Download - pertusis dan polio.docx
I. Latar belakang
Indonesia sebagai Negara berkembang masih memiliki banyak
kekurangan didalam banyak bidang dengan Negara lain seperti sector pendidikan ,
tehnologi , kesehatan dan lainnya . Masih banyak penduduk indonesia yang tingkat
kesehatannya rendah , baik itu kepada orangtua , anak-anak , orang dewasa maupun
pada balita . Di indoneisa juga pernah terjadi beberapa penyakit yang sempat
mewabah dan menyerang penduduk di Indonesia diantaranya seperti penyakit polio
.
Poliomyelitis berasal dari kata Yunani, polio berarti abu-abu, yang myelon
yang bersifat saraf perifer, sering juga disebut paralis infatil. Poliomielitis atau sering
disebut polio. Sejarah penyakit ini diketahui dengan ditemukannya gambaran
seorang anak yang berjalan dengan tongkat dimana sebalah kiri mengecil pada
lukisan artefak Mesir Kuno tahun 1403-1365 sebelum masehi
Polio adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanent. Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.Penyakit Polio disebabkan oleh infeksi polio virus yang berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae.
Virus ini menular melalui kotoran(feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi dengan mudah bila tangan terkontaminasi atau benda-benda yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam mulut.
Virus polio masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut dan berkembang biak ditenggorokan dan usus. Berkembang biak selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan dikeluarkan melalu tinja selama beberapa minggu kemudian.
Sifat dari polio seperti halnya yang lain yaitu stabil terhadap Ph asam selama 1-3 jam. Tidak aktif pada suhu 56 derjad celcius selama 30 menit. Virus polio berkembangbiak didalam sel yang terinfeksi dan siklus yang sempurna berlangsung selama 6 jam. Virus tersebut dapat hidup diair dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada sampah dan lalat
Polio menular melalui kontak antar manusia. Sebagaian besar penyakit polio dialami oleh anak-anak dan balita.Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.
Jenis – jenis Polio antara lain :
1. Polio Non-Paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, saki perut, lesu dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio Paralisis Spinal Strain
Poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun
strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari
200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan
terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh
kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor yang
mengontrol gerak fisik. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas
kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf
pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks
(dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
3. Polio Bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur
pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol
pergerakan bola mata saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan
pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka, saraf auditori yang mengatur
pendengaran, saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai
fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal
ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.Gejala Penyakit Polio ini ditandai dengan :
a) Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung ± dari72 jam) : demam ringan , sakit kepala , tidak enak badan , nyeri tenggorokan , tenggorokan tampak merah , muntah.
b) Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu) sampai demam sedang :
sakit kepala , kaku kuduk , muntah , Diare , kelelahan yang luar biasa , Rewel , nyeri atau kaku punggung , lengan, tungkai , kejang dan nyeri otot , nyeri leher , nyeri leher bagian depan , ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri, kekakuan otot.
c) Poliomielitis paralitik (demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya): sakit kepala , kaku kuduk dan punggung , kelemahan otot asimetrik , onsetnya
cepat segera berkembang menjadi kelumpuhan , lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena , perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum) , peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri) , sulit untuk memulai proses berkemih , Sembelit , perut kembung ,gangguan menelan , nyeri otot .
Virus polio mengalami inkubasi selama 5-35 hari di dalam tubuh. Selanjutnya virus akan berkembang pertama kali dalam dinding faring (leher dalam) atau saluran cerna bagian bawah. Dari saluran cerna virus menyebar ke jaringan getah bening local atau regional. Akhirnya virus menyebar masuk ke dalam aliran darah sebelum menembus dan berkembang biak di jaringan saraf.
II. Pembahasan
Sejak tahun 1995, Indonesia telah dinyatakan bebas polio. Selama 10 tahun ke
depan setelah tahun 1995, tidak ditemukan kasus polio di Indonesia. Sampai pada
April 2005 ditemukan kasus Polio di kampung Cidadap, Sukabumi. Beberapa minggu
kemudian, ditemukan pula kasus polio pada seorang anak di RSCM, Jakarta yang
domisili asalnya dari 1 desa yang sama dengan kasus pertama. Kasus polio di
Indonesia terus bertambah. Enam lagi balita dipastikan menderita penyakit polio.
