PERNIKAHAN KALANGKAH DALAM ADAT SUNDA MENURUT
HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Studi Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
AHMADI
NIM. 1110044100084
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H/2015 M
iii
PERNIKAHAN KALANGKAH DALAM ADAT SUNDA MENURUT
HUKUM ISLAM DI INDONESIA
(Studi Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satupersyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah(S.Sy)
Oleh:
Ahmadi
NIM.1110044100084
Pembimbing:
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH
NIP: 196911211994031001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 13 Oktober 2015
Ahmadi
v
بسم اهلل الرحمن الرحيمKATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syari’ahnya yang universal bagi semua
umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan ridha-Nya,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya
sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.A dan Arip Purqon M.A, sebagai Ketua Prodi dan
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. sebagai dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing
penulis.
4. Dra. Maskufa, M.A, sebagai dosen penasehat akademik yang telah
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.
5. Pimpinan Perpustakaan Umum dan Fakultas Syariah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta staff yang telah memberikan penulis fasilitas
untuk menggandakan studi perpustakaan.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi
Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
vii
ABSTRAK
Ahmadi. NIM 1110044100084. PERNIKAHAN KALANGKAH DALAM
ADAT SUNDA MENURUT HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Studi Kasus
Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat)”.Program Studi Hukum Keluarga
Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437H/2015M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pernikahan kalangkah
yang terjadi di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat. mengetahui pandangan
hukum islam terhadap pernikahan kalangkah dan mengetahui pandangan
masyarakat desa Panyingkiran Kecamatan Jati Tujuh Kabupaten Majalengka.
Skripsi ini menggunakan metode Penelitian Field Research (penelitian
lapangan) yaitu, penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan
untuk menggali dan meneliti data yang berkenaan dengan pernikahan kalangkah.
Sepesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yang berusaha
menggambarkan masalah hukum, sistem hukum dan mengkajinya dengan secara
sistematis.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa pernikahan kalangkah adalah
pernikahan seorang kakak laki-laki yang dinikahkan dengan seorang nenek-nenek
dikarnakan si adik perempuan ini hendak menikah terlebih dahulu. Dalam aturan
adat sunda seorang adik perempuan tidak boleh menikah lebih dulu daripada
kakak laki-lakinya.
Pernikahan kalangkah dalam hukum islam bagaimanapun model
pernikahannya selagi rukun dan syaratnya terpenuhi maka perkawinan itu
dianggap sah, menurut undang-undang perkawinan pernikahan dapat berkekuatan
hukum tetap apabila sudah di catatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Pernikahan kalangkah bertujuan untuk sementara waktu sehingga
pernikahan ini hampir mirip dengan pernikahan mut’ah yang dilarang oleh hukum
islam, namun dalam pernikahan kalangkah ini bertujuan untuk mendapatkan
status duda terhadap kakak laki-laki sehingga jika si adik menikah terlebih dahulu
tidak ada anggapan bahwa si adik melangkahi seorang kakak laki-lakinya.
Pembimbing : Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH
Daftar puskata : Tahun 1980 s.d. Tahun 2014
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................... iii
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ................................................. 5
C. Rumusan Masalah ............................................................................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7
E. Metode Penelitian ............................................................................... 7
F. Studi Review Terdahulu ................................................................... 11
G. Kerangka Teoritik ............................................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 14
BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM,
HUKUM POSITIF, DAN HUKUM ADAT
A. Pengertian Pernikahan ...................................................................... 15
B. Pernikahan Kalangkah dalam Adat Sunda ........................................ 23
ix
BAB III PROSESI PERKAWINAN ADAT SUNDA DI DESA
PANYINGKIRAN KECAMATAN JATITUJUH
KABUPATEN MAJALENGKA JAWA BARAT
A. Tatacara Pernikahan Masyarakat Desa Panyingkiran Jawa Barat .... 26
B. Macam-Macam Pernikahan dalam Adat Sunda ................................ 36
BAB IV PERNIKAHAN KALANGKAH MENURUT ADAT SUNDA
A. Definisi Pernikahan Kalangkah ........................................................ 42
B. Pandangan Masyarakat ..................................................................... 43
C. Pernikahan Kalangkah Menurut Hukum Islam ................................ 44
D. Analisis Penulis ................................................................................. 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 52
B. Saran-Saran ....................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA . ......................................................................................... 56
LAMPIRAN-LAMPIRAN . ................................................................................ 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menjadikan manusia dalam bermacam-macam bangsa dan suku
untuk saling mengenal dan saling menghormati seperti yang disebutkan oleh
surat Al- Hujurat ayat 13.
)احلجرات :
۱٣) Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki, seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”
Ada banyak sekali cara dalam mengenal satu sama lain, diantaranya adalah
pernikahan, dimana pernikahan sebagai tali persatuan baik antara individu,
ataupun kelompok. Pernikahan dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya
adalah agama, hukum, sosial, adat dan budaya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah berarti perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri secara resmi.1 Sedangkan kata
kawin menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau persetubuhan.2
Perkawinan adalah sebuah akad atau kontrak yang mengikat dua pihak
1 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,
Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-3, edisi ke-2, h. 614
2 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.456
2
yang setara antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah
memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas kerelaan dan
kesukaan untuk hidup bersama3.
Pasal 2 dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqaan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melakukanya
merupakan ibadah”.4
Secara sosial, adat dan budaya, seseorang yang telah menikah atau
berkeluarga akan lebih dihargai dan dihormati oleh orang yang belum
menikah. Akan tetapi dalam hampir semua sistem budaya, upacara atau adat
perkawinan menjadi bagian salah satu bagian tersendiri dan dalam banyak hal
memiliki fungsi identitas atas budaya yang diwakilinya.
Upacara perkawinan dalam konteks budaya merupakan salah satu tradisi
yang bersifat ritualistik sebagaimana halnya aspek-aspek kehidupan lain
dalam sistem kebudayaan tersebut. Prosesi yang dilakukan sebagai
serangkaian upacara perkawinan tersebut biasanya menghadirkan sejumlah
simbol-simbol budaya yang mewakili norma-norma budaya dan oleh karena
itulah sering pula dikenal dengan perkawinan adat5.
Pada prosesi perkawinan adat sunda misalnya terdapat berbagai rangkaian
yang melibatkan banyak simbol baik berupa tindakan maupun bahasa verbal
3 Mulia, Hukum Perkawinan (Jakarta, 2004) hlm. 15
4 Zainal Abidin Abu Bakar, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam
Lingkungan Peradilan Agama”, Cet Ke- 3 (Jakarta: Yayasan Al Hikmah, 1993), h.307
5 Aep Saefudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan Adat
Sunda, Yogyakarta, 2010, h. 1
3
melalui kata-kata dalam bentuk syair atau tembang. Semua simbol ini menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam prosesi pernikahan adat sunda,
sebagaimana pula pada adat perkawinan yang dapat ditemui dalam budaya
yang lainnya.6
Adat sunda memiliki sepesifikasi sendiri dalam membagi suatu pernikahan
yaitu pernikahan biasa dan diam-diam, pernikahan biasa adalah pernikahan
yang aturan dan tata caranya mengikuti ketentuan yang berlaku di Negara ini.
Sedangkan pernikahan diam-diam adalah pernikahan yang aturan dan tata
caranya sama dengan aturan adat yang berlaku, dalam pernikahan ini terbagi
dalam beberapa macam adat pernikahan, yaitu: Kawin Gantung, Kawin
Pendok (Keris), Kawin Sembunyi, Kawin Dengan Pria Pendatang, Ditarik
Kawin, Kawin Kias, Kawin Panyela, Kawin Tua Sama Tua, Nyalindung
Kagelung, Manggih Kaya, Turun Karanjang Dan Unggah Karanjang7.
Salah satu bagian dari perkawinan adat sunda ini adalah Kalangkah.
“Kalangkah” atau lebih dikenal dengan pernikahan seorang kakak yang
dilangkahi oleh adiknya. Akan tetapi dalam adat sunda yang berlaku adalah
seorang adik tidak boleh melangkahi seorang kakak, Yang artinya adalah
suatu pernikahan yang tidak diizinkan terjadi apabila pengantin yang akan
menikah melangkahi seorang kakak yang belum menikah, karena menurut
adat tersebut itu merupakan suatu hal yang tidak baik yang bisa juga dianggap
melanggar aturan adat yang ada, dan dianggap tidak sopan mendahului orang
6 Ibid
7 Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara
Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta, 1982), h. 64-69
4
yang lebih tua darinya.
Aturan adat istiadat dalam menghadapi pernikahan yang melangkahi
seorang kakak kandung itu sendiri, yaitu: apabila yang dilangkahi seorang
kakak perempuan maka diberikan uang pelangkah sebagai pelipulara seorang
kakak, selain itu juga uang pelangkah tersebut sebagai tanda terimakasih
seorang adik terhadap kakaknya.
Melangkahi seorang kakak laki-laki di daerah Majalengka Jawa Barat
memiliki keunikan dalam melaksanakan adat yang ada, kakak laki-laki
tersebut dinikahkan dengan seorang nenek-nenek untuk menggugurkan
anggapan bahwa si kakak laki-laki telah menikah walaupun cuma hanya sesaat
baik dalam hitungan hari maupun jam.
Seorang kakak laki-laki yang akan dinikahkan dengan nenek-nenek di
persiapkan sebagai mana calon mempelai yang hendak menikah, termasuk
rukun dan syarat dalam menikah, akan tetapi mereka tidak bersetubuh dengan
istrinya melainkan hanya hidup bersama dalam beberapa waktu saja, setelah
dianggap sudah menikah maka si kakak yang menikah menceraikannya
kembali dengan ucapannya yang disaksikan oleh orang yang menikahkan, dua
orang saksi dan tentunya calon mantan istri si kakak tersebut.
Aturan dalam adat pernikahan seorang kakak yang dilangkahi sangat
berbeda dengan tujuan dari UU No.1 tahun 1974 dan dipertegas dengan pasal
2 KHI. Sementara itu tujuan dari pernikahan “Kalangkah” tersebut hanya
untuk sementara waktu dan tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga
yang abadi, kekal, sakinah, mawaddah wa rahmah, dan itu sangat
5
bertentangan dengan tujuan pernikahan yang disyariatkan dalam Islam.
Adat pernikahan Kalangkah yang terjadi di daerah Majalengka Jawa Barat
tersebut sama halnya dengan pernikahan yang dilarang oleh Islam, yaitu nikah
mut‟ah yang hanya mencari kesenangan tanpa ada niat untuk membentuk
keluarga yang abadi, kekal, sakinah, mawaddah, wa rahmah. Walaupun dalam
perikahan “Kalangkah” tersebut tidak ada kesenangan yang dicari. Dan kita
tahu bahwa pernikahan mut‟ah adalah menikahi seorang wanita dengan
memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu sehingga dalam
pelaksanaan pernikahan mut‟ah tidak diperlukan ucapan talak, nafkah „iddah
dan waris mewarisi.8
Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik dengan kasus yang
terjadi di daerah Majalengka Jawa Barat dimana seorang kakak dinikahkan
secara terpaksa untuk seorang adik yang hendak menikah, dan adat seperti itu
pun masih terjadi di daerah tersebut. untuk meneliti kasus tersebut penulis
akan mengambil dengan judul “ PERNIKAHAN KALANGKAH DALAM
ADAT SUNDA MENURUT HUKUM ISLAM DI INDONESIA ” (Studi
Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat).
