknya mata pelajaran lain yang juga harus diterima siswa maka
pembelajaran seni rupa dilakukan seefektif mungkin dengan tidak mematikan
kreativitas siswa. Oleh karena itu interaksi dengan siswa sangatlah penting. Guru
diharapkan mampu untuk bisa hadir paling tidak 90 persen untuk mengisi pelajaran.
Pemberian tugas untuk mengganti setiap jam kosong bukan solusi terbaik, tetapi lebih
122
pada bagaimana seorang guru bisa memenuhi tuntutan profesinya untuk lebih
profesional di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan sebagai berikut (tabel tingkat
kompetensi guru).
Tingkat Kompetensi Jenis Kompetensi Guru
Amatan Baik Cukup Kurang
A
B
Penguasaan Bahan
Ajar
C
A
B
Media Dan Sumber
Pembelajaran
C
A
B
Pengelolaan Kelas
C
A
B
Pengelolaan Interaksi
Belajar-Mengajar
C
A Pengelolaan Program
Belajar-Mengajar B
123
C
A
B
Penilaian Prestasi
Siswa
C
Tabel 2.4. Tingkat Kompetensi Guru Sementara
Keterangan : A = Pak Bambang
B = Pak Susilo
C = Pak Bowo
4.3.Tantangan Profesionalisme Guru Seni Rupa Masa Depan
“Menghadapi pesatnya persaingan pendidikan di tataran global, semua pihak
perlu menyamakan sikap untuk mengedepankan peningkatan mutu pendidikan.
Pemerintah, masyarakat, kalangan pendidik serta semua subsistem bidang pendidikan
harus berpartisipasi mengejar ketertinggalan maupun meningkatkan prestasi yang
telah diraih” (“Perlu Komitmen Dongkrak Mutu Pendidikan” - Kompas, 10 Maret
2004).
“Setiap kali membedah mutu pembelajaran, guru selalu dijadikan kambing
hitam. Terlebih dengan mutu pendidikan Indonesia yang terus terpuruk dibanding
negara tetangga” (“Pertajam Kompetensi Akademik” - Kompas, 10 Maret 2004).
Dari pernyataan-pernyataan di atas rasanya tidak mudah untuk menjadi guru
dewasa ini. Guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik atas ketidakberesan sistem
pendidikan, namun pada sisi lain guru juga menjadi sosok yang paling diharapkan
dapat mereformasi tataran pendidikan. Guru menjadi mata rantai terpenting yang
124
menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan/
sekolah yang lebih baik.
Eksistensi sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan masih diperlukan oleh
masyarakat. Academic learning secara formal di sekolah masih dianggap sangat
penting. Para orang tua masih menganggap perlu mengirimkan anak-anaknya ke
sekolah. Guru masih tetap dianggap bertanggung jawab atas keberhasilan
pembelajaran akademis siswa. Institusi sekolah termasuk kurikulum dan fasilitas
pendukungnya dituntut untuk mampu bersaing tidak saja secara lokal juga secara
global. Karenanya untuk menghadapi semua tantangan ini, kemampuan professional
guru harus teruji. Penguasaan atas materi mata pelajaran saja tidak lagi cukup. Guru
diharapkan bertanggung-jawab atas pengembangan profesi mereka sendiri terus-
menerus, tidak “gaptek” (gagap teknologi), harus benar-benar menguasai teknologi
pembelajaran termasuk penggunaan komputer dan teknologi lainnya untuk proses
belajar mengajar dan pengembangan profesi.
Guru abad 21 harus menguasai banyak pengetahuan (akademik, pedagogik,
sosial dan budaya), mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan
mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak boleh hanya datang ke sekolah melulu
untuk mengajar saja. Kemampuan untuk mengelola kelas saja tidak cukup lagi. Guru
diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan, yang mampu
mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan global di luar sekolah.
Selain orang tua, peran guru dalam mengarahkan masa depan anak didiknya sangat
signifikan. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau guru tidak siap menghadapi semua
125
tantangan dinamika pendidikan abad 21 ini, yang nota-bene masih terus akan
berubah.
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena
guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu
bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar
mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan
yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-
aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.
Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi
muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap
eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan
nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun
isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam
pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan
kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit
unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian
yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam
sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati
nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena
tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para
126
guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak
adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai
pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru
tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol
melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah
memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola
belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka
waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah
yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan
kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan
kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi
pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme
guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam
kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk
membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar
profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan
disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang
lulusannya asal jadi tanpa memperhitungkan output-nya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4)
127
kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut
untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi. (5)
masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat
politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar
dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang
PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan
melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,
pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
128
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pembelajaran seni rupa SMA Negeri di Kabupaten Demak dengan
menggunakan tahapan-tahapan pembelajaran, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pembelajaran seni rupa di SMA
Negeri di Kabupaten Demak mencakup tiga tahapan pembelajaran yaitu perencanaan
pembelajaran meliputi program tahunan, program semester, silabus dan rencana
pembelajaran, yang diwajibkan bagi guru. Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri
Kabupaten Demak sudah terstruktur dengan baik yaitu diawali dari tahap
pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup.