Wabah ini kemudian menyebar ke 10 propinsi Indonesia, terutama beberapa
kabupaten di pulau Jawa dan Sumatra. Setidaknya 302 anak-anak yang belum pernah
diimunisasi dibuat lumpuh oleh wabah ini. Hasil analisis genetika menunjukan bahwa
virus polio yang di Sukabumi mirip dengan virus polio yang diisolasi di Sudan. Pada
hasil analisis tersebut terdapat dua kemungkinan. Pertama adalah virus yang
menyerang anak-anak di Sukabumi merupakan virus polio impor yang tadinya tidak
pernah ada di Indonesia. Kedua, virus tersbut merupakan virus asli Indonesia yang
kebetulan sama dengan virus di Sudan
Factor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit polio antara lain :
1. Tidak melakukan imunisasi
Imunisasi diperlukan untuk membangkitkan kekebalan lokal di usus melalui
pemberian vaksin polio.Pendidikan masyarakat yang rendah mempengaruhi terhadap
tingkat pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya imunisasi Kurangnya
pengetahuan orangtua terhadap kewajiban imunisasi pada anak dapat menyebabkan
resiko seorang anak mengalami polio.Imunisasi dapat melindungi bayi dan anak-anak
dari serangan berbagai virus sehingga diharapkan seorang bayi dan anak yang
memang sangat rentan terhadap penyakit akan lebih kuat dan terjaga kesehatannya.
2. Kurang memperhatikan kebersihan
Untuk mencegah penyakit polio di antaranya dengan membiasakan pola hidup
sehat, sanitasi yang baik dan terus menjaga kualitas gizi sekaligus kebugaran kondisi
fisik.salah satu cara terbaik melindungi anak-anak dari penyakit polio. Yakni dengan
mencuci tangan dan alat-alat makan seperti piring, gelas, atau pun sendok dengan
sabun dan air yang tidak tercemar oleh virus polio.
3. Tidak megkonsumsi air yang dimasak
Jika memasak air sebaiknya air dimasak sampai mendidih sempurna, sebab
cara ini cukup efektif untuk membunuh virus polio. Sebab diketahui, virus polio liar
hidup dengan baik pada suhu – 80⁰C. cara ini dapat memperkecil tertularnya virus
polio.
4. Pola makan yang buruk
Makanan adalah salah satu pertahanan tubuh yang dapat memperkuat dan
menjaga kondisi tubuh kita agar tetap fit . Memiliki pola makan yang buruk dapat
mempermudah virus-virus masuk dan menyerang pertahanan system kekebalan
tubuh , jika pertahanan tubuh yang kita miliki tidak kuat maka virus-virus tersebut
dengan mudah masuk kedalam tubuh dan menularkan penyakit-penyakit .
5. Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa.
Stess atau kelelahan fisik dapat menjadi salah satu factor yang dapat
menyebabkan terserangnya penyakit polio , karana pada saat kondidi tubuh yang
menurun dapat mengurangi pertahanan tubuh pada virus-virus polio sehingga resiko
terkena virus polio ini dapat berpotensi besar.
6. Menetap didaerah yang terinfeksi polio
Tinggal didaerah yang mengalami wabah atau terinfeksinya virus-virus polio
dapat menjadi salah satu factor yang dapat menimbulkan tertularnya penyakit polio.
Penyakit polio sebagian besar banyak dialami oleh anak-anak dan balita hal ini
disebabkan karena system kekebalan dan daya tahan tubuh anak-anak belum
mempunyai pertahanan yang cukup dalam menghadapi virus-virus yang menyebar di
lingkungan sekitar , oleh sebab itu penyakit polio ini jarang ditemukan pada orang
dewasa.
III. Kesimpulan
· Penyakit polio banyak dialami oleh anak-anak dan balita karena sistem pertahanan
dan kekebalan tubuhnya masih rentan terhadap virus-virus .
· Salah satu penyebab terjadinya polio antara lain :
- Tidak melakukan imunisasi
- Kurang memperhatikan kebersihan
- Tidak mengkonsumsi air yang dimasak
- Pola makan yang buruk
- Stress atau kelelahan fisik yang luar biasa
- Menetap didaerah yang erinfeksi polio
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus. Ini
menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam.
[1] individu yang terkena polio mempunyai gejala demam disertai lumpuh layuh mendadak
dan pada pemeriksaan tinja ditemukan virus polio. Individu tersebut bisa carier dimana virus
hidup di ususnya dalam waktu cukup lama untuk menularkan pada individu lain. Sekitar 4
sampai 8 persen infeksi poliovirus tidak menimbulkan gejala serius, hanya gejala minor
seperti sakit tenggorokan, demam, lemah,gangguan pencernaan (sembelit) dan gejala
umum lainnya seperti pada penyakit yang disebabkan oleh virus. [3] Virus polio dapat
melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia.