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Aturan dalam adat pernikahan seorang kakak yang dilangkahi sangat
berbeda dengan tujuan dari UU No.1 tahun 1974 dan dipertegas dengan
8 T.p http://eduside.blogspot.com/2014/01/pengertian-dan-hukum-nikah-mutah-dalam-
sudut-pandang-Islam.html diakses pada tanggal 08 juli 2014
6
pasal 2 KHI. Sementara itu tujuan dari pernikahan “Kalangkah” tersebut
hanya untuk sementara waktu dan tidak ada tujuan untuk membentuk
rumah tangga yang abadi, kekal, sakinah, mawaddah wa rahmah, dan itu
sangat bertentangan dengan tujuan pernikahan yang disyariatkan dalam
Islam.
2. Batasan Masalah
Agar lingkupnya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi
penelitianya hanya meliputi tradisi pernikahan Kalangkah di Desa
Panyingkiran Majalengka Jawa Barat, baik menurut adat tersebut maupun
hukum Islam yang berlaku di Indonesia seperti Undang-undang RI No.1
tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
C. Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang masalah dapat disimpulkan bahwa pernikahan
kalangkah dalam adat sunda yang terjadi di Desa Panyingkiran Majalengka
Jawa Barat itu adalah sama persis dengan nikah mut‟ah atau yang biasa kita
kenal dengan kawin kontrak yang mana dalam Hukum Islam telah dilarang,
begitupun dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI).
Berdasarkan permasalahan yang ada penulis sangat tertarik untuk
mempelajari dan meneliti tentang kasus pernikahan kalangkah dalam adat
sunda tersebut, karena dalam fiqih maupun undang-undang tidak ada aturan
yang mengawinkan kakak terlebih dahulu akan tetapi dalam adat sunda di
Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat terdapat pernikahan yang seperti
7
itu.
Dari rumusan masalah tersebut penulis meringkasnya dalam bentuk
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan Hukum Islam di Indonesia terhadap pernikahan
Kalangkah?
2. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka
terhadap pernikahan Kalangkah?
3. Bagaimana tradisi Pernikahan Kalangkah di Desa Panyingkiran
Majalengka?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan diatas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pandangan Hukum Islam di Indonesia terhadap tradisi
pernikahan Kalangkah.
2. Mengetahui pandangan masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka
terhadap pernikahan Kalangkah.
3. Mengetahui adat pernikahan kalangkah di Desa Panyingkiran Majalengka
Jawa Barat.
Kegunaan penelitian tersebut adalah :
1. Mengaplikasikan disiplin ilmu sesuai dengan program studi penulis.
2. Memberikan wawasan dan pemahaman baru kepada masyarakat akan
pernikahan Kalangkah menurut Hukum Islam di Indonesia.
E. Metode Penelitian
Dalam upaya mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penulisan
8
skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa jenis
penelitian sebagai upaya penulis untuk mendapatkan data yang akurat,
lengkap dan objektif diantaranya penelitian itu ialah:
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan (field research), yakni penelitian yang
dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk menggali dan
meneliti data yang berkenaan dengan biaya nikah.9
b. Penelitian Kualitatif
Penelitian Kualitatif, yaitu lingkungan alamiah sebagai sumber
data, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial
merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Tekanan pada penelitian
kualitatif ada pada proses bukan hasil dan peneliti sebagai instrumen
kunci.10
c. Deskriptif Explored
Deskriptif bertujuan untuk menguraikan tentang sifat-sifat dan
karakteristik suatu keadaan serta mencoba untuk mencari suatu uraian
yang menyeluruh dan teliti dari suatu keadaan.11
Serta studi eksplorasi
yang bertujuan mencari hubungan-hubungan yang baru yang biasanya
9 Husein Umar, “Metode Penelitaian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis”, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), cet ke-2 h.34-35
10
Saifuddin Azwar, “Metode Penelitian”, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005), h. 5
11
Husein Umar, “Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis”, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), cet ke-2 h.34-35
9
dilakukan untuk pengujian terhadap hipotesis-hipotesis. Hipotesis ini
didasarkan atas pengalaman masa lampau atau teori yang telah
dipelajari sebelumnya.
2. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
melakukan pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder.
a. Data Primer, penulis dapatkan dari hasil wawancara langsung dengan
masyarakat dan penduduk Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat,
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI.
b. Data Sekunder, penulis dapatkan dari buku-buku, artikel atau tulisan
yang terkait dengan biaya nikah yang berasal dari media cetak maupun
elektronik.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
menghimpun seluruh data dan fakta yang menunjang permasalahan adalah
sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara dilakukan terhadap responden-responden yang telah
dipilih sebelumnya, yaitu tokoh masyarakat dan penduduk Desa
Panyingkiran Majalengka Jawa Barat.
b. Dokumentasi
Pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari
lembaga/institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung
10
kelengkapan data yang lain.
c. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket)
namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang
terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan
untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam
yang terjadi di lingkungan sekitar.12
4. Pengolahan
Dari hasil berbagai penelitian yang dilakukan penulis, penulis mencoba
merangkum dan mengolah dari hasil penelitian tersebut menjadi sebuah
tulisan yang mudah difahami.
5. Analisis Deskriptif
Memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada saat
penelitian dilakukan atau permasalahan yang bersifat aktual,
Menggambarkan fakta tentang permasalahan yang diselidiki sebagaimana
adanya, diiringi dengan interpretasi rasional yang seimbang.13
6. Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2012.
12
Sukandarrumidi, “Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula”,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), h.104
13
Sukrianto Uki “Ciri-ciri Analisis Deskriptif” Artikel diakses pada 30 Januari 2014 dari
http://uki-sukrianto.blogspot.com/2012/03/ciri-ciri-metode-deskriptif.html
11
F. Studi Review Terdahulu
Penulisan karya ilmiah ini penulis juga merujuk pada karya ilmiah lain
yang sudah terdahulu dengan substansi dan pembahasan yang berbeda
tentunya, diantaranya sebagai adalah:
No Nama
Penulis/Judul/Tahun Subtansi Pembeda
1 Nur Faizah
“Pernikahan
Melangkahi Kaka
Menurut Adat
Sunda” (Studi
Kasus Di Desa
Cijurey Sukabumi
Jawa Barat)
Di dalam skripsi ini
membahas tentang
pernikahan yang
melangkahi seorang
kakak kandung
(perempuan) dan
uang pelangkah
yang akan diberikan
kepada orang yang
akan dilangkahi,
skripsi ini juga
hanya membahas
tentang kakak
perempuan dan
apabila seorang
adik yang hendak
menikah dan
mempunyai seorang
kakak laki-laki
yang akan
dilangkahi maka
tidak ada aturan
Skripsi yang penulis
buat ini membahas
pernikahan kalangkah
yaitu pernikahan
seorang kakak laki-laki
yang harus dinikahkan
dengan seorang nenek-
nenek yang
dilaksanakannya
apabila seorang adik
hendak menikah
terlebih dahulu.
12
adat yang berlaku.
G. Kerangka Teori
Pernikahan secara bahasa (etimologi) mempunyai arti mengumpulkan,
menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath‟i). dalam istilah
bahasa Indonesia, nikah sering disebut dengan “kawin”. Sedangkan menurut
istilah (terminologi), pernikahan atau perkawinan ialah “ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita dalam sebuah rumah tangga,
berdasarkan kepada tuntunan agama”. Ada juga yang mengartikan dengan
“suatu perjanjian/aqad (ijab-qabul) antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami-istri
yang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan
oleh syari‟at Islam”.14
Dalam Pasal 1 Bab I, UU perkawinan No. 1 Tahun 1974,
perkawinan/pernikahan didefinisikan sebagai berikut: “perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Nikah adalah suatu sendi pokok pergaulan masyarakat. Oleh karenanya,
agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan,
sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan yang terlarang dapat
dihindari.15
Menurut hukum adat, perkawinan bukan saja merupakan soal yang
14
Kementrian Agama RI “Modul TOT Kursus Pra Nikah” Jakarta 2010 hlm. 17
15
Ibid. hlm. 18
13
mengenai orang-orang yang bersangkutan (sebagai suami istri), melainkan
juga kepentingan seluruh keluarga dan bahkan masyarakat adat pun ikut
berkepentingan dalam soal perkawinan itu. Bagi hukum adat perkawinan itu
adalah perbuatan-perbuatan yang tidak hanya bersifat keduniaan, melainkan
juga bersifat kebatinan atau keagamaan16
.
Mengenai tujuan perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah
untuk mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan
masyarakat adatnya. Namun karena sistem kekerabatan kekeluargaan masing-
masing masyarakat berlainan, maka penekanan dari tujuan perkawinan
disesuaikan dengan system kekeluargaanya. Misalnya, pada masyarakat adat
patrilineal, perkawinan mempunyai tujuan untuk memepertahankan garis
keturunan bapak. Sebaliknya pada masyarakat matrilineal, perkawinan
mempunyai tujauan untuk mempertahankan garis keturunan ibu17
.
Didalam penelitian yang akan penulis lakukan adalah pernikahan yang
hanya sementara waktu demi menghalalkan atau mengizinkan seorang adik
yang menikah terlebih dahulu daripada kakak laki-lakinya, pernikahan ini
disebut dalam adat sunda sebagai pernikahan kalangkah, ada beberapa macam
pernikahan adat dalam adat sunda diantaranya, adalah kawin gantung, kawin
ngarah gawe, kawin pendok, kawin sembunyi, ditarik kawin, kawin panyela,
kawin nyalindung kagelung, kawin manggih kaya, kawin turun ranjang dan
16
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, cet. 12, 1989),
hal. 55.
17
Taufiqurrohaman Syahuri, legislasi hukum perkawinan di Indonesia. (Jakarta: kencana
prenada media group, 2013) hlm. 65
14
kawin unggak ranjang18
. Untuk pengertianya akan di jelaskan pada bab III.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh hasil penelitian yang sistematis dan baik, maka
pembahasan dan penelitian di bagi menjadi beberapa sub-bab, yaitu:
Bab pertama,bagian ini memaparkan latar belakang masalah yang
memuat awal ide bagi penelitian ini, kemudian pokok masalah penelitian, dan
dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian, serta telaah pustaka yang
sebagai tolak ukur penguasaan litelatur dalam pembahasan dan menguraikan
persoalan dalam penelitian ini. Dan bab ini diakhiri dengan sistematika
penulisan agar penulisan ini mudah dipahami.
Bab Kedua, menguraikan tentang gambaran umum mengenai pernikahan,
terjadinya adat pernikahan Kalangkah, macam-macam pernikahan dalam adat
sunda dan pandangan masyarakat setempat tentang pernikahan Kalangkah
Bab Ketiga, “ Pernikahan Kalangkah Dalam Adat Sunda Menurut Hukum
Islam Di Indonesia ” (Studi Kasus Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat)
pada bab ini berisi definisi tentang pernikahan Kalangkah, Kalangkah
menurut Hukum Adat dan Hukum Islam.