Dalam proses belajar mengajar setiap guru memiliki strategi tersendiri. Sebelum
memberikan pelajaran, guru menyiapkan materi terstruktur dengan baik, terlebih
dahulu memberikan materi yang mudah dipahami oleh siswa. Dalam pengelolaan
media dan sumber belajar tidak semua guru menyiapkan peraga dan mengambil
sumber dari referensi, internet dan majalah terkait.
Dalam penggelolaan kelas tidak semua guru sudah dan mampu mengkondisikan
kelas secara optimal serta seringnya seorang guru meninggalkan jam pelajaran,
sehingga proses pembelajaran siswa mengalami kejenuhan dan pembelajaran yang
tidak efektif.
129
Pengelolaan interaksi belajar mengajar guru selalu memonitoring dan
membantu siswa yang mengalami kesulitan serta memberi kesempatan kepada siswa
mengikuti ekstrakurikuler bagi yang berminat mendalami seni rupa, sehingga
interaksi dengan siswa berjalan dengan baik.
Penilaian yang dilakukan oleh guru meliputi penilaian proses dan hasil
pembelajaran dan memberikan nilai tambah bagi siswa yang aktif, kreatif, dan tepat
waktu.
Pada dasarnya guru seni rupa di SMA Negeri 1 Demak dengan berasumsi pada
ketentuan tentang guru profesional berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas, berada
pada tahap proses belajar untuk bisa menjadi profesional mengingat usia mengajarnya
yang masih baru, meskipun kemampuannya dalam mengajar dan menguasi materi
pelajaran seni rupa cukup baik.
Dengan melihat berbagai penghargaan baik dari guru seni rupa maupun siswa di
SMA Negeri 2 Demak serta usia mengajar yang sangat lama, guru profesional adalah
kata yang tepat diberikan pada guru SMAN 2. Banyak hal, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan maupun penilaian dalam proses belajar mengajar dilaksanakan dengan
baik oleh beliau.
Guru seni rupa di SMA Negeri 3 Demak, kemampuan profesinya dirasa sangat
kurang karena ketidakhadirannya dalam mengajar menjadikan rasa tanggung
jawabnya terhadap tugas sedikit diabaikan. Meskipun, hal ini bisa disebabkan terkait
dengan sertifikasi guru. Relevansi materi yang disampaikan juga belum begitu
diperhatikan, padahal ini sangat diperlukan sesuai dengan kurikulum yang berlaku
meskipun seni rupa (seni budaya) bukan merupakan mata pelajaran utama.
130
Jadi dengan kemampuan profesional masing-masing guru dapat diamati
kemampuan profesional guru dilihat dari kreativitas guru dalam menguasai bahan
ajar, media dan sumber, mengelola kelas, interaksi pembelajaran, program belajar dan
penilaian pembelajaran, selain itu juga seorang guru harus dituntut kreatif dan variatif
dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran
5.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disampaikan beberapa
saran sebagai berikut:
Kepada guru khususnya guru seni rupa hendaknya sebagai seorang pendidik
harus bertanggung jawab terhadap profesinya, tidak sering meninggalkan jam pada
saat mengajar, menggunakan peraga sebagai contoh untuk siswa dalam
pembelajarannya, serta seorang guru dituntut kreatif dan memiliki wawasan yang
luas agar siswa tidak mengalami kejenuhan. Guru yang sudah menguasai kemampuan
profesinya dengan baik hendaknya lebih ditingkatkan lagi dengan mengikuti
perkembangan pembelajaran seni rupa, sedangkan guru yang kurang memperhatikan
kemampuan profesinya hendaknya lebih disiplin dan lebih meningkatkan
kemampuannya sebagai guru serta bertanggung jawab terhadap profesinya sebagai
seorang pendidik. Bagi pemerintah disarankan lebih memperhatikan keberadaan
seorang guru, perlu disadari bahwa guru adalah sosok paling penting dalam
memajukan dan meningkatkan pengetahuan generasi bangsa. Hendaknya pemerintah
mendahulukan peningkatan taraf hidup guru tanpa mempersoalkan dulu
131
kualifikasinya. Siapa pun yang berstatus guru diberi hak atas pengabdiannya,
sehingga tanggung jawabnya sebagai pendidik akan dilaksanakan sebaik-baiknya.
132
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, NU. 2002. “Kualitas dan Profesionalisme Guru, Pikiran Rakyat
(Online).” (http://www.pikiranrakyat.com) Akadum. 1999. "Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan.”
(Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001).Hlm.1-2.