Sifatnya sangat menular dan selalu menyerang anak balita. Polio dapat dicegah secara
efektif dengan vaksin polio oral. Vaksin ini aman bahkan untuk anak yang sedang sakit
sekalipun. Anak yang menerima dosis vaksin berkali-kali akan terlindungi seumur hidup. [2]
Sekitar 1 % hingga 2 % individu yang terinfeksi berkembang menjadi poliomyelitis
nonparalitik meningitis aseptik dengan kekakuan sementara pada leher, punngung atau
kaki. Sedikitnya 2 % dari semua korban infeksi polio akan menjadi lumpuh. Polio tidak dapat
diobati, penyakit ini hanya bisa dicegah melalui imunisasi. Vaksin polio diberikan berkali-kali,
untuk melindungi seorang anak dalam hidupnya. Eradikasi polio adalah salah satu cara
untuk menghentikan transmisi virus polio ke manusia. Strategi Eradikasi Polio diantaranya
imunisasi rutin yang tinggi pada imunisasi dasar dan Pekan Imunisasi Nasional,
BAB I
PENDAHULUAN
Poliomyelitis berasal dari kata Yunani, polio berarti abu-abu, yang myelon yang
bersifat saraf perifer, sering juga disebut paralis infatil. Poliomielitis atau sering disebut
polio. Sejarah penyakit ini diketahui dengan ditemukannya gambaran seorang anak yang
berjalan dengan tongkat dimana sebalah kiri mengecil pada lukisan artefak Mesir Kuno
tahun 1403-1365 sebelum masehi. [4]
Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Gejala meliputi demam, lemas, sakit
kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare.
Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf,sehingga menimbulkan
kelumpuhan yang permanen.
Penyakit polio menjadi terus meningkat dan rata-rata orang yang menderita penyakit
polio meninggal, sehingga jumlah kematian meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio
menyebar luas di Amerika Serikat tahun 1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena
penyakit ini ( Miller,N.Z, 2004). [5,6]
Jenis – jenis Polio antara lain :
1. Polio Non-Paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, saki perut, lesu
dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio Paralisis Spinal Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan
otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari
satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering
ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh
kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf
tulang belakang dan neuron motor yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul
gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum
divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang
dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang
serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus
akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi
dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem
saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut
acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut
quadriplegia.
3. Polio Bulbar Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur
pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol
pergerakan bola mata saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi,
kelenjar air mata, gusi, dan otot muka, saraf auditori yang mengatur pendengaran, saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan;
pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan
saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher ( Wilson, 2001 ).[5, 6, 7]
Vaksin polio pertama kali dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955 dan
Albert Sabin pada tahun 1962. Sejak saat itu, jumlah kasus polio menurun tajam . Saat ini
upaya imunisasi di banyak negara dibantu oelh Rotary International UNICEF dan WHO
untuk mempercepat eradikasi global polio. [4]
i.Data Kasus
Kasus polio telah menurun lebih dari 99% sejak tahun 1988, dari 350 000 kasus
diperkirakan lebih dari 125 negara endemik kemudian, untuk 1349 kasus yang dilaporkan
pada tahun 2010. Pada tahun 2011, hanya bagian dari empat negara di dunia tetap endemik
untuk penyakit - wilayah geografis yang terkecil dalam sejarah - dan kasus nomor tipe virus
polio liar 3 yang turun . [2]
Secara keseluruhan, sejak Global Polio Eradication Initiative diluncurkan, jumlah
kasus telah menurun lebih dari 99%. Pada tahun 2011, hanya empat negara di dunia tetap
endemik polio. Persistent kantong penularan polio di Nigeria utara dan di sepanjang
perbatasan antara Afghanistan dan Pakistan adalah tantangan epidemiologi kunci.
Pada tahun 1994, WHO Wilayah Amerika (36 negara) telah disertifikasi bebas polio,
diikuti oleh WHO Wilayah Pasifik Barat (37 negara dan daerah termasuk Cina) pada tahun
2000 dan WHO Wilayah Eropa (51 negara) pada bulan Juni 2002. Pada tahun 2010,
Wilayah Eropa menderita impor pertama polio setelah sertifikasi. Pada tahun 2011, WHO
Kawasan Pasifik Barat juga mengalami impor virus polio.