Bab Keempat, Pernikahan Menurut Bahasa, Hukum Islam Di Indonesia
dan Hukum Positif. Pada bab ini membahas secara umum tentang pengertian
pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, tujuan pernikahan dan hikmah
pernikahan menurut Undang-Undang maupun Hukum Islam yang berlaku di
Indonesia.
18
Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara
Perkawinan Jawa Barat, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta, 1982), hlm. 64-69
15
Bab Kelima, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran serta
dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap
penting.
15
BAB II
PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM,
HUKUM POSITIF, DAN HUKUM ADAT
A. Pengertian Pernikahan
1. Menurut Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nikah berarti perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri secara resmi.1 Sedangkan
kata kawin menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan
jenis, melakukan hubungan kelamin atau persetubuhan.2
Kata nikah menurut arti bahasa adalah wath‟i yang bermakna
bersetubuh atau kawin dan ikatan akad. Sedangkan menurut istilah syara‟,
ialah: akad yang meliputi rukun-rukun dan syarat-syarat dengan tujuan,
istima‟ menjalin rasa kasih sayang untuk mencapai kepuasan lahir batin
untuk menghindari pandangan mata yang haram serta melestarikan
keturunan yang shaleh.3
Istilah nikah diambil dari bahasa Arab, yaitu nakaha – yankihu –
nikahan yang mengandung arti nikah atau kawin.4
Nikah di dalam kitab I‟anah atthalibin, Muhammad Syata ad-Dimyati
1Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,
Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-3, edisi ke-2, h. 614.
2Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.456.
3Syamsudin Abu Abdillah, “Terjemah Fathul Qarib, Pengantar Fiqih Imam Syafi‟i,
(Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010) h. 247.
4Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h.
467.
16
menjelaskan bahwa nikah menurut bahasa ialah :
5النكاح لغة : الضم والجمع
Artinya : “Nikah menurut bahasa ialah berhimpun atau berkumpul”.
Sementara itu, Abdurrahman al-Jaziri di dalam kitabnya, Al-Fiqh
„ala Mazahibil Arba‟ah mengemukakan bahwa nikah secara bahasa ialah :
6النكاح لغة : الىطء و الضم
Artinya : “Nikah menurut bahasa artinya wath‟i (hubungan seksual) dan
berhimpun”.
Ibn Qasim al-Ghaza, dalam kitabnya al-Bajuri mengemukakan bahwa
nikah menurut bahasa adalah :
7
Artinya :“Nikah menurut bahasa ialah berhimpun, wath‟i atau akad”.
Selain ketiga definisi yang dikemukakan di atas, masih banyak lagi
pengertian nikah secara bahasa yang dijelaskan para ulama, namun
kesemuanya itu bermuara dari satu makna yang sama yaitu bersetubuh,
berkumpul dan akad.
2. Menurut Hukum Positif
Undang-undang pernikahan yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974, memberikan definisi perkawinan sebagai
5 Muhammad Syata ad-Dimyati, I‟anah atthalibin, Juz III (Bandung: al-Ma‟arif, t.th.) , h.
254.
6Abdurrahman al-Jaziri,Al-Fiqh „ala Madzahibil Arba‟ah, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.)
, h. 1.
7Ibn Qasim al-Ghaza, Hasyiah al-Bajuri, juz II (Semarang : Riyadh Putra) , h. 90.
17
berikut: “Perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang Pria dan
seorang wanita sebagai Suami-Isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang
Maha Esa”.
Pengertian dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang tercantum pada
Bab 2 Pasal 2 menyebutkan bahwa: “Perkawinan menurut hukum Islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
3. Menurut Hukum Islam
Perkawinan dalam Islam merupakan sunatullah yang sangat dianjurkan
karena perkawinan merupakan cara yang di pilih Allah SWT untuk
melestarikan kehidupan manusia dalam mencapai kemaslahatan dan
kebahagiaan hidup.8 Perkawinan diartikan dengan suatu akad persetujuan
antara seorang pria dan seorang wanita yang mengakibatkan kehalalan
pergaulan (hubungan) suami-istri, keduanya saling membantu dan
melengkapi satu sama lain dan masing-masing dari keduanya memperoleh
hak dan kewajiban.9
Dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa status ikatan perkawinan adalah
merupakan ikatan yang kokoh dan perjanjian yang kokoh (mistaqan
ghalidhan), untuk itulah maka perkawinan harus dilakukan secara benar.
Kemudian secara istilah (syara‟) nikah dapat didefinisikan
sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa ulama, yaitu:
8 As-Sayid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah. (Beirut: Dar al-Kitab al-„Anabi 1973), 11:6
9 Abu Zahrah, al-Akhwal asy-Syahshiyah (Kairo: Dar al-Fikri al-Arabi 1957), VIII: 6513
18
a. Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam kitabnya al-Mahalli.
10 ح او تزويجوشرعا عقد يتضمن ابادة وطئ بلفظ انكا
Artinya : “Nikah menurut syara‟ (istilah) ialah suatu akad yang
membolehkan wath‟i (hubungan seksual) dengan menggunakan lafaz
inkah atau tazwij”.
b. Imam Syafi‟i pengertian nikah secara syara‟ ialah :
11 اماهنعم وا جيوزت وا احكنا ظفلب ئطو كلم نمضتي دقه عناب خكالن
Artinya : “adakalanya suatu akad yang mencakup kepemilikan
terhadap wath‟i dengan lafaz inkah atau tazwij atau dengan
menggunakan lafaz yang semakna dengan keduanya”.
c. Imam Hambali pengertian nikah secara syara‟ ialah :
12 اعتمتس اال ةعفنى ملع جيوزت وح ااكنا ظفلب دقع هى خكالن
Artinya :“suatu akad yang dilakukan dengan menggunakan lafaz
inkah atau tazwij untuk mengambil manfaat kenikmatan
(kesenangan)”.
d. Imam Maliki pengertian nikah secara syara‟ ialah :
بادمية غير مىجب قيمتها ذدلالت ةعتم درجى ملع دقع النكاح بانه
ببينة قبلة غير
Artinya : “nikah adalah suatuk akad yang mengandung ketentuan
hukum semata-mata untuk membolehkan watha‟, bersenang-senang
dan menikmati apa saja yang ada pada diri seorang perempuan yang
boleh dinikahinya”.
e. Imam Abu Hanifah pengertian nikah secara syara‟ ialah :
اقصد ةعتالم كلم دييف دقع بانه النكخ
10
Jalaluddin al-Mahalli, Al-Mahalli,juz III (Indonesia: Nur Asia, t.th), h. 206.
11
Ibid, al-Mahalli, h. 3
12
Ibid, h. 4
19
Artinya : “nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki
kesenangan secara sengaja”.
Adapun asas perkawinan dalam Islam adalah monogami (tawahhud al-
zawj). Sedangkan prinsip perkawinan adalah prinsip kerelaan (al-taraadli),
kesetaraan (al-musawah), keadilan (al-„adalah), kemaslahatan (al-
maslahah), pluralisme (al-ta‟addudiyah), dan demokrasi (al-muqrathiyah),
asas-asas dan prinsip perkawinan tersebut berpegang pada konsep al-
kulliyat al-khams/ad-dhaurriyat al-khams yaitu menjaga agama, akal,
jiwa, keturunan dan harta sebagai dasar filosofinya.13
Melihat lebih dalam hukum pernikahan itu sesungguhnya dapat
berubah-ubah mengikuti alasan pernikahan itu sendiri, dalam hal ini para
ulama mengelompokannya dalam 5 (lima), yaitu: wajib, sunnah, haram,
makruh, dan mubah.
a. Wajib, bagi seseorang yang sudah cukup umur, mempunyai
kemampuan memberi nafkah, dan dia khawatir tidak mampu menahan
nafsu dan takut akan terjerumus ke dalam perzinaan bila tidak
langsung melangsungkan pernikahan.
b. Sunnah, bagi orang yang mempunyai kemampuan memberi nafkah
dan keinginan menikah, akan tetapi kuat menahan nafsu dan tidak
takut menahan akan terjerumus kedalam perzinaan.
c. Haram, bagi orang yang mempunyai maksud menyakiti hati istri atau
menyia-nyiakannya.
13
Tim Pengurus utama Gender, Pembaharuan Hukum Islam, CLD KHI (Jakarta: Depag
RI, 2004), hlm. 142.
20
d. Mubah, yaitu bagi orang yang belum sanggup memberikan nafkah,
sementara dirinya tidak tahan menahan nafsu dan khawatir terjatuh
pada perbuatan zina. Apabila dirinya sudah mampu, maka hendaknya
segera melakukannya.
e. Makruh, bagi orang yang belum sanggup memberikan nafkah,
sementara dirinya masih mampu menahan nafsu yang mengarah pada
perbuatan zina.
Banyak sekali tujuan dari pernikahan ini salah satunya adalah untuk
membina rasa cinta dan kasih sayang antara suami dan istri sehingga
terwujud ketentraman dalam keluarga, al-Qur‟an menyebutnya dengan
konsep sakinah, mawadah dan rahmah atau lebih dikenal oleh kita
dengan keluarga ideal. Untuk meraih keluarga ideal harus dimulai dari
sebuah perkawinan yang ideal pula.
4. Menurut Hukum Adat
Perkawinan menurut hukum adat di Indonesia perkawinan itu bukan
berarti sebagai "perikatan perdata" tetapi juga merupakan "perikatan adat"
dan sekaligus merupakan "perikatan kekerabatan dan ketetanggaan". Jadi,
terjadinya perikatan perkawinan bukan saja semata-mata membawa akibat
terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban
suami isteri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua,
tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat, kewarisan,
kekeluargaan, kekerabatan, dan ketetanggaan, serta menyangkut upacara-
upacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati
21
perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya (ibadah) maupun hubungan sesama manusia (mu'amalah) dalam
pergaulan hidup agar selamat dunia dan akhirat.14
Oleh karenanya, Imam Sudiyat dalam bukunya Hukum Adat
mengatakan: “Menurut Hukum Adat perkawinan biasa merupakan urusan
kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi
bergantung pada susunan masyarakat” (Imam Sudiyati : 1991:17)
Demikian pula diketengahkan oleh Teer Haar menyatakan bahwa :
”Perkawinan adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat,
urusan martabat dan urusan pribadi” (Hilman Hadikusuma : 2003 : 8).
Dan begitu pula menyangkut urusan keagamaan sebagaimana
dikemukakan oleh: Van Vollenhoven bahwa : ”Dalam hukum adat
banyak lembaga-lembaga hukum dan kaidah-kaidah hukum yang
berhubungan dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan
manusia” (Hilman Hadikusuma, 2003: 9 ).15
Sejauh mana ikatan perkawinan itu membawa akibat hukum
“Perikatan Adat„ seperti tentang kedudukan suami atau kedudukan istri,
begitu pula tentang kedudukan anak dan pengangkatan anak, kedudukan
anak tertua, anak penerus keturunan, anak adat, anak asuh dan lain-lain ;
dan harta perkawinan tergantung pada bentuk dan sistem perkawinan adat
setempat.