Arifin, I. 2000. “Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi.” Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Asselbergs dan Knoop.1995. “Pendidikan Seni Rupa dengan Pendekatan Multikultur” Penyajian Seminar dan Lokakarya April 2001
Balitbang Diknas. Peningkatan Kemampuan Profesional dan Kesejahteraan Guru, Departemen Pendidikan Nasional, (Online). http://www.diknas.go.id
Bastomi, Suwaji. 1982. Landasan Berapresiasi Seni Rupa. Semarang: IKIP Press. --------------------. 1990. Pendidikan Seni Rupa. Semarang: IKIP Press. -------------------. 2003. Kritik Seni. Buku ajar UNNES. Dahrin, D. 2000. “Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensif:
Transformasi Pendidikan.’’ Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Darsono Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2000. Manajemen Berbasis Kompetensi. Jurnal pendidikan dan
kebudayaan No. 027 November 2000. Degeng, I N. S. 2001. Kumpulan Bahan Pembelajaran; Menuju Pribadi Unggul
Melalui Perbaikan Proses Pembelajaran, Malang: LP3, UM, ------------- 2003. Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi
Siswa SMU. Jakarta: Depdiknas. ------------- 2004. Persiapan Pelaksanaan Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas. Dimyati. 1990. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta. Green, S.A and DeLoach, S.B. 1975. Teaching Critical Thinking with Electronic
Discussion, Economic Education Journal, diakses dari:
133
http://www.susan.uits.indiana.edu.
Hadikusumo, kunaryo. 1999. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang
Press. Haryadi, Sugeng. 1993. Perkembangan Peserta Didik. Semarang: IKIP Semarang
Press. Hastu. 2006. Pembelajaran Menggambar dalam Pengembangan Kreativitas pada TK
Taman Putra Banyumanik Semarang. Skripsi, FPBS UNNES Semarang.
Ibrahim dan Sukmadinata, Nan. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineke
Cipta kerjasama Dekdikbud. Ismiyanto. PCS.103. Metode Penelitian. Buku ajar UNNES. Kaber, Achasius.1988. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud. Kadir, Abdul. 1975. Pengantar Aesthetica. Yogyakarta : STRI ASRI. Karo-karo, Ulih Bukit, dkk. 1979. Metode Pengajaran. Salatiga: CV. Sadara. Marpadi, D. 2003. Pola Induk Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan
Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Martensi, K. DJ. 1979. Identifikasi Kesulitan Belajar. FIP IKIP Semarang. Moehadjir, N. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : CV.Remaja Karya.
Moleong, Lexy J.1990. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta, Dekdikbud Muslih, Masnur. 1994. Dasar-Dasar Pemahaman Kurikulum. Malang: YA3. Mulyasa, E. 2002. KBK: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT
Remaja Rosdikarya. Nasanius, Y. 1998. “Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan
Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan.” (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
Nasution, S. 1967. Ilmu Jiwa Anak-anak. Bandung: Ganarco Nurhadi, dan Agus Gerald senduk.2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan
Dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
134
Nurkolis.2003.MBS: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: PT Grasindo. Rahardjo, Satjipto. Tiada Rotan akarpun jadi. Kompas, Oktober 2006. Rasdjoyo. Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU Kelas 1: Jakarta: Erlangga. Rohidi, T.R.1999. Fungsi Seni dan Pendidikan Seni dalam Pendidikan serta
Implikasinya dalam Perkembangan Kebudayaan. Semarang: FPBS IKIP
Semarang.
Rosenshine dan Stevens.1986. “Makalah Ringkas Menyajikan Beberapa Gagasan
Tentang Berbagai Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru”.November 2001
Salam, S. 2000. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar. Buku Ajar untuk
Mahasiswa PGSD. Makasar: Universitas Negeri Makasar. --------------. 2003. “Menelusuri Tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah.”
Depdiknas.go.id. Sardiman, A. S. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Sudarso. 1990. Tinjauan Seni Rupa. Yogyakarta: ASRI Sukmadinata. 1996.Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdikarya Sumargi. 1996. “Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan.” Suara Guru No. 3-
4/1996.Hlm.9-11. Suracmad, Winarno. 1979. Metodologi Pengajaran Nasional. Jemmars Sutarto. 1999. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineke Cipta kerjasama Dekdikbud. Sutrisno Hadi. 1985. Metode Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi UGM. Syafii. 1981. Pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian di SD: Berfokus pada
Seni Rupa. Makalah disampaikan pada penataran kertangkes bagi guru SD Provinsi Jawa Tengah, Agustus-September 2003
The Liang Gie. 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: PUBIB. Triyanto. 1997. Pendidikan Sebagai Proses Enkulturasi Nilai-Nilai Budaya. Media
FBS IKIP Semarang.
135
Undang-Undang no 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen sebagai Tenaga Profesi. Usman, M.U. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdikarya
136
Lampiran A Lampiran B
137
Lampiran C
138
Lampiran D