Pada tahun 2009, lebih dari 361 juta anak-anak diimunisasi di 40 negara selama 273
kegiatan imunisasi tambahan (SIAs). Secara global, surveilans polio di tertinggi historis,
yang diwakili oleh deteksi tepat waktu kasus acute flaccid paralysis.[1]
Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu, Sukabumi,
Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur,
Jawa Tengah , dan Lampung. Data terakhir melaporkan secara total terdapat 295 kasus
polio 1 tersebar di 10 provinsi dan 22 kabupaten/kota di Indonesia. [4]
ii. urgensi penyakit polio
Penyakit polio pertama terjadi di Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika
Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju belahan
bumi utara yang bermusim panas.Polio tersebar di seluruh dunia terutama di Asia Selatan,
Asia Tenggara, dan Afrika. Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio.
Penderita polio sebanyak 70-80% di daerah endemic adalah anak berusia kurang dari 3
tahun, dan 80-90% adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang tidak di
imunisasi, kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak-anak yang tidak
terdaftar. [4]
BAB II
ISI
A. Triad Epidemiologi
Triad epidemiologi merupakan kpnsep dasar epidemiologis yang memberikan
gambaran hubungan antara host, agent, dan environment dalam terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan lainnya.
i. Agent
Polio disebabkan oleh virus. Virus polio termasuk genus enterovirus. Terdapat tiga
tipe yaitu tipe 1,2, dan 3. Ketiga virus tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1
adalah tipe yang paling mudah di isolasi , diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang
diisolasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah adalah tipe 1, sedangkan kasus yang
dihubungkan dengan vaksin yang disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3. [4]
ii. Host
Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat kelumpuhan yang
bervariasi. [4]Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang
peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun. [1]
Resiko terjadinya polio:
Ø Belum mendapatkan imunisasi polio
Ø Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
Ø Kehamilan
Ø Usia sangat lanjut atau sangat muda
Ø Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani pengangkatan amandel atau
pencabutan gigi)
Ø Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik dapat melemahkan
sistem kekebalan tubuh). [10]
iii. Environment/ Lingkungan
Anak yang tinggal di daerah kumuh mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus
polio . Sedangkan anak yang tinggal di daerah yang tidak kumuh hanya 53% anak yang
mempunyai antibodi terhadap ketiga viruspolio. Status antibodi terhadap masing-masing tipe
virus polio dari anak di Bekasi adalah 96% anak mempunyai antibodi terhdap
virus polio tipe-1, 96% anak mempunyai antibodi polio tipe-2 dan 76% mempunyai
antibodi poliotipe-3. Sedangkan anak di Jakarta yang mempunyai antibodi terhadap masing-
masing virus polio tipe-1, tipe-2 dan tipe-3 sebesar 96%,98% dan 56%.
Dapat disimpulkan bahwa anak yang tinggal di daerah kumuh "Herd Immunity"nya lebih
tinggi dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah yang tidak kumuh. . [11]
B. Transmisi Polio
Respons pertama terhadap infeksi poliovirus biasanya bersifat infeksi asimptomatik,
yakni tidak menunjukkan gejala sakit apa pun. Sekitar 4 sampai 8 persen infeksi poliovirus
tidak menimbulkan gejala serius. Infeksi itu hanya menimbulkan penyakit minor (abortive
poliomyelitis) berupa demam, lemah, mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, sembelit dan
sakit tenggorokan. Setelah itu, pasien dapat sembuh dalam beberapa hari. Namun, bila
poliovirus menginfeksi sel yang menjadi sasaran utamanya, yaitu susunan sel syaraf pusat
di otak, terjadilah poliomyelitis nonparalitik (1 sampai 2 persen) dan poliomyelitis paralitik
(0,1 sampai 1 persen). Pada kasus poliomyelitis nonparalitik, yang berarti poliovirus telah
mencapai selaput otak (meningitis aseptik), penderita mengalami kejang otot, sakit
punggung dan leher
C. Riwayat Alamiah Penyakit
1. 1. Masa inkubasi & periode klinis
Masa inkubasi polio biasanya 7-14 hari dengan rentang 3-35 hari. Manusia
merupakan satu-satunya reservoir dan merupakan sumber penularan. Virus ditularkan antar
manusia melalui rute oro-fekal. Penularan melalui secret faring dapat terjadi bila keadaan
higine sanitasinya baik sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan oro-fekal.