14
Luthfi bocah randue, prinsip perkawinan menurut UU No.1 1974 dan KHI,
http://bocahrandue.blogspot.com/2012/11/prinsip-perkawinan-menurut-uu-no1-1974.html,
diunggah pada Jumat, 09 November 2012
15
Andy Hermansyah, Pengertian Perkawinan Menurut Hukum,
Adat,http://bloghukumumum.blogspot.com/2010/04/pengertian-perkawinan-menurut-hukum.html,
diunggahpadaSenin, 26 April 2010
22
Menurut Hukum Adat di Indonesia perkawinan itu dapat berbentuk
dan bersistem, yaitu:
a) Endogami, sistem perkawinan dimana seseorang hanya diperbolehkan
kawin dengan orang dari sukunya sendiri. Sistem semacam ini antara
lain terdapat di daerah Toraja atau di daerah yang masih menghargai
darah kebangsaan.
b) Exogami, system perkawinan dimana seseorang hanya diperbolehkan
kawin dengan orang dari luar sukunya. Sistem semacam ini antara lain
masih terdapat pada suku Batak, Gayo, Alas, dan Sumatra Selatan.
c) Eleutherogami, system perkawinan dimana seseorang diperbolehkan
kawin dengan orang dari dalam dan luar sukunya. Sistem semacam ini
antara lain terdapat di Jawa, Madura, Bali, Lombok, Timor, Minahasa,
Sulawesi Selatan, Kalimantan, Aceh, Sumatra Timur, Bangka dan
Belitung.
Sebagian besar daerah Indonesia berlaku adat kebiasaan bahwa
upacara perkawinan dilakukan di tempat keluarga mempelai wanita,
meskipun adakalanya dilakukan di tempat keluarga mempelai pria.
Mengenai tempat tinggal suami istri setelah upacara perkawinan, dalam
hukum adat dikenal berbagai macam karakter sifat perkawinannya :
a. Perkawinan patriokal, perkawinan yang menyebabkan kedua
mempelai setelah melangsungkan upacara perkawinan kemudian
bertempat tinggal sementara atau untuk selamanya pada keluarga
pengantin pria (antara lain di Batak).
23
b. Perkawinan matrilokal, perkawinan yang menyebabkan kedua
mempelai setelah melangsungkan upacara perkawinan kemudian
bertempat tinggal sementara atau untuk selamanya pada keluarga
pengantin wanita (anatara lain terdapat di Minangkabaudan Lampung)
c. Cara lain ialah, upacara dilaksanakan di tempat keluarga mempelai
wanita atau pria, tetapi setelah itu kedua suami istri ini kemudian
berumah tangga sendiri terpisah dari keluarga istri atau suaminya.
B. Pernikahan Kalangkah Dalam Adat Sunda
Perkawinan dalam arti “Perikatan Adat” ialah perkawinan yang
mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum
perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan adanya hubungan pelamaran yang
merupakan “ Rasa senak “ (hubungan anak-anak, bujang gadis) dan “rasa
Tuha” (hubungan orang tua keluarga dari pada calon suami istri). Setelah
terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban orang tua
termasuk anggota keluarga. Selain keluarga dan kerabat dalam hukum adat
juga mempunyai peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan
dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terlibat dalam
perkawinan.
Kelanggengan dan memiliki keturunan adalah hal yang diinginkan oleh
para pasangan suami istri yang menikah, namun lain halnya dengan
pernikahan kalangkah yang terjadi di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa
Barat karena dalam pernikahan kalangkah hanya bersifat sementara dan
24
tujuannya pun agar sang adik perempuan diperbolehkan menikah tanpa
melangkahi seorang kakak laki-laki.
Pernikahan kalangkah sama halnya dengan pernikahan yang biasa
dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya, memenuhi syarat dan rukun
seperti diatas, namun penulis sedikit menjelaskan kembali bahwa yang
membedakan pernikahan kalangkah dengan pernikahan biasa adalah
tujuannya, tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga yang kekal dan
sakinah, mawaddah, dan rahmah. Lain halnya dengan pernikahan kalangkah
yang hanya sementara waktu.
Tujuan dari pernikahan kalangkah sama halnya dengan pernikahan
kontrak yang dibatasi oleh waktu. Perbedaan dari pernikahan kontrak dan
pernikahan kalangkah adalah akad atau shigat ijab dan qabulnya. Kawin
kontrak menyebutkan kontrak dalam akad sedangkan dalam pernikahan
kalangkah tidak menyebutkan batasan waktu atau kontrak dalam akadnya,
namun kedua belah pihak mempelai mengetahui kalau pernikahan kalangkah
itu hanya sementara.
Melihat dari akadnya hukum Islam menamakan pernikahan kalangkah
dengan pernikahan muaqqat (temporal) yaitu pernikahan yang akadnya si
calon mempelai pria menyembunyikan maksud menikahi perempuan dalam
jangka waktu, sekalipun calon mempelai perempuan mengetahuinya.16
Pernikahan kalangkah dalam masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka
Jawa Barat adalah salah satu adat dalam pernikahan yang ada di Indonesia,
16
Lihat Asy-Syarhush Shagir; 2/387 dan lihat Syahrul Majallah Lil Ataasi; 2/415
25
hukum adat yang tidak bertentangan dengan agama tentunya harus kita jaga
dan melestarikannya. Pernikahan kalangkah adalah pernikahan adat yang
tanpa melanggar aturan agama karena diatas telah menjelaskan bahwa
pernikahan kalangkah atau muaqqat (temporal) ulama Hanafiah dan Malikiah
membolehkan pernikahan temporal (muaqqat). Namun penulis lebih setuju
dengan pendapat ulama Hanabilah yang menyatakan menceraikan setelah
tempo waktu tertentu dapat membatalkan akad.
26
BAB III
PROSESI PERKAWINAN ADAT SUNDA DI DESA PANYINGKIRAN
MAJALENGKA JAWA BARAT
A. Pernikahan Masyarakat Desa Panyingkiran Jawa Barat
1. Upacara Persiapan Sebelum Akad Nikah
Berbagai macam tata cara upacara adat yang berlaku di berbagai daerah
adalah tatanan nilai-nilai luhur yang telah dibentuk oleh para tetua yang
diturunkan dari generasi ke generasi. Karena itu upacara adat perkawinan
merupakan serangkaian upacara tradisional yang turun temurun, maksud dan
tujuan dari perkawinan adalah agar selamat, sejahtera dan mendatangkan
kebahagiaan. Semua kegiatan dalam perlengkapan upacara adat merupakan
lambang atau simbol yang mempunyai makna dan pengharapan, yang
bertujuan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Upacara perkawinan adat sunda khususnya masyarakat Desa Panyingkiran
memiliki keunikan dalam menjelang akad perkawinan dan setelah akad
perkawinan yang lebih condong kepada unsur kepercayaan yang diungkapkan
dalam bentuk arti kiasan dan lambang peristiwa. Sedangkan dalam tata cara
akad pernikahan dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan agama
yang dianut secara penuh. Dengan demikian tata upacara perkawinan adat
sunda merupakan perpaduan dari unsur sifat, karakteristik, kepercayaan,
hukum, dan agama, yang kesemuanya saling menopang satu sama lain,
sehingga terciptalah “manusia yang berbudi luhur”.
27
Dalam tata cara perkawinan adat sunda, sebelum diadakan pelaksanaan
upacara perkawinan adat, biasanya didahului dengan beberapa tahapan
upacara. Upacara tersebut dilaksanakan sesuai dengan keadaan ekonomi dan
situasi pada waktu itu, namun tidak boleh menyimpang dari tata cara pokok
adat istiadat sunda.
Tahapan upacara perkawinan adat sunda khususnya di Desa Panyingkiran
sebelum upacara akad nikah adalah:
a. Adat meminang
Dikalangan masyarakat sunda, bila akan mengawinkan anaknya, orang
tua perlu berkunjung kerumah orang tua wanita yang hendak dinikahi. Hal
ini perlu dilakukan supaya mendapatkan keterangan mengenai data pribadi
wanita yang dimaksud, tahap ini disebut nanyaan. Hal ini diperlukan
untuk menjaga kehormatan dan martabat kedua belah pihak, terutama
pihak wanita itu sendiri.
Apabila wanita yang dimaksud sudah jelas belum mempunyai pacar
atau tunangan dan orang tuanya juga setuju dengan pria yang diajukan,
maka terjadilah perembukan yang dinamakan neundeun omong, artinya
menaruh perkataan atau menyimpan kata.
Keseluruhan upacara nanyaan dan neundeun omong telah
dilaksanakan dan merasakan adanya kecocokan biasanya keluarga dan
kerabat dekat datang kembali kepihak keluarga perempuan untuk
28
nyeureuhan atau ngalamar yang dalam bahasa Indonesia disebut melamar
atau meminang.
b. Upacara seserahan
Upacara seserahan biasanya berlangsung satu hari atau dua hari
sebelum perkawinan dilaksanakan dan biasanya dilangsungkan pada sore
hari. Dalam upacara ini orang tua calon pengantin pria menyerahkan
putranya kepada orang tua calon pengantin wanita dengan membawa
barang-barang keperluan calon pengantin wanita. Namun dalam acara
seserahan ini biasanya sudah dibicarakan dengan pihak calon pengantin
wanita dalam acara ngalamar.
c. Upacara nguyeuk seureuh
Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang artinya
mengolah. Ngeuyeuk Seureuh biasanya diselenggarakan sehari sebelum
akad nikah, dapat juga pada sore hari atau malam hari sebelum akad nikah
maupun setelah akad nikah yang bertempat di kediaman mempelai wanita.
Ngeuyeuk seureuh biasanya dipimpin oleh orang yang paham betul
tentang cara ngeuyeuk seureuh. Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua
calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada malam hari
sebelum akad nikah. Lewat prosesi Ngeuyeuk Seureuh pula orang tua
memberikan nasihat lewat benda-benda yang ada dalam prosesi.
Perlengkapan alat atau benda pada prosesi Ngeuyeuk Seureuh adalah:
29
1) Seureuh saranggeuyan (satu ikat tangkai sirih);
2) Jambe saranggeuyan (satu ikat pinang muda);
3) Pari gedengan (padi yang diikat);
4) Mayang jambe (bunga pinang yang belum mekar);
5) Bumbu ramuan sirih yaitu: gambir, kapur sirih, tembakau, sugi dan
kapol;
6) Pakara (peralatan tenun);
7) Kasang jinten (selembar kain poleng/lereng panjang hasil tenun tangan
yang berwarna merah);
8) Endog hayam (telur ayam);
9) Harupat (lidi);
10) Rambu 7 (benang kantek atau benang tenun);
11) Ajug-ajug (lentera);
12) Kendi berisi air;
13) Samak (tikar yang berukuran panjang dan lebar);
14) Coet jeung mutuna (Mortar dan alu);
15) Lulumpang jeung haluna (tempat tumbuk padi yang terbuat dari kayu);
16) Bokor berisi air dan kembang setaman;
17) Parukuyan (tempat membakar kemenyan);
18) Ayakan (alat penyaringan);
19) Cecempeh atau nyiru (ayakan yang dipakai untuk membersihkan
beras);
30
20) Suluh (kayu bakar);
21) Parawanten (bahan pangan);
22) Seperangkat pakaian pengantin;
23) Kain batik yang berjumlah ganjil.
d. Upacara siraman
Upacara siraman atau ngebakan dimulai dengan ngecang keun aisan,
yang artinya ibu dari mempelai wanita melepaskan gendongan untuk
menuju tempat siraman ditemani ayah yang setia mendampingi dengan
membawa lilin. Hal itu mengandung makna bahwa kedua orang tua akan
segera menyudahi tanggung jawabnya, karena akan digantikan oleh suami
putrinya. Lilin yang dibawakan sang ayah melambangkan tugasnya yang
wajib member penerangan bagi putra-putrinya. Setelah itu dilanjutkan
dengan acara dipangkon, yakni calon mempelai wanita dipangku kedua
orang tuanya. Berikutnya ngaras, mencuci kaki kedua orang tua yang
diawali dengan membasuh kedua kaki sang ayah. Usai mebasuh kaki
kedua orang tua, disemprotkan juga minyak wangi yang mengungkapkan
agar sampai kapanpun sang putri dapat membawa nama harum keluarga.
