Download - pnmthrx (Autosaved)
BAB I
PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan organ pernapasan yang memiliki unsur elastis yang
akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea
bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru
sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis
cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga.
Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan
negatif yang ringan.1
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik.
Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.
Untuk diagnosis dilakukan dengan beberapa tahap dari melakukan
anamnesis dengan adanya gejala nyeri dada, sesak, mudah lelah dan denyut
jantung yang cepat. Dan juga dilakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Kemudian dilakukan juga pemeriksaan
radiologi yang di dapatkan pada foto thorax adanya bayangan udara dalam
cavum pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan
paru (avascular pattern), dan juga bisa didapatkan pendorongan jantung dan
trakea ke kontralateral.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan fisiologi
Paru Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat
respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya
pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolus
di paru melalui sistem kapiler. Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus
pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior,
lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan
lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang
analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis. Di antara
lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua,
sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk mengembang dan
mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis ini di
sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2.16 Namun selain
itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot – otot dinding thoraks
dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
Cavum thoraks Paru terletak pada sebuah ruangan di tubuh manusia yang di kenal
sebagai cavum thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan penting, maka
2
cavum thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi paru, terutama dari trauma
fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang tersusun atas 12 pasang costa beserta
cartilago costalisnya, tulang vertebra thoracalis, sternum, dan otot – otot rongga dada. Otot –
otot yang menempel di luar cavum thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat
gerak untuk extremitas superior. 3
Pleura Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru juga
dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embriologi dari coelom
extra-embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni pleura parietal, pleura
visceral dan pleura bagian penghubung.
Pleura visceral adalah pleura yang menempel erat dengan substansi paru itu sendiri.
Sementara pleura parietal adalah lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel
langsung dengan paru. Pelura bagian penghubung yakni pleura yang melapisi radiks
pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang menghubungkan pleura parietal dan pleura
visceral.
Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura diafragmatika,
pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura. Pleura diafragmatika yakni
pleura parietal yang menghadap ke diafragma. Pleura mediastinalis merupakan pleura yang
menghadap ke mediastinum thoraks, pleura 10 sternocostalis adalah pleura yang berhadapan
dengan costa dan sternum.
Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior. Pada
proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui
stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura. Di antara pleura parietal dan pleura
visceral, terdapat celah ruangan yang disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang
sangat penting pada proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru,
dikarenakan pada cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana
ketika diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang
begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit cairan serous untuk
melumasi dinding dalam pleura.3
3
DEFINISI
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak terisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga dada. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya
penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks yang
disebabkan oleh penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder.4
4
EPIDEMIOLOGI
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5:1. 3
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki
adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita
insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens
pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000
orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering
terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat. Pneumotoraks
spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak insidens pada usia awal 20-an
sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun.
Di RSUD Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumothorax disebabkan oleh
penyakit dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuerkulosis paru disertai fibrosis atau
emfiesema local, bronkotis kronis dan emfiesema. Selain karena penyakit tersebut di atas,
pneumothorax pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini
disebut pneumothorax katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian
akibat pneumothorax lebih kurang 12%.4
PATOFISIOLOGI
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik, iatrogenik.
Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks
iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang mendasarinya,
namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan pada 76-100%
pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted thoracoscopic
surgery dan torakotomi.
Kasus pneumotoraks spontan primer sering dihubungkan dengan faktor resiko
merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural, namun pada sebuah penelitian
dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa 89% kasus dengan
bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah bukan
perokok. Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun
5
sebuah teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok
yang kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi
terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan
tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus
dan menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan
pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara
akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah
kecil dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini
adalah timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2. Sebuah
penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam patogenesis terjadinya
pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan primer ditemukan
pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria, serta sindrom Birt-
Hogg-Dube.