Makanan dan bahan lain yang tercemar dapat menularkan virus, walaupun jarang terjadi. [4]
1. 2. Masa Laten & periode infeksi
Pada akhir inkubasi dan masa awal gejala, para penderita polio sangat poten untuk
menularkan penyakit. Setelah terpakjan dari penderita, virus polio dapat ditemukan pada
secret tenggorokan 36 jam kemudia dan masih bisa ditemukan sampai satu minggu, serta
pada tinja dalam waktu 72 jam sampai 3-6 minggu.
Gejala awal biasanya terjadi selama 1-4 hari, yang kemudian menghilang. Gejala lain
yang bisa muncul adalah nyeri tenggorokan, rasa tidak enak di perut, demam ringan, lemas,
dan nyeri kepala ringan. Gejala klinis yang mengarahkan pada kecurigaan serangan virus
polio adalah adanya demam dan kelumpuhan akut. Kaki biasanya lemas tanpa gangguan
saraf perasa. Kelumpuhan biasanya terjadi pada tungkai bawah, asimetris, dan dapat
menetap selamanya yang bisa disertai gejala nyeri kepala dan muntah. Biasanya terdapat
kekakuan pada leher dan punggung setelah 24 jam.
Kelumpuhan sifatnya mendadak dan layuh, sehingga sering dihubungkan dengan
lumpuh layuh akut (AFP, acute flaccid paralysis), biasanya menyerang satu tungkai, lemas
sampai tidak ada gerakan. Otot bisa mengecil, reflex fisiologi dan reflex patologis negative.
Gambar Gejala yang timbul dari penyakit polio
www.medicatherapy.com
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Penyakit polio dapat didiagnosis dengan 3 cara yaitu :
1. Viral Isolation
Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio.
Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostik yang jarang
mendapatkan hasil yang akurat. Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan
kelumpuhan yang akut, orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji
oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut
bersifat ganas atau lemah.
2. Uji Serology
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah
ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah
benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat
pasien tersebut sakit.
3. Cerebrospinal Fluid ( CSF)
CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih
yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak 40-
50 mg/100 ml ( Paul, 2004 ).[5, 7, 8]
1. 3. Pencegahan
Word Health Assembly (WHA) pada tahun 1988 menetapkan dunia bebas polio pada
tahun 2005, dengan tahapan : (1) tahun 200 diharapkan tidak ada transmisi virus polio liar
lagi, (2) tahun 20054 diharapkan South East Asian Region Organization (SEARO) terbentuk.
SEARO adalah suatu sistem pembagian wilayah WHO yang meliputi wilayah regional Asia
Tenggara. [4]
Pencegahan polio ialah dengan cara ERADIKASI POLIO. Sebenarnya upaya eradikasi polio
sudah berjalan sejak 1988-kurang lebih 17 tahun lalu. Saat itu, semua pihak optimistis bisa
memenuhi target eradikasi tahun 2005, bercermin dari keberhasilan dunia membebaskan
diri dari penyakit cacar. Dalam situs WHO disebutkan, lebih dari 200 negara ikut
berpartisipasi dan melibatkan 200 juta sukarelawan dengan total investasi 3 miliar dollar AS.
Sejak diluncurkannya upaya eradikasi global itu, kasus polio turun drastis di seluruh dunia.
Kalau tahun 1988 masih terdapat 350.000 kasus polio, akhir tahun 2003 cuma ditemukan
700 kasus.
Selain itu pencegahan nya dilakukan dengan imunisasi polio. Terdapat 2jenis vaksin yang
beredar dan yang umum diberikan di Indonesia adalah vaksin sabin (kuman yang
dilemahkan). Cara pemberiannya adalah melalui mulut. Dibeberapa negara dikenal pula
Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio.