Lalu calon mempelai wanita harus melewati tujuh lembar kain yang
menyiratkan permohonan supaya kelak calon mempelai wanita senantiasa
diberi kesabaran, kesehatan, ketawakalan, ketabahan, keteguhan iman
yang kuat dan selalu menjalankan agama.
Puncaknya upacara siraman, calon mempelai wanita disirami air
31
bunga yang masing-masing bunga memiliki artinya tersendiri. Bunga
mawar agar calon pengantin selalu jujur, melati bermakna dapat
membawa harum nama keluarga serta disukai oleh siapa saja, terakhir
bunga kenanga yang diharap dapat membawa kesejukan dan keteduhan
hati. Kemudian, sang ayah mengucurkan air wudhu kepada putrinya.
Selesai siraman, mempelai wanita akan dibawa oleh perias untuk ngerik
atau membersihkan bulu-bulu halus rambut di kamar pengantin. Terakhir,
parebut bebetian dan hahampangan dimana diharapkan kedepannya
kedua mempelai akan diberi kelancaran rezeki dan segera mendapatkan
keturunan.1
2. Upacara akad nikah
Pada hari perkawinan atau pernikahan, calon pengantin pria diantar
dengan iring-iringan dari suatu tempat yang telah ditentukan menuju kerumah
calon pengantin wanita. Bila pengantin pria berdekatan rumah dengan
pengantin wanita maka calon pengantin pria langsung menuju kerumah
pengantin wanita. Iring-iringan rombongan calon pengantin pria dijemput
oleh pihak calon pengantin wanita.
Upacara pernikahan terdapat dua bagian upacara yaitu upacara akad nikah
dan upacara panggih yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1Mery Desianti, Makna Ritual Siraman Pengantin Adat Sunda dan Jawa,
http://www.weddingku.com/blogs/persiapan-pernikahan/1016533/makna-ritual-siraman-pengantin-
adat-sunda-dan-jawa yang diunggah pada21 Maret 2014 dan diakses pada 20 maret 2015, pkl. 23:05
wib
32
a. Upacara akad nikah
Sebelum acara akad nikah mulai, terlebih dahulu diadakan upacara
penjemputan calon pengantin pria. Hal ini adalah sebagai adat sopan
santun atau tatakrama yang telah menjadi kebiasaan umum, yaitu adanya
saling menghargai. Untuk persiapan penjemputan, orang tua calon
pengantin wanita membentuk panitia yang terdiri dari dua kelompok,
yaitu:
Kelompok I terdiri dari:
1) Seorang yang membawa payung dan langser (seseorang yang
menggandeng calon mempelai pria).
2) Seorang yang membawa nampan yang berisi mangle atau rangkaian
bunga melati sebagai kalung.
3) Dua mojang membawa tempat lilin.
4) Dua mojang membawa bokor berisi perlengkapan upacara sawer dan
nincak endog.
5) Dua bujang sebagai pengawal (gulang-gulang) / jagasatru.
Kelompok II terdiri dari:
1) Para mojang dan bujang berbaris di sisi kanan dan kiri pintu halaman
yang akan dilalui oleh rombongan calon pengantin pria sampai
kedepan pintu rumah.
2) Rombongan calon pengantin pria tiba, kemudian mereka dijemput
diluar halaman oleh rombongan yang di pimpin lengser. Pembawa
33
payung segera memayungi calon pengantin pria dengan didampingi
oleh dua gulang-gulang. Di sebelah depannya lagi seorang dayang
berjalan membawa baki/nampan yang berisi kalung bunga.
Rombongan yang tiba di depan rumah calon pengantin wanita
disambut oleh kedua calon mertua yang akan memberikan kalung
rangkaian bunga melati kepada calon pengantin pria. Calon pengantin
pria di gandeng oleh kedua calon mertua dan berjalan sambil ditaburi
berbagai macam bunga oleh para mojang dan bujang yang telah
berbaris di depan halaman rumah. Dengan didampingi oleh calon
mertuanya pengantin pria dibawa masuk keruangan akad nikah dan
dipersilahkan duduk di kursi yang telah disiapkan. Selanjutnya
pembawa acara mempersilahkan kedua orang tua calon pengantin,
saksi, petugas dari kantor KUA serta beberapa orang tua dari kedua
belah pihak. Calon pengantin wanita dipesilahkan duduk disamping
calon suaminya yang selanjutnya dilakukan upacara Akad Nikah.
b. Upacara panggih (bertemu muka)
Sesudah upacara akad nikah, selanjutnya disusul dengan upacara
panggih yang terdiri dari:
1) Upacara sungkem
Arti sungkem yang dilakukan oleh kedua pengantin kepada orang
tua serta keluarga yang lebih tua (pinisepuh) dari kedua belah pihak,
menunjukan tanda bakti dan rasa terimakasih atas bimbingan dari lahir
34
hingga sampai keperkawinan. Selain itu kedua pengantin memohon
doa restu dalam membangun kehidupan rumah tangga yang baru, agar
mendapatkan rahamat Allah SWT.
2) Upacara sawer
Upacara sawer dilakukan diluar rumah, yang disebut saweran
biasanya upacara ini dilakukan oleh juru sawer, karena dalam upacara
sawer akan ditembangkan syair-syair khusus pupuhan lagu tertentu
yang disebut kidung sawer.
Penyawer atau juru sawer menyediakan bahan-bahan sawer di
dalam bokor yang berisi, antara lain:
a) Beras putih sebagai lambang kehidupan;
b) Kunyit sebagai lambang bahagia;
c) Bermacam-macam bunga atau rampai, sebagai lambang
keharuman nama baik rumah tangga;
d) Uang logam sebagai lambang kekayaan/kecukupan;
e) Payung sebagai lambang kewaspadaan;
f) Sirih yang digulung dengan bentuk cerutu berisi gambir, kapur
sirih, pinang, tembakau sebagai lambang kepaduan antara suami
dan istri;
g) Permen sebagai lambang manis budi dan ramah tamah;
h) Kunyit yang dilarutkan kedalam air, kemudian diadukan dengan
beras putih sehingga beras tersebut menjadi kuning.
35
3) Upacara nincak endog (injak telur)
Mempelai pria menginjak telur di papan atau elekan (Batang
bambu muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai
pria dengan air dari kendi, setelah membersihkan dan mengeringkan
kaki suami sebagai melambangkan pengabdian istri kepada suami
yang dimulai dari hari itu, lalu kendi dipecahkan berdua.2
4) Upacara buka pintu
Upacara buka pintu merupakan suatu percakapan antara pengantin
pria yang berada di luar pintu dengan pengantin wanita yang berada di
dalam rumah. Percakapan itu dilaksanakan oleh kedua pengantin itu
sendiri, akan tetapi biasanya dapat digantikan oleh ahlinya yaitu juru
mamaos. Hal ini karena isi syair merupakan Tanya jawab dan
mengandung petuah-petuah atau nasihat-nasihat.
5) Upacara huap lingkung
Huap lingkung adalah kedua mempelai saling menyuapi sebagai
sebuah perumpamaan dari kehidupan suami istri yang harmonis, selalu
penuh kerinduan, saling cinta mencintai, saling membutuhkan dan
sebagainya.
6) Resepsi/pesta perkawinan
Pertemuan (perjamuan) resmi yang diadakan untuk menerima
tamu (pada pesta perkawinan)3
2sanggar Sekar Kinanti, https://sanggarsekarkinanti.wordpress.com/about/11-nincak-endog-
menginjak-telur/ diakses pada 11 april 2015 3 KBBI Online, http://kbbi.web.id/resepsi diakses pada 11 April 2015
36
7) Upacara ngunduh mantu
Upacara ini diselenggarakan oleh pihak pengantin pria, maksudnya
untuk memperkenalkan kedua pengantin kepada kedua keluarga dan
kaum kerabat pengantin pria. Jarak antara upacara perkawinan dengan
upacara ngunduh mantu tidaklah tentu.
B. Macam-Macam Pernikahan Adat Sunda
Seperti yang telah penulis utarakan di atas bahwa para penduduk Desa
Panyingkiran atau masyarakat sunda masih sangat kental dalam menjalankan
tradisi yang ada di desa mereka, khususnya dalam hal Pernikahan. Bahkan
mereka mempunyai spefiikasi terhadap sebuah Pernikahan, Pernikahan dalam
adat sunda diantaranya sebagai berikut :4
1. Kawin Gantung
Kawin yang ditangguhkan, baik itu kawinnya yang ditangguhkan atau
cara bergaulnya. Maksudnya disini adalah, adanya kesepakatan dari kedua
orang tua dari dua orang anak kecil yang berlainan jenis (laki-laki dan
perempuan) yang mana kedua orang tua tersebut mempunyai rencana apabila
dua orang anak kecil tersebut (laki-laki dan perempuan) sudah dewasa,
mereka akan menyatukan kedua anak kecil tersebut kedalam sebuah ikatan
pernikahan, kesepakatan ini dilakukan ketika kedua anak kecil tersebut masih
kecil dan belum mengerti akan arti dari sebuah pernikahan, kesepakatan ini
4 Proyek inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan daerah Jakarta: upacara perkawinan di
jawa barat, departemen pendidikan dan kebudayaan (Jakarta, 1982), h. 64-69
37
hanya dilaksanakan oleh kedua orang tua dari anak kecil tersebut dan
disaksikan oleh sanak saudara dari kedua belah pihak yang diikuti oleh acara
selamatan sekedarnya saja, tanpa perlu dihadiri oleh petugas dari KUA.
2. Kawin Ngarah Gawe
Perkawinan yang dilakukan antara anak perempuan yang belum dewasa
dan belum akil balig dengan seorang lelaki dewasa, yang sesudah
perkawinan dilangsungkan pengantin wanita wajib mondok atau tinggal di
rumah mertuanya. Karena pengantin perempuannya belum balig, maka tidak
dibolehkan adanya hubungan suami istri antara pengantin perempuan dan
pengantin laki-laki. Tujuan sebenarnya dari adanya perkawinan ini adalah
sang mertua menjadikan sang menantu sebagai tenaga pembantu (Ngarah
Gawe) baik itu untuk membantu dirumah ataupun di kebun, karena tujuan
awal dari diadakannya perkawinan ini adalah agar sang mertua mempunyai
tenaga pembantu baik untuk dirumah ataupun di kebun, tanpa harus
memberikan upah atau gaji kepada menantunya.