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru
yang sudah ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan
alveolar yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan
berpindah ke interstitial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya
udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan
menimbulkan pneumotoraks. Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder
adalah:
Penyakit saluran napas
-PPOK
-Kistik fibrosis
-Asma bronchial
Penyakit infeksi paru
-Pneumocystic carinii pneumonia
-Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram
negatif atau staphylokokus)
Penyakit paru interstitial
-Sarkoidosis
-Fibrosis paru idiopatik
6
-Granulomatosis sel langerhans
-Limfangioleimiomatous
-Sklerosis tuberus
Penyakit jaringan penyambung
-Artritis rheumatoid
-Spondilitis ankilosing
-Polimiositis dan dermatomiosis
-Skleroderma
-Sindrom Marfan
-Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
-Sarkoma
-Kanker paru
Endometriosis toraksis
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non
penetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat
menimbulkan pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes
karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada
saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru
tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya negatif akan
meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang mengalami
pneumotoraks.
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis
atau bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik
(transthoracic needle aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi
mekanik tekanan positif (positive pressure mechanical ventilation).Angka
kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak
berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera
pada parenkim paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini
mengakibatkan udara bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi
adanya aliran balik dari udara tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada
perawatan intensif yang dapat menyebabkan terperangkapnya udara ventilator
7
(ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa adanya aliran udara
balik.
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga
pleura sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke
arah kontralateral. Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya
hipoksia. Curah jantung turun karena venous return ke jantung berkurang,
sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran udara pada paru yang
kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan turunnya curah
jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika
tidak ditangani secara tepat.
KLASIFIKASI
a. Pneumothoraks spontan:
Pneumothoraks spontan primer:
Suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak
berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru pada saat istirahat dan
sampai sekarang belum diketahui penyebabnya. 4
Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb
subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang intrapleura tidak
didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis. Riwayat
keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko
terjadinya pneumotoraks ini.5
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah
terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya. Peningkatan
porositas menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan
emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi badan dengan peningkatan resiko
terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleura meningkat dari dasar ke apeks
paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru orang bertubuh tinggi rentan
terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses pembentukan kista
subpleura. 6
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak
adanya penyakit paru-paru yang mendasari. Pada sebagian besar kasus PSP, gejala
akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam.6
8
Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS):
Penumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasari. PSS
paling banyak disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Secara
umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang melebar atau
rusak.5 PSS lebih berbahaya daripada PSP dikarenakan fungsi paru yang lebih
buruk daripada pasien PSP. Hampir semua pasien PSS harus dilakukan
thorakostomi.
Untuk penangan PSS, ACCP (American College of Chest Physicians)
merekomendasikan pemasangan chest tube atau thorakostomi untuk setiap pasien
PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegah rekurensi.
Sebagian besar pasien membutuhkan drainase melalui chesttube. Pelepasan chest
tube dilakukan setelah terjadi re-ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara.
Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir dan dilakukan pada pasien dengan
kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami pneumotoraks rekuren.
b. Pneumothoraks Traumatik
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi 2 yaitu:
Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik:
Suatu pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
Pneumothoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Aksidental yaitu penumothoraks yang
terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan medis
tersebut.
b) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial yaitu penumothoraks yang
sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam rongga pleura melalui
jarum.
Pneumothoraks Traumatik non Iatrogenik:
Penumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada baik terbuka maupun tertutup.4
9
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak
pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara
dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau menuju pleura
viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara
langsung melukai paru-paru perifer menyebabkan terjadinya hemothoraks dan
pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di dada akibat benda tajam.7
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis
terobek oleh fraktur atau dislokasi costae. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan
peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat
alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura
viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada pleura
viseralis atau mediastinum dan udara masuk ke rongga pleura. 7
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik juga dapat terjadi akibat
barotrauma. Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan
tekanannya, sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050m, volume udara
yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian
permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut, udara yang terjebak dalam
bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan pneumotoraks. Hal ini
biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang
terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan sewaktu naik
ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara
cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks.7
Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistula
Pneumothoraks Tertutup (Simple Pneumothorax):
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi
negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru
belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan
di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis
dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk kavum pleura karena
tekanan kavum pleura negative.8
10
Pneumothoraks Terbuka (Open Pneumothorax):
Pneumotoraks terbuka yaitu terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus karena terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan
ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar.
Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh
gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada
saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).8
Pneumothoraks Ventil (Tension Pneumothorax):
Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang
positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil (1 arah). Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak
dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
11
DIAGNOSIS
Anamnesis
a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat
bernafas, nyeri dirasakan tajam dan terasa berat menjalar ke bahu ipsilateral dan
makin memberat pada inspirasi.
b) Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian
paru yang kolaps sudah mengembang kembali.
c) Denyut jantung meningkat
d) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
e) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis).
Gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi. Derajat gangguannya bisa
mulai dari asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat.
Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi: dapat terjadi pergeseran trakea, pencembungan dan pada waktu
pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit, distensi vena jugularis.
b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah
sampai menghilang.
c) Perkusi: hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke thoraks yang
sehat.
d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, dapat disertai dengan
suara napas tambahan seperti rhonki atau wheezing pada sisi kontralateral.
12
Pemeriksaan penunjang
A. Radiologi:
-bagian pneumothoraks akan tampak lusen
- Garis pleura viseralis tampak putih lurus atau cembung terhadap dinding dada
dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura
tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan
vaskuler pada daerah tersebut.
- Bila pneumotoraks berat dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paru- paru
sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat.
- Perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil
-bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura mka akan tampak permukaan
cairan sebai garis datar di atas diafragma.
B. Analisis gas darah: untuk melihat kadar oksigen dalam darah, pada pasien
pneumothoraks didaptkan gambaran hipoksemi.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah adalah sama seperti
penanganan trauma, yaitu dengan melakukan tindakan ABCDE, yang kemudian
diikuti tindakan sebagai berikut:8
1. Observasi pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
13
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intrapleura.
3. Pipa water sealed drainage (WSD)
merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan cairan atau udara
dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif yg normal dalam
cavum pleura, sehingga akan dapat mengembalikan dan atau mempertahankan
pengembangan paru.
4. Torakoskopi
Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga
toraks dengan alat bantu torask
5. Torakotomi
REHABILITASI
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
KOMPLIKASI
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks
2. Emfisema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.
Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak
menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang
14
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai
ke daerah dada dan belakang.
3. Piopneumothorax, terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan
pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik, menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula
bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax, ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan
ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan.
6. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,
hidropneumotoraks.
BAB III
KESIMPULAN
15
1. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura akibat robeknya pleura viseralis atau robeknya dinding dada
dan pleura parietalis
2. Pneumotoraks diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kejadian yakni
spontan dan primer, jenis fistel menjadi simple dan tension pneumotoraks,
dan lokalisasinya
3. Diagnosa pneumotoraks ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan
fisik, serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologis
4. Penatalaksanaan awal pneumotoraks dilakukan berdasarkan pemeriksaan Airway,
Breathing, dan Circulation sedangkan penatalaksanaan lanjutan seperti
pemasangan chest tube, thoracotomy, dan pleurodesis, dilakukan berdasarkan jenis
pneumotoraks dan perkembangan keadaan klinis pasien
5. Komplikasi yang dapat berkembang dari kejadian pneumotoraks antara
lain emfisema subkutis dan pneumomediastinum dapat berlanjut menjadi depresi
saluran napas gangguan kontraksi jantung dan berujung pada kematian
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.ED:11.
Jakarta : EGC; 2007.P.598
2. Rasad, Sjahriar .Radiologi Diagnostik. Jakarta : Indonesia University;
2008. P. 120
3. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
Lung). Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
4. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo,
Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
5. Heffner, J. (2004). Management of Secondary Spontaneous
Pneumothorax. Chest, 125(4), p.1190.
6. Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007.Primary Spontaneous Pneumothorax:
why all the confusion over first-line treatment. Journal of Royal College
of Physicians of Edinburgh; 37:335-338
7. Sharma, A. and Jindal, P. (2008). Principles of diagnosis and management
of traumatic pneumothorax. Journal of Emergencies, Trauma and Shock,
1(1), p.34.
8. Alsagaff H, Mukty HA. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya:Airlangga University PressAlmani, Surabaya.
9. Fishman P.A, Elias. A, Fshman. A, Grippi M, A, Senior R, M. Pack, A,I.
2008. Fishman’s Pulmonary Disease and Disorder 4 States Of America; The
McGraw. Hill Companies
17