Pemberian Imunisasi Polio
· Dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B dan DPT
· Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT
· Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali denga selang waktu kurang dari satu bulan
· Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6tahun) dan saat
meninggalkan sekolah dasar (12tahun)
· Diberikan dengan cara meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam
mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis [9]
1. 4. Pengobatan
Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukan untuk
meredakan gejala dan pengobatan suportif untuk meningkatkan stamina penderita. Peru
diberikan pelayanan fisioterapi untuk meminimalkan kelumpuhan dan menjaga agar tidak
terjadi atrofi otot. Perawatan ortopedik tersedia bagi mereka yang mengalami kelumpuhan
menetap. Pengendalian penyakit yang paling efektif adalah pencegahan melalui vaksinasi
dan surveilans A I P. [4]
· Rehabilitasi
Dilakukan dengan beristirahat dan menempatkan pasien ke tempat tidur, memungkinkan
anggota badan yang terkena harus benar-benar nyaman. Jika organ pernapasan terkena,
alat pernapasa terapi fisik mungkin diperlukan. Jika kelumpuhan atau kelemahan berhubung
pernapasan diperlukan perawatan intensif.
· Prognosis
Penyakit polio mempunyai prognosis yang buruk, karena pada kasus kelumpuhan
mengakibatkan kurang lebih 50-80 % kematian yang disebabkan oleh polio. Selain itu
karena belum dapat ditemukan obat yang dapat menyembuhkan polio. Pemberian vaksin
juga masih kurang efektif untuk mencegah polio, karena banyak orang yang telah diberi
vaksin polio tetapi masih terkena penyakit ini. [5,7]
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
1) Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan yang permanen, Jenis polio ada 3 yaitu Polio Non-Paralisis, Polio
Paralisis Spinal,Polio Bulbar.
2) Gejala polio meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri
pada kaki/tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan
jaringan syaraf , sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen.
3) Pencegahan polio antara lain melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh,
Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997,
Survailance Acute Flaccid Paralysis, melakukan Mopping Up.
Saran :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka.
2. Meningkatkan kemauan kesadaran pemerintah mengatasi masalah kesehatan lebih
sungguh-sungguh lagi. Sejauh ini kesehatan belum menjadi prioritas penting dalam
pembangunan nasional.
BAB V
GAMBAR PENDUKUNG
1. Virus Polio
2. Transmisi Penularan Polio
Vaksin Polio
5. Penderita Polio
Daftar Pustaka
1. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs114/en/index.html di akses tanggal 2
november 2011
2. http://www.unicef.org/indonesia/id/health_nutrition_3136.html di akses tanggal 2 november
2011
3. Permenkes No. 1501 Tahun 2010
4. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga
5. L. Heymann, David dan R. Bruce Aylward. 2004. Poliomyelitis. Switzerland : Geneva 12116
6. http://www.imunisasi.net/Polio.html di akses pada tanggal 6 november 2011
7. N.Z, Miller.2004. The polio vaccine: a critical assessment of its arcane history, efficacy, and
long-term health-related consequences. USA: Thinktwice Global Vaccine Institute.
8. M.D, Paul E. Peach.2004. Poliomyelitis. Warm Springs ; GA 31830.
Wilson, Walter R. 2001. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. USA :
McGraw-Hill Companies, Inc
9. http://posyandu.org/imunisasi-polio.html di akses pada tanggal 6 november 2011
10. http://medicastore.com/penyakit/40/Polio.html di akses pada tanggal 7 November 2011
11.http://digilib.litbang.depkes.go.id/search.php?
q=polio&start=21&PHPSESSID=b37da4e031c119a6a7493ad1735b343a di akses pada
tanggal 7 November 2011
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk
intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan.
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau
batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis.Bordetella
pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengan diameter 0,2-0,3 um ,
ovoid kokobasil, tidak bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul dapat dimatikan
pada pemanasan 50ºC tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10ºC dan bisa didapatkan
dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis yang kemudian ditanam
pada media agar Bordet-Gengou.
Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa
endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 % pada
penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara juli sampai oktober
sesudah akumulasi kelompok rentan, Menyerang semua golongan umur yang terbanyak
anak umur , 1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki, makin muda yang terkena pertusis
makin berbahaya. Insiden puncak antara 1-5 tahun, dengan persentase kurang dari satu
tahun : 44%, 1-4 tahun : 21%, 5-9 tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24% ( Amerika tahun 1993).
Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel
thorakmukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian
basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag.Mekanisme
patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local
dan diakhiri dengan penyakit sistemik.Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous
Hemoglutinin), LPF (lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam
perlengketan Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat
bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD
menghambat migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi.
Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP
(toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine
dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin.Sedang
pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai
hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada
permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya
akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae,
staphylococos aureus.
Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan
kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan
pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk
dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu
dapat menimbulkan bronkiektasis.