3. Kawin Pendok (Keris)
Perkawinan yang dilakukan oleh orang yang sudah beristri. Maksudnya
adalah, seorang suami yang ingin mempunyai istri lagi tapi tidak mau
diketahui oleh istri pertamanya, cara yang dilakukan agar tidak diketahui oleh
istri pertamanya adalah, laki-laki tersebut tidak datang sendiri ketempat
calon istrinya dan melangsungkan akad nikah bersama, melainkan
mengutus orang lain sebagai wakilnya yang wakilnya tersebut membawa
38
sebuah pendok (keris) milik dari laki-laki tersebut, jadi yang melakukan ijab
qabul di depan penghulu atau KUA adalah sang wakil namun dengan
membawa pendok (keris) tersebut, ini sebagai tanda bahwa dia hanya mewakili
pernikahan tersebut. Ada 2 alasan kenapa bisa terjadi perkawinan semacam
ini, Pertama ; Karena mempelai pria menjaga martabatnya (gengsi) karena
harus menikah dengan wanita yang tidak selevel dengannya, Kedua; Menjaga
agar jangan sampai pernikahan tersebut diketahui baik oleh istri, keluarga
ataupun orang banyak.
4. Kawin Sembunyi
Perkawinan yang dilangsungkan oleh suami yang sudah beristri, namun
ingin menikah lagi tanpa diketahui oleh istri sebelumnya, ini sama dengan
perkawinan pendok (keris) hanya bedanya pengantin pria datang sendiri untuk
melangsungkan perkawinan tanpa harus menggunakan wakil.
5. Kawin dengan Pria Pendatang
Perkawinan yang dilangsungkan oleh orang tua sang gadis kepada pria
pendatang, tamu atau perantau dari daerah lain.
6. Ditarik Kawin
Khusus Untuk Ditarik Kawin ada 2 Persepsi:
a. Ditarik Kawin I
Perkawinan yang dilakukan karena dorongan atau adanya desakan dari
kedua orang tua calon pengantin, khususnya orang tua pengantin wanita
kepada pengantin pria, karena mereka menganggap hubungan yang
39
terjalin sudah cukup lama namun belum juga diresmikan, apabila sang
pengantin pria atau orang tuanya belum mampu secara materi, maka orang
tua dari pengantin wanita siap menanggung semua biaya pernikahan dan
segala resikonya asalkan pernikahan tersebut bisa segera dilangsungkan.
b. Ditarik Kawin II
Perkawinan yang dilangsungkan karena sudah terjadi kehamilan
sebelum menikah, akibat dari sudah terlalu lama bergaul atau
berhubungannya kedua pasangan tapi belum juga menikah, pernikahan ini
diminta oleh orang tua perempuan kepada orang tua laki-laki sebagai
bentuk tanggung jawab. Perkawinan ini biasanya dilakukan tanpa adanya
resepsi atau berlangsung biasa-biasa saja.
7. Kawin Panyela
Perkawinan yang menggunakan orang ketiga. Perkawinan ini dilakukan
oleh suami yang telah mentalak istriinya dengan talak tiga, namun ingin rujuk
kembali dengan istrinya, oleh karena itu sang istri harus menikah dulu dengan
orang lain kemudian setelah habis masa iddahnya orang tersebut harus
menceraikan sang wanita, agar dapat menikah lagi dengan suaminya, oleh
karena itu orang lain tersebut adalah orang dari suruhan suami. Untuk seluruh
biaya perkawinan, orang lain tersebut yang membayar, namun orang lain
tersebut mendapatkan upah atau bayaran dari sang suami, jadi setelah habis
masa iddahnya sang suami bisa langsung menikah lagi dengan mantan
istrinya.
40
8. Kawin Tua Sama Tua
Perkawinan yang dilakukan oleh duda yang sudah tua dengan janda yang
sudah tua pula.
9. Nyalindung Ka Gelung
Perkawinan Nyalindung Ka Gelung yang menurut bahasa Indonesia
adalah berlindung di (bawah) sanggul. Artinya adalah seorang suami yang
menikahi istrinya, namun sang istri lebih kaya dan mempunyai kemampuan
lebih daripada suaminya, oleh karena itu dipribahasakan berlindung di bawah
sanggul (istrinya).
10. Manggih Kaya
Perkawinan ini adalah kebalikan dari Nyalindung Ka Gelung, yaitu
Perkawinan antara lelaki yang kaya dengan perempuan yang miskin, bagi
perkawinan ini juga tidak ada syarat yang nyata, ini hanya pendapat
dilingkungan hukum adat yang berlaku disana.
11. Kawin Turun Karanjang
Maksudnya adalah Perkawinan yang terjadi apabila sang pengantin
menikah dengan adik bekas istrinya atau adik bekas suaminya.
12. Kawin Unggah Karanjang
Ini kebalikan dari Kawin Turun Karanjang, yaitu Perkawinan yang terjadi
apabila sang pengantin menikah dengan kakak mantan istrinya atau kakak
mantan suaminya.
41
Dari semua macam-macam pernikahan yang diatas tidak ada acara khusus
dalam melaksanakan pernikahan tersebut, sehingga dalam pelaksanaanya
sama saja dengan pernikahan biasa pada umumnya, namun, apabila terdapat
pernikahan yang statusnya sama dengan salah satu pernikahan diatas maka
pernikahan tersebut dinamakan dengan pernikahan adat.
Semua prosesi yang dilakukan adalah suatu penghormatan terhadap
hukum adat dengan mengharapkan dapat ridho dari masyarakat dan Allah
SWT, karena dengan adanya hukum adat dan budaya pernikahan begitu
meriah dan berwarna.
42
BAB IV
PERNIKAHAN KALANGKAH MENURUT ADAT SUNDA
A. Definisi Pernikahan Kalangkah
Kalangkah dalam arti bahsa Indonesia adalah langkah yang mempunyai
arti lewat, kata awalan ka dalam ka-langkah bisa bermakna imbuhan ke-, ter-i
atau di-i yang menunjukan kata kerja (pasif) atau kata sifat.1 Bagi penulis
dalam pernikahan kalangkah terdapat empat pegertian, yaitu: pertama;
ngalangkah (bahsa sunda) adalah orang yang melewati, kedua; kalangkah
adalah orang yang dilewati, ketiga; pelangkah adalah barang yang diberikan
pada kakak calon mempelai wanita, keempat; pelangkahan adalah acara atau
prosesi dalam melangkahi atau melangkahkan.2
Penulis akan memberikan sedikit penjelasan tentang perbedaan antara
ngalangkah (orang yang akan melewati atau melangkahi kakak calon
mempelai wanita khususnya) dan kalangkah (orang yang dilewati atau
dilangkai oleh calon mempelai wanita yaitu adik perempuan), perbedaanya
adalah:
1. Ngalangkah
Di atas telah sedikit di jelaskan bahwa ngalangkah-an adalah orang
yang akan melewati kakak calon mempelai wanita yang artinya seorang
adik perempuan akan menikah terlebih dahulu daripada kakaknya.
2. Kalangkah
1 T.p, http://www.penulisartikelbagus.com/macam-macam-awalan-dan-maknanya/ Di
akses pada hari rabu-03-09-2014
2 KBBI Online
43
Kalangkah atau yang kita pahami adalah seorang kakak yang dilewati
adiknya dalam hal prosesi pernikahan dan dalam aturan adat tidak
diperbolehkan seorang adik melangkahi seorang kakak.
B. Pandangan Masyarakat
Masyarakat yang sudah berkembang tentunya akan melihat realita yang
ada tanpa menghiraukan hukum adat maupun sosial, akan tetapi tidak sedikit
juga masyarakat yang masih berpegang pada hukum adat dan hukum sosial,
seperti dalam kasus pernikahan kalangkah yang menjadi pro dan kontra di
kalangan masyarakat Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat.
Bagi masyarakat yang masih berpegang pada hukum adat mereka percaya
bahwa seseorang yang akan dilangkahi oleh seorang adik perempuan maka
akan berimbas tidak baik pada seorang kakak laki-laki yang belum menikah,
dengan alasan seperti itulah banyak orang tua yang tidak menginginkan
adanya imbas dari dilangkahinya pernikahan seorang adik terhadap kakaknya.
Masyarakat yang memegang hukum adat tentunya percaya bahwa
seseorang yang dilangkahi dalam pernikahan akan mengalami hal-hal yang
tidak baik seperti jauh dari rezeki, jauh jodoh dan menjadi beban mental.
Masyarakat yang meninggalkan hukum adat melihat bahwa pernikahan
kalangkah sudah tidak relevan lagi dengan masyarakat yang sedang
berkembang. Karena pernikahan harus atas dasar kerelaan tanpa adanya
intervensi dari manapun, sedangkan dalam pernikahan kalangkah adalah
pernikahan yang harus dilakukan seorang kakak laki-laki apabila seorang adik
perempuan hendak menikah lebih dulu.
44
Rasulullah SAW bersabda:
عن عبذاهلل بن هسعىد قال:قال لنا رسىل اهلل صل اهلل عليو وسلن يا هعشر
الشباب هن استطاع هنكن الباءة فليتزوج فانو أغض للبصر واحسن للفرج
)رواه البخاري و هسلن ( هىجاءيستطع فعليو بالصىم فانو ل وهن لن
Artinya:” dari Abdullah bin Mas‟ud ra. Ia berkata:”Rasulullah SAW bersabda kepada kita: wahai para pemuda, siapa diantara kamu yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah itu dapat memejamkan mata dan menjaga kemaluan, bagi siapa yang tidak mampu nikah, maka hendaknya berpuasa, sebab puasa itu dapat dijadikan obat.” (HR Bukhori dan Muslim)
Dengan adanya hadits ini tentunya siapa saja seseorang yang telah siap dan
mampu untuk menikah maka harus segera melaksanakanya baik itu seorang
kakak maupun adik, dan jika seorang adik telah mampu dan siap untuk
menikah maka tidak ada halangan untuk menunda pernikahan karena seorang
kakak yang belum menikah atau membujang.
C. Pernikahan Kalangkah Menurut Hukum Islam
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral,
bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan
dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-
ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah
SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 21
45
حدي ىكيث معج بيناإكستب ناجشا ىكسفا ي ىكن قهخ ا تيآء ي
سكفتي وقن تيأن كنى ذف ا° خحز
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Sesungguhnya pada yang
demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang
berfikir”. (Q.S. Ar-Rum ayat 21)
Mawaddah wa rahmah adalah anugerah Allah SWT yang diberikan
kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Hal yang demikian
tidak disebutkan Allah ketika binatang ternak berpasangan untuk berkembang
biak. Karena tugas selanjutnya bagi manusia dalam lembaga pernikahan
adalah untuk membangun peradaban dan menjadi khalifah di dunia (Quraish
Shihab dalam Wawasan al-Qur’an: bab pernikahan).
Pernikahan tersebut dianggap sah menurut hukum Islam bila telah
memenuhi syarat dan rukun pernikahan.