Masa inkubasi Bordetella pertusis adlah 6-2 hari ( rata rata 7 hari). Sedang perjalanan
penyakit terjadi antara 6-8 minggu.
Ada 3 stadium Bordetella pertusis:
1.Stadium kataral (1-2 minggu)
Menyerupai gejala ispa : rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi konjungtiva,
lakrimasi, batuk ringan iritatif kering dan intermiten, panas tidak begitu tinggi, dan droplet
sangat infeksius
2.Stadium paroksimal atau spasmodic (2-4 minggu)
Frekwensi derajat batuk bertambah 5-10 kali pengulangan batuk uat, selama expirsi
diikuti usaha insprasi masif yang medadak sehingga menimbulkan bunyi melengking
(whooop) oleh karena udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Muka merah,
sianosis, mata menonjol,lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, petekia diwajah, muntah sesudah
batuk paroksimal, apatis , penurunan berat badan, batuk mudah dibangkitkan oleh stress
emosiaonal dan aktivitas fisik. Anak dapat terberak berak dan terkencing kencing. Kadang
kadang pada penyakit yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis.
3.Stadium konvalesens (1-2 minggu)
Whoop mulai berangsur angsur menurun dan hilang 2-3 minggu kemudian tetapi pada
beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal kembali. Episode ininakan berulang ulang
untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas
yang berulang.
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk
mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan
malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan
bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya. Pada pemeriksaan fisik
tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium kataralis dan permulaan stadium
spasmodic. Pada pemeriksaan secret nasofaring didapatkan Bordetella pertusis. Dan
pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate perihiler, atelektasis atau
emfisema. Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita
datang pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis
karena menyerupai common cold.
Diagnosis banding Pada batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkioitis, pneumonia
bacterial, sistis fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati
dengan penekanan diluar trakea dan bronkus.Infeksi Bordetella parapertusis, Bordetella
bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis Bordetella pertusis. Tetapi
dapat dibedakan dengan isolasi kumam penyebab.
Kompliksi Alat pernapasan Dapat terjadi otitis media “sering pada bayi”, bronchitis,
bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema “dapat juga
terjadi emfisema mediastinum, leher, kulit pada kasus yang berat”, bronkiektasis, sedangkan
tuberculosis yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras
dapat menyebabkan rupture alveoli, emfisema intestisial, pnemutorak.Alat pencernaan
Muntah muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau hernia
yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulcus pada ujung lidah
karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis.Susunan
saraf pusat Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah
muntah. Kadang kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi
perdarahan otak, koma, ensefalitis, hiponatremi.Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti
epistaksis, hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva.
· Pengobatan nya bisa dengan cara:
Ø Antibiotika
1. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis.
Obat ini dpat menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata rata 3-
4 hari) dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisisn juga
menyembuhkan pertusis bila diberikan dalam stadium kataralis, mencegah dan
menyembuhkan pneumonia, oleh karena itu sangat penting untuk pengobatan pertusis
untuk bayi muda.
2. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis.
3. lain lain : rovamisin, kotromoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.
Ø Imunoglobulin
Belum ada penyesuaian faham mengenai pemberian immunoglobulin pada stadium
kataralis.
Ø Ekspektoransia dan mukolitik
Kodein diberikan bila terdapat batuk batuk yang hebat sekali.
Luminal sebagai sedative.
Oksigen bila terjadi distress pernapasan baik akut maupun kronik.• Terapi suportif : atasi
dehidrasi, berikan nutrisi
Betameatsol dan salbutamol untuk mencegah obstruksi bronkus, mengurangi batuk
paroksimal, mengurangi lama whoop.
Prognosis Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan
susunan saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. Dimana
frekuensi komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai
mortalitas morbiditas yang tinggi.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pertusis adalah suatu penyakit akut saluran pernapasan yang banyak menyerang anak
balita dengan kematian yang tertinggi pada anak usia di bawah satu tahun yang disebabkan
infeksi Bordetella pertusis. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut lainnya,
pertusis sangat mudah dan cepat penularannya.Tindakan penanggulangan penyakit ini
antara lain dilakukan dengan pemberian imunisasi.
WHO menyarankan sebaiknya anak pada usia satu tahun telah mendapatkan imunisasi
dasar DPT sebanyak 3 dosis dengan interval sekurang-kurangnya 4 minggu dan booster
diberikan pada usia 15 - 18 bulan dan 4 - 6 tahun untuk mempertahankan nilai proteksinya.
Di Nederland, pemberian imunisasi dasar pada umur 3 - 6 bulan dan booster pada umur
satu tahun dengan cakupan imunisasi sebesar 90%, praktis penyakit ini tak tampak lagi.
Walaupun demikian banyak terjadi hambatan, antara lain anak tidak dapat menerima
vaksinasi sebanyak tiga kali dan juga jarak waktu vaksinasinya tidak dapat tepat. Hal ini
terutama banyak. didapat di negara-negara yang sedang berkembang. Menurut perkiraan
WHO(1983) hanya 30% anak-anak negara sedang berkembang yang menerima vaksinasi
DPT sebanyak 3 dosis.
Di Indonsia, penyakit ini menempati urutan ke tiga penyebab kematian pada anak balita.
Secara konvensional pencegahan penyakit ini dilakukan dengan pemberian imunisasi dasar
pada bayi usia 3 bulan dengan selang waktu di antara dosis satu bulan sebanyak 3 dosis.
Booster diberikan pada anak usia 3 dan 5 tahun. Sejak tahun 1975, Indonesia telah
mengikuti PPI dengan pemberian imunisasi dasar DPT 3 dosis pada anak usia 3-14 bulan
dengan interval 1-3 bulan.Pada pelaksanaannya masih banyak hambatan, mengingat
secara geografis Indonesia beriklim tropis dan terdiri dari beribu-ribu pulau dan fasilitas
kesehatan yang kurang memadai, sedang syarat mutlak keberhasilan program adalah
tingginya persentase populasi target yang harus dicakup yaitu sebesar 80% atau lebih,
sehingga sirkulasi kuman patogen dapat diputuskan.
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan refrat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi, transmisi dan
epidemiologi, distribusi dan insidens, patologi, patogenesis, manifestasi klinik, diagnosis,
diagnosis banding, komplikasi, pengobatan, pencegahan dan kontrol, prognosis dari
pertusis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.DEFINISI
· Definisi Penyakit
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan
ketidaknyamanan,disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya.
· Definisi Penyakit Menular
Suatu keadaan sakit yang disebabkan oleh suatu mikroorganisme atau racun yang
dikeluarkan dan ditularkan secara langsung atau melalui perantara.
· Definisi Pertusis
Pertusis atau Batuk Rejan adalah penyakit yang menyerang sistem pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri yang hidup dimulut, hidung dan tenggorokan. Disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita anak balita, bahkan dapat
berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1 tahun.
Pertusis artinya batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak-anak yang tidak
diimunisasi atau pada orang dewasa dengan kekebalan menurun. Istilah pertussis (batuk
kuat) pertama kali diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. dimana istilah ini lebih
disukai dari “batuk rejan (whooping cough)”. Selain itu sebutan untuk pertussis di Cina
adalah “batuk 100 hari”.
Penyakit ini di tandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang sangat spasmodik
dan paroksimal disertai nada yang meninggi , karena penderita berupaya keras untuk
menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering di sertai bunyi yang khas (whoop),
sehingga penyakit ini disebut Whooping Cough Karena tidak semua penderita dengan
penyakit ini mengeluarkan bunyi whoop, maka oleh beberapa ahli, penyakit ini disebut
Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang sangat intensif. Selain
penyakit ini juga sering disebut Tussis Quinta, batuk rejan.
Penyakit ini dapat ditemukan pada semua umur,mulai dari bayi sampai dewasa. Dengan
kemajuan perkembangan antibiotika dan program imunisasi maka mortalitas dan morbilitas
penyakit ini menurun, namun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan bila mengenai bayi – bayi.
2.2.TRIAD EPIDEMIOLOGI
Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara”Agent” atau faktor
penyebab penyakit,Manusia sebagai “penjamu” atau “host”,dan Faktor Lingkungan yang
mendukung(Environment),Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai “Triad Epidemiologi”.
Proses Interaksi ini disebabkan adanya “Agent” atau Penyakit kontak dengan Manusia
sebagai penjamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.
· Agent
Agent Merupakan faktor penyebab peyakit,dapat berupa unsur hidup atau mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan (organisme yang menginfeksi).
Agent penyakit pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis.
Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengan diameter 0,2-0,3
um , ovoid kokobasil, tidak bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul dapat
dimatikan pada pemanasan 50ºC tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10ºC dan bisa
didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis yang
kemudian ditanam pada media agar Bordet-Gengou.