Syarat pernikahan adalah
1. Persetujuan kedua belah pihak;
2. Adanya wali;
3. Adanya saksi;
4. Mahar (mas kawin);
5. Tidak Boleh melanggar larangan-larangan perkawinan;
6. Dicatatkan oleh petugas pencatat nikah (PPN).
Sedangkan rukun pernikahan adalah
1. Calon suami;
2. Calon isteri;
46
3. Wali;
4. Saksi;
5. Ijab dan Kabul.
Hukum islam tidak menemukan tentang siapa yang harus menikah lebih
dulu, baik kakak maupun adik. Seseorang yang telah siap, baik adik maupun
kakak yang telah siap dan mampu maka boleh untuk menikah lebih dahulu,
karena itu adalah salah satu keadilan yang ada tanpa memprioritaskan yang
lebih dulu lahir, seperti sabda Nabi :
)رواه هسلن(اتقىاهلل واعذلىا بين اوالدكن
Artinya: “bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-
anak kalian” (H.R. Muslim)
Melihat hadist diatas menunjukan bahwa ketika salah satu anak laki-laki
atau perempuan baik kakak maupun adik yang telah siap untuk menikah maka
diperbolehkan untuk menikah terlebih dahulu tanpa menunda-nunda
pernikahannya, karena seorang kakak yang belum menikah.
Dengan nikah juga seseorang dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan
maksiat, karena fitrah seksual (kebutuhan biologis) dapat disalurkan kejalan
yang benar, halal dan diridhai Allah. Dalam suatu hadits disebutkan:
Artinya:” dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda:”
sesungguhnya perempuan itu menghadap (dari depan) menyerupai setan dan
membelakangi juga seperti setan. Jika seseorang diantara kamu tertarik
kepada seorang perempuan, hendaklah ia datangi istrinya, agar nafsunya
dapat tersalurkan.” (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
D. Analisis Penulis
Tradisi dalam KBBI (Balai Pustaka, 1999) berarti 1) adat kebiasaan turun-
temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. 2)
47
penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang
paling baik dan benar.
Sama halnya dengan pernikahan kalangkah, tradisi atau adat telah
menyediakan cara ketika seorang kakak laki-laki yang dilangkahi oleh adik
perempuan yang akan menikah lebih dulu yaitu dengan cara menikahkan si
kakak dengan orang lain dalam beberapa waktu.
Penulis sebagai seorang kakak laki-laki yang mempunyai adik perempuan
tentunya akan mengalami pernikahan kalangkah jika adik penulis akan
menikah lebih dulu, tentunya ini akan menjadi beban bagi penulis sendiri
karena harus menikahi seorang nenek-nenek. Diatas telah di jelaskan bahwa
pernikahan kalangkah sama halnya dengan pernikahan biasa, begitu pun
dengan rukun dan syaratnya, karena rukun dan syarat terpenuhi maka tidak
ada halangan sama sekali untuk melaksanakan pernikahan.
Pernikahan kalangkah memang tidak terdapat masalah jika melihat dari
rukun dan syarat yang telah terpenuhi, namun dalam tujuanya sangat berbeda
dengan apa yang dianjurkan oleh hukum islam dan hukum perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Karena tujuan pernikahan adalah
sebagaimana difirmankan Allah SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 21:
حدي ىكيث معج بيناإكستب ناجشا ىكسفا ي ىكن قهخ ا تيآء ي
سكفتي وقن تيأن كنى ذف ا° خحز
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Sesungguhnya pada yang
demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang
berfikir”. (Q.S. Ar-Rum ayat 21)
48
Kita tahu juga bahwa tujuan perkawinan dalam Undang-undang
pernikahan No 1 tahun 1974 pasal 1 yang berbunyi, “pernikahan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagaia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha
Esa”. Tidak hanya itu dalam KHI pun menyebutkan tujuan pernikahan dalam
pasal 3 KHI yaitu " Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga
sakinah, mawaddah dan wa rahmah. "
Karena dalam hukum Islam dan undang-undang perkawinan tidak
menyebutkan aturan siapa yang lebih dulu untuk menikah atau menunda
pernikahan karena seseorang yang belum menikah seperti pernikahan
kalangkah yang menunda pernikahan seorang adik karena seorang kakak yang
belum menikah. Nabi bersabda:
)رواه هسلن(اتقىاهلل واعذلىا بين اوالدكن
Artinya: “bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-
anak kalian” (H.R. Muslim)
Melihat hadits di atas menunjukan bahwa orang tua harus memperlakukan
seorang anak dengan adil termasuk dalam menikahkan anak-anaknya tanpa
harus memaksa untuk menunggu seorang kakak menikah terlebih dahulu,
karena aturan agama dan undang-undang tidak ada yang mengatur tentang
pernikahan siapa yang lebih dahulu melainkan seseorang yang telah mampu
dan siap untuk menikah, tanpa harus menunda pernikahan, karena dengan
menunda pernikahan dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan hal yang
tidak diinginkan. Nabi bersabda:
Dari Abu Hurairoh RA Nabi bersabda, bila datang meminang kepadamu
orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia. Jika
49
kamu tidak lakukan, maka akan terjadi fitnah dimuka bumi dan akan ada
kerusakan kerusakan yang besar (H.R Ibnu Majah Dan Tirmidzi)
Pada dasarnya pernikahan kalangkah adalah sebuah istilah yang telah
berlangsung lama, sehingga masyarakat setempat menjadikanya sebuah
hukum adat. Dalam penelitian pernikahan kalangkah ini, penulis telah
mewawancari seorang nenek-nenek yang biasanya dijadikan calon mempelai
wanita dalam pernikahan kalangkah, ketika ditanya tentang pernikahan
kalangkah. dia menjawab “nya ikhlas, pan nulungan, karunya mun te
ditulungan teh bisi nanaha” yang dalam bahasa Indonesianya adalah “ya
ikhlas, kan menolong orang, kasihan jika tidak di tolong takut kenapa-
kenapa”. Melihat dari pernyataan ini penulis menganggap bahwa dalam
pernikahan kalangkah calon mempelai wanita ikhlas dan mau untuk dijadikan
pengantin sementara waktu.
Penulis juga menanyakan kepada calon mempelai laki-laki yang sudah
pernah dinikahkan (pernikahan kalangkah), dengan jawaban, “daek te daek da
cek kolot ek kumaha deui, mun te diturutan da cenah mah bisi jauh jodoh,
jauh rezeki, jeng ngabatin”. Artinya : “mau tidak mau, kata orang tua jadi mau
gimana lagi, kalo tidak di ikutin katanya sih bisa jauh dari jodoh, jauh rizki
dan beban mental”.
Dalam hal ini penulis kurang setuju dengan adanya pernikahan kalangkah
karena terdapat pemaksaan terhadap kakak laki-laki yang di paksa menikah
dengan nenek-nenek dan tidak hanya itu pernikahan kalangkan sama halnya
dengan memainkan aturan agama meski dalam aturan adat, karena dalam
50
aturan agama dan Undang-undang tidak ada aturan yang mengharuskan
seorang kakak menikah lebih dulu selain itu juga dalam tujuan pernikahan
kalangkah yang sama sperti nikah mut’ah yang dilarang oleh hukum islam.
ت نكى فى ت اذ ب انبض، اى ك يع انجي ص فقبل: يبي كب فى زايخ: ا
د ع كب و انقيبيخ، ف اهلل قد حسو ذنك انى ي ا انسبء تبع ي االست
شيء فهيخم سجي شيئب.ي ب آتيت ا ي ال تأخر ، احد زا )ه
(يسهى
Dan dalam satu riwayat (dikatakan) : Bahwa sesungguhnya Saburah pernah
bersama-sama Nabi SAW, lalu beliau bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya
aku pernah mengizinkan kamu kawin mut’ah, dan bahwasanya Allah benar-
benar telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat, maka barangsiapa yang
masih ada suatu ikatan dengan wanita-wanita itu hendaklah ia lepaskan dan
janganlah kamu mengambil kembali apa-apa yang telah kamu berikan kepada
mereka itu sedikitpun”. (HR. Ahmad dan Muslim)
Seseorang adik yang telah siap untuk menikah maka harus disegerakan
menikah tanpa harus menundanya, sesuai dengan hadits Nabi:
كى استطبع ي ل اهلل ص: يب يعشس انشجبة ي د قبل: قبل زس يسع اث ع
نى يستطع فعهي ي نهفسج. احص اغض نهجصس ج، فب انجبءح فهيتص
جبء. ن و فب (انجبعخرواه )ثبنص
Artinya: Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai
para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka
nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan
pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum
mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi)
pengekang syahwat”. (HR. Jamaah).
Karena pernikahan adalah akad yang sakral dan suci, tentunya ini tidak
bisa dipermainkan begitu saja karena Dalam pernikahan ada syarat-syarat
yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah kerelaan calon isteri. Wajib bagi
wali untuk menanyai terlebih dahulu kepada kedua calon mempelai, dan
51
mengetahui kerelaannya sebelum diaqad nikahkan. Perkawinan merupakan
pergaulan abadi antara suami isteri. Kelanggengan, keserasian, persahabatan
tidaklah akan terwujud apabila kerelaan pihak calon isteri belum diketahui.
Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria
yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia
berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya
dengan paksa tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7).
Ditegaskan juga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang tercantum
pada Bab 2 Pasal 2 menyebutkan bahwa: “Perkawinan menurut hukun Islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
Mitssaqan ghalidzan (ikatan yang kuat) tentunya dengan adanya ikatan
yang kuat harusnya pernikahan tidak dimain-mainkan dengan pernikahan yang
sementara.
Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah radhiallahu anha:
، ع أثي انقبسى، ع ث عجد انسح بعيم، قبل حدثي يبنك، ع حدثب إس
صبزيخ، عجد ان ت خراو األ سبء ث خ جبزيخ ع ع، اثى يصيد ث يج ، سح
صهى اهلل عهي ت ذنك فأتت زسل انه ى ثيت، فكس ب ج ب، ش أثب أ
رواهالبخارى()سهى فسد كبح
Artinya: “Bahwa ayahnya pernah menikahkan dia -ketika itu dia janda-
dengan laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia datang menemui Nabi
shallallahu „alaihi wasallam (untuk mengadu) maka Nabi shallallahu alaihi
wasallam membatalkan pernikahannya.” (HR. Al-Bukhari)
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bab ini penulis akan mengemas kesimpulan dalam beberapa bagian :
1.Pernikahan kalangkah adalah pernikahan adat yang dilakukan secara agama,
kita tahu bahwa dalam pernikahan kalangkah adalah pernikahan yang
sementara, sama halnya dengan pernikahan kontrak, namun perbedaan dari
pernikahan kalangkah dan pernikahan kontrak adalah akadnya. Diatas
telah di jelaskan bahwa pernikahan kalangkah atau muaqqat (temporal)
ulama Hanafiah dan Malikiah membolehkan pernikahan temporal
(muaqqat). Namun penulis lebih setuju dengan pendapat ulama Hanabilah
yang menyatakan menceraikan setelah tempo waktu tertentu dapat
membatalkan akad.
2. Pernikahan kalangkah adalah pernikahan yang dinamai oleh masyarakat
Desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat karena pernikahan kalangkah
hanya dilakukan oleh kakak laki-laki yang akan dilangkahi oleh adik
perempuannya. Adat pernikahan kalangkah terjadi sejak lama dan turun
temurun, sehingga pada masa sekarang ini menimbulkan pro dan kontra di
masyarakat desa Panyingkiran Majalengka Jawa Barat. Bagi masyarakat
yang pro terhadap pernikahan kalangkah melihat bahwa pernikahan ini
dilakukan secara agama dan aturan adat yang ada sehingga pernikahan
kalangkah ini tentunya boleh dilaksanakan karena tidak ada aturan yang
dilanggar. Masyarakat percaya bahwa apabila seorang kakak tidak
53
dinikahkan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti, jauh
dari rezeki, jauh jodoh, dan depresi berat. Lain halnya dengan yang kontra,
melihat bahwa pernikahan kalangkah ini adalah sebuah pemaksaan
terhadap anak laki-laki yang dilangkai oleh adik perempuan yang akan
menikah lebih dulu sehingga dalam pernikahan kalangkah ini orang tua
telah merebut hak kebebasan seorang kakak laki-laki.
3. Adat dalam pernikahan kalangkah di Desa Panyingkiran Majalengka Jawa
Barat yang terjadi turun temurun hanya terjadi pada seorang kakak laki-
laki saja yang akan didahului oleh adik perempuan yang akan menikah,
pernikahan kalangkah tidak berlaku jika yang dilangkahi adalah seorang
kakak perempuan dan tidak berlaku juga jika adik laki-laki yang akan
menikah mendahului kakak laki-laki. Namun jika yang dilangkahi seorang
kakak perempuan maka hanya diberikan uang pelangkah sebagai simbol
terimakasih seorang adik terhadap kakaknya dan sebagai pelipulara.
Pernikahan dalam adat sunda menganut sistem eleutherogami yaitu sistem
perkawinan yang diperbolehkan kawin dengan orang dalam maupun luar
daerahnya, sedangkan sifatnya menganut sistem patrilineal dan patriokal
yaitu seorang istri mengikuti atau tinggal dirumah suaminya dan garis
keturunanya mengikuti bapaknya.
Bagaimanapun tata tertib adat yang harus dilakukan oleh mereka yang
akan melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan sistem yang berlaku
dalam masyarakat, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tidak mengaturnya,
hal mana berarti terserah kepada selera dan nilai-nilai budaya dari masyarakat
54
yang bersangkutan, asal saja segala sesuatunya tidak berkepentingan dengan
kepentingan umum, Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945. dengan
demikian perkawinan dalam arti “ Perikatan Adat “ walaupun dilangsungkan
antara adat yang berbeda, tidak akan seberat penyelesaiannya dari pada
berlangsungnya perkawinan yang bersifat antar agama, oleh karena perbedaan
adat yang hanya menyangkut perbedaan masyarakat bukan perbedaan
keyakinan.
B. Saran-saran
1. Kepada orang tua, sebaiknya tidak memaksakan kepada seorang anak yang
akan dilangkahi oleh adiknya, seorang kakak yang dewasa tentunya bisa
memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik, dengan memaksakan
kehendak dikhawatirkan malah akan menjadi beban baru bagi seorang
kakak yang akan dilangkahi.
Kita tahu bahwa hidup, jodoh, rezeki, dan mati sudah ditakdirkan oleh
Allah SWT, jadi sebaiknya para orang tua tidak terlalu khawatir terhadap
kakak yang akan dilangkahi oleh adiknya karena setiap yang diciptakan
oleh Allah SWT memiliki pasangan masing-masing, termasuk pasangan
untuk seorang kakak yang akan dilangkahi oleh adiknya, hanya saja
mungkin seorang adik lebih siap untuk menempuh hidup baru.
2. Bagi kakak laki-laki maupun perempuan yang mempunyai adik yang
hendak menikah, alangkah baiknya jika menjadi seorang kakak yang lebih
dewasa dan bijaksana. Serta mendoakan dan merestui adik yang hendak
menikah terlebih dahulu tanpa meminta syarat pelangkah kepada calon
adik iparnya.
55
3. Bagi seorang adik, berkomunikasi adalah salah satu solusi terpenting
dalam menyelesaikan masalah yang ada, dengan adanya komunikasi
seorang adik bisa bercerita dan meminta restu terhadap orang tua dan
kakaknya.
4. Masyarakat Sunda khususnya yang berada di Desa Panyingkiran
Majalengka Jawa Barat untuk lebih terbuka dalam hal sesuatu yang baru,
karena sesuatu hal yang baru tidak selamanya buruk dan tidak selamanya
yang lalu adalah yang terbaik, kita sebagai masyarakat yang maju dan
berkembang alangkah baiknya jika kita bisa menerima hal baru yang baik
tanpa meninggalkan tradisi lama yang baik.
56
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdillah, Syamsudin. “terjemah fathul qarib, pengantar fiqih imam syafi;i,
Surabaya, mutiarailmu 2010
A'la Maududi, Abu. “The Laws of Marriage and Divorce in Islam”, Terj.Achmad
Rais, "Kawin dan Cerai Menurut Islam", Jakarta: anggota IKAPI, 1991.
Azhar Basyir, Ahmad. ”hukum perkawinan islam” (Yogyakarta: UII Press, 2000).
Azwar, Saifuddin, “Metode Penelitian”, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005)
Desianti, Mery. Makna Ritual Siraman Pengantin Adat Sunda dan Jawa,
http://www.weddingku.com/blogs/persiapan-pernikahan/1016533/makna-
ritual-siraman-pengantin-adat-sunda-dan-jawa diakses pada 20 maret
2015.
Faizah, Nur. “Pernikahan Melangkahi Kakak Menurut Adat Sunda (Studi Kasus
Di Desa Cijurey Sukabumu Jawa Barat) Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Jakarta, 2010.
Fazilazmi, http://fazilazmi.blogspot.com/, diaksespada 15 maret 2015
Hadikusuma, Hilman, HukumPerkawinanAdat, Bandung : Penerbit alumni, 1982
Kementrian Agama RI, Modul TOT Kursus Pra Nikah. Jakarta 2010
Kementrian Agama, Al-Qur’an Dan Terjemah, Kementrian Agama 2010
Mardani, Hukum perkawinan islam didunia islam modern, Yogyakarta: Graha
Ilmu 2005
Mulia, Hukum Perkawinan (Jakarta, 2004) misi kemanusiaan
www.suaramuhabbuddinwordprees.com diakses pada 20 Juni 2014
Nazir, M, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)
Poesponoto, Soebakti, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta :Pradnya
Paramita, 1980
Setiawan, Ebta Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.web.id/nikah ,
versi 1.3 2012-2014 diakses pada 20 Juni 2014
Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers. Jakarta 2003
Sudiyat, Imam, Hukum Adat Sketsa Asas. Liberty. Jakarta 1981
57
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian: Prtunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004
Sukrianto, Uki. Ciri-ciri Analisis Deskriptif. Artikel diakses pada 30 Januari 2014
dari http://uki-sukrianto.blogspot.com/2012/03/ciri-ciri-metode-
deskriptif.html
Syahuri, Taufiqurrohman, Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013)
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada
Media, 2006.
Tomoidjojo, Cin Hapsari. Jawa-islam-cinta, politik jatidiri dalam jawa safar cina
sajadah. Wedatama Widya Sastra, 2012
Umar, Husein, “Metode Penelitaian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis”, Jakarta:
Rajawali Pers, 2011
Wulansari, Dewi. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. PT. Refika Aditama:
Bandung 2010.
Yaswirman, Hukum Keluarga, Karakteristik Dan Prospek Doktrin Islam Dan
Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Rajawali Pers. Jakarta
2013
Zainuddin, Ali,Hukum Islam, sinar grafika Jakarta,2006. http://liza-
fathia.com/2009/2010/01/syariat-islam-ataupolemic. Diakses 20 Juni 2014
58
HASIL WAWANCARA
Hari dan tanggal : Minggu, 26 April 2015
Waktu : 10:52 WIB
Tempat : Teras depan rumah kepala adat
Nama Narasumber : Bapak Saprudin
Ibu Hati
Mak Inah
Nanang Sutisna
1. Apakah pernikahan kalangkah itu?
Pernikahan kalangkah adalah pernikahan yang dilakukan oleh kakak
dengan nenek-nenek dikarnakan adiknya mau menikah lebih dulu dari
pada kakaknya.
2. Sejak kapan pernikahan kalangkah itu terjadi?
Kurang tau, soalnya sudah dari dulu. Kita cuma ngikutin omongan orang
tua saja, jadi tidak menanyakan sejak kapan terjadi, karena kita itu percaya
sama orang tua, apa kata orang tua ya dilaksanakan.
3. Bagaimana pelaksanaan pernikahan kalangkah itu terjadi?
Pelaksanaan dari pernikahan kalangkah itu sama saja dengan pernikahan
pada umumnya, cuma pernikahan ini nikahnya sama nenek-nenek karena
jika dengan perawan/gadis berarti nikah beneran, kan nikah kalangkah
cuma untuk sementara.
4. Kenapa tidak dinikahkan beneran saja?
59
Belum siap, anak laki-laki harus siap dalam segala hal, mental, uang dan
tempat tinggal (sandang, pangan, papan), yang mau nikah itu adik
perempuan, adik perempuan itu sudah ada yang menjamin dari calon
suaminya, jadi sebagai laki-laki harus mempersiapkan semuanya.
5. Apakah pernikahan kalangkah itu sah menurut Hukum Islam?
Ya tentu saja sah, rukun dan syaratnya sudah terpenuhi. Pernikahan
kalangkah ini seperti pernikahan sirri.
6. Apa tujuan dari pernikahan kalangkah itu?
Ya, tujuan dari pernikahan itu cuma untuk menggugurkan anggapan
bahwa si kakak telah menikah, jadi si adik tidak melangkahi si kakak,
karena jika tidak dinikahkan khawatir menjadi beban mental dan menjadi
depresi.
7. Bagaimana perasaan anda ketika melakukan pernikahan kalangkah?
Macam-macam, tapi saya jadi tau cara menikah meskipun ini cuma
sementara.
8. Kenapa anda mau melakukan pernikahan kalangkah itu?
mau tidak mau, kata orang tua jadi mau gimana lagi, kalo tidak di ikutin
katanya sih bisa jauh dari jodoh, jauh rizki dan beban mental.
9. Sejak kapan anda menjadi istri pernikahan kalangkah? apakah sudah
sering?
Tidak tahu, karena tiba-tiba ada orang yang minta tolong untuk dijadikan
istri pernikahan kalangkah, tidak sering tapi ada beberapa kali saya jadi
istri pernikahan kalangkah.
10. Kenapa anda mau dijadikan istri pernikahan kalangkah?
60
Niat saya menolong orang, kasihan jika tidak di tolong takut kenapa-
kenapa.
Setelah wawancara dengan Bapak Saprudin sebagai tokoh adat
Sesi wawancara dengan Ibu Hati sebagai orang tua yang menikahkan anak
laki-lakinya dengan pernikahan kalangkah.
61
Sesi foto setelah wawancara dengan saudara nanang sutisna sebagai kakak
yang dilangkahi oleh adiknya.